Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Umum
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan
4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada
tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo
getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya
jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air
melalui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah
mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban
vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, 1991).
2.2.
Defenisi Tanah
Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan
satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara
fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan
material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya
pelapukan batuan tersebut.
Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil
untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau
lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik.
Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur
utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau
dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.
Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak
mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah.
Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila
rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi
udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah
tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo, 1996).
2.3
Macam-macam Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ketanah
atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
1.
Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung dengan
kedalaman Df/B
seperti :
a. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom
(Gambar 2.1b).
b. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan
kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan
terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1a).
c. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung
bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolomkolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi
telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.1c).
2.
Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau
batu yang terletak jauh dari permukaan dengan kedalaman Df/B
, seperti:
a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara
pondasi dangkal dan pondasi tiang (Gambar 2.1d), digunakan bila tanah dasar
yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran
nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal
Df/B 1.
b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada
kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.1e). Pondasi tiang umumnya
berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran
(Bowles, 1991).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 2.1 Macam-macam tipe pondasi : (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak, (c)
Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang ( Hardiyatmo,H.C., 1996 )
2.4.
meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.
2.4.1. Pondasi
tiang
pancang
menurut
pemakaian
bahan
dan
karakteristik
strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, 1991), antara lain:
A. Tiang Pancang Kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong
dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil
sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksudmaksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan bergerak
kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing dilengkapi dengan sebuah sepatu
pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau
tanah kerikil.
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang
kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang
dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang
selalu berganti-ganti.
Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya
akan menunda atau memperlambat kerusakan dari pada kayu, akan tetapi tetap tidak akan
dapat melindungi untuk seterusnya. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak
diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.
Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana
sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga mudah memperoleh
balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk di gunakan
sebagai tiang pancang.
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu
Tiang pancang dari kayu relative lebih ringan sehingga mudah dalam pengangkutan.
Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk pemancangan tidak
menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang pancang beton precast.
Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat masuk lagi ke
dalam tanah.
Tiang pancang kayu ini lebih baik untuk friction pile dari pada untuk end bearing pile
sebab tegangan tekanannya relative kecil.
Karena tiang kayu ini relative flexible terhadap arah horizontal di bandingkan dengan
tiang-tiang pancang selain dari kayu, maka apabila tiang ini menerima beban
horizontal yang tidak tetap, tiang pancang kayu ini akan melentur dan segera kembali
ke posisi setelah beban horizontal tersebut hilang. Hal seperti ini sering terjadi pada
dermaga dimana terdapat tekanan kesamping dari kapal dan perahu.
Karena tiang pancang ini harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah
agar dapat tahan lama, maka kalau air tanah yang terendah itu letaknya sangat dalam,
hal ini akan menambah biaya untuk penggalian.
Tiang pancang yang di buat dari kayu mempunyai umur yang relative kecil di
bandingkan dengan tiang pancang yang di buat dari baja atau beton, terutama pada
daerah yang muka air tanahnya sering naik dan turun.
Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ( gravel ) ujung tiang pancang
kayu dapat dapat berbentuk berupa sapu atau dapat pula ujung tiang tersebut hancur.
Apabila tiang kayu tersebut kurang lurus, maka pada waktu dipancangkan akan
menyebabkan penyimpangan terhadap arah yang telah ditentukan.
Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresif dan jamur yang
menyebabkan kebusukan.
yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Karena berat sendiri adalah
besar, biasanya pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat pekerjaan, jadi tidak membawa
kesulitan untuk transport.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar ( >50 ton untuk setiap tiang ), hal
ini tergantung dari dimensinya. Dalam perencanaan tiang pancang beton precast ini panjang
dari pada tiang harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata panjang dari pada tiang ini
kurang terpaksa harus di lakukan penyambungan, hal ini adalah sulit dan banyak memakan
waktu.
Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan
dapat dilihat pada (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile ( Bowles, 1991)
Keuntungan pemakaian Precast Concrete Reinforced Pile
Precast Concrete Reinforced Pile ini mempunyai tegangan tekan yang besar, hal ini
tergantung dari mutu beton yang di gunakan.
Tiang pancang ini dapat di hitung baik sebagai end bearing pile maupun friction pile.
Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air tanah seperti
tiang pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk
poernya.
Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali, serta tahan terhadap pengaruh air
maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton dekkingnya cukup tebal untuk
melindungi tulangannya.
Karena berat sendirinya maka transportnya akan mahal, oleh karena itu Precast
reinforced concrete pile ini di buat di lokasi pekerjaan.
Tiang pancang ini di pancangkan setelah cukup keras, hal ini berarti memerlukan
waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton ini dapat dipergunakan.
Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan
memerlukan waktu yang lama.
Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang ini tergantung
dari pada alat pancang ( pile driving ) yang tersedia maka untuk melakukan
panyambungan adalah sukar dan memerlukan alat penyambung khusus.
Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile ( Bowles, 1991 )
Keuntungan pemakaian Precast prestressed concrete pile
Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi kotor akibat
tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut.
b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oxygen maka akan
menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena
terendam air.
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat
akan sedikit sekali mengandung oxygen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan
menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan
permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada poripori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal
ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ( coaltar ) atau dengan
sarung beton sekurang-kurangnya 20 ( 60 cm ) dari muka air tanah terendah.
Karat /korosi yang terjadi karena udara ( atmosphere corrosion ) pada bagian tiang
yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja
biasa.
Keuntungan pemakaian Tiang Pancang Baja.
e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing
ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi
ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.
Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.
Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian
bawahnya terbuat dari kayu.
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau
pasir.
2.5.
dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya
dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.4a
sampai dengan 2.4d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada
kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala
tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.
A. Pemukul Jatuh (drop hammer)
Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik
dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini
membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada
volume pekerjaan pemancangan yang kecil.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b)
Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d)
Pemukul getar (vibratory hammer) ( Hardiyatmo,H.c., 2002 )
C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)
Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk
mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.4b). Kecepatan pukulan dan energi output
biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.
2.6.
ultimit yang dibagi faktor aman mengakibatkan penurunan yang berlebihan, dimensi
pondasi diubah sampai besar penurunan memenuhi syarat.
8. pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah
keras/final set yang ditentukan.
9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.
B. Proses Pengangkatan
1.
Kepala Tiang
1
5
3
5L
1
5L
2.
1
3
Ujung Tiang
2
3
L
Permukaan tanah
+
D=0
_
Gambar Lintang
_
Gambar momen
+
Momen Max
D. Quality Control
1. Kondisi fisik tiang
a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak
b. Umur beton telah memenuhi syarat
c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan
2. Toleransi
Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung.
Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah
horizontal dibatasi tidak leboh dari 75 mm.
3. Penetrasi
Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang
tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk
penetrasi setiap setengah meter.
4. Final set
Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.7 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c)
Kalendering/final set
2.7
gesek
dan
pengaruh
konsolidasi
lapisan
tanah
dibawahnya
(b)
(b)
Gambar 2.8 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya ( Hardiyatmo,H.C., 2002 )
2.8.
seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang
sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan
pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga
mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari
tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam
merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum
pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.
Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ........................................................... (2.1)
dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs
qb
As
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki
dan De Alencar.
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari
data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :
qb =
qca (base)
............................................................................. (2.2)
Fb
dimana :
qca (base)
s
Fs
........................................................................... (2.3)
dimana :
qc (side)
Fs
Fb
= Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik s diberikan
pada Tabel 2.2.
Fb
Fs
Tiang Bor
3,5
7,0
Baja
1,75
3,5
Beton Pratekan
1,75
3,5
Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999 )
Tipe Tanah
Pasir
s
(%)
1,4
Pasir kelanauan
2,0
Tipe Tanah
s (%)
Pasir berlanau
2,2
Pasir berlanau
dengan lempung
Lempung
berpasir
s (%)
2,4
Lempung
2,8
berpasir
2,8
dengan lanau
Pasir kelanauan
Lempung
2,4
dengan
Tipe Tanah
Lanau
3,0
lempung
berlanau
3,0
dengan pasir
Pasir
Lanau
berlempung
2,8
dengan lanau
Pasir
berlempung
berlempung
3,0
dengan pasir
3,0
Lanau
berlempung
3,4
Lempung
4,0
berlanau
Lempung
6,0
Pada umumnya nilai s untuk pasir = 1,4 persen, nilai s untuk lanau = 3,0 persen dan
nilai s untuk lempung = 1,4 persen.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ........................................................ (2.4)
dimana :
Qult
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
qc xAc JHLxK11
............................................................... (2.5)
+
3
5
dimana :
2.9.
Qijin
qc
Ap
JHL
K11
= Keliling tiang.
Faktor Aman
Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas
ultimit dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud :
a. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.
b. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.
c. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang
bekerja.
d. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok
masih tetap dalam batas-batas toleransi.
e. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam
batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-pengujian beban
tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm),
penurunan akibat beban bekerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk
faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977).
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang ijin (Qa) dengan
memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu) dibagi
dengan faktor aman (SF) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak
digunakan untuk perancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut :
Qa =
Qu
....................................................................................... (2.6)
2,5
Qu =
Ket:
E
= Effisiensi hammer
Wp
= Berat tiang
WR
= Berat hammer
= tinggi jatuh
WR x h = Energi palu
SF yang direkomendasikan = 6
Efficiency, E
0.7 - 0.8
Diesel Hammer
0.8 - 0.9
drop Hammer
0.7 - 0.9
Pile Material
Coefficient of restitution, n
0.4 - 0.5
0.3 - 0.4
Wooden pile
0.25 - 0.3
a. Pada gambar (a), dapat diperhatikan jika tepi bangunan turun lebih besar dari
bagian tengahnya, bangunan diperkirakan akan retak-retak pada bagian tengahnya.
b. Pada gambar (b), jika bagian tengah bangunan turun lebih besar, bagian atas
bangunan dalam kondisi tertekan dan bagian bawah tertarik. Bila deformasi yang
terjadi sangat besar, tegangan tarik yang berkembang dibawah bangunan dapat
mengakibatkan retakan-retakan.
c. Pada gambar (c), penurunan satu tepi/sisi dapat berakibat keretakan pada bagian c.
d. Pada gambar (d), penurunan terjadi berangsur-angsur dari salah satu tepi
bangunan, yang berakibat miringnya bangunan tanpa terjadi keretakan pada
bagian bangunan.
Selain dari kegagalan kuat dukung (bearing capacity failure) tanah, pada setiap proses
penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan didalam tanah.
Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk, pada umumnya hal ini
yang menyebabkan penurunan pada pondasi (Hardiyatmo, 1996).
2.11.1 Perkiraan penurunan tiang tunggal
Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang
tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil.
Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat
dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2002).
Q.I
............................................................................... (2.8)
Es.D
dimana : I = Io . Rk . Rh . R
b. Untuk tiang dukung ujung
S=
Q.I
............................................................................... (2.9)
Es.D
dimana : I = Io . Rk . Rb . R
dengan :
S
Io
= Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat (Gambar
2.7).
Rk
Rh
= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras
(Gambar 2.9).
= Diameter tiang.
Gambar 2.13 Koreksi angka Poisson, R (Poulus dan Davis) ( Hardiyatmo, H.C., 2002 )
E p .RA
Es
................................................................................... (2.10)
dimana : RA =
Ap
1 .d 2
4
dengan :
K
Ep
Es
Eb
Perkiraan angka Poisson () dapat dilihat pada Tabel 2.5 Terzaghi menyarankan nilai
= 0,3 untuk tanah pasir, = 0,4 sampai 0,43 untuk tanah lempung. Umumnya, banyak
digunakan = 0,3 sampai 0,35 untuk tanah pasir dan = 0,4 sampai 0,5 untuk tanah
lempung.
Tabel 2.4 Perkiraan angka poisson ( ) ( Hardiyatmo. H.C., 1996 )
Macam Tanah
Lempung jenuh
0,4 0,5
0,1 0,3
Lempung berpasir
0,2 0,3
Lanau
0,3 0,35
Pasir padat
0,2 0,4
Pasir kasar
0,15
Pasir halus
0,25
Berbagai metode tersedia untuk menentukan nilai modulus elastisitas tanah (Es),
antara lain dengan percobaan langsung ditempat yaitu dengan menggunakan data hasil
pengujian kerucut statis (sondir). Karena nilai laboratorium dari Es tidak sangat baik dan
mahal untuk mendapatkan (Bowles, 1977). Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan
dari pengumpulan data pengujian kerucut statis (sondir), sebagai berikut :
Es = 3qc
Es = 2 sampai 8qc
Dari analisa yang dilakukan secara mendetail oleh Meyerhoff, untuk nilai modulus
elastisitas tanah dibawah ujung tiang (Eb) kira-kira 5-10 kali harga modulus elastisitas tanah
di sepanjang tiang (Es).
Rumus untuk penurunan tiang elastis adalah :
S =
(Q + Qs ) L
..................................................................... (2.12)
A.Ep
dimana :
Q
Qs
= Tahanan gesek
Ep = Modulus elastisitas
Nilai tergantung kepada unit tahanan friksi ( kulit ) alami pada sepanjang tiang
terpancang di dalam tanah. Nilai = 0,5 adalah dimana bentuk unit tahanan friksi
( kulit ) alaminya berbentuk seragam atau simetris, seperti persegi panjang maupun parabolic
seragam, umumnya pada tanah lempung atau lanau. Nilai = 0,67 adalah jika bentuk unit
tahanan friksi ( kulit ) alaminya berbentuk segitiga, umumnya pada tanah pasir.
2.12
diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik.
Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting
untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung
ultimitnya. Berbagai metode interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya
dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda.
Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi
dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat
kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya
kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.
Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya
dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk control beban
ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari
beban kerja.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran
pergerakan tiang. Beban beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang
diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interprestasi lebih
lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus menerus mengalami
penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu
daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi.
Sesudah tiang uji dipersiapkan ( dipancang atau dicor ), perlu ditunggu terlerbih
dahulu selama 7 hingga 30 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk
memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori
akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi.
Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan
menggunakan system kentledge seperti ditujukan pada gambar. Selain itu juga dapat
digunakan kerangka baja atau jangkar pada tanah seperti diilustrasikan pada gambar.
Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.
Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges yang
terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1
mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur pergerakan relative dari tiang.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang,
pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. Instrumentasi yang dapat
digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi lokasi tertentu
disepanjang tiang. Tell tales pada kedalaman kedalaman tertentu atau load cells yang
ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai
pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang
selama pengujian.
1)
2)
3)
Gambar 2.16 Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan ( Tomlinson,2001 )
4)
penurunan kurang dari 0.125 cm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat
menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil
setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10%
dari diameter tiang bila pergerakan ( displacement ) sudah cukup besar.
Pengujian dengan metode CRP umumnya membutuhkan waktu sekitar 1 jam
(tergantung ukuran dan daya dukung tiang). Metode CRP memberikan hasil serupa
dengan metode Quick ML, dan sebagaimana metode Quick ML, metode ini juga dapat
diselesaikan dalam waktu 1 hari.
= Penurunan elastik
= Panjang Tiang
Ap
Ep
4. Perpotongan antara kurva beban penurunan dengan garis lurus merupakan daya
dukung ultimit.
Gambar 2.18 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson M.T