LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb +ludruk+baru
LAPORAN+STRANAS+2012++strategi+pengemb +ludruk+baru
BAB I
PENDAHULUAN
Karakteristik itu pula yang menjadi kekuatan pertunjukan ludruk dalam suatu daerah,
membedakan dengan pertunjukan ludruk di daerah yang lain. Pertunjukan ludruk di
daerah Jember dan Lumajang mampu menunjukkan perbedaan itu dengan
pertunjukkan ludruk di daerah Malang atau di daerah dalam komunitas arek yang
lain mencakup Jombang, Mojokerto, dan Surabaya misalnya.
Strategi pengembangan pertunjukan ludruk dalam konteks demikian, dapat
dimulai dari titik tolak yang didasarkan atas karakteristik yang dimiliki tersebut.
Karakteristik itu pula menjadi kekuatan untuk eksis dalam kompetisi yang begitu
kuat dengan bentuk pertunjukan-pertunjukan lain, yang lebih bersifat pop, misalnya
sinetron dan film misalnya. Pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur
dengan demikian menjadi sesuatu yang unik dan dapat dikomodifikasikan, tanpa
mengurangi substansi dari pertunjukan ludruk itu sendiri. Sudikan (2002:6)
mengemukakan bahwa tuntutan zaman menghendaki seni pertunjukkan ludruk selalu
mengalami perubahan (transformasi) baik dalam struktur pementasan, cerita yang
dibawakan, akting, iringan musik, pencahayaan dan lain-lain. Tuntutan zaman ini
sekaligus menjadi tuntutan pasar agar seni tradisi pertunjukan ludruk tersebut dapat
dikomodifikasikan dengan baik.
Komodifikasi itu sendiri menjadi langkah yang strategis untuk menjaga
eksistensi dan kelangsungan pertunjukan ludruk tidak hanya dinikmati oleh anggota
kolektifnya. Lebih jauh, pertunjukan ludruk itu dapat dinikmati dan diminati oleh
banyak orang diluar anggota kolektifnya. Artinya, bahwa pertunjukan ludruk itu
tidak dapat menghindari pasar dan oleh karena itu harus masuk dalam hukum pasar.
Komodifikasi dalam hal ini adalah salah satu strategi untuk masuk pada wilayah
pasar itu. Penanganan komersialisasi seni tradisi dengan baiktermasuk dalam hal
ini seni tradisi ludruk--berpotensi membawa dampak positif bagi seni tradisi yang
menjadi
komoditas
itu
sendiri
maupun
para
pihak-pihak
yang
terkait
(Kembudpar,2005:1).
Salah satu bentuk komodifikasi dan komersialisasi yang dapat dilakukan
adalah membangun strategi pengembangan ludruk menjadi salah satu kekuatan
wisata budaya berbasis seni tradisi. Pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur bagian
timur memiliki kekuatan itu. Pertama, pertunjukan ludruk di daerah Jawa Timur
bagian timur tergolong memiliki karakteristik sendiri dan karenanya menjadi sesuatu
yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari aktor/aktrisnya, bahasa yang digunakan,
berikut masyarakat pendukungnya. Kedua, Daerah Jember dan Lumajang termasuk
perlintasan wisata Yogya, Malang, Surabaya, dan Bali; sehingga dalam konteks
wisata
budaya,
Jember
dan
Lumajang
dapat
menjadi
destinasi
transit
(Poerwanto,dkk, 2009:6).
Pengembangan wisata budaya berbasis seni tradisi dalam konteks demikian
memiliki posisi tawar tersendiri dibanding dengan pilihan-pilihan wisata yang lain,
misalnya yang berbasis kewilayahan. Bahkan, lebih strategis jika pengembangan
wisata budaya berbasis seni tradisi tersebut mampu diintegrasikan dengan
pengembangan wisata yang berbasis kewilayahan. Peningkatan posisi tawar dan
daya saing menjadi sangat penting bagi eksistensi dan perkembangan seni tradisi dan
masyarakat pendukungnya. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi,
posisi tawar dan daya saing yang tinggi sangat diperlukan oleh masyarakat seni
tradisi untuk lebih leluasa menghasilkan produk yang lebih menurut mereka lebih
baik dan menangkal upaya eksploitasi oleh pihak-pihak yang kurang memiliki
kepedulian pada seni tradisi. Dengan posisi tawar yang tinggi, masyarakat seni
tradisi memiliki kekuatan untuk mendidik para pembeli atau para konsumennya
dalam hal apresiasi yang tepat terhadap seni tradisi (Kembudpar, 2005:4-5).
wisata budaya berbasis seni tradisi, yang mencakup aspek kebijakan, strategi
permodalan, manajemen pengembangan, dan strategi menghadapi pasar wisata.
pertunjukan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
pertunjukan). Hasil penelitian ini adalah ditemukannya beberapa lakon ludruk khas
gaya Malangan.
Ketiga, Ahmadi dan kawan-kawan (1984/1985), melakukan penelitian nilainilai sastra rakyat pada seni pertunjukan ludruk. Penelitian ini berjudul Aspek
kesusastraan dalam seni Ludruk Jawa Timur. Penelitian ini mengutamakan analisis
kesusastraan dan tembang/kidung jula-juli ludruk dan aspek sastra lisan pada
kelisanan kedua. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa tembang/kidung julajuli merupakan genre tersendiri dalam sastra-puisi, sehingga memerlukan kajian
yang memadai.
Keempat, Hefner (1994), melakukan penelitian seni pertunjukan ludruk di
Jawa Timur dengan fokus seni pertunjukan ludruk di wilayah Madura. Hasil
penelitiannya berjudul Ludruk Fokl Theatre of East Java: To wards A Theory of
Symbolic Action (A Dissertation Submitted To The Graduate Division of the
University of Hawai In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of
Doctor of Philosophy In Anthropology). Penelitian ini berada dalam lingkup
antropologi.
Dalam
penelitian
ini
ditemukan
kekhasan
simbol-simbol
perbuatan/gerak atau simbol tindakan pada komunitas sandiwara ludruk. Simbolsimbol perbuatan/gerak atau tindakan tersebut membedakan dengan komunitas seni
tradisi yang lain.
Kelima, Kasemin (1999), melakukan penelitian ludruk dari aspek fungsi
komunikasi. Laporan berjudul Ludruk Sebagai Teater Sosial . Penelitian ini
merupakan kajian kritis terhadap kehidupan peran dan fungsi ludruk sebagai media
komunikasi. Peneliti dalam hal ini menggunakan pendekatan aspek komunikasi yang
dilakukan dalam dunia seni peran dan ludruk sebagai media komunikasi sosial. Hasil
dari penelitian ini menyebutkan bahwa ludruk mampu menjadi media komunikasi
yang efektif, untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat; baik itu berupa unsurunsur kritik maupun unsur-unsur propaganda yang teradapat dalam ludruk.
Keenam, Maryeni (2002), meneliti tentang kebahasaan (sosiolinguistik)
ludruk Bahasa Jawa dalam Ludruk Jawa Timur. Penelitian ini difokuskan pada
cerita Sawunggaling serta ragam bahasa yang difungsikan di komunitas sandiwara
ludruk. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa bahasa yang digunakan oleh
berbagai kelompok ludruk di Jawa Timur menggunakan bahasa Jawa, Madura, dan
bahasa Indonesia. Juga ada beberapa di antaranya yang menggunakan bahasa Cina
dan bahasa Belanda tiruan.
Ketujuh, Andy Yunus Firmansyah (2002), yang melakukan penelitian lakon
ludruk Sawonggaling di Surabaya, dengan fokus kajian struktur pertunjukan, fungsi,
makna, tipe indeks dan motif indeks. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa lakon
ludruk Sawonggaling di Surabaya dari aspek struktur pertunjukan, fungsi, dan
makna, masih menunjukkan ketidakperbedaan dengan ciri khas yang dimiliki ludruk
Surabaya pada umumnya. Secara lebih khusus, lakon Sawonggaling dapat diletakkan
sebagai lakon yang menuturkan cerita kepahlawanan lokal. Dari aspek fungsi, lakon
ludruk sawonggaling dapat berfungsi untuk membangkitkan semangat nasionalisme.
Akhmad
Taufiq
(2006)
melakukan
penelitian
tentang
10
11
untuk
dilakukan
dalam
rangka
membuka
peluang-peluang
untuk
bagi rakyat Jawa Timur. Sebagai produk budaya lokal, yang khas, maka ludruk
mempunyai
12
improvisatoris, tanpa persiapan naskah; (2) memiliki tradisi: (a) terdapat pemeran
wanita yang diperankan laki-laki; (b) teradapat tembang khas, yakni kidungan julajuli; (c) iringan musik berupa gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan
pelog; (d) pertunjukan dibuka dengan tari ngremo; (e) terdapat adegan bedayan; (f)
terdapat sajian/adegan lawak/dagelan; (g) terdapat selingan travesti; (h) lakon
diambil dari cerita rakyat; (I) terdapat ciri kidungan, baik kidungan tari ngremo,
kidungan bedayan, kidungan lawak, dan kidungan adegan.
Senada dengan pendapat tersebut, Peacock (1968), mengemukakan ciri
ludruk sebagai berikut: (1) lakon yang dipentaskan merupakan ekspresi kehidupan
rakyat sehari-hari; (2) diiringi musik gamelan dengan tembang khas jula-juli; (3) tata
busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari; (4) bahasa disesuaikan dengan
lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa atau Madura; (5) kidungan terdiri
atas pantun atau syair yang bertema kehidupan sehari-hari; (6) tampilan dikemas
secara sederhana, akrab dengan penonton.
Selain ciri-ciri tersebut, ludruk mempunyai struktur pementasan yang tidak
kalah menarik untuk diamati. Kasemin (1999:19-20) menyatakan bahwa struktur
pementasan ludruk dari zaman awal kemerdekaan sampai sekarang tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Artinya, struktur pementasan dari awal terciptanya seni
ludruk hingga saat ini masih diikuti oleh generasi-generasi penerusnya. Lebih jelas
struktur pementasan ludruk tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pembukaan, diisi dengan atraksi tari ngrema.
13
14
2.2.2
dimensi yang menarik untuk dikaji. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan
ludruk tidak hanya aspek teatrikalnya saja yang dapat untuk dieksplorasi dan
dikomodifikasi. Muatan sastra yang terkandung dalam pertunjukan ludruk juga
menjadi daya tarik tersendiri untuk dieksplorasi dan dikomodifikasi. Muatan sastra
itu baik yang termasuk genre puisi maupun prosa/drama. Genre puisi misalnya
kidungan dan yang termasuk prosa/drama adalah lakon atau cerita ludruk. Kedua
15
bentuk sastra tersebut menjadi daya tawar tersendiri dalam proses komodifikasi
budaya yang tetap mempertimbangkan keestetisan seni pertunjukan.
Drama termasuk juga ludruk, merupakan karya sastra yang harus
memperhatikan keestetisan tersebut. Hutomo (1991:101) mengatakan bahwa naskah
dramatermasuk di dalamnya ludrukjuga merupakan salah satu bentuk karya
sastra, di samping novel, roman, cerpen, dan puisi. Pendapat seperti ini senada
dengan yang dikemukakan oleh Brahim (1968:151) yang menyatakan bahwa
teradapat jalinan yang erat antara drama dengan sastra, terutama dari segi ceritanya.
Sehubungan dengan
menjelaskan bahwa cerita ludruk mengenal struktur umum yang terdiri atas
introduksi/eksposisi (inciting force: exposition; introduction), pemuncakan (ricing
action), klimaks (turning point; crisis or climax), penurunan klimaks (falling action
or return) dan penyelesaian (catatrophe).
Lebih lanjut, menurut Supriyanto (1992:86), bahwa pengkajian sastra dalam
cerita ludruk dibatasi pada masalah tema, plot, penokohan / karakterisasi, pemilihan
bahasa dan efek yang hendak dicapainya. Pendapat ini sekaligus dapat menjadi
pijakan pada proses penelitian ludruk yang akan dilakukan. Dengan suatu pemikiran
bahwa penafsiran terhadap ludruk sebagai drama merupakan penafsiran kedua. Sang
sutradara dan para pemain menfsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan
versi yang telah ditafsirkan oleh para pemain (Luxemburg, 1989:158).
16
Hal tersebut sekaligus mengingatkan bagi peneliti, bahwa yang diteliti adalah
apa yang diperankan dan disampaikan oleh para pemain dalam pementasan ludruk
tersebut. Mengingat bahwa sastra yang terdapat dalam pertunjukan atau pementasan
ludruk merupakan sastra kelisanan kedua. Penonton sebagai bagian dari anggota
kolektif penting untuk memahami eksplorasi pertunjukan dan nuansa sastra yang
terdapat di dalmnya.
17
seni tradisi ritual untuk upacara-upacara keagamaan dan adat, dan(2) seni tradisi
yang dikemas khusus untuk dinikmati masyarakat luas maupun wisatawan (arts for
mart) (Permas et.al, 2003).
Pertunjukan ludruk sebagai bagian dari seni tradisi dapat dikemas untuk
dinikmati masyarakat luas, termasuk wisatawan dalam hal ini; baik itu wisatawan
domestik, maupun wisatawan manca negara. Pertunjukan ludruk sebagai seni tradisi
yang berkembang di daerah Jawa Timur bagian timur dapat menempati posisi ini.
Artinya, wisatawan-wisatawan itu dapat memberikan pilihan pertunjukan ludruk
sebagai salah satu pilihannya. Hal tersebut tentunya perlu eksplorasi, modifikasi dan
sentuhan-sentuhan yang berbau pasar wisata. Misalnya, aspek kemudahan
infrastruktur dan penyelenggaraan event-event yang bersifat monumental.
Hal tersebut pada tingkat jangka panjang akan menjadi kekuatan
pemberdayaan budaya dan ekonomi lokal yang ada. Inilah yang disebut sebagai
pemberdayaan masyarakat berkearifan lokal melalui industri kreatif pariwisata
budaya (Susanti, 2009:6). Seni tradisi menjadi salah satu ujung tombak di dalamnya.
Pemikiran tersebut dapat berjalan jika semua pihak yang terkait dengan seni
tradisi itu mau membuka diri untuk melihat secara objektif posisi seni tradisi itu
sendiri, sehingga hal ini bersifat realis dan segera dapat dilakukan perubahan
kebijakan. Faktanya, jika dilihat dari posisi tawarnya, masyarakat seni tradisi relatif
lemah dibandingkan dengan para produser sebagai pembelinya (Kembudpar:2005).
Hal ini disebabkan beberapa faktor yakni:
18
1) Jumlah produser relatif sedikit dibandingkan jumlah seniman seni tradisi, dengan
kondisi finansial yang umumnya jauh lebih baik dibandingkan seniman seni
tradisi;
2) Jumlah seniman atau organisasi seni tradisi banyak dan satu sama lain saling
bersaing secara frontal (kurang bersatu dan kurang kompak), bahkan sering
bersaing dengan cara banting harga;
3) Karya seni yang dihasilkan oleh seniman atau organisasi seni tradisi pada
umumnya relatif sama, sedikit sekali yang memiliki karya sangat unik yang sulit
sekali ditiru seniman lain;
4) Produser dengan mudah berpindah dari satu seniman ke seniman lain tanpa
mengurangi kualitas paket wisata budaya mereka;
5) Produser memiliki informasi relatif lengkap mengenai seni tradisi di suatu wilayah
maupun tentang pasar wisata budaya;
6) Seniman seni tradisi sangat kurang memiliki informasi tentang pasar dan industri
pariwisata budaya.
Dari aspek bisnis, ada beberapa pilihan strategi peningkatan posisi tawar dan
daya saing bagi masyarakat seni tradisi dalam industri pariwisata budaya antara lain:
1) Mengembangkan dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan
selera setiap segmen pasar yang dilayani;
2) Secara kontinyu mengembangkan dan memasarkan produk yang unik dengan
fungsi dan manfaat yang sulit ditiru oleh produk-produk substitusi;
19
20
Kebijakan kebudayaan di
daerah yang terkait dengan
advokasi, konservasi tradisi,
fasilitasi, dan strategi
pengembangan ludruk sebagai
bagian seni tradisi lokal.
21
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
22
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
suatu produk.
23
24
25
yang diteliti.
Metode analisis ini dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan data dan analisis yang
dilakukan (Spradley,1997:118)
Selanjutnya, setelah data terkumpul terdapat langkah-langkah atau prosedur
analisis yang perlu dilakukan. Langkah-langkah tersebut meliputi: (1) membaca
secara seksama teks lisan hasil wawancara yang sudah terkumpul;(2) menyeleksi dan
menandai data yang ada dengan kode tertentu, agar memudahkan analisis;(3)
mengidentifikasi dan mengklarifikasi data sesuai dengan data yang dibutuhkan; (4)
menganalisis, mendeskripsikan, dan menginterpretasi data sesuai dengan format
26
27
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
membedakan itu ditunjukkan dengan pemeranan oleh aktor/aktris, bahasa, dan lakon.
Adapun terkait dengan manajemen grup ludruk dan karakteristik masyarakat
pendukung masih tidak jauh berbeda dengan yang berkembang di daerah kulonan;
yakni, sama-sama masih bersifat tradisional. Kedua, sehubungan dengan adaptasi
menghadapi pasar pertunjukan, ludruk Jawa Timur di bagian timur, khususnya di
daerah Jember masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bila dilihat
dari pemanfaatan teknologi multimedia. Di sisi lain, proses adaptasi terhadap pasar
itu lebih dikembangkan dengan penyesuaian selera seni yang berkembang di
masyarakat, misalnya memasukkan seni campursari, karaokean, dan kendang
kempul/banyuwangian. Ketiga, belum terdapat proses kabijakan pemerintah lokal
yang secara khusus dapat mendukung pengembangan seni tradisi ludruk; baik itu
28
29
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Pertunjukan Ludruk Jawa Timur Bagian Timur
Karakteristik pertunjukan ludruk Jawa Timur bagian timur mencakup;
karakteristik manajemen grup, aktor dan aktris, lakon, bahasa, dan masyarakat
pendukung sebagai pewaris pasif seni tradisi pertunjukan ludruk.
5.2.1.1 Karakteristik Manajemen Grup Ludruk
Manajemen grup ludruk di daerah Jawa Timur
khususnya di didaerah Jember bila diamati secara saksama dapat disebut masih
bersifat tradisional. Hal itu dapat ditelisik mulai dari proses penentuan pimpinan
(juragan), mekanisme pengambilan keputusan, penetapan aturan-aturan, rekrutmen
pemain, penentuan honorarium, perawatan/pemeliharaan peralatan pertunjukan,
sampai dengan proses pemasaran.
Proses penentuan pimpinan (juragan) misalnya ditentukan berdasarkan proses
pewarisan yang didasarkan pada garis keturunan keluarga. Fenomena demikian itu
dapat dilihat pada grup ludruk Setia Kawan dan ludruk Topeng Masa Baru.
Kedua grup ludruk tersebut terhitung sejak proses pendiriannya, pimpinan grup
ludruknya masih dipegang oleh keluarga, yakni keturunan atau orang yang semula
30
dari luar keluarga yang terikat menjadi keluarga pendiri grup ludruk itu dengan
sebab perkawinan dengan anaknya (menantu).
Proses penentuan pimpinan seperti ini memberikan setidaknya dua makna:
pertama, bahwa pimpinan ludruk itu merupakan pewaris dari seluruh tata nilai tradisi
pertunjukan yang hendak dan memiliki keharusan moral untuk diteruskan pada
generasi berikutnya. Kedua, pimpinan ludruk itu sekaligus sebagai orang atau pihak
yang berwenang dan bertanggung jawab atas asset pertunjukan, yang biasanya hak
kepemilikannya oleh keluarga karena proses pengadaannya juga karena usaha dari
keluarga. Oleh karena itu, dapat dipahami kalau pimpinan ludruk dalam konteks ini
disebut sebagai juragan.
Juragan-lah pemegang otoritas penuh atas proses pengaturan/sirkulasi
pertunjukan. Oleh karena itu, tidak jarang mereka menyebut para pemainnya sebagai
anak-anak sebagai pengganti dari sebutan anak buah. Otoritas demikian ini dapat
diterima oleh seluruh anggota grup ludruk. Semua urusan pertunjukan diserahkan
sepenuhnya kepada juragan; meskipun, tidak jarang juragan
itu melakukan
31
pada pengadaan dan perawatan peralatan pertunjukan masih dipegang penuh oleh
juragan.1
Sebagai catatan belum ditemukan grup ludruk yang sudah memiliki AD/ART sehingga mereka
sangat repot ketika suatu saat kantor Pariwisata dan Budaya Jember meminta grup ludruk itu
menunjukkan AD/ART sebagai persyaratan penerimaan bantuan yang akan diberikan.
2
Wawancara dengan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012
32
selain tabu juga tidak efisien secara ekonomi. Biasanya kalau yang diundang satu
orang temannya (gemblak) yang turut serta dalam proses pertunjukan itu bias sampai
lima orang. Hal itu jelas tidak efektif secara ekonomi dan mengurangi pendapatan
grup ludruk itu sendiri. Pembengkakan dari sisi ekonomi pasti terjadi, rokok dan
uang makan biasanya membengkak.3
Fenomena pemeranan tokoh ludruk demikian itu patut diapresiasi secara
kultural, setidaknya terdapat proses nilai kultural yang berjalan dan ditaati oleh insan
ludruk. Hal itu sekaligus pada proses lebih lanjut, mampu mengonstruksi identitas
ludruk di tingkat lokal Jember; meskipun, masih di jumpai pada sebagian grup
ludruk di Jember, khususnya di daerah selatan, misalnya ludruk Merdeka tidak
jarang masih menggunakan pemain laki-laki (banci) untuk memerankan tokoh
perempuan.4 Fenomena demikian hanyalah sebagian, secara umum pemeranan tokoh
dalam pertunjukan ludruk, bahwatokoh perempuan diperankan oleh perempuan dan
tokoh laki-laki diperankan oleh laki-laki.
33
Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012
34
Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012
35
36
Oleh karena itu, tema-tema itu mampu berfungsi representasi maasalah hidup
rakyat dan pada saat yang sama berfungsi sebagai pelepasan tegangan hidup yang
sedang menghimpit mereka. Hal ini paralel dengan fungsi pertunjukan itu sendiri
yang mampu menjadi media ekspresi sosial dan sekaligus kultural bagi rakyat kecil;
bahkan, dengan pertunjukan itu juga sebagai media untuk menjaga kelangsungan
hidup secara ekonomi bagi masyarakat kecil.
Fenomena demikian ini tampak misalnya, pada setiap pertunjukan ludruk
pasti diikuti dengan proses pergulatan sosial-ekonomi bagi masyarakat yang berada
disekitarnya. PKL
Wawancara dengan Bu Seniti pada saat pentas pertunjukan ludruk Sumber Mawar Kreongan
Jember yang dilaksanakan di RRI Jember.
37
upaya untuk tetap menjaga keakraban dan kerukunan antaranggota, sekaligus untuk
nguri-nguri tradisi ludruk yang sudah jarang diminati anak muda.8 Arisan ludruk itu
sendiri dikemas dengan kejungan. Uniknya, pengejung diundang (disewa) dari grup
ludruk lain, yaitu grup ludruk Setia Kawan Jubung Jember. Hal itu sekaligus
sebagai bukti adanya kerjasama antargrup ludruk yang tetap terjalin dengan baik.
Tidak jarang, arisan itu juga mengadakan pentas pertunjukan ludruk. Hal itu
disesuaikan dengan permintaan tuan rumah yang kebetulan ditempati arisan. Sebagai
catatan, fenomena arisan ludruk demikian ini juga efektif dalam memerkuat seni
tradisi melalui proses pemasyarakatan seni tradisi ludruk secara lebih konsisten dan
kontinu.
Wawancara dengan Bapak Abu Hasan (Pelindung) dan Bapak Agus (pimpinan) grup ludruk
Sumber Lancar Pakusari Jember pada tanggal 14 September 2012.
38
melakukan penetrasi pada pasar multimedia melalui situs-situs khusus melalui media
internet. Posisi seni tradisi ludruk dalam hal ini menjadi terengah-engah dan perlu
diakui secara jujur, mengalami kesulitan untuk mengadaptasi diri.
Di tengah pertunjukan melalui gedung-gedung (tobong) saat ini sudah tidak
tampak lagi, idealnya ruang multimedia dipandang sebagai peluang sebagai dimensi
pasar baru yang mampu menyajikan harapan baru. Harapan baru bagi proses
pemasaran pertunjukan ludruk yang saat ini dapat dikatakan mengalami
kemandegan. Kemandegan itu banyak disebabkan oleh adanya keterbatasan sumber
daya manusia yang terdapat dalam grup ludruk; belum lagi, berhadapan dengan
masalah modal, maka masalah pasar multimedia sampai saat ini dipandang sebagai
ancaman yang masih memberikan desakan pada grup-grup ludruk untuk semakin
terpinggirkan.
Idealnya memang dipandang sebagai peluang baru dan grup-grup ludruk
perlu secepatnya beradaptasi dengan ruang multimedia itu kalau tidak ingin semakin
terpinggirkan atau bahkan mengalami kematian (gulung tikar). Faktanya, proses
adaptasi itu banyak menemui hambatan. Grup-grup ludruk di daerah Jember sampai
saat ini belum mampu masuk pada wilayah ruang multimedia secara meyakinkan.
Kalau misalnya mereka terlibat sampai pada di CD-kan itu hanya sepintas lalu saja,
belum dirancang sedemikian rupa untuk mendatang efek keuntungan bagi
kontinuitas grup ludruk dan pertunjukannya sekaligus.
39
Fenomena demikian ini dapat dijumpai pada grup ludruk Setia Kawan dan
Topeng Masa Baru. Kedua grup yang sudah tua dari sisi usia sejak pendiriannya
belum melakukan penetrasi terhadap pasar multimedia. Kalaupun hal itu ada, lebih
dikarenakan ada pihak lain yang melakukan proses perekaman untu di-CD-kan dan
tanpa kontrak yang jelas. Hal tersebut betul-betul merugikan bagi grup ludruk
tersebut karena mereka tidak memertimbangkan atau menghitung keuntungan dan
sustainabelitas grup ludruk itu sendiri.9 Satu kasus yang patut direnungkan, seperti
yang terjadi pada grup ludruk Topeng Masa Baru pernah rekaman untuk di CDkan, sebanyak 12 lakon dengan 12 kali rekaman hanya diberi imbalan Rp
600.000,00. Hal itu jelas sangat memrihatinkan bagi pelaku seni tradisi ludruk.10
Wawancara dengan Pak Tarun dan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012 dan juga diperkuat
oleh pernyataan Pak Edi dan Bu Sunariah pada tanggal 25 Oktober 2012.
10
Menurut pengakuan Pak Edi dan Bu Sunariah ludruk Topeng Masa Baru pernah rekaman di
Banyuwangi, Malang, dan Surabaya.
40
tentang kehadiran minat atas pasar pertunjukan jelas tidak dapat disepelekan.
Keberadaannya merupakan bagian yang integral dengan grup ludruk itu sendiri.
Pernyataan Bu Seniti layak untuk diapresiasi manakala dinyatakan bahwa
penonton pertunjukan ludruk masih kalah dengan penonton orkes dangdut. Menurut
Bu Seniti, dalam setiap pertunjukan ludruk penonton yang hadir sekitar 50-an
orang.11 Hal itu mengindikasikan bahwa pertunjukan ludruk sudah mengalami
kondisi yang kritis bila aspek penonton dijadikan indikator utama dalam menentukan
keberlangsungan suatu grup ludruk.
Terdapat strategi adaptasi untuk mengahadapi semakin menurunnya penonton
atau peminat pertunjukan ludruk. Seperti yang dilakukan ludruk Setia Kawan,
untuk menyiasati semakin menurun atau merosotnya penonton, grup ludruk tersebut
memasukkan unsur seni lain sebagai daya tarik baru, yakni dengan memasukkan
campursarian, karaokean, dan adegan roman-romanan. Menurut Mak Lilik, hal itu
dilakukan selain untuk membuat pertunjukan diminati penonton, juga berfungsi
untuk mengolor-olor waktu pertunjukan sebelum cerita inti dimulai.12 Fenomena
yang hamper sama juga dilakukan oleh grup ludruk yang lain, misalnya oleh grup
ludruk Topeng Masa Baru; bahkan, sehubungan dengan strategi adaptasi dengan
11
Wawancara dengan Bu Seniti pada tanggal 11 September 2012 pada saat pertunjukan ludruk
Sumber Mawar yang dipentaskan di RRI Jember. Sebagai catatan, Bu Seniti adalah warga
Glantangan Jember , menurut penuturannya, Bu Seniti selalu menonton pertunjukan ludruk selama
mendapatkan informasi tentang pertunjukan itu.
12
Wawancara dengan Mak Lilik pada tanggal 11 September 2012
41
seni yang lain, grup ludruk tersebut juga sudah memasukkan seni tradisi
Banyuwangian (kendang kempul).13
Dapat disebut, sampai saat ini pola strategi adaptasi untuk menghadapi
persaingan dengan pertunjukan seni yang lain masih dipandang efektif. Artinya,
grup-grup ludruk tersebut masih cukup berdaya untuk menjaga eksistensinya di
tengah terpaan kompetisi pasar pertunjukan yang luar biasa. Ada kecenderungan,
proses adaptasi terhadap pasar pertunjukan tersebut akan semakin variatif.
42
potensi budaya. Seni tradisi ludruk sebagai salah satu kekuatan dan potensi yang
berkembang di tingkat lokal memegang peranan strategis dalam rangka menjaga
keseimbangan itu; sekaligus berupaya memberikan kontribusi sosial-ekonomis pada
proses selanjutnya di tingkat lokal tersebut.
Disebut demikian karena diakui atau tidak setiap diselenggarakannya
pertunjukan ludruk dapat dipastikan melibatkan komunitas masyarakat. Pertunjukan
ludruk bukanlah pertunjukan yang menciptakan dunianya sendiri; sebaliknya,
pertunjukan ludruk itu dibangun atas dasar kesadaran komunitas. Oleh karena itu,
ludruk dan pertunjukan yang diselenggerakannya merupakan bagian integral dari
komunitas. Ia tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan komunitas masyarakat yang
melingkupinya. Memisahkan ludruk dari lingkungan komunitas yang melingkupinya
sama artinya membunuh eksistensi ludruk itu sendiri.
Kesadaran komunitas demikian ini pada proses berikutnya mendorong grup
ludruk dan pertunjukan yang diselenggarakannya berusaha untuk peduli sepenuhnya
dengan komunitas itu. Manifestasi kepedulian itu ditunjukkan dengan beberapa hal.
Pertama, melakukan pembangunan kesadaran kepada komunitas masyarakat melalui
propaganda-propaganda yang mencakup bidang yang luas, yakni pendidikan, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua, kesadaran komunitas itu ditunjukkan dengan
kemampuannya dalam membuka akses sosial-ekonomi dan budaya dari setiap
pertunjukan yang diselenggarakan. Hal itu artinya, ada ruang sosial-ekonomi dan
43
budaya yang diciptakan dan komunitas masyarakat dapat menikmati dan ambil
bagian di dalamnya.
Bertolak dari paparan demikian itu, pemerintah daerah sudah semestinya
memberikan perhatian yang khusus terhadap eksistensi grup ludruk dan ruang
budaya yang diinginkannya. Pemerintah daerah sudah semestinya mendorong adanya
kebijakan untuk terwujudnya hal tersebut. Faktanya, pemerintah daerah melalui
dinas pariwisata Jember masih belum melaksanakannya secara khusus. Wujud
perhatiannya masih bersifat umum sekali.
Seperti yang dikemukakan Pak Arief Tjahjono bahwa pemerintah daerah
melalui dinas pariwisata Jember sangat melestarikan seni tradisi, tidak hanya
bertumpu pada salah satu seni saja yang dikembangkan, tetapi dinas pariwisata juga
mengembangkan berbagai seni tradisi diantaranya : jaranan campursari, ludruk,
wayang kulit, reog, kuda lumping, janger, gandrung dan lain-lain. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai macam sanggar seni tradisi yang sering digunakan untuk
mengapresiasikan jiwa seni mereka dalam sebuah pagelaran ludruk atau wayang
kulit. Strategi yang dilakukan yakni meningkatkan kualitas, kuantitas, dan kreatifitas
seni budaya dan daya tarik wisata menjadi objek yang laku dan layak dijual, dan
dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah dan
kesejahteraan masyarakat.14
14
Wawancara dengan Pak Arief Tjahjono Kepala kantor Pariwisata Jember pada tanggal 3 September
2012.
44
Karakteristik ludruk Jember yang menarik dan unik, mestinya dapat menjadi
pintu masuk bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan kebudayaan
khususnya terkait dengan seni tradisi ludruk. Hal tersebut dapat menjadi salah satu
ikon dan dapat dimungkinkan menjadi unggulan budaya lokal yang dapat
dikembangkan secara strategis dan berkelanjutan.15
Sebagai catatan bentuk kebijakan pemerintah daerah terhadap seni tradisi, baru pada tataran Untuk
melestarikan budaya dengan cara sering mengikuti festival kesenian di berbagai daerah dan tak jarang
menggondol juara.
45
kelanggengan grup itu sendiri, baik menyangkut hubungan ke dalam maupun keluar
grup ludruk. Kode etik itu biasanya diwariskan bersama dengan proses pewarisan
tampuk pimpinan (juragan) sebuah grup ludruk.
Hal yang tampak sama juga menyangkut deskripsi tugas, juragan tidak
memberikan deskripsi tugas secara ketat; akan tetapi, bukan berarti deskripsi tugas
itu tidak ada. Deskripsi tugas itu terwujud dalam bentuk langsung, yang biasanya
disampaikan secara lisan, dan tidak langsung karena sudah berjalan secara turuntemurun masing-masing anggota grup ludruk itu. Deskripsi tugas yang tampak
mencolok adalah pada saat pembagian tugas pada pemeranan tokoh dalam lakon
ludruk. Juragan biasanya menentukan dan menunjuk dengan cukup hati-hati karena
hal tersebut terkait dengan kesesuaian figur dengan tokoh cerita yang diperankan;
berikut honorarium yang akan diterima. Juraganlah yang menilai dan mengukur
berapa pantasnya honorarium yang diterima. Patut diingat, dalam tradisi ludruk
belum ada kontrak yang jelas antara aktor/aktris dengan pihak juragan. Semua
berjalan secara alamiah dengan cukup menjaga hormonitas grup ludruk.
Hal tersebut dikecualikan dengan pihak penanggap. Juragan biasanya tetap
melakukan tawar-menawar harga tanggapan; meskipun tidak dalam bentuk kontrak
perjanjian secara tertulis. Juragan sebagai pemegang otoritas atas proses pemasaran
melakukan sepenuhnya bentuk tawar-menawar itu dengan pihak calan penanggap.
Juragan dalam konteks ini sudah menginstitusi (melembaga). Juragan merupakan
bentuk representasi grup ludruk itu sendiri. Hal itu termasuk juga sampai dengan
46
47
peralatan ludruk tidak dapat luput dari ketersediaan modal finansial. Juragan dapat
dipastikan, perlu menyisihkan pemikiran tersendiri untuk hal tersebut.
Sitem pencarian sumber-sumber permodalan dan pengelolaannya yang diakui
secara jujur masih bersifat tradisional menjadi permasalahan tersendiri yang tidak
kalah rumit untuk dipecahkan. Dalam hal itu, juragan perlu banyak belajar untuk
memodernisasi sistem pengelolaan permodalan yang dimilikinya. Zaman sudah
mengalami perkembangan; untuk itu, sistem tata kelola permodalan juga dituntut
untuk mampu mengikutinya.16
Tuntutan bagi grup ludruk, selain berhubungan dengan pihak penanggap,
juga dituntut agar mampu bersentuhan dengan pihak sponsor, dan kelompok strategis
baik dengan pemerintah daerah maupun dengan NGO yang memiliki perhatian
dengan grup ludruk. Pihak-pihak tersebut dapat dioptimalkan perannya dalam rangka
menjalin kerjasama sebagai mitra-budaya untuk penguatan seni tradisi ludruk di
tingkat lokal.
Sampai saat ini, pihak-pihak tersebut belum banyak terlibat dari proses
penguatan sumber-sumber permodalan. Hal itu kalau misalnya mampu dilakukan
belum bersifat terpadu. Sebagai contoh apa yang dilakukan ludruk Setia Kawan
Jubung Jember. Grup ludruk tersebut belum pernah bersentuhan dengan pihak
sponsorship sehingga otomatis tidak pernah menerima bantuan dari pihak sponsor.
Di sisi lain, grup ludruk Setia Kawan tersebut sudah mampu menjalin kerjasama
16
Sebagai catatan, sepanjang pengamatan peneliti belum dijumpai adanya grup ludruk / juragan atas
nama grup ludruk yang memiliki/membuka rekening bank untuk proses sirkulasi modal finansialnya.
48
dengan pihak NGO lokal dan pemerintah daerah dalam upaya penguatan modal;
msekipun perlu diakui belum maksimal.17 Seperti yang dikemukakan Mak Lilik,
ludruk Setia Kawan Jubung Jember terakhir mendapat bantuan dari pemerintah
daerah Jember sekitar tahun 1999 sejumlah Rp. 700.000,00. Setelah itu, sampai
sekarang belum pernah menerima bantuan lagi. Selebihnya, ikhtiar penguatan modal
diambil dari saving tanggapan yang disimpan di kas grup ludruk.18
Hal yang sedikit berbeda yaitu yang dialami oleh grup ludruk Topeng Masa
Baru Sumbersari Jember. Grup ludruk tersebut, menurut pengakuan Pak Edi belum
pernah sama sekali menerima bantuan dari pemerintah daerah Jember. Satu-satunya
bantuan yang sering diterima oleh grup ludruk ini ialah dari Pemerintah Provinsi
Jawa Timur; akan tetapi, bantuan tersebut bukan untuk penguatan modal grup
ludruk, melainkan sebagai THR bagi pelaku seni tradisi ludruk. Setiap tahunnya
diterima sekitar Rp 1.000.000,00. Selain itu, grup ludruk tersebut sebaliknya mampu
melakukan kerjasama dengan pihak sponsorship, misalnya perusahaan rokok.
Menutur pengakuan Pak Edi, tidak jarang grup ludruk tersebut menerima bantuan
uang dan rokok dari perusahaan tersebut, meskipun jumlahnya tidak begitu besar,
tetapi lumayan mampu mengurangi beban finansial juragan.19
Fenomena demikian itu, selanjutnya perlu menjadi pertimbangan bagi grup
ludruk
17
di
Jember
agar
mampu
mencari
sumber-sumber
strategis
untuk
Misalnya bentuk kerjasama dengan kelompok Studi Rumah Kata Jember dan Kelompok Studi
Arongan Jember, meskipun belum sampai pada tataran bantuan finansial. Kerjasama itu dalam
bentuk pemikiran-pemikian pengembangan ludruk.
18
Wawancara dengan Mak Lilik tanggal 11 September 2012.
19
Wawancara dengan Pak Edi tanggal 25 Oktober 2012.
49
50
51
BBJ idealnya menjadi pintu masuk dan wahana potensi ekspresi budaya
lokal dalam pengertiannya yang lebih luas. Faktanya, belum ada kelompok seni
tradisi khususnya seni tradisi ludruk. Pelaku seni tradisi ludruk Setia Kawan,
ludruk Merdeka Kencong, ludruk Topeng Masa Baru, dan Sumber Lancar
Pakusari Jember, tidak ada yang dilibatkan dalam agenda tahunan pemerintah daerah
tersebut.22 Hal itu merupakan sesuatu yang ironis karena membuktikan tidak ada
pola dan sinergitas kebijakan yang dicanangkan dengan potensi budaya lokal sebagai
penopang utama kebudayaan lokal itu sendiri.23
22
Hal tersebut dikemukakan Mak Lilik, Pak Agus, Pak Edi, dan Pak Sukamat. Mereka turut
menyesalkan mengapa itu terjadi; bahkan Pak Edi dengan nada sinis memertanyakan, apa itu BBJ?
Fenomena tersebut segera perlu dilakukan perubahan kalau tidak ingin terjadi disparitas antara
kebijakan pemerintah daerah dengan potensi budaya lokal yang ada.
23
Dalam catatan peneliti, grup-grup ludruk di Jember belum dilibatkan dalam konteks pengembangan
wisata budaya di tingkat lokal; kecuali, ludruk Topeng Masa Baru yang menurut Pak Edi pernah
diundang tanggapan dalam rangka pembukaan wisata Bedadung Jember .
52
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Bertolak dari permasalahan penelitian, beberapa persoalan pokok strategi
pengembangan ludruk di daerah Jawa Timur bagian timur, yang mencakup
karakteristik ludruk, strategi adaptasi, dan strategi pengembangan menunjukkan sisi
penting untuk mengungkap fenomena keunikan ludruk di daerah Jawa Timur bagian
timur (wetanan). Fenomena keunikan yang dimiliki ludruk wetanan tersebut
mencakup tiga hal. Pertama, karakteristik pertunjukan ludruk wetanan yang
ditunjukkan dengan kekhasan aktor/aktris, di mana seorang aktor/aktris harus sesuai
dengan tokoh yang diperankan sesuai dengan jenis kelamin. Di daerah wetanan tidak
dikenal pemain laki-laki (waria) memerankan tokoh perempuan. Karakteristik yang
lain yaitu bahasa, bahasa yang digunakan yakni bahasa Madura dan Jawa, sesuai
dengan penanggap (lingkungan masyarakat) dan lakon yang ditampilkan.
Karateristik berikutnya, yaitu masyarakat pendukung yang terdiri atas etnik Madura
dan Jawa. Kedua, adanya strategi adaptasi yang dilakukan grup ludruk wetanan
dengan cara memberikan layanan tambahan berupa campursarian, Banyuwangian
(kendang kempul), karaoken, dan adegan roman-romanan. Ketiga, stretegi
pengembangan pertunjukan ludruk untuk wisata budaya berbasis seni tradisi
dipandang membuka peluang untuk memberikan kontribusi sosial-ekonomi pada
53
pemerintah dan masyarakat lokal. Oleh karena itu, pengembangan kebijakan ke arah
hal tersebut perlu didorong secara maksimal.
21
6.2 Saran
Sebagai saran penelitian, perlu diperhatikan:
(1) bagi pelaku seni tradisi ludruk di daerah Jember dan Lumajang serta di
daerah lain di Jawa Timur bagian timur (Probolinggo, Bondowoso,
Situbondo, Banyuwangi), disarankan agar hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan
strategi
adaptasi
dan
strategi
54
(4) bagi institusi akademik, disarankan agar hasil penelitian dapat menjadi titik tolak
dalam meneruskan penelitian lebih lanjut, khususnya yang focus pada kajian
ludruk sebagai kekuatan potensi lokal.
55
DAFTAR PUSTAKA
56
57
Ludruk
Sawunggaling
Surabaya.
Wellek, Rene & Wellek, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
58
LAMPIRAN 1
Jadwal Kegiatan
Penelitian ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan, jadwal pelaksanaan
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
No.
1.
Bulan
Kegiatan
Persiapan penelitian
a. Observasi awal
b. Buat instrumen penelitian
c. Susun skenario riset
2.
Pelaksanaan penelitian
a. Pengumpulan data
b. Kategorisasi dan tabulasi data
c. Analisis data dan triangulasi
d.Penyusunan
bahan
acuan
strategi
pengembangan
pertunjukan
ludruk
untuk
Penyusunan laporan
a. Pengetikan laporan
b. Penggandaan laporan
c. Bendel laporan
d. Pengiriman laporan
4.
5.
10
59
panduan
pengembangan
strategi
pertunjukan
60
61
Salah satu adegan lawakan Ludruk Sumber Mawar Kreongan Jember pada waktu pentas di
RRI Jember Pada tanggal 11 September 2012
62
Gambar lain adegan lawakan Ludruk Sumber Mawar Kreongan Jember pada waktu pentas
di RRI Jember Pada tanggal 11 September 2012
63
Bapak Edi (Wakil Juragan ludruk Topeng Masa Baru Sumbersari Jember
64
1.1
1.2
Jabatan Fungsional
Lektor
1.3
NIP
197404192005011001
1.4
1.5
Alamat Rumah
1.6
Nomor Telepon/HP
08123593169
1.7
Alamat Kantor
1.8
Nomor Telepon
0331-334988
1.9
Alamat E-mail
akhmadtaufiq1@gmail.com.
1. Teori Sastra
2. Sejarah Sastra
3. Sosiologi Sastra
4. Psikologi Sastra
5. Apresiasi Drama
II RIWAYAT PENDIDIKAN
2.1
Program
S-1
S-2
S-3
2.2
Nama PT
Universitas Jember
Universitas
Negeri Surabaya
2.3
Bidang Ilmu
Pendidikan
Indonesia
Bahasa dan
65
Sastra
2.4
Tahun Masuk
1992
2003
2.5
Tahun Lulus
1997
2006
2.6
Judul
Fenomenologis
Perlawanan
Rakyat terhadap
Kekuasaan Lokal
Lubis dalam
lakon Sogol
Perspektif Sosiologi
Pendekar Sumur
Politik
Gemuling Ludruk
Setia Kawan
Jember:
Interpretasi Teks
dalam Tradisi
Sastra
Poskolonial
2.7
P. Raharjo,
M.Hum
Yuwana
Sudikan, M.A.
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber
Jml (Juta
Rp)
2004
Analisis
Cerita
Struktural Hibah
Rakyat
Jawa Sarjana
Pasca 90
66
Timur
2
2008
DP2M DIKTI
Univ. 5
2008
9,8
Kabangsaan DIKTI
Melalui
Sastra
Multikultural
4
2009
Pengembangan
Hibah
Pembelajaran
2010
39,5
Sastra Bersaing
Poskolonial
DP2M DIKTI
Peningkatan
Dia Bermutu 30
Kemampuan
Kalimat
Menulis DITNAGA
Baku
Proposal
pada DIKTI
Skripsi
Tahun
Judul Pengabdian
Pendanaan
Sumber
Jml (Juta
Rp)
2007
Mandiri
2008
Mandiri
2009
Mandiri
Perkembangannya
67
2011
Mandiri
Mandiri
Tradisi
5
2011
No.
Tahun
Volume/Nomor
Nama Jurnal
2007
Edisi Pebruari
Lepas Paragraf
Edisi Januari
Jurnal IPS
Modernisasi
2
2008
Sastra Poskolonial:
Resistensi Teks terhadap
FKIP Univ.
Praktik Kolonisasi
Jember
(terakreditasi)
2008
2010
Edisi 2 bulan
Jurnal Kultur,
Multikultural: Revitalisasi
September
Puslit Budaya
LEMLIT Univ.
Kebangsaan.
Jember
Jurnal
Atavisme-Balai
Poskolonial
Bahasa
Surabaya
(terakreditasi
nasional)
Tahun
Judul Buku
Jumlah
Halaman
Penerbit
68
2011
2010
2010
152+ xi
Gress
ISBN 978-602-
Publishing,
96828-3-0
Yogyakarta
175+ xii
Jember
ISBN 979-
University
Pembelajaran
8176-93-6
Press
80 + ix
Gress
ISBN 978-602-
Publishing,
96829-1-5
Yogyakarta
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam data ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biaodata ini dibuat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Strategis Nasional.
Jember, 10 Desember 2012
Peneliti,
69
1.1
1.2
Jabatan Fungsional
1.3
NIP
19641231995121001
1.4
1.5
Alamat Rumah
1.6
Nomor Telepon/HP
081336405975
1.7
Alamat Kantor
1.8
Nomor Telepon
0331-334988
1.9
Alamat E-mail
sukatman@fkip.unej.ac.id
1. Teori Sastra
2. Sejarah Sastra
3. Pragmatik
4. Folklor
II RIWAYAT PENDIDIKAN
2.1
Program
S-1
S-2
S-3
2.2
Nama PT
Universitas Negeri
Universitas Negeri
Universitas
Malang
Malang
Negeri Malang
Sastra Indonesia
Sastra Indonesia
Sastra Indonesia
2.3
Bidang Ilmu
2.4
Tahun Masuk
1985
1990
2003
2.5
Tahun Lulus
1989
1992
2006
2.6
Judul
Korelasi antara
Nilai Kultural
Teka-teki Jawa
70
Edukatif dalam
dalam Tradisi
Fiksi dengan
Peribahasa
Lisan Jawa
Kemampuan Apresiasi
Indonesia: Kajian
Timur: Kajian
Folklor Lisan
Etnografi
Soepadi
Syafiie
Muhammadiyah
Malang
2.7
Pembimbing/promotor
Dr. Soedjiono
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber
Jml (Juta
Rp)
2000
Sufisme
Jawa
Naskah
Serat
Jati
dari
dalam LITDAS
20
Dayat Universitas
Desa Jember
Gunungsari-PugerJember
2
2000
Nilai-nilai
dalam
Kepribadian DIPA
Univ. 5
Peribahasa Jember
Indonesia
3
1999
Upaya
Kualitas
Meningkatkan Dibiayai
Pembelajaran Dana
15
PTK
71
Memanfaatkan
Gambar
Berseri
Sekolah
di
Menengah
Pertama.
4
1999
Tindak Tutur
DIPA
Persembahan dalam
Universitas
Bahasa Indonesia:
Jember
No.
Tahun
Judul Pengabdian
Pendanaan
Sumber
Jml (Juta
Rp)
2011
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Mandiri
di Sekolah
2
2010
2009
2008
72
Tahun
2005
Volume/Nomor
Nama Jurnal
Edisi Juni
Lingua Franca
PBSI FKIP
teki Jawa
Universitas
Jember
2005
2007
Edisi September
Jurnal Ilmu
2005.
Pengetahuan
Sosial FKIP
Univ. Jember
Edisi Januari
Jurnal Ilmu
Pengetahuan
Jawa Timur
Sosial
Terakreditasi
2008
Edisi Oktober
Jurnal IPS
FKIP Univ.
Jawa Timur
Jember
(terakreditasi)
Tahun
Judul Buku
Jumlah
Penerbit
Halaman
1
2009
342
Laksbang,
ISBN 979-26-
Yogyakarta
73
2010
dan Pembelajarannya
8514-6
377
Laksbang,
ISBN 979-26-
Yogyakarta
8515-4
3
2011
238
Nusantara
ISBN 978-602-
CSS Jember
8035-65-1
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam data ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Demikian biodata ini dibuat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Strategis Nasional.
Jember, 10 Desember 2012
Peneliti,
74
ABSTRAK
Judul
Peneliti
75
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN STRATEGI NASIONAL 2012
1. Judul Penelitian
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian
76
LAPORAN
PENELITIAN HIBAH STRATEGIS NASIONAL 2012
TEMA:
JUDUL PENELITIAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAGA PENELITIAN
DESEMBER 2012