Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BIOMATERIAL I

SIFAT MEKANIS PADA SEMEN IONOMER KACA (SIK)

Disusun oleh:
Kelompok IV
Miski Nabila Fasya 10/305101/KG/08781
Lastry Padang 11/314240/KG/08865
Annisa N Alwiansyah 14/362548/KG/09851
Reanita M O 14/362493/KG/9837
Isnaeni Sal Mah 14/362569/KG/9871
Dhella Rizki R 14/366532/KG/9905
M Fauriza I 14/366952/KG/9917
M Faiq Azhari 14/369037/KG/9989
Krishnan Priya 14/369473/KG/10015
Nadya Kurnia P 14/362582/KG/9883

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan utama bidang kedokteran gigi adalah untuk menjaga atau
meningkatkan kualitas hidup pasien melalui perawatan untuk mengembalikan
struktur, fungsi, kenyamanan, estetik, fungsi bicara, dan kesehatannya
(Anusavice et al., 2003). Keberhasilan suatu perawatan dapat ditentukan
dengan memilih material yang tepat. Pemilihan material kedokteran gigi harus
memperhatikan sifat-sifat dasar pada material tersebut.
Setiap material memiliki sifat-sifat tertentu, salah satunya adalah sifat
mekanis. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu bahan menerima beban atau
gaya tanpa mengalami kerusakan. Rongga mulut memiliki berbagai gaya dan
beban, sehingga material yang diaplikasikan harus memiliki sifat mekanis
yang sesuai. Terdapat berbagai material yang diaplikasikan di dalam rongga
mulut, salah satunya adalah Semen Ionomer Kaca (SIK).
Semen Ionomer Kaca merupakan bahan restorasi gigi yang dipakai sejak
awal tahun 1970-an. Bahan ini berasal dari semen silikat (McCabe dan Walls,
2008). SIK merupakan salah satu material yang paling umum digunaka dokter
gigi untuk menumpat gigi pasien di Indonesia saat ini, terutama di puskesmas
serta rumah sakit umum. Maka seorang dokter gigi harus mengetahui
mengenai sifat mekanis dari bahan SIK.
Pada makalah ini akan membahas sifat mekanis pada Semen Ionomer
Kaca dan aplikasi klinisnya. Dengan adanya makalah ini diharapkan
pengetahuan mengenain sifat mekanis pada Semen Ionomer Kaca dan aplikasi
klinisnya semakin meningkat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat mekanis yang terdapat pada Semen Ionomer Kaca?
2. Bagaimana aplikasi klinis sifat mekanis pada Semen Ionomer Kaca?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sifat Mekanis


Sifat mekanis adalah ketahanan suatu material ketika diaplikasikan suatu
kekuatan. Sifat mekanis material kedokteran gigi mempunyai peranan penting
dalam menentukan kesuksesan klinis perawatan yang dilakukan. Sifat mekanis
dapat menunjukkan bahwa suatu material memiliki kekuatan untuk menahan
berbagai tekanan di dalam mulut (Ferracane, 2001). Sifat mekanis dibatasi oleh
hukum-hukum mekanika, yaitu ilmu fisika yang berhubungan dengan tekanan,
energi serta efeknya pada suatu benda yang statik. Sifat mekanis adalah
respons yang terukur yang dapat bersifat elastik atau reversibel yang dapat
kembali ke bentuk semula bila tekanan dilepaskan atau plastik atau ireversibel
yang tidak dapat kembali ke bentuk semula (Anusavice, 2004).
B. Manfaat Sifat Mekanis
Rongga mulut memiliki banyak gaya mekanis seperti mengunyah,
menggigit, gesekan-gesekan ketika bertemunya antara rahang atas dan rahang
bawah, gesekan dengan sikat gigi dan lain sebagainya. Aktivitas-aktivitas
tersebut merupakan contoh aktivitas mekanik yang dilakukan di rongga mulut.
Aktivitas mekanik berhubungan dengan gerakan-gerakan yang ada pada rongga
mulut, dapat berasal dari kerja otot rongga mulut itu sendiri dapat juga berasal
dari gaya-gaya yang diterima gigi beserta tumpatan yang ada didalamnya
akibat makanan dan benda asing (Smallman dan Bishop, 2005).
Material kedokteran gigi yang diaplikasikan di dalam rongga mulut harus
dapat menyesuaikan aktivitas mekanik yang ada dalam rongga mulut. Dengan
mengetahui sifat mekanik material, dokter dapat memutuskan material yang
tahan lama, tidak mudah mengalami kerusakan setelah diberi tekanan
pengunyahan atau sisi antagonisnya, serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam menentukan bagaimana suatu material dengan sifat mekanik tertentu
dapat bertahan di dalam rongga mulut maka perlu diketahui ukuran-ukuran
sifat mekaniknya, seperti contohnya dengan melihat data ukuran masingmasing sifat mekaniknya (Smallman dan Bishop, 2005).

C. Macam-Macam Sifat Mekanis


1

Strain (Regangan)
Strain diekspresikan sebagai perubahan panjang per panjang material

semula saat stress dikerjakan pada material tersebut. Stress dapat menyebabkan
perubahan bentuk suatu material (deformation). Perubahan bentuk tersebut
dapat diakibatkan karena tarikan yang menyebabkan material bertambah
panjang dan juga gaya tekan yang menyebabkan material memendek. Strain
dapat bersifat elastis, plastis maupun kombinasi dari keduanya (Manappallil,
2003). Material disebut elastis jika saat regangan dilepas, atom dalam benda
tersebut belum berpindah tempat sehingga benda kembali ke posisi semula.
Sedangkan pada material yang plastis, atom-atom pada material akan bergerak
sehingga posisi atom berubah, hal itu mengakibatkan benda tidak dapat
kembali seperti semula (Park dan Lakes, 2007).
2

Stress (Tegangan)
Stress didefinisikan sebagai gaya per unit area. Terdapat beberapa

macam stress yaitu:


a) Tensile stress
Tensile stress bekerja saat suatu bahan dikerjakan gaya yang
berlawanan dengan arah saling menjauh. Beban yang digunakan
biasanya

memiliki

kecenderungan

untuk

meregangkan

atau

memperpanjang suatu material (Manappallil, 2003).


b) Compressive stress
Compressive stress bekerja saat suatu bahan dikerjakan gaya yang
berlawanan dengan arah saling mendekat. Beban yang digunakan
biasanya memiliki kecenderungan untuk memperpendek suatu
material yang ditimpa (Manappallil, 2003).

c) Shear stress
Shear stress merupakan gaya yang berasal dari dua beban yang
diarahkan sejajar. Tekanan yang diberikan biasanya memiliki

kecenderungan untuk menahan material supaya tidak berputar atau


bergeser (Manappallil, 2003).
3

Hardness (Kekerasan)
Hardness merupakan sifat resistensi suatu material dari suatu goresan,

pemotongan, pemakaian, serta indentation (depresi pada suatu permukaan).


Kekerasan ini tergantung dari struktur material atau susunan atomnya. Misal
perbedaan graphite dan diamond, dimana sama-sama mengandung karbon
namun struktur kristalnya berbeda (Soratur, 2007). Besarnya hardness suatu
material dapat diukur dengan (Soratur, 2007) :
a

Pengukuran kekerasan identation


1) Brinell hardness test, yaitu penekanan bola baja pada material yang
diuji dengan kekuatan yang diketahui.
2) Rockwell hardness test, yaitu pengukuran kedalaman menggunakan
cone atau pola baja.
3) Vickers hardness test adalah uji menggunakan benda berbentuk
diamond, pada kedokteran gigi digunakan untuk menguji kekerasan
enamel, dentin, dan dental casting gold alloy.
4) Knoop hardness test yaitu uji yang hampir sama seperti vicker
namun bentuknya belah ketupat.

Kekerasan goresan
1) Mohs scale (terdapat skala acuan dimana suatu material dapat
tergores)
2) Micro character (untuk menentukan kerapuhan suatu material)

Ductility
Ductility merupakan material logam yang dapat ditarik menjadi

sebuah kawat. Semakin besar kekuatan tarikan, semakin besar sifat ductility,
dan semakin tipis kawat yang dihasilkan. Ductility merupakan indikator dari
kemampuan bending dari suatu metal atau bagaimana suatu kawat bisa
dibentuk sampai sebelum patah. Ductility dapat dihitung dengan persen
elongasi, mengukur reduksi pada area, dan cold bend test (Soratur, 2007).
5

Malleability

Material logam dimana logam tersebut (dengan menggunakan gaya


tekan atau beban tekan) akan digulung menjadi lembaran tipis, tanpa pecah
atau retak, misalnya foil emas yang digilas (Soratur, 2007).
6

Fleksibilitas
Terdapat suatu keadaan dimana dalam praktik klinik dibutuhkan suatu

material yang dapat mempertahankan bentuk atau mengalami perubahan


bentuk yang sedikit pada saat ditekan dengan tekanan yang tinggi. Namun pada
keadaan yang lainnya diperlukan material yang saat diberi sedikit tekanan
dapat mengalami regangan yang tinggi. Keadaan ini disebut fleksibilitas.
Contoh aplikasinya dalam kedokteran gigi yaitu penggunaan kawat ortodontik
(Manappallil, 2003).
7

Reologi
Membahas mengenai arus (flow) dan perubahan bentuk (deformasi)

dari suatu material. Material dengan viskositas rendah memerlukan tekanan


kecil untuk menghasilkan laju aliran yang tinggi. Material yang lebih kental
memerlukan tekanan besar untuk menghasilkan kecepatan aliran relatif kecil
(Ramayesa, 2014).
D. Semen Ionomer Kaca
1. Klasifikasi Semen Ionomer Kaca
Semen Ionomer Kaca (SIK) atau dikenal dengan polialkenoat
diperkenalkan pertama kali oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972 (Schmalz
dan Bindslev, 2009). Terdapat beberapa klasifikasi sistem ionomer, di
antaranya adalah sistem klasifikasi tradisional dan sistem klasifikasi
berdasarkan kegunaan. Sistem klasifikasi tradisional terdiri dari tipe I tipe IV
dengan adanya penambahan kelas V yang mewakili ionomer kaca light-cured
(Albers, 2002).
Tipe I merupakan ionomer kaca dengan butir sangat lembut yang
digunakan pada crown dan bridge karena memiliki ikatan kimia dengan
struktur gigi. Tipe ini memiliki ketebalan lapisan kurang lebih 20 m . Selain

itu juga dapat digunakan untuk pengikat ortodonsia, luting, inlay, onlay, dan
penutup lubang atau celah (Phinney dan Halstead, 2002).
Tipe II memiliki butiran lebih kasar yang memiliki perbedaan yang
bervariasi untuk pemilihan restorasi. Tipe ini memiliki ketebalan lapisan
sampai 45

m . Tipe III adalah ionomer kaca yang digunakan sebagai liner

dan agen bonding dentine. Tipe ini berguna untuk menutup lubang atau celah
dan memiliki ketebalan lapisan 25 - 35

m (Albers, 2002).

Tipe IV adalah ionomer kaca yang memperkuat atau sebagai campuran.


Perak atau amalgam filling yang dikombinasikan dengan ionomer kaca tipe ini
digunakan untuk crown dan core buildups. Tipe ini digunakan untuk menahan
area tekanan tinggi dan memiliki ketebalan lapisan 45 m

atau lebih

(Albers, 2002).
2. Komposisi Semen Ionomer Kaca
SIK merupakan turunan dari semen silikat dan semen polikarboksilat.
Semen polikarboksilat merupakan bahan yang bersifat adhesi atau melekat
pada bahan gigi (McCabe dan Walls, 2008). Susunan SIK yang umum adalah
sistem bubuk dan sistem cairan. Bubuk mengandung kalsium dan natrium
fluorofosfoaluminosilikat. Cairan secara khusus tersusun dari asam poliakrilik
dan tambahan asam polikarboksilat seperti asam maleic, asam tartrat, dan
asam itaconic (Schmalz dan Bindslev, 2009).
Kaca khusus pada ionomer kaca dibuat dengan menyatukan atau
menggabungkan kwarsa, alumina, kriolit, florit, aluminium triflorida, dan
aluminium fosfat (Albers, 2002). Presentase berat komponen pada SIK
umunya adalah 29% silikon dioksida (SiO 2), 16% aluminium oksida (Al2O3),
34,2% kalsium florida (CaF2), 5% kriolit (Na3AlF6), 5,3% aluminium Florida
(AlF3), dan 9,9% aluminium fosfat (AlPO4) (Hussain, 2004).
Fosfat dan Florida digunakan untuk mengurangi suhu penyatuan atau
penggabungan kaca dan meningkatkan handling properties dan kekuatan
semen. Lanthanum dan strontium oksida, barium sulfat, dan zink oksida
menyediakan radiopasitas. Florida memiliki sifat antikariogenik (Hussain,
2004).

Pada kebanyakan semen, asam yang digunakan dalam bentuk


kopolimer dengan asam itaconic, asam maleic, dan asam trikarboksilik.
Asam-asam tersebut meningkatkan reaktivitas, menurunkan viskositas, dan
mengurangi kecenderungan pada gelatin. Penambahan asam tartrat 5 15 %
dapat meningkatkan handling properties dan working time, namun dapat
menurunkan setting time (Hussain, 2004).
Rasio powder (bubuk) dan liquid (cairan) dari SIK sangat berpengaruh
pada sifat kekuatan dan kelarutan. Campuran harus tebal, berkilau/mengkilat,
dan menyediakan working time yang mencukupi sebelum setting time.
Perbandingan powder dan liquid dalam kapsul adalah 4,5:1 sedangkan
perbandingan powder dan liquid dengan pengadukakan/pencampuran tangan
adalah 4:1 (Albers, 2002).
3. Keuntungan semen ionomer kaca
Terdapat beberapa keuntungan pada penggunaan Semen Ionomer
Kaca, diantaranya :
a

memiliki kandungan flour yang dapat menghambat karies pada gigi


(Edwina, 1991).

Pada SIK, gigi tidak perlu banyak diasah seperti apabila menggunakan
material tumpatan lain, karena material sudah melekat pada stuktur gigi
dengan baik. Perlekatan terjadi akibat adanya pertukaran ion antara
tumpatan dan gigi.

Memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan periodontal dan


pulpa sehingga tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap tubuh

kontraksi volume pada pengerasan sendikit

memiliki kemampuan untuk melekat pada enamel dan dentin tanpa ada
pemanasan ataupun penyusutan.

Berguna untuk merawat pasien gigi anak yang memiliki risiko karies
tinggi karena pelepasan flour dan estetik yang dapat diterima tubuh.
4. Kekurangan semen ionomer kaca
Terdapat beberapa kekurangan pada penggunaan Semen Ionomer

Kaca, diantaranya :

Warna tumpatan Semen SIK terlihat lebih opaque sehingga warna


tumpatan dan permukaan asli gigi terlihat jelas perbedaanya.

Lebih mudah aus dibanding tumpatan lain.

Kekuatan tekanan relatif tinggi, tetapi daya tahan terhadap fraktur relatif
rendah sehingga tidak dapat menerima beban kekuatan yang besar seperti
pada gigi molar.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Sifat Mekanik pada Rongga Mulut


Salah satu proses mekanis yang terjadi di dalam mulut adalah mastikasi,
yaitu suatu unit fungsional tubuh yang kompleks yang berfungsi dalam proses
pengunyahan, bicara dan proses penelanan (Sugiaman et al., 2011). Gerakan
yang terjadi pada saat mastikasi yang adalah gerakan membuka mandibula,
menutup mandibula, dan kontak antara gigi-gigi yang berantagonis atau kontak
gigi dengan makanan (Riadiani et al., 2014).
Kontak antara gigi-gigi yang berantagonis pada saat mastikasi disebut
oklusi. Gerak oklusi bergantung pada posisi mandibula. Ada 3 macam proses
oklusi berdasarkan posisi mandibula, yaitu oklusi lateral, oklusi protrusi, dan
oklusi retrusi. Pada oklusi lateral, posisi mandibular terletak di sebelah lateral.
Pada oklusi protrusi, posisi mandibular berada di sebelah anterior (saat terjadi
dorongan ke depan). Pada oklusi retrusi, mandibular berada pada sumbu
retrusinya (pada gigi-gigi yang letaknya di sebelah posterior) (Thomson, 2007).
Oklusi menghasilkan suatu tekanan pada permukaan gigi maupun restorasi
yang ada di dalam mulut.
Dalam mastikasi, komponen yang terlibat diantaranya adalah gigi geligi,
sendi rahang, sistem saraf dan otot-otot kunyah rongga mulut (Al-Jabouri dan
Mohammed, 2008). Gaya atau tekanan yang dihasilkan dari proses mastikasi
disebut dengan gaya mastikasi atau gaya gigitan. Gaya ini dihasilkan dari aksi
dinamis sistem mastikasi selama kegiatan fisiologis pengunyahan terjadi (Parle
et al., 2013). Kekuatan kompresif memiliki peranan yang cukup penting dalam
proses mastikasi dimana sebagian besar gaya mastikasi bersifat kompresif
(Silva dan Dias, 2009). Sebagian besar gaya mastikasi dalam mulut dihasilkan
oleh otot masseter yaitu untuk gerakan elevasi dan protrusi mandibula.
Kombinasi aksi otot masseter, temporalis dan pterigoidea menghasilkan
gerakan dasar yang terdapat dalam mastikasi yaitu mengatup (clenching) dan
menggerinda (grinding). Clenching adalah gerakan vertikal rahang yang
berupa pemotongan atau pengoyakan makanan pada gigi bagian depan dan
kompresi pada makanan di sekitar gigi-gigi molar. Gerakan grinding adalah
kombinasi aplikasi tekanan tarik dan tekanan kompresi pada gigi-gigi molar.

Kedua gerakan ini juga dapat mencegah makanan yang menyangkut menempel
pada permukaan oklusal gigi. Besarnya gaya mastikasi dapat dipengaruhi oleh
kontak langsung antara makanan dan gigi. Gigi-gigi insisivus yang terletak
pada bagian anterior rahang membutuhkan sifat mekanis yang lebih sedikit
dibandingkan dengan gigi geligi molar. Gigi geligi di regio molar harus
memiliki potensial mekanis yang cukup kuat dan mampu memberikan tekanan
kompresi dan tekanan tarik pada permukaan oklusal selama terjadi pergerikan
grinding (McGarry dan Spangenberger, 2014).
Pada dasarnya gigi geligi juga mempunyai beberapa karakteristik
mekanik yaitu modulus elastisitas, kekerasan, dan ketahanan struktur yang
dapat diuji oleh uji tarik (tensile strength), uji gesek (shear strength), dan uji
kompresi (compressive strength). Ketiga uji tersebut merupakan gaya yang
terjadi pada saat mastikasi, dan gaya kompresi merupakan gaya yang paling
banyak terjadi karena beberapa gaya mastikasi adalah gaya kompresi (Koolstra,
2002). Suatu material restorasi harus memiliki ketahanan terhadap kekuatan
yang berasal dari dalam rongga mulut yaitu dari proses mastikasi.
B. Aplikasi Klinis Semen Ionomer Kaca
SIK dikembangkan oleh Wilson and McLean pada tahun 1965.
Klasifikasi dari semen ionemer kaca ini tergantung dari aplikasinya klinisnya.
Semen tipe 1 digunakan untuk luting material (pada saat pemasangan bridge
atau jembatan dimana digunakan untuk merekatkan bridge tersebut), tipe 2
digunakan untuk material restorasi, dan tipe 3 digunakan untuk lining semen
(melapisi region dekat pulpa jika karies terlalu dalam) dan fissure sealants
(Tyas, 2006).
SIK memiliki sifat yang paling signifikan yaitu adhesi ke dalam struktur
gigi, melepaskan fluoride dan memiliki resiko minimal terhadap pulpa. Dengan
adanya sifat tersebut, SIK digunakan secara luas termasuk fissure sealants,
tumpatan proksimal anterior, tumpatan anterior baik karies ataupun non-karies,
pada tumpatan gigi desidui, sebagai lining dan luting semen dan sebagai
bracket material (Tyas, 2006).

10

SIK merupakan bahan tumpatan ideal untuk resi servikal non karies
karena sifat adhesinya dan beban tumpatan yang tidak terlalu besar. SIK
memberikan retensi kimiawi yang kuat, tetapi tidak memiliki stabilitas warna
(Tyas, 2006). Banyak penelitian menunjukkan SIK memiliki masalah retensi
pada fissure sealants. SIK digunakan sebagai material fissure sealants tetapi
hanya sebagai alternatif pada situasi tertentu, misalnya : 1) pasien anak yang
tidak kooperatif dengan molar desidui yang fissurenya dalam dan sulit
diisolasi, 2) M1 dan M2 permanen yang baru erupsi sebagian, 3) sebagai
fissure sealant sementara yang akan diganti dengan permanen (Berg, 2002).
SIK dapat digunakan sebagai tumpatan gigi desidui meskipun secara
keseluruhan hasil tumpatan SIK tidak memuaskan. Terutama pada tumpatan
kelas II gigi desidui. Pada tumpatan kelas I, dibolehkan pada tumpatan dengan
preparasi kecil. Pada gigi permanen ukuran kecil, diperbolehkan pada tumpatan
dengan preparasi minimal. Tetapi akan lebih bagus apabila menggunakan
bahan tumpatan lain yang lebih kuat. Penggunaan SIK pada tumpatan kelas III
deirekomendasikan pada gigi desidui. Penggunaan oada tumpatan kelas III gigi
permanendapat digunakan meskipun dengan resiko kurang estetis. Penggunaan
SIK pada tumpatan klas V gigi desidui paling umum digunakan untuk
memperbaiki lesi karies pada masa awal kanak-kanak, kepada kasus-kasus
erosi, karies, atau kombinasi dari erosi dan karies yang disertai konsumsi
minuman berkarbonasi yang berlebih. SIK digunakan pada kasus-tersebut
karena sifatnya yang memiliki self-adhesif. Penggunaan SIK pada tumpatan
kelas V gigi permanen dapat dinilai awet dan cukup efektif, tetapi memiliki
kelemahan secara estetis. Tumpatan akan lebih baik jika ditumpat dengan
bahan yang sewarna dengan gigi sehingga menimbulkan estetis (Berg, 2002).
SIK merupakan bahan yang tepat dalam melakukan perawatan dengan
teknik ART (Atraumatic Restorative Treatment). Teknik ART merupakan
teknik menumpat dengan preparasi minimal bagian gigi yang terkena karies,
dapat digunakan pada keadaan dengan serba keterbatasan. Kekuatan bahan SIK
pada perawatan ini cukup kuat dan sebanding dengan kekuatan amalgam.

11

Manipulasi dari rasio liquid serta powdernya dapat meningkatkan kekuatan


fisik dari SIK (Berg, 2002).
C. Sifat Mekanis pada Semen Ionomer Kaca
Material tumpatan yang lebih kuat dapat mengatasi perubahan bentuk
dan fraktur, memberikan distribusi tekanan yang merata, dan mengurangi
kemungkinan kerusakan akibat tensile stress dan compressive, stabilitas yang
lebih baik dan kemungkinan lebih besar mengalami keberhasilan klinis.
Compressive strength dianggap sebagai indikator yang sangat penting dari
kesuksesan aplikasi klinis karena nilai compressive strength yang tinggi
dibutuhkan untuk menahan gaya yang timbul dari mastikasi dan fungsi-fungsi
yang lainnya yang terjadi di dalam rongga mulut (Petronijevi et al., 2012).
Compressive strength pada SIK biasanya diukur minimal 24 jam setelah
pengaplikasian. Compressive strength bervariasi antara 60 sampai dengan 300
MPa (Lohbauer, 2009).
Kekuatan Mekanik dari Semen Ionomer Kaca setelah 24 jam dapat
dilihat pada tabel beikut :
Tensile Strength (MPa)
Compressive Strength (MPa)
Yield Strength (MPa)
Elastic Modulus (MPa)
Fracture Toughness (MPa)

10,01 1,13
153,40 13,21
144,78 9,96
7,16 0,32
0,23 0,06
(Mathis dan Ferracane, 1989)

SIK memiliki sifat mekanik yang kurang memadai, seperti kekuatan


kompresi dan modulus elastisitasnya yang rendah, serta kurang tahan terhadap
pemakaian dan tekanan sehingga material ini tidak digunakan sebagai restorasi
pada permukaan oklusal. Komposisi bahan mempengaruhi compressive
strength dari SIK, dimana pada SIK dengan liqid-powder terdapat asam
tartaric yang dapat meningkatkan stabilitas material (Leonita dan Iskandar,
2005). Suatu studi menyatakan penambahan hidroksiapatit (HA) pada SIK
konvensional dapat menambah kekuatan kompresi dari SIK (Al-Jabouri dan

12

Mohammed, 2008). Karakteristik strain-stress dari SIK

sangat bervariasi

tergantung pada kondisi uji yang diaplikasikan. Produk komersil SIK pada
umumnya memiliki modulus elastisitas sebesar 2-10 MPa (Lohbauer, 2009).

BAB IV
KESIMPULAN

13

Dari penjelasan mengenai sifat mekanis Semen Ionomer Kaca diatas, maka dapat
disimpulkan :
1

Semen Ionomer Kaca memiliki sifat mekanis yang kurang memadai dalam
tumpatan, dan tidak tahan terhadap tekanan yang besar di dalam mulut.

Bahan Semen Ionomer Kaca dianjurkan tidak digunakan pada perawatan di


area yang memiliki beban mekanis besar karena beresiko tinggi pecah, patah
atau rusak.

Bahan Semen Ionomer Kaca dapat digunakan pada perawatan yang


memiliki beban mekanis yang ringan dan tidak membutuhkan estetis.

DAFTAR PUSTAKA

14

Albers, H.F., 2002, Tooth-colored Restoratives: Principles and Techniques9th


Edition, BC Decker Inc., Ontarion, hal. 46,47,49.
Al-Jabouri, M.R., dan Mohammed, R.A. 2008, Assessment of consistency and
compressive strength of glass ionomer reinforced by different amount of
hydroxyapatite, J Bagh College of Dentistry., 20(1): hal. 16-20
Anusavice, et al. 2003. Phillip's Science of Dental Material. Missouri, Elsevier
Anusavice, K.J., 2004, Phillips Science of Dental Materials 10th Edition, W.B.
Saunders Company, Philadelphia, hal. 41
Berg, JH., 2002, Glass Ionomer Cement, Ped Dent, 24(5) : 430-5
Ferracane, J.L., 2001, Materials in Dentistry : Principles and Applications 2nd
Edition, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia, hal. 37
Hussain, S., 2004, Textbook of Dental Materials, Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd., New Delhi, hal. 171.
Koolstra, J.H., 2002, Dynamics of The Human Masticatory System, Crit Rev Oral
Biol Med., 13(4): hal. 366-376
Leonita, M dan Iskandar, R., 2005, Kekuatan Perlekatan Geser Semen Ionomer
Kaca terhadap Dentin dan NiCr Alloy, Maj Ked Gigi (Dent J); 38(1) : 29-31
Lohbauer, U., 2009, Dental Glass Ionomer Cement as Permanent Filling
Materials? Properties, Limitation and Future Trends, Journal Materials
3:82
Manappallil, J.J., 2003, Basic Dental Materials, Jaypee Brothers Medical
Publishers, New Delhi, Page: 9-12
Mathis, R.S. dan Ferracane J. L., 1989, Properties of a Glass-ionomer/ Resincomposite hybrid material, Journal of Dental Material, 5(5):355-8
McCabe, J.F., dan Walls, A.W.G., 2008, Applied Dental Materials 9th Edition,
Blackwell Publishing Ltd., Oxford, hal. 245.
McCabe, JF., dan Walls, A.W.G., 2008, Applied Dental Materials 9th Edition,
Blackwell Publishing, Oxford, hal 485
McGarry, J., dan Dpangenberger, A., 2014, Dynamic Evaluation of Forces During
Mastication, Worchester Polytechnic Institute, http://www.wpi.edu/Pubs/EProject/Maztication_Fixture_Final (22/03/2015)

15

Park, J. dan Lakes, R.S., 2007, Biomaterials An Introduction 3rd Edition,


Springer, USA, Page: 42, 44
Parle, D., Desai, D., dan Bansal, A., 2013, Estimation if Individual Bite Force
during Normal Occlusion during FEA, Altair Technology Conference, India,
hal 1
Petronijevi, B. et al, Fracture Resistance of Restored Maxillary Premolar,
Contemporary Materials, 3(2): 219
Phinney, D.J., Halstead, J.H., 2002, Delmars Handbook of Essential Skills and
Procedures for Chairside Dental Assisting, Delmar, NewYork, hal. 205.
Ramayesa, F., 2014, http://www.academia.edu/3739894/dental_material, diakses
pada 24 Maret 2015 pukul 23.03.
Riadiani, B., Dewi, R.S., Ariani, N., dan Gita, F., 2014, Tooth Loss and Perceived
Masticatory Ability in Post-Menopausal Women, Journal of Dentistry
Indonesia, 21(1) : 11-5
Schmalz, G., dan Bindslev, D.A., 2009, Biocompatibility of Dental Materials,
Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Leipzig, hal. 149.
Silva, C.M., dan Dias, K.R.H.C., 2009, Compressive Strength of Esthetic
Restorative Materials Polimerized with Quartz-Tungsten-Halogen Light and
Blue LED, Braz Dent J., 20(1):hal. 54-57
Smallman, R.E., dan Bishop, R.J., 2005, Metalurgi Fisik Modern dari rekayasa
Material, Erlangga, Jakarta
Soratur, SH., 2007, Essentials of Dental Materials, Jaypee Brothers Medical
Publishers, New Delhi, hal 63-6
Sugiaman, Dini,H., Himawan, Laura, S., dan Fardaniah, S., 2011, Relationship
with the Occurrence of Temporomandibular Disorders, Journal of
Dentistry Indonesia ; 18(1) : 63-7
Thomson, H., 2007. Occlussion 2nd Edition. EGC : Jakarta
Tyas, MJ., 2006, Clinical Evaluation of Glass-Ionomer Cement Restoration, J
Appl Oral Sci; 14: 10-3

16

Anda mungkin juga menyukai