The Rocker That Holds Me
The Rocker That Holds Me
by
TerryAnne Browning
Sinopsis:
Ikut tur keliling dengan empat rocker mungkin adalah impian...
Setidaknya itulah yang orang-orang katakan padaku. Bagiku empat
rocker itu adalah keluargaku. Mereka mengawasiku dari waktu aku
berumur lima tahun. Melindungi dari amukan ibuku saat ia
terpengaruh alkohol dan narkoba. Ketika mereka telah berhasil
menjadi band besar mereka masih mengawasiku. Dan ketika ibuku
meninggal mereka mengambil alih tugasnya sebagai waliku.
Dalam enam tahun sejak saat itu, aku telah mengawasi keempat pria
yang berarti segalanya bagiku. Aku mengurus mereka seperti yang
pernah mereka lakukan padaku. Aku menangani semua pekerjaan
kotor di balik layar kehidupan para rocker.
Ini tidak selalu menyenangkan. Beberapa kali nyaris menjijikkan,
terutama ketika aku harus menyingkirkan bekas one night stands
mereka. Ugh!
Namun mengurusi mereka tidaklah menggangguku. Maksudku aku
kan tidak jatuh cinta dengan salah satu dari mereka. Itu pasti gila.
Jatuh cinta pada seorang rocker tidaklah cerdas.
Oke, jadi aku tidaklah cerdas. Aku menyayangi mereka, dan salah
satu dari mereka menggenggam hatiku di tangannya. Tapi aku bisa
mengatasinya. Aku telah mampu menyimpan rahasia kecilku selama
bertahun-tahun sekarang.
Bagaimanapun, aku tak mampu menghadapi gangguan yang
tampaknya telah kuderita. Ini sungguh membuatku takut. Aku benci
dokter, tapi aku tiba-tiba lebih khawatir mengetahui apa yang salah
Novella,
Roman
Prolog
Saat itu hujan. Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat.
Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh. Itu
mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang
karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan laki-laki. Hari ini
aku mendapat dosis ganda amukan karena ada badai yang
mengamuk di luar dan monster Ibuku yang mengamuk dalam
kemarahannya.
Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa dia hanya akan pergi
tidur seperti yang biasa dilakukannya. Tapi sepertinya Tuhan tidak
mendengarkan doaku saat ini. Tampaknya Tuhan tidak pernah
mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya. Aku mulai
bertanya-tanya apakah Dia benar ada?? Seperti yang selalu di
sampaikan pendeta yang selalu singgah berulang-ulang kali bahwa
Dia ada. Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya
kepadaNya.
Hujan membasahi baju kaus tipis dan celana leggingku. Aku
menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai denganku.
Hujan menyapu airmataku dan darah yang mengalir dari luka yang
ditinggalkan ibuku setelah dia mengejarku dengan sebuah cambuk
dan tinjunya. Air dingin menyengat tubuh berbilur dan memarku,
tapi aku telah terbiasa dengan rasa sakitnya.
Secepatnya setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar
trailerku, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang
membatasi trailer dimana aku tinggal dengan trailer yang dianggap
Nik sebagai rumah. Aku berdoa semoga ibunya belum memutuskan
untuk membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci
jendela kamar seperti yang selalu dibiarkan Nik tidak terkunci
untukku, sekedar untuk berjaga-jaga.
Ketika aku naik pada ember tua berukuran lima galon yang
kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa
benar ibunya telah berada dikamarnya. Jendela terkunci. Aku
menggigil sekarang karena hujan bertambah deras, dan aku tak
punya sepatu, jas bahkan tempat hangat untuk berlindung. Aku tahu
tidak ada gunanya untuk mencoba berkeliling di trailer-trailer
sekitar. Ayah Jesse ada dirumah dan aku tak akan pernah masuk
kesana ketika ada kesempatan Mr.Thornton bisa menemukanku.
Trailer Drake & Shane hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi
untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka
membantuku.
Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan
rambut basah dan kusutku dari wajahku, hanya untuk berjengit
ketika aku menyentuh pipiku yang bengkak. Ibuku seorang yang ahli
dalam menampar wajahku. Dan hari ini dia tepat pada sasarannya,
mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang
habis ditenggaknya.
Terdengar suara berisik dari seberang halaman rumput kecil. Ibuku
telah kembali untuk ronde kedua dan dia telah mengetahui
ketidakberadaanku. Jantungku berpacu, aku melakukan hal yang
hanya bisa aku pikirkan. Aku menarik drum yang menopang trailer
Nik. Aku menarik dan menarik, mengiris tanganku saat aku
melakukannya. Tapi, akhirnya dengan rintihan kemenangan aku
berhasil menariknya cukup kebelakang sehingga aku bisa merangkak
bersembunyi di bawah trailer.
Begitu aku sudah dibawah, aku mendorong drum itu kembali ke
tempatnya setelah itu. Aku menahan jeritan saat aku bersandar dan
tanganku menyentuh bangkai tikus. Aku mengelap tanganku di
celana lembabku dan memeluk tubuhku agar aku tidak bersentuhan
dengan tikus itu lagi. Kepalaku bersandar pada pondasi dan
kupejamkan mata, berdoa semoga Ibuku tidak akan berpikir untuk
mencariku disini.
Aku pasti tertidur. Ketika aku bangun, aku mendengar Nik dan Jesse
memanggil namaku. mereka terdengar panik. "Emmie??" Nik tepat
disampingku di sisi lain dari drum. "Em?"
Aku meraih drum dan menariknya kebelakang cukup untuk melihat
keluar. Pada awalnya mereka tidak memperhatikanku. Nik berdiri
bersama Jesse, keduanya memakai baju band mereka yang aku bantu
untuk mendesainnya. Jesse memegang stik drum di tangan kirinya
sementara yang satunya terkepal. Nik terlihat khawatir. "Dia tidak
akan pergi jauh".
"Dasar pelacur sialan! Jika saja mereka tidak akan membawa Emmie
dari kita seperti yang kupikirkan, aku akan segera langsung
menelpon polisi," omel Jesse.
"Tapi mereka akan melakukannya, Jess. Dan kemudian dia akan
berada di tempat yang lebih buruk dari sebelumnya. Setidaknya kita
bisa menjaganya," ujar Nik padanya
Ini adalah topik pembicaraan yang sama yang selalu mereka bahas
setelah kejadian penganiayaan. Jika mereka menelpon polisi, dinas
sosial akan membawaku pergi. Tempat penampungan tidak lebih
aman dari Ibuku. Mungkin lebih buruk. Aku berumur 7 tahun dan
aku mengerti maksudnya. Nik dan yang lainnya telah menjelaskan
padaku berulang kali.
Aku menarik drum itu lebih mundur lagi dan perlahan merangkak
keluar. Aku kaku dan terluka. Lumpur menempel di bekas luka
cambukan dan goresan di tanganku dari pondasi. Aku lebam dan
memar. Dan aku mulai merasakan gatal di tenggorokanku yang akan
berakhir dengan radang tenggorokan. Tiba-tiba ada lengan kuat yang
menarikku keluar. Begitu ujung kakiku terlihat, aku segera dipeluk
Nik.
"Sial!" seru Jesse.
"Diam, Jess," Nik membentaknya sembari mempererat pelukannya
padaku. Aku bisa melihatnya berpikir keras. Dia sedang berpikir
kemana harus membawaku, menyembunyikanku. Aku mendengar
suara tawa dari trailerkuIbuku pasti sedang kedatangan salah satu
teman lelakinya, dan terdengar suara televisi dari trailernyajika
Ibunya melihatku seperti ini, beliau akan langsung menelpon polisi,
sakit ini. Tak lama setelah dia selesai, salep itu hampir habis. Jesse
menolongnya memasang plester luka. Setelah selesai, mereka
mencium luka itu dan mengatakan hal yang selalu mereka katakan.
"Semoga lekas sembuh."
Jesse memakaikan salah satu kemejanya untukku. Tapi karena
kebesaran mereka menyimpulnya, sehingga aku tidak akan jatuh
terjerembab saat berjalan. Ketika aku telah berpakaian, Nik
mengangkatku dan membawaku kembali ke kamar Jesse. Mereka
menempatkanku di tempat tidur kecil yang berlawanan dengan
dinding dan memakaikan selimut yang beraromakan seperti Jesse.
Shane dan Drake memasuki ruangan. Shane menjinjing tas dari WalMart dan mengeluarkan sekotak obat-obatan. Mereka memberiku
sedosis besar Tylenol dan kemudian menyuapiku. Drake telah
mampir di McDonalds dan membelikanku paket chicken nugget.
Perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan sejak kemarin.
Perutku sakit saat kunyahan pertama. Aku duduk dan memegang
perutku hingga sakitnya hilang kemudian melahap habis sisa nugget
dan kentang goreng. Aku tidak minum Sprite yang mereka beli
sampai aku selesai makan. Ini sungguh enak. Akhirnya aku meraih
mainanku, boneka binatang dengan rambut aneh dan baju kaus. Aku
mendekapnya erat di dadaku saat Nik menyisir rambut kusutku.
Rambutku saling menarik, karena jarang disisir, tapi aku tak
mengeluh dan dia berlaku lembut.
Selama sisir itu bekerja di rambutku, mataku semakin berat. Tak
lama aku pun tertidur...
***
Bab 1
Aku membuka mata begitu bus berhenti. Sambil meringis, aku
mendorong diri untuk bangun dari sofa dan melihat sekilas keluar.
Bus wisata terparkir di parkiran sebuah hotel. Bus lainnya penuh
dengan para kru dan dua trailer beroda delapan belas di tarik
dibelakangnya, penuh dengan segala perlengkapan panggung dan
band. Aku ingin mandi dan tidur sepanjang malam yang benar-benar
penuh, tapi aku masih punya banyak hal yang harus dilakukan.
Berdiri, aku berjalan menuju bagian belakang bus untuk
membangunkan yang lain. Drake tengkurap di tempat tidur paling
bawah. Dia memegang sebotol Jack Daniel's di tangannya, setengah
botolny telah kosong. Di atasnya Shane sedang mendengkur,
bassnya di dekap erat ke dadanya. Di sisi lain Jesse sedang
mengigau, bergumam tentang beberapa "pengacau".
Sambil mendesah, aku mengguncang bahunya terlebih dahulu.
"Jess," aku harus mendekat ke telinganya dan meneriakkan
namanya. Mereka semua tukang tidur yang parah, tapi Jesselah yang
terparah. "Jess! Ayolah, mari kita pergi tidur di tempat tidur yang
sebenarnya."
Jesse menguap kemudian membuka matanya. "Em??"
Aku menyeringai ke arahnya. "Siapa lagi??" aku mencium pipinya
dan menarik lengannya. "Bangunlah, kita sudah sampai."
Ketika dia sudah duduk, aku pindah ke Shane. Yang harus aku
lakukan hanyalah mengambil bassnya. Dia mengencangkan
tangannya di sekitar bassnya dan bangun. "Aku sudah bangun,"
gerutunya.
depan bus.
"Itu bukan tugasmu untuk mendapatkannya!" Dia berteriak
kepadaku.
Tapi memang iya. Sepanjang hidupku, Nik dan lainnya telah
merawatku. Bahkan ketika mereka harus meninggalkanku setelah
mendapatkan tawaran kontrak sepuluh tahun silam, mereka masih
memperhatikanku. Mengirimkan aku uang dan hadiah-hadiah.
Memastikan seseorang mengecekku setiap hari. Mereka tengah
mengadakan tour, melakukan apa yang harus dilakukan oleh para
rocker, tetapi mereka tetap menelponku setiap hari. Ponsel yang
mereka berikan padaku adalah satu-satunya penghubungku ke
mereka. Aku bisa menelpon, mengirim pesan singkat, mengirim
surel atau apapun yang aku inginkan atau butuhkan, sehingga aku
bisa berbicara dengan mereka setiap hari.
Kemudian ketika Ibuku meninggal, mereka kembali, meninggalkan
segalanya segera setelah aku menelpon Nik. Mereka mengurus
pemakaman. Dan disaat petugas Dinas Sosial datang mencoba
membawaku, mereka membelaku dengan mengatakan bahwa aku
adalah bagian dari mereka. Mereka membawaku jauh dari kehidupan
gelap trailer dimana selama ini kami dibesarkan. Mereka
membelikanku laptop, mengatur agar aku mengikuti kelas online
sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dari balik bus.
Para priaku takkan pernah meninggalkanku lagi.
Dan aku berhutang pada mereka untuk selalu merawatku.
Menjemputku, memulihkanku. Menjaga kewarasanku. Memberiku
makan. Memberiku pakaian. Menyayangiku. Tidak semua orang bisa
melakukannya. Tapi Nik, Drake, Shane dan Jesse berbeda. Mereka
menurutmu?"
Sejujurnya, aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan mengikuti
kemanapun mereka pergi asalkan kami tetap bersama. Aku tidak
perduli. Tapi aku tidak menyangka mereka akan secepat ini menetap,
bahkan di saat kita telah lelah untuk pindah dari satu tempat ke
tempat lain. "Aku tak pernah memikirkannya," ucapku padanya.
"Well, kau harus memikirkannya. Kami ingin tahu dimana kau ingin
tinggal dan menetap. Kau tahu kemanapun kau pergi, kami akan
mengikutimu."
Kata-katanya menghangatkan hatiku dan aku memeluknya erat. Dia
mencium puncak kepalaku dan kami keluar dari lift di lantai dasar.
Nik, Drake, dan Shane sudah menunggu kami. Mereka semua
memberiku tatapan khwatir, tapi aku hanya melewati mereka menuju
ke limo yang sudah menunggu di luar.
***
Bab 2
Menyiapkan peralatan dan melakukan cek suara adalah hal-hal yang
tidak mampu aku lakukan. Jadi, aku memilih untuk berurusan
dengan urusan dibelakang panggung. Aku memastikan buffet makan
malam telah tersaji rapi sehingga para priaku dapat makan sebelum
mereka tampil malam ini. Kemudian aku mengecek daftarku tentang
apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan diri menghadapi grup
fans belakang panggung.
Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, yang semuanya
semua ototnya yang membuncah keluar, membuat orang terkagumkagum akan dirinya yang entah bagaimana dapat memainkan drum
dengan begitu lancar dengan ukuran tubuhnya.
Untuk beberapa detik lebih lama aku membiarkan mataku menatap
Nik. Dengan suaranya yang mampu mengacaukan wanita luar dalam
dan sepasang mata biru esnya yang sebagian tersembunyi di balik
tirai lembut bulu mata hitam dan tebal, tidak banyak wanita yang
mampu untuk mengatakan bahwa seorang Nikolas Armstrong tidak
mempengaruhi gairah mereka bahkan hanya secuil sekalipun. Tubuh
langsing berotot dengan wajah yang membuat para Dewa menangisi
hari kelahirannya dan tubuh setinggi dengan para saudara band yang
lainnya, dia telah membuat seluruh penggemar yang mengikuti
Demon's Wings karena cinta, nafsu maupun iri kepadanya.
"Jadi yang mana malam ini? Pirang, coklat atau rambut merah?" aku
bertanya sambil menaikkan alisku dan senyuman tipis dibibirku.
Shane menyeringai ke arahku dari sofa tempat dia berbaring. "Aku
akan mengambil salah satu dari masing-masing mereka."
Aku memutar mataku padanya. Dari mereka berempat, Shane adalah
playboy terbesar. Membawa satu persatu dari tiap tipe wanita
menurutnya "ringan". "Hmm...ada banyak pilihan sih, tapi seperti
biasa pasti yang pirang yang lebih banyak. Tolong berhati-hatilah."
Aku menatap Drake penuh arti. "Kau sudah bersiap, kan?"
"Emmie!" nampak sedikit rona merah dipipinya. Aku terus
menatapnya sambil mengangkat alis. Akhirnya dia membuang muka.
"Aku punya kondom," gumamnya.
Yang lain hanya tertawa mengejek. Aku mengabaikan mereka ketika
Si brengsek itu tahu, tapi dia selalu melakukannya setiap kali ada
kesempatan.
Suara Nik di panggung menyadarkanku dari kebencianku kepada
Rich dan aku mengalihkan perhatianku kembali kepada para priaku.
Suara Nik sungguh membuat populasi para wanita mabuk kepayang.
Ketika salah satu speaker berdentum keras tak sengaja di dekatku,
aku segera tersentak sadar dari lamunan penuh hasratku dan segera
mencari kesibukan. Aku tidak bisa membiarkan orang lain
mengetahui bagaimana Nik mempengaruhiku. Aku tahu bahwa dia
tidak merasakan hal yang sama. Untuknya dan para pria yang lain
aku adalah adik kecil perempuan mereka. Mereka akan menyerahkan
nyawanya untukku, sama seperti yang akan kulakukan untuk
mereka.
Perpaduan antara parau dengan serak dan rayuan merupakan belaian
pada tempat kegelapan diantara kedua kaki wanita. Aku jauh
daripada kebal pada suara itu dan malah menemukan diriku
membiarkan hasratku padanya terlihat saat aku berdiri disana
menonton pertunjukan band mereka.
Dan bila pada Nik aku tidak lain hanyalah gadis kecil yang telah dia
rawat sepanjang 17 tahun masa hidupnya. Aku mengabaikan
perasaanku karena aku tahu bahwa bukan aku yang diinginkannya.
Kebahagiaannya lebih penting daripada kebahagianku.
Dengan bibir gemetar, aku meyakinkan diriku untuk tidak
mendengarkannya bernyanyi lagi di sisa malam ini.
***
Bab 3
Aku tidak pernah menjadi penyuka muntah. Aku telah
membersihkan lebih banyak muntahan orang lain daripada diriku
sendiri selama bertahun-tahun. Sebagian besar muntahan ibuku,
dalam beberapa tahun terakhir ini para priaku terutama Drake. Tapi
aku sendiri? Aku hanya melakukannya beberapa kali seumur
hidupku.
Pagi ini adalah salah satunya.
Aku tahu bahwa aku takkan bisa menahannya secepat mungkin saat
aku turun dari tempat tidur. Perutku memberiku peringatan dua detik
sebelum aku mencoba untuk melompat dari tempat tidur. Aku
melakukannya di ujung tempat tidur sebelum aku membersihkan
semua sedikit makanan yang aku paksakan untuk ditelan sehari
sebelumnya. Baunya sangat tidak mengenakan daripada melihatnya.
Secepatnya ketika aku bisa sedikit menguasai refleks mualku aku
berlari ke dalam toilet sehingga aku bisa menyelesaikannya.
Rambutku menghalangi pandanganku dan aku memuntahi rambutku
juga sebelum aku bisa menyingkirkannya dari wajahku. Baunya
membuatku mual dan aku muntah sampai aku kehabisan nafas. Air
mata bercucuran di wajahku, alisku berkeringat dan perutku terasa
bergulung.
Aku berdoa kepada setiap Tuhan yang kuketahui dan memohon
ampun. Tidak ada yang terjadi. Bahkan aku harus memaksa diriku
untuk berdiri sendiri pada kakiku yang goyah dan memegang
mulutku dibawah kran air sampai aku bisa menghilangkan sebagian
besar rasa pahit di dalam mulutku. Aku ingin mandi tetapi pertama
aku harus membersihkan kekacauan di kamar tidur sebelum aku
melakukannya.
Ketika akhirnya aku mandi aku merasa lebih baik setelahnya. Tetapi
aku terlambat sehingga tetap membiarkan rambutku basah dan
tergesa-gesa berpakaian sebelum membangunkan para priaku.
Aku tidak terkejut ketika menemukan Shane masih diselimuti gadisgadis ketika aku membuka pintu kamar hotelnya. Aroma seks
didalam ruangan sangat kental membuat perutku protes, tetapi aku
menelan rasa pahit di mulutku dan menyeretnya keluar dari bawah
ketiga gadis. Tanganku mengepal di rambutnya dan aku
menyentakknya sampai ia berdiri. "Cepat mandi!" perintahku,
sedang tidak ingin berurusan dengan para gadis nakal setelah
mengalami pagi seperti tadi. "Aku memberikan ceramah pada
adikmu tentang hal ini, tetapi ternyata kau yang harus aku urus pagi
ini."
"Emmie!" Shane protes ketika aku memaksanya berjalan pancuran
air berdiri dan memutar air dingin dengan kekuatan penuh. "Sialan!"
"Turun ke lantai bawah dalam sepuluh menit!" Aku berteriak
padanya sebelum membanting pintu kamar mandi di belakangku.
Para pelacur di tempat tidur terbangun dan aku membelalak jijik
pada mereka. "Ambil baju kalian dan keluar. Kalian mempunyai
waktu dua menit sebelum keamanan melemparkanmu keluar,
berpakaian atau telanjang. Aku tidak perduli."
Jesse masih tidur ketika aku berjalan ke dalam kamarnya. Aroma
seks masih tertinggal di dalam kamar tetapi dia sendirian di tempat
tidur. Aku bahkan tidak mencoba membangunkannya dengan
lembut. Aku mengisi air ke dalam gelas dan membuangnya ke
kepalanya. "Aku bangun. Aku bangun." Dia megap-megap.
tidak perduli.
Dia seseorang yang ingin mengetahui apa yang juga ingin diketahui
semua fans Demon Wings. Bagaimana mereka bertemu? Apa makna
signifikan dari nama band? Apa yang mereka lakukan saat musim
panas? Kapan mereka akan membuat album baru?
Seperti yang selalu mereka lakukan mereka tidak pernah menjawab
dua pertanyaan pertama dari orang tersebut-tidak ada yang tahu dari
mana mereka berasal atau bagaimana kehidupan mereka sebelum
terkenal; kebanyakan merupakan bentuk perlindungan mereka
padaku karena gaya hidup ibuku yang tidak menyenangkan
walaupun kehidupan masa kecil mereka juga tidak begitu bahagia.
Tetapi mereka selalu menceritakan secara detil tentang musim panas
dan lagu-lagu baru yang Nik sedang kerjakan untuk album mereka
selanjutnya. Sejam kemudian lelaki itu berdiri dan pergi. Setelah
berjabat tangan dengan semua orang dia berbalik padaku. "Jadi
bagaimana rasanya kamu bekerja untuk Demon Wings?"
"Emmie bukan pembantu." Jesse memberitahu pria itu, yang mana
kami semua sudah tahu bahwa pria itu sudah mengetahuinya.
"Wawancaramu telah selesai."
Nada peringatan tegas dan jelas dari suara sang drumer dan
membuat wartawan itu segera kabur. Jesse bisa mejadi si kepala
panas, mudah marah dalam satu waktu dan cepat melayangkan
sebuah tinju. Aku harus menjamin dia untuk keluar beberapa kali
dari penjara karena ia terlibat perkelahian.
Aku menunggu beberapa saat untuk memastikan pria itu pergi
sebelum aku berhadapan dengan mereka. "Aku ingin meminta maaf
rumah untuk kita dan dimana kami bisa menghabiskan musim panas
kita."
Daguku bergetar. Aku lega mereka tidak berteriak, bahwa aku tidak
dikhianati Drake mengadukan keadaanku tadi pada yang lain dan
mereka tidak memaksaku untuk pergi ke dokter. Jadi kenapa tibatiba aku terisak-isak?
***
Bab 4
Satu konser lagi dan kemudian kembali ke jalanan.
Apakah kalian tahu seberapa sulitnya menyembunyikan muntah
ketika kamu berada dalam bus wisata? Itu hampir tidak mungkin.
Tetapi entah bagaimana aku bisa melakukannya. Untuk tiga minggu
berikutnya aku merahasiakannya dari mereka. Dengan alarm bangun
pagi yang aku dapatkan setiap pagi hari dimana aku tergesa-gesa
untuk mencari kamar mandi, aku tidak pernah begitu senang para
pria itu bisa tidur dengan nyenyak di dalam hidupku.
Setelah muntah-muntah setiap pagi aku biasanya bisa melalui sisa
hari tanpa mengulanginya lagi. Walaupun perutku masih mual
sepanjang hari dan aku kehilangan berat badan karena aku tidak
dapat memaksa diriku sendiri untuk makan. Hal ini mulai disadari
mereka, bahkan Drake dalam keadaan hampir selalu mabuknya.
Mereka mulai melihatku lebih dekat dan aku tahu bahwa mereka
akan mulai mengeroyokku.
Dan sesungguhnya aku lebih khawatir apa yang salah dengan diriku
Kepalaku tersentak saat mendengar suara Nik. Dia dan Jesse telah
duduk di bagian belakang bis denganku melihat TV untuk sejam
terakhir. Aku merasa lebih baik setelah pagi penuh muntah yang
menyenangkan. "Tidak."
Dia duduk tepat disampingku jadi aku tidak punya waktu untuk
pindah ketika dia meraih dan menarikku di atas pangkuannya. "Ya,
Emmie. Kamu hanya tinggal tulang sekarang. Kamu tidak makan.
Dan aku mendengarmu pagi ini di kamar mandi. Kau tidur sepanjang
waktu, dan suasana hatimu sering berubah-ubah menjadi cerewet.
Ada yang salah."
"Aku tidak ingin pergi ke dokter." Oke, mungkin aku akan pergi.
Aku takut jika ada sesuatu yang salah denganku, seperti ulcer atau
sesuatu. Aku tidak pernah merasa begitu sakit dalam hidupku.
Membutuhkan semua tenaga yang aku miliki untuk tidak
memuntahkan lagi air yang aku telan akhir-akhir ini. Tetapi aku
masih takut dokter.
"Kami akan pergi denganmu, Em." Janji Jesse, memutar-mutar stick
drum di jarinya dengan ahli. "Kami tidak akan membiarkan mereka
menyakitimu."
Aku menatapnya lebih tajam. Dia benar-benar mengkhawatirkanku.
Aku dapat melihat dari cara dia menatap padaku bahwa dia telah
sedikit takut juga. Aku tidak bisa menahannya. Jadi aku mengalah.
"Okey." Aku berbisik. "Aku akan menemui dokter ketika kita sampai
di rumah pantai."
Mereka berdua tampak sedikit santai. "Apapun itu, kita akan
melewati itu." Saat itu aku menyadari bahwa Jesse berfikir bahwa
ada sesuatu yang buruk denganku. Aku turun dari pangkuan Nik dan
***
Bab 5
Malam ini adalah konser terakhir. Aku sudah tidak sabar untuk
mengakhirinya. Aku merasa sangat sakit dan hari ini aku telah
menjadi jalang terbesar dengan perubahan suasana hati yang hampir
mendekati pengidap kepribadian ganda. Setelah melihat semua
gejalanya aku yakin bahwa aku mempunyai kanker otak. Hal itu
hanya menambahkan kecemasanku yang bergolak.
Para priaku semua keluar di panggung dengan lampu-lampu yang
memantul dan berkedip seirama dengan hentakan musik. Penonton
masih menggila. Saat pembukaan konser Nik berjanji pada mereka
satu lagu baru yang dia kerjakan. Salah satu janjinya adalah lagu itu
ada di dalam album mereka selanjutnya. Itu mengejutkanku setengah
mati dan para priaku yang lain, tentu saja. Aku yakin bahwa jika
Rich ada disini dia akan mendapatkan serangan jantung...Tetapi aku
tidak masalah jika hal itu terjadi.
Aku berdiri dari jarak yang aman di atas panggung, menyiksa diri
dengan melihat para gadis melemparkan celana dan bra mereka ke
Nik. Dia menangani semua itu seperti biasanya, dengan senyuman
dan melihat dengan tatapan menggoda ke penonton. Aku hanya ingin
malam ini cepat berakhir!
Seseorang menabrak bahunya kepadaku dan aku berbalik untuk
memeloti orang tersebut, bersiap untuk menggigit kepala mereka dan
memasukkannya ke dalam tenggorokannya sendiri. Kemudian aku
melihat siapa orang itu aku memutar mataku. "Hei. Apa yang kau
lakukan disini?"
Axton Cage mengangkat bahunya yang ramping. Aku perhatikan dia
punya tato baru, di bagian dalam tangan kirinya. Aku hampir
tersedak ketika aku melihat apa yang tertulis. Brie. "Jadi kalian
berdua telah resmi?" Aku menganggukan kepalaku ke pergelangan
tangannya dan dia mengangkat bahu.
"Masih berusaha." Dia memberitahuku. Dia tahu aku bukan
penggemar berat Gabriella Morietti. Benar-benar membenci pelacur
itu. Nona sok alim. Dia juga sangat tidak menyukaiku. Shane bilang
itu karena kami sangat mirip. Aku berfikir itu karena pelacur tersebut
telah tidur dengan Nik saat kami sedang tur di Australia dan
kemudian dengan bangga dia memberitahuku tentang hal itu. Tentu
saja itu sudah lebih dari setahun yang lalu dan dia sudah bersama
Axton sekarang. Setidaknya mereka putus dan sambung lagi.
"Aku kebetulan berada di daerah sini." Axton akhirnya menjawab
pertanyaanku di awal. "Sebenarnya aku merasa bosan sekali di
California dan berfikir aku ingin melihat kekacauan macam apa yang
aku bisa lakukan bersama dengan teman-teman tololmu."
"Dengan segala cara, masuklah ke dalam semua masalah sesuai
dengan hasrat hati kecilmu. Tetapi kami memiliki jadwal tiket
pesawat penerbangan pertama di pagi hari. Membuat aku terlambat
untuk liburanku dan mereka akan menggores isi perutmu dari
trotoar."
Tangannya memeluk pinggangku dan aku bersandar kepadanya.
"Ah, ayolah cantik. Kau tahu kau ingin menyebabkan beberapa
masalah denganku." Dia menggosok hidungnya dengan hidungku
membuatku terkikik. "Kau menyukaiku. Akui saja."
Aku pikir hatiku akan hancur. Nik menulis lagunya dari pengalaman.
Ada banyak masa kecilnya di dalam lagunya. Masa kecil dia, para
priaku, dan juga aku. Musiknya selalu dekat dengan kami semua.
Kegelapan, penderitaan, obat-obatan dan bahkan pemukulan. Tetapi
saat Nik bernyanyi tentang bagaimana hatinya telah dingin untuk
waktu yang lama, tetapi sekarang ada sebuah bara membakar disana
menangkap api, membawa dia kembali ke kehidupan aku pikir aku
akan mati.
Nik sedang jatuh cinta? Aku tidak berpikir aku bisa mengatasinya.
Tidak. Tidak, aku tahu bahwa aku tidak bisa mengatasinya. Nik bisa
berbuat apa saja yang dia inginkan. Nik bisa melakukan semua
kencan satu malam, seks tanpa bermakna dengan siapapun. Aku bisa
menghadapi itu...Okey, jadi aku berusaha dengan sekuat tenaga
menahan diri untuk mencoba berurusan dengan itu.
Tetapi jika Nik sedang jatuh cinta itu akan menghancurkanku. Aku
tidak dapat menghadapi dia dengan seseorang pelacur sepanjang
waktu. Dan mengetahi bahwa hatinya milik pelacur itu?
Aku limbung. Lengan Axton mengelilingi tubuhku, menahanku."
Pelan-pelan, babe."
Rasa pahit meningkat di belakang tenggorokanku. Memutar tubuh,
aku berlari. Aku tahu aku tidak akan bisa sampai ke kamar mandi,
jadi dengan aku putus asa mencari tempat sampah. Untungnya ada
salah satunya yang dekat atau aku harus membersihkan tubuhku lagi.
Aku mengosongkan perutku, lagipula isinya tidak banyak.
Untungnya rambutku di ikat ekor kuda.
Sebuah tangan hangat mengusap punggungku menenangkan. Air
mata mengalir di pipiku. Sampai sekarang aku berpikir bahwa aku
dia membanting rem untuk berhenti di depan UGD aku hampir tidak
bisa berfungsi. Aku merasa dia mengangkatku keluar dari mobil,
tahu bahwa dia praktis berlari dengan aku dalam pelukannya. Aku
merasa dadanya bergemuruh ketika dia berteriak, tetapi tidak bisa
cukup fokus untuk memahami apa yang dia katakan.
***
Rasa dingin tempat tidur dipunggungku cukup membangkitkanku
untuk membuka mataku untuk sesaat. Aku melihat lampu terang, bau
antiseptik. "Dehidrasi berat." Suara seorang pria mengatakan."
Sudah berapa lama muntah-muntah?"
"Tidak tahu." Axton terdengar stress.
"Tunggu disini." Suara itu memerintahkan. Aku merasa diriku
mengambang, berasumsi itu adalah tim medis mendorong tempat
tidur untuk menjauh. Jarum disuntikkan ke lenganku, tetapi aku
tidak mempunyai energi sangat banyak untuk merintih. "Emmie?"
Suara itu memanggilku dengan nada memerintah. "Kami
memberimu cairan."
Ada jarum lain di lenganku. "Hanya mengambil sedikit darah,
sayang." Suara seorang perempuan kali ini. lembut dan ramah. Aku
tidak pernah berhubungan dengan wanita lain yang sangat baik
padaku. Aku yakin bahwa jika aku memiliki cadangan air aku akan
menangis.
Pria dengan suara berwibawa meletakkan tangannya di pergelangan
tanganku. Dia memegang disana beberapa menit lamanya. Tak
berapa lama kemudian cairan yang mereka pompakan ke aku mulai
menghidupkanku kembali. Perlahan-lahan aku mengerjapkan
membuka mataku. "Aku benci dokter." Bisikku.
mereka dekat denganku. Kadang kau akan berfikir jika aku berumur
enam belas dan bukan dua puluh satu dengan cara perlakukan
mereka jika ada pria lain yang memandangku dua kali.
"Pria menyeramkan dengan tato." Dia mengangguk di atas
kepalanya dan aku melihat Axton berdiri di pintu, mencoba untuk
mengintip. Teleponnya ada di telinganya dan dia mengerutkan
dahinya.
Sebuah senyum lagi menggoda mulutku. "Ax, bukan pacarku. Para
priaku akan mematahkan kakinya jika mereka berfikir dia pacarku."
"Para priamu?" dokter memiringkan alisnya.
"Jangan dipikirkan." Gumamku. Sangat sulit untuk menjelaskan
tentang para priaku dan aku tidak mempunyai energi bahkan untuk
mencoba menjelaskannya. Mataku terasa berat. "Cepatlah dan buat
aku lebih baik jadi aku bisa kembali ke hotel. Aku ingin pergi tidur."
Kau tidak akan kemana-mana setidaknya sampai besok, Em. Kami
harus melakukan beberapa tes, memasukkan lebih banyak lagi cairan
ke dalam tubuhmu dan mungkin sangat banyak- kau akan bisa
pulang di pagi hari. Sampai saat itu biarkan aku mengambil darahmu
lagi dan menemukan sebuah kamar untukmu."
Kepalaku tersentak. "Tetapi aku sudah pesan pesawat untuk
membawaku ke Florida di pagi hari. Aku akan pergi berlibur."
Sekali lagi dengan alis terangkat terkutuk itu. "Kelihatannya kau
akan sangat terlambat untuk berlibur, sayang. Sekarang santailah.
Monitor jantungmu akan gila." Saat itulah aku merasakan bantalan
lengket menempel ke dadaku dan menyadari suara bip bip yang
konstan berbunyi.
Axton masuk kembali ke dalam ruangan. "Aku tidak mendapat
jawaban dari siapapun dari telepon sialan mereka." Dia menggeram.
"Konser sialan itu harusnya sudah selesai."
Aku tertawa kecut. "Kau seorang bintang rock Axton. Apa hal
pertama yang ingin kau lakukan ketika kau turun panggung, mabuk
dalam egomu sendiri?" Ekspresi di wajahnya menjelaskan padaku
itu adalah jawabannya. "Jangan khawatirkan itu. Mereka akan
kembali ke hotel dan menikmati malam gila mereka. Ketika mereka
bangun di siang hari dan bertanya-tanya mengapa aku tidak datang
untuk menyeret pantat mereka dari tempat tidur, mereka akan datang
mencariku."
Matanya menggelap karena marah. "Jadi kau hanya menjadi yang
kedua?"
Aku mengangkat bahuku. "Setelah konser, biasanya." Itu tidak
menggangguku... terlalu. Tapi aku tidak akan mengeluh. Aku tahu
bahwa mereka mencintaiku. Aku melirik ke dokter. "Bagaimana
hasil pemeriksaan tes tersebut?"
Dokter melirik ke Axton. "Apakah dia selalu ingin menang sendiri?"
Axton mendengus. "Jika anda tahu orang-orang yang harus dia urus
setiap hari Anda akan mengerti bahwa Anda mendapatkan versi yang
baik dari tukang perintah."
***
Bab 6
Dokter sangat lama!
Dengan cairan yang terus bergerak masuk ke sistem tubuhku, aku
mulai merasa lebih baik daripada yang telah aku rasakan dalam
waktu yang lama. Tapi perutku masih terasa bergulung. Aku ingin
tahu apa yang membuat dokter begitu lama, dan khawatir bahwa hal
ini adalah sesuatu yang melampaui imajinasi terliarku tentang apa
yang salah denganku.
Axton masih mencoba untuk menelepon para priaku. Tapi sejauh ini
belum mampu menjangkau salah satu dari mereka. Seorang perawat
telah mengatakan kepadanya bahwa dia harus pergi ke luar untuk
menggunakan ponsel, dan aku belum melihat dia lagi lebih dari
sepuluh menit. Pantatku mati rasa sejak duduk terus selama satu jam
tanpa bergerak dan meskipun aku sangat ingin tidur, aku tidak bisa
membawa diriku cukup santai untuk melakukannya.
Pintu ke ruang pemeriksaanku dibuka dan masuklah dokter. Ada
seorang teknisi di belakangnya mendorong sebuah mesin besar dan
aku bertanya-tanya apa sih yang akan mereka lakukan padaku.
Melihat ketakutan di mataku dokter dengan cepat menjelaskan.
"Tidak apa-apa. Ini hanya mesin untuk melakukan USG."
"Mengapa aku membutuhkan USG? Bukankah itu bagi wanita
hamil?"
Dokter mengangguk. "Sebagian besar, ya. Tapi ini juga digunakan
untuk hal-hal lain. Namun, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan
darah kami telah menemukan alasan untuk penyakit Anda dan
dalam dadaku dan aku tidak bisa bernapas. Di suatu tempat jauh di
dalam dadaku hatiku meleleh dan aku jatuh jungkir balik pada cinta
dengan makhluk di layar.
"Well..." Dokter dan teknisi terkekeh.
Kepalaku tersentak ke arah mereka. "Apa?" Bisikku.
"Bayi Anda ingin memastikan bahwa Anda tahu persis apa jenis
kelaminnya." Dokter menyenyuh layar dan saya melihat bahwa dua
kaki yang terbuka lebar. "Selamat. Anda memiliki seorang anak
perempuan."
Air mata membakar mataku dan aku berkedip cepat untuk
menahannya. "Seorang anak perempuan." Aku menarik napas.
Si Teknisi mengambil beberapa gambar lagi, kemudian mencetak
selembar dan
menyerahkannya kepadaku. "Untuk buku bayi Anda. Gambar
pertama bayimu." Dia tersenyum dan meninggalkan ruangan tanpa
mesinnya.
"Yah Anda memang hamil, Em." Dokter, yang aku yakini telah
mengatakan kepadaku namanya, tapi aku telah lupa untuk
mengingatnya, memberiku tatapan bertanya. "Delapan belas minggu
dan tiga hari dari pengukuran. Itu menunjukkan tanggal kelahirannya
pada tanggal enam November." Dia menuliskan sesuatu di iPad dia
di tangannya.
"Apakah dia baik-baik saja?" Aku tidak bisa tidak berpikir tentang
bagaimana sakitnya aku selama satu bulan terakhir. "Apakah aku
menyakitinya?"
Dia cepat meyakinkanku. "Tidak. Cairan ketubannya sempurna,
sehingga dehidrasimu tidak mempengaruhi si bayi. Ini mungkin saja
alasan kenapa kau begitu sakit. Segala sesuatu yang kau mampu
makan akan langsung masuk kepadanya. Detak jantungnya bagus,
dia bergerak...kau tidak merasakannya?"
Tanganku menyentuh perutku lebih rendah. Ada makhluk hidup
kecil dalam diriku. Sebuah air mata lolos dan turun ke pipiku.
"Tidak" bisikku. "Apakah itu normal?"
Dokter mengangkat bahu. "Setiap wanita berbeda. Beberapa tidak
merasakan bayinya hingga memasuki bulan kelima. Kehamilan
kedua kalinya biasanya ibu merasakan lebih cepat. Anda tampaknya
sesuai jadwal...Jadi bagaimana perasaanmu secara emosional tentang
bayi. Reaksimu ketika Saya katakan tentang hasil pemeriksaan darah
tidak benar-benar..."
Aku menggeleng. "Aku takut. Masih ketakutan aku tidak tahu
apakah ini mimpi buruk atau tidak. Tapi melihat dia..." Aku
mencengkeram foto USG di dadaku. "Itu mengubah segalanya."
"Itu secara normal terjadi." Dia menarik kursi dan duduk di
sampingku. "Oke. Jadi kita telah menetapkan bahwa ini adalah
kejutan, tapi sekarang bahwa kau telah melihatnya kau...bahagia?"
Aku mendengus. "Aku tidak senang tentang hal ini, dokter. Tapi..."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Tapi bukannya aku tak bahagia
tentang hal itu. Jika itu masuk akal."
"Masuk akal." Dia mengetuk sesuatu ke iPad. "Mengapa ini seperti
"Kami tidak akan pergi." Mereka semua mengatakan hal yang sama.
"Emmie adalah milik kami. Kami tinggal dengan dia."
Shane memberitahunya.
Dokter pergi, kesal dan menggerutu pelan. Tapi aku merasa dihargai.
Terutama ketika Drake dan Jesse dengan lembut meremasku diantara
kedua tubuh mereka dalam pelukan. "Aku sangat takut." Jesse
berbisik di rambutku. "Ya Tuhan, Em! Kamu seharusnya
mengunjungi dokter sebelum sekarang."
Aku mencengkeram erat padanya. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik
sekarang."
"Ini bukan tidak apa-apa!"
Kepalaku terangkat mendengar nada berapi-api Nik. Dia biasanya
seorang yang tenang. Salah satu yang tetap tenang ketika tiga
lainnya sudah siap untuk merobek suatu hal menjadi terpisah. Tapi
saat aku melihat ia mendorong kursi dokter begitu keras hingga
meluncur sepanjang ruangan dan jatuh ke samping ketika menabrak
dinding. Jari-jarinya menyapu rambut cokelat pasir tebalnya dan
menarik ujung seperti orang gila.
"Axton bilang kau tidak sadar ketika ia pertama kali kau di sini!
Emmie tidak sadarkan diri! Apakah kau tidak mengerti seberapa
serius ini? Tidakkah menyelinap dalam perhatianmu bahwa orang
terbunuh karena dehidrasi!" Dia berpaling dari kami dan benar-benar
meninju dinding.
Hatiku sedikit hancur karena kemarahannya. Selama beberapa menit
kami semua diam, sementara Nik bersandar di dinding yang baru
saja ditinjunya, terengah-engah. Drake mencoba untuk tetap tenang,
Bab 7
Cahaya temaram di saring melalui jendela dengan tirai plastik. Aku
Bab 8
Jika aku memberitahumu bahwa itu mungkin bagiku melukai orang
yang kucintai apakah kau akan percaya? Itu memang benar. Aku
mengambil sesuatu yang sebenarnya bukan untukku. Aku
mengambilnya dan berpura-pura tidak melakukannya. Aku
mengambilnya dan menghargai setiap detik sialan itu.
Aku adalah orang yang jahat. Aku mengambil keuntungan dari
seorang teman, dari seseorang yang telah menghabiskan masa
hidupnya untuk membuat hidupku lebih baik. Nik mempercayaiku.
Aku satu-satunya orang yang dipercayainya sepanjang hidupnya,
sehingga jika dia tidak percaya lagi maka tidak akan ada orang lain.
Dan aku menghancurkan kepercayaan itu.
Empat bulan yang lalu aku menjadi seorang yang lemah dan egois.
Tapi sampai hari ini, detik ini aku tidak menyesalinya. Aku hanya
membiarkan diriku memikirkannya saat aku berada sendirian
dikamar hotelku. Ketika cinta dan kebutuhanku pada Nik
membuatku kewalahan sampai pada titik dimana aku tahu aku tak
punya pilihan selain mengingat kembali saat malamku bersamanya.
***
Untuk sekali ini kami beristirahat sepanjang hari sebelum konser
dimulai. Aku senang karena ada badai diluar dan aku benci berada di
bus selama hujan badai. Bahkan diumur 21 tahun pun aku masih
takut akan petir.
Aku meringkuk dalam selimutku dan mencoba untuk tidak berpikir
macam-macam tentang badai yang mengamuk diluar. Namun itu tak
ada gunanya. Jadi aku mengambil kunci kamarku dengan kunci
kamar yang lain dan beranjak keluar dari kamar. Lampu berkedapkedip kala aku berlari melintasi koridor dan membuka pintu kamar
Nik. Aku tahu seharusnya aku tidak melakukannya, sebab ada
kemungkinan aku tidak sengaja menyaksikan Nik sedang bercinta
dengan salah satu fansnya. Tapi guntur lebih menakutkan bagiku.
Ketika kubuka pintu kamarnya, aku terkejut menemukannya
sendirian dan tak lama merasa senang karena pada kenyataannya dia
tidak sedang bersama seorang pelacur. Lampu dikamar mandi
menyala dan pintunya sedikit terbuka, menjatuhkan cahaya lembut
disekitar ruangan. Dia sedang berbaring dengan satu tangannya
berada dibawah kepalanya sementara yang satunya...
Tangan satunya tengah membelai kejantanannya yang mengeras!
melepas baju kaus & celana pendekku. Dia menjilati setiap inci
tatoku di pinggul, menggigit-gigit di sayap iblis hitam yang
mengelilingi gambar hati berwarna hitam dengan semua nama
mereka tertulis di dalamnya dengan tinta berwarna merah. "Sungguh
seksi sekali." Geramnya sebelum membalik tubuhku sehingga dia
bisa member perhatian lebih jelas tato yang menghiasi sebagian
besar punggungku. Sayap iblis yang berwarna gelap,
menggambarkan aku sebagai iblis bersayap itu dengan penulisan
gaya Gothic yang menyebutku adalah "Milik dari Demon's Wings,"
ditulis dengan huruf Goth.
Kurasakan kejantanannya menyenggolku, meluncur di sepanjang
celah pantatku dan aku melebarkan kakiku tanpa ragu. "Kau belum
siap untuk aku melakukan itu, baby. Pantat perawanmu itu harus
dijinakkan perlahan. Terutama ketika aku keras seperti ini...Belum
pernah aku sekeras ini, baby. Tidak pernah! Semuanya untukmu..."
Dia menggigit bahuku. Aku menjerit dari kenikmatan murni dari
rasa sakit sedikit yang mendalam di antara kakiku.
Ketika dia membalik tubuhku kembali ke punggungku dan
menyerang bibirku lagi, terlihat hilang dalam cecapan rasaku. Dia
menangkup payudara kecilku ditangan besarnya, membuatku
merona. Dia terbiasa dengan payudara yang besar daripada punyaku.
Nik adalah pecinta payudara dan aku tahu bahwa punyaku tidak
memukau dia sebelumnya. Tapi kelihatannya dia menyukainya.
Mulutnya meninggalkan mulutku dan menelan hampir keseluruhan
salah satu payudaraku saat dia mengisap putingku ke dalam mulut
panasanya. Aku menjerit, menyukai sensasi tarikan yang
ditimbulkan saat dia menghisap. Jemarinya menarik putingku yang
lain, tidak mau melewatkannya sedikit pun. Setelah beberapa menit,
mulutnya berpindah ke payudaraku yang lain sementara jemarinya
"Bawa aku ke dalam dirimu, baby. Jadikan aku bagian darimu." Jika
aku bisa berhenti berpikir sejenak, aku mungkin akan menyarankan
kondom. Tapi saat ini aku mungkin telah terlalu terangsang.
Pengaman adalah hal paling jauh yang ada di pikiranku saat aku
meluncur turun ke kejantanannya.
Aku menggigit bibirku dan menelan balik tangisan kesakitanku saat
dia mencoba menerobos penghalang keperawananku. Dia terengahengah saat aku memulai gerakan turun sampai ke dasar. "Begitu
nikmat. Sungguh sangat ketat." Desisnya. Tangannya dipinggulku
menahanku untuk tetap stabil. "Tahan sebentar, cantik. Jika kau
bergerak sekarang aku akan mempermalukan diriku dan meledak
terlalu cepat di dalammu."
Aku dengan senang hati memberinya semua waktu yang dia
butuhkan karena aku sendiri sedang berjuang untuk menampungnya.
Aku membungkuk ke depan hingga putingku menelusuri dadanya
dan menciumnya. Lidahnya bergelut dengan lidahku dan kurasakan
otot intiku mengendur, membuatnya pas untuk diatur. Aku mulai
bergerak diatasnya tapi tangannya mengencang dipinggulku,
memaksaku untuk tetap diam.
"Belum sekarang." Ucapnya. "Aku terlalu dekat untuk keluar."
"Nik!" Aku perlu bergerak sekarang. Aku terbakar lagi untuknya.
Memahami kebutuhanku, ibu jarinya menggosok klitorisku. Aku
berteriak menikmatinya. "Kumohon. Aku hampir sampai." Dia
melepaskan pegangannya di pinggulku dan aku mulai bergerak maju
dan mundur dengan hati-hati. Otot dalamku menegang saat
pelepasanku mulai dekat. Jempolnya terus menggosok dan memutar
Bab 9
Sekarang saat aku duduk memakai sebuah baju rumah sakit,
tidak untuk bayiku. Air mata segar menusuk di mataku. Aku tak
ingin menyakiti bayi perempuanku dengan cara apapun, sama sekali.
Setelah masa kecil yang aku alami di mana ibuku bertindak kejam
padaku, aku bersumpah untuk memastikan bahwa anakku hanya tahu
cinta dan kasih sayang. Aku menarik keluar foto yang teknisi berikan
padaku malam sebelumnya dari saku celana jeansku di mana aku
menyembunyikannya sehingga para priaku tidak akan melihatnya
dan merapikan tepian foto itu.
"Ada situs web yang tak terhitung jumlahnya yang dapat kau
kunjungi untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan pada kehamilan pada setiap tahap." Perawat
menyarankannya saat dia membantuku duduk ke kursi roda. Entah
bagaimana dia berhasil menahan pintu terbuka dan mendorongku
keluar tanpa kesulitan apapun.
Aku mengeluarkan ponselku dan membuka internet, sudah mengetik
kata kunci di mesin pencari sehingga aku bisa melihatnya nanti.
Para pria bersandar di dinding ketika kami keluar. Jesse
mengerutkan dahi ke arahku ketika ia melihat ponselku. "Sialan,
jangan! Kau akan beristirahat, bukan bekerja." Dia merebut telepon
dari tanganku sebelum aku bisa mengatakan apa-apa dan
mematikannya.
"Tapi aku tidak..."
"Apa itu?" Nik mengangguk ke gambar yang telah tergenggam di
tanganku.
Aku menyodorkannya pada Nik saat yang lain melangkah ke sisiku
sementara perawat mendorongku menuju lift. "Ini gambar USG si
bayi." Aku menggigit bibir saat ia meraih foto mengkilap itu dengan
tangan sedikit gemetar.
Saat ia menatap untuk pertama kalinya gambar anak kami, aku
mengamatinya dengan cermat. Dia tampak pucat, mata biru esnya
berkaca-kaca, tapi aku melihat senyum kecil tersungging dibibirnya
saat ia menatap pada foto di tangannya yang besar. "Indah."
Bisiknya.
Semua orang diam saat lift turun ke bawah. Jesse berdiri sebelah
kiriku, jari-jarinya mengelus leherku untuk menenangkan sementara
Drake menyandarkan kepala di dinding lift dan menutup matanya.
Nik tampak asyik dengan gambar anaknya sambil terus menatap
pada foto itu. Ketika perawat mendorongku keluar Shane sudah
mendapatkan dua taksi yang menunggu kami. Dia menahan pintu
yang pertama terbuka untukku.
Seolah-olah aku orang cacat Nik melangkah maju saat aku mulai
berdiri dan mengangkatku, menempatkanku di taksi dengan lembut
sebelum meluncur di sampingku. Drake membuka pintu dan
meluncur di sisi lainku meninggalkan Shane dan Jesse untuk
mengambil taksi kedua.
Perjalanan menuju hotel tampak seperti memakan waktu lama sekali
dan karena bagi Axton tidak butuh waktu lama untuk
menempatkanku ke ruang gawat darurat malam sebelumnya. aku
bertanya-tanya seberapa cepat dia telah mengemudi. Aku
menggelengkan kepala memikirkan hal itu. "Apa?" Tanya Drake.
"Tidak ada." Aku tahu lebih baik menyembunyikannya daripada
menyuarakan pikiranku. Para priaku secara berlebihan melindungiku
dan akan mengejutkan Axton jika mereka tahu bahwa ia telah
Bab 10
Ini tidak mudah tapi entah bagaimana aku mendapatkan lima tiket
untuk kami semua dalam penerbangan ke Panama City malam itu.
Dari sana perjalanan ke rumah pantai kami memakan waktu satu
jam. Aku menyewa sebuah SUV besar yang bisa menampung kami
semua ditambah koper barang-barang kami kemudian mengatur agar
sisanya dikirim ke rumah. Drake mengemudi sementara Shane dan
Jesse naik di baris ketiga sehingga aku bisa berbaring di kursi
panjang di belakang.
Sudah larut malam dan aku lelah. Kami tidak banyak bepergian
menggunakan pesawat, kecuali para priaku harus berada di sebuah
acara penghargaan atau sesuatu seperti premier film yang hanya
melepaskan kami dari rangkaian tur kami untuk satu atau dua hari.
Aku benci terbang, aku selalu mengalami mual dan menghabiskan
sebagian besar waktu dengan kantong di tanganku atau di kamar
mandi. Itu tidak membuat morning sickness (mual karena hamil)
yang aku alami lebih baik dan pada saat kami telah mendarat para
pria mengancamku dengan mengunjungi rumah sakit lain. Tapi
ketika aku mampu menanggulangi rasa mualku dengan meminum
fizzy lemon lime soda mereka tidak mempermasalahkannya lagi.
Pada saat kami sampai di rumah pantai, yang secara teknis hanya
sebuah pondok besar, aku tertidur. Lengan yang kuat mengangkat
aku dan aku tidak repot-repot untuk membuka mataku saat kau
membungkuskan lenganku di leher Nik dan tertidur lagi.
Cahaya pagi yang cerah membanjiri jendelaku. Aku mengulurkan
tangan untuk tambahan bantal dan menariknya ke atas kepalaku
untuk menghalangi cahaya yang terang. Kandung kemihku
memprotes ketika aku mencoba untuk kembali tidur dan aku duduk
perlahan agar perutku tidak memiliki terlalu banyak alasan untuk
membenciku. Sepintas kamarku itu indah. Langit-langit berkubah,
pintu Prancis yang menuju balkon, dinding krem dengan karpet
cokelat lembut. Sebuah TV enam puluh inci tergantung di dinding di
seberang tempat tidurku, yang terbungkus selimut dan seprai yang
ibu aku ketika dia meninggal. Pada waktu itu aku sudah sangat lega.
Dia adalah mosnter dari jenis terburuk. Aku menjadi sasaran
pukulannya secara teratur. Tumbuh di sebuah trailer yang selalu ada
setengah botol-botol minuman kosong tergeletak di sekeliling
dengan pipa ganja dan jarum heroin, mengherankan bahwa aku
ternyata tumbuh setengah normal.
"Dia ingin bubur jagung." Aku mendengar Shane menjelaskan
kepada Jesse. "Dengan bacon dan keju seperti yang dulu dibuat oleh
ibunya."
"Jadi pergilah dapatkan dia bubur jagung terkutuk dan bacon itu,
Shane!" Teriak Jesse, putus asa. Dia mengangkatku dan kemudian
duduk dan menempatkanku di pangkuannya. Aku mendengar Shane
bergerak cepat kemudian membanting pintu belakang saat ia berlari
keluar.
"Emmie, tidak apa-apa. Kami akan membuatkanmu bubur jagung,
sayang " Dia mengoyangku sekarang, suaranya yang ia digunakan
untuk menyakiti hal-hal kecil.
Aku menggeleng. "Ini tidak akan sama. Ini tidak akan terasa sama.
Dia membuatnya begitu baik. Aku menyukai bubur jagung itu. Itu
adalah favoritku."
"Oh, Emmie." Dia menghembuskan napas frustrasi. "Sayang, dia
hampir tidak ingat jelas sembilan puluh lima persen dari waktunya.
Mengapa kamu bahkan berpikir tentang dia sekarang?"
"Aku tidak tahu." Aku terisak lebih kencang. "Dia jahat dan aku
seharusnya tidak membiarkan dia masuk dalam pikiranku. Tapi...dia
adalah ibuku, Jesse." Hidungku berair. Dan tanpa berpikir aku
Bab 11
Dengan perutku yang kenyang karena bubur jagung buatan Jesse,
Ada sebuah senyuman di bibir 'cium aku' nya yang sempurna. "Sama
seperti sebuah kencan, baby girl."
***
Bab 12
Bagaimana bisa aku tidak punya baju untuk di pakai?
Aku punya celana jins, dan baju, dan pakaian dalam. Tapi aku tidak
punya apa-apa yang dianggap seksi, atau pantas untuk dipakai
berkencan. Celana jinsku mahal tapi sudah usang, dengan robekan
yang tak seharusnya ada disana, dan berjumbai karena sering di cuci.
Semua bajuku adalah baju kaus T-shirt dan sembilan dari sepuluh
dari baju-baju itu memilki logo Demons Wings. Bra dan celana
pendekku adalah katun dan merupakan hal yang paling tidak seksi
yang pernah aku lihat.
Dengan tersedu-sedu aku jatuh ke tempat tidur dan memandang ke
kamar berantakanku. Semua pakaianku yang terlempar dari tasku
berserakan di sekitar kamar. Bahkan ada bra yang tergantung di
kepala ranjang. Aku tidak bisa pergi di kencan pertamaku dengan
Nik, Sial, kencan pertamaku satu-satunya dengan jins dan T-shirt!
Ada ketukan tajam di pintu kamarku yang tertutup sebelum itu
terbuka dan Nik menjulurkan kepalanya kedalam. "Hai sayang, kau
siap..?" suaranya mengecil dan matanya melebar ketika melihat
kekacauan yang telah aku lakukan pada kamarku di lima belas menit
terakhir. "Em?"
Isakan lain lolos dari mulutku. "Aku tidak punya apa-apa untuk di
pakai."
Alisan menaik dengan cara yang begitu manis yang sangat aku sukai
dan dia melangkah masuk sepenuhnya ke dalam kamar. "Kamarmu
memberi kesan dengan berbeda, baby. Ada apa?"
"Semua yang aku miliki adalah jins bodoh dan semua bajuku
memiliki logo Demons Wings. Aku tak memiliki satupun gaun yang
mengagumkan! Bahkan satu rok pun aku tak punya. Semua celana
dalamku terbuat dari katun dan braku terlihat membosankan." Aku
mengambil gulingku dan memeluknya di dadaku.
Dia memiringkan kepalanya kesamping. "Dan kau menginginkan
kan sebuah gaun dan rok, dan pakaian dalam yang tidak
membosankan? Meskipun aku katakan padamu kenyataan bahwa bra
yang tergantung pada tonggak tempat tidurmu itu sangat sangat
seksi?"
Aku melemparkan sebuah tatapan tajam padanya. "Aku ingin
sesuatu yang bisa aku pakai di kencan kita sehingga kau akan
menginginkan untuk melepaskannya dari tubuhku dengan gigimu.
Aku ingin jadi seksi!"
Cuping hidungnya mengembang dan dia berbalik menjauh. Sebelum
aku bahkan sempat berpikir apa yang sedang dia lakukan, dia
mengunci pintu di belakangnya dan tiba-tiba di depanku. "Berdiri,
Em." Ketika aku tidak bergerak dia mengambil tanganku dan menari
ku agar berdiri. Jari-jari lembut mengangkat daguku, memaksaku
untuk bertemu dengan pandangan intens biru dinginnya. "Pernahkah
aku berbohong padamu, baby girl?"
Menggigit bibirku, aku menggeleng. Nik selalu mengatakan
Bab 13
Aku tidak mempunyai teman wanita. Aku dibesarkan oleh empat
rocker. Hal ini sedikit tidak mengherankan jika aku tidak tertarik
untuk berbelanja. Kemarin malam untuk pertama kalinya aku ingin
memiliki gaun. Bayi ini begitu membuatku kehilangan pikiranku!
Semua yang aku inginkan adalah untuk merasa cantik, seksi. Tetapi
aku tidak ingin menghilangkan jati diriku. Aku tidak ingin gaun
desainer. Aku mungkin akan muntah jika aku menghabiskan lebih
dinding-dinding yang aku bangun untuk saat seperti ini. Aku hamil
dengan bayinya, Sialan! Nik menghabiskan berjam-jam membuatku
datang ke dalam pelukannya semalam sebelumnya.
Jadi sementara dia tersenyum dan tertawa dan membiarkan mereka
menyentuhnya aku berbalik dan pergi. Kecemburuan memakanku
seperti penyakit dan aku begitu marah pada Nik karena membiarkan
mereka menyentuhnya, bahwa dia membiarkan mereka
mendorongku keluar seperti aku tidak berarti. Bagian otakku yang
lebih rasional mencoba untuk memahami hal itu. Berusaha untuk
membuatku melihat bahwa dia hanya memainkan bagiannya,
bermain berlebihan pada penggemarnya. Tetapi sebagian besar
penggemar yang datang lebih banyak penggemar perempuan
Demons Wing aku sanksi jika mereka bahkan mendengarkan musik
mereka. Atau apakah itu hanya tentang tidur bersama seorang rocker
seksi? Dari apa yang telah aku saksikan selama bertahun-tahun
alasan yang terakhir lebih mendekati garis kebenaran daripada
alasan yang pertama.
Teleponku mulai memainkan Ashes oleh Demons Wing dan aku
mendelik turun pada benda yang berada dalam genggamanku untuk
melihat wajah Nik tersenyum kearahku di layar iPhone. Alih-alih
menjawab aku naik ke eskalator dan pergi ke lantai dua. Aku tidak
dapat menghadapinya sekarang. Tak ada yang tahu apa yang akan
aku lakukan jika aku melihatnya saat ini.
Menampar wajah tampannya? Menendang tepat di bolanya?
Mengakui bahwa aku obsesif jatuh cinta padanya? Aku tidak akan
melakukan itu. Sudah cukup buruk bahwa ia tahu betapa aku
menginginkannya, sejauh aku akan membungkuk hanya untuk
masuk ke dalam celananya.
"Em?" Aku tidak melihat kerel ketika aku mendengar dia panik dan
memanggil namaku dari lantai bawah. Biarkan dia khawatir. Beri
waktu lima menit dan dia akan dikelilingi oleh gadis-gadis lagi dan
aku hanya akan menjadi yang kedua. Persetan dengan itu, dan
setubuhi saja dia!
Sebuah toko menarik perhatianku dan aku pergi tanpa berfikir
tentang hal tersebut. Sekarang, ini adalah toko yang aku inginkan.
Renda kulit hitam, rantai, sutra dan berlubang. Oh, fvck yeah! Ada
seorang gadis yang murung di belakang meja yang cemberut padaku
ketika aku masuk ke dalam. Dia mempunyai semacam majalah rock
di meja yang berada di depannya dan setelah menentukan bahwa aku
tidak layak untuk waktunya, dia kembali ke artikel di depannya.
Aku tersesat dalam membeli pakaian. Celana dalam seksi berwarna
hitam, bra yang cocok. Potongan tinggi dan garter. Gaun hitam
berteriak bahwa itu dibuat untukku. Sebuah rok dengan rantai di
kedua sisinya. Atasan yang memamerkan aset baruku. Sepatu,
sepatu, dan sepatu lagi yang cocok dengan semua pakaian gelapku
yang seksi.
Aku memastikan untuk mendapatkan semuanya dalam ukuran yang
lebih besar jadi aku akan mempunyai sedikit ruang untuk tumbuh
karena kehamilanku akan segera terlihat. Dan saat aku mencoba
sepatu aku menyadari bahwa satu nomor lebih besar dan lebar-lah
yang aku butuhkan, tapi itu tidak mengejutkanku. Aku telah
membaca tentang kaki beberapa wanita tumbuh seperti itu ketika
mereka hamil. Itu aneh tapi nyata.
Gadis di belakang meja menatapku selama aku melemparkan
barang-barangku di atas meja. "Apakah kau menemukan barang
yang kau cari?" tanyanya.
yang sedang menatap Nik dengan heran. Itu tidak mengangguku kali
ini, aku tahu gadis itu adalah penggemar sejati dari band, tidak hanya
karena wajah tampan para personelnya. Aku melihat name tagnya
dan memberikan senyum menghargai. "Terima kasih untuk semua
bantuanmu Beth. Nik, Beth telah sangat membantu hari ini. Aku
menghabiskan tiga ribu tanpa menyadarinya."
Nik mengangkat alis tetapi gadis itu mempersembahkan seringai.
"Terima kasih, Beth."
Aku menarik keluar salah satu dari atasan yang baru saja aku beli,
yang abu-abu, dan meraih spidol di atas meja samping komputer.
Aku menuliskan namaku di belakang dan kemudian menyerahkan
spidol ke Nik tanpa melihatnya. "Tuliskan alamatmu untukku dan
aku akan mengirimkanmu poster yang paling kamu suka dengan
tanda tanda tangan semua personel di atasnya."
"Itu..." Dia menggelengkan kepalanya. "Itu sangat luar biasa. Terima
kasih!"
Aku mengangkat bahu menonton coretan tangannya di selembar
kertas kecil. "Tidak apa-apa. Aku suka bertemu dengan penggemar
sejati Demons Wing. Terima kasih sekali lagi." Nik mengangkat
delapan tas dan mengikutiku keluar toko dengan mengedipkan mata
pada gadis itu.
***
Bab 14
Aku tidur sendirian malam itu. Panggil aku kekanak-kanakan dan
Bab 15
Hormon kehamilan adalah hal yang menakutkan. Mereka
meninggalkanmu pada tumpukan tisu bekas ingus dan bantal
lembab. Mereka membuatmu berpikir tentang hal-hal yang kau
secara normal tak akan pernah kau pikirkan sebelumnnya. Seperti
berlari menjauh dari satu-satunya kehidupan yang pernah kau
ketahui, dari orang-orang yang selalu menjaga dan mencintaimu.
Mereka membuatmu marah pada dunia.
Aku mengunci diriku sendiri di kamar dan menyalakan komputer.
Kami hanya berada di liburan bodoh ini kurang dari seminggu dan
aku sudah berharap ini segera berakhir. Aku ingin Nik dan yang
lainnya menghilang. Aku ingin mereka pergi. Aku ingin...
Aku tidak tahu apa yang aku inginkan, oke!
Semenjak aku berumur lima tahun para priaku sudah ada di dalam
hidupku. Ketika aku pergi untuk hidup dengan mereka saat berumur
lima belas tahun aku tahu bahwa akhirnya aku pulang kerumahku
sebenarnya. Mereka pelabuhan amanku. Aku selalu berpikir bahwa
selama aku memiliki empat pria itu denganku, aku tak akan pernah
khawatir tentang apapun lagi. Namun sekarang aku merenungkan
untuk meninggalkan mereka! Itu adalah pikiran paling menakutkan
yang pernah masuk kedalam otakku.
Aku menghabiskan tiga jam mencari apa yang sebenarnya aku
inginkan lalu berhenti untuk mengecek rekeningku untuk melihat
apa yang aku miliki. Aku punya tiga juta dolar di tabunganku dan
sedikit lebih dari sejuta dolar di rekeningku. Ya, Rich membayarku
dengan baik.
Sebut aku pengecut. Aku tak peduli. Tapi aku tidak akan bertahan
dan diperlakukan lebih dari apa yang aku saksikan ketika aku pulang
dari dokter. Aku tidak cukup stabil secara emosional untuk
menyembunyikan perasaanku ke lelaki bodoh itu dan aku tidak jadi
bodoh jika aku membiarkannya memilki jenis kekuatan itu atas
emosiku segera setelah ia menyadari bahwa aku jatuh cinta padanya.
Mengepak barang-barangku adalah sesuatu yang telah aku kuasai.
Hanya kurang dari satu jam untuk memasukkan semua yang aku
butuhkan kedalam koperku. Setelah mandi aku duduk di ujung
tempat tidur dan menunggu sampai rumah menjadi sepi. Disana ada
punya apa-apa kau akan berjuang untuk apa saja yang kau punya dan
terlalu takut untuk kehilangan itu.
Itulah kenapa malamku dengan Nik sungguh mudah diterima dan
tersimpan di hatiku. Itulah kenapa begitu mudah untuk mencintai
janin yang sedang tumbuh di tubuhku ini. Nik dan aku ditakdirkan
untuk bersama.
"Aku mencintaimu, Em. Dengan seluruh jiwaku aku mencintaimu.
Kau adalah mimpi terindahku yang menjadi nyata dan aku tak akan
pernah membiarkan kau pergi." Bibirnya membelai mataku,
menghisap air mataku. "Aku membutuhkanmu untuk bernapas. Kau
menjaga duniaku tetap melayang ketika semuanya menjadi gila."
"Aku sudah mencintaimu sejak lama Nik." Aku berbisik. "Kau
adalah pengeran kegelapanku yang berbaju baja ketika aku kecil.
Sekarang kau jadi alasanku untuk bangun setiap pagi. Beberapa
tahun terakhir, melihatmu masuk dalam lingkaran hubungan satu
malam, secara perlahan membunuhku. Aku dengan segera membenci
semua wanita yang memandangmu."
"Oh baby, aku sungguh minta maaf. Aku tak tahu." Dia menangkup
wajahku. "mereka tak berarti untukku, Em. Aku bersumpah. Mereka
hanya sesuatu yang mengalihkanku dari melakukan apa yang
seharusnya tidak aku lakukan. Ketika kau datang untuk hidup
bersama kami, aku telah menginginkanmu. Aku pikir aku berubah
menjadi seorang pedofil yang gila dan aku benci diriku sendiri."
Nik mengeluarkan sebuah desahan frustasi, dan aku mengerti
alasannya benci pada dirinya sendiri untuk semua perasaan itu. Aku
bukanlah satu-satunya yang memiliki masa kecil yang mengerikan...
"Kemudian aku menyadari itu hanya dirimu, namun itu tak
Epilog
"Sungguh luar biasa bisa tampil disini untuk kalian, New York!"
Keramaian menggila, berteriak meminta lebih ketika Nik mengakhiri
konser. Ini adalah konser satu hari, yang merupakan tipe konserkonser Demons Wings akhir-akhir ini. Jarang di tur singkat seperti
ini mereka melakukan sebuah pertunjukan malam. Namun para fans
masih tetap kuat. Hanya karena mereka merubah gaya hidup bukan
berarti bahwa Demons Wings kehilangan penggemar mereka.
"Kalian tahu bahwa kami mencintai kalian semua dan tidak bisa
melakukan ini tanpa kalian." Itu adalah cara Nik setiap mengakhiri
konser. Menunjukkan penghargaan dan memastikan bahwa seluruh
anggota band mendapat sorotan.
"Jesse Thornton pada drum mencintai kalian, Shane Stevenson pada
bass memuja kalian, saudaraku Drake disini tergila-gila pada
kalian." Nik menyentuhkan sebelah tangan ke dadanya. "Dan kalian
tahu bahwa dengan pengecualian dua perempuan istimewaku di
dunia kalian adalah hidupku."
Aku tersenyum lebar ketika ia berbalik dan meniupkan sebuah
ciuman padaku, cincin perak di tangan kirinya mencerminkan
cahaya matahari. Tuhan, aku jatuh semakin dalam pada lelaki itu
setiap hari! "Maka, dengan satu lagu terakhir kami akan
meninggalkan kalian. Namun ketahuilah bahwa kalian akan selalu
berada di hati kami!"
"Kalian tahu lagu ini. Telah diminati seluruh dunia, menjadikannya
nomor satu selama empat bulan berturut-turut. Bantulah aku,
bernyanyi bersama."
aku telah berbicara tentang memiliki bayi lagi. Namun itu adalah
sesuatu yang ingin aku tunda sedikit lebih lama. Bahkan jika aku
hanya terbaik kedua bagi Mia, aku tak pernah lelah memanjakan
gadis kecilku ini. Memiliki bayi lagi sekarang akan menghilangkan
itu.
Dia bergelung di kakiku, masih sedikit ketakutan dengan keramaian
yang selalu ada di konser Demons Wings. Tapi karena ayahnya
duduk disana, di panggung dikelilingi oleh semua lelaki di hidupnya
yang Mia tahu tak akan pernah membiarkan dia tersakiti, dia
melepaskanku. Sebelum aku bisa beranjak dia telah berlari, kaki
kecil montoknya bergerak cepat daripada yang pernah aku lihat
sebelumnya.
"Daddy, Daddy, Daddy!" Mia melemparkan dirinya sendiri ke
lengan terbuka ayahnya dan memeluknya erat sambil melanjutkan
bernyanyi hanya untuknya. "Tidurlah bidadariku." Nada suara Nik
melembut yang hanya dia berikan untuk Mia seorang ketika dia
bernyanyi untuknya saat tidur di pelukannya setiap malam.
Aku menggelengkan kepalaku, tahu bahwa pemandangan seorang
rocker besar dengan replika mungil dariku di dalam pelukannya
telah membuat wanita di keramaian jatuh cinta lebih dalam padanya
dalam sesaat. Namun itu tak masalah untukku.
Karena dengan pengecualian dari putri kami, aku adalah satusatunya wanita yang menggenggam hati Nik.
The End