Anda di halaman 1dari 266

All In

(The Blackstone Affair #2)

by

Raine Miller

Sinopsis:
Ethan Blackstone sedang dalam masalah. Dia melanggar kepercayaan yang diberikan Brynne, oleh
sebab itu dia ditinggal pergi olehnya. Tapi Ethan tidak menyerah, ia bertekad untuk mendapatkan gadis
itu kembali. Gairah mereka sangat eksplosif, tapi rahasia mereka bahkan lebih gelap dan lebih
menakutkan.
Kisah ini diceritakan sepenuhnya dari sudut pandang Ethan. Dia kehilangan akalnya karena amarah,
sedih dan sesal. Dia seorang pria patah hati pada awalnya. Sebagian besar novel ini terfokus pada
perkembangan hubungan mereka yang diceritakan dari sudut pandang seorang pria posesif dan
protektif.
Sangat menarik untuk masuk ke dalam kepala seorang alpha male, untuk melihat apa yang
membuatnya tergerak dan apa yang memotivasi dirinya. Ethan adalah seorang pria terobsesi, setiap
menit berisi oleh bayangan Brynne dan ketakutannya akan keselamatannya.
Dengan ancaman politik tertuju pada Brynne, Ethan tak punya pilihan selain berjuang demi Brynne,
mendapatkan kembali cintanya, dan melindunginya dari bahaya yang sangat mungkin membawa
Brynne pergi dari dirinya untuk selamanya. Dia bersedia mempertaruhkan segalanya untuk
mendapatkan Brynne dan membuat dia aman. Dia akan berjuang demi Brynne habis-habisan...
Genre: Novel, Erotika, Roman
Copyright 2012 by Raine Miller

Prolog
Juni 2012
London
Aku meninggalkan Ethan, di lift dia memohon padaku untuk tidak
pergi. Ini adalah hal paling sulit yang harus kulakukan setelah sekian
lama. Tapi meninggalkan dia memang harus aku lakukan. Aku sudah
membuka hatiku untuk Ethan dan mengetahui hal itu sangat
mengejutkan. Aku sudah mendengarnya ketika dia bilang dia
mencintaiku dan aku juga mendengarnya ketika ia mengatakan ia
hanya berusaha untuk melindungi aku dari masa laluku. Aku

mendengarnya dengan keras dan jelas. Tapi itu tidak mengubah fakta
bahwa aku perlu untuk menjauh darinya.
Yang dapat aku bayangkan adalah pemikiran yang menakutkan
terjadi berulang-ulang.
Ethan sudah tahu.
Tapi segala sesuatu tidak selalu apa yang mereka bayangkan. Kesan
yang dibuat tidak bisa mengungkap secara keseluruhan. Pemikiran
yang terbentuk berdasarkan emosi dan bukan pada peristiwa yang
berdasarkan kenyataan. Seperti itulah yang terjadi antara Ethan
dengan aku. Tentu saja aku baru mengetahui ini sekarang, dan pada
suatu saat, ketika aku bisa melewati peristiwa yang telah
membentukku, aku bisa melihat hal seperti ini dari sudut pandang
yang sedikit berbeda.
Dengan Ethan semuanya begitu cepat, intens...membakar. Dari awal,
dia mengatakan padaku tentang banyak hal. Dia mengatakan padaku
bahwa dia menginginkanku. Dan ya, ia bahkan mengatakan ia
mencintaiku. Ia tidak punya masalah untuk mengatakan padaku
tentang apa yang ia inginkan denganku, atau bagaimana perasaannya
terhadapku. Dan maksudku bukan hanya tentang seks. Seks adalah
yang besar dari hubungan kami, tapi itu bukanlah segalanya saat
bersama Ethan. Dia bisa berbagi perasaannya dengan mudah. Ini
adalah caranyabelum tentu denganku.
Aku merasa seperti Ethan terkadang ingin menghabiskan waktu
denganku. Dia seolah menguasaiku sejak pertama kalinya dan yang
pasti seperti seorang kekasih yang selalu minta perhatian, tapi satu
hal yang pasti, aku menginginkan semua yang pernah ia berikan
padaku.

Aku baru mengetahui itu setelah aku meninggalkannya.


Ethan memberiku kedamaian serta keamanan dengan satu cara
dimana aku sebenarnya belum pernah merasa sebagai seorang
dewasa, dan tentu saja belum pernah sebelumnya dalam hal
seksualitasku. Ini hanya bagaimana dia dan kurasa aku memahami
dia sekarang. Dia tidak menuntut dan mengontrol karena dia hanya
ingin mendominasiku, dia seperti itu denganku karena dia tahu
bahwa hal itu adalah apa yang aku butuhkan. Ethan berusaha
memberikanku sesuatu yang aku butuhkan agar hubungan kami
dapat berjalan.
Jadi, sementara hari-hari tanpa dia seakan menyakitkan, tapi
kesendirian sangat penting bagiku. Api gairah kami telah membakar
menjadi panas yang membara, dan kami berdua sudah terbakar
sehingga kami sangat mudah dilanda emosi ketika kami bersamasama. Aku tahu aku perlu waktu untuk penyembuhannya, tapi hal itu
tidak membuat rasa sakit yang menyakitkan hati ini berkurang.
Aku tetap kembali pada ideku yang sama ketika aku pertama kali
mengetahui apa yang dia lakukan.
Ethan tahu apa yang terjadi padaku dan tidak mungkin saat ini ia
bisa mencintaiku.
***

Bab 1
Tanganku berdenyut bersamaan dengan detak jantungku. Semuanya

yang bisa kulakukan sekarang hanyalah bernapas di depan pintu lift


yang tertutup rapat yang membawa dia pergi menjauh dariku.
Pikirkan untuk sesaat!
Mengejar dia bukanlah pilihan yang tepat jadi aku meninggalkan
lobi dan berjalan memasuki ruang istirahat. Elaina ada di sana
sedang membuat kopi. Dia terus menundukkan kepalanya dan
berpura-pura aku tidak ada. Wanita pintar. Aku berharap orang-orang
idiot di lantai ini bisa melakukan hal yang sama atau mereka
mungkin perlu mencari pekerjaan baru.
Aku melemparkan es ke dalam satu kantong plastik dan mendorong
tanganku masuk kedalamnya. Sialan, rasanya sangat menyengat!
Ada darah dibuku-buku jariku dan aku yakin darahku juga ada
dinding sebelah lift. Aku berjalan kembali ke kantorku dengan
tangan terendam es. Aku mengatakan pada Frances untuk
menghubungi bagian maintenance agar datang dan membersihkan
darah di dinding.
Frances mengangguk tanpa ragu dan memandang kantong es di
ujung lenganku. "Apa kau membutuhkan ronsen untuk itu?" Tanya
dia, ekspresinya seperti seorang ibu. Apa yang bisa kubayangkan
seorang ibu setidaknya akan terlihat seperti dia. Aku hampir tidak
ingat ibuku jadi aku mungkin hanya membayangkannya seperti dia.
"Tidak." Aku butuh gadisku kembali, bukan ronsen sialan itu!
Aku berjalan menuju kantorku dan aku mengurung diri di dalam.
Aku mengeluarkan sebotol VanGogh dari kulkas bar dan
membukanya. Menariklaci mejaku, aku mencari sebungkus Djarum
black dan korek api yang biasanya kusimpan di sana. Aku sudah

menghisap rokok yang begitu banyak sejak bertemu Brynne. Aku


harus ingat untuk menyimpan persediaan.
Sekarang semua yang kubutuhkan adalah gelas untuk minum vodka,
atau mungkin tidak perlu. Langsung minum di botol juga tidak
masalah. Aku menenggaknya dengan tanganku yang terluka dan
menyambut rasa sakit ini.
Persetan dengan tanganku, yang patah adalah hatiku.
Aku menatap fotonya. Salah satu foto yang kuambil di tempat
kerjanya ketika ia menunjukkan padaku lukisan Lady Percival
memegang buku. Aku ingat bagaimana aku memakai ponselku
untuk mengambil fotonya dan terkejut melihat hasilnya ternyata
bagus. Sangat bagus malah, aku mendownloadnya dan memesan
cetakannya untuk kupasang dikantorku. Tak peduli itu hanya kamera
dari telepon selulerBrynne tampak cantik dilihat dari lensa
manapun. Terutama dari lensa mataku. Kadang-kadang rasanya
nyaris menyakitkan saat memandangnya.
Aku ingat pagi itu dengan dia. Aku hanya bisa melihatnya di dalam
mata pikirankubetapa bahagianya dia ketika aku mengambil
fotonya saat dia tersenyum saat memandang lukisan tua itu...
***
Aku parkir di tempat parkir Galeri Rothvale dan mematikan mesin.
Ini adalah hari yang suram, gerimis dan dingin, tapi tidak di dalam
mobilku. Adanya Brynne yang duduk di sampingku, mengenakan
pakaian kerja, terlihat cantik, seksi, tersenyum padaku, membuatku
melambung, tapi tahu bagaimana kami baru saja berbagi bersamasama pagi ini begitu dahsyat. Dan aku tidak bicara tentang seks nya
saja. Mengingatnya saat di shower dan apa yang kami lakukan di

sana akan menahanku sepanjang haritapi tahu bahwa aku akan


bertemu dengannya lagi nanti malam, seandainya kami masih
bersama, dia adalah milikku, dan aku bisa membawanya ke tempat
tidur dan menunjukkan padanya sekali lagi. Itu adalah pembicaraan
yang pernah kita lakukan. Aku merasa akhirnya dia seperti
membiarkan diriku masuk meskipun hanya sedikit. Bahwa dia peduli
padaku dengan cara yang sama seperti aku peduli padanya. Dan
sudah waktunya untuk mulai bicara tentang masa depan bersama.
Aku ingin sekali bersamanya.
"Apa aku pernah bilang padamu betapa senangnya aku ketika kau
tersenyum padaku, Ethan?"
"Tidak," jawabku, sambil mememberikan senyuman, "katakan
padaku."
Dia menggelengkan kepalanya mendengar taktikku dan melihat
hujan di luar jendela. "Aku selalu merasa istimewa ketika kau
melakukannya karena kupikir kau tidak banyak tersenyum di depan
umum. Aku akan mendeskripsikanmu sebagai orang yang menahan
diri. Jadi, ketika kau tersenyum padaku aku seperti agak...terhanyut."
"Lihat aku." Aku menunggu dia untuk menanggapi, tahu hal itu akan
terjadi. Ini adalah masalah lain yang belum kami bahas, tapi itu
sudah sangat jelas dari awal. Brynne secara alami submisif padaku.
Dia menerima apa yang ingin aku berikan padanyaJiwa Dom
dalam diriku telah menemukan perenunganku, dan itu hanya satu
alasan tambahan kami bisa sempurna bersama.
Aku membuatmu terhanyut, hah?
Dia mengangkat matanya yang cokelat/hijau/abu-abu kearahku dan

menunggu sementara kejantananku berdenyut keras di balik


celanaku. Aku bisa berhubungan seks dengannya di sini, di dalam
mobil ini dan masih menginginkannya beberapa menit setelahnya.
Dia seperti sebuah candu.
"Ya Tuhan, kau tampak cantik saat kau melakukannya."
"Melakukan apa, Ethan?"
Aku menyelipkan sehelai rambut halus di belakang telinganya dan
tersenyum padanya lagi. "Lupakan saja. Kau hanya membuatku
selalu senang. Aku senang mengantarmu ke tempat kerja setelah aku
memilikimu sepanjang malam."
Dia tersipu padaku dan aku ingin berhubungan seks lagi dengannya.
Tidak, itu tidak tepat. Aku ingin bercinta dengannya...dengan
perlahan-lahan. Aku hanya bisa membayangkan tubuh indahnya
berbaring telanjang untukku menuju kenikmatan dengan berbagai
cara yang bisa kulakukan. Semuanya milikku. Hanya untukku.
Brynne membuat aku merasa segalanya
"Apa kau ingin masuk dan melihat apa yang sedang kukerjakan?
Apa kau punya waktu?"
Aku membawa tangannya ke bibirku dan menghirup aroma kulitnya.
"Kupikir kau tak akan pernah meminta. Tunjukkan padaku, Profesor
Bennett."
Dia tertawa. "Mungkin suatu hari nanti. Aku akan memakai jubah
hitam dan kacamata serta menyanggul rambutku. Aku akan
memberikan kuliah tentang teknik konservasi yang tepat, dan kau

bisa duduk di belakang dan mengalihkan perhatianku dengan


komentar yang tidak pantas sambil mengerling."
"Ahhh, dan apakah kau akan memanggilku ke kantormu untuk
memberi hukuman? Apa kau akan menahanku, Profesor Bennett?
Aku yakin kita bisa menegosiasikan kesepakatan denganku untuk
menghilangkan perilaku yang tidak hormat dariku." Aku
menurunkan kepalaku ke pangkuannya.
"Kau gila," katanya padaku, tertawa dan mendorongku kebelakang.
"Ayo masuk."
Kami berlari menembus hujan bersama, payungku melindungi kami
berdua, tubuh rampingnya menempel ke tubuhku, dengan aroma
bunga dan sinar matahari hingga membuatku merasa seperti pria
yang paling beruntung di planet ini.
Dia memperkenalkan aku pada petugas keamanan tua dan jelas jatuh
cinta padanya, dan membawaku kebelakang memasuki ruangan
besar, seperti ruang studio. Meja-meja besar dan penyangga kanvas
tersusun dengan pencahayaan yang baik dan banyak ruang terbuka.
Dia membawaku melihat satu lukisan cat minyak yang besar,
seorang wanita berambut gelap, serius dengan mata biru yang
menakjubkan, memegang sebuah buku.
"Ethan, silakan memberi salam pada Lady Percival. Lady Percival,
ini pacarku, Ethan Blackstone." Dia tersenyum kearah lukisan itu
seperti mereka adalah teman baik.
Aku membungkukkan setengah badan kearah lukisan itu dan
berkata, "My lady."

"Bukankah dia menakjubkan?" Tanya Brynne.


Aku mempelajari lukisan itu secara pragmatis. "Well, dia adalah
sosok menarik, itu sudah pasti. Dia tampaknya seperti memiliki satu
cerita di balik mata birunya." Aku memperhatikan lebih dekat untuk
melihat buku yang dia pegang dengan bagian depan yang kelihatan.
Tulisan yang sulit untuk dibaca, tapi tidak beberapa lama aku
menyadari tulisannya adalah bahasa Perancis, setelah itu aku lebih
mudah memahaminya.
"Aku sudah meneliti pada bagian itu dan khususnya buku itu," kata
Brynne. "Dia mengalami beberapa kerusakan akibat kebakaran
beberapa dekade yang lalu dan saat ini aku merasa kesulitan karena
api itu telah melelehkan cat dibuku itu. Ini spesial, aku tahu itu."
Aku melihat lagi dan menyuarakan Chrtien. "Ini bahasa Prancis. Itu
adalah nama Christian di sana." Aku menunjuknya.
Matanya membesar dan suaranya bersemangat. "Benarkah?"
"Ya. Dan aku yakin tulisannya mengatakan, Le Conte du Graal.
Kisah tentang Cawan?" Aku menatap Brynne dan mengangkat bahu.
"Wanita dalam lukisan ini disebut Lady Percival, kan? Bukankah
Percival adalah ksatria yang menemukan Cawan Suci dalam legenda
Raja Arthur?"
"Ya Tuhan, Ethan!" Dia meraih lenganku penuh semangat. "Tentu
saja! Percival...itu adalah ceritanya. Kau menemukan jawabannya!
Lady Percival memang memegang buku yang sangat langka. Aku
tahu itu adalah sesuatu yang istimewa! Salah satu cerita pertama
dalam kisah Raja Arthur yang pernah di tulis; itu kembali pada abad
kedua belas. Buku itu adalah Chrtien de Troyes, Kisah Perceval dan

Cawan." Dia menatap lukisan itu, wajahnya bersinar penuh


kebahagiaan dan benar-benar senang, dan aku meraih ponselku dan
mengambil fotonya. Sebuah potret sosok Brynne yang luar biasa
sedang tersenyum kearah Lady Percival.
"Well, aku senang aku bisa membantumu, sayang."
Dia melompat kearahku dan mencium bibirku, lengannya memeluk
erat disekeliling tubuhku. Itu adalah perasaan yang paling
menakjubkan di dunia ini.
"Kau memecahkannya! Kau sangat membantuku. Aku akan
menelpon Mallerton Society hari ini dan memberitahu mereka apa
yang sudah kau temukan. Mereka akan tertarik, aku yakin itu. Ada
pameran ulang tahunnya bulan depan...Aku ingin tahu apakah
mereka ingin memasukkan lukisan ini..."
Brynne meracau, bersemangat menceritakan semuanya padaku
seakan aku ingin tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan buku
langka, lukisan mengenai buku langka, dan konservasi lukisan
tentang buku langka. Wajahnya memerah dengan sensasi seperti
telah memecahkan satu misteri tapi senyum dan ciumannya seakan
sama harganya dengan emas bagiku.
***
...Aku membuka mata dan mencoba untuk mengumpulan
kesadaranku. Kepalaku serasa seperti sudah dipukul dengan papan.
Setengah botol kosong Van Gogh seperti menatapku. Puntung
Djarum bertebaran di atas mejaku di mana pipiku menempel bebas
disana tadi, bau cengkeh dan tembakau yang sudah apak mengisi
hidungku. Aku manarik wajahku dari atas meja dan menyandarkan
kepala ditanganku, disangga oleh siku yang bersandar dengan kuat.

Meja yang sama, tempat aku membaringkan dia dan berhubungan


seks dengannya hanya beberapa jam sebelumnya. Ya, berhubungan
seks. Itu adalah hubungan seks yang benar-benar tanpa penyesalan,
dan begitu menakjubkan hingga mataku seakan tersengat pada
ingatan itu. Lampu ponselku berkedip liar. Aku membaliknya jadi
aku tak harus melihat. Aku tahu bagaimanapun juga tak ada
panggilan dari dia.
Brynne tak akan meneleponku. Dan itu aku yakin sekali. Satusatunya pertanyaan adalah berapa lama sebelum aku mencoba
meneleponnya.
Sekarang sudah malam. Di luar gelap. Di mana dia? Apakah dia
sangat terluka dan marah? Menangis? Sedang di hibur oleh temantemannya? Membenci diriku? Ya, mungkin semua itu benar, dan aku
tidak bisa pergi menemuinya dan membuatnya lebih baik lagi. Dia
tidak menginginkanmu.
Jadi rasanya seperti ini. Sedang jatuh cinta. Sudah waktunya untuk
menghadapi kebenaran tentang Brynne dan apa yang telah
kulakukan padanya. Jadi aku tinggal di kantorku dan
menghadapinya. Aku tidak bisa pulang. Sudah terlalu banyak dia ada
di sana, dan melihat barang-barangnya hanya akan membuatku
benar-benar gila. Aku akan tinggal di sini malam ini dan tidur diatas
sprei yang tidak ada aroma tubuh Brynne diatasnya. Tidak memiliki
dia di sana. Gelombang kepanikan seakan mengiris ke dalam diriku
dan aku harus bergerak.
Aku mengangkat pantatku dari kursi dan berdiri. Aku melihat
robekan kain merah muda di lantai dekat kakiku dan tahu apakah itu.
Celana dalam lacey yang aku lepas darinya selama kejadian di atas

mejaku.
Sialan! Teringat di mana aku berada ketika pesan dari ayahnya
masuk ke teleponku. Sedang terkubur di dalam dirinya. Terasa
menyakitkan untuk meraba sesuatu yang terakhir menyentuh
kulitnya. Aku mengusap kain itu dan menaruhnya ke dalam sakuku.
Shower seperti memanggil-manggil namaku.
Aku berjalan melalui pintu belakang menuju kamar suite dengan
satu tempat tidur, satu bak mandi, TV dan dapur kecilsemuanya
merek papan atas. Tempat tidur untuk bujangan yang sempurna
sebagai pria profesional yang sibuk bekerja sampai lembur hingga
percuma saja untuk pulang ke rumah.
Atau lebih tepatnya seperti tempat untuk berhubungan seks. Ini
adalah tempat di mana aku mengajak wanita jika aku menginginkan
seks dengan mereka. Setelah jam kerja, tentu saja, dan mereka tidak
pernah tinggal sepanjang malam. "teman kencan"ku segera keluar
jauh sebelum fajar. Semua ini terjadi sebelum aku bertemu Brynne.
Aku tak pernah ingin mengajaknya ke sini. Dia berbeda sejak awal.
Spesial. Gadis cantik Amerika-ku.
Brynne bahkan tak tahu tentang suite ini. Dia akan menemukan
jawabannya dalam dua detik tentang tempat ini dan akan
membenciku karena mengajaknya masuk ke suite ini. Aku mengusap
dadaku dan mencoba untuk mengabaikan rasa sakit yang membakar
ini. Aku menyalakan shower dan menanggalkan pakaian.
Saat air panas mengucur di atasku, aku sedang bersandar di dinding
keramik dan menyiram persis di mana aku berada. Kau tidak
bersamanya! Kau mengacaukan segalanya, dan dia tidak
menginginkanmu sekarang.

Brynne-ku sudah meninggalkan aku untuk kedua kalinya. Pertama


kali dia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di tengah malam
karena ia di teror oleh sebuah mimpi buruk. Kali ini dia hanya
berbalik dan berjalan menjauh dariku tanpa menengok ke belakang.
Aku bisa melihat diwajahnya dan itu bukan ketakutan yang
membuatnya pergi. Itu adalah pengungkapan yang sangat
menyakitkan karena dikhianati, menemukan aku telah menyimpan
kebenaran dari dirinya. Aku telah menghancurkan kepercayaannya.
Aku bertaruh terlalu tinggi yang menyebabkan kehilangan dirinya.
Keinginan untuk menariknya kembali dan membuat dia tinggal
begitu besar hingga aku harus meninju dinding dan kemungkinan
ada sesuatu yang retak ketika aku menahan diri untuk meraihnya.
Dia mengatakan padaku jangan pernah menghubunginya lagi.
Aku mematikan shower dan melangkah keluar, suara menyedihkan
dari tetesan air yang mengalir membuat dadaku terasa lebih sakit
lagi karena kehampaan. Aku menarik handuk mewah dan
mengeringkan kepalaku. Aku menatap tubuhku di cermin saat
wajahku terlihat. Telanjang, basah, dan menyedihkan. Hanya seorang
diri. Aku menyadari kebenaran lain saat aku menatap bajingan
brengsek yaitu diriku sendiri.
Jangan pernah adalah waktu yang sangat lama. Aku mungkin bisa
memberinya waktu satu atau dua hari, tapi jangan pernah adalah
mutlak tidak bisa diterima.
Kenyataan bahwa dia masih membutuhkan perlindungan dari
ancaman yang terbukti bisa berbahaya tidaklah berubah. Aku tidak
akan membiarkan sesuatu terjadi pada wanita yang sangat kucintai.
Tidak pernah.

Aku tersenyum di depan cermin, kecerdasanku menggelikan bahkan


untuk diriku sendiri di saat aku dalam kondisi menyedihkan, karena
aku baru saja menemukan contoh sempurna dari penggunaan yang
tepat untuk kata tidak pernah.
***

Bab 2
Hari kedua dari pengasinganku dari Brynne dan ini meyebalkan.
Aku bergerak kemana-kemana dan melakukan banyak hal tapi tidak
terasa benar. Berapa lama aku bisa seperti ini? Haruskah aku
meneleponnya? Jika aku berpikir tentang situasiku terlalu banyak,
ketakutan mulai menyelinap masuk jadi aku meninggalkan pikiran
itu. Aku meninggalkan dia sendirian. Ruang kosong dalam diriku
mendorong untuk melakukan tindakan tapi aku tahu itu terlalu cepat
untuk mencoba mencari dia. Dia butuh sementara waktu dan aku
telah membuat kesalahan ini sebelumnya. Menekan terlalu cepat dan
terlalu keras padanya. Dan menjadi seorang bajingan egois
seutuhnya.
Aku parkir di jalan samping rumah di mana aku dibesarkan. Rumput
sangat rapi, gerbang lurus dan semak-semak selalu dipotong rapi.
Dad tidak akan pernah pergi dari sini. Bukan rumah di mana ia
berada dengan ibuku. Ayahku memberi makna baru tentang istilah
'orang tua keras kepala' dan ini adalah di mana ia akan mati suatu
hari nanti.
Aku mengambil bir dingin dari kursi dan masuk melalui pintu
gerbang. Seekor kucing hitam berlari di depanku dan menunggu. Dia

bukan anak kucing dan bukan juga kucing dewasa. Seekor kucing
remaja kukira. Dia duduk tepat di depan pintu dan berbalik dan
menatapku. Mata hijau terang berkedip seolah-olah mengatakan
padaku untuk buru-buru membukakan pintu dan membiarkan dia
masuk ke rumah. Kapan sih Ayah mendapat seekor kucing?
Aku membunyikan bel dan kemudian membuka pintu dan
menjulurkan kepalaku masuk. "Ayah?" Si kucing melesat ke dalam
rumah lebih cepat dari kecepatan cahaya dan semua yang bisa
kulakukan hanya menatap. "Kau punya kucing sekarang?" Seruku
dan pergi ke dapur. Aku meletakkan bir di lemari es dan
menjatuhkan diri di sofa.
Menunjuk remote control ke depan, aku menyalakan televisi.
Kejuaraan Eropa. Sungguh sempurna. Aku bisa fokus pada sepak
bola selama beberapa jam, mudah-mudahan minum empat dari enam
bir dan melupakan gadisku untuk sementara waktu. Dan menangis
pada ayahku.
Aku menyandarkan kepala ke belakang dan memejamkan mata.
Sesuatu yang berbulu dan lembut naik ke pangkuanku. Kucing itu
kembali.
"Ahh, bagus kau berada di sini, dan aku melihat kau sudah bertemu
Soot." Ayahku berjalan di belakangku.
"Kenapa kau mendapat kucing?" Aku tidak bisa menunggu untuk
mendengar jawaban ini. Kami tidak pernah memiliki kucing saat
tumbuh besar.
Ayahku mendengus dan duduk di kursinya. "Aku tidak
mendapatkannya. Kau bisa mengatakan bahwa dia yang

mendapatkanku."
"Aku bisa membayangkan." Aku membelai tanganku ke bawah
tubuh ramping Soot. "Dia masuk begitu saja ke dalam rumah ketika
aku membuka pintu depan seperti dia pemilik tempat ini."
"Tetanggaku memintaku untuk memberinya makan sementara ia
pergi untuk merawat ibunya yang sakit parah. Dia harus pindah ke
rumah ibunya dan aku mendapatkannya secara otomatis. Kami
saling memiliki pemahaman kurasa."
"Kau dan si tetangga, atau kau dan si kucing?"
Ayahku menatapku tajam, matanya menyipit. Jonathan Blackstone
secara alami sangat perseptif. Selalu. Aku tak pernah bisa
menyembunyikan apapun darinya. Dia selalu tahu kalau aku pulang
mabuk dan ketika aku mulai merokok, atau jika aku kesulitan saat
masih remaja. Aku kira dia selalu seperti itu karena ia adalah orang
tua tunggal untuk sebagian besar hidup kami. Kakak perempuanku
Hannah dan aku tidak pernah diabaikan meskipun kami kehilangan
ibu. Indranya lebih tajam dan ia bisa mengendus masalah seperti
anjing pelacak. Dia melakukannya sekarang.
"Apa yang terjadi padamu, Nak?"
Terjadi pada Brynne.
"Itu terlihat, ya?" Kucing mulai mendengkur di pangkuanku.
"Aku tahu anakku sendiri dan aku tahu ketika sesuatu yang aneh
terjadi padamu." Ayahku meninggalkan ruangan selama satu menit.
Ia kembali dengan dua bir dan memberiku satu. "Bir Meksiko?" Dia

mengangkat alisnya padaku dan aku bertanya-tanya apakah aku


terlihat dengan cara yang sama ketika aku melakukannya. Brynne
telah berkomentar pada alis melengkungku lebih dari sekali.
"Ya. Ini enak dengan sepotong lemon dimasukkan ke leher
botolnya." Aku meneguk birnya dan mengelus teman hitam baruku.
"Ini seorang gadis. Brynne. Aku bertemu dengannya, dan aku jatuh
cinta padanya, dan sekarang dia meninggalkanku." Singkat dan
manis. Apa lagi yang ada bisa dikatakan pada ayahku sendiri? Ini
adalah semua yang penting atau semua yang bisa aku pikirkan. Aku
sakit karenanya dan dia telah meninggalkanku.
"Ahhh, well itu lebih masuk akal." Ayah berhenti sejenak seolaholah membiarkan semua kata-katanya meresap. Aku yakin dia
terkejut dengan kenyataan itu. "Anakku, aku tahu aku sudah pernah
bilang sebelum ini jadi ini bukan berita, tapi kau mendapatkan
ketampananmu dari Ibumu, istirahatlah jiwanya. Yang kau dapatkan
dariku adalah namaku dan mungkin bentuk tubuhku. Dan anugerah
akan bentuk tubuh Adonis-mu membuat sangat mudah bagimu
dengan wanita."
"Aku tidak pernah mengejar wanita, Dad."
"Aku tidak mengatakan kau melakukannya, tapi intinya adalah kau
tidak perlu mencari. Mereka mengejarmu." Dia menggeleng
mengingat hal itu. "Ya Tuhan, kau memiliki wanita yang berteriakteriak padamu. Aku yakin kau akan terjebak menghamili seorang
gadis dan membuatku menjadi kakek jauh sebelum waktu yang
seharusnya." Dia memberiku pandangan yang menyatakan ia
menghabiskan lebih banyak waktu mengkhawatirkan ini daripada
yang ia inginkan.

"Tapi kau tidak pernah..." Nada suara Ayahku melemah dan terlihat
agak sedih di matanya. Setelah selesai sekolah aku dikirim ke kamp
militer dan meninggalkan rumah. Dan hampir tidak pernah
kembali...
Ayah menepuk lututku dan meneguk birnya.
"Aku tidak pernah menginginkan orang lain seperti aku
menginginkannya." Aku menutup mulutku dan mulai sungguhsungguh minum bir. Seseorang mencetak gol dalam permainan dan
aku memaksakan diri untuk menonton dan membelai si kucing.
Ayah menunggu dengan sabar sementara waktu tapi dia punya
pertanyaan akhirnya. "Apa yang kau lakukan yang membuatnya
meninggalkanmu?"
Rasanya sakit hanya mendengar pertanyaan itu. "Aku berbohong. Itu
adalah kebohongan karena tidak mengatakan semuanya tapi tetap
saja aku tidak menceritakan kebenaran dan dia tahu." Aku
memindahkan kucing dari pangkuanku dengan hati-hati dan pergi ke
dapur untuk mngambil bir lain. Aku malah membawa kembali dua
botol.
"Kenapa kau berbohong padanya, Nak?"
Aku bertemu mata gelap ayahku dan berbicara sesuatu yang aku
tidak pernah katakan sebelumnya. Belum pernah sebenar ini
sebelumnya. "Karena aku mencintainya. Aku mencintainya dan tidak
ingin menyakitinya dengan membawa sebuah memori yang
menyakitkan dari masa lalu."
"Jadi kau sudah jatuh cinta." Dia mengangguk kepalanya mengerti

dan menatapku. "Yah Kau punya semua tanda-tandanya. Aku


seharusnya menyadari ketika kau muncul di sini tampak seperti kau
tidur di bawah jembatan."
"Dia meninggalkanku, Ayah." Aku mulai pada bir ketiga dan
menarik kucing kembali ke pangkuanku.
"Kau telah mengatakan itu." Ayah berbicara datar dan terus
menatapku seperti aku mungkin sama sekali bukan anaknya tapi
makhluk alien jadi-jadian. "Jadi, mengapa kau berbohong pada
wanita yang kau cintai? Yang terbaik adalah menceritakannya,
Ethan."
Ini ayahku dan aku percaya dia dengan hidupku. Aku yakin tidak ada
orang lain yang akan aku beritahu, selain kemungkinan kakakku.
Aku menarik napas panjang dan menceritakan padanya.
"Aku bertemu dengan ayah Brynne, Tom Bennett, di sebuah
turnamen poker di Las Vegas bertahun-tahun lalu. Kami langsung
akrab dan ia pandai bermain kartu. Tidak sebagus sepertiku, tapi
kami mengembangkan persahabatan. Dia menghubungiku baru-baru
ini dan meminta bantuan. Aku tidak akan melakukannya. Maksudku,
melihat pada apa yang sudah aku miliki saat ini dengan pekerjaanku.
Aku tidak bisa memberikan perlindungan untuk seorang mahasiswa
seni sekaligus model Amerika ketika aku harus mengatur keamanan
VIP untuk Olimpiade!"
Kucing itu tersentak. Ayah hanya mengangkat alis dan duduk
nyaman di kursinya. "Tapi kau melakukannya," katanya.
"Ya, aku melakukannya. Aku melihat foto yang ia kirimkan padaku
dan aku penasaran. Brynne melakukan modeling sebagai pekerjaan

sampingan dan dia ... begitu cantik."


Aku berharap aku punya potretnya di rumahku. Tapi perjanjian
pembeliannya adalah bahwa itu tetap tinggal dipajang di galeri
Andersen selama enam bulan.
Ayahku hanya menatapku dan menunggu.
"Jadi aku tiba di acara galeri dan membeli potret sialan itu dalam
beberapa saat setelah melihatnya, seperti seorang penyair atau apa!
Segera setelah aku bertemu dengannya aku sudah siap untuk
mengirim penjaga untuk menjaganya jika perlu."
Aku menggelengkan kepalaku. "Apa yang terjadi padaku, Ayah?"
"Ibumu suka membaca semua puisi karya para penyair. Keats,
Shelley, Byron." Dia tersenyum sedikit. "Ini terjadi seperti itu
kadang-kadang. Kau menemukan seseorang untukmu dan itu semua
memang seharusnya. Pria telah jatuh cinta dengan wanita sejak dulu
kala, Nak. Kau akhirnya berhasil sampai ke antrian terdepan." Ayah
mengambil tegukan lain birnya.
"Mengapa...Brynne, membutuhkan perlindungan?"
"Anggota Kongres yang meninggal dalam kecelakaan pesawat itu
telah mendapat pengganti. Namanya adalah Senator Oakley dari
California. Nah, sang senator memiliki seorang putra, Lance
Oakley, yang pernah pacaran dengan Brynne. Ada beberapa
masalah...dan rekaman seks" Aku berhenti sejenak dan menyadari
betapa mengerikannya itu terdengar oleh ayahku.
"Tapi dia dulu hanya seorang gadis yang sangat beliahanya tujuh

belas dan sangat terluka oleh pengkhianatan itu. Oakley adalah


orang yang benar-benar brengsek padanya. Brynne sering
mengunjungi seorang terapis... " Aku terdiam bertanya-tanya
bagaimana ayahku memahami semua ini. Aku minum bir lagi
sebelum memberitahu bagian terakhir.
"Sang Anak dikirim ke Irak dan Brynne datang untuk belajar di
Universitas London. Dia mempelajari seni dan melestarikan lukisan,
dan dia benar-benar brilian dalam hal itu."
Ayah membuatku terkejut dengan tidak bereaksi terhadap semua
keburukan yang baru saja aku katakan. "Aku mengasumsikan bahwa
sang senator tidak ingin publisitas tentang anaknya berperilaku
buruk untuk menjadi berita." Dia tampak kesal. Ayahku membenci
politisi tidak peduli kewarganegaraan mereka.
"Senator dan partai kuat yang mendukung dia. Sesuatu seperti ini
akan membuat mereka kalah dalam pemilu."
"Bagaimana dengan partai lawan? Mereka akan mencari sekeras
mungkin apa yang orang-orang Oakley berusaha kuburkan," Kata
ayahku.
Aku menggeleng kepala bertanya-tanya. "Mengapa kau tidak bekerja
untukku, yah? Kau bisa melakukannya. Kau dapat melihat gambaran
yang lebih besar. Aku membutuhkan sekitar sepuluh orang
sepertimu," kataku kecut.
"Ha! Aku sangat senang untuk membantu ketika kau
membutuhkanku tapi aku tidak melakukannya untuk dibayar."
"Ya, aku sangat menyadari hal itu," kataku, sambil mengangkat satu

tangan. Aku telah mencoba untuk mendapatkan dia agar bekerja


padaku untuk waktu yang lama dan itu adalah semacam lelucon di
antara kami. Dia tidak akan pernah mau menerima uang apapunsi
orang tua keras kepala bodoh.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi untuk menunjukkan bahwa
Brynne-mu membutuhkan perlindungan? Tampaknya sedikit benarbenar mengkhawatirkannya. Apa yang ayahnya minta darimu?"
"Putra senator itu masih menemukan masalah tampaknya. Dia ada di
rumah sedang cuti dan salah satu teman-temannya terbunuh dalam
perkelahian di sebuah bar. Suara lebih keras bermunculan yang
politisi benci karena suatu alasan. Hal ini akan menyebabkan mereka
menggali ke tempat-tempat yang mereka tidak ingin orang-orang
tahu. Hanya bisa menjadi insiden yang terisolasi, tapi teman yang
mati itu tahu tentang video tersebut. Ayah Brynne terus waspada
penuh pada saat ini. Kata-katanya, "Ketika orang-orang yang tahu
tentang video itu ditemukan mati, maka aku perlu untuk melindungi
putriku. '" Aku mengangkat bahu. "Dia memintaku untuk
membantunya. Aku berkata tidak pada awalnya dan menawarkan
rujukan ke perusahaan lain, tapi ia mengirimkanku fotonya di
email."
"Dan kau tidak bisa mengatakan tidak setelah kau melihat fotonya."
Ayah mengatakan itu sebagai sebuah pernyataan. Aku tahu bahwa ia
mengerti bagaimana perasaanku tentang Brynne.
"Tidak Aku tidak bisa." Aku menggelengkan kepalaku. "Aku
terpesona. Aku pergi ke pertunjukan galeri dan membeli fotonya.
Dan ketika dia datang ke ruangan, Ayah, aku tidak bisa mengalihkan
pandangan darinya. Dia bermaksudkan untuk berjalan sendiri naik
kereta bawah tanah The Tube dalam gelap sehingga aku

memperkenalkan diri dan meyakinkan dirinya untuk membiarkan


aku membawanya pulang di mobilku. Aku mencoba untuk
meninggalkan dia sendiri setelah itu. Aku benar-benar ingin..."
Dia tersenyum lagi. "Kau selalu menjadi seorang pelindung."
"Tapi itu menjadi jauh lebih berarti bagiku dari hanya sekedar
pekerjaan. Aku ingin bersama Brynne..." Aku memandang ayahku
duduk dengan tenang dan mendengarkan, tubuh besar masih sehat
untuk seorang pria enam puluh tiga tahun. Aku tahu bahwa ia
mengerti. Aku tidak perlu menjelaskan lagi tentang motivasiku dan
bagian yang ini membuatku lega.
"Tapi dia tahu bahwa ayahnya menyewamu untuk melindunginya?"
"Ya. Dia mendengar panggilan telepon di kantorku. Ayahnya marah
besar ketika ia menyadari kami berkencan dan menanyakan padaku
tentang itu." Aku pikir ayahku mungkin juga paham seluruh
kekacauan itu.
"Aku membayangkan dia merasa dikhianati dan terekspos. Jika masa
lalunya dengan putra sang senator, atau siapa pun, adalah sesuatu
yang kau tahu, dan tidak katakan padanya kau tahu?" Ayah
menggelengkan kepalanya.
"Apa yang kau pikirkan? Dan dia harus diberitahu tentang kematian
cowok yang lain itutentang kemungkinan ancaman ke arah
dirinya. Dan bahwa kau mencintainya. Dan bahwa kau berniat untuk
tetap menjaganya. Seorang wanita membutuhkan kebenaran, Nak.
Kau harus menceritakan semua jika kau ingin dia mempercayaimu
lagi."

"Aku sudah mengatakan padanya." Aku mengembuskan napas kuat


dan menyandarkan kepalaku kembali di sofa untuk melihat langitlangit. Soot menggeliat dan mengatur kembali dirinya di
pangkuanku.
"Nah, berusaha lebih keras. Mulailah dengan kebenaran dan
lanjutkan dari sana. Apakah dia akan menerimamu atau tidak. Tapi
kau juga jangan menyerah. Kau harus terus mencoba."
Aku mengambil ponselku dan mengambil gambar Brynne yang
sedang melihat lukisan itu dan mengulurkannya untuk Ayah. Dia
tersenyum saat ia mengamati foto dia melalui kacamatanya. Sebuah
kesan kenangan di matanya mengingatkanku dia sedang memikirkan
ibuku. Dia menyerahkannya kembali setelah beberapa saat.
"Dia seorang gadis cantik, Ethan. Aku harap kita mendapatkan
kesempatan untuk bertemu suatu hari nanti." Ayah menatap lurus di
mataku dan mengatakan kepadaku seperti ini. Tidak ada simpati,
hanya kebenaran yang brutal. "Kau harus mengikuti kata hatimu,
Nak...tidak ada yang bisa melakukannya untukmu."
***
Aku meninggalkan tempat ayahku kemudian pada sore hari, pulang
ke rumah dan berolahraga selama tiga jam di gym ku. Aku terus
melakukannya sampai seluruh tubuhku nyeri otot dan bau
berkeringat. Merendam diri dalam bak mandi berbuihku setelah itu
rasa enak. Dan merokok. Aku merokok terlalu banyak sekarang. Itu
tidak baik untukku dan aku perlu untuk menguranginya. Tapi sialan,
dorongan itu begitu kuat. Bersama Brynne telah cukup
menenangkanku sehingga aku tidak menginginkan hal itu terlau
banyak, tapi sekarang dia sudah pergi, aku merokok tidak putus
seperti pembunuh berantai yang kami jadikan candaan dalam

percakapan pertama kami.


Aku menggantungkan Djarum dibibirku dan menatap gelembung.
Brynne sangat suka berendam. Dia tidak memiliki bak di
apartemennya dan mengatakan padaku dia merindukannya. Aku
menyukai ide dia telanjang di bak mandiku. Dia telanjang...Ini
adalah sesuatu yang benar-benar tidak baik untukku berpikir tentang
hal itu tapi aku menghabiskan berjam-jam melakukannya. Dan jika
aku beralasan mengapa, merupakan dasar untuk segala sesuatu yang
telah terjadi dengan kami. Dia Telanjang...foto yang dikirim Tom
Bennett padaku adalah foto yang sama yang aku beli di pameran.
Dari pandangan pragmatis itu hanya gambar telanjang tubuh indah
yang siapapun akan menghargai, laki-laki atau perempuan.
Tapi bahkan dengan sedikit keterangan yang dia katakan padaku di
awal, dipasangkan dengan fotonya dalam semua kerentanan, daya
tarik, dan keindahan yang mencolok, pemikiran bahwa dia bisa
berada dalam bahaya atau seseorang yang sengaja akan
menyakitinya, memusatkanku untuk pergi keluar ke jalanan dan
membawanya dengan aman ke dalam mobilku. Aku hanya tidak bisa
berjalan menjauh darinya dan menjaga hati nuraniku utuh. Dan
setelah kami bertemu pikiranku menggila dengan fantasi. Semua
yang aku bisa lihat di kepalaku sementara kami berbicara
adalah...Dia telanjang.
Bak mandiku mulai kehilangan panas dan daya tariknya setelah satu
jam. Jadi aku keluar dan berpakaian dan pergi mencari buku. Surat
dari John Keats ke Fanny Brawne.
Sesuatu yang Ayah sebutkan mengingatkanku tentang itu. Dia
mengatakan ibuku mencintai membaca puisi karya penyair besar.

Aku tahu Brynne menyukai Keats. Aku menemukan buku itu di sofa
di mana dia jelas pernah membacanya dan bertanya padanya tentang
hal itu. Brynne mengakui kecintaannya pada Keats dan ingin tahu
mengapa aku bahkan memiliki buku itu di rumahku. Aku
mengatakan padanya bahwa ayahku selalu memberiku buku-buku
yang orang-orang tidak sengaja tertinggal di taksinya. Dia benci
untuk melemparkan mereka keluar sehingga ia akan membawa
mereka pulang setiap kali ia memperoleh sesuatu yang layak. Ketika
aku membeli apartemenku, dia menyeret beberapa kotak buku-buku
untuk mengisi rak-rak dan itu pasti tersimpan di garasinya. Aku jujur
bilang padanya bahwa aku tidak pernah membaca Keats.
Aku sedang membacanya sekarang.
Aku menemukan bahwa Keats memiliki cara sendiri dengan katakata. Bagi seorang pria yang meninggal di usia hanya dua puluh
lima, ia bisa mengekspresikan diri dalam surat-surat kepada
pacarnya ketika mereka terpisah. Dan aku bisa merasakan rasa
sakitnya seperti itu rasa sakitku sendiri. Itu memang rasa sakitku
sendiri.
Aku memutuskan untuk menulis sepucuk surat dengan
menggunakan pena dan kertas. Aku menemukan beberapa kapas
yang bagus di stasioner di kantorku dan membawa buku itu
denganku. Simba mengibaskan siripnya di akuarium ketika aku
berjalan, selalu mengharapkan diberi makanan. Aku sayang pada
hewan yang mengemis jadi aku menjatuhkan krill beku dan
menyaksikan dia melahap itu.
"Dia mencintaimu, Simba. Mungkin jika aku katakan padanya
bahwa kau merindukannya dan mau diberi makan olehnya dia akan
datang kembali." Jadi aku bicara dengan ikan sekarang. Bagaimana

bisa sekarang aku berasa ke titik rendah ini? Aku mengabaikan


dorongan untuk merokok, mencuci tanganku dan duduk untuk
menulis.
Brynne,
"Aku tak tahu bagaimana elastisnya semangatku jadinya,
kesenangan apa yang mungkin aku rasakan dengan hidup di sini
jika mengingatmu tidak begitu berat bagiku. Tanyakan pada diri
sendiri kekasihku apakah kau sangat kejam untuk membuatku
menjadi terkungkung, begitu menghancurkan kebebasanku.
...Semua pikiranku, rasa ketidakbahagiaanku siang dan malam, aku
tidak menemukan sama sekali penyembuh cintaku pada Sang
Cantik, tetapi membuatnya begitu kuat sampai aku sengsara karena
kau tidak bersamaku...Aku tidak bisa membayangkan setiap awal
cinta seperti ini yang kumiliki untukmu selain Sang Cantik." Juli
1819.
Aku tahu kau akan mengenali kata-kata Keats. Aku mulai membaca
buku yang kau sukai. Aku bisa mengatakan bahwa aku memiliki
pemahaman tentang apa yang sekarang orang itu berusaha untuk
ungkapkan ke Miss Brawne tentang bagaimana dia telah
menangkap hatinya.
Seperti kau sudah merebut hatiku, Brynne.
Aku merindukanmu. Pikiran tentangmu tidak pernah
meninggalkanku, dan jika aku bisa mengatakan itu sekali lagi dan
kau percaya padaku, maka aku kira ada beberapa kenyamanan
dalam hal itu. Aku hanya bisa mencoba untuk membuatmu tahu apa
yang aku rasakan.

Aku sangat menyesal untuk menympan pengetahuan tentang masa


lalumu dan bagaimana aku datang untuk memperhatikanmu
menjadi rahasia, tapi kau perlu tahu sesuatu karena itu adalah
kebenaran yang brutal. Aku tidak punya niat untuk mengambil
pekerjaan ini. Aku berencana untuk memberikan ayahmu nama
agensi lain untuk mengamankanmu. Aku tidak bisa melakukan itu,
segera setelah aku bertemu denganmu. Aku ingin memberitahumu
malam itu di jalanan bahwa ayahmu mencoba untuk mengatur
perlindungan tetapi ketika aku melihat bagaimana caramu
memandangku, Brynne, aku merasa sesuatusebuah koneksi
denganmu.
Ada hal-hal yang bergerak dalam diriku dan jatuh pada tempatnya.
Kepingan yang hilang dari teka-tekiku? Aku tak tahu apakah itu,
aku hanya tahu itu terjadi padaku di malam kita bertemu. Aku
mencoba untuk menjaga jarak dan membiarkanmu menyelinap pergi
kembali ke dalam hidupmu, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku
tertarik padamu dari saat pertama aku melihat potretmu. Aku harus
mengenalmu. Dan kemudian untuk bersamamu. Untuk memilikimu
melihatku dan benar-benar melihatku. Aku tahu sekarang bahwa
aku jatuh cinta. Aku jatuh cinta dengan seorang gadis Amerika yang
cantik. Kau, Brynne.
Ada banyak waktu aku ingin mengatakan bagaimana aku datang
untuk menemukanmu malam itu di galeri. Aku berhenti sendiri
setiap kali karena aku takut menyakitimu. Aku bisa melihat
bagaimana ketakutan dirimu ketika kau bangun dengan mimpi
buruk. Aku hanya bisa menebak mengapa, tapi aku akan melakukan
apa saja untuk menjagamu agar tidak terluka. Aku tahu entah suatu
saat akan memberitahumu bahwa ayahmu menyewa keamanan
untuk melindungimu dari musuh-musuh politik yang kuat yang akan

menakut-nakutimu.
Ini membuatku ketakutan juga memikirkan orang ingin
menargetkanmu kesakitan, emosional atau sebaliknya. Aku tahu kau
bilang aku dipecat, tapi jika terjadi sesuatu atau seseorang
menakutimu, aku ingin kau meneleponku dan aku akan datang
kepadamu dalam sekejap. Aku serius tentang hal ini. Hubungi aku.
Kau adalah seseorang yang sangat spesial, Brynne. Aku merasakan
hal-hal denganmuemosi dan ide-ide dan impian, sebuah
pemahaman yang mendalam yang membawaku ke tempat yang aku
tak pernah berpikir aku akan menemukannya dengan orang lain.
Tapi aku punya setan juga. Aku takut menghadapi mereka tanpamu.
Aku tak tahu apa yang aku lakukan sepanjang waktu tapi aku tahu
bagaimana perasaanku padamu. Dan bahkan jika kau membenciku
untuk apa yang aku telah lakukan, aku masih akan mencintaimu.
Jika kau tidak mau melihatku, aku masih akan mencintaimu. Aku
masih akan mencintaimu karena kau adalah milikku. Milikku,
Brynne. Dalam hatiku kau milikku, dan tak seorang pun yang bisa
mengambilnya dariku. Bahkan kau sendiri.
E
***
Seminggu berlalu sebelum aku mengirimkan Brynne suratku.
Minggu terlama dalam hidupku.
Tidak sepenuhnya benar, tapi aku merokok Djarum cukup banyak
yang bisa membuatku bangkrut atau memberiku kanker. Aku
memesan ke toko bunga, bunga ungu dan memasukkan suratnya.
Saat itu hari Minggu sore ketika aku memerintahkan mereka dan
florist mengatakan padaku mereka akan menyampaikannya pada hari

Senin. Aku telah menyuruh mereka mengirimkan ke dia di tempat


kerja bukan apartemennya. Aku tahu dia sibuk dengan kuliah dan
ingin menunggu sampai ujian akhirnya sudah berakhir dan selesai.
Brynne dan aku belum berakhir dan selesai. Ini adalah mantra yang
aku terus yakinkan pada diri sendiri selama hari-hari itu karena itu
satu-satunya pilihan yang bisa aku terima.
***

Bab 3
Mereka membuatmu percaya akan sesuatu yang tidak benar. Mereka
mengatakan padamu berkali-kali, kau menerima apa yang mereka
katakan padamu adalah kebenaran dan bukanlah suatu kebohongan.
Kamu menderita karenanya, seperti itulah kenyataannya. Siksaan
yang paling efektif bukan secara fisiktapi tentu saja secara mental.
Pikiran dapat membayangkan teror jauh lebih mengerikan dibanding
yang pernah bisa kau tanggung secara fisik, seperti halnya dengan
pikiran yang akan mengabaikan rasa sakit secara fisik ketika rasa
sakitnya melebihi apa yang tubuhmu dapat menanggungnya.
Saraf-saraf dipunggungku berteriak seperti cairan asam yang
dituangkan diatas daging yang terluka. Rasa sakit telah
menyesakkanku hingga begitu akut. Aku bertanya-tanya berapa
lama sampai aku jatuh pingsan, dan jika itu terjadi, bisakah aku
bangun lagi di kehidupan ini. Aku ragu apakah aku bisa berjalan
lebih dari beberapa meter. Aku hampir tidak bisa melihat melalui
darah yang keluar dari mataku dan ledakan menuju kepalaku. Aku
akan mati di neraka ini dan mungkin segera. Aku berharap itu
segera. Ayahku dan Hannah tidak boleh melihataku seperti ini. Aku

berharap mereka tak pernah tahu bagaimana aku menemui ajalku.


Aku berdoa semoga tak akan ada video tentang eksekusiku.
Kumohon, ya Tuhan, jangan ada video tentang itu
Tak ada pilihan apapun. Aku tak memiliki keberuntungan ketika
mereka menyergap tim kami. Tak punya keberuntungan ketika
senjataku macet. Tak punya keberuntungan ketika aku tak jadi mati
saat berusaha menghindari penangkapanku. Para keparat ini
mempelajari teknik mereka dari orang Rusia. Mereka senang
mendapatkan tahanan orang Barat. Dan British SF? (pasukan
khusus Inggris) Aku adalah aset yang paling berharga di dalam tim.
Dan benar-benar dikorbankan untuk negaraku. Tak ada pilihan
apapun. Sebuah pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar,
untuk demokrasi, untuk kebebasan.
Persetan dengan kebebasan. Aku tidak memilikinya.
Penyiksaku hari ini senang bicara. Dia tak pernah berhenti bicara
tentang Brynne. Aku benar-benar berharap dia akan menutup
mulutnya yang kotor. Mereka tak tahu di mana Brynne
berada...mereka tak tahu bagaimana menemukan Brynne...mereka
bahkan tak tahu namanya. Aku terus mengatakan pada diriku
sendiri tentang kebenaran ini karena semua yang kupunya hanya
untuk menyelesaikan pekerjaan ini.
Pukulan backhand ke wajahku mengagetkanku. kemudian pukulan
berikutnya membangunkanku sepenuhnya.
"Kami akan membuatmu menonton ketika kami mengambilnya. Dia
akan menjerit seperti seorang pelacur. Seorang pelacur Amerika
yang melakukan foto telanjang. "Dia meludahi wajahku dan
menarik rambut kepalaku kebelakang. "Pacarmu sangat

menjijikkan...dia pantas menerima semua yang akan menimpanya.


Untuk dipakai layaknya pelacur kotor." Dia tertawa padaku.
Aku menatap dan mengingat wajahnya. Aku tak akan pernah
melupakan dan jika kesempatan itu ada aku akan memotong
lidahnya terlebih dulu, sebelum aku membunuhnya. Bahkan jika
pembunuhan itu hanya khayalan saja dalam pikiranku. Dia tidak
suka reaksiku. Di dalam hati aku seperti membeku karena ketakutan.
Bagaimana aku bisa menghentikan dia supaya tidak diculik? Aku
ingin memohon tapi aku tidak bisa. Aku hanya menatap dan
merasakan debaran jantung didalam dadaku, yang membuktikan
bahwa statusku masih hidup. Untuk saat ini.
"Setiap penjaga akan bergiliran di antara pahanya. Kemudian
ketika nafsu mereka mengendur dia mungkin menonton saat kami
memenggal kepalamu. Kau tahu ini akan menjadi caramu untuk
bertemu dengan ajalmu, kan?" Dia menahan leherku untuk
mendongak dan menyeret jarinya melintas tenggorokanku. "Kau
akan minta ampun seperti babi, kau...akan dipenggal. Lantas kau
tak akan bangga karenanya." Dia tertawa di depan wajahku,
giginya kuning menyala di bawah kumisnya. "Lalu kami akan
membunuh pelacur Amerika-mu dengan cara yang sama"
Aku langsung duduk tegak di tempat tidurku dengan terengah-engah,
tanganku memegang kemaluanku dan keringat menetes. Aku
bersandar di kepala ranjang dan mengingat-ingat di manakah aku
berada...dan syukurlah aku tidak disana. Kau tidak ada disana lagi.
Itu hanya mimpi. Itu sudah lama sekali.
Mimpi burukku seperti sesuatu yang diambil dari segala hal buruk
yang pernah terjadi padamu, dan diaduk bersama menjadi satu
seduhan yang mengerikan, dan kau harus berendam didalamnya.

Aku memejamkan mata dengan lega. Brynne bukanlah bagian dari


ketakutanku saat di Afghanistan. Dia ada disini sampai sekarang.
Brynne tinggal di London, bekerja dan mengambil gelar sarjananya.
Itu hanya pikiran bawah sadarmu yang dicampur menjadi satu
dengan segala sesuatu yang buruk. Brynne masih aman berada di
kota ini.
Dia hanya tidak bersamaku lagi.
Aku melihat kemaluanku, panas dan keras dan kepalan tanganku
membungkus di sekelilingnya. Aku memejamkan mata dan mulai
membelai. kalau aku membuat mataku tetap tertutup, aku bisa
mengingat hari itu di kantorku. Aku butuh pelepasan sekarang. Aku
harus mendapat pelepasan agar aku bisa menghentikan serangan
mimpi buruk yang kacau itu. Apapun hasilnya. Itu adalah
penyelesaian sementara tapi harus dilakukan.
Aku ingat. Pertama kali dia datang menemuiku. Dia memakai sepatu
bot merah dan rok hitam. Aku memintanya untuk duduk di
pangkuanku dan membuat dia orgasme saat tanganku memasuki
dirinya. Begitu seksi penampilannya di kantorku. Dia tampak cantik
ketika klimaks dengan tanganku ada didalam dirinya, dari apa yang
kulakukan padanya, dari apa yang dia rasakan.
Brynne mencoba untuk menjauh dariku dan aku tak ingin
melepasnya. Aku ingat dia harus menarik dirinya keluar dari
pangkuanku. Tapi ketika dia meluncur lalu berlutut, kemudian
menyentuhku melalui celanaku, aku jadi mengerti. Dia bilang dia
ingin mengisapku. Aku tahu aku mencintainya pada saat itu. Aku
tahu karena dia jujur,murah hati dan tidak menipu. Dia tidak
berpura-pura dan sempurna dan milikku.

Tidak, sekarang dia bukan milikmu lagi. Dia meninggalkanmu.


Aku tetap menutup mataku dan mengingat bayangan bibir cantiknya
menutup ujung kemaluanku dan membawa milikku memasukinya.
Bagaimana basah dan hangat serta indah mulutnya yang kurasakan
untuk pertama kalinya. Betapa cantiknya saat itu ketika ia
menelannya dan menatapku dengan misterius, terlihat sangat seksi.
Aku tak pernah tahu apa yang dia pikirkan. Bagaimanapun juga ia
adalah seorang wanita dewasa.
Aku ingat semuanyasuara yang dia buat, rambut panjang
menutupi wajahnya, bibir hangatnya bergeser dengan licin,
genggamannya padaku saat ia memutar dan menarikku ke dalam
mulutnya yang indah itu.
Aku mengingat kembali waktu spesialku dengan Brynne, ketika aku
tersentak menuju klimaks dalam rasanya hampa yang sangat
menyedihkan dan kesendirianku saat ini. Aku harus mengingatnya
atau aku tak akan bisa klimaks. Aku menjerit saat benihku
menembak keluar dari ujung kemaluanku dalam desakan yang
mendekati rasa sakit, seprei di tempat tidurku, tampak cairan putih
mengkilap diatas warna hitam. Ini seharusnya bersama dia! Aku
terengah-engah bersandar dikepala ranjang dan membiarkan
pelepasan menyebar ke seluruh tubuhku, marah karena aku baru saja
masturbasi dengan membayangkannya seperti orang yang kacau
karena putus asa.
Aku tak peduli sedikitpun tentang kekacauan ini. seprei dapat dicuci.
Tapi pikiranku tidak bisa.
Aku bisa mengingatnya setiap kali aku berada di dalam dirinya.

Kekosongan yang menyerangku adalah sesuatu yang nyaris terlihat


kejam, dan klimaks ini jelas tidak bisa menggantikan sesuatu yang
nyata. Rasanya sangat hampa dan sama sekali tidak berguna.
Tak ada cara yang mungkin, Benny! Dia terlalu tampan harus
menggunakan tangannya untuk mendapat orgasme.
Ya, benar. Aku bangun dan melepas seprei dari tempat tidur dan
berjalan menuju shower. Tak ada apapun kecuali dia yang cukup
bagiku.
***
Dia meneleponku sore harinya di ponselku. Aku melewatkan
panggilannya karena ada meeting dengan orang-orang idiot. Aku
ingin menyakiti orang-orang tolol yang telah mengambil waktuku
tapi sebagai gantinya aku menekan pesan suara.
"Ethan, akuaku menerima suratmu." Suaranya terdengar lemah
dan keinginan untuk mendatanginya begitu besar, aku tak tahu
bagaimana aku akan bertahan untuk tetap menjauh darinya. "Terima
kasih atas kirimannya. Bunganya sangat indah. Akuaku hanya
ingin kau tahu bahwa aku sudah bicara dengan ayahku dan dia
mengatakan padaku beberapa hal"
Lalu dia tidak bisa menguasai dirinya. Aku bisa mendengar suara
tangisan yang tertahan. Aku tahu itu, dan rasa sakitnya merobek
hatiku hingga terbuka lebar. "Aku harus pergi...mungkin nanti kita
bisa bicara." Dia berbisik saat mengakhirinya. "Bye, Ethan."
Kemudian dia menutup telepon.
Kupikir aku akan memecahkan kaca ditombol ponselku saat
menekan redial, berdoa semoga ia mengangkatnya dan mau bicara

denganku. Waktu seperti melambat tanpa berhenti saat panggilan


sudah terhubung. Sekali, dua kali, tiga nada dering. Jantungku
berdebar dan kebutuhan udara semakin meningkat
"Hai." Hanya satu kata pendek. Tapi itu suaranya dan ditujukan
padaku. Aku bisa mendengar suara-suara di belakangnya. Sepertinya
suara lalu lintas.
"Brynne ...bagaimana kabarmu? Kau terdengar sedih pada pesanmu.
Aku sedang meeting..." Aku terdiam saat menyadari aku mulai
melantur. Aku memaksa menutup mulutku dan sangat berharap
mendapat rokok kretek hitam yang menyenangkan.
Dia menarik napas dalam-dalam di gagang teleponnya. "Ethan, kau
bilang agar aku menelepon jika terjadi sesuatu yang aneh"
"Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja? Dimana kau sekarang?"
Aku merasa darahku membeku saat mendengar kata-katanya. "Kau
berada diluar?"
"Aku sedang melarikan diri saat ini. Aku harus keluar dari pikiranku
sebentar untuk beristirahat."
"Aku akan mendatangimu. Katakan padaku di mana kau berada."
Dia langsung diam. Aku bisa mendengar suara mobil bergerak di
sekitarnya dan aku benci dipaksa menahan diri dan membayangkan
suatu gambaran di mana dia berada saat ini. Sendirian di jalan.
Sangat rapuh. Tanpa perlindungan.
"Maukah kau memberitahuku, please? Aku ingin bertemu denganmu
kita perlu bicara. Dan aku ingin mendengar apa yang membuatmu

cemas hingga kau meneleponku dan meninggalkan pesan itu


sebelumnya." Sunyi lagi. "Sayang, aku tak bisa membantu jika kau
tidak membiarkanku tahu."
"Apakah kau melihatnya?" Suaranya berubah, menjadi serak.
"Lihat apa?" Aku bersumpah aku hanya ingin pergi menemuinya dan
mendapatkan dia dalam pelukanku. Pertanyaannya tidak
memberikan petunjuk pada awalnya. Keheningan terasa dingin di
ujung sana, membuatku semakin cepat untuk mencari tahu.
"Apakah kau menontonnya, Ethan? Jawab pertanyaanku."
"Rekaman seks-mu dan Oakley?"
Dia mengeluarkan suara yang menyedihkan.
"Sialan, tidak! Brynne..." Kenyataannya bahwa dia menanyakan
padaku tentang hal seperti itu, membuatku marah. "Mengapa aku
melakukan itu"
"Itu sama sekali bukan rekaman seks!" Teriaknya ketelingaku.
Dadaku terasa sakit seperti sebilah pisau ditusukkan padaku.
"Well, itulah apa yang diceritakan ayahmu!" Aku membalas
berteriak padanya, bingung dengan pertanyaannya dan rasanya
kehilangan sekali dengan percakapan kacau yang kami miliki. Jika
aku bisa bicara dengannya secara pribadi, bisa dekat dengannya,
membuatnya menatap mataku dan mendengarkan saat aku bicara,
aku mungkin masih memiliki kesempatan. Tapi memutuskan
pedebatan ini kami harus mendapatkan tempat dengan cepat. Aku
mencoba lagi dengan nada yang lebih masuk akal. "Brynne, tolong

beritahu dimana aku bisa mendatangi tempatmu."


Dia menangis lagi. Aku bisa mendengar suara lembutnya dengan
latar belakang samar-samar suara lalu lintas. Aku juga tidak suka dia
berkeliaran diluar apalagi sendirian. Mobil ngebut di jalan
disekitarnya, pria memandanginya, pengemis mengganggu untuk
minta-minta...
"Apa sih yang dia katakan padamu, Ethan? Apa yang dikatakan
ayahku tentangaku?"
"Aku tak ingin membicarakan ini di telepon"
"Katakan. Padaku." Kemudian dia diam.
Aku memejamkan mataku dengan ketakutan, menyadari bahwa dia
tidak akan menerima apa pun kecuali kebenaran yang sebenarnya,
aku sangat benci untuk mengatakan itu padanya, tapi kutahu aku
harus mengatakannya. Bagaimana memulainya? Aku tak tahu cara
lain selain hanya dengan mengikuti naluriku. Aku mengirim doa
dalam hati kepada ibuku agar diberi kekuatan.
"Dia bilang kepadaku, kau dan Oakley berpacaran waktu sekolah.
Ketika kau masih tujuh belas tahun, Oakley membuat video seks
tanpa sepengetahuanmu dan menyebarkannya di sekolah. Kau putus
sekolah dan mengalami kesulitan setelah itu. Senator mengirim
anaknya pergi ke Irak dan kau datang ke sini untuk belajar dan
memulai hidup dari awal. Sekarang senator itu sedang mencoba
untuk memenangkan pemilihan sebagai wakil presiden dan ingin
memastikan tidak ada yang pernah melihat video itu...atau
mendengar tentang hal itu. Ayahmu mengatakan kepadaku, salah
satu teman Oakley meninggal dalam kondisi yang tidak wajar dan

dia khawatir orang-orang yang berhubungan dengan video itu


mungkin menjadi target...termasuk kau. Hal ini membuat dia cukup
khawatir makanya dia menghubungiku dan meminta bantuanaku
menjagamu dan mengawasi siapa saja yang mungkin bisa
mendekatimu."
Aku akan memberikan apapun untuk mendapatkan rokok sekarang.
Keheningan di ujung sana rasanya menyakitkan untuk
menanggungnya tapi setelah beberapa waktu yang serasa tidak ada
habisnya, aku mendengar kata-kata balasan yang ingin kudengarkan.
Kata-kata yang bisa membuatku membantunya. Sesuatu yang bisa
aku mengerti dan bisa aku kerjakan. "Itulah yang membuatku takut."
Rasa lega melandaku saat mendengar suaranya. Bukan berarti dia
takut tapi dia terdengar seperti membutuhkanku. Sepertinya dia akan
membiarkan aku kembali padanya."Aku tak akan membiarkan
siapapun atau apapun menyakitimu, sayang."
"Aku mendapat pesan aneh diponselku dua hari lalu. Dari seorang
pria. Dari suatu surat kabar. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan
kemudian ketika aku mendapat surat darimu hari ini, akuaku
membaca apa yang kau katakan untuk segera meneleponmu jika ada
seseorang melakukan sesuatu yang menggangguku."
Perasaan lega seketika lenyap. "Cukup dengan omong kosong ini,
Brynne! Di mana kau sekarang? Aku akan datang untuk
menjemputmu." Aku akan merangkak masuk melalui ponsel sialan
ini jika hukum fisika memungkinkan hal itu! Aku perlu mendapatkan
dia dan itu artinya semua, selamanya. Persetan dengan ocehan sialan
ini, aku membutuhkan Brynne disampingku di mana aku bisa
meletakkan tanganku untuk memeluk dirinya.

"Aku di ujung selatan Jembatan Waterloo."


Tentu saja kau di situ. Aku memutar mataku. Hanya mendengar kata
Waterloo, itu membuatku kesal. "Aku pergi sekarang. Bisakah kau
berjalan ke Victoria Embankment dan menungguku di sana? Aku
bisa menemukan kau dengan cepat di tempat itu."
"Oke. Aku akan pergi ke Sphinx." Suaranya terdengar lebih baik
untukku. Dengan sedikit takut, perasaanku ingin tahu berapa banyak
tingkat stresku. Aku akan mendapatkan gadisku. Dia mungkin belum
tahu itu, tapi itu adalah kenyataan yang sebenarnya tentang apa yang
akan terjadi.
"Segera lakukan itu. Jika ada seseorang mendekat, kau harus tetap
ditempat yang terbuka di mana ada banyak orang disana." Aku terus
dengan dia di saluran telepon saat ia berjalan kaki menuju
Cleopatras Needle sementara aku menyetir seperti setan dan
menghindari Londons Finest.
***
"Aku sudah sampai," katanya.
"Apakah ada orang lain di sekitarmu?"
"Ya. Ada seorang berjalan berkeliling dan beberapa pasangan dan
orang-orang bersama anjingnya."
"Bagus. Aku sedang parkir sekarang. Aku akan menemukanmu."
Kami mematikan telepon.
Jantungku berdebar di dalam dadaku saat aku menemukan tempat

untuk parkir dan mulai berjalan turun menuju Embankment.


Bagaimana ini bisa berjalan? Apakah dia akan menolakku? Aku
tidak ingin membuka luka kami, tapi persetan jika aku akan
membiarkan kekacauan sialan ini berlangsung seterusnya. Harus
berakhir sekarang ini. Hari ini. Apapun yang diperlukan untuk
memperbaiki masalah sialan ini untuk mendapatkan jalan keluar di
sini, sekarang juga.
Matahari baru saja mulai terbenam ketika aku melihat dia. Bentuk
celana pendeknya seperti memeluk tubuhnya bagaikan kulit
keduanya. Dia membelakangiku saat dia sedang membungkuk di
pagar untuk melihat sungai, angin meniupkan ekor kudanya ke
samping, salah satu kaki panjangnya ditekuk kearah pagar dengan
tangan yang bertumpu dengan anggun di atasnya.
Aku melambat karena aku hanya ingin menyerap gambaran
mengenai dirinya. Aku akhirnya bisa menatap dirinya setelah
seminggu seperti mati kelaparan. Tepat didepanku. Brynne.
Aku menginginkan tanganku menyentuhnya. Mereka gatal untuk
memeluknya dengan erat dan menyentuhnya. Tapi dia tampak
berbeda lebih ramping. Semakin aku medekatinya, semakin
terlihat jelas. Ya Tuhan, sepertinya ia telah berhenti makan dalam
seminggu terakhir? Dia pasti turun hampir setengah bobotnya dulu.
Aku berhenti dan menatap, kemarahan bercampur dengan
keprihatinan, tetapi lebih memahami bahwa omong kosong tentang
masa lalunya adalah persoalan yang lebih besar dan aku menyadari
sampai pada titik ini. Kami beruntung, kami bisa jadi kacau
bersama-sama.
Dia berbalik dan menemukanku. Mata kami terhubung dan
berkomunikasi dengan kuat yang mengalir melalui angin diantara

kami. Brynne tahu bagaimana perasaanku. Dia seharusnya tahu. Aku


sudah mengatakan kepadanya berkali-kali. Sekalipun dia tidak
pernah membicarakan tentang apa yang aku katakan kepadanya. Aku
masih menunggu untuk mendengar tiga kata yang datang dari
dirinya. Aku mencintaimu.
Dia menyebut namaku. Aku membaca bibirnya. Aku tidak bisa
mendengar suara melalui angin, tapi aku melihat bahwa ia memang
menyebut namaku. Dia tampak sama leganya seperti yang
kurasakan, melihat dia dalam keadaan utuh dan hanya beberapa
langkah diantara kami. Dan benar-benar cantik bagiku, karena dia
selalu dan selalu menjadi yang tercantik.
Tapi disinilah tempat aku berdiri. Jika Brynne menginginkanku, dia
harus berjalan ke sini dan menunjukkan padaku bagaimana
perasaannya. Ini akan membunuhku jika dia tidak melakukannya,
tapi saran ayahku sangat tepat tentang kebenaran. Setiap orang harus
mengikuti kata hati mereka. Aku mengikuti kata hatiku. Sekarang
Brynne harus melakukan hal yang sama.
Dia turun dari pagar dan bagian dalam tubuhku berdebar ketika ia
berhenti. Hampir seperti dia menungguku untuk memberi isyarat
atau datang dan menjemputnya. Tidak, sayang. Aku tidak tersenyum
dan ia juga tidak, tapi jelas kami masih saling terhubung.
Dia memakai atasan kaos olahraga warna biru kehijauan yang sangat
ketat di payudaranya dan membuatku berpikir saat dia telanjang dan
di bawahku, tangan dan mulutku membawa semuanya masuk. Aku
menginginkan dia begitu buruk sampai membuatku sakit. Aku rasa
itulah yang dilakukan seseorang yang sedang jatuh cinta - membuat
kau merasakan sakit dan cara penyembuhannya hanya ada satu obat.
Brynne adalah obatku. Gambaran dia dan aku sedang bercinta

terlintas dikepalaku saat aku menunggu dia; kilasan tentang gairahku


terus membayangi tanpa henti dengan hasrat yang membakarku dari
dalam menuju keluar. Aku terbakar karena Brynne. Mr. Keats yakin
tahu apa yang dia bicarakan dalam puisi-puisinya.
Aku mengulurkan tanganku dan mengunci mataku kematanya tapi
kakiku tetap diam berdiri. Kemudian aku melihat perubahan. Sebuah
kedipan dimatanya yang indah. Dia memahami apa yang aku minta
dari dirinya. Dia mengerti. Dan lagi, aku teringat seberapa indahnya
saat kita bersama-sama pada tingkat yang paling mendasar. Brynne
memilikiku, dan itu saja sudah membuat aku merasa lapar terhadap
dia bahkan lebih kuat.
Dia terus berjalan mendekat dan lengannya terangkat. Semakin
mendekat sampai jari-jarinya menyentuh, jarinya yang sangat kecil,
tangannya yang ramping bertumpu disalah satu tanganku yang lebih
besar. Jemariku membungkus diatas pergelangan tangannya dan
telapak tanganku menggenggam dengan kuat dan menariknya lebih
dekat. Tepat didadaku, tubuhnya menempel ditubuhku. Aku
melingkarkan lenganku di sekelilingnya dan mengubur kepalaku di
rambutnya. Aroma yang aku kenal dan kudambakan naik masuk
kedalam hidung dan masuk ke dalam kepalaku lagi. Aku memiliki
dia. Aku memiliki Brynne lagi.
Aku menariknya kebelakang dan menahan wajahnya dengan
tanganku. Aku menyanggahnya dalam posisi itu sehingga aku benarbenar bias melihatnya. Tatapan matanya tidak pernah bergeming
kearahku. Gadisku sangat berani. Terkadang menyedot
kehidupannya tapi dia menutupinya dan tidak menyingkir untuk
menjauh. Aku menatap bibirnya dan tahu aku akan menciumnya
apakah dia menginginkannya atau tidak. Aku berharap dia
menginginkannya.

Bibir cantiknya terasa lembut dan manis seperti sebelumnya. Lebih


dari itu karena aku sudah terlalu lama tidak merasakannya. Rasanya
ibarat di surga saat mulutku melekat di bibirnya. Aku seperti tersesat
dalam momen ini dan lupa kami berada di tempat umum. Tersesat
karena Brynne-ku langsung meresponku.
Dia menciumku kembali dan rasanya begitu menyenangkan ketika
merasakan lidahnya menjerat lidahku. Aku mengerang didalam
mulutnya. Aku tahu apa yang ingin aku lakukan. Dan kebutuhanku
hanya sedikit. Privasi. Brynne telanjang. Jika hanya sesederhana itu.
Aku ingat kami berdiri di tengah kerumunan manusia di Victoria
Embankment dan sayangnya tidak berada di dekat tempat yang
sangat pribadi.
Aku berhenti menciumnya danmengusap bibir bawahnya dengan ibu
jariku."Kau ikut denganku. Sekarang."
Dia mengangguk dengan tanganku yang masih dibibirnya dan aku
menciumnya sekali lagi. Sebuah ciuman tanda terima kasih.
Kami tidak berbicara saat kami berjalan ke Rover. Meskipun kami
berpegangan tangan. Aku tidak membiarkannya pergi sampai aku
menyuruh dirinya masuk ke dalam mobil. Begitu dia berada dikursi
penumpang dan menutup pintu, aku menoleh dan benar-benar
menatapnya. Dia terlihat sangat kelaparan dan itu membuatku
marah. Aku ingat malam pertama saat kami bertemu dan bagaimana
aku membelikannya makanan dan air di Power Bar.
"Kita mau pergi kemana?" Tanya dia.
"Pertama? Mencarikan kau makanan." Kata-kataku; keluar sedikit

lebih keras daripada yang kuinginkan.


Dia mengangguk kearahku dan kemudian memalingkan mukanya,
keluar jendela.
"Setelah kau makan kita akan membeli ponsel baru serta nomornya
untukmu. Aku perlu memiliki nomor lamamu supaya aku bias
melacak siapapun yang mencoba menghubungimu. Bagaimana?"
Dia menatap pangkuannya dan mengangguk sekali lagi. Aku hamper
menariknya ke dalam pelukanku dan mengatakan padanya semuanya
akan baik-baik saja, tapi aku menahan diriku.
"Lalu aku akan membawa kau pulang. Tempatku-pulang ke rumah."
"Ethan, itu bukan ide yang bagus," bisiknya, masih menatap
pangkuannya.
"Persetan dengan ide yang bagus," aku meledak. "Maukah kau
setidaknya melihat padaku?" Dia menoleh, matanya menatapku dan
membara di kursinya, sedikit berkedip seperti api menyala, membuat
matanya terlihat sangat cokelat. Aku ingin menyeretnya kearahku
dan mengguncangnya, memaksa dia untuk memahami bahwa omong
kosong perpisahan ini adalah hal dari masa lalu. Dia pulang kerumah
denganku, seterusnya. Aku memutar kunci untuk menyalakan mesin
mobil.
"Apa yang kau inginkan dariku, Ethan?"
"Gampang saja." Aku membuat suara yang kasar. "Aku ingin
kembali kesepuluh hari yang lalu. Aku ingin kembali di kantorku,
berhubungan seks dimejaku dengan kau yang membungkus

disekelilingku! Aku menginginkan tubuhmu di bawahku dan


menatapku dengan beberapa ekspresi selain dari satu-satunya yang
aku lihat ketika kau meninggalkan aku di Lift!" Aku menyandarkan
keningku di setir mobil dan mengambil udara.
"Oke...Ethan." Suaranya terdengar bergetar dan lebih sedikit
mengalah.
"Oke, Ethan?" Suaraku mencemooh. "Apa artinya itu? Oke aku
pulang denganmu? Oke untukmu dan aku? Oke, aku akan
membiarkan kau melindungi aku? Apakah itu? Aku membutuhkan
lebih dari kau, Brynne." Aku seakan berbicara dengan kaca depan
karena aku takut untuk melihat wajahnya sekarang. Bagaimana jika
aku tidak bisa membuatnya mengertiDia mencondongkan tubuhnya ke arahku dan meletakkan tangannya
di atas kakiku. "Ethan, aku- aku butuh - aku butuh kebenaran
darimu. Aku harus tahu apa yang terjadi di sekitarku-"
Aku segera menutupi tangannya dengan tanganku. "Aku tahu,
sayang. Aku salah karena menyimpan informasi darimu-"
Dia menggelengkan kepalanya ke arahku. "Tidak, kau tidak tahu.
Biarkan aku menyelesaikan apa yang akan kukatakan." Dia
menempatkan jari-jarinya ke bibirku untuk membuatku supaya diam.
"Kau selalu menyelaku."
"Aku akan menutup mulutku sekarang." Aku meraih jari-jarinya
dengan tanganku yang lain dan menahannya ke bibirku. Aku
mencium jari-jarinya dan tidak melepaskannya. Yah, aku akan
mengambil setiap peluang kecil yang bisa aku dapatkan.

"Kejujuran dan keterus teranganmu itu salah satu hal yang aku sukai
tentang dirimu, Ethan. Kau selalu mengatakan padaku apa yang kau
inginkan, apa yang hendak kau lakukan, bagaimana perasaanmu.
Kau benar bersamaaku dan itu membuatku merasa aman." Dia
memiringkan kepalanya dan mengeleng-gelengkannya. "Kau tidak
tahu bagaimana besarnya aku membutuhkan itu dari kau. Aku tidak
takut atas ketidak tahuanku karena kau begitu baik menceritakan
kepadaku sebenarnya apa yang kau inginkan sampai terjadi dengan
kita. Itu benar-benar berhasil untukku. Tapi secara tidak langsung
aku percaya padamu dan kau merusak kepercayaan diantara kita
dengan bersikap tidak jujur, karena kau tidak mengatakan kepadaku
kalau kau disewa untuk melindungiku. Faktanya aku membutuhkan
perlindungan; itu semua mengacaukan pikiranku, tapi tidakkah kau
berpikir aku berhak tahu tentang sialan itu?"
Ya Tuhan dia tampak seksi saat dia begitu bersemangat dan
mengatakan kata-kata yang buruk. Aku memberinya momen
kemenangan karena dia benar-benar di pihak yang benar.
Ketika ia menarik jari-jarinya menjauh dari bibirku, memberiku ijin
untuk berbicara, aku mengucapkan kata-kataku lebih dari yang dia
katakan. "Aku sangat menyesal." Dan aku sangat menyesal sekali.
Aku telah melakukan kesalahan. Brynne membutuhkan kebenaran
yang sebenar-benarnya. Dia punya alasan sendiri; itu adalah
persyaratan baginya dan aku telah mengacaukannya. Tunggu.
Apakah dia baru saja mengatakan "salah satu hal yang aku sukai
tentang kau?"
"Tapi...sejak aku bicara dengan ayahku, dan dia mengatakan sesuatu
kepadaku yang tidak aku ketahui sebelumnya, aku menyadari itu
sepenuhnya bukan kesalahanmu. Ayahku menempatkan kau dalam
posisi supaya kau tidak menceritakan untuk...dan aku sudah

berusaha melihatnya dari perspektifmu. Suratmu telah membuat aku


mengerti."
"Jadi kau sudah memaafkan aku dan kita bisa menempatkan
kekacauan sialan ini di belakang kita?" Aku sangat berharap tapi
tidak cukup yakin. Terus terang katakan saja padaku sehingga aku
bisa menebak ke mana harus melangkah dari titik ini. Aku bias
berjalan dengan kemungkinan seperti itu.
"Ethan, ada begitu banyak yang tidak kau ketahui tentang aku. Kau
benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padaku, kan?"
Brynne memberiku tampilan yang diingkarinya selama bertahuntahun dari besarnya penderitaan dia. Aku ingin membuat
penderitaannya pergi menjauh jika aku bisa. Aku berharap aku bias
mengatakan padanya itu tidak masalah bagiku untuk mengetahuinya.
Jika itu mengerikan dan menyakitinya untuk menceritakan padaku
maka dia tak perlu melakukannya. Tapi aku tahu ini bukan caranya
Brynne. Dia perlu meletakkan semua kartunya di atas meja agar bisa
melangkah maju.
"Kurasa aku tak perlu tahu. Aku tidak menyadari masa lalumu telah
membekas begitu dalam sampai saat ini. Aku pikir aku sudah
melindungimu dari kemungkinan pengawasan politis dan pemaparan
sampai membahayakan atau memperoleh keuntungan tergantung
siapa yang menargetkan kau. Begitu aku melihat bahwa kau
memiliki ketakutan, aku jadi sangat peduli pada sesuatu yang
menakutimu, atau yang melukaimu. Aku hanya ingin melindungimu
dan membuat kita tetap bersama-sama." Aku berbicara sambil
menatap wajahnya, begitu dekat denganku, menghirup seluruh
dirinya disetiap napasku.

"Aku tahu, Ethan. Aku sudah mengetahui itu sekarang." Ia bergeser


sepenuhnya kembali kekursinya. "Tapi kau masih tidak tahu
semuanya." Dia memalingkan mukanya ke luar jendela lagi. "Kau
tidak akan suka mendengar tentang hal itu. Kau mungkin
tidak...ingin...untuk bersama-sama lagi setelah kau mengetahuinya."
"Jangan katakan itu padaku. Aku tahu persis apa yang aku inginkan."
Aku meraih dagunya lalu menariknya. "Ayo kita mendapatkan
makanan untukmu dan kau dapat menceritakan padaku apa yang
perlu kau bicarakan. Yah?"
Dia hanya sedikit mengangguk, dia sepakat dengan cara yang
dikuasainya - penampilan yang dia berikan kepadaku membuat aku
benar-benar gila terhadap dirinya dari sudut keposesifanku, bahkan
aku pun jadi terkejut.
Aku tahu dia terluka dan takut, tapi aku juga tahu dia itu tangguh
dan dia akan berjuang dengan caranya melewati apapun yang
menghantuinya. Meskipun begitu itu tidak akan mengubah
bagaimana perasaanku. Di mataku, dia adalah gadis cantik Amerikaku dan dia selalu seperti itu.
"Aku tidak akan kemana-mana, Brynne. Kau sudah terjebak
denganku dan kau lebih baik terbiasa untuk itu," kataku. Aku
mencium bibirnya dan melepaskan dagunya.
Dia setengah tersenyum saat aku memundurkan mobil. "Aku sangat
merindukanmu, Ethan."
"Kau tidak tahu." Aku mengulurkan tangan dan menyentuh
wajahnya lagi. Aku tidak bisa menahannya. Dengan menyentuhnya
itu menandakan dia benar-benar ada di sini denganku. Merasakan

kulitnya dan kehangatan tubuhnya yang mengatakan bahwa aku


tidak bermimpi. "Pertama-tama cari makanan. Kau akan makan
sesuatu yang cukup banyak, dan aku akan menonton dan menikmati
setiap detik dari mulut indahmu saat kau makan. Makanan apa yang
kau inginkan sekarang?"
"Aku tidak tahu. Pizza? Aku benar-benar berpakaian tidak pantas
untuk makan malam," dia menyeringai sambil menunjuk
pakaiannya. "Kau mengenakan jas."
"Bagaimana caramu berpakaian bukan masalah bagiku, sayang."
Aku mengambil tangannya ke bibirku dan mencium kulit lembutnya.
"Kau sangat cantik bagiku dalam segala hal...atau tidak ada. Secara
khusus tidak ada," aku mencoba menggodanya.
Dia hanya sedikit tersipu. Aku merasakan denyutan dikemaluanku
ketika aku melihat reaksinya. Aku ingin membawanya pulang
denganku begitu buruknya. Di tempat tidurku di mana aku bisa
meraih semuanya sepanjang malam dan tahu dia berada disana
denganku. Aku tidak akan membiarkan dia pergi lagi.
Dia pernah bilang dia menyukainya ketika aku mencium tangannya.
Dan aku tahu aku tidak bias menahan diriku sendiri. Sulit untuk
tidak menyentuh dan menciumnya sepanjang waktu karena aku tidak
pernah menjadi seseorang untuk menyangkal diriku sendiri sebegitu
banyak yang aku inginkan. Dan aku menginginkan dia.
Dia mengucapkan terima kasih tanpa bersuara tapi masih tampak
sedih. Dia mungkin takut pada percakapan kami nanti, tapi aku tahu
itu harus dilakukan. Demi dirinya sendiri dia harus memberitahuku
tentang sesuatu yang begitu sulit dan aku harus mendengarkannya.
Jika ini apa yang harus dia lakukan agar kami bisa melangkah

kedepan maka aku akan mendengarkan apapun itu.


"Pizza." Aku harus melepaskan tangannya untuk mengemudi tapi
aku bisa menanganinya. Hanya nyaris saja. Gadisku tepat di
sebelahku di dalam mobilku. Aku bisa mencium baunya, dan
melihatnya, dan bahkan menyentuhnya ketika aku mengulurkan
tangan; dia mendekat kepadaku. Dan untuk pertama kalinya dalam
beberapa hari, rasa sakit yang terus menerus didalam dadaku telah
menyelinap pergi.
***

Bab 4
Lilin dan pizza sangat sempurna dengan orang yang tepat. Bagiku,
orang yang tepat adalah orang yang duduk di seberangku dan itu tak
akan jadi masalah di manapun kami berada selama kami bersamasama. Tapi Brynne membutuhkan makanan dan aku perlu
mendengar kisahnya, jadi Bellissima juga cocok seperti juga tempat
lain.
Kami duduk di meja di sudut tersendiri yang gelap, sebotol anggur
merah, dan satu sosis raksasa dan jamur untuk berbagi. Aku
mencoba untuk tidak membuatnya tidak nyaman dengan menatapnya
terlalu keras tapi itu sangatlah sulit untuk tidak melakukannya
karena mataku kelaparan untuk melihat dirinya. Rakus.
Aku melakukan hal yang terbaik untuk menjadi pendengar yang
perhatian sebagai gantinya. Di seberang dariku Brynne tampak
seperti dia berjuang untuk memulainya. Aku tersenyum dan
berkomentar tentang seberapa enak rasa makanan kami. Aku

berharap dia akan makan lebih banyak tapi aku menutup mulut
tentang hal itu. Aku yakin aku bukan orang tolol. Aku dibesarkan
dengan seorang kakak perempuan dan pelajaran dari Hannah pasti
telah melekat padaku selama bertahun-tahun. Wanita tidak suka
diberitahu tentang apa yang harus dia makan atau tidak di makan.
Yang terbaik hanya meninggalkannya sendirian dan berharap untuk
yang terbaik.
Dia tampak menerawang sangat jauh di kepalanya ketika ia mulai
bercerita tentang hidupnya, aku tidak suka bahasa tubuhnya yang
sedih maupun nada lemah dalam suaranya, tapi hal-hal itu tidak
relevan sekarang.
"Orang tuaku berpisah ketika aku berusia empat belas tahun. Aku
tidak menghadapinya dengan baik, kukira. Aku seorang anak tunggal
jadi aku seharusnya meraih untuk mendapatkan semacam validasi
atau mungkin itu untuk membalas mereka karena perceraian itu.
Siapa tahu, tapi intinya? Aku adalah seorang perek di SMA."
Dia mengangkat matanya menatap mataku, abu-abu seperti baja dan
bertekad agar maksudnya tersampaikan padaku.
"Memang benar, aku dulu memang seperti itu. Aku tidak membuat
pilihan bagus dalam memilih pemuda yang aku kencani dan aku
tidak peduli tentang reputasiku. Aku manja dan tidak dewasa, dan
sangat bodoh dan ceroboh."
Benarkah! Kejutan pertama malam ini. Aku tak bisa membayangkan
Brynne seperti itu dan tidak ingin membayangkannya juga, tapi sisi
pragmatisku menyadari sebagian besar orang punya masa lalu, dan
gadisku tidak berbeda. Dia mengambil gelas anggurnya dan menatap
ke dalamnya seperti dia mengingat sesuatu. Aku tidak mengatakan

apa-apa. Aku hanya mendengarkan dan meresapi pemandangan dia


begitu dekat di hadapanku sekarang.
"Ada cerita berita yang mewabah di California beberapa tahun yang
lalu. Seorang anak sheriff membuat sebuah video tentang seorang
gadis di sebuah pesta. Dia pingsan karena mabuk ketika dia dan dua
teman menyetubuhi dan mempermainkan dia di meja biliar."
Aku merasakan bulu roma ditengkukku meremang. Tolonglah, tidak.
"Aku ingat itu," kataku, memaksa diri untuk mendengarkan dan
berusaha untuk tidak bereaksi banyak. "Sang Sheriff mencoba untuk
menindas bukti yang tertuju ke arah anaknya tapi tetap saja bocor
keluar dan si brengsek itu mendapat hukuman juga."
"Ya...dalam kasus itu mereka mendapat hukuman." Dia memandang
ke pizza dan kemudian kembali ke arahku. "Tidak dengan kasus
diriku."
Matanya berkaca-kaca dan tiba-tiba aku kehilangan selera makan.
"Aku pergi ke sebuah pesta dengan temanku Jessica dan kami
mabuk tentu saja. Begitu mabuknya hingga aku tidak ingat apapun
yang terjadi sampai aku terbangun dan mendengar mereka tertawa
dan membicarakan tentang diriku." Dia mengambil seteguk besar
anggur sebelum ia melanjutkan. "Lance Oakley adalah orang yang
brengsek, dijuluki si kaya yang menyimpang. Ayahnya adalah
seorang senator negara bagian California pada saat itu. Aku tak tahu
mengapa aku bisa kencan bersamanya. Mungkin karena dia sekedar
mengajak. Seperti kukatakan sebelumnya, aku tidak membuat
pilihan yang baik dengan perilakuku. Aku mengambil risiko. Itulah
betapa tidak pedulinya aku pada diriku sendiri."

Aku benci ini.


"Dia pergi masuk ke perguruan tinggi dan aku berada di tahun
terakhirku di SMA. Kukira dia merasa berhak setiap kali dia pulang
bahwa aku akan ada untuk dia tapi kami tidak eksklusif dengan cara
apapun. Aku tahu dia selingkuh. Kukira dia hanya berharap aku akan
menunggunya pulang dari perguruan tinggi dan menjadi tempat
bersenang-senangnya. Aku tahu dia marah padaku pergi kencan
dengan cowok lain yang aku temui di lomba lari, tapi tak tahu betapa
kejamnya dia karena itu."
"Kau jadi anggota tim atletik di sekolahmu?" Tanyaku.
"Ya...lari." Dia mengangguk dan menatap gelasnya lagi. "Jadi aku
bangun dalam kegelapan total dan tak mampu menggerakkan
anggota tubuhku. Kami pikir dia mungkin telah memasukkan
sesuatu ke dalam minumanku..." Dia menelan ludah dan dengan
berani meneruskan. "Mereka berbicara tentangku, tapi aku tak tahu
itu pada awalnya. Atau apa yang telah mereka lakukan padaku. Ada
tiga orang dari mereka, semuanya liburan Thanksgiving dari
perguruan tinggi. Aku bahkan tidak kenal dua orang lainnya, hanya
Lance. Mereka tidak berasal dari sekolahku." Dia meminum
anggurnya.
"Aku bisa mendengar mereka tertawa pada seseorang. Mengatakan
bagaimana mereka menjejalkan tongkat biliar dan sebuah botol dan
dan menyetubuhinya dengan benda-benda itubagaimana dia
adalah seorang pelacur yang meminta untuk itu."
Brynne memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Aku
merindukannya. Aku ingin membunuh Oakley dan temannya, dan
berharap temannya yang sudah mati masih hidup sehingga aku bisa

membunuhnya juga. Aku tak tahu tentang hal ini. Aku mengira itu
hanya kesembronoan remaja tolol yang memutuskan untuk merekam
videonyabukan penyerangan seksual penuh pada seorang gadis
berusia tujuh belas tahun. Aku meraih tangannya dan menutupinya
dengan tanganku. Dia terhenti sesaat dan menutup matanya erat, tapi
dia tidak bergeming. Sekali lagi, keberaniannya membuatku simpati
dan aku menunggunya untuk bicara lebih banyak.
"Aku tak tahu mereka sedang membicarakanku, aku begitu tidak
sadar. Ketika aku bisa menggerakkan kaki dan lengan aku berjuang
untuk bangun. Mereka tertawa dan meninggalkanku di sana di atas
meja. Aku tahu aku sudah berhubungan seks, tapi aku tak tahu
dengan siapa atau rinciannya. Aku merasa sakit dan mabuk. Aku
hanya ingin keluar dari rumah itu. Jadi aku menarik bajuku kembali,
menemukan Jessica, dan mendapat tumpangan pulang."
Sebuah geraman datang tanpa diminta keluar dari tenggorokanku.
Aku tidak bisa menahannya. Bahkan untuk telingaku aku terdengar
seperti anjing. Brynne menatapku hampir kaget sedetik dan
kemudian tatapannya turun di tanganku di atas tangannya. Aku
terfokus padanya dan menarik emosiku. Kehilangan kontrol tidak
akan membantu Brynne sama sekali, jadi aku menggosok ibu jariku
di atas tangannya perlahan-lahan bolak-balik, begitu berharap agar
dia mengerti betapa sakitnya aku mendengar dia diperlakukan
seperti itu.
Pikiranku masih terguncang dengan apa yang dia ceritakan. Pada
saat kejahatan itu terjadi, para pelaku sudah dewasa dan dia di
bawah umur. Menarik. Dan aku tak tahu mengapa Tom Bennett telah
menghilangkan informasi ini ketika ia mempekerjakanku. Dia
mungkin hanya berusaha untuk melindungi reputasi anak
tunggalnya. Tidak heran dia marah besar ketika ia tahu bahwa kami

sudah tidur bersama.


"Aku akan membuang semuanya keluar dari pikiranku jika tidak
untuk video itu. Aku tak tahu apa yang mereka lakukan padaku atau
mereka memfilmkanku. Aku datang ke sekolah pada hari Senin dan
itu jadi berita besar. Aku adalah berita besar. Mereka melihatku
telanjang, pingsan karena mabuk, dijadidijadikan mainandiperkosa-digunakan seperti obyek"
Air mata bergulir di pipinya tapi dia tidak kehilangan
ketenangannya. Dia terus bicara dan aku hanya memegang
tangannya.
"Semua orang tahu itu adalah aku. Orang-orang telah menyaksikan
video itu sepanjang akhir pekan dan mengedarkannya. Video itu
menunjukkan diriku dengan jelas, tetapi pria-pria itu tidak ada di
kamera dan suaranya telah disamarkan dengan lagu bukan audio
sehingga kau tidak bisa mendengar suara seseorang untuk
mengidentifikasi mereka." Dia merendahkan suaranya menjadi
bisikan. "Nine Inch Nails'-I Wanna F*ck You like Animal. Mereka
membuatnya seperti video musik dengan lirik lagu dicetak di atas
layar dalam huruf besar...Kau biarkan aku memperkosamukau
membiarkan aku mencabulimukau membiarkan aku memasuki
dirimu"
Dia goyah dan hatiku pecah menjadi dua karena apa yang telah dia
derita. Aku hanya tahu betapa aku ingin hubungan antara kami
berhasil. Aku menghentikannya kemudian. Aku harus. Aku tidak
bisa mendengarkannya lagi dan menahan diri di depan umum. Kami
membutuhkan privasi untuk hal ini. Aku hanya ingin membawanya
ke rumah denganku dan memeluknya erat. Sisanya bisa kami atasi
nanti.

Aku meremas tangannya sehingga dia melihat ke arahku. Mata besar


bercahaya, dalam semua warna yang bercampur menjadi satu, penuh
dengan air mata yang aku hanya ingin menjilatnya supaya musnah,
menatap mataku. "Biarkan aku membawamu pulang, please." Aku
mengangguk untuk membuatnya mengerti itu apa yang kami
butuhkan. "Aku ingin sendirian denganmu sekarang, Brynne. Segala
sesuatu yang lain tidaklah begitu penting."
Dia membuat suara yang merobek hatiku. Begitu lembut, namun
terluka dan kasar. Aku berdiri dari meja tiba-tiba, sambil menariknya
denganku, dan terberkatilah hatinya, ia mengikutiku tanpa protes.
Aku melemparkan beberapa lembar uang di atas meja dan
membawanya ke mobil dan memasang sabuk pengaman ke tempat
duduknya.
Apakah kau yakin menginginkan ini, Ethan?" Dia bertanya padaku,
matanya merah dan penuh air mata.
Aku menatap dia. "Aku belum pernah lebih pasti tentang hal ini dari
apa pun." Aku bersandar padanya dan menaruh tanganku di bagian
belakang kepalanya sehingga aku bisa mengendalikan ciuman. Aku
menciumnya di bibir secara menyeluruh, bahkan menekan giginya
dengan lidahku jadi dia akan membuka mulutnya untukku. Brynne
perlu tahu aku masih menginginkannya. Aku tahu dia berjuang
dengan ide tentang dirinya sendiri dan pengetahuanku tentang masa
lalunya. Dia menganggap aku tidak akan menginginkan dia lagi jika
aku tahu rincian ceritanya.
Gadisku tidak mungkin lebih bersalah lagi.
"Semua barang-barangmu masih ada menunggu untukmu. Hanya

ingin kau tahu ini..." Aku berbicara langsung hanya beberapa inci
dari wajahnya, menancapkan tatapanku langsung pada matanya.
"Aku tak punya niat membiarkanmu pergi." Aku menelan keras.
"Jika kau ikut pergi denganku kau telah menyetujui semuanya untuk
bersamaku, Brynne. Aku tak tahu cara lain untuk bersamamu. Ini
semua untukku. Dan aku ingin menjadi semua ini juga untukmu."
"Semua?" Dia membawa telapak tangannya ke pipiku dan
menahannya di sana, tatapan bertanyannya terlihat begitu tulus.
Aku memutar bibirku untuk menekan mereka ke dalam telapak
tangannya ketika dia memegang wajahku. "Sebuah istilah poker.
Berarti bertaruh semua yang kau miliki di kartu yang saat ini kau
pegang. Kau adalah apa yang aku pegang."
Dia memejamkan matanya lagi dan bibirnya gemetar sedikit. "Aku
bahkan belum mengatakan kepada kau semua ceritanya. Ada lagi."
Dia mengambil tangannya.
"Buka matamu dan lihatlah diriku." Kataku dengan lembut tapi
sangat tegas.
Dia langsung menurut dan aku harus menahan erangan dengan
sikapnya itu yang membuatku terangsang. "Aku tidak peduli apa pun
yang kau belum katakan padaku atau bahkan apa yang baru saja kau
katakan kepadaku di restoran." Aku menggelengkan kepalaku sedikit
untuk membuatnya mengerti. "Ini tak akan mengubah perasaanku.
Aku tahu kita akan bicara lagi dan kau dapat memberitahu aku
sisanya ketika kau bisa...atau ketika kau perlu. Aku akan
mendengarnya. Aku perlu mendengar semuanya jadi aku bisa
pastikan kau akan tetap aman. Aku akan melakukannya, aku berjanji,
Brynne."

"Oh, Ethan" bibir bawahnya bergetar saat ia menatap ke arahku,


sama cantiknya dalam kesedihan sama seperti saat dia bahagia.
Aku bisa melihat Brynne khawatir tentang banyak halberbagi
masa lalunya, reaksiku terhadap masa lalunya, ancaman yang
mungkin terjadi untuk keselamatan dirinya di London, perasaanku
dan aku sangat ingin menghapus kekhawatiran itu dari ekspresi
wajahnya jika aku bisa. Aku berharap untuk dia menjadi bebas dari
beban dan dibiarkan untuk menjalani hidupnya, mudah-mudahan
denganku di sana di suatu tempat. Aku tidak pernah bermaksud
sebuah janji untuk lebih daripada sekarang. Aku akan menjaga dia
aman, tapi aku juga ingin memastikan dia mengerti apa yang dia
akan dapatkan dalam menyetujui pulang denganku.
"Tapi tidak lagi lari dariku, Brynne. Jika kau perlu jeda itu tidak
masalah, aku akan menghormatinya dan memberimu ruang. Tapi aku
harus bisa datang padamu dan melihatmu, dan tahu bahwa kau tidak
akan kabur lagi... atau menyingkirkan aku." Aku menggosok
bibirnya dengan ibu jariku. "Itulah yang aku butuhkan darimu,
sayang. Dapatkah kau melakukan itu?"
Dia mulai bernapas lebih keras, dadanya menggerakkan
payudaranya naik-turun dalam atasan berwarna pirus ketat, matanya
berkedip-kedip saat ia berpikir. Aku tahu dia takut tapi Brynne harus
belajar untuk percaya padaku jika kita memiliki kesempatan
bersama-sama. Aku berjudi dengan harapan dia akan menerima
tawaranku. Aku tak tahu apa yang harus dilakukan jika dia tidak mau
menerimanya. Hancur berantakan? Menjadi penguntit sejati?
Mendaftar ikut psikoterapi?
"Tapiaku merasa begitu sulit untuk percaya dalam sebuah

hubungan. Kau sudah mendapatkan lebih jauh dari siapa pun yang
pernah bersamaku sebelumnya. Untuk pertama kalinya aku harus
memilih antara hubungan yang kompleks menakutkan dan menjadi
aman dan tidak rumit...dan sendirian."
Aku mengerang dan mencengkeramnya sedikit lebih ketat. "Aku
tahu kau takut, tapi aku ingin kau memberikan kita kesempatan. Kau
tidak ditakdirkan untuk menjadi sendirian. Kau ditakdirkan untuk
bersamaku." Kata-kataku keluar sedikit lebih keras tapi itu terlalu
terlambat untuk menariknya kembali.
Brynne mengejutkanku dengan tersenyum sedikit dan
menggelengkan kepalanya padaku. "Kau suatu perkecualian, Ethan
Blackstone. Apa kau selalu seperti ini?"
"Seperti apa?"
"Begitu menuntut, blak-blakan dan langsung."
Aku mengangkat bahu. "Kurasa. Aku tak tahu. Aku hanya tahu
bagaimana aku denganmu. Aku menginginkan hal-hal denganmu
yang aku tidak pernah inginkan sebelumnya. Aku ingin kau dan itu
yang aku tahu. Sekarang aku ingin kau pulang denganmu dan kita
bersama-sama. Dan aku hanya akan mengambil janji bahwa kau
tidak akan meninggalkanku ketika muncul tanda pertama dari
masalah. Kau akan memberiku kesempatan untuk membuat masalah
itu selesai dan tidak menutup diri dariku."
Aku memegang bahunya dengan kedua tangan. "Aku akan bisa
memahaminya jika kau memberitahuku apa yang kau butuhkan
dariku. Aku ingin memberikan apapun yang kau butuhkan, Brynne."
Aku menggosokan ibu jariku di pangkal lehernya. Kulit yang lembut

di bawah jari-jariku seperti magnet begitu aku mulai menyentuhnya.


Setelah aku mendapat sedikit sentuhan aku tidak mau
melepaskannya.
Dia memiringkan kepalanya ke belakang dan memejamkan mata
sesaat, mengalah pada daya tarik antara kami dan memberiku
harapan. Dia mengatakan satu kata. Namaku. "... Ethan."
"Kupikir aku juga tahu apa ini sebenarnya. Kau harus percaya
padaku untuk memberikannya padamu." Aku mencengkeram lebih
erat. "Memilih aku. Memilih Kita."
Dia menggigil. Aku melihat hal itu terjadi dan merasakan itu juga.
Dia mengangguk dan mengucapkan kata-kata, "Baiklah. Aku
berjanji tidak akan lari lagi."
Aku menciumnya perlahan, tanganku bergerak naik untuk
memegang wajahnya. Aku mendorong lidahku diantara bibir
manisnya dan pujian untuk para malaikat, dia membiarkan aku
masuk. Yes. Dia mengizinkanku melewati lidahnya dan menciumku
kembali, lidah hangat halusnya menyelip diantara lidahku. Jackpot.
Aku tahu aku akan memenangkan babak iniaku ingin menampar
perasaan ini dan memberikan ucapan terima kasih tanpa suara untuk
ibuku di surga.
Aku terus menjarah mulut Brynne sebagai gantinya. Aku
membiarkan dia tahu segalanya dalam ciuman itu, mengambil
bibirnya, mengesek bibirnya dengan gigiku, mencoba masuk ke
dalam dirinya. Semakin dalam aku masuk, semakin sulit baginya
untuk meninggalkan aku lagi. Begitulah pikiranku bekerja jika
dengannya. Ini adalah strategi pertempuran dan aku bisa melakukan
ini sepanjang hari. Tidak akan ada lagi melarikan diri dariku, tidak

ada bersembunyi, tidak ada hanya seperempat yang diberikan. Dia


akan menjadi milikku dan biarkan aku mencintainya.
Brynne meleleh di bawah bibirku, menjadi lembut dan penurut,
menemukan tempat yang dia butuhkan dan menarik masuk
kenyamanan, sama seperti yang aku lakukan dalam mengambil
kendali. Itu cocok untuk kita-sangat, sangat bagus. Aku menarik diri
kembali dan menghela napas dalam-dalam. "Mari kita pulang
sekarang."
"Apa yang terjadi dengan mengatasi masalah ini dengan perlahan?"
Tanyanya lembut.
"Semua dipertaruhkan, sayang," bisikku, "Tidak bisa dengan cara
lain untuk kita." Jika dia tahu pikiran apa yang telah ada di pikiranku
untuk masa depan yang mungkin dia dapatkan dia mungkin akan
senewen denganku lagi dan aku tidak bisa mengambil risiko itu dulu.
Akan ada cukup waktu untuk diskusi itu nanti.
"Kita masih memiliki banyak hal yang harus dibicarakan," katanya.
"Jadi kita akan melakukan banyak pembicaraan." Bersama dengan
hal-hal lainnya.
Dia berbalik kembali ke kursinya dan bersandar, membuat dirinya
nyaman dan hanya menatapku saat aku menyetir keluar dari tempat
parkir. Dia memperhatikanku sepanjang perjalanan. Aku suka
matanya terus menatapku. Tidak, aku begitu menyukainya. Aku suka
bahwa dia adamdi sebelahku tampak seperti dia ingin aku seperti
juga aku ingin dia. Aku menatapnya juga ketika aku bisa
mengalihkan pandangan dari jalan.

"Semua dipertaruhkan, ya? Kupikir aku harus belajar bagaimana


untuk bermain poker."
Aku tertawa. "Oh, aku sangat setuju dengan itu. Entah bagaimana
kupikir kau akan menjadi pemain yang alami, sweetheart." Aku
menggoyangkan alisku. "Strip poker dulu?"
"Aku sedang menunggumu untuk mengatakan itu. Senang tahu
bahwa kau tidak mengecewakanku," katanya, memutar matanya.
Aku hanya nyengir dan membayangkan dirinya melakukan stripping
dalam permainan poker karena aku akan memenangkannya di setiap
kesempatannya. Bayangan yang sangat, sangat bagus yang bisa aku
ciptakan.
Pada akhirnya dia meminta singgah ke apartemennya sehingga dia
bisa mendapatkan "pil" miliknya. Tidak yakin apakah itu berarti pil
KB atau pil tidur, dan aku tidak punya niat untuk bertanya. Kami
pasti membutuhkan keduanya. Jadi aku melakukan apa yang
dilakukan pria dengan fungsi otak akan dilakukan. Aku
mengantarnya ke apartemennya. Sekali lagi, Aku bangga tidak
menjadi orang tolol.
Aku menunggu sementara dia mengemasi tasnya. Aku mengatakan
padanya untuk membawa cukup pakaian untuk beberapa hari. Apa
yang aku inginkan adalah dia untuk tinggal di tempatku tanpa batas,
tapi tidak berpikir ini adalah saat yang tepat untuk memulai
pembicaraan tentang subjek itustatus non-moron-ku pun masih
belum pasti.
Kenangan membanjiri otakku ketika kami melangkah ke dalam.
Dinding yang berdekatan dari pintu depan selamanya akan terpatri

dalam lobus frontal-ku (otak depan). Gambaran dia dalam gaun ungu
pendek dan sepatu bot, diangkat olehku. Tuhan, ia telah bekerja
dengan hebat pada kejantananku ke dinding malam itu. Aku sangat
suka tembok sialan itu. Lucu. Aku menyeringai sendiri dengan
lelucon pintarku.
"Apa yang membuatmu tersenyum sekarang?" Tanya Brynne saat ia
keluar dari kamarnya dengan tasnya, tampak jauh lebih baik
daripada dia sebelumnya senja hari tadi. Kepribadian penuh
semangatnya kembali.
"Ummm...Aku hanya berpikir tentang betapa aku begitu menyukai
dindingmu." Aku memberinya gerakan alis khas terbaikku dan
mengambil tas dari tangannya.
Bibir indah Brynne itu terpisah dengan ekspresi terkejut yang cepat
berubah menjadi humor. "Kau masih bisa membuatku tertawa,
Ethan, meskipun segala sesuatu yang terjadi. Kau punya satu bakat
langka untuk itu."
"Terima kasih. Aku ingin berbagi semua bakatku denganmu," kataku
penuh arti, meletakkan lenganku di sekelilingnya saat kami keluar
dari flatnya. Dia melirik ke dinding ketika kami melewati itu. "Aku
melihat itu," kataku.
"Melihat apa?" Tanyanya polos. Oh, dia punya poker face (wajah
tanpa ekspresi) pastinya. Aku tidak sabar untuk mulai bermain kartu
dengannya.
"Kau menatap dinding dan ingat bercinta denganku di situ."
Dia menyikutku main-main di rusuk saat kami berjalan. "Aku tidak

melakukan hal seperti itu! Dan kau yang bercinta denganku, bukan
sebaliknya."
"Terserah." Aku menggelitik dia dan membuatnya menggeliat ke
arahku. Rasanya indah memiliki dia dalam pelukanku lagi. "Hanya
mengakui kebenaran, sayang, itu adalah percintaan epik yang kita
lakukan di dinding itu."
***
Pada saat aku membawa Brynne dibalik pintu tertutup dari
apartemenku, malam musim panas telah mengelilingi kota.
Setelah perjalanan panjang, kami akhirnya berhenti di tempat
terakhir untuk membeli nomor ponsel baru dan perangkat untuknya.
Perlu hampir satu jam untuk mengatur ponsel itu, tapi perlu. Ponsel
lamanya sekarang aku miliki. Siapa pun menelepon mencari Brynne
Bennett pada nomor itu berurusan denganku.
Mungkin malam ini aku akan menyelidiki si penelepon dan mungkin
berbicara dengan Tom Bennett. Bukan percakapan yang akan
menyenangkan, tapi bukan pula percakapan yang harus aku hindari.
Cheers, Tom. Aku bercinta dengan putrimu lagi. Oh, dan sebelum
aku lupa, kau harus tahu bahwa keselamatan dirinya benar-benar di
tanganku sekarang. Apakah aku juga menyebutkan bahwa dia
milikku? Milikku, Tom. Aku akan menjaga milikku tetap dekat dan
sangat aman.
Aku bertanya-tanya bagaimana ia akan memahami berita itu, dan
kemudian aku menyadari bahwa aku tidak terlalu peduli. Dia adalah
orang yang menaruh Brynne di hidupku. Dia adalah prioritasku
sekarang. Aku peduli tentang dia. Aku hanya ingin melindungi dan
menjaga dirinya dari bahaya. Dia akan harus berurusan dengan

situasi ini seperti juga aku harus berurusan dengan ini.


Aku berjalan di belakang dia yang berdiri di jendela, menatap
lampu-lampu kota. Dia bilang dia menyukai pemandangan
drumahku ini pertama kalinya aku membawanya pulang. Aku bilang
aku menyukai pemandangan dia berdiri di rumahku dan tidak ada
yang bisa dibandingkan. Sampai sekarang masih menurut
pendapatku.
Aku menyentuhnya dengan hati-hati, tanganku di bahunya, bibirku
di telinganya. "Apa yang kau lihat?"
Dia melihat bayanganku di kaca sehingga dia tidak kaget. "Kota ini.
Aku suka cahaya lampu-lampu di malam hari. "
"Aku suka melihatmu melihat lampu-lampu di malam hari." Aku
memindahkan rambutnya ke samping dan menciumi lehernya. Dia
memiringkan kepalanya untuk memberikanku akses saat aku
menghirup aroma kulitnya yang membiusku-membuatku benarbenar gila untuknya. "Rasanya begitu nikmat denganmu di sini,"
bisikku.
Sepanjang waktu aku berjuang dengan keinginanku ketika dia sudah
dekat. Ini adalah masalah baru yang aku belum pernah hadapi dalam
hubungan sebelumnya. Aku menyukai berhubungan seks-aku
bercinta dan aku memiliki penis. Aku juga tidak pernah punya
kesulitan menemukan teman kencan. Wanita suka penampilanku dan
seperti yang Ayah katakan, itu membuat segalanya lebih mudah, tapi
tidak selalu lebih baik. Ketika wanita mengejarmu karena mereka
pikir kau tampak panas dan memiliki sedikit uang dengan cepat
mengurangi hal-hal lain menjadi ke pertukaran yang sangat dasar.
Beberapa makan malam, beberapa seks, mungkin sesi kencan kedua-

berhungan seks. Dan kemudian...selamat tinggal. Intinya adalah aku


tidak suka untuk digunakan, dan aku sudah bertahun-tahun
melakukannya dengan wanita untuk membuatku bosan kencan untuk
seks.
Brynne menimbulkan reaksi yang berbeda dariku dan dia
melakukannya sejak pertemuan pertama. Dia tidak pernah
mengejarku untuk satu hal. Jika aku tidak mendengar dia
memanggilku tampan di headset malam itu di galeri aku tidak akan
tahu dia pernah melihatku. Dia mendorong semua tombol yang tepat,
dan untuk pertama kalinya aku peduli tentang wanita jauh lebih
banyak daripada seks dengan wanita.
Oh aku masih peduli tentang seks, tapi itu sangat berbeda sekarang.
Kebutuhan yang dominan dalam diriku telah berkembang sejak
menemukan Brynne, seolah-olah dia adalah katalisnya. Bahkan, aku
tahu dia memang katalis itu. Aku ingin hal-hal dengan dia yang
membuatku takut karena aku tidak mau-tidak, tidak tahan kehilangan
dia karena itu.
Apa yang dia bagi malam ini membuatku benar-benar ketakutan. Hal
ini juga membuat perilaku misteriusnya di awal pertemuan kami
menjadi sangat jelas. Aku punya beberapa jawaban setidaknya
tentang mengapa dia terus berlari.
"Aku senang juga." Dia menghembuskan napas panjang. "Aku
sangat merindukanmu, Ethan." Dia bersandar padaku, lekukan
pantatnya tepat dipinggulku. Dengan hanya lapisan spandex dari
celana pendeknya menutupi bagian yang indah dari dirinya,
kejantananku langsung bangun, siap dan rela untuk bertugas.
Ya Tuhan! Itu semua yang diperlukan untuk membuatku mulai

beraksi. Dia akan merasakan ereksiku dan kemudian apa? Aku


seharusnya tidak mendatangi dia sekarang. Dia masih rapuh dan
perlu untuk menyelesaikan ceritanya. Kalau saja aku bisa
mengatakan hal itu pada kemaluanku. Aku memutar kepalanya untuk
menatapku dan menelan bibirnya dalam ciuman yang sangat
mendalam yang memungkinkan semua logika menghilang.
Aku menggigiti dan mengisap bibirnya, berusaha menariknya ke
dalam diriku. Dia terasa begitu nikmat. Brynne meleleh tepat dimana
aku menginginkan dia, dan aku tahu aku tidak akan dapat menarik
diri kembali sekarang. Aku berada dalam kebutuhan yang sangat
besar untuk mengklaim wanitaku lagi.
Hanya bajingan yang ingin membawanya ke tempat tidur dan
membuatnya telanjang sekarang. Konsekuensinya, aku memang
seperti bajingan kotor.
Aku bisa menerimanya.
Brynne selalu bilang dia suka ketika aku berterus terang. Dia
mengatakan dia merasa lebih baik tentang aku mengatakan padanya
apa yang aku inginkan karena dia tahu apa yang akan terjadi. Dia
membutuhkan itu dariku. Jadi aku mengambil napas dalam-dalam
dan mengatakan padanya apa yang kuinginkan.
"Aku ingin membawamu ke tempat tidur sekarang. Aku ingin kau
dalam pelukanku dan aku ingin...dalam dirimu." Aku mencari
wajahnya yang tertahan di kedua tanganku dan menatapnya untuk
mencari jawabannya.
***

Bab 5
"Aku juga menginginkanmu." Dia mengangguk dan mendongak lalu
menciumku. "Bawa aku ke tempat tidur, Ethan." Kata-kata paling
indah yang kudengar dalam beberapa hari ini masuk ketelingaku.
Aku mencium bibir manisnya yang dia tawarkan dan
mengangkatnya keatas menjauh dari lantai, tubuhnya menempel erat
di dadaku.
Dia membungkus kakinya di sekeliling pinggulku dan
membenamkan wajahnya di leherku. Aku mengerang keras dan
mulai berjalan. Ketika kami sampai di kamar tidur, pemandangan di
tempat tidur menampakkan seprai bersih yang belum pernah dipakai
tidur. Sekarang hari Senin! Annabelle datang, terima kasih Tuhan!
Jika seprei itu bekas tadi pagi yang masih terpasang di sana dengan
semua bukti sesi masturbasiku yang menyedihkan, aku tak tahu apa
yang akan kulakukan. Aku mengingat dalam hati untuk memberi
Annabelletips ucapan terima kasih karena telah menjadi seorang
yang bijaksana.
Aku membaringkan Brynne diatas punggungnya dan hanya
menatapnya sejenak. Kebutuhan untuk bergerak perlahan-lahan
sangat penting saat ini. Aku ingin mengagumi dan menerima hadiah
yang ia berikan padaku. Aku harus menikmatinya.
Rambutnya tersingkap diatas bahunya dan matanya tampak hijau
dengan atasan warna turquoise yang masih dia kenakan. Tak akan
dia kenakan untuk waktu yang lama.
Aku mulai melepas sepatu olah raganya. Kemudian kaus kakinya.
Aku memegang kakinya dan memijatnya sebelum meluncur ke atas
kakinya dan pinggulnya lalu ke ban pinggang celana pendeknya.

Jari-jariku menyelinap di bawahnya dan mencengkeramnya. Lalu


menurunkannya. Mataku mengawasi kulitnya yang terbuka ketika
celananya terlepaspusar, tulang pinggulnya, perut, kemaluan, serta
kakinya yang panjang. Kaki yang akan membungkus di sekelilingku
ketika aku berada jauh di dalam dirinya yang indah saat telanjang.
Begitu manisnya.
Ada alasan mengapa gadisku jadi seorang model. Seorang model
telanjang. Dia memiliki tubuh yang membuatku terdiam. Meskipun
aku belum menyingkap semua karya agung milikku. Aku meraih
atasannya. Ini juga seperti belanja 'one stop shop'. Dibaliknya tidak
memakai apapun. Aku ingin meneriakkan sebuah kemenangan YES.
Payudaranya seakan tumpah ke samping begitu aku melepaskan
kaosnya sampai ke atas kepalanya.
"Brynne...cantiknya." Aku mendengar suara namanya keluar dari
bibirku tapi tak mampu mengingat maksud dari apa yang kukatakan.
Aku harus melihatnya telanjang lagi, mengingat bagaimana
penampilannya, untuk mengetahui bahwa aku benar-benar bisa
menyentuhnya dan dia akan menerimaku. Aku menginginkan bagian
kecil dari dirinya didalam diriku sebelum aku bisa melakukan yang
lain juga, sepertinya aku begitu putus asa.
Perlahan-lahan aku menyeret mulutku dari pusarnya keatas menuju
salah satu payudaranya yang sempurna, menutupi seluruh puting dan
mengisapnya dalam-dalam. Aku menariknya ke dalam mulutku dan
membelai bagian bawahnya dengan jari-jariku. Begitu lembut.
Miliknya mengetat dan keras di bawah lidahku dan aku harus
pertimbangan miliknya yang satunya lagi supaya adil. Miliknya yang
indah benar-benar pantas memperoleh perhatian yang seimbang
supaya sama-sama adil.

Dia terlihat begitu pasrah dan sensual terbaring di sana untukku,


mengisi mataku dengan gambaran mengenai dirinya. Seperti sebuah
potret. Tapi potret yang hanya aku seorang yang pernah lihat. Tapi
itu tidak benar. Gangguan rasa jengkel sekilas muncul saat aku
menekan gagasan bahwa orang lain telah melihatnya telanjang,
masuk jauh ke dalam penjara bawah tanah pikiranku. Saat ini aku
seakan memiliki sebuah perjamuan dihadapanku. Tiba saatnya untuk
menyantap.
Aku ingin merasakan tubuhnya dengan lidah dan bibirku. Aku begitu
menginginkan dirinya, hingga jadi gemetar saat aku melepas sepatu
dan meraih sabukku. Aku melepas semua pakaianku dengan cepat,
sangat menyadari bahwa Brynne menyaksikan setiap langkah yang
kubuat, matanya menjelajah ke seluruh tubuhku. Saat melihat
kekaguman dirinya, membuat bolaku menjadi begitu keras yang
membuatku terasa sakit dan kemaluanku rasanya terbakar. Hanya
untuknya.
Aku turun ke tempat tidur dengan menempatkan lututku di tempat
tidur terlebih dulu, perhatianku benar-benar teralihkan, aku harus
memulai dimana dulu. Dia seperti sebuah jamuan makan yang
terhampar, kakinya sedikit ditekuk tapi tidak mengungkapkan apa
yang ingin aku lihat. Keinginanku terbangun dari suatu tempat dan
kata-kata itu keluar dari mulutku. "Bukalah kakimu dan tunjukkan
padaku. Aku ingin melihat apa yang jadi milikku, sayang."
Perlahan, kakinya ditarik ke atas sampai telapak kakinya menapak di
sprai saat menekuk lututnya. Aku menahan napasku dan merasakan
degup jantung di dadaku. Dia menggeser salah satu kakinya ke atas
kemudian yang lain. Ya seperti itu. Dia melakukan apa yang aku
minta darinya. Penyerahan sempurna dalam sebuah gerakan yang
anggun, mengalirkan satu sentakan yang membangunkan gairahku

hanya dari pertunjukan yang dia berikan padaku. Aku sama sekali
tidak merasa puas. Aku benar-benar ingin menatapnya lama sebelum
aku memulai apa yang tidak pernah aku lakukan dalam beberapa
hari.
"Angkat tanganmu ke atas kepalamu dan berpeganglah di tempat
tidur."
Matanya berkedip sebentar dan berfokus pada mulutku.
"Percayalah. Aku akan membuatnya begitu menyenangkan untukmu,
sayang. Biarkan aku melakukan hal ini dengan caraku..."
"Ethan," bisiknya, tapi ia melakukan apa yang kuminta, perlahanlahan membawa lengannya keatas hingga pergelangan tangannya
melintasi ke atas kepalanya dan mencengkeram tepi kasur. Ya Tuhan,
aku menyukai ketika ia menyebutkan namaku selama berhubungan
seks. Aku menyukai ketika dia memanggil namaku, setiap saat.
"Sayang." Payudaranya bergeser kesamping dan naik sedikit karena
lengannya diatas. Ujung putingnya berwarna raspberry, begitu
sempurnanya memohon lidahku dengan amat sangat. Aku kembali
pada mereka, mengisap dan memutar-mutar ujung sensitifnya,
menyukai bagaimana putingnya bergerak dibawah mulutku. Dia
bergerak seirama denganku.
Aku menarik bibirku lepas darinya. Jariku meraih salah satu
putingnya dan memutarnya sebelum menarik ujungnya sedikit
mencubit. Dia mengerang dan melengkung kearahku tapi tangannya
tetap di atas. Aku menjepit yang lainnya dan menyaksikan dia sedikit
melenturkan pinggulnya, kakinya melebar dan menampilkan lebih
banyak bagian dari dirinya, aku ingin lebih mengenalnya lagi.

"Kau sangat cantik seperti ini," kataku diperutnya saat aku


menciuminya menuju ke bawah ketempat yang dibutuhkan mulutku.
Aku menciumnya terlebih dulu dan menyukai responnya. Dia
bergetar dibawah sentuhanku. Aku menjentikkan lidahku di atas
miliknya, menekannya agar terbuka sambil mengerang. Suaranya
pelan dan lembut menunjukkan rasa kenikmatan dan kebutuhannya.
Kebutuhan apa yang bisa kuberikan padanya. Kebutuhan untukku.
"Kau...begitu cantik, Brynne," gumamku diatas tubuhnya.
"Kau membuat aku merasa cantik," dia tergagap dengan berbisik dan
membuka sedikit lebih banyak dibawah tubuhku.
"Ya...berikan dirimu padaku, sayang." Aku mencium bibir bawahnya
seperti aku menyukai mulutnya. "Aku akan membuatmu klimaks
begitu keras, dan kau tak akan memikirkan apapun lagi kecuali apa
yang sedang kulakukan," kataku.
"Kumohon buat aku..."
Aku menggeram didepan pangkal pahanya. "Membuat kau orgasme
di bawah lidahku adalah sesuatu yang paling seksi di dunia.
Bagaimana kau bergerak. Bagaimana kau merasa. Bagaimana
suaramu ketika kau sampai di ujung sana..."
"Ahhh..." dia mengerang dan bergerak di bawahku. Suara yang
sedemikian indahnya. Aku benar-benar membuat dirinya senang saat
ia berteriak, melengkungkan pinggulnya untuk betemu dengan
mulutku. Aku menahan pahanya terbuka dan menelan
kelembutannya yang bergetar. Aku tak bisa berhenti dan aku tidak
bisa memperlambat. Dia mendesakkan kebibirku, di mana lidahku

bisa menemukan jalan memasuki kedalam dirinya berulang-ulang,


semua itulah yang aku pedulikan. Aku terus melakukan itu,
mengempaskan clit-nya sampai aku merasa dia sampai.
"Oh, Ya Tuhan, Ethan!" Serunya pelan, bergetar saat klimaks
mengambil alih dirinya.
"Uh huh," aku mengerang, nyaris tak bisa bicara. "Sekarang, kau
akan melakukannya lagi!" Kataku saat aku bergerak naik dan
mengarahkan kejantananku. Aku tersentak ketika organ kami saling
bersentuhan, seperti sentakan listrik mengisiku. Mata kami bertemu
dan matanya melebar dalam sekejap sebelum aku membawanya.
Aku membenamkan kejantananku dengan satu dorongan licin dan
keras, tak mampu menyangkal pada diriku sendiri untuk sedetik lagi.
Dia mengerang dengan suara paling seksi yang pernah kudengar
ketika aku tenggelam ke dalam dirinya. Ya ampun, dia terasa nikmat
ketat dan panas dan menelanku ke dalam, otot didalamnya
mencengkeram milikku melalui kekuatan klimaksnya yang sedang
berlangsung. Sesuatu yang begitu menyenangkan mengejutkanku
untuk memahami kekuatan yang dia miliki atas diriku. Brynne telah
menahanku untuk menjadi tawanannya seperti yang dia lakukan
pertama kalinya. Seks tidaklah berbeda. Dia menahanku menjadi
tawanan sepanjang waktu.
Dia bergerak denganku, menerima setiap dorongan seperti ia
membutuhkannya dari diriku untuk hidup.
"Aku akan bercinta denganmu sampai kau klimaks lagi!"
Dan aku lakukan.

Brynne menerima semuanya; setiap hentakan doronganku ke dalam


dirinya yang begitu manis, suara yang terdengar saat tubuh kami
menyatu bersama-sama mengisi udara, membawa kami lebih dekat
sampai menuju ke atas. Aku menjulang di atas wajahnya dengan
wajahku, menahan matanya dengan mataku, memiliki tubuhnya
dengan tubuhku. Aku hanya melihat dia. Aku hanya merasakannya.
Aku hanya mendengarkannya.
Dia menegang jauh di dalam sana dan matanya terbalik, mulutnya
menganga. Aku mengambilnya juga. Aku menutup bibirnya dengan
bibirku dan mendorong kedalam dengan lidahku. Aku menelan
teriakannya ketika dia mulai menuju orgasme dan memberikan
dirinya dengan milikku ketika dorongannya menghantam bolaku. Ini
akan menjadi sangat intens luar biasaledakan dari sesuatu yang tak
bisa terlukiskan, kenikmatan yang meniadakan kata-kata untuk
mengungkapkan bagaimana rasanya, milikku menyembur
kedalamnya. Aku hanya bisa tersesat di dalam dirinya dan mencoba
bertahan saat aku jatuh ke dalam kehampaan bersamaan dengan
ledakannya.
Tubuhku perlahan lalu berhenti dan masih terkubur di dalam dirinya,
masih berkedut melalui denyutan nadiku. Aku tak pernah ingin pergi
di mana saat ini aku berada. Bagaimana aku bisa?
Saat mereda, kami menarik napas. Tugas sederhana mengambil
oksigen seakan telah menyita semuanya. Aku bisa merasakan denyut
jantungnya berdebar dibawah dadaku dan sedikit mengejang karena
kenikmatan sangat terasa untuk terakhir kalinya dia mencekeram
erat diriku dengan dinding ketat miliknya. Seks yang begitu nikmat.
Ketika aku bisa bertahan untuk menarik mulutku menjauh dari
kulitnya, aku melayang di atas wajahnya, ingin mencari sesuatu yang

baik dimatanya. Aku takut apa yang bisa aku lihat. Terakhir kali
setelah kami bersama-sama seperti ini, sesuatu yang sangat buruk
terjadi pada waktu setelahnya. Dia memberitahumu untuk
melepaskannya dan berjalan keluar pintu.
"Aku mencintaimu." Bisikku, kata-kataku nyaris tak terdengar hanya
beberapa inci dari wajahnya dan melihat matanya berubah jadi
bercahaya dan kemudian basah. Dia mulai menangis.
Benar-benar bukan reaksi yang kuharapkan. Aku menarik keluar dari
tubuhnya dan merasakan semburan basah diantara kami. Tapi
Brynne lebih mengejutkanku sekali lagi. dia tidak menjauhkan
dirinya, alih-alih ia malah membenamkan dirinya tepat diatas
dadaku, bertahan diatasku dan menangis pelan. Dia menangis tapi
tak berusaha menjauh dari aku. Dia mencari kenyamanan. Aku sadar
bahwa aku tak pernah memahami pikiran seorang wanita.
"Katakan padaku semuanya baik-baik saja...bahkan jika itu tidak ..."
katanya di antara isak tangisnya.
"Ini akan menjadi baik-baik saja, sayang. Aku akan
memastikannya." Saat ini aku menginginkan sebatang Djarum
sebegitu buruknya dan aku bisa merasakan itu. Sebaliknya aku
memeluknya semakin erat menempel diriku dan membelai
rambutnya, jariku melilit diantara kelembutan rambutnya berulangulang sampai dia berhenti menangis.
"Mengapa?" Tanya dia setelah beberapa saat.
"Mengapa apa?" Aku mencium keningnya.
"Mengapa kau mencintaiku?" Suaranya pelan tapi pertanyaannya

terdengar sangat jelas.


"Aku tak bisa mengubah bagaimana perasaanku atau kenapa itu,
Brynne. Aku hanya tahu kau gadis yang kuinginkan dan aku
mengikuti kata hatiku." Dia masih tak bisa mengatakan hal yang
sama padaku. Aku tahu dia peduli padaku, tapi kupikir dia semakin
yakin bahwa dirinya tak layak dicintai lebih dari apapun. Baik
memberi atau menerima.
"Aku belum memberitahumu tentang sisa kisahku, Ethan."
Bingo. "Apa yang kau takuti?" Dia mengejang dalam pelukanku.
"Katakan apa yang membuatmu takut, sayang."
"Kalau kau akan berhenti."
"Berhenti mencintaimu? Tidak, aku tak akan."
"Meskipun setelah kau tahu semuanya? Aku kacau, Ethan." Dia
menatap ke arahku dengan warna mata yang berubah menjadi
berbeda lagi.
"Hmmm." Aku mencium ujung hidungnya. "Aku sudah tahu banyak
mengenai perasaanku dan itu tak bisa mengubah apapun tentang apa
yang kurasakan. Kau tidak lebih buruk dariku. Aku perintahkan kau
untuk berhenti merasa khawatir. Dan kau benar. Kau memang kacau
di bawah sini, dan aku yang membuatmu seperti itu." Aku
merayapkan tanganku turun diantara kedua kakinya dan
menyelipkan jariku sepanjang pusat dirinya dan merasakan apa yang
kutempatkan di sana. Aku seperti manusia gua menyukai ide
mengenai semua cairan yang aku masukkan kedalam dirinya, tapi
mungkin ia tidak seperti itu. "Mandilah denganku dan kita bisa

bicara lagi."
Matanya melebar karena sentuhanku tapi dia mengangguk kepalanya
dan berkata, "Kedengarannya menyenangkan."
Aku berguling dari tempat tidur dan berjalan untuk memulai mengisi
air di bak mandi. Matanya mengikuti gerakanku, melihat ke atas
punggungku. Aku tahu dia sedang menatap bekas luka itu. Aku tahu
dia juga akan segera bertanya padaku tentang itu. Dan aku harus
berbagi rentetan kehancuran masa laluku. Aku tidak
menginginkannya. Pikiran bahwa aku akan membawanya ke dalam
kekacauan itu melawan setiap naluri yang kumiliki, tapi tetap saja,
aku tak akan pernah menyimpan kebenaran dari dia lagi. Itu bukan
opsi dengan Brynne dan aku mendapatkan pelajaranku.
Aku tuangkan sabun cair secukupnya ke dalam bak mandi dan
menyesuaikan suhunya. Aku menengadah saat melihat dia berjalan
memasuki kamar mandi. Telanjang, cantik dan melangkah ke arahku,
ia mengambil napasku pergi meskipun dia sekarang sangat ramping.
Aku menemukan diriku berpikir untuk bercinta lagi dengan cara
jaman prasejarah tapi memaksa mengesampingkan pikiran itu
sehingga bagian rasional otakku bisa berfungsi. Kami benar-benar
perlu bicara melalui beberapa hal dan seks seakan punya cara
tersendiri hingga selalu ada di depan antrian pikiranku dan menutupi
pikiran yang lainnya. Bajingan serakah.
Jadi aku mengambil tangannya dan membantunya melangkah
memasuki ke dalam bak mandi denganku dan sampai kami duduk.
Aku duduk di belakang dan menempatkan dia di depanku, pantatnya
yang licin bersandar seakan menggoda menempel kejantananku yang
tiba-tiba terbangun. Aku mengatakan pada kelaminku untuk diam,
dan membayangkan Muriel si pedagang PKL dan kumis yang

menyertainya kalau ia ingin lebih dari celah Brynne yang indah itu.
Trik itu berhasil. Muriel sangat mengerikan, dan bahkan mungkin
bukan seorang wanita sejati. Bahkan mungkin juga bukan manusia.
Kenyataannya, aku yakin Muriel benar-benar alien pengintai yang
dikirim ke sini untuk menjual koran dan belajar bahasa. Aku masih
menginginkan Djarum-ku. berbungkus-bungkus.
Brynne mengendus udara. "Apa kau merokok di sini?"
"Kadang-kadang." Aku benar-benar harus berhenti melakukannya.
"Tapi aku harus menghentikannya di dalam rumah sekarang karena
kau ada di sini bersamaku."
"Aku tidak keberatan, Ethan. Rempah-rempah dan cengkeh baunya
harum dan itu tidak menggangguku, tapi aku tahu itu berakibat
buruk untukmu dan aku tidak suka bagian yang itu."
"Aku mencoba untuk berhenti." Aku menyelipkan tanganku ke
lengannya dan kemudian turun bertumpu di atas payudaranya tepat
di permukaan air. "Dengan kau di sini aku akan berbuat yang lebih
baik. Kau bisa jadi motivasiku, oke?"
Dia mengambil napas dalam-dalam dan mengangguk. Lalu ia mulai
bicara.
"Aku tak pernah kembali ke SMA lagi. Hanya enam bulan sebelum
kelulusan dan aku keluar. Orang tuaku mengalami shock pada
perubahanku. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka
untuk mencari tahu tentang salah satu video itu. Mereka berdebat
tentang apa yang harus dilakukan, dan punya pendapat yang
berbeda. Aku tak peduli. Pikiranku seperti berada di tempat lain dan
sangat...sangat menyakitkan. Sangat sulit mengakui tentang diriku,

tapi itulah kebenarannya. Diriku hancur secara emosional dan


sepertinya tidak ada jalan untuk melarikan diri dari setanku."
Aku mencium bagian belakang kepalanya dan memeluknya sedikit
lebih erat. Aku tahu semua tentang setan, bajingan yang jahat itulah
mereka. "Bolehkah aku bertanya mengapa orang tuamu tidak
mencoba untuk membuat tuduhan pemerkosaan pada mereka
bertiga? Aku tidak bisa membayangkan itu akan jadi sulit untuk
mendapatkan surat penangkapan. Kau masih di bawah umur dan
mereka sudah dewasa...dan ada bukti rekaman video."
"Ayahku menginginkan mereka di penjara. Tapi ibuku tidak ingin
publikasi. Dia menegaskan bahwa reputasiku sebagai cewek
gampangan hanya akan menyeret nama kami masuk kedalam lumpur
dan itu merusak tatanan sosial. Dia mungkin benar. Tapi sekali lagi,
aku tak peduli apa yang dilakukan orang-orang tentang hal itu. Aku
kehilangan akalku."
"Oh, sayang..."
"Kemudian aku menemukan diriku hamil akibat ulah mereka."
Aku terdiam pada saat mendengar berita yang tidak menyenangkan
itu. Brengsek...
"Seakan itu menempatkan aku di tepi jurang. Akuaku tidak bisa
berurusan dengan semua itu. Ayahku tak tahu apa yang harus
dilakukan tentang kehamilan ini. Dia mulai bicara dengan senator.
Ibuku menjadwalkan aborsi untukku dan aku sama sekali tidak bisa
menanganinya lagi. Aku tak ingin punya bayi. Tapi aku juga tak
ingin membunuh apa yang ada didalam diriku. Aku hanya tak ingin
diingatkan tentang kejadian itu dan segala sesuatunya dan semua

orang yang membuatku jadi teringat. Aku mengira aku akan merasa
lebih baik bagaimana diriku jika aku bisa mengeluarkan gambaran
itu, namun sekali lagi aku akan merasa lebih baik jika sejak awal aku
tidak pernah pergi ke pesta itu yang berakhir di atas meja biliard."
"Aku turut menyesal..." Aku bicara dengan lembut tapi tegas, aku
ingin dia benar-benar mengerti bagaimana aku ikut merasakan itu.
"Dengar, sayang, kau tak bisa menyalahkan dirimu sendiri atas apa
yang terjadi padamu." Aku menekannya sampai mendekati
telinganya. "Kau adalah korban tindak kejahatan yang diperlakukan
dengan menjijikkan. Itu bukan salahmu, Brynne. Kuharap kau tahu
itu sekarang." aku mengusap lengannya dari atas sampai ke bawah,
sambil mengambil air hangat dengan tanganku untuk kusiramkan di
atas kulitnya.
Tubuhnya lebih menempel ke tubuhku dan mengambil napas dalamdalam. "Kupikir aku sudah melakukan itu sekarang, minimal
sebagian besarnya. Dr. Roswell sudah membantuku, dan juga
menolongku untuk mencarikan jalan keluarku. Tapi pada saat itu aku
sudah begitu putus asa. Ingin mengakhiri hidupku. Aku tidak bisa
melihat jalan lain lagi untukku."
Semua kehangatan yang sebelumnya ada seketika meninggalkanku
dan aku menyiapkan diriku untuk mendengarkan apa yang akan
terjadi. Seperti kecelakaan kereta api dimana kau tak bisa berhenti
melihatnya, aku ingin mengetahui apa yang terjadi padanya, tapi
juga tak ingin mengetahuinya. Aku tak ingin pergi ke kegelapan
bersama dengannya.
Dia bergeser di dalam bak mandi dan memutar-mutar jari-jarinya di
air saat ia mulai bicara lagi. "Aku tak pernah merasa begitu tenang
saat aku akan melakukannya pada hari itu. Aku bangun dan tahu apa

yang akan kulakukan. Aku menunggu sampai ayahku berangkat


kerja. Aku merasa tidak enak untuk melakukannya di rumah ayahku
tapi aku tahu kalau ibuku tidak akan pernah memaafkanku untuk
melakukannya di rumahnya. Aku menulis surat selamat tinggal pada
mereka dan meletakkannya di atas tempat tidurku. Lalu aku
mengambil segenggam pil tidur yang aku curi dari tempat
penyimpanan ibuku, lalu masuk ke bak mandi, dan memotong
pergelangan tanganku."
"Tidak." Jantungku seakan ditekan menjadi cengkeraman yang
terasa menyakitkan dan semua yang bisa kulakukan adalah memeluk
dirinya, merasakan kehangatan tubuhnya, dan bersyukur sekarang
dia bersama aku. Membayangkan dirinya pada saat ingin mengakhiri
hidupnya, pada usia muda, dan perasaan dia yang tidak mempunyai
pilihan lain adalah persoalan yang sangat serius. Aku bisa merasakan
bagaimana perasaan Brynne itu tapi rasa ketakutan langsung muncul
dari pikiranku.
"Tapi aku menelan pil itu juga. Aku langsung mengantuk dan irisan
dipergelangan tanganku tidak cukup dalam yang bisa membuatku
kehabisan darah, aku tahunya saat diberitahu setelah sadar. Pil yang
kuambil ternyata jauh lebih berbahaya. Ayahku menemukan aku
pada saat yang sangat tepat. Dia pulang untuk makan siang dan ingin
memeriksaku. Dia mengatakan dia seakan merasakan ada getaran
aneh yang membayanginya sepanjang pagi dan dia hanya merasa
ingin pulang. Dia menyelamatkan aku." Brynne sedikit bergidik dan
sedikit memutar kepalanya untuk menyandarkan pipinya di dadaku.
Terima kasih, Tom Bennett. "Aku sangat senang kau menelan pil
itu," bisikku. "Ternyata gadisku tidak selalu cerdas dalam segala
hal." Aku mencoba meringankan sedikit emosinya tapi ini bukan
percakapan untuk memberinya nasehat. Peranku disini hanya

mendengarkan, jadi aku mencium rambutnya lagi dan menempatkan


tanganku di dadanya. "Jika aku bicara dengan ayahmu aku akan
berterima kasih padanya," bisikku.
"Aku terbangun di sebuah rumah sakit psikiatris. Kata-kata pertama
ibuku adalah aku mengalami keguguran dan telah melakukan
tindakan yang sangat bodoh dan mementingkan diri sendiri, dan
dokter itu harus menempatkanku di ruangan pengawasan
pencegahan bunuh diri. Ibuku tidak bisa menanganinya dengan baik.
Aku tahu aku membuat malu ibuku. Dan sekarang setelah aku lebih
tua aku hanya bisa membayangkan bagaimana aku menempatkan
orang tuaku menanggung akibat ulahku, tapi tampaknya ibuku tak
ingin menghadapi salah satu dari apa yang telah aku lakukan. Ibuku
terus-menerus mengatakan bahwa dia menyetujui kehamilan ini
dikeluarkan, sepertinya hal ini merupakan kekhawatiran terbesarnya.
Hubungan kami tidaklah mudah. Dia tidak menyetujui hampir semua
yang kulakukan."
Brynne mendesah lagi di dadaku. Aku hanya terus menyentuh untuk
meyakinkan diriku bahwa dia memang di sini. Gadisku
menceritakan rahasia yang terdalamnya kepadaku, di bak mandi
dengan air panas, telanjang dalam pelukanku setelah beberapa kali
bercinta benar-benar mengacaukan pikiranku. Aku tidak memiliki
keluhan. Well, mungkin beberapa tapi aku tidak akan
menyuarakannya pada Brynne. Aku terus menyiramkan air hangat
diatas lengan dan payudaranya, dan berpikir bagaimanapun aku tidak
menyetujui ibunya. Apa seorang ibu harus mengatakan hal seperti itu
pada putrinya setelah percobaan bunuh dirinya?
"Ketika aku membaik, orang tuaku mengirimkan aku ke tempat yang
begitu indah di gurun pasir New Mexico. Butuh waktu tapi aku
menjadi lebih baik dan akhirnya belajar bagaimana menghadapi

masa laluku. Tidak sempurna, tapi kurasa aku berhasil membuat


beberapa kemajuan yang pantas. Aku menemukan minatku dalam
bidang seni dan semakin berkembang."
Brynne berhenti lagi menceritakan kisahnya, seakan dia mengukur
bagaimana aku menerima cerita masa lalunya dan mungkin aku
terkejut atau ngeri dengan dia sekarang. Dia terlalu khawatir. Aku
mengambil pergelangan tangannya yang ada bekas lukanya dan
mencium tepat di atas tanda bergerigi itu. Terlihat garis kecil seakan
merusak kilau kulit putih beningnya yang seharusnya sempurna,
warna biru pembuluh darahnya terlihat dari bawah kulitnya. Ide
memotong nadinya membuat aku merasa sangat sedih atas apa yang
harus dia rasakan.
Tiba-tiba aku memiliki pencerahanBrynne melakukan upayanya
itu hampir bersamaan waktunya saat aku berada didalam penjara
Afghanistan yang hampir saja
Dia melilitkan jarinya dengan jariku yang menarikku keluar diri
lamunan, membawa tangan kami sampai ke mulutnya dan
menahannya di sana dibibirnya. Brynne mencium tanganku saat ini.
Aku merasakan kehangatan menyiram keseluruh tubuhku dan
mencoba untuk menahan sensasi yang luar biasa ini selagi
berlangsung karena gerakannya ini membuatku begitu emosional
untuk berbicara.
"Aku tak pernah tahu bahwa ayahku pergi ke Senator Oakley dan
pada dasarnya dia memerasnya. Ia sangat marah karena hampir
kehilangan aku dan menyalahkan Lance Oakley karena semuanya.
Ayahku ingin mengajukan tuntutan tapi menyadari kalau aku dalam
kondisi tidak siap menghadapi persidangan dan mungkin tidak akan
pernah siap. Ada bonus tambahan dari ibuku yang menyuruhnya

untuk untuk membiarkannya saja, dengan pertimbangan untuk


menyembuhkanku dalam kedamaian, meyakinkannya agar
membiarkan gagasan tentang tuntutan formal itu berlalu. Tapi
Ayahku masih menginginkan ganti rugi meskipun dalam berbagai
bentuk.
Senator Oakley hanya menginginkan semua kekacauan untuk pergi
menjauh, menjauh dari karier politiknya, karena itu ia memaksa
anaknya untuk mendaftar di Angkatan Darat dan masalah
terbesarnya teratasi saat Lance dikirim ke Irak. Kemudian ia
mengatur penerimaanku di Universitas London ketika pada saatnya
aku sudah lebih baik bisa meninggalkan New Mexico dan pergi ke
perguruan tinggi. Kami memutuskan London karena yang pasti
tempatnya begitu jauh dari rumah dan ada jurusan seni di sini. Aku
bisa berbicara bahasa disini dan Bibi Marie tinggal di sini jadi aku
benar-benar tidak sendirian di negara asing setidaknya masih ada
keluarga."
"Jadi senator sudah tahu persis di mana kau berada selama ini?" Aku
menyerap situasi ini, bahayanya jauh lebih besar daripada yang
pernah aku bayangkan, dan risiko Brynne bisa menjadi sangat besar.
"Aku tak pernah tahu bagian ini sampai minggu lalu," bisiknya,
"Kupikir aku masuk karena usahaku sendiri."
"Aku bisa mengerti bagaimana hal itu mungkin mengganggu
pikiranmu, tapi kuliah pasca sarjana-mu yang sedang kau jalani bisa
memberi manfaat bagimu karena sesuai dengan bidangmu. Aku
pernah melihatmu di tempat kerja, dan aku tahu kau sangat cerdas
melakukan pekerjaan itu," kataku dengan nada menggoda dan
mencium samping rahangnya, "Anorak-ku (slang: julukan kutu
buku) yang menggemaskan, Profesor Bennett."

"Anorak?" Dia tertawa. "Apakah artinya bahasa gaul gila orang


Inggris itu?"
"Ya, kupikir kau seorang Yanks (sebutan orang Amerika)
menyebutnya nerds atau geeks. Itulah kau. Seorang anorak artistik
yang kusukai." Aku memutarkan kepalanya kearahku dan bertemu
dengan bibirnya untuk memberinya ciuman lagi. Aku tahu kami
berdua teringat obrolan konyol kami di dalam mobil pagi itu tentang
profesor menahan siswanya yang nakal. Yang mana dirinya sebagai
profesornya, dan aku siswanya yang nakal.
"Kau gila," katanya sambil menempel di bibirku.
"Tergila-gila padamu," kataku, menekannya sedikit. "Tapi
sebenarnya, Senator Oakley berutang padamu jauh lebih banyak dari
apa yang dia berikan, meskipun hal itu tidak membuatku senang
karena mengetahui dia sangat tahu persis di manakau berada di
dunia ini dan apa yang kau lakukan setiap harinya."
"Aku tahu. Dan itu membuatku agak takut. Ayahku mengatakan
bahwa Eric Montrose tewas mengerikan dalam perkelahian di bar
ketika Lance ada di rumah yang sedang cuti dari Angkatan Darat.
Diadia adalah salah satu dari mereka...termasuk yang ada di video,
tapi aku tak pernah melihat salah satu dari mereka lagi setelah
malam itu. Bahkan Lance Oakley."
Nada suaranya menggangguku, begitu juga memori yang ada dalam
pikirannya saat dia berada di tangan orang-orang yang tidak
berakhlak. Aku adalah satu-satunya orang yang benar-benar merasa
bahagia kalau mereka semua mati. Bagian itu sama sekali tidak
menggangguku. Aku hanya berdoa untuk kematiannya yang tidak

ada hubungannya dengan video itu dan pemeriksaan Senator Oakley.


Aku membuka sumbatan bak mandi untuk membuang air dan
membantunya keluar dari bak mandi. "Aku tak akan membiarkan
sesuatu terjadi padamu dan kau tidak perlu takut. Aku akan
menanganinya." Aku tersenyum. Dan mulai mengeringkan kakinya
dengan handuk. "Aku akan bicara dengan ayahmu besok dan ingin
mengetahui semuanya yang berhubungan dengan Senator Oakley."
Aku mengeringkan tangannya, punggung dan payudaranya, aku
berpikir benar-benar bisa menggunakan ini. "Biarkan aku saja yang
mengkhawatirkan senator itu. Aku akan menyebarkan beberapa
orang-orangku dan melihat apa yang bisa aku dapatkan kembali
beberapa informasi itu. Tak ada yang akan bisa mendekati gadisku
kecuali mereka harus melalui aku dulu."
Dia tersenyum dan memberiku ciuman sedikit menggigit di bibir
bawahku yang terasa sangat menyenangkan. Aku mengalami
kesulitan menahan diriku ingin menyebarkan tubuhnya di atas meja
wastafel dan memiliki dirinya lagi.
Kulit Brynne bercahaya warna keemasan alami, namun sekarang
agak merah muda karena berendam air panas, dan sangat indah,
membuatku jadi keras untuk bisa dilihat dan tetap netral. Jangan
berpikir tentang hal itu. Aku mengabaikan desakan itu dan
meneruskan mengeringkan lekuk tubuh lezatnya yang sudah
kehilangan beberapa bobotnya tapi masih tetap terlihat cantik dan
semua itu milikku. Dia berdiri dengan anggun didepanku seolah-olah
sama sekali tidak terpengaruh dengan ketelanjangan kami saat
berdekatan. Aku bertanya-tanya bagaimana sih ia berhasil
melakukan itu. Well, aku punya gambaran kenapa dia bisa
mengelolanya. Karena ia seorang model yang berpose telanjang dan
dia melakukannya seperti itu. Jangan berpikir tentang yang itu juga.

Aku tak pernah ingat kapan aku dikuasai oleh nafsuku dengan cara
aku dikuasai oleh Brynne. Mungkin karena aku baru saja memulai
hubungan ini, tapi tidak dengan tingkat intensitas yang pernah aku
konsumsi seperti itu sekarang. Sialan, Brynne sebenarnya perlu
makanan, dan tempat tinggal hari-hari terakhir ini.
Setiap orang perlu kebutuhan mendasar, Brynne. Seperti makanan,
air...tempat tidur.
Dia sudah memancing emosi dalam diriku yang aku tak tahu
keberadaannya sampai malam itu, ia berjalan di dalam Galeri
Andersen dan bicara omong kosong tentang aku dan tangan ahliku.
Dia menarik handuk dan menjauh dariku dengan seringainya yang
seksi lalu menggunakannya untuk membungkus semua
ketelanjangannya yang indah itu dengan handuk katun halus
berwarna krem. Betapa mengecewakan. Dia berjalan masuk ke
kamar tidur dan aku bisa mendengar suara laci terbuka dan tertutup.
Aku senang mendengar suara dia berada di sana, bergerak di sekitar
kamar dan bersiap-siap untuk tidur. Aku menarik handuk turun untuk
diriku sendiri dan mulai mengeringkan tubuhku, sangat bersyukur
aku akan tidur dengan dia dalam pelukanku malam ini.
***

Bab 6
Aku membuka mataku di dalam kegelapan dengan aroma Brynne
yang tercium di hidungku dan aku tersenyum ketika mengetahui di
mana kami berada. Dia berada di tempat tidur denganmu. Aku

berhati-hati untuk tidak bergerak agar tidak mengganggu tidurnya.


Dia menghadap kearahku, tapi kepalanya menunduk dan meringkuk
di sekitar lengannya. Aku hanya mengamati dirinya bernapas selama
beberapa menit, terpesona dan merasa puas untuk pertama kalinya
setelah beberapa hari ini. Aku ingin menyentuh gadisku tapi aku
harus membiarkan dia tidur. Demi Tuhan dia membutuhkannya.
Butuh. Begitu banyak kebutuhan dalam diriku sekarang. Kebutuhan
itu hanya Brynne yang bisa memuaskanku, dan itu membuatku
menjadi takut. Aku tak bisa membayangkan memiliki perasaan
seperti ini terhadap seorang wanita mana pun tepat sebulan yang
lalu, dan sekarang aku tak bisa membayangkan tidak bisa memiliki
dirinya dalam hidupku. Saat kami berpisah telah merubah
ketakutanku untuk selamanya.
Aku menarik napas dalam-dalam dan menahannya. Tercium samarsamar di seprei aroma sehabis berhubungan seks tadi, tapi
kebanyakan itu hanyalah bau dari tubuhnya yang segar, aroma
bunga-bunga yang memabukkanku. Mabukku sekarang sama seperti
dengan mabukku pada malam pertama saat kami bertemu. Baunya
begitu menyenangkan, aku benci meninggalkannya sendirian di
tempat tidur, aku bangun dengan pelan-pelan dan memakai celana
jogging dan t-shirt.
Aku berjalan melintasi ruang utama dan menuruni lorong menuju
ruang kerjaku, membiarkan pintu kamar terbuka dengan sedikit
celah, mengantisipasi seandainya Brynne terbangun dengan mimpi
buruknya. Aku sangat ingin merokok dan aku benar-benar perlu
bicara dengan ayahnya.
"Tom Bennett." Logat Amerikanya yang kental di ujung lain dari
ponselku mengingatkan aku seberapa jauh Brynne dari keluarganya,

meskipun aku harus mengakui aku menyukainya karena dia sudah


menganggap London adalah rumahnya sekarang.
"Ini Ethan." Aku menghisap dalam-dalam lalu membuang asap
rokokku.
Keheningan mulai terasa kemudian buru-buru dia bertanya. "Apakah
Brynne aman? Apa yang terjadi? Dimana dia?"
"Tidak terjadi apa-apa, Tom. Dia sedang tidur sekarang ini dan
benar-benar aman." Aku menghisap rokokku lagi.
"Kau bersama dia? Tunggu. Apakah dia di tempatmu sekarang?"
Keheningan semakin terasa dan rasanya tidak menyenangkan saat
Tom Bennett sepertinya sedang merenung apa yang sudah kulakukan
dengan putrinya. "Jadi kalian berdua sudah semakin dekat. Dengar,
aku minta maaf soal telepon yang pernah kulakukan beberapa hari
yang lalu"
"Kau benar-benar menyesal?" Aku menginterupsinya. "Dan ya
memang benar Brynne bersamaku saat ini dan aku berencana untuk
membuat hubungan ini semakin dekat, Tom." Aku mematikan
Djarum-ku dan memutuskan untuk tidak menyalakan rokok lagi
sampai selesai pembicaraan ini. "Asal kau tahu, aku tak akan minta
maaf karena berhubungan dengannya. Kau yang mengatur semuanya
ini. Aku hanya pria biasa yang jatuh cinta pada seorang gadis yang
cantik dan menarik. Aku tidak bisa mencegahnya sekarang, Bisakah
kita saling memahami itu sekarang?"
Tom mengeluarkan suara yang kedengarannya seperti frustrasi yang
ditujukan padaku. Aku harus memberinya penghargaan karena tidak
meledak amarahnya tapi mungkin dia masih memiliki kemarahan itu

dalam dirinya. "Dengar, Ethan...Aku hanya menginginkan dia aman.


Biar Brynne yang membuat keputusannya sendiri dalam hal dengan
siapa dia ingin berkencan. Aku hanya ingin para bajingan itu
menjauhkan diri darinya. Yang mengingatkan dia tentang segala hal
yang buruk. Kau tak tahu bagaimana dia menderita. Itu hampir
menghancurkannya."
"Aku tahu. Dia menceritakan semuanya padaku tadi malam. Aku
punya beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu juga."
"Silakan," kata Tom tidak sabar.
"Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih karena pikiranmu
yang merasa tidak enak dan pulang ke rumah untuk makan siang
sekalian memeriksa keadaannya pada hari itu. Dan kedua, aku ingin
menanyakan sesuatu." Aku berhenti sejenak untuk memikirkan
dampak dari omonganku. "Apa yang yang sebenarnya ada dalam
pikiranmu hingga tidak menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi
pada putrimu? Seperti kata pepatah Knowledge is power semakin
aku tahu semuanya, aku jadi semakin bisa mengatasi semua itu,
Tom. Bagaimana mungkin aku bisa menjaga dan melindungi dia
ketika aku tak tahu apa yang mereka lakukan padanya? Apa yang
dikatakan Brynne padaku tentang rekaman seks bukanlah tindakan
gegabah saat kau menjelaskan hal itu padaku; itu adalah tindak
kriminal tentang penganiayaan dan pelecehan terhadap seorang gadis
tujuh belas tahun oleh tiga pria dewasa yang sah secara hukum."
"Aku tahu itu," katanya dengan suara menyesal. "Aku tak ingin
melanggar kepercayaannya dengan membeberkan semua detail itu
padamu atau siapa pun. Cerita itu miliknya dan dia sendiri yang
berhak untuk mengungkapkannya."

Persetan dengan ini. Aku menyalakan rokok Djarum keduaku. "Kau


tidak menceritakan bagian tentang senator yang memberi dia
beasiswa ke University of London. Dia tahu persis di mana Brynne
berada selama bertahun-tahun."
"Aku menyadari itu, dan sekali lagi, aku hanya ingin membuat dia
pergi sejauh mungkin dari orang-orang itu!" Katanya sambil
menggertakkan giginya lagi. "Aku tahu situasi ini berpotensi
menjadi bencana karena meninggalkan putriku dalam posisi yang
paling buruk! Sekarang apa kau paham kenapa aku
membutuhkanmu? Semuanya ini akan luput dari pemberitaan lalu
dilupakan jika saja tidak terjadi kecelakaan pesawat itu. Siapa yang
mengira kalau Oakley akan diteliti untuk menjabat menjadi wakil
presiden berikutnya!"
Aku mendesah dengan keras. "Aku sudah menyelidiki dia dan sejauh
ini aku tidak menemukan kejelekan apapun yang muncul tentang
senator itu. Aku tahu anaknya bermasalah, tapi catatan hitam Senator
Oakley tertutup rapi dan bersih."
"Well, aku tidak mempercayai dia. Dan sekarang salah satu brengsek
tak bermoral itu sudah mati! Senator ingin semua cerita ini mati dan
dikubur, dan sekarang, putriku terjebak di tengah-tengah tumpukan
kekacauan itu! Ini tidak bisa diterima!"
"Kau benar, dan aku mengawasi mereka semua, percayalah padaku.
Aku memiliki beberapa kenalan di SF (pasukan khusus) yang sedang
memeriksa catatan militer putranya. Jika ada sesuatu di sana aku
akan mengetahuinya. Pertanyaan untukmu. Brynne mengatakan
dialah satu-satunya orang yang teridentifikasi di dalam video itu. Dia
mengatakan padaku yang lain kebanyakan tak terlihat di kamera dan
suara mereka ditutupi dengan sebuah lagu"

"Akuaku melihatnya. Aku melihat apa yang mereka lakukan pada


anak gadisku..." Suara pria itu seperti hancur sekarang.
Aku menutup mataku dan memaksa agar gambaran itu segera
memudar. Aku tak bisa membayangkan ada pada posisinya, melihat
apa yang dilakukan bajingan tak bermoral itu dan tidak mencoba
untuk membunuh orang yang menyakiti Brynne. Aku salut pada Tom
Bennett karena tidak menjadi seorang pembunuh di dalam catatanku.
Aku berdeham agar bisa bicara. "Ada hal lain yang perlu kau ketahui
tentang aku."
"Apa itu?"
"Dia tanggung jawabku sekarang. Aku yang mengambil keputusan
sekarang, dan aku melakukan kontak dengan orang-orang Oakley,
kapan dan jika saatnya tiba. Brynne sudah dewasa dan kami
bersama-sama. Dan jika kau merasa khawatir tentang motifku untuk
mengatakan ini, tak usah khawatir. Aku mencintainya, Tom. Aku
akan melakukan apa pun untuk menjaganya agar dia aman dan
bahagia." Aku menghisap asap rokok itu untuk terakhir kalinya dan
membiarkan kata-kataku meresap kedalamnya.
Dia menghela napas sebelum menjawab. "Aku punya dua hal untuk
dikatakan terhadap masalah itu. Dari seorang klien yang
membutuhkanmu, aku setuju dengan sepenuh hati. Aku tahu kau
orang yang kompeten untuk pekerjaan itu. Jika ada yang bisa
membawa Brynne melewati kekacauan ini maka orang itu adalah
kau."
Dia berhenti sejenak dan aku bisa menebak apa yang akan dikatakan

selanjutnya.
"Tapi sebagai seorang ayah yang mencintai putrinyadan kau
benar-benar tak akan bisa memahami perasaan itu sampai hal itu
terjadi padamujika kau menyakiti hatinya dalam urusan ini, dan
membuatnya patah hati, aku akan mendatangimu, Blackstone, dan
aku akan melupakan kalau kita pernah berteman."
Aku tersenyum di kursiku, senang bahwa pembicaraan ini telah
keluar dari jalur. "Cukup adil, Tom Bennett. Aku bisa menerima
syarat itu."
Kami bicara sedikit lebih banyak lagi dan aku memperoleh cerita
lengkap tentang latar belakang Oakley yang berasal dari San
Francisco. Kami merencanakan untuk bicara lagi segera, agar dia
mengikuti setiap ada perkembangan baru, dan mengakhiri
percakapan ini.
Aku masih tinggal dimejaku sebentar, menulis beberapa catatan, dan
mengirim beberapa email sebelum mematikan laptopku. Saat aku
mematikan lampu, Simba berenang liar di akuarium dengan lampu
yang menyala di belakang mejaku. Aku berbalik dan menyapanya
sebelum keluar menuju ke balkon untuk duduk sebentar.
Aku melewati kamar tidur dan tak mendengar apa-apa selain
keheningan. Aku ingin Brynne tidur dengan nyenyak. Tanpa ada lagi
mimpi buruk untuk gadisku. Dia telah melalui kehidupannya yang
cukup buruk sepanjang hidupnya.
Langit malam dengan jutaan bintang malam ini. Hal ini tidak sering
terjadi mereka tampak begitu gemerlap dan aku menyadari itu akan
menjadi waktu yang lama setelah aku duduk di sini. Aku

menyalakan rokok lainnya. Ini adalah satu-satunya hal yang tidak


berguna. Jika aku merokok di luar maka tak seorangpun tahu tentang
hal ini. Aku seharusnya tidak merokok di dalam karena Brynne di
sana juga.
Aku menyilangkan kakiku di atas kursi ottoman dan bersandar ke
kursi panjang. Aku membiarkan pikiranku mengembara pada
kejadian hari ini dan semua yang telah terjadi. Aku berpikir tentang
kisah tragis Brynne dan bagaimana hal itu telah berubah sekarang.
Bagi kami berdua. Ya...masa kegelapan kita berdua sudah seperti
alam semesta yang sejajar. Saat itu usianya baru tujuh belas tahun
dan aku sudah dua puluh lima. Kami berdua di tempat yang sangat
buruk. Aku merasa lebih terhubung dengan dia dibandingkan
sebelumnya, duduk di sini sendirian, menghisap tembakau berempah
masuk kedalam paru-paruku.
Aku dulunya merokok Dunhills. Itu adalah merek pilihanku dan di
urutan yang paling atas. Aku suka hal-hal yang bagus jadi itu tidak
mengejutkan lagi. Tapi itu semua berubah setelah kejadian di
Afghanistan. Banyak hal yang berubah setelah di tempat itu. Aku
menyerap nikotin yang sangat didambakan tubuhku dan menatap
banyak sekali bintang yang bersinar di atas kepalaku.
...Setiap penjaga merokok tembakau dicampur cengkeh. Masingmasing bajingan pemberontak itu memiliki satu yang terlihat begitu
menyenangkan, lintingan rokok yang tidak sempurna menggantung
dibibirnya ketika mereka melakukan tugas-tugasnya yaitu memukul
dan mengacaukan pikiran. Dan baunya Seperti ambrosia murni
(makanan para dewa Yunani). Aku bermimpi sedang merokok di
hari pertama penangkapanku. Aku bermimpi tentang aroma manis
cengkeh di campur dengan tembakau sampai aku yakin aku akan
mati sebelum aku mencicipinya. Pemukulan dan interogasi

kemudian di mulai. Kupikir mereka tak tahu siapa yang telah


mereka tangkap saat pertama kalinya. Meskipun semua ada
waktunya, dan mereka akhirnya mengetahui. Orang-orang
Afghanistan itu ingin menggunakan aku untuk menegosiasikan
pembebasan teman mereka.
Aku mendapatkan semua itu dari mereka yang berteriak-teriak
hingga nyaris pingsan. Itu benar-benar diluar kekuasaanku.
Kebijakan pemerintah tidak akan negosiasi dengan teroris jadi aku
tahu mereka akan kecewa. Dan aku tahu mereka akan
melampiaskan perasaan frustrasinya padaku. Yang mana mereka
sudah melakukannya. Aku sering bertanya-tanya apakah mereka
tahu seberapa dekat aku ketika aku datang untuk menghancurkan
mereka pada awalnya. Aku merasa sangat bersalah sekali karena
mengetahui kebenaran itu, dan merasa lega aku tidak harus
memilih, tapi ada beberapa interogasi (jika kau menyebutnya
semacam itu) di mana aku akan bernyanyi seperti burung kenari di
tambang batu bara jika mereka menawari aku satu batang lintingan
rokok kretek yang rasanya manis dan nikmat itu untuk dihisap.
Hal itulah yang pertama kali aku minta ketika aku berjalan keluar
dari tumpukan puing-puing. Marinir AS yang menemukanku terlebih
dulu, mengatakan aku dalam kondisi sangat shock. Aku...dan aku
tidak mengira aku masih hidup. Aku pikir dia sangat shock saat
melihat seseorang yang masih hidup berjalan keluar dari sisa-sisa
puing penjaraku setelah mereka mengebom untuk
menghancurkannya (yang mana aku mengucapkan sangat berterima
kasih untuk itu). Tapi aku sungguh-sungguh dalam kondisi sangat
shock karena aku tahu secepat itu takdir telah merubahku. Aku
akhirnya menemukan keberuntungan. Atau keberuntungan akhirnya
menemukanku. Ethan Blackstone adalah orang yang sangat
beruntung, pria yang begitu beruntung

Sebuah bayangan bergerak dari balik cahaya redup di belakangku


yang menarik perhatianku. Aku menoleh. Jantungku berdesir
didalam dadaku saat melihat Brynne berdiri tepat di seberang kaca
geser sedang memandangku. Kami saling menatap selama satu atau
dua detik sampai dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu
dan melangkah keluar.
"Kau sudah bangun," kataku.
"Kau merokok di luar sini," katanya.
Aku meletakkan rokokku di asbak dan menjulurkan tanganku
terbuka untuknya. "Kau memergokiku."
Dia melangkah dan berdiri tepat diatasku, terlihat kacau, rambutnya
kusut karena baru bangun tidur dengan t-shirt biru muda dan celana
boxer sutraku. Dan tidak memakai apapun dibaliknya. Aku
menariknya turun kearahku dan dia tersenyum kecil, menekuk
kakinya yang panjang di kedua sisiku, duduk mengangkang
dipangkuanku dan memegang wajahku dengan kedua tangannya.
"Kau sangat kacau, Blackstone." Matanya menyipit, mencoba untuk
membacaku. Aku tahu apa yang dia lakukan dan aku sangat berharap
aku bisa tahu apa yang benar-benar dia pikirkan. Pada kenyataannya
dia baru saja merangkak di atas pangkuanku dan memegang wajahku
yang membuatku senang, tapi melihat dia yang begitu santai dan
bahagia setelah terjaga di tengah malam, membuatku merasa lebih
senang lagi.
"Mmmmm, aku tahu bagaimana kau dapat menghukumku jika kau
menginginkannya," kataku padanya.

Dia meringkuk di tubuhku dan aku memeluknya. "Apa yang kau


pikirkan? Kau tampak begitu jauh, menyelinap sambil merokok di
sini dalam kegelapan."
Aku bicara diatas rambutnya dan menggerakkan tanganku ke atas
dan ke bawah punggungnya. "Aku sedang memikirkan tentang
...keberuntungan. Menjadi beruntung. Memiliki beberapa
keberuntungan itu." Ini memang benar dan alasanku masih bisa
bernapas meskipun aku belum bisa berbagi cerita itu dengan dia.
Aku menginginkan itu, tapi tak tahu caranya bahkan untuk memulai
menceritakan itu dengan Brynne. Dia tak perlu omong kosong yang
lebih menyakitkan yang bisa menambah bebannya lagi.
"Dan kau? Orang yang beruntung?"
"Dulunya aku tidak. Tapi kemudian suatu hari keberuntunganku
telah merubahku menjadi lebih baik. Aku mengambil karunia yang
diberikan padaku dan mulai bermain kartu."
Dia menelusuri dadaku dengan jari-jarinya begitu lembut, mungkin
tidak menyadari seberapa besar pengaruhnya terhadapku.
"Kau memenangkan banyak turnamen. Ayahku mengatakan padaku
bagaimana dia bertemu denganmu."
Aku mengangguk diatas kepalanya, bibirku masih dirambutnya.
"Aku sangat menyukai ayahmu ketika pertama kalinya kami
bertemu. Aku masih menyukainya sampai sekarang. Aku baru saja
berbicara dengannya."
Tangannya didadaku langsung diam sejenak tapi kemudian

meneruskan mengelus dengan lembut. "Dan apa katanya?"


"Ia bicara seperti yang aku bayangkan itu. Kami berdua bicara
seperlunya dan sedikit berbasa-basi. Dia tahu tentang hubungan kita.
Aku mengatakan padanya. Keinginannya sama seperti akuuntuk
menjagamu agar aman dan bahagia."
"Aku merasa aman denganmu...Aku selalu merasakannya. Dan aku
tahu ayahku sangat menghargaimu. Dia bercerita padaku bagaimana
dia harus merayumu untuk melindungiku." Suaranya menempel di
tubuhku, mulutnya tepat di atas dadaku. Suara yang indah, lembut
dan menarik, dan itu salah satu yang membuatku menjadi sangat
keras. "Aku hanya berharap dia mengatakan padaku apa yang terjadi
denganmu." Dia berhenti sebentar dan kemudian berbisik dengan
penuh tekad, "Aku harus tahu apa yang terjadi, Ethan. Aku tidak
ingin kembali menjadi korban yang tidak sadar. Rahasia akan
menghancurkan akuaku tidak bisa menanganinya sekarang. Aku
harus selalu mengetahui semuanya. Aku tak mau lagi bangun seperti
itu dan menemukan diriku di atas meja, tak tahu siapa atau kenapa
Aku tak bisa"
"Shhhhh...Aku tahu." Aku menghentikannya sebelum dia
meneruskan bicaranya. "Aku menyadari itu sekarang."
Aku meraih wajahnya. Aku ingin melihat matanya ketika aku akan
meneruskan berbicara dengannya. Dia benar-benar cantik saat
menatapku di bawah cahaya penuh bintang dimalam hari dimana ia
berbaring di dadaku. Bibirnya ingin kucium dan aku ingin berada di
dalamnya lagi, tapi sebaliknya aku memaksakan diri untuk berbicara
dengannya. "Aku sangat menyesal karena menyimpan rahasia itu.
Aku mengerti mengapa kau butuh transparansi. Aku menerimanya,
dan aku berjanji untuk menceritakan semuanya mulai sekarang,

meskipun aku berpikir kau tak akan suka mendengarnya. Dan aku
tahu bahwa sulit bagimu untuk menceritakan kisahmu tadi, tapi aku
ingin kau tahu bahwa aku sangat bangga sekali padamu. Kau begitu
kuat...dan cantik...dan brilian, Brynne Bennett. Gadis Amerikaku
yang cantik." Aku mengusap diatas bibirnya dengan ibu jariku.
Dia tersenyum dengan setengah mulutnya ditarik ke atas ke arahku.
"Terima kasih," bisiknya.
"Dan kau tahu apa yang terbaik dalam hal ini?" Tanyaku.
"Katakan padaku."
"Kau di sini bersamaku. Di sini, di mana aku bisa melakukan ini."
Aku memasukkan tanganku di bawah bajunya dan menangkup
payudaranya, yang begitu lembut, mengisi tanganku dengan
miliknya yang kenyal dan lembut itu. Aku tersenyum kepadanya.
Semacam senyum dimana aku bisa merasakan itu di wajahku, dan
cukup banyak mengisyaratkan kearahnya dan seperti daftar lain yang
sangat pendek.
"Aku," katanya. "Dan aku sangat senang berada di sini denganmu,
Ethan. Kau orang pertama yang membuat aku...melupakan peristiwa
itu." Suaranya semakin lembut tapi anehnya, lebih jelas. "Aku tak
tahu mengapa ini bisa begitu saat bersamamu, tapi memang itulah
kenyataannya. Akuaku tidak biasa melakukan keintiman sejak
lama. Lalu aku masih...merasa begitu sulit...waktu aku mencoba"
"Ini tidak penting lagi, sayang," aku menyela. Aku benci bahkan
hanya membayangkan saja Brynne dengan orang lain; pria lain
melihatnya telanjang, menyentuhnya, membuat dia orgasme.

Gambaran itu membuatku gila karena rasa cemburu, tapi apa yang
baru saja dia katakan padaku, itu juga membuatku begitu bahagia
disaat yang sama. Aku adalah orang pertama yang membuat dia
melupakannya. Astaga ya! Dan aku akan membuat diriku menjadi
orang terakhir yang pernah dia ingat juga.
"Aku memilikimu sekarang, dan aku akan menahanmu, dan aku
tidak akan membiarkan kau pergi lagi."
Dia mengguman padaku dan matanya menyala saat aku meremas
payudara yang lain dan menemukan putingnya muncul mengetat.
Dia memiliki puting yang begitu sensitif dan aku suka sekali
menghisapnya. Dan membuat dia menginginkanku. Ini adalah
motivasi yang nyata jika aku jujur. Membuat Brynne menginginkan
aku adalah obsesiku.
Aku menyibakkan rambutnya ke samping lalu bibirku melekat di
lehernya. Aku menyukai rasa kulitnya dan bagaimana dia merespon
ketika aku menyentuhnya. Kami berdua sepertinya memiliki kontak
batin, dan aku tahu ini sejak awal. Sekarang dia melengkungkan
tubuhnya kedadaku, membenturkan dadanya lebih jauh ketanganku.
Aku menjepit putingnya dan menikmati suara yang dia buat ketika
aku melakukan itu. Aku tahu kemana ini akan berlanjut, atau di
mana aku ingin mengarahkan ini. Aku ingin bergerak didalam
dirinya, membuatnya klimaks, dia akan menamplkan pandangan
mata yang lembut, menyala yang tampak cantik saat ia mencapai
klimaks. Aku merasa hidup ketika melihat dikedalaman matanya.
Penampilannya itu mendorongku bertingkah seperti belum pernah
dinilai lebih sebelumnya dengan seorang wanita.
Dia mulai menggeser-geserkan dirinya di pangkuanku. Pinggulnya
digoyang-goyang di atas kemaluanku yang kini sangat terangsang

dibalik kain tipis dari celana joggingku, membuatku membayangkan


semua hal kinky yang ingin aku coba. Dan akulah pria yang ingin
mencoba adegan kinky dengannya.
Aku menyelipkan tanganku melalui pahanya memasuki celana boxer
sutra yang dia pakai dan tepat sampai pangkal pahanya. Akses yang
begitu mudah. Dan dia begitu basah untukku, aku hanya bisa maju
sedikit demi sedikit untuk lebih kedalam. Dia mengerang ketika aku
menyentuh inti tubuhnya dan mulai berputar-putar di atas clit-nya
yang ingin kusentuh dengan milikku yang sudah mengeras. Dia
menginginkan aku. Aku membuat dia menginginkan aku secara
seksual. Jika itu hal terbaik yang bisa kulakukan dengan dia untuk
saat ini maka aku akan mengambil apa yang bisa aku dapatkan.
Bagaimanapun juga aku menginginkan lebih dari Brynne-ku. Begitu
banyak sekali.
Aku menyeret mulutku menjauh dari lehernya dan tanganku dari
pangkal pahanya dan mengangkatnya dari pangkuanku hingga dia
berdiri di hadapanku. Aku tetap dikursi panjang dan mengalihkan
tatapanku ke atas kearahnya. "Lepaskan pakaianmu untukku."
Dia sedikit terhuyung-huyung diatas kakinya, menatap kearahku,
ekspresinya tak terbaca. Aku tidak tahu apakah dia akan melakukan
perintahku, tapi aku tidak peduli. Aku baru saja mengetahui gairahku
tertantang yang membuatku semakin mengeras sampai menjadi
seperti besi.
"Tapi kita berada di luar..." Dia berpaling melihat keluar dari balkon
lalu kembali menatapku.
"Segeralah telanjang dan duduk lagi di atas pangkuanku."

Dia mulai bernapas dengan berat dan aku masih tidak yakin apakah
dia akan melakukannya, tapi aku tetap mengatakan padanya. Brynne
menyukainya ketika aku berbicara dengan terus terang.
"Tidak ada seorangpun yang bisa melihat. Aku ingin bercinta di sini,
sekarang, di bawah bintang-bintang," kataku.
Dia menatapku dengan warna matanya yang tak bisa sebutkan dan
menjulurkan tangannya ke bagian bawah t-shirt-nya. Dia
menariknya keatas dan berhenti dalam sekejap, tapi menahannya
dengan satu tangan sejenak sebelum melepaskan pakaiannya dan
membiarkannya jatuh ke lantai balkon. Penundaan itu, Tatapan yang
dia berikan padaku adalah tatapan seksi yang murni tanpa noda.
Gadisku tahu bagaimana memainkan permainan ini. Dia juga
memiliki payudara yang paling indah di dunia.
Berikutnya dia pindah ke pinggang celana pendek. Ibu jarinya
diselipkan di balik karet elastisnya. Mulutku mulai keluar air liur
saat celana itu mulai turun. Dia membungkuk dengan anggun dan
melangkah keluar dari celana boxer sutraku. Dia berdiri benar-benar
telanjang didepanku, kakinya sedikit terbuka, rambutnya acakacakan dengan liar dari bangun tidur, menunggu aku untuk
mengatakan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
"Ya Tuhan, lihatlah dirimu. Tak ada yang bisa kau katakan padaku
bahwa itu akan mengubah perasaanku tentangmu, atau membuatku
menginginkan dirimu menjadi berkurang." Kemaluanku berdenyut
dengan iramanya sendiri. Seakan sekarat saat melihat keberanian
dirinya. "Percayalah," kataku padanya, nadaku sedikit membawa
kepedihan.
Raut wajahnya menyiratkan perasaan lega saat mendengar kata-

kataku. Brynne tidak bergerak, dirinya masih memiliki begitu


banyak keraguan tentang bagaimana masa lalunya mungkin
mengubah perasaanku kepadanya. Aku harus melakukan sesuatu
untuk menunjukkan padanya bahwa masalah itu tidak penting
bagiku."Kemarilah, cantik."
Dia melangkah kearahku dan merangkak ke atas pangkuanku lagi,
menekuk kakinya dan menyesuaikan duduknya tepat di atas
kemaluanku hanya dengan lapisan katun lembut yang memisahkan
kulit kami. Aku akan melakukan sesuatu pada payudaranya terlebih
dulu, masing-masing tanganku menangkup satu-satu dan
meremasnya. Mereka mengisi tanganku dengan tepat, tidak lebih
tapi kenyal dan lembut begitu menggiurkan dan berjanji akan
mengklaim bagian tubuhnya yang lain untuk diriku sendiri.
Kesempurnaan.
Dia melengkung ke belakang ketika aku menggigit putingnya. Tidak
keras, tapi cukup untuk memberinya sedikit sengatan kemudian
mengerang dengan menakjubkan ketika aku menjilatnya dengan
lidahku. Aku bertanya-tanya bagaimana reaksinya jika itu dilakukan
dengan klem penjepit. Aku yakin aku bisa membuatnya langsung
orgasme. Sebetulnya, aku cukup tahu itu. Dia akan menjadi sesuatu
yang luar biasa untuk di tonton ketika itu terjadi. Aku mencoba
dengan payudara yang satunya dan merasakan dirinya semakin
menegang, melengkung ke belakang dengan tanganku yang
menahannya, tubuhnya terpampang jelas dan hangat...dan begitu
cantik.
Aku ingin berada di dalam dirinya. Untuk merasakan orgasme
Brynne di sekeliling jariku atau lidah atau kemaluanku, sebuah
sensasi yang tak bisa digambarkan, satu-satunya yang membuatku
kecanduan. Aku menggerakkan tanganku menuruni punggungnya,

meluncur dengan menjejak jariku sampai di atas pantatnya, turun


lagi jauh lebih ke bawah sampai memenuhi celahnya yang sudah
basah. Dia tersentak dengan suara lembut saat jemariku menyentuh
intinya, dan mengerang ketika aku menembus panas yang sudah
basah memasuki jepitannya sampai dalam.
"Kau milikku..." Aku mengatakan padanya sambil berbisik, hanya
beberapa inci dari wajahnya. "Ini milikku. Sepanjang waktu...entah
dengan jariku...atau lidahku ...atau kemaluanku.
Matanya menatapku dengan terbakar saat jari-jariku bergerak
didalamnya. Aku mengambil mulutnya dan mengubur lidahku sejauh
yang aku bisa sampai ke dalam bersamaan dengan apa dilakukan
jariku diantara pahanya. Pahanya begitu cantik terbuka lebar diatas
pangkuanku karena aku menyuruhnya untuk melakukan itu.
Aku begitu bernafsu, hingga aku yakin aku terlalu kasar padanya,
tapi aku tidak bisa mengendalikan itu. Dia tidak protes, dan jika dia
melakukannya, aku akan berhenti. Setiap respon, setiap suara dan
desahannya, setiap gerakannya yang liar di atas kemaluanku, itu
seakan sudah mengatakan padaku, itulah kenyataannya, dia
menyukainya. Brynne menyukaiku sebagai dominan ketika kami
bercinta dan aku sangat menyukai bagaimana reaksi dia saat
bersamaku.
Memegang dia dengan cara ini, dengan tanganku di bawah melalui
pantatnya, memaksanya semakin dekat terhadapku adalah sesuatu
yang harus kulakukan. Aku ingin dia mengerti bahwa aku tak bisa
membiarkan dia pergi lagi. Aku tak akan membiarkan dia pergi.
Kurasa itu adalah kebutuhan di dalam diriku untuk memilikinya.
Aku membutuhkan kontrol saat berhubungan seks sebelumnya, tapi

tidak seperti ini. Brynne melakukan sesuatu padaku, aku bahkan tak
bisa memahaminya. Belum pernah aku merasa seperti ini. Hanya
dengan dia.
Aku mengangkat tubuhnya naik dari pinggulku. Dia mengerti dan
menahan dirinya menggantung, cukup bagiku untuk melakukan
sesuatu yaitu mendorong celana joggingku menuruni pinggangku.
Bukan trik yang paling mudah, tapi itu diperlukan jika aku ingin
berada di dalam dirinya, dan dia tampak begitu siap dengan
rencanaku. Aku menahan milikku lurus ke atas dan mengatakan
padanya dengan napas yang keras, "Tepat di sini. Dan masukkan ke
dalam dirimu dengan baik."
Kurasa aku mungkin benar-benar mengeluarkan satu atau dua tetes
air mata di mataku ketika dia meluncur turun di atasku dan mulai
bergerak. Aku tahu aku juga menginginkannya. Aku merasa mataku
berair saat sentuhan pertama dirinya mengelilingi kemaluanku dan
semua itu terasa licin, panas, dan benar-benar nikmat selama seks
liar ini saat ia melompat naik dan turun ke bawah, hubungan seks
yang tidak akan kulupakan. Dan sekali lagi ketika aku mendorong
diriku ke dalam dirinya. Aku berhasil membuat dirinya orgasme lagi
dengan ibu jariku menggosok miliknya yang manis itu, dan aku
menyukai setiap rintihan dan suara yang dia buat saat dia mencapai
puncaknya beberapa saat kemudian. Dia orgasme dengan keras
semakin meremas diriku. Namaku keluar dari bibirnya saat itu
terjadi adalah benar-benar saat terbaik bagiku juga. Ethan...
Ketika ia roboh di atas tubuhku, kemaluanku masih mengejang,
terkubur jauh di dalam dirinya, di guncang oleh gejolak orgasme saat
otot di dalam dirinya meremas dan menarik. Aku yakin aku bisa
tinggal dalam dirinya untuk selamanya.

Aku menahan kami bersama-sama, tak pernah ingin memisahkan


tubuh kami. Kami berada di luar di balkon untuk sejenak. Aku hanya
mendekapnya dan mengusap ke atas dan ke bawah di punggungnya
dengan jariku. Dia menciumi leherku dan dada, dan terasa sangat
lembut dan hangat meskipun udara dingin karena masih malam, dan
kami berada di luar, dan dia benar-benar telanjang. Aku menarik
selimut yang menutupi kursi lain dan membungkus di sekitar
tubuhnya.
Untuk pertama kalinya aku memahami apa yang dimaksudkan
orang-orang ketika mereka mengatakan mereka bisa menangis
karena mereka merasa sangat bahagia.
***

Bab 7
"Masuklah dan pilih yang mana yang kau sukai untuk hari ini,"
kataku. Brynne menyeringai dari pintu ruang pakaianku dan
kemudian menghilang kembali ke dalamnya.
"Well, aku suka yang ungu, tapi kupikir hari ini kita akan pergi
dengan yang satu ini," ujarnya saat dia muncul dengan dasi biru di
tangannya. Dia melenggang ke arahku dan membungkuskan sutra itu
di leherku. "Ini cocok dengan matamu dan aku suka warna matamu."
Aku suka ketika kau mengucapkan kata cinta yang mengacu pada
apa pun tentangku.
Aku melihat ekspresi wajahnya saat ia bekerja memasang simpul
dasiku, menggigit sedikit sudut lezat bibir bawahnya dalam

konsentrasi; menyukai perhatiannya dan tidak menyukai kenyataan


bahwa ia jelas pernah mempraktekkan ini dengan orang lain. Dia
berdiri tepat di depan pria lain dan mengikat dasi itu untuknya. Aku
tahu itu. Aku mencoba untuk tidak membayangkan bahwa itu adalah
pagi ketika ia melakukan layanan ini untuk bajingan itu dan bahwa
dia tak akan menghabiskan malam mengisap ereksi si bajingan itu.
Aku seperti bajingan yang pencemburu sekarang. Aku belum pernah
cemburu dengan salah satu gadis yang aku kencani sebelumnya, tapi
sekali lagi, Brynne bukan hanya seorang gadis untukku. Brynne
adalah Sang Gadis itu. Gadisku.
"Aku suka bahwa kau berada di sini melakukan ini untukku," kataku.
"Aku juga." Dia tersenyum ke arahku untuk sesaat sebelum kembali
mengerjakan tugasnya.
Ada begitu banyak lagi yang ingin kukatakan, tapi aku tidak
mengatakannya. Mendesak dia tak akan pernah berhasil, dan aku
belajar dari pengalamanku untuk hal itu, tapi tetap masih sulit untuk
melakukan semua hal ini pelan-pelan. Aku tak ingin pelan-pelan
dengan Brynne. Aku ingin cepat dan intens dan sepanjang waktu.
Terima kasih Tuhan aku tidak mengatakan hal itu keras-keras.
"Apa kegiatanmu hari ini, Miss Bennett?" Tanyaku sebagai gantinya.
"Aku ada pertemuan makan siang dengan rekan-rekan dari
universitas. Berdoalah untukku. Aku harus mulai berpikir tentang
mendapatkan visa kerja itu dan mungkin ada sesuatu dalam hal ini
untukku. Seperti janji pemeliharaan di museum London utama." Dia
menyelesaikan dasiku dan menepuknya. "Sudah. Kau tampak sangat
keren dengan dasi birumu, Mr. Blackstone." Ia menyodorkan
bibirnya padaku dengan mata terpejam.

Aku menciumnya dengan hanya kecupan kecil di bibirnya yang


merekah. Dia membuka matanya dan menyipitkannya, tampak
kecewa. "Kau mengharapkan sesuatu yang lebih ya?" aku suka
menggodanya dan membuatnya tertawa.
Dia berdiri di depanku bersikap seakan dia tidak peduli. "Meh,"
katanya sambil mengangkat bahu, "ciumanmu...lumayan kurasa. Aku
bisa bertahan meskipun tak mendapatkannya."
Aku tertawa melihat ekspresi di wajahnya dan menggelitik
pinggangnya. "Suatu hal yang baik kau mengkonservasi lukisan,
sayangku, karena kau tak bisa bohong dengan baik."
Dia menjerit karena gelitikan itu dan mencoba untuk melarikan diri.
Aku melingkarkan lenganku di sekeliling tubuhnya dan menariknya
kearahku. "Tak melarikan diri untukmu," gumamku di bibirnya.
"Bagaimana jika aku tidak ingin melarikan diri?" Tanya dia
dibibirku.
"Itu bagus juga," jawabku dengan ciuman. Aku mulai lambat dan
menyeluruh, menikmati momen pagi ini bersama sebelum kami
harus berurusan dengan pekerjaan kami masing-masing. Dia meleleh
padaku dengan cara yang begitu manis sehingga aku harus
mengingatkan kami berdua karena memiliki pekerjaan dan tak ada
waktu untuk membawanya kembali ke tempat tidur sekarang. Hal
baiknya adalah bahwa kami akan berada di sini lagi pada malam
hari, dan aku bisa mewujudkan dengan baik imajinasiku dengan
sangat jelas.

Aku memberi ciuman selamat tinggal padanya beberapa kali lagi


sebelum kami berpisah: saat menunggu di lift, di garasi parkir
bersandar pada Rover, dan ketika aku mengantarnya ke Rothvale.
Suatu keuntungan dari memiliki seseorang yang kau begitu ingin
bersamanya dalam hidupmu. Sekali lagi, aku adalah seorang yang
pria yang benar-benar beruntung. Setidaknya aku cukup pintar untuk
menyadari hal itu.
***
Aku masuk melalui pintu depan hari ini setelah parkir karena aku
ingin membeli semua koran penting di Amerika Serikat dan
menjelajahi detail kecil di dalamnya. Koran-koran itu pasti penuh
dengan perang politik sekarang, tapi pertarungan membosankan
yang sebenarnya antar kandidat belum dimulai. Pemilihan Presiden
diadakan awal November di AS, sehingga masih ada lima bulan lagi
untuk publisitas. Aku tiba-tiba merasa sedikit khawatir dan lalu
mengabaikannya. Aku tidak boleh gagal dalam melindungi dirinya.
Aku tak akan membiarkan kegagalan.
Muriel menyeringai padaku ketika aku membayar Koran-koran itu.
Aku mencoba untuk tidak bergidik saat melihat giginya. "Ini dia,
luv," katanya, sambil mengulurkan tangan kotornya dengan uang
kembalianku.
Aku melihat tangan kotor itu dan memutuskan ia membutuhkan
perubahan lebih daripada yang aku butuhkan untuk kontrak penyakit
menular. "Simpan saja." Aku menatap mata aneh indahnya yang
hijau dan mengangguk sekali. "Aku akan mendapatkan semua korankoran AS teratur dari sekarang jika kau sudah menyiapkannya,"
tawarku.
"Oh, betapa baiknya dirimu. Aku akan menyiapkannya. Semoga

harimu menyenangkan, tampan." Dia mengedipkan mata. Dia


menatapku dan menunjukkan lagi sedikit lebih banyak dari gigi
mengerikan itu. Aku mencoba untuk tidak melihat terlalu dekat, tapi
kupikir Muriel bisa bersaing denganku dalam hal rambut janggut.
Kasihan dia.
Ketika aku masuk ke kantorku, aku memulai penyelidikan dengan
sungguh-sungguh. Aku mendengarkan pesan suara dari orang yang
telah menelepon Brynne. Aku mengulanginya beberapa kali. Orang
Amerika, tentunya, non-konfrontatif, tidak ada yang terungkap
dalam pesan itu apa pun tentang apa yang dia mungkin tahu. "Halo.
Ini adalah Greg Denton dari The Washington Review. Aku mencoba
untuk menemukan Brynne Bennett yang bersekolah di SMA Union
Bay, San Francisco... "
Pesannya singkat dan jelas, dan dia meninggalkan informasinya
untuk panggilan kembali. Sejarah menunjukkan ia hanya menelepon
dia satu kali sehingga ada kesempatan yang sangat baik dia tidak
tahu banyak, atau bahkan Brynne orang yang tepat yang ia coba
untuk hubungi.
Aku memberikan pengarahan singkat pada Frances tanpa
memberikan rincian spesifik, menyuruhnya untuk mencari informasi
tentang Greg Denton di The Washington Review dan juga untuk
melihat apa lagi yang dia bisa peroleh di surat kabar yang kubeli
pagi ini.
Aku baru saja duduk kembali, melototi laci mejaku di mana rokok di
simpan saat Neil masuk.
"Kau tampak agak...manusiawi...pagi ini, sobat." Dia duduk di kursi
dan menatapku, sedikit seringai pada rahang perseginya.

"Jangan katakan itu," aku memperingatkan.


"Baiklah." Dia menarik keluar ponsel miliknya dan tampak sibuk
dengan itu. "Aku tak akan mengatakan aku tahu siapa yang
menginap semalam. Dan aku pasti tidak akan mengatakan aku
melihat kalian berdua berciuman sambil menunggu lift pagi ini di
kamera keama"
"Tutup mulutmu!"
Neil menertawakanku. "Hei, karyawan kantor ini semuanya senang,
sobat. Kita semua bisa bernapas lagi tanpa takut tercabik-cabik. Sang
bos mendapatkan kembali pacarnya. Puji Tuhan!" Dia melihat ke
atas dan mengangkat tangannya. "Ini adalah 2 minggu yang kacau
"
"Aku ingin sekali melihat bagaimana menyedihkannya dirimu jika
Elaina tiba-tiba memutuskan dia tidak tahan melihatmu lagi." Aku
memotongnya, menawarkan sebuah senyum palsu, dan menunggu
untuk perubahan sikapnya. "Yang selalu bisa saja terjadi, Kau tahu,
karena aku tahu semua rahasia memalukanmu."
Bekerja dengan baik. Neil kehilangan sikap brengseknya dalam
waktu kira-kira satu koma lima detik.
"Kami benar-benar senang untukmu, E," katanya pelan. Dan aku
tahu ia bersungguh-sungguh.
"Bagaimana kelanjutan penyelidikan Letnan Oakley?" Tanyaku,
menyerah dan membuka laci mejaku untuk menarik keluar pemantik
apiku dan sebungkus rokok Djarum.

"Dia sudah melakukan hal-hal yang sangat buruk pada rakyat Irak
dan bisa lolos dari hal itu, tapi tak yakin berapa lama hal itu akan
tetap terkubur. Kupikir sang senator hanya bisa lega jika anaknya
berhenti mendapatkan masalah di Irak di waktu yang hampir
mendekati kampanye pemilunya."
Aku mendenguskan menyetujui dan mengisap kembali hembusan
yang manis pertamaku. Cengkehnya memberikan stimulasi yang
cukup menyenangkan, tapi aku sudah terbiasa dengan itu. Sekarang
aku hanya membiarkan nikotin melakukan tugasnya dan merasa
bersalah karena apa yang aku masukkan ke dalam tubuhku. "Jadi
menurutmu dia berkarir dalam militer?" Aku menghembuskan nafas
jauh dari Neil.
Neil menggeleng. "Kupikir tidak."
"Kenapa tidak?"
Neil memiliki naluri paling tajam dari semua orang yang aku pernah
kenal. Dia tak hanya seorang karyawan, bukan dalam jangka
panjang. Neil lebih, lebih daripada itu. Kami pernah bersama-sama
saat remaja, pergi ke medan perang, selamat dari neraka itu untuk
kembali ke Inggris, berusaha untuk tumbuh dewasa dalam prosesnya
dan memulai bisnis yang sukses. Aku percayakan hidupku padanya.
Yang berarti aku bisa percayakan Brynne padanya juga. Aku senang
Brynne menyukainya karena aku punya perasaan dia harus dijaga
pada akhirnya setiap kali dia pergi keluar. Brynne akan begitu benci
hal itu. Tapi sebanyak apapun dia membenci detail keamanan,
Brynne tak akan melampiaskannya pada Neil. Gadisku terlalu baik
untuk hal semacam itu.

Aku tidak membohongi diri sendiriteman atau tidak, aku benarbenar senang Neil sudah memiliki seorang wanita, dan jika ia lajang
dia tak akan menjadi pilihan pertamaku. Dia adalah seorang pria
tampan.
"Well, ini adalah bagian menariknya. Letnan Lance Oakely stoplossed* hanya beberapa minggu setelah pesawat itu jatuh. Dari apa
yang aku bisa cari tahu, AS cukup banyak menghentikan praktek
stop-loss lebih dari setahun yang lalu, dan hanya segelintir saja yang
bertugas sekarang."
"Apakah kau berpikir apa yang aku pikirkan, sobat?"
Neil mengangguk lagi. "Segera setelah sang senator tahu dia
dicalonkan menjadi wakil-presiden berikutnya, ia mengirim anak
laki-laki satu-satunya stop-lossed* untuk tugas berikutnya ke Irak."
Aku berdecak lidah. "Kedengarannya seperti Senator mengenal
anaknya dengan sangat baik dan menyadari lebih lanjut bila anak
laki-lakinya dapat menjauhkan diri dari kampanye, kemungkinan
sang senator terpilih lebih baik." Aku bersandar di kursiku dan
mengisap cengkehku. "Siapa yang paling mampu memperoleh
perintah stop-loss daripada orang yang memiliki koneksi politik.
Aku mulai berpikir Senator Oakley lebih berharap anaknya tak
pernah pulang kembali dari Irak. Pahlawan perang dan
sejenisnya...terlihat sangat patriotik." Aku melambaikan tanganku
untuk menekankan maksudku.
"Tepat seperti yang kupikirkan." Neil melototi rokok di jari-jariku.
"Kupikir kau berhenti merokok itu?"
"Ya... jika di rumah." Aku mematikanna ke asbak. "Aku tak akan

merokok di sekitar dia." Dan aku cukup yakin Neil cukup cerdas
untuk mencari tahu mengapa aku tidak melakukan itu. Tapi itu hal
tentang pertemanan...kau mengerti satu sama lain, tidak perlu
menjelaskan hal yang memuakkan tentang omong kosong yang
menyakitkanmu yang kau berharap kau bisa lupa, tapi mereka cukup
banyak tahu bagian darimu dari bawah sampai ke sumsum dalam
tulangmu.
***
Ponsel Brynne menyala dan membangkitkanku keluar dari
pekerjaanku. Aku memeriksa ID pemanggil. Hanya satu kataMom.
Nah ini harusnya menyenangkan, pikirku sambil menekan tombol
terima. "Halo."
Ada keheningan, dan kemudian suara angkuh. "Aku mencoba untuk
menghubungi putriku, dan yang aku tahu ini adalah nomor
teleponnya, kepada siapa aku bicara?"
"Ethan Blackstone, ma'am."
"Mengapa kau menjawab telepon putriku, Mr. Blackstone?"
"Aku sedang mengawasi nomor lamanya, Mrs? Maafkan aku, aku
tak tahu namamu." Aku tidak akan memberikan memberikan
informasi ini dengan mudah. Ibu Brynne yang harus bertanya
padaku. Dengan baik. Sejauh ini, aku tidak terkesan.
"Exley." Dia menungguku untuk mengatakan sesuatu tapi aku tidak
melakukannya. Aku bermain poker dan aku tahu bagaimana
menunggu. "Kenapa kau mengawasi teleponnya?"

Aku tak bisa menahan senyum. Kami berdua tahu siapa yang
memenangkan ronde ini. "Well, aku berurusan dengan keamanan,
Mrs. Exley. Ini pekerjaanku. Ayah Brynne yang mempekerjakanku
untuk menjaga keselamatannya begitu Senator Oakley sedang
diperiksa. Aku juga tak akan pura-pura dengan Anda, ma'am. Aku
tahu mengapa keselamatannya dalam bahaya dan begitu juga Anda.
Aku tahu semuanya." Sekarang aku berhenti untuk memberi efek
kejutan. "Dia mengatakan padaku apa yang terjadi padanya yang
berkaitan dengan anak laki-laki Oakley."
Aku mendengar tarikan nafas tajam dan aku akan rela membayar
untuk melihat wajahnya saat ini, tapi sayangnya, harus
menggunakan imajinasiku. "Kaulah yang membeli fotonya kan? Dia
bercerita tentang kau membeli foto telanjang dia dan membawanya
pulang setelah itu. Sesuatu yang kau harus tahu tentang Brynne, Mr.
Blackstone, adalah bahwa dia suka untuk mengejutkanku."
"Apakah benar begitu? Aku tak tahu tentang itu, Mrs. Exley. Brynne
tak pernah menyebut tentangmu sebelumnya padaku tadi malam.
Aku tak punya apa-apa untuk melawan pernyataan Anda."
Dia tampaknya mengabaikan penghinaan terselubungku dan
langsung menyerang pokok permasalahannya. "Jadi kau
berhubungan dengan putriku, Mr. Blackstone? Aku bisa membaca
diantara garis dan membuat asumsi sebagus orang lain. Dan Brynne
adalah anakku satu-satunya, dan bertentangan dengan apa yang dia
bilang, aku mencintai putriku dan hanya menginginkan yang terbaik
untuknya."
"Panggil Ethan sajadan ya, aku bisa mengatakan bahwa aku
menjalin hubungan dengan Brynne."

Aku meraih rokok segar dan menjentikkan pemantikku agar terbuka.


Benarkah? Wanita ini tak tahu dia bermain dengan siapa. Kita bisa
terus seperti ini sepanjang hari dan aku masih akan menang. "Dan
aku juga."
Dia diam sejenak dan kemudian bertanya, "Kau juga apa, Mr.
Blackstone?"
"Mencintai putrimu dan hanya menginginkan yang terbaik untuknya.
Aku akan menjaganya dari bahaya apapun. Dia tanggung jawabku
sekarang."
Sekali lagi aku hanya bisa membayangkan dia memutar matanya
pada apa yang baru saja kukatakan dan bertanya-tanya bagaimana
gadisku menghadapi semua penolakan dari wanita ini. Aku
menangkap bahwa dia tidak menerima penawaranku untuk
memanggil nama pertamaku juga. Itu membuatku sedih untuk
Brynne. Terutama karena aku merindukan ibuku seumur hidupku
dan di sini Brynne dengan ibu yang mencela setiap keputusannya.
Aku lebih suka memiliki memori kasih seorang ibu yang aku tak
pernah punya, daripada harus menghadapi wanita naga ini untuk
seumur hidup.
"Kalau begitu, mungkin aku harap bisa memiliki nomor telepon
barunya karena dia tidak mampu memberikan sendiri kepadaku?"
Dia terdengar lebih seperti korban terluka saat ini, dan berniat
menjauh dariku secepat mungkin.
Dan aku tersenyum sekarang. Aku begitu suka kemenangan. "Oh
kumohon, jangan, Mrs. Exley, jangan tersinggung. Ini semua terjadi
sangat mendadak malam tadi. Brynne mengatakan kepadaku sesuatu
kemarin dan aku membuat keputusan bahwa ia membutuhkan nomor

ponsel baru. Sesederhana itu. Dia hanya belum punya waktu untuk
berhubungan dengan Anda, aku yakin itu sebabnya." Begitu mudah
bermurah hati ketika kau memegang kartu yang lebih baik.
"Kau yang membuat keputusan untukknya, Mr. Blackstone?"
"Ya." Man, rokokku rasanya begitu nikmat.
"Mengapa kau membuat keputusan untuk Brynne?" Sang mama
punya cakar tampaknya.
"Karena seperti yang aku katakan sebelumnya, Mrs. Exley, aku akan
menjaganya dari siapa pun atau apa pun yang mencoba untuk
menyakitinya. Siapapun...atau apapun." Aku menghirup penuh
aroma cengkeh dan menikmati rasanya.
Dia kemudian terdiam. Aku menunggunya, dan akhirnya dia
menyerah." Nomor baru Brynne, Mr. Blackstone?"
"Tentu saja, Mrs. Exley. Begini saja. Aku akan mengirim nomor
barunya pada Anda dari ponselku, dan dengan cara itu Anda dapat
memiliki nomorku juga. Jika Anda mempunyai keprihatinan apapun
tentang situasi ini dengan Brynne atau pertanyaan tentang masa
lalunya dari media atau sebaliknya, aku ingin Anda untuk berbagi
denganku. Silahkan hubungi aku setiap saat."
Percakapan kami berakhir dengan cepat setelah percakapan itu dan
aku merasa lebih dari sekedar senang saat kami memutuskan
sambungan telepon. Ya Tuhan, dia begitu sulit. Kasihan Brynne.
Kasihan Tom Bennett. Bagaimana bisa Tom berhubungan dengan
wanita itu? Tidak bisa melihat bagaimana hubungan mereka berawal,
dan aku bahkan tak tahu seperti apa dia. Aku yakin ia cantik. Dingin,

tapi cantik.
Aku mengirim sms ke ibu Brynne dengan nomor barunya dan pesan
singkat: Senang mengobrol dengan Anda, Mrs E. EB dan
tersenyum terus saat aku melakukannya.
Brynne mengirimiku sms sekitar satu jam kemudian: Kau bicara
dengan ibuku?! :O
Oh boy. Mummy sudah menghubunginya. Aku berharap tidak terlalu
banyak mendapat kesulitan. Aku mengirim sms balasan dengan:
Maaf sayang. Dia menelepon ponsel lamamu dan tidak begitu
senang ketika aku yang mengangkatnya :/
Brynne segera membalas kembali: Maaf kau harus berurusan
dengannya. Aku akan menebusnya untukmu.
Aku harus tersenyum karena itu. Aku mengetik: kau memberiku 2
!! Aku menerima tawaranmu, sayang...dan dia tidak seburuk itu.
Kupikir sebuah kebohongan putih tidak masalah dalam ketika
berurusan dengan ibu pacarku. Wanita itu tidak baik.
Ada sedikit jeda sebelum dia menjawab, tapi itu setimpal ketika
balasannya datang. Kau memberi kesan yang sangat besar padanya.
Aku akan memberitahumu nanti malam. Aku harus pergi untuk
makan siang sekarang. Merindukanmu...sayang xxx
Aku membelai kata-kata yang dia tulis di layar ponsel, tak ingin
menutup pesannya. Dia memanggilku sayang. Dia bilang dia
merindukanku. Dia mengirimku ciuman dan hati. Aku mencoba
untuk tidak membaca terlalu banyak pesannya itu, tapi tetap saja
sulit untuk tidak melakukannya. Aku hanya ingin apa yang aku

inginkan dan aku tak ingin menunggunya lebih lama lagi.


Lamunanku terputus ketika Frances menelepon dan mengingatkanku
bahwa aku memang punya sebuah perusahaan untuk dijalankan.
"Dengan berat hati harus kukatakan bahwa ada Ivan Everley
menghubungi Anda," katanya lewat speaker.
Aku mengatakan padanya untuk meneruskan sambungannya dan
mengangkatnya. "Kau menemukan kesulitan lagi, kan," kataku sinis.
"Ancaman pembunuhan datang lagi, E. Kali ini ke Kantor Archery
World Federation. Aku tak peduli tentang hal itu, tapi orang-orang
bodoh di Komisi Olimpiade tidak akan menjamin tempat
penyelenggaraan bagiku untuk mengumumkan kompetisi tanpa
jaminan darimu. Aku beritahu padamu bahwa orang-orang yang
benar-benar gila menguasai permainan ini dan dan aku tidak punya
waktu untuk omong kosong ini."
"Aku juga sudah tahu itu. Aku akan bicara dengan mereka tapi
kupikir kita harus bertemu untuk membahas jadwalnya sehingga kita
bisa mengatur keamanan itu untukkmu," kataku.
"Menurutmu kapan?"
"Aku tak tahu, makan siang? Aku bisa menyuruh Frances mengatur
sesuatu ketika kau sudah lowong."
"Itu bagus juga. Aku benar-benar bersyukur padamu, E, jika tidak
kupikir aku tak akan mengumumkan pertandingan sama sekali.
Perusahaanmu memberikan pengaruh pada orang-orang bodoh yang
menjalankan olimpiade itu."

"Ngomong-ngomong tentang orang-orang bodoh yang menjalankan


kekuasaannya...Ivan, Kau baru saja mengingatkanku pada sesuatu.
Bukankah kau masuk dewan eksekutif di Galeri Nasional?"
Ivan mendengus. "Ya, kau bisa dibilang begitu. Kenapa? Dan aku
akan berpura-pura kau tidak menghinaku karena aku murah hati
seperti itu...dan keluarga."
"Benar, sepupu." Aku memutar mataku. "Pacarku kuliah konservasi
seni di University of London. Dia orang Amerika dan membutuhkan
visa kerja untuk tinggal di sini tanpa batas waktu."
"Tunggu. Apa maksudmu. Apakah kau baru saja mengatakan 'pacar'
mu? Sang Blackstone yang sulit dipahami sudah tidak sendiri lagi?
Bagaimana mungkin, sobat?"
Aku seharusnya tahu aku akan mendapatkan pelecehan begitu aku
membuka mulutku. Aku tertawa agak canggung. "Aku tak tahu pasti,
tapi ya, dia brilian untuk urusan restorasi lukisan dan dia benar-benar
mencintai apa yang dia lakukan. Dan aku benar-benar tidak ingin
visanya berakhir..."
"Aku mendengarmu, E. Aku akan menanyakannya. Sebenarnya ada
acara yang akan datang di Museum Nasional. The Mallerton Society
"
"Oh yeah, dia bilang padaku tentang itu. Aku akan membawanya.
Sebenarnya dia pernah mengerjakan salah satu lukisan Mallerton.
Aku tahu Brynne bisa menjelaskannya lebih baik dariku. Aku akan
memperkenalkan dirinya dan kau akan melihat apa yang aku
maksudkan."

"Aku berharap untuk bertemu Si Cantik Amerika itu yang telah


menyambar kejantananmu keluar dari lingkaran one-night-stand."
"Tolong jangan katakan padanya tentang hal itu ketika kau bertemu
dengannya atau aku harus melihat ke sisi yang lain terhadap semua
ancaman pembunuhan yang kau terima secara teratur dari
penggemar setiamu."
Dia tertawa padaku. "Kau tahu, E, jika kau ingin dia di sini tanpa
batas waktu, yang harus kau lakukan adalah menikahinya dan dia tak
akan membutuhkan visa kerja."
Pikiranku langsung mengalami kelebihan kapasitas begitu ia
mengatakan kata-kata "menikahinya" dan aku mendapati diriku
mencari-cari lagi rokok dari laci mejaku.
"Kau tidak mengatakan hal itu hanya padaku kan, meskipun aku tak
perlu heran, kau seperti seorang bodoh. Kau dan semua orang yang
mendukung ikatan pernikahanitulah hal yang paling lucu yang aku
pernah dengar sepanjang tahun yang berasal dari mulutmu, atau
lebih tepatnya, pantat bodohmu."
Sepupuku tertawa lagi karena ucapanku. "Hanya karena
pernikahanku adalah kekacauan besar bukan berarti pernikahanmu
akan begitu, E."
"Kita telah mencapai akhir dari pembicaraan ini, Ivan. Aku akan
menutup teleponku sekarang." Aku masih bisa mendengar dia
tertawa ketika aku menarik gagang telepon jauh dari telingaku.
***
*stop-loss: istilah militer dimana seseorang diharuskan melakukan

perpanjangan tugas secara paksa diluar kontrak awalnya.

Bab 8

Menjemputnya dari tempat kerja adalah sesuatu yang aku nantikan


tanpa terkecuali hari ini. Segala sesuatunya berjalan baik sampai
pesan yang masuk pada ponselnya. Sekarang aku merasa putus asa
karena terlalu lama untuk segera melihatnya.
Aku masuk ke dalam Rothvale, memarkirkan mobilku dan
mengawasi pintu dimana dia akan keluar dari gedung itu;
percakapanku dengan sepupuku masih menggangguku sejak kami
bicara, dan benar-benar telah menginfeksi imajinasiku dengan semua
kegilaan. Pernikahan?...Sungguh?! Bagaimana jika dimulai dengan
hubungan berkomitmen yang eksklusif sebagai awalnya?
Gagasan untuk menikahi seseorang belum pernah ada dalam daftar
kehidupanku. Aku hanya tidak melihat masa depan seperti itu dalam
kartuku dan tidak pernah melihatnya. Institusi itu sendiri memegang
kehormatanku sepenuhnya, tapi kemungkinan besar seorang dengan
beban emosional masa lalu dan gaya hidupku, hampir pasti aku akan
gagal sebagai seorang suami. Ada banyak kotoran dalam WC-ku,
mundur jauh kebelakang, aku hampir tidak bisa memisahkan waktu
kapan ketika aku mungkin telah menjadi biasa.
Kakakku menikah dan juga sangat bahagia, dengan tiga orang anakanak yang cantik. Hannah dan Fredy memiliki cita-cita yang standar,
kupikir. Hanya saja aku tak pernah berpikir untuk itu. Kakak
perempuanku telah menempuh jalur domestik dan menyenangkan

ayah kami dengan cucu-cucu, dan pada dasarnya membuat aku lepas
dari keharusan untuk bersaing. Maksudku, Hannah melakukannya
dengan sangat baik hingga tak perlu bagiku merasakan tekanan
seperti itu.
Aku memutuskan untuk menelepon Hannah sambil menunggu
Brynne keluar. Aku menyeringai ketika dia mengangkatnya pada
nada kedua.
"Apa kabar adikku?"
"Kehilangan pikirannya karena bekerja," ujarku.
Itu bukan satu-satunya hal yang membuat pikiranmu hilang atau
begitulah yang kudengar." Hannah bisa jadi sangat puas dan begitu
mengganggu ketika dia merasa perlu.
"Jadi, ayah menemuimu dan dia sudah mengoceh padamu?"
"Dia benar-benar khawatir tentangmu. Dia memberitahuku bahwa
dia tak pernah melihatmu seperti itu, bahkan ketika kau pulang dari
perang."
"Hmmm. Aku semestinya tidak pergi ke sana dan mengatakan semua
hal padanya. Aku seperti banci saat melakukannya. Entah bagaimana
caranya, aku akan membalas kebaikannya. Jadi, bagaimana kabarnya
kakakku?"
"Usaha yang bagus, E, tapi aku tidak terpengaruh. Adikku akhirnya
jatuh cinta pada seseorang dan kau pikir aku akan membiarkan kabar
menarik ini menjauh? Kau pikir aku orang macam apa? Kita berdua
tahu siapa saudara kandung yang paling pintar disini.

Aku mendesah pada kakakku. "Tak mau berdebat denganmu tentang


hal itu, Han."
"Wow. Kau benar-benar telah berubah, benar kan?"
"Yah, kupikir begitu. Aku berharap itu berjalan baik. Dan ayah bisa
berhenti untuk khawatir tentangku, kami kembali bersama sekarang
jadi aku tak lagi menyedihkan, seorang yang hancur saat terakhir
kali dia lihat."
"Kau sudah membaca puisi, Ethan? Kau terdengar berbeda."
"Tak ada komentar," Kataku terhadap sindiran tajamnya. "Dengar,
aku bertanya-tanya dapatkah aku membawanya ke tempatmu untuk
berakhir pekan. Kupikir Brynne akan menyukai Halborough dan aku
lebih senang membawanya keluar kota untuk beberapa hari.
Dapatkah kau dan Freddy menerima kami berdua?"
"Untukmu? Untuk kesempatan bertemu dengan seorang Amerika
yang mengubah adik pendirianku, yang melajang dan tak berdaya,
menjadi tergila-gila jatuh cinta, peminum bir Meksiko? Tidak
masalah."
Aku tertawa. "Bagus. Beritahu aku tanggalnya, Han. Aku ingin
kalian semua bertemu dengannya, dan rumah indahmu akan menjadi
tempat yang sempurna untuk melakukan itu. Dan aku merindukan
anak-anak."
"Mereka merindukan Paman Ethan-nya. Okeyaku akan memeriksa
bukunya dan memberitahumu kapan. Ini mulai sibuk dengan
pertandingan yang akan datang."

"Kau jangan bilang padaku. Kegilaan seluruh kota padahal sekarang


baru bulan Juni!"
Kami menutup telepon dan aku menatap keluar jendela menantikan
Brynne. Aku menarik keluar ponselnya dari sakuku dan membaca
pesan yang merusak hari tenangku. Seorang pria bernama Alex
Craven dari Museum Victoria & Albert yang dengan senang hati
akan kuubah dia menjadi orang kebiri:
Brynne, senang melihatmu lagi hari ini. Juga pada Brill on the
Mallerton. Aku dengan senang hati untuk mengajakmu makan
malam dan mendiskusikan lebih lanjut bagaimana kita bisa
mendapatkanmu sebagai staf. Tidak tahu kalau kau menjadi
model tapi sekarang aku telah melihat foto-fotomu, aku harus
mengenal lebih jauh!-Alex
Aku yakin aku melukai sisi lidahku karena menggertakkan gigiku.
Dorongan untuk membalas pesannya adalah sesuatu yang amat
sangat kuinginkan, aku bisa merasakan bau amis darah dalam
mulutkubersamaan dengan kalimat: Persetan, kau idiot tolol. Dia
sudah ada yang punya dan pacarnya akan memotong dua
bolamu jika kau terlalu banyak memikirkan tubuh
telanjangnya. Ethan w/si pisau besar. Tentu saja aku tidak
melakukannya, tapi hampir saja.
Ya Tuhan, bagaimana mengendalikan diriku? Aku tidak merasa baik
terhadap hal semacam ini. Kecemburuan memuakkan dan aku akan
banyak mendapatkan hal seperti ini bersama Byrnne. Bagian dari
paket bersama dirinya karena dia sangat cantik dan dipajang dengan
begitu menonjol. Aku membutuhkan jaminan lebih banyak darinya
dan aku cukup yakin dia belum siap memberikanku lebih.

Pintu penumpang terbuka dan dia masuk, menjatuhkan dirinya ke


kursi, merona karena gerimis ringan yang turun sejak aku parkir. Dia
menyeringai dan membungkuk ke arahku untuk memberi ciuman.
"Nah di sini kau sekarang," Kataku dan menariknya ke arahku.
Kulitnya sedikit dingin tapi bibirnya hangat dan lembut untukku.
Ya, untukku!
Aku mengganyang bibirnya dan memegang wajahnya,
mengklaimnya dengan lidahku lebih dalam lagi sehingga dia
merasakan seberapa besar aku menginginannya. Dia membiarkan
invasi pada awalnya dan aku tidak berhenti sampai dia mengeluh
dan aku mundur. Aku melepasnya dan bersandar kesamping kursiku
untuk memandangnya.
"Maaf, itu sedikit buas dariku." Aku memberikannya tatapan
mengancam terbaikku.
Wajahnya berubah dan dalam matanya memberikan ekspresi
mencari. Ya ampun, dia cantik. Tak heran bajingan bernama Alex itu
menginginkan dia telanjang. Aku ingin dia telanjang. Saat ini juga!
Rambutnya tergerai hari ini dan dia memakai jaket hijau tua dan
syal. Warna yang indah untuknya, memperjelas warna hijau dan
hazel pada matanya, dan beberapa tetes percikan air hujan di
rambutnya.
"Apa yang salah, Ethan?"
"Mengapa kau berpikir ada sesuatu yang salah?"
"Hanya menduga," dia menyeringai, "dan serangan lidahmu

menegaskannya."
Aku menggelengkan kepalaku. "Aku hanya merindukanmu.
Bagaimana makan siangmu dengan kolega-kolega yang ingin kau
buat terkesan?"
"Mengagumkan. Bagianku dalam restorasi Lady Percival itu benarbenar memberi umpan untuk mengingatku kembali. Aku berharap
sesuatu datang karenanya. Mungkin itu akan terjadi." Dia tersenyum.
"Dan aku berutang budi padamu." Dia menciumku satu kali di
bibirku dan memegang daguku dengan tangannya.
Aku mencoba untuk membalas senyumnya. Kupikir aku
melakukannya, tapi ternyata aku payah dalam menyembunyikan
perasaanku sama payahnya dalam menangani kecemburuanku. Oh
sesuatu akan muncul karena itu, sayang. Alex Craven akan
mendapat ereksi dan ketagihan saat mengingat foto telanjangmu,
bukan karena lukisan Lady Percival yang menggetarkan jiwa
memegang buku langka dan berharganya! Lukisan Mallerton bisa
membusuk, tapi Brynne Bennett dengan kejantanan Alex ada
didalamnya yang dia inginkan!
Dia mendesah padaku. "Akankah kau mengatakan padaku apa yang
salah? Kau menggeram dan aku cukup yakin menggeram bukanlah
tanda umum kebahagiaan dan keharmonisan." Dia menatap dengan
sangat kesal padaku.
"Ini datang beberapa waktu lalu." Aku mengatur ponselnya di
pangkuannya dengan teks terpampang di layar.
Dia mengangkatnya dan membaca, menelan ludah satu kali dan
kemudian melihat kesamping menatapku. "Kau cemburu saat kau

melihat ini." Bukan sebuah pertanyaan.


Aku mengangguk padanya. Mungkin sebaiknya membiarkan
semuanya menggantung saat ini. "Dia ingin menidurimu."
Semua pria melakukannya ketika mereka melihat foto telanjangmu.
Aku tidak cukup tolol untuk mengatakan itu padanya, tapi aku yakin
bisa memikirkan itu jika aku ingin. Itu adalah kebenaran yang
sesungguhnya!
"Aku sangat meragukan itu, Ethan."
"Kalau begitu dia gay?"
Dia mengangkat bahu. "Kupikir Alex bukan gay tapi aku tidak tahu
pasti."
"Jadi pasti dia ingin menidurimu." Aku berkata dengan murung,
jendela luar sekarang dilapisi dengan gerimis dan mengatur suasana
yang sempurna seperti yang kurasakan.
"Ethan, lihat padaku."
Nada perintahnya sangat mengejutkanku. Dan itu membuatku keras.
Aku menoleh pada gadisku yang dalam waktu singkat telah begitu
berarti bagiku dan bertanya-tanya apa yang ingin dia katakan. Aku
tak tahu bagaimana cara membagi dia, atau bagaimana agar aku
tidak cemburu, atau bagaimana menjadi pasangan yang luwes dari
seorang model seni telanjang bahwa pria lain hanya tergiur atau
befantasi tentang bercinta dengannya. Aku hanya tak tahu bagaimana
caranya menjadi pria seperti itu.

"Alex Craven bukanlah seorang pria."


Brynne memutar bibirnya untuk menahan tawanya. Itu bukan
masalah. Aku cukup lega untuk menerima godaannya.
"Oh," kataku, merasa amat sangat bodoh, "baiklah, kau seharusnya
pergi untuk makan malam dengan Alex Craven dan aku
mendoakanmu mendapat keberuntungan yang sangat banyak,
sayang. Dia terdengar benar-benar ingin mempekerjakanmu." Aku
mengangguk.
Dia tertawa dan berkata," kau terlalu banyak khawatir, baby."
Aku mencondongkan tubuh kearah bibirnya tapi tidak sampai
menyentuhnya. "Aku tidak bisa mencegah untuk khawatir, dan aku
suka itu saat kau memanggilku baby." Aku menciumnya lagi, kali ini
tidak seperti seorang Neanderthal (subspesies manusia purba yang
telah punah dan berasal dari zaman Pleistosen), tapi bagaimana aku
seharusnya menciumnya sejak awal. Aku menggulirkan jari-jariku di
sekitar kepalanya dan mencoba untuk menunjukkan padanya bahwa
dia berarti untukku. Aku mundur perlahan-lahan dengan sedikit
gigitan pada bibir bawahnya, membawa tanganku turun ke samping
wajahnya dan turun ke lehernya. "Aku ingin membawamu pulang
sekarang. Tempatku. Aku sangat membutuhkannya."
Aku berharap dia tahu ini adalah permintaan menurut versiku. Aku
memintanya membawa pakaian yang cukup untuk beberapa hari tapi
tidak yakin dia sungguh-sungguh melakukannya. Aku hanya ingin
bersamanya sepanjang waktu. Aku tak bisa menjelaskan apa bedanya
dengan keinginan yang sangat dalamsebuah kebutuhan untuk
memilikinya dan bicara dan menyentuhnya. Dan bercinta. Itu

membuatku seperti seorang bajingan tapi aku tak peduli lagi, dan
menahan diri untuk mendorongnya merupakan kesulitan yang
mengganggu.
"Oke, tempatmu malam ini." Dia membawa tangannya ke rambutku
dan membelainya, mencariku lagi dengan mata cerdasnya. Aku
bersumpah dia dapat membacaku seperti buku yang terbuka dan
bertanya-tanya mengapa dia masih bisa tahan bersamaku. Aku
berharap itu karena dia mulai balas mencintaiku, tapi aku benci
untuk memikirkan lebih jauh karena aku selalu kembali pada
pikiranbagaimana kalau dia tidak mencintaiku?
"Terima kasih." Aku mengambil tangannya dari pegangannya pada
rambutku dan membawanya ke bibirku untuk menciumnya. Aku
mengangkat mataku untuk melihat reaksinya dan aku sangat-sangat
bahagia melihat senyumnya. Aku membalas senyumnya dan kembali
menyetir mobil. Waktunya untuk membawa pulang gadisku sehingga
aku dapat melakukan semua hal yang ingin kulakukan bersamanya.
***
Ayam parmigiana di mulutku sempurna yang dihidangkan dengan
daging lezat, saus gurih, dan rempah-rempah, tapi orang yang duduk
di seberang mejaku lebih baik.
Aku tadi melihat dia membuatnya sementara aku bekerja
menggunakan laptopku. Semacam itu lah. Aku datang dan duduk di
bar dapur, melihatnya dan terkadang tersenyum kearahnya. Aku
sangat menikmati suara dia bekerja di dapur. Itu adalah perasaan
yang baik diiringi dengan aroma lezat yang berasal dari sebuah
ruangan yang aku jarang menghabiskan banyak waktuku di
dalamnya. Aroma makan malam kami yang sedang dibuat oleh
Brynne dengan tangan indahnya.

Hal-hal yang cukup seksi jika kau bertanya padaku.


Itu berbeda dari apa yang Annabelle lakukan untukkuseorang
petugas yang membersihkan dan memasak sesuatu dan memberi
label masakan itu dalam freezer. Ini sesuatu yang nyata. Sebuah hal
yang lakukan seseorang karena mereka peduli, bukan karena mereka
dibayar.
Memiliki seorang wanita di rumahku dan memasak untukku
bukanlah suatu pengalaman yang pernah kualami. Tapi aku cukup
yakin aku bisa membiasakannya. Yup. Brynne membuatku
ketagihan. Brilian, seksi, cantik, berprestasi, seorang koki yang
sangat baikdan lebih baik lagi ketika berbaring di bawahku di atas
tempat tidurku. Apakah aku menyebutkan seksi dan cantik? Aku
berpikir tentang waktu tidur bagi kami, nantinya.
Aku menggigit lagi dan menikmati rasanya. Dia mengatur
rambutnya ke atas dengan satu klip capit dan atasan dengan leher-v
dalam berwarna merah tua yang menarik mataku sampai ke
putingnya yang merekah dengan indah dan berteriak mengundang
mulutku. Beberapa helai rambut panjangnya telah menyelinap keluar
dari jepit rambutnya dan jatuh di atas belahan dadanya.
Mmmmm...lezat.
"Aku senang kau berpikir begitu. Ini benar-benar sederhana untuk
membuatnya," katanya.
Aku mengamati mulut dan bibirnya saat ia meneguk wine, aku
benar-benar terkejut telah bicara dengan keras dan senang dia
berpikir aku hanya bicara tentang makanan.

"Bagaimana kau belajar kemaluan (cock) begitu baik?" Aku


tergagap, "Maksudku memasak (cook)!"
Dia memutar matanya dan menggeleng.
Aku memberinya seringai dan mengedipkan sebelah mata. "Kau
melakukan keduanya dengan baik, baby, kemaluanku dan bagian
memasak."
Dasar bodoh," tegurnya. "Aku menyaksikan acara memasak dan
belajar. Ayahku membiarkanku bereksperimen pada dirinya setelah
perceraian. Kau dapat bertanya padanya kapan ketika pertama kali
aku mulai memasak." Dia tertawa dan mengiris kembali kemudian
menggigit makan malam dan memasukkannya ke mulutnya. "Tapi
lebih baik tidak bertanya padanya tentang ketika aku mulai
mengokangmu!"
Aku tertawa pada diriku sendiri dan menutup kepalaku. "Tidak
sebagus makanan ini yang telah kau buat malam ini?"
"Bahkan tidak mendekati. Upaya pertamaku mengerikan, dan ayah
harus membayar mahal. Meskipun dia tak pernah mengeluh."
"Ayahmu bukanlah orang bodoh, dan dia sangat mencintaimu."
"Aku senang kalian berdua membicarakan itu. Dia benar-benar
menyukaimu, Ethan. Dia sangat menghargaimu." Dia tersenyum
padaku.
"Ahhh, aku juga merasakan hal yang sama tentang dirinya." Aku
ragu-ragu sebelum membicarakan tentang ibunya, tapi kupikir aku
harus. "Kupikir ibumu tidak terlalu terkesan denganku hari ini. Maaf

tentang itu. Aku merasa sebaiknya memperkenalkan diri dan


memberitahunya apa yang kulakukan dalam hidupmuaku
mungkin bisa mengatakan itu lebih bijak."
Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Dia malah
mengatakan dia senang kau mengawasiku, dan bahwa kau terdengar
bertekad untuk memastikan tidak ada yang terjadi..."
Aku menangkap keraguan dalam suaranya dan tidak menginginkan
apapun selain untuk menenangkannya, namun menunggunya untuk
menyelesaikan.
"Dia pikir kau terobsesi padaku." Brynne bermain-main dengan
makanannya.
Aku mengangkat bahu. "Aku tidak menahan diri ketika mengatakan
padanya, itu benar. Aku mengatakan pada ibumu bagaimana
perasaanku padamu."
Dia tersenyum padaku. "Dia juga memberitahuku. Cukup berani kau,
Ethan."
"Mengatakan kebenaran bukanlah keberanian, itu keharusan." Aku
menggeleng. "Sangat penting bagiku bahwa orang tuamu tahu aku
tidak hanya menyediakan keamanan bagi putri mereka." Aku
mengulurkan tangan ke arahnya. "Sangat penting kau juga tahu itu,
Brynne, karena kau jauh lebih berarti untukku."
Dia menaruh tangannya kepadaku dan aku meraihnya, menutup
mataku serta jari-jariku di sekitar tulang halus tangannya. Tangan
indah yang sama yang telah membuat makan malamku, dan diikat
dasiku pagi ini. Tangan yang sama yang akan menyentuh tubuhku

ketika aku membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya


dalam waktu yang sangat singkat dari sekarang.
"Kau juga, Ethan."
Aku merasa bahwa sifat posesif itu datang lagi. Aku bersumpah itu
bekerja seperti tombol. Satu menit aku menoleransi situasi kami
dengan baik, atau kupikir begitu, dan kemudian sesuatu yang
diucapkan, atau disebutkan, dan dor, aku masuk kedalamaku
butuh bercinta denganmu sekarang.
Kata-katanya adalah semua yang kubutuhkan untuk kudengar. Aku
bangkit dari kursiku dan membawanya bersamaku, mengangkatnya
dengan lenganku dan merasakan kaki panjangnya membelit
pinggangku sehingga aku bisa membopongnya keluar dari ruang
makan dan masuk ke kamar tidur.
Dia memegang sisi wajahku dan menciumku dengan liar sepanjang
jalan, saat aku menggendongnya. Aku tidak mengeluh. Aku
menyukai saat dia bergairah. Dan Brynne bisa jadi seperti itu.
Terima kasih. Sialan.
Aku melucuti atasan dan bawahannya, dan tidak menunggu untuk
pemanasan, aku perlu segera melihat tubuhnya sebelum aku benarbenar tersesat. Dia mengenakan bra ungu dan thong hitam. Aku
mengerang dari atas tubuhnya. "Apa yang kau coba lakukan,
membunuhku?"
Dia tersenyum dan perlahan menggelengkan kepala. "Tak akan
pernah," bisiknya.

Aku membungkuk dan menciumnya lambat dan manis sebagai


jawabannya, tapi jantungku berdebar keras dan cepat. YaTuhan,
aku suka bagaimana saat dia bersamaku, begitu lembut dan memikat
menerimaku.
Aku suka banyak hal tentang dirinya.
Aku membalik tubuhnya hingga telungkup dan melepas bra cantik
dan mencampakkan thong miliknya. Aku hanya menikmati
pemandangan ini dan menghembuskan napas, menelusuri tanganku
di punggung, pinggul, pantat indahnya dan kemudian ke atas lagi.
Begitu dia telanjang, aku sedikit tenang dan melambat. Aku tetap
memakai pakaianku dan berbaring di sampingnya. Dia memalingkan
wajahnya padaku dan kami hanya saling menatap.
Aku meraih klip rambut dan melepasnya, menyebarkan rambutnya
di atas punggung dan bahu. Brynne memiliki rambut panjang dan
halus. Aku suka menyentuhnya dan menarik jariku diatasnya. Aku
suka saat rambutnya memukul dadaku saat dia berada di atasku dan
menyerang kejantananku. Aku suka menggenggam segumpal
rambutnya dan memegangannya sementara aku bercinta dengannya
menuju orgasme yang hebat dan dia meneriakkan namaku.
Tapi aku tidak melakukan apapun malam ini. Sebagai gantinya aku
melakukan padanya lebih perlahan-lahan dan hati-hati, masuk ke
semua tempat yang harus aku masuki dengan lidahku dan jari-jariku,
membuatnya orgasme dan orgasme lagi sebelum aku menanggalkan
pakaian dan membawa kejantananku memasuki dirinya.
Kami sangat cocok bersama-sama seperti ini. Seks dengannya
menghancurkanku ke dalam tingkatan yang kompleks, bahkan jika

Brynne tidak menyadari itu, kupikir. Aku bahkan tak tahu apa yang
kukatakan padanya selama gairah itu menguasaiku. Aku katakan
segala macam hal padanya karena dia suka kata-kata kotorku. Dia
bilang begitu. Ini juga hal yang sangat bagus karena aku tidak bisa
menahannya. Penyaring antara otak dan mulutku hampir tidak ada.
Aku masih tidak tahu apa yang kukatakan padanya setelah ledakan
orgasme yang membuatku begitu lelah, aku mulai terlelap dengan
masih terkubur di dalam dirinya dan berharap dia membiarkanku
tinggal di sana untuk sementara waktu.
Tapi aku itu tahu ketika dia berkata, "Aku juga mencintaimu."
Mataku terbuka dan aku memandang ke kegelapan dan
memeganginya. Aku memutar kembali suara dari kata-kata itu,
memutarnya berulang-ulang kali.
Sialan. Mereka akan melakukannya. Jantungku mulai memompa
saat rasa takut yang tak pernah kukenal berpacu pada vena berisi
adrenalin ke seluruh tubuhku. Aku sudah menunggu ini untuk
datang. Dalam hati aku tahu itu akan tetapi untuk menyelamatkan
kewarasanku, aku akan mendorongnya menjauh. penyangkalan
berhasil untuk sementara waktu tapi waktunya sudah berakhir.
"Kau siap?" tanya dia padaku. Makhluk yang mengajukan
pertanyaan adalah yang aku ingin memusnahkan, dan
meninggalkan merembes keluar perlahan-lahan. Orang yang
berbicara tentang DIA. Orang yang mengejek setiap saat untuk
melukainya.
Sial. TIDAAAK!

Aku menggeleng saat ia mendekat kearahku, wajahnya sangat dekat,


asap dari rokok lintingnya berputar-putar dan menggoda, membuat
mulutku berair. Lucu bagaimana aku bisa menginginkan rokok di
saat-saat seperti ini, tapi begitulah kenyataannya. Aku akan menarik
benda sialan itu keluar dari mulutnya dan memasukkannya
kemulutku jika aku bisa.
Lenganku dijepit dari belakang oleh orang lain dan hidungku
disumbat. Aku mencoba untuk menahan napas tapi tubuhku
mengkhianatiku. Ketika aku menarik napasku seketika ia
menuangkan sesuatu yang keji ke tenggorokanku. Aku mencoba
untuk menahan obat itu agar tidak turun, tapi sekali lagi tubuhku
mengambil alih fungsi dasar untuk membuatku bernapas. Betapa
ironisnya. Mereka membiusku untuk mengeksekusiku...jadi aku tidak
akan melawan dalam prosesnya... sehingga mereka bisa merekam
video kematianku dan menunjukkannya ke seluruh dunia.
Tidak. Tidak! TIDAK!
Aku berjuang dengan segala sesuatu yang aku miliki tapi dia hanya
tertawa pada usahaku. Aku merasa air mata menekan keluar dari
mataku tapi aku yakin aku tidak menangis. Aku tidak pernah
menangis.
Ia meneriakkan perintah dan kemudian aku melihatnya. Kamera.
Terpasang pada tripod sementara aku menatap dan membiarkan air
mata menetes keluar saat opium mulai menguasaiku.
Aku menyadari, memang aku menangis.
Tapi bukan untuk alasan seperti yang mereka pikir. Aku menangis
untuk ayahku dan kakakku. Untuk gadisku. Mereka harus melihat

hal ini...dilakukan padaku. Seluruh dunia akan menonton. Dia akan


melihat.
"Perkenalkan dirimu!" Dia memerintahkan.
Aku menggelengkan kepalaku dan menunjuk ke kamera. "Tidak ada
video! Tidak ada VIDEO, kau bajingan! TIDAK ADA VIDEO
SIALAN"
Pukulan di mulutku begitu brutal hingga membungkamku dengan
kekuatan pukulannya. Dia membentak memberi perintah lain pada
salah seorang dengan kamera video yang mengarahkan lensanya
pada tag milikku dan membaca dalam bahasa Inggris dengan
tergagap: "Blackstone, E. SAS. Kapten. Dua sembilan satu lima nol
satu."
Dia mulai mendekatiku lagi, kali ini dia menarik khukri (pisau
Gurkha) keluar dari sarungnya. Pisau itu melengkung dan halus
terasah. Bahkan dalam kemampuanku yang lemah untuk bereaksi
terhadap apa yang akan terjadi pengaruh dari obat, aku bisa
melihat alat tersebut disiapkan dengan baik untuk pekerjaan yang
akan segera dilakukan.
Aku memikirkan ibuku. Aku menginginkan dia di sepanjang hidupku
dan sekarang aku merasakan itu lebih dari sebelumnya. Aku
bukanlah pemberani. Aku takut mati. Apa yang terjadi pada
Brynne? Siapa yang akan melindungi dia dari mereka setelah aku
pergi?
Ya, Tuhan
"Tidak ada video. Tidak ada video. Tidak ada video. Tidak ada

video, " itu semua yang bisa kuucapkan. Dan jika suara itu tidak
lagi mampu melalui mulutku maka itu akan menjadi hal terakhir
dalam pikiranku beserta dengan, "Maafkan aku, Ayah. Hannah.
Brynne...Aku benar-benar menyesal..."
"Ethan! Baby, bangun. Kau bermimpi." Suara termanis memenuhi
telingaku dan tangan terlembut menyentuhku.
Aku tersentak terengah-engah, kesadaran membawaku dalam
kondisi kewaspadaan tertinggi. Tangannya terjatuh saat aku
menabrak pada kepala ranjang dan menghirup oksigen. Brynne yang
malang, mata lebar, tampak ngeri saat dia duduk denganku di tempat
tidur.
"Oh, sial!" Aku terengah-engah, menerima realitas di mana aku
berada.
Bernapas, brengsek!
Aku telah melakukan ini berkali-kali. Itu hanya dalam kepalaku.
Tidak nyata. Tapi di sinilah aku duduk, kehilangan kontrol di depan
gadisku. Itu pasti menakutkan baginya dan aku sangat menyesal.
Aku merasa seperti aku mungkin akan muntah.
Dia mengulurkan tangannya lagi, sentuhan dingin tangannya di
dadaku menyadarkanku, membawaku kembali ke sini, saat ini.
Brynne benar di sampingku di tempat tidur, tidak di dalam mimpi
kacau itu lagi. Aku terus membawa dia ke dalam mimpi burukku.
Mengapa aku selalu melakukan itu?
Dia beringsut mendekat dan aku mencengkeram tangannya di
dadaku, membutuhkan sentuhannya seperti tali penyelamat.

"Apa itu tadi, Ethan? Kau berteriak dan meronta-ronta di seluruh


ranjang. Aku tak bisa membangunkanmu"
"Apa yang kukatakan?" Aku memotong kata-katanya.
"Ethan," katanya menenangkan, meraih wajahku, jarinya meraba
rahangku.
"Apa yang kukatakan?" teriakku, meraih tangannya dan
memegangnya didepan tubuhku, merasakan dorongan untuk muntah
saat memikirkan apa yang mungkin keluar dari mulutku. Dia
tersentak kembali dan hatiku hancur karena menakut-nakuti, tapi aku
harus tahu. Aku menatapnya dalam gelap dan mencoba untuk
mengambil oksigen yang cukup untuk mengisi paru-paruku.
Bagaimanapun semua olahraga hampir sia-sia. Tidak ada cukup
udara di seluruh London untuk memuaskanku sekarang.
"Kau mengatakan tidak ada video berulang-ulang. Apa artinya,
Ethan?"
Selimut telah jatuh ke pinggangnya, memamerkan payudara
telanjangnya yang indah dalam cahaya bulan yang mengintip
melalui jendela kaca. Aku melihat kecemasan di matanya saat ia
menarik tangannya dari peganganku dan aku membencinya. Aku
melepaskannya.
"Maafkan aku. Akuaku terkadang bermimpi. Maaf karena
berteriak padamu." Aku meluncur dari tempat tidur dan masuk ke
kamar mandi. Aku meletakkan kepalaku di atas wastafel dan
membiarkan aliran air di atas kepalaku, aku berkumur dan minum
dari keran. Sialan, aku perlu untuk mengumpulkan semua akal

sehatkuini sungguh tidak benar. Aku harus kuat baginya. Semua


hal itu adalah sejarah kuno dan dibukur di neraka masa laluku. Itu
tidak bisa diterima pada keadaanku sekarang dan aku yakin sekali
tidak juga di terima di masa depanku dengan Brynne.
Lengannya melingkariku dari belakang. Aku bisa merasakan kulit
telanjangnya di punggungku dan membangunkan kejantananku. Dia
menekan bibirnya ke bekas lukaku dan menciumnya. "Bicaralah.
Katakan apa yang ada dibelakang sana." Suara lembutnya
menyiratkan kekuatan tekad membaja tapi tidak ada cara yang bisa
kulakukan untuk membawanya ke dalam peristiwa penyiksaan itu.
Tidak mungkin dia pergi ke sana denganku. Ini bukan kesalahannya.
"Tidak. Aku tak mau." Aku melihat ke dalam cermin di atas wastafel
dan melihat sendiri, air menetes dari rambutku. Lengan Brynne yang
membungkus seluruh sisi tubuhku untuk mengistirahatkan
tangannya di dadaku di mana hatiku berdebar tanpa ampun dari
mimpi yang luar biasa kacau. Namun dia memelukku, memegang
jantungku dengan tangannya yang indah. Dia mengikutiku ke sini
untuk menghiburku.
"Video apa, Ethan? Kau terus berteriak tentang video."
"Aku tak mau membicarakan tentang hal itu!" Menutup mataku pada
suara miliknya, membenci nada kemarahan yang ada di dalamnya,
benci karena dia harus melihatku seperti ini.
"Apakah karena aku? Video tentangku? Dia menarik tangannya pergi
dan menjauhiku. "Kau bilang kau belum pernah melihatnya." Aku
bisa mendengar nada terluka dalam suaranya dan membayangkan
kemana pikirannya sedang menuju dengan skenario ini. Dia tidak

bisa lebih melenceng lagi.


Aku tersesat, total dan menyeluruh, sangat ketakutan bahwa dia tak
akan percaya padaku, takut dia akan pergi lagi. Aku berbalik dan
menariknya kearahku dengan keras. "Tidak, baby. Bukan itu.
Kumohon. Bukan itu. Ini akudari masa lalukusaat-saat yang
buruk bagiku dalam perang."
"Bagaimanapun kau tidak akan mengatakannya. Mengapa kau tak
bisa mengatakan apa yang terjadi padamubekas lukamu. Ethan?"
Dia mencoba melepaskan diri, membuat jarak di antara kami, tapi
persetan jika aku akan mengizinkannya.
"Tidak, Brynne, aku membutuhkanmu. Jangan menarik diri dariku."
"Aku tidak"
Aku memotong kata-katanya dengan mulutku melumat miliknya,
memiliki dia dengan lidahku begitu dalam hingga yang bisa dia
lakukan hanyalah menerimanya. Aku menggendongnya dan jatuh ke
tempat tidur bersamanya. Aku harus berada di dalam dirinya, dengan
segala cara. Aku membutuhkan pengesahan bahwa dia ada di sini,
bahwa aku masih hidup, bahwa ia aman dalam perlindunganku,
bahwa aku masih hidup...bahwa dia aman...bahwa aku masih hidup...
"Baby, kau begitu cantik dan baik bagiku. Kau adalah segalanya
bagiku, oke? Katakan bahwa kau menginginkan aku." Aku
mengoceh saat aku mendorong kakinya terbuka dengan lututku dan
memasukkan dua jariku di dalam miliknya yang panas dan
basahnya. Aku mulai membelai, mengeluarkan semua cairan yang
ada sebelumnya di sekeliling klitorisnya, seperti yang dia suka.

"Aku menginginkanmu, Ethan," jawabnya dengan mendesah,


seksnya memanas untukku, siap untuk membawaku masuk. Ya
Tuhan, aku berjuang sekuat tenaga mengendalikan diri ketika
mendapatinya submisif padakurangsangan yang paling panas
meskipun dia benar-benar wanita pertama yang melakukan itu.
"Katakan padaku kau akan biarkanku memilikimu seutuhnya. Setiap
bagian. Aku ingin semuanya, Brynne!"
"Aku akan membiarkanmu!" teriaknya. "Aku di sini."
Aku menyerang ke dalam mulutnya lagi, semakin dalam dan
menyeluruh dengan lidahku, jemariku bergerak di dalam celahnya,
yang semakin basah. "Mulutmu adalah milikku saat kau
membungkus bibir raspberry-mu di sekitar kejantananku dan
mengisapnya."
Dia bergerak di bawahku. Aku menarik keluar dari bibirnya untuk
menuju ke putingnya. Aku sedikit menggigit cukup untuk
mendapatkan erangan keluar dari dirinya kemudian mengisap
kedalam mulutku sebelum melakukan hal yang sama dengan
payudaranya yang lain. "Payudara indahmu milikku juga. Ketika aku
menggigit dan menghisapnya dan membuatmu gila."
"Oh, Tuhan..."
Aku bergerak turun dari tubuhnya, jari-jariku masih bermain dalam
dirinya, meluncur di sepanjang tonjolannya, dia semakin dekat
dengan klimaks. "Vagina manismu ini selalu milikku saat aku
memasukkan seluruh kejantananku dan menyemburkan spermaku ke
dalamnya." Aku berbisik mengatakan kata-kata kotor dan merasa

yakin itu membuat dia menjadi lebih panas lagi.


Dia menggeliat dan memutar kepalanya dan aku menyukainya
bahwa aku membuatnya liar.
Aku menjentikkan lidahku di atas klitorisnya dan kemudian
menempatkan gigiku di atasnya, menggigit dagingnya sampai aku
mendengar dia berteriak dan berpindah untuk menenangkannya,
dengan sangat perlahan dengan sentuhan lembut, membuat dia
keluar lagi dan lagi.
"Aku butuh lebih! Bercintalah denganku, Ethan!"
Oh yeah, dia jadi lebih panas.
Akhirnya aku mendapatkan gadisku tepat di mana aku
menginginkannya. Aku menjadi gila dengan rasa dari semua
miliknya di lidahku, rasaku, aroma tubuhnya, kehangatannya, basah
kuyup, seks berbahan bakar oktan!
"Aku bisa memberikanmu lebih banyak, baby. Aku ingin
memberimu lebih." Aku menarik jari-jariku keluar dari liangnya,
memindahkannya ke lubang yang lain, dan mengelilingi pembukaan
dengan jari telunjukku yang basah kuyup. Napasnya tersentak dan
terhenti. Aku mengangkat kepalaku dan bergerak naik ke tubuhnya,
satu tangan menyanggaku, sisi lain bebas untuk mengeksplorasi.
Aku hanya menyelipkan ujung jariku di dalam dan bertemu
tatapannya. Dia tampak liar, matanya melebar. "Aku ingin di sini,
Brynne. Akankah kau biarkan aku bercinta dengan pantat indahmu."
Aku bicara didepan bibirnya yang bergetar dan menggigit bibir
bawahnya, ujung jariku masih menggoda pintu masuknya,
menunggu jawabannya.

"Ya!" dia berbisik dengan serak tapi kesepakatan yang pasti.


Aku melepaskan diri dan membalik dirinya telungkup. Aku
mencengkeram pinggulnya di udara dan memisahkan kakinya lebar
sehingga aku bisa melakukannya dengan berlutut. Dia menakjubkan.
Benar-benar terbuka untukku, mengantisipasi dan menerima dan luar
biasa sempurna.
Tanganku memegang batangku, aku meluncurkan bagian kepala
kejantananku di sekitar seksnya yang basah kuyup, bergerak di atas
klitorisnya lagi dan lagi, membuat dia lebih dekat untuk klimaks dan
milikku berpelumas dengan baik.
"Mmm hmm," aku mengerang, mengarahkan pada lubang ketatnya.
"Kau adalah seorang yang begitu sempurna..." Aku mendorong dan
menembus hanya bagian ujung kejantananku, mencoba untuk
membukanya sedikit, dan berpikir aku bisa dengan mudah
kehilangan kendali. Ejakulasi sebelum aku bisa masuk ke dalam
dirinya.
Dia menegang dan melengkung atas invasiku, jadi aku segera
berhenti, meletakkan telapak tanganku di punggung bawahnya untuk
menenangkan dirinya. "Tenang...rilekslah untukku, baby." Dia
berhenti dan menarik napas berat, menungguku, tunduk pada
keinginanku, begitu sempurna untuk disetubuhi dan sangat ketat
dengan ototnya mencengkeram di sekitar kejantananku-yang-siapmeledak. Aku tak ingin menyakitinya, tapi ya Tuhan, pemadangan
spektakuler yang menggairah sepertiku sekarang ini, akan
mengklaim akan segera mengambil bagian terakhir di mana aku bisa
berbaur bersamanya.

Dia bergetar di bawahku. "Kau akan membuatku orgasme, baby. Aku


sungguh sangat ingin, tapi kau lebih dulu. Aku akan membuatmu
merasa begitu nikmat!"
"Ethan, kumohon buat aku klimaks!" Dia menggeliat dibawah ujung
kejantananku dan siap untuk masuk semuanya. Aku menyadari
bahwa dia akan membiarkanku melakukannya bahkan jika itu
menyakitkan karena dia adalah seperti seorang kekasih yang murah
hati.
Santa...tolong aku!
Perlu waktu segala usaha untuk tidak segera menenggelamkan diriku
ke dalam bagian tubuhnya yang membentang dan misterius, yang
belum aku miliki. Aku ingin. Aku butuh. Tapi aku ingin dan butuh
untuk lebih menghargai dirinya. Aku tahu aku akan menyakitinya
dan dia belum siap. Kami harus mengusahakannya-sesuatu untuk
dinantikan. Seperti hal baru yang kita lakukan bersama-sama. Aku
sedang lupa diri sekarang dan ini bukan saat yang tepat untuk
memaksanya melakukan anal untuk pertama kalinya denganku.
"Brynne...Aku sangat mencintaimu," bisikku di punggungnya,
mengarahkan kejantananku ke bawah untuk menemukan vaginanya.
Miliknya begitu panas seakan terbakar ketika aku menyentuhnya.
Aku mendengar teriakanku sendiri ketika aku menghujam jauh di
dalam dirinya dan mulai bercinta. Tanganku di pinggulnya
mencengkeram dengan ketat, menghentakkan dengan keras
pantatnya ke batangku, lagi dan lagi dan lagi, suara benturan tubuh
kami terdengar di tengah dengusan kenikmatan murni
menggantikannya.
Kami seperti itu untuk waktu yang lama. Aku membutuhkan terror

mimpi itu keluar dari sistemku dan bercinta adalah cara bagiku
untuk membuat itu terlaksana. Jika kau dapat bercinta maka kau
masih hiduplogika brutal itu cukup sulit untuk di bantah.
Itu percintaan yang cukup kasar, bahkan bagi kami. Dan Brynne bisa
menerima kekasaran itu dariku. Dia pernah menerima itu
sebelumnya dan dia akan mendapatnya lagi karena aku tak pernah
membiarkan dia pergi. Takkan pernah. Aku tak bisa membayangkan
melakukan hal yang baru saja kulakukan padanya dengan orang lain.
Aku tahu aku tidak akan bisa.
Aku kemudian memahami dalam kegelapan, setelah aku
menyeretnya pada perjalanan seks gilaku, dan setelah ia jatuh ke
dalam tidur nyenyak di sampingku. Dia orgasme begitu sering
hingga dia pingsan karena kelelahan setelah aku akhirnya bisa
memaksa diriku untuk berhenti. Bagaimanapun dia tak pernah
memintaku untuk berhenti. Gadisku memberikan dirinya sendiri
padaku dan tidak memaksa memnta jawaban. Dan aku sangat senang
karena aku belum ingin membicarakan semua itu sekarang. Bagian
dalam jiwaku terlalu liar setelah mimpi burukku.
Aku ingin menyalakan rokok tapi membantah diriku sendiri.
Rasanya salah jika mengingat dirinya. Itu salah merokok yang tidak
menyehatkanku dan aku tidak akan melakukannya lagi di dekatnya.
Mengamati tidurnya setelah sesi itu, pernapasan sistematisnya, bulu
mata panjang yang di atas tulang pipinya, rambutnya tersebar
dengan liar di atas bantal, membuatku terpukau sepenuhnya. Aku
tahu aku telah menemukan malaikatku pada akhirnya dan aku akan
berpegangan padanya dengan semua yang kumiliki.
Tidak ada lagi menyerah pada mimpi...

Dia menyelamatkanku dari kegilaan suara penyiksaku. Dia


membuatku menginginkan hal-hal yang tak pernah aku ingin
sebelumnya. Aku akan membunuh jika aku harus, agar dia aman. Itu
akan membunuhku jika sesuatu pernah terjadi padanya.
Akhirnya aku bisa tertidur lagi dan itu hanya karena dia ada di sana
denganku.
***

Bab 9
Aku terbangun di tempat tidur yang kosong, flat yang kosong, dan
dengan sebuah mimpi buruk. Setelah apa yang terjadi semalam, hal
terakhir yang kuinginkan adalah Brynne menjadi AWOL (kabur)
dariku.
Firasat pertamaku bahwa terjadi sesuatu yang salah datang ketika
aku bisa berguling dan terus berguling di tempat tidur. Tak ada tubuh
yang lembut dan hangat yang beraroma bunga yang mengajakku
bercinta tadi malam dan untuk terus menekan dan membungkus
diriku. Hanya seprai dan bantal. Dia tidak ada di tempat tidurku. Aku
memanggil namanya dan hanya keheningan yang menjawabku. Aku
mulai merasa ketakutan dan itu menyiksaku.
Semalam terlalu berlebihan untuknya?
Pertama-tama aku memeriksa kamar mandi. Aku bisa melihat dia
menggunakan kamar mandi. Kosmetik dan sikat giginya menyeruak
penuh kesombongan tapi dia tak ada. Tak ada di dapur untuk

membuat kopi, tak ada diruang kerja untuk memeriksa emailemailnya, tak ada digym untuk berolahraga, tak ada di manapun, di
dalam flat ini.
Aku menyalakan video kamera keamanan pada monitor yang
merekam pintu depan dan lorong. Siapa pun yang datang atau pergi
akan terlihat. Hatiku berdebar begitu keras, dadaku terlihat naik
turun. Aku memutar ulang satu jam terakhir dan dia ada,
mengenakan baju joging dan berlari menuju lift, headphone
terpasang di telinganya.
"Sial!" Aku berteriak, membanting tanganku ke bawah desktop.
Keluar untuk lari pagi? Aku mengerjapkan mata pada apa yang
kulihat dan menggosokkan tangan didaguku.
"Katakan kau berada disampingnya sekarang!" Teriakku keras
langsung ke Neil.
"Apa?" Neil terdengar seperti dia masih terbaring di tempat tidur dan
aku merasa lebih tersiksa dari sebelumnya.
"Jawaban yang salah sobat. Brynne meninggalkan flat. Untuk lari!"
"Aku sedang tidur, E," katanya. "Mengapa aku harus menjaganya
sedangkan dia di flat bersamamu"
Aku menutup telepon, dan menelpon Brynne keponselnya. Dan
langsung terhubung dengan voicemail. Aku hampir membenturkan
kepalaku kedinding tapi aku berhasil meng-SMS nya dengan:
SIALAN? dimana kau?
Secepatnya aku lari menuju lemari, melemparkan beberapa pakaian

dan sepatu, menyambar kunci mobil, dompet, ponsel, dan turun


menuju garasi. Aku ngebut, ban berdecit, dan mulai menghitung
seberapa jauh ia bisa pergi dalam waktu sejak dia terekam pada
kamera keamanan, pikiranku berjalan liar dengan skenario tentang
bagaimana mudahnya ia menjadi sasaran penembak profesional dan
membuatnya terlihat seperti kecelakaan.
Ini masih pagi, hanya jam tujuh lewat, hanya mendung pagi khas
London yang datang setiap hari. Mobil van pengantar barang dan
pedagang kaki lima berseliweran, kedai kopi buka seperti biasa,
seorang pelari berlatih di pagi hari, tapi itu bukan yang aku cari. Dia
bisa berada di mana saja.
Aku terus berpikir mengapa dia pergi tanpa memberitahuku. Aku
takut setengah mati itu disebabkan karena aku. Apa yang dia lihat
tadi malam. Apa yang terjadi setelah...Ini sudah terlalu jauh,
pikiranku tentang Brynne sangat menggelikan. Tuhan tahu kami
berdua memiliki masalah, tapi mungkin rangkaian emosi tadi malam
terlalu berlebihan daripada yang dia inginkan. Aku mengusap
dadaku dan terus mengemudi.
Ponselku berdering. Itu dari Neil. Aku menerima melalui pengeras
suara di mobil.
"Aku belum melihatnya. Aku di Cromwell sekarang, menuju selatan
tapi kupikir aku sudah mencari terlalu jauh dari yang bisa dia capai
sejak dia terekam pada kamera keamanan."
"Dengar, E, aku minta maaf."
"Kau dapat memberitahuku setelah aku menemukannya." Aku
marah, tapi itu bukan salah Neil. Brynne denganku semalam dan

Neil secara teknis bebas tugas. Salahku. Sungguh kacau, sialan.


"Aku akan menuju ke timur. Banyak pelari mengikuti Heath Downs
di taman."
"Lakukan itu, sobat."
Aku terus mencari, terus berdoa dan ketika ponselku bordering, ada
sms: Sudah bangun. Mau kopi. Mau dibawakan rasa apa?
Bagaimana kalau membawa pantat manismu ke rumah, nona!
Rasa lega menjalari sampai membuatku berlututku untuk bersyukur,
tapi aku begitu sangat marah pada aksinya hari ini. Keluar hanya
untuk membeli kopi terkutuk! Ya Tuhan! Aku segera menepi dan
menyandarkan kepalaku sejenak disetir mobil. Aku harus mengatur
dan menjelaskan beberapa hal tentang bagaimana hidupnya harus
berubah selama beberapa bulan ke depan. Dan keluar sendirian pagi
itu, bukan merupakan bagian dari semua itu.
Brengsek!
Jemariku bergetar saat aku membalas smsnya: kedai kopi yang
mana?
Sebuah jeda singkat dan kemudian: Hot Java. Apa kau marah???
Pertanyaan bodoh.
Kedai kopi yang dia sebutkan jaraknya tidak lebih dari satu blok dari
apartemenku. Kami bahkan sering pergi ke sana di pagi hari ketika
dia bermalam denganku. Brynne ternyata tidak pergi begitu jauh dari

flat! Aku mengirim sms kembali: Jangan pergi!! Aku akan


menjemputmu!
Butuh setidaknya sepuluh menit untuk memutar balik kembali ke
daerah tempat tinggalku. Aku marah pada diriku sendirikarena
beberapa alasan, namun sebagian besar karena untuk tidur terlalu
nyenyak dan tidak sadar pada saat dia bangun dan akhirnya dia pergi
tanpa sepengetahuanku. Aku telah sedemikian tergesa-gesa
mencarinya, aku melewatinya pada saat dia di kedai kopi, dan itu
sangat tidak dapat diterima. Aku membuat kesalahan.
Aku memutuskan untuk mencari alasan karena tidur terlalu nyenyak
semalam.
Mimpi buruk dan diikuti bercinta secara maraton, mungkin?
Oh, aku tahu itu akan di ungkit lagi dalam percakapan di beberapa
titik, mungkin segera, karena Brynne akan bertanya padaku, tapi
sekarang aku hanya terlalu sensitif untuk menghadapi apa yang
menggelegak di alam bawah sadarku. Penyangkalan tampaknya jauh
lebih menarik.
Brengsek, joging! Aku berteriak.
Brengsek, dia tidak berada di kedai seperti yang perintahkan, tapi
keluar di trotoar sambil memegang dua kopi! Dan dia tidak
sendirian. Seorang pria menempel didekatnya, bercakap-cakap, siapa
laki-laki sialan itu. Seseorang yang dia kenal? Atau seseorang yang
melakukan pendekatan padanya, hanya Tuhan yang tahu apa
tujuannya! Dia harus dihukum untuk aksi ini.
Aku harus parkir di seberang jalan dan kemudian menyeberang. Dia

melihatku mendekat dan mengatakan sesuatu kepada temannya yang


melihat ke arahku. Matanya menyala sedikit dan ia beringsut lebih
dekat dengannya.
Sialan tindakan yang salah, berengsek.
"Ethan," katanya, tersenyum seolah-olah ini adalah cara yang bisa
diterima untuk memulai hari.
Oh, sayangku, kita sangat perlu membicarakan beberapa hal.
"Brynne," kataku mesra, menariknya kemudian merangkul
pinggangnya dan menatap temannya dengan penuh arti. Orang itu
agak terlalu berani menurutku, berdiri di sana seperti dia berhak
untuk berbicara dengannya, seperti yang telah dilakukannya
sebelumnya dan seperti memiliki sejarah dengannya. Sial! Dia
mengenalnya. Orang ini tahu Brynne.
"Ethan, ini adalah Paul Langley, umm...seorang teman dari
departemen seni. Dia pengajar...Aku baru pergi dan kemudian Paul
masuk."
Dia merasa gugup. Brynne tampak tidak nyaman dan aku pandai
membaca pikiran orang. Aku bisa mencium kegelisahan datang dari
dirinya. Sekarang pria itu lain lagi ceritanya. Dia tampak terlalu
sombong dan agak terlalu mudah ditebak, pikirku.
Brynne tampak seperti terjebak dan berkata, "Paul, ini
Ethan...Blackstone, pacarku." Dia memberiku secangkir kopi. "Aku
punya mistoa untukmu." Dia menatapku dan meneguk dari cangkir.
Yep. Dia merasa tidak nyaman.

Pria tolol itu menjulurkan tangannya dan menawarkan berkenalan


terlebih dahulu.
Aku benci kau.
Satu lenganku merangkul Brynne dan tanganku yang satunya sibuk
dengan kopi yang baru saja diberikan padaku. Aku harus melepaskan
rangkulanku untuk berjabat tangan. Aku membencinya dalam setelan
licinnya, profesional, dan potongan yang bersih dan dari semua yang
dipakainya yang terbuat dari kuningan. Aku melepaskan
rangkulanku dari pinggang Brynne dan menerima uluran jabat
tangannya. Aku meremas tegas dan mencoba untuk tidak berpikir
tentang bagaimana mengerikannya penampilanku yang terlihat
persis seperti baru saja keluar dari tempat tidur.
"Senang berkenalan dengan anda," kata Langley, dengan ogahogahan.
Aku membalas dengan mengangguk singkat. Itu yang terbaik yang
bisa kulakukan dan aku benar-benar tidak peduli apakah sikapku
kasar atau tidak. Dia adalah seorang pria di tempat yang salah pada
waktu yang salah yang pernah menjadi temanku. Aku membencinya.
Matanya membalas tatapanku. Aku memutuskan bahwa aku akan
menjadi orang yang mengakhiri jabat tangan ini terlebih dahulu.
Atau pissing contest ini (kompetisi antar rival untuk menentukan
superioritas).
Aku menarik tanganku dan menekan bibirku ke rambut Brynne, tapi
mataku terus menatapnya saat aku bicara. "Aku terbangun dan kau
pergi." Aku merangkulnya lagi.

Dia tertawa gugup. "Aku hanya merasa seperti moka cokelat putih
pagi ini."
"Kau masih perlu kopi pagi, ya, aku tahu. Beberapa hal ada yang
tidak pernah berubah, Brynne sayang?" Langley menyeringai penuh
rahasia ke arah Brynne dan saat itu, aku serta merta tahu. Dia pernah
tidur dengan Brynne. Atau berusaha sekuat mungkin untuk
melakukannya. Mereka memiliki semacam cerita masa lalu dan yang
bisa aku melihat hanyalah kain merah kecemburuan yang melambailambai di depan mataku. Sialan, emosi penuh kekerasan langsung
membanjiriku detik itu juga. Aku ingin menonjok wajah Langley
sampai jatuh ketrotoar dengan tinjuku, tapi yang aku perlukan
sekarang adalah menjauhkannya dari Brynne sejauh mungkin.
"Saatnya untuk pergi, sayang," Ujarku, sambil menekan tanganku di
punggungnya.
Brynne menegang sesaat tapi kemudian menyerah "Semoga
berjumpa lagi Paul. Berhati-hatilah."
"Kau juga, sayang. Aku punya nomor barumu dan kau punya
nomorku, jadi kau tahu di mana menemukanku." Bajingan itu
menatapku dan tidak salah lagi ada tantangan dalam tatapannya?.
Pikirku dia adalah semacam idiot dan menunjukkan tantangan
padaku bahwa jika Brynne perlu diselamatkan dia hanya perlu
menelepon dan Pangeran Tampan akan datang untuknya.
Enyah. Kau. Bedebah. Menyedihkan.
Brynne mengangguk dan tersenyum padanya. "Selamat tinggal,
Paul."

Ya, enyahlah...Paul.
Itu sangat jelas bahwa Paul tidak ingin meninggalkannya. Sangat
terlihat ia ingin menciumnya atau memeluknya untuk salam
perpisahan, namun dia cukup pintar untuk tidak melakukannya. Aku
tidak mengatakan dia bodoh, hanya musuhku saja.
"Aku akan meneleponmu. Aku ingin mendengar semua tentang
Mallerton " Tangannya menunjuk ketelinganya. "Bye, sayang." Dia
menatapku dan aku membalasnya sekilas. Aku benar-benar berharap
dia bisa membaca pikiranku karena aku punya begitu banyak katakata yang harus dia dengar.
Laki-laki bedebah, sialan! Kau benar-benar TIDAK akan pernah
menelponnya untuk bicara tentang Mallerton. Kau tak akan melihat
dia dan kau tak akan berpikir tentang dia, OK! Camkan itu?!
Gadisku BUKAN pacarmu sekarang, tidak akan pernah, bahkan di
masa depan sekalipun. Mengingkirlah dari pandanganku sebelum
aku terpaksa melakukan sesuatu yang akan membuatku menghadapi
banyak masalah dengan pacarKU.
Kami mulai menyeberang jalan, hatiku berdebar keras, kemarahan
mengalir keluar dariku, ketika ia membuka mulutnya.
"Tadi itu apa, Ethan? Kau sangat kasar."
"Jalan terus. Kita akan membicarakan ini di rumah," aku berhasil
menahan kesabaranku sampai kita menyeberang.
Dia memelototiku seperti ada kepala lain yang tumbuh dikepalaku
dan berhenti di trotoar. "Aku bertanya padamu. Jangan bicara padaku
seperti aku seorang anak kecil yang nakal!"

"Masuk ke mobil," bentakku, aku berusaha untuk tetap


menggandengnya dan mendudukannya di kursi. Itu hampir saja
terjadi, walaupun dia tidak menyadarinya
"Maaf, tapi ini omong kosong. Aku akan pulang jalan kaki." Dia
menyentak pergi dariku.
Aku ingin meledak, aku begitu kesal. Aku meraih tangannya agar dia
tidak pergi. "Tidak, kau tidak akan jalan, Brynne. Naik ke mobil
sekarang. Aku akan membawamu pulang." Aku bicara rendah dan
tepat ke wajahnya di mana aku bisa melihat mata marah berkedip ke
arahku. Dia begitu menakjubkan ketika ia gusar. Dan itu membuatku
ingin menyeretnya ke tempat tidur dan melakukan hal-hal yang
sangat nakal ke tubuhnya selama sekitar satu setengah hari.
"Aku tidak mau diperintahkan olehmu. Mengapa kau bertingkah
seperti ini?"
Aku menutup mataku dan mencoba bersabar. "Aku tidak
bertingkah." Orang-orang menatap kita. Mungkin bisa mendengar
percakapan kita juga. Gila! "Tolong masuklah ke dalam mobil,
Brynne?" Aku mencoba senyum palsu.
"Kau sangat menyebalkan, Ethan. Aku masih punya kehidupan. Aku
akan jalan-jalan di pagi hari dan dapat mampir ke kedai kopi jika
aku mau."
"Tidak, jika tanpa aku atau Neil. Sekarang dudukkanlah pantat
manismu kedalam mobil sialan ini!"
Dia menatapku sejenak dan menggelengkan kepalanya, matanya

menyala tajam seperti belati kearahku. Dagunya terangkat angkuh


sebelum dia menginjak ke Rover dan masuk, aku mengabaikan
perilakunya, berpikir bahwa aku hanya sedang bersikap murah hati
pada saat ini. Aku mengirim sms ke Neil agar dia tahu bahwa aku
sudah menemukannya dan membuatnya menungguku, sementara
aku melakukannya. Dia terkunci di dalam mobil dan tidak bisa pergi
ke mana pun, setidaknya untuk saat ini.
Aku menatapnya. Dia menatapku. Dia marah. Aku lebih marah
dibanding dia.
"Jangan pernah melakukannya lagi," kataku dengan tegas.
"Apa, berjalan-jalan? Membeli kopi? " Dia cemberut dan
memandang ke luar jendela. Ponselnya menyala dan berdering. Dia
menatapku saat dia menerima panggilan. "Ya, aku baik-baik saja,
Paul. Aku minta maaf untuk semuanya, tapi jangan khawatir. Hanya
sedikit pertengkaran antar sesama pasangan." Dia malah
menyeringai padaku saat dia memberitahu kebajingan itu bahwa aku
sedang mengalami hari yang buruk.
Aku ingin merebut ponsel dari tangannya dan membuangnya keluar
jendela, dan itu akan terjadi jika ia tidak mematikannya dan
menyimpannya dalam saku. "Kau tahu apa yang maksudku, Brynne,
dan jangan mengejekku di depannya!"
"Kau membuatku malu tadi, Ethan! Paul pikir bahwa kau adalah"
"Aku sama sekali tak perduli apapun yang bajingan itu pikir.
Memangnya dia siapa?"
"Dia pria yang baik dan seorang teman." Dia tidak menatapku ketika

ia mengatakan itu dan aku tahu. Oh sialan, aku tahu!


"Apakah kau membiarkan dia menidurimu, Brynne?? Apakah dia
tahu bahwa kemaluanmu diciptakan hanya untuk bercinta? Apakah
tangannya pernah membelai seluruh tubuhmu, kemaluannya di
dalam dirimu? Hmmmm? Aku benar-benar ingin tahu. Ceritakan
tentang kau dan pria baik bernama Paul itu."
"Kau benar-benar bajingan sekarang." Dia melipat tangannya di
bawah payudaranya dan memandang ke depan keluar kaca depan.
"Aku tak akan bilang apa pun padamu."
"Apakah kau tidur dengannya!?"
Dia bergeser di kursi dan memberiku pandangan yang membuat
nyeri kejantananku. "Siapa yang terakhir kali kau tiduri sebelum kau
mengalihkan pandanganmu padaku, Ethan? Siapa gadis yang
beruntung itu? Aku tahu itu tidak mungkin lebih dari seminggu yang
lalu ketika kita melakukannya untuk pertama kalinya!" Dia mulai
menggerakkan tangannya. "Kata orang, seminggu adalah waktu yang
lama untuk hidup tanpa seks!"
Oh sial!
Itu bukan pemikiran yang bagus karena dia benar. Aku benci
mengakuinya, tapi aku tak bisa menceritakan nama yang terakhir
yang telah mampu membuatku bergairah. Pamela? Penelope?
Sesuatu yang dimulai dengan P ... Ivan pasti tahu, dia punya daftar
panjang teman-teman wanita dan dia perkenalkan padaku. Aku
mendengus saat menyadari bahwa aku benar-benar tidak ingat, dan
fakta bahwa siapa pun itu, tidak membuatku berkesan dan harus
terus mengingatnya namanya.

Paul mulai dengan P juga, pikirku. Aku cukup yakin aku tak akan
pernah lupa namanya, tidak sekalipun.
"Sulit mengingat namanya?" Tanya Brynne.
Ya.
"Apa warna rambutnya, hmmm?"
Strawberry blonde au naturale. Aku ingat itu.
"Apakah kau akan bercinta dengannya lagi, Ethan, jika kau belum
berjumpa denganku?" Dia terus mengejek.
Aku tidak menjawab. Aku menyalakan mobil dan meluncur ke jalan
raya, aku hanya ingin pulang dan mungkin kembali ke masa
beberapa jam yang lalu. Aku benci berdebat dengannya.
"Mengapa kau menyelinap keluar?" Akhirnya aku berhasil bertanya.
"Setelah tadi malam, kau meninggalkanku pagi ini?"
"Aku tidak meninggalakanmu, Ethan. Aku bangun, menggunakan
treadmill-mu, mandi dan ingin kopi moka. Kita sering pergi ke toko
itu, dan aku tahu kau lelah dari ... um ... tadi malam."
Jadi dia berpikir tentang semalam juga. Aku tak tahu apakah ini
keuntungan buatku atau tidak tapi aku berharap begitu. Aku masuk
kedalam garasi apartemenku dan memarkir Rover. Aku
memandangnya, dan dia mendesis marah di kursinya.
Brynne belum selesai mengejekku rupanya. "Ini sering kulakukan

setiap pagi. Hari ini tidak hujan dan hari yang sempurna untuk
berjalanjalan." Dia mengangkat tangannya lagi. "Aku telah
berolahraga di atas treadmill dan ingin moka cokelat putih. Apakah
itu tindak kriminal? Ini bukanlah seperti aku menerobos masuk ke
The Tower dan tertangkap sedang mencuri permata mahkota atau
yang lainnya."
Aku memutar mataku. "Sayang, kau tahu seperti apa rasanya bagiku
pagi ini ketika tahu bahwa kau pergi? Tidak ada pesan, tidak ada
catatan, tidak apapun!"
Dia memutar kepalanya dari kursi dan mendongak. "Tuhan tolong
aku! Aku meninggalkan pesan! Sungguh. Aku meletakkannya di
bantal sehingga kau dapat melihatnya. Isinya: Pergi untuk membeli
kopi di Java. Segera kembali. Aku menggunakan gym-mu dan mandi
sebelum aku pergi. Apakah aku melaporkan setiap hal yang aku
lakukan? Tidak ada yang dirahasiakan, hanya rutinitas pagi yang
normal, Ethan!"
Bukan pagi yang normal yang ingin aku alami lagi, terima kasih
banyak!
"Aku tidak melihat pesanmu! Aku meneleponmu dan masuk ke
voice mail! Kenapa kau tidak menerimanya padahal kau hanya
berjalan untuk membeli kopi?" Aku keluar dan membukakan pintu
untuknya. Aku ingin kembali ke flat agar lebih leluasa. Pertengkaran
di tempat umum seperti ini sungguh memuakkan.
Dia menggelengkan kepalanya dan keluar dari mobil. "Aku sedang
berbicara dengan tante Marie."
Aku menekan tombol lift. "Sepagi itu?" Aku menggandengnya

masuk ke lift dan mendorongnya ke sudut, tanganku melingkarinya


sehingga aku bisa sedikit mendesaknya. Dia adalah meriam yang tak
tersulut saat ini. Suara pintu menutup yang membuat kami lebih
mempunyai privasi adalah suara sambutan selamat datang yang
paling hangat yang aku dengar saat ini.
"Tante Marie bangun pagi dan dia tahu aku bangun di pagi hari
untuk berjalan-jalan." Brynne menatap mulutku, matanya jelalatan
saat ia membacaku. Aku berharap aku tahu apa yang sedang
dipikirkannya. Apa yang ada di hatinya. Aku mendorong sangat
dekat dengan tubuhnya, namun tidak menyentuh. Aku hanya ingin
menyerap fakta bahwa aku memilikinya kembali dalam keadaan
utuh.
"Jangan lakukan itu lagi, Brynne. Aku serius. Kebebasanmu untuk
pergi sendiri sudah berakhir."
Pintu lift terbuka dan dia merunduk sedikit untuk keluar. Aku
mengikutinya menyusuri lorong dan membuka pintu depan
apartemenku. Segera setelah kami berada di dalam dia membiarkan
aku. Matanya menyala. Dia sangat-sangat marah, dan benar-benar
cantik dan membuat milikku keras seperti batu. "Jadi aku bahkan
tidak diizinkan untuk pergi ke Java dan membeli kopi?" Tanyanya.
"Tidak seperti itu. Kau tidak diizinkan untuk pergi sendirian dan
terutama tanpa memberitahu siapa pun!" Aku menggeleng putus asa
pada apa yang telah dilakukannya, melemparkan kunciku dan
membelai kepalaku. "Mengapa konsep ini begitu sulit dipahami?"
Dia menatapku aneh seperti dia sedang berusaha memahamiku.
"Mengapa kau benar-benar begitu marah, Ethan? Pergi untuk
membeli kopi di pagi hari dan di sekitar orang-orang ramai tidak

mungkin sebegitu berisikonya." Dia melipat tangannya di bawah


payudaranya lagi.
"Yang aku tahu, kau putus denganku lagi dan pulang ke tempatmu!"
Kebenaran kadang-kadang menyakitkan. Apakah aku baru saja
mengatakannya dengan keras?
"Ethan! Aku tidak akan melakukan itu." Dia memelototiku.
"Mengapa kau berpikir bahwa aku akan melakukannya?"
"Karena kau sudah pernah melakukan itu sebelumnya!" Teriakku.
Ada bajingan jahat yang mengatakan kebenaran lagi, berjalan
seperti cacing jahat ke tempat-tempat bersama dengan rasa tidak
amanku.
"Persetan kau!" Desisnya, rambutnya tersibak saat ia berbalik dan
lari ke kamar tidur, membanting pintu sambil masuk.
Sialan, dia begitu butuh bercinta. Aku bisa memikirkan beberapa hal
yang akan membungkamnya. Kau pikir setelah tadi malam ia akan
bangun dengan lembut dan patuh seperti anak kucing mengantuk.
Tidak seberuntung itu. Aku punya kucing liar yang marah di
tanganku.
Aku baru sadar telah meninggalkan kopi yang ia belikan untukku
dikursi mobilku. Persetan kopi sialan, aku butuh sebotol Van Gogh
dan sekitar selusin cerutu.
Aku juga harus mandi dan membuat beberapa hal menjadi benarbenar jelas kepada wanita yang benar-benar membuatku frustasi. Ya
Tuhan, dia sangat susah dikendalikan ketika seperti ini, tapi aku

harus mandi dulu dan kemudian mungkin aku bisa duduk berdua dan
mencoba menjelaskan suatu penalaran logis. Aku langsung ke kamar
mandi daripada harus kekamar tidur karena aku membayangkan di
sedang berhias untuk pergi bekerja, dan kupikir sedikit privasi akan
dihargai mengingat dia baru saja mengatakan padaku untuk enyah
darinya. Aku membuka sepatu dan kemeja dan masuk ke kamar
mandi.
Aku harus memegang bola mataku karena hampir saja keluar dari
kepalaku dan dan terjatuh di lantai. Brynne berdiri di sana setengah
telanjang memakai lingerie yang benar-benar seksi, sedang
berdandan, atau menata rambutnya.
Dia menoleh dan memberiku tatapan yang mengisyaratkan bahwa
dia masih sangat marah. "Aku menemukan pesanku yang aku
tinggalkan untukmu." Dia mengambil secarik kertas dari meja rias.
"Itu di bawah sprei ketika kau menggesernya," dia menyeringai,
dibiarkan kertas itu jatuh, dan kemudian berbalik kembali ke cermin
dan berkedip cantik, celana renda hitamnya membuatku merasa
bahwa beberapa saraf mataku telah ditembak.
Aku berpikir tentang pantatnya dan tentang tadi malam. Apa yang
telah selesai kita lakukan, dan apa yang tidak selesai...
Matanya menatapku di cermin sesaat sebelum dia menunduk,
dadanya memerah di atas gundukan payudaranya dalam bra renda
hitam, seketika aku cemburu.
Itu baru gadisku.
Dia juga ingat. Beberapa hal di antara kita mungkin sedang kacau
sekarang, tapi di dalam urusan seks kami sangat solid.

"Kita bahkan jauh dari selesai membahas masalah bagaimana


menjaga keamanan dan keselamatanmu." Aku melangkah di
belakangnya, membawa tanganku ke rambutnya dan menggenggam
penuh rambutnya. Dia menarik napas dalam dan matanya melebar
untuk menatapku melalui cermin. "Dan kau sangat bermasalah
sekarang." Aku menarik kepalanya ke samping dan memamerkan
lehernya sehingga aku bisa mendapatkannya.
"Ahhhh," desahnya berat. "Apa yang kau lakukan?"
Aku turun di lehernya dan menyeret bibirku keleher rampingnya,
menggigit dengan gigiku. Aku hanya sedkit menggigit untuk
mendapatkan sedikit suara keluar dari dirinya. Dia begitu harum dan
membuatku mabuk ke titik dimana aku tak bisa mempertahankan
kontrol lebih lama lagi.
"Bukan aku. Kaulah orangnya yang akan mengatakannya. Kau yang
akan memberitahuku apa yang harus kulakukan, sayang. Apa yang
harus kulakukan padamu terlebih dulu?" Satu tanganku tetap di
rambutnya dan tanganku yang lain meraba perutnya yang rata dan
terentang keluar, menekan keras saat aku turun di bawah renda
halus.
Dia menggeliat tapi aku memeluknya erat sekali, jari tengahku
meluncur tepat antara lipatan dan klitorisnya. "Di sini?" Aku
menggerakkan jariku bolak-balik, melumasinya, membuatnya
nikmat dan basah untukku, tapi tidak memasukinya. Dia harus
berusaha mendapatkannya.
"Oh, Tuhan," mendesahnya.

Aku menarik rambutnya sedikit. "Jawaban yang salah, cantik. Kau


belum memberitahuku apa yang harus kulakukan padamu. Sekarang
katakan, 'Ethan, aku ingin kau..." Aku melepaskan tanganku dari
pangkal pahanya dan membawa jari yang sudah meluncur di sekitar
kemaluannya ke mulutku. Aku mengisapnya sampai bersih dengan
cara yang dibuat-buat. "Mmmmm, seperti madu berempah." Aku
menggigit lehernya lagi.
Dia frustrasi dan panas dan sangat butuh, dan aku menikmati
menghukumnya untuk apa yang telah dilakukannya. Dia bersandar
kepadaku dan menggeliat pantatnya melawan kejantananku. Aku
menarik pinggulku kembali dan tertawa rendah mendengar suara
protes keluar darinya ketika aku melakukannya.
"Ethan..."
Aku berdecak padanya dan menarik-narik rambutnya lagi. "Kau
masih menantang. Aku masih menunggu, sayang. Katakan apa yang
kau inginkan dariku." Aku membawa tanganku yang bebas ke
pantatnya dan mencengkeram kasar. "Kau memulai permainan kecil
dan kau tahu itu, jadi katakan padaku apa yang harus kulakukan
padamu." Dia tersentak ketika aku menekan jariku dan mencoba
untuk mendorong kembali terhadap kejantananku lagi. "Tidak. Kau
tidak mendapatkannya sampai kau meminta dengan manis." Aku
memindahkan tanganku ke atas pantatnya dan memukul. Dia
menjerit dan kaku berdiri di atas jari-jari kakinya, melengkung
seperti dewi kecantikan.
"Ethan, aku ingin kau..." dia melunak dan mencoba untuk mengubah
posisi kepalanya di dadaku.
"Mmmmm, jadi kau menyukai di pukul di pantat cantikmu, ya? Apa

aku harus memukulmu lagi?" aku berbisik tepat di telinganya. "Kau


senang dipukul, sayang. Kau tahu bahwa kau layak
mendapatkannya, dan kau masih belum selesai dengan hal nakal
seperti yang aku tanyakan. Katakan apa yang harus kulakukan untuk
membawamu kewastafel."
Dia menjerit dengan suara submisif yang indah yang membuat
jantungku berdebar dan kejantananku akan meledak.
"Katakan padaku!" Aku memukul pantatnya lagi, menahan napas
saat aku menunggu tanggapannya.
"Ahhh!" Dia melengkung dengan elegan dan membuka mulutnya
dengan terengah. Aku tahu aku akan menang, aku tahu dia akan
memberitahuku, dan getaran itu seperti pernahku kenal ketika ia
mengucapkan kata-kata. "Ethan, kau akan bercinta denganku
diwastafel!"
"Membungkuk dan berpeganglah di tepinya," Aku memerintah,
mundur sedikit dan menunggu kepatuhannya. Dia gemetar sedikit
tapi menuju ke posisi seperti yang aku perintahkan, tampak begitu
seksi dan itu hampir mustahil untuk membungkus otakku dari
pikiran untuk bercinta, tapi rasanya terlalu indah untuk berhenti.
Aku mendorong jariku dibawah karet renda hitam minim dan
melucutinya, mendorong kakinya terpisah saat ia melangkah keluar.
Aku bisa mencium gairahnya, dia menginginkanku, untuk apa saja
yang bisa kuberikan padanya. Aku membuka celana joggingku dan
memegang kejantananku. Aku meluncur di atas celah basah dan
mengusap tepat di klitorisnya tapi tetap tanpa penetrasi. "Apakah ini
yang kau inginkan, cintaku?"

Brynne menggeliatkan miliknya yang sudah sangat basah dan


mencoba untuk menyentuh kejantananku. Aku menghargai usahanya
tapi aku yang memegang senjata dan aku butuh usahanya lebih dari
itu. Gadisku harus sedikit lebih bekerja keras untuk mendapatkan
hadiahnya.
Aku kembali ke rambutnya dan mengambil segenggam lagi,
lehernya meregang kembali dengan elegan. "Jawab pertanyaanku
sayang," kataku pelan. Tenggorokan indahnya bergerak ketika dia
menelan pada saat kami saling memandang di cermin. Tarikan di
rambut adalah pemicu untuknya. Aku pernah menyentak cukup keras
dan itu menyakitinya, padahal hanya untuk memindahkan posisi
tubuhnya dan mendominasinya selama bercinta. Itu membuatnya liar
dan jika dia tidak bergairah aku tak akan pernah melakukannya. Aku
tahu semua cara untuk menyenangkan gadisku.
"Ya, aku ingin kejantananmu, Ethan. Aku ingin kau bercinta dengan
itu dan membuatku orgasme! Kumohon." Dia gemetar terhadap
tubuhku, benar-benar mendidih dengan panas!
Aku tertawa dan menjilat lehernya. "Gadis baik. Dan apa faktanya
sayang?" Aku meraba lagi klitorisnya yang sangat sensitif dan
menunggu, menyukai rasa kulitnya dan bau gairah yang datang dari
dirinya.
"Faktanya adalah...Aku milikmu, Ethan! Sekarang kumohon!"
Pintanya, mengisi hatiku dan membuatnya meledak saat mendengar
kata-kata itu.
Benar-benar sempurna. "Ya kau milikku, dan itu tujuanku, sayang.
Menyenangkanmu, menyenangkanku." Aku memposisikan ujung
kejantananku dan menusuk sejauh yang aku bisa capai. Tubuh kami

berdua menjerit ketika tubuh kami terhubung.


Aku terus memegang rambut halusnya saat aku bercinta dengannya
sehingga aku bisa melihat mata indahnya melalui cermin. Itulah
kesukaanku. Aku tak tahu mengapa, tapi dengan Brynne aku perlu
matanya ketika kita bercinta. Aku ingin melihatnya dan ingin
melihat setiap sensasi, setiap dorongan dan tarikan ketika milik
bergesekkan, saling mengasah dan saling mencengkeram,
mendorong kita maju sampai menjelang akhir, sampai kita
kehilangan diri kita dalam perasaan yang hanya dapat dirasakan oleh
kami berdua bersama-sama.
Ada kebenaran ketika menatap mata kekasihmu ketika kau klimaks,
dan tenggelam di mata Brynne ketika itu terjadi adalah hal yang
begitu kuat mengikat, itu mengikatku padanya untuk sesuatu yang
berarti penting dan nyata. Intensitas yang sedang terjadi di antara
kami sebenarnya membuatku takut. Itu membuatku sangat rentan
tapi sudah terlambat sekarang. Aku terlanjur jatuh.
Otot organ dalam miliknya menarikku ketika dia berkontraksi
menuju orgasme, meneriakkan namaku dan gemetar. Aku terus
memompanya, merasakannya kepalannya saat kejantananku
didalamnya. Dia terasa begitu nikmat ketika kejang disekitar
kejantananku yang membuat mataku tersengat.
Tubuh Brynne diciptakan untuk bercinta, tapi yang penting adalah
dirinya. dirinya lah yang kucintai. Beberapa detik sebelum aku
mencapai klimaks, aku mendorong masuk sedalam-dalamnya dan
sejauh yang aku bisa dan menggigit bahunya. Dia berteriak dan aku
hapal suara itu, tapi aku tak tahu apakah itu dari rasa sakit atau atau
rasa nikmat. Aku tidak bermaksud menyakitinya dan hampir saja aku
kehilangan kendali saat itu, aku hanya ingin berpegang padanya,

tetap bersamaku, mengisi tubuhnya dengan cairanku, membuatnya


jadi milikku.
Saat cairanku tertumpah keluar dariku dan masuk ke dalam dirinya
aku mengucapkannya lagi.
"Aku...cinta...kau..."
Aku menatap matanya, di cermin ketika aku mengatakan itu.
Kami sama sekali tidak berhasil berangkat kerja tepat waktu. Tidak
masalah. Ada beberapa hal yang lebih penting. Kami berdua luluh
lantak setelah bercinta dan nyaris tidak bisa berdiri setelahnya, jadi
aku menggendongnya dan membawanya ke kamar mandi. Aku
membasuh seluruh tubuhnya dan mempersilahkan dia untuk
membasuhku. Kami tidak bicara, hanya menatap dan menyentuh dan
mencium dan berpikir. Setelah mandi aku membungkusnya dengan
handuk dan membawanya kembali ke tempat tidur, baru setelah itu,
dia berbaring di sampingku dengan lembut dan puas, kami bicara
tentang banyak hal.
"Ini tidak aman bagimu untuk pergi keluar sendirian. Kau tidak bisa
lagi. Kita tak tahu motifnya apa dan aku tak mau mengambil resiko
untukmu." Aku bicara lembut tapi tegas, aku tidak bergeming pada
titik ini dan hanya itu yang perlu kukatakan. "Itu saja."
"Sungguh? Apakah seburuk itu? "Dia tampak terkejut dan lalu
terlihat ekspresi ketakutan yang pernah aku lihat muncul di
wajahnya.
"Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di kubu Oakley atau
lawannya. Kita harus menganggap Oakley mengawasimu, Brynne.

Sudah bertahun-tahun dia tahu di mana kau berada, di mana kau


bekerja, di mana kau tinggal, dan mungkin teman-temanmu juga.
Aku perlu bicara dengan Gabrielle dan Clarkson segera. Mereka
harus diberikan pengarahan karena mereka terhubung denganmu.
Teman-temanmu tahu segalanya, kan?"
Dia mengangguk sedih. "Aku hanya bingung mengapa orang ingin
menyakitiku. Aku tidak melakukan apa-apa dan aku pasti tidak ingin
mengingat masa lalu. Aku hanya ingin melupakan itu pernah terjadi!
Bagaimana ini bisa menjadi salahku?"
Aku mencium keningnya dan mengusap dagunya dengan ibu jariku.
"Bukan salahmu. Kita hanya akan berhati-hati menjagamu. Sangat
sangatberhati-hati," kataku, mencium bibir tiga kali berturut-turut.
"Aku tidak menginginkan apapun dari Senator Oakley," bisiknya.
"Itu karena kau tidak oportunistik. Kebanyakan orang akan memeras
dia agar mau bungkam. Kau tidak melakukan itu dan mereka akan
mengawasimu untuk melihat apa yang mungkin akan kau lakukan.
Dan aku yakin mereka juga akan mengawasi apakah musuh Oakley
mencoba untuk mendekatimu. Dan sejujurnya, musuh politiknya
malah lebih menjadi perhatianku. Oakley tahu tentang video itu, dan
itu membuatnya bersalah, Artinya, anak tertuanya dan temantemannya melakukan kejahatan dan ia menutupinya. Lawan Oakley
jika menemukan informasi ini akan menjadi harta karun politik.
Belum lagi berita yang benar-benar kotor untuk menaikkan oplah
penjualan Koran."
"Oh, Tuhan..." Dia berguling dan telentang, meletakkan lengannya di
atas matanya.

"Hei." Aku menariknya kembali menghadapku. "Jangan khawatir,


oke? Aku akan memastikan mereka tak akan mengganggumu untuk
berbagai macam alasan. Ini pekerjaanku dan satu hal lagi, kau
pacarku." Aku memegang erat wajahnya. "Itu tidak berubah
untukmu, kan?" Aku tidak melepaskannya karena aku butuh
kepastian. Aku harus tahu. "Semalam itu...kacau"
"Perasaanku tidak berubah," dia menyela, "aku masih pacarmu,
Ethan. Tadi malam tidak mengubah apa-apa. Kau memiliki sisi gelap
dan begitu juga aku. Aku mengerti."
Aku berguling ke dalam selimut dan mencium lambat dan
menyeluruh, membiarkan dia tahu betapa aku harus mendengar katakata ini darinya. Namun, aku ingin lebih. Selalu lebih. Bagaimana
mungkin aku bisa cukup ketika dia begitu manis cantik dan indah?
"Aku minta maaf tentang pagi ini," katanya, menelusuri bibir
bawahku dengan jarinya. "Aku berjanji aku tidak akan
meninggalkanmu seperti itu lagi, dan aku sungguh-sungguh. Aku
sedih ketika kau pikir aku akan melakukannya lagi. Kau membuatku
takut ketika kau bangun dari mimpi burukmu, Ethan. Aku benci
melihat kau tersakiti seperti itu."
Aku mencium jarinya. "Bagian egois dari diriku sangat senang kau
ada di sini. Melihatmu begitu melegakan, aku bahkan tak dapat
mengekspresikan emosi yang keluar dariku ketika aku melihat
bahwa kau aman di sampingku. Tapi bagian lain dari diriku
membenci apa yang telah kau saksikan." Aku menggeleng. "Aku
membencimu melihat aku seperti itu, Brynne."
"Kau telah melihatku setelah mimpi buruk, dan itu tidak mengubah
perasaanmu," katanya.

"Tidak, tentu tidak."


"Jadi bagaimana ini bisa berbeda untukku, Ethan? Kau tidak pernah
berbagi denganku...Kau tidak mengijinkan aku masuk." Dia
terdengar terluka, lagi.
"Akuaku tak tahu...aku akan mencoba, oke? Aku tak pernah bicara
pada siapapun tentang apa yang terjadi. Aku tidak tahu apakah aku
bisa...dan aku tahu aku tak ingin membawamu ke tempat yang gelap.
Ini bukanlah tempat aku inginkan untuk kau kunjungi, Brynne."
"Oh, sayang," ia menarik jari-jarinya di atas pelipisku dan menatap
mataku. "Tapi aku akan pergi ke sana untukmu." Dia menatapku.
"Aku ingin menjadi cukup penting bagimu untuk menceritakan
rahasiamu, dan kau harus mengijinkanku juga. Aku pendengar yang
baik. Kau bermimpi apa?"
Aku mencoba untuk menjadi normal untuknya, aku hanya tak tahu
apakah aku bisa. Aku kira itu adalah sesuatu yang harus aku hadapi
jika aku ingin terus bersamanya. Brynne keras kepala dan bagian
dari diriku tahu dia tidak akan membiarkan ini berakhir karena aku
bilang aku tidak ingin membicarakannya.
"Kau penting, Brynne. Kau adalah bagian terpenting dari hidupku."
Aku menelusuri garis rambutnya dengan jariku dan menciumnya
lagi, menyapu mendalam dengan lidahku, menikmati rasa manis dan
mencintai penerimaan lembut untukku. Tapi ciuman akhirnya harus
berakhir dan masih ada monster yang harus aku hadapi.
Aku mengumpulkan keberanian dari suatu tempat dan mengambil

napas dalam-dalam, menggelinding jauh ke punggungku dan


menatap langit. Hari telah menjadi abu-abu seperti suasana hatiku
dan itu tampak seperti hujan akan turun. Selaras tepat dengan
kepalaku yang seperti berkabut, Brynne tetap disampingku,
menungguku untuk mengatakan sesuatu.
"Aku minta maaf atas tadi malam, dan bagaimana sikapku
denganmu sesudahnya. Aku sombong dan itu terlalu berlebihan."
Aku bicara dengan lembut. "Maafkan aku?"
"Tentu saja kumaafkan, Ethan. Tapi aku ingin mengerti mengapa."
Dia mengulurkan tangan dan meletakkannya di atas jantungku dan
membiarkannya di sana.
"Mimpi buruk itu terjadi ketika aku berada di pasukan khusus.
Timku disergap, sebagian besar dari mereka tewas. Aku adalah
perwira senior dan senjataku macet. Aku pun ditangkap...Orangorang Afghan itu menyanderaku dan menginterogasiku selama dua
puluh dua hari."
Dia menarik napas tajam. "Apakah itu kenapa kau punya bekas luka
di punggungmu? Apakah mereka melakukan itu padamu?" Suaranya
lembut tapi aku bisa mendengar kekhawatiran dalam kata-katanya.
"Ya. Mereka mencambukku dengan tali...dan dengan benda-benda
lain."
Dia mencengkeramku sedikit ketat dan Aku menelan ludah,
merasakan kecemasanku naik tapi itu terus terjadi, merasa buruk dan
merasa menyesatkannya, tapi itu tidak benar-benar menjelaskan
bahwa bekas luka terburukku bukan yang di ada dipunggungku.

"Aku memimpikan sesuatu akan terjadi...dan itu adalah saat ketika


kupikir aku akan" Aku berhenti. Napasku begitu keras hingga aku
tak bisa mengatakannya lagi. Aku tidak bisa mengatakannya. Tidak
padanya.
"Jantungmu berdebar kencang." Dia meletakkan bibirnya di atas
tempat otot memompa darahku dan menciumnya. Aku meletakkan
telapak tanganku di bagian belakang kepalanya dan menahannya,
menggosok rambutnya lagi dan lagi. "Tidak apa-apa, Ethan, kau tak
perlu mengatakan lagi sampai kau merasa bisa. Aku akan berada di
sini." Suaranya memiliki nada yang sedih lagi. "Aku tak ingin kau
lebih tersakiti karena aku."
Aku membelai pipinya dengan punggung jariku. "Apakah kau
nyata?" Bisikku.
Matanya berkilauan padaku dan mengangguk.
"Ketika aku bangun pagi ini dan kau pergi, kupikir kau mungkin
telah meninggalkanku karena situasi kacau tadi malam dan aku baru
saja kehilanganmu. Brynne...Aku tidak bisa tanpamu sekarang. Kau
tahu itu, kan? Aku hanya tidak bisa melakukannya." Aku meraba
tanda merah di bahunya dimana aku menggigitnya dengan gigiku
ketika aku masih dalam pergolakan orgasme vulkanik di wastafel.
"Aku menandaimu. Maafkan aku." lidahku menelusuri diatas tanda
yang kubuat.
Dia menggigil melawan mulutku. "Dengar." Dia memegang wajahku
dan memelukku. "Aku mencintaimu, dan aku ingin bersamamu. Aku
tahu aku tidak mengatakan itu sepanjang waktu, tapi itu bukan
berarti bahwa aku tidak mencintaimu. Ethan, Jika aku tidak ingin
bersamamu, atau aku tidak bisa bersamamu, tidak akan

melakukan...dan kau akan tahu itu."


Aku menghela napas lega yang begitu menenangkan hingga butuh
waktu satu menit untuk mengembalikan suaraku. "Katakan itu lagi."
"Aku mencintaimu, Ethan Blackstone."
***

Bab 10
Makan siang di Gladstone dan Ivan datang terlambat. Aku tidak tahu
mengapa aku repot-repot berusaha untuk datang tepat waktu dengan
sepupuku karena aku tahu dia pasti tidak tepat waktu. Aku melirik
jam tangan dan melihat ke sekeliling ruangan. Gambaran klub para
pria di abad yang lalu, tempat ini telah dihidupkan kembali dengan
linen putih, banyak kaca, dan kayu pinus, terlihat ditujukan untuk
lelaki eksklusif, societal enclave untuk orang-orang London seratus
tahun yang lalu.
Well, Ivan pasti akan cocok disini. Sepupuku adalah bangsawan dari
kerajaan meskipun ia tidak suka diingatkan kembali dan tentu saja
dia tidak bertingkah seperti itu.Tak satupun dari kami bisa mengelak
bagaimana kami dilahirkan dan Ivan jelas tidak bisa menolak bahwa
sebelumnya ayahnya pernah menjadi Baron Rothvale sama seperti
aku yang tidak bisa mengelak kalau ayahku seorang sopir taksi di
London. Kami memiliki hubungan kekerabatan yang sangat jauh
selain uang yang bisa membawa kami menjadi akrab.
Siapa yang aku bodohi? Ivan bisa terjun bebas ke jurang jika ia suka,
tapi disini aku satu meja dengan dua wanita cantik yang tampak

bahagia dan indah duduk di seberangkugadisku dan sahabatnya.


"Kalian tampak bersenang-senang saat berbelanja." Aku
menuangkan untuk mereka berdua wine Riesling yang aku pesan.
Brynne dan Gabrielle tersenyum dan saling memandang penuh
konspirasi, jelas aku hanya bisa menebak itu bagian dari suatu
misteri berbagi rahasia antar wanita. Mereka sudah selesai
berbelanja pakaian ketika aku mendapatkan pesan dari Brynne yang
bertanya padaku apa yang kulakukan untuk makan siang. Karena
mereka hanya beberapa blok dari Gladstone, aku mengatakan kepada
mereka untuk bergabung acara makan siangku dengan Ivan.
Lagipula, aku juga ingin memperkenalkan dia dengan Brynne,
berharap bahwa ia bisa menggunakan pengaruhnya di Galeri
Nasional untuk Brynne. Sial, aku merasa malu untuk meminta
bantuannya. Bukan berarti ia akan memberikan bantuan dengan
cepat. Pria itu adalah salah satu dewan museum seni yang paling
bergengsi di dunia dan dia tidak mungkin tidak mempedulikan
museum itu kecuali jika ia mencoba. Sebenarnya, aku yakin Ivan
akan mengundurkan diri jika ia bisa lolos dari kewajibannya itu.
"Benar, Ethan. Brynne membeli gaun vintage yang paling
menakjubkan untuk acara Mallerton Gala. Tunggu saja," kata
Gabrielle kepadaku.
Aku membuat ekspresi menggoda. "Jadi kau mengatakan bahwa dia
akan menjadi lebih cantik dari biasanya." Aku melihat kearah
Brynne yang tersipu malu kemudian kembali lagi ke Gabrielle.
"Seperti yang aku butuhkan-lebih banyak penggemar yang akan
mengejarnya. Aku pikir aku bisa mengandalkan kamu, Gabrielle,
bisakah aku butuh sedikit bantuan disini?" Aku memohon padanya.
"Sebaliknya kenapa kau tidak membawanya ke tempat penjual jubah

mandi yang tidak menarik?" Kata-kataku seakan bercanda tapi di


dalam hati aku benar-benar serius. Aku benci ketika semua pria
memandang Brynne kemudian membayangkannya dia telanjang.
Gabrielle mengangkat bahu. "Bibi Marie menyuruh kami masuk ke
toko itu. Wanita itu memiliki kemampuan gila yang unik dan langka
dalam memilih pakaian. Gaun mungil Vintage yang indah itu terselip
di sudut yang sepi di pertokoan Knightsbridge. Aku tahu aku akan
kembali lagi kesana." Dia menyeringai kearahku. "Bagaimanapun
juga kau perlu kompetisi, Ethan, ada baiknya untukmu." Ia
mengambil anggur lalu menyesapnya dan mengalihkan perhatiannya
untuk memeriksa pesan di ponselnya.
"Tidak benar. Aku sudah cukup berjuang agar bisa berhubungan
dengan Brynne, terima kasih banyak!" Aku mengambil tangan
Brynne dan menciumnya. "Aku senang kau datang untuk makan
siang denganku."
Dia hanya tersenyum misterius ala dirinya sendiri kearahku dan
tidak mengatakan apapun. Aku berharap kami hanya berdua saja.
Yang aku ketahui, Gabrielle adalah teman paling setianya, dan
sangat melindungi Brynne. Kami memiliki pemahaman yang sejalan
selama dia melihatku sebagai teman dan bukan musuh- sejauh ini
aku sepertinya telah lulus dari tesnya. Dia juga cantik dengan
caranya sendiri, hanya saja bukan tipeku. Rambutnya cokelat
panjang, dengan sedikit samar-samar merah gelap berkilauan,
dikombinasikan dengan mata yang sangat hijau, sangat mencolok.
Figur yang menyenangkan meskipun dia bukan tipeku, aku masih
bisa menilai penampilannya karena aku masih memliki mata di
kepalaku dan belum meninggal.

Warna matanya mengingatkan aku pada matanya Ivan. Hijau yang


sama. Aku bertanya-tanya apa yang akan Ivan pikirkan ketika ia
bertemu dengan gadis ini, Ivan si playboy. Aku yakin pria itu akan
sangat menyukainya. Aku berusaha menahan tawaku. Gabrielle
mungkin akan mengatakan padanya dengan kasar agar dia
menjauhinya dan Ivan akan menjilati bibirnya sendiri sambil
meminta Gabrielle untuk bergabung dengannya seperti tidak ada
masalah. Akan menyenangkan untuk melihatnya di caci seperti itu
disini.
Teman sekamar Brynne adalah warga negara Amerika lain yang
tinggal di London, belajar seni di universitas, dan benar-benar jauh...
jauh dari rumahnya. Meskipun ayahnya seorang warga negara
Inggris. Salah satu Polisi Metropolitan di London - Robert
Hargreave, Kepala Inspektur, New Scotland Yard. Aku pernah
memeriksanya, dan dari semua catatan tampaknya ia sangat solid,
seorang detektif yang dihormati di kesatuannya. Aku seharusnya
menyiapkan sebuah pertemuan dengan dia suatu saat nanti.
Meskipun sepertinya sangat tenang di kubu Senator Oakley. Tidak
ada berita merupakan berita yang baik...Aku berharap itu benar.
"Apa warna gaunmu yang menakjubkan itu, yang akan membuatku
menjadi gila karena cemburu ketika semua pria meneteskan air
liurnya saat kau memakainya?" Tanyaku pada Brynne.
"Periwinkle (ungu)." Dia tersenyum lagi. "Bibi Marie bertemu
dengan kami disana dan kami bersenang-senang dengannya. Dia
benar-benar pandai memilih model pakaian."
"Kau seharusnya mengajaknya sekalian untuk makan siang
bersama."

"Aku akan senang sekali jika dia ikut bersama kami, tapi dia akan
pergi makan siang dengan teman wanita klub bukunya. Dia berkata
agar disampaikan kepadamu, dia begitu tidak sabar ingin bertemu
denganmu." Brynne tersipu lagi seolah-olah gagasan pertemuan itu
membuat dirinya menjadi malu.
Dia seorang pemalu itulah daya tariknya yang mempesona di depan
umum, namun hal itu tidak sampai terbawa saat dikamar tidur
denganku. Tidak. Gadisku tidak malu seperti itu denganku, dan
semua itu rasanya sangat menyenangkan. Aku berpikir tentang
berapa jam lagi sampai nanti malam ketika aku bisa mengajaknya
lagi ke kamar tidurku dan dia bisa menunjukkan kepadaku sisi tidak
malunya yang lebih banyak lagi.
Kami telah terbakar diatas seprei akhir-akhir ini...dan di dinding
kamar mandi...di meja kantorku... di karpet depan perapian...kursi
panjang di balkon, dan bahkan di tempat gym. Aku menggeser
kursiku dan mengingat olahraga tadi pagi dalam tanda kutip dengan
keintiman yang hebat. Siapa yang tahu memakai alat gym weight
bench (bangku yang bisa digerak2kan) begitu menyenangkan ketika
Brynne dengan telanjang dengan posisi duduk bergerak ke atas dan
ke bawah di
"Kau pasti akan menyukai Marie, Ethan," kata Gabrielle
membubarkan pikiranku yang kacau, sambil memeriksa pesan di
ponselnya yang menginterupsi renungan erotisku. Aku seharusnya
membetulkan kemaluanku namun sebaliknya aku terpaksa
tersenyum pada mereka berdua.
Aku belum pernah bertemu dengan Bibi Marie yang dikagumi
mereka, tapi dalam waktu dekat aku berusaha untuk bertemu
dengannya. Kami telah memutuskan sudah waktunya untuk

mengundang keluarga untuk makan malam bersama-sama di


tempatku. Dari daftar singkatnya terdiri dari ayahku, bibi Brynne,
Gabrielle, Clarkson, Neil dan Elaina. Kami telah membicarakannya
dan merasa sudah waktunya setiap orang mengetahui hubungan
kami dan kemungkinan ada ancaman terhadap Brynne. Pada
prinsipnya setiap orang perlu tahu apa yang mungkin terjadi dalam
permainan ini. Brynne sangat penting bagiku untuk mengambil
risiko di titik ini, dan lagipula semua orang yang terlibat sudah tahu
latar belakangnya.
"Well, aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Dia kedengarannya
seperti sangat menyayangimu." Aku memeriksa jam tanganku lagi.
"Aku tidak percaya pada Ivan, dia tidak bisa melakukannya seperti
ini. Tidak sopan."
"Kenapa kau tidak meneleponnya?" Usul Brynne.
"Itu hanya akan membuang waktuku. Dia tidak pernah menjawab
ponselnya. Bahkan aku menyangsikan ia menyalakan ponselnya,"
jawabku datar.
"Oh, man!" Tatapan Gabrielle berubah kearah kami setelah melihat
pesan dari ponselnya. "Aku harus datang ke universitas. Ada
masalah dengan sebuah lukisan. Ada insiden menyangkut larutan
yang tumpah diatas lukisan langka itu, Brynnelukisan Abigail
Wainwright." Gabrielle benar-benar terlihat ngeri, lalu dia tiba-tiba
berdiri, dan mengambiltasnya. "Gabungan yang tidak baik."
"Tidak, itu sama sekali tidak baik," kata Brynne, sambil
menggelengkan kepalanya, "larutan itu akan merembes melalui
kanvas jika mereka tidak segera dinetralisir..."

Aku mencoba untuk mengikuti pembicaraan mereka sebagai


pecandu barang-barang seni tapi itu tidak mudah bagiku. Aku tidak
berpikir aku mempunyai tulang artistik di dalam tubuhku.
Bagaimanapun juga aku bisa menghargai itu. Potret Brynne
layaknya lambang seni menurut pendapatku.
"Apa kau ingin kendaraan kesana? Neil akan mengantarmu jika kau
mau," aku menawarinya.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku akan naik taksi- akan lebih cepat. Aku
harus pergi sekarang, tapi terima kasih. Aku akan menemuimu di
tempatmu besok malam, Ethan. Nikmati makan siangmu, kalian
berdua."
"Beri tahu aku kalau sudah berhasil diatasi," kata Brynne kepada
Gabrielle. "Kalau ada yang bisa memperbaiki kerusakan, itu pasti
dirimu, Gaby!"
Gabrielle memeluk Brynne, lalu melambaikan tangannya dan
berjalan keluar, bentuk tubuhnya tinggi berlekuk, penampilannya
banyak menarik perhatian laki-laki dengan penuh apresiasi saat ia
berjalan keluar dari Gladstone.
Aku tersenyum pada Brynne dan mengambil kedua tangannya. "Jadi
aku bisa makan siang denganmu untuk diriku sendiri setelah semua
ini." Bisikku selebihnya. "Sayang sekali kita di depan umum."
"Aku tahu. Kita tidak pernah melakukan hal ini." Dia sedikit
meremas tanganku. "Kau begitu sibuk dengan pekerjaanmu akhirakhir ini dan aku hanya bisa membayangkan Olimpiade itu. Ya
Tuhan, itu peristiwa yang sangat besar, Ethan. Semua orang-orang
akan berada disana." Dia menyeringai. "William dan Kate!"

Aku mengangguk. "Ya. Mereka akan berada di sana untuk acara itu.
Pangeran Harry juga. Dia sangat menyenangkan."
"Kau kenal dia?" Dia bertanya dengan tidak percaya.
Aku mengangguk lagi. "Aku akan mengusahakan untuk
memperkenalkanmu jika kau ingin... sepanjang kau tidak memiliki
perasaan suka pada pangeran dengan rambut merah itu."
"Tidak akan," katanya dengan mata menggoda. "Aku menyukai pria
yang bekerja di bidang Security dengan rambut hitam."
Siapa yang menyalakan tungku peleburan besi? Aku langsung
melihat sekeliling ruangan untuk mencari pintu keluar. Jika ada
sebuah pintu bertanda 'pribadi' aku bersumpah aku akan menariknya
ke balik pintu itu dan benar-benar menelanjanginya dalam waktu dua
detik.
"Kau sangat kejam sekali, Miss Bennett."
Dia tampak sangat senang dengan dirinya sendiri yang sedang duduk
di sana, diseberangku di restoran ini. Sebenarnya tampak sangat
puas, dia membuatku mengingat ketika dengan penuh sayang aku
memukul pantatnya di atas wastafel. Ya Tuhan dia terlihat seksi,
dengan posisi membungkuk yang mendorongku menjadi gila...
"Jadi kembali ke pekerjaanmu. Kau melakukan pengamanan VIP
untuk kejuaraan Olimpiade itu, Ethan!" kegembiraannya
membawaku keluar dari lamunanku. Mungkin itu sekarang
merupakan suatu hal yang bagus.

"Well, aku tidak mengeluh, hal itu untuk bisnis meskipun aku bisa
melakukan pekerjaan ini tanpa merasa stres. Aku hanya ingin
semuanya berjalan mulus. Tidak ada skenario atau kegilaan dengan
sebuah kampak, tidak ada bom, atau sesuatu yang memalukan dan
aku bisa bernapas dengan lega. Klien senang karena tetap aman dan
aku akan merasa senang juga." Aku meraih anggurku. "Mari kita
pesan dulu, aku tidak berpikir Ivan akan segera muncul...selalu
datang sangat terlambat!" Aku menggerutu, lalu membuka menuku.
Brynne mengatakan padaku apa yang dia inginkan pada saat pelayan
muncul dan mengundurkan diri untuk ke kamar kecil. Aku
mengawasinya saat berjalan menjauh, dan penampilannya mendapat
perhatian dari orang lain juga. Aku mendesah. Sebanyak Brynne
membawa masa lalunya, dia masih memiliki suatu pesona yang
membuat orang-orang memperhatikannya. Sesuatu yang bisa aku
bereskan meskipun tak yakin, namun kepercayaan adalah bagian dari
kesepakatan dengannya. Pria akan selalu memandang dirinya. Dan
menginginkannya. Dan mencoba untuk mengajaknya pergi.
Benar-benar pekerjaan yang membuatku gila, dan membuatku sibuk,
fokus bentangan pekerjaanku menjadi lebih luas dan pengawasan
keselamatannya menjadi berkurang. Dua minggu terakhir adalah
hari-hari yang terbaik bagi Brynne dan aku, serta hubungan kami,
namun bukannya tanpa rasa khawatir. Kekhawatiran itu tidak akan
pernah hilang. Aku sudah cukup lama menjalankan bisnis
pengamanan ini hingga bisa tahu ketika ada sesuatu yang sepertinya
melibatkan banyak perintah, hal itu bukan saatnya untuk
menurunkan penjagaan. Dia masih sangat rentan dan pikiran itu
membuatku jadi gila.
"Maaf, E. Aku lupa waktu dan semua janji-janji itu," Ivan
mengganggu lamunanku, tiba-tiba duduk dengan sembarangan di

depanku.
"Baik sekali kau datang. Bisa aku tambahkan ini adalah janji yang
kau buat. Dan jangan duduk di sana. Aku bersama Brynne." Aku
menunjuk ke kursi sebelahnya. "Dia akan kembali sebentar lagi."
Ivan pindah ke kursi sebelahnya. "Ada sesuatu yang tiba-tiba
muncul, dan aku mendapatkan sedikit gangguan (waylaid; bisa
diartikan dengan seks yang hebat)."
"Ya," aku mendengus. "Kemaluanmu mendapatkan gangguan.
Dengan siapa kau tidur kali ini?"
"Sialan, bukan itu maksudku. Ada wartawan brengsek yang
membuntuti aku- mengatakan padaku kalau aku butuh sesuatu yang
lebih penting daripada itu." Dia memandanganggur itu dan memberi
isyarat kearah pelayan, pandangan ngeri yang menyakitkan muncul
sesaat sebelum ia menutupinya dengan tatapan mengintai.
Aku membiarkan dia. Sepupuku memiliki kesalahan, tapi semua
orang juga memilikinya. Hal ini tidak berarti dia layak mendapatkan
perlakuan seperti itu. Yeah, Ivan sama kacaunya dengan kami.
Beberapa saat kemudian Brynne kembali ke meja kami, ekspresinya
tidak terbaca, tapi jika aku bisa menebak, aku akan mengatakan dia
sedang memikirkan sesuatu. Aku bertanya-tanya apa yang sedang ia
pikirkan.
Aku berdiri dan meraih tangan Brynne, saat itu juga aku menendang
kaki kursi Ivan agar ia berdiri. Ivan melompat dan membelalakkan
matanya ketika ia melihat Brynne. Aku berharap aku menendang
kakinya bukan kaki kursi itu.

"Brynne, ini sepupuku, Ivan Everley. Ivan, Brynne Bennett, gadis


cantikku, dan bisa aku tambahkan, dia milikku, pacarku."
"Enchant (mempesona), Brynne." Dia mengambil tangan Brynne
dan memberikan kecupan yang terlihat seperti kecupan biasa, namun
apakah aku berpikir sesuatu yang berbeda dari Ivan?
Pertanyaan bodoh yg tak perlu dijawab.
Brynne tersenyum sangat cantik seperti biasa, menyapa Ivan dengan
sopan saat aku membiarkannya duduk lalu aku mengikutinya. Ivan
hanya berdiri di sana seperti orang tolol.
"Kau bisa duduk sekarang, sepupu. Dan masukkan lagi lidahmu ke
dalam mulutmu," kataku.
"Well, Brynne, aku siap untuk bertanya padamu bagaimana kau bisa
tersangkut pada Ethan tapi karena sekarang aku telah bertemu
denganmu, aku pikir pertanyaan itu lebih baik untuk dia." Ivan
mengejek dengan menatapku. "Bagaimana mungkin kau bisa
menawan makhluk yang cantik seperti ini, E? Maksudku, coba lihat
dia! Dan kau? Well, kau begitu membosankan dan bermuka masam
sepanjang waktu." Dia fokus kembali menatap Brynne. "My dear,
apa yang kau lihat dari dia?" Bentuk wajahnya dibuat seakan
bertujuan untuk mengejekku dan menyandarkan dagunya di
tangannya yang disangga oleh sikunya.
"Ya Tuhan, kau seperti orang idiot, Ivan!"
Brynne tertawa dan membuat komentar tentang bagaimana aku
memiliki tekad yang kuat untuk mendapatkan dia agar bisa

berkencan denganku. "Dia sangat gigih, Ivan. Ethan tidak pernah


menyerah terhadapku, dan aku akhirnya mau diajak kencan
olehnya." Brynne meneguk anggur dan mengedipkan matanya
padaku. "Kalian berdua begitu sangat berbeda. Apakah kalian selalu
dekat seperti ini?" Tanya Brynne.
"Ya." Jawab kami berdua secara bersamaan padanya. Mata Ivan
bertemu denganku dan kami saling menatap untuk sesaat, tapi
kemudian menghentikannya dengan cepat pada saat berikutnya.
Percakapan ini untuk lain waktu saja. Hari ini waktunya
bersosialisasi.
"Hampir saja aku membunuhnya!" Aku menyeringai pada Brynne.
"Bukan seperti itu, sebenarnya, aku membiarkannya tetap hidup dan
mentolerir semua gangguannya, dan syukurlah Ivan seorang yang
penurut, benarkan, Ivan?"
"Kurasa...itu lebih baik daripada menginginkan aku mati," jawabnya.
Brynne tertawa. "Siapa yang menginginkan kau mati, Ivan?"
"Banyak orang!" Ivan dan aku mengatakannya secara bersamaan
lagi.
Kami berdua tertawa melihat Brynne yang melongo kemudian
Pelayan muncul untuk mencatat pesanan Ivan, setelah itu aku
menjelaskan tentang sepupuku yang sangat eklektik.
"Hmmmm, darimana aku harus memulainya?" Aku berhenti sejenak
untuk memberi efek pada perkataanku. "Ibu kami bersaudara dan
kami sudah mengenal sejak ... sepanjang waktu. Tanpa adanya
hubungan darah aku ragu kami akan pernah bertemu. Kau tahu Ivan

seorang bangsawan. Keturunan bangsawan dan ketua the World


Archery Federation (Federasi Panahan Dunia)." Ivan merengut
padaku. "Brynne, kau betemu dengan Lord Rothvale, Baron ketiga
belas atau some rot (sudah membusuk), atau Lord Ivan saat ia
dipanggil dikalangan rekan olahraganya." Aku memberi isyarat
dengan penuh gaya. "Inilah orangnya."
Giliran Brynne yang terlihat terkejut. "Rothvale...seperti di galeri
dimana aku sedang mengkonservasi lukisan?"
"Well, benar. Itu buyut, buyut, buyut dari kakek buyutku, tapi aku
tidak memiliki koneksi ke Gallery Rothvale tersebut," kata Ivan.
"Tapi kau punya koneksi di Gallery Nasional," aku
mengingatkannya.
Brynne menatapku tak percaya kemudian kembali memandang Ivan.
"Kau direktur yang menjabat di Gallery Nasional itu, Ivan?"
Dia mengembuskan napas panjang. "Well ya, my dear, tapi bukan itu
keinginanku. Aku telah mewarisi jabatan itu dan tidak bisa bisa
menyingkirkannya. Pengetahuanku disitu hanya sedikit, itu yang
membuatku takut. Tidak seperti dirimu, seorang ahli memperbaiki
lukisan, E telah memberitahuku."
"Aku menyukai apa yang kulakukan. Aku sedang mengerjakan
Mallerton yang paling indah itu sekarang." Brynne menatap
kearahku dan meraih tanganku. "Ethan membantuku memecahkan
misteri judul buku yang dipegang wanita di lukisan itu."
"Brynne benar-benar brilian, Ivan," kataku meyakinkan, ibu jariku
mengelus diatas tangannya yang membuatku tidak ingin

melepaskannya, "Aku hanya menterjemahkan sedikit bahasa


Perancis untuknya."
Ivan terdengar sangat geli. "Wow...kalian berdua benar-benar mesra.
Haruskah aku meninggalkan kalian berdua agar dapat makan siang
secara pribadi sehingga kau bisa menerjemahkan bahasa Perancis
lebih banyak lagi untuknya?"
Brynne menarik tangannya menjauh. Aku melotot kearah Ivan.
Ivan menjawab dengan seringai. "Aku sebenarnya memiliki
pekerjaan dengan seseorang. Mungkin secara keseluruhan dengan
kru." Dia mengangkat bahu. "Estate-ku di Irlandia, Donadea,
memiliki kamar dan kamarnya penuh dengan lukisan abad
kesembilan belas. Banyak hal barang sepele Mallerton juga." Ivan
menengadah dengan malu. "Maafkan perkataanku, tapi aku
membutuhkan mereka untuk menelitinya dan membuat katalognya.
Aku pikir mereka tidak di sentuh selama satu abad." Ia
menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya ke atas. "Aku
bahkan tidak tahu apa semua itu, hanya saja ada beban berat disana
dan membutuhkan perhatian yang profesional. Itu berada dalam
daftar hal yang harus aku lakukan." Ivan memiringkan kepalanya
pada Brynne dan memberikankan pandangan terlalu menggoda
daripada seharusnya yang diarahkan ke pacarku. "Tertarik?"
Tidak, Brynne pasti tidak tertarik pergi ke estate Irlandia-mu dan
membuat katalog lukisanmu disaat kau dengan liciknya mencoba
untuk mengajaknya ke tempat tidur denganmu!
"Tentu!" Kata Brynne.
"Ugh," aku mengerang. "Hanya jika aku ikut sebagai pendamping,

dan agendaku cukup padat sampai setelah Agustus." Aku


melototinya supaya dia tahu bahwa Brynne hanya akan pergi ke
estate di Irlandia-nya sendirian, kalau tubuhku sudah mati dan
membusuk.
"Apa? Kau tidak percaya padaku, E? Saudaramu juga." Dia
menggelengkan kepalanya. "Sangat menyedihkan."
"Dengan dia? Tidak akan!" Aku mengambil tangan Brynne lagi,
dorongan untuk menyentuhnya adalah fakta utama kalau aku
seorang yang sangat pencemburu dengan siapapun yang mencoba
menggodanya, bahkan sepupuku.
"Kau tahu, aku akan memperkenalkan kau kepada Gabrielle. Teman
sekamarku- dia melakukan disertasinya pada Mallerton. Dia adalah
satu-satunya yang bisa melakukan pekerjaanmu, Ivan. Gaby tadi
juga ada di sini dan dia terpaksa harus pergi. Sayang sekali kalian
berdua tidak bertemu." Brynne tersenyum dengan manis, aku jelas
merasa senang dengan sarannya. Dia menarik tangannya keluar dari
gengamanku dengan memberi tepukan kecil kemudian membuat
mimik seperti mencela kearahku.
"Ya!" Kataku, tiba-tiba tertarik. "Gabrielle sangat cocok untuk
pekerjaan itu, Ivan." Percikan api diantara dua orang itu adalah
pertunjukkan yang tak ingin aku lewatkan. Dan sialan, ide itu dari
Brynne, jadi aku benar-benar merasa lepas dari kesulitan. Apa saja
yang penting untuk mengalihkan perhatian Ivan dari Brynne akan
membuatku menjadi tenang. "Aku akan memperkenalkan dirimu
dengan Gabrielle di acara Mallerton Gala. Cobalah untuk tidak
berbicara terlalu banyak padanya dan kau akan baik-baik saja," aku
mencoba untuk memberi masukan. "Cukup tunjukkan lukisanlukisan itu padanya."

Ivan mengabaikan aku dan sebaliknya terpesona memandang kearah


pacarku. "Wah, terima kasih, Brynne. Aku akan senang untuk
bertemu dengan temanmu dan memiliki dia untuk menangani
pekerjaan itu. Kau tidak tahu rasanya. Seperti pepatah mengatakan
monyet dipunggungku itu memerlukan jalannya sendiri
(mengisyaratkan Ethan sebagai gangguan) mirip seperti beberapa
dekade yang lalu..."
Ha! Tunggu sampai kau melihat Gabrielle dan kau akan
mendapatkan monyet kecil itu akan mencakar di punggungmu!
Makan siang tiba tepat pada saat itu dan kami mulai makan. Ivan
mengoceh dengan Brynne tentang semua omong kosong, dan
kemudian mengajakku berbicara tentang masalah keamanannya;
sebelum aku menyadari bahwa saat ini sudah waktunya untuk
kembali.
Aku meninggalkan Brynne dengan Ivan, ketika aku akan pergi
keluar untuk membiarkan petugas memutar mobilku ke depan. Ivan
mengedipkan matanya kearahku dan meyakinkanku bahwa dia akan
menjaga matanya ke Brynne untukku. Aku mengucapkan terima
kasih kepadanya karena dia yang membayar makan siang kami dan
memberinya tatapan peringatan untuk tidak menyisakan pertanyaan
betapa aku membutuhkan bantuan itu. Aku tahu sepupuku hanya
bermain-main denganku. Pria malang itu mungkin kaget melihat aku
seperti ini dengan seorang gadis dan aku yakin dia akan memiliki
banyak pertanyaan untukku tentang Brynne dalam perbincangan
secara pribadi. Menyenangkan.
Aku menyerahkan tiket ke petugas valet dan mengawasi di sekitar
area ini. Sudah menjadi kebiasaanku, sesuatu yang aku lakukan

ketika aku keluar. Seorang pemuda dengan jaket coklat bersandar di


gedung sepertinya sedang menunggu. Penampilannya terlihat lapar
akan sesuatu dan kamera di lehernya. Aku langsung memastikan dia
seorang paparazzi. Mereka hidup untuk mengambil gambar selebriti
yang datang dan pergi dari tempat tertentu seperti Gladstone dimana
siapapun bisa muncul setiap saat.
Petugas valet menyerahkan mobilku dan aku masuk ke dalam dan
menunggu. Aku menyalakan musik dan mengalunlah lagu Butterfly
yang dinyanyikan oleh Crazy Town. Kurasa lagu yang sempurna,
menekan ibu jariku di setir sementara Brynne dan Ivan menunggu
didalam, waktu menyenangkan yang kudapatkan diluar.
Aku ingat aku merasa tidak senang saat mengantar Brynne. Sesi
pemotretan. Jika ada satu hal yang bisa aku ubah tentang gadisku itu
akan mengenai pemotretannya itu. Aku benar-benar benci dan tidak
suka kalau ia telanjang didepan kamera dan laki-laki lain melihat
tubuhnya. Foto itu menggambarkan tentang keindahan, memang
benar, tapi aku hanya tidak ingin orang lain melihat apa yang
menjadi milikku.
Pikiranku terganggu saat Ivan membukakan pintu mobil untuk
Brynne, mencium kedua pipinya dan mengatakan sampai jumpa
yang berlebihan ketika akan berpisah.
Pada saat yang sama, fotografer sialan itu mulai memotret! Mereka
akan tampak seperti selebriti meskipun mereka bukan selebriti, dan
secara teknis Ivan-lah adalah selebriti. Ya Tuhan!
Brynne tampak menakjubkan di jalan sedang berbicara dengan
sepupuku. Bagaimana aku bisa bertahan dengan semua ini, pikirku.
Aku tersentak akan keinginan untuk merokok, tapi sebaliknya aku

harus menunggu untuk sementara waktu.


"Sampai ketemu lagi, Ivan! Senang bertemu denganmu hari ini dan
aku sangat senang melihatmu lagi di acara Gala Mallerton nanti."
Brynne masuk dan duduk dikursinya dan tersenyum ke arahnya.
"Sangat menyenangkan bertemu denganmu juga, Brynne Bennett,"
Ivan menyeringai kemudian membungkuk untuk berbicara
denganku, "jaga gadis cantik ini untukku, bisakah? Tidak pantas
memarahinya, oke, E? Kau bisa melakukannya." Dia tertawa saat ia
menutup pintu.
"Well, sangat lucu Ivan," kataku sinis saat aku menjalankan mobil
menjauh dari pinggir jalan.
"Aku sangat menyukai sepupumu, Ethan. Karakternya sangat
menyakinkan. Aku senang kau memperkenalkan aku padanya. Aku
tidak percaya kau tahu dia berada di jajaran dewan Galeri Nasional
dan tidak memberitahuku!" Dia memberiku pukulan kecil di bahuku,
dan aku merasa itu sangat panas.
"Well, maaf, aku tahu dia tidak memberikan omong kosong tentang
seni, dia hanya sebagai anggota dewan." Teringat sumpahku untuk
menceritakan semuanya, lalu aku melanjutkan, "aku mengatakan
kepadanya tentang dirimu beberapa waktu yang lalu. Aku ingin
melihat apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan di Galeri Nasional
untukmu. Aku ingin kau memiliki visa kerja juga." Aku menatapnya
dari kursiku, begitu cantik dan berseri-seri, dan tahu aku akan
melakukan apa saja untuk mempertahankan dia di Inggris denganku.
Bahkan apa yang disarankan Ivan sambil bercanda ditelepon?
"Oh, Ethan." Dia menyentuh kakiku. "Kau sangat manis, tapi aku

berjanji pada diriku sendiri. Ini adalah sesuatu yang sangat penting
untukku. Aku ingin mendapatkan itu atas usahaku sendiri, bukan dari
kau yang meminta bantuan dari sepupumu. Tidak peduli seberapa
baik koneksi dia ... dan godaannya itu. Ya Tuhan, Pria itu seorang
penggoda!"
"Jangan mengingatkan aku. Sudah beberapa kali aku ingin
mencekiknya selama makan siang."
"Tapi semua itu hanya pura-pura, Ethan. Kau sudah mengenalnya.
Dia menghormati dirimu dan aku bisa melihat hubungan yang kalian
miliki berdua. Hampir seperti saudara kandung."
"Ya ... didasar lubuk hati Ivan sangat baik. Dia baru saja
mendapatkan beberapa pukulan keras akhir-akhir ini yang telah
membuatnya patah semangat." Kita semua pernah mengalami itu.
"Bukankah kita semua pernah mengalami itu," katanya.
Aku meraih tangannya dan menempatkan di pangkuanku yang
menandakan semacam jawabanku. Tidak tahu apa yang harus
kukatakan untuk menanggapi hal itu dan tahu kami tidak memiliki
waktu yang lama diperjalanan ini.
Meskipun aku sangat berharap perjalanan ini bisa memakan waktu
yang lebih lama. Semakin dekat kami sampai ke tempat tujuan
Brynne, suasana hatiku semakin buruk. Pada saat aku berhenti ke
studio di mana ia bekerja hari ini dan memarkir mobil sialan ini, aku
menjadi seorang pemarah yang kacau. Aku merasakan
ketidakrasionalanku menyapu seluruh tubuhku dan harus
melawannya keluar dengan keras. Batinku seakan menjadi Mr Hyde
yang sedang menikmati kebebasan dengan Dr Jekyll. Seperti ingin

menendang pantat dokter bangsawan yang baik itu ke pinggir jalan


dan memberikan pukulan yang tak terduga dengan gembira.
"Ada pemotretan apa hari ini?" Kataku seperti menuntut. Dan tolong
katakan ada beberapa pakaian yang akan kau kenakan.
"Ethan," ia memperingatkan. "Kita sudah pernah membahas masalah
ini sebelumnya. Kau tidak boleh masuk dan kau harus menghentikan
kecemasanmu. Ini hanya antara aku dan fotografer, dan hanya
beberapa saat dibelakang lensa kamera. Kami semua profesional
melakukan pekerjaan kami." Dia berhenti. "Aku akan mengenakan
lingerie..."
"Siapa fotografer-nya?" Tanyaku.
"Marco Carvaletti. Kau sebelumnya pernah bertemu dengannya."
"Oh, aku ingat Mr Carvaletti si Italiano yang ramah dan suka
menciummu itu, bagus sekali, sayangku."
"Kau harus berhenti menjadi seorang yang idiot sekarang, Ethan,"
katanya padaku dengan jelas. "Ini adalah pekerjaanku seperti halnya
kau memiliki pekerjaan."
Aku menatapnya dari kursiku dan ingin mengatakan padanya, dia
tidak bisa masuk ke sana dan menanggalkan pakaiannya. Aku ingin
berdiri di belakang ruangan itu dan menonton semua yang dilakukan
Carvaletti, setiap gerakan yang dilakukan Carvaletti, setiap saran
yang dia arahkan ke Brynne. Aku ingin berada di sana untuk
mengawasinya apabila ia mencoba untuk menyentuhnya atau
melihatnya terlalu dekat. Aku ingin memutar mobil untuk balik arah
dan membawanya pulang. Aku ingin menyetubuhinya sambil

menempel di dinding pada saat kami sampai di dalam rumah lagi.


Aku ingin mendengar suaranya memanggil namaku sambil terengahengah saat ia datang. Aku ingin dia merasakan aku didalam dirinyadan mengetahui bahwa akulah yang berada disana dan bukan orang
lain. Keinginanku yang begitu banyak.
Dan aku tidak bisa memiliki salah satu dari keinginanku itu. Tidak
satupun.
Aku harus memberinya ciuman selamat tinggal dan kembali ke
pekerjaanku. Aku menyuruhnya untuk mengirimkan pesan pada Neil
ketika selesai dan ingin dijemput karena aku ada meeting sore nanti
dan tidak bisa menjemputnya. Aku mengawasi dia pergi dan
menunggu sampai pintu tertutup dibelakangnya dan dia sudah
berada di dalam gedung. Aku harus pergi dan meninggalkan gadisku
di dalam gedung itu.
Aku harus melakukan itu semua.
Dan membenci setiap detik sialan itu.
***
Suasana hatiku tidak dalam kondisi yang lebih baik pada saat aku
bisa meninggalkan kantor. Aku menelepon Brynne dan mendengar
pesan suaranya. Aku meninggalkan satu pesan untuknya dan
mengatakan padanya, aku akan membeli makan malam untuk
dibawa pulang karena aku tahu bagaimana lelahnya dia setelah
pemotretan itu. Jangan berpikir tentang pemotretan sialan itu.
Aku tidak merasa khawatir ketika dia tidak mengangkatnya karena
aku tahu dia sudah berada di rumah. Neil selalu memberitahuku
ketika ia mengantarkannya sampai di rumahnya. Aku berharap kami

bisa tinggal di tempatku malam ini tetapi Brynne tidak ingin tinggal
di tempatku. Aku sudah memintanya dan ia menolak dengan keras.
Dia mengatakan ia membutuhkan tempat tidurnya sendiri untuk
malam ini, dia menambahkan besok ia akan berada di tempatku
untuk acara makan malam keluarga yang kami rencanakan. Aku
mencoba untuk mengajak dia selamanya bersamaku setiap malam
tapi dia masih sulit dipahami tentang kemerdekaannya. Brynne
merasa jengkel denganku jika aku terlalu banyak campur tangan atau
mencoba untuk mempengaruhi pilihannya.
Pekerjaannya sebagai model telanjang. Kau berpikir tentang hal itu
lagi, brengsek.
Sial, berpacaran butuh banyak usaha...setiap saat.
Jadi, aku harus menampakkan betapa briliannya diriku, aku bisa
mempertimbangkan pilihanku-ditempatku tanpa Brynne atau paket
kesepakatan dari Brynne berada di rumah mungilnya, dan kurangnya
privasi jika Gabrielle berada disana juga.
Keputusan yang sangat mudah. Brynne selalu menang.
Astaga, aku masih berfantasi tentang dinding tempat bercinta yang
lain-dan Aku bertanya-tanya apakah mungkin akan mengejutkan dia
kalau bercinta dengannya saat aku akan mengajaknya ke pantai yang
tenang itu.
Dimana aku akan membeli makanan? Kami menyukai makanan
yang bervariasi. Aku akan membeli lasagna dari Bellisima tapi aku
langsung teringat Carvaletti orang Italia itu dan membuang ide itu ke
dalam neraka. Si Brengsek itu melihat Brynne telanjang hari ini.

Brynne menyukai masakan Meksiko, tapi rasanya jauh lebih enak


ketika dia membuatnya sendiri daripada beberapa restoran di kota
ini. Aku benar-benar mencintai makanan Amerika Selatan karena
terpengaruh dengan apa yang suka dia masak. Aku memutuskan
membeli makanan India dan memesan ayam mentega, gulai domba
dan salad sayuran. Saat aku meninggalkan restoran dengan
membawa makanan itu, aku mengirim pesan singkat: Hampir
sampai, sayang. Aku membawa makan malam ayam India dan
domba.
Aku langsung menerima balasannya: Hi. Aku benar-benar lelah
dan hanya ingin tidur. Bisakah malam ini aku melewatkan
makan malam?
Apa? Aku tidak suka bunyi dari pesannya dan langsung mencoba
mencari tahu apa yang dia maksudkan. Sekilas perasaan gelisah
berlari melalui diriku. Apakah ia mencoba mengatakan padaku agar
tidak datang kerumahnya, atau hanya karena dia tidak lapar? Aku
tidak tahu maksud dari pesan itu dan aku membaca ulang sampai
kira-kira sepuluh kali.
Aku sangat lelah, ingin marah, kacau, dan ingin mendapatkan
nikotin, dan sama sekali tidak yakin kalau otakku siap untuk sebuah
pembicaraan dengan pikiran wanita yang mungkin saat ini tidak
rasional. Semua yang kuinginkan adalah makan sesuatu, mandi dan
merangkak ke tempat tidur dengannya. Bahkan aku bisa melewatkan
seks, tetapi tidur dengan dia adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar
lagi.
Kami telah membuat kesepakatan semacam di mana kami akan
tinggal, di tempatnya atau di tempatku, aku menginginkan dia tidur
di sampingku. Aku telah membuat kesepakatan itu sangat jelas ke

Brynne ketika kami mulai berhubungan. Aku menelepon dia dari


mobil sambil mengemudi.
"Hi. Aku tidak lapar, Ethan." Suaranya terdengar ganjil.
"Well, ada apa, sayang? Kau tidak enak badan?"Ini adalah hal yang
pertama. Dia tidak pernah sakit sebelumnya, kecuali sakit kepala
pada malam itu saat pertama kali kami bertemu.
"Perutku sakit. Aku sedang tiduran."
"Seperti apa rasa sakitmu itu? Kau ingin aku berhenti ke apotik dan
mendapatkan sesuatu untuk mengobati rasa sakitmu itu?" Aku
menawarinya.
Dia berhenti sejenak sebelum menjawabnya dengan suara samarsamar. "Tidak usah... sepertinya aku mengalami cramps."
Ahhhh. Kutukan itu. Aku tahu tentang hal itu karena pernah dialami
adik perempuanku, hanya saja aku tidak harus berurusan dengan
masalah itu dalam hubunganku sebelumnya. Sebenarnya, aku tidak
pernah memiliki hubungan yang sama seperti saat aku dengan
Brynne sekarang ini. Ketika kau berhubungan seks dengan gadis
panggilan, ketidaknyamanan seperti 'dia sedang datang bulan' tidak
akan pernah ada. Tapi aku pernah mendengar keluhan dari temanteman selama beberapa tahun yang lalu, dan aku juga mendengar
dari adikku. Dan aku paham serta tahu itu untuk memberi ruang
seorang wanita ketika dia sedang hormonal dengan cara
menjauhinya. Kau berpikir begitu?! Gambaran yang mengharapkan
kenikmatan dinding bercinta itu langsung keluar dalam pikiranku,
sekarang juga. Sial.

"Oke...Aku akan memijatmu ketika aku sampai di sana. Apakah


yang lain baik-baik saja? Bagaimana dengan pemotretanmu?" Aku
merasadiriku menegang saat menunggu dia menjawab pertanyaanku.
"Ummm, pemotretannya baik-baik saja. Lancar." Dia berhenti dan
terdengar suara seperti mendengus. "Aku berbicara dengan ibuku di
telepon." Suaranya begitu sedih dan aku bertanya-tanya apakah
suaranya seperti mendengus itu karena dia habis menangis.
Semuanya jadi masuk akal. Wanita itu hampir membuatku merasa
seperti ingin menangis saat kami sekali berbicara waktu itu.
"Pembicaraan kami tidak begitu menyenangkan."
"Maafkan aku, sayang. Aku akan berada di sana dan kita bisa bicara
ketika aku disampingmu."
"Aku tidak ingin berbicara mengenai dia," dia membentak kembali.
Dia memiliki nada kesal yang begitu indah dan suaranya itu benarbenar membuat milikku menjadi sedikit keras, tapi juga
mendapatkan peringatanku untuk membuang pemikiran itu.
Aku berhenti sejenak karena tidak tahu harus menjawab apa. "Tidak
masalah. Aku akan segera sampai disana."
"Kenapa kau mendesah padaku di telepon?"
Ya Tuhan. Aku yakin aku membuka mulutku dan langsung
menganga seperti ikan mas koki karena aku tidak punya jawaban
setelah pertanyaan itu dilontarkan. "Aku tidak mendesah."
"Kau baru saja melakukannya lagi!" Tegurnya. "Jika kau akan
menginterogasiku tentang pemotretan itu, dan ibuku, mungkin

sebaiknya kau tidak usah datang. Aku hanya tidak siap untuk malam
ini, Ethan."
Bisakah kau mengatakan ada hormon jahat yang bisa mengubah
gadisku menjadi Medusa dan untuk menakut-nakuti diriku?
"Tidak siap untuk berbicara denganku atau tidak siap untuk diriku
semuanya? Karena aku ingin berbicara denganmu." Aku mencoba
untuk menjaga tingkat nada suaraku tapi tidak terlalu yakin aku
berhasil melakukannya. Aku benar-benar yakin aku tidak bisa
melakukan yang lebih baik sekalipun itu menjaga nada suaraku
menjadi dingin. Aku tidak suka semua dialog yang mengacaukan ini.
Aku bisa merasakannya.
Hening.
"Halo, Brynne? Apakah aku boleh datang sekarang atau tidak?"
"Aku tidak tahu."
Aku menghitung sampai sepuluh. "'Aku tidak tahu,' adalah
jawabanmu untukku?" Apa sih yang terjadi dengan makan siang
romantis kami yang begitu menyenangkan di Gladstone? Aku
menginginkan gadis manisku kembali!
"Kau mendesah padaku lagi."
"Penjarakan aku. Dengar, aku sedang mengemudi dengan mobil
penuh makanan India yang kubawa dan tidak tahu ke mana aku akan
pergi. Dapatkah kau membantuku mencarikan jalan keluarnya,
sayang?"

Aku benar-benar tidak mau melakukan tindakan ini. Dia sedang


mengalami hari yang buruk dengan hormon itu- aku harus bisa
menangani itu. Pikiranku akan kacau jika dia tidak akan berada
dalam pelukanku malam ini, tapi paling tidak kami tidak putus.
Medusa mungkin bermain-main dengan malamku, tapi dia akan
keluar dari gambarnya dalam beberapa hari lagi. Aku berdoa semoga
aku baik-baik saja.
"Oke ... datanglah untuk menjemputku," katanya dengan tegas.
Aku tidak bisa mempercayai pendengaranku. "Datang untuk
menjemputmu? Aku pikir kau ingin tinggal di tempatmu malam ini.
Kau mengatakan itu sebelumnya-"
Dia memotong kata-kataku langsung, lidahnya seperti pisau bermata
tajam. "Aku sudah berubah pikiran. Aku tidak ingin tinggal di sini.
Aku akan mengemas keperluanku dalam tas dan siap bertemu
denganmu dalam lima menit. Telepon aku ketika kau sudah berada
di pinggir jalan dan aku akan turun."
"Baiklah, chief," kataku dalam ucapan yang membingungkan,
menunggu sampai dia menutup telepon sebelum aku mendesah
dengan keras dan merasa sangat senang. Aku juga menggelengkan
kepalaku. Dan bahkan bersiul. Lalu aku melaju kencang untuk
menjemput pacarku yang berambut ular (medusa), berlidah tajam,
tak bisa diprediksi, dan sangat membingungkan itu, aku benar-benar
seperti orang bodoh yang sedang jatuh cinta.
Wanita...makhluk yang sangat menakutkan.
***

Bab 11
"Itu pasti Bibi Marie! Ethan, bisakah kau mempersilahkan dia
masuk? Aku sangat sibuk di sini." Brynne menunjukkan persiapan
paniknya pada menit-menit terakhir untuk makan malam dari dapur.
"Aku lakukan." Aku memberinya sebuah ciuman udara dan berkata,
"Waktunya pertunjukan, ya?"
Dia mengangguk kembali, tampak cantik seperti biasanya dengan
rok panjang hitam dan atasan ungu. Warna itu indah pada dirinya
dan karena aku sekarang tahu itu kesukaannya, aku harus percaya
pada keberuntunganku saat pertama kali ketika aku mengirim dia
bunga ungu.
All in, baby.
Aku membuka pintu untuk wanita cantik yang aku pikir sudah jelas
dia pasti bibi besar Brynne itu. Adik neneknya dari sebelah ibunya.
Tapi orang yang tersenyum di depan pintuku tidak seperti sosok
seorang nenek yang bisa kau bayangkan. Dengan kulit tanpa keriput
dan rambut merah gelap dia tampak muda dan stylish dan agak ...
seksi untuk seorang wanita yang pastinya tidak mungkin berumur di
atas lima puluh lima tahun.
"Kau pasti Ethan yang sering aku dengar dibicarakan," katanya
dalam logat yang kental.
"Dan Anda pasti Bibi Brynne, Marie?" Aku ragu-ragu takut jika aku
salah, tapi benar-benar, para perempuan di keluarganya semua
menakjubkan. Aku bertanya-tanya lagi jenis kecantikan seperti apa
yang ibu Brynne punyai.

Dia tertawa anggun. "Kau terdengar sedikit tidak yakin di sana."


Aku mengantar dia masuk dan menutup pintu. "Tidak sama sekali.
Aku mengharapkan bertemu bibi, bukan kakak perempuannya. Dia
sangat sibuk di dapur dan mengirimku untuk menyambut Anda."
Aku mengulurkan tanganku. "Ethan Blackstone. Aku sangat senang
bertemu dengan Anda, Bibi Marie. Aku mendengar Brynne selalu
menyanyikan pujian tentang Anda sepanjang waktu dan aku sangat
berharap untuk bertemu dengan Anda."
"Oh please, panggil aku Marie," katanya, mengambil tanganku,
"Kau perayu yang cukup lihai, Ethan. Kakak perempuannya,
hmmmm?"
Aku tertawa dan mengangkat bahu. "Terlalu menyanjung? Aku tidak
berpikir begitu, dan selamat datang, Marie. Aku menghargai Anda
meluangkan waktu untuk bergabung dengan kami malam ini."
"Terima kasih atas undangan ke rumahmu yang indah ini. Aku tidak
cukup sering melihat keponakanku jadi ini adalah bonus. Dan
komentarmu itu indah bahkan jika itu terlalu menyanjung. Kau
mendapatkan suaraku, Ethan." Dia mengedipkan mata padaku dan
aku pikir aku jatuh cinta dengannya saat itu juga.
Brynne keluar dari dapur dan memeluk bibinya. Aku mendapatkan
senyuman yang sangat bahagia dari Brynne dari atas bahu Marie. Itu
jelas bahwa apa pun masalah dia dengan ibunya, dia tidak memiliki
masalah apapun dengan Marie dan itu membuatku sangat senang.
Semua orang membutuhkan seseorang untuk memberikannya cinta
tanpa syarat. Mereka pergi ke dapur dan aku pergi untuk mengatur
minuman sebelum bel berdering lagi. Aku menyeringai pada diriku

sendiri akan apa yang Ayah akan pikirkan tentang Marie ketika ia
memandangnya. Aku tahu dia adalah seorang janda tanpa anak tetapi
dengan kecantikannya, harusnya ada antrian panjang pria berteriakteriak meminta waktunya. Aku tidak sabar untuk mendapatkan cerita
itu dari Brynne.
Clarkson dan Gabrielle tiba berikutnya dan karena mereka sudah
kenal baik dengan Marie semua yang aku harus lakukan adalah
hanya membuat minuman dan mengedarkan pada mereka. Clarkson
dan aku punya semacam gencatan senjata, sepanjang baris yang
sama seperti hubunganku dengan Gabrielle. Kita semua peduli pada
Brynne dan ingin dia bahagia. Aku tidak senang dia memotret
Brynne, tapi kemudian kami hanya mampu untuk bersikap ramah
satu sama lain karena dia gay. Serius, aku tahu itu masalahku, tetapi
jika ia pria normal dan mengambil gambar telanjang Brynne? Dia
tidak akan berada di rumahku sekarang.
Setelah Neil dan Elaina muncul, aku merasa sedikit lebih nyaman di
rumahku sendiri. Clarkson masuk untuk membantu Brynne dan
Marie di dapur sementara Gabrielle dan Elaina tampaknya langsung
akrab dengan berbicara tentang buku-sesuatu yang sedang hangat
tentang miliarder sangat muda dan obsesinya dengan wanita yang
jauh lebih muda ... dan seks. Banyak adegan seks erotis dalam buku
itu, sepertinya pada setiap halaman.
Neil dan aku melihat dengan penuh simpati satu sama lain dan sama
sekali tidak bisa menambahkan percakapan itu. Maksudku, siapa
yang membaca buku sial itu? Siapa yang punya waktu? Mengapa
sempat membaca tentang seks di sebuah buku ketika kau bisa
melakukannya? Aku tidak bisa memahami itu. Dan miliarder di usia
dua puluhan? Aku menggelengkan kepala dalam hati dan pura-pura
peduli. Aku seperti bajingan.

Aku melihat jamku dan seperti sebuah perintah, bel berbunyi.


Ayahku, akhirnya. Aku melompat keluar dari kursiku untuk
membuka pintu. Kasihan Neil tampak seperti ia berharap bisa ikut
denganku.
"Ayah. Aku mulai khawatir. Masukklah dan bertemu dengan
gadisku, mau kan?"
"Anakku." Dia menepuk punggungku yang merupakan sapaan
standar kami dan tersenyum. "Kau tampak lebih bahagia daripada
saat terakhir kali aku melihatmu. Hannah bilang kau akan ke
Somerset untuk berkunjung. Membawa Brynne bersamamu."
"Ya. Aku ingin mereka mengenal satu sama lain. Berbicara tentang
pertemuan, ayolah, Ayah, dia disebelah sini." Aku membawanya ke
dapur dan disambut oleh cahaya yang paling bersinar di wajah
Brynne saat ia melihat ayahku. Hal itu membuat hatiku melompat.
Ini adalah hal penting. Pertemuan keluarga dan membuat kesan.
Ingin mereka untuk bisa akrab tiba-tiba sangat penting bagiku.
"Nah, ini pastinya Brynne yang manis dan ... kakak perempuannya?"
Kata Ayah ke Brynne dan Marie.
"Hei! Kau mencuri kata-kataku, Ayah!"
"Dia benar," kata Marie, "Anak anda menggunakan kata yang sama
pada saya ketika saya tiba."
"Seperti ayah, seperti anak," kata Dad, menyeringai gembira di
antara Brynne, Marie dan Clarkson.

"Ayahku, Jonathan Blackstone." Aku tersentak keluar dari


keterkejutanku untuk melakukan perkenalan dan mengusap perlahan
naik dan turun punggung Brynne. Aku bertanya-tanya bagaimana dia
menerima semua ini. Kami telah sampai sejauh ini, begitu cepat,
lebih dari sedikit gila, tapi seperti yang aku katakan sebelumnya,
tidak ada perubahan jalan untuk kami sekarang. Kami melaju dan
tidak berhenti untuk apa pun. Dia bersandar ke sisiku dan aku
memberinya sedikit pelukan.
Ayahku mengambil tangan Brynne dan menciumnya, seperti cara dia
menyapa wanita-wanita lain sepanjang hidupku. Dia mengatakan
betapa indahnya untuk akhirnya bertemu dengan wanita yang telah
mendapatkan hatiku, dan betapa cantiknya dia. Dia tersipu dan
memperkenalkan Marie dan Clarkson. Sial jika pria perayu tua itu
tidak mencium tangan Marie juga. Aku menggelengkan kepala, tahu
dia akan membuat putaran untuk setiap wanita di sini malam ini.
Jika mereka memiliki tangan, dia harus meletakkan bibirnya di atas
tangannya itu. Oh yeah, dan, pasti dia berpikir Marie seksi. Hal yang
mudah untuk mengetahuinya dan aku sangat yakin.
"Aku tidak akan mencium tanganmu," kata Dad ke Clarkson saat
mereka berjabat tangan.
"Jika kau benar-benar ingin kau boleh melakukannya," Clarkson
menawarkan, yang merupakan pemecahan kekakuan suasana yang
manjur.
"Terima kasih untuk itu, sobat. Aku pikir kau sudah mengejutkannya
sehingga tak bisa berkata-kata," kataku pada Clarkson.
Brynne menatapku dan kemudian pada Ayah. "Aku tahu sekarang
darimana Ethan belajar untuk melakukan mencium tangan itu yang

sangat aku sukai, Mr. Blackstone. Aku bisa melihat dia telah dilatih
oleh seorang master," Katanya dengan senyuman yang indah.
Senyum dengan kekuatan untuk menerangi seluruh ruangan.
"Silahkan panggil aku Jonathan, dan bersabar padaku lebih sedikit
lagi, sayangku, karena aku akan mengambil kebebasan lebih lanjut."
Ayahku merunduk dan mencium pipinya! Dia tersipu lagi dan
menjadi sedikit pemalu, tapi masih tampak bahagia. Aku terus
membelai punggungnya dan benar-benar berharap ini tidak
berlebihan ... untuk segala sesuatunya.
"Santai, orang tua," kataku sambil menggelengkan kepala. "Gadisku.
Milikku." Aku menarik Brynne mendekatiku sampai aku mendengar
dia menjerit pelan.
"Aku pikir mereka paham, Ethan," katanya, menekan tangannya di
dadaku.
"Oke, asalkan tidak ada yang lupa."
"Agak mustahil itu terjadi, sayang."
Dia memanggilku sayang. Semuanya baik sekarang, aku pikir,
senang aku bisa menertawakan diriku sendiri saat kami semua santai
untuk tujuan berkumpul pada malam ini.
"Ayam bumbu Marsala ... mmmm. Brynne Sayang, apa itu yang ada
dalam ini?" Tanya Ayah di sela gigitan. "Ini benar-benar enak."
"Aku menggunakan anggur cokelat untuk menumis ayamnya."
"Menarik. Aku suka apa yang diperbuat wine coklat untuk rasa

makanan." Ayah mengedipkan mata pada Brynne. "Jadi kau ahli


dalam mencicipi makanan?"
"Terima kasih, tapi aku bukanlah ahli pencicip makanan yang
sebenarnya. Aku menikmatinya dan belajar untuk memasak untuk
ayahku ketika orang tuaku berpisah. Aku memiliki buku masak ini
yang luar biasa oleh Rhonda Plumhoff pada e-reader-ku. Dia
menghubungkan resepnya ke buku-buku populer. Dia terkenal di
daerah asalku. Aku memuja resep-resepnya."
Ayah memiringkan kepalanya ke arahku. "Betapa pintarnya anak
yang aku besarkan."
"Aku bukan idiot, Ayah, dan dia bisa memasak, tapi aku tidak tahu
tentang itu di awal pertemuan kami. Makan pertamanya denganku
adalah Bar Power, jadi bayangkan betapa terkejutnya aku ketika dia
mulai memutar-mutar panci dan melambaikan pisau tajam di
dapurku. Aku hanya mundur dan segera keluar dari jalannya!"
"Sekali lagi, kau selalu seorang pemuda yang cepat," kata Ayah
dengan mengedipkan mata.
Semua orang tertawa dan tampak sangat nyaman satu sama lain yang
mana sangat membantuku, tapi aku masih gugup tentang apa yang
aku akan beritahu mereka. Bukan untuk sisi keamanannya, hal itu
aku tahu bagaimana melakukannya dan aku lakukan dengan sangat
baik juga, tapi hal tentang berbagi informasi dengan kehadiran
Brynne yang membingungkanku.
Jadi kami membuat suatu kesepakatan. Aku memberi pengarahan
singkat Clarkson dan Gabrielle bersama-sama di kantorku sementara
Brynne menjamu tamu lain, dan kemudian beralih dengan Marie dan

ayahku. Dengan cara ini Brynne tidak harus berada di sana merasa
tidak nyaman menonton PowerPoint yang aku buat dengan jadwal
dan foto sehingga semua orang tahu wajah-wajah dan nama-nama
yang penting. Itu penting bagi orang-orang terdekat Brynne
mengetahui semua rincian tentang siapa, apa, di mana, dan
kemungkinan motivasi apa yang akan datang. Kau tidak bisa
mendapatkan motif politik lebih tinggi lagi dari pemilihan presiden
di Amerika Serikat. Dan sisi ingin mengeksploitasi Brynne akan
bekerja sama kerasnya dengan sisi yang tidak ingin keberadaannya
diketahui. Aku tidak tahu bagaimana lagi untuk melindungi dirinya
dan memperoleh informasi untuk orang-orang yang penting. Elaina
dan Neil sudah mulai dengan cepat dan Brynne mengatakan dia
nyaman dengan mereka dan ayahku tahu masalahnya. Yang lain
tentu saja sudah tahu sejarahnya.
Kami memiliki sesi yang dijadwalkan dengan Dr Roswell untuk
membahas beberapa hal sebagai pasangan. Aku setuju untuk itu
ketika ia bertanya padaku. Brynne masih memiliki ide ini di
kepalanya bahwa aku tidak bisa benar-benar cukup mencintainya
untuk mengabaikan masa lalu dia yang berada bersama dengan
orang-orang di video itu. Seperti waktunya sudah dilabeli cap
selamanya sebagai pelacur di usia tujuh belas tahun. Itu membuatku
benar-benar sedih dia menyalahkan dirinya sendiri. Itu pastinya
masalah untuknya, bukan untukku, tapi hal itu lalu membuat dia
percaya bahwa aku tidak mencintainya kurang dari apapun karena
itu serangan busuk itu yang dia alami, adalah rintangan nyata. Kami
memiliki hal-hal yang harus diatasi dan bahkan belum menggores
sisi gelapku sama sekali. Dan lebih dari saat pertama kalinya aku
bertanya-tanya apakah aku perlu berbicara dengan seseorang tentang
detil dan potongan masa laluku. Pikiran tentang mimpi buruk yang
lain benar-benar menakutkanku. Lebih takut lagi jika Brynne akan
melihatku seperti itu lagi.

Aku mengamati Brynne dengan cermat sepanjang malam. Secara


lahiriah dia tampak cantik dan menarik, tapi di dalam aku menduga
dia sedang berjuang ketika malam berlanjut. Begitu aku selesai
dengan Ayahku dan Marie aku langsung menemukannya di dapur di
mana dia menyiapkan kopi dan makanan penutup untuk para tamu.
Dia terus menundukkan kepala meskipun dia tahu aku ada di sana.
Aku melingkarkan lenganku di sekeliling tubuhnya dari belakang
dan menyandarkan daguku di atas kepalanya. Dia terasa lembut di
tubuhku dan rambutnya harum seperti bunga.
"Apa yang kita punya disini, Sayang?"
"Brownies dengan es krim vanila. Makanan penutup terbaik di
planet ini." Suaranya datar.
"Ini terlihat dekaden. Hampir lezat seperti penampilanmu malam
ini."
Dia membuat suara dan kemudian dia terdiam. Aku melihatnya
menyeka matanya dan kemudian aku tahu. Aku berbalik dan
mengambil wajahnya di tanganku. Aku benci ketika ia menangis.
Bukan karena air matanya, tetapi kesedihan di belakang itu.
"Ayahmu-" Dia tidak bisa menyelesaikan tapi dia mengatakan hal
yang cukup. Aku menariknya ke dadaku dan menariknya lebih
masuk ke dapur sehingga orang tidak bisa melihat kami dan hanya
memeluknya selama semenit.
"Kau khawatir apa yang dia pikirkan?"
Dia mengangguk padaku.

"Dia memujamu, seperti juga yang lain. Ayahku bukan orang yang
suka menghakimi. Itu bukan cara dia memandang masalah. Dia
hanya senang melihat aku bahagia. Dan dia tahu apa yang
membuatku bahagia adalah dirimu." Aku meletakkan tanganku di
setiap sisi wajahnya lagi.
"Kau membuatku bahagia, sayang."
Dia menatapku melalui mata indah sedihnya yang berkilau dan
berbinar saat ia memahami kata-kataku. "Aku mencintaimu,"
bisiknya.
"Lihatkan?" Aku menunjuk dadaku dengan jari. "Pria yang sangat
bahagia."
Dia mencium bibirku dan membuat hatiku berdegup keras di dalam.
"Makanan penutupnya ..." katanya, menunjuk ke arah meja, "es
krimnya akan mencair."
Hal yang bagus ia ingat karena aku yakin aku tidak akan ingat.
"Biarkan aku membantumu dengan itu," kataku, "semakin cepat kita
melayani mereka, semakin cepat mereka bisa pulang, ya?" Aku
mulai mengambil piring makanan penutup dan memindahkan
mereka keluar kepada orang-orang yang menunggu. Jika tidak ada
yang lain, aku adalah seorang pria yang suka bertindak.
***
Aku terbangun karena begitu banyak suara ribut dan gerakan gelisah
di sampingku. Brynne mengalami mimpi. Sepertinya, bukan mimpi
buruk, tapi sebuah mimpi itu. Setidaknya aku yakin tampak seperti
itu. Dia menggeliat di seluruh tempat dan melingkarkan kakinya.

Meraih t-shirtnya dan melengkungkan tubuhnya. Dia pastinya


mengalami mimpi bercinta yang sangat indah. Dan sebaiknya aku
yang dia ajak bercinta di mimpinya!
"Baby." Aku meletakkan tanganku di bahunya dan mengguncang
sedikit. "Kau bermimpi ... jangan takut. Hanya aku."
Matanya langsung terbuka dan dia duduk segera, melihat sekeliling
ruangan sampai tatapannya terpaku padaku. Tuhan, dia begitu cantik
liar dengan seluruh rambutnya jatuh di bahunya dan dadanya naikturun. "Ethan?" Dia mengulurkan tangan.
"Aku di sini, Sayang." Aku mengambil tangannya di salah satu
tanganku. "Apakah kau bermimpi?"
"Ya ... ini aneh." Dia meninggalkan tempat tidur dan pergi ke toilet.
Aku mendengar air mengalir dan gelas yang diletakkan di atas meja.
Aku menunggunya di tempat tidur untuk datang kembali dan setelah
beberapa menit dia datang.
Boy. Apakah. Dia.
Dia menyelinap keluar telanjang dengan sorot matanya yang pernah
kulihat sebelumnya. Sebuah tatapan yang mengatakan, "Aku ingin
seks dan aku ingin SEKARANG."
"Brynne? Apa yang terjadi?"
"Aku pikir kau tahu," katanya dengan suara serak saat ia naik di
atasku dan menunduk, rambutnya tergerai ke depan seperti seorang
dewi kenikmatan yang ingin bercinta denganku.

Oh, ya!
Tanganku langsung naik ke payudaranya tanpa berpikir. Tuhan! Aku
menangkupkan semua daging yang lembut itu di tanganku dan
menarik mereka ke arah mulutku. Dia melengkung dan mulai
menggelinjang diatas penisku yang sekarang terjaga seperti juga
otakku. Aku lupa tentang dia yang sudah selesai menstruasi karena
dia yakin tidak bertindak seperti dia baru saja selesai.
Mulutku di putingnya dan mengisapnya dalam-dalam. Aku
menyukai rasa kulitnya dan bisa bermain selama berabad-abad
sebelum aku siap untuk melepaskan payudara indah tubuhnya itu.
Aku mengambil puting lainnya dan mengigit sedikit, ingin
membawanya ke tepi yang mana sedikit rasa sakit membuat
kenikmatan jauh lebih baik. Dia berteriak dan mendorong lebih
keras pada mulutku.
Aku merasakan tangannya menyelinap di bawah boxerku yang aku
pakai untuk tidur dan membungkus penisku.
"Aku ingin ini, Ethan."
Dia melompat turun dari pinggulku dan putingnya meninggalkan
mulutku dengan bunyi pop. Aku tidak punya waktu untuk
memprotes kehilangan itu sebelumnya karena dia sudah bekerja
melepas celana pendekku yang menjengkelkan itu dan menurunkan
bibirnya di sekitar ujung penisku. "Ahhh, Tuhan!" Aku melemparkan
kepalaku kebelakang dan membiarkan dia bekerja padaku. Itu begitu
nikmat sampai-sampai bolaku sakit. Dia benar-benar pandai dalam
hal ini. Aku mendapat segenggam rambutnya dan memegang
kepalanya sambil dia mengisapku ke jurang orgasme. Aku begitu
berharap aku bisa terlepas dalam dirinya, bukan di mulutnya. Aku

lebih suka berada di dalamnya ketika aku datang, dengan mataku


terkunci pada matanya.
Well, gadisku memiliki lebih banyak kejutan yang disimpan untukku
karena dia berkata, "Aku ingin kau dalam diriku ketika kau datang."
Bagaimana mungkin dia baru saja melakukan itu?
"Apakah tidak apa-apa?" Aku berhasil terkesiap saat ia pindah untuk
memposisikan dirinya.
"Umm hmm," dia mendesah, berlutut mengangkangiku dan mundur
untuk menelan seluruh penisku sampai ke bolaku.
Aku tidak tahu bagaimana hal itu tidak menyakitinya. Mungkin iya,
tapi itu bukan aku melakukannya, itu adalah dia yang mengambil
apa yang dia paling jelas inginkan. Jika kau bersikeras!
Ohhhh, sialannn! Aku berteriak, bertahan pada kedua sisi
pinggulnya and membantunya bergerak.
Brynne bergerak liar, menunggangiku dengan keras, menggosokgosok vaginanya dimana dia merasa paling nikmat. Degupan ritme
meledak di antara kami, dan ketika orgasme datang, aku tahu
rasanya akan seperti meledak. Aku mulai merasa kejang tetapi aku
sangat ingin untuk membawa dia orgasme bersamaku. Tidak
mungkin aku datang tanpa dia setidaknya bergabung denganku
dalam kegembiraan itu. Aku tidak beroperasi seperti itu.
Aku merasa inti dalamnya meremasku erat-erat dan panas saat ia
bekerja sendiri naik keatas dan ke bawah. Aku membelitkan
tanganku di antara kedua kakinya untuk menemukan titik di mana

tubuh kami bergabung dan menemukan klitorisnya basah dan licin.


Aku berharap itu lidahku yang melakukannya, tapi cukuplah dengan
jariku dan aku mulai membelainya.
"Aku datang..." katanya terengah-engah.
Dia pernah mengatakan seperti itu sebelumnya, begitu lembut dan
halus. Dua kata itu. Itu membuatku gila ingin mendengar itu darinya
lagi. Itu karena aku yang membuanya terbang nya, dan ia
menyerahkan segalanya kepadaku dalam sekejap ketika itu terjadi.
Kata-kata lembut itu juga juga mengirimku jatuh di tepian orgasme.
"Ya sayangku. Ayo. Sekarang. Datang diseluruh tubuhku!"
Aku melihatnya terlepas dan mengikuti perintahku seperti seorang
ahli. Dia meremasku dan berteriak dan mencengkeram dan bergidik.
"Ohhhhhh, Ethaaaaan! Ya. Ya. Ya!"
Datang sesuai perintah. Itulah gadisku, yang melakukannya ketika
aku yang memberitahu dia. Aku bajingan yang sangat, sangat
beruntung.
Aku menyukai setiap sisi sewaktu mengawasinya. Merasakan
kenikmatannya. Dan ketika aku merasa diriku mulai terlepas, aku
membanting dia ke bawah saat terakhir kali sementara aku
menghujam dalam dirinya sejauh yang aku bisa dan membiarkan
diriku terbang.
Banjir panas sperma memancar keluar dan masuk ke kedalaman
dirinya. Aku merasakan setiap aliran itu dalam semburan tajam dan

menaiki gelombang kenikmatan dengan pusaran yang memabukkan,


hampir tidak sadar di mana tanganku mencengkeram lagi atau apa
yang tubuhku lakukan. Walaupun begitu aku masih bisa melihat ke
dalam matanya yang indah.
Beberapa waktu kemudian-Aku tidak tahu berapa lama, ia bergerak
di dadaku dan mengangkat kepalanya. Matanya bersinar dalam gelap
dan dia tersenyum padaku.
"Apa itu?"
"Sebuah percintaan tengah malam yang hebat?" Canda dia.
Aku tertawa. "Sebuah percintaan tengah malam yang benar-benar
menakjubkan."
Aku mencium bibirnya dan memegang kepalanya sampai aku siap
untuk membiarkan dia pergi. Aku begitu posesif seperti ini setelah
kami berhubungan seks. Aku tidak ingin dia segera pergi, dan karena
dia berada di atasku, aku tidak perlu khawatir membebaninya dan
bisa tinggal sedikit lebih lama.
Aku menghunjam mendalam lagi dan membuatnya mengeluarkan
suara mengerang yang seksi di bibirku.
"Kau ingin lebih?" Tanya dia dengan suara yang bercampur antara
nikmat dan terkejut.
"Hanya jika kau mau melakukannya," kataku. "Aku tidak akan
pernah menolakmu dan aku suka ketika kau menerjangku, tapi aku
pikir kau sedang menstruasi-"

"Tidak. Tidak seperti itu bagiku karena aku minum pil. Ini tidak apaapa, sehari mungkin, jika iya ... kadang-kadang aku bahkan tidak
mengalami..." Dia mulai mencium dadaku dan menyerempet
putingku dengan giginya.
Tuhan, rasanya begitu nikmat. Perhatiannya itu menyentakku
kembali ke keinginan yang sehat untuk seks putaran dua.
"Aku pikir kau akan membunuhku, perempuan...dengan cara sialan
yang benar-benar nikmat," aku berhasil berkata, tapi itu adalah hal
terakhir yang kami berdua bicarakan untuk sementara waktu.
Medusaku baru saja berubah menjadi Aphrodite yang menyembah di
altar Eros. Keberuntunganku rupanya tidak mengenal batas.
***
"Koran-koran AS," kata Frances, mengatur tumpukan itu di mejaku.
"Ada sebuah artikel menarik tentang anggota Kongres dengan anakanak mereka di dinas militer aktif di Los Angeles Times. Tebak siapa
yang mereka wawancarai?"
"Dia pastinya menjadi salah satu dari sedikit orang yang dibicarakan.
Oakley akan memeras semua yang dia bisa. Terima kasih untuk ini. "
Aku mengetuk tumpukan kertas itu. "Bagaimana dengan hal
lainnya?"
Frances tampak sangat senang dengan dirinya sendiri. "Membawa
itu ketika aku pergi keluar untuk makan siang. Mr Morris
mengatakan itu dijual kembali dengan indah setelah bertahun-tahun
dalam lemari besi. "
"Terima kasih telah mencarikan ini untukku." Frances adalah
seorang asisten yang berharga. Dia menjalankan kantor

perusahaanku seperti kapal kencang. Aku mungkin mengatur


keamanan, tapi wanita ini yang membuat bisnisku teratur dan aku
tidak pernah meremehkan nilainya sedikit pun.
"Dia akan menyukainya. Frances bediri ragu-ragu di pintu. "Dan
kau masih ingin aku menghapus jadwalmu untuk hari Senin?"
"Ya, silakan. Acara Mallerton malam ini dan kemudian kami pergi di
pagi hari untuk berangkat ke Somerset. Kami akan kembali Senin
malam."
"Aku akan mengaturnya. Seharusnya tidak ada masalah."
Aku mengambil Koran Los Angeles Times saat Frances keluar dan
melihat artikel dari sang senator. Aku rasa aku ingin mual. Ular licin
itu gagal untuk menyebutkan bagaimana putranya yang sangat
berharga itu stop-lossed baru-baru ini, tapi itu tidak mengherankan.
Aku bertanya-tanya sebenarnya seperti apa pikiran putranya tentang
ayahnya. Aku hanya bisa membayangkan disfungsi dalam keluarga
itu, dan itu sedikitpun bukan hal yang bagus.
Aku meletakkan kembali koran itu pada tumpukan dan saat aku
melakukannya, gerakan itu menyebabkan sesuatu mengintip di
bawahnya. Amplop. Barang itu telah disimpan di antara tumpukan
Koran-koran. Barang itu sendiri aneh, tapi kata-kata di
amplop...UNTUK PERTIMBANGAN ANDA ... dan bahwa ada
namaku dibawah itu, membuat hatiku berdebar.
"Frances, siapa yang menyerahkan Koran-koran AS pagi ini?"
Teriakku di interkom.
"Muriel menyiapkan koran-koran itu setiap pagi. Dia meletakkan

mereka ke samping sama seperti yang dia lakukan selama bulan lalu.
Mereka hanya tergelatak disana menungguku membawanya." Dia
terdengar ragu-ragu. "Apakah semuanya baik-baik saja?"
"Ya. Terima kasih."
Jantungku masih berdebar saat aku menatap amplop di mejaku.
Apakah aku ingin melihat isianya? Aku meraih penutupnya dan
membuka jalinan dari ikatan benang merah. Aku memasukkan
tanganku dan mengeluarkan foto-foto it. Delapan sampai sepuluh
foto hitam dan putih Ivan dan Brynne mengobrol di Gladstone. Dia
mencium pipinya saat aku menunggunya untuk masuk ke dalam
mobil. Ivan merunduk untuk berbicara kepadaku dan melambai pada
kami. Ivan di jalan setelah kami telah pergi. Ivan menunggu di jalan
untuk mobilnya sendiri untuk datang.
Fotografer itu yang pernah kulihat di luar restoran ada di sana
khusus untuk Ivan? Dia pernah mendapat ancaman kematian
sebelumnya...dan sekarang kami memiliki foto-foto dirinya dan
Brynne dan aku bersama-sama? Bukan koneksi yang bagus
untuknya. Ivan memiliki badai masalahnya sendiri, dan aku sangat
yakin sekali tidak perlu komplikasi tambahan siapa pun yang
mengganggu Ivan untuk menyeret Brynneku ke seluruh kekacauan
itu. SIAL!
Aku membalik gambar itu satu per satu. Tidak ada. Hingga sampai
yang terakhir. Jangan pernah mencoba untuk membunuh seorang
pria yang pernah mencoba bunuh diri.
Aku pernah melihat hal seperti ini sepanjang karirku. Ini harus
dianggap serius tentu saja, tetapi lebih sering daripada tidak, ini
sebenarnya pekerjaan beberapa orang gila pinggiran yang memiliki

kapak yang diayunkan di belakang seseorang yang terkenal yang


mereka anggap telah menyebabkan pelanggaran untuk mereka secara
pribadi dan dengan niat kejam. Tokoh olahraga terutama sering
menderita omong kosong semacam ini. Ivan telah menyinggung satu
ton orang di zamannya dan memiliki medali emas untuk
membuktikannya. Seorang mantan pemanah Olimpiade mantan yang
sekarang sudah pensiun dari olahraga, ia masih Anak Emas Inggris
yang dipuja dan diburu oleh media. Fakta bahwa ia adalah saudara
sedarahku akan otomatis memberikan dia perlindungan, tapi dia
tentu membuatku sibuk.
Foto-foto itu telah diambil dua minggu lalu. Apakah fotografer itu di
sana khusus untuk Ivan, atau dia hanya menjual gambar-gambar
yang ia ambil dari Ivan Everley, pemanah Olimpiade, karena ia
beruntung sudah mengambilnya dan bisa mendapatkan beberapa
pound karena menjual itu? Paparazzi berkumpul di sekitar tempattempat yang biasa dilalu lalangi para selebriti, sehingga sulit untuk
mengetahui apakah gambar itu telah diatur pengambilannya
sebelumnya atau kebetulan belaka.
Dan jika kau adalah seorang gila yang berniat membunuh seseorang
yang terkenal, mengapa kau repot-repot untuk menginformasikan hal
itu pada pengamanan pribadinya detilnya bahwa kau berencana
untuk melakukannya? Tidak masuk akal sama sekali. Mengapa
mengirimkannya kepadaku? Siapa pun yang telah mendapatkan
gambar ini jelas ingin aku melihatnya. Mereka berusaha dengan
kesulitan untuk meyimpannya dalam tumpukan surat kabarku yang
secara teratur aku pesan dari lapak Koran di jalan.
Muriel.
Aku membuat catatan mental untuk berbicara dengan Muriel saat

berjalan keluar. Aku akan pergi lebih awal pula karena malam ini ada
Acara Mallerton itu jadi aku harusnya bisa menangkapnya sebelum
dia menutup tokonya untuk malam.
Aku membuka laci mejaku dan mengeluarkan rokok dan pemantik
apiku. Aku melihat ponsel tua Brynne di sana dan menariknya keluar
juga. Tidak banyak lalu lintas didalamnya selama dua minggu
terakhir karena semua kontaknya pindah ke nomor barunya
sekarang. Pria dari The Washington Review tak pernah menelepon
kembali, kemungkinan besar dia pikir dia adalah pemimpin
gelandangan, yang bekerja dengan sempurna dalam mendukung
Brynne. Aku mengisi baterainya sehingga akan siap untuk dibawa
olehku malam ini dan ke akhir pekan.
Aku menyalakan Djarum pertamaku hari ini. Tarikan napas yang
sempurna. Aku merasa aku melakukan cukup baik dengan
mengurangi jatah rokokku. Brynne membantu memotivasiku, tapi
ketika hal-hal mulai bermasalah diantara kami, aku lalu tidak putusputus merokok. Mungkin aku harus mencoba patch nikotin.
Aku memutuskan untuk menikmati hisapan rokokku dan berpikir
tentang akhir pekan mendatang. Perjalanan pertama kami bersamasama. Aku berhasil menyisakan tiga hari dari waktuku jadi aku bisa
membawa gadisku ke pantai Somerset untuk tinggal di rumah
pedesaan kakak perempuanku. Tempat itu juga dioperasikan sebagai
high end bed and breakfast dan aku sangat menyadari fakta aku tidak
pernah meminta kakakku jika aku bisa membawa tamu bersama
denganku pada kesempatan lain aku pergi ke sana sebelumnya.
Brynne berbeda untuk begitu banyak alasan dan jika aku belum
cukup siap untuk memiliki perasaan itu secara publik, aku
menyadari perasaan itu seperti apa adanya. Aku ingin berbicara

dengannya tentang kemana kita akan menuju, dan bertanya apa yang
dia inginkan. Satu-satunya alasan aku belum mengumumkannya
adalah karena jawaban potensial dirinya membuatku benar-benar
sialan gugup. Bagaimana kalau dia tidak ingin seperti apa yang aku
inginkan? Bagaimana jika aku hanya hubungan serius pertamanya
sehingga dia bisa mencoba memahami caranya? Bagaimana jika ia
bertemu orang lain?
Daftarku kekhawatiranku bisa terus dan terus bertambah. Aku hanya
harus terus mengingatkan diri bahwa Brynne adalah orang yang
sangat jujur dan ketika dia mengatakan kepadaku bagaimana
perasaannya tentang aku, maka itu adalah kebenaran. Gadisku bukan
seorang pembohong. Dia bilang dia mencintaimu.
Rencananya adalah pergi lebih awal di pagi hari setelah malam gala
untuk menghindari kepadatan lalu lintas, dan aku tak sabar
menunggu untuk membawa Brynne kesana. Aku ingin beberapa
waktu romantis bepergian dengan gadisku, dan juga hanya perlu
untuk keluar dari kota dan ke udara segar pedesaan. Aku mencintai
London, tetapi meskipun demikian, keinginan untuk memiliki waktu
jauh dari kekacaun perkotaan untuk menjaga kewarasanku, selalu
muncul secara teratur.
Sebuah panggilan telepon datang kemudian, menarikku keluar dari
momen khayalanku dan kembali ke situasi sekarang yang sangat
menuntut dan sangat mendesak yaitu tanggung jawab pekerjaanku.
Hari pun berlalu dan sebelum aku tahu, saatnya untuk bergerak.
Aku menelepon Brynne saat aku meninggalkan kantor untuk
memberitahu aku sedang dalam perjalanan dan berharap untuk
mendapatkan ikhtisar spontan tentang segala sesuatu yang perlu
dilakukan sebelum malam ini dan perjalanan kami yang akan datang.

Aku mendapat pesan suara sebagai gantinya. Jadi aku mengirimnya


teks singkat: Aku dalam perjalanan pulang. Perlu sesuatu? Dan
tidak mendapat respon.
Aku tidak menyukainya dan menyadari saat itu juga, aku akan selalu
khawatir tentang dia. Kehawatiran itu tidak akan pernah pergi. Aku
pernah mendengar orang-orang mengatakan hal-hal seperti itu
tentang anak-anak mereka. Bahwa mereka tidak tahu apa itu
khawatir yang nyata sampai mereka memiliki seseorang yang cukup
penting dalam kehidupan mereka yang mengukur esensi sejati dari
apa artinya untuk mencintai orang lain. Dengan cinta datang pula
beban potensi kehilangan-prospek yang terlalu tidak nyaman bagiku
untuk berpikir tentang itu terlalu banyak.
Mengingat tentang amplop dari tumpukan surat kabar, aku menuju
ke kios Muriel dalam perjalanan menuju ke mobilku. Dia melihat
saya mendekat dan memperhatikanku dengan mata penuh jiwanya.
Dia mungkin punya kehidupan yang keras dan kasar, tetapi mereka
kebenaran tidak mengubah fakta bahwa dia sangat cerdas. Mata
tajam kehilangan tidak melewatkan apapun.
"Halo, Muriel."
"'Ello, Bung. Apa yang bisa aku lakukan untuk kamu? Aku punya
setiap Koran Amerika seperti yang kau inginkan, eh?"
"Ya. Bagus sekali." Aku tersenyum padanya. "Pertanyaan, Muriel."
Aku mengamati bahasa tubuhnya saat aku berbicara, mencari
petunjuk untuk melihat apakah dia tahu apa yang aku minta atau
tidak. Aku mengeluarkan amplop dengan foto-foto Ivan dan
mengangkatnya. "Apa yang kau tahu tentang ini ditempatkan dalam
tumpukan koran hari ini?"

"Tidak Ada." Dia tidak melihat ke arah kiri. Dia tidak kehilangan
kontak mata juga. Kedua hal itu mendukung dia memberiku
kebenaran. Aku hanya bisa menebak dan menggunakan intuisiku,
dan ingat dengan siapa aku berurusan.
Aku meletakkan sepuluh pound di meja. "Aku butuh bantuanmu,
Muriel. Jika kau melihat seseorang atau sesuatu yang mencurigakan
Aku ingin kau ceritakan tentang hal itu. Ini penting. Kehidupan
seseorang bisa dipertaruhkan." Aku memberinya anggukan. "Apakah
kau mau mengawasinya?"
Dia menatap sepuluh pound itu dan kemudian kembali ke padaku.
Dia menyeringaikan gigi mengerikan itu dengan senyum tulus dan
berkata, "Untuk kamu, tampan, aku akan melakukannya." Muriel
menyambar sepuluh pound itu dan memasukkannya ke dalam saku.
"Ethan Blackstone, Lantai empat puluh empat," kataku, menunjuk ke
gedungku.
"Aku tahu namamu dan aku tidak akan lupa."
Aku menduga kita punya kesepakatan yang sebaik mungkin
mengingat dengan siapa aku membuatnya. Aku menuju ke mobilku,
ingin pulang dan melihat gadisku.
Aku menelepon Brynne kedua kalinya dan sekali lagi mendapat
pesan suara, jadi aku meninggalkan pesan yang mengatakan aku
sedang dalam perjalanan. Aku bertanya-tanya apa yang ia lakukan
sehingga tidak menjawab dan mencoba untuk membayangkan
sesuatu seperti mandi, berolahraga dengan memakai headphone, atau
mengeset telponnya hening.

Aku berjuang dengan kekhawatiranku. Terutama, emosi ini masih


asing, namun pada saat yang sama bukan sesuatu yang aku bisa
sisihkan juga. Aku khawatir pada Brynne terus-menerus. Dan hanya
karena ini semua baru bagi aku yakin sekali tidak membuatnya lebih
mudah untuk dipahami. Aku adalah seorang pemula total yang
belajar jalan.
Apartemenku sunyi seperti kuburan ketika aku melangkah masuk.
Aku merasa lonjakan kecemasanku ke tingkat yang sangat tidak
menyenangkan dan mulai mencari. "Brynne?"
Hanya keheningan lagi. Dia tidak berolahraga dan dia pasti tidak
berada di kantorku. Tidak di luar di balkon. Kamar mandi adalah
harapan terakhirku. Hatiku berdebar di dadaku ketika aku membuka
pintu. Dan berhenti saat dia tidak berada di sana juga.
Persetan! Brynne, kau dimana?
Gaun indahnya tergantung di lemari. Gaun periwinkle yang dia beli
di toko vintage dengan Gabrielle pada hari kami bertemu untuk
makan siang di Gladstone. Ada bukti-bukti kemasan-kosmetik keluar
dan tas kecil setengah selesai dirapikan. Jadi ia telah di sini bersiapsiap untuk malam ini dan akhir pekan kami.
Aku ingin memberinya manfaat dari keraguan, tapi dia sudah pernah
pergi sendirian sebelumnya dan bagaimana jika dia pergi lagi?
Setelah foto-foto dari orang gila hari ini, perutku terasa melilit dan
aku hanya perlu tahu di mana dia!
Aku masuk sampai ke kamar tidur, menghubungkan panggilan
telepon ke Neil dengan perasaan setengah-panik ketika aku

melihatnya. Visi yang paling indah di dunia. Di tengah semua


hamburan pakaian dan tas setengah dikemas adalah Brynne,
meringkuk di tempat tidur ... tidur.
"Ya?" Jawab Neil. Aku membeku, aku masih memiliki ponsel
terangkat di telingaku.
"Umm ... alarm palsu. Maaf. Kami akan menemuimu di National
dalam beberapa jam." Aku menutup telepon sebelum dia bisa
merespon. Kasian sobatku harus berpikir aku sudah kehilangan
pikiran.
Kau memang telah benar-benar kehilangan pikiran!
Bergerak sangat pelan, aku melepas jaketku, membuang sepatuku,
dan hati-hati merangkak ke tempat tidur dan meringkuk di sekitar
tubuh tidurnya. Aku menghirup aromanya yang indah dan
membiarkan detak jantungku melambat. Dorongan untuk
menyalakan rokok begitu intens tapi aku fokus pada kehangatannya
padaku dan pikiranku pada kecanduan untuk merokok berkurang
akhirnya.
Brynne tidur nyenyak-tidur sangat mendalam, dan aku bertanyatanya mengapa dia begitu lelah tetapi tidak ingin mengganggu
dirinya juga. Aku bisa menonton dan menunggu dengan baik-baik
saja dengan dia disampingku dan berpikir tentang pelajaran yang aku
baru saja belajar. Brynne bukan satu-satunya dengan masalah
kepercayaan rupanya. Aku perlu juga menguasai masalah
kepercayaanku juga sedikit lebih lagi. Ketika dia mengatakan dia
tidak akan lari dariku, maka aku harus percaya dia menjaga katakatanya.

Aku membuka mataku untuk menemukan mata miliknya menatapku.


Dia tersenyum, tampak bahagia dan cantik dan puas. "Aku suka
menontonmu tidur."
"Jam berapa sekarang?" Aku memandang di langit untuk melihat
siang hari masih menempel. "Aku tertidur? Aku pulang dan
menemukan kau di tempat tidur dan tidak bisa menolak bergabung
denganmu. Kurasa aku tertidur juga, tukang tidur."
"Sekitar jam setengah enam dan waktunya untuk bergerak." Dia
menggeliat seperti kucing, sensual dan erotis saat ia meregangkan
tubuh. "Aku tidak tahu mengapa aku begitu lelah. Aku hanya
meletakkan diri satu menit dan ketika aku membuka mataku ... kau
ada di sini." Dia mulai berguling dari tempat tidur.
Aku menarik bahunya dan menggulingkan tubuhnya, dia terjepit
dibawahku dan aku menetap di antara kedua kakinya. "Jangan buruburu, cantikku. Aku butuh waktu berdua dulu. Ini akan menjadi
malam yang panjang dan aku harus berbagi dirimu dengan jutaan
pria idiot."
Dia mengulurkan tangan dan memegang wajahku dan tersenyum.
"Apa jenis waktu berduaan yang kau bayangkan?"
Aku menciumnya perlahan dan menyeluruh, mejelajahi lidahku atas
setiap inci dari mulutnya sebelum aku menjawab. "Jenis dimana kau
telanjang dan meneriakkan namaku." Aku dorong pinggulku
perlahan-lahan ke dalam tubuh lembutnya. "Jenis ini."
"Mmmmm, kau sangat meyakinkan, Mr Blackstone," katanya, masih
memegang wajahku, "tapi kita harus mulai bersiap-siap untuk malam
ini. Seberapa bagus kau dalam multi-tasking?"

"Aku hebat di banyak hal," jawabku sebelum aku menciumnya lagi.


"Berikan aku petunjuk."
"Well, aku sangat menyukai pancuran mandiku hampir sama seperti
bak mandimu," katanya malu-malu.
"Ahhh, jadi kau hanya menggunakanku untuk fasilitas mandiku yang
hebat kalau begitu?"
Dia terkikik dan memindahkan tangannya ke bawah diantara kami
untuk memegang ereksiku yang mengeras. "Fasilitasnya sangat
bagus seperti yang aku lihat selama ini."
Aku tertawa dan mengerang pada saat yang sama, mengendongnya
dan masuk ke kamar mandi. "Aku akan menyiapkan air panas ... dan
aku akan menunggumu di sana."
Aku tidak perlu menunggu lama sebelum ia bergabung denganku
telanjang dan seksi seperti biasa, aku benar-benar tertawan dan
membara untuk mengklaim tubuhnya dengan seks dominan yang
aku tidak bisa mengontronya ketika kami bersama-sama. Hadiah
utamaku dan ketakutan terbesarku semua bergulung menjadi satu.
Aku bercanda tentang gala malam ini dan berbagi dia dengan orang
lain, namun pernyataan itu memegang kebenaran jauh lebih banyak
daripada yang aku ingin mengakui. Aku benci berbagi dia dengan
pria lain yang mengaguminya-terlalu banyak menurut pendapatku.
Tapi, itu adalah realitas dari seorang Brynne, dan jika dia adalah
gadisku maka aku harus belajar untuk menghadapinya sebagai pria.
Kami mempergunakan dengan sangat baik waktu yang ada dalam air

sabun panas itu. Ya ... multi-tasking adalah salah satu poin kuatku
dan aku tidak akan meniup setiap peluang yang aku ditawarkan.
***
"Kau tampak luar biasa cantik, kau tahu."
Dia tersipu ke cermin, bersemu merah yang menggelap bergerak
turun ke lehernya dan bahkan pada gundukan payudaranya pada
belahan dada dari gaun dekaden ini yang dia temukan. Gaun itu
berenda dan sangat cocok untuk bentuk tubuhnya, rok pendek yang
agak berbusa dari beberapa bahan lain yang aku tidak tahu namanya.
Tidak peduli apapun itu, gaun itu akan menjadi penyebab
kematianku malam ini. Aku sangat kacau.
"Kau tampak keren juga, Ethan. Kita serasi. Apakah kau memilih
dasi itu karena warna gaunku?"
"Tentu saja. Aku memiliki tumpukan dasi." Aku melihat dia
melakukan riasan dan menyelesaikan detil-detil terakhir, bersyukur
bahwa dia tidak keberatan aku mengintai, dan gugup untuk apa yang
aku akan lakukan.
"Maukah kau pakai klip dasi perak antikmu? Yang sangat aku
sukai?"
Pembuka arah pembicaraan yang Sempurna. "Tentu." Aku meraih
kotak penyimpanannya di atas meja rias untuk mendapatkannya.
"Apakah itu warisan keluarga?" Tanyanya saat aku menyematkan
klip itu pada dasiku.
"Sebenarnya ya. Keluarga ibuku. Kakek-nenekku adalah orang

inggris antik yang kaya dan hanya memiliki dua putri-ibuku dan ibu
Ivan. Ketika mereka meninggal, barang mereka diwariskan ke cucucucu, Hannah, aku, dan Ivan."
"Well, itu luar biasa dan aku sangat menyukai barang antik seperti
itu. Barang Vintage begitu rapi dibuat dengan tangan dan juga
memiliki beberapa makna sentimental, maka semua barang seperti
itu bagus, kan?"
"Aku hanya punya beberapa kenangan tentang ibuku, aku sangat
muda ketika ia meninggal. Tapi aku ingat nenekku. Dia menyuruh
kami menginap selama liburan, mendongengkan kepada kami
banyak cerita dan menunjukkan kepada kami foto-foto, dia mencoba
untuk membantu kami mengenal ibu kami sebaik yang dia bisa
karena dia selalu mengatakan itu apa yang ibuku pasti inginkan."
Brynne meletakkan kuas make-upnya dan datang kepadaku. Dia
meletakkan tangannya ke lengan bajuku dan kemudian
menyesuaikan dasiku sedikit, dan akhirnya merapikan klip perak
dengan penuh hormat. "Nenekmu terdengar seperti wanita yang baik
dan begitu juga ibumu."
"Keduanya akan senang bertemu denganmu." Aku menciumnya
dengan hati-hati agar tidak menodai lipstiknya dan menarik sebuah
kotak dari sakuku. "Aku punya sesuatu untukmu. Ini spesial ... hanya
untukkmu." Aku menyodorkan itu padanya.
Matanya melebar pada kotak beludru hitam dan kemudian
mendongak sedikit terkejut. "Apa itu?"
"Hanya hadiah untuk gadisku. Aku ingin kau memilikinya."

Tangannya gemetar saat ia membuka kotak itu dan kemudian


sebelah tangan ditempelkan ke mulutnya yang terkesiap lembut.
"Oh, Ethan ... ini -ini begitu indah-"
"Ini adalah sepotong barang vintage kecil dari ibuku dan itu
sempurna untukmu ... dan sesuai dengan bagaimana perasaanku
padamu."
"Tapi kau tidak seharusnya memberikan warisan keluarga ini
padaku." Dia menggelengkan kepalanya. "Ini tidak tepat untukuntuk kau diberikan pada orang-"
"Aku harus memberikannya kepadamu dan aku memberikannya
sekarang," Aku berbicara lebih tegas. "Bolehkan aku
mengenakannya padamu?"
Dia kembali menatap liontin itu dan kemudian tatapannya kembali
padaku, dan mengulangi perbuatannya.
"Aku ingin kau memakainya malam ini dan menerima hadiah ini."
"Oh, Ethan..." bibir bawahnya bergetar. "Kenapa harus ini?"
Sejujurnya? Liontin ametis hati dengan berlian dan mutiara adalah
hal kecil yang sangat cantik, tapi lebih dari itu, liontin ini
menjeritkan nama Brynne. Ketika aku ingat itu ada sebagian dari
banyak koleksiku dari estate ibuku, aku pergi ke lemari besi dan
membukanya. Ada hal-hal lain di sana juga, tapi mungkin lebih
banyak waktu yang dibutuhkan terlebih dahulu sebelum menggali
lebih dalam hadiah perhiasan tambahan.
"Ini hanya kalung, Brynne. Sesuatu yang sangat indah yang

mengingatkan aku padamu. Ini vintage dan itu warna favoritmu dan
itu punya mata berbentuk hati. "Aku mengambil kotak itu dari
tangannya dan mengambil liontinnya. "Aku harap kau akan
menerimanya dan memakainya dan tahu bahwa aku mencintaimu.
Itu saja." Aku menelengkan kepalaku dan memegang kedua
ujungnya di jariku, menunggu dia setuju menerimanya.
Dia mengerutkan bibirnya, mengambil napas dalam-dalam dan
matanya terlihat gemerlapan saat ia menatapku. "Kau akan
membuatku menangis, Ethan. Itu begitu-begitu indah dan aku
menyukainya-dan-dan aku sangat suka kau ingin aku memilikinyadan aku juga mencintaimu." Dia berbalik kembali ke arah cermin
dan mengangkat rambutnya dari lehernya.
Kemenangan terasa begitu luar biasa! Aku yakin wajahku berseriseri, menikmati lebih banyak kebahagiaan pada saat ini daripada
yang pernah aku rasakan selama ini ketika menggenggam rantai
yang melingkari lehernya yang indah, melihat perhiasan hati
berhiaskan berlian menetap ke kulitnya, menemukan tempatnya pada
akhirnya, setelah beberapa dasawarsa dalam kegelapan.
Hampir sama seperti hatiku.
***

Bab 12 - Tamat
The National Portrait Gallery adalah tempat yang sangat megah
untuk sebuah acara dan aku telah terbiasa dengan tempat itu, sudah
cukup sering aku kesana sebelum aku bekerja di bidang keamanan,
kadang-kadang sebagai pengunjung sekali atau dua kali dengan

seorang teman kencan.


Tapi tak pernah seperti ini sebelumnya.
Brynne membawa arti baru dari sikap posesif. Setidaknya bagiku
atas dirinya. Kurasa aku mungkin akan mati di penghujung malam
saat menjaganya dari semua orang yang menginginkan dirinya.
Dia tampak begitu cantik dan sempurna dengan gaun renda
periwinkle dan sepatu perak; setiap inci penampilan luarnya bak
model, tetapi didalam dirinya, pikiran artistiknya sangat brilian dan
dihormati untuk pekerjaan yang dia lakukan di bidangnya. Gadisku
bak selebriti malam ini. Aku benar-benar terbantu saat melihat
hadiahku berada di lehernya. Dia milikku, hai orang-orang! Milikku!
Dan jangan lupa hal itu!
Pameran Lady Percival memang sukses. Brynne sudah ditetapkan
sebagai tutorial pada proses konservasi perbaikannya yang baru
selesai sebagian. Dan Brynne, tentu saja, di akui sebagai konservator
untuk proyek tersebut. Ketika kami semua duduk makan malam,
namanya disebut dalam pidato sambutan atas penemuan yang dia
buat. Raut wajahnya yang menampakkan rasa bangga adalah sesuatu
yang aku pikir tidak pernah kulupakan. Semua hasil donasi untuk
acara malam ini akan digunakan untuk mendukung Yayasan
Rothvale bagi Advancement of the Arts (kemajuan seni) dan saat aku
melihat di sekeliling ruangan, bisa kulihat uang yang banyak dan
nama-nama lama di antara para tamu. Tampaknya Mallerton sedang
mengalami semacam kebangkitan kembali, dan penemuan Brynne
tentang pelukis yang melukis Lady Percival telah membantu
membangkitkan minat terhadap karyanya, dan sebagai hasilnya,
dibentuk badan amal Rothvale.

"Brynne, Lady Percival-mu adalah sesuatu yang lain," kata


Gabrielle. "Aku memperhatikannya dengan baik ketika aku tiba. Aku
suka bagaimana mereka memajangnya sebagai kesempatan untuk
pembelajaran tentang metode konservasi dan proses untuk
menjadikannya sebagai harta karun. Dan, Ethan, aku dengar kau
juga berperan dalam memecahkan misterinya."
"Hampir tidak berperan. Hanya menerjemahkan beberapa kata, tapi
terima kasih, Gabrielle. Aku senang bisa membantu gadisku dengan
sedikit bahasa Perancis." Aku mengedipkan mata pada Brynne. "Dia
tampak begitu bahagia ketika dia memecahkan semua misteri itu."
"Aku sangat gembira. Lukisan itu seperti pencetak karir untukku.
Dan aku berutang semua itu padamu, sayang." Dia mengulurkan
tangannya dan menempatkannya diatas tanganku.
Ya Tuhan, aku menyukainya ketika dia melakukan sedikit gerakan
yang menunjukkan rasa sayang seperti itu. Aku membawa tangannya
ke bibirku dan tidak peduli sedikitpun kalau ada yang melihat. Aku
hanya tidak peduli.
"Aku ingin tahu di mana Ivan. Menurutmu dia akan segera berada
disini?" Tanya Brynne padaku.
Perasaan bahagiaku berubah menjadi murni cemburu dengan waktu
sekitar dua koma lima detik dan aku yakin aku mengerutkan kening
sebelum aku menyadarinya dan menyambut dia dengan bersikap
baik. Aku teringat kembali bahwa aku mengajaknya untuk
membiarkan Ivan melihat lukisan itu pada hari ini, tapi sialan, Ivan
akan meneteskan air liurnya setelah melihat seluruh penampilan
Brynne yang begitu cantiknya malam ini.

Brynne berpaling lagi kearah temannya dan muncul semangatnya


lagi , "Gab, aku benar-benar berharap dia datang malam ini, aku
ingin kau bertemu dengan sepupu Ethan. Dia memiliki satu rumah
penuh lukisan Mallerton yang perlu di katalogisasi dan entah apa
lagi. Kau harus bertemu dengan pria ini. Maksudku, kau benar-benar
harus bertemu dengannya."
Gabrielle tertawa, tampak sangat bahagia dan cantik ala dirinya
sendiri, mengenakan gaun hijau yang pas ditubuhnya terlihat begitu
indah, warna yang cocok antara bajunya dengan matanya. Ini bisa
menjadi pengalih yang sangat bagus, aku menyadari itu. Perhatian
seorang Ivan akan teralihkan saat bertemu dengan Gabrielle dan
rasanya akan menjadi lebih baik untuk menjaga dia yang selalu ingin
menggoda Brynne. Dan sesuatu yang mengatakan kepadaku bahwa
seluruh perhatian Ivan akan tertuju pada Gabrielle begitu ia
memperhatikannya dengan baik. Aku berani bertaruh dengan uang.
Dan aku pasti akan menang.
"Sulit untuk mengatakannya, sayang. Ivan melihat waktu seperti
mengatur parameternya sendiri dan dia selalu seperti itu. Begitu
menjengkelkan... " Kata-kataku terhenti ketika aku melihat
seseorang di seberang meja. Astaga. Pirang Strawberry arah jam tiga
keluar dari sarangnya dan siap berburu. Alamat tidak baik.
Aku mengalihkan pandanganku dengan cepat dan fokus pada
Brynne. Dia menoleh ke mana arah mataku yang baru saja tertuju
dan kemudian kembali ke arahku. Aku yakin pikirannya pasti
bertanya-tanya. Brynne gadis yang cerdas. Aku mencoba untuk
bersikap tenang dan berdoa bahwa ingatan Pamela atau Penelope
tidak lebih baik daripada aku, namun aku tidak menaruh banyak
harapan. Dia adalah teman Ivan dan aku hanya tahu dia akhirnya
mendekati aku sebelum melewati malam itu. Dimanakah buku

peraturan untuk menangani situasi canggung? Bukankah hal itu jelas


vulgar untuk memperkenalkan orang terakhir yang telah kau
setubuhi kepada orang yang kau setubuhi sekarang? Ugh.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" Tanya Brynne.
"Ya." Aku meraih gelas anggurku dan meletakkan satu tanganku di
belakang kursi Brynne. "Sempurna." Aku tersenyum.
"Oh, lihat, ada Paul." Dia tersenyum dan melambaikan tangan pada
musuhku yang sedang mengangkat gelasnya ke arah kami. Aku
menduga bahwa ia berada di sini karena pagi itu ia mengatakan akan
datang, ketika aku ingin berkenalan dengannya dipinggir jalan.
"Bersikaplah yang baik. Jangan pernah berpikir ingin mengamuk di
depannya lagi," Brynne menggumam ke arahku.
"Baik," kataku, sambil mengangkat gelasku dan dalam hati aku
berharap ingin langsung mempelajari ilmu hitam sehingga aku bisa
mengutuk pria itu menjadi seekor katak. Tunggu, dia memang seekor
katak; ataukah hewan lain... mungkin seekor kecoa?
"Apa yang kau pikirkan?"
"Aku sangat membenci serangga tertentu," kataku, sambil meminum
anggurku.
Dia memutar matanya. "Sungguh?"
"Umm hmm. Aku tidak bercanda. Kecoa binatang yang begitu
menjijikkan, suka menyelinap di sekitar tempat-tempat yang pasti
tidak mereka miliki."

Dia tertawa padaku. "Kau sangat menggemaskan ketika kau


cemburu." Dia menyipitkan matanya dan membungkuk lebih dekat.
"Tapi jika kau mempermalukan aku di depannya lagi seperti yang
kau lakukan pagi itu saat aku membeli kopi, Aku akan menyakitimu,
Blackstone. Dan akan terjadi sesuatu yang melibatkan rasa sakit
yang begitu luar biasa." Katanya sambil menunduk kearah bagian
bawah pinggangku.
Aku tertawa kembali karena merasa kata-katanya sangat lucu dan
aku tidak meragukan ancaman dia, dan faktanya Kecoa itu
mengawasi kami dari seberang jalan. "Aku akan menjadi pria yang
sempurna... hanya selama ia terus menjepit miliknya."
Brynne memutar matanya padaku lagi dan aku melihat bagaimana
matanya tampak biru yang sepadan dengan gaun malamnya.
Setelah makan malam, aku merasa senang saat diperkenalkan pada
Craven Alex yang sangat feminim, dan orangnya ramah sekali dari
museum the Victoria dan Albert. Aku memanjatkan doa syukur
kepada ibuku bahwa aku tidak pernah mengirim ejekan dengan
menyebutnya Ms Craven dengan teks beracun dari 'Ethan u/ film the
big knife' dan menduga ibuku sudah mencariku pada hari itu. Aku
tidak pernah mengambil keberuntunganku begitu saja.
Tidak butuh waktu lama bagi Brynne untuk diajak pergi oleh
pengujung yang ingin bertanya secara detail tentang konservasi Lady
Percival. Aku mengundurkan diri karena hal itu dan melangkah
menjauh untuk mengambil minuman lain. Aku merasa ada yang
memperhatikan aku dan berbalik menemukan tatapan Pirang
Strawberry dengan cepat. Sial. Aku tahu ini akan terjadi.
"Halo, Ethan. Senang bertemu denganmu disini malam ini. Aku

pernah menanyakan padamu kepada Ivan beberapa hari kemarin."


"Benarkah?" Aku mengangguk padanya, dengan putus asa aku
berharap ingat namanya. "Minum... um...?" Aku melihat ke bawah,
perasaanku seperti seorang bajingan dan ingin berada di tempat lain
saat ini.
"Priscilla."
Well, aku mendapatkan huruf pertama dengan benar. Aku
menjentikkan jariku dan menunjuk ke langit-langit. "Benar-Priscilla,
apakah kau mau kupesankan minuman? Aku akan kembali ke Galeri
Victoria." Mohon katakan tidak.
"Ya! Aku ingin Cosmo." Katanya menyembur, matanya menyala saat
dia melihat seperti ada beberapa perhatian dariku. Pandangannya
seakan memeriksaku dan aku merasakan sangat tidak nyaman. Ini
adalah sesuatu yang sudah kubangun selama bertahun-tahun saat
menghadapi seorang wanita. Aku telah melakukan itu hanya untuk
seks saja. Maksudku, siapapun yang akan berhubungan seks
denganmu setidaknya kau jangan sampai membiarkan mereka
mengagumi dan berpura-pura tersanjung dengan perhatian mereka?
Tapi sebenarnya, aku tidak menyukainya, dan hal ini tidak lebih dari
sekedar sebuah permainan bagiku. Sebelum Brynne aku sudah
banyak melakukan permainan seperti ini. Aku sudah pernah menjadi
seperti seekor anjing.
"Dan apa yang dikatakan Ivan tentang aku?"
"Dia bilang kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu dan Olimpiade...
dan pacar barumu."

"Ahhh...well, setidaknya ia mengatakan tentang kebenaran," kataku,


aku ingin mencari jalan keluar dari ruangan ini tanpa harus
menyinggung perasaannya, "ya aku sudah punya pacar." Dan aku
harus menjauh darimu sekarang juga!
"Aku melihatnya tadi saat makan malam. Dia masih sangat muda,
kan?" Priscilla melangkah mendekat dan menempatkan tangannya di
lenganku, suaranya bagaikan dibubuhi racun yang cukup menyengat.
"Dia tidak muda." Aku menenggak seteguk vodka dan berdoa agar
Tuhan bertindak memberikan jalan keluar untukku dari situasi tidak
nyaman ketika si Kecoa dengan Brynne yang berada di sampingnya
berjalan mendekati kami.
Inilah balasan Tuhan atas tindakanmu, bajingan.
"Sayang." Aku melepaskan diri dari Priscilla dan pergi ke arah
Brynne. "Aku sedang mengambil minuman ketika bertemu dengan...
um... Priscilla..." Sialan aku bahkan lupa nama belakangnya! Sangat
menyebalkan, dan aku hanya tidak memiliki keahlian untuk
melakukan omong kosong ini lagi, bukan berarti aku pernah
bersamanya, tapi ini benar-benar canggung hanya karena aku pernah
berhubungan seks dengannya.
"Blackstone." Paul Langley memberiku pandangan menuduh.
"Brynne merasa sedikit pusing dan ingin istirahat."
Aku mengambil tangan Brynne dan menempatkannya di bibirku
untuk kucium. "Kau baik-baik saja?"
"Kurasa aku hanya butuh air," katanya. "Tiba-tiba tubuhku terasa
seperti kepanasan dan rasanya aneh."

"Sini, aku ingin kau duduk dan aku akan mengambilkan air." Tapi
sebelum aku bisa bergerak, ada Langley si pria ramah mengulurkan
gelas kristal ke tangan Brynne. Didalam benakku, aku mencoba
bertelepati padanya. Kau bisa meninggalkan kami sekarang,
Langley.
Tapi tidak bekerja.
"Terima kasih, Paul," dalam sekejap mata Brynne memberinya
senyum tanda terima kasih dan mulai meminumnya.
"Sama-sama, sayang," balas si Kecoa dengan mengguman padanya.
Sialan...Aku harap kau meninggalkan ruangan. Langley, ternyata dia
memiliki tata krama yang teladan, dia mengulurkan tangan kepada
Priscilla dan memperkenalkan dirinya. "Paul Langley."
"Priscilla Banks. Senang bertemu denganmu."
Mengagumkan. Sekarang, bisakah kalian berdua pergi bersamasama dan berhubungan intim di toilet atau berbicara di belakang
kami atau sesuatu yang lain? Salah satunya juga akan sangat
membantu.
Nasib baik berpihak padaku, mereka menjauh dan mulai bercakapcakap. Aku kembali menatap Brynne dan bertanya, "Merasa lebih
baik?"
"Ya, sangat baik." Dia melirik ke arah Paul dan Priscilla dan
kemudian kembali padaku. "Siapa itu, Ethan?" Bisiknya.

"Teman Ivan."
Dia tidak mempercayainya dan memberiku tatapan seperti katakatayang berarti pasti akan terjadi malapetaka jika aku tidak
membersihkan namaku. "Apa dia temanmu juga?"
"Tidak juga," aku menawarkan.
"Apa artinya, tidak juga?"
?Aku berhenti sejenak, tidak yakin kemana aku akan membawa rasa
ketidaknyamanan ini. Hampir tidak ada tempat di acara amal publik
ini, tapi aku biasanya tidak pernah menyaring apa yang ada di dalam
pikiranku dengan apa yang keluar dari mulutku dan karenanya toh
aku bisa mulai merubahnya sekarang dengan pelan-pelan. "Artinya
kami pergi keluar satu kali bersama-sama dan itulah makna katanya
kami tidak berteman. Tidak seperti kau berteman dengan Langley."
Aku mengangkat satu alis kearahnya.
"Oke. Cukup wajar," katanya, dengan termenung agak lama sambil
melihat ke arah Priscilla kemudian kembali menatapku, sebelum
menghabiskan sisa airnya.
Hmmm...jadi sepertinya dia tidak ragu-ragu untuk tidak meneruskan
pertanyaannya pada saat ini. Terima kasih. Ya Tuhan. Sekarang, jika
kami bisa melarikan diri dari si Kecoa dan Pirang Strawberry itu,
aku akan merasa senang sekali.
"Bagaimana kalau kita kembali ke galeri? Kau memiliki banyak
penggemar yang masih menunggu untuk berbicara denganmu."
"Benar," katanya sambil tertawa, menggelengkan kepalanya. "Tapi

yeah, kita benar-benar harus kembali. Aku ingin Lady Percival


mendapatkan bayarannya malam ini. Sudah terlalu lama dia
bersembunyi didalam kegelapan."
Saat aku menggandeng Brynne menuju Victoria Gallery, aku tidak
bisa berhenti berpikir kalau dia mengacu pada dirinya sendiri secara
metaforis dengan kata-katanya pada bagian terakhir itu: Sudah
terlalu lama dia bersembunyi didalam kegelapan. Kata-kata itu
membuatku merasa bahagia untuk beberapa alasan.
Tidak lama kemudian, saat Brynne terjebak dalam putaran lain untuk
diwawancarai dan perlahan-lahan aku mundur di belakangnya dan
membiarkan dia melakukan wawancaranya. Dia baru saja memulai
karirnya dan aku ingin dia sukses untuk beberapa alasan. Yang
pertama, inilah yang diimpikannya, dan yang kedua, dia memilih
bidang pekerjaan yang baik dan akan menahannya untuk tetap
tinggal di London bersamaku. Aku hanya termotivasi karena
gadisku.
"Menikmati pertunjukan?" Terdengar suara Ivan di bahuku.
"Senang kau bisa datang malam ini. Kami sudah bertanya-tanya
kapan kau akan menghormati kami dengan kehadiranmu. Brynne
ingin memperkenalkanmu pada temannya." Aku melihat sekeliling
untuk mencari Gabrielle dengan gaun hijaunya, tapi tidak
melihatnya.
"Tampaknya Brynne sangat sibuk sekarang." Dia melirik gadisku
dengan rasa kagum. "Mungkin nanti."
"Dengar, Ivan, ada ancaman palsu dikirim ke kantorku hari ini. Aku
tidak begitu khawatir tapi aku ingin kau tahu detailnya." Aku

menyerahkan kepadanya amplop berisi foto yang kubawa sepanjang


malam untuk mengantisipasi kehadirannya. Aku sangat yakin bahwa
setiap orang harus tahu tentang ancaman terhadap mereka, tak peduli
seberapa tidak signifikannya ancaman itu. Orang gila sepertinya
tidak pernah menerima dengan lebih baik, karena itu semua orang
perlu tahu apapun yang bisa menjadi masalah secara keseluruhan
mungkin itu akan terjadi.
Ivan dan aku sudah sering melakukan ini sebelumnya jadi itu bukan
hal baru bagi kami. Ia menggerutu melihat foto-foto ketika ia
membolak-baliknya dan setelah satu menit ia menyerahkan kembali
seluruhnya kepadaku. "Terima kasih, E, karena mewaspadai itu. Aku
yakin semuanya akan reda ketika Olimpiade hanya tinggal
kenangan." Dia menatap minuman yang ada di tanganku.
"Setidaknya aku bisa berharap, benarkan?"
"Semua ini bisa kita lakukan, sobat." Aku mengangguk, sambil
menepuk punggungnya dengan satu tangan.
"Aku butuh sesuatu seperti apa yang kau minum." Dia melambaikan
tangannya dan meninggalkan aku untuk menuju bar.
Aku menikmati vodka-ku sampai beberapa menit lagi sebelum
memutuskan merokok sepertinya menjadi sarana yang tepat. Brynne
masih terlalu sibuk untuk di interupsi jadi aku mencari Neil dan
mengatakan kepadanya dimana aku berada. Aku berada di jalanan di
bawah pintu keluar, bersandar di sana hanya supaya aku bisa cepat
kembali dengan cara yang sama waktu aku keluar, dan terasa udara
segar dan dinginnya malam merasuki diriku.
Cengkeh terasa begitu menyenangkan, kupikir aku merasakan
sedikit lebih keras. Tinggal beberapa jam lagi dan kami akan berada

di luar kota London dan aku akan memiliki Brynne untuk diriku
sendiri. Lampu-lampu kota dan suara-suara berisik adalah suatu
kenyamanan seperti diaduk dengan asap beraroma yang
membungkus di sekelilingku seperti mantel. Saat aku berdiri di sana
dan dimanjakan oleh sebuah rokok yang lain, aku bertanya-tanya
bagaimana sebelumnya hingga aku sepenuhnya ketagihan rokok.
Aku benar-benar mencoba untuk membatasi konsumsiku, tapi aku
sudah begitu lama terbiasa merokok, aku hanya tidak tahu
bagaimana caranya untuk berhenti sepenuhnya. Kecanduan adalah
bagian yang kuat dari tubuh dan didalam jiwa. Dan merokok lebih
menguasaiku dari pada sekedar nikotin. Kurasa butuh beberapa
bantuan profesional dan waktu untuk menghadapi kenyataan itu
serta beberapa orang lain.
Aku merasa ada getaran didadaku dan aku mendengar nada dering
dan butuh sesaat untuk menentukan apa yang harus kulakukan.
Ponsel Brynne yang lama di saku depan jaketku. Masalahnya sudah
begitu lama benda itu tidak berbunyi, aku hampir lupa membawanya
malam ini, tapi karena sudah kebiasaan aku selalu mengisi
baterainya dan menyalakannya.
Aku menariknya keluar dan melihat tanda MMS. Itu berarti ada
gambar masuk. Aku merasa tubuhku seakan kedinginan dan tahu ada
sebilah pisau yang mencoba mengiris-iris rasa ketakutan didalam
perutku. Aku menekan open dan mencoba bernapas.
ArmyOps (tentara Amerika) telah mengirim video musik untuk
Brynne melalui media Spotify.
Oh sialan, tidak! Ini tidak boleh terjadi sekarang. Aku menekan
accept bukan karena ini merupakan keputusanku yang terbaik,
namun karena terdorong ingin melihat. Sikap profesionalku yang

mengharuskan aku melihat apa itu. Aku tahu lagu itu saat mulai
terdengar. Nine Inch Nails berjudul Closer. Salah satu lagu yang
digunakan dalam video seks dengan Brynne. Aku membiarkannya
terus berputar karena aku harus melakukan itu, tetapi merasakan rasa
sakit disepanjang keseluruhan lagu itu. Dan itu hanya video musik
resmi dan bukan salah satu dari gambar Brynne.
Terima kasih. Sialan. Brengsek.
Gambar seekor monyet di salib, kepala babi diputar diatas sesuatu,
muka Trent Reznor pemain keyboards Nine Inch Nails ditutupi
dengan topeng kulit berayun-ayun dari belenggu, mulutnya disumpal
alat balls-gag, dan diagram medis dari organ seks wanita...
Akhirnya aku menarik napas pada saat itu dan hanya memandangi
layar. ArmyOps? Siapa si brengsek itu yang mengirim gambar sialan
ini? Oakley? Intelku mengatakan bahwa Oakley masih aman-aman
saja seperti biasa. Lance Oakley berada di Irak dan tidak akan begitu
saja bisa pergi kemana-mana, kecuali dia sudah di dalam kantong
mayat baru bisa kembali ke San Francisco jika aku seberuntung itu.
Karena alasan itu bisa saja terjadi.
SMS masuk beberapa saat kemudian: Brynne, Tolong aku; Aku
telah telah hancur. Brynne, Tolong aku; aku sudah tidak punya
jiwa untuk dijual. Brynne, Bantu aku menjauh dari diriku
sendiri. Brynne, Tolong aku untuk meruntuhkan nalarku.
Brynne, Bantu aku menjadi orang lain. Brynne, TOLONG
AKU!!!
Jariku jelas bergetar saat aku menjawab kata-kata aneh yang kacau
itu: Siapa kau dan apa yang kau inginkan dariku?

Jawabannya muncul seketika itu juga: Bukan kau, Blackstone. Aku


ingin Brynne. Matikan rokokmu dan kembali ke dalam lalu
berikan pesanku.
Kepalaku langsung mendongak dan mengamati disekelilingku
kemudian melihat ke bagian atap. Bajingan ini mengawasiku
sekarang?! Kupikir aku tidak pernah bergerak begitu cepat dalam
hidupku tapi aku punya satu tujuan dan hanya satu - menemukan
Brynne dan membawanya segera keluar dari sini.
Aku kembali masuk kedalam dan mulai berlari. Aku terhubung
dengan Neil melalui headset dan menceritakan secara singkat
kepadanya untuk cepat bertindak.
"Keamanan gedung baru saja mendapat ancaman bom melalui
telepon masuk. Mereka mengevakuasi seluruh tempat ini, E."
Apa? Pikiranku terguncang memikirkan apakah ini ada hubungannya
tapi tidak ada waktu untuk bermain Sherlock. "Tetap fokus pada
Brynne dan tunggu aku!" Aku berteriak.
Neil terdiam sebelum menjawab. Bukan pertanda baik.
"Sialan jangan bilang kau tidak berada didekatnya sekarang!"
"Aku pikir dia pergi ke toilet wanita, saat keamanan gedung
mendatangikuaku pergi sekarang untuk mencarinya."
"Sial!"
Aku mengubah arah menuju sistem alarm yang berbunyi. Bunyinya
benar-benar keras. Semua pintu keluar menyala dan pintu mulai

terbuka. Gabrielle muncul dari pintu tepat di depanku dan berlari


seperti mengikuti perlombaan lari yang luar biasa cepat mengingat
sepatu hak yang dia dikenakan malam ini. Rambutnya kusut semua
dan begitu juga dengan rok dari gaun hijaunya saat ia melarikan diri.
Aku tidak punya waktu meskipun hanya untuk bertanya apa yang
dilakukan dengan dirinya; Aku harus mencari gadisku. Aku
mendengar hentakan langkah kaki di belakangku dan berbalik. Ivan.
Dia terlihat tidak jauh lebih baik daripada Gabrielle dengan
rambutnya yang perlu disisir dan kemejanya setengah terselip. Aku
bertanya-tanya apakah mereka sudah berkenalan disana... Aku
benar-benar tidak punya waktu untuk bertanya!
"Ancaman bom. Itulah yang terjadi." Aku menunjuk ke lampu
berkedip. "Semua orang sedang dievakuasi."
"Apa kau sedang bercanda denganku?! Semua ini karena aku?!"
Suara Ivan seakan meledak.
"Aku tidak tahu detail-nya. Aku sedang merokok di luar ketika alarm
berbunyi. Neil mengatakan keamanan gedung mendapat ancaman
bom melalui telepon dan mereka segera menutup acaranya. Kami
akan memeriksanya nanti. Cepat keluar!"
Aku meninggalkan Ivan dan berlari menuju Victorian Gallery.
Tempatnya kacau penuh dengan kegilaan. Orang-orang berteriak dan
berlarian dengan panik. Kebanyakan seperti aku.
Brynne, dimana kau?!
Aku mencari-cari mungkin terlihat kilatan periwinkle dalam
kerumunan dan aku tidak melihatnya. Dan hatiku seakan tenggelam.

"Apakah kau sudah menemukannya?" Kataku pada Neil melalui


headset lagi.
"Belum. Aku sudah memeriksa dua toilet yang berbeda di lantai ini.
Semua kosong. Aku mengatakan pada Elaina untuk membawanya
bersama jika dia melihatnya di pintu keluar menuju jalanan di mana
mereka menggiring semua orang. Aku akan terus mencari."
Dalam keputusasaanku, kupikir aku ingin membuat tawar-menawar
dengan iblis jika aku bisa menemukan gadisku aman dan sehat. Aku
kembali ke bagian sayap gedung di mana Lady Percival di pajang,
berharap dia akan memberiku satu petunjuk. Aku teringat Brynne
pernah mengatakan sesuatu tentang akses menuju ruang belakang di
mana dia membantu keluar ketika Lady Percival dipindahkan dari
Rothvale ke sini untuk pameran malam ini. Aku mencari pintu itu
dan di sana tidak sampai sepuluh kaki turun kebawah, menyatu
dengan dinding- gambar-denah peta, kemudian tanda kecil tertulis
private ditempelkan disitu.
Jackpot!
Aku memutar pegangan pintu dan mendorong masuk ke dalam ruang
kerja yang besar tempat penyimpanan dengan pintu lebih banyak
-salah satunya ditandai toilet.
"Brynne!?" Aku berteriak memanggil namanya dan menghantamkan
tanganku dengan keras. Aku mencoba memutar kenopnya tapi itu
terkunci.
"Aku di sini," terdengar jawaban yang pelan, terpujilah para
malaikat, itu dia!

"Sayang! Terima kasih Tuhan... " Aku mencoba memutar kenopnya


lagi. "Biarkan aku masuk. Kita harus segera pergi!"
Selot pintu di klik dan aku tidak membuang waktu yang memilukan
langsung membuka penghalang terakhir antara aku dengan gadisku.
Aku akan mengoyak pintunya dan melemparkannya jika aku punya
kemampuan.
Dia berdiri di sana tampak pucat dengan tangan di atas mulutnya,
keringat menghiasi dahinya, dalam gaun periwinkle yang indah.
Warna yang paling cantik di seluruh dunia ini sekarang! Mungkin
selamanya. Aku berpikir aku tidak akan bisa melupakan bagaimana
aku merasa pada momen ini. Kelegaan sangat mencolok ketika
menemukan dia, aku langsung berlutut dengan mengucapkan rasa
syukur.
"Apa yang terjadi dengan alarm kebakaran?" Tanya dia.
"Apakah kau baik-baik saja?" Aku membungkus lenganku di
sekeliling tubuhnya tapi dia menekankan satu tangannya ke dadaku
untuk menjaga jarak.
"Aku baru saja muntah, Ethan. Jangan terlalu dekat." Dia menahan
dengan satu tangan untuk menutup mulutnya. "Aku tidak tahu apa
yang salah denganku. Terima kasih Tuhan aku ingat tentang kamar
mandi ini yang begitu dekat. Aku di sini sedang membungkuk di atas
toilet kemudian alarm berbunyi-"
"Oh, sayang." Aku mencium keningnya. "Kita harus pergi sekarang!
Bukan kebakaran tetapi ada ancaman bom melalui telepon!" Aku
meraih tangan satunya dan mulai menariknya. "Bisakah kau

berjalan?"
Wajahnya bahkan lebih pucat tapi dia terlihat sedikit lebih segar lagi.
"Ya!"
Aku melayangkan panggilan ke Neil saat kami berdua keluar dari
gedung itu.
Adrenalin memiliki kekuatan yang begitu luar biasa di tubuh
manusia. Ada beberapa hal-hal kecil yang patut disyukuri, namun hal
yang terbesar semuanya sudah aman dan berada di dalam pelukanku.
***
Situasi yang baru saja terjadi benar-benar buruk. Aku merenung atas
kekacauan yang terjadi tadi ketika aku mengendarai mobil melawati
malam. Perubahan rencana, aku akan memutuskan sesegera mungkin
setelah kami sampai di rumah. Aku menelepon Hannah dan
membiarkan dia tahu kami akan berangkat ke Somerset malam ini.
Dia tampak terkejut tetapi dia mengatakan sangat senang akan
bertemu dengan kami lebih awal dan rumah itu sudah terbuka
sehingga kami bisa masuk kapanpun kami tiba.
Brynne adalah seorang yang agak sulit dipahami. Dia tidak merasa
tenang karena sesuatu dan juga mengkhawatirkan tentang ancaman
bom dan seluruh lukisan itu. Sejauh ini, tidak ada kekacauan yang
muncul di setiap stasiun berita yang bisa dikategorikan sebagai
risiko akibat teroris. Aku memiliki orang-orangku untuk menyelidiki
ancaman bom karena itu merupakan langkah wajib yang harus
kulakukan, tapi apa yang bersangkutan denganku jauh lebih dari itu,
adanya pesan yang di kirim ke ponsel Brynne pada malam itu.
Siapapun yang mengirim itu pasti begitu dekat. Cukup dekat untuk
melihatku sedang merokok di belakang Galeri Nasional. Dan jika ia

cukup dekat untuk itu, maka ia begitu dekat dengan gadisku. Aku
hampir tidak bisa memahami pesan isi teksnya dengan baik- hanya
lirik dari lagu yang diketik dengan nama Brynne yang dilampirkan
mereka. Aku merinding, dan mengambil keputusan untuk
membawanya keluar kota, keputusan yang sangat mudah.
Aku memandanginya ketika ia sedang tidur di jok depan, kepalanya
miring disangga bantal yang dia bawa. Aku buru-buru membawanya
keluar kota, dan aku tahu aku harus menjelaskan semuanya nanti tapi
untungnya mood-nya tidak ingin menentangku dan setuju dengan
semua rencanaku. Kami telah mengganti pakaian formal kami,
meraih tas, dan mengendarai M-4 untuk tiga jam perjalanan kami
menuju pantai.
Dia tertidur sekitar dua jam di perjalanan dan kemudian terbangun
dengan satu pertanyaan langsung yang ditujukan padaku. "Jadi kau
akan memberitahuku mengapa malam ini kau menyeretku pergi
sedangkan rencananya beberapa minggu yang lalu kita akan pergi
pada pagi hari?"
"Aku tidak ingin memberitahumu karena tidak akan menyenangkan
buatmu untuk mengetahui hal ini dan kondisimu sedang tidak enak."
Aku meraih tangannya. "Bisakah kita tunggu sampai besok untuk
berbicara tentang hal ini?"
Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak."
"Sayang... tolonglah, kau lelah dan"
"Ingat kesepakatan kita, Ethan," dia memotong kata-kataku, "Aku
harus tahu segalanya atau aku tidak akan mempercayaimu lagi."

Nada suaranya sangat keras dan rasa takut keluar dari diriku. Oh,
aku ingat kesepakatan kami dengan baik dan aku membenci apa
yang sudah aku ketahui. Tapi aku juga tahu apa yang aku sepakati
dengan Brynne. Dan jika menutupi informasi darinya akan membuat
kami berpisah, maka itu tidak sebanding dengan harga yang harus
kutanggung.
"Ya, aku ingat kesepakatan kita." Aku merogoh ke dalam sakuku
untuk mengambil ponselnya. "Sebuah pesan datang ke ponselmu
saat aku keluar ke belakang untuk merokok. Itu sebabnya aku tidak
tahu dimana kau berada. Aku sedang di luar dan ancaman bom
terjadi bersamaan dengan pesan teks di ponselmu."
Dia meraihnya dengan tangan gemetar dan mengambilnya dariku.
"Ethan? Apa yang ada didalamnya?"
"Yang pertama sebuah video musik lalu pesan teks dari seseorang
yang menyebut dirinya ArmyOps." Aku meletakkan tanganku di
lengannya. "Kau tidak harus mendengarkan. Kau benar-benar tidak
"
Wajahnya tampak benar-benar dilanda ketakutan tapi ia tetap ingin
bertanya. "Apakah-apa itu video... ku?"
"Tidak! Ini hanya video musik dari lagu dengan Nine Inch Nails
dengar, kau tidak perlu melakukan ini, Brynne!"
"Ya aku ingin melakukannya! Pesan ini untukku! Benarkan?"
Aku mengangguk.
"Dan jika kita tidak bersama-sama pesan itu akan tetap dikirim ke

aku, kan?"
"Aku menganggapnya begitu. Tapi kita tetap bersama-sama dan aku
ingin menjagamu dari rasa khawatir tentang omong kosong seperti
itu. Rasanya seperti membunuhku, Brynne. Ini sangat membunuhku
saat melihatmu seperti ini!"
Dia mulai menangis. Tangisan tanpa suara. Cara yang biasa dia
lakukan dan entah bagaimana keheningan dari air matanya tampak
seperti jeritan keras di dalam mobil di antara kami.
"Itulah salah satu alasan mengapa aku mencintaimu, Ethan," ia
mendengus. "Kau ingin melindungi aku karena benar-benar peduli
padaku."
"Aku melakukan itu, sayang. Aku sangat mencintaimu. Aku tidak
ingin kau harus melihat potongan si-"
Dia menekan start dan lagu itu terdengar saat ia menyalakan
videonya. Aku melihatnya sambil menahan napas.
Brynne menyalakan semuanya secara bersamaan, menonton
kegetiran itu sampai terakhir, seluruh video bertemakan profesor
fetish yang gila. Aku tidak bisa menilai reaksinya bagaimana
perasaannya setelah melihat itu. Setidaknya tidak secara lahiriah.
Mungkin aku saja yang tidak tahu.
Aku tahu bagaimana perasaanku walaupun hanya mengawasinya
saja. Benar-benar tampak tidak berdaya.
Lalu ia sampai ke bagian pesan teks.

"Dia ada di sana? Menontonmu merokok?! Oh sial!" Dia


menempatkan tangannya menutupi mulutnya lagi dan menekannya.
"Menepilah!"
Sialan! Aku seakan menantang hukum fisika dan jalan itu dan entah
bagaimana kami bisa berhenti ke sisi jalan. Dia keluar dan turun ke
semak-semak dengan cepat setelah ban mobil berhenti. Aku
memegangi rambutnya menjauh dari mukanya sambil mengusap
punggungnya. Bisakah malam ini menjadi lebih buruk lagi?
"Apa sih yang salah denganku?" Dia terkesiap. "Bisakah kau
mengambilkan aku tisu atau sesuatu?"
Aku menarik beberapa tisu dari laci dashboard dan mengambil
sebotol air sehingga ia bisa membilas mulutnya. Dan jangan bicara,
sangat yakin aku sedang mengalami sebuah pengalaman yang
mengejutkan. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi sekarang.
"Aku merasa lebih baik," Katanya terengah-engah. "Apapun itu,
malam ini tampaknya telah berlalu." Dia perlahan-lahan berdiri
tegak dan mengangkat kepalanya menatap langit di kegelapan
malam. "Aduh!"
"Maafkan aku, sayang. Kau sakit dan aku telah menyeretmu
melakukan perjalanan ini dan semuanya sangat kacau-"
"Tapi kau di sini bersamaku," semburnya, "dan kau akan
membantuku melewati apapun hal sial yang ada di ponselku itu,
kan?" Dia menatapku, matanya masih basah, dadanya masih naikturun dari rasa sakit di atas semak-semak, dan aku benar-benar
takjub melihat keberaniannya.

"Aku akan melakukan itu, Brynne." Aku mengambil dua langkah


yang memisahkan kami dan menarik dirinya supaya mendekat. Dia
merapat ke dalam pelukanku dan menempelkan pipinya di dadaku.
"Aku akan berada di sini dan siap membantumu supaya kau tetap
aman. Diriku adalah satu paket (all in), ingat?"
Dia mengangguk. "Aku juga all in, Ethan."
"Bagus. Semuanya akan baik-baik saja, sayang." Aku menggosokgosokkan tanganku ke atas dan ke bawah di punggungnya dan
merasakan dia sedikit lebih santai.
"Aku merasa lebih baik...meskipun bauku seperti muntahan,"
katanya. "Maaf tentang semua ini."
"Senang rasanya kau merasa lebih baik. Dan kau hanya sedikit
berbau muntah." Aku mencium di atas kepalanya dan dia meremas
tulang rusukku. "Tapi kita perlu meneruskan perjalanan. Tidak jauh
lagi dan aku ingin menempatkan dirimu ke tempat tidur jadi kau bisa
beristirahat. Freddy seorang dokter. Dia bisa memeriksamu besok
setelah kamu tidur."
"Baiklah. Salah satu malam yang fantastis, kan?"
"Kau teman kencan yang menyenangkan, Miss Bennett." Aku
menggendongnya dan mendudukkan dia di kursinya. "Tapi kupikir
aku sangat senang bisa menginap di suatu tempat denganmu." Aku
mencium keningnya sebelum menutup pintu.
Dia tertawa seketika itu dan aku senang masih bisa membuatnya
tersenyum setelah terjadi kekacauan malam ini yang baru saja kami
alami.

"Apa kau bisa mencium bau laut?" Tanyaku setelah kami berkendara
sedikit lebih jauh masuk kepedalaman.
"Ya. Ini mengingatkan aku tentang di rumah. Aku dibesarkan dengan
bau laut." Dia memandang ke luar jendela. "Ceritakan tentang
Hannah dan keluarganya."
Aku bertanya-tanya apakah aku telah menghidupkan kenangannya
yang menyedihkan itu ketika dia teringat akan rumahnya, tetapi
memutuskan untuk tidak mengoreknya. Mungkin lain waktu aku
akan menanyakannya.
"Well, umur Hannah lima tahun lebih tua dari aku dan benar-benar
bossy, tapi dia mencintai adiknya. Kami sangat dekat... mungkin
karena kami kehilangan ibu ketika masih kecil. Kami semua saling
tergantung bersama-sama dan sangat akrab sekali setelah dia sudah
pergi. Ayah kami, Hannah dan aku."
"Kedengarannya begitu menyenangkan, Ethan- betapa hebatnya
kalian semua saling peduli."
"Aku tidak sabar menunggu mereka untuk bertemu denganmu.
Freddy seorang pria yang baik. Dia seorang dokter, seperti yang
sudah kukatakan sebelumnya dan membuka praktek di desa Kilve.
Rumah mereka disebut Halborough (Sebuah tempat penampungan),
estate lama dari keluarga Freddy -the Greymonts. Rumah besar ini
tercatat sebagai bangunan bersejarah sangat sulit untuk
mempertahankan supaya tetap dalam kondisi baik jadi mereka
menjadikan B&B (Penginapan semalam dengan sarapan ala
Amerika atau kontinental) yang eksklusif, itulah yang dijalankan
Hannah, sambil membesarkan tiga anaknya yang luar biasa."

"Siapa nama mereka dan berapa usianya?"


"Umur Colin tiga belas pada bulan November. Jordan baru saja
menginjak sebelas tahun, dan Zara putri bidadari-ku adalah
keponakanku yang paling kecil, cukup mencengangkan bagi semua
orang ketika dia baru saja berusia lima tahun pada bulan ini." Aku
tidak bisa menghentikan senyumanku saat memikirkan Zara. Aku
memiliki titik lemah pada gadis kecil itu. "Kuberitahu padamu kalau
dia bukan seperti gadis kecil yang lain. Gadis kecil yang selalu
berjalan dikelilingi saudara laki-lakinya."
"Aku jadi tidak sabar ingin bertemu dengan Zara. Ada baiknya
melihat seorang wanita yang bisa mengendalikan semua pria dalam
hidupnya, dan masih muda pula."
"Well, Kau akan mendapatkan kesempatan itu besok pagi, karena
kita sudah sampai disini."
Aku memasukkan mobil di jalan kerikil yang terbentang membentuk
setengah lingkaran sampai di depan rumah Georgia yang terbuat dari
batu warna pucat. Ada beberapa campuran pengaruh dari arsitektur
selama berabad-abad yang lalu dengan berbagai perbaikan. Jendela
Gothic dan titik sentuhan yang bagus jika kau menginginkan
bangunan bersejarah. Masih terlihat berdiri bangunan rumah yang
indah di tepi pantai, lumayan untuk sebuah pondok ditepi laut. Itu
selalu membuatku tertawa. Menurut Freddy, Halborough pernah
menjadi pondok peristirahatan musim panas untuk keluarganya dua
ratus tahun yang lalu ketika mereka membutuhkan untuk menjauh
dari kota. Jika ini adalah sebuah pondok, lalu apa pendapat orangorang saat mereka kembali kemudian menganggap sebuah rumah?

"Ya Tuhan, Ethan, sangat luar biasa." Dia menatap faade (bangunan
depan rumah) dan tampak terkesan. Begitu indah dan aku tidak sabar
menunggu untuk mengajaknya berkeliling rumah.
"Besok." Aku mengangkat tas kami dari samping pintu belakang dan
mengunci mobil. "Saatnya mengantarkan dirimu ke tempat tidur.
Kau butuh istirahat."
Dia mengikuti aku sampai ke samping pintu masuk yang telah
dibuka seperti Hannah janjikan.
"Apa yang kubutuhkan adalah mandi," gumamnya di belakangku.
"Kau bisa mandi jika kau menginginkan. Kamar mandinya isinya
lengkap begitu luar biasa," bisikku sambil menuntunnya menaiki
tangga utama. Aku tahu suite yang aku inginkan untuk kami berdua
ketika aku menelepon dan meminta pada Hannah. Warna biru di
sudut samping sebelah barat tampak pemandangan penuh dari laut
dan juga semua jalan menuju pantai Welsh berseberangan dengan
Teluk.
Brynne tampak terkesan ketika aku membuka pintu dan
membawanya masuk. Aku bisa tahu dari ekspresinya. Aku pikir dia
terpana dan terdiam saat matanya melihat sekeliling ruangan.
"Ethan! Ini... sungguh-sungguh menakjubkan." Dia tersenyum lebar
kearahku dan tampak bahagia. "Terima kasih karena sudah
mengajakku ke sini." Tapi kemudian dia menunduk dan sedikit
menggelengkan kepalanya. "Aku minta maaf karena malam ini
begitu berantakan."
"Kemarilah, sayang." Aku mengulurkan tanganku dan menunggu dia

untuk bergerak mendekati aku.


Dia hampir melompat kearahku dan aku menangkapnya,
membiarkan kakinya membungkus di sekeliling tubuhku dengan
cara yang aku sukai saat dia melakukan itu. Aku mencoba mencium
bibirnya tapi ia berpaling dan sebagai gantinya dia memberiku akses
untuk mencium lehernya.
"Aku butuh mandi dan menggosok gigiku sebelum kita melakukan
sesuatu," gumamnya di telingaku.
"Kita tidak melakukan sesuatu. Kau harus tidur setelah mandi
dengan shower atau berendam di bak mandi atau apapun yang kau
inginkan."
"Hei." Dia mengangkat kepalanya dan menatapku. "Apakah kau
berusaha menyangkal reaksi tubuhmu dari aku, Mr Blackstone?"
Aku yakin itulah hal terakhir yang kuharapkan dia mengatakan itu
kepadaku. "Um... mengapa... err... tidak, Miss Bennett. Aku tidak
akan pernah melakukan hal semacam membuat ketololan seperti
berusaha menyangkal reaksi tubuhku darimu ketika kau begitu jelas
membutuhkan itu."
"Untunglah, karena sekarang aku merasa jauh lebih baik. Jauh lebih
baik..." Dia memegangi wajahku dengan kedua tangannya dan
tersenyum dengan senyuman yang indah.
"Ahhh, aku bisa melihatmu." Dia melenturkan tubuhnya di atas
kemaluanku dan menarik tubuh kami lebih merapat dengan kakinya
yang melilit disekelilingku.

"Dan aku bisa merasakan bahwa kau benar-benar keras sesuai


dengan rencanaku, Mr Blackstone."
Well, tentu saja aku begitu ketika kakimu membungkus disekeliling
pantatku dan kemaluanku masuk kedalam bagian tubuhmu yang
sangat manis itu.
Aku berjalan dengan tubuhnya yang masih melilitku memasuki
kamar mandi dengani hati-hati dan menurunkannya di atas kakinya.
Aku menemukan tombol lampu dan menikmati dia terkesiap untuk
yang kedua kalinya ketika dia menatap bak mandi dan pemandangan
itu.
"Apakah diluar jendela itu pemandangan laut? Ya Tuhan! Begitu
indahnya terlihat dari sini, aku hampir tidak bisa berdiri."
Aku tertawa. "Sekarang, aku tidak begitu yakin apakah kau lebih
tertarik pada bak mandi itu atau ingin menggodaku lagi."
"Tapi aku bisa multi-tasking sebaik yang kau bisa, sayang," katanya,
menarik tudung jaket yang diatas kepalanya dan membiarkannya
jatuh.
"Apakah aku pernah mengatakan padamu bagaimana aku sangat
menyukai saat kau memanggilku sayang?"
Pertunjukan telanjangnya akan menjadi begitu sialan menggairahkan
dan aku sudah bisa merasakan tubuhku mulai bersenandung secara
keseluruhan.
"Mungkin sekali atau dua kali kau sudah mengatakannya."

Dia melepas t-shirt nya dan saat itulah aku melihatnya.


"Kau mengenakan kalungmu."
Dia mengangguk ke arahku, berdiri di sana dengan bra berenda biru
dan liontin bentuk hati yang aku berikan padanya tadi sore sebelum
malam seperti neraka itu.
"Ketika kita berganti pakaian, aku tidak ingin melepasnya." Matanya
menyala kearahku sambil mengusap liontin hati itu.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Karena kau memberikannya padaku, dan mengatakan kau
mencintaiku dan"
"Aku tak ingin kau melepaskannya," kataku tanpa berpikir di tengahtengah kalimatnya.
"karena kau bilang kau melakukannya secara all in."
"Ya. Denganmu, Brynne, benar, dan aku sudah merasa begitu dari
awal."
Dan aku menjelaskan setiap kata. Aku tahu apa yang aku inginkan.
Aku memahaminya begitu jelas dan tidak boleh mundur lagi dengan
dia sekarang.
All in selamanya, sayang...
Ketika aku meraih gadisku dan menunjukkan padanya betapa aku
memang membutuhkan dia, dan mengatakan padanya dengan kata-

kata juga, aku tahu saat itulah seperti pertaruhan yang terbaik dalam
hidupku dan belum pernah terjadi saat aku bermain kartu, tapi
malam itu di jalanan kota London, ketika seorang gadis Amerika
yang cantik mencoba berjalan keluar dikegelapan malam, dan aku
sudah memainkan kartu paling penting yang sudah pernah kumiliki,
dan melakukan... All in.
The End
***

Anda mungkin juga menyukai