Anda di halaman 1dari 6

Menurut David McClelland, untuk bisa makmur, sebuah negara harus

memiliki minimal 2% penduduknya merupakan entrepreneur/wirausaha.


Saat ini di Singgapura sudah ada kurang lebih 7% penduduknya
merupakan wirausaha, sedangkan Amerika ada sekitar 12%. Indonesia?
Cuma sekitar 0,18% (Kompas, 25 Juli 2011 hlm 12).
Kenapa entrepreneur dibutuhkan? Jawaban yang pertama sekali
adalah untuk mengurangi pengangguran. Apabila jumlah tenaga kerja
semakin meningkat, pengangguran akan semakin bertambah, kecuali
apabila jika ada lapangan kerja yang semakin bertambah juga. Di sinilah
peran entrepreneur: membuka lapangan kerja bagi para tenaga kerja.
Seandainya di Indonesia ini ada 2% penduduk menjadi entrepreneur,
membuka lapangan kerja, dan anggaplah setiap entrepreneur tersebut
mempekerjakan sedikitnya 20 tenaga kerja, maka setidaknya 40% bangsa
Indonesia ini akan memiliki pekerjaan. Sisa 60% lainnya bisa bekerja di
lapangan kerja yang disediakan pemerintah. Selama ini ada banyak kisah
penganiayaan TKI di luar negeri, antara lain di Malaysia dan di Arab Saudi;
ini membuktikan bahwa Indonesia kekurangan lapangan pekerjaan
sampai-sampai para TKI terpaksa beralih ke luar negeri untuk mendapat
pekerjaan, itupun pekerjaan yang seringkali gajinya pas-pasan dan penuh
risiko penganiayaan.
Selain dari itu, entrepreneurship juga sangat dibutuhkan untuk
memajukan pembangunan bangsa ini, baik di bidang pendidikan, sains,
olahraga, infrastruktur, perekonomian, pariwisata, dan sebagainya. Penulis
akan menjelaskan pemikiran penulis di bidang tersebut satu per satu.
Pertama, bidang pendidikan. Para pengamat pendidikan pasti sudah
tahu bahwa pada dasarnya pemerintah kesulitan untuk memberi
pendidikan yang memadai untuk bangsa Indonesia yang wilayahnya
sedemikian luas dan penduduknya sedemikian banyak. Terlalu banyak
daerah yang harus diperhatikan. Jumlah sekolah yang harus dibangun
terlalu banyak (kuantitas), belum lagi dengan usaha peningkatan
kualitasnya.
Di
sinilah
para entrepreneur harus
berperan.
Para entrepreneur harus membuat bisnis sekolah, terutama di daerahdaerah yang memerlukan tambahan sekolah.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, para entrepreneur juga
harus membuat inovasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah
yang dibuatnya. Misalnya, mempekerjakan para pakar pendidikan untuk
peningkatan kualitas, memperkuat sarana dan fasilitas pembelajaran,

mengundang pakar atau pengajar atau ilmuwan dari luar negeri, dan
sebagainya. Selain dengan membuat sekolah, para entrepreneur juga bisa
memberi sumbangsih dengan membuat lembaga bimbingan belajar atau
institusi pendidikan yang berkualitas. Prof Yohanes Surya merupakan
contoh entrepreneur pendidikan yang baik; bagaimana beliau mendirikan
Surya Institute, memberikan beasiswa untuk anak-anak Papua dan daerahdaerah lain, membimbing tim olimpiade fisika indonesia hingga meraih
juara dunia olimpiade fisika 2006, dan memfasilitasi para ilmuwan fisika
indonesia supaya bisa meraih hadiah nobel fisika. Surya Institute ini juga
memberi sumbangsih besar dalam hal menerbitkan buku-buku sains karya
pelajar-pelajar di tanah air, mengembangkan metode-metode pembelajaran
yang menarik, dan sebagainya; salah satu yang paling fenomenal adalah
metode belajar fisika tanpa rumus yang sudah mulai dipopulerkan oleh
Prof Yohanes Surya.
Kedua, bidang sains. Indonesia memerlukan adanya entrepreneur
yang menaruh perhatian pada bidang sains seperti Thomas Alva Edison
dan Alexander Graham Bell. Dua orang tersebut dulu membuat bisnis
laboratorium khusus untuk menampung para ilmuwan dan peneliti,
membiayai program-program riset dan penelitian mereka. Jika peneliti
tersebut berhasil menciptakan temuan baru; misalnya saja, menciptakan
baterei jenis baru; itu akan memberikan keuntungan finansial bagi bisnis
laboratorium tersebut, sekaligus memberi kemajuan dalam dunia sains
bangsa.
Pebisnis juga bisa bekerja sama dengan para ilmuwan dengan cara
berikut: pebisnis membiayai dan mensponsori riset/penelitian ilmuwan,
kemudian hasil penelitian tersebut akan dikomersialkan oleh pebisnis untuk
meraih keuntungan. Misalnya saja ilmuwan Indonesia tersebut berhasil
menciptakan mobil jenis baru, maka pebisnis yang mensponsorinya akan
memproduksi, memasarkan, dan menjual mobil tersebut, sehingga kedua
belah pihak sama-sama untung. Sudah banyak ilmuwan yang mengeluh
bahwa pemerintah kurang memfasilitasi para ilmuwan sehingga para
ilmuwan Indonesia lebih suka bekerja di luar negeri. Jadi sebenarnya di sini
problemnya bukan hanya pada pemerintah, melainkan juga kurangnya
entrepreneur di Indonesia.
Pengalaman penulis berkecimpung di berbagai olimpiade sains
semasa SMA juga turun membuktikan keprihatinan ini. Saat itu, penulis
sering bertemu, ngobrol, dan berdialog dengan para juara olimpiade sains

dari berbagai kota di Indonesia, dan umumnya mereka menyuarakan


keprihatinan yang sama: bahwa pemerintah terkesan kurang peduli pada
nasib para juara olimpiade sains, mereka yang seharusnya punya potensi
besar menjadi ilmuwan bangsa. Para juara olimpiade sains tersebut tidak
diberi jaminan pendidikan/masa depan; pemerintah seringkali lepas tangan
begitu saja pada mereka. Kalaupun ada yang diberi beasiswa oleh
pemerintah, itu hanya segelintir saja yang mendapat, itupun hanya di
Universitas lokal seperti ITB atau UGM. Hal ini sangat kontras jika
dibandingkan dengan negara lain seperti Cina misalnya, yang mana
mereka disponsori penuh oleh pemerintah untuk melanjutkan pendidikan
setinggi-tingginya dengan kualitas terbaik, dan bahkan difasilitasi untuk
bisa menjadi calon peraih hadiah nobel. Menurut penulis, sebenarnya
keprihatinan ini bukan kesalahan pemerintah semata. Pemerintah tentu
memiliki berbagai keterbatasan biaya maupun tenaga untuk menggarap
semua itu. Seharusnya kita meniru negara lain seperti Amerika dan Cina, di
mana pemerintah dan entrepreneur saling bekerja sama untuk
memfasilitasi para calon ilmuwan ini dan kemudian memberdayakan
mereka apabila sudah menjadi ilmuwan yang matang. Di Indonesia,
semua beban untuk menggarap dunia sains ini dilimpahkan kepada
pemerintah saja karena kurangnya entrepreneur, jadi wajar saja
pemerintah mengalami kesulitan
Ketiga, bidang olahraga. Indonesia ini sebenarnya disebut-sebut
memiliki banyak calon atlet berbakat. Namun penulisngnya pembinaan
yang dilakukan masih kurang. Contoh paling jelas, di Papua yang banyak
memiliki atlet sepakbola berbakat, jumlah sekolah sepakbola yang ada
justru masih sangat minim. Di sinilah seharusnya peran entrepreneur:
menciptakan sekolah sepakbola, klub bulutangkis, dan sebagainya.
Keempat, bidang infrastruktur. Kalau saja di Indonesia ada banyak
entrepreneurship infrastruktur, pasti bisa terjadi banyak kemajuan di
infrastruktur Indonesia. Para entrepreneur bisa membuat MRT atau
monorel untuk mengatasi kemacetan, membangun jembatan antarpulau,
dan sebagainya. Selama ini, pembangunan infrastruktur tersebut masih
terlalu banyak dibebankan pada pemerintah, padahal dana APBN-APBD
tersebut juga ada batasnya.
Kelima, bidang perekonomian. Apabila ada banyak entrepreneur,
Indonesia tidak usah lagi selalu mengimpor ini dan itu dari luar negeri.
Sampai saat ini, Indonesia masih tidak bisa memproduksi mobil sendiri,

tidak bisa memproduksi komputer, tidak bisa memproduksi gadget-gadget


elektronik, dsb. Akibatnya semua serba impor.
Bahkan untuk urusan pangan, energi, garam, dan sebagainya saja
Indonesia masih harus mengimpor atau bekerjasama dengan negara lain.
Seandainya di bangsa ini ada entrepreneur-entrepreneur handal yang
mendirikan perusahaan-perusahaan komputer, perusahaan mobil,
perusahaan handphone, perusahaan garam dsb, kita tidak perlu lagi terusterusan impor; mungkin kita bahkan bisa mengekspornya.
Jika ini terjadi, devisa negara akan naik, rupiah akan menguat, dan
tingkat kemakmuran masyarakat akan meningkat. Indonesia adalah negara
yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia melimpah,
penulisngnya
tidak
ada entrepreneur yang
memberdayakan
itu
semua. Penulis berpendapat bahwa sebenarnya di Indonesia ada banyak
calon ilmuwan jenius yang bisa menciptakan berbagai perangkat teknologi
canggih yang tidak kalah dari buatan luar negeri, buktinya banyak pelajar
Indonesia bisa meraih juara di berbagai olimpiade sains maupun teknologi
tingkat
internasional.
Penulisngnya,
sejauh
ini
Indonesia
kekurangan entrepreneur yang bisa memberdayakan mereka, membantu
mereka untuk berkarya, menciptakan penemuan-penemuan, dan
mensponsori penelitian mereka. Kita patut belajar dari sejarah bahwa
banyak penemu di dunia ini bisa banyak berkarya berkat
adanya entrepreneur yang mensponsori mereka dan memberdayakan
mereka, seperti misalnya Alexander Graham Bell yang berhasil
menciptakan telepon berkat sokongan dari Thomas Sanders dan Gardiner
Hubbard. Juga James Watt yang berhasil menciptakan mesin uap berkat
bantuan dana dari Mattheus Boulton.
Terakhir, sektor pariwisata. Kita bisa mencontoh dari pak Ciputra
yang berhasil membangun Ancol menjadi tempat wisata yang sangat
bagus. Contoh lainnya adalah kota Batu (jawa Timur) yang sudah berhasil
memiliki banyak tempat pariwisata bagus seperti Jatim Park dan Batu Night
Spectacular, berkat para pebisnis pariwisata. Indonesia ini masih memiliki
banyak sekali tempat yang berpotensi menjadi tempat pariwisata
mancanegara, dan semuanya butuh campur tangan dari para pebisnis.
Indonesia juga memiliki banyak budaya daerah yang sebenarnya
merupakan magnet bagus bagi para wisatawan luar, penulisngnya budaya
daerah tersebut belum digarap dengan baik.

Kebutuhan akan munculnya entrepreneurs inilah yang menjadi


perhatian Ir. Ciputra dalam beberapa tahun terakhir. Selama 10 tahun
belakangan, beliau terus berkeliling Indonesia menebarkan virus
entrepreneurship. Beliau memberikan seminar-seminar, membuat bukubuku, berdialog dengan pemerintah, dan juga mendirikan Universitas
Ciputra untuk mengembangkan entrepreneurship di Indonesia. Beliau
merasa yakin bahwa inilah jalan yang Tuhan sediakan untuk
memakmurkan Indonesia. "Saya mempunyai mimpi. 25 tahun ke depan, 4
juta entrepreneur akan lahir di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke.
Menjadi ENTREPRENEUR.", demikian kata beliau. Antonius Tanan,
presiden UCEC (Universitas Ciputra Entrepreneurship Center) juga turut
membuat program-program pelatihan entrepreneurship di Indonesia, dan
juga bahkan di luar negeri. Beliau merasa prihatin melihat mirisnya nasib
para TKI di luar negeri, sehingga beliau terbeban untuk memberikan
pelatihan entrepreneurship kepada
mereka,
para
TKI
di
luar
negeri. Entrepreneurship sangat dibutuhkan, tidak hanya bagi warga yang
berada di Indonesia, namun juga bagi mereka yang berada di luar negeri.
Kesimpulan
penulis,
Indonesia
membutuhkan
banyak entrepreneur untuk menjadi mitra pemerintah dalam memajukan
bangsa ini. Memajukan pembangunan bukanlah tanggung jawab
pemerintah semata; rakyat juga harus memegang peranan penting, dan
jalan terbaik adalah melalui entrepreneurship. Pemerintah sendirian tidak
mungkin sanggup untuk mengurus begitu banyak sektor di bangsa
Indonesia yang sedemikian luas dan penduduknya sangat banyak.
Dibutuhkan para entrepreneur untuk menjadi mitra/partner pemerintah,
bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di bangsa ini.
Penulis mendorong pada para pembaca untuk lebih suka
menjadi entrepreneur/pebisnis daripada menjadi karyawan perusahaan,
lalu memberi kontribusi bagi bangsa melalui cara-cara yang penulis
paparkan di atas.
Penulis juga berpikir bahwa pendidikan entrepreneurship harus
diajarkan pada para siswa sejak bangku SD atau SMP, supaya para siswa
memiliki mindset entrepreneur, dan lebih suka menjadi pebisnis daripada
karyawan. Bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang diperbudak bangsa
asing selama lebih dari 350 tahun, karena itu wajar jika mental bangsa ini
masih merupakan mental karyawan, bukan mental pebisnis; inilah yang

harus
secepatnya
diubah
pendidikan entrepreneurship.

secara

bertahap

melalui

Para penduduk Indonesia lebih suka menjadi karyawan, bekerja


pada orang lain, mengerjakan perintah/tugas sehari-hari namun mendapat
jaminan hidup; seperti yang terjadi para zaman penjajahan di masa
lampau. Menjelang momen hari kebangkitan nasional yang diperingati
tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia harus bangkit, lepas dari mindset yang
salah yang terlanjur tertanam selama berabad-abad akibat penjajahan.
Rakyat Indonesia harus bangkit, berani membuka usaha sendiri meskipun
dengan segala risiko dan tantangannya, untuk bisa menentukan nasib
sendiri dan nasib bangsa sendiri.
Bangsa Indonesia tidak bisa dikatakan sudah bangkit dari penjajahan
apabila masih terus bermental budak! Sebentar lagi kita juga akan
menghadapi Asean
Free
Trade
Agreement,
maka
adanya entrepreneur yang berkualitas makin dibutuhkan untuk bisa
menghadapi serbuan pihak asing. Jangan sampai nantinya kekayaan
alam Indonesia justru dimanfaatkan oleh pihak asing, jangan sampai juga
para SDM Indonesia justru bekerja pada pihak asing dan dimanfaatkan
untuk keuntungan mereka. Jika muncul banyak entrepreneur berkualitas di
bangsa ini, mungkin kita bahkan bisa memanfaatkan perdagangan bebas
ASEAN ini sebagai kesempatan untuk memanfaatkan SDA dan SDM di
negara lain untuk memajukan bangsa kita. Bangkitlah Indonesia!
- See more at: http://www.siperubahan.com/read/435/EntrepreneurshipUntuk-Membangkitkan-Indonesia#sthash.3dnnoD9m.dpuf

Anda mungkin juga menyukai