Anda di halaman 1dari 14

Catatan Seorang Calon Dokter

CATATAN PRIBADI SEORANG (CALON) DOKTER


Menjadi dokter adalah sebuah cita-cita bagi banyak orang. Menjadi dokter juga adalah
sebuah impian, harapan bagi berbagai idealisme. Baik idealisme menolong orang lain,
memenuhi harapan keluarga, hingga mengangkat harkat martabat keluarga. Apapun itu
dasarnya, tidak bisa dielakkan, tidak bisa diubah, dan itulah keunikan setiap individu yang
ingin menjadi dokter.
Namun kehidupan dokter tidaklah seindah yang dibayangkan banyak orang. Di dalamnya
terdapat banyak sekali tantangan yang mungkin bagi orang awam tidak masuk akal. Dokter
juga seringkali menerima pandangan miring dari masyarakat. Pandangan bahwa dokter
merupakan salah satu profesi yang banyak mengeruk keuntungan dari jasanya. Terkadang
bahkan masyarakat beranggapan bahwa menjadi dokter itu enak, hanya periksa sebentar uang
langsung di tangan. Benarkah begitu mudahnya kehidupan dokter? Tidak pernahkah Anda
mendengar banyaknya dokter yang dituntut oleh pasien karena malpraktik ataupun pelayanan
yang tidak memuaskan? Tidak pernahkah pula Anda mencoba mencari tahu bagaimana
kehidupan sehari-hari seorang dokter yang seringkali harus berhadapan dengan pasien-pasien
yang terlalu banyak tuntutan? Saya kutip pernyataan seorang teman saya yang kuliah di salah
satu Fakultas Kedokteran, Pasien Sembuh, Puji Tuhan, Pasien ga Sembuh?
MALPRAKTEK
Pernahkah anda tau bahwa bagaimana kerasnya dan sulitnya pendidikan di Fakultas
Kedokteran? Tanpa mengurangi rasa hormat, di jurusan-jurusan lain mendapat nilai A
itu mungkin gampang, dan rata-rata IPK waktu lulusnya juga tinggi-tinggi, tak jarang yang
mendapat IPK lebih dari 3.25. Fakultas Kedokteran?? Jangankan nilai A lulus aja udah
alhamdulillah. Dapat nilai A itu anugrah yang tak ternilai yang Allah berikan kepada kita.
Profesi dokter adalah profesi yang tidak henti-hentinya disorot. Hampir setiap hari dapat kita
baca berita mengenai profesi yang satu ini, sayangnya sebagian besar yang ditampilkan
adalah berita-berita mengenai ketidakbecusan dokter dalam menangani pasien, pasien yang
melapor karena menjadi korban malpraktik, rumah sakit yang dikatakan menolak pasien,
dan pada akhirnya akan ditarik kesimpulan ORANG MISKIN TIDAK BOLEH SAKIT.
Meskipun dikatakan betapa sulitnya menjadi dokter, setiap tahunnya beribu-ribu orang
berebut masuk ke fakultas kedokteran dengan biaya yang fantastis. Jadi bagaimanakah
sebenarnya perjalanan seseorang dokter hingga dapat menjadi penyembuh yang tidak boleh
salah ini?
Menjadi mahasiswa fakultas kedokteran adalah suatu kebanggaan, apalagi fakultas
kedokteran adalah memang fakultas yang paling terpandang, dan orang yang masuk di
fakultas kedokteran adalah orang-orang yang kemampuan tinggi atau cerdas baik secara
intelektual, psikologis, kesehatan, maupun akademik. Maskuk kedokteranpun lebih susah
dibanding jurusan lain walaupun diperguruan tinggi terbonafid di negeri ini. Menjadi dokter
pula bukan berarti tanpa biaya. Namun juga bukan berarti biayanya murah. Memang sebuah
fakta, bahwa menjadi dokter, di Indonesia, adalah barang yang mahal. Kocek memang harus

diraba lebih dalam. Hal ini membuat asumsi masyarakat bahwa FK (Fakultas Kedokteran)
adalah Fakultas Kaya. Saya kira suatu hal yang masuk akal saja bahwa orang yang mampu
secara ekonomi dapat masuk FK, toh dia mampu-mampu saja. Dan tentu saja dibalik itu
orang yang tidak mampu, tidak boleh tidak dapat masuk FK karena terdapat banyak jalur
pembiayaan pendidikan termasuk beasiswa. Apakah benar masuk fakultas kedokteran selalu
mahal sehingga ditebus dengan menarik biaya tinggi setelah lulus? Hal itu tidak sepenuhnya
benar. Mahasiswa kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga angkatan 2010
yang lulus lewat jalur SNMPTN cukup membayar uang masuk Rp 1.032.500 dan SPP Rp
1.250.000 setiap semesternya. Swastapun, ga mesti semuanyal mahal sampai ratusan juta.
Contohnya kampus saya Unissula. Angkatnku misalnya, uang masuk untuk jalur PMDK 80
Juta rupiah dan jalur tes memang ini agak sedikit mahal 135 juta rupiah, dengan biaya per
semester rata-rata 8,6 juta rupiah. Kenapa saya katakan Unissula tidak terlalu mahal?
Untuk ukuran FK Swasta yang mendapatkan akreditasi A biaya segitu wajar. Beberapa
perguruan tinggi yang FKnya akreditasinya dibawah A uang masuk diatas 200 juta dan biaya
per semester diatas 15 juta rupiah. Hanya 4 FK swasta yang terakreditasi A di Indonesia
ini. Yang jelas kedua-duanya, baik yang kaya atau tidak mampu, memiliki satu kesamaan
yang tidak dimiliki orang lain, yaitu kemampuan akademik yang sangat tinggi untuk
menjadi dokter. Bukan sembarang orang, di mana untuk masuk harus menyisihkan ribuan
pendaftar. Itu saja. Maka saya kira masalah pundi-pundi bukan alasan untuk masuk FK.
Hanya di kedokteranlah jurusan dengan pesaing terbanyak meskipun kedokteran dengan
status terdengar mungkin dibanding jurusan lain yang hanya menyisihkan saingan yang
tidak terlalu banyak.
Menjadi dokter harus melalui dua tahap pendidikan, yaitu praklinik dan kepaniteraan klinik.
Praklinik adalah menjalani kuliah-kuliah selama minimal 4 tahun dan setelah
menyelesaikannya akan diberi gelar S.Ked (Sarjana Kedokteran).
Selepas euforia diterima di FK, mulailah seorang mahasiswa kedokteran mempelajari ilmuilmu dasar sebagai landasan untuk kemudian mempelajari penyakit dan cara-cara pengobatan.
Begitu banyak yang harus dilalui mulai dari menahan bau formalin saat praktikum anatomi
dengan cadaver (mayat) yang sudah dibedah, merelakan diri untuk saling berlatih
mengambil dan memeriksa DARAH, URIN, serta FESES secara bergantian, dan kewajiban
mengerti serta menghapalkan tumpukan buku kedokteran yang tebalnya ribuan halaman.
Tugas-tugasnyapun banyak, setiap akan tutorial atau SGD, kami dituntut untuk belajar guna
menyiapkan materi untuk diskusi SGD, setiap menjelang praktikum di laboratorium, kami
selalu disuguhi tugas yang sangat-sangat banyak, dan berlembar-lembar yang harus
dikerjakan TULIS TANGAN. Belum revisinya. Setelah praktikum? laporan praktikum dan
ACCpun menanti, laporan praktikum juga ditulis tangan rapi dan diselingi belajar guna
menyiapkan untuk ACC atau pengesahan. Karena setiap tidak bisa menjawab pertanyaan dari
dosen atau asisten saat ACC maka laporan tidak akan di tandatangan dan dicap. Karena jika
ada satu laporan yang tidak ter ACC, tidak diijinkan mengikuti ujian praktikum atau
identifikasi. Setiap akan praktikum atau skill lab dimulai dilakukan pre test, beberapa
perguruan tinggi menerapkan jika tidak lulus pre test tidak boleh ikut praktikum. Dan setelah
praktikum selesai akan dilakukan post test. Jauh-jauh hari sebelum praktikum dimulai lab
mengadakan Responsi. Semuanya tidak lepas dari pengorbanan para dosen, dokter, dan
profesor yang rela meluangkan waktu serta tenaga untuk mengajar mahasiswa mulai dari
tingkat paling bawah.
Beberapa gugur, ada pula teman saya yang keluar dan hilang, adapula yang tidak kuat dan
harus masuk Rumah Sakit Jiwa, dan yang lain bertahan, singkat kata, empat tahun terlewati

sudah, dan luluslah dari program pendidikan pre klinik di Fakultas Kedokteran. Apakah
sudah selesai? Tidak, perjuangan justru baru dimulai, dengan gelar Sarjana Kedokteran di
tangan, para calon dokter mulai bertugas di rumah sakit sebagai dokter muda atau lazim
disebut co-ass. Seorang S.Ked belum dapat menjadi dokter. Sama seperti Seorang SE
(Sarjana Ekonomi) belum dapat menjadi akuntan. Seorang SH (Sarjana Hukum) belum dapat
menjadi advokat atau notaris.
Menjadi dokter muda adalah suatu periode pendidikan dokter yang ditekankan pada
penerapan (aplikasi) teori-teori yang sebelumnya sudah didapat dari periode preklinik.
Menjadi dokter muda bukanlah menjadi dokter yang mandiri. dokter muda memiliki hak dan
kewajibannya sendiri dan serupa-tak-sama dengan hak dan kewajiban dokter. Koas dan
dokter punya kewajiban untuk menghormati pasien, bersikap profesional sesuai keilmuan,
dan lainnya. Namun dokter muda tidak ada hak untuk berpraktik mandiri. Semua apa yang
dilakukan koas harus berada dibawah supervisi dokter pembimbingnya. Namun dibalik itu
mereka pun dituntut untuk memiliki profesionalisme layaknya dokter mandiri. Jadi, saya kira
ketika masyarakat awam berhadapan dengan koas, maka sudah sesuai aturan yang ada, bila
mereka tidak dapat menegakkan diagnosis dan memberi terapi secara mandiri di depan pasien
tanpa dikonsultasikan dengan pembimbingnya.
Seorang dokter muda bekerja magang di rumah sakit untuk menangani pasien di bawah
pengawasan dokter-dokter lain yang sudah senior, sehingga tidak benar apabila dikatakan
pasien menjadi kelinci percobaan. Apabila melakukan kesalahan sedikit saja, dokter muda
tidak luput dari sanksi dan bentakan para dokter maupun residen yang mengevaluasi kita.
Bahkan pernah saya mendapat cerita ada yang sampai dilempar gunting mayo sama dokter
yang membimbing. Seorang dokter muda diwajibkan ada di rumah sakit setiap harinya tidak
peduli hari Minggu atau hari raya idul fitri, juga menjalani jadwal jaga. Jaga di sini berarti
tinggal di rumah sakit dan membantu merawat pasien di bangsal semalaman suntuk,
seringkali tanpa tidur. Setelah itu masih dilanjutkan dengan mengikuti laporan mengenai
kondisi pasien pagi-pagi benar dan bertugas lagi sampai sorenya, serta follow up keadaan
pasien. sehingga boleh dikatakan hidup seorang dokter muda adalah di rumah sakit dengan
jam kerja yang sangatlah panjang. Semua yang dokter muda itu dilakukan TANPA ADA
BAYARAN satu rupiahpun.
Menjadi dokter muda memang posisinya seperti serba tanggung. Mereka menganamnesa
pasien, memeriksa pasien, kemudian baru dilaporkan ke pembimbing, dan diricek ulang
pembimbing, baru dapat ditegakkan diagnosis oleh pembimbing. Memang tampak ribet, dan
tidak seperti ke dokter biasa yang bisa dilewati proses oleh dokter muda langsung ke dokter
praktiknya. Hal ini tidak jarang memberi kesan bagi pasien, apakah saya jadi bahan
percobaan? Tentunya di sini perlu ada kesepahaman antara dua pihak. dokter mudapun perlu
bersikap profesional dan memberi rasa nyaman sehingga pasien tidak dirugikan. Dan
sebaliknya pasien perlu paham bahwa dirinya bukanlah kelinci percobaan, tetapi dirinya
terlibat sebagai guru bagi dokter muda sehingga bisa mengembangkan dirinya untuk menjadi
dokter yang baik kelak. Apakah masyarakat mau punya dokter yang selama hidupnya hanya
melakukan tindakan dengan boneka saja?
Apakah pasien harus takut bila diperiksa para dokter muda? Ini kembali lagi kesepahaman.
dokter muda harus bersikap profesional, rasional, dan sesuai dengan janji hipokratiknya
untuk First do not harm Yang terutama, jangan mencelakakan orang. Kemudian ia
menerapkan apa yang ia pelajari sesuai dengan standar ilmu yang ada. Di dalam proses dunia
fana ini, mungkin terjadi kesalahan. Misalnya dokter muda yang menginfus pasien

menyebabkan bengkak di tempat penusukan dan akhirnya penusukan infus diberikan ke


pembimbing. Ingat bahwa semata-mata, mereka tidak ada niat mencelakakan pasien, ia
berusaha yang terbaik bagi pasien. Kesalahan yang ada bukan disengaja. Tindakan-tindakan
ini memerlukan pengalaman yang tak hanya sekali. Seperti anak yang belajar berjalan,
apakah ia dapat tanpa tejatuh atau tertatih dahulu? memang harus diterapkan rasa
profesionalisme layaknya dokter praktik. Harus mampu menempatkan diri dan sikap yang
sesuai. Jelas dokter muda tidak boleh terlihat asyik bermain game di depan pasien. Dokter
muda tidak boleh diam saja ketika pasien memerlukan pertolongan. Dokter muda tidak boleh
terlihat cengengesan di depan pasien. Ya, ini layaknya seorang dokter.
Fase sebagai dokter muda ini harus dijalani selama dua tahun dengan tetap membayar uang
kuliah, semuanya itu adalah bagian dari pendidikan profesi yang harus dijalani sebelum layak
menyandang gelar dokter dr.
Setelah selesai menjalani dokter muda, maka para dokter muda yang sudah selesai menjalani
tugasnya ini dihadapkan pada UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) yang meliputi
ujian tertulis (CBT) dan juga praktik (OSCE UKDI). Apabila lulus, resmilah ia menjadi
seorang dokter dengan segala hak dan kewajiban yang melekat padanya. Lalu apakah
berhenti di situ saja? Ternyata belum, dan di sinilah keprihatinan itu dimulai. Dokter ini harus
menjalani internship atau program penempatan ke rumah sakit tipe C dan puskesmas di kotakota kecil selama setahun. Bukan penempatannya yang menjadi masalah, namun selama
menjalani internship dokter ini tidak boleh dulu berpraktik sendiri, ia harus mengabdi di
rumah sakit di mana ia ditempatkan, dengan gaji yang dipukul rata yaitu Rp 1.250.000 dan
dibayarkan setiap tiga bulan, jauh di bawah UMR buruh sekalipun. Masih dengan jam kerja
yang panjang dan tidak menentu ditambah tanggung jawab kepada pasien, perlu diingat juga
bahwa para dokter ini harus menanggung biaya hidup di kota asing yang tentunya tidak
sedikit.
Selepas internship, seorang dokter dianggap cukup mumpuni untuk berpraktik sendiri, maka
ada beberapa pilihan yang bisa diambil, salah satunya adalah menjalani PTT di daerah-daerah
terpencil atau menjalani pendidikan dokter spesialis. Pilihan yang sulit, mengingat meskipun
ada begitu banyak daerah terpencil di seluruh Indonesia yang masih kekurangan dokter,
namun terpilih menjadi dokter PTT tidaklah mudah dikarenakan terbatasnya kuota. Menjalani
pendidikan spesialis juga bukan tanpa konsekuensi. Pendidikan spesialis di Indonesia hampir
seluruhnya harus dijalani TANPA GAJI, dengan lama pendidikan bervariasi mulai tiga
sampai enam tahun. Tanggung jawab dan beban kerja seorang calon spesialis juga jauh lebih
berat lagi daripada seorang dokter muda atau dokter internship. maka hargailah perjuangan
para dokter yang rela bertugas di daerah terpencil sampai tertular penyakit dan menjadi
korban konflik. Dengarkanlah suara para dokter di tengah gencarnya program kesehatan
pemerintah.
UNTUK MAHASISWA KEDOKTERAN INDONESIA, DIBAWAH INI SAYA
PERSEMBAHKAN PESAN INI UNTUK TEMAN-TEMAN SEPERJUANGAN SAYA
SEMUA,
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang
Anda.
Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businessman
bergelimang rupiah.

Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar
kekayaan.
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat,
dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah
firaun di sana. Daripada Anda di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di
sekitar Anda hanya agar Anda terkesan paling berharga.
Jika Anda ingin menjadi dokter untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian
calon mertua, mungkin lebih baik Anda mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan
Anda sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada Anda bersembunyi di balik topeng
klimis dan jas putih necis, sementara Anda alpa dari makna dokter yang sesungguhnya.
Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan.
Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru,
bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para
tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian.
Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi
pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati,
ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja
kehilangan anaknya karena malaria.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan,
ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan
bayaran cuma-cuma.
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian,
saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan
pasien-pasien kita.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi,
ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk
membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum
terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, jangan menangis
lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang,
ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia
dan berbisik lembut di telinganya,dik, mau diceritain dongeng nggak sama oom dokter?
Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan,
ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obatobatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, maaf, saya tidak mungkin
mengkhianati pasien dan hati nurani saya

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan,


saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita
karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan
hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.
Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita.
Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang
senantiasa kita perjuangkan.
Yah,
memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah
tidak lagi perlu ada
NB :
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengeluhkan sulitnya menjadi seorang dokter, atau
betapa setelah perjuangan panjang itu dokter harus disanjung dan dihormati. Tulisan ini
hanyalah untuk mengingatkan bahwa di samping semua itu, seorang dokter tidak dapat
bekerja sendiri. Untuk menciptakan sistem kesehatan yang baik dibutuhkan juga dukungan
sarana prasarana yang memadai. Oleh karena itu janganlah karena kapasitas rumah sakit yang
terbatas, semua pasien miskin boleh berobat gratis, dan rumah sakit tidak boleh menolak
pasien, lalu apabila ada yang terpaksa sekali tidak terlayani dengan maksimal lalu sematamata menjadi kesalahan dokter dan rumah sakit. Dokter butuh rasa aman dalam bekerja, dan
hal itu akan sulit tercapai apabila dalam melakukan tindakan selalu dibayang-bayangi dengan
ancaman tuntutan. Kenyataannya manusia adalah makhluk hidup dengan jutaan variasi,
sehingga meskipun sudah bekerja sesuai pedoman masih dapat juga terjadi efek yang tidak
diharapkan. Meskipun begitu, di kala para buruh berunjuk rasa menuntut kenaikan UMR,
apakah pernah kita dengar para dokter protes karena gaji yang tidak memadai, pemberitaan
yang tidak berimbang, atau beban kerja yang terlalu berat?
Tulisan ini juga semata-mata bukan memprovokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga
mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini
hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan
kembali niat kita untuk apa kita menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung
pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi
tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata.
Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya
yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai
mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang
mencemooh dan merendahkan. Bagaimanapun dokter harus selalu melayani, sebab semuanya
sudah terucap dalam sumpah di atas kitab suci Saya akan senantiasa mengutamakan
kesehatan penderita Saya yakin, Allah tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan
perjuangan hamba-hamba-Nya. Tidak akan pernah.

Tantangan Hidup Seorang Dokter


REP | 26 May 2011 | 20:48

Dibaca: 673

Komentar: 9

Dokter yang baru mendapatkan gelar profesinya, kebanyakan memilih PTT (pegawai tidak
tetap) di daerah terpencil atau sangat terpencil. Mereka mengabdikan diri untuk apa yang
didapatkannya setelah perjuangan panjang yang dilaluinya.
Banyak kemungkinan yang menyebabkan banyak dokter yang baru lulus ini memilih PTT,
bukan semata-mata mencari kekayaan. Namun lebih utama karena mencari peluang dan
pengalaman. Di kota besar, dokter senior telah ada hampir di setiap tempat, sulit bagi seorang
dokter yang baru lulus untuk langsung bisa dipercaya dan diterima masyarakat.
Hal yang bertolak belakang akan didapati jika seorang dokter memilih PTT di daerah
terpencil dan sangat terpencil, masyarakat yang di pelosok justru menganggap dokter adalah
malaikat ataupun dewa yang membantu dan bisa memberi pelayanan kesehatan bagi mereka.
Mereka menaruh harapan besar kepada para dokter PTT untuk mengatasi permasalahan yang
menyangkut kesehatan mereka.
Banyak mata memandang kehidupan nyaman para dokter senior yang ada di kota dan
mengira bahwa dokter yang duduk di kursi empuk ini tidak pernah merasakan bagaimana
kesulitan hidup. Jika begitu penilaian tersebut, tentunya pemikiran itu salah besar.
Untuk mendapatkan gelar dokter banyak tantangan yang dialami, mengorbankan banyak hal:
berkorban waktu, materi, tenaga dan perasaan. Setelah selesaipun banyak orang yang
kemudian memandang sebelah mata oleh karena kemudaannya, maka mau tidak mau mereka
memilih PTT, siap untuk merasakan apapun yang bahkan tidak pernah terlintas di kepalanya.
Merasakan bagaimana kedinginan, kelaparan, kemiskinan. Memilih PTT di daerah sangat
terpencil sama saja memilih untuk diasingkan, walaupun dengan segala kemewahan yang
dibawanya dari kota, ia belum tentu bisa menggunakannya. Listrik pun bahkan tidak
menyala, hiduplah tanpa listrik. Sinyal handphone pun nyaris tidak ada, hiduplah tanpa
handphone. Berharap bisa menghubungi keluarga, bagaimana caranya?.
Jika daerah tempuhnya adalah kepulauan, maka ia harus naik sampan, pompong dari pulau ke
pulau. Bagaimana kalau dokternya tidak bisa berenang?, maka berhati-hatilah. Biasanya tidur
di kasur empuk, maka cobalah untuk tidur di tikar bahkan akan tidak bisa tidur karena
sepanjang malam harus dipanggil pasien melayani ke rumahnya dengan pompong. Berniat
menolak dan tidak ingin berangkat, maka berhati-hatilah amuk dan sakit hati masyarakat
setempat. Terlalu cantik atau ganteng, siap-siaplah menjadi pangeran atau permaisuri kepala
suku di sana.
Mau makan enak, cobalah belajar masak dengan apapun yang ada di pulau itu, jangan
mencoba menghayalkan makanan yang asing dan tidak ada di sana. Ingin menonton televisi,
lebih baik menonton anak-anak yang berkejaran di depan mata. Kehabisan uang lebih baik
menahan malu dan meminta kepada orangtua bagaimanapun caranya daripada menanti gaji

yang tidak kunjung turun. Jangan ragu meminta dan mengemis kepada masyarakat setempat
dan katakan keperluanmu. Jangan menangis karena ketidakbiasaan, berusaha bertahan itu
lebih baik untuk menyiapkan mental menghadapi tantangan panjang yang berikutnya.
Jangan pernah menyesal menjadi seorang dokter, tuduhan malpraktek bisa saja menjebloskan
ke jeruji besi. Bahkan keluarga pasien bisa menjadi mata tombak yang tajam ketika mereka
harus kehilangan keluarganya walaupun bukan kesalahan kita. Berhati-hatilah dan selalu
lakukan yang terbaik dalam bekerja, jangan sia-siakan semua perjalanan panjang untuk
diambil hikmahnya.

Harapan Pasien kepada Dokter


Bagi masyarakat biasa atau di pedesaan keberadaan dokter yang mengobatinya diharapkan
lebih dari sekedar memberikan obat, dokter bisa berbuat lebih banyak dengan memberikan
sugesti kepada pasien agar cepat sembuh. Seorang ibu berkata, Dokter itu cuma bertanya
saja kepada saya, kemudian melihat mataku dan memintaku menjulurkan lidah. Ia tidak
memeriksa lagi, setelah itu memberikan resep obat. Ibu itu sepertinya kurang puas oleh
praktek pelayan dokter, namun bagi dokter dengan sedikit bertanya dan melihat saja ia sudah
tahu sakit si pasien.
Keluhan pasien seperti contoh di atas sebenarnya wajar saja, baginya ada perasaan yang
kurang dari pelayanan dokter walaupun sebenarnya ia tidak tahu bahwa sakitnya sudah bisa
diketahui oleh dokter. Kasus seperti ini barangkali banyak ditemukan kalangan masyarakat
kelas bawah. Bagi seorang dokter sebenarnya perlu melihat sisi lain kepuasan seorang pasien
yang tidak hanya memberikan resep obat saja.
Terkadang pasien merasa lebih puas berobat dengan mantri kesehatan dari pada berobat
kepada dokter, dengan alasan pemeriksaan seorang mantri atau perawat kesehatan lebih teliti.
Mantri atau perawat kesehatan memeriksa; tensi darah dengan tensimeter, memeriksa perut,
mata, mulut/kerongkongan, memberikan sentuhan pada tempat yang sakit, bertanya kapan
sakit, mendengarkan keluhan sakit pasien dan sebagainya. Mereka juga mengeluarkan
stetoskop untuk mendengarkan suara-suara dalam tubuh manusia terutama perut, dada,
pembuluh darah. Berbeda dengan dokter yang bertanya dengan singkat kemudian
memberikan resep obat, karena sebenarnya tugas memeriksa dengan seksama sudah
dilakukan oleh mantri dan perawat kesehatan, sedangkan dokter hanya menindak lanjuti saja.
Bagi dokter yang bertugas di daerah pedesaan hendaknya memang menyadari harapanharapan pasien, seorang dokter walaupun sudah tahu sakit pasien tidak salahnya untuk
memeriksa sedikit lebih lama dan mendengarkan keluhan pasien. Cara demikian bisa menjadi
sugesti bagi pasien, yang merasa bahwa dokter memang benar- benar memeriksa
kesehatannya.
Keyakinan untuk sembuh seorang pasien yang datang kepada seorang mantri dan datang
kepada dokter sebenarnya berbeda. Pasien merasa lebih yakin dan mantap akan cepat sembuh
dari sakit bila berobat kepada dokter, tentu karena alasan pengetahun dan jam terbang dokter
lebih tinggi. Dengan keyakinan seperti itu, sebenarnya sakit si pasien sudah berkurang
beberapa persen ketika ia tahu akan berobat kedokter. Perasaan seperti itu, jangan sampai
hilang. Perhatian seorang dokter menjadi obat paling manjur sebelum si pasien disuntikkan
atau menelan campuran zat-zat kimia dari pil, tablet, kapsul maupun cairan yang dinamakan
obat tersebut

Pengertian Dokter Dan Tugas Dokter


diposting oleh w-afif-mufida-fk12 pada 17 December 2012
di 1 Etika Kedokteran - 1 komentar

Secara operasional, definisi Dokter adalah seorang tenaga kesehatan (dokter)


yang

menjadi

tempat

kontak

pertama

pasien

dengan

dokternya

untuk

menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis


penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat
mungkin, secara menyeluruh, paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi
serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung
jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang diselenggarakannya
adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya selama
pendidikan kedokteran.

Kompetensi yang harus dicapai seorang dokter meliputi tujuh area kompetensi
atau kompetensi utama yaitu:
1. Keterampilan komunikasi efektif.
2. Keterampilan klinik dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku
dan epidemiologi dalam praktik kedokteran.
4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada indivivu, keluarga ataupun
masyarakat denga cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinasi
dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.
5. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi.
6. Mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat.
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik.

Ketujuh area kompetensi itu sebenarnya adalah kemampuan dasar seorang


dokter yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut
basic medical doctor.

Tugas seorang dokter adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:


a. Melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa penyakit pasien secara
cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
b. Memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien.
c. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat
dan sakit.
d. Menangani penyakit akut dan kronik.
e. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
f. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
g. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS dan memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
h. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
i. Memberikan nasihat untuk perawatan dan pemeliharaan sebagai pencegahan
sakit.
j. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, pengobatan pasien sekarang
harus komprehensif, mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dokter berhak dan juga berkewajiban melakukan tindakan tersebut untuk
kesehatan pasien. Tindakan promotif misalnya memberikan ceramah, preventif
misalnya melakukan vaksinasi, kuratif memberikan obat/ tindakan operasi,
rehabilitatif misalnya rehabilitasi medis.
k. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.

l. Mawas diri dan mengembangkan diri/ belajar sepanjang hayat dan melakukan
penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran.
m. Tugas dan hak eksklusif dokter untuk memberikan Surat Keterangan Sakit
dan Surat Keterangan Berbadan Sehat setelah melakukan pemeriksaan pada
pasien.

Terminologi dokter memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peranperan eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran
dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan
untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab
individual kekhalifaan, mewujudkan kebenaran dan keadilan, yang tentunya
tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada. Dengan tetap
mengindahkan tanggung jawab dispilin keilmuan, maka entitas dokter haruslah
mampu

mempertemukan

konsepsi

dunia

kedokterannya

dengan

realitas

masyarakat hari ini.


Maka adalah penting memahami secara benar konsepsi dan melakukan pembacaan
terhadap realitas yang terjadi didepan mata kita. Jika kita bawa pada paradigma
kedokteran, maka konsepsi dunia kedokteran adalah humanisasi, sosialisme,
penghargaan atas setiap nyawa, pembelajaran dan peningkatan kualitas hidup,
keseimbangan hak dan kewajiban tenaga medis dengan pasien.

source :
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSO_t5EY2a26O6bPLFDgnvGSO6ol4S5hcTSJbZFpB9qGkpnTxOr&t=1

Sebagai kaum intelektual, yang setiap saat mengkonsumsi pengetahuan akan


kehidupan sains, sosial, keadilan, kebenaran dan fungsi-fungsi peradaban, maka
profesi dokter memiliki tanggung jawab intelektual yang tidak boleh dinafikkan,
selain karena profesi ini telah menjelma menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari masyarakat, juga karena intelektualitas merupakan salah satu parameter
pencerahan kehidupan yang didalamnya terkandung rahmat sekaligus amanah bagi
yang memilikinya.

Berdasarkan tinjauan historisnya, dunia kedokteran (pengobatan) pada awalnya


dipandang sebagai sebuah profesi yang sangat mulia, sehingga dengan asumsi
tersebut,

maka

orang-orang

yang

terlibat

dalam

proses

hidup

dan

berlangsungnya dunia kedokteran kemudian dinisbahkan sebagai orang-orang


yang juga memiliki kemuliaan; baik pada kata, sikap maupun tabiat yang
dimilikinya. Dengan memandang profesi kedokteran sebagai pekerjaan yang
senantiasa bergelut untuk menutup pintu kematian dan membuka lebar-lebar
kesempatan untuk dapat mempertahankan dan meneruskan hidup seseorang,
maka berkembanglah kesepakatan sosial (social aggrement) akan urgensi dari
ilmu

kedokteran

sebagai

salah

satu

prasyarat

utama

untuk

dapat

mempertahankan hidup.
Pada akhirnya, lambat namun pasti, profesi kedokteran seakan menjadi ilmu
pengetahuan utama (master of science), dimana setiap dokter dipandang sebagai
seorang jenius dan tahu segalanya dan semua orang akan berusaha menjadi dan
memegang peran besar dalam pekerjaan terhormat ini.
Profesi kedokteran dianggap sebagai sebuah seni (art) dalam kehidupan,
karenanya tidak setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan kecakapan akan
tindakan-tindakan medis, walaupun itu hanya tindakan medis sederhana yang
dapat dimiliki oleh setiap orang saat ini.
Dengan semakin bertambahnya kompleksitas kehidupan manusia, maka ragam
lingkup ilmu pengobatan (kedokteran) menjadi terdesak untuk melakukan
pengembangan dan peningkatan kualitas, sesuai dengan kompleksitas objek
pengobatan yang dijumpai dalam realitas.
Maka mulailah terjadi proses desakralisasi ilmu kedokteran (pengobatan), dimana
setiap orang memiliki kesempatan untuk dapat memahami dan memilikinya,
tentunya setelah menyanggupi syarat-syarat yang diajukan, melalui proses
pendidikan yang lebih sistematik. Pada aras yang lain, pengembangan ilmu
pengobatan yang sudah ada sebelumnya menjadi bagian yang tak terpisahkan,
mulailah dilakukan penelitian-penelitian (medical research) dengan menggunakan
teknologi modern, untuk menyempurnakan pengetahuan pengobatan yang telah
ada.
by : http://somelus.wordpress.com/2008/11/26/pengertian-dokter-dan-tugas-dokter/

Anda mungkin juga menyukai