Oleh :
SYAMSUAR
NIM G2F1 011 094
PROGRAM STUDI
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
TESIS
Oleh :
SYAMSUAR
G2F1 011 094
PROGRAM STUDI
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
: SYAMSUAR
NIM
Program Studi
Program
: Pascasarjana
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Tesis ini hasil jiplakan, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai peraturan yang berlaku.
Kendari, 2014
Yang Membuat Pernyataan,
SYAMSUAR
NIM. G2F1 011 094
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
: SYAMSUAR.
NIM
Program Studi
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Mengetahui:
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Halu Oleo
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan HidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan
Permukiman di Kota Rumbia Kabupaten Bombana. Tesis ini disusun untuk memperoleh
gelar Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Pada
Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada bapak
Dr. Ir.Mukhtar, MS selaku pembimbing I dan bapak Dr. H. Hasbullah Syaf, SP.,M.Si
selaku pembimbing II, selain itu penulis juga menyampaikan penghargaan terutama
kepada:
1.
2.
3.
4.
Bapak dan Ibu dosen serta staf Administrasi Program Pascasarjana Universitas Halu
Oleo.
5.
6.
7.
Kepada sahabat setiaku yang sangat membantu penulis dengan penuh kesabaran,
ketekunan dan pengorbanan dengan penuh ketulusan yang tanpa pamrih.
8.
Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu namun telah membantu
dalam penyelesaian tesis ini.
Tak lupa penulis mengucapkan kepada orangtuaku Ayahanda H. Mappigau, SH
dan Ibunda tercinta almarhumah Hj. ST.Salmah, Mertua bapak Sumpeno, SKM., M.Kes
dan ibu almarhumah Hj. Yulia, Isteri tercinta dr. Sari Yuniar Purwalianty Sumpeno dan
putri-putra tercinta serta saudara-saudara penulis, atas segala dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini penuh dengan kekurangan, namun semoga tesis
ini dengan segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan
dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Kendari,
September 2014
Penulis
ABSTRAK
ABSTRACT
Syamsuar, 2014. Land Suitability Analysis of Settlement Areas in The Rumbia City Distric
Bombana. Thesis. Major of Region Planning and Development, Postgraduate Program,
University of Haluoleo. Under the guidance of Mukhtar and of Hasbullah Syaf.
This study aimed of determine the land suitability for settlement areas within the city of
Rumbia by using Geographic Information System (GIS) analysis, with a technique of map
overlay on five parameters af and suitability, which include the suitability of land
declivity, spatial pattern, land-to-beach demarcation, land-to-river demarcation and use
of existing land.
Based on the results af data analysis, the total areas within the city of Rumbia that are
perfectly suitable for settlement is 1,690.60 Ha, the total areas that are conditionally
suitable is 1,566.62 Ha, and the total areas that are absolutely unsuitable for and not
recommended for settlement is 4.752,78 Ha. In general the conditionally suitable areas
for settlement are on agricultural areas (rice farming). This is in accordance to the laws
No. 41 of 2009 regarding Preservation for suitainable Food-Producing Agricultural
Areas, whereas the areas that are absolutely unsuitable for settlement are those within
preserved forests.
Keywords: residential area, land suitability, Rumbia City.
Nama
: Syamsuar
Tempat/Tanggal Lahir
Istri
Anak
Orang tua
Ayah
: H. Mappigau, SH
Ibu
Pendidikan
Pekerjaan
DAFTAR ISI
iii
iv
vi
viii
ix
xi
xiv
xv
xvii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................
10
12
13
2. Teori Sektoral...................................................................................
14
15
16
19
19
20
20
xi
21
28
30
32
33
36
38
38
40
41
42
43
44
49
V. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian .................................................
51
53
53
58
62
64
65
70
71
72
74
77
77
78
xii
79
82
90
90
92
93
94
96
105
B. Saran ....................................................................................................
106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
2.1.
34
4.1.
39
4.2.
41
4.3.
47
5.1.
54
5.2.
58
5.3.
60
5.4.
62
5.5.
68
5.6.
83
5.7.
88
5.8.
91
5.9.
92
94
95
96
98
100
102
103
xiv
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
2.1.
14
2.2.
15
2.3.
16
2.4.
29
2.5.
30
3.1.
37
4.1.
48
5.1.
52
5.2.
55
5.3.
57
5.4.
59
5.5.
61
5.6.
63
5.7.
66
5.8.
67
5.9.
69
74
75
76
78
79
80
81
84
85
86
87
xv
5.21. Peta Sebaran Kawasan Permukiman di Kota Rumbia Tahun 2013 ..........
89
91
93
94
95
97
97
101
104
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
xvii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perumahan dan Permukiman menurut Dharoko dalam Budihardjo. et
al, (2009) terdiri dari dua bagian yaitu perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan, menurut (Kuswartojo, 2005) makna dari
perumahan dapat dikategori menjadi perumahan formal yakni perumahan
yang dibangun degan suatu aturan yang jelas dengan suatu pola yang teratur,
perumahan informal adalah akumulasi rumah yang dibangun oleh keluarga
atau individu tanpa mengikuti suatu aturan sehingga terkesan acak.
Sedangkan permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat atau lingkungan
dimana manusia tinggal, berkembang.
Pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diatur dengan baik,
sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dengan
mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga tidak sampai
terjadi penurunan kualitas lahan. Pergeseran fungsi yang terjadi di kawasan
pinggiran adalah lahan yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan hutan,
daerah resapan air dan
perumahan, industri
pertanian dan daerah resapan air menjadi penggunaan perkotaan (nonpertanian) memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan.
Perubahan struktur penggunaan lahan bukanlah semata-mata fenomena
fisik berkurangnya luasan lahan tertentu dan meningkatnya penggunaan lahan
untuk penggunaan lainnya, melainkan mempunyai kaitan erat dengan
perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat
(Nasution dan Winoto, 1996). Perubahan orientasi tersebut berkait dengan
terjadinya proses transformasi struktur perekonomian yang dicirikan semakin
menurunnya pangsa relatif sektor primer (pertanian dan pertambangan) dan
semakin meningkatnya pangsa relatif sektor sekunder dan tersier (industri dan
jasa). Dengan demikian pembangunan ekonomi diarahkan untuk mengurangi
ketergantungan perekonomian suatu wilayah terhadap sektor primer yang
mempunyai nilai tambah (value added) yang lebih rendah dibandingkan
dengan sektor sekunder dan tersier.
Laju perkembangan Kota Rumbia yang berlangsung secara cepat
disebabkan pula oleh pertumbuhan penduduk Kota Rumbia sebesar 2,86 %
(tahun 2011-2012) yang berada di atas pertumbuhan penduduk Provinsi
Sulawesi Tenggara (1,83 %) dapat menimbulkan berbagai konsekuensi yang
kurang menguntungkan bagi perkembangan kota. Hal tersebut timbul akibat
dari keterbatasan lahan dan tingkat kompetensi penggunaan lahan di pusat
kota, keterbatasan lahan dan pertumbuhan penduduk yang pesat serta adanya
konsep pengembangan kota.
Peningkatan jumlah penduduk ini bertautan dengan peningkatan
permintaan terhadap ruang dan sarana prasarana yang mengisi ruang tersebut
mutasi
lahan
secara
umum
menyangkut
transformasi
dalam
pada
tingkatan
yang
berbeda
untuk
menghadapi
saling
antara
beberapa
titik
simpul
aktivitas.
Teori
perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara
komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan
kajian tentang aspek lingkungan bentuk master plan (tata ruang, lokasi
tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
2) Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro).
Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah.
Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama
dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan,
tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan
ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah.
Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas
lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).
3) Social Planning (Perencanaan Sosial)
Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas
sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan
10
11
menjadi
suatu
konsekwensi
logis
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan kota.
Menurut Bintarto (1977), kota merupakan suatu sistem jaringan
kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial
ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan yang materialistik, dengan kata
lain, kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alami dan non alami. Kedua unsur tersebut berupa gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar, tingkat serta pola kehidupan yang beraneka
ragam dan perilaku yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan
perekonomian.
Menurut Jayadinata (1999), kota adalah suatu wilayah yang dicirikan
oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan,
pasar, industri dan lain sebagainya, beserta alun-alun yang luas dan jalanan
beraspal yang diisi oleh padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu
kota banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur buatan manusia ( artificial),
misalnya
pola
jalan,
landmark,
bangunan-bangunan
permanen
dan
12
13
Teori Konsentrik
Teori ini dikembangkan oleh Ernest W. Burgess (1925) yang
meneliti kota Chicago. Menurut teori ini pola penggunaan lahan di kota
mengikuti
zone-zone
lingkaran
konsentris
(melingkar).
Struktur
14
ini
merupakan
kawasan
pemukiman
masyarakat
2.
Teori Sektoral
ektoral
Teori sektoral dikemukakan oleh Homer Hoyt (1939) berpendapat
bahwa pola penggunaan lahan di kota cenderung berkembang mengikuti
sektor-sektor
sektor
yang lebih
bebas
daripada berdasarkan
lingkaran
15
3.
16
bahwa pusat kegiatan bukan satu melainkan ganda C.D. Harris dan E.L.
Ullman dalam Daldjoeni (1992).
Gambar 2.3. Teori Inti Berganda C.D. Harris dan E.L. Ullman
17
18
diperlukan
agar
pembangunan
dapat
dilakukan
secara
kelestarian
lingkungan
serta
keseimbangan
daya
dukung
tahap
pengelolaan
dan
pengembangannya,
agar
arah
bahwa
permasalahannya
selain
menyangkut
fisik
19
20
b. Isu lingkungan
Isu lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman
umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan
industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan
teknologi yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana
dasar, ketidakmampuan memelihara dan memperbaiki lingkungan
permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman baik
secara fungsional, lingkungan, maupun visual wujud lingkungan,
merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman
yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.
c. Isu manajemen pembangunan
Isu
manajemen
pembangunan
muncul
umumnya
karena
21
prakarsa
masyarakat
melalui
mekanisme
yang
dipilihnya sendiri.
Di
pihak
lain
kemampuan
membangun
perumahan
dan
suatu
kelompok
dalam
pembangunan
perumahan
dan
permukiman;
c. alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan
perumahan yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga
berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan
22
23
24
25
26
g. Kelembagaan
Perangkat kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu
kesatuan sistem kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan
perumahan secara berencana, terarah dan perpadu, baik itu yang
berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan pengaturan
pada berbagai tingkat pemerintahan, maupun lembaga-lembaga
pelaksana pembangunan di sektor pemerintah dan swasta. Hal lain yang
juga berhubungan dengan kelembagaan ini adalah pengembangan
unsur-unsur pelaksana pembangunan yang harus lebih dikembangkan
lagi, khususnya kelembagaan pada tingkat daerah, baik itu yang bersifat
formal
maupun
non-formal
yang
dapat
mendukung
swadaya
pembangunan
perumahan
adalah
tanggung
jawab
masyarakat sendiri, baik itu secara perorangan maupun secara bersamasama, pada point ini peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur,
pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar
masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan
mereka.
27
28
dalam
pemenuhannya,
sehingga
hal
ini
telah
menyebabkan
sebagai
terminologi
dalam
kajian-kajian
Land
economics,
29
30
asal tidak mampu mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan
swadaya yang ada.
c. Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku
penduduk dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi
dalam hal restrukturisasi pola aktifitas.
F. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah upaya untuk memperoleh informasi tentang
suatu objek, daerah atau fenomena tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah atau fenomena tersebut. Informasi didapatkan dengan sebuah sistem
penginderaan yang terdiri dari berbagai komponen dan interaksi antar
komponen. Gambar di bawah menunjukkan rangkaian komponen tersebut
yang meliputi: 1) sumber tenaga, 2) atmosfer, 3) objek, 4) sensor, dan 5)
perolehan data dan penggunaan data.
31
penting dalam penginderaan jauh karena kompo nen ini menentukan dapat
diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh untuk suatu aplikasi. Semakin
pesat perkembangan teknologi penginderaan jauh, semakin luas pula
aplikasinya karena data penginderaan jauh dapat diandalkan dalam analisis
keruangan serta hemat waktu, tenaga, dan biaya. Meskipun demikian
32
33
cara pandang baru, melalui basis pemetaan, dan menemukan hubungan yang
selama ini sama sekali tidak terungkap.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang perumahan dan permukiman yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti diuraikan dalam tabel 2.1.
34
Uraian
1. Konsep Penataan Permukiman
Dalam Rangka Pembangunan
Kawasan Kaki Jembatan Suramadu
3. Pengembangan Kawasan
Perumahan dan Permukiman pada
Kota Terpadu Mandiri (KTM)
Mahalona Kabupaten Luwu Timur
Peneliti
Priyo Nur Cahyo, Johan
Silas, Sri Amiranti
Sastrohutomo. Seminar
Nasional Perumahan
Permukiman dalam
Pembangunan Kota, 2012
Aris Prihandono. Jurnal
Permukiman. Vol. 4 No. 2
September 2009
Syamsuddin. Universitas
Diponegoro Semarang, 2010
Analisis
Hasil Penelitian
Metode Deskriptif
Konsistensi
dan
keseriusan
pemberdayaan lembaga inilah yang
menjadi tulang punggung penepisan
resiko kegagalan peningkatan peran
lembaga
perdesaan
dalam
mengurusi
pembangunan
perumahan.
KTM Mahalona sebagai kawasan
perumahan dan permukiman belum
memperlihatkan
kondisi
ideal
keberlanjutan fungsi perumahan
dan permukiman.
35
36
Kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari peneliti yang disintesiskan dari
fakta-fakta, observasi/wawancara dan analisis. Kerangka pikir memuat teori, dalil dan
konsep-konsep yang akan dijadikan dasar penelitian.
Perkembangan Kota Rumbia yang demikian pesatnya seiring dengan
terbentuknya Kabupaten Bombana berdampak pada kebutuhan lahan yang semakin
tinggi. Status Kota Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten memberikan pengaruh yang
kuat terhadap pertumbuhan penduduk dan proses urbanisasi, kondisi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kebutuhan lahan permukiman.
Sebagai ibukota Kabupaten, Kota Rumbia akan mengalami permasalahanpermasalahan kesesuaian lahan kawasan permukiman perkotaan sebagai akibat dari
desakan kebutuhan lahan yang tinggi akibat dari proses urbanisasi, pertumbuhan
penduduk,
mata
pencaharian
serta
perubahan
orientasi
ekonomi
wilayah.
37
dengan fungsinya. Untuk lebih jelasnya, Kerangka pikir analisis kesesuaian lahan
kawasan permukiman di Kota Rumbia Kabupaten
ten Bombana dapat dilihat pada
Gambar 3.1.
38
IV.
METODE PENELITIAN
melakukan
identifikasi potensi dan gambaran fisik wilayah. Citra satelit yang digunakan
adalah citra satelit Landsat TM8 resolusi spasial 30m dan Citra satelit resolusi
spasial 0.8 1,2 m pemotretan tahun 2012 yang digunakan untuk
mengidentifikasi kawasan-kawasan perumahan pada wilayah penelitian. Untuk
lebih jelasnya, kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
39
Tujuan Penelitian
Metode Yang
Digunakan
Jenis Data
Sumber
1.
Analisis GIS
Penggunaan lahan
Kemiringan Lahan
Topografi
Sempadan Sungai
Sempadan Pantai
2.
Analisis GIS
Analisis Deskriptif
Foto udara
RTRW
RDTRK
RTBL
Bappeda
Dinas PU & Tata Ruang
3.
Identifikasi Arahan
Pengembangan Kawasan
Permukiman
Analisis Deskriptif
BPS
Citra Sateli
Survey
RTRW
Bappeda
RDTRK
RTBL
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
Bappeda
Dinas PU & Tata Ruang
Citra Satelit
Survey
Observasi
40
C. Variabel Penelitian
Kajian teori yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pola spasial
pertumbuhan suatu kawasan perumahan dan permukiman bila ditinjau dari aspek
dinamika pertumbuhan wilayah dan peningkatan kebutuhan lahan, dapat
direduksi menjadi beberapa variabel yakni dinamika secara ekonomi yang terkait
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, dinamika politik yang terkait dengan
keputusan-keputusan atau kebijakan daerah yang dapat mempengaruhi pola
spasial wilayah serta dinamika sosial-budaya yakni pengaruhnya terhadap
karakteristik masyarakat sebagai ujung tombak pelaku kegiatan.
Proses interaksi
41
Variabel
1. Fisik Wilayah
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
2. Sosial Ekonomi
3. RTRW
Sumber Data
Administrasi Wilayah
Topografi Wilayah
Kemiringan Lahan
Tata Guna Lahan
Jumlah Penduduk
Karakteristik Masyarakat
Mata Pencaharian
Sosial Budaya
Pola Ruang
Arahan Tata Ruang
Kebijakan Tata Ruang
Citra Satelit
BPN
BPS
Survey Lapangan
data
merupakan
tahapan
yang
dilakukan
untuk
42
43
44
komputer, perangkat lunak, dan data geografi yang dirancang secara efisien
untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis,
dan menampilkan semua bentuk informasi dan data yang bereferensi geografi.
Oleh sebab itu dari definisi tersebut maka sistem informasi geografis
memiliki kemampuan-kemampuan yaitu:
a. Memasukkan dan mengumpulkan data geografi (spasial dan atribut).
b. Mengintegrasikan data geografi (spasial dan atribut).
c. Memeriksa, mengupdate (mengedit), data geografi (spasial dan atribut).
d. Menyimpan dan memanggil kembali data geografi (spasial dan atribut).
e. Mempresentasikan atau menampilkan data geografi (spasial dan atribut).
f. Mengelola data, memanipulasi data geografi (spasial dan geografi).
g. Menghasilkan keluaran (output) data geografi dalam bentuk-bentuk peta
tematik, tabel, dan data atribut/tabular.
2. Analisis Deskriptif.
Saat ini berbagai macam rancangan penelitian telah dikembangkan dan
salah satu jenis rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif. Berbagai
macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan
antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2003). Pendapat lain
mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala
45
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan (Arikunto S. 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada
penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling
hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.
Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang
situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga
dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan
atas satu variabel kepada variabel lain. Karena itu pula penelitian komparasi
dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok penelitian deskriptif
(Arikunto, S. 2005).
Secara lebih mendalam tujuan penelitian korelasi
adalah untuk
mengetahui sejauh mana hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian jenis
ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya.
Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan
bukan ada atau tidak ada saling hubungan tersebut. Dalam penelitian
komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang
dipersoalan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada
urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.
Untuk menentukan kawasan permukiman pada kawasan budidaya
dilakukan dengan kajian teoritik tentang sifat fisik dasar pada kawasan tersebut
dan dilengkapi dengan peraturan atau perundangan yang ada. Teknik yang
46
metoda
Analisis Geographic
Information System (GIS) yaitu: teknik overlay, union, merge, intersect, dan
buffering.
Syarat kesesuaian lahan yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan
kesesuaian lahan kawasan permukiman Kota Rumbia adalah merujuk pada
ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku antara lain: Undang
Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, UndangUndang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan
dan Permukiman, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 41/PRT//M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya,
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2013
2033, Rencana Detail Tata Ruang Wilayah (RDTR) Kota Rumbua Tahun 2011,
SNI 03-1733-2004, serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan
Rumbia Kasipute Tahun 2012.
Kriteria teknis dan syarat lokasi kesesuaian lahan yang digunakan sebagai
alat analisis dapat dilihat pada Tabel 4.3.
47
Parameter Lahan
Sesuai
1. Penggunaan Lahan
Semak/Belukar,
Lahan Kosong,
Alang-Alang
Sesuai Dengan
Tidak Sesuai
Syarat
Kawasan
Hutan,
Pertanian (Sawah, Mangrove
Kebun, Tambak,
dll), Rawa
2. Sempadan Pantai
> 150 m
100 150 m
< 100
3. Sempadan Sungai
>5
3 5 m
<3m
APL
Kawasan
Lindung
08%
8 - 15 %
> 15%
4. Pola Ruang
5. Kemiringan Lahan
48
49
F. Konsep Operasional
1) Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
2) Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
3) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
4) Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
5) pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
6) Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi
standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman,
dan nyaman.
50
51
V.
52
53
Bombana
yang
merupakan
ibukota
kabupaten,
namun
54
Desa/Kelurahan
Kec. Rumbia
1. Kel. Kasipute
2. Desa Lantowonua
3. Kel. Doule
4. Kel. Lampopala
5. Kel. Lameroro
Kec. Rumbia Tengah
1. Desa Lampata
2. Desa Tapuahi
3. Kel. Kampung Baru
4. Kel. Lauru
5. Kel. Poea
Kota Rumbia
Luas Wilayah
(km2)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa.km-2)
58,99
4,89
17,99
5,44
1,47
29,20
21,11
5,73
4,27
4,65
1,17
5,29
11.537
2.983
928
2.519
1.938
3.169
6.847
379
1.098
2.126
2.553
691
196
610
52
463
1.318
108
324
66
257
457
2.182
131
80,10
18.384
230
Sumber: BPS Kec. Rumbia dan Rumbia Tengah Dalam Angka, 2014.
55
56
Jumlah penduduk Kota Rumbia tahun 2014 menurut data Badan Pusat
Statistik tahun 2014 adalah sebesar 18.384 jiwa dimana jumlah penduduk
terbesar terdapat di Kelurahan Lameroro yaitu sebesar 3.169 jiwa, sedangkan
Desa Lampata merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terkecil yaitu
sebesar 379 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk Kota Rumbia adalah sebesar
229,51 jiwa.km-2, dimana Kelurahan Lauru merupakan wilayah dengan
tingkat kepadatan penduduk tersebar, yaitu mencapai 2.182 jiwa.km-2,
sedangkan Desa Lantowonua merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan
penduduk terkecil, yaitu hanya sebesar 52 jiwa.km-2, dimana persentase
jumlah penduduk Kota Rumbia ditinjau dari perbandingan wilayah
kecamatan lainnya adalah sebesar 12,24 % dari total jumlah penduduk di
Kabupaten Bombana sebesar 150.186 (lihat lampiran3).
Tinjauan penduduk Kota Rumbia berdasarkan struktur umur
berdasarkan data Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Bombana tahun
2014 memperlihatkan bahwa struktur umur 0 4 tahun sebanyak 2.309 jiwa
yang terdiri dari 1.205 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1.104 jiwa
berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan tingkat produktifitas penduduk Kota Rumbia, jumlah
penduduk yang berada pada umur produktif (15 64 tahun) sebesar 65,51
%, belum produktif (0 14 tahun) sebanyak 31,82 %, dan kelompok umur
yang tidak produktif (+65 tahun) sebanyak 2,68 %. Untuk lebih jelasnya
rincian penduduk menurut struktur umur dapat dilihat pada tabel lampiran 2
dan gambaran penyebaran penduduk dapat dilihat pada Gambar 5.3.
57
58
2.
Kondisi Topografi
Kondisi topografi Kota Rumbia umumnya data hingga berbukit, hasil
analisis memperlihatkan bahwa kondisi wilayah Kota Rumbia terletak antara
ketinggian 0 750 m diatas permukaan laut dimana titik tertinggi berada
pada bagian barat Kota Rumbia, sedangkan bagian Timur lebih didominasi
oleh dataran.
Ketinggian wilayah 0 25 m dpl mendominasi bentuk wilayah Kota
Rumbia dengan luas mencapai 2.098,39 ha atau mencakup 26,20 % dari total
luas wilaya Kota Rumbia, selanjutnya wilayah yang berada di ketinggian
100 250 m dpl dengan luas 2.041,70 ha (25,49 %), sedangkan wilayah
yang berada pada ketinggian > 750 m merupakan wilayah dengan luas
terkecil yaitu hanya sebesar 412,04 Ha atau hanya mencakup 5,14 % dari
luas wilayah Kota Rumbia. Secara rinci ketinggian wilayah Kota Rumbia
disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Ketinggian Wilayah Kota Rumbia
Ketinggian (m dpl)
Luas (Ha)
Persentase (%)
0 - 25
25 - 50
50 - 100
100 - 250
250 - 500
500 - 750
>750
2.098,39
660,18
762,94
2.041,70
1.445,90
588,84
412,04
26,20
8,24
9,52
25,49
18,05
7,35
5,14
Kota Rumbia
8.010,00
100,00
59
60
Kemiringan (%)
Luas (Ha)
0-8
8 - 15
15 - 25
25 - 40
>40
2.943,30
1.728,07
2.260,61
975,66
102,36
36,75
21,57
28,22
12,18
1,28
Kota Rumbia
8.010,00
100,00
Bentuk Lahan
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
dilihat
pada
Gambar
5.5.
61
62
3. Kondisi Hidrologi
Kondisi Hidrologi di Kota Rumbia sangat dipengaruhi oleh keberadaan
Daerah Aliran Sungai yang terdapat di wilayah tersebut. Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang berada pada wilayah Kota Rumbia termasuk dalam
Wilayah Sungai (WS) Poleang Roraya.
Hasil analisis yang dilakukan memperlihatkan bahwa DAS Langkapa
merupakan DAS terbesar di Kota Rumbia dengan arah aliran menuju Selat
Tiworo dengan luas kawasan mencapai 3.579,21 Ha atau mencakup 44,68 %
dari total luas wilayah Kota Rumbia, sedangkan DAS Boule merupakan
DAS dengan luas kawasan terkecil, yaitu sebesar 23,63 Ha atau hanya
mencakup 0,29 %. Tabel 5.4 berikut menggambarkan kondisi Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang berada di Kota Rumbia berdasarkan hasil analisis
ASTER GDEM Kota Rumbia tahun 2011.
Tabel 5.4. Daerah Aliran Sungai di Kota Rumbia.
Nama_DAS
Luas (Ha)
Persentase (%)
DAS Poleang
235,00
2,93
DAS Wakata
632,47
7,90
1.898,28
23,70
38,48
0,48
DAS Lantawanua
1.602,93
20,01
DAS Langkapa
3.579,21
44,68
23,63
0,29
8.010,00
100,00
DAS Kasipute
DAS Lora
DAS Boule
Kota Rumbia
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
63
64
65
wawancara
dan
observasi
lapangan
yang
dilakukan
66
67
48.44
22.40
7.34
0.61
10.25
0.91
0.03 3.29
1.98
68
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Hutan
Semak/Belukar
Damija
Kebun/Kebun Campuran
Sawah
Mangrove
Publik Area
Tambak
Tanah Terbuka
Rawa
Savana
Permukiman
Kota Rumbia
3.880,44
588,19
48,73
1.794,36
820,92
73,11
2,73
263,25
13,34
15,45
350,98
158,51
8.010,00
Persentase (%)
48,44
7,34
0,61
22,40
10,25
0,91
0,03
3,29
0,17
0,19
4,38
1,98
100,00
69
70
suatu
kebijakan
pembangunan
yang
diperlukan
bagi
kelestarian
ekosistem
lingkungan
permukiman
dengan
71
72
Hutan lindung;
kawasan
yang
memberikan
perlindungan
terhadap
kawasan
bawahannya;
73
ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT,
taman RW, taman kota dan permakaman;
74
75
76
77
2. Struktur Ruang
Struktur ruang wilayah merupakan kerangka tata ruang wilayah
yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu
sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah terutama
jaringan transportasi. Selain itu juga, sistem perkotaan untuk mewujudkan
efisiensi pemanfaatan ruang, keserasian pengembangan ruang dan keefektifan
sistem pelayanan yang sesuai dengan tujuan penataan ruang wilayah Bombana
yakni ingin terwujudnya Kabupaten Bombana sebagai daerah yang sejahtera
dengan didukung oleh pengembangan sektor
Administrasi
Pemerintahan
Kabupaten
dengan
fungsi
78
Rencana Detail Tata Ruang (RDTRK) Kota Rumbia Tahun 2011, BWK I
terdapat di Kelurahan Lameroro.
Sarana Olah Raga (SOR), Taman dan tempat rekreasi buatan. Bagian
79
80
Kasipute, Kel. Lauru, desa Tapoahi, Kel. Poea, desa Lampata dan Kel.
Kampung Baru.
81
82
83
Hasil
analisis
terhadap
kawasan
Permukiman
di
Kota
Rumbia
Luas (Ha)
0,28
18,98
4,65
2,18
3,32
0,14
7,05
114,17
0,24
1,87
3,08
2,44
0,12
48,73
207,24
Persentase (%)
0,14
9,16
2,24
1,05
1,60
0,07
3,40
55,09
0,12
0,90
1,49
1,18
0,06
23,51
100,00
84
85
permukiman-permukiman
baru.
Gambaran
kondisi
kawasan
86
87
88
Ha, sedangkan pada Bagian Wilayah Kota II merupakan wilayah dengan luas
kawasan permukiman terkecil, yaitu sebesar 44,40 Ha.
Hasil analisis juga memperlihatkan gambaran bahwa luas lahan kosong
terbesar terdapat di Bagian Wilayah Kota (BWK) I seluas 3.071,40 Ha,
selanjutnya Bagian Wilayah Kota (BWK) III seluas 2.463,79 Ha, dan Bagian
Wilayah Kota (BWK) II merupakan wilayah dengan luas lahan kosong terkecil,
yaitu 2,316,30 Ha. Untuk lebih jelasnya, gambaran luas kawasan permukiman
dan lahan kosong menurut Bagian Wilayah Kota dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Luas Kawasan Permukiman dan Lahan Kosong menurut Bagian
Wilayah Kota (BWK) di Kota Rumbia. Tahun 2013.
BWK
Luas Wilayah
(Ha)
Kawasan
Permukiman (Ha)
Lahan Kosong
(Ha)
BWK I
3.115,80
44,40
3.071,40
BWK II
2.345,38
29,08
2,316,30
BWK III
2.548,82
85,03
2.463,79
8.010,00
158,51
7.851,49
Kota Rumbia
Sumber: Hasil Analsis, 2014.
Sebaran kawasan permukiman Kota Rumbia Tahun 2013 secara lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 5.21.
89
90
91
Kesesuaian
0-8
Sesuai
8 - 15
> 15
Tidak sesuai
92
2.
Kesesuaian
sesuai
Sesuai dengan syarat
Tidak Sesuai
93
3.
Pola Ruang
Analisis kesesuaian lahan berdasarkan parameter pola ruang wilayah
ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lahan yang berhubungan dengan
syarat kesesuaian terhadap kawasan lindung dan areal penggunaan lain. Hal
ini untuk menghindari penggunaan kawasan lindung sebagai kawasan
perumahan dalam pengembangan Kota Rumbia. Kriteria kesesuaian lahan di
lakukan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No.
683/KPTS/UM/1981, adapun kriteria dan parameter kesesuaian lahan
berdasarkan pola ruang wilayah disajikan pada Tabel 5.10.
94
Kesesuaian
sesuai
Sesuai dengan syarat
Tidak Sesuai
Sempadan Pantai
Berdasarkan arahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Rumbia
Tahun 2011, Pengertian Garis Sempadan Pantai yaitu daratan sepanjang
95
tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat. Kriteria dan
syarat kesesuaian lahan berdasarkan garis sempadan pantai dapat dilihat pada
Table 5.11.
Tabel 5.11. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Sempadan Pantai.
Jarak Garis Sempadan
Kesesuaian
> 150 m
sesuai
100 150 m
< 100
Tidak Sesuai
96
5.
Sempadan Sungai
Pengertian sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan
sungai termasuk sungai buatan, kanal dan salarun irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Kawasan
sempadan sungai ini merupakan kawasan perlindungan setempat. Tujuan
perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi sungai dari kegiatan
manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai,
melindungi kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran
sungai. Sehubungan dengan hal tersebut, sempadan sungai di Kota Rumbia
adalah sempadan sungai bertanggul di kawasan perkotaan dengan garis
sempadan > 3 m.
Adapun penetapan kriteria dan syarat kesesuaian kawasan permukiman
dengan parameter garis sempadan sungai dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Sempadan Sungai.
Jarak Garis Sempadan
Kesesuaian
>5m
sesuai
35m
<3
Tidak Sesuai
97
98
Kesesuaian Lahan
Luas (Ha)
Persentase (%)
Sesuai
1.778,17
22,20
1.731,47
21,62
Tidak Sesuai
4.500,35
56,18
8.010,00
100,00
Kota Rumbia
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
99
seluas 1.257,94 ha dan kawasan yang tidak sesuai untuk kawasan permukiman
seluas 3.613,38 ha. Sedangkan luas kawasan yang sesuai untuk kawasan
permukiman di Kecamatan Rumbia Tengah sebesar 662,91, lahan yang sesuai
dengan syarat sebesar 308,68 ha dan kawasan yang tidak sesuai untuk kawasan
permukiman sebesar 1.139,40 ha.
Tinjauan
kesesuaian
lahan
kawasan
permukiman
berdasarkan
100
1.566,62
4.752,78
8.010,00
101
102
BWK I
554,56
Luas (Ha)
Sesuai Dengan
Syarat
743,66
BWK II
310,98
502,59
1.531,81
BWK III
825,05
320,37
1.403,39
1.690,60
1.566,62
4.752,78
Kota Rumbia
Sesuai
Tidak Sesuai
1.817,58
103
Luas
Kawasan
Permukiman
(Ha)
35,87
2,47
4,50
12,77
53,52
25,13
2,37
4,47
9,99
53,25
3,16
0,00
0,01
0,89
0,11
7,57
0,10
0,02
1,88
0,15
2,71
25,77
19,42
0,33
0,71
158,07
2,65
25,33
15,10
0,03
0,68
139,00
0,06
0,20
1,54
0,11
0,03
6,13
0,01
0,24
2,78
0,19
0,01
12,95
104
105
VI.
A. Kesimpulan
1) Luas lahan kawasan permukiman di Kota Rumbia saat ini adalah 158,51 ha
atau menempati lahan dengan persentase luas kawasan sebesar 1,98 % dari
luas wilayah Kota Rumbia. Konsentrasi kawasan permukiman terdapat di
sekitar kota lama yaitu di Kelurahan Lampopala, Kasipute, Lauru dan desa
Tapoahi.
2) Hasil analisis kesesuaian lahan kawasan permukiman menunjukkan lahan
yang sesuai seluas 1.690,60 Ha, sesuai dengan syarat 1.566,62 Ha, dan tidak
sesuai 4.752,78 Ha.
3) Rencana pengembangan kawasan permukiman di Kota Rumbia di arahkan
pada Kelurahan Kasipute, Lauru, Tapoahi, Poea, Lampata dan Kampung
Baru yang berada pada BWK 3, sedangkan pada Kelurahan Lameroro fungsi
utama kawasan di arahkan sebagai kawasan perkantoran (BWK 1) dan desa
Lantawonua, kel. Lampopala, kel. Doule dan sebagian kel. Lameroro (BWK
2) diarahkan sebagai kawasan pusat perdagangan dan jasa.
106
B. Saran
1) Perlunya dilakukan pendataan dan pemetaan secara detail batas-batas
wilayah kelurahan agar data yang dihasilkan benar-benar menunjukkan
kondisi wilayah yang sebenarnya.
2) Perlunya dilakukan kajian yang mendalam terhadap kondisi kawasan
permukiman yang berada pada sempadan pantai dan sampadan sungai,
sehingga tercipta lingkungan kawasan permukiman yang sehat dan tertata.
3) Perlunya dilakukan pemantauan ruang khususnya kawasan permukiman agar
tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu
keseimbangan kawasan Kota Rumbia.
107
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Arikunto, S. 2005. Manajeman Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Aris P 2009. Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka Pembangunan
Permukiman di Perdesaan. Jurnal Permukiman. Vol. 4 No. 2 September 2009.
Archibugi. F., 2008. Planning Theory. From the Political Debate to the
Methodological Reconstruction.
Bambang U. S, 2012. Dinamika Penggunaan Lahan di Wilayah Perkotaan (Studi di
Kota Bandar Lampung). Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat, Unila 2012.
Bintarto, 1977. Pola Kota dan Permasalahannya. Yogyakarta: Fakultas Geografi
UGM.
Bintarto, R. 1989. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta. Ghalia
Indonesia.
Badan Pusat Statistik, 2013. Kabupaten Bombana Dalam Angka, 2012.
Badan Pusat Statistik, 2013. Kecamatan Rumbia dan Rumbia Tengah Dalam Angka,
2012.
Branch, M. C. 1995, Perencanaan Kota Komprehensif : Penerjemah Ir. Bambang
Hari Wibisono MUP MSc, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Budihardjo, E. 2009. Perumahan dan Permukiman di Indonesia.. Bandung: Alumni.
Budiharsono. 2002. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Burgess, E. W. 1925. The growth of a city: an introduction to a research project, in
Robert E. Park, Ernest W. burgess, and Rodrick D. McKenzie, The City.
Chicago: University of Chicago press.
Catanese, A. J. dan James C. S. 1986, Pengantar Perencanaan Kota, Erlangga,
Jakarta.
108
Chapin. F.S. 1995. Urban Land Use Planning. University of Illinois. Urbana.
Dahuri et al. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Pradnya Param ita. Bogor.
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru: Organisasi Keruangan dalam teori dan Praktek.
Bandung: Alumni Bandung.
Daldjoeni, N. 1996. Geografi Kota dan Desa. Alumni, Bandung.
Daldjoeni, N.1997. Pengantar Geografi untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah.
Bandung: Alumni.
Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya. Jakarta
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota. Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Perumahan dan
Permukiman. 2002, Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman (KSNPP), Yayasan Badan Penerbit KIMPRASWIL, Jakarta.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Surat Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. Jakarta.
Fianstein and Norman, 1991. City Planning and Political Value, Journal Urban
Affairs Quarterly, Vol. 2, No.3.
Harris C. dan Ullman, E. 1945, The Nature of Cities, Bellwether publishing, Chicago.
Hendarto, S. 2001. Dasar-Dasar Transportasi. Bandung: Penerbit ITB.
Hoyt, Homer. 1939. The Structure and Growth of Residential Neighborhoods in
American Cities. Washington, DC., U.S. Federal Housing Administration.
Jayadinata T. J, 1999, Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Desa, Perkotaan dan
Wilayah, ITB, Bandung.
Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali Press.
Keman, S, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman, Jurnal
Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1, Juli 2005 ; 29-42, Surabaya.
109
Khadiyanto, Parfi. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan, Universitas
Diponegoro. Semarang.
Kirmanto, D. 2002. Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan
Lingkungan Strategis dalam Pencegahan Banjir di Perkotaan [internet],
diperoleh dari [diakses April 2014].
Kozlowski, J. 1997. Pendekatan Ambang Batas dalam Perencanaan Kota, Wilayah
dan Lingkungan : Teori dan Praktek. Jakarta: UI-Press.
Kustiwan, I. 1997. Permasalahan konservasi lahan pertanian dan implikasinya
terhadap penataan ruang wilayah, studi kasus wilayah Pantura Jawa Barat.
Jurnal PWK. Vol. 8 No. 1. 1997.
Kuswartojo, T. dkk. 2005. Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Penerbit ITB,
Bandung.
Murai, S. 1999. GIS Work Book. Institute of Industrial science, University of Tokyo,
7-22-1 Roppongi, Minatoku, Tokyo.
Miller, JC. and Miller, JN., 1988, Statistics for Analytical Chemistry, 2nd Edition John
Wiley & Sons, New York hal 109-120
Nasir, M 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nasution, L.B. dan J. Winoto. 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan
Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Prosiding
Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Foundation.
Nugraha, dkk. 2006. Potensi dan Tingkat Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah
Aliran Sungai Samin Kabupaten Kranganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2006. Laporan Penelitian. Surakarta : LPPM UNS.
Pemerintah Kabupaten Bombana. 2007. Peraturan Daerah Kabupaten Bombana
Nomor 17 Tahun 2007. Bombana.
Pemerintah Kabupaten Bombana. 2011. Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota
Rumbia. Bombana.
Pemerintah Kabupaten Bombana, 2012. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Rumbia-Kasipute. Bombana.
110
111
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 3.
No.
Kecamatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Kabaena
Kabaena Utara
Kabaena Selatan
Kabaena Barat
Kabaena Timur
Kabaena Tengah
Rumbia
Mata Oleo
Kep. Masaloka Raya
Rumbia Tengah
Rarowatu
Rarowatu Utara
Lantari Jaya
Mata Usu
Poleang Timur
Poleang Utara
Poleang Selatan
Poleang Tenggara
Poleang
Poleang Barat
Tontonunu
Poleang Tengah
KAB. BOMBANA
Luas
Wilayah
(km2)
Persentase
(%)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
103,57
132,97
129,20
39,43
121,25
275,58
58,99
108,53
2,66
21,11
166,81
239,40
285,01
456,17
101,55
237,27
89,88
133,51
115,39
325,05
131,14
41,69
3,12
4,01
3,90
1,19
3,66
8,31
1,78
3,27
0,08
0,64
5,03
7,22
8,59
13,76
3,06
7,15
2,71
4,03
3,48
9,80
3,95
1,26
3.069
3.954
2.807
8.071
7.178
3.704
11.537
6.562
3.209
6.847
6.706
7.927
8.100
1.362
9.812
11.261
7.112
4.044
15.379
12.140
5.657
3.748
30
30
22
205
59
13
196
60
1.206
324
40
33
28
3
97
47
79
30
133
37
43
90
3.316,16
100,00
150.186
45
Kepadatan
(jiwa.km-2)
Lampiran 4.
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0-4
5-9
10 - 14
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
65 - 69
70 - 74
+75
1.205
990
793
785
968
1.102
917
725
593
376
286
205
119
73
64
79
1.104
957
800
865
1.037
1.144
809
704
512
324
241
177
154
96
92
88
2.309
1.947
1.593
1.650
2.005
2.246
1.726
1.429
1.105
700
527
382
273
169
156
167
KOTA RUMBIA
9.280
9.104
18.384
Lampiran 7. Foto-Foto
Foto Hasil Survey Lapangan.