Anda di halaman 1dari 13

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT

Written by Admin
Tuesday, 12 January 2010 09:15

Oleh: Yun Yun Yunadi

Salah satu unsur pembangun peradaban bangsa adalah melalui pendidikan. Sedangkan hasil akhir
sebuah pendidikan tergantung pada tujuan awal pendidikan itu sendiri. Islam dan Barat memiliki
pandangan berbeda mengenai hal tersebut. Paham rasionalisme yang berkembang di Barat
dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang
memiliki al-Quran, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang
membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing
peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga produk yang dihasilkan pun saling
memiliki ciri.
Pendahuluan
Pendidikan memiliki ragam dalam definisinya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989),
pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (proses, perbuatan, dan
cara mendidik). Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (1),
pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Seorang tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama
manusia. Dari pendidikanlah seseorang mengalami proses pengembangan kemampuan, sikap,

dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat mereka hidup. Proses sosial yang terjadi ini
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individual yang optimal. Pendidikan juga dipengaruhi oleh lingkungan individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang sifatnya permanen dalam tingkah laku, pikiran dan sikapnya.
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandangan masyarakat, dan kedua,
dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan
kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan.
Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari
generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Sedangkan dari sudut
pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan
tersembunyi. Hal ini selaras dengan pendapat Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara,
yang sudah sejak lama menyatakan bahwa pendidikan umumnya untuk memajukan budi pekerti
(kekuatan batin, pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
Definisi-definisi yang dikemukakan oleh para tokoh di atas memiliki kesamaan pandangan dan
mengarah pada satu tujuan tertentu, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa
merupakan suatu proses dalam mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien. Maka, berdasarkan pemahaman tersebut,
ciri-ciri pendidikan adalah pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup. Kemudian,untuk mencapai tujuan tersebut,
pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik
penilaian yang sesuai. Sedangkan kegiatan pendidikan dapat dilakukan dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non formal).
Oleh karena itu, pendidikan mengandung pokok-pokok penting, sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses pembelajaran
2. Pendidikan adalah proses sosial
3. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
4. Pendidikan berusaha mengubah atau mengembangkan kemampuan, sikap dan perilaku positif
5. Pendidikan merupakan perbuatan atau kegiatan sadar
6. Pendidikan memiliki dampak pada lingkungan

7. Pendidikan berkaitan dengan cara mendidik


8. Pendidikan tidak berfokus pada pendidikan formal.
Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek
intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja,
tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya.
Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun
masa depan bangsa.
Pengertian Pendidikan Islam
Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian masing-masing tentang pendidikan Islam. Salah
satunya adalah pandangan modern seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad S.A
Ibrahimy, mengungkapkan pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan luas, sebagai berikut :
Islamic education in true sense of the term, is a system of education which enables a man to lead
his life according to the Islamic ideology, so that he maay easly mould his life in accordancewith
tenets of Islam. And thus peace and prosperety may prevail in his own life as well as in the whole
world. This Islamic scheme of education is, of necessity an all embracing system, for Islam
encompasses the entire gamut of a muslems life. It can justly be said that all brances of learnng
which are not Islamic are included in the Islamic education. The scope of Islamic education has
been changing at different times. In aview of the demands of the age and the development of
science and technologi, its scope has also wideded
Menurutnya, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim merupakan elan vitale yang
menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu
memberikan jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan
manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk
menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut
DR. Mohammad Natsir, maksud didikan di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang
menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.
Selain itu, Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang

diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Oleh
karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik
terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga
objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung implikasi kependidikan yang
bertujuan untuk menjadi rahmatan lil alamin. Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu
kepada dua fenomena perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi
yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang dinamis dan
kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima'iyah
dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.
Dari pendapat-pendapat para tokoh Islam di atas terlihat perbedaan yang mendasar antara
pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Perbedaan yang menonjol adalah bahwa
pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia,
tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari itu, pendidikan Islam berusaha membentuk
pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak
terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan pendidikan
Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang
asasi, yaitu :
a. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dengan
kepribadian-kepribadian mereka dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut, seperti
perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapainnya, dan pada pertumbuhan
yang diinginkan pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada
kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku
masyarakat umumnya, serta tentang perubahan yang diinginkan terkait dengan kehidupan dan
pertumbuhan memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.
c. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu,

sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.
Meski demikian tujuan akhir pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup seseorang Muslim.
Pendidikan Islam itu sendiri hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan
tujuan akhir (QS. Al-Dzariat: 56). Tujuan hidup Muslim ini pula yang menjadi tujuan pendidikan di
dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak jaman Nabi Muhammad saw hingga sekarang. Dan
di dalam World Conference on Muslim Education yang pertama di Mekkah, 31 Maret-8 April 1977
lebih dipertegas lagi dan diberi definisi sebagai berikut:
Education should aim at balanced growth of the total personality of man through the training of
man's spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily senses. Education should therefore cater
for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scinentific,
linguistic, both individually and collectively and motivate all these aspects toward goodness and
attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim education lies in the realization of complete
submission to Allah on the level of idividual, the community and humanity at large
Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya harus berangkat dari dasar-dasar pokok
pendidikan dalam ajaran Islam, yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan,
keaslian, bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling penting adalah
tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata
pelajaran yang diajarkan di berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi,
malah juga pada lembaga-lembag pendidikan non formal.
Karakteristik Pendidikan Islam
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, ada beberapa karakteristik pendidikan Islam, yaitu pertama,
Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi
setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu
pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu. Hal ini
sesuai hadits Rasulullah saw ,
??? ????? ????? ??? ?? ???? ??????
Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan
dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang memiliki
ilmu pengethauan, tetapi tidak mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain (HR. Ibn alJauzy) .

???? ????? ????? ?? ??? ??? ????? ?? ????? ?????? ?? ??????


Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu
penetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak .
???? ???? ????? ????? ???????
Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada
Allah dan kemaslahatan umum, seperti pada hadits riwayat Abu al-Hasan Bin Khazem bin Anas ,
?????? ?? ????? ?? ???? ?? ?????? ????? ????? ??? ??????
Kelima, penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak.
Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Ali bin Abi
Thalib sebagaimana dikutif Fazhur Rahman berkata :
Heart of people have desires and aptitudes; sometimes they are ready to listen and others time are
not. Enter to people's hearts through their aptitudes. Talk to them when they ready to listen. For the
condition of heart is such that you force to do something, then it becomes blind (and refuses to
accept it).
Keenam, pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik
diberikan kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap
murid dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik & mental adalah anugerah
Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai sistem Islam, sehingga setiap
anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam.
Ketujuh, penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan
dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri,
keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang
menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak (HR. Muslim).
??? ??? ??????? ????? ???? ??? ?? ???? : ???? ????? ?? ??? ????? ?? ???? ???? ??????
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam
dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan
langsung dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.

Pengertian Pendidikan Barat

Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak bisa lepas dari tujuan hidup
manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara
kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan begitu
tujuan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan
pendidikan secara tidak langsung merupakan tujuan hidup berbenturan dengan kepentingankepentingan lain . Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat bahwa tujuan
hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat negara. Dan pengertian kuat
menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah
sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani.
Oleh sebab itu orang-orang yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa
disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.
Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup
adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Tetapi
apakah kebenaran itu? Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya
bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam utopia.
Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk
membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah Decartes (1596-1650) mengambil
dari kedua madzhab Yunani lama tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah
tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada
madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada
madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa);
ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu
sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi
atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya bersifat personal, oleh
sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah
SWT yang menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), Mereka berkata tidak ada hidup
kecuali hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita kecuali

masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangkanyangka (QS.45:23).
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan pendidikan berdasarkan pada
pandangan hidup,
"Since there is nothing to which growth is relative save more growth, there is nothing to which
education is subordinate save more education. The education process has no end beyond itself it
is its own end"
Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama Pragmatisme dalam falsafah,
sedangkan dalam pendidikan disebut Progressivisme yang terlalu menitik beratkan kepada
kegunaan (utilitarian).
Hegemoni peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama sekali dalam bidang pendidikan.
Volume penyelidikan dalam berbagai aspek pendidikan sangat mengagumkan. Disamping itu
kemajuan yang telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya hal yang
membanggakan kalangan elit yang memerintah dan masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini,
orientasi tujuan pendidikan Barat mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa
pun, yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan pembunuhan.
Melalui pendidikan, kaum pemodal (kapitalis) dan pedagang menyebarkan paham rasionalisme
dan liberalisme untuk melawan tatanan feodal (kerajaan) yang ada dan menghalangi
perkembangan kapital untuk mencari keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik dewasa ini, begitu
mudahnya suatu kelas sosial mendapatkan apa saja yang menjadi kebutuhannya dan kehendak
bebasnya (free will), dan hampir dengan cara apa pun.
Paul Johnson, seorang ahli sejarah Inggris mengakui dilema moral yang dihadapi oleh kapitalisme,
namun menurutnya kapitalisme adalah sebuah kekuatan natural bukan ideologi yang dibuat-buat.
Ia berasal dari naluri yang masuk ke dalam sifat manusia dan selalu merubah diri, serta akan
menggantikan sesuatu yang berbeda secara fundamental. Namun, usaha Johnson untuk mencari
solusi terhadap dilema moral dari kapitalisme tidak pernah jauh dari akar warisan peradaban Barat.
Menurutnya, kita berada pada sistem etika Yahudi-Kristen yang mengharuskan kita memiliki ideaide yang subur dalam pertempuran pemikiran di masa datang.
Di tengah-tengah pesta pora kemenangan kapitalisme dan semua subsistemnya, muncul
kesadaran yang mendalam dan jujur tentang kegagalan yang dihadapi Barat, terutama dalam
bidang fisafat pendidikan dan lembaga pendidikan. Dalam buku The Cultural Contradisional of

Capitalism, Daniel Bell (1976) menulis sebagai berikut,


Dalam budaya, sebagaimana juga dalam politik, liberalisme sekarang ini menghadapi rintangan
berat ... Tatanan sosial yang tidak memiliki ciri, baik budaya yang merupakan pernyataan simbolik
terhadap vitalitas manapun, atau pendorong yang bersifat motivasi atau kekuatan pemersatu.
Analis Bell tentang penyakit kapitalisme berkisar pada apa yang disebut disjuction of realm, yaitu
ketegangan antara hal-hal yang bersifat ekonomi, budaya dan politik. Tokoh Barat lainnya, Alam
Bloom meringkaskan sistem pendidikan Amerika, yaitu filsafat, asas-asas dan kurikulum dalam
bukunya berjudul Closing of America Mind. Menurutnya, relativisme dan pragmatisme menguasai
pentas budaya dan pendidikan Barat. Seperti dinyatakan oleh Bloom bahwa hampir setiap pelajar
di Barat (AS) percaya kebenaran itu relatif dengan latar belakang para pelajar Sebagian agamis,
sebagian atheis, sebagian condong ke kiri, yang lain ke kanan, sebagian miskin, sedangkan yang
lain kaya. Mereka hanya bersatu dalam relativisme dan kesetiaan pada persamaan.
Karakteristik Pendidikan Barat
Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai
sesuatu yang bebas nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari
nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat
tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya
yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekular yang
memusatkan manusia sebagai makhluk rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika
dan moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang
yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama,
menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap
realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan
hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan drama dan
tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor
ini amat berpengaruh dalam pola pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan
yang ada di Barat.
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka
yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan

rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Ren
Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini menjadikan rasio sebagai kriteria satusatunya dalam mengukur kebenaran. Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel
Kant, Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio
dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan
pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan
lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi,
psikologi, politik, ekonomi, dan lainnya .
Perbandingan Karakteristik Pendidikan Islam dan Barat
Menurut Pervez Hoodbhoy , perbedaan pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan
keagamaan tradisional dan pendidikan sekular modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut
menyandarkan diri pada dua filsafat pendidikan yang sama sekali berbeda dan mempunyai dua
perangkat tujuan dan metode yang juga berbeda.
Berikut ini akan ditujukan perbedaan antara versi pendidikan religius tradisional, yang murni dan
karenanya teoritis, dan versi pendidikan modern yang dijadikan pembanding.
Pendidikan Religius Tradisional Pendidikan Sekuler Moder
1 Orientasi keakhiratan 1 Orientasi kesekuleran
2 Berupaya mencapai sosialisasi ke dalam Islam 2 Berupaya mencapai perkembangan individu
3 Kurikulum tidak berubah sejak abad pertengahan 3 Kurikulum merespon perubahan-perubahan
berkenaan dengan bidang studi
4 Pengetahuan berdasarkan pada wahyu dan tidak dipersoalkan 4 Pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman dan deduksi
5 Pengetahuan dicari dan diperoleh berdasarkan pada perintah Tuhan 5 Pengetahuan diperlukan
sebagai alat untuk menyelesaikan masalah
6 Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi tidak dikehendaki 6 Mendiskusikan moralitas dan
asumsi-asumsi disambut baik
7 Metode dan teknik mengajar pada dasarnya otoriter 7 Metode dan teknik mengajar studentcenter
8 Penghapalan dianggap sangat menentukan 8 Pencerapan konsep-konsep kunci dianggap

menentukan
9 Mental mahasiswa dianggap pasif-reseptif 9 Mental mahasisswa dianggap aktif-produktif
10 Pendidikan secara umum tidak dispesialisasikan 10 Pendidikan dispesialisasikan

Penutup
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan adanya kesenjangan pola
berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika
sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan
cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui
wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci
al-Quran yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama. Jika
Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia
dengan agamanya sehingga terjadi kekalutan di dalamnya, maka Islamisasi ilmu justru mampu
membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani pribadi muslim
yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah SWT. Islam mempunyai sifat eksklusif
sekaligus inklusif. Ketika berhadapan dengan masalah teologi, hakikat sifat-sifatNya, seorang
muslim tidak boleh berkompromi dengan persepsi agama lain, kecuali yang berhubungan dengan
masalah rubbbiyyah. Sebaliknya ketika membicarakan masalah nilai-nilai moral dan etika, maka
pintu komunikasi, dialog dan kerjasama dapat dibuka seluas-luasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sayyid al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Hadts Nabawiyyah, Kairo: Maktabah al-Hijazi,1948.
Al-Sayuthi, Imam Jamaluddin Abdurahman bin Abi Bakr, al-Jam' al-Shaghr f al-Hadts al-Basyir alNzhir, Kairo: Dr al-Katib al-Arabi, 1967.
Al-Syaibany, Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan
Bintang, 1979.
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-pokok Pikiran tentang Islam, Jakarta: Usaha Interprise, 1976.
Arifin, Prof. H.M. M.Ed. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Armas, Adnin, MA, Westernisasi dan Islamisasi Ilmu, dalam Majalah ISLAMIA, Thn. I, No.6, JuliSeptember 2005.
Azra, Prof. Dr. Azyumardi, MA. "Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: PT.
LOGOS Wacana Ilmu, 1999.
Dewantara, Ki Hajar, Masalah Kebudayaan: Kenang-Kenangan Promosi Doctor Honoris Causa,
Yogyakarta, 1967.
Dewey, J., Democracy and Education, London: Mac. Milan, 1916.
Hoodbhoy, Pervez, Islam dan Sains Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, Bandung: Penerbit
Pustaka, 1997.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)
Khursid, Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. M. Hashem Bandung, 1958.
Langggulung, Prof. Dr. Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma'arif,
1980.
______________, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Al-Husana Zikra, 2000.
______________, Manusia dan Pendidikan, suatu analisa Psikologis, falsafat dan pendidikan,
Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
______________, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan sains Sosial, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2002.
Nandika, Dodi, Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2007.
Natsir, Drs. M. Ali, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, Jakarta, Kalam Mulia, 1992.
Natsir, Mohammad, Capita Selecta, Bandung: Granvenhage, 1954.
Qardhawi, Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, (terj. Bustani A. Gani dan
Zainal Abidin Ahmad), Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Rahman, Fazlur, Islam, Ideologi and The Way of Life, Singapore: Pustaka Nasional, 1980.
Rochaety, Eti, Pontjorini, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
2006.
Sihombing, Umberta, Menuju Pendidikan Bermakna Melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat:
Konsep, Strategi dan Pelaksanaan, Jakarta: Multiguna, 2002.
Soyomukti, Nurani, Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media group, 2008.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Bandung: Fokus Media, 2003.

Anda mungkin juga menyukai