Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah kelumpuhan yang ditandai dengan


tidak dapat atau kurangnya kemampuan untuk menggerakan otot-otot wajah. Hal ini
berhubungan dengan lokasi lesi jaras saraf fasialis dan dapat dibedakan dengan
melihat gejala kelumpuhan yang timbul.
Kelumpuhan saraf fasialis perifer merupakan kelemahan jenis motor neuron
yang terjadi bila nukleus atau serabut distal saraf fasialis terganggu, yang
menyebabkan kelemahan otot wajah. Kelumpuhan saraf fasialis biasanya mengarah
pada suatu lesi saraf fasialis ipsilateral atau dapat pula disebabkan lesi nucleus fasialis
ipsilateral pada pons.
Kelumpuhan saraf fasialis memberikan dampak yang besar bagi kehidupan
seseorang dimana pasien tidak dapat atau kurang dapat menggerakkan otot wajah
sehingga tampak wajah pasien tidak simetris. Dalam menggerakkan otot ketika
menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi akan tampak sekali wajah pasien tidak
simetris. Hal ini menimbulkan suatu deformitas kosmetik dan fungsional yang berat.
Kelumpuhan saraf fasialis merupakan suatu gejala penyakit, sehingga harus
dicari penyebab dan ditentukan derajat kelumpuhannya dengan pemeriksaan tertentu
guna menetukan terapi dan prognosisnya.

BAB II
KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS

I.

DEFINISI
Kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah kelumpuhan otot-otot wajah
yang ditandai dengan tidak dapat atau kurang dapat digerakannya otot wajah
sehingga wajah tampak tidak simetris

II.

ANATOMI
Nervus fasialis merupakan salah satu nervus kranialis yang berfungsi
untuk motorik sensorik somatik, dan aferen eferen viseral. Gambar berikut ini
memperlihatkan cabang nervus fasialis beserta otot yang dipersarafinya.
Nervus fasialis memiliki dua subdivisi, yang pertama adalah yang
mempersarafi otot ekspresi wajah kemudian yang kedua memiliki serat yang
jauh lebih tipis yaitu intermediate yang membawa aferen otonom, somatik,
dan eferen otonom.1
Nervus fasialis mengandung 4 macam serabut, yaitu: 2,3,4,5
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m.levator
palpebrae (N.III)), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivarius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan
lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua
pertiga bagian depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh n.trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih) ini terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga.

Tabel 1. Nervus Fasialis


Nama
Saraf fasialis

Komponen
Brankial eferen

Asal
Nukleus fasialis

Fungsi
Otot-otot ekspresi
wajah: M.platisma,
m.stilohioideus,

Saraf intermediat

Nukleus

m.digastrikus
Nasal, lakrimal,

salivatorius

kelenjar liur

superior

(sublingual dan

Viseral aferen

Ganglion genikuli

submandibular)
Pengecapan 2/3

spesial
Somatik aferen

Ganglion genikuli

anterior lidah
Telinga luar, bagian

Viseral eferen

kanalis auditorius,
permukaan luar
membran timpani
(sensibilitas)
Nervus fasialis
Nukleus motorik terletak pada bagian ventrolateral tegmentum pontin bawah
dekat medula oblongata. Sewaktu di tegmentum pons, akson pertama motorik berjalan
dari arah sudut pontoserebelar dan muncul di depan nervus vestibularis. Saraf
intermediate muncul di antara saraf fasialis motorik dengan vestibulokoklearis.
Nervus intermediate, nervus fasialis, dan nervus vestibulokoklearis berjalan
bersama ke lateral ke meatus akustikus internus. Di dalam meatus akustikus internus,
nervus fasialis dan intermediate berpisah dengan nervus vestibulokoklearis.
Nervus fasialis berjalan ke lateral ke dalam kanalis fasialis kemudian ke
ganglion geniculatum. Pada ujung kanalis tersebut, nervus fasialis keluar kranium
melalui foramen stilomastoideus.
Dari foramen tersebut, serat motorik menyebar ke wajah, beberapa melewati
glandula parotis. Nukleus motorik merupakan bagian dari arkus refleks yakni refleks
kornea dan refleks berkedip. Refleks kornea berasal dari membran mukosa mata
(aferen) dibawa melalui nervus V1 oftalmikus menuju ke nukleus sensorik trigeminus
utama. Di nukleus tersebut rangsang ditransmisikan ke neuron yang berhubungan

dengan nervus fasialis pada sisi yang sama. Bagian eferen dari refleks tersebut berasal
dari neuron eferen nervus fasialis.
Refleks berkedip berasal dari mata (aferen) mengantarkan impuls optiknya ke
nukleus di tektobulbaris menyebabkan refleks berkedip jika cahaya terang. Selain
kedua refleks tersebut, impuls akustik yang berasal dari nervus vestibulokoklearis
mencapai nukleus dorsalis dan menghasilkan arkus refleks berupa tegangan otot
stapedius atau relaksasi.
Persarafan supranuklear dari nervus fasialis terletak pada kedua hemisfer
serebri untuk otot dahi, sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus
presentralis kontralateral.

Gambar 1. Jaras Motorik Nervus Fasialis


Nervus Intermediate
Serat aferen gustatorius. Serat aferen pada gustatorik berasal dari ganglion
geniculatum yang berupa sel pseudounipolar dari ganglion spinalis, sebagian lagi
berasal dari papil lidah dua pertiga anterior. Serat aferen tersebut berjalan bersama
dengan nervus lingualis ( cabang nervus mandibulari V3) menuju ke korda timpani
kemudian ke ganglion geniculatum menjadi nervus intermedius dan menuju ke
nukleus solitarius. Nukleus tersebut menerima impuls dari nervus glosofaringeal

(sepertiga posterior lidah) dan nervus vagus (dari epiglotis). Karena yang berperan
dalam sistem pengecapan terdiri dari 3 saraf yang berbeda maka kehilangan
pengecapan total (ageusia) jarang terjadi. Dari nukleus tersebut impuls dikirim ke
talamus kontralateral (nukleus ventroposteromedial) menuju ke regio presentralis
korteks area 43 dan insula area 52.
Serat somatik aferen. Serat somatik aferen berasal dari pinna, meatus
akustikus eksternus, dan gendang timpani. Serat berjalan menuju ganglion
geniculatum menuju nukleus sensorik nervus trigeminus.
Serat eferen sekretorik. Nervus intermedius terdiri dari serat parasimpatis
yang berasal dari nukleus salivatorius superior. Seratnya meninggalkan nukleus
menuju ganglion geniculatum lanjut ke ganglion pterigopalatina dan menuju glandula
lakrimal serta mukosa nasal. Sebagian lagi menuju ganglion submandibula, lewat
nervus lingualis. Ganglion submandibula bertanggung jawab untuk sekresi glandula
submandibularis dan sublingualis berupa saliva. Aferen dari sistem ini berasal dari
sistem nervus olfaktorius. Glandula lakrimal menerima input dari hipotalamus
(emosi). Hal ini mengakibatkan jika mencium bau yang enak akan terjadi sekresi
saliva. Dan jika emosi meningkat atau sedih maka akan terjadi lakrimasi.
III.

EPIDEMIOLOGI
Foester melaporkan bahwa kerusakan saraf fasialis sebanyak 120 dari 3907

kasus (3%) dari seluruh trauma kepala saat Perang Dunia I. Friedman dan Merit
menemukan sekitar 7 dari 430 kasus trauma kepala. Adapun kelumpuhan saraf fasialis
yang tidak diketahui penyebabnya (Bells Palsy) sekitar 20-30 kasus per 100.000
penduduk pertahun, sekitar 60-75% dari semua kasus merupakan paralysis nervus
fasialis unilateral.2
Insiden pada laki-laki dan perempuan sama, namun rata-rata muncul pada usia
40 tahun meskipun penyakit ini dapat timbul di semua umur. Insiden terendah adalah
pada anak di bawah 10 tahun, meningkat pada umur di atas 70 tahun. Frekuensi
kelumpuhan saraf fasialis kanan dan kiri sama. Kausa tumor merupakan hal yang
jarang, hanya sekitar 5% dari semua kasus kelumpuhan saraf fasialis.2
IV.

ETIOLOGI
Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab kelumpuhan dari nervus
fasialis, diantaranya:3
5

a. Sejak Lahir (Kongenital)


Kelumpuhan ini biasanya bersifat ireversibel dan terdapat adanya
kelainan pada telinga yaitu pada tulang pendengaran.
b. Infeksi
Kelumpuhan dari nervus fasialis perifer juga dapat terjadi akibat proses
infeksi pada intrakranial (Sindroma Ramsey-Hunt dan herpes otikus) ataupun
infeksi dari telinga tengah (otitis media supuratif kronis yang merusak kanal
Fallopi).
c. Tumor
Tumor yang menyebabkan kelumpuhan dari nervus fasialis perifer
dapat berupa tumor intrakranial (tumor serebelopontin, neuroma akustik, dan
neuriloma) maupun tumor ekstrakranial (tumor telinga dan tumor parotis).
d. Trauma
Kelumpuhan nervus fasialis perifer dapat terjadi akibat trauma kepala
sehingga terjadi fraktur pars petrosa os temporal.
e. Gangguan Pembuluh Darah
Trombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media juga
dapat menjadi penyebab kelumpuhan dari nervus fasialis perifer.
f. Idiopatik (Bells Palsy)
V.

MANIFESTASI KLINIS
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan
perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama N. Fasialis.5
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat
persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah
bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral).
Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi
pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan
6

kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya


tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan
menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat
sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh
bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa
secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter
maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron)
nervus VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai
pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai
korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti
nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu.
Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada
paralisis pseudobulber.5
Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi :3
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara
pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena
tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus
menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons
dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di
kanalis fasialis.
3.

Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus


stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.

4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)


Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di
belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti
ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom
Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan
herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes
zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis
auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi
tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air
mata dan salivasi.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus.
6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons.
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang juga
nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.
VI.

KLASIFIKASI KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS


Klasifikasi ini diperlukan untuk melihat gambaran dari disfungsi
motorik fasial serta karakteristik setiap derajatnya.
Tabel 2. Klasifikasi House - Brackmann

GRAD

PENJELASAN

KARAKTERISTIK

E
I
II

Normal
Disfungsi Ringan

Fungsi fasial normal


Kelemahan yang sedikit, terlihat pada inspeksi
dekat. Ada sedikit sinkinesis.
Pada istirahat, simetris dan selaras.
Pergerakan dahi sedang sampai baik.
Menutup mata dengan usaha yang minimal.
Terdapat sedikit asimetris pada mulut jika

III

Disfungsi Sedang

melakukan pergerakan.
Terlihat tapi tidak terdapat adanya perbedaan
antara kedua sisi.
Adanya sinkinesis ringan.
Terdapat spasme atau kontraktur hemifasial.
Pada istirahat, simetris dan selaras.
Pergerakan dahi ringan sampai sedang.
Menutup mata dengan usaha.
Mulut sedikit lemah dengan pergerakan yang

IV

Disfungsi Sedang Berat

maksimum.
Tampak kelemahan bagian wajah yang jelas
dan asimetri.
Kemampuan menggerakan dahi tidak ada.
Tidak dapat menutup mata dengan sempurna.

Disfungsi Berat

Mulut tampak asimetri dan sulit digerakan.


Wajah tampak asimetri.
Pergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilai.
Dahi tidak dapat digerakan.
Tidak dapat menutup mata.

VI

VII.

Total Parese

Mulut asimetri dan sulit digerakan.


Tidak ada pergerakan

UJI DIAGNOSTIK
Diagnosis dapat ditegakan dengan melakukan beberapa pemeriksaan
sebagai berikut:3

1. PEMERIKSAAN FUNGSI SARAF MOTORIK


Tujuannya untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat
kelumpuhannya yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi
motorik yang dihitung dalam persen (%).

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya


mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan kesepuluh otot-otot
tersebut secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut :
-

M. Frontalis
diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas

M. Sourcilier
diperiksa dengan cara mengerutkan alis

M. Piramidalis
diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas

M. Orbikularis Okuli
diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat

M. Zigomatikus
diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi

M. Relever Komunis
diperiksa

dengan

cara

memoncongkan

mulut

ke

depan

sambil

memperlihatkan gigi
-

M. Businator
diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipi

M. Orbikularis Okuli
diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul

M. Triangularis
diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir kebawah

M. Mentalis
diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke
depan
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan
dan kiri :
a.
b.
c.
d.

Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3


Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
Diantaranya dinilai dengan angka 2
Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai
nilai 30.

10

2. TONUS
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan
terhadap kesempurnaan mimik/ekspresi muka. Penilaian tonus seluruhnya
berjumlah lima belas (15) yaitu terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk
setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi 1 (1) sampai minus 2 (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.3
3. SINKINESIS
Sinkinesis menentukan suatu komplikasi dari paresis fasialis. Cara
mengetahui ada atau tidaknya sinkinesis :3
a. Penderita diminta untuk memejamkan mata kuat-kuat kemudian dilihat
pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Bila pergerakan normal
pada kedua sisi maka dinilai 2, bila pergerakan pada sisi paresis lebih
dibandingkan dengan sisi normal nilainya (-1) atau (-2) tergantung dari
gradasinya.
b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi dan
dilihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian sama
seperti diatas.
c. Hal ini juga dapat dilihat ketika penderita berbicara (gerakan emosi)
dengan memperhatikan gerakan otot-otot di sekitar mulut. Nilai 1 bila
pergerakan normal dan nilai 0 bila pergerakan tidak simetris.
4. HEMISPASME
Hal ini merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai.
Hemispasme diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan
gerakan-gerakan seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang sehingga
terlihat gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada
keadaan yang lebih berat, kadang-kadang otot platisma di daerah leher juga
ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dilihat dengan angka (-1).
Fungsi motorik otot-otot setiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah
50 atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut lalu
dikali 2 untuk persentasenya.3

11

5. GUSTOMETRI
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah tidak dipersarafi oleh n.
korda timpani yaitu salah satu cabang n. fasialis. Pada pemeriksaan dilihat
apakah terdapat perbedaan ambang rangsan antara kanan dan kiri. Bila
terdapat perbedaan lebih dari 50% antara kedua sisi adalah patologis.3
6. SCHIRMER TEST ATAU NASO-LACRYMAL REFLEX
Tes ini merupakan pemeriksaan untuk mengetahui fungsi serabutserabut pada simpatis dari n. fasialis yang disalurkan melalui n. petrosus
superfisialis mayor. Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakan kertas
hisap atau lakmus pada dasar konjungtiva (inferior) kemudian dihitung berapa
banyak sekresi kelenjar lakrimalis. Bila terdapat perbedaan kanan dan kiri
lebih atau sama 50% maka dianggap patologis.3
7. REFLEKS STAPEDIUS
Untuk menilai hal ini digunakan elektroakustik impedans meter
(impedans audiometer) yaitu dengan cara memberikan rangsang pada m.
stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi n. stapedius cabang n.
fasialis. Pemeriksaan lain dengan gustometer sehingga dapat ditentukan
ambang kecap dari pasien.3
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG TAMBAHAN

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Elektromiografi

Pemeriksaan Elektroneuronografi

Uji Stimulasi Maksimal

Pemeriksaan NET (Nerve Exitability Test)

Pemeriksaan Audiovestibuler
VIII.

TATATALAKSANA
Pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis dapat ditatalaksana yang dibagi
dalam 2 hal :3
1. Kasus dengan gangguan hantaran yang ringan namun masih memiliki
fungsi motorik yang masih baik, hal ini bertujuan untuk menghilangkan

12

edema dari

saraf, menggunakan anti edema, vasodilator, serta

neurotropika
2. Kasus dengan gangguan hantaran yang berat atau adanya denervasi total
sehingga perlu dilakukan tindakan operasi dengan menggunakan tehnik
dekompresi Nervus VII Transmastoid.
Tujuan dari terapi dalam kelumpuhan nervus fasialis perifer adalah
mempercepat penyembuhan, membuat penyembuhan lebih sempurna,
menghambat terjadinya komplikasi lebih lanjut serta sekuele, dan menghambat
replikasi dari virus.
Terapi ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada kasus ringan atau akut
serta pada kasus sedang atau berat (sekuele) :6
KASUS RINGAN ATAU AKUT
1. Pemberian Steroid dan Anti Viral
Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan oleh American Academy of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Foundation (2013) dimana yang
mengatur pemberian dari kortikosteroid dan anti viral:7
a. Perlu dilakukan pengkajian terhadap pasien paralisis fasial unilateral
dengan onset akut sehingga dapat mengidentifikasi adanya etiologi lain
atau tidak (HSV, Lyme Disease, dan Sarkoidosis)
b. Pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak dianjurkan pada pasien
paralisis dengan onset akut.
c. Pemberian kortikosteroid oral dilakukan dalam 72 jam pasca onset pada
pasien berusia 16 tahun keatas yang tidak memiliki kontra indikasi terapi
steroid.
d. Monoterapi dengan anti viral tidak dianjurkan pada pasien dengan onset
akut. Anti viral dapat dikombinasi dengan pemberian kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid oral dilakukan untuk menurunkan adanya
proses inflamasi serta edema pada saraf sehingga mengurangi kerusakan yang
terjadi.7
Regimen Terapi dengan Kortikosteroid selama 10 hari :7,11

13

Prednison 1mg/kgBB p.o atau 60mg/hari untuk 5 hari pertama lalu

dilakukan tapering off menjadi 10mg/hari untuk 5 hari berikutnya


Prednisolon 25mg p.o 2x/hari untuk 5 hari pertama lalu dilakukan tapering
off

Untuk pemberian anti viral yang dikombinasi dengan kortikosteroid yaitu:


-

Acyclovir 400 mg p.o, 5x/hari dalam 10 hari


Valacyclovir 500 mg p.o, 2x/hari dalam 5 hari

2. Proteksi Pada Mata


Hal ini bertujuan untuk melindungi kornea dari dehidrasi, kekeringan
dan abrasi akibat ketidakmampuan kelopak mata untuk menutup dan berair.
Proteksi pada mata ini dilakukan dengan cara pemberian obat tetes mata
(artificial tears), pemakaian salep mata pada malam hari, dan pemakaian alat
pelindung mata.6
3. Fisioterapi (Mime)
Hal ini mencakup latihan relaksasi, koordinasi, dan ekspresi,
biofeedback, terapi elektrik, face massage, facial exercise, dan thermotherapy.
Fisioterapi memiliki peran penting pada rehabilitasi awal serta untuk
mencegah terjadinya sinkinesis dan kontraktur fasial.6
Langkah yang perlu dikerjakan yaitu basahkan handuk dengan air
panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk
mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang
lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase
dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan
menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri
didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat
alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan
hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai. Kegiatan ini
dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.8
4. Akupuntur dan Moxibustion Therapy

14

Kedua hal ini digunakan sebagai terapi adjuvan atau terapi tambahan
pada kasus kelumpuhan nervus fasialis perifer (Bells Palsy).6
5. Pentoksifilin
Merupakan terapi yang bekerja dengan cara menghambat enzim
fosfodiesterase sehingga mencegah terjadinya insufisiensi dari masuknya ATP
yang dapat memicu terjadinya peningkatan radikal bebas dan merusak dari sel
saraf. Pentoksifilin merupakan salah satu obat yang digunakan untuk
menterapi neuritis.9
KASUS SEDANG ATAU BERAT ATAU SEKUELE
Pada kasus ini tindakan operasi dapat dilakukan bila ada indikasi :10
-

Adanya progesivitas serta kelanjutan paralisis tanpa perbaikan


Terdapat rasa nyeri pada wajah
Adanya gangguan pada nervus kranialis lain
Terdapat riwayat kanker kulit yang regional

Tatalaksana yang dapat dilakukan pada kasus sedang atau berat adalah :6
1.
2.
3.
4.
5.

Stimulasi Elektrik Transkutan


Dekompresi Transmastoid
Good Weight Implant
Suspensi Sub Periosteal (Face Lifting)
Toxin Botulinum

Pengobatan terhadap gejala sisa (sekuele) yang dapat dilakukan antara lain :
A. Depresi
Pasien dengan kelumpuhan saraf fasialis memiliki ketakutan bahwa
mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang
melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang
melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk
mengatasi depresi tersebut.
B. Nyeri
Sebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien dengan
Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan
analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/
kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.
15

C. Perawatan Mata
Secara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata
agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk
mengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat
tetes mata.

BAB III
KESIMPULAN

Lumpuhnya nervus fasialis perifer yang ditandai dengan kelumpuhan otot-otot


wajah diakibatkan oleh berbagai macam etiologi yang masih perlu untuk dikaji
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemberian terapi
yang cepat dan tepat akan memberikan prognosis baik berupa perbaikan yang cepat
sempurna, serta pencegahan terhadap komplikasi lebih lanjut pada pasien dengan
kelumpuhan nervus fasialis perifer.
16

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr, Frotscher. Duus Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Fisiology,
Sign, Symptom. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill companies. 2005;167-75.
2. Mardjono, Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2000; 15963.
3. Soepardi, Iskandar. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta:
FK UI. 2007;114-7.
4. Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.1997; 139-152.
17

5. Tobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FK UI.


2007; 55-60
6. Finsterer J. Management of Peripheral Facial Nerve Palsy. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 2008;265(7):743-52.
7. Bruce M. Bells Palsy Empiric Therapy. Medscape. 2013. Available on
http://emedicine.medscape.com/article/2018337-overview
8. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition,
Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis, 2006.
9. Baykal S, Boz C, Cakir E, et al. The Effects of Pentoxifyline in Experimental
Nerve Injury. Turk J Med Sci. 2002;32:207-10.
10. Aik KT, Hanom AF. A Systemic Approach to Facial Nerve Paralysis. Webmed
Centraophtamology.

2011;

2(4)

WMC001856

doi:

10.9754/journal.wmc.2011.001856
11. Axelsson S, Berg T, Jonsson L, et al. Prednisolone in Bells Palsy Related to
Treatment Start and Age. Otol Neurotol. 2011; 32:141-6.

18

Anda mungkin juga menyukai