Limfoma non Hodgkin adalah penyakit yang menyerang sel dari sistem limfatik, yang
dikenal sebagai sel darah putih, atau limfosit. Pada limfoma non Hodgkin, limfosit mulai
berperilaku seperti sel kanker dan tumbuh serta berlipat ganda secara tidak terkontrol, dan
tidak mati seperti pada proses yang seharusnya. Karena hal ini, limfoma non Hodgkin sering
disebut sebagai kanker.
Limfosit abnormal ini sering terkumpul dalam kelenjar getah bening, yang mengakibatkan
pembengkakan. Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, kumpulan limfosit abnormal –
atau ‘limfoma’ – juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya di luar dari kelenjar getah
bening.
Keypoints
Sistim limfatik adalah bagian dari sistim kekebalan tubuh. Ia memainkan peran kunci dalam
pertahanan tubuh melawan infeksi dan sejumlah penyakit lainnya, termasuk kanker.
Seperti sistim peredaran darah, sistim limfatik adalah suatu sirkulasi, tetapi cairan yang
beredar didalamnya adalah getah bening, bukan darah. Sistim limfatik membantu transportasi
zat seperti – sel, protein, nutrien, produk sisa/buangan – di seluruh tubuh. Sistim limfatik
meliputi : Pembuluh limfatik (sering disebut secara sederhana ‘limfatik’), kelenjar getah
bening (sering disebut ‘kelenjar limfe ’) dan Organ seperti limpa dan timus.
Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistim kekebalan tubuh, membentengi tubuh
terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker.
Suatu cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa
limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh.
Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah
besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang menyebabkan
infeksi seperti bakteri dan virus.
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok – sebagai contoh,
terdapat sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha.
Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering
membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi, sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher
mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di leher, Cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke
dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan
dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh lainnya.
• Sel T
• Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit, dibentuk dalam sumsum tulang . Kehidupannya
dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit
bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel
T. Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan
sel B keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab
infeksi seperti bakteri dan virus.
Dalam keadaan normal , kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T.
Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal (sebagai
contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi tubuh).
Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri), mereka
memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan menyebabkan
perusakannya.
Keypoints
• Terdapat dua jenis utama limfosit - sel T dan sel B, dan keduanya
berperan penting dalam respon kekebalan terhadap penyakit.
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang terserang
berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara
abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit
abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah
bening ini akan membengkak.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma – kumpulan limfosit abnormal – juga
dapat terbentuk dibagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan sumsum
tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering, tetapi
pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak.
Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh
terserang oleh penyakit ini.
Secara umum, karena sirkulasi alamiah dari getah bening, limfoma biasanya disebut sebagai
penyakit yang menyerang seluruh tubuh, dan bukan hanya daerah yang jelas mengalami
pembengkakan kelanjar. Kondisi ini dikenal sebagai ‘penyakit sistemik’.
• Limfoma non Hodgkin (sering ditulis sebagai limfoma non Hodgkin, tanpa apostrofi,
atau limfoma non Hodgkin, dan sering secara singkat ditulis LNH)
• Limfoma Hodgkin (juga dikenal sebagai penyakit Hodgkin)
Limfoma non Hodgkin adalah salah satu dari dua kelompok limfoma (yang lainnya adalah
limfoma Hodgkin). Sel dalam limfoma non Hodgkin tampilan dan perilakunya berbeda dari sel
dalam limfoma Hodgkin.
Sangat penting untuk mengetahui secara tepat jenis limfoma non Hodgkin apa yang diderita
pasien, seberapa cepat pertumbuhannya, di mana lokasinya dalam tubuh, dan seberapa jauh
penyebarannya. Untuk mengetahui hal tersebut, penyakit ini disub-divisikan berdasarkan :
• Klasifikasi atau grade – ini menginformasikan dokter apakah limfoma non Hodgkin ini
indolen (grade/level rendah, atau pertumbuhan lambat) atau agresif (grade tinggi, atau
tumbuh cepat).
• Jenis – dalam klasifikasi indolen atau agresif, penyakit ini selanjutnya dibagi menjadi
lebih dari 30 jenis, tergantung dari bagaimana contoh sel, biasanya didapatkan melalui
biopsi, tampak di bawah mikroskop. Hal ini juga dikenal sebagai ‘levelan’.
Informasi ini – klasifikasi, jenis dan stadium – membantu dokter untuk memprediksi
bagaimana suatu limfoma non Hodgkin tertentu akan berperilaku dan bagaimana pasien akan
terpengaruh. Hal ini juga sangat penting untuk merencanakan pengobatan yang tepat,
sehingga semua informasi harus tersedia sebelum pengobatan direncanakan dan dimulai.
Keypoints
Klasifikasi limfoma non Hodgkin didasarkan pada sejumlah kriteria. Suatu cara sederhana ,
tetapi sahih, untuk melihat ini adalah dengan menggunakan dua klasifikasi, atau levelan, dari
limfoma non Hodgkin, yang membantu dokter untuk memutuskan pengobatan apa yang aka
diberikan pada pasien :
Limfoma non Hodgkin tumbuh secara perlahan. Pada awal sering tidak menimbulkan gejala,
dan sehingga sering berlangsung beberapa waktu tanpa terdeteksi. Bahkan setelah
didiagnosis, kebanyakan tidak memerlukan pengobatan segera, kadang-kadang selama
beberapa bulan atau tahun. Pengobatan, jika diperlukan, biasanya efektif membuatnya
mengecil dan bahkan menghilang, memberikan suatu periode bebas penyakit, atau 'remisi',
pada pasien. Akan tetapi, mereka sering relaps, atau muncul lagi, dan akan lebih banyak
pengobatan diperlukan.
Proporsi
40% - 50% 50% - 60%
Pertumbuhan
Lambat Cepat
Penjelasan
Sering tidak kelihatan gejala Gejala kelihatan sebelum
pada saat diagnosis; diagnosis diagnosa
bisa kapan saja dalam berbagai
kasus
Pengobatan
Kadang tidak butuh secepatnya Biasanya butuh
secepatnya
Outcome
Respon baik terhadap Respon sangat baik
pengobatan, namun kadang terhadap pengobatan,
bisa kambuh lebih mudah
disembuhkan
Limfoma non Hodgkin agresif tumbuh lebih cepat. Mereka tampaknya lebih menyebabkan
gejala daripada limfoma non Hodgkin indolen, dan biasanya mereka membutuhkan
pengobatan segera. Meskipun nama agresif kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini
sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Mereka, pada kenyataannya,
seperti sembuh seutuhnya dibandingkan dengan limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen dan agresif dapat dibedakan dari penampilannya dibawah
mikroskop. Untuk tujuan ini, suatu contoh jaringan limfoma perlu dikumpulkan pada semua
pasien. Kebanyakan pasien akan dibiopsi dimana kelenjar yang terserang, atau bagiannya,
dilepaskan secara pembedahan. Pada yang lainnya, diagnosis mungkin terjadi secara
kebetulan selama prosedur rutin seperti suatu gastroskopi.
Penting untuk membedakan klasifikasi limfoma non Hodgkin , karena pengobatan untuk
keduanya dapat sangat berbeda.
Keypoints
Dalam klasifikasi indolen atau agresif, ada banyak jenis limfoma non Hodgkin yang berbeda.
Ada banyak pemeriksaan yang dapat menemukan jenis limfoma non Hodgkin apa yang
dipunyai pasien. Hasil ini memberikan dokter informasi tambahan tentang bagaimana cara
penyakit berperilaku dan pengobatan terbaik untuknya. Jenis limfoma non Hodgkin ditentukan
oleh :
Untuk menentukan jenis limfoma non Hodgkin diperlukan sepotong jaringan untuk dianalisis di
bawah mikroskop dan di laboratorium. Kebanyakan pasien akan biopsi, dimana suatu
kelenjar getah bening yang terserang, atau bagiannya, dilepaskan dengan cara pembedahan.
Kebanyakan orang dengan limfoma non Hodgkin mempunyai sel B abnormal, atau limfoma sel
B. Limfoma non Hodgkin sel T lebih jarang dan bila ditemukan umumnya pada anak-anak dan
dewasa muda.
Jika kelenjar getah bening yang terserang masih mempertahankan sesuatu susunan seperti
sel normal ketika dilihat di bawah mikroskop, limfoma itu disebut folikular. Jika tidak, limfoma
itu disebut difus/menyebar. Secara umum, limfoma folikular cenderung dimiliki oleh
klasifikasi indolen, sedangkan limfoma difus cenderung dimiliki oleh klasifikasi agresif.
Petanda pada permukaan sel abnormal dapat membantu penentuan lebih lanjut jenis limfoma,
dan mungkin mempengaruhi pengambilan keputusan untuk pengobatan yang terbaik. Karena
ada lebih dari 30 jenis limfoma, pemilihan pengobatan yang tepat adalah suatu masalah yang
kompleks dan tidak mungkin secara mudah untuk mengeneralisasi semua jenis. Karena itu
penting bagi pasien untuk mendiskusikan setiap pertanyaan yang ada dengan dokter ahli
mereka. ( untuk informasi lebih lanjut, lihat Bagaimana pengobatan limfoma non
Hodgkin?.
Catatan : Jenis pada tiap klasifikasi dapat berbeda secara signifikan dan pengobatan
sering berbeda untuk tiap jenis
Keypoints
• Suatu biopsi atau sampel, dari sel terserang limfoma non Hodgkin
memungkinkan dokter menentukan jenis spesifik penyakit
• Kebanyakan orang memiliki sel B abnormal, yang masih terorganisir
baik (folikular) atau tidak (menyebar)
Penentuan stadium limfoma non Hodgkin tergantung pada dimana ia berada di tubuh, berapa
banyak kelompok kelenjar getah bening yang terserang, dan apakah ia sudah menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Ini melibatkan sejumlah pemeriksaan penentuan stadium untuk
menemukan perluasan penyakit.
Walaupun ada beberapa sistim yang digunakan untuk penentuan stadium limfoma non
Hodgkin, termasuk sistim Ann Arbor, sistim stadium yang paling umum yang menggunakan
empat stadium, dengan penomoran angka Romawi I-IV. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit,
sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
Sebagai tambahan, huruf A atau B seringkali ditambahkan pada nomor stadium, tergantung
pada dengan atau tanpa adanya tiga geja spesifik:
• Demam berulang, yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (dengan suhu tubuh lebih
dari 38 oC)
• Keringat malam
• Kehilangan berat badan yang tidak direncanakan lebih dari 10% berat badan dalam 6
bulan
A berarti tidak ditemukan satupun dari ketiga gejala, sedang B berarti paling sedikit telah
ditemukan satu gejala. Jadi, sebagai contoh, seseorang dengan limfoma non Hodgkin stadium
IIB memiliki limfoma di dua atau lebih kelenjar getah bening, semuanya berada di dada atau
perut, dan ditemukan satu atau lebih gejala di atas. Seseorang dengan stadium limfoma non
Hodgkin IVA mempunyai limfoma yang telah menyebar keluar kelenjar getah bening dan tidak
ada satupun dari ketiga gejala.
Limfoma non Hodgkin dapat timbul pada semua usia. Akan tetapi, hampir semua jenis
penyakit ini lebih sering pada orang tua, dengan rata-rata usia pada saat di diagnosis adalah
65 tahun. Limfoma non Hodgkin terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi secara signifikan
lebih sering pada pria dibandingkan wanita.
Keypoints
• Limfoma non Hodgkin dapat menyerang semua usia, tetapi lebih sering
pada orang tua.
• Meskipun kedua jenis kelamin dapat menderita penyakit ini, tampaknya
lebih sering menyerang pria.
• Walaupun sejumlah kasus baru bertambah setiap tahun, penyebabnya
tidak diketahui, biasanya tidak jelas mengapa seseorang menderita penyakit ini
Limfoma non Hodgkin menjadi meningkat sejalan dengan pertambahan usia,dan kebanyakan
orang didiagnosis dengan penyakit ini diusia pertengahan atau tua. Usia rata-rata saat
didiagnosis sekitar 65. Akan tetapi, ia dapat timbul pada dewasa muda dan bahkan pada anak
yang sangat muda usianya.
insiden (jumlah kasus baru tiap tahun) LNH relatif terhadap usia
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui. Terdapat beberapa faktor risiko yang
diketahui tetapi, walaupun demikian, faktor-faktor risiko ini tidak diperhitungkan melebihi
bagian kecil dari jumlah seluruh kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan
limfoma non Hodgkin, tidak ada penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi,
banyak orang yang terpapar pada salah satu faktor risiko yang diketahui tidak menderita
limfoma non Hodgkin
Jadi, penting untuk diingat bahwa tidak ada tindakan apapun yang dilakukan oleh seseorang
dengan limfoma non Hodgkin yang menyebabkan timbulnya penyakit.
Tidak ada bukti adanya faktor keturunan yang berhubungan dengan kasus-kasus limfoma non
Hodgkin. Karena itu, kemungkinan keluarga pasien untuk menderita penyakit ini tidak ada
berbeda dengan orang lain. Merokok juga tidak dikaitkan dengan timbulnya penyakit ini.
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma
non Hodgkin. Termasuk:
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu waktu
tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam glandular.
Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma Burkitt dan
bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi.
Human T-cell leukaemia–lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan Karibia,
juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu jarak
antara infeksi virus dan timbulnya penyakit.
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan
infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter
pylori, yang dapat menyebabkan tukak lambung dan
menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk
limfoma yang jarang yang dikenal sebagai limfoma
MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik
untuk mengeradikasi infeksi bakteri sering
menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini.
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah
penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien
yang mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non
Hodgkin.
Gejala –gejala
Semua gejala yang dapat disebabkan oleh limfoma non Hodgkin juga dapat ditimbulkan oleh
penyakit lain. Dengan kata lain, tidak ada satu gejala yang dapat digunakan untuk menjamin
adanya limfoma non Hodgkin. Ini merupakan salah satu alasan mengapa pemeriksaan
diagnostik sangat penting untuk menegakkan diagnosis limfoma non Hodgkin.
Sangat sering, pasien tidak mempunyai gejala ketika limfoma non Hodgkin didiagnosis.
Limfoma sering pertama kali ditemukan sebagai hasil pemeriksaan fisik dokter atau
pemeriksaan karena kondisi lainnya, seperti tes darah atau sinar-X dada. Hal ini khususnya
pada kasus pasien dengan limfoma non Hodgkin indolen dimana pertumbuhan lambat dan
sering tanpa gejala untuk waktu yang lama.
Suatu pembengkakan kelenjar getah bening tanpa rasa sakit, biasanya lebih dari 1 cm
adalah gejala yang paling sering saat limfoma non Hodgkin didiagnosis. Kelenjar paling
mungkin didapatkan di leher, ketiak dan lipatan paha. Pembengkakan biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit atau gejala lainnya, tetapi sering ukurannya meningkat dengan pasti.
Banyak pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dan beberapa dengan limfoma non
Hodgkin indolen mengalami pembengkakan kelenjar getah bening pada waktu didiagnosis.
Tentunya, harus diingat, bahwa pembengkakan kelenjar getah bening sangat umum, dan
mayoritas orang dengan pembengkakan kelenjar tidak menderita limfoma non Hodgkin.
Sejauh ini kebanyakan penyebab pembengkakan kelenjar getah bening adalah infeksi.
Kelenjar getah bening yang membengkak pada infeksi biasanya mereda setelah infeksinya
teratasi.
Sementara gejala paling umum dari limfoma non Hodgkin pada saat didiagnosis adalah
pembengkakan kelenjar getah bening, terdapat gejala lainnya. Termasuk :
Gejala konstitusional adalah gejala-gejala yang tidak spesifik yang mengindikasikan seseorang
tidak sehat. Gejala konstitusional yang sering timbul pada limfoma non Hodgkin termasuk:
• Demam berulang, yang tidak dapat diterangkan penyebabnya (dengan suhu tubuh
melebihi 38 oC)
• Keringat malam , yang membasahi pakaian tidur dan alas tidur
• Kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (penurunan berat badan lebih dari 10%
berat badan dalam 6 bulan)
• Kelelahan yang berat dan menetap
• Penurunan nafsu makan
Tiga gejala pertama – demam, keringat malam dan penurunan berat badan – sering
digunakan dalam penentuan stadium limfoma non Hodgkin. Seseorang dengan satu atau
lebih gejala ini mempunyai huruf ‘B’ yang ditambahkan pada penentuan stadium limfoma.
Jadi, sebagai contoh, limfoma non Hodgkin stadium IIB mengindikasikan bahwa didapatkan
satu atau lebih dari tiga gejala, sedangkan stadium IIA mengindikasikan bahwa tidak
ditemukan satupun dari tiga gejala tersebut. Untuk alasan ini, ketiga gejala pertama sering
disebut ‘gejala B’.
Gejala umum lainnya yang akan dialami oleh orang dengan limfoma non Hodgkin meliputi :
Gejala yang sangat berbeda dapat timbul jika limfoma berada di bagian tubuh lainnya, diluar
kelenjar getah bening. Sebagai contoh, limfoma di lambung atau usus akan menimbulkan
sakit perut, nyeri lambung atau diare.
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda mengenai limfoma non Hodgkin. Bahkan
pada orang yang tampaknya memiliki limfoma sama jenis atau stadiumnya memerlukan
pengobatan yang berbeda dari yang lainnya dan memperoleh hasil yan berbeda.
Sebelum suatu diagnosis limfoma non Hodgkin dapat ditegakkan atau pengobatan dimulai,
pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan stadium akan diperlukan.
Mungkin kelihatannya pengobatan menjadi tertunda tanpa alasan saat dilakukan semua
pemeriksaan. Akan tetapi, pengobatan yang tepat tergantung pada diagnosis yang tepat, dan
sedikit penundaan akan jauh lebih bermanfaat karena dapat memberikan terapi yang terbaik
sejak awal.
Setiap orang mempunyai
pengalaman yang berbeda
mengenai limfoma non Hodgkin.
Bahkan pada orang yang
tampaknya memiliki limfoma
sama jenis atau stadiumnya
memerlukan pengobatan yang
berbeda dari yang lainnya dan
memperoleh hasil yan berbeda
Keypoints
• Walaupun tampaknya
kasus limfoma non Hodgkin
mirip, sering diperlukan
pengobatan yang berbeda.
• Keterlambatan memulai
pengobatan akibat keperluan
untuk tes diagnostik tidak perlu
dicemaskan, karena pemilihan
obat yang tepat merupakan hal
penting
Limfoma non Hodgkin indolen adalah salah satu dari dua klasifikasi utama limfoma non
Hodgkin, yang lainnya adalah agresif. Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal
sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah.
Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara
tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi
untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika
pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan
pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu
pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan
sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma
non Hodgkin.
Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen berobat ke dokter karena
gejalanya. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang
kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis
pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin.
Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium
banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis. .
Pentingnya pengobatan
Terdapat pengobatan untuk semua jenis limfoma non Hodgkin. Suatu kesembuhansempurna
tidak selalu dimungkinkan tetapi, dalam kasus limfoma non Hodgkin indolen, biasanya
mungkin mencapai suatu remisi atau pengecilan limfoma sehingga tidak menimbulkan gejala.
Kadangkala suatu remisi, atau periode bebas gejala, akan bertahan selama bertahun-tahun.
Jenis pengobatan yang dipakai akan bergantung pada banyak hal, termasuk :
Meskipun suatu remisibiasanya dapat dicapai dengan pengobatan, banyak limfoma non
Hodgkin indolen relapsdikemudian hari, biasanya setelah 1,5 - 4 tahun. Beberapa limfoma
non Hodgkin kambuh dalam bentuk yang berbeda, sebagai limfoma agresif. Karena itu
sangat penting bagi pasien limfoma non Hodgkin indolen yang telah diobati untuk melakukan
pemeriksaan dan tes secara rutin, sesuai anjuran dokter atau tim spesialis, walaupun mereka
merasa sangat sehat.
Pasien dengan stadium awal limfoma non Hodgkin dimana hanya ditemukan satu atau dua
kelompok kelenjar getah bening saat didiagnosis, walaupun jarang, sering mendapatkan
radioterapi untuk kelenjarnya. Pengobatan ini sering mencapai cure.
Pasien dengan limfoma non Hodgkin stadium lanjut tetapi tanpa gejala saat diagnosis sering
tidak perlu memulai pengobatan, dan suatu pendekatan 'lihat dan tunggu ' sering
direkomendasikan.
Jika gejala terbentuk, dan untuk pasien dengan gejala saat didiagnosis, pengobatan secara
umum diperlukan. Pengobatan yang paling sering adalah kemoterapi, sering dalam
kombinasi dengan antibodi monoklonal rituximab. Radioterapi juga kadang-kadang
digunakan, bersama dengan kemoterapi, untuk mengobati massa limforma yang membesar.
Pengobatan lain yang dapat digunakan termasuk terapi antibodi monoklonal sendiri atau
kemoterapi dosis tinggi diikuti oleh suatu bone marrow transplant.
Walaupun tidak mungkin untuk memprediksikan bagaimana pasien akan memberikan respon
terhadap pengobatan, kira-kira 75% pasien dengan limfoma non Hodgkin indolen stadium
lanjut mengalami remisi. Rata-rata waktu keselamatan (survival time) antara 7 dan 10
tahun. Kebanyakan pasien dengan bentuk penyakit ini mengalami kekambuhan, meskipun
mendapatkan pengobatan. Lama waktu antaran pengobatan dan kekambuhan berbeda-beda,
tetapi biasanya antara 1,5 dan 4 tahun.
Pada pasien yang limfoma non Hodgkinnya tidak memberikan respon terhadap pengobatan lini
pertama, dan pada pasien yang limfomanya mengalami relaps, pengobatan yang berbeda
atau pengobatan kombinasi dapat dicoba.
Pengobatan terbaik untuk penyakit yang kambuh tergantung pada banyak hal. Pada beberapa
pasien usia lanjut mungkin dianjurkan suatu pendekatan lihat dan tunggu jika mereka tidak
mempunyai gejala yang menyulitkan mereka. Kebanyakan pasien, bagaimanapun, diberikan
kemoterapi kombinasi, sering dengan terapi antibodi monoklonal.
Jika limfoma non Hodgkin indolen kambuh dalam bentuk agresif, pengobatan dengan
kemoterapi dosis tinggi dengan atau tanpa transplantasi sel indukdapat dicoba. Jika
pengobatan dosis tinggi tidak memungkinkan, maka penatalaksanaan medis akan berupa
paliatif.
Keypoints
NHL agresif
Limfoma non Hodgkin agresif adalah salah satu dari dua klasifikasi utama limfoma non
Hodgkin, yang lainnya indolen. Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat
atau level tinggi.
Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif tumbuh dengan cepat. Karena itu,
pasien menyadari gejalanya dan berobat ke dokter, dan dirujuk untuk pengobatan spesialis
pada stadium penyakit yang relatif awal.
Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan
respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon
baik terhadap standar pengobatan lini pertama, sering berhasil baik dengan kemoterapi dan
transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin
mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
Dalam rangka untuk memperkirakan seberapa baik seorang pasien akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan kemungkinan mereka mengalami kekambuhan, dokter sering
menggunakan International Prognostic Index (IPI). IPI terdiri suatu daftar lima faktor:
• Usia pasien
• Stadium limfoma non Hodgkin
• Kadar enzyme lactate dehydrogenase (LDH) dalam darah meraka, yang
mengindikasikan jumlah tumor dalam tubuh.
• Jumlah tempat di luar sistem limfatik tempat tumor ditemukan
• Kesehatan pasien secara keseluruhan
Pentingnya pengobatan
Terdapat pengobatan untuk semua jenis limfoma non Hodgkin. Pada kasus limfoma non
Hodgkin agresif, kemungkinan sembuh total adalah 40% sampai 75% dari kasus. Bahkan
pada pasien yang tidak sembuh, suatu remisi (periode bebas penyakit) sering dapat tercapai.
Jenis pengobatan yang akan dipakai tergantung pada banyak hal, termasuk:
Adalah penting bagi pasien untuk menepati perjanjian pemeriksaan dan pemeriksaan evalusi
lanjutan, bahkan jika limfoma telah sembuh dan remisi telah tercapai. Jumlah kekambuhan,
limfoma non Hodgkin agresif ditemukan dalam jumlah bermakna, dan membutuhkan
pengobatan lebih lanjut..
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif stadium awal biasanya diobati
dengan kemoterapi, dimana lebih dari satu obat kemoterapi diberikan. Pengobatan ini sering
diberikan dalam kombinasi dengan antibodi monoklonal rituximab.
Radioterapi sering diberikan bersama, baik setelah kemoterapi atau pada saat yang sama.
Diberikan secara langsung pada setiap kelenjar getah bening yang terserang.
Walaupun tidak mungkin untuk memprediksi respon pasien, pengobatan limfoma non Hodgkin
agresif stadium awal mencapai kesembuhan atau remisi (periode bebas penyakit) pada 80%
atau lebih pasien.
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif stadium lanjut diberikan
kemoterapi yang mirip dengan pasien stadium awal. Radioterapi juga diberikan.
Pengobatan standar ini mencapai kesembuhan antara 40% dan 79% pasien, meskipun respon
pasien terhadap pengobatan akan berbeda pada setiap kasus.
Pada pasien dengan limfoma non Hodgkin yang tidak memberikan respon baik terhadap
pengobatan,atau penyakitnya kambuh, dibutuhkan pengobatan lebih lanjut. Kemoterapi dosis
tinggi dapat dicoba dan transplantasi sel induk darah tepi mungkin dapat dilakukan.
Pengobatan ini dapat mencapai kesembuhan antara 30% dan 50% pasien.
Jika pengobatan tidak berhasil, atau tidak mungkin, penatalaksanaan medis perlu
ditambahkan untuk mengontrol gejala, atau paliatif.
Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini, lihat Bagaimana pengobatan limfoma non
Hodgkin?.
Keypoints
Terapi
Pengobatan yang diberikan pada pasien dengan limfoma non Hodgkin harus dipilih secara
khusus untuk setiap orang. Ini tergantung pada berbagai faktor, termasuk apakah
penyakitnya baru didiagnosis atau pernah kambuh, apakah penyakitnya indolen atau
agresif, stadium penyakitnya, umur dan keadaan kesehatan secara umum, dan kebutuhan
serta keinginan mereka.
Untuk jangka waktu lama, pengobatan utama limfoma non Hodgkin adalah kemoterapi. Saat
ini, kemoterapi seringkali digabung dengan terapi antibodi monoklonal yang kadang-kadang
juga dipakai tersendiri.
Radioterapi mungkin bermanfaat jika penyakitnya
terbatas pada satu atau dua daerah tubuh. Kemoterapi
dosis tinggi merupakan pilihan pengobatan selanjutnya
yang berguna pada sebagian pasien.
Paling baik menunggu hingga semua hasil pemeriksaan selesai sebelum membuat keputusan
akhir tentang rencana pengobatan. Ini mungkin dianggap sebagai penundaan terapi, akan
tetapi setiap penundaan akan memastikan pengobatan yang terbaik.
• Kemoterapi
• Terapi antibodi monoklonal
• Terapi Radiasi
• Lihat dan tunggu
• Transplantasi
• Pembedahan
• Terapi eksperimental
• Penatalaksanaan gejala
Keypoints
• Tujuan pengobatan limfoma non Hodgkin berbeda untuk setiap pasien,
dan tergantung pada banyak faktor, mengingat ada lebih dari 30 jenis penyakit
ini
• Terdapat berbagai pilihan pengobatan;
Keypoints termasuk kemoterapi, terapi
antibodi monoklonal dan radioterapi
• Beberapa pasien tanpa gejala menggunakan pendekatan ?lihat dan
tunggu?
• Terlepas apakah pasien menderita
• limfoma
Pasiennon Hodgkin
limfoma nonyang indolen
Hodgkin perlu
atau agresif, stadium penyakitlah yangmenjalani
mempengaruhi pengobatan
serangkaian yang
pemeriksaan
diberikan sehingga dokter dapat menetapkan jenis
limfoma dan stadium penyakitnya
• Apakah pasien menderita limfoma
non Hodgkin indolen atau agresif akan
mempengaruhi jenis pengobatan yang
didapat
Pendahuluan • Pengobatan juga dipengaruhi
apakah penyakit ada pada stadium lanjut
Sebelum pengobatan dapat dimulai, atau dini
penting untuk menentukan apakah • Pasien dengan gejala limfoma non
limfoma termasuk indolen atau agresif, Hodgkin juga diberi pengobatan yang
dan juga stadium limfomanya. berbeda daripada mereka yang tidak
limfomanya. Proses ini mungkin menunjukkan gejala
memerlukan pemeriksaan laboratorium
dan pengumpulan contoh dari sel-sel
penyakit, atau suatu 'biopsi'. Ini
merupakan bagian penting dari
perencanaan pengobatan.
Paling baik menunggu hingga semua hasil pemeriksaan selesai sebelum membuat keputusan
akhir tentang rencana pengobatan. Ini mungkin dianggap sebagai penundaan terapi, akan
tetapi setiap penundaan akan memastikan pengobatan yang terbaik. Untuk informasi lebih
lanjut, lihat Kunjungan diagnosis dan cek up.
Tabel yang menunjukkan apakah Limfoma non Hodgkin itu termasuk indolen atau agresif
Limfoma non Hodgkin indolen Limfoma non Hodgkin agresif
Catatan : Jenis pada tiap klasifikasi dapat berbeda secara signifikan dan pengobatan
sering berbeda untuk tiap jenis
Keypoints
Limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan jarang menimbulkan gejalahingga
stadiumnya sudah lanjut. Karena itu, sedikit sekali limfoma non Hodgkin indolen yang
didiagnosis pada stadium I atau II.
Limfoma non Hodgkin indolen stadium dini hampir selalu diobati dengan radioterapipada
kelenjar getah bening yang terkena. Radioterapi dapat memberikan kesembuhanpada sekitar
setengah pasien. Pada setengah sisanya limfoma non Hodgkin akan relapspada suatu saat,
umumnya pada kelenjar getah bening yang lain. Jika ini terjadi, pengobatannya umumnya
sama dengan pasien yang menderita penyakit stadium lanjut (stadium III atau IV).
Kira-kira 4 dari 10 limfoma Limfoma non Hodgkin termasuk indolen, dan kebanyakan
merupakan jenis folikular. Limfoma non Hodgkin indolen umumnya terdiagnosis pada
stadium lanjut (stadium III atau IV).
Pasien dengan limfoma non Hodgkin stadium lanjut tanpa gejalaseringkali tidak memerlukan
pengobatan saat diagnosis, dan hanya perlu diperiksa secara berkala. Ini dikenal sebagai
pendekatan 'lihat dan tunggu'.
Penelitian klinik telah menunjukkan bahwa, pada pasien yang sesuai, hasil dengan ‘lihat dan
tunggu’ tidak berbeda dengan pasien yang langsung mendapat pengobatan pada saat
diagnosis. Meski demikian, kecemasan dan stres yang ditimbulkan dengan pendekatan ‘lihat
dan tunggu’ harus dibandingkan dengan kemungkinan efek samping yang timbul dari
pengobatan langsung. Dokter mungkin merekomendasikan untuk tidak memulai pengobatan
sampai benar-benar diperlukan dengan tujuan mengurangi pengaruh terhadap kehidupan
pasien. Akan tetapi, penelitian mengenai manfaat dan risiko pendekatan ‘lihat dan tunggu’
masih berlangsung.
Jika diperlukan pengobatan, umumnya digunakan kemoterapi. Mungkin dipakai satu obat
saja, umumnya chlorambucil. Sementara pengobatan kemoterapi yang lain menggunakan
fludarabin, yang dapat diberikan dalam bentuk tablet atau injeksi intravena, baik sebagai
obat tunggal ataupun dalam kombinasai dengan obat-obat lain.
Akan tetapi, lebih dari satu obat juga umum digunakan, dengan kombinasi termasuk CVP,
CHOP dan FCM. (Untuk informasi lebih lanjut, lihat kemoterapi) Kombinasi obat kemoterapi
(seperti CVP untuk NHL indolen) seringkali diberikan bersama antibodi monoklonal
rituximab, yang meningkatkan efektivitas pengobatan, tanpa penambahan efek samping yang
bermakna.
Jika gejala pasien sangat parah, maka dapat digunakan steroidseperti prednisolon untuk
membantu mengendalikan gejala dengan cepat. Dalam jangka pendek ini sangat efektif,
tetapi tidak cocok untuk pengobatan jangka panjang. Meski demikian, steroid umumnya
terdapat pada kebanyakan regimen kombinasi (CVP, CHOP).
Radioterapi dapat digunakan bersama pengobatan lain seperti kemoterapi dan terapi
antibodi monoklonal, untuk mengatasi massa limfoma yang besar. Dalam keadaan tersebut,
radioterapi diarahkan secara spesifik ke massa yang ingin diobati.
Pengobatan lain termasuk kemoterapi dosis tinggi diikuti dengan transplantasi sel induk.
Sekitar 75% pasien dengan limfoma non Hodgkin indolen stadium lanjut dan bergejala akan
mengalami remisi setelah pengobatan pertama, yang umumnya berlangsung antara 1,5 dan
4 tahun. Setelah itu limfoma seringkali relaps. Mungkin diperlukan pengobatan lebih lanjut
dan interval bebas-obat menjadi lebih pendek serta pasien umumnya bertahan antara tujuh
dan 10 tahun. Meski demikian, angka-angka ini juga tergantung secara bermakna pada usia
dan keadaan kesehatan umum pasien.
Limfoma non Hodgkin MALT mengenai organ tertentu, terutama kelenjar liur, tiroid, paru-
paru dan lambung. Limfoma non Hodgkin MALT di lambung dihubungkan dengan infeksi
kuman Helicobacter pylori.
Antibiotik yang membunuh kuman tersebut mungkin dapat menyembuhkan penyakit pada
stadium dini MALT, meskipun sebagian orang juga mungkin memerlukan kemoterapi. Limfoma
non Hodgkin lambung yang tidak sembuh dengan cara ini dan MALT di organ lain diobati sama
dengan limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma limfositik kecil, serupa dengan leukemia limfositik kronik, merupakan bentuk indolen
dari limfoma non Hodgkin dan ditandai dengan produksi sel B yang abnormal, yang cenderung
hidup lebih lama daripada normal. Meski penyakit ini peka terhadap kemoterapi, pasien
umumnya sering mengalami siklus remisi diikuti dengan relaps.
Radioterapi
mempengaruh
i kelenjar atau
Awal
organ getah
(Stadium I Kadang kesembuhan total terjadi
bening.
dan II)
Kadang-
kadang
kemoterapi
Kemoterapi Remisi lengkap atau sebagian pada pasien
dan/atau pada umumnya; bahkan kambuh pada
Lanjut
antibodi kebanyakan kasus
(Stadium III
monoklonal.
dan IV)
Kadang-
tanpa gejala
kadang
radioterapi
Chemotherapy
and/or
Lanjut monoclonal
(Stadium III antibody; Keypoints
dan IV) radiotherapy
tanpa gejala may also be
used in certain
cases • Pasien limfoma non-Hodgkin agresif
umumnya diobati dengan kemoterapi
dikombinasi dengan antibodi monoklonal
• Radioterapi dapat diberikan untuk
kelenjar getah bening setempat
Pengobatan untuk Limfoma non
• Meskipun limfoma non Hodgkin
Hodgkin agresif agresif tumbuh dengan cepat, kemungkinan
sembuh relatif tinggi
Pasien dengan limfoma non Hodgkin
agresifdapat didiagnosis pada stadium
dini (stadium I atau II). Ini disebabkan
karena mereka umumnya menyadari
pertumbuhan yang cepat dari kelenjar
getah bening yan g terkena dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat dirujuk untuk
pengobatan oleh spesialis.
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif stadium
dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat kemoterapi
yang diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya, CHOP). Di
kebanyakan negara, diberikan antibodi monoklonalrituximab dalam kombinasi dengan
kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan efektivitas
pengobatan tanpa secara bermakna meningkatkan efek samping.
Pengobatan stadium dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat mencapai
kesembuhan atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan
respon terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami
kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut.
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut (stadium
III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi monoklonal. Meski
demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit stadium
awal dan mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan 70%
pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan pertama.
Tabel menunjukkan pengobatan yang biasa dilakukan untuk stadium limfoma non Hodgkin
yang berbeda, juga hasil yang diperoleh
Stadium Pengobatan Hasil
Kemoterapi
dan/atau
antibodi
monoklonal
; biasanya
Awal dengan
(Stadium I dan II) radioterapi
dan pada
beberapa
kasus
radioterapi
saja Remisi dengan kemungkinan sembuh
Kemoterapi
ditambah
steroid
dan/atau
Lanjut
antibodi
(Stadium III dan IV)
monoklonal
tanpa gejala
;
kemungkin
an dengan
radioterapi
Terapi terbaik untuk limfoma non-Hodgkin yang relaps tergantung banyak faktor. Pendekatan
'lihat dan tunggu' dapat direkomendasikan untuk beberapa pasien jika mereka tidak
menunjukkan gejala yang mengganggu.
Akan tetapi, kebanyakan pasien mendapat kemoterapi, dengan obat tunggal atau dengan
kombinasi obat. Suatu steroid, misalnya prednisolon, juga sering diberikan.
Antibodi monoklonal, contohnya, rituximab, digunakan untuk beberapa jenis limfoma dalam
kelompok pasien ini. Ritumixab dapat diberikan sebagai obat tunggal (monoterapi) untuk
penyakit yang relaps. Juga sering diberikan bersama kemoterapi, dan dapat meningkatkan
efektivitas pengobatan, tanpa meningkatkan efek samping secara bermakna.
Jika pengobatan dosis tinggi seperti itu tidak mungkin, maka pengelolaan medis ditujukan
untuk mengendalikan gejala, atau disebut 'paliatif'.
Sekitar seperlima pasien dengan limfoma non-Hodgkin agresif tidak memberikan respon
terhadap pengobatan, dan sekitar 3 dari 10 orang yang tidak memberikan respon mengalami
relapssetelah suatu remisi. Meskipun pengobatannya sulit, kesembuhanatau remisi dapat
dicapai hingga 50% pasien dengan pengobatan lini kedua. Pengobatan lini kedua ini terdiri
atas kemoterapikombinasi dari ifosfamide, vincristine, dan etoposide (IVE), ifosfamide,
carboplatin, etoposide (ICE), etoposide, cytarabine, cisplatin dan steroid metilprednisolon
(ESHAP), atau diamminedichloroplatinum,
cytarabine dan steroid deksametason Keypoints
(DHAP), kadang-kadang diikuti dengan
kemoterapi dosis tinggi dan
transplantasi sel induk darah tepi
otologus (dari tubuh pasien sendiri). • Ada banyak jenis kemoterapi untuk
limfoma non Hodgkin, yang diberikan dalam
Jika kesembuhan maupun remisi tidak berbagai kombinasi
mungkin, tujuan berikutnya adalah • Kemoterapi dapat digunakan
meringankan gejala. Beberapa pasien bersama terapi antibodi monoklonal,
dapat mempertimbangkan untuk ambil radioterapi atau kortikosteroid
bagian dalam uji klinik untuk membantu • Kemoterapi diberikan dalam siklus
menguji pengobatan baru atau kombinasi selama beberapa bulan, dengan masa
pengobatan baru. Untuk informasi lebih istirahat di antara terapi, umumnya
lanjut, lihat uji klinik. diberikan di klinik rawat jalan
• Tidak semua pasien mengalami
Kemoterapi efek samping; jika pun timbul umumnya
ringan dan mudah diobati
Pendahuluan
Kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin akan menjalani kemoterapi pada suatu saat
dalam masa pengobatannya. Obat-obat kemoterapi dikenal juga sebagai obat sitotoksik –
artinya obat ini bersifat racun terhadap sel – dan sasarannya adalah semua sel yang
membelah dengan cepat. Tujuan obat ini adalah untuk merusak dan membunuh semua sel
limfoma di seluruh tubuh.
• Jenis-jenis kemoterapi
• Cara kerja kemoterapi
• Pemberian kemoterapi
• Efek samping kemoterapi
• Bagaimana menjalani kemoterapi
Jenis-jenis kemoterapi
Salah satu obat kemoterapi yang paling sering diberikan adalah chlorambucil, dalam bentuk
tablet yang diberikan per oral. Umumnya tidak digunakan dalam kombinasi dengan obat
kemoterapi lainnya. Meskipun setiap unit limfoma atau klinik memiliki jadwal masing-masing,
chlorambucil umumnya diberikan dalam siklus, dengan 2 minggu terapi diikuti 2 minggu
istirahat, kemudian 2 minggu terapi, dan seterusnya.
Kombinasi obat kemoterapi sering dikenal sebagai singkatan dari obat-obatnya. Dua
kombinasi yang paling umum adalah ‘CHOP’ dan ‘CVP’, yang sering dinamai ‘COP’. ‘CHOP’
adalah kombinasi dari tiga obat kemoterapi ditambah prednisolon, dan terdiri atas:
• Cyclophosphamide
• Hydroxydaunorubicin (juga disebut sebagai adriamycin atau doxorubicin)
• Oncovin (nama dagang untuk vincristine)
• Prednisolon atau Prednison
‘CVP’, atau ‘COP’, hanya menggunakan cyclophosphamide, vincristine (Oncovin) dan
prednisolon.
Pasien dengan gejala yang berat juga diobati dengan steroid, biasanya prednisolon, untuk
membantu mengendalikan gejala dengan cepat. Ini dapat sangat efektif dalam jangka pendek,
tetapi tidak merupakan pengobatan jangka panjang. Prednisolon dan kortikosteroid lainnya
berbeda dengan steroid yang dilarang dalam dunia olahraga.
Ada berbagai macam obat kemoterapi, yang semuanya menyerang sel kanker dengan cara
kerja yang berbeda-beda. Meski demikian, semua obat yang diberikan pada pasien untuk
mengobati limfoma non Hodgkin bekerja berdasarkan prinsip bahwa sel-sel kanker lebih
mungkin sedang membelah pada saat pengobatan dibanding sel-sel normal di tubuh.
Mayoritas sel-sel di tubuh kebanyakan berada dalam keadaan istirahat, dan hanya membelah
jika dibutuhkan untuk perbaikan sel yang rusak. Sebaliknya, sel-sel kanker senantiasa
membelah, yang merupakan salah satu sebab mengapa mereka menimbulkan begitu banyak
kerusakan. Obat kemoterapi bertujuan untuk memanfaatkan keadaan tersebut, dengan
menyerang sel-sel kanker saat sedang membelah.
Beberapa obat berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel, sedang yang lain
mengganggu fungsi normal DNA, sebagai upaya menghentikan pembelahan sel. Seringkali
diberikan kombinasi obat kemoterapi yang menyerang tahapan yang berbeda pada proses
pembelahan sel sehingga akan meningkatkan jumlah sel yang dibunuh.
Akan tetapi hal ini pula yang menjelaskan mengapa obat-obat ini menimbulkan efek samping.
Karena kemoterapi adalah pengobatan siindukik, dimana seluruh tubuh dipengaruhi pada saat
yang bersamaan, obat-obat ini juga menyerang sel-sel normal di tubuh yang sedang
membelah. Termasuk ke dalamnya kulit, lapisan usus dan rambut (Lihat Efek samping, di
bawah.)
Pemberian kemoterapi
Beberapa obat kemoterapi diberikan dalam bentuk tablet. Yang lain harus dimasukkan
langsung ke darah (atau ‘intravena’), apakah dengan jarum suntik atau dengan kateter yang
dimasukkan menembus kulit ke dalam pembuluh darah di lengan atau kadang-kadang melalui
infus sentral. Infus sentral adalah kateter yang lebih permanen dan biasanya dimasukkan
dalam salah satu pembuluh darah di dada bagian atas. Keuntungan infus sentral adalah tidak
perlu memasukkan jarum baru tiap kali harus memberikan kemoterapi. Infus sentral juga
dapat digunakan untuk mengambil contoh darah.
Beberapa obat kemoterapi dapat disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah lewat jarum
suntik, tetapi kebanyakan diberikan sebagai ‘drip’ (tetesan), artinya obat dimasukkan ke
dalam satu kantong cairan, dan cairan kemudian diteteskan perlahan ke dalam pembuluh
darah di lengan menggunakan kekuatan gravitasi.
Banyak terapi kombinasi yang menggunakan baik obat tablet maupun intravena.
Umumnya, pengobatan diberikan dalam siklus. Meskipun siklus ini berbeda-beda antara unit
limfoma satu dengan yang lain, masa antara siklus umumnya 3 minggu, dan steroid diberikan
selama lima hari setelah pemberian kemoterapi. Satu pengobatan kemoterapi umumnya perlu
waktu beberapa bulan, tetapi lamanya tergantung banyak faktor dan akan berbeda-beda
untuk setiap pasien.
Kebanyakan obat kemoterapi dapat diberikan di klinik rawat jalan, dan pasien dapat pulang
pada hari yang sama. Akan tetapi kadang-kadang
diperlukan perawatan singkat di rumah sakit.
Efek samping
Banyak orang sangat takut akan
Banyak orang sangat takut akan efek samping efek samping kemoterapi. Meski
kemoterapi. Meski demikian, penting untuk diingat demikian, penting untuk diingat
bahwa: bahwa tidak semua pasien
mengalami efek samping
• Tidak semua pasien mengalami efek samping
• Obat yang berbeda akan menimbulkan efek
samping yang berbeda
• Efek samping, jika pun timbul, bersifat ringan
• Banyak efek samping dapat diatasi atau lebih mudah ditoleransi
Banyak efek samping timbul sebagai akibat kemoterapi terhadap sel-sel normal di tubuh.
Karena kemoterapi mempengaruhi pertumbuhan dan pembelahan sel, terutama sel-sel yang
membelah cepat, daerah yang terpengaruh adalah daerah di mana sel normal tumbuh dan
membelah paling cepat:
• Lapisan si induk cerna, termasuk mulut, esofagus (kerongkongan), lambung dan usus
– ini dapat menimbulkan efek samping seperti mulut perih atau kerongkongan perih dan diare
atau konstipasi
• Kulit dan rambut – dapat timbul penipisan atau kerontokan rambut, yang umumnya
terjadi bertahap dan timbul 2 atau 3 minggu setelah mulai kemoterapi. Setelah kemoterapi
selesai, rambut akan tumbuh kembali, biasanya dengan kecepatan yang sama seperti
sebelum kemoterapi. Kebanyakan orang akan kembali memiliki jumlah rambut yang normal
setelah 6 bulan. Kadang-kadang, rambut lebih lembut dan keriting daripada biasa, dan
kadang-kadang warnanya berbeda dengan sebelumnya. Tidak semua obat kemoterapi
menyebabkan kerontokan rambut
• Sumsum tulang, tempat pembuatan sel darah – dapat mengurangi jumlah sel-sel
darah, menyebabkan peningkatan perdarahan atau lebam dan menyebabkan pasien lebih
rentan terhadap infeksi. Pasien harus melapor pada tim medisnya jika terjadi perdarahan
yang tidak biasa atau timbul lebam atau gejala infeksi atau demam saat mereka menjalani
kemoterapi. Pemeriksaan darah berkala dilakukan selama kemoterapi untuk mengetahui
apakah sel darah berkurang terlalu banyak. Jika ya, jadwal kemoterapi berikut mungkin
ditunda atau dosisnya dikurangi untuk memberi kesempatan pada sumsum tulang untuk pulih
Mual (mual) dan muntah juga merupakan efek samping yang sangat umum dari kemoterapi.
Karena sangat tergantung obat kemoterapi yang digunakan dan tergantung kondisi individual
pasien, tidak selalu mungkin untuk memperkirakan siapa yang akan terpengaruh atau
seberapa parah pengaruhnya. Beberapa orang sama sekali tidak terpengaruh. Efek samping
ini berkisar antara beberapa jam atau beberapa hari – setiap orang berbeda. Belakangan ini
telah diperkenalkan obat-obat suportif yang dapat menghilangkan mual` pada pasien.
Hilang selera makan, seringkali dengan perubahan rasa makanan, adalah efek samping yang
sering dijumpai pada kemoterapi. Banyak orang juga mengalami rasa lelah dan kelesuan
selama kemoterapi. Beberapa orang juga merasa lebih mudah kesal daripada biasanya.
Efek samping potensial lainnya timbul saat sel mati dan diuraikan di dalam tubuh. Salah satu
zat kimia yang dihasilkan dari proses ini adalah asam urat. Pada keadaan normal asam urat
terlarut dalam urin dan dibuang ke luar tubuh.
Meski demikian, lebih banyak sel mati pada pasien yang menerima kemoterapi sehingga lebih
banyak asam urat yang diproduksi daripada yang dapat dibuang oleh ginjal. Jika ini terjadi,
asam urat akan terkumpul dalam darah, mengkristal di ginjal menjadi batu, dan pada sendi,
menimbulkan artritis gout (rematik / nyeri sendi). Jika tidak diobati, akibatnya bisa serius dan
bahkan menimbulkan gagal ginjal.
Allopurinol adalah obat yang diberikan pada permulaan beberapa kemoterapi, baik sebagai
tablet ataupun melalui injeksi intravena, untuk menghentikan pembuatan asam urat oleh
tubuh. Obat ini memastikan bahwa produk hasil penguraian sel berupa bentuk yang lebih
mudah larut, sehingga dapat dengan mudah dan aman dikeluarkan dari tubuh. Efek
sampingnya sedikit, kecuali reaksi alergi yang kadang-kadang terjadi, biasanya kemerahan
kulit.
Efek samping ini umumnya bersifat sementara dan akan hilang setelah kemoterapi dihentikan.
Efek permanen yang mungkin timbul termasuk efek jangka panjang terhadap jantung, saraf
sensorik (saraf perabaan/perasa), dan risiko yang meningkat untuk kembali terkena kanker
lain di masa depan. Pada semua kasus ini, risiko jangka panjang harus dipertimbangkan
terhadap manfaat yang akan didapat dari pengobatan. Pasien dan dokter harus mendiskusikan
hal-hal ini sebelum pengobatan.
Ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan efek samping yang mungkin timbul
karena kemoterapi atau agar dapat ditoleransi lebih baik, termasuk:
• Mulut atau tenggorokan perih: kumur hangat dengan soda bikarbonat seringkali
membantu. Gigi harus dibersihkan dengan lembut, setiap kali selesai makan untuk mencegah
infeksi. Akan lebih nyaman jika gigi palsu tidak dipakai sesering mungkin
• Mual dan muntah: obat anti muntah modern sangat efektif. Dapat diberikan intravena
bersama injeksi kemoterapi, dan dapat diberikan sebagai tablet. Anti-muntah lebih baik dalam
mencegah mual daripada mengobatinya. Karena itu umumnya lebih baik diminum secara
teratur, sesuai nasihat dokter, juga jika tidak ada mual dan muntah. Ada berbagai anti-
muntah, dan beberapa bekerja lebih baik untuk beberapa orang dibanding yang lainnya.
Karena itu, jika yang satu tidak bekerja, cobalah obat yang lain
• Hilang selera makan: mungkin disebabkan mual tetapi juga mungkin terjadi karena
makanan terasa berbeda selama kemoterapi. Seringkali membantu untuk makan dalam porsi
kecil lebih sering, untuk mencegah menyiapkan makanan, jika mungkin, makan makanan
dingin daripada makanan panas dan menghindari makanan dengan bau yang tajam. Sangat
penting untuk memastikan asupan cairan yang baik, bahkan jika makanan tidak menimbulkan
selera.
• Lelah dan kurang tenaga:
mungkin perlu berlibur dari pekerjaan dan Keypoints
menyesuaikan jadwal harian. Akan tetapi
beberapa orang dapat meneruskan hidup
dengan normal
• Terapi antibodi monoklonal
merupakan kemajuan penting dalam
Penting diingat bahwa dokter tahu efek
pengobatan limfoma non Hodgkin.
samping apa yang akan ditimbulkan obat
• Terapi ini bekerja dengan
kemoterapi yang dipakai dan apa yang
menyerang protein pada permukaan sel
dapat dilakukan untuk mengurangi atau
limfoma.
menghilangkannya. Oleh karena itu,
• Yang penting, terapi ini dapat
kebanyakan pasien tidak perlu sampai
meningkatkan efektivitas pengobatan lain
mengikuti saran-saran ini.
tanpa meningkatkan efek samping secara
bermakna. Terapi antibodi monoklonal juga
TERAPI ANTIBODI MONOKLONAL dapat dipakai sebagai terapi tunggal.
Pendahuluan
Pada banyak pasien, rituximab meningkatkan efektivitas dari pengobatan lain (umumnya
kemoterapi). Pada limfoma non Hodgkin indolen, rituximab dapat meningkatkan lamanya
masa remisi karena pengobatan. Pada limfoma non Hodgkin agresif, tambahan rituximab
pada kemoterapi standar (CHOP) telah terbukti meningkatkan kemungkinan pasien untuk
sembuh dan meningkatkan harapan hidup dibanding kemoterapi saja.
Juga penting bahwa efek samping terkait infus rituximab umumnya hanya terjadi saat obat
diberikan dan berkurang pada dosis berikutnya, serta pemberian bersamaan dengan
kemoterapi tidak menyebabkan peningkatan efek samping karena kemoterapi yang bermakna.
Efek samping yang berlanjut lebih lama dari beberapa menit atau jam sangat jarang dan
umumnya tidak ada makna klinisnya .
Cara kerja
Dosis dan pemberian
Efek samping
Cara kerja
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik, tujuan
pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin
secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya.
Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai antigen.
Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali penanda
protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan
protein ini. Hal ini memicu sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada
siinduk kekebalan tubuh untuk menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan limfoma non
Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di permukaan Sel B abnormal
yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin yang paling umum.
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel mungkin dihancurkan
langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan. Rituximab secara efektif menyerang
sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker.
CD20 juga ditemukan di permukaan sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih yang
beredar di tubuh. Ini berarti mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab
digunakan. Akan tetapi, sel induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B
tidak memiliki CD20 pada permukaannya.
Sebelum tetesan infus diberikan, obat lain untuk mencegah beberapa efek samping antibodi
monoklonal diberikan – contohnya parasetamol untuk mengurangi demam dan anti-histamin
untuk mengurangi kemungkinan reaksi alergi. Meski demikian, efek samping antibodi
monoklonal umumnya ringan dan sementara serta dapat diatasi dengan mudah.
Jika terjadi efek samping saat obat diberikan, tetesan infus dapat diperlambat atau bahkan
dihentikan hingga efek samping berakhir.
Untuk pengobatan pertama, pasien menginap di rumah sakit atau sementara tinggal di sana
sebelum pulang ke rumah. Pengobatan lanjutan biasanya lebih cepat dan efek sampingnya
lebih sedikit. Kebanyakan orang dapat mendapat pengobatan lanjutan ini sebagai rawat-jalan
dan pulang ke rumah pada hari itu juga.
Efek samping
Seperti semua obat, antibodi monoklonal dapat menyebabkan efek samping. Contohnya
untuk rituximab, efek samping umumnya ringan dan bersifat sementara, hanya berlangsung
selama pengobatan atau beberapa jam setelahnya. Efek samping terjadi paling sering selama
masa pengobatan mingguan pertama, dan biasanya berkurang dengan dosis selanjutnya. Hal
ini disebabkan lebih banyak sel limfoma selama pengobatan pertama yang harus diserang oleh
antibodi monoklonal dan dihancurkan oleh si induk kekebalan tubuh.
Efek samping yang paling umum adalah demam, menggigil dan gejala mirip flu lainnya,
seperti nyeri otot, nyeri kepala dan rasa letih. Umumnya cepat berakhir setelah masa
pengobatan berakhir. Kadang-kadang, pasien merasakan flushing mendadak dan merasa
panas di wajah. Hal ini biasanya berlangsung amat singkat.
Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah (anti-muntah)
umumnya sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan gejala-gejala ini sehingga
lebih dapat ditoleransi.
Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi limfoma.
Nyeri biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
Antibodi monoklonal, paling sering rituximab, digunakan secara rutin di banyak tempat dalam
pengobatan awal jenis-jenis limfoma non Hodgkin. Dalam kasus ini, rituximab diberikan
bersama kemoterapi, biasanya pada awal dari setiap siklus pengobatan, sesaat sebelum
kemoterapi.
Kombinasi rituximab dengan kemoterapi terbukti meningkatkan lamanya remisi, pasien atau
meningkatkan harapan hidup pasien setelah menyelesaikan terapi. Pada limfoma non Hodgkin
agresif, kombinasi rituximab dengan kemoterapi telah menjadi pilihan pengobatan standar
untuk pasien yang baru didiagnosis. Rituximab tidak meningkatkan efek samping kemoterapi
secara bermakna jika digunakan dengan cara ini.
Sekarang telah ada banyak bukti bahwa pada pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif
yang baru terdiagnosis, rituximab dalam kombinasi dengan kemoterapi, dapat meningkatkan
harapan hidup. Hasil dari uji klinik pada limfoma non Hodgkin indolen juga memberikan
harapan yang menjanjikan.
Pada limfoma non Hodgkin agresif, kombinasi rituximab dengan kemoterapi standar (CHOP)
telah terbukti meningkatkan kemungkinan pasien untuk sembuh tanpa peningkatan efek
samping yang bermakna.
Rituximab juga dipakai dalam pengobatan awal kebanyakan jenis dari limfoma non Hodgkin
indolen. Sekali lagi, rituximab
memberikan keuntungan potensial, yaitu
Keypoints
kemungkinannya untuk meningkatkan
efektivitas terapi yang lain (biasanya
kemoterapi) tanpa menyebabkan
peningkatan efek samping yang
• Pasien dengan limfoma non
bermakna.
Hodgkin yang kambuh sering diberi antibodi
monoklonal misalnya rituximab
Penelitian pada pasien dengan limfoma • Pada limfoma non Hodgkin indolen
non Hodgkin indolen yang sebelumnya yang kambuh, antibodi monoklonal
belum pernah diobati menunjukkan rituximab yang diberikan tunggal terbukti
bahwa penambahan rituximab pada meningkatkan lama rata-rata remisi
kemoterapi kombinasi standar dibanding dengan pengobatan tanpa
memperbaiki kemungkinan respon pasien rituximab
terhadap pengobatan, serta
meningkatkan lamanya remisi pada
pasien yang memberikan respon yang
baik.
Jika digunakan bersama kemoterapi, serupa dengan pasien yang belum pernah diobati
sebelumnya, biasanya diberikan pada awal setiap siklus pengobatan, sesaat sebelum
kemoterapi. Kombinasi rituximab dengan kemoterapi telah terbukti memperpanjang masa
remisi. efek samping rituximab umumnya terjadi hanya saat obat diberikan dan berkurang
pada dosis berikutnya, selain itu pemberian bersama kemoterapi tidak menyebabkan
peningkatan bermakna efek samping yang dialami pasien.
Juga makin banyak bukti bahwa rituximab mungkin bermanfaat dalam kombinasi dengan
kemoterapi, untuk mengobati limfoma non Hodgkin agresif yang kambuh setelah kemoterapi
yang sukses. Kadang-kadang rituximab digunakan sebagai bagian persiapan transplantasi
darah tepi atau transplantasi sumsum tulang.
Terapi rumatan adalah pengobatan yang diberikan pada pasien yang telah sembuh setelah
pengobatan limfoma non Hodgkin yang sukses – dengan kata lain, pasien yang ada dalam
remisi, total atau sebagian, atau kadang-kadang dalam keadaan penyakit yang stabil tanpa
tanda-tanda pertumbuhan kanker pada saat tersebut. Dasar pemikirannya adalah terapi dosis
rendah yang teratur dapat meningkatkan lama remisi atau mengubah keadaan penyakit stabil
ke remisi. Saat ini merupakan indikasi yang belum disetujui dan uji klinik masih berlangsung
untuk mengevaluasi lebih lanjut peran terapi rumatan.
Sebagai contoh, pada limfoma non Hodgkin indolen yang kambuh, monoterapi dengan
rituximab terbukti memberikan remisi total atau parsial pada hampir setengah pasien dan
ditoleransi dengan baik. Pada pasien yang kambuh setelah pengobatan pertama dengan
rituximab, pasien yang memberikan respon terhadap pengobatan kedua mengalami remisi
kedua yang sama lamanya atau lebih lama daripada remisi yang pertama.
Ini berbeda dengan kemoterapi tunggal, dengan kecenderungan remisi kedua akan lebih
singkat daripada yang pertama. Beberapa pasien tetap memberikan respon kedua kalinya
atau bahkan ketiga kalinya terhadap rituximab.
Keypoints
Pengobatan dengan radiasi membunuh sel-sel di tubuh dengan merusak DNA, sehingga sel
tidak dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi. Karena radiasi dapat membunuh sel normal
bersama sel yang sakit, penting bahwa pemakaian radiasi sebagai terapi diarahkan setepat
mungkin pada sel yang menimbulkan penyakit sebagai upaya mengurangi efek samping.
Pemakaian paling umum dari terapi radiasi pada limfoma non Hodgkin adalah radioterapi,
yang diberikan pada pasien yang hanya memiliki satu atau dua kelenjar getah bening. yang
terserang. Di sini, berkas radiasi dipusatkan pada daerah yang terkena untuk membunuh sel-
sel yang sakit. Radiasi juga bermanfaat untuk mengendalikan gejalayang ditimbulkan oleh
limfoma yang terlokalisasi.
Radioterapi
Radioterapi menggunakan radiasi, seperti sinar-X, untuk membunuh sel-sel limfoma non-
Hodgkin atau memperlambat pertumbuhan dan perkembangannya. Agar radiasi benar
ditujukan pada limfoma dan efek samping diperkecil, perencanaan pengobatan sangat
penting pada radioterapi. Ini mungkin membutuhkan beberapa kunjungan ke bagian
radioterapi sebelum pengobatan sesungguhnya dapat dimulai.
Daerah yang akan diobati akan dipetakan dengan
seksama dan mesin pengobatan akan diatur sehingga
hanya sel limfoma yang terpapar dosis penuh
radioterapi. Karena perlu memastikan sasaran radiasi
pada daerah tubuh yang tepat, kadang-kadang dibuat
cetakan yang membantu agar bagian tubuh tidak
bergerak dan dalam posisi yang tepat selama masa
Perencanaan pengobatan dan
pengobatan.
meminimalkan efek samping
adalah bagian penting dalam
radioterapi Sel-sel normal yang mengelilingi limfoma tidak terkena
dosis penuh, dan sel-sel ini umumnya lebih mampu
memulihkan diri dibanding sel-sel limfoma. Oleh karena
itu, radioterapi seringkali dapat mengendalikan atau
menghancurkan sel-sel limfoma, sementara hanya menimbulkan kerusakan sementara pada
sel-sel normal.
Radioterapi umumnya diberikan secara rawat jalan, dengan kunjungan pasien hingga lima kali
seminggu. Sebelum setiap terapi, pasien akan diposisikan secara seksama, biasanya di atas
meja pengobatan. Bagian tubuh yang tidak diobati akan dilindungi. Penting untuk samasekali
tidak bergerak selama pengobatan. Setiap terapi biasanya berlangsung beberapa menit dan
tidak menimbulkan rasa tidak nyaman. Meski pasien ditinggalkan sendiri selama terapi, teknisi
radioterapi akan mengawasi dari ruang observasi dan dapat diajak bicara lewat mikrofon.
Satu sesi radioterapi biasanya berlangsung antara 2 dan 6 minggu, tergantung pada keadaan
individual pasien.
• Efek samping
• Bagaimana menjalani radioterapi
Efek samping
Radioterapi memiliki efek yang lebih kecil terhadap sel-sel tubuh yang sehat dibanding
terhadap sel-sel limfoma, akan tetapi sel-sel normal seringkali juga terpengaruh oleh
pengobatan. Karena alasan ini, mungkin didapati efek samping dari radioterapi.
Karena radioterapi adalah pengobatan lokal yang diberikan pada bagian tubuh tertentu,
kebanyakan efek samping tergantung pada bagian tubuh yang diobati. Contohnya:
Efek samping – efek samping ini mungkin ringan dan tidak menimbulkan gangguan berarti
sejalan dengan masa pengobatan. Semua efek samping ini bersifat sementara, termasuk
kerontokan rambut. Efek samping mungkin terjadi hingga beberapa minggu hingga beberapa
bulan setelah pengobatan selesai, tetapi akan hilang kemudian.
Kadang-kadang dijumpai efek jangka panjang radioterapi. Radioterapi di daerah panggul atau
selangkangan dapat mempengaruhi kesuburan, baik pada pria maupun wanita. Sejauh
mungkin, testis dan ovarium dilindungi terhadap radiasi selama pengobatan.
Radioterapi juga dapat meningkatkan risiko timbulnya beberapa kanker pada jaringan yang
terkena radiasi, contohnya kulit. Karenanya penting bahwa pasien mentaati jadwal kunjungan
lanjutan dan menghadiri pemeriksaan berkala, dan juga mengambil langkah positif untuk
mengurangi risiko timbulnya kanker, seperti berhenti merokok atau selalu memakai tabir
surya saat ada di bawah matahari.
Efek jangka panjang lainnya, contohnya terhadap paru-paru, terjadi karena jaringan parut,
yang timbul saat jaringan mulai sembuh setelah radioterapi.
Ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meringankan efek samping
radioterapi. Contohnya:
• Mual dan muntah: obat anti muntah (anti-muntah) modern sangat efektif, dan
membantu jika diberikan sebelum masa pengobatan. Ada berbagai anti-muntah, dan
beberapa bekerja lebih baik untuk beberapa orang dibanding yang lainnya. Karena itu, jika
yang satu tidak bekerja, cobalah obat yang lain.
• Mulut atau tenggorokan nyeri dan kesulitan menelan: obat kumur hangat dengan soda
bikarbonat seringkali membantu. Gigi harus dibersihkan dengan lembut, setiap habis makan
untuk mencegah infeksi. Mungkin lebih nyaman untuk tidak mengenakan gigi palsu sesering
mungkin. Jika sulit menelan, akan membantu jika makan makanan cair atau setengah padat.
• Lelah dan lesu: penting untuk beristirahat cukup. Mungkin perlu istirahat kerja dan
menyesuaikan jadwal harian. Meski demikian orang lain dapat melanjutkan hidup secara
normal. Setiap orang berbeda.