Anda di halaman 1dari 5

Hukum Shalat Tanpa Penutup Kepala

Feb 14, 2011Muhammad Abduh Tuasikal, MScShalat27 Komentar

Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala aalihi wa shohbihi ajmain.


Mungkin kita pernah menyaksikan sebagian orang ketika shalat dalam keadaan penutup
kepala. Apakah seperti ini bermasalah, artinya tidak afdhol atau bahkan tidak dibolehkan
sama sekali ketika shalat? Berikut ada pelajaran menarik dari ulama Al Lajnah Ad Daimah
(komisi fatwa di Saudi Arabia) akan hal ini. Fatwa ini lebih menenangkan karena dibangun
atas kaedah yang tepat. Moga bermanfaat.
Al Lajnah Ad Daimah ditanya,
Apa hukum shalat tanpa penutup kepala dan ini dilakukan terus menerus? Ada yang
mengatakan bahwa memakai peci (songkok) bukanlah sunnah (ajaran yang patut diikuti)
karena tidak ada hadits yang menjelaskan hal ini. Oleh karena itu sekelompok orang
mengatakan di negeri kami bahwa mengenakan peci bagi orang yang shalat dan selainnya
bukanlah ajaran yang patut diikuti. Sampai-sampai dalam rangka melecehkan, mereka
menyebut peci dengan qithat qumaas (hanya sekedar potongan kain tenun).
Al Lajnah Ad Daimah menjawab,
Pertama, pakaian termasuk dalam perkara adat dan bukanlah perkara ibadah, sehingga ada
kelapangan dalam hal ini. Pakaian apa saja tidaklah terlarang kecuali yang dilarang oleh
syariat seperti mengenakan kain sutera untuk pria, mengenakan pakaian tipis yang
menampakkan aurat, mengenakan pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh yang termasuk
aurat, atau pakaian tersebut termasuk tasyabbuh (menyerupai) pakaian wanita atau pakaian
yang menjadi kekhususan orang kafir.
Kedua, perlu diketahui bahwa kepala pria bukanlah aurat dan tidak disunnahkan untuk
ditutup baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Boleh saja seorang pria mengenakan
imamah atau peci dan boleh juga ia membiarkan kepalanya tanpa penutup kepala dalam
shalat atau pun dalam kondisi lainnya. Dan perlu diperhatikan bahwa tidak perlu sampai
seseorang menjelek-jelekkan orang lain atau melecehkannya dalam hal ini.
Wa billahit taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Fatwa ini ditandatangani oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz selaku ketua;
Syaikh Abdur Rozaq Afifi selaku wakil ketua; Syaikh Abdullah bin Ghudayan selaku
anggota.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta, pertanyaan pertama no. 9422,
24/45

***
Kaedah dan pelajaran di atas sangat bermanfaat sekali dalam perkara seputar pakaian dan
penutup kepala. Moga yang singkat ini bermanfaat.

Panggang-GK, 5 pm, 8th Rabiul Awwal 1432 H (11/02/2011)


www.rumaysho.com
HUKUM KOPIAH (SONGKOK / PECI)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Bapak pengasuh yang dirahmati Allah, saya ingin menanyakan tentang hukum
memakai kopiah dalam shalat, bagaimanakah hukumnya ? Karena ada sebagian
orang yang setiap shalat kayaknya enggan pakai kopiah, ketika saya tanya, dia
mengatakan hal tersebut tidak ada tuntunannya. Mohon jawaban dan
penjelasan dari pengasuh.
Burhan Kaltim.
Jawaban :
Tidak bisa bisa dipungkiri, memakai kopiah ketika shalat adalah kebiasaan yang
telah umum dikalangan muslimin disemua penjuru. Bahkan, seseorang bisa
merasa ada yang kurang bila dia shalat sedangkan kepalanya dalam kondisi
terbuka. Maka tak heran bila kemudian sebagian kalangan menmpertanyakan
tentang status hukumnya, sunahkah atau hanya semacam budaya saja ? Mari
kita simak penjelasannya.
Kopiah atau juga yang disebut songkok / peci adalah salah satu jenis pakaian
yang dikenakan di kepala. Jadi, peci masuk kepembahasan hukum berpakaian,
sedangkan secara umum berpakaian itu dihukumi :
Wajib, yaitu pakaian yang digunakan untuk menutupi aurat. Yaitu dari pusat
hingga lutut bagi kaum laki-laki, seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan
bagi kaum wanita.
Sunnah, yaitu berpakaian dengan model pakaian Rasulullah Saw dan yang
dicintai olehnya, diantaranya adalah gamis. Dan masuk kedalam kesunnahan
juga adalah berpakaian lengkap (bukan hanya memakai sarung atau celana
yang menutup pusat dan mata kaki), mengenakan pakaian bersih dan rapi,
berhias dll.
Mubah, yakni pakaian yang umumnya dikenakan mengikuti sesuai peradaban
dan kedayaan manusia.

Haram, yakni pakaian yang menyerupai pakaian orang-orang kafir dan menjadi
simbol agama mereka, semisal pakaian biksu atau para pastor.
Yang jelas, kopiah tidaklah wajib, karena kepala yang ditutupi oleh kopiah
bukanlah aurat bagi laki-laki, dan kita sama mafum, dalam shalat, yang wajib
ditutupi hanya aurat. Sebaliknya, kopiah juga tidak mungkin dihukumi haram
untuk dipakai, karena ia bukanlah pakaian yang menjadi ciri khas atau identitas
orang-orang kafir. Terkecuali, model peci yang lazim dikenakan para pastor dan
pendeta yahudi, maka ini haram, karena ada larangan tasyabbuh (menyerupai)
orang kafir yang ditegaskan dalam hadit Nabawi :
Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan
mereka. (HR Abu Dawud)
Berarti yang tersisa kemungkinan hukum kopiah adalah antara sunnah dan
mubah. Nah, ini lah area yang sering diperdebatkan sebagian kalangan dalam
memandang hukum memakai kopiah. Antara yang berpendapat bahwa kopiah
ada kesunnahnnya, dengan yang hanya menghukumi mubah saja.
Pendapat yang menghukumi mubah
Menurut kelompok ini, Menutup kepala ketika shalat, tidak ada hadits shahih
yang menunjukkan kesunnahannya. Sehingga mereka menghukumi semua
hadits-hadits yang berbicara tentang hukum kopiah adalah dhaif.
Bahkan ada sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Asakir yang menyebutkan
bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah membuka penutup
kepalanya (seperti surban) dan menjadikannya sebagai sutrah (pembatas) di
hadapannya, dan beliau shalat sehingga tidak ada seorang pun yang lewat di
depannya.
Syaikh Syaikh Athiyah Shaqr Rahimahullah berkata : Tidak memakai kopiah
ketika shalat hanyalah meninggalkan kebiasaan saja. Jika telah dikenal secara
baik bahwa menutup kepala merupakan adab secara umum, maka hal itu
dianjurkan untuk dipakai dalam shalat sebagai konsekuensi hukum Al Urf
(tradisi) terhadap apa-apa yang tidak memiliki dalil syara. Jika tradisinya tidak
seperti itu, maka tidak mengapa membuka kepala. apa-apa yang dipandang
baik oleh kaum muslimin, maka di sisi Allah itu juga baik. (Fatawa Al Azhar,
9/107)
Pendapat ini pada umumnya diikuti oleh kalangan Hanafiyah. Sayyid Sabiq
mengatakan dalam Fiqhus Sunnahnya : Tak ada dalil tentang keutamaan
menutup kepala ketika shalat. (Fiqhus Sunnah, 1/128)

Pendapat yang menghukumi sunnah

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah Saw selalu memakai kopiah
putih. Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Umar, dan Imam Suyuthi
dalam Jamius Shagir hal 21 mengatakan hadits ini hasan.
Hasan al Bisri mengatakan : "Dahulu kaum itu (para sahabat) bersujud pada
surban, dan songkok (peci), sedang kedua tangannya pada lengan bajunya".
(HR.
Al-Bukhari)
Abdullah bin Said-rahimahullah- berkata, "Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada
sebuah songkok putih buatan Mesir". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf
(24855)
Pendapat ini adalah yang dipegang oleh jumhur mazhab syafiiyah dan mazhabmazhab yang lain. Bahkan dalam Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 22/5
dinyatakan : Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli fiqih tentang
kesunahan menutup kepala ketika shalat bagi laki-laki baik dengan surban atau
yang semakna dengan itu karena begitulah shalatnya Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam.
Sedangkan Imam Ibnu Taimiyah berkata : Ada pun membuka kepala adalah
makruh, apalagi melakukannya ketika ibadah, hal tersebut adalah munkar dan
tidak boleh beribadah seperti itu. (Fatawa Al Kubra, 1/6)

Kesimpulan
Ulama telah berbeda pendapat tentang hukum memakai penutup kepala
(kopiah)
dalam
shalat.
Antara
yang
mensunnahkan
dengan
yang
menganggapnya hanya sebagai perkara mubah. Namun meskipun demikian,
mereka sama sepakat, bila memakai kopiah telah menjadi adat kebiasaan
disuatu masyarakat (urf) maka makruh meninggalkannya.
Dalam pandangan jumhur ulama, dan yang kami ikuti wallahualam- pendapat
yang kuat adalah yang menghukumi kesunnahannya dan makruhnya (dibenci)
meninggalkan dari memakai penutup kepala ketika shalat terlebih saat shalat
berjamaah. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil berkut ini:
1. Banyak sekali hadits-hadits Nabawi, atsar (*kisah) Sahabat, dan riwayat tabiin,
tabiut tabiin, yang menyebutkan bahwa menutup kepala, baik dengan sorban
atau kopiah adalah kebiasaan berpakaian Nabi Saw dan juga kebiasaan
salafunas shalih. Meskipun Sayid Sabiq mengatakan, Tak ada dalil tentang
keutamaan menutup kepala ketika shalat. Tetapi, memakai kopiah adalah
termasuk sunnah Mustamirrah atau sunnah al-zawaid (mengikuti kebiasaan
sehari hari nabi sebagai manusia) dan tidak bisa dipungkiri, itupun sunnah
namanya.
2. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang ketentuan : apabila hal tersebut
adalah kebiasaan suatu masyarakat, maka makruh meninggalkannya.

Sedangkan kita ketahui bersama, bahwa memakai penutup kepala (kopiah)


adalah kebiasaan generasi salafunas shalih, dan juga adalah adat kebiasaan
kaum muslimin hampir diseluruh negeri dan wilayah-wilayah lain ketika shalat.
Minimal orang yang mengenakan kopiah adalah orang yang ingin bertasyabuh
(meniru) gaya generasi salaf dan juga meniru kebiasaan kaum muslimin pada
umumnya. Sedangkan Rasulullah Saw bersabda : Barangsiapa meniru-niru
suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka. (HR Abu Dawud)
3.

Berhias ketika akan melaksanakan shalat adalah perintah Allah Swt,


sebagaimana firmannya, Wahai ANak-anak Adam pakailah perhiasan kalian
ketika memasuki setiap masjid. Dalam Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al
Ilmiyah wal Ifta dikatakan : Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di
luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya
dengan apa yang semestinya yang telah menjadi

kebiasaan dan tidak bertentangan syara, itu merupakan kategori pembahasan


perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari
perintah Allah. Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Fatawa Islamiyah,
Kitabus Shalah, 1/615)
Hendaknya setiap muslim yang akan shalat untuk berhias, mengenakan pakaian
yang indah dan terhormat, karena itu adalah perintah dari Allah taala.
Dan kita, khususnya yang ada di Indonesia, telah mengetahui dengan pasti
bahwa penutup kepala adalah perhiasan yang lazim ada bagi orang yang akan
shalat. Hendaknya dia tidak meninggalkannya, apalagi bila dia adalah seorang
imam atau akan mengimami shalat. Tentu akan membuat risih jamaah dan
dapat mengganggu kekhusuan.
Apalagi bila meninggalkan memakai kopiah dilandasi keinginan suka tampil
beda, ini bukanlah prilaku terpuji di dalam islam. Lebih celaka lagi bila karena
motivasi merasa paling paham sunnah
sehingga menganggap kopiah sebagai perbuatan bidah.
Dirirwayatkan perkataan dari Hasan al Bisri : Semua yang menyebabkan
seseorang yang berpakaian menjadi bahan pembicaraan banyak orang, maka
hukumnya makruh. (Talbis Iblis : 237).

Wallahualam.

Anda mungkin juga menyukai