Anda di halaman 1dari 19

10 pesan nabi sebelum wafat

10 Pesan Nabi Muhammad SAW sebelum Wafat 10 Pesan Nabi Muhammad SAW Kepada
Putrinya Fatimah Az-Zahra. Awalnya secara tidak sengaja saya menemukan eBook yang
membahas tentang 10 Pesan Nabi Muhammad SAW Kepada Putrinya Fatimah Az-Zahra ini di
perpustakaan, dan tiba-tiba muncul keinginan saya untuk mencoba menulis ulang di dalam blog
saya ini sebagai bahan tambahan ilmu pengetahuan dan referensi bagi teman-teman sekalian
yang membutuhkan nya. Silahkan di simak 10 Pesan Nabi Muhammad SAW Kepada Putrinya
Fatimah Az-Zahra ini yang berhasil saya kutip dari berbagai sumber. 1).Ya, Fatimah kepada
wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan
kebaikan baginya dari setiap biji gandum melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita
itu. 2). Ya, Fatimah kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan
anak-anaknya, niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka 7 tabir pemisah. 3).Ya, Fatimah.
Tiadalah seorang wanita yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci
pakaianya, melainkan Allah menetapkan pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan
dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang. 4). Ya, Fatimah, Tiadalah wanita yang
menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahanya dari minum telaga kautsar
pada hari kiamat nanti. 5). Ya, Fatimah, yang lebih utama dari keutamaan diatas adalah
keridhoan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu,maka akt tidak akan
mendo'akanmu. Ketahuilah, Wahai Fatimah. Kemarahan suami adalah kemurkaan Allah. 6). Ya,
Fatimah. Apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya,dan Allah
menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan.Ketika wanita
merasakan sakit akan melahirkan,Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para
pejuang di jalan Allah. Setelah seorang wanita melahirkan kandunganya,maka bersihlah dosadosanya seperti ketika dia di lahirkan dari kandungan ibunya. Apabila seorang wanita meninggal
dunia ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikit pun dan akan di anggap
sebagai mati syahid. Di dalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian
dari taman syurga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala 1000 orang
yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu Malaikat memohonkan ampunan baginya
hingga hari kiamat. 7). Ya, Fatimah, Tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari
semalam dengan rasa senang dan ikhlas,melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta
memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan
baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala
100 kali beribadah haji dan umrah. 8). Ya Fatimah, Tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan
suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih sayang (rahmat). 9). Ya,
Fatimah, Tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati,
melainkan para Malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan
pahala amalnya,dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. 10).
Ya, Fatimah. Tiadalah seorang wanita yang membantu meminyaki kepala suaminya dan menyisir
rambutnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan
Allah memberi minuman dari air syurga yang di kemas indah yang di datangkan dari sungaisungai Syurga.Dan Allah mempermudah sakaratul maut baginya, bebas dari siksa neraka serta
dapat melintasi siratal-mustaqin dengan selamat.

Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin

PESAN TERAKHIR

DETIK DETIK WAFAT NABI MUHAMMAD


Ketika merasa bahwa ajalnya sudah dekat, Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabat di
kediaman isteri tercintanya, Sayyidah Aisyah RA. Setelah semua berkumpul, beliau memandang
mereka dengan tatapan mata yang sendu. Air mata beliau menitis tiada berhenti.
Di tengah tangisnya beliau bersabda, Marhaban bikum, semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat-Nya kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, bertaqwalah kepada Allah SWT. Telah
dekat perpisahan dan telah hampir waktu pulang kepada Allah Ta?ala. Hendaklah Ali
memandikanku, sedangkan Fadlal bin Abbas dan Usamah bin Zaid yang menuangkan air.
Kemudian kafanilah aku dengan kainku jika kamu menghendaki, atau dengan kain putih buatan
Yaman. Jika kamu selesai memandikanku, letakkan jenazahku di tempat tidur di rumahku ini,
diatas pinggir lubang kuburku. Kemudian bawalah aku keluar sesaat. Maka yang pertama kali
berselawat kepadaku adalah Allah Azza wa Jalla, lalu Jibril, Mikail, Israfil, Izrail bersama
pasukannya, kemudian segenap malaikat. Sesudah itu barulah kamu masuk rombongan demi
rombongan, dan sembahyangkanlah aku.
Begitu mendengar wasiat Nabi, para sahabat tidak kuasa menahan tangis. Mereka
menjerit..Ya Rasulullah, Tuan adalah rasul kami, penghimpun dan pembina kekuatan kami,
serta penguasa segala urusan kami. Jika Tuan pergi, kepada siapakah kami kembali?
Rasulullah SAW bersabda, Aku tinggalkan kamu di jalan yang terang. Aku tinggalkan untuk
kamu dua juru nasihat yang berbicara dan yang diam. Penasehat yang berbicara ialah Al-Quran,
penasihat diam ialah maut. Jika kamu menghadapi persoalan yang musykil, kembalilah kepada
Al-Quran dan sunnah; dan jika hati kamu kusut, tuntunlah dengan mengambil i?tibar tentang
peristiwa maut.
Sejak itu, akhir bulan Shafar, Rasulullah SAW jatuh sakit. Semakin lama penyakitnya semakin
berat. Suatu saat, ketika para sahabat berkumpul di kediaman Sayyidah Aisyah RA untuk
menjaga Rasulullah SAW secara bergantian, Rasulullah SAW bangun dari tempat tidurnya
dengan mengenakan ikat kepala, pertanda sakitnya masih berat.
Didepan para sahabat, beliau bersabda, Wahai para sahabatku.. Sungguh, demi Allah, saat ini
telah kulihat Telaga Haudh di hadapanku. Demi Allah, aku tidak takut syirik akan menimpa
kamu setelah aku wafat. Tetapi yang kutakutkan, kamu saling berebut dunia, saling hantam
memperebutkan kekayaan. Itu yang aku takutkan. Haudh adalah salah satu telaga di syurga.

Dari hari ke hari, kesehatan Nabi semakin memburuk, dan para sahabat mulai cemas. Suatu hari,
Isnin Subuh, sahabat Bilal mengumandangkan adzan di Masjid Nabawi. Tapi hingga beberapa
waktu Nabi belum juga hadir. Ia lalu menyusul ke rumah beliau. Didepan pintu rumah, ia
mengucapkan salam, Assalamualaika, ya Rasulullah.
Nabi tidak menjawab, tapi Sayyidah Fatimah RA keluar sambil menjawab salam,
Alaikassalam.. Kalau ada perlu lain kali saja. Rasulullah sedang demam.
Mendengar jawaban itu, Bilal tidak faham. Ia lalu kembali ke masjid, menunggu kedatangan
Nabi sampai langit disebelah timur mulai menguning. Kerana waktu subuh hampir habis, Bilal
kembali kerumah Rasulullah SAW.
Assalamualaika, ya Rasulullah. para makmum sudah menunggu dan langit sudah pula
menguning, katanya.
Saat itu, Nabi agak sedar. Dengan tersendat-sendat beliau membalas salam Bilal, lantas
bersabda, Ya Bilal, aku tahu fajar telah mulai tiba. Beri tahu Abu Bakar supaya menjadi imam
sembahyang Subuh. Aku sedang sakit, tidak mampu bangun.
Mendengar jawaban itu Bilal menangis. Dengan langkah terburu-buru tetapi lunglai, ia bergegas
kembali ke masjid. Disampaikannya pesan rasulullah SAW kepada Abu Bakar. Begitu melihat
mihrab kosong, Abu Bakar menangis. Di mihrab itulah Rasulullah SAW selalu memimpin
sholat, mengumandangkan ayat-ayat Al-Quran dengan suara yang nyaring dan fasih. Pribadinya
agung, parasnya berwibawa. Kini mihrab itu kosong. Abu Bakar menangis juga seluruh sahabat,
sehingga suasana subuh itu menjadi murung.
Sampai siang, para sahabat berkumpul di masjid menanti berita dari kediaman Rasulullah SAW.
Ternyata, Rasululah SAW minta dipapah untuk menuju masjid. Dengan langkah terseok-seok,
Nabi keluar rumah dipapah kedua sahabat itu.
Tiba di masjid, Nabi sembahyang sunnah dua rakaat lalu menuju mimbar. Kakinya terasa berat
ketika mendaki tangga. Tubuhnya tampak lemah, tangannya bertelekan. Tak lama kemudian
beliau menyampaikan khutbah singkat, namun isinya meresap dan menggetarkan hati. Para
sahabat bercucuran air mata..
Wahai kaum muslimin, kita hidup di bawah kekuasaan Allah dan kasih sayang-Nya. Maka
bertaqwalah kepada-Nya dan taatilah perintah-perintah-Nya. Dalam riwayat lain, Rasulullah
SAW berwasiat, Wahai segenap umat manusia, api neraka sudah dinyalakan, fitnah-fitnah telah
datang seperti datangnya malam yang gelap. Demi Allah, kamu tidak akan berpegang kepadaku
dengan suatu apa pun. Sesungguhnya aku tidak pernah menghalalkan sesuatu melainkan apa
yang dihalalkan oleh Al-Qur?an, dan tidak pula mengharamkan sesuatu melainkan apa yang
diharamkan oleh Al-Quran.
Abu Bakar tersedu sedan sementara Umar bin Khattab menahan napas dan tangis hingga
dadanya naik turun. Sedangkan Utsman bin Affan menghela napas panjang, dan Ali bin Abi

Thalib menundukkan kepala dalam-dalam. Dalam hati semua sahabat berkata, Rasulullah akan
meninggalkan kita.
Lelaki agung itu hampir selesai menunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu semakin nyata, sehingga
dengan tangkas Ali dan Fadhal segera tampil membantu Rasulullah turun dari mimbar. Sangat
pelan kerana lemah.
Segera setelah itu beliau dipapah untuk kembali pulang ke rumah kediaman. Sejak itu beliau
tidak mampu lagi bangkit dari tempat tidur. Keadaan beliau semakin gawat, sampai-sampai kain
pengikat beliau pun terasa panas. Panas yang sangat tinggi menyebabkan beliau sering tak
sedarkan diri.
Melihat keadaan ayahandanya, Sayyidah Fatimah RA terus menangis, Ya Allah, alangkah berat
penderitaan ayahku. Alangkah beratnya, ya Allah.
Mendengar tangis putri kesayangannya itu, Rasulullah SAW sempat bersabda, Bersabarlah
anakku sayang. Tidak ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini Nabi SAW berusaha
menghibur putrinya agar tidak bersedih hati. Namun sabda Beliau itu juga merupakan pertanda
bahwa tinggal pada hari itu beliau merasakan penderitaan. Dan setelah itu, meninggalkan
keluarga dan segenap kaum muslimin.
Tepat pada waktu dhuha, datanglah Malaikat Izrail yang diutus oleh Allah Ta?ala untuk
menjemput Rasul SAW. Perintah Allah Ta?ala kepada Izrail, Masuklah kalau diizinkan olehnya.
Kalau tidak, kembalilah engkau kemari. Berangkatlah dan muncullah di hadapannya dalam
wujud seorang lelaki yang sopan dan rapi. Maka muncullah Malaikat Izrail sebagai seorang
lelaki berpakaian putih-putih dengan aroma yang harum mewangi.
Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian.
Waalaikumussalam. Maaf Rasulullah sedang payah. Datanglah lain kali, jawab Sayyidah
Fatimah RA.
Assalamu?alaika, ya Rasulullah. Salam sejahtera untukmu selamanya. Bolehkah saya masuk?
ujar Izrail lagi.
Mendengar salam khusus itu, Nabi membuka mata beliau lalu bertanya kepada Fatimah,
Anakku, ada tamu ya? Siapa yang berada di pintu, hai Fatimah?
Seorang laki-laki yang bersih sopan, rapi, dan wangi. Ia memanggil-manggil ayah dan minta
izin untuk masuk. Saya bilang, Ayah sedang payah. Saya minta dia dia untuk kembali lain kali.
Tiba-tiba Nabi SAW memandangi putri tercintanya itu dengan tatapan yang menembus jauh,
dengan cahaya pekat yang mengabut.

Sayyidah Fatimah RA menggigil kerana hatinya tergetar


Izinkan tamu itu masuk, Fatimah. Tahukah engkau siapa dia, anakku? sabda Rasulullah SAW.
Tidak
Dialah penjemput kenikmatan, pemutus nahsu syahwat, dan pemisah pertemuan. Dia adalah
malakul maut.
Sayyidah Fatimah RA terkejut, Ayahanda, jadi mulai hari ini aku tidak akan lagi mendengar
suaramu dan memandangi wajah jernihmu? Sayyidah Fatimah menangis.
Jangan bersedih dan menangis, jantung hatiku. Engkau adalah keluargaku yang mula-mula akan
bersamaku di hari kiamat, sabda Rasul SAW
Mendengar itu, barulah Sayyidah Fatimah RA lega.
Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku? Tanya Nabi.
Aku datang untuk berziarah, juga menjemput Tuan jika Tuan mengizinkan. Tetapi kalau tidak
aku akan kembali.
Engkau datang sendirian? Dimana engkau tinggalkan Jibril? Tanya Nabi sambil tersenyum.
Aku tinggalkan dia di langit kedua bersama para malaikat lainnya.
Panggil dia kemari.
Jibril tergagap. Maka Malaikat JIbril pun turun ke bumi, menuju rumah kediaman Rasul, lalu
duduk disebelah kepala Rasulullah SAW.
Beberapa saat Nabi memandangi Jibril, lalu dengan sayu beliau bersabda, Jibril, mengapa
berlambat-lambat? Tidakkah engkau tahu saat yang dijanjikan itu hampir tiba?
Beri tahu aku bagaimana hakku di hadapan Allah nanti. sabda Nabi lagi.
Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat berbaris berlapis-lapis menunggu kehadiran ruh
Tuan, seluruh gerbang syurga terbuka sebagai persemayaman Tuan.
Namun wajah Nabi tetap suram dan gelisah. Lalu sabdanya lagi, Jibril, bukan berita itu yang
kuinginkan. Beritahu aku, bagaimana umatku besok di hari kiamat.
Maka dengan tenang Jibril menjawab, Ya Rasulullah, Allah Ta?ala berfirman, Aku haramkan
syurga dimasuki oleh para nabi sampai engkau, Muhammad, masuk terlebih dahulu. Dan aku
haramkan umat para nabi masuk ke dalamnya sampai umatmu, Muhammad, masuk terlebih

dahulu?.
Mendengar jawaban itu, barulah wajah Nabi berseri-seri. Alhamdulillah. Kalau begitu hatiku
tenang, wahai Jibril. Beliau merasa tenteram, kerana kaum muslimin mendapat hak dan tempat
istimewa di hadapan Allah SWT. Bibir beliau yang sudah memucat itu menyunggingkan
senyum. Senyum istimewa itu juga beliau tujukan kepada Malaikat Izrail ketika beliau
mempersilakan sang Pencabut Nyawa itu melaksanakan tugasnya.
Pada waktu yang bersamaan suasana gundah gulana menggantung berat di ruangan sempit itu.
Angin kota Madinah yang meniupkan hawa dingin tapi kering tambah dalam menusuk tulang.
Sejengkal demi sejengkal matahari pun semakin meninggi ketika Malaikat Izrail berancangancang untuk mencabut nyawa Rasulullah SAW.
Penderitaan Nabi SAW semakin menghebat ketika nyawa beliau, yang dicabut oleh Izrail dengan
sangat pelan dan lembut, sampai di pusat. Dahi dan sekujur wajah beliau bersimbah peluh. Uraturat di wajah beliau menegang dari detik ke detik. Sambil menggigit bibir, Nabi SAW berpaling
ke arah malaikat Jibril. Mata Rasulullah SAW pun basah, cahayanya pun semakin meredup. Ya
Jibril, betapa sakitnya! Oh, alangkah dahsyatnya derita sakaratul maut ini.
Sayyidah Fatimah RA memejamkan mata, sementara Ali bin Abi Thalib, yang berada disamping
Rasulullah SAW, menundukkan kepala, sedangkan Malaikat Jibril memalingkan muka. Ya
Jibril, mengapa engkau berpaling? Apakah engkau benci melihat wajahku? tanya Rasul SAW.
Sama sekali tidak, ya Rasulullah. Siapakah yang tega menyaksikan Kekasih Allah dalam
kedaaan seperti ini? Siapakah yang sampai hati melihat Tuan kesakitan? jawab Jibril tersekatsekat.
Rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat,
urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, Ya Allah,
alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya kepadaku, jangan kepada
umatku.
Mendengar sabda Rasul itu, Jibril tersentak. Betapa agung peribadi Rasulullah SAW. Dalam
detik-detik paling gawat dan menyiksa, bukan kepentingan sendiri yang dimohonkan, melainkan
kepentingan umatnya. Andai beliau mohon agar rasa sakit itu dicabut, pasti Allah SWT
mengabulkannya. Namun beliau lebih memilih sebagai tumbal agar derita itu tidak menimpa
umatnya.
Ketika Jibril menyedari keadaan di sekelilingnya, Izrail sudah dengan sangat santun menarik
nyawa Nabi SAW sampai di dada. Maka napas beliau pun mulai menyesak. Rasa sakit semakin
menghebat. Ketika itulah, lelaki agung itu menengok ke arah sahabat-sahabatnya, lalu bersabda
dengan suara lirih dan pandangan sayu, Ushikum bishsembahyangi wa ma malakat aimanakum
(Aku wasiatkan kepada kamu untuk mendirikan sholat, dan aku wasiatkan kepada kamu orangorang yang menjadi tanggungan kamu).
Sejenak kemudian, keadaan Rasulullah SAW bertambah kritis. Para sahabat saling berpelukan

lantaran tak kuat menahan pilu. Dan ketika itulah tubuh Nabi SAW mulai dingin. Hampir
seluruh bagian tubuh beliau tidak bergerak-gerak lagi. Mata beliau pun berkaca-kaca dan
menatap lurus ke langit-langit hanya sedikit terbuka.
Menjelang akhir hayat beliau, Ali bin Abi Thalib melihat Nabi SAW dua kali menggerakgerakkan bibir beliau yang sudah membiru. Maka Ali pun cepat-cepat mendekatkan telinganya
ke bibir Nabi. Ia mendengar Nabi SAW memanggil-manggil, Ummati, ummati. (Umatku,
umatku). Dengan memanggil-manggil umatnya inilah, Rasul Akhir Zaman itu wafat di
pangkuan isteri tercinta, Sayyidah Aisyah RA, pada hari Isnin, 12 Rabiul Awwal 11 Hijrah,
bertepatan dengan tarikh 3 Juni 632 Masehi, dalam usia 63 tahun.
Maka meledaklah tangis para sahabat. Sang kekasih Allah telah wafat, membawa cinta yang
agung, cinta kepada umat, hingga akhir hayat. Bahkan dibawanya sampai Padang Mahsyar.
Ketika nyawa sudah sampai tenggorokan. Pemimpin Besar dan Pencipta Peradaban itu bukan
mengkhawatirkan keluarganya, melainkan memprihatinkan umatnya. Ummati, ummati.
Sesaat sebelum wafat, sebagaimana tercatat dalam Shahih Bukhari, Rasulullah SAW masih
sempat berwasiat dan menghibur umatnya. Beliau bersabda, Wahai umatku, kamu akan melihat
hari yang tidak kamu sukai, iaitu perpecahan dan fitnah dari berbagai musibah yang akan datang.
Akan tetapi hendaklah kamu bersabar sampai berjumpa denganku di Telaga Haudh kelak
Sementara itu, dari sumber kitab Shahih Bukhari diriwayatkan, pada Isnin subuh itu Nabi SAW
merasa keadaannya mulai membaik. Maka ketika mendengar adzan, beliau memutuskan untuk
pergi ke masjid sekalipun keadaannya masih lemah. Ketika beliau masuk masjid, sembahyang
sudah dimulai. Para sahabat pun menjerit, mengucapkan, Subhanallah, subhanallah, pertanda
gembira dan bersyukur menyaksikan keadaan kesehatan junjungan mereka yang mulai membaik.
Begitu melihat Nabi datang, para sahabat hampir membatalkan sembahyang. Namun, beliau
memberi isyarat agar mereka meneruskannya.
Sejenak beliau berdiri menatap mereka dengan bahagia. Wajahnya berseri-seri menyaksikan
ketaatan umatnya. Sampai-sampai Annas bin Malik berkata, Belum pernah aku melihat
pandangan yang lebih menakjubkan dari wajah Nabi SAW (ketika itu). Kemudian beliau
tersenyum. Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang menjadi imam sembahyang, menyedari apa yang
terjadi di belakangnya. Yakni, pasti Rasulullah SAW ada di masjid. Maka tanpa menoleh, ia pun
mundur. Tetapi, Nabi segera memegang pundaknya dan mendorongnya maju agar terus sebagai
imam, sementara Nabi SAW sembahyang di sebelah kanan Abu Bakar dalam kedudukan duduk.
Selesai sembahyang, Nabi kembali ke rumah Sayyidah Aisyah RA dipapah oleh Fadlal dan
Tsawban, sementara Ali dan Abbas mengikuti dari belakang. Sampai di rumah, Nabi SAW
kembali ke tempat tidur, berbaring di pangkuan isteri tercintanya itu. Dan ternyata, sembahyang
subuh tadi adalah yang terakhir kali Nabi SAW sembahyang berjamaah dengan para sahabatnya.
Ketika itulah segenap kekuatan Nabi SAW melemah.
Saat Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke dalam kamar sambil membawa siwak (sikat gigi

dari kayu arak), Sayyidah Aisyah RA melihat Nabi SAW sepertinya menginginkannya. Maka ia
pun meminta siwak itu, membersihkannya, lalu memberikannya kepada ayahanda tercinta. Lalu
beliau pun membersihkan gigi dengan cekatan, sekalipun keadaannya cukup lemah. Tidak lama
kemudian kesedaran Rasulullah SAW hilang. Sayyidah Aisyah RA mengira beliau tengah
menghadapi sakaratul maut. Tapi, sekitar satu jam kemudian, beliau membuka mata. Sayyidah
Aisyah RA teringat Rasulullah SAW pernah bersabda, Tidak ada seorang nabi pun yang dicabut
nyawanya sebelum ia ditunjukkan tempatnya di syurga. Sayyidah Aisyah RA pun faham, inilah
saat sakaratul maut itu.
Sejenak kemudian, Nabi SAW bersabda dengan suara bergumam, Dan barang siapa mentaati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
iaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka itulah sahabat yang paling
baik. Surah An-Nisaa (4): 69. Setelah itu, beliau kembali bergumam, Ya Allah, aku memilih
bersama Yang Maha mulia.
Setelah itu, kepala Nabi SAW beransur-ansur terasa bertambah berat di pangkuan Sayyidah
Aisyah RA, sehingga para isteri yang lain menangis. Sayyidah Aisyah RA lalu membaringkan
kepala beliau di bantal, kemudian menangis bersama isteri Nabi SAW yang lain.
Dalam Sahih Bukhari dikisahkan, begitu mendengar Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar AsSiddiq berlari menuju rumah kediaman Sayyidah Aisyah RA. Namun jasad Nabi SAW telah
membujur kaku. Ketika menyingkap kain yang menutup tubuh Nabi SAW, ia menangis sambil
memeluk wajah Sang Rasul. Saat memandikan jenazah Rasulullah, Ali bin Abi Thalib berkata,
Wahai Rasulullah, ketika hidup, Tuan semerbak mewangi. Ketika wafat pun, tubuh Tuan tetap
wangi.
Ya Rasulullah SAW, dan syariatnya, tetap akan selalu semerbak mewangi sampai hari kiamat.
Ketika merasa bahwa ajalnya sudah dekat, Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabat di
kediaman isteri tercintanya, Sayyidah Aisyah RA. Setelah semua berkumpul, beliau memandang
mereka dengan tatapan mata yang sendu. Air mata beliau menitis tiada berhenti.
Di tengah tangisnya beliau bersabda, Marhaban bikum, semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat-Nya kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, bertaqwalah kepada Allah SWT. Telah
dekat perpisahan dan telah hampir waktu pulang kepada Allah Ta?ala. Hendaklah Ali
memandikanku, sedangkan Fadlal bin Abbas dan Usamah bin Zaid yang menuangkan air.
Kemudian kafanilah aku dengan kainku jika kamu menghendaki, atau dengan kain putih buatan
Yaman. Jika kamu selesai memandikanku, letakkan jenazahku di tempat tidur di rumahku ini,
diatas pinggir lubang kuburku. Kemudian bawalah aku keluar sesaat. Maka yang pertama kali
berselawat kepadaku adalah Allah Azza wa Jalla, lalu Jibril, Mikail, Israfil, Izrail bersama
pasukannya, kemudian segenap malaikat. Sesudah itu barulah kamu masuk rombongan demi
rombongan, dan sembahyangkanlah aku.
Begitu mendengar wasiat Nabi, para sahabat tidak kuasa menahan tangis. Mereka
menjerit..Ya Rasulullah, Tuan adalah rasul kami, penghimpun dan pembina kekuatan kami,

serta penguasa segala urusan kami. Jika Tuan pergi, kepada siapakah kami kembali?
Rasulullah SAW bersabda, Aku tinggalkan kamu di jalan yang terang. Aku tinggalkan untuk
kamu dua juru nasihat yang berbicara dan yang diam. Penasehat yang berbicara ialah Al-Quran,
penasihat diam ialah maut. Jika kamu menghadapi persoalan yang musykil, kembalilah kepada
Al-Quran dan sunnah; dan jika hati kamu kusut, tuntunlah dengan mengambil i?tibar tentang
peristiwa maut.
Sejak itu, akhir bulan Shafar, Rasulullah SAW jatuh sakit. Semakin lama penyakitnya semakin
berat. Suatu saat, ketika para sahabat berkumpul di kediaman Sayyidah Aisyah RA untuk
menjaga Rasulullah SAW secara bergantian, Rasulullah SAW bangun dari tempat tidurnya
dengan mengenakan ikat kepala, pertanda sakitnya masih berat.
Didepan para sahabat, beliau bersabda, Wahai para sahabatku.. Sungguh, demi Allah, saat ini
telah kulihat Telaga Haudh di hadapanku. Demi Allah, aku tidak takut syirik akan menimpa
kamu setelah aku wafat. Tetapi yang kutakutkan, kamu saling berebut dunia, saling hantam
memperebutkan kekayaan. Itu yang aku takutkan. Haudh adalah salah satu telaga di syurga.
Dari hari ke hari, kesehatan Nabi semakin memburuk, dan para sahabat mulai cemas. Suatu hari,
Isnin Subuh, sahabat Bilal mengumandangkan adzan di Masjid Nabawi. Tapi hingga beberapa
waktu Nabi belum juga hadir. Ia lalu menyusul ke rumah beliau. Didepan pintu rumah, ia
mengucapkan salam, Assalamualaika, ya Rasulullah.
Nabi tidak menjawab, tapi Sayyidah Fatimah RA keluar sambil menjawab salam,
Alaikassalam.. Kalau ada perlu lain kali saja. Rasulullah sedang demam.
Mendengar jawaban itu, Bilal tidak faham. Ia lalu kembali ke masjid, menunggu kedatangan
Nabi sampai langit disebelah timur mulai menguning. Kerana waktu subuh hampir habis, Bilal
kembali kerumah Rasulullah SAW.
Assalamualaika, ya Rasulullah. para makmum sudah menunggu dan langit sudah pula
menguning, katanya.
Saat itu, Nabi agak sedar. Dengan tersendat-sendat beliau membalas salam Bilal, lantas
bersabda, Ya Bilal, aku tahu fajar telah mulai tiba. Beri tahu Abu Bakar supaya menjadi imam
sembahyang Subuh. Aku sedang sakit, tidak mampu bangun.
Mendengar jawaban itu Bilal menangis. Dengan langkah terburu-buru tetapi lunglai, ia bergegas
kembali ke masjid. Disampaikannya pesan rasulullah SAW kepada Abu Bakar. Begitu melihat
mihrab kosong, Abu Bakar menangis. Di mihrab itulah Rasulullah SAW selalu memimpin
sholat, mengumandangkan ayat-ayat Al-Quran dengan suara yang nyaring dan fasih. Pribadinya
agung, parasnya berwibawa. Kini mihrab itu kosong. Abu Bakar menangis juga seluruh sahabat,
sehingga suasana subuh itu menjadi murung.
Sampai siang, para sahabat berkumpul di masjid menanti berita dari kediaman Rasulullah SAW.

Ternyata, Rasululah SAW minta dipapah untuk menuju masjid. Dengan langkah terseok-seok,
Nabi keluar rumah dipapah kedua sahabat itu.
Tiba di masjid, Nabi sembahyang sunnah dua rakaat lalu menuju mimbar. Kakinya terasa berat
ketika mendaki tangga. Tubuhnya tampak lemah, tangannya bertelekan. Tak lama kemudian
beliau menyampaikan khutbah singkat, namun isinya meresap dan menggetarkan hati. Para
sahabat bercucuran air mata..
Wahai kaum muslimin, kita hidup di bawah kekuasaan Allah dan kasih sayang-Nya. Maka
bertaqwalah kepada-Nya dan taatilah perintah-perintah-Nya. Dalam riwayat lain, Rasulullah
SAW berwasiat, Wahai segenap umat manusia, api neraka sudah dinyalakan, fitnah-fitnah telah
datang seperti datangnya malam yang gelap. Demi Allah, kamu tidak akan berpegang kepadaku
dengan suatu apa pun. Sesungguhnya aku tidak pernah menghalalkan sesuatu melainkan apa
yang dihalalkan oleh Al-Qur?an, dan tidak pula mengharamkan sesuatu melainkan apa yang
diharamkan oleh Al-Quran.
Abu Bakar tersedu sedan sementara Umar bin Khattab menahan napas dan tangis hingga
dadanya naik turun. Sedangkan Utsman bin Affan menghela napas panjang, dan Ali bin Abi
Thalib menundukkan kepala dalam-dalam. Dalam hati semua sahabat berkata, Rasulullah akan
meninggalkan kita.
Lelaki agung itu hampir selesai menunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu semakin nyata, sehingga
dengan tangkas Ali dan Fadhal segera tampil membantu Rasulullah turun dari mimbar. Sangat
pelan kerana lemah.
Segera setelah itu beliau dipapah untuk kembali pulang ke rumah kediaman. Sejak itu beliau
tidak mampu lagi bangkit dari tempat tidur. Keadaan beliau semakin gawat, sampai-sampai kain
pengikat beliau pun terasa panas. Panas yang sangat tinggi menyebabkan beliau sering tak
sedarkan diri.
Melihat keadaan ayahandanya, Sayyidah Fatimah RA terus menangis, Ya Allah, alangkah berat
penderitaan ayahku. Alangkah beratnya, ya Allah.
Mendengar tangis putri kesayangannya itu, Rasulullah SAW sempat bersabda, Bersabarlah
anakku sayang. Tidak ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini Nabi SAW berusaha
menghibur putrinya agar tidak bersedih hati. Namun sabda Beliau itu juga merupakan pertanda
bahwa tinggal pada hari itu beliau merasakan penderitaan. Dan setelah itu, meninggalkan
keluarga dan segenap kaum muslimin.
Tepat pada waktu dhuha, datanglah Malaikat Izrail yang diutus oleh Allah Ta?ala untuk
menjemput Rasul SAW. Perintah Allah Ta?ala kepada Izrail, Masuklah kalau diizinkan olehnya.
Kalau tidak, kembalilah engkau kemari. Berangkatlah dan muncullah di hadapannya dalam
wujud seorang lelaki yang sopan dan rapi. Maka muncullah Malaikat Izrail sebagai seorang
lelaki berpakaian putih-putih dengan aroma yang harum mewangi.

Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian.


Waalaikumussalam. Maaf Rasulullah sedang payah. Datanglah lain kali, jawab Sayyidah
Fatimah RA.
Assalamu?alaika, ya Rasulullah. Salam sejahtera untukmu selamanya. Bolehkah saya masuk?
ujar Izrail lagi.
Mendengar salam khusus itu, Nabi membuka mata beliau lalu bertanya kepada Fatimah,
Anakku, ada tamu ya? Siapa yang berada di pintu, hai Fatimah?
Seorang laki-laki yang bersih sopan, rapi, dan wangi. Ia memanggil-manggil ayah dan minta
izin untuk masuk. Saya bilang, Ayah sedang payah. Saya minta dia dia untuk kembali lain kali.
Tiba-tiba Nabi SAW memandangi putri tercintanya itu dengan tatapan yang menembus jauh,
dengan cahaya pekat yang mengabut.
Sayyidah Fatimah RA menggigil kerana hatinya tergetar
Izinkan tamu itu masuk, Fatimah. Tahukah engkau siapa dia, anakku? sabda Rasulullah SAW.
Tidak
Dialah penjemput kenikmatan, pemutus nahsu syahwat, dan pemisah pertemuan. Dia adalah
malakul maut.
Sayyidah Fatimah RA terkejut, Ayahanda, jadi mulai hari ini aku tidak akan lagi mendengar
suaramu dan memandangi wajah jernihmu? Sayyidah Fatimah menangis.
Jangan bersedih dan menangis, jantung hatiku. Engkau adalah keluargaku yang mula-mula akan
bersamaku di hari kiamat, sabda Rasul SAW
Mendengar itu, barulah Sayyidah Fatimah RA lega.
Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku? Tanya Nabi.
Aku datang untuk berziarah, juga menjemput Tuan jika Tuan mengizinkan. Tetapi kalau tidak
aku akan kembali.
Engkau datang sendirian? Dimana engkau tinggalkan Jibril? Tanya Nabi sambil tersenyum.
Aku tinggalkan dia di langit kedua bersama para malaikat lainnya.
Panggil dia kemari.

Jibril tergagap. Maka Malaikat JIbril pun turun ke bumi, menuju rumah kediaman Rasul, lalu
duduk disebelah kepala Rasulullah SAW.
Beberapa saat Nabi memandangi Jibril, lalu dengan sayu beliau bersabda, Jibril, mengapa
berlambat-lambat? Tidakkah engkau tahu saat yang dijanjikan itu hampir tiba?
Beri tahu aku bagaimana hakku di hadapan Allah nanti. sabda Nabi lagi.
Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat berbaris berlapis-lapis menunggu kehadiran ruh
Tuan, seluruh gerbang syurga terbuka sebagai persemayaman Tuan.
Namun wajah Nabi tetap suram dan gelisah. Lalu sabdanya lagi, Jibril, bukan berita itu yang
kuinginkan. Beritahu aku, bagaimana umatku besok di hari kiamat.
Maka dengan tenang Jibril menjawab, Ya Rasulullah, Allah Ta?ala berfirman, Aku haramkan
syurga dimasuki oleh para nabi sampai engkau, Muhammad, masuk terlebih dahulu. Dan aku
haramkan umat para nabi masuk ke dalamnya sampai umatmu, Muhammad, masuk terlebih
dahulu?.
Mendengar jawaban itu, barulah wajah Nabi berseri-seri. Alhamdulillah. Kalau begitu hatiku
tenang, wahai Jibril. Beliau merasa tenteram, kerana kaum muslimin mendapat hak dan tempat
istimewa di hadapan Allah SWT. Bibir beliau yang sudah memucat itu menyunggingkan
senyum. Senyum istimewa itu juga beliau tujukan kepada Malaikat Izrail ketika beliau
mempersilakan sang Pencabut Nyawa itu melaksanakan tugasnya.
Pada waktu yang bersamaan suasana gundah gulana menggantung berat di ruangan sempit itu.
Angin kota Madinah yang meniupkan hawa dingin tapi kering tambah dalam menusuk tulang.
Sejengkal demi sejengkal matahari pun semakin meninggi ketika Malaikat Izrail berancangancang untuk mencabut nyawa Rasulullah SAW.
Penderitaan Nabi SAW semakin menghebat ketika nyawa beliau, yang dicabut oleh Izrail dengan
sangat pelan dan lembut, sampai di pusat. Dahi dan sekujur wajah beliau bersimbah peluh. Uraturat di wajah beliau menegang dari detik ke detik. Sambil menggigit bibir, Nabi SAW berpaling
ke arah malaikat Jibril. Mata Rasulullah SAW pun basah, cahayanya pun semakin meredup. Ya
Jibril, betapa sakitnya! Oh, alangkah dahsyatnya derita sakaratul maut ini.
Sayyidah Fatimah RA memejamkan mata, sementara Ali bin Abi Thalib, yang berada disamping
Rasulullah SAW, menundukkan kepala, sedangkan Malaikat Jibril memalingkan muka. Ya
Jibril, mengapa engkau berpaling? Apakah engkau benci melihat wajahku? tanya Rasul SAW.
Sama sekali tidak, ya Rasulullah. Siapakah yang tega menyaksikan Kekasih Allah dalam
kedaaan seperti ini? Siapakah yang sampai hati melihat Tuan kesakitan? jawab Jibril tersekatsekat.
Rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat,
urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, Ya Allah,

alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya kepadaku, jangan kepada
umatku.
Mendengar sabda Rasul itu, Jibril tersentak. Betapa agung peribadi Rasulullah SAW. Dalam
detik-detik paling gawat dan menyiksa, bukan kepentingan sendiri yang dimohonkan, melainkan
kepentingan umatnya. Andai beliau mohon agar rasa sakit itu dicabut, pasti Allah SWT
mengabulkannya. Namun beliau lebih memilih sebagai tumbal agar derita itu tidak menimpa
umatnya.
Ketika Jibril menyedari keadaan di sekelilingnya, Izrail sudah dengan sangat santun menarik
nyawa Nabi SAW sampai di dada. Maka napas beliau pun mulai menyesak. Rasa sakit semakin
menghebat. Ketika itulah, lelaki agung itu menengok ke arah sahabat-sahabatnya, lalu bersabda
dengan suara lirih dan pandangan sayu, Ushikum bishsembahyangi wa ma malakat aimanakum
(Aku wasiatkan kepada kamu untuk mendirikan sholat, dan aku wasiatkan kepada kamu orangorang yang menjadi tanggungan kamu).
Sejenak kemudian, keadaan Rasulullah SAW bertambah kritis. Para sahabat saling berpelukan
lantaran tak kuat menahan pilu. Dan ketika itulah tubuh Nabi SAW mulai dingin. Hampir
seluruh bagian tubuh beliau tidak bergerak-gerak lagi. Mata beliau pun berkaca-kaca dan
menatap lurus ke langit-langit hanya sedikit terbuka.
Menjelang akhir hayat beliau, Ali bin Abi Thalib melihat Nabi SAW dua kali menggerakgerakkan bibir beliau yang sudah membiru. Maka Ali pun cepat-cepat mendekatkan telinganya
ke bibir Nabi. Ia mendengar Nabi SAW memanggil-manggil, Ummati, ummati. (Umatku,
umatku). Dengan memanggil-manggil umatnya inilah, Rasul Akhir Zaman itu wafat di
pangkuan isteri tercinta, Sayyidah Aisyah RA, pada hari Isnin, 12 Rabiul Awwal 11 Hijrah,
bertepatan dengan tarikh 3 Juni 632 Masehi, dalam usia 63 tahun.
Maka meledaklah tangis para sahabat. Sang kekasih Allah telah wafat, membawa cinta yang
agung, cinta kepada umat, hingga akhir hayat. Bahkan dibawanya sampai Padang Mahsyar.
Ketika nyawa sudah sampai tenggorokan. Pemimpin Besar dan Pencipta Peradaban itu bukan
mengkhawatirkan keluarganya, melainkan memprihatinkan umatnya. Ummati, ummati.
Sesaat sebelum wafat, sebagaimana tercatat dalam Shahih Bukhari, Rasulullah SAW masih
sempat berwasiat dan menghibur umatnya. Beliau bersabda, Wahai umatku, kamu akan melihat
hari yang tidak kamu sukai, iaitu perpecahan dan fitnah dari berbagai musibah yang akan datang.
Akan tetapi hendaklah kamu bersabar sampai berjumpa denganku di Telaga Haudh kelak
Sementara itu, dari sumber kitab Shahih Bukhari diriwayatkan, pada Isnin subuh itu Nabi SAW
merasa keadaannya mulai membaik. Maka ketika mendengar adzan, beliau memutuskan untuk
pergi ke masjid sekalipun keadaannya masih lemah. Ketika beliau masuk masjid, sembahyang
sudah dimulai. Para sahabat pun menjerit, mengucapkan, Subhanallah, subhanallah, pertanda
gembira dan bersyukur menyaksikan keadaan kesehatan junjungan mereka yang mulai membaik.
Begitu melihat Nabi datang, para sahabat hampir membatalkan sembahyang. Namun, beliau

memberi isyarat agar mereka meneruskannya.


Sejenak beliau berdiri menatap mereka dengan bahagia. Wajahnya berseri-seri menyaksikan
ketaatan umatnya. Sampai-sampai Annas bin Malik berkata, Belum pernah aku melihat
pandangan yang lebih menakjubkan dari wajah Nabi SAW (ketika itu). Kemudian beliau
tersenyum. Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang menjadi imam sembahyang, menyedari apa yang
terjadi di belakangnya. Yakni, pasti Rasulullah SAW ada di masjid. Maka tanpa menoleh, ia pun
mundur. Tetapi, Nabi segera memegang pundaknya dan mendorongnya maju agar terus sebagai
imam, sementara Nabi SAW sembahyang di sebelah kanan Abu Bakar dalam kedudukan duduk.
Selesai sembahyang, Nabi kembali ke rumah Sayyidah Aisyah RA dipapah oleh Fadlal dan
Tsawban, sementara Ali dan Abbas mengikuti dari belakang. Sampai di rumah, Nabi SAW
kembali ke tempat tidur, berbaring di pangkuan isteri tercintanya itu. Dan ternyata, sembahyang
subuh tadi adalah yang terakhir kali Nabi SAW sembahyang berjamaah dengan para sahabatnya.
Ketika itulah segenap kekuatan Nabi SAW melemah.
Saat Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke dalam kamar sambil membawa siwak (sikat gigi
dari kayu arak), Sayyidah Aisyah RA melihat Nabi SAW sepertinya menginginkannya. Maka ia
pun meminta siwak itu, membersihkannya, lalu memberikannya kepada ayahanda tercinta. Lalu
beliau pun membersihkan gigi dengan cekatan, sekalipun keadaannya cukup lemah. Tidak lama
kemudian kesedaran Rasulullah SAW hilang. Sayyidah Aisyah RA mengira beliau tengah
menghadapi sakaratul maut. Tapi, sekitar satu jam kemudian, beliau membuka mata. Sayyidah
Aisyah RA teringat Rasulullah SAW pernah bersabda, Tidak ada seorang nabi pun yang dicabut
nyawanya sebelum ia ditunjukkan tempatnya di syurga. Sayyidah Aisyah RA pun faham, inilah
saat sakaratul maut itu.
Sejenak kemudian, Nabi SAW bersabda dengan suara bergumam, Dan barang siapa mentaati
Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
iaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka itulah sahabat yang paling
baik. Surah An-Nisaa (4): 69. Setelah itu, beliau kembali bergumam, Ya Allah, aku memilih
bersama Yang Maha mulia.
Setelah itu, kepala Nabi SAW beransur-ansur terasa bertambah berat di pangkuan Sayyidah
Aisyah RA, sehingga para isteri yang lain menangis. Sayyidah Aisyah RA lalu membaringkan
kepala beliau di bantal, kemudian menangis bersama isteri Nabi SAW yang lain.
Dalam Sahih Bukhari dikisahkan, begitu mendengar Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar AsSiddiq berlari menuju rumah kediaman Sayyidah Aisyah RA. Namun jasad Nabi SAW telah
membujur kaku. Ketika menyingkap kain yang menutup tubuh Nabi SAW, ia menangis sambil
memeluk wajah Sang Rasul. Saat memandikan jenazah Rasulullah, Ali bin Abi Thalib berkata,
Wahai Rasulullah, ketika hidup, Tuan semerbak mewangi. Ketika wafat pun, tubuh Tuan tetap
wangi.
Ya Rasulullah SAW, dan syariatnya, tetap akan selalu semerbak mewangi sampai hari kiamat.

Jibril dengan nabi sebelum wafat

PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT


Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad SAW,
Allah SWT berpesan kepada malaikat Jibril. Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah
Izrail melakukan tugasnya! Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah
Nabi Muhammad SAW.
Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam. Bolehkah saya masuk? tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk sambil berkata, Maafkanlah, ayahku sedang demam kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, Siapakah itu wahai anakku?. Tak
tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya tutur Fatimah
lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. Ketahuilah wahai anakku, dialah
yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah
malaikatul maut kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas
langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini. Jibril, jelaskan apa
hakku nanti di hadapan Allah? Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya
masih penuh kecemasan. Engkau tidak senang mendengar khabar ini? Tanya Jmalaikat ibril
lagi. Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak? Jangan khawatir, wahai Rasul
Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya kata malaikat Jibril. Detik-detik
semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. Jibril, betapa
sakit sakaratul maut ini. Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. Jijikkah kau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu Jibril? Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. Ya Allah, dahsyat
sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan
hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. Uushiikum bis-shalaati, wamaa
malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu). Di
luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku). Dan, berakhirlah hidup
manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.

Allaahumma sholli alaa Muhammad waalaihi wasahbihi wasallim. Ya Allah, Berikanlah untuk
Muhammad al wasilah (derajat) dan keutamaan. Dan tempatkanlah ia di tempat terpuji
sebagaimana yang telah Engkau janjikan. Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita
ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya
sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut
namanya.

SAAT SAAT AJAL MENJEMPUT

Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika
Rasulullah saw tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia
kembali sahaja. Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT.
Dia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman
Rasulullah saw, Malaikat Maut itupun berkata:

"Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!"

Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: "Wahai Abdullah
(hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit."

Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: "Assalamualaikum, bolehkah saya
masuk?"

Akhirnya Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya
kepada puterinya Fatimah: "Siapakah yang ada di muka pintu itu?"

Fatimah menjawab: "Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya


bahawa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan
suara yang menggetarkan sukma."

Rasulullah saw bersabda: "Tahukah kamu siapakah dia?"

Fatimah menjawab: "Tidak wahai baginda."

Lalu Rasulullah saw menjelaskan: "Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelazatan,
pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.

Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Masuklah, wahai Malaikat Maut."

Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: "Assalamualaika ya


Rasulullah."

Rasulullah saw pun menjawab: "Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang


untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?"

Malaikat Maut menjawab: "Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika
tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang."

Rasulullah saw bertanya: "Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan


kecintaanku Jibril?"Jawab Malaikat Maut: "Saya tinggalkan dia di langit dunia."

Baru sahaja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a.s. datang lalu duduk di
samping Rasulullah saw. Maka bersabdalah Rasulullah saw:"Wahai Jibril, tidakkah
engkau mengetahui bahawa ajalku telah dekat?"

Jibril menjawab: "Ya, wahai kekasih Allah."

Seterusnya Rasulullah saw bersabda: "Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang
telah disediakan Allah untukku di sisinya?"

Jibril pun menjawab: "Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan


malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu."

Baginda saw bersabda: "Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi
yang telah disediakan Allah untukku?"

Jibril menjawab lagi: "Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadaribidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum,
semuanya menanti kedatangan rohmu."

Baginda saw bersabda lagi: "Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai
Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?" Jibril menjawab: "Aku memberikan
berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi
syafaat pada hari kiamat nanti."

Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk
Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang khabar yang menggembirakan
aku."

Jibril a.s. bertanya: "Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?"

Rasulullah saw menjawab: "Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperolehi oleh
orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orangorang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi
orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?"

Jibril menjawab: "Saya membawa khabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah
telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai
engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu."

Maka berkatalah Rasulullah saw: "Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai
Malaikat Maut dekatlah kepadaku."

Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah saw.

Ali r.a. bertanya: "Wahai Rasulullah saw, siapakah yang akan memandikan baginda dan
siapakah yang akan mengafaninya?"

Rasulullah menjawab: "Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali,
sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak
wangi) dari dalam Syurga."

Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah saw. Ketika roh
baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: "Wahai Jibril, alangkah pedihnya
maut." Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a.s. memalingkan mukanya.

Lalu Rasulullah saw bertanya: "Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang
mukaku?"

Jibril menjawab: "Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda,
sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?" Akhirnya roh yang mulia itupun
meninggalkan jasad Rasulullah saw.

Anda mungkin juga menyukai