SPONDILITIS TUBERKULOSIS
Diajukan untuk mencapai persyaratan Pendidikan Dokter Stase Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Retno Setianing, Sp. KFR
Oleh :
Ririh Rahadian Syaputri, S.Ked.
J510145044
J510145064
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
Referat
Spondilitis Tuberkulosa
Diajukan oleh :
Ririh Rahadian Syaputri, S.Ked.
J510145044
J510145064
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari Selasa, 7 April 2015.
Pembimbing :
dr. Retno Setianing, Sp. KFR
(..........................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Retno Setianing, Sp. KFR
(..........................)
(...)
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif
oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan
infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793 )
yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott.1
Prevalensi spondilitis tuberkulosa mencapai 50% kasus tuberkulosis
muskuloskeletal, 15% dari semua kasus tuberkulosis ekstrapulmonal. Penelitian
pada 82 kasus spondilitis tuberkulosa tidak satupun yang mengidap HIV (Human
Immunodefi ciency Virus), sedangkan penelitian lain pada kelompok pasien
tuberkulosis-HIV melaporkan beberapa pasien PD setelah pemantauan jangka
lama.2
Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalahartikan
sebagai neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya
baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang
belakang yang berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti paraplegia. 3
Diagnosa dibuat melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologik konvensional. Pada keadaan tertentu diperlukan
pemeriksaan tambahan, untuk membuat diagnosa yang akurat, perencanaan
tindakan operatif dan menilai kemajuan pengobatan. Patofisiologi penyakit
penting untuk dipahami agar penanganan dapat dilakukan dengan baik.4
Penatalaksanaan spondiltis tuberkulosa dapat secara konservatif atau
tindakan operatif, dalam hal mana program rehabilitasi medik diperlukan untuk
mempertahankan dan memperbaiki fungsi seoptimal mungkin, juga mencegah
terjadinya komplikasi.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis
pada tulang belakang. Spondilitis tuberkulosis atau yang lebih populer disebut
Potts Disease (PD) juga merupakan tuberkulosis diseminata yang mengenai
tulang belakang. PD merupakan jenis tuberkulosis muskuloskeletal paling
berat karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas, dan paraplegia.
Vertebra thorakal bawah adalah lokasi yang paling sering terkena, berkisar
40-50%. Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit yang relatif
indolen, sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Seringkali penderita
mendapatkan pengobatan pada keadaan lanjut dimana deformitas kifosis dan
kecacatan neurologis sudah relatif ireversibel.2
B. Klasifikasi
Klasifikasi spondilitis TB telah dilakukan beberapa pihak dengan
tujuan untuk menentukan deskripsi keparahan penyakit, prognosis dan
tatalaksana.3
Tabel 1. Klasifikasi Potts Paraplegia
Lesi
Penatalaksanaan
Lesi vertebra dan degenerasi
Biopsi perkutan dan
diskus 1 segmen, tanpa kemoterapi
kolaps,
abses, ataupun defi sit
neurologis.
IB
Adanya
cold
abscess, Drainase abses dan
degenerasi
debridemen anterior/ posterior
diskus 1 atau lebih, tanpa
kolaps
ataupun defi sit neurologis.
II
Kolaps vertebra
Cold abscess
Kifosis
2. dekompresi jika terdapat
Deformitas stabil, dengan/ defi sit neurologis
tanpa
3. tandur strut kortikal untuk
defi sit neurologis
fusi
Angulasi sagital < 20
III
*Otot-otot kunci yang dimaksud antara lain: fl eksi siku (C5), ekstensi tangan
(C6), ekstensi siku (C7), ekstensi jari tangan (C8), abduksi kelingking (T1), fl
eksi tungkai (L2), ekstensi lutut (L3), dorsofl eksi kaki (L4), ekstensi ibu jari
kaki (L5), plantarfl eksi kaki (S1). Pemeriksaan segmen S4 5 adalah dengan
menilai kontraksi sfi nger ani volunter dan dan sensasi perianal.3
C. Epidemiologi
Prevalensi PD berkisar 1-2% dari seluruh kejadian tuberkulosis. Data
dari Los Angeles dan New York menunjukkan tuberkulosis muskuloskeletal
menyerang penduduk Afro-Amerika, Hispanik, Asia-Amerika, dan penduduk
yang berasal dari luar Amerika. Di Amerika Serikat dan negara berkembang
lainnya, PD sering terjadi pada anak-anak. Di negara dengan prevalensi PD
tinggi, angka kejadian paling tinggi justru pada usia remaja dan anak.2
Berdasarkan laporan WHO, kasus baru TB di dunia lebih dari 8 juta per
tahun.
Diperkirakan
20-33%
dari
penduduk
dunia
terinfeksi
oleh
Sama
seperti
jenis
tuberkulosis
lain,
PD
dipengaruhi
faktor
trombositosis
dengan/tanpa
peningkatan
LED
dan
regional.
Penyempitan
ruang
diskus
intervertebralis
berguna
untuk
dengan defi sit neurologis belum dapat dievaluasi, namun beberapa ahli
menyarankan durasi kemoterapi selama 912 bulan. The Medical
Research Council Committee for Research for Tuberculosis in the Tropics
menyatakan bahwa isoniazid dan rifampisin harus selalu diberikan selama
masa pengobatan. Selama dua bulan pertama (fase inisial), obat-obat
tersebut dapat dikombinasikan dengan pirazinamid, etambutol dan
streptomisin sebagai obat lini pertama.3
Obat lini kedua diberikan hanya pada kasus resisten pengobatan.
Yang termasuk sebagai OAT lini kedua antara lain: levofl oksasin, moksifl
oksasin, etionamid, tiasetazon, kanamisin, kapreomisin, amikasin,
sikloserin, klaritomisin dan lain-lain. Adakalanya kuman TB kebal
terhadap berbagai macam OAT. Multidrug resistance TB (MDR-TB)
didefi nisikan sebagai basil TB yang resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin. Spondilitis MDR-TB adalah penyakit yang agresif karena
tidak dapat hanya diterapi dengan pengobatan OAT baku. Regimen untuk
MDR-TB harus disesuaikan dengan hasil kultur abses. Perbaikan klinis
umumnya bisa didapatkan dalam 3 bulan jika terapi berhasil. Adapula
rekomendasi terbaru untuk penganganan MDR-TB, yaitu dengan
kombinasi 5 obat, antara lain: 1) salah satu dari OAT lini pertama yang
diketahui sensitif melalui hasil kultur resistensi, 2) OAT injeksi untuk
periode minimal selama 6 bulan, 3) kuinolon, 4) sikloserin atau
etionamid, 5) antibiotik lainnya seperti amoksisilin klavulanat dan
klofazimin. Durasi pemberian OAT setidaknya selama 1824 bulan. The
United States Centers for Disease Control merekomendasikan pengobatan
spondilitis TB pada bayi dan anak-anak setidaknya harus selama 12 bulan.
Durasi kemoterapi pada pasien imunodefisiensi sama pada pasien tanpa
imunodefi siensi. Namun, adapula sumber yang mengatakan durasinya
harus diperpanjang3.
Kemoterapi pada pasien dengan HIV positif harus disesuaikan dan
memerhatikan interaksi OAT dan obat antiretroviral. Zidovudin dapat
meningkatkan efek toksik OAT. Didanosin harus diberikan selang 1 jam
dengan OAT karena bersifat penyanggah antasida3.
harus
menjalani
K. Prognosis
Prognosis pasien spondilitis TB dipengaruhi oleh: 1) usia, 2) deformitas
kifotik, 3) letak lesi, 4) defisit neurologis, 5) diagnosis dini, 6) kemoterapi, 7)
fusi spinal, 8) komorbid, 9) tingkat edukasi dan sosioekonomi.3
Usia muda dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik. Kifosis berat,
selain memperburuk estetika, dapat mengurangi kemampuan bernafas.
Diagnosis dini sebelum terjadi destruksi badan vertebra yang nyata
dikombinasi dengan kemoterapi yang adekuat menjanjikan pemulihan yang
sempurna pada semua kasus. Adanya resistensi terhadap OAT memperburuk
prognosis spondilitis TB. Komorbid lain seperti AIDS berkaitan dengan
prognosis yang buruk. Penelitian lain di Nigeria mengatakan bahwa tingkat
edukasi pasien mempengaruhi motivasi pasien untuk datang berobat. Pasien
dengan tingkat edukasi yang rendah cenderung malas datang berobat sebelum
muncul gejala yang lebih berat seperti paraplegia.3
BAB III
KESIMPULAN
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis pada
tulang belakang. Spondilitis tuberkulosis atau yang lebih populer disebut Potts
Disease (PD) juga merupakan tuberkulosis diseminata yang mengenai tulang
belakang. Klasifikasi spondilitis TB telah dilakukan beberapa pihak dengan tujuan
untuk menentukan deskripsi keparahan penyakit, prognosis dan tatalaksana.
DAFTAR PUSTAKA
1. PPTI
(Perkumpulan
Pemberantasan
Tuberkulosis
Indonesia).
2012.
5. Paramarta, I.G.E; Purniti, P.S; Subanada, I.B; dan Astawa, P. 2008. Spondilitis
Tuberkulosa. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, Oktober 2008