Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PENELITIAN

Judul:

Karawitan WayangTopeng
Dalam Konteks Budaya Masyarakat
Desa Kedungmonggo, Kec. Pakisaji, Kab. Malang

Tim Peneliti:
Ketua:
Drs. Suwarmin, M.Sn.
Anggota:
Sabar, M.Sn.
Luwar, M.Sn.
Joko Susilo, M.Sn.
Tenaga Laboran:
Hari Wirawan, M.Sn.
Dwi Syahru Romadon
Yudan Fijar Sugma Timur
Sekar Miyatani

Jurusan Seni Karawitan


SEKOLAH TIGGI KESENIAN WILWATIKTA
SURABAYA
2014

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

Judul:

Karawitan Wayang Topeng


Dalam Konteks Budaya Masyarakat
Desa Kedungmonggo, Kec. Pakisaji, Kab. Malang

Tim Peneliti:
Ketua:
Drs. Suwarmin, M.Sn.
Anggota:
Sabar, M.Sn.
Luwar, M.Sn.
Joko Susilo, M.Sn.
Tenaga Laboran:
Hari Wirawan, M.Sn.
Dwi Syahru Romadon
Yudan Fijar Sugma Timur
Sekar Miyatani

Mengesahkan:
LP2M STKW Surabaya
Kepala

Drs. Suwarmin, M.Sn


NIP: 195210141973071001

ABSTRAK

Wayang Topeng merupakan kesenian yang mampu berkembang dan meregenarasi


dengan baik dalam masyarakat desa Kedungmonggo Pakisaji Malang.Masyarakat
tradisi dan seniman Wayang Topeng pada umumnya masih memegang teguh sistem
religi atau kepercayaan tradisi dalam menjaga keseimbangan kehidupan dengan alam
lingkungan serta melakukan berbagai ritual untuk mengenal dan menghormati (metri)
roh leluhur, cikal bakal, semua makhluk dan Yang Pencipta sebagai Yang Maha
Kuasa. Pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki ciri-ciri yang spesifik sehingga
dapat disebut sebagai Wayang Topeng gaya Malang atau Malangan. Pertunjukan
Wayang Topeng Malang lekat tak terpisah dengan sistem kepercayaan
masyarakatnya. Dalam pertunjukan Wayang Topeng terkandung nilai filosofis
tentang hidup dan berkehidupan.Ciri-ciri tersebut meliputi semua unsur pertunjukan:
gaya pertunjukan, karakterisasi penokohan, keragaman topeng ( bentuk, ornamen,
warna dan karakterisasi), tatabusana, karawitan.Keberadaan Karawitan Secara
tekstual Karawitan Topeng Malang, menggunakan gamelan dengan sistem laras
Pelog, terdapat sistem Pathet, varian repertoar gending serta tehnik garap yang khas.
Dari kajian Karawitanologi Karawitan Topeng Malang memiliki konsep musikal
cukup signifikan sebagai gaya karawitan perlu untuk dikaji lebih mendalam.Fungsi
Karawitan dalam pertunjukan sebagai sajian mandiri dan iringan penguat suara
pertunjukan serta memberi makna-makna simbolik dalam pertunjukan.Secara
kontekstual Karawitan Topeng memiliki makna sibolik terkait dengan budaya
masyarakat dan sistem religi yang masih diyakini yaitu Piwulang Kawruh Luhur yang
berisikan tentang bagaimana kehidupan yang harmoni selaras antara mikrokosmos
dan makrokosmos.
Kata kunci: karawitan wayang topeng, ajaran budi luhur, keselarasan alam semesta.

Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas limpahan rahmatNya
semata bahwa tim penelitian yang berjudul Karawitan Dalam Konteks Pertunjukan
Wayang Topeng Malang dapat menyelasaikan tugasnya dalam keterbatasan waktu, dana
dan kesibukan yang padat. Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terbatas,
namun demikian besar harapan bahwasanya dapat memberi manfaat yang lebih besar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi konstribusi terhadap pengembangan
keilmuan dalam bidang Karawitan di Jawa Timur.
Kami menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesemapatan ini kami menyampaikan
terima kasih yang tulus kepada:
Ketua STKW Surabaya yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Pembantu Ketua I yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Pembantu Ketua II yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Kepala Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama yang telah
memberi kesempatan dan pendanaan.
Ketua Jurusan Karawitan
Para narasumber: Ki Sumatri tokoh pengrawit Malangan, Suroso pimpinan Wayang
Topeng Asmorobangun Kedungmonggo, Ki Kasnam dalang Wayang Topeng Malangan,
dan Tugas Suprayogi seorang pengrawit Malangan telah yang bekerjasama dengan baik.
Berbagai pihak yang tidak disebutkan di sini yang telah membatu dengan baik.

Surabaya, 10 Nopember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul.. i
Halaman Pengesahan ii
Abstrak............................................................................................................................. .. iii
Kata Pengantar .. .iv
Keterangan Simbol ..v
Daftar Isi .vi

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah .3
C. Tujuan Penelitian . .3
D. Manfaan Penelitian .. 4
E. Tinjauan Pustaka .. 4
F. Landasan Teori ............................................................................................................ 6
G. Metodologi Penelitian .. 7
H. Penyusunan Laporan 9

BAB II: GAMBARAN UMUM


A. Malang
1. Tinjauan Geografis .12
2. Masyarakat Malangan ....13
vi

3. Budaya Malangan 13
4. Sistem Religi 15

B. Kesenian Malangan 17
1. Wayang Kulit Purwa ....... 17
2. Tayub .......... 18
3. Ludruk ..... 21
4. Karawitan Malangan ... 23
4.1.Karawitan Sebagai Musik Tradisi ........................................................... 23
4.2.Karawitan Dalam Konteks Masyarakatnya .............................................. 25
C. Desa Kedungmonggo Kampung Topeng ......................................................... 30

BAB III: WAYANG TOPENG MALANG


A. Pertunjukan Wayang Topeng
1. Topeng . 32
2. Pertunjukan Wayang Topeng .. 33
3. Fungsi Pertunjukan 34
B. Topeng Malang ............................................................................................. 34
1. Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun ................................................35
2. Cerita/ Lakon Pertunjukan ....................................................................... 36
C. Struktur Pertunjukan ..................................................................................... 37
1. Pra-Pertunjukan ........................................................................................37
2. Fase Pertunjukan ................................................................................... 38
vii

3. Post-Pertunjukan .................................................................................... 40

D. Perkembangan Bentuk Pertunjukan ............................................................... 40


1. Pertunjukan Singkat ................................................................................ 40
2. Pertunjukan Tunggal .............................................................................. 41
3. Pertunjukan Massal ................................................................................. 41

BAB IV KARAWITAN WAYANG TOPENG


A. Gamelan Wayang Topeng ........................................................................42
1. Perangkat Gamelan ......................................................................... 42
2. Instrumentarium .............................................................................. 44
B. Sistem Musikal ...................................................................................... .44
1. Laras ................................................................................................ 44
2. Sistem Pathet ................................................................................... 47
C. Karawitan Dalam Konteks Petunjukan ................................................. 50
1. Pra-Pertunjukan................................................................................. 50
2. Fase Pertunjukan ............................................................................. 53
3. Post-pertunjukan ............................................................................. 55
D. Makna Karawitan Dalam Konteks Pertunjukan ......................................56
1. Gending dan Pertunjukan/ suasana ....................................................56
2. Konteks Religi ....................................................................................56
3. Konteks Nilai ......................................................................................57
4. Konteks Perilaku Utama .................................................................. 57
viii

5. Konteks Keseimbangan ................................................................... .57


6. Makna keseimbangan ...................................................................... 57

BAB: V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................................62
Kepustakaan ...............................................................................................................63
Lampiran-lampiran
Lampiran (1): Daftar Narasumber ............................................................................... 66
Lampiran (2): Repertoar Gending ................................................................................ 67
Lampiran (3): Suwaka .................................................................................................. 77

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seni pertunjukan tradisi di Indonesia merupakan seni pertunjukan yang bersifat
kompleks di dalamnya terdapat berbagai unsur yaitu: gerak (seni tari), seni rupa, seni
sastra, seni teater dan seni suara. Demikian pula keberadaan seni pertunjukan Wayang
Topeng Malang yang terdapat di Desa Kedungmonggo, Kecamatan Pakisji,
Kabupaten Malang.
Di desa Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang

terdapat seni

pertunjukan Wayang Topeng. Cerita atau lakon yang dipertunjukkan yaitu cerita
siklus Panji. Berbeda dengan pertunjukan Topeng Dalang yang terdapat di Madua
yang menyajikan cerita Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan Wayang Topeng
Malang hidup dan berkembang di wilayah Kabupaten Malang bagian Timur meliputi
daerah Jabung, Precet, Jambuwer, Jatiguwi dan Kedungmonggo.
Kasanah pertunjukan Wayang Topeng Malang antara lain; cerita yang dimainkan
siklus Panji, menggunakan gamelan berlaras Pelog, gending-bending Malangan,
sastra atau bahasa Jaw dialek Malangan, gerak tari khas Malangan serta pertunjukan
dilakukan semalan atau sehari (sekitar delapan jam). Karena tokoh-tokohnya
menggunakan topeng, maka dialog antar tokoh dilakukan oleh dalang. Terdapat
beberapa tokoh saja yang bisa berdialog seperti Demang Mones, Jarodeh merupakan

2
tokoh punakawan yang bersifat humor (dagelan). Tokoh-tokoh ini bentuk topengnya
berbeda yaitu tanpa dagu.
Karawitan dalam pertunjukan memiliki fungsi yang penting yaitu; iringan tari,
memberi suasana tertentu pada setiap adegan dan tokoh serta membentuk alur suasana
dalam cerita. Peran Karawitan mulai dari

prapertunjukan dengan menyajikan

gending-gending pembuka untuk menghibur para tamu serta mengundang penonton.


Dengan diperdengarkan gending-gending, maka orang disekitar tempat pertunjukan
akan segera datang. Pada akhir pertunjukan disajikan gending penutup sebagai
pertanda pertunjukan sudah usai. Dengan demikian Karawitan berperan mulai dari
prapertunjukan, saat pertunjukan dan sebagai akhir pertunjukan.
Dalam rentang waktu pertnjukan dari prapertunjukan hingga akhir pertunjukan
dengan durasi sekitar delapan jam terdapat berbagai unsur serta ragam Karawitan.
Unsur dan ragam yang bersifat pisikal yaitu berupa peralatan gamelan yang
digunakan dengan keragaman instrumen. Di sisi lain terdapat unsur non-pisik yaitu
unsur musikal yang berbentuk bunnyi denan berbagai ragam yaitu gending atau lagu
instrumental, lagu vokal. Masing-masing memiliki sub-sub unsur serta ragam yang
berbeda-beda.
Penelitian yang diajukan dalam proposal yang berjudul Karawitan Dalam Konteks
Pertunjukan Wayang Topeng Malang ini akan mengkaji bagaimana peran Karawitan
dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang mulai dari prapertunjukan-pertunjukan
hingga akhir pertunjukan. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa Karawitan dalam
pertunjukan tersebut memiliki unsur serta keragaman sesuai dengan alur pertnjukan
yang perlu diidentifikasi sesuai dengan kasanah budayanya.

3
B. Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan tersebut di atas permasalahan yang ada dapat dirumuskan
dalam asumsi sebagai berikut:
1.

Karawitan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki spesifikasi yang


sesuai dengan konteks pertunjukan.

2.

Dalam Karawitan Wayang Topeng Malang terdapat unsur pisikal dan musikal
yang khas.

3.

Secara kontekstual terdapat keterkaitan unsur Karawitan dengan struktur dan


alur suasana cerita pertunjukan serta budaya masyarakatnya.

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang disampaikan,

maka tujuan

penelitian

dirumuskan sebagai berikut:


1. Mengkaji serta mengidentifikasi Karawitan dalan pertunjukan Wayang Topeng
Malang.
2. Mengkaji serta mengklasifikasi unsur dan keragaman Karawitan dalam
pertunjukan Wayang Topeng Malang.
3. Mengkaji dan mendeskripsi fungsi Karawitan dalam struktur pertunjukan Wayang
Topeng Malang.
4. Mengkaji hubungan antara Karawitan, Pertunjukan Wayang Topeng serta
keterkaitannya dengan budaya masyarakatnya.

4
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang Karawitan Wayang Topeng Malang di Desa Kedungmonggo


Kecamaan Pakisaji Kabupaten Malang ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1. Dengan diketahuinya hubungan antara Karawitan, Pertunjukan Wayang Topng
keterkaitannya dengan budaya masyarakatnya, maka akan memahami bagaimana
pelestarian dan pengembangan Wayang Topeng di masa yang akan datang di era
globalisasi.
2. Dengan adanya deskripsi tentang Karawitan Wayang Topeng Malang dapat
memberi andil dalam pengembangan keilmuan pengetahuan tentang budaya (baca
musik) tradisi di negeri ini yang dirasa sangat kurang.
3. Dengan adanya transkripsi lagu vokal dan gending-gending Wayang Topeng
Malang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Karawitan secara
praktis baik tradisi maupun kekaryaan yang inovatif.
4. Sebagai referensi dan dapat digunakan dan dikembangkan dalam penelitian lain
yang relevan.

E.

Tinjauan Pustaka
Buku atau referensi tentang Karawitan Wayang Topeng Malang belum didapatkan.
Berikut beberapa buku referensi yang terkait dengan Karawitan Wayang Topeng
Malang; buku Ensiklopedi Seni Musik dan Seni Tari Daerah Jawa Timur hasil
penelitian tim yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Departemen Pendidikan
dan

Kebudayaan Provinsi Jawa Timur (1987). Buku tersebut berisikan tentang

beberapa jenis, repertoar serta istilah seni musik dan seni tari tradisi yang terdapat di
wilayah Jawa Timur.

5
Buku yang berjudul WAYANG MALANGAN yang ditulis oleh Suyanto (2002)
merupakan tulisan yang pijak pada tesis yang berjudul Wayang Malangan:
Background Performance and Perfomers hasil penelitian tentang Wayang Kuli Purwa
gaya Malangan. Di daerah Malang terdapat dua macam Wayang yaitu Wayang Kulit
Purwa dan Wayang Topeng. Meskipun berbicara tentang Karawitan, Pengrawit,
Gending, tetapi dalam konteks pertunjuan Wayang Kulit Purwa. Perbedaan antara
Wayang Kulit Purwa dengan Wayang Topeng yang tertama bercerita tentang
Mahabarata dan Ramayana sedangkan yang kedua berceritan tentan Panji.
Terdapat buku yang berjudul Wayang Topeng Malang yang ditulis oleh Robby
Hidayat (2008), secara garis besar berisikan tentang sekilas keberadaan Wayang
Topeng di Malang serta simbolisasi Wayang Topeng. Buku yang berjudul Topeng
Dhalang di Jawa Timur ditulis oleh Soenarto Timoer (1980) yang diterbitkan oleh
Direktorat Jendral Kebudayaan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Dalam buku ini terdapat ulasan tentang Topeng Malang serta beberapa jenis Topeng
serta Wayang Topeng di Jawa Timur.
R. Anderson Suton (1991) seorang anggota Associate Professor of Music, University
of Wisconsin-Madison Amerika menulis buku yang berjudul Traditions of Gamelan
Music in Java: musical pluralism and regional identity. Dalam saalah satu bab
bersub-judul: A major East Javanese tradition: gamelan music of SurabayaMojokerto-Malang. Secara garis besar mengidentifikasi berbagai jenis Karawitan
(music tradisi) sebagai identitas etnik di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta
melakukan perbandingan. Di suatu bab menguraikan tentang Karawitan SurabayaMojokerto dan Malang merupakan suatu kesatuan gaya mayor Jawa Timur.

6
Sabar (1996) dalam Skripsi program S1 pada Jurusan Karawitan Sekolah Tinggi
Kesenian Wilwatikta Surabaya mengkaji Tembang Macapat gaya Malangan. Dalam
tulisannya mendentifikasi tentang gaya musical Tembang Macapat budaya Malangan.
Dari uraian kajian pustaka di atas, belum ada yang mengkaji tentang Karawitan
Wayang Topeng Malangan sekaligus sebagai dasar perlunya penelitian tentang
Karawitan Wayang Topeng Malangan

F. Landasan Teori
Untuk mengkaji Karawitan Wayang Topeng Malang dalam konteks budaya
masyarakatnya diperlukan teori-teori sebagai landasan. Masyarakat Malang yang masih
memegang teguh budaya tradisi Jawa yang mengutamakan keseimbangan dan
keharmonisan dalam hidup bersama. Tema sentral budaya Jawa adalah keselarasan
hubungan unsur-unsur dalam jagad besar (macro cosmos) dan jagad kecil (micro
cosmos). Hal tersebut diformulasikan dalam gagasan-gagasan: (1) keselaran hubungan
manusia dengan alam adi kodrati, (2) keselarasan hubungan manusia dengan sesama
makhluk dan (3) keselarasan hubungan manusia dengan alam kebendaan (lihat, Sutarno,
2002:22)
Mengkaji tentang Karawitan mencakup beberapa unsur di dalamnya meliputi gamelan
dan ricikannya, laras, pathet, gending dan nama-nama gending. Wayang Topeng Dalam
budaya Jawa, sebuah nama mempunyai makna dan tujuan tertentu bagi yang memberi
nama dan yang diberi nama. Dalam Karawitan nama gending memiliki korelasi dengan
rasa gending dan peristiwa sosial budaya masyarakatnya (Waridi, 2002:125).
Teori teori tersebut digunakan rujukan penelitan bagaimana hubumgan kontekstual
Karawitan Wayang Topeng Malang dengan budaya masyarakatnya. Asumsi yang ada
bahwa antara Karawitan atau gending-gending yang digunakan dalam pertunjukan

7
Wayang Topeng serta budaya (sistem kepercayaan) mempunyai keterkaitan satu sama
lain. Bagaimana keterkaitannya ini menjadi hal yang perlu dicari jawaabannya.

G. Metodologi Penelitian
Sesuai dengan sifat data obyek yang diteliti yaitu Karawitan Topeng Dalang termasuk
bidang seni budaya maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Data yang diperoleh berbentuk deskripsi dan transkripsi. Analia data dilakukan dengan
dengan mereduksi data dengan mengklasikasi data sesuai dengan tujuan penelitian.
Penggunaan metode serta tehnik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga sesuai dengan
tahapan proses penelitian pengumpulan data, analisis dan laporan penelitian sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data:
Dalam pengumpulan data digunakan beberapa metode yaitu
1.1.

Metode Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung pada kegiatankegiatan yang terkait pertunjukan Wayang Topeng Malangan. Metode ini
untuk mendapatkan berbagai data dari peristiwa pagelaran serta berbagai
informasi dilingkung pertunjukan yang terkait dengan pertunjukan Wayang
Topeng Malangan.

1.2.

Metode Wawancara yaitu melakukan wawancara dengan berbagai nara


sumber yang memiliki kwalifikasi tertentu dalam bidang Karawitan Wayang
Topeng Malangan untuk mendapat-kan informasi data untuk melengkapi
hasil observasi. Dari kwalifikasi yang sudah ditentukan tersebut menunjuk
empat narasumber yang representatif yaitu Sumantri pengrawit dan pencipta

8
gending, Tugas Suprayodi pengrawit Wayang Topeng, Ki Kasnam dhalang
Wayang Topeng dan Suroso pimpinan Sanggar Topeng Asmorobangun
Desa Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Untuk
mendapatkan data yang valid wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu
secara individual dan bersama.
1.3.

Metode Kepustakaan yaitu mencari data atau informasi dari buku atau
referensi untuk mendapatka data tertulis yang relevan dengan tujuan
penelitian

1.4.

Metode Recording Teks yaitu melakukan rekaman baik berbentuk audio


maupun audio-viasual. Hal ini dilakukan karena pertunjuk-an bersifat
spontan dan sekilas. Hasil rekaman ditranskrip sehingga menjadi data
tertulis sehingga dapat dianalisis (Kartodirdjo, 1995).

1.5.

Metode Transkrips Teks yaitu menyalin hasil rekaman maupun nara sumber
suara masikal ke dalam notasi lagu. Sistem notasi yang dipergunakan sistem
notasi Kepatihan.

1.6.

Sarana Penelitian
Untuk memperlancar serta mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian
ini diperlukan sarana penunjang penelitian sebagai berikut:
1.6.1. Alat tulis kantor (ATK)
1.6.2. Recorder audio-visual
1.6.3. Laptop
1.6.4. Audio-visual player

2. Analisa data:
Analia data dilakukan dengan mereduksi data dengan mengidentifikasi dan
mengklasikasi data sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Laporan Penelitian:
Hasil penelitian disusun menjadi sebuah Laporan Penelitian dipresentasikan dalam
forum seminar serta dipublikasi sehingga dapat diakses oleh khalayak.

H. Penyusunan Laporan

Hasil penelitian disusun menjadi sebuah Laporan Penelitian dengan sistematika


sebagai berikut:

BAB I

: PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
B. Batasan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Landasan Teori
G. Metodologi Penelitian
H. Laporan Penelitian

10

BAB II

: GAMBARAN UMUM
A. Geografis dan Masyarakat Malang
B. Budaya Malangan
C. Karawitan dan Masyarakat
D. Desa Kedungmonggo sebagai Kampung Topeng

BAB III

: PERTUNJUKAN WAYANG TOPENG


A. Ciri-ciri Pertunjukan
B. Cerita/Lakon
C. Struktur Pertunjukan

BAB IV

: KARAWITAN
A. Gamelan
1. Perangkat dan Instrumentarium
2. Laras dan Pathet
B. Gending dalam Pertunjukan
1. Pra-pertunjukan
2. Fase Pertunjukan
3. Post-pertunjukan
C. Karawitan Dalam Konteks Pertunjukan

BAB V

: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

11

Kepustakaan
Lampiran-lampiran.
Lampiran (1): Data Informan
Lampitan (2): Repertoar Gending
Lampiran (3): Repertoar Vokal.

12
BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Malang
1. Tinjauan Geografis
Pada saat sekarang wilayah Kabupaten Malang (lama) mengalami pemekaran
wilayah, dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota
Batu.

Untuk itu masyarakat Malang kalau ditanya tentang Malang balik bertanya

Malang mana, Malang Kota, Malang Kabupaten atau Malang Raya? Malang Kota itu
yang dulu Ibu Kota Kabupaten sekarang menjadi Pemerintah Kota Malang, Malang
Kabupaten itu yang dulu wilayah Kabupaten lama minus Kota Malang dan Kota Batu,
sedangkan Malang Raya merupakan seluruh wilayah Kabupaten Malang lama termasuk
Kota Batu.
Menjawab pertanyaan mengapa ada istilah Malang Raya, Sumantri (75 tahun)
menjelaskan bahwa secara wilayah politis memang wilayah Malang Raya tidak ada.
Malang Raya untuk menyebut dan hanya berlaku dalam wacana budaya. Hal tersebut
semata karena dalam kehidupan, pengembangan, kegiatan seni budaya serta aktivitas
seniman masih seperti dulu semangat berbudaya masih dijiwai dan diwarnai semangat
budaya Malang Kabupaten lama. Semangat itulah yang disebut sebagai Malang Raya
yang lebih mengacu pada wilayah budaya (wawancara: Sumantri. 12 September 2014).
Selanjutnya dalam tulisan ini pengertian kata atau istilah Malang Kabupaten atau
Kabupaten Malang mengacu pada Kabupaten Malang yang baru yaitu minus Kota
Malang dan Kota Batu. Hal ini tentu berbeda dengan pemahaman sebelumnya adanya
pemekaran wilayah administrasi yang sekarang disebut sebagai Malang Raya (lihat:

13
Timoer, 1980; Hidayat, 2008). Istlah Malangan digunakan untuk menyebut budaya
yang memiliki sifat atau gaya khas yang dimiliki masyarakat Malang.

2. Masyarakat Malangan
Melihat dan memahami wilayah Malang dari segi wilayah administratif berbeda
dengan wilayah budaya. Malang sebgai wilayah politik merupakan semua wilayah
Kabupaten dan Kota Malang dengan batas batas sebelah Utara Kabupaten Pasuruan,
Timur Kabupaten Lumajang, Selatan Samudra Indonesia dan Barat Kabupaten Kediri.
Malang sebagai wilayah budaya bersifat hiterogin majemuk dan beragam. Hal tersebut
karena penduduk Malang yang majemuk dan beragam secara etnik maupun adanya
pengaruh budaya dari luar. Pemahaman ini penting dan perlu mendapat perhatian untuk
menghindari adanya pengertian bahwa semua kesenian yang hidup dan berkembang di
wilayah Malang merupakan kesenian Malangan.

3. Budaya Malangan
Yang dimaksud dengan Budaya Malangan disini lebih mengarah pada seni
budaya yang dimiliki sebagai warisan dari generasi sebelumnya, hidup dan berkembang
pada masyarakat Malang. Dengan kata lain bisa disebut juga seni budaya tradisi
Malangan. Istilah seni, seni budaya, dan budaya sering dipakai dalam pengertian yang
sama yaitu kesenian atau seni pertunjukan. Jadi budaya Malangan secara lebih spesifik
yaitu kesenian atau seni pertunjukkan tradisi masyarakat Malang sebagai citra seni
budaya masyarakat Malang.

Secara budaya wilayah Malang (Kabupaten Malang) secara sederhana dibagi


menjadi 3 wilayah yaitu Malang Selatan (Malang Kidul), Malang Utara (Malang Lor),

14
dan Malang bagian Barat (Malang Kulon). Malang Selatan dan Malang Utara dibatasi
oleh sungai Lesti sehingga masyarakat setempat lebih akrab dengan sebutan wong dul
kali dan wong lor kali. Sedangkan Malang Barat meliputi wilayah Barat sungai Brantas.
Malang bagian Selatan penduduknya mayoritas berasal dari Yogyakarta, sehingga
budayanya mencerminkan budaya asalnya. Tata cara kehidupan sehari-hari, kesenian
yang dikembangkan maupun tutur bahasanya bergaya Yogyakarta atau Mataraman.
Wilayah Malang bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Kediri budayanya terpengaruh budaya Jawa Tengahan.
Masyarakat Malang asli atau dengan sebutan bahasa prokemnya arema
(kependekan dari kata Arek Malang) atau kera ngalam (mendiami wilayah sebelah utara
sungai lesti atau dul kali). Masyarakat ini yang juga disebut wong Malang cekek, dengan
mudah dikenali melalui logat tutur bahasanya yang khas. Penggunaan istilah arek
untuk menyebut anak laki laki, merupakan ikon yang mudh dikenali bgi masyarakat
suroboyo, mojokerto dan malang (yang disebut denagn salah kaprah budaya Jawa
Timuran). Wilayah segitiga Jawatimuran ini pernah diungkapkan juga oleh R. Anderson
Suton (1991), Sal Murgianto dan Munardi (1979). Wilayah masyarakat Malangan
tersebut meliputi Kecamatan Tumpang, Pakisaji, Kepanjen, Gunung Kawi, Sumber
Pucung, dan sekitarnya (Suyanto, 2002)

4. Sistem Religi Masyarakat


Yang dimaksud sistem religi di sini adalah kepercayaan terhadap adanya Yang Maha
Pencipta dan Yang Maha Kuasa sebagai orientasi pemujaan meliputi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai sistem religi tradisi Kejawen,

15
serta agama-agama lainnya. Terdapat beberapa sebutan untuk sistem religi tradisi
seperti Agama Jawa, Islam Jawa, Kejawen, Penghayat Kepercayaan, Abangan, Islam
Sinkretik (lihat, Murtadho, 2002; Endraswara, 2003.)
Bagi masyarakat tradisi Malang pada umumnya masih menganut sistem religi tradisi,
seperti melakukan ritual yang berkaitan dengan metri roh para leluhur, bersih desa
metri cikal bakal atau pedanyangan, melaksanakan selamatan pada peristiwa inisiasi
dan sebagai ungkapan rasa syukur, melakukan tirakat pada hari dan bulan tertentu.
Kasus di desa Kedongmonggo, masyarakat warga desa setiap hari Senin Legi bulan
Sura melaksanakan bersih desa dengan acara membersihkan kubur, menghias
kampung dan selamatan bersama dilanjutkan tandakan di Punden.
Bersih desa tahun ini hari Senin Legi bertepatan tanggal, 3 Nopember 2014, sehari
sebelumnya masyarakat membersihkan kubur dan menghias desa, pada Senin Legi
melaksanakan selamatan di punden bersama. Pagi hari jam 08.00 masyarakat terutama
ibu-ibu berduyun-duyun mebawa makanan dan ditata berderet di halaman Punden. Di
tepi halaman ditata seperangkat gamelan Pelog. Pada jam 09.00 warga, perangkat
desa, para sesepuh serta tandak telah datang dan acara selamatan dimulai.
Acara selamatan dibuka oleh pembawa acara dan pertama mempersilakan kepada
sesepuh desa untuk membacakan ujup atau tanduk dan kedua mempersilakan modin
desa untuk membacakan doa secara Islam. Isi tanduk meliputi metri (mengingat dan
menghormat) terhadap roh para leluhur termasuk cikal bakal, peliharaan, wakatu
(hari, pasaran, bulan, tanun, windu), para suci (resi, wali), para nabi dan sahabat), ibu
bumi bapa akasa dan permohonan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi akan
keselamatan, ketentraman, kecukupan rejeki semua warga. Setiap kalimat tanduk
dijawab kata nggih secara serentak warga. Selesai tanduk oleh sesepuh desa

16
dilanjutkan doa oleh modin dan dijawab kata amin oleh warga. Makanan diporak
dan selamatan selesai.
Selanjutnya sambutan oleh kepala desa diteruskan tandakan sebagai bagian dari ritual
selamatan. Dalam acara tandakan hanya menyajikan dua gending yaitu gending Elingeling dan gending Lirkantu yaitu gending pedanyangan desa Kedongmonggo. Yang
mbeksa (menari) hanyalah kepala desa dan sesepuh desa. Dengan selesainya tandakan
dua gending pedanyangan maka ritual dipunden telah selesai dan acara tandakan
dinjutkan malam harinya di kediaman kepala desa (observasi, 3 Nopember 2014).
Para seniman Wayang Topeng pada umumnya masih taat kepercayaan tradisi ini. Ki
Karimun (alm.) seorang tokoh Topeng di desa Kedungmonggo selain seniman,
pimpinan Topeng Asmorobangun juga pimpinan Pengayat Piwulang Kawruh Luhur
di lingkungan desa Kedongmonggo. Dalam ajarannya mengutamakan penghayatan
hidup dan kehidupan yang budiluhur dengan berpedoman pada tridharma (tiga pilar):
mikir kang becik (berpikir baik), wicara kang apik (bicara bagus), dan tumindak
kang becik (tingkah laku baik).

Dari sini yang membangun berkesenian dalam

Wayang Topeng nuansa spiritual cukup tinggi.

B. Kesenian Malangan
Berbagai bentuk kesenian yang hidup dan berkembang sebagai warisan leluhur
dan menjadi ekspresi budaya masyarakat Malangan. Kesenian yang menonjol meliputi:
Wayang Topeng, Wayang Kulit Purwa Malangan, Ludruk, Tandak atau Tayub,
Macapat (gaya Malangan), Karawitan, dan berbagai kesenian lain yang melekat dan

17
menjadi bagian dari berbagai upacara adat dan ritual masyarakat. Jenis kesenian tersebut
terdapat hampir di semua wilayah di Jawa namun yang terdapat di wilayah Malang
mempunyai ciri-ciri yang spesifik sebagai gaya Malangan.

1. Wayang Kulit Purwa Malangan


Wayang kulit atau wayang purwa gaya Malangan mempunyai gagrag
tersendiri dibandingkan dengan wayang kulit purwa yang hidup dan berkembang di
daerah lain di Indonesia. Meskipun ceritanya atau lakon yang dipergelarkan
menggunakan cerita Mahabarata dan Ramayana namun pertunjukan wayang kulit
purwa gagrag Malangan dapat dikatakan banyak dipengaruhi oleh pertunjukan
wayang topeng. Hal tersebut terdapat antara lain pada iringannya ada kecendrungan
menggunakan gamelan laras pelog.
Gending-gending yang digunakan juga gending-gending yang terdapat pada
pertunjukan wayang topeng. Pengendang pertunjukan wayang Topeng dengan mudah
mengikuti pertunjukan wayang kulit Malangan karena selain gending-gendingnya
gending wayang Topeng, ragam gerak tarian wayangnya juga sama dengan gerak tari
pada pertunjukan Topeng. Wilayah pengembangan wayang kulit Malangan meliputi
wilayah Kecamatan Tumpang, Pakisaji, Kepanjen, Sumber Pucung, hingga sekitar
Gunung Kawi.
Dalang-dalang wayang kulit Malangan banyak berasal dari daerah-daerah
tersebut. Dalang wayang kulit Malangan tidak sendirinya bisa mendalang gaya lain
seperti gagrag Surakarta meskipun ceritanya sama. Vokal pendalangan serta gerak tari
atau sabet wayang kulit Malangan lebih dekat pada pertunjukan Topeng. Bagaimana
dua seni pertunjukan ini terdapat kesamaan, dan masih sederet pertanyaan yang

18
memerlukan jawaban dari berbagai kegiatan penelitian.

Sebagai informasi awal,

buku tentang wayang kulit Malangan yaitu buku berjudul Wayang Malangan yang
ditulis oleh Suyanto, S.Kar., MA. yang dikeluarkan oleh penerbit Citra Etnika
Surakarta tahun 2002. Buku kedua merupakan Naskah Pekeliran Wayang Kulit
Gagrag Malangan dengan lakon Sesaji Rajasoya yang ditulis oleh Ki Soleh Adi
Pramono dikeluarkan oleh penerbit UM Press Malang bekerja sama dengan
Padepokan Seni Mangun Dharma Kemulan-Tumpang-Malang tahun 2004.

2. Tayub
Kesenian Tanduk atau Tayub hidup subur pada masyarakat Malang utamanya
daerah pedesaan. Kaset maupun VCD rekaman Tandakan banyak dijumpai pada
penjual kaset dan VCD di pinggir-pinggir jalan di kota Kabupaten hingga kota
Kecamatan. Terutama rekaman produksi Joyoboyo Record Malang yang banyak
memproduksi rekaman seni tradisi. Orang yang punya hajatan lebih banyak nanggap
Tandakan dibanding dengan wayang kulit maupun Topeng.
Pertunjukan Tandakan lebih merupakan tarian pergaulan yang bersifat
komunal karena melibatkan penonton sebagai pelaku. Istilah tandak merupakan
sebutan bagi penari putri yang dalam pertunjukan dihadapkan dengan penari putra
sebagai pengibing. Ragam gerak tarian putri tandaknya cenderung bersifat
improfisasi, namun seorang tandak pasti menguasai dasar-dasar gerak tari tertentu
seperti tari Ngremo atau Gambyong.
Tarian putra pengibing secara sederhana terdapat pola-pola gerak sesuai
dengan suasana gending. Dalam satu kali pertunjukan sering kali mendatangkan 2
hingga 4 tandak, bahkan kadang-kadang bagi orang yang mampu bisa lebih. Untuk

19
mengawali pertunjukan tandakan, biasanya semua tandak menyajikan tarian Ngremo
secara bersama-sama sebagai pembukaan pertunjukan. Sajian Ngremo sendiri
sekarang sudah mengalami perkembangan menjadi Ngremo Tembel. Istilah tembel
berasal dari bahasa Jawa yang berarti menutup dengan kain yang dijait pada pakain
yang sobek. Pelaksanaannya di mana tamu bisa memberi tip uang tertentu dengan
mengajukan permintaan gending-gending atau lagu yang disenangi.
Kadang kala

pemberian

tip

atau

uang

tembelan

dilakukan

secara

demonstratif, yaitu dijepit dengan temiti dan ditaruh pada tempat yang mudah dilihat
orang misalnya di dada. Kalau orang yang minta lagu banyak, ini bisa berlangsung
hingga beberapa jam. Inilah salah satu yang membedakan tandakan gaya Malangan
dengan tandakan

di daerah lain, yang menggunakan tari Gambyong sebgai

pembukaan tandang atau tayuban. Seorang tanduk biasanya memiliki pakaian untuk
Ngremo sendiri dengan kualitas bagus dan aksesoris yang bagus pula yang sesuai
dengan seleranya.
Tarian Ngremo sudah menjadi tarian identitas Surabaya dan sekitarnya
(Malang, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto). Selain untuk tarian pembukaan Tandakan juga
untuk pembukaan pertunjukan Wayang Purwa Malangan, Mojokerto, Suroboyo, dan
sekitarnya, dan Ludruk. Seorang tandak biasanya juga bisa ngidhung dan sinden
utamanya untuk gending-gending dan lagu-lagu yang sering digunakan dalam
tandakan.
Beberapa tokoh tandak Malangan yang senior merupakan narasumber yang
baik. Nama Sri Utami merupakan salah satu senior penari Ngremo yang mempunyai
gaya yang khas. Ngremo gaya Sri Utami ini yang mempengaruhi gaya penari Ngremo
dilingkungannya, sehingga dapat dikatakan sebagai representatif tari Ngremo gaya

20
Malangan. Tentang gending-gending tandakan dapat dikatakan merupakan genre
tersendiri karena mempunyai struktur garap tersendiri disesuaikan menurut kebutuhan
penari dan karakter gendingnya.
Gending Tayub lebih variatif, karena sangat mudah untuk mengadopsi lagulagu apa saja dan dari mana saja disajikan atau digarap dalam pertunjukan tandakan.
Dari lagu pop, ndangdut, hingga lagu-lagu daerah bisa diadaptasi dalam pertunjukan
Tayub. Gamelan yang digunakan kalau dulu cukup dengan gamelan slendro, namun
sekarang kalau tidak menggunakan gamelan Slendro dan Pelog dianggap kurang
lengkap. Bahkan akhir-akhir ini ditambah lagi dengan drum, simbal, dan key board.
Demikian juga gending-gending tayub atau tandakan gaya Malangan mempunyai
khasanah tersendiri di banding dengan gending-gending untuk seni pertunjukan yang
lain. Masyarakat pecinta tayub secara arisan, di mana mereka saling bertemu untuk
menikmati langen tayub.

3. Ludruk
Seni pertunjukan Ludruk merupakan salah satu seni pertunjukan yang dimiliki
oleh masyarakat budaya daerah segi tiga Jawa Timuran, Surabaya- MojokertoMalang. Pertunjukan Ludruk sangat akrab dan paling disenangi masyarakat Jawa
Timuran, karena bahasa yang digunakan dialek Jawa Timuran. Cerita-cerita atau
lakon yang dipentaskan adalah legenda dan atau mitos yang berkembang dalam
masyarakat meliputi cerita kepahlawanan, percintaan, hingga cerita yang berbau
sejarah. Cerita kepahlawanan yang populer yaitu Sakerah, Branjang Kawat, dan cerita
tentang pendekar dari perguruan yang dikaitkan dengan daerah setempat. Cerita
tentang percintaan yang populer yaitu Sampai Ing Tai yang diadopsi dari cerita Cina.

21
Cerita yang berbau sejarah misalnya terjadinya kota Banyuwangi.

Ciri khas lain dalam pertunjukan Ludruk adalah adanya travesit, yaitu tokoh
perempuan yang dimainkan laki-laki. Cara berbusana, merias diri, gerak-gerik,
lenggak-lenggok dalam menari, keluwesannya sulit dibedakan dengan perempuan
sungguhan. Kalau menyayikan lagu, warna suaranya juga seperti wanita. Secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa travesit identik dengan Ludruk. Kehidupan travesit
dalam dunia Ludruk membangun komunitas sekaligus budayanya sendiri yang khas.
Pertunjukan Ludruk yang tokoh wanitanya dilakukan oleh wanita sesungguhnya
adalah Ludruk RRI Surabaya dan group-group lawak. Apakah sekedar sebagai daya
tarik penonton atau ada sesuatu yang lain. Bagaimanapun hal ini merupakan suatu
kasus yang menarik untuk dikaji.
Pertunjukan Ludruk selain ditanggap orang hajatan, juga dilaksanakan secara
pertunjukan keliling dari kota yang satu ke kota yang lain oleh group Ludruk tertentu.
Tempat pergelaran yang disebut tobong yang bisa dipindah setiap saat.Iringan Ludruk
menggunakan gamelan Slendro saja. Dalam perkembangannya ditambah pula dengan
instrument musik barat seperti simbal dan bass-drum. Gending yang populer adalah
Jula-juli atau Surabayan atau Pangkur Surabaya. Disebut Pangkur Surabaya karena
sepopuler gending Pangkur Jawa Tengahan. Vokal Ludruk yang terkenal adalah
kidhungan, untuk kidhungan ini Malangan mempunyai gaya lagu yang berbeda dari
daerah lain.
Pertunjukan Ludruk sudah lama dikenal, hidup dan berkembang dalam
masyarakat Malang. Di desa Pagelaran Malang Selatan pada tahun 1948 telah berdiri
sebuah group Ludruk yang terkenal yaitu Ludruk Tresna Warga yang dipimpin Pak
Yasimo, yang dibintangi oleh sri panggung Markasan dari desa Sawahan, Gondang

22
Legi. Mulai sekitar tahun 1970-an bermunculan organisasi Ludruk di wilayah
Kabupaten Malang. Hampir setiap wilayah Kecamatan mempunyai organisasi Ludruk
baik yang masih amatir maupun yang sudah terkenal. Namun sebaliknya mulai tahun
1980-an makin menurun samapi sekarang sudah semakin langka dan tinggal beberapa
group yang masih bertahan (lihat Supriyanto:1992)
Meskipun masyarakat Malang merasa memiliki pertunjukan Ludruk yang
dianggap sesuai dengan budayanya, yang terwakili dalam bahasanya, namun untuk
menyebut Ludruk gaya Malangan masih perlu penelitian yang cermat dan mendalam.
Hal tersebut karena penyebaran Ludruk meliputi wilayah segi-tiga budaya Jawa
Timuran, Surabaya, Mojokerto (hingga Jombang), dan Malang. Wacana yang
berkembang sampai sekarang menyebutkan perkembangan Ludruk berasal dari
pertunjukan Besutan, Lerok, dari Jombang.
Di beberapa masyarakat wilayah Malang menyebut pertunjukan Ludruk
dengan istilah Lerok. Pertunjukan Ludruk selaulu diawali dengan penampilan tari
Ngremo, dan tarian juga untuk mengawali pertunjukan lain seperti wayang kulit dan
tandakan. Sedangkan tari Ngremo masing-masing daerah mengalami perkembangan
sendiri-sendiri. Di Jombang gaya Bolet, Surabaya gaya Munali Fatah, dan Malang Sri
Utami. Ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji, bagaimana interelasi
masing-masing yaitu antara perkembangan gaya tari Mgremo dengan seni pertunjukan
di Jawa Timur.

23
4. Karawitan Malangan
4.1. Karawitan Sebagai Musik Tradisi
Istilah Karawitan sudah menjadi kosa kata Indonesia berasal dari bahasa
Jawa ka-rawit-an secara umum berarti suatu karya manusia yang mempunyai nilai
kehalusan (kesenian). Istilah Karawitan mulai dikenal sekitar tahun 1928 pada
Pasinaon Karawitan di Musium Radyapustaka Surakarta. Pada tahun 1950

di

Surakarta didirikan Konservatori Karawitan Indonesia sebuah sekolah yang


mempelajari seni tradisi meliputi seni tari, seni pedalangan, dan karawitan (gamelan
dan tetembangan).
Selanjutnya diganti menjadi Sekolah Menengah Karawitan Indonesia. Di
beberapa kota besar (Surakarta, Yogyakarta, Denpasar, Bandung, Ujung Pandang,
dan Padang Panjang) juga mendirikan sekolah seni tradisi dengan menggunakan
nama yang sama Karawitan. Demikian juga untuk pendidikan tinggi ASKI
(Akademi Seni Karawitan Indonesia) di Surakarta tahun 1960, yang sekarang
menjadi STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia).
Secara lebih khusus istilah Karawitan berarti musik tradisi Indonesia
utamanya yang menggunakan peralatan gamelan dan atau vokal yang mempunyai
sistem tangga nada Slendro dan Pelog. Karena istilah Karawitan berasal dari bahasa
Jawa dan alat gamelan juga banyak terdapat di Jawa dan Bali sehingga istilah
karawitan lebih populer di Jawa dan Bali. Beberapa alat musik di luar Jawa dan Bali
mempunyai nama menurut daerahnya masing-masing seperti Gordang Sembilan
musik Batak, Talempong musik melayu, Sasando musik Timor, Tifa musik Irian dan
masih banyak lagi.

24
Istilah Karawitan sudah menjadi bagian dari wacana musik dunia. Hal
tersebut karena pertama, karawitan sebagai music tradisi Indonesia hidup dan
berkembang

di dalam kraton dan diluar kraton sudah relatif banyak dikaji oleh

peneliti-peneliti manca Negara khususnya Amerika, Jerman, Perancis, dan Belanda.


Kedua, karawitan (music karawitan) sudah banyak diajarkan diberbagai universitas
di Amerika sebagai mata kuliah dalam kajian musik dunia.
Dengan demikian Karawitan Malangan di sini diartikan sebagai musik tradisi
yang berbentuk baik vokal maupun instrumental yang hidup dan berkembang
sebagai warisan secara turun temurun dari generasi ke generasi masyarakat Malang.
Pendapat Soleh Pramono Adi seorang tokoh seni tradisi di Tumpang, yang pernah
dikutip Suton (1991) menyebutnya dengan Karawitan Jawa Timuran gaya
Malangan. Secara umum terdapat garis besar kesamaan gaya Jawa Timuran, namun
terdapat ciri-ciri khusus sebagai gaya Malangan.
Ciri-ciri tersebut meliputi gaya musikal, instrumentasi dan orkestrasi, istilahistilah, fungsi, dan sebagainya. Berbagai jenis musik vokal juga bagian dari
karawitan, seperti macapat gaya Malangan, vokal dalang topeng, sinden, kidungan,
yang mempunyai ciri-ciri yang khas Malangan. Tokoh-tokoh karawitan Malangan
sekarang semakin langka, sedang generasi muda sebagai generasi penerus juga
semakin jauh. Hal tersebut kalau tidak ada langkah-langkah yang konkrit dari
berbagai kalangan yang terkait, niscaya Karawitan Malangan yang kaya akan nilai
tradisi ini akan mengalami kepunahan. Di sisi lain seni Karawitan Malang sebagai
budaya bangsa mempunyai hak hidup berkembang berdampingan dengan aspek
budaya yang lain.

25
1. Karawitan Dalam Konteks Sosial Masyarakatnya.
Keberadaan Karawitan bisa berdiri sendiri dan bisa terkait dengan seni
pertunjukan yang lain. Karawitan berdiri sendiri sebagai seni pertunjukan dapat
dinikmati sendiri, untuk kebutuhan ini lebih banyak digantikan dengan kaset
rekaman yang mudah dan murah. Pertunjukan Karawitan mandiri dapat digunakan
sebagai sarana ritual seperti dalam perhalatan atau orang punya hajatan. Kehadiran
karawitan dalam sebuah perhelatan bagi masyarakat yang masih mempertahankan
tradisi akan memberi suasana yang sakral, tentram, damai, akrab, meriah dan
sebagainya. Gending-gending yang disajikan juga mempunyai makna yang beragam,
seperti rasa syukur, doa keselamatan, permohonan rejeki, bersuka ria dan
sebagainya. Di beberapa daerah hampir setiap menyelenggarakan pertunjukan selalu
diawali dengan menyajikan gending pendayangan yang berarti sebuah doa juga
merupakan penghormatan kepada leluhur atau cikal-bakal.
Dalam perkembangan akhir-akhir ini, untuk gending-gending klenengan
masyarakat lebih dipengaruhi oleh gending-gending Jawa Tengahan. Gamelan yang
dipergunakan lebih disukai Slendro-Pelog. Untuk gending-gending hiburan yang
bersifat riang banyak terpengaruh gending-gending baru campursari dan dangdut
yang sekarang sudah merakyat. Di beberapa daerah di Malang Karawitan juga
digunakan untuk prosesi atau arak-arakan manten atau manten sunat untuk memberi
suasana sakral sekaligus meriah. Untuk keperluan ini tentu menggunakan perangkat
yang sesuai dengan kebutuhan sederhana dan praktis.
Karawitan dalam fungsi iringan suatu pertunjukan di Malang, di atas sudah
disinggung terutama untuk Tandakan atau Tayub, Ludruk, Wayang Kulit Purwa, dan
Wayang Topeng. Gamelan yang digunakan untuk Tandakan cenderung SlendroPelog, Ludruk gamelan Slendro, Wayang Kulit cenderung gamelan Pelog kadang-

26
kadang ditambah Slendro, sedangkan Wayang Topeng menggunakan gamelan
Pelog. Penggunaan serta garap gending disesuaikan dengan kebutuhan alur cerita.
5. Wayang Topeng Malang
Istilah topeng bisa bermakna pertunjukkan topeng seperti dalam kalimat
Pak nanggap mantra nanggap topeng atau Pak Mantri duwe gawe Topengan.
Bisa juga berarti bendnya seperti dalam kalimat Mbah Karimun ahli gawe Topeng.
Beberapa sebutan untuk pertunjukan topeng ini seperti Wayang Topeng karena
wayangnya memakai Topeng. Topeng Dalang karena pertunjukkannya pimpinan dan
dialognya dilakukan oleh seorang Dalang. Sebutan Topeng Malangan sudah akrab
bagi masyarakat seni. Hal tersebut karena pertunjukan Topeng Malangan berbeda
dengan pertunjukan Topeng yang sekarang masih aktif seperti Topeng Dalang di
Madura.
Topeng Malangan merupakan sebuah seni pertunjukan tradisi multi media
sangat menarik untuk dikaji. Secara tekstual, pertunjukan wayang orang yang
memakai topeng, dialognya dilakukan oleh seorang dalang kecuali tokoh abdi atau
ponokawan (Demang Mones, Sonto dan Jarodheh) yang bisa dialog langsung dan
memakai topeng tanpa dagu. Pemanggungannya sangat luwes menyesuaikan keadaan
setempat. Bisa di dalam rumah, pendapa, halaman, tanah lapang dengan menggunakan
panggung (stage) semua bisa. Repertoar lakon atau cerita yang dipergelarkan sekitar
siklus panji ini berbeda dengan topeng dalang Madura yang menggunakan cerita
Mahabarata dan Ramayana.
Dalam pertunjukan topeng Malangan kaya akan ragam gerak tari dan
mempunyai tata koreografi yang khas. Tokoh gagah, gecul, putra alus, putri alus,
pernes. Masing-masing mempunyai kekayaan ragamnya sendiri. Keragaman tata

27
busana masing masing tokoh, jenis, bentuk serta akselerasi warna menjadi kekayaan
seni pertunjukan topeng Malangan. Karawitan tata iringan pertunjukan mempunyai
khasana tersendiri yang meliputi, gamelan laras pelog, repertoar serta klasifikasi
gending yang beragam, vokal dalang khas gaya Malangan.
Beberapa paguyuban topeng Malangan pada sekitar tahun 70an banyak
tersebar di wilayah masyarakat Malangan tersebut di atas. Namun sekarang tinggal
beberapa yang masih aktif seperti Padepokan Mangun Darmo di Kecamatan Tumpang
pimpinan Ki Sholeh Adipramono yang didukung beberapa tokoh di sekitarnya seperti
di Desa Jabung dan Glagah Dowo yang dulu terdapat banyak ahli pembuat dan
pemain Topeng. Paguyuban Topeng Asmorobngun di Desa Kedung Monggo
kecamatan Pakisaji pimpinan Ki Karimun sekarang masih aktif sebagai dalang,
pelatih tari topeng dan pemahat topeng. Beliau merupakan nara sumber sepuh yang
mumpuni yang sekarang masih aktif mengukir topeng.
Untuk kajian secara kontekstual yaitu tentang saling hubungan topeng
Malangan aspek sejarah, bagaimana latar belakang kesejarahan adalah keterkaitan
dengan kerajaan yang pernah berdiri di Singosari Malang atau yang lain. Dari segi
sosial, pertunjukan topeng serasa masih terkait dengan adat-istiadat masyarakat,
misalnya dengan hajatan keluarga, nadir, bersih desa, dan lain-lain. Hubungan
pertunjukan topeng dengan sistem kepercayaan masyarakat terasa sangat kental. Hal
ini tersebut terdapat pada syair vokal dalang yang berisi semacam mantra, berbeda
dengan vokal pedalangan wayang purwa Jawa Tengahan.
Beberapa tokoh wayang topeng maupun dalang topeng menjadi tokoh spiritual
(wong tuwo) di lingkungannya. Banyak tamu yang berkunjung kepada Ki Karimun
seorang dalang topeng, penari topeng, guru tari topeng, pemahat topeng untuk

28
berbagai keperluan, salah satunya adalah yang terkait dengan spiritual. Ada
kepercayaan dalam masyarakat topeng, untuk bisa menari topeng dengan baik selain
menguasai teknik tari, perlu mendalami spiritual tertentu.
Hubungan dengan aspek ekonomi di mana para pemain yang melakukan
pertunjukan untuk mengisi waktu longgar tanpa memikirkan bayaran, namun sekarang
pemain lebih professional dengan imbalan tertentu, mungkinkah menjadi sumber
kehidupan, ini menjadi pertanyaan umum bagi seniman pertunjukan. Pemahat topeng
senior satu satunya yang sekarang masih aktif adalah Ki Karimun di desa Kedung
Monggo Pakisaji. Beberapa anak buah serta murid topeng belajar memahat topeng.
Berbagai tamu datang dari berbagai negara ke Kedung Monggo untuk mencari topeng
khas Malang, utamanya karya Ki Karimun dengan harga relatif tinggi. Orang membeli
topeng selain untuk kebutuhan tari juga untuk koleksi benda benda seni. Pemahat
pemula diarahkan membuat topeng-topeng mini untuk souvenir yang lebih bersifat
ekonomis.
Demikian juga tentang jawaban mengapa sekarang beberapa paguyuban
Topeng di berbagai tempat di malang sudah tidak aktif

bahkan cenderung ke

kepunahan, apakah sudah tidak konstek dengan perkembangan masyarakat Malang


sekarang. Untuk kajian ini tentu memerlukan keterlibatan berbagai pihak dengan
pendekatan multi disiplin. Saat ini masih dipercaya adanya cerita yang berkembang
di sekitar desa Kedungmonggo Pakisaji, bila saat upacara adat bersih desa tidak
mengadakan pagelaran topeng, akan ada anak gadis kesurupan dan menari-nari minta
diadakan pagelaran topeng.

29

C. Desa Kedungmonggo Kampung Topeng.


Desa Kedungmonggo termasuk wilayah Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang.
Masyarakat Desa Kedungmonggo bangga menyebut desanya sebagai Kampung
Topeng, hal tersebut tampak pada tulisan di papan yang dipancang di depan balai yang
digunakan gedung latihan dan pertunjukan Sanggar Topeng Asmorobangun. Balai
tersebut memiliki latar belakang historis yang cukup panjang. Karena aktivitas para
seniman Wayang Topeng di Desa Kedungmonggo yang terhimpun dalam Paguyuban
Topeng Asmorobangun yang dipimpin Ki Karimun (almarhum). Paguyuban Topeng
Asmorobangun merupakan satu-satunya paguyuban Topeng banyak tersebar di wilayah
Kabupaten Malang, sehingga mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Malang
wasilitas balai latihan.
Sebutan Desa Kedungmonggo sebagai Kampung Topeng cukup beralasan karena
beberapa hal sebagai berikut:
1. Sanggar Topeng; di Desa Kedungmonggo terdapat Sanggar Topeng yang aktif dan
mampu melayani permintaan pertunjukan Wayang Topeng untuk berbagai keperluan.
Sanggar dipimpin oleh pewaris (cucu) Ki Karimun Suroso dan Handoyo yang
menguasai tentang seluk beluk Wayang Topeng Malang.
2. Pusat Latihan; Sanggar Topeng Asmoro merupakan pusat latihan bagi anak-anak
muda Desa Kedungmonggo dan sekitarnya.
3. Tempat Pengrajin Topeng; beberapa warga Desa Kedungmonggo menjadi pengrajin
Topeng. Karya-karyanya sering dipamerkan dalam berbagai kesempatan dan dapat
memenuhi berbagai kebutuhan.
4. Regenerasi penari dan pengrawit Topeng; di Sanggar Topeng Asmorobangun mampu
membangun regenerasi penari maupun pengrawit Topeng Malangan.

30
5. Di Sanggar Topeng Asmorobangun melakukan pagelaran rutin yang disebut
gebyakan sebagai ajang pertunjukan Wayang Topeng dan memberi apresiasi
kepada masyarakat luas.
Hal tersebut Desa Kedungmonggo dengan potensi yang mendukung kehidupan Wayang
Topeng di wilayah Malang menjadikannya sebagai lokus berbagai kajian tentang Wayang
Topeng Malang.

31

BAB III
WAYANG TOPENG MALANG

A. Pertunjukan Wayang Topeng


1. Topeng
Istilah topeng

sangat akrab dalam budaya masyarakat Indonesia dan Jawa

khususnya. Sehingga terdapat ungkapan dalam bahasa Jawa mung dienggo topeng
yang artinya suatu perbuatan yang seolah-olah baik hanya untuk menutupi kejelekan.
Budaya topeng sudah dikenal sejak peradapan kuna yang terkait dengan kegiatan
ritual. Topeng merupakan penutup muka yang biasa terbuat dari kayu yang dibentuk
wajah-wajah manusia, binatang atau makhluk imajiner tertentu. Jenis kayu yang
digunakan kayu yang keras dengan serat yang halus, mudah dikerjakan dan tahan
lama seperti kayu mantaos. Tiap wilayah budaya memiliki khasanah yang berbedabeda sesuai dengan budaya masyarakat dan lingkungannya.
Dalam perkembangannya topeng memunyai fungsi yang beragam sebagai pakaian
tari, alat permainan anak hingga karya seni. Bagi masyarakat tradisi seperti dalam
peristiwa pertunjukan topeng sebagai ritual,

topeng dianggap benda sakral dan

diperlakukan secara khusus. Berbeda dengan topeng untuk mainan, bentuk dan
bahannya lebih sederhana dari kertas atau karton. Topeng sebagai karya seni, lebih
mengutamakan kebaruan dan keunikan, sehingga bentuk serta warnanya lebih kaya.
Topeng juga menjadi inspirasi pembuatan cindra mata dalam bentuk miniatur yang
lebih mengutamakan kepentingan ekonomi atau fanansial.

32
2. Pertunjukan Wayang Topeng
Di Indonesia kaya akan seni pertunjukan dengan nama yang berbeda-beda. Topeng
Tua di Bali, tari Topeng Cirebon Jawa Barat, Topeng Dhalang di Madura, Topeng
Kerte di Bondowoso, tari topeng Dongkrek di Madiun dan sebagainya. Sebutan
Topeng Dhalang ditujukan pertunjukan Topeng yang jalannya pertunjukan dipimpim
oleh seorang Dhalang. Peran Dhalang selain mengatur jalannya cerita juga
melakukan dialog antar wayang, membaca narasi (janturan), dan malantunkan lagu
vokal untuk mengungkapkan suasana tertentu.
Dalam bukunya Topeng Dhalang di Jawa Timur Soenarto Timoer (1980) mencirikan
pertunjukan topeng Dhalang. Secara umum terdapat delapan ciri pertunjukan Topeng
Dhalang yaitu (1) gaya pementasannya menggunakan gaya pementasan wayang, (2)
jalannya pertunjukan dipimpin oleh seorang Dhalang, (3) anak wayang mengenakan
topeng sebagai pengucapan visual karakter dan tipologi tokoh yang diperankan, (4)
ulah tari sebagai pengucapan gerak laku, (5) gamelan atau tetabuhan sebagai unsur
pewarna situasi dan suasana, (6) tokoh Punakawan membawakan lelucon, (7) lakon
yang disajikan berkisar kisah siklus Panji, Mahabarata dan Ramayana, dan (8) lama
pertunjukan minimal tiga jam hingga semalam suntuk.
Untuk tiap wilayah budaya memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik terkait dengan
lingkung budayanya, seperti bahasa, tata rias busana, musik dan gaya pemebtasan
serta fungsi sosial masyarakatnya. Sebagai contoh Wayang Topeng Dhalang di
Sumenep Madura, Wayang Topeng Kerte di daerah Lumajang, Wayang Topeng di
daerah Malang, masing-masing memiliki khasah sesuai dengan budaya masyarakat
dan lingkungannya.

33
3. Fungsi Pertunjukan Wayang Topeng
Dalam kehidupan masyarakat trdisi di pedesaan pertunjukan Wayang Topeng terkait
dengan kegiatan ritual baik yang bersifat pribadi, keluarga, sosial dan alam
lingkungan. Kehidupan masyarakat tradisi dalam mendapatkan keselamatan dan
ketentraman hidup memegang teguh keseimbangan antara manusia, alam dan waktu.
Ketiga unsur dijaga melalui kehidupan secara individu, hidup bermasyarakat dan
alam serta hubungan dengan Sang Pencipta.
Di sisi lain Tepong diyakini dan perlakukan sebagai benda sakral personifikasi para
leluhur yang sudah meninggal. Topeng merupakan benda sakral untuk menangkal
energi negatif atau balak. Dalam perkembangan seni pertunjukan, Topeng merupakan
ekspresi karakter yang berssifat imajiner sehingga bentuk dan wajahnya sangant
beragam.

B. Wayang Topeng Malang

1. Perkembangan Topeng di Malang masyarakat Topeng membagi menjadi dua


wilayah Topeng Wetanan meliputi wiyalah Jabung, Tumpang, Glagah Dowo dan
sekitarnya. Wilayah kedua Topeng Kidulan meliputi Kedongmonggo, Senggreng,
Precet, Jatiguwi, Jambuwer dan sekitarnya. Keberadaan dua wilyah tersebut
memiliki sedikit perbedaan gerak tari, bentuk dan ornamen Topeng, serta
pemanggungan. Hal ini disebabkan adanya tokoh serta narasumber yang berbeda
dan jarak antara wilayah budaya Topeng Malang timur dan Malang Selatan cukup
jauh. Adanya sedikit perbedaan-perbedaan tersebut justru menjadi keragaman
budaya Topeng di Malang (wawancara: Suroso, 3 Nopember 2014).

34
Pada saat ini di wilayah selatan yang masih aktif yaitu sanggar Topeng
Asmorobangun di desa Kedungmonggo kecamatan Pakisaji Malang. Sanggar
Topeng Asmorobangun dulu dipimpin oleh Ki Karimun (almarhum) sekarang
diteruskan oleh cucu-cucunya Suroso dan Handoyo.

Mereka menghimpun anak-

anak muda disekitarnya mengadakan latihan rutin tari topeng. Dari kegiatan latihan
ini diadakan ajang gelar dengan mengadakan gebyakan yaitu pagelaran
perrtunjukan Topeng satu lakon sebulan sekali setiap hari malem Senin Legi.
Karena kegiatan ini didakan rutin pada hari Senin Legi maka juga disebut Senin
Legian. Jenis Topeng: Klana, Bapang, Patih, Panji, Gunungsari, Begawan, Buta,
Abdi, Emban, Binatang.
2. Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun.
Sanggar

Wayang Topeng Asmorobangun terdapat di desa Kedungmonggo

kecamatan Pakisaji kabupaten Malang. Sanggar tersebut dipimpin oleh Suroso


merupakan pewaris dari kakeknya Ki Karimun. Sanggar Wayang Topeng
Asmorobangun memiliki sejarah yang panjang dan beberapa kali berganti nama.
Ketika masih dipimpin oleh Ki Karimun pada tahun 1933 bernama Sanggar Topeng
Ngethi Pendhawa, pada tahun 1945 berganti nama Sanggar Topeng Garuda Ngerap
dan pada tahun 1976 diganti Saanggar Topeng Asmorobangun hingga sekarang.
Sanggar ini menjadi pusat kegiatan latihan tari Topeng bagi generasi muda di desa
Kedungmonggo dan sekitarnya. Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun juga
menyelenggarakan pagelaran gebyakan secara peodik dijadikan wadah serta
peningkatan kemampuan penari dan pengrawit. Secara operasional kegiatan sanggar,
Suroso didukung oleh adiknya Handoyo beserta keluarganya.

35
Desa Kedungmonggo merupakan Kampung Topeng, demikian masyarakat desa
Kedungmonggo dengan bangga menyebut desanya. Hal tersebut cukup beralasan,
bisa dikatakan bahwa sanggar Wayang Topeng Asmorobangun di desa
Kedungmonggo merupakan satu-satunya yang sampai sekarang masih aktif dan
produktif. Latar belakanh historis dan terjadinya proses regenersi merupakan salah
satu fator adanya pewarisan dan pelestarian Wayang Topeng di desa tersebut.
Faktor lain yang menjadikan desa Kedungmonggo menjadi kampung Topeng
adalah adanya beberapa warga yang berprofesi sebagai pengrajin topeng dan
pengrajin pembuat busana tari Topeng. Di sini sanggar terciptanya penari-penari
Topeng muda serta pengrawit-pengrawit muda. Topeng-Topeng karya seniman desa
Kedungmonggo sudah menyebar keberbagai daerah baik untuk sarana tari maupun
dikoleksi sebagai karya seni.
4. Cerita/Lakon Pertunjukan
Tema lakon yang sering dipentaskan ada tiga yaitu pertama tentang kelahiran (laire
Panji Laras); kedua tentang perkawinan (Rabine Panji Asmorobangu, Rabine
Gunungsari juga dikenal dengan lakon Sayemboro Sodo Lanang, Rabine Parang
Tejo Lakon Jumenengan. Ketiga lakon tentang jumenengan (Wisuda menjadi raja)
sebagai contoh Lakon Panji Asmorobangun Dadi Ratu. Dari tema lakon-lakon
tersebut terdapat struktur yang mendeskripsikan kehidupan manusia dari lahir, rabi
(perkawinan), dan jumenengan (menduduki tahta)

36
C. Struktur Pertunjukan
Pertunjukan Wayang Topeng Malang baik yang laksanakan pada siang hari maupun
malam hari memiliki struktur yang cenderung sama. Pada umumnya struktur pertunjukan
dibagi menjadi tiga bagian yaitu; pra-pertunjukan, pertunjukan pokok dan

pos-

pertunjukan atau penutup.


1. Pra Pertunjukan
Yang dimaksud dengan pra-pertunjukan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang
adalah (1) semua kegiatan yang dilakukan oleh pendukung pertunjukan dalam
mempersiapkan pertunjukan hingga pertunjukan dimulai, hingga (2) pertunjukan
awal pada saat sajian gending-gending sebelum masuk pada adegan cerita Wayang.
Persiapan sebuah pertunjukan yang melibatkan banyak pendukung dengan tugas
yang berbeda, masing-masing bekerja dalam waktu yang bersamaan. Untuk
menyiapkan pentas dengan berbagai sarana pentas: seting gamelan, tata lampu, seting
panggung bekerja lebih awal. Para penari Wayang Topang mempersiapkan diri
dengan rias busana, para Pengrawit mempersiapkan diri dengan busana Pengrawit.
Dulu busana Pengrawit menggunakan pakaian sendiri-sendiri milik pengrawit,
namun sekarang banyak Paguyuban Wayang Topeng sudah memiliki busana seragam
tradisi (kejawen) untuk Pengrawit sehingga lebih rapi.
Pada saat tertentu pertunjukan dimulai dengan penyajian gending-gending sebagai
awal pertunjukan

meliputi: gending Pambuka,

gending Pangeling, gending

Pedanyangan, dan gending-gending Giroan. Penyajian gending-gending ini bukan


sekedar pengisi waktu, namun memiliki beberapa fungsi. Pertama; sajian gending
Pambuka sebagai pembukaan dan bermakna ungkapan salam dari pemain kepada
penonton. Kedua; sajian gending Pangeling dan gending Pedanyangan merupakan

37
penghormatan (metri) kepada cikal bakal Desa. Ketiga; sajian gending-gending
Giroan sebagai hiburan kepada para undangan dan penonton yang sudah hadir.
Kempat; sajian gending-gending Giroan selain sebagai hiburan juga berfungsi untuk
mengundang penonton. Dengan disajikan gending-gending Giroan, masyarakat
disekitar tempat pertunjukan akan mendengar dan mengetahui bila ada pertunjukan,
maka mereka berbondong-bondong ke tempat pertunjukan untuk menyaksikan.

2. Fase Pertunjukan
Yang dimaksud bagian fase pertunjukan di sini dalam pertunjukan Wayang
Topeng Malang yaitu pertunjukan pokok cerita. Jalannya cerita disusun terstruktur
adegan demi adegan yang dipimpin oleh seorang dalang. Tugas Dalang dalam
pertunjukan Wayang Topeng meliputi (a) mengatur jalannya cerita, (b) membacakan
narasi, (c) menyajikan vokal, dan (d) melakukan dialog antar tokoh wayang.
Struktur pertunjukan dengan cerita Lakon Rabine Panji Asmorobangun, sebagai
berikut :
a) Dalang Obong-obong
b) Golekan, Beskalan Patih
c) Adegan I jejer Jawa: Kerajaan Kediri
d) Adegan Tamu dari kerajaan Jengolo dan Prancang Kencana
e) Perang gagal
f) Adegan II jejer Sabrangan: Klono Sabrang

38
g) Sendon Pengasih peralihan ke Pathet Pengasih (Pathet Sanga)
h) Adegan selingan Tari Bapang
i) Adegan III: Panji Asmorobangun disertai punakawan Jarodeh dan Prasanta
j) Sendon gandrung
k) Adegan IV Panditan: Cokrokembang
l) Adegan V: Kerajaan Kediri
m) Temu manten
n) Adegan Gunungsari dan Patrajaya
o) Gurisa Serang
p) Penutup

3. Pos-Pertunjukan
Pada akhir pertunjukan biasanya disajikan gending penutup sebagai pertanda bahwa
pertnjukan telah selesai.
Seluruh rangkaian dan struktur pertunjukan selalu terkait dengan Karawitan. Hal ini
yang dijadikan dasar kajian Karawitan dalam konteks Pertunjukan Wayang Topeng
Malangan.

D. Perkembangan Pertunjukan
Perkembangan akhir-akhir ini paling tidak sejak tari Topeng Malang dijadikan materi
pembelajaran di sekolah. Terdapat tiga hal yang dapat dicatat di sini yaitu adanya
pagelaran singkat, tarian lepas, penyajian tari kolosal dan regenerasi.

39
1. Pertunjukan Singkat.
Seperti yangdijelaskan dimuka bahwa durasi penyajian Wayang Topeng pada
umumnya sekitar delapan jam atau semalam suntuk dari pukul 20.00 hingga 04.00
bahkan kadang hingga fajar. Dengan berkembangnya fungsi dalam masyarakat serta
permintaan dari berbagai pihak waktu dan durasi pertunjukan menyesuaikaan
keadaan. Wayang Topeng bisa dipentaskan dalam durasi waktu tiga jam bahwa satu
jam. Di sini terjadi pergeseran fungsi dari ritual yang terkait dengan sistem reigi
menjadi suatu seni pertunjukan yang mementingkan apresiasi.
Pertunjukan singkat dengan durasi tiga jam biasanya memenuhi permintaan dari
lembaga tertentu atau untuk keperluan festival. Dalam pertunjukan singkat tiga jam
secara struktur masih menggunakan struktur seperti untuk semalam hanya masingmasing adegan diperpendak atau dipotong. Bisa juga menhilangkan adegan-adegan
selingan yang dianggap tidak mengganggu alur cerita. Untuk pertunjukan yang
berdurasi satu jam mengambil sepotong cerita atau fragmen suatu misal Paanji
Sekartaji. Dengan demikian Karawitan akan mengikuti sesuai dengan kebutuhan
cerita yang disajikan
2. Pertunjukan Tunggal
Pertunjukan tunggal atau tarian lepas yaitu pertunjukan satu tari tokoh tertentu
misalnya tari Gunungsar, tari Klana Sewandana, tari Bapang dan sebagainya.
Munculnya tarian lepas ini dipengaruhi adanya pembelajaran tari Topeng di sekolah
yang mengambil atau melepas satu jenis tarian dari pertunjukan Topeng.
Pertunjukan tari tunggal atau lepas durasinya lebih singkat dari lima menit hingga
lima belas menit. Iringannyapun cukup satu atau dua gending.

40
3. Pertunjukan Massal
Pertunjukan Topeng massal lebih bersifat kwantitatif yaitu tarian tunggal yang
dilakukan oleh banyak penari dari puluhan hingga ratusan wayang. Karena tari
tunggal yang tarikan orang banyak, maka merupakan gerak serantak yang seragam.
Pertunjukan Topeng massal biasanya digunakan untuk kegiatan atau acara
pembukaan upacara bertempat di lapangan atau gelora.

41
BAB IV
KARAWITAN WAYANG TOPENG

A. Gamelan Wayang Topeng


1. Perangkat dan Instrumentarium
Perangkat atau ansambel gamelan yang lazim digunakan dala pertunjukanWayang
Topeng Malang adalah perangkat gamelan Pelog. Di lingkungan seniman Karawitan
terdapat beberapa penggolongan perangkat gamelan sesuai dengan kegunaanya.
Perangkat yang paling besar disebut gamelan ageng, yang berukuran sedang gamelan
gadon,gamelan janggrung dan paling kecil gamelan cokek. Penggolongan ini diluar
ansambel-ansambel masik tradisi lain non-gamelan seperti jenis rebana.
Gamelan ageng terdiri sekitar lima belas hingga dua puluh istrumen atau ricikan
meliputi: Rebab, Gender Barung, Gender Penerus,

Kendang Ageng, Kendang

Ketipung, Kendang Batangan , Kendang Gedugan, Slentem, Saron Demung, Saron


Barung, Saron Penerus atau Peking, Gambang, Siter, Suling, Ponggang, Kethuk
Kempyang, Kemanak, Kenong, dan Kempul Gong. Perangkat gamelan sekarang bisa
lebih banyak karena ada penambahan instrumen baru seperti simbal, drum, keybord
dan sebagainya. Perangkat gamelan ageng ini yang lazim digunakan dalam
pertunjukan Wayang Kulit Purwa, Kethoprak, Wayang Orang, Klenengan (lihat,
Suroso, 1994).
Perangkat gamelan gadon lebih kecil meliputi: Rebab, Gender Barung, Siter,
Gambang, Slentem, Kendang, dan Kempul Gong. perangkat ini digunakan untuk
acara klenengan pada ruang yang terbatas. Perangkat yang paling simple yaitu
perangkat cokek terdiri: Gender Barung, Siter, Kendang Batangan dan Gong

42
Kemodong. Perangkat Cokek ini yang biasanya digunakan oleh seniman barangan
keliling dari kampung ke kampung dan untuk acara klenengan yang tempatnya
sangat terbatas. Dalam penyajian perangkat cokek lebih mengutaman vokal atau
sendenan.
Perangkat gamelan Janggrung meliputi: Bonang Barung atau Babok, Bonang
Penerus, Slentem, Saron Demung, Saron Barung, Saron Penerus atau Peking,
Kendang, Gambang, Kenong, Kempul Gong. Perbedaan ketiga perangkat di atas
pada Gamelan Ageng ricikan alusan dan soran seimbang sehingga bisa untuk
menyajikan gending alusan dan bonangan atau Giroan. Perangkat Gadon dan Cokek
lebih mengutamakan ricikan alusan untuk menyajikan gending alusan atau klenegan
dan perangkat Janggrung ricikan keras lebih dominan.
Dalam perangkat gamelan untuk membedakan gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur
termasuk Malang pada ricikan Kendang. Untuk perangkat gamelan gaya Jawa
Timuran pada instrumen Kendang yaitu Kendang Gedugan yang mempunyai
karakter dan tehnik tabuhan yang khas, sehingga dikalangan seniman Karawitan
menyebut Kendang Jawa Timuran. Karakteristik Karawitan Malangan serumpum
dengan Karawitan Surabaya dan Mojokerto yang sering disebut Karawitan Jawa
Timuran. Secara umum dicirikan pada ricikan Kendang, repertoar gending dan garap
gending.
R. Anderson Sutton (1991) dalam bukunya Traditions of Gamelan Music in Java:
musical pluralism and regional identity menyebutkan bahwa karawitan yang hidup
dan berkembang sebagai tradisi di wilayah Mojokerto, Surabaya dan Malang
merupakan karawitan mayor Jawa Timur yang lazim disebut Karawitan Jawa
Timuran. Gamelan yang digunanakan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang
berlaras Pelog. Pernah manggunakan gamelan Slendro dalang mengalami kesulitan

43
karena kebiasaan vokal Pelog tidak bisa begitu saja disajikan dalam laras Slendro
(wawancara, Kasnam seorang dalang tanggal; ).

Tabel: Perangkat gamelan Wayang Topeng Malang


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Nama Instrumen/ricikan

Keterangan

Kendang Gedugan
Bonang Babok
Bonang Penerus
Slentem
Saron Demung
Saron Barung
Saron Penerus atau Peking
Gambang
Kenong
Kempul Gong
Simbal
Drum

Tambahan (baru)
Tambahan (baru)

Bila dalam suatu pertunjukan disiapkan gamelan ageng atau gamelan lengkap, yang
dipergunakan tetap seperti dalam tabel tersebut di atas. Alasannya adalah tidak
adanya pengrawitan yang mapu menyajikan rijikan alusan; Rebab, Gender dan Siter.

B. Laras dan Pathet


1. Laras
Istilah laras dalam dunia Karawitan memiliki beberapa pengertian. Dalam kalimat
gamelannya sudah dilaras berarti gamelannya sudah distem atau dibetulkan
nadanya dari yang tadinya fals. Dalam kalimat tolong dipukul kempul laras Nem
laras berarti nada atau kempul nada Nem. Dalam kalimat gamelan laras Slendro
laras berarti sistem tangga nada. Dalam pembicaraan selendro ataupun laras Pelog
cukup gamelan Slendro atau gamelan Pelog. Selanjutnya istilah laras dalam diskusi
ini dimaknai sebagai sistem tangga nada yaitu laras Slendro atau laras Pelog.

44
Nada-nada gamelan memiliki tanda dan cara membacanya serta nama sendiri-sendiri.
Tanda nada juga disebut notasi dalam Karawitan yang sekarang dipakai di Jawa pada
umunya menggunakan notasi Kepatihan yang berbentuk angka dari 1 hingga 7
sebagai berikut:
Tabel: nama dan tanda nada
No.
Laras
1.
Slendro

2.

Pelog

Nama nada
Penunggul
Gulu
Dada
Lima
Nem
Penunggul
Gulu
Dada
Pelog
Lima
Nem
Barang

Tanda/notasi
1
2
3
5
6
1
2
3
4
5
6
7

Dibaca
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Ma (lima)
Nem (nem)
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Pat (papat)
Ma (lima)
Nem (nem)
Pi (pitu)

Laras gamelan merupakan representasi filosofis tubuh manusia (vital) menurut


budaya Jawa (Sindoesawarno, 1987; Becker, 1993:60). Hal tersebut terdapat pada
nama-nama nada dalam instrumen gamelan sebagai berikut:
Barang yang berarti penting, (wujut)
Gulu yang berarti leher (dalan)
Dada yang berarti dada (urip)
Lima yang berarti tangan/jari (pancandriya)
Nem yang berarti rasa, jiwa,(rasa)

Dalam laras Slendro memiliki nada-nada sebagai berikut:


Penunggul (siji/1) yang berarti kepala
Gulu (loro/2) yang berarti leher
Dada (telu/3) yang berarti dada

45
Lima (5) berarti tangan (jari)
Nem (6) yang berarti jiwa (Martopangrawit, 1984; Becker,1993:60)

Gamelan dan laras yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang
adalah laras Pelog. Hal tersebut sama dengan laras yang digunakan dalam
pertunjukan Wayang Kulit Purwa gaya Malang juga menggnakan laras Pelog. Dapat
dikatakan bahwa laras Pelog merupakan ciri khas dalam seni pertunjukan khas
Malangan. Berbeda dengan pertunjukan Ludruk meskipun masyarakat Malang akrab
namun bukan khas budaya Malang. Bagi dhalang, sinden dan pengrawit Malang
lebih akrab laras Pelog dari pada laras Slendro. Repertoar gending, vokal sinden,
vokal dhalang, serta Macapat Malangan berlaras Pelog.

Bagi masyarakat pengrawit Malang memiliki sebutan sendiri yang berbeda tentang
nama-nama nada yaitu; Gedhe/Sorog, Tenggok, Nyura, Pelog, Lima, Barang, dan
Pethit. Tentang penggunaan notasi menggunakan notasi Kepatihan yang sudah
digunakan masyarakat pengrawit di Jawa (Mataraman). Nama-nama nada dalam
Karawitan Malangan bila dibandingkan dengan di Jawa Mataraman sebagai berikut:

Tabel: perbandingan nama nada

No.
1.
2.
3.
4
5.
6.
7.

Nama nada
Malangan
Gedhe/ Sorog
Tenggok
Nyura
Pelog
Lima
Barang
Pethit

Nama nada Jawa


Tengah
Penunggul
Gulu
Dada
Pelog
Lima
Nem
Barang

Tanda/ notasi
1
2
3
4
5
6
7

Dibaca
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Pat (papat)
Ma (lima)
Nem (nem)
Pi (pitu)

46
2. Pathet
Dalam lingkungan masyarakat pengrawit Malangan belum ada kesepahaman tentang
bagaimana pathet itu. Beberapa istilah pathet yang sering diucapkan namun seniman
pengrawit satu dengan yang lain berbeda-beda, seperti pathet Sepulu, pathet Wolu,
pathet Wolu Gede, pathet Wolu Alit, pathet Sanga, pathet Sanga Miring, pathet
Serang, pathet Bem, pathet Pengasih, pathet Barang. Menurut Sumantri (65 tahun)
seorang tokoh pengrawit Malang, pengguanaan pathet ada dua versi yaitu untuk
wayang kulit Purwa dan untuk wayang Topeng.
Pathet dalam pertunjukan wayang kulit Purwa menggunakan istilah: pathet Sepuluh,
pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Miring dan patet Serang. Sedangkan untuk
wayang Topeng menggunakan istilah: pathet Bem, pathet Pengasih dan pathet
Barang. Penggunaan istilah-istilah sering masih rancu yang untuk wayang kulit
Purwa digunakan dalam wayang Topeng (wawancara, Sumantri 4 Oktober 2014).
Penggunakan itu pada dasarnya tidak salah karena keduanya dalam praktik penyajian
memiliki struktur yang sama.
Dalam pertunjukan wayang kulit Purwa Malangan dan wayang Topeng memiliki
pathet serta struktur penyajian yang sama. Ada tiga versi dalam penggunaan istilah
pathet; versi (1) Mulai dari pathet Sepuluh, pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Miring
dan pathet Serang. (2) Ada yang menggunakan istilah dari pathet Wolu Gede, pathet
Wolu Cilik, pathet Sanga, pathet Sanga Miring dan pathet Serang. Versi (3) mulai
dari pathet Bem, pathet Pengasih dan pathet Barang.
Masing-masing pathet memiliki wilayah nada serta mode atau skala , berdasarkan
ada-ada Demung untuk memandu Dalang untuk pathet Sepuluh nada 5 (ma) 1 (ji)
dari skala nada (t-- y =1 2 4 5) , pathet Wolu nada 6 (nem) 2 (ro) dari skala

47
nada (y 1 2 3 5 6), pathet Sanga nada 6 (nem) 2 (ro), dan pathet Serang nada
7 (pi) 3 (lu) dari skala nada (y 7 2 3 5 6).
Tabel: jenis Pathet
No.
Versi 1
1.
Pathet Sepuluh

Versi 2
Pathet Sepuluh

Versi 3
Pathet Bem

Skala nada

2.

Pathet Wolu

Pathet Wolu Gede

ty...12...45

3.

Pathet Wolu Cilik

Pathet Pengasih

we...t6...12

4.

Pathet Sanga

Pethet Sanga

we...ty...12

5.

Pathet Sanga Miring

Pathet Sanga Miring

Pathet Barang

yu...23...56

6.

Pathet Serang

Pathet Serang

Pathet Serang

yu...23...56

ty...12...45

Dulu masing-masing pathet dalam ricikan Bonang tidak sama, sehingga pada saat
perpindahan pathet ada perpindahan posisi instrumen yang disebut sorog. Namun
sekarang susunan bonang sudah mengikuti susunan gaya Jawa Tengah lebih praktis
tidak menggunakan sorog. Berikut gambar susunan Bonang lama yang menggunakan
sorog:

Gambar (1): Susunan Bonang Pathet Wolu Gede

Dalam gambar () tampak nada 7 dan 3 diletakkan disisi pinggir kanan dan kiri
yang berarti tidak diaktifkan atau dipukul. Sedang nada-nada: 5 4 2 1 6

48
ditaruh di posisi tengah yang rberarti nada-nada yang aktif atau yang ditabuh , dan
inilah wilayah nada pathet Wolu Gede [ 5 6 1 2 4 5 ].
Gambar (2): Susunan Bonang: Pathet Wolu

Gambar (3): Susunan Bonang: Pathet Sanga

C. Gending-gending dalam struktur Pertunjukan (lakon Rabine Panji Asmorobangun):


1. Pra-pertunjukan
a) Gending Pangeling; gending yang disajikan pertama dalam pagelaran apapun
adalah gending Eling-eling yang berfungsi sebagai doa. Eling berarti ingat
kepada Yang Maha Kuasa, Sang Pencipa sumber dari segala sumber kebenaran
dan kebajikan. Untuk memulai suatu pekerjaan apapun harus didasari ingat
kepada Yang Maha Adil, barang siapa menanam (kebaikan/keburukan) akan
manuai.

49
Figur: Gending Eling-eling Pelog Barang
2u2y

Buka:

.3.5

.6.g7

.2.3

.2.u

.6.5

.3.2

.5.3

6532

7656

327g6

[ 5672

3276

2327

3276

2327

3276

3565

762g7

6723

5327

6365

3732

5653

6532

7656

327g6 ]

[ .2.3

.2.7

.6.5

.3.2

.5.3

.5.2

.6.3

.5.g6

.7.2

.7.6

.2.7

.2.6

.2.7

.2.6

.3.5

.6.g7

[ .2.6

.2.6

.3.5

.6.g7

.3.7

.3.7

.3.2

.7.g6 ]

Sesegan

b) Gending Pedanyangan; setelah disajikan gending pertama gending Eling-eling,


kemudian disajikan gending kedua sebagai gending Pendanyangan yaitu gending
Lirkantu. Disebut gending Pedanyangan karena disajikan untuk menghomati
(metri) dan permisi kepada danyang tempat dilaksanakan pertunjukan. Seorang
dalang Kasnam (60 tahun) menyatakan bahwa sering terjadi sesuatu yang tidak
diingankan ketika lupa tidak menyajikan gending pedanyangan. Dimanapun kita
berada diperlukan sikap hormat, santun dan permisi adalah sikap hormat.
Figur: gending Lirkantu Pelog Bem
1653

Buka:
[

.6.5

.3.g2

.3.5

.3.p2

.5.6

.5.n3

2165

y12p3

.6.5

.3.ng2 ]

50

c) Gending Gembongan atau

Giroan;

Gending gembongan adalah gending-

gending yang disajikan tanpa vokal atau sinden (instrumental). Gending utama
yang disajikan dalam sajian gembongan ada gending; Krangean, Loro-loro dan
Ondel-ondel. Setelah tiga gending tersebut bisa disajikan gending-gending lain
sebagai pengisi waktu dan hiburan. Tiga gending utama tersebut bagi masyarakat
Malang memiliki makna tertentu yaitu: Krangean (capailah, raihlah), Loro-loro
(luru-luru

= carilah dengan berbagai cara), Ondel-ondel (gondelana, gonen

gondelan = gunakanlah pegangan). Dari rangkaian sajian gending tersebut


mempunyai makna lurua, ranggehen bebener sejati, gonen gondelan (carilah,
raihlah kebenaran sejati jadikanlah pegangan hidup).
Gending gembongan juga disebut gending giro atau giroan merupakan gending
yang penyajianany tanpa vokal (instrumental). Gending-gending giro yang lazim
disajikan yaitu gending Dewi, gending Gunungsari, gending Semangkiran dan
sebagainya.

Gending Loro-loro:
.332

Buka:
[

2332

.7.g6

.7.6

.7.p6

.3.5

.3.n2

.3.2

.3.p2

.3.5

.7.ng6 ]

Gending Krangean
1653

Buka:
A. [

.6.5

.3.g2

.3.2

.3.p2

.5.6

.5.n3

.5.3

.5.p3

.5.6

.5.n3

51

B. [

.5.6

.7.2

.3.2

.7.6

.3.5

.6.5

.3.2

.7.6

.3.5

.6.p5

.3.2

.7.ng6 ]

..22

..2p2

.7.5

765n3

.732

..2p2

..56

765n3

..65

2365

..72

3276

..23

55..

5672

3276

..23

55..

5672

327ng6 ]

Gending Gondhel nyanga

Buka:
[

.532

.532

5523

56!g6

.1.5

.6.p1

.5.6

.1.n6

.5.3

.2.p1

.2.3

.5.n3

.5.3

.2.p1

.2.3

.5.n3

.5.6

.3.p5

.2.3

.5.ng6 ]

2. Pertunjukan
a) Obong-obong; setelah sampai pada waktu tertentu sajian gending-gending giroan
dihentikan masuk pada pertunjukan pokok yaitu cerita wayang. Untuk mengawali
cerita sang Dalang mengambil tempat di bagian depan posisi gamelan di situ
sudah tersedia kotak dan pepyak untuk memberi aba-aba gending dan dialog
wayang. Dalang membakar dupa atau kemenyan disertai membaca doa yang

52
intinya memohon keselamatan bagi semua pemain, yang punya hajat dan
penonton serta permisi kepada danyang atau cikal-bakal desa tempat di mana
pertunjukan dilaksanakan. Bagian ini yang disebut bagian obong-obong yang
artinya membakar (dupa), secara visual membakar dupa namun pada dasarnya
membaca doa permohonan kelamatan. Adegan ini suasananya hening, sakral
gendingnya Ayak Wolu.
b) Adegan I: Golekan, Beskalan Patih; setelah selesai obong-obong dalang
membunyikan kothak sebagai tanda minta gending untuk tari Beskalan Patih.
Adegan ini disebut golekan tariannya Beskalan Patih atau topeng Patih yaitu
tokoh putra dengan karakter gagah semu gecul, gendingnya Klapa Endek. Istilah
golekan , Beskalan Patih dan Klapa Endek memiliki makna tertentu. Istilah
golekan berarti golekana (carilah) makna cerita yang akan disajikan, karena
pada hakekatnya pertunjukan Wayang Topeng bukanlah sekedar hiburan, tetapi
menyampaikan ajaran-ajaran nilai-nilai kehidupan yang luhur (piwulang luhur).
Tari Beskalan Patih gendingnya Klapa Endek, istilah beskalan dari kata
bakalan, kata patih berasal dari kata bangtih (abang-putih), serta kata klapa
endek berarti pohon kelapa yang masih kecil dalam bahasa Jawa disebut cikal.
Bila disusun kata-kata tersebut berbunyi cikal bakale (manungsa) saka abang
lan putih (asal mula manusia dari unsur merah dari ibu dan putih dari ayah).
Jadi secara keseluruhan adegan tari Beskalan Patih dengan gending Klapa Endek
mempunyai makna carilah hakekat manusia berasal dari dua unsur merah dari ibu
dan putih dari ayah. Pengertian tersebut bukan pengertian secara harafiah namun
makna secara spiritual.

53
c) Adegan II: jejer Kerajaan Kediri
d) Adegan III: kedatangan tamu utusan dari kerajaan Jengolo dan Prancang
Kencana. Kedua tamu tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu meminang
putri raja Kediri yang bernama Dewi Sekartaji. Adegan ini suasananya
....gendingnya ....
e) Perang gagal; karena kedua utusan bersikeras untuk mendapatkan Dewi Sekartaji
akhirnya berperang. Masing-masing adu kekuatan tidak ada yang menang dan
tidak ada yang kalah, masing-masing melarikan diri (perang gagal).
f) Transisi dari pathet Wolu ke pathe Sanga atau Pengasih, dalang melantunkan
Sendon Pengasih.
g) Adegan selingan Tari Bapang karakter gecul ... gendingnya Kalongan
h) Adegan III: Panji Asmorobangun disertai punakawan Jarodeh dan Prasanta yang
setia menemani sang Panji suasana sigrak gendingnya Grebeg Pengasih. Panji
Asmorobangun dirundung asmara dan dihibur oleh punakawan Jarodeh dan
Prasanta Dalang melantunkan Sendon gandrung.
i) Adegan IV: Cokrokembang
j) Adegan V: Kerajaan Kediri
k) Temu manten
l) Adegan Gunungsari dan Patrajaya
m) Gurisa Serang
n) Penutup

54
3. Pos-pertunjukan
Tabel: struktur pertunjukan Wayang Topeng.
No.

Adegan

Suasana/karakter

Gending

1.

Dalang obong-obong

Sakral

Gending Ayak

2.

Beskalan Patih

Sakral

Gending Klapa Endek

3.

Jejer I Kerajaan Kediri

Agung

Gending Lambang

4.

Adegan Tamu

Regeng

Gending Grebeg Alus

5.

Perang Gagal

Tegang

Gending Grebeg Playon

6.

Jejer II Sabrangan Klana

Gagah

Gending Setro atau


Bajulngantang

Pengasih

Tenang

Sendon Pengasih

Adegan selingan Bapang

Gecul

Gending Kalongan

Asmorobangun

Sigrak

Gending Grebeg Pengasih

10.

Adegan gandrung

Asmara

Sendon Gandrung

11.

Jejer IV Cokrokembang

Wingit

Gending Lambangsiak

12.

Jejer Krajaan Kediri

Regeng syukur

13.

Adegan mantenan

Sakral riang

14.

Beksan Gunungsari

Syukur semeleh

Gending Pedat mingah


Galoirig mlebet Gondoriyo

mundur/bedol

Semangat/greget

Girisa Serang mlebet grebeg


Serang

Penutup

Lega semeleh

7.
8.
9.

15.
16.

Peralian ke Pathet

Jejer III Panji

Gending Grebeg Payon


Miring atau Pisangwana
Gending Senen

Gunungsari

Gending Sintren Serang

D. Makna Kontekstual
Dari urai tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gending-gending dan
struktur gending di dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki fungsi dan
makna simbolik sebagai berikut:
1.

Fungsi iringan; yaitu kehadiran gending melalui garap ricikan Kendang ragam
cengkok tabuhannya mengiringi, mengikuti gerak-gerak ragam tari wayang.

55
Dalam hal ini gending memberi tekanan masing gerak yang karakter masingmasing tokoh berbeda-beda meliputi: tarian Klana Sewandana yang gagah, Panji
dan Gunungsari putra alus, Bapang gecul atau lucu, Sekartaji putri alus dan
sebagainya.
2. Gending menciptakan suasana; yaitu setiap adegan dhalang akan meminta
kepada pengawit dengan sasmita tertentu gending yang sesuai dengan suasa atau
karakter tokoh dalam adegan yang akan ditampilkan. Untuk adegan Jejer Jawa
gending Lambang, Jejer Sabrang gending Setro, adegan Bapang dengan gending
Kalongan, adegan Gunungsari dengan gending Pedhat dan seterusnya.
3. Konteks sosio-religius; yaitu penyajian gending sebagai ungkapan emosional
religius masyarakatnya. Pada adegan golekan tari yang disajikan tari Topeng
Patih dengan iringan gending Klapa Endek, merupakan makna simbolik bahwa
manusia diciptakan oleh Maha Pencipta melalui ayah dan ibu. Dengan kata lain
cikal bakal manusia berasal dari unsur ayah (putih) dan unsur ibu (merah). Untuk
itu orang tua merupakan tokoh sentral yang sangat dihormati, maka disebut
Pangeran Katon.
4. Konteks nilai moral laku utama (budi pekerti luhur); yaitu dalam struktur sajian
gending-gending Eling-eling-Krangean-Loro-loro dan Gondel

pada pra-

pertunjukan mempunyai makna simbolik menyadarkan (eling) bahwa untuk


mencapai kehidupan dan manusia yang bijak harus mencari

pegangan

tridharma: berpikir baik, berucap baik dan bertindak baik.


5. Konteks berkehidupan, bagaimana tingkah laku bermasyarakat yang religius
serta
6. Menjaga

keseimbangan dengan alam, menghormati makhluk halus sebagai

sesama ciptaan Tuhan.

56

Figur: huubungan inteegral gendinng, pertunju


ukan dan buudaya

judul
gending

kehidupan:
perang baik
buruk

menghorm
ma
ti sesam
ma
makhluk

nilai moral

perilaku
p
r
religius

Tampak dalam
d
gam
mbar hubungan integraal antara gending,
g
peertunjukan Wayang
W
Topeng daan budaya masyarakat
m
yang religiius sinkretikk. Kelestarian budaya Wayang
W
Topeng di Desa Kedungmon
K
nggo Pakisaji Malanng sampai sekarang karena
keterkaitaan satu sam
ma lain yaang saling mendukunng. Mekipuun dalam perkemp
bangannya ada kecennderungan penciptaan
p
baru
b
yang melepaskan
m
diri dari keehidupan
n pengembaangan Wayyang Topen
ng untuk
tradisi, haal tersebut akan mempperkaya dan
berbagai kepentingan
k
n.

57

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari Bab I Pendahuluan, Bab II Gambaran Umum, Bab III tentang
Pertunjukan Wayang Topeng serta Bab IV tentang Karawitan Dalam Pertunjukan
Wayang Topeng dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Malang menurut wilayah administratif mengalami perkembangan dari Kabupaten
menjadi Kabupaten dan Kota. Dari Kabupaten dan Kota Malang dipecah lagi menjadi
Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu.
2. Secara kultural tidak mengalami perubahan sebagai pengaruh pemekaran wilayah,
dan dikalangan seniman timbul istilah baru yaitu Malang Raya istilah ini untuk
menyebut budaya Malangan melingkupi wilayah Malang lama (Malang Kota,
Kabupaten Malang dan Kota Batu) dimana kehidupan kesenian dan berkesenian
masyarakat masih punya ikatan emosional dan kerjasama.
3. Berbagai jenis kesenian tradisi hidup dan berkembang diwilayah Kabupaten Malang
utamanya kesenian Wayang Topeng merupakan kesenian yang mampu berkembang
dan meregenarasi dengan baik dalam masyarakat.
4. Masyarakat tradisi dan seniman Wayang Topeng pada umumnya masih memegang
teguh sistem religi atau kepercayaan tradisi dalam menjaga keseimbangan kehidupan
dengan alam lingkungan serta melakukan berbagai ritual untuk mengenal dan
menghormati (metri) roh leluhur, cikal bakal, semua makhluk dan Yang Pencipta
sebagai Yang Maha Kuasa.

58
5. Pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki ciri-ciri yang spesifik sehingga dapat
disebut sebagai Wayang Topeng gaya Malang atau Malangan. Pertunjukan Wayang
Topeng Malang lekat tak terpisah dengan sistem kepercayaan masyarakatnya. Dalam
pertunjukan Wayang Topeng terkandung nilai filosofis tentang hidup dan
berkehidupan.
6. Ciri-ciri tersebut meliputi semua unsur pertunjukan: gaya pertunjukan, karakterisasi
penokohan, keragaman topeng ( bentuk, ornamen, warna dan karakterisasi),
tatabusana, karawitan.
7. Keberadaan Karawitan
a. Secara tekstual

Karawitan Topeng Malang, menggunakan gamelan dengan

sistem laras Pelog, terdapat sistem Pathet, varian repertoar gending serta tehnik
garap yang khas. Dari kajian Karawitanologi Karawitan Topeng Malang memiliki
konsep musikal cukup signifikan sebagai gaya karawitan perlu untuk dikaji lebih
mendalam.
b. Fungsi Karawitan dalam pertunjukan sebagai sajian mandiri dan iringan penguat
suara pertunjukan serta memberi makna-makna simbolik dalam pertunjukan.
c. Secara kontekstual Karawitan Topeng memiliki makna sibolik terkait dengan
budaya masyarakat dan sistem religi yang masih diyakini yaitu Piwulang Kawruh
Luhur. Gending-gending yang digunakan dalam pertunjukan secara terstruktur
dari pra-pertunjukan (Eling-eling, Krangean, Loro-loro dan Gondel) mengandung
makna bahwa manusia hidup harus selalu ingat dan mencari ilmu sebagai
pegangan kehidupan berperilaku utama (luhur).
Pada fase pertunjukan mulai adegan dan gendingnya dari dalang obong-obong
sebagai doa pembukaan dan permisi kepada Pedanyangan setempat.

Adegan

59
Topeng Patih (Bangtih) dengan gending Klapa Endek (cikal) merupakan simbol
terjadinya (cikal bakal) manusia dari unsur merah dari ibu dan putih dari ayah.
Garis besar struktur cerita meliputi: Adegan Jawa dilanjutkan Grebeg Jawa,
Adegan Sabrang diikuti Grebeg Sabrang dan terjadi perang gagal. Setelah perang
gagal adegan selingan yaitu tari Bapang dengan Kalongan. Adegan Kapanditan
dilanjutkan perang lakon dan ditutup tari Gunungsari dengan iringan gending
Pedhat dan Galo Irig.
Dalam struktur adegan tersebut mengandung makna bahwa kehidupan manusia
adalah selalu perang antara kebaikan dilambangkan Jawa dan keburukan
dilambangkan Sabrang dan selalu ada penghalang dilambangkan Bapang yang
perlu diminimalisir (gending Kalongan). Kapanditan tempat mencari ilmu
kesempurnaan dengan menyaring (Galo Irig) untuk mendapatkan keselamatan
(Gunungsari) hidup dan kehidupan setelah mati.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan hubungan kontekstual Karawitan,
Pertunjukan Wayang Topeng dan budaya masyarakatnya, ketiga merupakan
kesatuan yang integral dalam membentuk suatu makna. Ketiga unsur saling
terkait tidak bisa dipisahkan dalam. Dapat dikatakan bahwa pertunjukan Wayang
Topeng merupakan ekspresi budaya masyarakat dalam menciptakan kehidupan
yang harmonis anatara mikrokosmos dan makrokosmos.

B. Saran
Penelitian ini dengan keterbasan dana dan waktu, hasil tentu masih sangat terbatas pula.
Sekecil apapun sudah dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian lebih
lanjut. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji bentuk kesenian karawitan Topeng

60
Malang dalam konteks budaya masyarakat pendukungnya. Hal ini dipandang perlu untuk
mengimbangi pengembangan yang cenderung menuju pada konteks pertunjukan
modern yang mementingkan apresiasi indrawi dan tercerabut dari konteks budaya
masyarakat tradisinya.
Tanggapan kritis serta saran diharapkan untuk perbaikan tulisan ini. Secercah harapan
bagi tim peneliti, dapatnya tulisan ini bermanfaat.

61

Kepustakaan
Anderson, Benedict, R.OG
2000
Mitologi dan Toleransi Orang Jawa (Penerjemah dan penyunting:Ruslani,
Qalam, Yogyakarta
Baal, J.van
1987 Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya, Jilit I , Gramedia
Jakarta.
Becker, Judith
1993
GAMELAN STORIES: Tantrism, Islam, and Aestetics in Central Java.
Program for Southeast Asian Studies Arizona State Universtity
Daeng, Hans J. Dr.
2000
Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Eliade, Mircea
2002
Sakral dan Profan (Penerjemah: Nurwanto), Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta
------ ,, --------2002
Mitos Gerak Kembali Yang Abadi. (Penerjemah: Cuk Ananta), Inc Teraliter,
Yogyakarta
Endraswara, Suwardi
2003 Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme Dalam Budaya
Spiritual Jawa. Penerbit: Narasi Yogyakarta
------- ,, --------------2003 Metode Penelitian Kebudayaan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Geertz, Clifford
1960 The Rerligion of Java. The University of Chicago Press
------- ,, --------1992 Kebudayaan dan Agama (Penerjemah: F Budi Hardiman). Kanisius,
Yogyakarta
Geertz, Clifford
1996

Tafsir Kebudayaan. Kanisius Yogyakarta.

Hidayat, Robby, Drs., M.Sn.


2008
Wayang Topeng Malang. Penerbit: Gantar Gumelar Malang

Kartodirdjo, Suyatno.

62
1995

Penelitian Bidang Seni dan Metodologinya, makalah


Peneliti Madya Dosen STSI Surakarta.

Penataran Tenaga

Kaplan, David dan Maners, Albert A


2000
Teori Kebudayaan. (Penerjemah: L. Simatupang), Pustaka Pelajar Yogyakarta
Murtadho, M
2002

Onghokham
1972

Islam Jawa: Keluar Santri vs Abangan. Lapera Pustaka Utama


Yogyakarta

The Wayang Topeng World of Malang. Cornell Modern Indonesa Project.

Prajapangrawit, R. Ng. (Penyunting Sri Hastanto, Sugeng Nugroho).


1990
WEDHAPRADANGGA Serat Riwayating Gamelan. Penerbit: Kerjasama
STSI Surakarta dab The Ford Foundation.
Palgunadi, Bram
2002
Serat Kandha Karwitan Jawi, penerbit: ITB
Sabar
1996
Tembang Macapat Gaya Malangan. Skripsi Program S1 Jurusan Karawitan
Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya.
Soelarto, B.
Sumarsam
2003
Soeroso
1983

Topeng Madura (Topong). Penerbit: Proyek Pengembangan Media


Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Dep. P dan K.
GAMELAN Interaksi Budaya dan Perkembangan Musikal di Jawa. Penerbit:
Pustaaka Pelajar Yogyakarta. ISBN: 979-3237-71-6
GAMELAN A. penerbit: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Proyek
Pengadaan Buku Pendidikan Menegah Kejuruan.

Supanggah, Rahayu
1995
Seni Tradisi Bagaimana Ia Berbicara, makalah Penataran Tenaga Peneliti
Madya Dosen STSI Surakarta.
Surwedi, Ki
2007
Layang Kandha Kelir (Seri Ramayana). Penerbit: Kerjasama Forum Latihan
Dhalang Jawa Timuran (Forladaja) dan Bagaskara Yogyakarta.

----------------- Layang Kandha Kelir Jawa Timuran (Seri Mahabharata). Penerbit:


arasvatiBooks Yogyakarta.
2007

63
Sutarno
2002

Pewayangan Dalam Budaya Jawa (dalam) Dewa Ruci Jurnal Kajian dan
Penciptaan Seni Vol. I, No. I, April 2002.

Sutarto, Ayu dan Setyo Yuwana Sudikan (editor)


2008
Pemetaan Kebudayaan di Jawar Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-Nilai
Positif. Penerbit: Biro Mental Spiritual Pemerintah Daerah Jawa Timur
berkerjasama Kompyawisda Jatim-Jember.
Suyanto. S.Kar. M.A.
2002
Wayang Malangan. Penerbit: Citra Etnika Surakarta.
Sutton, R. Anderson
1991
Traditions of Gamelan Music in Java: musical pluralism and regional
identity. Penerbit: Cambridge University Press.
Timoer, Soenarto
1980
Topeng Dhalang di Jawa Timur. Penerbit: Proyek Sasana Budaya Dirjen.
Kebudayaan Dep. Dik. Bud. Jakarta.
Tim ------1987
Ensiklopedi Seni Musik dan Tari Daerah Jawa Timur penerbit: Proyek
Pengembangan Dep.Dik Bud. Prop. Jawa Timur.
Waridi
2002
Jineman Uler Kambang: Tinjauan Dari Berbagai Segi. (dalam) Jurnal Dewa
Ruci Jurnal Kajian dan Penciptaan Seni Vol. I, No. I, April 2002.

64
Lampiran-lampiran

Lampiran (1): Biodata Narasumber

1. Nama
Jenis kelamin
Tempat, lahir
Alamat
Profesi

2. Nama
Jenis kelamin
Tempat.lahir
Alamat
Profesi

: Sumantri
: Laki-laki
: Malang, 6 Maret 1954
: Desa Urung-urung Rt. 01, Rw. 02 No. 1003, Kelurahan Bangkalan,
Kecamatan Sukun, Kota Malang.
: - Pengrawit (pengendang) Wayang, Tayub, Klenengan Malangan
- Pimpinan Sanggar KarawitanLoka Budaya
- Guru Karawitan
- Pencipta gending dan vokal Karawitan.
: Suroso, Drs., M.Pd.
: Laki-laki
: Malang, 8 Nopember 1971
: Jl. Prajurit Slamet, Dusun Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang.
: - Pimpinan Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun
- Penari Topeng (karakter gagah)
- Guru/pelatih tari Topeng
- Pengrawit Wayang Topeng (pengendang)

3. Nama
Jenis kelamin
Tempat lahir
Alamat
Profesi

: Kasnam
: Laki-laki
: Malang, 62 tahun
: desa Talun, Kecamatan Najum, Kabupaten Malang
: - Dhalang Wayang Topeng
- Dhalang Wayang Kulit Purwa

4. Nama
Jenis kelamin
Tempat lahit
Alamat
Profesi
Klenengan.

: Tugas Suprayogi
: Laki-laki
: Malang,
:
: - Pengrawit Wayang Topeng, Wayang Kulit Purwa, Tayub,

65
Lampiran (2) Repertoar Gending Malangan
1. Gending Pedanyangan.
1.1. Gending Eling-eling Pelog Barang
2u2y

Buka:

.3.5

.6.g7

.2.3

.2.u

.6.5

.3.2

.5.3

6532

7656

327g6

A.

B. [

5672

3276

2327

3276

2327

3276

3565

762g7

6723

5327

6365

3732

5653

6532

7656

327g6 ]

C. [ .2.3

.2.7

.6.5

.3.2

.5.3

.5.2

.7.2
.2.7

.6.3

.7.6
.2.6

.5.g6

.2.7
.3.5

.2.6
.6.g7

Sesegan
[ .2.6

.2.6

.3.5

.6.g7

.3.7

.3.7

.3.2

.7.g6 ]

1.2. Gending Lirkantu Pelog Bem


1653

Buka:
[

.6.5

.3.g2

.3.5

.3.p2

.5.6

.5.n3

2165

y12p3

.6.5

.3.ng2 ]

66
2. Gending Gembongan
2.1. Gending: Giro Loro-loro, Bem
.2.1

Buka:

A.

B.

.2.1 2211

.6.g5

.p6.n5

.p6.n5

.p6.n5

.p2.g1

.p2.n1

.p2.n1

.p2.n1

6p46g5

2p64n5

2p64n5

2p64n5

2p32gn1

5p26n1

5p26n1

6p46g5 ]

5p26n1

2.2. Gending Loro-loro, Barang


.3.2

Buka:
[

3322

.7.g6

.7.p6

.7.p6

.3.p5

.3.n2

.3.p2

.3.p2

.3.p5

.7.ng6 ]

2.3. Gending Krangean


1653

Buka:
A. [

B. [

.6.5

.3.g2

.3.2

.3.p2

.5.6

.5.n3

.5.3

.5.p3

.5.6

.5.n3

.5.6

.7.2

.3.2

.7.6

.3.5

.6.5

.3.2

.7.6

.3.5

.6.p5

.3.2

.7.ng6 ]

..22

..2p2

.7.5

765n3

.732

..2p2

..56

765n3

..65

236p5

..72

327n6

..23

55.p.

5672

327n6

..23

55.p.

5672

327ng6 ]

67

2.4.Gending Gondhel nyanga


.532

Buka:
[

.532

5523

56!g6

.1.5

.6.p1

.5.6

.1.n6

.5.3

.2.p1

.2.3

.5.n3

.5.3

.2.p1

.2.3

.5.n3

.5.6

.3.p5

.2.3

.5.ng6 ]

2.5. Gending Slukatan


...P

Buka: kendang

.P.gB
...g6

[ .p5.n6

A.

.p5.n7

.p5.gn7

.p5.n7

.p5.n7

.p5.n7

.p5.gn2

.p5.n2

.p5.n3

.p5.n3

.p5.n2

.p5.n2

.p5.n3

.p6.n3

.p5.gn6 ]

[ 7p57n6

B.

.p5.n6

7p57n6

7p57n6

3p53gn6

3p53n6

3p53n6

3p53n6

3p56gn7

5p25n7

5p25n7

5p25n7

6p53gn2

3p53n2

5p65n3

5p65n3

6p53gn2

3p53n2

5p65n3

5p65n3

7p57gn6 ]

3. Gending Karakter Gagah


3.1. Gandabaya nyanga
6653

Buka:
[

356p3
323p5

521n6
653n2

.5.2
232p1
165p3

.1.g6
653n2
521gn6 ]

68
3.2.

Gending Bajul Ngantang


Buka: .5.2
[

3516

.3.1

.3.g2

.62.

262n.

262p3

563n5

.62.

262n.

262p3

563n5

656.
.5.p2

353.
351n6

656.
.3.p1

353./

.66.

.3.gn2]/ .5.2

3.3. Gending Setro nyanga


3532

.6.1

.6.gG5

A [:.6.p1

.6.n5

.6.p2

.6.n1

.6.p2

.6.n1

.3.p2

.6.ng5 ]

Buka:

B. [: 2621

3.4.

2612

532n1

5612

5321

3532

616g5 ]

C. [:212p6

216n5

464p2

532n1

561p2

532n1

353p2

616g5 ]

Gending Gagak Setro nyanga


6561

.3.2

.6.g5

.6.1

.6.p5

.6.2

.6.n1

.6.2

.6.p1

.3.2

.6.ng5

6542

.4.5

.2.gn1

.3.2

.3.p1

.5.6

.5.n3

.5.6

.5.p3

6542

452ng1

Buka:
[

3.5.

646n5

Gending Setro Bangkalan


Buka:
[

5653 .66. 5653


3516

.3.1 2312

69

3.6.

Gending Gandabaya nyanga


6653

.5.2

.1.gn6

356p3

521n6

232p1

653n2

323p5

653n2

165p3

521ng6

Buka:
[

4. Gending alus
4.1. Gending Lambang
6561

.3.2

.6.g5

[ .2.1

.2.p6

.1.5

.3.n2

...6

.5.p3

...6

...n5

...2

...p3

6532

123n1

.5.6

.1.p6

.2.1

.6.gn5 ]

Buka:

4.2. Gending Daningkung


3235

1653

.1.2

.1.g6

2165

3561

.3.2

.1.6

..62

.6.p1

.6.5

.6.n3

.1.2

.3..

.3.2

.3.5

.1.6

.5.p3

.1.2

.1.ng6 ]

Buka:
[

4.3. Gending Pedhat


5251

Buka:

A.

[ .5.7
.5.2

.5.p6
.5.p3

.5.7
.5.7
.5.7

.5.ng6
.5.n3
.5.ng6 ]

3216

70
B.

[: 232p7

327n6

232p7

565n3

767p2

565n3

232p7

327g6 ]

4.4. Gending Galo Irig:


[: 72..

A.

B.

725p3

72..

727n6

72..

725p3

7265

365n3

.7.6

.7.p2

.5.6

.5.n3

.2.3

.2.p7

.3.2

.7.gn6 ]

.732

672p3

.7.2

.7.n6

.3.5

.6.p3

.6.5

.2.n3

6523

652p3

.6.5

.2.n3

.2.3

.2.p7

.3.2

.7.gn6 ]

4.5. Gending Rembe


6265

.2.1

.5.gn4

6542

.5.p4

.621

.6.n5

.621

.6.p5

.2.1

.5.ng4

..61

6545

.2.1

.6.gn5

3265

232n1

3265

156n1

3216

2321

6456

216g5

235.

121n6

235.

121n6

546.

654n5

6123

532g1 ]

Buka:
[

5. Gending Karakater Agung


5.1. Gending Narasala
Buka:
[

5.2. Gending Gandakusuma


.t.5

Buka:
[

wety

.2.1

.y.gnt

3212

3123

5616

21yt

3212

5321

5616

21ygt

71

3212

3123

5616

21yt

3212

5321

3265

@#@g!

#@!@

6356

@#@!

6535

3212

5321

6656

535g6

#@!@

6356

@#@!

6545

4212

5421

321y

21ygt ]

6. Gending Karakter Sigrak


6.1. Gending Gandariya Jawa
2572

Buka:

.6.5

.3.gn2

[ 732p7

635n6

327p6

525n3

653p2

356n7

257p2

653ng2

....

332p7

2572

327n6

.666

327p6

7535

365n3

.3.3

653p2

3562

356n7

.7.7

267p2

7653

653gn2 ]

Balungan nikeli:

6.2. Gending Blandaran


.1.2

.1.3

.1.gn6

[ .132

.1.6

.1.3

.1.2

.1.3

.1.2

.1.5

.1.gn6]

Buka:

6.3. Gending Sapurenggo


...gn1

Buka: kendang
[ ....

3123

.6.5

.3.2

.352

6561

..35

6532

72
.1.6

.1.6

2165

2356

.161

6535

5621

326gn1]

6.4. Gending Esek-esek


Buka:

...gn5

kendang
[ .253

5235

.253

5216

...1

...6

.11.

232gn1

...2

...1

.55.

5612

.316

216gn5]

7. Gending Karakter Gecul


7.1. Gending Lambang Siak
.365

Buka:

32.3

565gn3

[ ....

672p3

..27

672n3

.732

.73p2

76.7

232n7

....

327p6

7653

235n6

.365

.36p5

32.3

565gn3 ]

.1.2

.1.3

[ .p1.n6

.p1.n2

.p1.n3

.p1.gn5

.p1.n5

.p1.n2

.p1.n3

.p1.gn6 ]

.777

3276

5356

[ 757n6

757n6

757n6

3.3gn.

757n6

757n6

757n6

3.3gn.

777n7

327n6

535n6

2.2gn.

777n7

327n6

535n6

2.2gn.]

7.2. Gending Kalongan


Buka:

.1.gn6

7.3. Gending Limbuk


Buka:

2.2gn.

73

7.4. Gending Dendang Malang


...gn5

Buka: kendang
[ ....

1235

1653

1235

....

3123

5321

5612

....

5321

3216

3562

55..

2356

3632

123gn5 ]

.22.

2356

.753

[ .327

232p.

6567

656n.

6567

656p.

3537

353n.

3537

353p.

5657

565n.

222.

235p6

.753

653gn2 ]

7.5.Gending Orang-aring
Buka:

653gn2

8. Gending Ayak
8.1. Ayak Wolu
Buka: beman/kendang:

...g1

2165

245g6

[ .3.6

.3.6

1561

216g5

.2.5

.2.5

5612

454g2

.5.2

.5.2

1245

6421

.4.1

.4.1

5425

421g6 ]

8.2. Srepeg Wolu Gedhe


...g2

Buka: beman/kendang:
....
[

f.

.4.1

5615
.4.1

.6.3
5425

.2.g1
4216

.4.6

.4.6

1561

2165

.2.5

.2.5

4612

4542

.4.2

.4.2

1245

642g1 ]

6666

555g5

74
8.3.Ayak Srepeg Panji Wolu
Buka:

.1.1

.1.1

6465

621g6

[ .4.6

.4.6

4542

124g5

.2.5

.2.5

2412

454g2

.5.2

.5.2

3123

532g1

.4.1

.4.1

4565

321g6 ]

.666

4542

124g5

f.

.666

8.4. Grebeg Panji


...g5

Buka: beman/kendang:
[ 1615

1312

3532

161g5 ]

75
Lampiran 3: Suwaka dan Sendon

1. Sendon Wolu
1

5,

6 6

6 6

O . . . , Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Manik Maya


6

5 !

z5c4

Sang Manik ma nung gal


4 5 5

5 5

5 5 5

A wu jud an ing sun pri ba di


4

5 6

6 6

6 !

5 4

z2c1

2 z3x2x.c1

Kang a na

ma nik pa ni ngal ingsun, pa ni ngal ing sun

2 2

2 2

2 zyc1 y

Ing sun sang ka ma a di

wa se sa

3 3

3 3

Ku wa sa
y

Man di

lung guh ku,

2 zyc1

3 z2x1x2c3

se gi ta meng

1
ku

zyx.ct

u cap ku

Syair: (1)
O, Sang Hyang Tunggal, Sang Manik Maya
Sang Manik manunggal,
Awujudan ingsun pribadi
Kang ana manik paningal ingsun, paningal ingsun
Ingsun Sang Kama Adiwasesa
Kuwasa lungguhku, segi tamengku, mandi ucapku.
Syair: (2)
Ingsun lungguhe dhalang sejati
Kelirira gambare jagad
Blencongira surya lan candra
Kothaknya kayu kastuba jati
Isinya nyawa lan suksma
Wayangira gambar maesan
Dhrodhoira panggedruging bumi
Sulingira panjeriting Widodari
Gamelanira mbok lara denok

76
Syair: (3)
O, wayangku gambar maesan
Kothaknya kayu cendhana
Tutupira babu Kawa
Isine nyawa kalawan suksma
Keprakku penggedruging pretala
Cempalanya wus munggwing asta
Sampun pepak sadaya pamrinci
Dadya salira tunggal
Dadya bayuning badan
Dadya teguhing slira
Syair: (3)
. . . . Wiyagane purbawasesa
Gendernya panuthuk barung
Kendange gelap ngampar
Kenonge padhaswara
Pekingnya panithil gending
Sarone jalak angoceh
Gong gede kinarya padhanira.

2. Greget Saut
!

@ @

z#x@c!

Ri ka ta mring ka na
6

Ma pa ra
!

z6c5

la wan te kap
@

Tu mang kep e

sa pu

z6c5

Sa pu Na ren dra

na ren dra

77
3. Greget Saut Wolu Alit
@ @ # #
A gul a gul
@
@ @
Lir pin da

# @
ka ton

@ !
wah yu

6 #
z c@ @
gi nu lung
6 6 6
tu mu run

! @
z x c# 5 3
z5c3 3
Cle ret bo lang keh an
3
3
Ra den
2 3
Par ta

3 3 3
Su te ja

z c2 2
1
man der

3 z5c6 6,
gi nu lung,

z x.x.x.c2
2
O,

z x.x.x.cy
y
O..

4. Ada-ada Gurisa Wolu


!
@
@
Pan sa mya

@ @
bu dhal

@ @ @
gu mu ruh

! @
# # # # z!x@c!
Ge gan cang an la ku ni

!
ra

6
! @ @ @
z c# ! !
z x6c5 5
Wa dya ba la sa mya ngi ring
@
! z6c@ !
Wus an dung kap

5 3
5 6
z c4
tla tah wa na

5 6
! @
z@c# !
Re but di ngin sa lang

z x6c5 5
!
tun jang

z3c2
dri

78
Syair Sendon
O, Sang Hyang Tunggal, Sang Manik Maya
Sang Manik manunggal,
Awujudan ingsun pribadi
Kang ana manik paningal ingsun, paningal ingsun
Ingsun Sang Kama Adiwasesa
Kuwasa lungguhku, segi tamengku, mandi ucapku.
Syair: (2)
Ingsun lungguhe dhalang sejati
Kelirira gambare jagad
Blencongira surya lan candra
Kothaknya kayu kastuba jati
Isinya nyawa lan suksma
Wayangira gambar maesan
Dhrodhoira panggedruging bumi
Sulingira panjeriting Widodari
Gamelanira mbok lara denok

Syair: (3)
O, wayangku gambar maesan
Kothaknya kayu cendhana
Tutupira babu Kawa
Isine nyawa kalawan suksma
Keprakku penggedruging pretala
Cempalanya wus munggwing asta
Sampun pepak sadaya pamrinci
Dadya salira tunggal
Dadya bayuning badan
Dadya teguhing slira
Syair: (3)
. . . . Wiyagane purbawasesa
Gendernya panuthuk barung
Kendange gelap ngampar
Kenonge padhaswara
Pekingnya panithil gending
Sarone jalak angoceh
Gong gede kinarya padhanira.
Ana siti pinendhem jroning bumi
Banyu kinelem ing toya

79
Lor kidul endi uwite
Miwah kulon lan wetan
Endi pungkasanira
Damar murub tanpa sumbu
Gumantung tanpa centhelan e..
Palwa ngemot jaladri
Kuda ngerap ing pandengan
Randu alas mrambat pare
Jaka bojone papat
Prawan nggendhong anak
Jago kluruk tengahe laut
Dudha durung krama
Eman temen raga puniki
Lamun mati teka tinilar
Luluh ajur tanpagawe
Yen tan ana welas ingsun
Kaya kurungan manira pasti
Rewangku ana donya
Bebarengan ngalor ngidul
Upama kurunganingsun emas
Sun ulet tirta wening
Pan dadi panunggalan
Ana rapal tanpa rupi
Sabdane para Pendhita
Petang petung ing ngandhape
Karangkurungan mega
Mega mendhung ngawang gunung
Si kesot ngideri jagad
Tapake kontul nglayang
Uget-uget nguntal gunung
Kyai limbangan ngangge tembang
Tembange sinom pengrawit
Nanging sampun ndika ina
Cumetha ndika melu ngangge
Ana reki soal mami
Jawaban kabeh iku
Tapake kontul nglayang
Banyu kinelem ing warih
Ngaku lanjar durung akrama

Anda mungkin juga menyukai