Judul:
Karawitan WayangTopeng
Dalam Konteks Budaya Masyarakat
Desa Kedungmonggo, Kec. Pakisaji, Kab. Malang
Tim Peneliti:
Ketua:
Drs. Suwarmin, M.Sn.
Anggota:
Sabar, M.Sn.
Luwar, M.Sn.
Joko Susilo, M.Sn.
Tenaga Laboran:
Hari Wirawan, M.Sn.
Dwi Syahru Romadon
Yudan Fijar Sugma Timur
Sekar Miyatani
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN
Judul:
Tim Peneliti:
Ketua:
Drs. Suwarmin, M.Sn.
Anggota:
Sabar, M.Sn.
Luwar, M.Sn.
Joko Susilo, M.Sn.
Tenaga Laboran:
Hari Wirawan, M.Sn.
Dwi Syahru Romadon
Yudan Fijar Sugma Timur
Sekar Miyatani
Mengesahkan:
LP2M STKW Surabaya
Kepala
ABSTRAK
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas limpahan rahmatNya
semata bahwa tim penelitian yang berjudul Karawitan Dalam Konteks Pertunjukan
Wayang Topeng Malang dapat menyelasaikan tugasnya dalam keterbatasan waktu, dana
dan kesibukan yang padat. Kami menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terbatas,
namun demikian besar harapan bahwasanya dapat memberi manfaat yang lebih besar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi konstribusi terhadap pengembangan
keilmuan dalam bidang Karawitan di Jawa Timur.
Kami menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesemapatan ini kami menyampaikan
terima kasih yang tulus kepada:
Ketua STKW Surabaya yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Pembantu Ketua I yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Pembantu Ketua II yang telah memberi kesempatan dan pendanaan
Kepala Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama yang telah
memberi kesempatan dan pendanaan.
Ketua Jurusan Karawitan
Para narasumber: Ki Sumatri tokoh pengrawit Malangan, Suroso pimpinan Wayang
Topeng Asmorobangun Kedungmonggo, Ki Kasnam dalang Wayang Topeng Malangan,
dan Tugas Suprayogi seorang pengrawit Malangan telah yang bekerjasama dengan baik.
Berbagai pihak yang tidak disebutkan di sini yang telah membatu dengan baik.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.. i
Halaman Pengesahan ii
Abstrak............................................................................................................................. .. iii
Kata Pengantar .. .iv
Keterangan Simbol ..v
Daftar Isi .vi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah .3
C. Tujuan Penelitian . .3
D. Manfaan Penelitian .. 4
E. Tinjauan Pustaka .. 4
F. Landasan Teori ............................................................................................................ 6
G. Metodologi Penelitian .. 7
H. Penyusunan Laporan 9
3. Budaya Malangan 13
4. Sistem Religi 15
B. Kesenian Malangan 17
1. Wayang Kulit Purwa ....... 17
2. Tayub .......... 18
3. Ludruk ..... 21
4. Karawitan Malangan ... 23
4.1.Karawitan Sebagai Musik Tradisi ........................................................... 23
4.2.Karawitan Dalam Konteks Masyarakatnya .............................................. 25
C. Desa Kedungmonggo Kampung Topeng ......................................................... 30
3. Post-Pertunjukan .................................................................................... 40
BAB: V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 59
B. Saran .................................................................................................................62
Kepustakaan ...............................................................................................................63
Lampiran-lampiran
Lampiran (1): Daftar Narasumber ............................................................................... 66
Lampiran (2): Repertoar Gending ................................................................................ 67
Lampiran (3): Suwaka .................................................................................................. 77
ix
BAB I
PENDAHULUAN
terdapat seni
pertunjukan Wayang Topeng. Cerita atau lakon yang dipertunjukkan yaitu cerita
siklus Panji. Berbeda dengan pertunjukan Topeng Dalang yang terdapat di Madua
yang menyajikan cerita Mahabarata dan Ramayana. Pertunjukan Wayang Topeng
Malang hidup dan berkembang di wilayah Kabupaten Malang bagian Timur meliputi
daerah Jabung, Precet, Jambuwer, Jatiguwi dan Kedungmonggo.
Kasanah pertunjukan Wayang Topeng Malang antara lain; cerita yang dimainkan
siklus Panji, menggunakan gamelan berlaras Pelog, gending-bending Malangan,
sastra atau bahasa Jaw dialek Malangan, gerak tari khas Malangan serta pertunjukan
dilakukan semalan atau sehari (sekitar delapan jam). Karena tokoh-tokohnya
menggunakan topeng, maka dialog antar tokoh dilakukan oleh dalang. Terdapat
beberapa tokoh saja yang bisa berdialog seperti Demang Mones, Jarodeh merupakan
2
tokoh punakawan yang bersifat humor (dagelan). Tokoh-tokoh ini bentuk topengnya
berbeda yaitu tanpa dagu.
Karawitan dalam pertunjukan memiliki fungsi yang penting yaitu; iringan tari,
memberi suasana tertentu pada setiap adegan dan tokoh serta membentuk alur suasana
dalam cerita. Peran Karawitan mulai dari
3
B. Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan tersebut di atas permasalahan yang ada dapat dirumuskan
dalam asumsi sebagai berikut:
1.
2.
Dalam Karawitan Wayang Topeng Malang terdapat unsur pisikal dan musikal
yang khas.
3.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang disampaikan,
maka tujuan
penelitian
4
D. Manfaat Penelitian
E.
Tinjauan Pustaka
Buku atau referensi tentang Karawitan Wayang Topeng Malang belum didapatkan.
Berikut beberapa buku referensi yang terkait dengan Karawitan Wayang Topeng
Malang; buku Ensiklopedi Seni Musik dan Seni Tari Daerah Jawa Timur hasil
penelitian tim yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Departemen Pendidikan
dan
beberapa jenis, repertoar serta istilah seni musik dan seni tari tradisi yang terdapat di
wilayah Jawa Timur.
5
Buku yang berjudul WAYANG MALANGAN yang ditulis oleh Suyanto (2002)
merupakan tulisan yang pijak pada tesis yang berjudul Wayang Malangan:
Background Performance and Perfomers hasil penelitian tentang Wayang Kuli Purwa
gaya Malangan. Di daerah Malang terdapat dua macam Wayang yaitu Wayang Kulit
Purwa dan Wayang Topeng. Meskipun berbicara tentang Karawitan, Pengrawit,
Gending, tetapi dalam konteks pertunjuan Wayang Kulit Purwa. Perbedaan antara
Wayang Kulit Purwa dengan Wayang Topeng yang tertama bercerita tentang
Mahabarata dan Ramayana sedangkan yang kedua berceritan tentan Panji.
Terdapat buku yang berjudul Wayang Topeng Malang yang ditulis oleh Robby
Hidayat (2008), secara garis besar berisikan tentang sekilas keberadaan Wayang
Topeng di Malang serta simbolisasi Wayang Topeng. Buku yang berjudul Topeng
Dhalang di Jawa Timur ditulis oleh Soenarto Timoer (1980) yang diterbitkan oleh
Direktorat Jendral Kebudayaan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Dalam buku ini terdapat ulasan tentang Topeng Malang serta beberapa jenis Topeng
serta Wayang Topeng di Jawa Timur.
R. Anderson Suton (1991) seorang anggota Associate Professor of Music, University
of Wisconsin-Madison Amerika menulis buku yang berjudul Traditions of Gamelan
Music in Java: musical pluralism and regional identity. Dalam saalah satu bab
bersub-judul: A major East Javanese tradition: gamelan music of SurabayaMojokerto-Malang. Secara garis besar mengidentifikasi berbagai jenis Karawitan
(music tradisi) sebagai identitas etnik di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur serta
melakukan perbandingan. Di suatu bab menguraikan tentang Karawitan SurabayaMojokerto dan Malang merupakan suatu kesatuan gaya mayor Jawa Timur.
6
Sabar (1996) dalam Skripsi program S1 pada Jurusan Karawitan Sekolah Tinggi
Kesenian Wilwatikta Surabaya mengkaji Tembang Macapat gaya Malangan. Dalam
tulisannya mendentifikasi tentang gaya musical Tembang Macapat budaya Malangan.
Dari uraian kajian pustaka di atas, belum ada yang mengkaji tentang Karawitan
Wayang Topeng Malangan sekaligus sebagai dasar perlunya penelitian tentang
Karawitan Wayang Topeng Malangan
F. Landasan Teori
Untuk mengkaji Karawitan Wayang Topeng Malang dalam konteks budaya
masyarakatnya diperlukan teori-teori sebagai landasan. Masyarakat Malang yang masih
memegang teguh budaya tradisi Jawa yang mengutamakan keseimbangan dan
keharmonisan dalam hidup bersama. Tema sentral budaya Jawa adalah keselarasan
hubungan unsur-unsur dalam jagad besar (macro cosmos) dan jagad kecil (micro
cosmos). Hal tersebut diformulasikan dalam gagasan-gagasan: (1) keselaran hubungan
manusia dengan alam adi kodrati, (2) keselarasan hubungan manusia dengan sesama
makhluk dan (3) keselarasan hubungan manusia dengan alam kebendaan (lihat, Sutarno,
2002:22)
Mengkaji tentang Karawitan mencakup beberapa unsur di dalamnya meliputi gamelan
dan ricikannya, laras, pathet, gending dan nama-nama gending. Wayang Topeng Dalam
budaya Jawa, sebuah nama mempunyai makna dan tujuan tertentu bagi yang memberi
nama dan yang diberi nama. Dalam Karawitan nama gending memiliki korelasi dengan
rasa gending dan peristiwa sosial budaya masyarakatnya (Waridi, 2002:125).
Teori teori tersebut digunakan rujukan penelitan bagaimana hubumgan kontekstual
Karawitan Wayang Topeng Malang dengan budaya masyarakatnya. Asumsi yang ada
bahwa antara Karawitan atau gending-gending yang digunakan dalam pertunjukan
7
Wayang Topeng serta budaya (sistem kepercayaan) mempunyai keterkaitan satu sama
lain. Bagaimana keterkaitannya ini menjadi hal yang perlu dicari jawaabannya.
G. Metodologi Penelitian
Sesuai dengan sifat data obyek yang diteliti yaitu Karawitan Topeng Dalang termasuk
bidang seni budaya maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Data yang diperoleh berbentuk deskripsi dan transkripsi. Analia data dilakukan dengan
dengan mereduksi data dengan mengklasikasi data sesuai dengan tujuan penelitian.
Penggunaan metode serta tehnik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga sesuai dengan
tahapan proses penelitian pengumpulan data, analisis dan laporan penelitian sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data:
Dalam pengumpulan data digunakan beberapa metode yaitu
1.1.
Metode Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung pada kegiatankegiatan yang terkait pertunjukan Wayang Topeng Malangan. Metode ini
untuk mendapatkan berbagai data dari peristiwa pagelaran serta berbagai
informasi dilingkung pertunjukan yang terkait dengan pertunjukan Wayang
Topeng Malangan.
1.2.
8
gending, Tugas Suprayodi pengrawit Wayang Topeng, Ki Kasnam dhalang
Wayang Topeng dan Suroso pimpinan Sanggar Topeng Asmorobangun
Desa Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Untuk
mendapatkan data yang valid wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu
secara individual dan bersama.
1.3.
Metode Kepustakaan yaitu mencari data atau informasi dari buku atau
referensi untuk mendapatka data tertulis yang relevan dengan tujuan
penelitian
1.4.
1.5.
Metode Transkrips Teks yaitu menyalin hasil rekaman maupun nara sumber
suara masikal ke dalam notasi lagu. Sistem notasi yang dipergunakan sistem
notasi Kepatihan.
1.6.
Sarana Penelitian
Untuk memperlancar serta mendapatkan hasil yang optimal dalam penelitian
ini diperlukan sarana penunjang penelitian sebagai berikut:
1.6.1. Alat tulis kantor (ATK)
1.6.2. Recorder audio-visual
1.6.3. Laptop
1.6.4. Audio-visual player
2. Analisa data:
Analia data dilakukan dengan mereduksi data dengan mengidentifikasi dan
mengklasikasi data sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Laporan Penelitian:
Hasil penelitian disusun menjadi sebuah Laporan Penelitian dipresentasikan dalam
forum seminar serta dipublikasi sehingga dapat diakses oleh khalayak.
H. Penyusunan Laporan
BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
B. Batasan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Landasan Teori
G. Metodologi Penelitian
H. Laporan Penelitian
10
BAB II
: GAMBARAN UMUM
A. Geografis dan Masyarakat Malang
B. Budaya Malangan
C. Karawitan dan Masyarakat
D. Desa Kedungmonggo sebagai Kampung Topeng
BAB III
BAB IV
: KARAWITAN
A. Gamelan
1. Perangkat dan Instrumentarium
2. Laras dan Pathet
B. Gending dalam Pertunjukan
1. Pra-pertunjukan
2. Fase Pertunjukan
3. Post-pertunjukan
C. Karawitan Dalam Konteks Pertunjukan
BAB V
: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
Kepustakaan
Lampiran-lampiran.
Lampiran (1): Data Informan
Lampitan (2): Repertoar Gending
Lampiran (3): Repertoar Vokal.
12
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Malang
1. Tinjauan Geografis
Pada saat sekarang wilayah Kabupaten Malang (lama) mengalami pemekaran
wilayah, dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota
Batu.
Untuk itu masyarakat Malang kalau ditanya tentang Malang balik bertanya
Malang mana, Malang Kota, Malang Kabupaten atau Malang Raya? Malang Kota itu
yang dulu Ibu Kota Kabupaten sekarang menjadi Pemerintah Kota Malang, Malang
Kabupaten itu yang dulu wilayah Kabupaten lama minus Kota Malang dan Kota Batu,
sedangkan Malang Raya merupakan seluruh wilayah Kabupaten Malang lama termasuk
Kota Batu.
Menjawab pertanyaan mengapa ada istilah Malang Raya, Sumantri (75 tahun)
menjelaskan bahwa secara wilayah politis memang wilayah Malang Raya tidak ada.
Malang Raya untuk menyebut dan hanya berlaku dalam wacana budaya. Hal tersebut
semata karena dalam kehidupan, pengembangan, kegiatan seni budaya serta aktivitas
seniman masih seperti dulu semangat berbudaya masih dijiwai dan diwarnai semangat
budaya Malang Kabupaten lama. Semangat itulah yang disebut sebagai Malang Raya
yang lebih mengacu pada wilayah budaya (wawancara: Sumantri. 12 September 2014).
Selanjutnya dalam tulisan ini pengertian kata atau istilah Malang Kabupaten atau
Kabupaten Malang mengacu pada Kabupaten Malang yang baru yaitu minus Kota
Malang dan Kota Batu. Hal ini tentu berbeda dengan pemahaman sebelumnya adanya
pemekaran wilayah administrasi yang sekarang disebut sebagai Malang Raya (lihat:
13
Timoer, 1980; Hidayat, 2008). Istlah Malangan digunakan untuk menyebut budaya
yang memiliki sifat atau gaya khas yang dimiliki masyarakat Malang.
2. Masyarakat Malangan
Melihat dan memahami wilayah Malang dari segi wilayah administratif berbeda
dengan wilayah budaya. Malang sebgai wilayah politik merupakan semua wilayah
Kabupaten dan Kota Malang dengan batas batas sebelah Utara Kabupaten Pasuruan,
Timur Kabupaten Lumajang, Selatan Samudra Indonesia dan Barat Kabupaten Kediri.
Malang sebagai wilayah budaya bersifat hiterogin majemuk dan beragam. Hal tersebut
karena penduduk Malang yang majemuk dan beragam secara etnik maupun adanya
pengaruh budaya dari luar. Pemahaman ini penting dan perlu mendapat perhatian untuk
menghindari adanya pengertian bahwa semua kesenian yang hidup dan berkembang di
wilayah Malang merupakan kesenian Malangan.
3. Budaya Malangan
Yang dimaksud dengan Budaya Malangan disini lebih mengarah pada seni
budaya yang dimiliki sebagai warisan dari generasi sebelumnya, hidup dan berkembang
pada masyarakat Malang. Dengan kata lain bisa disebut juga seni budaya tradisi
Malangan. Istilah seni, seni budaya, dan budaya sering dipakai dalam pengertian yang
sama yaitu kesenian atau seni pertunjukan. Jadi budaya Malangan secara lebih spesifik
yaitu kesenian atau seni pertunjukkan tradisi masyarakat Malang sebagai citra seni
budaya masyarakat Malang.
14
dan Malang bagian Barat (Malang Kulon). Malang Selatan dan Malang Utara dibatasi
oleh sungai Lesti sehingga masyarakat setempat lebih akrab dengan sebutan wong dul
kali dan wong lor kali. Sedangkan Malang Barat meliputi wilayah Barat sungai Brantas.
Malang bagian Selatan penduduknya mayoritas berasal dari Yogyakarta, sehingga
budayanya mencerminkan budaya asalnya. Tata cara kehidupan sehari-hari, kesenian
yang dikembangkan maupun tutur bahasanya bergaya Yogyakarta atau Mataraman.
Wilayah Malang bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Kediri budayanya terpengaruh budaya Jawa Tengahan.
Masyarakat Malang asli atau dengan sebutan bahasa prokemnya arema
(kependekan dari kata Arek Malang) atau kera ngalam (mendiami wilayah sebelah utara
sungai lesti atau dul kali). Masyarakat ini yang juga disebut wong Malang cekek, dengan
mudah dikenali melalui logat tutur bahasanya yang khas. Penggunaan istilah arek
untuk menyebut anak laki laki, merupakan ikon yang mudh dikenali bgi masyarakat
suroboyo, mojokerto dan malang (yang disebut denagn salah kaprah budaya Jawa
Timuran). Wilayah segitiga Jawatimuran ini pernah diungkapkan juga oleh R. Anderson
Suton (1991), Sal Murgianto dan Munardi (1979). Wilayah masyarakat Malangan
tersebut meliputi Kecamatan Tumpang, Pakisaji, Kepanjen, Gunung Kawi, Sumber
Pucung, dan sekitarnya (Suyanto, 2002)
15
serta agama-agama lainnya. Terdapat beberapa sebutan untuk sistem religi tradisi
seperti Agama Jawa, Islam Jawa, Kejawen, Penghayat Kepercayaan, Abangan, Islam
Sinkretik (lihat, Murtadho, 2002; Endraswara, 2003.)
Bagi masyarakat tradisi Malang pada umumnya masih menganut sistem religi tradisi,
seperti melakukan ritual yang berkaitan dengan metri roh para leluhur, bersih desa
metri cikal bakal atau pedanyangan, melaksanakan selamatan pada peristiwa inisiasi
dan sebagai ungkapan rasa syukur, melakukan tirakat pada hari dan bulan tertentu.
Kasus di desa Kedongmonggo, masyarakat warga desa setiap hari Senin Legi bulan
Sura melaksanakan bersih desa dengan acara membersihkan kubur, menghias
kampung dan selamatan bersama dilanjutkan tandakan di Punden.
Bersih desa tahun ini hari Senin Legi bertepatan tanggal, 3 Nopember 2014, sehari
sebelumnya masyarakat membersihkan kubur dan menghias desa, pada Senin Legi
melaksanakan selamatan di punden bersama. Pagi hari jam 08.00 masyarakat terutama
ibu-ibu berduyun-duyun mebawa makanan dan ditata berderet di halaman Punden. Di
tepi halaman ditata seperangkat gamelan Pelog. Pada jam 09.00 warga, perangkat
desa, para sesepuh serta tandak telah datang dan acara selamatan dimulai.
Acara selamatan dibuka oleh pembawa acara dan pertama mempersilakan kepada
sesepuh desa untuk membacakan ujup atau tanduk dan kedua mempersilakan modin
desa untuk membacakan doa secara Islam. Isi tanduk meliputi metri (mengingat dan
menghormat) terhadap roh para leluhur termasuk cikal bakal, peliharaan, wakatu
(hari, pasaran, bulan, tanun, windu), para suci (resi, wali), para nabi dan sahabat), ibu
bumi bapa akasa dan permohonan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi akan
keselamatan, ketentraman, kecukupan rejeki semua warga. Setiap kalimat tanduk
dijawab kata nggih secara serentak warga. Selesai tanduk oleh sesepuh desa
16
dilanjutkan doa oleh modin dan dijawab kata amin oleh warga. Makanan diporak
dan selamatan selesai.
Selanjutnya sambutan oleh kepala desa diteruskan tandakan sebagai bagian dari ritual
selamatan. Dalam acara tandakan hanya menyajikan dua gending yaitu gending Elingeling dan gending Lirkantu yaitu gending pedanyangan desa Kedongmonggo. Yang
mbeksa (menari) hanyalah kepala desa dan sesepuh desa. Dengan selesainya tandakan
dua gending pedanyangan maka ritual dipunden telah selesai dan acara tandakan
dinjutkan malam harinya di kediaman kepala desa (observasi, 3 Nopember 2014).
Para seniman Wayang Topeng pada umumnya masih taat kepercayaan tradisi ini. Ki
Karimun (alm.) seorang tokoh Topeng di desa Kedungmonggo selain seniman,
pimpinan Topeng Asmorobangun juga pimpinan Pengayat Piwulang Kawruh Luhur
di lingkungan desa Kedongmonggo. Dalam ajarannya mengutamakan penghayatan
hidup dan kehidupan yang budiluhur dengan berpedoman pada tridharma (tiga pilar):
mikir kang becik (berpikir baik), wicara kang apik (bicara bagus), dan tumindak
kang becik (tingkah laku baik).
B. Kesenian Malangan
Berbagai bentuk kesenian yang hidup dan berkembang sebagai warisan leluhur
dan menjadi ekspresi budaya masyarakat Malangan. Kesenian yang menonjol meliputi:
Wayang Topeng, Wayang Kulit Purwa Malangan, Ludruk, Tandak atau Tayub,
Macapat (gaya Malangan), Karawitan, dan berbagai kesenian lain yang melekat dan
17
menjadi bagian dari berbagai upacara adat dan ritual masyarakat. Jenis kesenian tersebut
terdapat hampir di semua wilayah di Jawa namun yang terdapat di wilayah Malang
mempunyai ciri-ciri yang spesifik sebagai gaya Malangan.
18
memerlukan jawaban dari berbagai kegiatan penelitian.
buku tentang wayang kulit Malangan yaitu buku berjudul Wayang Malangan yang
ditulis oleh Suyanto, S.Kar., MA. yang dikeluarkan oleh penerbit Citra Etnika
Surakarta tahun 2002. Buku kedua merupakan Naskah Pekeliran Wayang Kulit
Gagrag Malangan dengan lakon Sesaji Rajasoya yang ditulis oleh Ki Soleh Adi
Pramono dikeluarkan oleh penerbit UM Press Malang bekerja sama dengan
Padepokan Seni Mangun Dharma Kemulan-Tumpang-Malang tahun 2004.
2. Tayub
Kesenian Tanduk atau Tayub hidup subur pada masyarakat Malang utamanya
daerah pedesaan. Kaset maupun VCD rekaman Tandakan banyak dijumpai pada
penjual kaset dan VCD di pinggir-pinggir jalan di kota Kabupaten hingga kota
Kecamatan. Terutama rekaman produksi Joyoboyo Record Malang yang banyak
memproduksi rekaman seni tradisi. Orang yang punya hajatan lebih banyak nanggap
Tandakan dibanding dengan wayang kulit maupun Topeng.
Pertunjukan Tandakan lebih merupakan tarian pergaulan yang bersifat
komunal karena melibatkan penonton sebagai pelaku. Istilah tandak merupakan
sebutan bagi penari putri yang dalam pertunjukan dihadapkan dengan penari putra
sebagai pengibing. Ragam gerak tarian putri tandaknya cenderung bersifat
improfisasi, namun seorang tandak pasti menguasai dasar-dasar gerak tari tertentu
seperti tari Ngremo atau Gambyong.
Tarian putra pengibing secara sederhana terdapat pola-pola gerak sesuai
dengan suasana gending. Dalam satu kali pertunjukan sering kali mendatangkan 2
hingga 4 tandak, bahkan kadang-kadang bagi orang yang mampu bisa lebih. Untuk
19
mengawali pertunjukan tandakan, biasanya semua tandak menyajikan tarian Ngremo
secara bersama-sama sebagai pembukaan pertunjukan. Sajian Ngremo sendiri
sekarang sudah mengalami perkembangan menjadi Ngremo Tembel. Istilah tembel
berasal dari bahasa Jawa yang berarti menutup dengan kain yang dijait pada pakain
yang sobek. Pelaksanaannya di mana tamu bisa memberi tip uang tertentu dengan
mengajukan permintaan gending-gending atau lagu yang disenangi.
Kadang kala
pemberian
tip
atau
uang
tembelan
dilakukan
secara
demonstratif, yaitu dijepit dengan temiti dan ditaruh pada tempat yang mudah dilihat
orang misalnya di dada. Kalau orang yang minta lagu banyak, ini bisa berlangsung
hingga beberapa jam. Inilah salah satu yang membedakan tandakan gaya Malangan
dengan tandakan
pembukaan tandang atau tayuban. Seorang tanduk biasanya memiliki pakaian untuk
Ngremo sendiri dengan kualitas bagus dan aksesoris yang bagus pula yang sesuai
dengan seleranya.
Tarian Ngremo sudah menjadi tarian identitas Surabaya dan sekitarnya
(Malang, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto). Selain untuk tarian pembukaan Tandakan juga
untuk pembukaan pertunjukan Wayang Purwa Malangan, Mojokerto, Suroboyo, dan
sekitarnya, dan Ludruk. Seorang tandak biasanya juga bisa ngidhung dan sinden
utamanya untuk gending-gending dan lagu-lagu yang sering digunakan dalam
tandakan.
Beberapa tokoh tandak Malangan yang senior merupakan narasumber yang
baik. Nama Sri Utami merupakan salah satu senior penari Ngremo yang mempunyai
gaya yang khas. Ngremo gaya Sri Utami ini yang mempengaruhi gaya penari Ngremo
dilingkungannya, sehingga dapat dikatakan sebagai representatif tari Ngremo gaya
20
Malangan. Tentang gending-gending tandakan dapat dikatakan merupakan genre
tersendiri karena mempunyai struktur garap tersendiri disesuaikan menurut kebutuhan
penari dan karakter gendingnya.
Gending Tayub lebih variatif, karena sangat mudah untuk mengadopsi lagulagu apa saja dan dari mana saja disajikan atau digarap dalam pertunjukan tandakan.
Dari lagu pop, ndangdut, hingga lagu-lagu daerah bisa diadaptasi dalam pertunjukan
Tayub. Gamelan yang digunakan kalau dulu cukup dengan gamelan slendro, namun
sekarang kalau tidak menggunakan gamelan Slendro dan Pelog dianggap kurang
lengkap. Bahkan akhir-akhir ini ditambah lagi dengan drum, simbal, dan key board.
Demikian juga gending-gending tayub atau tandakan gaya Malangan mempunyai
khasanah tersendiri di banding dengan gending-gending untuk seni pertunjukan yang
lain. Masyarakat pecinta tayub secara arisan, di mana mereka saling bertemu untuk
menikmati langen tayub.
3. Ludruk
Seni pertunjukan Ludruk merupakan salah satu seni pertunjukan yang dimiliki
oleh masyarakat budaya daerah segi tiga Jawa Timuran, Surabaya- MojokertoMalang. Pertunjukan Ludruk sangat akrab dan paling disenangi masyarakat Jawa
Timuran, karena bahasa yang digunakan dialek Jawa Timuran. Cerita-cerita atau
lakon yang dipentaskan adalah legenda dan atau mitos yang berkembang dalam
masyarakat meliputi cerita kepahlawanan, percintaan, hingga cerita yang berbau
sejarah. Cerita kepahlawanan yang populer yaitu Sakerah, Branjang Kawat, dan cerita
tentang pendekar dari perguruan yang dikaitkan dengan daerah setempat. Cerita
tentang percintaan yang populer yaitu Sampai Ing Tai yang diadopsi dari cerita Cina.
21
Cerita yang berbau sejarah misalnya terjadinya kota Banyuwangi.
Ciri khas lain dalam pertunjukan Ludruk adalah adanya travesit, yaitu tokoh
perempuan yang dimainkan laki-laki. Cara berbusana, merias diri, gerak-gerik,
lenggak-lenggok dalam menari, keluwesannya sulit dibedakan dengan perempuan
sungguhan. Kalau menyayikan lagu, warna suaranya juga seperti wanita. Secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa travesit identik dengan Ludruk. Kehidupan travesit
dalam dunia Ludruk membangun komunitas sekaligus budayanya sendiri yang khas.
Pertunjukan Ludruk yang tokoh wanitanya dilakukan oleh wanita sesungguhnya
adalah Ludruk RRI Surabaya dan group-group lawak. Apakah sekedar sebagai daya
tarik penonton atau ada sesuatu yang lain. Bagaimanapun hal ini merupakan suatu
kasus yang menarik untuk dikaji.
Pertunjukan Ludruk selain ditanggap orang hajatan, juga dilaksanakan secara
pertunjukan keliling dari kota yang satu ke kota yang lain oleh group Ludruk tertentu.
Tempat pergelaran yang disebut tobong yang bisa dipindah setiap saat.Iringan Ludruk
menggunakan gamelan Slendro saja. Dalam perkembangannya ditambah pula dengan
instrument musik barat seperti simbal dan bass-drum. Gending yang populer adalah
Jula-juli atau Surabayan atau Pangkur Surabaya. Disebut Pangkur Surabaya karena
sepopuler gending Pangkur Jawa Tengahan. Vokal Ludruk yang terkenal adalah
kidhungan, untuk kidhungan ini Malangan mempunyai gaya lagu yang berbeda dari
daerah lain.
Pertunjukan Ludruk sudah lama dikenal, hidup dan berkembang dalam
masyarakat Malang. Di desa Pagelaran Malang Selatan pada tahun 1948 telah berdiri
sebuah group Ludruk yang terkenal yaitu Ludruk Tresna Warga yang dipimpin Pak
Yasimo, yang dibintangi oleh sri panggung Markasan dari desa Sawahan, Gondang
22
Legi. Mulai sekitar tahun 1970-an bermunculan organisasi Ludruk di wilayah
Kabupaten Malang. Hampir setiap wilayah Kecamatan mempunyai organisasi Ludruk
baik yang masih amatir maupun yang sudah terkenal. Namun sebaliknya mulai tahun
1980-an makin menurun samapi sekarang sudah semakin langka dan tinggal beberapa
group yang masih bertahan (lihat Supriyanto:1992)
Meskipun masyarakat Malang merasa memiliki pertunjukan Ludruk yang
dianggap sesuai dengan budayanya, yang terwakili dalam bahasanya, namun untuk
menyebut Ludruk gaya Malangan masih perlu penelitian yang cermat dan mendalam.
Hal tersebut karena penyebaran Ludruk meliputi wilayah segi-tiga budaya Jawa
Timuran, Surabaya, Mojokerto (hingga Jombang), dan Malang. Wacana yang
berkembang sampai sekarang menyebutkan perkembangan Ludruk berasal dari
pertunjukan Besutan, Lerok, dari Jombang.
Di beberapa masyarakat wilayah Malang menyebut pertunjukan Ludruk
dengan istilah Lerok. Pertunjukan Ludruk selaulu diawali dengan penampilan tari
Ngremo, dan tarian juga untuk mengawali pertunjukan lain seperti wayang kulit dan
tandakan. Sedangkan tari Ngremo masing-masing daerah mengalami perkembangan
sendiri-sendiri. Di Jombang gaya Bolet, Surabaya gaya Munali Fatah, dan Malang Sri
Utami. Ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji, bagaimana interelasi
masing-masing yaitu antara perkembangan gaya tari Mgremo dengan seni pertunjukan
di Jawa Timur.
23
4. Karawitan Malangan
4.1. Karawitan Sebagai Musik Tradisi
Istilah Karawitan sudah menjadi kosa kata Indonesia berasal dari bahasa
Jawa ka-rawit-an secara umum berarti suatu karya manusia yang mempunyai nilai
kehalusan (kesenian). Istilah Karawitan mulai dikenal sekitar tahun 1928 pada
Pasinaon Karawitan di Musium Radyapustaka Surakarta. Pada tahun 1950
di
24
Istilah Karawitan sudah menjadi bagian dari wacana musik dunia. Hal
tersebut karena pertama, karawitan sebagai music tradisi Indonesia hidup dan
berkembang
di dalam kraton dan diluar kraton sudah relatif banyak dikaji oleh
25
1. Karawitan Dalam Konteks Sosial Masyarakatnya.
Keberadaan Karawitan bisa berdiri sendiri dan bisa terkait dengan seni
pertunjukan yang lain. Karawitan berdiri sendiri sebagai seni pertunjukan dapat
dinikmati sendiri, untuk kebutuhan ini lebih banyak digantikan dengan kaset
rekaman yang mudah dan murah. Pertunjukan Karawitan mandiri dapat digunakan
sebagai sarana ritual seperti dalam perhalatan atau orang punya hajatan. Kehadiran
karawitan dalam sebuah perhelatan bagi masyarakat yang masih mempertahankan
tradisi akan memberi suasana yang sakral, tentram, damai, akrab, meriah dan
sebagainya. Gending-gending yang disajikan juga mempunyai makna yang beragam,
seperti rasa syukur, doa keselamatan, permohonan rejeki, bersuka ria dan
sebagainya. Di beberapa daerah hampir setiap menyelenggarakan pertunjukan selalu
diawali dengan menyajikan gending pendayangan yang berarti sebuah doa juga
merupakan penghormatan kepada leluhur atau cikal-bakal.
Dalam perkembangan akhir-akhir ini, untuk gending-gending klenengan
masyarakat lebih dipengaruhi oleh gending-gending Jawa Tengahan. Gamelan yang
dipergunakan lebih disukai Slendro-Pelog. Untuk gending-gending hiburan yang
bersifat riang banyak terpengaruh gending-gending baru campursari dan dangdut
yang sekarang sudah merakyat. Di beberapa daerah di Malang Karawitan juga
digunakan untuk prosesi atau arak-arakan manten atau manten sunat untuk memberi
suasana sakral sekaligus meriah. Untuk keperluan ini tentu menggunakan perangkat
yang sesuai dengan kebutuhan sederhana dan praktis.
Karawitan dalam fungsi iringan suatu pertunjukan di Malang, di atas sudah
disinggung terutama untuk Tandakan atau Tayub, Ludruk, Wayang Kulit Purwa, dan
Wayang Topeng. Gamelan yang digunakan untuk Tandakan cenderung SlendroPelog, Ludruk gamelan Slendro, Wayang Kulit cenderung gamelan Pelog kadang-
26
kadang ditambah Slendro, sedangkan Wayang Topeng menggunakan gamelan
Pelog. Penggunaan serta garap gending disesuaikan dengan kebutuhan alur cerita.
5. Wayang Topeng Malang
Istilah topeng bisa bermakna pertunjukkan topeng seperti dalam kalimat
Pak nanggap mantra nanggap topeng atau Pak Mantri duwe gawe Topengan.
Bisa juga berarti bendnya seperti dalam kalimat Mbah Karimun ahli gawe Topeng.
Beberapa sebutan untuk pertunjukan topeng ini seperti Wayang Topeng karena
wayangnya memakai Topeng. Topeng Dalang karena pertunjukkannya pimpinan dan
dialognya dilakukan oleh seorang Dalang. Sebutan Topeng Malangan sudah akrab
bagi masyarakat seni. Hal tersebut karena pertunjukan Topeng Malangan berbeda
dengan pertunjukan Topeng yang sekarang masih aktif seperti Topeng Dalang di
Madura.
Topeng Malangan merupakan sebuah seni pertunjukan tradisi multi media
sangat menarik untuk dikaji. Secara tekstual, pertunjukan wayang orang yang
memakai topeng, dialognya dilakukan oleh seorang dalang kecuali tokoh abdi atau
ponokawan (Demang Mones, Sonto dan Jarodheh) yang bisa dialog langsung dan
memakai topeng tanpa dagu. Pemanggungannya sangat luwes menyesuaikan keadaan
setempat. Bisa di dalam rumah, pendapa, halaman, tanah lapang dengan menggunakan
panggung (stage) semua bisa. Repertoar lakon atau cerita yang dipergelarkan sekitar
siklus panji ini berbeda dengan topeng dalang Madura yang menggunakan cerita
Mahabarata dan Ramayana.
Dalam pertunjukan topeng Malangan kaya akan ragam gerak tari dan
mempunyai tata koreografi yang khas. Tokoh gagah, gecul, putra alus, putri alus,
pernes. Masing-masing mempunyai kekayaan ragamnya sendiri. Keragaman tata
27
busana masing masing tokoh, jenis, bentuk serta akselerasi warna menjadi kekayaan
seni pertunjukan topeng Malangan. Karawitan tata iringan pertunjukan mempunyai
khasana tersendiri yang meliputi, gamelan laras pelog, repertoar serta klasifikasi
gending yang beragam, vokal dalang khas gaya Malangan.
Beberapa paguyuban topeng Malangan pada sekitar tahun 70an banyak
tersebar di wilayah masyarakat Malangan tersebut di atas. Namun sekarang tinggal
beberapa yang masih aktif seperti Padepokan Mangun Darmo di Kecamatan Tumpang
pimpinan Ki Sholeh Adipramono yang didukung beberapa tokoh di sekitarnya seperti
di Desa Jabung dan Glagah Dowo yang dulu terdapat banyak ahli pembuat dan
pemain Topeng. Paguyuban Topeng Asmorobngun di Desa Kedung Monggo
kecamatan Pakisaji pimpinan Ki Karimun sekarang masih aktif sebagai dalang,
pelatih tari topeng dan pemahat topeng. Beliau merupakan nara sumber sepuh yang
mumpuni yang sekarang masih aktif mengukir topeng.
Untuk kajian secara kontekstual yaitu tentang saling hubungan topeng
Malangan aspek sejarah, bagaimana latar belakang kesejarahan adalah keterkaitan
dengan kerajaan yang pernah berdiri di Singosari Malang atau yang lain. Dari segi
sosial, pertunjukan topeng serasa masih terkait dengan adat-istiadat masyarakat,
misalnya dengan hajatan keluarga, nadir, bersih desa, dan lain-lain. Hubungan
pertunjukan topeng dengan sistem kepercayaan masyarakat terasa sangat kental. Hal
ini tersebut terdapat pada syair vokal dalang yang berisi semacam mantra, berbeda
dengan vokal pedalangan wayang purwa Jawa Tengahan.
Beberapa tokoh wayang topeng maupun dalang topeng menjadi tokoh spiritual
(wong tuwo) di lingkungannya. Banyak tamu yang berkunjung kepada Ki Karimun
seorang dalang topeng, penari topeng, guru tari topeng, pemahat topeng untuk
28
berbagai keperluan, salah satunya adalah yang terkait dengan spiritual. Ada
kepercayaan dalam masyarakat topeng, untuk bisa menari topeng dengan baik selain
menguasai teknik tari, perlu mendalami spiritual tertentu.
Hubungan dengan aspek ekonomi di mana para pemain yang melakukan
pertunjukan untuk mengisi waktu longgar tanpa memikirkan bayaran, namun sekarang
pemain lebih professional dengan imbalan tertentu, mungkinkah menjadi sumber
kehidupan, ini menjadi pertanyaan umum bagi seniman pertunjukan. Pemahat topeng
senior satu satunya yang sekarang masih aktif adalah Ki Karimun di desa Kedung
Monggo Pakisaji. Beberapa anak buah serta murid topeng belajar memahat topeng.
Berbagai tamu datang dari berbagai negara ke Kedung Monggo untuk mencari topeng
khas Malang, utamanya karya Ki Karimun dengan harga relatif tinggi. Orang membeli
topeng selain untuk kebutuhan tari juga untuk koleksi benda benda seni. Pemahat
pemula diarahkan membuat topeng-topeng mini untuk souvenir yang lebih bersifat
ekonomis.
Demikian juga tentang jawaban mengapa sekarang beberapa paguyuban
Topeng di berbagai tempat di malang sudah tidak aktif
bahkan cenderung ke
29
30
5. Di Sanggar Topeng Asmorobangun melakukan pagelaran rutin yang disebut
gebyakan sebagai ajang pertunjukan Wayang Topeng dan memberi apresiasi
kepada masyarakat luas.
Hal tersebut Desa Kedungmonggo dengan potensi yang mendukung kehidupan Wayang
Topeng di wilayah Malang menjadikannya sebagai lokus berbagai kajian tentang Wayang
Topeng Malang.
31
BAB III
WAYANG TOPENG MALANG
khususnya. Sehingga terdapat ungkapan dalam bahasa Jawa mung dienggo topeng
yang artinya suatu perbuatan yang seolah-olah baik hanya untuk menutupi kejelekan.
Budaya topeng sudah dikenal sejak peradapan kuna yang terkait dengan kegiatan
ritual. Topeng merupakan penutup muka yang biasa terbuat dari kayu yang dibentuk
wajah-wajah manusia, binatang atau makhluk imajiner tertentu. Jenis kayu yang
digunakan kayu yang keras dengan serat yang halus, mudah dikerjakan dan tahan
lama seperti kayu mantaos. Tiap wilayah budaya memiliki khasanah yang berbedabeda sesuai dengan budaya masyarakat dan lingkungannya.
Dalam perkembangannya topeng memunyai fungsi yang beragam sebagai pakaian
tari, alat permainan anak hingga karya seni. Bagi masyarakat tradisi seperti dalam
peristiwa pertunjukan topeng sebagai ritual,
diperlakukan secara khusus. Berbeda dengan topeng untuk mainan, bentuk dan
bahannya lebih sederhana dari kertas atau karton. Topeng sebagai karya seni, lebih
mengutamakan kebaruan dan keunikan, sehingga bentuk serta warnanya lebih kaya.
Topeng juga menjadi inspirasi pembuatan cindra mata dalam bentuk miniatur yang
lebih mengutamakan kepentingan ekonomi atau fanansial.
32
2. Pertunjukan Wayang Topeng
Di Indonesia kaya akan seni pertunjukan dengan nama yang berbeda-beda. Topeng
Tua di Bali, tari Topeng Cirebon Jawa Barat, Topeng Dhalang di Madura, Topeng
Kerte di Bondowoso, tari topeng Dongkrek di Madiun dan sebagainya. Sebutan
Topeng Dhalang ditujukan pertunjukan Topeng yang jalannya pertunjukan dipimpim
oleh seorang Dhalang. Peran Dhalang selain mengatur jalannya cerita juga
melakukan dialog antar wayang, membaca narasi (janturan), dan malantunkan lagu
vokal untuk mengungkapkan suasana tertentu.
Dalam bukunya Topeng Dhalang di Jawa Timur Soenarto Timoer (1980) mencirikan
pertunjukan topeng Dhalang. Secara umum terdapat delapan ciri pertunjukan Topeng
Dhalang yaitu (1) gaya pementasannya menggunakan gaya pementasan wayang, (2)
jalannya pertunjukan dipimpin oleh seorang Dhalang, (3) anak wayang mengenakan
topeng sebagai pengucapan visual karakter dan tipologi tokoh yang diperankan, (4)
ulah tari sebagai pengucapan gerak laku, (5) gamelan atau tetabuhan sebagai unsur
pewarna situasi dan suasana, (6) tokoh Punakawan membawakan lelucon, (7) lakon
yang disajikan berkisar kisah siklus Panji, Mahabarata dan Ramayana, dan (8) lama
pertunjukan minimal tiga jam hingga semalam suntuk.
Untuk tiap wilayah budaya memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik terkait dengan
lingkung budayanya, seperti bahasa, tata rias busana, musik dan gaya pemebtasan
serta fungsi sosial masyarakatnya. Sebagai contoh Wayang Topeng Dhalang di
Sumenep Madura, Wayang Topeng Kerte di daerah Lumajang, Wayang Topeng di
daerah Malang, masing-masing memiliki khasah sesuai dengan budaya masyarakat
dan lingkungannya.
33
3. Fungsi Pertunjukan Wayang Topeng
Dalam kehidupan masyarakat trdisi di pedesaan pertunjukan Wayang Topeng terkait
dengan kegiatan ritual baik yang bersifat pribadi, keluarga, sosial dan alam
lingkungan. Kehidupan masyarakat tradisi dalam mendapatkan keselamatan dan
ketentraman hidup memegang teguh keseimbangan antara manusia, alam dan waktu.
Ketiga unsur dijaga melalui kehidupan secara individu, hidup bermasyarakat dan
alam serta hubungan dengan Sang Pencipta.
Di sisi lain Tepong diyakini dan perlakukan sebagai benda sakral personifikasi para
leluhur yang sudah meninggal. Topeng merupakan benda sakral untuk menangkal
energi negatif atau balak. Dalam perkembangan seni pertunjukan, Topeng merupakan
ekspresi karakter yang berssifat imajiner sehingga bentuk dan wajahnya sangant
beragam.
34
Pada saat ini di wilayah selatan yang masih aktif yaitu sanggar Topeng
Asmorobangun di desa Kedungmonggo kecamatan Pakisaji Malang. Sanggar
Topeng Asmorobangun dulu dipimpin oleh Ki Karimun (almarhum) sekarang
diteruskan oleh cucu-cucunya Suroso dan Handoyo.
anak muda disekitarnya mengadakan latihan rutin tari topeng. Dari kegiatan latihan
ini diadakan ajang gelar dengan mengadakan gebyakan yaitu pagelaran
perrtunjukan Topeng satu lakon sebulan sekali setiap hari malem Senin Legi.
Karena kegiatan ini didakan rutin pada hari Senin Legi maka juga disebut Senin
Legian. Jenis Topeng: Klana, Bapang, Patih, Panji, Gunungsari, Begawan, Buta,
Abdi, Emban, Binatang.
2. Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun.
Sanggar
35
Desa Kedungmonggo merupakan Kampung Topeng, demikian masyarakat desa
Kedungmonggo dengan bangga menyebut desanya. Hal tersebut cukup beralasan,
bisa dikatakan bahwa sanggar Wayang Topeng Asmorobangun di desa
Kedungmonggo merupakan satu-satunya yang sampai sekarang masih aktif dan
produktif. Latar belakanh historis dan terjadinya proses regenersi merupakan salah
satu fator adanya pewarisan dan pelestarian Wayang Topeng di desa tersebut.
Faktor lain yang menjadikan desa Kedungmonggo menjadi kampung Topeng
adalah adanya beberapa warga yang berprofesi sebagai pengrajin topeng dan
pengrajin pembuat busana tari Topeng. Di sini sanggar terciptanya penari-penari
Topeng muda serta pengrawit-pengrawit muda. Topeng-Topeng karya seniman desa
Kedungmonggo sudah menyebar keberbagai daerah baik untuk sarana tari maupun
dikoleksi sebagai karya seni.
4. Cerita/Lakon Pertunjukan
Tema lakon yang sering dipentaskan ada tiga yaitu pertama tentang kelahiran (laire
Panji Laras); kedua tentang perkawinan (Rabine Panji Asmorobangu, Rabine
Gunungsari juga dikenal dengan lakon Sayemboro Sodo Lanang, Rabine Parang
Tejo Lakon Jumenengan. Ketiga lakon tentang jumenengan (Wisuda menjadi raja)
sebagai contoh Lakon Panji Asmorobangun Dadi Ratu. Dari tema lakon-lakon
tersebut terdapat struktur yang mendeskripsikan kehidupan manusia dari lahir, rabi
(perkawinan), dan jumenengan (menduduki tahta)
36
C. Struktur Pertunjukan
Pertunjukan Wayang Topeng Malang baik yang laksanakan pada siang hari maupun
malam hari memiliki struktur yang cenderung sama. Pada umumnya struktur pertunjukan
dibagi menjadi tiga bagian yaitu; pra-pertunjukan, pertunjukan pokok dan
pos-
37
penghormatan (metri) kepada cikal bakal Desa. Ketiga; sajian gending-gending
Giroan sebagai hiburan kepada para undangan dan penonton yang sudah hadir.
Kempat; sajian gending-gending Giroan selain sebagai hiburan juga berfungsi untuk
mengundang penonton. Dengan disajikan gending-gending Giroan, masyarakat
disekitar tempat pertunjukan akan mendengar dan mengetahui bila ada pertunjukan,
maka mereka berbondong-bondong ke tempat pertunjukan untuk menyaksikan.
2. Fase Pertunjukan
Yang dimaksud bagian fase pertunjukan di sini dalam pertunjukan Wayang
Topeng Malang yaitu pertunjukan pokok cerita. Jalannya cerita disusun terstruktur
adegan demi adegan yang dipimpin oleh seorang dalang. Tugas Dalang dalam
pertunjukan Wayang Topeng meliputi (a) mengatur jalannya cerita, (b) membacakan
narasi, (c) menyajikan vokal, dan (d) melakukan dialog antar tokoh wayang.
Struktur pertunjukan dengan cerita Lakon Rabine Panji Asmorobangun, sebagai
berikut :
a) Dalang Obong-obong
b) Golekan, Beskalan Patih
c) Adegan I jejer Jawa: Kerajaan Kediri
d) Adegan Tamu dari kerajaan Jengolo dan Prancang Kencana
e) Perang gagal
f) Adegan II jejer Sabrangan: Klono Sabrang
38
g) Sendon Pengasih peralihan ke Pathet Pengasih (Pathet Sanga)
h) Adegan selingan Tari Bapang
i) Adegan III: Panji Asmorobangun disertai punakawan Jarodeh dan Prasanta
j) Sendon gandrung
k) Adegan IV Panditan: Cokrokembang
l) Adegan V: Kerajaan Kediri
m) Temu manten
n) Adegan Gunungsari dan Patrajaya
o) Gurisa Serang
p) Penutup
3. Pos-Pertunjukan
Pada akhir pertunjukan biasanya disajikan gending penutup sebagai pertanda bahwa
pertnjukan telah selesai.
Seluruh rangkaian dan struktur pertunjukan selalu terkait dengan Karawitan. Hal ini
yang dijadikan dasar kajian Karawitan dalam konteks Pertunjukan Wayang Topeng
Malangan.
D. Perkembangan Pertunjukan
Perkembangan akhir-akhir ini paling tidak sejak tari Topeng Malang dijadikan materi
pembelajaran di sekolah. Terdapat tiga hal yang dapat dicatat di sini yaitu adanya
pagelaran singkat, tarian lepas, penyajian tari kolosal dan regenerasi.
39
1. Pertunjukan Singkat.
Seperti yangdijelaskan dimuka bahwa durasi penyajian Wayang Topeng pada
umumnya sekitar delapan jam atau semalam suntuk dari pukul 20.00 hingga 04.00
bahkan kadang hingga fajar. Dengan berkembangnya fungsi dalam masyarakat serta
permintaan dari berbagai pihak waktu dan durasi pertunjukan menyesuaikaan
keadaan. Wayang Topeng bisa dipentaskan dalam durasi waktu tiga jam bahwa satu
jam. Di sini terjadi pergeseran fungsi dari ritual yang terkait dengan sistem reigi
menjadi suatu seni pertunjukan yang mementingkan apresiasi.
Pertunjukan singkat dengan durasi tiga jam biasanya memenuhi permintaan dari
lembaga tertentu atau untuk keperluan festival. Dalam pertunjukan singkat tiga jam
secara struktur masih menggunakan struktur seperti untuk semalam hanya masingmasing adegan diperpendak atau dipotong. Bisa juga menhilangkan adegan-adegan
selingan yang dianggap tidak mengganggu alur cerita. Untuk pertunjukan yang
berdurasi satu jam mengambil sepotong cerita atau fragmen suatu misal Paanji
Sekartaji. Dengan demikian Karawitan akan mengikuti sesuai dengan kebutuhan
cerita yang disajikan
2. Pertunjukan Tunggal
Pertunjukan tunggal atau tarian lepas yaitu pertunjukan satu tari tokoh tertentu
misalnya tari Gunungsar, tari Klana Sewandana, tari Bapang dan sebagainya.
Munculnya tarian lepas ini dipengaruhi adanya pembelajaran tari Topeng di sekolah
yang mengambil atau melepas satu jenis tarian dari pertunjukan Topeng.
Pertunjukan tari tunggal atau lepas durasinya lebih singkat dari lima menit hingga
lima belas menit. Iringannyapun cukup satu atau dua gending.
40
3. Pertunjukan Massal
Pertunjukan Topeng massal lebih bersifat kwantitatif yaitu tarian tunggal yang
dilakukan oleh banyak penari dari puluhan hingga ratusan wayang. Karena tari
tunggal yang tarikan orang banyak, maka merupakan gerak serantak yang seragam.
Pertunjukan Topeng massal biasanya digunakan untuk kegiatan atau acara
pembukaan upacara bertempat di lapangan atau gelora.
41
BAB IV
KARAWITAN WAYANG TOPENG
42
Kemodong. Perangkat Cokek ini yang biasanya digunakan oleh seniman barangan
keliling dari kampung ke kampung dan untuk acara klenengan yang tempatnya
sangat terbatas. Dalam penyajian perangkat cokek lebih mengutaman vokal atau
sendenan.
Perangkat gamelan Janggrung meliputi: Bonang Barung atau Babok, Bonang
Penerus, Slentem, Saron Demung, Saron Barung, Saron Penerus atau Peking,
Kendang, Gambang, Kenong, Kempul Gong. Perbedaan ketiga perangkat di atas
pada Gamelan Ageng ricikan alusan dan soran seimbang sehingga bisa untuk
menyajikan gending alusan dan bonangan atau Giroan. Perangkat Gadon dan Cokek
lebih mengutamakan ricikan alusan untuk menyajikan gending alusan atau klenegan
dan perangkat Janggrung ricikan keras lebih dominan.
Dalam perangkat gamelan untuk membedakan gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur
termasuk Malang pada ricikan Kendang. Untuk perangkat gamelan gaya Jawa
Timuran pada instrumen Kendang yaitu Kendang Gedugan yang mempunyai
karakter dan tehnik tabuhan yang khas, sehingga dikalangan seniman Karawitan
menyebut Kendang Jawa Timuran. Karakteristik Karawitan Malangan serumpum
dengan Karawitan Surabaya dan Mojokerto yang sering disebut Karawitan Jawa
Timuran. Secara umum dicirikan pada ricikan Kendang, repertoar gending dan garap
gending.
R. Anderson Sutton (1991) dalam bukunya Traditions of Gamelan Music in Java:
musical pluralism and regional identity menyebutkan bahwa karawitan yang hidup
dan berkembang sebagai tradisi di wilayah Mojokerto, Surabaya dan Malang
merupakan karawitan mayor Jawa Timur yang lazim disebut Karawitan Jawa
Timuran. Gamelan yang digunanakan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang
berlaras Pelog. Pernah manggunakan gamelan Slendro dalang mengalami kesulitan
43
karena kebiasaan vokal Pelog tidak bisa begitu saja disajikan dalam laras Slendro
(wawancara, Kasnam seorang dalang tanggal; ).
Nama Instrumen/ricikan
Keterangan
Kendang Gedugan
Bonang Babok
Bonang Penerus
Slentem
Saron Demung
Saron Barung
Saron Penerus atau Peking
Gambang
Kenong
Kempul Gong
Simbal
Drum
Tambahan (baru)
Tambahan (baru)
Bila dalam suatu pertunjukan disiapkan gamelan ageng atau gamelan lengkap, yang
dipergunakan tetap seperti dalam tabel tersebut di atas. Alasannya adalah tidak
adanya pengrawitan yang mapu menyajikan rijikan alusan; Rebab, Gender dan Siter.
44
Nada-nada gamelan memiliki tanda dan cara membacanya serta nama sendiri-sendiri.
Tanda nada juga disebut notasi dalam Karawitan yang sekarang dipakai di Jawa pada
umunya menggunakan notasi Kepatihan yang berbentuk angka dari 1 hingga 7
sebagai berikut:
Tabel: nama dan tanda nada
No.
Laras
1.
Slendro
2.
Pelog
Nama nada
Penunggul
Gulu
Dada
Lima
Nem
Penunggul
Gulu
Dada
Pelog
Lima
Nem
Barang
Tanda/notasi
1
2
3
5
6
1
2
3
4
5
6
7
Dibaca
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Ma (lima)
Nem (nem)
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Pat (papat)
Ma (lima)
Nem (nem)
Pi (pitu)
45
Lima (5) berarti tangan (jari)
Nem (6) yang berarti jiwa (Martopangrawit, 1984; Becker,1993:60)
Gamelan dan laras yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang
adalah laras Pelog. Hal tersebut sama dengan laras yang digunakan dalam
pertunjukan Wayang Kulit Purwa gaya Malang juga menggnakan laras Pelog. Dapat
dikatakan bahwa laras Pelog merupakan ciri khas dalam seni pertunjukan khas
Malangan. Berbeda dengan pertunjukan Ludruk meskipun masyarakat Malang akrab
namun bukan khas budaya Malang. Bagi dhalang, sinden dan pengrawit Malang
lebih akrab laras Pelog dari pada laras Slendro. Repertoar gending, vokal sinden,
vokal dhalang, serta Macapat Malangan berlaras Pelog.
Bagi masyarakat pengrawit Malang memiliki sebutan sendiri yang berbeda tentang
nama-nama nada yaitu; Gedhe/Sorog, Tenggok, Nyura, Pelog, Lima, Barang, dan
Pethit. Tentang penggunaan notasi menggunakan notasi Kepatihan yang sudah
digunakan masyarakat pengrawit di Jawa (Mataraman). Nama-nama nada dalam
Karawitan Malangan bila dibandingkan dengan di Jawa Mataraman sebagai berikut:
No.
1.
2.
3.
4
5.
6.
7.
Nama nada
Malangan
Gedhe/ Sorog
Tenggok
Nyura
Pelog
Lima
Barang
Pethit
Tanda/ notasi
1
2
3
4
5
6
7
Dibaca
Ji (siji)
Ro (loro)
Lu (telu)
Pat (papat)
Ma (lima)
Nem (nem)
Pi (pitu)
46
2. Pathet
Dalam lingkungan masyarakat pengrawit Malangan belum ada kesepahaman tentang
bagaimana pathet itu. Beberapa istilah pathet yang sering diucapkan namun seniman
pengrawit satu dengan yang lain berbeda-beda, seperti pathet Sepulu, pathet Wolu,
pathet Wolu Gede, pathet Wolu Alit, pathet Sanga, pathet Sanga Miring, pathet
Serang, pathet Bem, pathet Pengasih, pathet Barang. Menurut Sumantri (65 tahun)
seorang tokoh pengrawit Malang, pengguanaan pathet ada dua versi yaitu untuk
wayang kulit Purwa dan untuk wayang Topeng.
Pathet dalam pertunjukan wayang kulit Purwa menggunakan istilah: pathet Sepuluh,
pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Miring dan patet Serang. Sedangkan untuk
wayang Topeng menggunakan istilah: pathet Bem, pathet Pengasih dan pathet
Barang. Penggunaan istilah-istilah sering masih rancu yang untuk wayang kulit
Purwa digunakan dalam wayang Topeng (wawancara, Sumantri 4 Oktober 2014).
Penggunakan itu pada dasarnya tidak salah karena keduanya dalam praktik penyajian
memiliki struktur yang sama.
Dalam pertunjukan wayang kulit Purwa Malangan dan wayang Topeng memiliki
pathet serta struktur penyajian yang sama. Ada tiga versi dalam penggunaan istilah
pathet; versi (1) Mulai dari pathet Sepuluh, pathet Wolu, pathet Sanga, pathet Miring
dan pathet Serang. (2) Ada yang menggunakan istilah dari pathet Wolu Gede, pathet
Wolu Cilik, pathet Sanga, pathet Sanga Miring dan pathet Serang. Versi (3) mulai
dari pathet Bem, pathet Pengasih dan pathet Barang.
Masing-masing pathet memiliki wilayah nada serta mode atau skala , berdasarkan
ada-ada Demung untuk memandu Dalang untuk pathet Sepuluh nada 5 (ma) 1 (ji)
dari skala nada (t-- y =1 2 4 5) , pathet Wolu nada 6 (nem) 2 (ro) dari skala
47
nada (y 1 2 3 5 6), pathet Sanga nada 6 (nem) 2 (ro), dan pathet Serang nada
7 (pi) 3 (lu) dari skala nada (y 7 2 3 5 6).
Tabel: jenis Pathet
No.
Versi 1
1.
Pathet Sepuluh
Versi 2
Pathet Sepuluh
Versi 3
Pathet Bem
Skala nada
2.
Pathet Wolu
ty...12...45
3.
Pathet Pengasih
we...t6...12
4.
Pathet Sanga
Pethet Sanga
we...ty...12
5.
Pathet Barang
yu...23...56
6.
Pathet Serang
Pathet Serang
Pathet Serang
yu...23...56
ty...12...45
Dulu masing-masing pathet dalam ricikan Bonang tidak sama, sehingga pada saat
perpindahan pathet ada perpindahan posisi instrumen yang disebut sorog. Namun
sekarang susunan bonang sudah mengikuti susunan gaya Jawa Tengah lebih praktis
tidak menggunakan sorog. Berikut gambar susunan Bonang lama yang menggunakan
sorog:
Dalam gambar () tampak nada 7 dan 3 diletakkan disisi pinggir kanan dan kiri
yang berarti tidak diaktifkan atau dipukul. Sedang nada-nada: 5 4 2 1 6
48
ditaruh di posisi tengah yang rberarti nada-nada yang aktif atau yang ditabuh , dan
inilah wilayah nada pathet Wolu Gede [ 5 6 1 2 4 5 ].
Gambar (2): Susunan Bonang: Pathet Wolu
49
Figur: Gending Eling-eling Pelog Barang
2u2y
Buka:
.3.5
.6.g7
.2.3
.2.u
.6.5
.3.2
.5.3
6532
7656
327g6
[ 5672
3276
2327
3276
2327
3276
3565
762g7
6723
5327
6365
3732
5653
6532
7656
327g6 ]
[ .2.3
.2.7
.6.5
.3.2
.5.3
.5.2
.6.3
.5.g6
.7.2
.7.6
.2.7
.2.6
.2.7
.2.6
.3.5
.6.g7
[ .2.6
.2.6
.3.5
.6.g7
.3.7
.3.7
.3.2
.7.g6 ]
Sesegan
Buka:
[
.6.5
.3.g2
.3.5
.3.p2
.5.6
.5.n3
2165
y12p3
.6.5
.3.ng2 ]
50
Giroan;
gending yang disajikan tanpa vokal atau sinden (instrumental). Gending utama
yang disajikan dalam sajian gembongan ada gending; Krangean, Loro-loro dan
Ondel-ondel. Setelah tiga gending tersebut bisa disajikan gending-gending lain
sebagai pengisi waktu dan hiburan. Tiga gending utama tersebut bagi masyarakat
Malang memiliki makna tertentu yaitu: Krangean (capailah, raihlah), Loro-loro
(luru-luru
Gending Loro-loro:
.332
Buka:
[
2332
.7.g6
.7.6
.7.p6
.3.5
.3.n2
.3.2
.3.p2
.3.5
.7.ng6 ]
Gending Krangean
1653
Buka:
A. [
.6.5
.3.g2
.3.2
.3.p2
.5.6
.5.n3
.5.3
.5.p3
.5.6
.5.n3
51
B. [
.5.6
.7.2
.3.2
.7.6
.3.5
.6.5
.3.2
.7.6
.3.5
.6.p5
.3.2
.7.ng6 ]
..22
..2p2
.7.5
765n3
.732
..2p2
..56
765n3
..65
2365
..72
3276
..23
55..
5672
3276
..23
55..
5672
327ng6 ]
Buka:
[
.532
.532
5523
56!g6
.1.5
.6.p1
.5.6
.1.n6
.5.3
.2.p1
.2.3
.5.n3
.5.3
.2.p1
.2.3
.5.n3
.5.6
.3.p5
.2.3
.5.ng6 ]
2. Pertunjukan
a) Obong-obong; setelah sampai pada waktu tertentu sajian gending-gending giroan
dihentikan masuk pada pertunjukan pokok yaitu cerita wayang. Untuk mengawali
cerita sang Dalang mengambil tempat di bagian depan posisi gamelan di situ
sudah tersedia kotak dan pepyak untuk memberi aba-aba gending dan dialog
wayang. Dalang membakar dupa atau kemenyan disertai membaca doa yang
52
intinya memohon keselamatan bagi semua pemain, yang punya hajat dan
penonton serta permisi kepada danyang atau cikal-bakal desa tempat di mana
pertunjukan dilaksanakan. Bagian ini yang disebut bagian obong-obong yang
artinya membakar (dupa), secara visual membakar dupa namun pada dasarnya
membaca doa permohonan kelamatan. Adegan ini suasananya hening, sakral
gendingnya Ayak Wolu.
b) Adegan I: Golekan, Beskalan Patih; setelah selesai obong-obong dalang
membunyikan kothak sebagai tanda minta gending untuk tari Beskalan Patih.
Adegan ini disebut golekan tariannya Beskalan Patih atau topeng Patih yaitu
tokoh putra dengan karakter gagah semu gecul, gendingnya Klapa Endek. Istilah
golekan , Beskalan Patih dan Klapa Endek memiliki makna tertentu. Istilah
golekan berarti golekana (carilah) makna cerita yang akan disajikan, karena
pada hakekatnya pertunjukan Wayang Topeng bukanlah sekedar hiburan, tetapi
menyampaikan ajaran-ajaran nilai-nilai kehidupan yang luhur (piwulang luhur).
Tari Beskalan Patih gendingnya Klapa Endek, istilah beskalan dari kata
bakalan, kata patih berasal dari kata bangtih (abang-putih), serta kata klapa
endek berarti pohon kelapa yang masih kecil dalam bahasa Jawa disebut cikal.
Bila disusun kata-kata tersebut berbunyi cikal bakale (manungsa) saka abang
lan putih (asal mula manusia dari unsur merah dari ibu dan putih dari ayah).
Jadi secara keseluruhan adegan tari Beskalan Patih dengan gending Klapa Endek
mempunyai makna carilah hakekat manusia berasal dari dua unsur merah dari ibu
dan putih dari ayah. Pengertian tersebut bukan pengertian secara harafiah namun
makna secara spiritual.
53
c) Adegan II: jejer Kerajaan Kediri
d) Adegan III: kedatangan tamu utusan dari kerajaan Jengolo dan Prancang
Kencana. Kedua tamu tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu meminang
putri raja Kediri yang bernama Dewi Sekartaji. Adegan ini suasananya
....gendingnya ....
e) Perang gagal; karena kedua utusan bersikeras untuk mendapatkan Dewi Sekartaji
akhirnya berperang. Masing-masing adu kekuatan tidak ada yang menang dan
tidak ada yang kalah, masing-masing melarikan diri (perang gagal).
f) Transisi dari pathet Wolu ke pathe Sanga atau Pengasih, dalang melantunkan
Sendon Pengasih.
g) Adegan selingan Tari Bapang karakter gecul ... gendingnya Kalongan
h) Adegan III: Panji Asmorobangun disertai punakawan Jarodeh dan Prasanta yang
setia menemani sang Panji suasana sigrak gendingnya Grebeg Pengasih. Panji
Asmorobangun dirundung asmara dan dihibur oleh punakawan Jarodeh dan
Prasanta Dalang melantunkan Sendon gandrung.
i) Adegan IV: Cokrokembang
j) Adegan V: Kerajaan Kediri
k) Temu manten
l) Adegan Gunungsari dan Patrajaya
m) Gurisa Serang
n) Penutup
54
3. Pos-pertunjukan
Tabel: struktur pertunjukan Wayang Topeng.
No.
Adegan
Suasana/karakter
Gending
1.
Dalang obong-obong
Sakral
Gending Ayak
2.
Beskalan Patih
Sakral
3.
Agung
Gending Lambang
4.
Adegan Tamu
Regeng
5.
Perang Gagal
Tegang
6.
Gagah
Pengasih
Tenang
Sendon Pengasih
Gecul
Gending Kalongan
Asmorobangun
Sigrak
10.
Adegan gandrung
Asmara
Sendon Gandrung
11.
Jejer IV Cokrokembang
Wingit
Gending Lambangsiak
12.
Regeng syukur
13.
Adegan mantenan
Sakral riang
14.
Beksan Gunungsari
Syukur semeleh
mundur/bedol
Semangat/greget
Penutup
Lega semeleh
7.
8.
9.
15.
16.
Peralian ke Pathet
Gunungsari
D. Makna Kontekstual
Dari urai tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gending-gending dan
struktur gending di dalam pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki fungsi dan
makna simbolik sebagai berikut:
1.
Fungsi iringan; yaitu kehadiran gending melalui garap ricikan Kendang ragam
cengkok tabuhannya mengiringi, mengikuti gerak-gerak ragam tari wayang.
55
Dalam hal ini gending memberi tekanan masing gerak yang karakter masingmasing tokoh berbeda-beda meliputi: tarian Klana Sewandana yang gagah, Panji
dan Gunungsari putra alus, Bapang gecul atau lucu, Sekartaji putri alus dan
sebagainya.
2. Gending menciptakan suasana; yaitu setiap adegan dhalang akan meminta
kepada pengawit dengan sasmita tertentu gending yang sesuai dengan suasa atau
karakter tokoh dalam adegan yang akan ditampilkan. Untuk adegan Jejer Jawa
gending Lambang, Jejer Sabrang gending Setro, adegan Bapang dengan gending
Kalongan, adegan Gunungsari dengan gending Pedhat dan seterusnya.
3. Konteks sosio-religius; yaitu penyajian gending sebagai ungkapan emosional
religius masyarakatnya. Pada adegan golekan tari yang disajikan tari Topeng
Patih dengan iringan gending Klapa Endek, merupakan makna simbolik bahwa
manusia diciptakan oleh Maha Pencipta melalui ayah dan ibu. Dengan kata lain
cikal bakal manusia berasal dari unsur ayah (putih) dan unsur ibu (merah). Untuk
itu orang tua merupakan tokoh sentral yang sangat dihormati, maka disebut
Pangeran Katon.
4. Konteks nilai moral laku utama (budi pekerti luhur); yaitu dalam struktur sajian
gending-gending Eling-eling-Krangean-Loro-loro dan Gondel
pada pra-
pegangan
56
judul
gending
kehidupan:
perang baik
buruk
menghorm
ma
ti sesam
ma
makhluk
nilai moral
perilaku
p
r
religius
Tampak dalam
d
gam
mbar hubungan integraal antara gending,
g
peertunjukan Wayang
W
Topeng daan budaya masyarakat
m
yang religiius sinkretikk. Kelestarian budaya Wayang
W
Topeng di Desa Kedungmon
K
nggo Pakisaji Malanng sampai sekarang karena
keterkaitaan satu sam
ma lain yaang saling mendukunng. Mekipuun dalam perkemp
bangannya ada kecennderungan penciptaan
p
baru
b
yang melepaskan
m
diri dari keehidupan
n pengembaangan Wayyang Topen
ng untuk
tradisi, haal tersebut akan mempperkaya dan
berbagai kepentingan
k
n.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari Bab I Pendahuluan, Bab II Gambaran Umum, Bab III tentang
Pertunjukan Wayang Topeng serta Bab IV tentang Karawitan Dalam Pertunjukan
Wayang Topeng dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Malang menurut wilayah administratif mengalami perkembangan dari Kabupaten
menjadi Kabupaten dan Kota. Dari Kabupaten dan Kota Malang dipecah lagi menjadi
Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu.
2. Secara kultural tidak mengalami perubahan sebagai pengaruh pemekaran wilayah,
dan dikalangan seniman timbul istilah baru yaitu Malang Raya istilah ini untuk
menyebut budaya Malangan melingkupi wilayah Malang lama (Malang Kota,
Kabupaten Malang dan Kota Batu) dimana kehidupan kesenian dan berkesenian
masyarakat masih punya ikatan emosional dan kerjasama.
3. Berbagai jenis kesenian tradisi hidup dan berkembang diwilayah Kabupaten Malang
utamanya kesenian Wayang Topeng merupakan kesenian yang mampu berkembang
dan meregenarasi dengan baik dalam masyarakat.
4. Masyarakat tradisi dan seniman Wayang Topeng pada umumnya masih memegang
teguh sistem religi atau kepercayaan tradisi dalam menjaga keseimbangan kehidupan
dengan alam lingkungan serta melakukan berbagai ritual untuk mengenal dan
menghormati (metri) roh leluhur, cikal bakal, semua makhluk dan Yang Pencipta
sebagai Yang Maha Kuasa.
58
5. Pertunjukan Wayang Topeng Malang memiliki ciri-ciri yang spesifik sehingga dapat
disebut sebagai Wayang Topeng gaya Malang atau Malangan. Pertunjukan Wayang
Topeng Malang lekat tak terpisah dengan sistem kepercayaan masyarakatnya. Dalam
pertunjukan Wayang Topeng terkandung nilai filosofis tentang hidup dan
berkehidupan.
6. Ciri-ciri tersebut meliputi semua unsur pertunjukan: gaya pertunjukan, karakterisasi
penokohan, keragaman topeng ( bentuk, ornamen, warna dan karakterisasi),
tatabusana, karawitan.
7. Keberadaan Karawitan
a. Secara tekstual
sistem laras Pelog, terdapat sistem Pathet, varian repertoar gending serta tehnik
garap yang khas. Dari kajian Karawitanologi Karawitan Topeng Malang memiliki
konsep musikal cukup signifikan sebagai gaya karawitan perlu untuk dikaji lebih
mendalam.
b. Fungsi Karawitan dalam pertunjukan sebagai sajian mandiri dan iringan penguat
suara pertunjukan serta memberi makna-makna simbolik dalam pertunjukan.
c. Secara kontekstual Karawitan Topeng memiliki makna sibolik terkait dengan
budaya masyarakat dan sistem religi yang masih diyakini yaitu Piwulang Kawruh
Luhur. Gending-gending yang digunakan dalam pertunjukan secara terstruktur
dari pra-pertunjukan (Eling-eling, Krangean, Loro-loro dan Gondel) mengandung
makna bahwa manusia hidup harus selalu ingat dan mencari ilmu sebagai
pegangan kehidupan berperilaku utama (luhur).
Pada fase pertunjukan mulai adegan dan gendingnya dari dalang obong-obong
sebagai doa pembukaan dan permisi kepada Pedanyangan setempat.
Adegan
59
Topeng Patih (Bangtih) dengan gending Klapa Endek (cikal) merupakan simbol
terjadinya (cikal bakal) manusia dari unsur merah dari ibu dan putih dari ayah.
Garis besar struktur cerita meliputi: Adegan Jawa dilanjutkan Grebeg Jawa,
Adegan Sabrang diikuti Grebeg Sabrang dan terjadi perang gagal. Setelah perang
gagal adegan selingan yaitu tari Bapang dengan Kalongan. Adegan Kapanditan
dilanjutkan perang lakon dan ditutup tari Gunungsari dengan iringan gending
Pedhat dan Galo Irig.
Dalam struktur adegan tersebut mengandung makna bahwa kehidupan manusia
adalah selalu perang antara kebaikan dilambangkan Jawa dan keburukan
dilambangkan Sabrang dan selalu ada penghalang dilambangkan Bapang yang
perlu diminimalisir (gending Kalongan). Kapanditan tempat mencari ilmu
kesempurnaan dengan menyaring (Galo Irig) untuk mendapatkan keselamatan
(Gunungsari) hidup dan kehidupan setelah mati.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan hubungan kontekstual Karawitan,
Pertunjukan Wayang Topeng dan budaya masyarakatnya, ketiga merupakan
kesatuan yang integral dalam membentuk suatu makna. Ketiga unsur saling
terkait tidak bisa dipisahkan dalam. Dapat dikatakan bahwa pertunjukan Wayang
Topeng merupakan ekspresi budaya masyarakat dalam menciptakan kehidupan
yang harmonis anatara mikrokosmos dan makrokosmos.
B. Saran
Penelitian ini dengan keterbasan dana dan waktu, hasil tentu masih sangat terbatas pula.
Sekecil apapun sudah dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian lebih
lanjut. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji bentuk kesenian karawitan Topeng
60
Malang dalam konteks budaya masyarakat pendukungnya. Hal ini dipandang perlu untuk
mengimbangi pengembangan yang cenderung menuju pada konteks pertunjukan
modern yang mementingkan apresiasi indrawi dan tercerabut dari konteks budaya
masyarakat tradisinya.
Tanggapan kritis serta saran diharapkan untuk perbaikan tulisan ini. Secercah harapan
bagi tim peneliti, dapatnya tulisan ini bermanfaat.
61
Kepustakaan
Anderson, Benedict, R.OG
2000
Mitologi dan Toleransi Orang Jawa (Penerjemah dan penyunting:Ruslani,
Qalam, Yogyakarta
Baal, J.van
1987 Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya, Jilit I , Gramedia
Jakarta.
Becker, Judith
1993
GAMELAN STORIES: Tantrism, Islam, and Aestetics in Central Java.
Program for Southeast Asian Studies Arizona State Universtity
Daeng, Hans J. Dr.
2000
Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Eliade, Mircea
2002
Sakral dan Profan (Penerjemah: Nurwanto), Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta
------ ,, --------2002
Mitos Gerak Kembali Yang Abadi. (Penerjemah: Cuk Ananta), Inc Teraliter,
Yogyakarta
Endraswara, Suwardi
2003 Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme Dalam Budaya
Spiritual Jawa. Penerbit: Narasi Yogyakarta
------- ,, --------------2003 Metode Penelitian Kebudayaan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Geertz, Clifford
1960 The Rerligion of Java. The University of Chicago Press
------- ,, --------1992 Kebudayaan dan Agama (Penerjemah: F Budi Hardiman). Kanisius,
Yogyakarta
Geertz, Clifford
1996
Kartodirdjo, Suyatno.
62
1995
Penataran Tenaga
Onghokham
1972
Supanggah, Rahayu
1995
Seni Tradisi Bagaimana Ia Berbicara, makalah Penataran Tenaga Peneliti
Madya Dosen STSI Surakarta.
Surwedi, Ki
2007
Layang Kandha Kelir (Seri Ramayana). Penerbit: Kerjasama Forum Latihan
Dhalang Jawa Timuran (Forladaja) dan Bagaskara Yogyakarta.
63
Sutarno
2002
Pewayangan Dalam Budaya Jawa (dalam) Dewa Ruci Jurnal Kajian dan
Penciptaan Seni Vol. I, No. I, April 2002.
64
Lampiran-lampiran
1. Nama
Jenis kelamin
Tempat, lahir
Alamat
Profesi
2. Nama
Jenis kelamin
Tempat.lahir
Alamat
Profesi
: Sumantri
: Laki-laki
: Malang, 6 Maret 1954
: Desa Urung-urung Rt. 01, Rw. 02 No. 1003, Kelurahan Bangkalan,
Kecamatan Sukun, Kota Malang.
: - Pengrawit (pengendang) Wayang, Tayub, Klenengan Malangan
- Pimpinan Sanggar KarawitanLoka Budaya
- Guru Karawitan
- Pencipta gending dan vokal Karawitan.
: Suroso, Drs., M.Pd.
: Laki-laki
: Malang, 8 Nopember 1971
: Jl. Prajurit Slamet, Dusun Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji,
Kabupaten Malang.
: - Pimpinan Sanggar Wayang Topeng Asmorobangun
- Penari Topeng (karakter gagah)
- Guru/pelatih tari Topeng
- Pengrawit Wayang Topeng (pengendang)
3. Nama
Jenis kelamin
Tempat lahir
Alamat
Profesi
: Kasnam
: Laki-laki
: Malang, 62 tahun
: desa Talun, Kecamatan Najum, Kabupaten Malang
: - Dhalang Wayang Topeng
- Dhalang Wayang Kulit Purwa
4. Nama
Jenis kelamin
Tempat lahit
Alamat
Profesi
Klenengan.
: Tugas Suprayogi
: Laki-laki
: Malang,
:
: - Pengrawit Wayang Topeng, Wayang Kulit Purwa, Tayub,
65
Lampiran (2) Repertoar Gending Malangan
1. Gending Pedanyangan.
1.1. Gending Eling-eling Pelog Barang
2u2y
Buka:
.3.5
.6.g7
.2.3
.2.u
.6.5
.3.2
.5.3
6532
7656
327g6
A.
B. [
5672
3276
2327
3276
2327
3276
3565
762g7
6723
5327
6365
3732
5653
6532
7656
327g6 ]
C. [ .2.3
.2.7
.6.5
.3.2
.5.3
.5.2
.7.2
.2.7
.6.3
.7.6
.2.6
.5.g6
.2.7
.3.5
.2.6
.6.g7
Sesegan
[ .2.6
.2.6
.3.5
.6.g7
.3.7
.3.7
.3.2
.7.g6 ]
Buka:
[
.6.5
.3.g2
.3.5
.3.p2
.5.6
.5.n3
2165
y12p3
.6.5
.3.ng2 ]
66
2. Gending Gembongan
2.1. Gending: Giro Loro-loro, Bem
.2.1
Buka:
A.
B.
.2.1 2211
.6.g5
.p6.n5
.p6.n5
.p6.n5
.p2.g1
.p2.n1
.p2.n1
.p2.n1
6p46g5
2p64n5
2p64n5
2p64n5
2p32gn1
5p26n1
5p26n1
6p46g5 ]
5p26n1
Buka:
[
3322
.7.g6
.7.p6
.7.p6
.3.p5
.3.n2
.3.p2
.3.p2
.3.p5
.7.ng6 ]
Buka:
A. [
B. [
.6.5
.3.g2
.3.2
.3.p2
.5.6
.5.n3
.5.3
.5.p3
.5.6
.5.n3
.5.6
.7.2
.3.2
.7.6
.3.5
.6.5
.3.2
.7.6
.3.5
.6.p5
.3.2
.7.ng6 ]
..22
..2p2
.7.5
765n3
.732
..2p2
..56
765n3
..65
236p5
..72
327n6
..23
55.p.
5672
327n6
..23
55.p.
5672
327ng6 ]
67
Buka:
[
.532
5523
56!g6
.1.5
.6.p1
.5.6
.1.n6
.5.3
.2.p1
.2.3
.5.n3
.5.3
.2.p1
.2.3
.5.n3
.5.6
.3.p5
.2.3
.5.ng6 ]
Buka: kendang
.P.gB
...g6
[ .p5.n6
A.
.p5.n7
.p5.gn7
.p5.n7
.p5.n7
.p5.n7
.p5.gn2
.p5.n2
.p5.n3
.p5.n3
.p5.n2
.p5.n2
.p5.n3
.p6.n3
.p5.gn6 ]
[ 7p57n6
B.
.p5.n6
7p57n6
7p57n6
3p53gn6
3p53n6
3p53n6
3p53n6
3p56gn7
5p25n7
5p25n7
5p25n7
6p53gn2
3p53n2
5p65n3
5p65n3
6p53gn2
3p53n2
5p65n3
5p65n3
7p57gn6 ]
Buka:
[
356p3
323p5
521n6
653n2
.5.2
232p1
165p3
.1.g6
653n2
521gn6 ]
68
3.2.
3516
.3.1
.3.g2
.62.
262n.
262p3
563n5
.62.
262n.
262p3
563n5
656.
.5.p2
353.
351n6
656.
.3.p1
353./
.66.
.3.gn2]/ .5.2
.6.1
.6.gG5
A [:.6.p1
.6.n5
.6.p2
.6.n1
.6.p2
.6.n1
.3.p2
.6.ng5 ]
Buka:
B. [: 2621
3.4.
2612
532n1
5612
5321
3532
616g5 ]
C. [:212p6
216n5
464p2
532n1
561p2
532n1
353p2
616g5 ]
.3.2
.6.g5
.6.1
.6.p5
.6.2
.6.n1
.6.2
.6.p1
.3.2
.6.ng5
6542
.4.5
.2.gn1
.3.2
.3.p1
.5.6
.5.n3
.5.6
.5.p3
6542
452ng1
Buka:
[
3.5.
646n5
.3.1 2312
69
3.6.
.5.2
.1.gn6
356p3
521n6
232p1
653n2
323p5
653n2
165p3
521ng6
Buka:
[
4. Gending alus
4.1. Gending Lambang
6561
.3.2
.6.g5
[ .2.1
.2.p6
.1.5
.3.n2
...6
.5.p3
...6
...n5
...2
...p3
6532
123n1
.5.6
.1.p6
.2.1
.6.gn5 ]
Buka:
1653
.1.2
.1.g6
2165
3561
.3.2
.1.6
..62
.6.p1
.6.5
.6.n3
.1.2
.3..
.3.2
.3.5
.1.6
.5.p3
.1.2
.1.ng6 ]
Buka:
[
Buka:
A.
[ .5.7
.5.2
.5.p6
.5.p3
.5.7
.5.7
.5.7
.5.ng6
.5.n3
.5.ng6 ]
3216
70
B.
[: 232p7
327n6
232p7
565n3
767p2
565n3
232p7
327g6 ]
A.
B.
725p3
72..
727n6
72..
725p3
7265
365n3
.7.6
.7.p2
.5.6
.5.n3
.2.3
.2.p7
.3.2
.7.gn6 ]
.732
672p3
.7.2
.7.n6
.3.5
.6.p3
.6.5
.2.n3
6523
652p3
.6.5
.2.n3
.2.3
.2.p7
.3.2
.7.gn6 ]
.2.1
.5.gn4
6542
.5.p4
.621
.6.n5
.621
.6.p5
.2.1
.5.ng4
..61
6545
.2.1
.6.gn5
3265
232n1
3265
156n1
3216
2321
6456
216g5
235.
121n6
235.
121n6
546.
654n5
6123
532g1 ]
Buka:
[
Buka:
[
wety
.2.1
.y.gnt
3212
3123
5616
21yt
3212
5321
5616
21ygt
71
3212
3123
5616
21yt
3212
5321
3265
@#@g!
#@!@
6356
@#@!
6535
3212
5321
6656
535g6
#@!@
6356
@#@!
6545
4212
5421
321y
21ygt ]
Buka:
.6.5
.3.gn2
[ 732p7
635n6
327p6
525n3
653p2
356n7
257p2
653ng2
....
332p7
2572
327n6
.666
327p6
7535
365n3
.3.3
653p2
3562
356n7
.7.7
267p2
7653
653gn2 ]
Balungan nikeli:
.1.3
.1.gn6
[ .132
.1.6
.1.3
.1.2
.1.3
.1.2
.1.5
.1.gn6]
Buka:
Buka: kendang
[ ....
3123
.6.5
.3.2
.352
6561
..35
6532
72
.1.6
.1.6
2165
2356
.161
6535
5621
326gn1]
...gn5
kendang
[ .253
5235
.253
5216
...1
...6
.11.
232gn1
...2
...1
.55.
5612
.316
216gn5]
Buka:
32.3
565gn3
[ ....
672p3
..27
672n3
.732
.73p2
76.7
232n7
....
327p6
7653
235n6
.365
.36p5
32.3
565gn3 ]
.1.2
.1.3
[ .p1.n6
.p1.n2
.p1.n3
.p1.gn5
.p1.n5
.p1.n2
.p1.n3
.p1.gn6 ]
.777
3276
5356
[ 757n6
757n6
757n6
3.3gn.
757n6
757n6
757n6
3.3gn.
777n7
327n6
535n6
2.2gn.
777n7
327n6
535n6
2.2gn.]
.1.gn6
2.2gn.
73
Buka: kendang
[ ....
1235
1653
1235
....
3123
5321
5612
....
5321
3216
3562
55..
2356
3632
123gn5 ]
.22.
2356
.753
[ .327
232p.
6567
656n.
6567
656p.
3537
353n.
3537
353p.
5657
565n.
222.
235p6
.753
653gn2 ]
7.5.Gending Orang-aring
Buka:
653gn2
8. Gending Ayak
8.1. Ayak Wolu
Buka: beman/kendang:
...g1
2165
245g6
[ .3.6
.3.6
1561
216g5
.2.5
.2.5
5612
454g2
.5.2
.5.2
1245
6421
.4.1
.4.1
5425
421g6 ]
Buka: beman/kendang:
....
[
f.
.4.1
5615
.4.1
.6.3
5425
.2.g1
4216
.4.6
.4.6
1561
2165
.2.5
.2.5
4612
4542
.4.2
.4.2
1245
642g1 ]
6666
555g5
74
8.3.Ayak Srepeg Panji Wolu
Buka:
.1.1
.1.1
6465
621g6
[ .4.6
.4.6
4542
124g5
.2.5
.2.5
2412
454g2
.5.2
.5.2
3123
532g1
.4.1
.4.1
4565
321g6 ]
.666
4542
124g5
f.
.666
Buka: beman/kendang:
[ 1615
1312
3532
161g5 ]
75
Lampiran 3: Suwaka dan Sendon
1. Sendon Wolu
1
5,
6 6
6 6
5 !
z5c4
5 5
5 5 5
5 6
6 6
6 !
5 4
z2c1
2 z3x2x.c1
Kang a na
2 2
2 2
2 zyc1 y
wa se sa
3 3
3 3
Ku wa sa
y
Man di
2 zyc1
3 z2x1x2c3
se gi ta meng
1
ku
zyx.ct
u cap ku
Syair: (1)
O, Sang Hyang Tunggal, Sang Manik Maya
Sang Manik manunggal,
Awujudan ingsun pribadi
Kang ana manik paningal ingsun, paningal ingsun
Ingsun Sang Kama Adiwasesa
Kuwasa lungguhku, segi tamengku, mandi ucapku.
Syair: (2)
Ingsun lungguhe dhalang sejati
Kelirira gambare jagad
Blencongira surya lan candra
Kothaknya kayu kastuba jati
Isinya nyawa lan suksma
Wayangira gambar maesan
Dhrodhoira panggedruging bumi
Sulingira panjeriting Widodari
Gamelanira mbok lara denok
76
Syair: (3)
O, wayangku gambar maesan
Kothaknya kayu cendhana
Tutupira babu Kawa
Isine nyawa kalawan suksma
Keprakku penggedruging pretala
Cempalanya wus munggwing asta
Sampun pepak sadaya pamrinci
Dadya salira tunggal
Dadya bayuning badan
Dadya teguhing slira
Syair: (3)
. . . . Wiyagane purbawasesa
Gendernya panuthuk barung
Kendange gelap ngampar
Kenonge padhaswara
Pekingnya panithil gending
Sarone jalak angoceh
Gong gede kinarya padhanira.
2. Greget Saut
!
@ @
z#x@c!
Ri ka ta mring ka na
6
Ma pa ra
!
z6c5
la wan te kap
@
Tu mang kep e
sa pu
z6c5
Sa pu Na ren dra
na ren dra
77
3. Greget Saut Wolu Alit
@ @ # #
A gul a gul
@
@ @
Lir pin da
# @
ka ton
@ !
wah yu
6 #
z c@ @
gi nu lung
6 6 6
tu mu run
! @
z x c# 5 3
z5c3 3
Cle ret bo lang keh an
3
3
Ra den
2 3
Par ta
3 3 3
Su te ja
z c2 2
1
man der
3 z5c6 6,
gi nu lung,
z x.x.x.c2
2
O,
z x.x.x.cy
y
O..
@ @
bu dhal
@ @ @
gu mu ruh
! @
# # # # z!x@c!
Ge gan cang an la ku ni
!
ra
6
! @ @ @
z c# ! !
z x6c5 5
Wa dya ba la sa mya ngi ring
@
! z6c@ !
Wus an dung kap
5 3
5 6
z c4
tla tah wa na
5 6
! @
z@c# !
Re but di ngin sa lang
z x6c5 5
!
tun jang
z3c2
dri
78
Syair Sendon
O, Sang Hyang Tunggal, Sang Manik Maya
Sang Manik manunggal,
Awujudan ingsun pribadi
Kang ana manik paningal ingsun, paningal ingsun
Ingsun Sang Kama Adiwasesa
Kuwasa lungguhku, segi tamengku, mandi ucapku.
Syair: (2)
Ingsun lungguhe dhalang sejati
Kelirira gambare jagad
Blencongira surya lan candra
Kothaknya kayu kastuba jati
Isinya nyawa lan suksma
Wayangira gambar maesan
Dhrodhoira panggedruging bumi
Sulingira panjeriting Widodari
Gamelanira mbok lara denok
Syair: (3)
O, wayangku gambar maesan
Kothaknya kayu cendhana
Tutupira babu Kawa
Isine nyawa kalawan suksma
Keprakku penggedruging pretala
Cempalanya wus munggwing asta
Sampun pepak sadaya pamrinci
Dadya salira tunggal
Dadya bayuning badan
Dadya teguhing slira
Syair: (3)
. . . . Wiyagane purbawasesa
Gendernya panuthuk barung
Kendange gelap ngampar
Kenonge padhaswara
Pekingnya panithil gending
Sarone jalak angoceh
Gong gede kinarya padhanira.
Ana siti pinendhem jroning bumi
Banyu kinelem ing toya
79
Lor kidul endi uwite
Miwah kulon lan wetan
Endi pungkasanira
Damar murub tanpa sumbu
Gumantung tanpa centhelan e..
Palwa ngemot jaladri
Kuda ngerap ing pandengan
Randu alas mrambat pare
Jaka bojone papat
Prawan nggendhong anak
Jago kluruk tengahe laut
Dudha durung krama
Eman temen raga puniki
Lamun mati teka tinilar
Luluh ajur tanpagawe
Yen tan ana welas ingsun
Kaya kurungan manira pasti
Rewangku ana donya
Bebarengan ngalor ngidul
Upama kurunganingsun emas
Sun ulet tirta wening
Pan dadi panunggalan
Ana rapal tanpa rupi
Sabdane para Pendhita
Petang petung ing ngandhape
Karangkurungan mega
Mega mendhung ngawang gunung
Si kesot ngideri jagad
Tapake kontul nglayang
Uget-uget nguntal gunung
Kyai limbangan ngangge tembang
Tembange sinom pengrawit
Nanging sampun ndika ina
Cumetha ndika melu ngangge
Ana reki soal mami
Jawaban kabeh iku
Tapake kontul nglayang
Banyu kinelem ing warih
Ngaku lanjar durung akrama