72
Ind
k
STBM
2014
363. 72
Ind
k
I. SANITATION EDUCATION
ii
emerintah
Indonesia
melakukan
upaya
STBM
yang
mengutamakan
pendekatan
perubahan
perilaku
iv
DAFTAR ISI
Bagian 1 - Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Tupoksi STBM.................................................................................................. 37
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
vi
DAFTAR TABEL
Gambar 1
Gambar 2
Tupoksi STBM.................................................................................................. 37
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
vii
viii
KURIKULUM
PELATIHAN UNTUK
PELATIH (TOT)
FASILITATOR STBM
Bagian 1
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................... 3
A.
Latar Belakang.......................................................................................................... 3
B.
Filosofi Pelatihan....................................................................................................... 4
Tujuan Umum............................................................................................................ 6
B.
Tujuan Khusus........................................................................................................... 6
D. Narasumber .............................................................................................................. 22
BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN.................................... 23
A. Penyelenggara.......................................................................................................... 23
B.
Tempat Penyelenggaraan.......................................................................................... 23
B.
C.
BAB X. SERTIFIKAT................................................................................................................ 24
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
anitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan pendekatan
dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan
pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan
pelatihan tersebut mampu mencetak lebih banyak fasilitator STBM yang handal, yang mampu
merencanakan dan melaksanakan program STBM untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat
untuk mempraktikkan hidup bersih dan sehat, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi
program STBM secara partisipatif dengan masyarakat.
Kurikulum ini didesain dengan pendekatan learner centered yakni pendekatan yang
menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatian, sedangkan pelatih/fasilitator lebih berperan
sebagai katalisator (catalyst), pembantu proses (process helper), dan penghubung sumber daya
(resource linker). Mengingat adanya perbedaan gaya pengajaran dan budaya setempat, maka
tujuan pembelajarannyapun diarahkan pada tumbuhnya proses penemuan sendiri (self-discovery),
sehingga kompetensi yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas sebagai
seorang fasilitator STBM.
Kebutuhan terhadap Pelatihan Fasilitator STBM ini masih belum diimbangi dengan
ketersediaan jumlah tenaga pelatih yang mencukupi, mumpuni dan mampu memahami serta
menyampaikan atau memfasilitasi materi sesuai kurikulum dan modul pelatihan yang telah
ditetapkan. sehingga untuk mengakomodir kebutuhan ini maka perlu dilakukan suatu Pelatihan
untuk Pelatih (Traning of Trainer / TOT) Fasilitator STBM ini. Sehubungan dengan hal itu, Pelatihan
untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM ini menjadi begitu penting dan perlu segera dilaksanakan
untuk mencetak fasilitator-fasilitator STBM yang handal, yang mampu mendorong percepatan
pencapaian target sanitasi Indonesia yang berkelanjutan dan juga untuk meningkatkan keterampilan
para fasilitator dalam hal melatih, serta untuk memberikan penyamaan persepsi diantara para
fasilitator agar terdapat keseragaman materi yang akan disampaikan pada pelatihan Pelatihan
fasilitator STBM sesuai kurikulum yang telah ditetapkan. Adapun penyelenggaraan pelatihan ini
mengacu pada kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM bagi pelaksana STBM.
B. Filosofi Pelatihan
Filosophi pelatihan untuk pelatih (TOF) Fasilitator STBM ini diselenggarakan dengan
memperhatikan:
1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama pelatihan peserta berhak
untuk:
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pemberdayaan masyarakat,
perubahan perilaku, dan STBM.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks pelatihan.
c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembelajaran.
d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
2. Berorientasi kepada peserta, di mana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat menfasilitasi dengan berbagai metode,
melakukan umpan balik, dan menguasai materi STBM.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditorial maupun
kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang STBM, saling
berbagi antar peserta maupun fasilitator.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f.
A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta berperan sebagai pelatih pada pelatihan fasilitator
STBM di wilayah kerjanya masing-masing.
B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya peserta mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menjelaskan konsep dasar STBM
2. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat dalam STBM
3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi
4. Melakukan pemicuan STBM di komunitas
5. Melatih pada pelatihan fasilitator STBM
C. Kompetensi
Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki kompetensi sebagai
berikut :
1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
2. Menerapkan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM.
2. Menerapkan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM.
3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi.
4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas.
5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM.
No
WAKTU
MATERI
MATERI DASAR
PL
JML
MATERI INTI
10
16
Teknik Melatih
15
15
17
10
42
Subtotal B :
C
MATERI PENUNJANG
18
22
10
50
Subtotal C :
Total
Keterangan: T: Teori; P: Penugasan; PL: Praktik Lapangan
1 JP @45 menit
50 JP = 6 hari pelatihan
Untuk praktek micro teaching per orang 30 menit
Judul Materi
Waktu
Nomor
Tujuan Pembelajaran
Khusus (TPK)
: MI.1
CTJ,
Curah
Pendapat.
CTJ,
Curah
Pendapat
Metode
Bahan tayang
(slide ppt),
LCD projector,
Komputer / laptop,
Modul.
Media dan
Alat Bantu
Referensi
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami arah kebijakan dan strategi nasional STBM.
: MD.1
Nomor
Waktu
Menjelaskan
pengertian STBM,
Menjelaskan
komponen STBM,
Menjelaskan lima
pilar STBM,
1.
2.
3.
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
1. Pengertian STBM
a. Pengertian STBM,
b. Tujuan STBM,
c.
Sejarah program pembangunan
sanitasi,
d. Konsep STBM.
CTJ,
Curah Pendapat.
CTJ,
Curah Pendapat.
CTJ,
Putar film,
Tanya jawab,
Curah Pendapat,
Bermain Peran.
Metode
Bahan tayang (slide
ppt, film),
LCD,
Komputer/laptop,
Flipchart,
Spidol,
Meta plan,
Kain tempel,
Modul,
Panduan Diskusi,
Panduan Bermain
Peran.
Referensi
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar STBM.
Judul Materi
10
Menjelaskan
prinsip-prinsip
STBM,
Menjelaskan
tangga perubahan
perilaku.
4.
5.
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
4. Prinsip-Prinsip STBM
a.
Tanpa subsidi,
b.
Masyarakat sebagai pemimpin,
c.
Tidak menggurui/ memaksa,
Totalitas seluruh komponen masyarakat.
CTJ,
Curah Pendapat,
Diskusi.
CTJ,
Curah Pendapat,
Diskusi.
Metode
11
Menjelaskan
pemberdayaan
masyarakat,
Menerapkan
partisipasi
masyarakat dalam
STBM.
1.
2.
CTJ,
Diskusi
kelompok,
Bermain Peran.
1. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian pemberdayaan masyarakat,
b. Tahapan kegiatan pemberdayaan
masyarakat,
c.
Prinsip dasar pemberdayaan
masyarakat.
DepKes RI, Pusat Promkes,
Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan, Jakarta: 2004.
DepKes RI, Pusat Promkes,
Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Daerah, Jakarta: 2005.
Totok Mardikanto, Konsep-Konsep
Pemberdayaan Masyarakat,
Surakarta, 2010
Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM:
Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
Referensi
: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan pemberdayaan masyarakat dalam
Metode
Waktu
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
Judul Materi
STBM.
: MI.2
Nomor
12
Melakukan
komunikasi yang
efektif,
Melakukan
advokasi,
Menerapkan
prinsip-prinsip
dasar fasilitasi,
Menerapkan
teknik-teknik
fasilitasi.
1.
2.
3.
4.
4. Teknik Fasilitasi
a. Teknik mendengar,
b. Teknik bertanya,
c. Teknik menghadapi situasi sulit,
d. Dinamika bertanya,
e. Curah pendapat.
2. Advokasi
a. Pengertian advokasi,
b. Langkah-langkah advokasi STBM,
c. Cara melakukan advokasi yang efektif.
1. Komunikasi
a. Pengertian komunikasi,
b. Bentuk-bentuk komunikasi,
c. Membangun komunikasi yang efektif.
CTJ,
Curah Pendapat,
Bermain peran.
CTJ,
Diskusi
kelompok.
CTJ,
Bermain peran.
CTJ,
Diskusi
kelompok,
Bermain peran,
Dinkes RI, Pusat Promosi Kesehatan,
Modul Teknologi Advokasi Kesehatan,
Jakarta: 2002.
Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM:
Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat
di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
Referensi
: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi STBM.
Metode
Waktu
Judul Materi
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
: MI.3
Nomor
13
2.
Melakukan pemicuan,
2. Pemicuan
a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan,
b. Elemen pemicuan dan faktor penghambat
pemicuan,
c.
Langkah-langkah pemicuan,
d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM
e. Komposisi tim pemicu.
1. Kegiatan Pra-Pemicuan
a. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat,
b. Persiapan pemicuan dan menciptakan
suasana yang kondusif sebelum pemicuan
CTJ,
Diskusi
kelompok,
Bermain peran,
Putar film,
CTJ,
Diskusi
kelompok,
Simulasi.
Referensi
: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan pemicuan STBM di komunitas.
Metode
Waktu
Judul Materi
Tujuan Pembelajaran
Khusus (TPK)
: MI.4
Nomor
14
Mampu mempraktikkan
pemicuan di lapangan.
3.
4.
5.
Tujuan Pembelajaran
Khusus (TPK)
Praktik Kerja
Lapang.
Pemilihan
kelompok secara
partisipatif,
Penugasan.
CTJ,
Diskusi
kelompok,
Simulasi.
Metode
Referensi
15
1. Menjelaskan
model pendekatan
Pembelajaran orang
dewasa (POD).
2. Menyusun satuan
acara pembelajaran
(SAP)
3. Menciptakan iklim
pembelajaran yang
kondusif dalam
sebuah proses
pembelajaran
4. Menggunakan teknik
presentasi interaktif
dalam proses
pembelajaran .
Komputer,
LCD,
Papan/ kertas Flipchart,
Spidol
Lembar latihan
Panduan diskusi
kelompok
Pedoman praktik
melatih
(micro-teaching)
Referensi
: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan fasilitator STBM
Metode
Waktu
: Teknik Melatih
Judul Materi
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
: MI. 5
Nomor
16
7. Melakukan evaluasi
hasil
pembelajaran
6. Menggunakan media
dan alat bantu
pembelajaran
yang sesuai
dengan metode
pembelajaran
dan tujuan
pembelajaran yang
ingin dicapai.
5. Menentukan metode
pembelajaran
yang sesuai
dengan tujuan
pembelajaran
Tujuan
Pembelajaran
Khusus (TPK)
5. Metode pembelajaran :
a. Pengertian dan Manfaat metode pembelajaran
b. Delapan Ragam metode pembelajaran
c.
Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode
pembelajaran.
d. Metode pembelajaran yang efektif
Metode
Referensi
17
Judul Materi
Waktu
4.
6.
Organisasi kelas
Harapan-harapan dalam
proses pembelajaran dan
hasil yang ingin dicapai
3.
Perkenalan
2.
1.
Diskusi kelompok
CTJ
Curah pendapat
Diskusi kelompok
CTJ
Curah pendapat
Diskusi kelompok
CTJ
Curah pendapat
Diskusi kelompok
Permainan
CTJ
Curah pendapat
Metode
Referensi
: MP.1
Nomor
18
2. Langkah-langkah penyusunan
RTL.
3. Evaluasi dan RTL
a. Evaluasi Pelaksanaan STBM
b. Penyusunan RTL dan gantt
chart
4. Pelaksanaan STBM
1. RTL:
a. Pengertian RTL
b. Ruang lingkup RTL.
Ceramah Tanya
Jawab
Latihan
Diskusi kelompok
Flipchart,
Spidol,
Meta plan,
Kain tempel,
LCD,
Presentasi,
Lembar/Format RTL.
Referensi
: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan mengevaluasi
Waktu
Metode
Judul Materi
: MP.2
Nomor
19
d. Pembacaan doa agar pelatihan berjalan dengan lancar dan berhasil tanpa ada hambatan
yang berarti.
2. Pelaksanaan Pre-Test
Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal peserta
terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran.
3. Membangun Komitmen Belajar
Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses belajar mengajar
selanjutnya dan menciptakan komitmen terhadap norma-norma kelas yang disepakati bersama
oleh seluruh peserta serta membentuk struktur kelas sebagai penghubung antara peserta, MOT,
dan panitia penyelenggara, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan
kondusif.
Kegiatannya antara lain:
a. Penjelasan oleh MOT tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam
materi membangun komitmen belajar.
b. Perkenalan antara peserta dan para fasilitator dan panitia penyelenggara pelatihan, dan
juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan,
dimana seluruh peserta terlibat secara aktif.
c. Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta
selama pelatihan.
d. Kesepakatan antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi
selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas (pemilihan ketua kelas dan
sekretaris), kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.
4. Pengisian wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi
sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta dalam pelatihan ini,
yaitu Kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
5. Pemberian pengetahuan dan keterampilan
Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada
kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam
mencapai kompetensi tersebut, yaitu metode ceramah tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok,
bermain peran, tugas baca, simulasi, presentasi, pemutaran film dan latihan-latihan tentang konsep
dasar dan fasilitasi dengan menggunakan kurikulum dan modul pelatihan fasilitator sanitasi total
berbasis masyarakat.
20
dilaksanakan maka
21
B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur
Pelatih adalah tim pelatih/fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan praktisi STBM dari
berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan memenuhi salah satu dari kriteria berikut
ini yaitu :
a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta terlibat dalam kegiatan STBM,
b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM,
c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki,
d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan lingkungan.
D. Narasumber
Narasumber berasal dari:
a. Ditjen PP dan PL, Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI dan Master Trainer/Pelatih
Nasional STBM.
b. Narasumber/pelatih dari mitra STBM.
Kriteria narasumber:
a. Menguasai materi di bidangnya.
b. Menguasai teknik melatih.
c. Pernah mengikuti pelatihan fasilitator STBM.
d. Pelaksana di salah satu program STBM
22
B. Tempat Penyelenggaraan
Pelatihan akan diselenggarakan pada tempat/lokasi program yang telah menggunakan pendekatan
STBM di seluruh wilayah Republik Indonesia.
23
BAB X. SERTIFIKAT
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/PER/M.
PAN/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengangkatan Tenaga
Fungsional dan Angka Kreditnya, maka bagi peserta yang telah menyelesaikan proses pelatihan
selama 30 jp dengan kehadiran minimal 95 persen dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil evaluasi
pelatihan akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 (satu).
Sertifikat akan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan
dan oleh panitia penyelenggara. Sertifikat juga bisa diberikan oleh Lembaga yang berwenang
menerbitkan sertifikat untuk pelatihan untuk pelatih Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
24
25
MODUL
PELATIHAN UNTUK
PELATIH (TOT)
FASILITATOR STBM
Bagian 2
26
MD.1
KEBIJAKAN DAN
STRATEGI NASIONAL
STBM
Modul MD.1
Kebijakan dan Strategi Nasional STBM
27
DESKRIPSI SINGKAT............................................................................................... 29
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN....................................................................................... 29
A. Tujuan Pembelajaran Umum.................................................................................. 29
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................. 29
III.
IV.
BAHAN BELAJAR..................................................................................................... 30
V.
METODE PEMBELAJARAN...................................................................................... 30
VI.
28
MODUL MD.1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat
memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam
kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia.
STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang
mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi dari hasil
uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi
proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat
untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di
jamban yang saniter dan layak.
STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C,
yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan
sanitasi pada tahun 2015. . Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM
adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, pada
tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang
layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana
amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025.
Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi,
dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar
STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
(3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah
Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
29
B. POKOK BAHASAN 2
PERAN DAN STRATEGI STBM
a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C,
b. Strategi STBM,
c. Pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kebijakan di masing-masing tingkatan.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab dan curah pendapat.
30
VII.
URAIAN MATERI
A. POKOK BAHASAN 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014 yang tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia No. HK.03.01/160/1/2010 ditetapkan
bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Adapun Misi
Kemenkes adalah 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani; 2) Melindungi kesehatan masyarakat
dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan;
3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan 4) Menciptakan tata
kelola kepemerintahan yang baik.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air
minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation
Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku
buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia,
kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun
pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare yaitu 423 per
seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52.
Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan
sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit
terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan
sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku higienis.
Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation
(CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini telah
31
berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-ODF),
sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci
tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun
2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008. Pada
tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 3 Tahun 2014 tentang STBM
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene
dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM
memiliki indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis
lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut:
1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga
dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (SBS).
2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman
di rumah tangga.
3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan
(air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
B. POKOK BAHASAN 2
PERAN DAN STRATEGI STBM
a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C
STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan sanitasi
di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat,
mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat
serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar yang
layak dan berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian target
pembangunan milennium (Millenium Development Goal), khususnya target 7C, yaitu mengurangi
hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun
2015. Komitmen pemerintah terkait sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat Indonesia pada
tahun 2025.
32
Goal 7
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
Target
10
Baseline
1993
INDIKATOR
Proporsi rumah
Kota
tangga dengan
akses berkelanjutan Desa
terhadap air minum
layak (Kota & Desa) Total
Proporsi rumah
Kota
tangga dengan
akses berkelanjutan Desa
terhadap sanitasi
layak (Kota & Desa) Total
Capaian
2010*)
Target MDGs
2015
50,58%
42,51%
75,29%
31,61%
45,85%
65,81%
37,73%
44,19%
68,87%
53,64%
72,78%
76,82%
11,10%
38,50%
55,55%
24,81
55,54%
62,41%
*) BPS; Susenas
Pokok Kegiatan :
33
Pokok Kegiatan :
Pokok Kegiatan :
Institusionalisasi
Peningkatan
kebutuhan sanitasi
Peningkatan
penyediaan sanitasi
34
Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian
5 (lima) pilar STBM, yaitu:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS);
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT);
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT);
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan di Masing-Masing
Tingkatan
STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas
pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga
keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai.
35
36
Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi penyelenggaraan STBM
di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah:
a. Advokasi kebijakan program, koordinasi dan
penyediaan bantuan teknis
b. Penyiapan NSPK, modul pelatihan, sistem
monitoring dan evaluasi
Tugas dan
Fungsi Pusat
a.
b.
c.
d.
VIII. REFERENSI
1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: 2003.
2. Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Jakarta: 2005.
3. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat, Jakarta: 2008.
4. Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008.
5. Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: 2009.
6. Kepmenkes RI, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, Jakarta: 2010.
7. Kepmenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: 2013.
8. Kemenkes RI, Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
2014.
9. Update terkait STBM, www.stbm-indonesia.org
37
38
MI.1
KONSEP DASAR
PENDEKATAN STBM
Modul MI.1
Konsep Dasar Pendekatan STBM
39
DESKRIPSI SINGKAT............................................................................................... 41
TUJUAN PEMBELAJARAN....................................................................................... 41
A. Tujuan Pembelajaran Umum.................................................................................. 41
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................. 41
III.
IV.
BAHAN BELAJAR..................................................................................................... 42
V.
METODE PEMBELAJARAN...................................................................................... 42
VI.
40
MODUL MI.1.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami
pengertian, komponen-komponen pokok, pilar-pilar, prinsip-prinsip dasar, dan tangga perubahan
perilaku pada STBM secara lebih rinci dan mendalam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60% penduduk Indonesia
yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi antara 72,54% di perkotaan dan 38,97%
di perdesaan. Angka ini masih jauh dari target MDG yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan dan
55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk mencapai 20.000 desa SBS
pada tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan.Berdasarkan data Kemenkes, hingga
November 2013, baru 14.189 desa yang sudah Stop Buang Air Besar Sembarangan.
Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting agar
peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi penerapan
STBM di masyarakat.
41
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi dan bermain peran.
42
4. Fasilitator mengajak peserta untuk curah pendapat mengenai sejarah program sanitasi di
Indonesia dan lahirnya STBM,
5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang konsep dasar STBM.
VII.
URAIAN MATERI
43
Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang air besar
sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan
yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah
tangga dengan aman.
ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah
kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang
air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan
air bersih yang mengalir dan sabun.
Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang
dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah.
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) ) adalah melakukan
kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan
menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di
rumah tangga.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
44
Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga,
biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan
lahan.
LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang
secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan
untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh
masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
45
Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar Sembarangan)
adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban
sehat,yaitu, mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM
Desa STBM, selain menyandang status ODF,100% rumah tangga memiliki dan
menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku
untuk pilar lainnya seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun
dan 100% rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air
minum rumah tangga.
Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100%
rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair domestik
yang aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait
seluruh Pilar 1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.
b. Tujuan STBM
Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah
perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 strategi
yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta
peningkatan penyediaan akses sanitasi.
46
Subsidi
Solidaritas sosial
d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah
disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep
dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS.
CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai
berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa
komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut.
Salah satu negara bagian di India yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi
47
pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan
program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia,
Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS.
Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi
yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari
penilaian tersebut adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara
perlahan-lahan mencabut subsidi pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah
tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan
model standar jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat.
Pada dasarnya CLTS adalah pemberdayaan dan tidak membicarakan masalah subsidi.
Artinya, masyarakat yang dijadikan guru dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.
Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi CLTS di
Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di Indonesia (Awakening).
Community lead (dipimpin oleh masyarakat) tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat
dalam hal lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain lain, prinsip yang terpenting
adalah:
Inisiatif masyarakat,
Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan
muncul natural leader.
48
Personal
Perilaku dan
kebiasaan
Profesional
Proses
Berbagi
Penerapan
Metode
Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok yang
berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang upper-lower harus dirubah menjadi
pembelajaran bersama, bahkan menempatkan masyarakat sebagai guru karena
masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu.
Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk memberi sesuatu tetapi menolong
masyarakat untuk menemukan sesuatu.
Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa tubuh
yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan
yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah
berubah maka sharing akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan
tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan
sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat
secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut.
49
Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses
pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada
keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala
teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mecapai
perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan
masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya
harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang
berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat.
peningkatan
kebutuhan
sanitasi
merupakan
upaya
sistematis
untuk
Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara langsung;
50
Komponen strategi peningkatan kebutuhan sanitasi dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk
memberikan gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang
kumuh, seperti mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak
higienis, lingkungan yang kotor dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai,
daya belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total Sanitation (CLTS)
yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu membangun
sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan.
Peningkatan penyediaan akses sanitasi dilakukan untuk mendekatkan pelayanan jasa
pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses oleh masyarakat, menyediakan bebagai
tipe sarana yang terjangkau oleh masyarakat dan opsi keuangan khususnya skema pembayaran
sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang sehat.
Pendekatan ini dapat dilakukan tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha
sanitasi, namun juga memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/opsi jenis sarana
yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen pasar. Infomasi
yang rinci, akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung
promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini
dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk menjaring konsumen.
Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan
dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran
dan pendekatan yang dikembangan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang
kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat
menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain:
Kelembagaan, Keuangan,
Kapasitas pelaksaan,
51
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku
buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun.
melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki
dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta
untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di
rumah tangga.
melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa
kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusa mata rantai penularan
penyakit.
52
c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa mereka
untuk mempraktikkan budaya higiene dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka membuat/
membeli jamban atau produk-produk STBM.
STBM
Pemberdayaan masyarakat
Model
Model ditentukan
Cakupan
Sebagian
Menyeluruh
Indikator keberhasilan
Menghitung jamban
53
Kriteria
STBM
Biaya
Pemanfaat
Motivasi utama
Subsidi / bantuan
Harga diri
Model penyebaran
Keberlanjutan
Tidak ada
Tipe monitoring
Oleh proyek
54
SANITASI
TOTAL
Visi STBM
Improved
+
Perilaku
Hygienes
lainnya
ODF
OD
Masyarakat
sudah
mempraktekk
an perilaku
Hygienes
sanitasi secara
permanen
Terjadinya peningkatan
kualitas sarana sanitasi.
Terjadinya perubahan
perilaku hygienes lainnya
di masyarakat.
Adanya upaya pamasaran
dan promosi sanitasi.
Adanya pemantauan dan
evaluasi
a. Perilaku BABS
Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari
masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan tanpa ada pengelolaan
tinja yang higienis.
Tempat terbuka untuk BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai
maupun di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban plung
lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke tempat terbuka seperti
sungai, rawa dll).
Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengelolaan tinja yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan baik untuk individu
yang melakukan praktik BABS maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya.
Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan perubahan perilaku secara
kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa dilakukan dengan cara:
1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau masyarakat
yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
55
2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite yang dibentuk oleh
komunitas masyarakat tersebut.
3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam rangka menuju status
SBS.
4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok dari masyarakat tersebut.
5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk masyarakat dengan
kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga yang terjangkau.
b. Perilaku SBS
Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kebiasaan/ praktik budaya seharihari masyarakat yang tidak lagi membuang kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah
dilakukan pengelolaan tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit.
Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang mempunyai kemampuan
untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai dari sarana jamban sehat paling sederhana
sampai dengan tingkat sarana jamban yang sudah bagus sistem pengelolaannya seperti IPAL
komunal maupun IPAL terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini dilakukan secara
kolektif dan partisipatif dalam mengambil keputusannya.
Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka dikatakan komunitas tersebut
mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi
sebagai berikut:
1. 100% masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah terverifikasi oleh tim
verifikasi dari puskesmas setempat),
2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higiene lainnya,
3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan
4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala.
56
VI. REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper184, Subsidy or Self-Respect Total Community Sanitation in
Bangladesh, Institute for Development Studies, September 2003.
2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change Community
Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: 2006.
3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta, 2009.
4. Kemenkes RI, Modul Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: 2012.
5. Kemenekes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: 2012.
6. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:enkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul
Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:2013.
7. Update STBM, www.stbm-indonesia.org
8. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23,www.ampl.or.id
VII.
LAMPIRAN
Lembar Penugasan
a. Pembelajaran Penerapan STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pembelajaran/Refleksi
Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi
penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja
peserta.
57
Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil
pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami program /proyek tersebut.
Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan
didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang.
Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek yang
menjadi pilihannya (selama 10 menit) dengan pokok-pokok kajian, sebagai berikut:
Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu?
Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan kenapa
kondisinya seperti itu?
Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai
menempelkannya di dinding atau kain rekat.
Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing kelompok
mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 3 menit. Berikan kesempatan
kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan
diskusi.
Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi
pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang
membahas mengenai kenapa, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya.
Poin kunci untuk pemandu:
Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang pembelajaran penerapan STBM:
1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan penerapan
STBM tidak berkesinambungan atau tidak di replikasi,
2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai dan penerapan
STBM berkesinambungan atau akan menyebar ke wilayah lain.
2. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat
Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil diskusi sebelumnya
bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis, target tercapai dan penerapan STBM
berkesinambungan, dan b) pesimis, target sulit tercapai dan penerapan STBM tidak
berkesinambungan.
Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula untuk mendiskusikan
hal berikut selama 10 menit:
a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang optimis?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang pesimis?
Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan dengan warna yang
berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan faktor penghambat.
58
b. Komponen STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai komponen STBM.
Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai komponen STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.
Poin kunci untuk pemandu:
Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen tersebut
berdiri sendiri atau bagian dari dari salah komponen tersebut.
3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal berikut
dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat:
Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan faktor pendukung dan
mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM?
59
ilustrasi:
9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta
peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat
juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang
kegiatan-kegiataan untuk 3 komponen STBM
60
Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan masyarakat terpicu,
namun pada saat bersamaan Bupati meluncurkan program bantuan jamban.
Apakah upaya pemicuan akan berhasil?
Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat jamban
sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal.
Apakah upaya perubahan perilaku tidak terhambat?
4. Dari hasil curah pendapat dengan 3 pertanyaan diatas, pemandu menanyakan kembali,
apakah peserta masih ragu bahwa 3 komponen STBM saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan?
5. Tegaskan kembali keterkaitan komponen STBM dengan membuat tulisan dalam kartu ke
3 komponen STBM dan menempelkan di kain tempel dalam bentuk segitiga besar.
6. Dari visualisasi ke 3 komponen tersebut, ajak peserta melakukan anlisis bersama:
1. Komponen mana saja sudah dan belum dilaksanakan?
2. Mengapa itu terjadi?
3. Bagaimana seharusnya?
7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya.
8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa dalam
penerapan STBM ketiga komponen harus diterapkan secara terintegrasi. Pemandu dapat
memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang menerapkan ke 3 komponen STBM secara
lengkap.
9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.
61
62
Modul MI.2
MI.2
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DALAM STBM
63
DESKRIPSI SINGKAT............................................................................................... 65
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN....................................................................................... 65
A. Tujuan Pembelajaran Umum.................................................................................. 65
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................. 65
III.
IV.
BAHAN BELAJAR..................................................................................................... 66
V.
METODE PEMBELAJARAN...................................................................................... 66
VI.
64
MODUL MI.2
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Masyarakat merupakan pondasi paling utama dari pendekatan STBM. Suksesnya STBM hanya
akan terjadi apabila masyarakat terpicu untuk mau, berdaya dan melakukan praktik-praktik hidup
bersih dan sehat. Kegiatan STBM dimulai dari adanya pemahaman masyarakat atas permasalahan
yang mereka hadapi, adanya inisiatif dan keputusan masyarakat untuk berubah, dan diikuti dengan
pelaksanaan kegiatan secara bersama-sama menggunakan sumber daya yang mereka miliki.
Untuk memberdayakan masyakat, dibutuhkan fasilitator-fasilitator handal yang mampu membantu
masyarakat menyadari permasalahan yang mereka hadapi, mencari solusi dan mewujudkan
solusi yang mereka sepakati. Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, fasilitator hendaknya
memiliki pemahaman dan kompetensi untuk melakukan promosi kesehatan, yaitu upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Modul pemberdayaan masyarakat dalam STBM disusun untuk memberikan pemahaman kepada
para pihak yang menfasilitasi peyelenggaraan STBM untuk memahami secara utuh perannya
sebagai fasilitator STBM.
65
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, dan bermain peran.
VII.
URAIAN MATERI
berpartisipasi,
bernegosiasi,
mempengaruhi
dan
mengelola
2.
3.
4.
Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran, dan
lain-lain.
67
Meso:
dilakukan
terhadap
sekelompok
penerima
manfaat,
68
Solidaritas masyarakat (laki-laki, perempuan, kaya, miskin, tua, muda) sangat penting
dan terlibat dalam pendekatan STBM,
Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada campur tangan pihak luar, dan biasanya akan
muncul natural leader di masyarakat.
Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada komunikasi dua
arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini
meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan, pembuat keputusan adalah orang
luar atau orang-orang tertentu.
Dari keempat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat
partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak
berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah
mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap
keputusan yang mereka buat.
Dalam prinsip community-led (dipimpin masyarakat) disebutkan bahwa keputusan bersama
dan aksi bersama dari masyarakat itu merupakan kunci utama.
69
VIII. REFERENSI
1. DepKes RI, Pusat Promkes, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta: 2004.
2. DepKes RI, Pusat Promkes, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Jakarta:
2005.
3. Totok Mardikanto, Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta: 2010.
4. Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan:
Buku Sisipan STBM, Jakarta: 2013.
IX. LAMPIRAN
Menerima Informasi
Membuat keputusan
secara bersama-sama
antara masyarakat dan
pihak luar
Diajak Berunding
Mendapatkan wewenang
untuk mengatur sumber
daya dan membuat
keputusan
3. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain tempel. Tanpa
memberikan tingkatan partisipasi
70
4. Saat peserta telah selesai menggambar, tempelkan gambar-gambar tersebut di kain tempel.
Setelah itu minta mereka menjelaskan maksud dari gambar-gambar tersebut, lalu mereka
diminta untuk mengelompokkan gambar mereka kedalam kelompok-kelompok tingkat
partisipasi mana yang ada dalam keempat kelompok tersebut.
5. Minta peserta untuk membuat peringkat tingkat partisipasi dari yang terendah sampai tertinggi
(dimulai dengan tingkat terendah dan tertinggi, baru kemudian yang ada diantaranya).
6. Tanyakan pada tingkat partisipasi mana yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan STBM.
Fasilitasikan beberapa diskusi tentang hal tersebut sekitar 5-10 menit, kemudian minta peserta
untuk memilih (voting) tentang tingkatan yang seharusnya ada. Akhiri dengan kesepatan dari
hasil pilihan tersebut.
71
rumah yang mempunyai jamban pembuangannya disalurkan ke sungai yang mengalir di dekat
permukiman RW 10. Hanya 15 rumah yang mempunyai jamban dengan tangki septik. Karena
layanan pembuangan sampah dari pemerintah tidak sampai ke RW mereka dan belum ada
petugas yang mengumpulkan sampah sehingga masyarakat membuang sampah di sungai
bahkan ada yang membuang sampah begitu saja di pinggir jalan, sehingga lingkungan mereka
terlihat sangat kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat tergerak
untuk memperbaiki lingkungan mereka. Masyarakat berkeinginan untuk mempunyai jamban tetapi
karena lahan terbatas mereka memutuskan untuk membangun jamban umum, hanya saja belum
mendapatkan lahan. Masyarakat juga berkeinginan untuk membersihkan lingkungan dari sampah.
Disepakati akan dibuat pertemuan untuk membahas rencana tersebut dipimpin oleh Pak RW.
Pada pertemuan tersebut hadir juga Ketua RT 01 dan RT 02, tokoh agama, Ibu kader kesling,
kader PKK dan masyarakat.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
Skenario ketiga:
Kelurahan Nyiur Melambai terletak di Kecamatan Pantai Indah. Sebagian besar masyarakatnya
adalah Nelayan. Ada beberapa masyarakat mempunyai kapal ikan. Di Kelurahan Nyiur Melambai
juga sudah ada Koperasi nelayan. Rumah mereka terletak di pinggir pantai bahkan ada sebagian
yang rumahnya terletak diatas laut. Masyarakat mempunyai kebiasaan untuk BAB di pinggir
pantai, sementara rumah di atas laut tinggal membuat lubang di lantai rumah yang dipergunakan
untuk BAB dan juga untuk membuang sampah ke laut. Akibat pasang surut, sampah-sampah
yang berasal dari rumah-rumah penduduk menumpuk di perumahan dekat laut dan kolong-kolong
rumah di atas laut. Sehingga lingkungan menjadi kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator
STBM, masyarakat tergerak untuk melakukan perubahan dan berkeinginan untuk memperbaiki
lingkungan mereka. Pak Lurah mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus koperasi,
tokoh pemuda, kader dan masyarakat untuk membahas rencana tersebut.
Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga.
72
Modul MI.3
Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi STBM
MI.3
KOMUNIKASI,
ADVOKASI DAN
FASILITASI STBM
73
DESKRIPSI SINGKAT............................................................................................... 75
TUJUAN PEMBELAJARAN....................................................................................... 75
A. Tujuan Pembelajaran Umum.................................................................................. 75
B. Tujuan Pembelajaran Khusus................................................................................. 75
III.
IV.
BAHAN BELAJAR..................................................................................................... 76
V.
METODE PEMBELAJARAN...................................................................................... 76
VI.
74
MODUL MI-3
KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Keberhasilan STBM ditentukan oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan perilaku
sanitasi yang sehat dan berkelanjutan, yang didukung oleh tiga komponen STBM, yaitu peningkatan
kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif. Untuk itu diperlukan fasilitatorfasilitator yang terampil, khususnya dalam berkomunikasi, melakukan advokasi dan memfasilitasi
kegiatan-kegiatan masyarakat.
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi, melalui
ucapan, tulisan, maupun tanda-tanda yang dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan
orang lain. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Fasilitasi adalah proses
sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan tugas mereka
sambil tetap berhasil menjaga eksistensi kelompok tersebut.
Modul komunikasi, advokasi dan fasilitasi ini disusun untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada para pelaksana STBM untuk memahami secara utuh perannya sebagai
fasilitator STBM.
75
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, curah pendapat dan bermain peran.
76
Komunikasi,
Advokasi,
Teknik fasilitasi.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk bermain peran
komunikasi, advokasi dan fasilitasi yang efektif.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok
dan simulasi yang dilakukan.
VII.
URAIAN MATERI
77
Contoh lainnya adalah media tulisan, seperti buletin, pamflet, leaflet, dan sebagainya
yang juga bertutur menyampaikan maksud dan tujuannya.
2. Komunikasi Non Verbal
Selain melalui lisan atau tulisan, pesan dapat disampaikan melalui cara berpakaian,
waktu, tempat, isyarat (gestures), gerak-gerik (movement), sesuatu barang, atau sesuatu
yang dapat menunjukkan suasanan hati perasaan pada saat tertentu.
78
Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator
(sender) dapat diterima dengan baik dalam arti kata menyenangkan, aktual, nyata oleh
si penerima (komunikan), kemudian penerima menyampaikan kembali bahwa pesan
telah diterima dengan baik dan benar. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah atau
komunikasi timbal balik. Agar terjadi komunikasi yang efektif, maka perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengetahui siapa mitra bicara
Dalam berkomunikasi kita harus menyadari benar dengan siapa kita berbicara,
apakah dengan camat, lurah, bidan desa, tokoh masyarakat, atau kader. Kenapa kita
harus mengetahui dengan siapa kita bicara? Karena dengan mengetahui audience,
kita harus cerdas dalam memilih kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan
informasi buah pikiran kita. Kita harus memakai bahasa yang sesuai dan mudah
dipahami oleh audience kita.
Selain itu pengetahuan mitra bicara kita juga harus diperhatikan. Informasi yang ingin
kita sampaikan mungkin bukan merupakan hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau
penyampaiannya menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh mitra kita,
informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tidak dipahami oleh mitra.
Dengan memperhatikan mitra bicara kita akan dapat menyesuaikan diri dalam
berkomunikasi dengannya.
b. Mengetahui apa tujuan komunikasi
Cara kita menyampaikan informasi sangat tergantung kepada tujuan kita
berkomunikasi, misalnya:
-
Masyarakat desa A yang sudah terpicu, ingin membuat jamban sehat, namun,
mereka tidak memiliki cukup biaya untuk membayar biaya pembuatan jamban
secara kontan. Mereka mampu membayar secara mencicil selama beberapa
waktu. Untuk kasus seperti ini tentunya yang paling cocok adalah melalui
negosiasi dengan penyedia jasa (wirausaha STBM).
79
80
yang mudah dipahami. Kalimat panjang dan kompleks seringkali mengaburkan arti
dan makna pesan yang akan disampaikan. Misalnya kepala puskesmas, berbicara
kepada para sanitarian dalam suatu rapat Bapak Ibu Sanitarian sekalian dalam
rangka mensukseskan STBM, maka semua sanitarian harus menyadari akan arti
pentingnya pembangunan kesehatan dengan memberdayakan semua potensi
yang ada dalam masyarakat, untuk itu maka Bapak Ibu Sanitarian harus berusaha
sekuat tenaga untuk membuat masyarakat berdaya dan mendukung STBM. Kalimat
tersebut terlalu panjang dan kompleks. Padahal informasi yang perlu disampaikan
adalah bahwa agar program sanitasi yang menggunakan pendekatan STBM dapat
dilaksanakan dengan memberdayakan potensi yang ada di masyarakat.
2. Komunikasi Verbal yang Efektif
Komunikasi akan efektif bila pesan yang disampaikan pemberi pesan diterima oleh
penerima pesan sesuai dengan maksud penyampai pesan dan menimbulkan saling
pengertian. Dalam komunikasi verbal atau berbicara yang didengar adalah suara yang
diucapkan melalui kata-kata yang keluar dari mulut. Suara-suara itu harus mempunyai
makna sehingga maksud dari berbicara itu dapat dimengerti. Komunikasi dapat dikatakan
efektif apabila:
-
Pesan disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang dikehendaki
oleh pengirim.
Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.
a.
81
Tidak mengatakan.
c. Keterampilan berbicara
Pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan ditingkatkan
dengan berlatih, agar mampu berbicara secara efektif maka dalam tiap
komunikasi baik informal maupun formal, beberapa teknik dapat dimanfaatkan
dalam meningkatkan efektivitas berbicara sebagai berikut:
-
Percaya diri.
Atur irama dan tekanan suara dan jangan monoton. Gunakan tekanan
dan irama tertentu, untuk menampilkan poin-poin tertentu, tapi
hindarkan kesan sebagai pemain drama.
Hindari sindrom: ehm, ah, au, barangkali, mungkin, anu, apa, dan
lain-lain. Jika terpojok dan kehabisan bicara atau lupa cukup berhenti
sejenak, cara ini menunjukkan bahwa seakan-akan kita sedang berpikir
dan akan berdampak positif dibanding mengatakan mengatakan apa,
ya, eh ..., apa ya, saya pikir..., barangkali, dan seterusnya.
82
3.
Beberapa contoh yang dapat dikembangkan, agar komunikasi non verbal dapat lebih
efektif :
a. Cara berpakaian
Cara berpakaian mengkomunikasikan siapa dan apa status seseorang, baik
dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam waktu tertentu. Dalam STBM,
fasilitator yang bertugas untuk membantu masyarakat, hendaknya berpakaian
seperti masyarakat. Fasilitator janganlah berpakaian yang berbeda, misalnya
datang ke masyarakat dengan menggunakan jas atau pakaian dokter, karena
masyarakat akan merasa sungkan untuk berdiskusi dengan fasilitator ataupun
dengan anggota masyarakat lainnya di dekat fasilitator. Jangan pula fasilitator
83
Melengkapi
pesan
verbal,
misalnya
mengatakan
bagus
sambil
84
85
Enam puluh persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan tidak mempunyai
akses terhadap sanitasi yang layak dan menghadapi resiko kesehatan yang lebih
tinggi, setiap tahun tercatat sekitar 121.100 kasus diare yang memakan korban lebih
dari 50.000 jiwa akibat kondisi sanitasi yang buruk, biaya kesehatan per tahun akibat
sanitasi yang buruk mencapai 31 triliun rupiah. Indonesia kehilangan 5 triliun per
tahun akibat buruknya sanitasi dan kebersihan, dan air limbah yang tidak diolah
menghasilkan 6 juta ton kotoran manusia per tahun yang dibuang langsung ke badan
air, sehingga biaya pengolahan air bersih menjadi semakin mahal.
NO.
ISU
KEGIATAN ADVOKASI
Kurangnya
pengetahuan dan
kepedulian pada
kondisi PHBS
Masyarakat tidak
mampu dalam
penyediaan
jamban sehat
Pemda,dinas kesehatan,
dinas pendidikan dan
kebudayaan, TP PKK, LSM,
orsosmas, toga/toma, media
massa.
86
NO
NILAI (P)
1
TOTAL NILAI
Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan media advokasi
dalam merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak
operasional maka pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus. Berikut adalah salah satu
contoh menetapkan tujuan mengenai pentingnya sanitasi yang layak untuk masyarakat.
Tujuan Umum:
Meningkatnya akses masyarakat perdesaan di Kabupaten Bojonegoro atas jamban yang
layak dari 37% menjadi 100% pada tahun 2014.
87
Command Attention
Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu pesan. Bila terlalu
banyak ide akan membingungkan penentu kebijakan, sehingga mudah dilupakan.
Create Trust
Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan fakta yang akurat.
Consistency
Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan utama di media
apa saja secara terus-menerus, baik melalui pertemuan, tatap muka, atau pun
melalui media.
Call to Action
Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk bertindak atau
berbuat sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang
dicanangkan oleh pemerintah, merupakan suatu tindakan nyata untuk meningkatkan
akses masyarakat perdesaan terhadap jamban yang layak.
Pesan Advokasi
88
Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin Anda capai.
Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh
pendengar pesan Anda.
Pengemasan Pesan
-
Sebuah presentasi yang berhasil adalah presentasi yang menarik, didukung oleh
fakta yang sahih dan tampilan yang menarik.
89
Pengambil Keputusan
Hal yang perlu diidentifikasi adalah:
-
Sekutu/mitra/teman
Hal yang perlu diidentifikasi adalah :
Strategi Advokasi
Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan yang diinginkan
oleh para perencana untuk mencapai maksud dan tujuan advokasi.
Langkah-langkah kunci dalam merumuskan strategi advokasi:
- Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi.
- Mengidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama.
- Merumuskan tujuan yang terukur.
- Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi.
- Mengembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan, dll).
- Mengembangkan rencana aksi advokasi.
- Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian.
90
3.
Pendekatan
Pendekatan merupakan kunci advokasi
- Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan,
- Menjalin kemitraan,
- Memobilisasi kelompok peduli.
a. Lobi Politik
Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan kebijakan
publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi media, dll. Lobi politik
seringkali diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik.
Hal-hal yang harus diingat:
-
Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari sistem legislatif.
91
Identifikasi anggota DPRD kunci yang anda ingin raih, jadikan mereka sebagai
individu atau komite yang berhubungan dengan pokok persoalan.
Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok persoalan untuk
tiap-tiap komunikasi.
Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega yang akrab
dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia mengenai hal ini.
b. Petisi
Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu masalah yang
sedang hangat diperbincangkan.
Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan kelompok
tertentu.
Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan dan
tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat dari sejumlah
besar inividu yang mendukung petisi tersebut.
92
langsung
menjawab
terhadap
pertanyaan
masyarakat
sasaran,
tetapi
93
Jika seorang calon fasilitator belum bersikap dan perilaku seperti diatas maka sangat penting
untuk memulai perubahan sikap dan perilaku dari sisi diri sendiri (sebagai individu), juga dari
sisi profesi dan dari sisi institusi. Jika perubahan sikap dan perilaku seorang fasilitator sudah
terjadi maka dia akan bisa berbagi (sharing) informasi dengan masyarakat sasaran dan dapat
berupaya untuk merubah perilaku masyarakat menggunakan metode pemicuan yang ada. Hal
diatas menjadi 3 pilar utama dalam pendekatan penilaian secara partisipatif seperti tergambar
dalam segitiga berikut:
LAKUKAN
Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi
dalam kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia maka
kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa
menerimanya, hentikan proses.
Mengajari
94
Memfasilitasi
APA YANG DILAKUKAN (DO) DAN TIDAK DILAKUKAN (DONT) UNTUK PELATIHAN
DAN PERLUASAN KEGIATAN
Dilakukan
Identifikasi orang yang sudah dilatih dengan kinerja yang baik selama melakukan
pemicuan.
Komitmen untuk bekerja penuh waktu (full time) bagi tenaga pelatih dan fasilitator.
Penyuluhan/kampanye.
Kembangkan metode yang menjadikan STBM sebuah gerakan yang luas dan mandiri.
Pastikan bahwa semua pelatihan dilaksanakan sesuai prinsip STBM termasuk pemicuan
masyarakat
95
Tidak Dilakukan
bedanya
bedanya
menggambar
96
Bagaimana Caranya?
Kalau jawabannya pendek, bahasakan kembali secara pendek pula, jika panjang,
bahasakan kembali dengan meringkasnya.
Sesudahnya perhatikan reaksi orang itu. Sertai dengan kata, misalnya : Apa itu
yang ibu maksud?
Karena jawaban warga kurang lengkap, fasilitator perlu menarik keluar gagasan
yang belum dikatakan.
Bagaimana Caranya?
Ada juga cara lain. Setelah peserta selesai bicara sambut dengan kata sambung
seperti, karena atau jadi.
Bagaimana Caranya?
Kalau warga mengatakan satu kalimat, pantulkan kata demi kata setepat-tepatnya.
Tidak kurang tidak lebih. Jika lebih dari satu kalimat, pantulkan kata-kata yang penting.
97
tugas
secara
singkat.
Tuliskan gagsaan para peserta, apapun yang mereka katakan, dengan memakai
teknik memantulkan atau teknik membahasakan kembali.
Jika peserta telah merasa cukup, sudahi proses ini. Berikan penghargaan terhadap
semua pandangan peserta
Dengan teknik ini, setiap orang akan mendengarkan tanpa gangguan dari orang yang
berebut kesempatan bicara.
Karena setiap orang tahu gilirannya, tugas fasilitator menjadi lebih ringan.
Bagaimana Caranya?
Sesudah peserta terakhir selesai bicara, fasilitator memeriksa jika ada peserta lain
yang hendak bicara. Jika ada, fasilitator kembali melakukan teknik mengurutkan.
Bayangkan bila ada lima orang yang ingin membicarakan berbagai akibat dari
penumpukan sampah. Empat orang ingin menghitung biaya pengadaan kereta
pengangkut sampah. Tiga orang tertarik membahas pemanfaatan sampah menjadi
pupuk organik.
Biasanya orang menganggap bahwa apa yang ia anggap penting seharusnya terpilih
menjadi topik diskusi. Pada keadaan ini, fasilitator bertugas mengembalikan diskusi
ke jalurnya
Teknik ini akan menenangkan orang yang bingung karena gagasannya tidak
mendapatkan sambutan dari orang lain.
98
Biasanya teknik ini membuat orang lebih memahami situasi diskusi. Jika ada yang
mencoba menjelaskan bahwa saran dia penting, tunjukkan perhatian. Namun, jangan
bersikap pilih kasih. Tanyakan juga pendapat orang yang lain.
Triks-7 : Menguatkan (Encouraging)
Adalah teknik mengajak orang ikut terlibat dalam diskusi, tanpa membuat mereka
tersiksa karena terpaksa menjadi pusat perhatian.
Dalam diskusi biasanya ada peserta yang hanya duduk dan diam. Diam bukan berarti
malas atau tidak mau tahu. Mereka merasa kurang terlibat. Dengan sedikit dorongan,
temukan sesuatu yang menarik perhatian mereka.
Teknik menguatkan terutama membantu selama tahap awal diskusi, pada saat para
peserta masih menyesuaikan diri. Bagi peserta yang lebih terlibat, mereka tidak
membutuhkan begitu banyak penguatan untuk berpartisipasi.
Bagaimana caranya?
Sudah ada beberapa pendapat dari perempuan, sekarang mari kita dengar pendapat
dari laki-laki.
Kita sudah mendengar pendapat ibu Tini tentang prinsip-prinsip umum memilih
kepala desa. Adakah yang ingin memberikan contoh tentang pelaksanaan prinsip
tersebut?.
Mari kita dengar pendapat dari teman-teman yang sementara ini belum berbicara.
Pendapat paling kuat dalam suatu diskusi seringkali datang dari orang yang
mengusulkan topik diskusi. Mungkin ada sebagian peserta yang mempunyai
pendapat lain, tapi belum mau bicara.
Bagaimana Caranya?
Baiklah, sekarang kita mengetahui pendirian dari tiga orang. Adakah yang lain atau
memiliki pendirian yang berbeda?
99
Teknik membuka ruang adalah teknik membuka kesempatan kepada peserta yang
pendiam untuk terlibat dalam diskusi.
Dalam setiap diskusi selalu ada yang bicara terus, ada yang jarang bicara. Pada
saat diskusi berlangsung cepat, orang pendiam dan yang berpikir lambat mungkin
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri.
Ada orang yang tidak mau berperan banyak, karena tidak ingin dianggap ingin
menang sendiri. Ada pula yang ikut dalam diskusi sambil meraba-raba apakah ia
dapat diterima atau tidak. Banyak juga yang enggan bicara karena menganggap
dirinya bodoh. Maka, fasilitator perlu membuka ruang partisipasi.
Bagaimana Caranya?
Amati peserta diskusi yang pendiam. Perhatikan gerak tubuh atau mimik mukanya,
apakah menunjukkan bahwa mereka ada hasrat untuk bicara?
Jika si pendiam tampaknya ingin bicara, jika perlu tahan orang lain, untuk bicara.
Gunakan teknik ini jika peserta diskusi terlalu mudah berbicara. Teknik ini akan
mengajak mereka untuk berpikir lebih mendalam.
Bagaimana Caranya?
Hening selama lima detik tampaknya begitu lama, Banyak orang tak sabar
dengan keheningan tersebut. Jika fasilitator mampu melakukannya, orang lain pun
akan mampu.
Jangan berkata apapun. Bahkan tidak juga berdehem atau batuk-batuk kecil atau
menggaruk dan menggeleng-gelengkan kepala. Tetaplah tenang dan berikan
perhatian.
Jika perlu, angkat tangan untuk memberi isyarat kepada orang-orang agar tidak
memecahkan keheningan.
100
Teknik ini dapat membangkitkan harapan. Membuat warga tersadar bahwa mereka
saling bertentangan, mereka memiliki kesamaan tujuan. Untuk hal yang dasar mereka
memiliki banyak kesamaan.
Bagaimana Caranya?
Katakan bahwa kita akan merangkum hal-hal yang menjadi perbedaan dan
persamaan di dalam kelompok diskusi.
Ringkaskan perbedaan-perbedaan.
b. Teknik Bertanya
Agar proses fasilitasi berhasil, fasilitator harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan
matang. Sebagai acuan dalam diskusi penting dilakukan untuk membuat daftar pertanyaan
kunci supaya proses diskusi tidak melebar kemana-mana. Dalam pelaksanaan juga perlu
diperhatikan karakteristik peserta supaya kita dapat mengatasi peserta-peserta yang sulit
(dominan, diam saja, ngobrol sendiri dan sebagainya).
Anggapan banyak pihak, keterampilan yang paling dibutuhkan untuk memfasilitasi adalah
pandai berbicara padahal keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh seorang fasilitator
adalah mendengarkan dan bertanya. Bertanya adalah keterampilan yang mutlak harus
dikuasai oleh fasilitator, karena hakekat dari fasilitasi dan komunikasi partisipatif adalah
menggali dengan pertanyaan-pengalaman peserta dan membantu proses agar peserta bisa
menganalisa sendiri masalah-masalah yang dihadapi dan menemukan jalan pemecahannya.
Tidak jarang ditemui, biasanya terjadi pada fasilitator pemula, fasilitator panik dan bukannya
menggali pemahaman peserta akan tetapi malah menyimpulkan dan berceramah berdasarkan
pengetahuannya dengan mengatasnamakan pengalaman belajar para peserta. Di lain pihak
fasilitator juga seiringkali tidak sabar untuk menunggu peserta berpikir dan mendengarkan
peserta dalam mengungkapkan isi pikirannya.
Agar peserta bisa mengungkapkan isi pikirannya, dan fasilitator konsentrasi mendengarkan
yang diungkapkan peserta maka kita perlu dibantu oleh beberapa pertanyaan. Pertanyaan
itu akan membuat peserta lain dan kita lebih mengerti makna yang ingin diungkapkan oleh si
pembicara.
Teknik bertanya dalam proses fasilitasi sebenarnya sederhana, yang paling penting harus tetap
mencerminkan komunikasi yang dialogis dan multi arah sehingga proses diskusi bukan hanya
101
milik fasilitator akan tetapi milik para peserta diskusi. Artinya fasilitator harus memberikan
ruang kepada peserta untuk mengungkapkan pendapat dan pengalamannya.
Secara teknis sebaiknya diperhatikan agar:
1)
Setiap pertanyaan yang diajukan tidak panjang lebarsingkat dan jelas, jika perlu ulangi
sampai peserta merasa jelas, terutama jika pertanyaan tersebut hanya ditujukan pada
peserta tertentu.
2)
Usahakan jangan sampai peserta gelagapan atau malah gugup menjawabnya, maka
hindari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tendensius apalagi dengan gaya bertanya
yang menghakimi.
3)
Tidak terjadi debat kusir apabila ada pertanyaan dari peserta dilempar kepada peserta
lainnya.
Pertanyaan Pengamatan
Pertanyaan Analitis
Pertanyaan Pembanding
Coba bayangkan seandainya Anda menghadapi situasi seperti itu, apa yang akan
Anda lakukan?
102
Apapun bentuk dan jenis pertanyaannya, semuanya mengacu pada pertanyaan pokok,
APA, SIAPA, DIMANA, MENGAPA, KAPAN dan BAGAIMANA. Bila dihubungkan dengan
tahapan dalam alur belajar pengalaman berstruktur, maka kuncikunci pertanyaan yang biasa
dipakai adalah:
Mengungkapkan;
1) Mengungkapkan fakta biasanya memakai kata tanya : APA, SIAPA, DIMANA dan KAPAN
2) Mengungkapkan fakta atau pendapat (opini) bisanya memakai kata kunci BAGAIMANA ;
3) Mengungkapkan apa yang nyata-nyata terjadi dan dialami peserta memakai kata kunci
APA, SIAPA, DIMANA dan KAPAN selain itu juga jenis-jenis pertanyaan ingatan dan
pengamatan banyak digunakan dalam tahap ini.
Menganalisa dan kesimpulan menggunakan kata kunci BAGAIMANA dan MENGAPA.
Jenis pertanyaan analitik, hipotetik dan pembanding juga lebih banyak digunakan. Jenis
pertanyaan proyektif lebih tepat digunakan pada tahap kesimpulan.
c. Teknik Menghadapi Situasi Sulit
Pusatkan kembali perhatian Ok Lin, saya rasa itu masalah yang berbeda dengan
apa yang sedang kita bahasboleh disimpan dulu untuk kemudian kita diskusikan?
Gunakan bahasa tubuh. Berdirilah dan berjalan menuju tengah-tengah ruangan, ajak
peserta untuk terlibat dengan kontak mata dan mencondongkan badan ke depan.
Gunakan humor yang sepantasnya; kalau digunakan dengan pantas, humor akan
mengurangi ketegangan. Tetapi, kalau bercanda jangan membuat orang lain
ditertawakan.
Ingatkan akan norma kelompok, Satu hal yang kita sepakati pada awal pertemuan
adalah jangan ada diskusi swasta. Bisakah kita mentaati norma ini?
Alihkan perhatian, Bisa minta waktu 2 menit lagi sebelum kita lanjutkan ke
kesimpulan?
103
d. Dinamika Bertanya
Metode ini kita terapkan untuk melakukan pendalaman materi. Sesuai dengan prinsip, bahwa
orang dewasa adalah orang yang telah memiliki berbagai pengalaman, proses tanya jawab
tidak berarti pertanyaan dari peserta harus kita jawab. Kita bisa memberikan kesempatan
kepada peserta yang bersangkutan untuk menggali pengalamannya sendiri, atau memberikan
kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan jawaban.
Biasanya metode ini digunakan setelah kita menyampaikan materi (seperti ceramah,
demonstrasi, atau penugasan).
Langkah Umum Penggunaan Metode
Jika proses diawali dengan pertanyaan dari peserta belajar:
Ketika sebuah pertanyaan diajukan, persilakan peserta yang lain untuk memberikan
jawaban terhadap pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman mereka.
Pada saat tanya jawab berlangsung, jaga proses agar tetap mengarah pada
persoalan yang sedang dipertanyakan, tidak melebar ke mana-mana.
Pada saat tanya jawab berlangsung, jaga proses agar tetap mengarah pada
persoalan yang sedang dipertanyakan, tidak melebar kemana-mana.
Simpulkan jawaban- jawaban tersebut, jika perlu kita bisa memberikan masukkan.
e. Curah Pendapat
Metode curah pendapat (asah otak/brainstorming) adalah suatu cara yang cocok untuk
menghasilkan ide-ide baru. Asah otak memungkinkan warga belajar saling bekerjasama
mengumpulkan ide-ide untuk memecahkan masalah mereka.
Metode ini umumnya kita gunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemecahan
masalah tertentu, atau kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan munculnya gagasangagasan baru.
Ada dua tahap pengorganisasian dan peraturan dari kegiatan asah otak :
Tahap pertama adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide. Ide tersebut
bisa ditulis di atas lembaran kertas dan memperkenalkannya di atas papan atau
104
dilarang
Identifikasi dan tulis masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta di papan tulis
atau lembaran kertas,
Mintalah warga belajar untuk memberi tanggapan atau mendebat ide-ide yang
dilontarkan tersebut,
VIII. REFERENSI
1.
Depkes RI, Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan, Jakarta: 2002.
2.
Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan
Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: 2013.
IX. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Simulasi (Games) Perubahan Perilaku:
1. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing kelompok
membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan lower (1
kelompok membahas personal, 1 kelompok membahas institusional dan yang lainnya
membahas dari segi profesional).
2. Setelah diskusi dalam kelompok kecil, minta masing-masing mempresentasikan dan
kelompok lain memanggapi atau memberi masukan.
3. Kembangkanlah diskusi tentang mengapa seseorang atau sesuatu dianggap upper
dan yang lainnya dianggap lower.
105
4. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan STBM cara pandang tersebut harus
diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada yang
memposisikan dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang dipandang
sebagai lower).
5. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario
melalui bahasa tubuh (gesture), masing-masing kelompok menggambarkan kegiatan
yang top down, partisipatif dan bersahabat.
6. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya (hanya melalui
bahasa tubuh) dan kelompok lain menjadi pengamat.
7. Di setiap akhir penampilan kelompok, tanyakan kepada kelompok pengamat apa yang
menjadi karakteristik dari bahasa tubuh yang ditampilkan.
8. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang
sesuai untuk pendekatan STBM (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada yang
dianggap upper dan lower).
b. Panduan Role-play Guru
Anda mempunyai 10 menit untuk mempersiapkan role-play sepanjang 7 menit. Salah satu anggota
kelompok akan memainkan peran seorang guru, sementara yang lainnya menjadi peserta. Sebagai
persiapan, perhatikan beberapa ciri seorang guru sebagai berikut.
Seorang guru adalah seseorang yang:
1. Memberitahu peserta apa yang perlu mereka ketahui,
2. Harus menjadi (atau pura-pura menjadi) seorang ahli yang bisa menjawab apa saja,
3. Datang dengan kuliah yang disiapkan sebelumnya, dan menyampaikan fakta serta gagasan,
4. Mempunyai fokus pada materi teoritis dan teori-teori,
5. Tidak tertarik akan pengetahuan atau latar belakang peserta,
6. Mendominasi materi dan proses,
7. Hanya mengijinkan pertanyaan sesekali saja,
8. Menguji pengetahuan dan keterampilan.
Selamat berpentas!
c. Panduan Role-Play Fasilitator
Kelompok anda mempunyai 10 menit untuk mempersiapkan role-play sepanjang 7 menit. Salah
satu anggota kelompok akan memainkan peran seorang fasilitator, sementara yang lainnya
menjadi peserta. Sebagai persiapan, perhatikan beberapa ciri seorang fasilitator sebagai berikut.
Seorang fasilitator adalah seorang yang:
1. Mendukung peserta dalam berbagi dan belajar sendiri,
2. Memobilisasi pengetahuan yang sudah dimiliki peserta,
3. Tertarik akan pengalaman dan masalah peserta,
106
4. Tidak mendominasi materi atau proses, tetapi menjamin partisipasi yang setara,
5. Hanya melakukan intervensi kalau peserta mengalami kesulitan,
6. Membantu peserta untuk merangkum, menyimpulkan dan mengambil keputusan,
7. Tidak menguasai hasilnya.
Selamat berpentasi!
d. Diskusi Strategi/Cara dan Materi Advokasi
Peserta berbagi ke dalam beberapa kelompok beranggota 5-7 orang setiap kelompok.
Setiap kelompok berdiskusi selama 10 menit menjawab tugas berikut ini:
Siapkanlah suatu konsep advokasi yang memuat materi dan strategi/cara advokasinya untuk
suatu kabupaten yang memiliki banyak permasalahan sanitasi dan belum ada dukungan
kebijakan yang memadai dari pemerintah dan DPRD setempat serta juga masyarakatnya.
e. Mempraktikkan Kemampuan Menyimak
Pengantar
Menyimak adalah ketrampilan fasilitasi yang paling mendasar untuk setiap fasilitator karena semua
keterampilan fasilitasi lain tidak bisa dilakukan tanpa menyimak.
Tujuan :
Pada akhir praktik, peserta:
Dapat menjelaskan perbedaan antara mendengar dan menyimak,
Dapat menjelaskan kenapa menyimak itu sulit dengan mendaftar beberapa hambatan
dalam menyimak,
Dapat mendaftar apa yang dilakukan dan tidak dilakukan selama menyimak sebagai
seorang fasilitator.
Langkah-langkah :
1. Bentuk kelompok menjadi 5.
2. Minta peserta dalam setiap kelompok jangan menulis apa pun selama menyelesaikan
teka-teki yang Anda akan bacakan berikut. Bacakan keras-keras (jangan dibagikan):
Anda seorang sopir bis. Pada pemberhentian berikutnya 12 orang naik. Pada
pemberhentian berikutnya 3 orang turun dan 5 naik. Pada pemberhentian ketiga 1
turun dan 6 naik. Pada pemberhentian keempat 5 naik 8 turun. Pada pemberhentian
kelima 9 turun dan 3 naik. Pada pemberhentian keenam 3 turun dan 7 naik. Siapa
kah sopir bisnya?
Jawab: nama Anda!
107
3. Minta setiap kelompok (5 kelompok) untuk mendiskusikan apa yang terjadi. Gunakan
pertanyaan panduan berikut:
Kenapa kebanyakan orang tidak tahu jawabannya (melewatkan bagian awal,
asumsi mengenai masalahnya)?
Apakah perbedaan antara mendengar dan menyimak?
Bagaimana kaitannya dengan menyimak sebagai seorang pelatih? (menyimak
masukan dan opini peserta tanpa mengadili, membandingkan, mengambil poinpoin utama, elemen-elemen umum, merumuskan dll.)
4. Minta setiap kelompok menuliskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat
menyimak sebagai fasilitator pada flipchart seperti berikut ini;
seorang fasilitator yang baik akan....
Seorang fasilitator yang baik tidak akan.....
5. Bantu kelompok untuk melakukan sharing dengan meminta menempel hasilnya (kertas
flipcharts) dan minta semua orang berkeliling untuk membaca
Komentar :
Aktifitas ini bisa digunakan sebagai ilustrasi pendek yang menyegarkan mengenai fakta bahwa
menyimak secara aktif tidak segampang seperti yang dibayangkan. Hal ini menunjukkan betapa
gampangnya untuk tenggelam dalam detail dan melewatkan poin-poin kritis.
f.
Pengantar
Ada keterampilan yang bisa diuji dan bisa membantu seorang fasilitator untuk melakukan sesi
pelatihan atau pemicuan yang lebih efektif. Jadilah seorang pendengar yang baik kemudian
menjadi ahli dalam seni menggunakan pertanyaan yang tepat dengan cara yang tepat pada waktu
yang tepat. Beberapa cara yang bisa Anda lakukan, Anda bisa mendorong partisipasi peserta
dan memberi mereka kesempatan untuk merefleksikan, berpikir, menemukan dan belajar sendiri.
Mengajukan pertanyaan adalah alat fasilitasi yang sangat berguna dalam lingkungan pelatihan
partisipatif dan pemicuan STBM. Fasilitator harus bisa mengajukan pertanyaan yang tepat dengan
cara yang tepat pula.
Diskusikan dalam kelompok selama 20 menit:
1. Mengapa kita sebagai fasilitator perlu mengajukan pertanyaan.
2. Apa perbedaan antara pertanyaan tertutup dan terbuka, berikan contoh keduanya.
3. Buat 1 contoh pertanyaan yang mampu menjawab alasan seperti tabel berikut:
108
Alasan untuk:
1) Meraih keterlibatan peserta
2) Merasakan pikiran, ide-ide atau opini peserta
3) Melibatkan orang yang non-partisipatif
4) Mengenali kontributor penting
5) Mengelola waktu kelas
6) Meraih pemahaman dengan menggali pertanyaan dari
kedua belah pihak tentang suatu hal.
2.
3.
4.
5.
6. Jawaban kelompok ditulis di kertas plano untuk dipresentasikan setelah diskusi selesai.
109
Setelah selesai diskusi pleno, bagikan tulisan Tips untuk menyeimbangkan dinamika dan
mengelola anggota kelompok yang sulit terlampir.
110
Modul MI.4
Pemicuan STBM di Komunitas
MI.4
DI KOMUNITAS
111
PEMICUAN STBM
II.
III.
IV.
V.
VI.
112
MODUL MI-4
PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menerapkan
pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam
melakukan pemicuan STBM di komunitas.
Dalam materi ini dibahas bagaimana melakukan prapemicuan, pemicuan, fasilitasi paska pemicuan,
simulasi pemicuan STBM di komunitas dan mempraktikkan pemicuan di lapangan untuk pilar 1
(Stop Buang Air Besar Sembarangan/SBS).
Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pemicuan pada pilar-pilar lainnya.
113
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, bermain peran, putar film, pemilihan kelompok
secara partisipatif, penugasan, dan praktik kerja lapang.
Pra pemicuan,
Pemicuan,
Paska pemicuan,
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan diskusi kelompok, simulasi, dan curah pendapat.
114
4. Membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk bermain peran terkait
pemicuan STBM di masyarakat.
5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok
dan simulasi yang dilakukan.
VII.
URAIAN MATERI
Pengantar
Pemicuan adalah kegiatan bersama masyarakat untuk memfasilitasi masyarakat melakukan
analisa terkait perilaku mereka dalam melakukan buang air besar.
Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari bahaya kebiasaan
buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan kebiasaan BABS, meskipun mereka
hanya melakukan BABS satu hari saja, dan sudah tiap hari.
Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan
menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak.
Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai sulitnya mengubah kebiasaan
BABS karena beberapa alasan klise seperti: kita ini orang miskin dan tidak mampu untuk
membangun jamban. Apakah Anda bisa membantu untuk membangun jamban? kami akan
berhenti melakukan BABS secepatnya dan kami akan segera membangun lubang dll. Oleh karena
itu pemicuan dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang sudah
terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk menghentikan kebiasaan
BABS.
Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu kegiatan
pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan. Penjelasan lebih detail akan dijabarkan pada
pokok bahasan berikut.
115
Untuk itu peserta pelatihan sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan) maupun diskusi
dengan masyarakat di lokasi pemicuan untuk mendapatkan informasi. Beberapa informasi yang
perlu dicari adalah:
Kondisi geografis.
Sarana dan prasarana yang ada di masyarkat seperti sekolah, madrasah, masjid,
gereja dll.
Penting dan perlunya kegiatan pemicuan STBM ini dilakukan berdasarkan hasil data dan fakta
observasi PHBS yang dilakukan sebelumnya.
Pemilihan prioritas lokasi pemicuan berdasarkan data dan masukan dari pemerintah setempat.
Dukungan dari tokoh-tokoh utama yang ada di masyarakat, misalkan tokoh agama dan tokoh
adat.
Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya.
116
dengan permasalahan dan potensi yang ada sehingga diharapkan bisa membantu masyarakat
untuk menemukan solusi secara kolektif dari mereka sendiri.
Persiapan teknis dan logistik ini rinciannya tergantung dari lokasi dan rencana proses pemicuan
yang dilakukan oleh tim fasilitator sehingga tidak ada standar baku yang harus disiapkan, misalnya
bagaimana teknis pemberangkatan tim pemicu, teknis masuk sebelum pemicuannya dan proses
pemicuannya. Bisa jadi proses pemicuan dilakukan pada saat ada kegiatan posyandu, PKK, temu
warga dll.
Dalam pemicuan di masyarakat langkah-langkah pemicuan sebenarnya tidak dibakukan, namun
pemetaan sosial mesti dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di
lahan (halaman) terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano.
Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa
jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa
kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air
Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja,
menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai
Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan
simulasi cuci tangan pakai sabun. Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan
pemicuan yang akan dilakukan, baik untuk pilar 1,2,3,4, ataupun 5.
Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan,
seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas metaplan,
spidol, kertas potong, lem, dll.
Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang diperlukan
sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat.
117
berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Lebih jauh,
diharapkan orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu rasa malunya,
Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya.
Penjelasan Tanda:
Alur Penularan Penyakit
Gambar 6: Alur Penularan Penyakit (Diagram F)
--- (garis merah): penghambat
Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun
meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak
yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang mencapai
1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA
(Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun 100.000 balita meninggal karena
diare.
Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E.coli. E. coli
adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan
manusia. Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran
manusia dan hewan.
118
Diagram penyebaran kuman diare biasa di sebut Diagram F. Diagram ini pertama ditemukan oleh
E.G. Wagner dan J.N. Lanoix pada tahun 1958. Diagram F menggambarkan bagaimana bakteri
E.coli yang ada di dalam kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke perut melalui beberapa cara,
antara lain melalui tangan (fingers), air (fluid), dan lalat (flies).
Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat
menempelkan kotoran manusia dan hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan
baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang tidak ditutup rapat, juga bisa
terkena udara yang mengandung kuman penyakin dan bisa menyebabkan diare.
Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat mencemari
air. Jika langsung diminum, air tersebut bisa berbahaya.
Sehabis buang air besar/ buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit diare,
yang bisa masuk ke tubuh kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air besar
sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun
hujan, E. Coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air bawah
tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik, maka E. Coli akan masuk ke dalam
makanan dan minuman kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke
dalam mulut.
Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut?
1.
Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia.
2.
Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum.
3.
4.
119
Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat alat PRA yang digunakan untuk
pemicuan faktor-faktor tersebut.
Hal hal yang harus
dipicu
Rasa jijik
Transect walk
Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,
kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan /
beras, wudlu, dll
Rasa malu
Takut sakit
FGD:
Aspek agama
120
Privacy
Kemiskinan
Solusi
Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apaapa, kita tidak membawa bantuan
121
Pemetaan
Tujuan:
Mengetahui/ melihat peta wilayah BAB masyarakat,
Sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat).
Alat yang diperlukan:
Tanah lapang atau halaman,
Bubuk putih untuk membuat batas desa,
Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk,
Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran,
Spidol,
Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi,
Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti daun, batu, ranting, kayu.
Proses:
Ajak masyarakat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampong, seperti batas desa/
dusun/kampong, jalan, sungai, dll.
Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai
rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-masing.
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BAB di luar rumahnya, baik itu di tempat
terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan
bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BABnya.
Tanyakan pula dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti malam
hari, saat hujan atau saat terserang penyakit perut.
Pendalaman/ Analisa Partisipatif dari Kegiatan Pemetaan
Tanyakan berapa kira-kira jumlah tinja yang dihasilkan oleh setiap orang setiap
harinya. Sepakati jumlah rata-ratanya.
Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi
nama KK dan berapa jumlah total tinja yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap
harinya.
Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat)
yang paling banyak menghasilkan tinja. (Beri tepuk tangan).
Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya.
Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu
masyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya.
Ajak masyarakat menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang masih BAB di
sembarang tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak tinja yang ada
di desa/ dusun tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB sembarangan
tempat berlangsung?
Tanyakan kemana kira-kira perginya tinja-tinja tersebut.
122
Di akhir kegiatan, tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah
mereka akan melakukan hal yang sama?
Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di
atas lahan harus disalin ke dalam kertas flipchart,
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan
kertas yang cukup besar.
Transect Walk
Tujuan
Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB, dengan mengajak
masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat
akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut, diharapkan akan
terpicu rasa malunya.
Proses :
Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat
BAB (didasarkan pada hasil pemetaan),
Lakukan analisa partisipatf di tempat tersebut,
Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB
di tempat tersebut.
Jika diantara masyarakat ada yang ikut transect walk ada yang biasa melakukan BAB
di tempat tersebut, tanyakan:
o Bagaimana perasaannya,
Jika diatara masyarakat yang ikut transect tidak ada satupun yang biasa melakukan
BAB di tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah
tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan
tempat yang sering dipakai BAB tersebut.
Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect atau berada tidak jauh dengan tempat
BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil
menyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang
bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal)
lainnya.
Catatan:
Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian),
natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transect walk
dengan membawa peta. Transect walk ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah
dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya
yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah
masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
123
124
Bila peragaan ini dilakukan pada saat transect ke wilayah sungai, untuk menunjukkan
bahwa air telah terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember,
melainkan bisa langsung mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja.
Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan
dengan:
125
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang
pernah terkena diare (2-3 tahun yang lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk
berobat, adakah anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare,
bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya.
Apa yang dilakukan kemudian?
FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan
(Contohnya dalam komunitas yang beragama Islam)
Bisa dengan mengutip hadist atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan
larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang
dilakukan oleh salah seorang fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: bahwa
ada 3 kelompok yang karena perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu
orang yang biasa membuang air (besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan
dan di bawah pohon (tempat berteduh),
Bisa dengan mengajak untuk mengingat hokum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan
najis. Tanyakan air apa yang selama ini digunakan masyarakat untuk wudlu? Apakah
benar-benar bebas dari najis?
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD Menyangkut Kemiskinan
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakt sudah terpicu dan ingin berubah, namun
terhambat dengan tidak adana uang untuk membangun jamban.
Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar,
fasilitator bisa menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan
bentuk ini (berikan alternatif yang paling sederhana).
Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun
jamban (meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa mengambil
perbandingan dengan masyarakat yang jauh lebih miskin daripada masyarakat
Indonesia, misalnya Bangladesh. Bagaimana masyarakat miskin di Bangladesh
berupaya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka:
tanggung jawab siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu
diurus oleh pemerintah dan pihak luar lainnya?
CATATAN PENTING SAAT PEMICUAN
Di setiap akhir fasilitasi (FGD) tanyakan kepada mereka
Bagaimana perasaan Ibu/Bapak terhadap kondisi ini?
Apakah Bapak/Ibu ingin terus berapa dalam kondisi seperti ini?
126
Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau berubah
dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan:
Terima kasih telah memberikan kesempatan melakukan analisa tentang sanitasi di desa
bapak/ibu, silahkan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satusatunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya
saling mengkonsumsi kotoran.
Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa Bapak/Ibu ini kepada bapak
Camat/Bupati, dst. Bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau
bertahan dengan kondisi seperti ini.
4. Tindak lanjut oleh masyarakat
Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun
rencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat 100%
terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat.
5. Monitoring
Lebih kepada memberikan energi bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan
di bidang sanitasinya.
127
128
++
-++
++
Simulasi/demo air +
tinja
ELEMEN PEMICUAN
Simulasi
--
--
100 % masyarakat
CTPS, dengan benar
dan pada saat yang
tepat
++
--
--
100 % masyarakat
mengelola air (...)
dan melakukan 5
kunci keamanan
pangan
--
++
--
--
--
--
++
SAMPAH
100 % masyarakat
mengelola sampah
ditingkat keluarga/
lingkungan
Kawasan Bebas
Sampah.
Nilai ekonomi
Keindahan
--
++
--
++
--
++
++
++
++
++
++
Transect Walk
PAM-RT
++
CTPS
++
STOP BABS
Pemetaan
ALAT/ELEMEN
100 % KK mengelola
limbah secara aman.
Ada resapan atau
dialirkan.
--
++
++
--
--
++
++
++
LIMBAH
FECAL ORAL YANG DIGUNAKAN SATU UNTUK SEMUA PADA TAHAP AWAL KEMUDIAN
129
Perkenalan dan
penyampaian
tujuan.
Pencairan
suasana
Kesepakatan
istilah tinja,
BAB & Jamban
Pemetaan
Pemicuan
dengan FGD :
Elemen Rasa
Malu
1.
2.
3.
4.
5.
a.
TUJUAN
KEGIATAN
NO
1.
4.
3.
2.
3.
1.
2.
2.
1.
1.
2.
PROSES
15 menit
Bahan
setempat
10 menit
25 menit
Sesuai
kebutuhan
BAHAN
ALAT
15 menit
15 menit
WAKTU
(DURASI)
130
Elemen Rasa
Takut Sakit
b.
c.
KEGIATAN
NO
TUJUAN
PROSES
15 menit
15 menit
WAKTU
(DURASI)
Diagram
F, Meta
plan & alat
tulis,
Flip Chart
Visualisasi
tinja
BAHAN
ALAT
131
Elemen Rasa
Takut Dosa
Elemen Rasa
Harga Diri
e.
KEGIATAN
d.
NO
TUJUAN
15 menit
Kalau belum ada yang terpicu dengan elemenelemen diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga
diri.
Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang
sangat dihormatinya mau numpang BAB dan
ternyata nggak punya jamban atau
Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak
orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah
atau sudah punya jamban ? atau
Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa dirinya
tidak lebih baik dari kucing dalam hal BAB.
BAHAN
ALAT
15 menit
WAKTU
(DURASI)
PROSES
132
Kesepakatan
RTL
7.
Transect Walk
5.
6.
Elemen lain.
KEGIATAN
f.
NO
TUJUAN
PROSES
Flip Chart
& alat tulis
Flip Chart
& alat tulis
30 menit
BAHAN
ALAT
30 menit
30 menit
WAKTU
(DURASI)
133
Perkenalan
Alur Penyakit
Demo cuci
tangan pakai
sabun
KEGIATAN
1.
NO
TUJUAN
5.
2.
3.
4.
1.
4.
5.
3.
2.
1.
1.
2.
PROSES
15 menit
WAKTU
(DURASI)
Aqua botol
Lem dari
tepung
kanji
Betadin
Ember
Sabun
Tisu
Kertas
meta plan
Spidol
Stiky cloth
BAHAN
ALAT
134
1.
NO
Transect
Alur kontaminasi
FGD
Kesepakatan
PROSES
Saling mengenal
(antar masyarakat
dengan fasilitator),
Masyarakat/ Peserta
pertemuan merasa
senang, tanpa beban
mengikuti orientasi.
Maksud dan tujuan
diketahui oleh
masyarakat.
TUJUAN
Pemetaan
Perkenalan
KEGIATAN
20 menit
15 menit
15 menit
15 menit
WAKTU
(DURASI)
BAHAN
ALAT
135
NO
HASIL
PROSES
Memperbaiki cara pengelolaan air minum di rumah tangga masing-masing
TUJUAN
RTL
KEGIATAN
WAKTU
(DURASI)
BAHAN
ALAT
136
FGD
Peserta diminta untuk membuat alur kontaminasi makanan dengan gambargambar diagaram lima F.
Diagarma F
1.
2.
Pemutaran
Film
PROSES
Perkenalan
1.
TUJUAN
Pemetaan.
KEGIATAN
NO
20 menit
5 menit
5 menit
30 menit
15 menit
WAKTU
(DURASI)
BAHAN
ALAT
Poster
Gambar
Alur
Media
audiovisual
137
NO
PROSES
Merubah perilaku masyarakat untuk menjaga kebersihan makanan & minuman ( Total
Food Safety )
-
-
RTL
TUJUAN
Kesepakatan
KEGIATAN
10 menit
10 menit
WAKTU
(DURASI)
Kertas
flano
spidol
Kertas
flano
spidol
BAHAN
ALAT
138
Alur
kontaminasi
Identifikasi
limbah
cair rumah
tangga,
Pemetaaan
Hitung
Volume
limbah cair
Bina
suasana
Pemicuan:
Perkenalan
1.
KEGIATAN
NO
Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke
dalam mulut?
Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta
masyarakat untuk menggambarkan hal hal yang menjadi perantara limbah cair
sampai ke mulut.
Analisis hasilnya bersamasama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi
(misalnya FGD)
Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah?
Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, fasilitator
menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel.
Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang
disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu
disalurkan?
Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari
setiap jenis penyaluran?
Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita
dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi?
Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya?
Mengajak masyarakat
mengenali permasalahan
pengelolaan limbah cairnya
sendiri
Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi
PROSES
Masyarakat/peserta merasa
senang, tanpa beban dalam
mengikuti pertemuan
TUJUAN
10 menit
25 menit
10 menit
5 menit
WAKTU
(DURASI)
Gambar
tinja dan
gambar
mulut
Potongan
kertas
Spidol
Kertas
flipchart
Spidol
Kertas
metaplan
BAHAN
ALAT
139
FGD
Fasilitator bertanya: Apakah bapak/ibu mau terus dalam kondisi seperti ini?
Apa yang akan dilakukan?
Apakah kita sepakat untuk melakukan tindakan tersebut?
RTL
PROSES
TUJUAN
Kesepakatan
Penelusuran
Wilayah
KEGIATAN
NO
5 menit
5 menit
5 menit
20 menit
WAKTU
(DURASI)
kertas
flipchart
spidol
kertas
flipchart
spidol
BAHAN
ALAT
140
Elemen Rasa
Malu
Pemetaan
3.
a.
Pencairan
suasana
2.
Pemicuan
dengan FGD :
Perkenalan
dan
penyampaian
tujuan.
1.
4.
TUJUAN
KEGIATAN
NO
3.
4.
2.
1.
2.
1.
1.
2.
PROSES
Sesuai
kebutuhan
15 menit
15 menit
Bahan
setempat
15 menit
25 menit
BAHAN
ALAT
WAKTU
(DURASI)
141
TUJUAN
KEGIATAN
Elemen Rasa
Jijik
Elemen Rasa
Takut Sakit
NO
b.
c.
Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu dan jijik
lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit.
Simulasikan air minum yang terce-mar kotoran dari sampah atau
gali pengetahuan masyarakat bagaima-na kotoran disampah
seseorang bisa masuk kemulut.
Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan kotoran
disampah bisa masuk mulut.
Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan : Apakah
mau seperti ini terus ?
Bila mereka menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya.
Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, lanjutkan
dengan elemen rasa jijik.
Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali setiap hari
membuang sampah
Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai sampah
(yang sudah disiapkan) sejumlah berapa kali keluarga mereka
buang sampah.
Minta mereka untuk melihat visuali-sasi sampah berserakan dan
tanyakan perasaan mereka
Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau seperti ini
terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah sampah yang
dihasilkan perhari/bulan dan tahun.
PROSES
Visualisasi
sampah
Diagram F,
Meta plan
& alat tulis,
Flip Chart
15 menit
BAHAN
ALAT
15 menit
WAKTU
(DURASI)
142
Elemen Rasa
Takut Dosa
Elemen Rasa
Harga Diri
Elemen Nilai
Tambah dari
sampah
d.
e.
f.
TUJUAN
KEGIATAN
NO
Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, jijik dan
rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa.
Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
buang bibit penyakit yang dibawanya bisa masuk mulut orang lain
dan menimbulkan sakit atau
Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka
buang (misalnya ke sungai) bisa membuat ibadah orang lain tidak
diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya tidak suci karena
terkenan najis dari sampah ? atau
Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa bibit penyakit yang
ada disampah yang mereka buang sembarangan bisa masuk mulut
orang lain dan menimbulkan sakit.
Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan : Apakah mau
seperti ini terus ?
Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian.
Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu.
Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan
hadist atau ayat dari Kitab Suci.
PROSES
15 menit
Barang
hasil
Reuse &
Recycle
Visualisasi
sampah
15 menit
15 menit
BAHAN
ALAT
WAKTU
(DURASI)
143
TUJUAN
KEGIATAN
Elemen lain.
Transect
Walk
Kesepakatan
RTL
NO
g.
5.
6.
7.
PROSES
Flip Chart
& alat tulis
Flip Chart
& alat tulis
30 menit
30 menit
BAHAN
ALAT
30 menit
WAKTU
(DURASI)
144
Alur
kontaminasi
Identifikasi
limbah cair
rumah tangga,
Pemetaaan
Hitung Volume
limbah cair
Bina suasana
Pemicuan:
Perkenalan
1.
KEGIATAN
NO
PROSES
TUJUAN
10 menit
25 menit
10 menit
5 menit
WAKTU
(DURASI)
Gambar
tinja dan
gambar
mulut
Potongan
kertas
Spidol
Kertas
flipchart
Spidol
Kertas
metaplan
BAHAN
ALAT
145
sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja
dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan).
Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang
hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada lubang kotoran, aman
saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah
bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan,
psikologis dan estetika.
146
Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint Monitoring
Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut:
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat :
Tidak mengkontaminasi badan air.
Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau
serangga vektor lainnya termasuk binatang.
Menjaga buangan tidak menimbulkan bau.
Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna.
Pencapaian masyarakat pada status sanitasi total adalah pada kondisi masyarakat yang telah
mencapai 5 pillar STBM. Status sanitasi total tentunya tidak dicapai sekaligus, tapi memerlukan
tahapan proses. Tangga perubahan perilaku STBM berikut dapat menggambarkan proses
pencapaian tahapan status untuk mencapai suatu komunitas masyarakat yang telah bersanitasi
total.
e. Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS
Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah
Semua masyarakat BAB hanya di jamban yang sehat dan buang tinja/kotoran bayi hanya ke
jamban yang sehat ( termasuk di sekolah),
Ada penerapan sangsi, peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan
BAB di sembarang tempat,
Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK
mempunyai jamban sehat,
147
f.
No.
Pilar STBM
Indikator Keberhasilan
terkait dengan perilaku
Indikator
Keberhasilan
Stop Buang
Air Besar
Sembarangan
Jumlah dan
persentase penduduk
tidak buang air besar
sembarangan
100%
Cuci Tangan
Pakai Sabun
Setiap anggota
keluarga cuci tangan
pakai sabun pada
waktu kritis
100%
Pengelolaan Air
Minum/ Makanan
yang aman (
PAMM RT )
Jumlah dan
persentase
rumah tangga
yang melakukan
pengelolaan aitr
dengan aman
Jumlah dan
persentase
rumah tangga
yang melakukan
pengelolaan
makanan dengan
aman
100%
Pengelolaan
Sampah Rumah
Tangga
Setiap rumah
tangga melakukan
pengelolaan sampah
dengan aman
100%
Pengelolaan
limba cair rimah
tangga
Jumlah dan
prosentase rumah
tangga yang
mengelola limbah cait
dengan aman
100%
148
149
3. Jamban yang bebas dari serangga memiliki lobang jamban yang tertutup atau berupa jamban
leher angsa. Lobang jamban yang terbuka akan memudahkan lalat masuk ke lobang tersebut,
sebagai contoh jamban cubluk haruslah dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain agar
serangga atau lalat tidak dapat menembusnya.
150
Jamban hendaknya mudah dibersihkan, dimana lantai kamar mandi berada pada posisi miring
1 derajat mengarah ke saluran pembuangan air supaya kamar mandi selalu bersih dan kering.
Disana juga dilarang membuang sampah, seperti plastik, puntung rokok atau benda lainnya
karena bisa menghambat saluran pembuangan.
6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga jamban sebaiknya memiliki
dinding yang lebih tinggi dari manusia dan memiliki pintu. Sebaiknya jamban
7. juga memiliki atap agar penggunanya aman dari hujan dan panas.
11.
12.
13.
151
Contoh-contoh sarana CTPS yang memenuhi persyaratan minimum adalah antara lain:
Kiri dan bawah: penyimpanan air menggunakan
potongan paralon sisa dilengkapi dengan penutup
dibagian bawah. Paralon dilubangi dan dilengkapi
penutup lubang.
152
153
Tippy-tap atau keran miring dikembangkan di tempat-tempat yang sulit air seperti
Amerika Selatan dan Afrika dengan
menggunaan bahan bekas (botol atau
jerigen platik). Lihat sketsa Tippy-tap
untuk rincian cara membuatnya.
Sumber: www.kwaho.org/t-tipitap.html
Gambar 13: Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak
154
Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap.
Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum.
Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap dan mengolah
Secara periodik meminta petugas untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
(1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
Pengolahan air Baku
Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal :
1. Pengendapan dengan gravitasi alami.
2. Penyaringan dengan kain.
3. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas.
155
- Keramik Filter
(b). Khlorinasi
- Khlorine Cair
- Khlorine tablet
- Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu
tertutup.
- Jangan minum air langsung dari mulut/wadah keran, gunakan gelas yang bersih
dan kering.
- Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit
terjangkau oleh binatang.
- Wadah air minum sebaiknya dicuci setiah tiga hari atau saat air habis. Gunakan
air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
157
3. Pengolahan makanan
Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses pengolahan
makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu :
Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis
higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta dapat
mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak
berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana
asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan
harus utuh, tidak cacad, tidak retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan.
Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas
Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene dan sanitasi makanan,
bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit
menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat
4. Penyimpanan makanan matang
Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu, pewadahan,
tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat
baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan
sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang.
5. Pengangkutan makanan
Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus
memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara
pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari
risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.
6. Penyajian makanan
Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji biologis
atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan :
Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan
5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur,
keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa).
Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda tanda kesakitan, makanan tersebut
dinyatakan aman.
158
Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia
maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar
yang telah baku.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian,
waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan
mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan
dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali
terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap
dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan.
(3) Sarana Pengelolaan Sampah di Rumah Tangga
Pengelolaan sampah dapat dilakukan di skala rumah tangga dan skala komunitas. Prinsip
pengelolaan sampah adalah Pilah-Pilih-Kumpul-Jual. Prinsip ini memandang sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya,
untuk energy, kompos, pupuk, ataupun untuk bahan baku industri, dsb.
Pengomposan Takakura (Skala Rumah Tangga)
159
Selain kompos, kita juga bisa mendaur ulang kertas. Berikut alat-alat dan langkahlangkah daur ulang kertas yang bisa dilakukan di skala rumah tangga:
Alat-Alat:
1. Blender,
2. Sceen (Cetak saring),
3. Rekel (dapat dibeli di toko kertas),
4. Papan kayu yang dilapisi kain tipis (disebut sebagai kain hero),
5. Bak besar.
Bahan-Bahan:
1. Kertas bekas (sewarna dan sejenis lebih baik),
2. Lem kertas,
3. Air.
Langkah Pembuatan:
1. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 3 x 3 cm. Potongan kertas
direndam di dalam bak air selama sekitar tiga jam (tergantung jenis kertasnya).
Kertas dilunakkan dengan blender hingga halus hasilnya dan menyerupai bubur
kertas (pulp). Masukkan bubur kertas (pulp) ke dalam bak besar lagi. Bubur kertas
dan lem kemudian dimasukkan ke dalam bak besar berisi air. Perbandingan antara
air, bubur kertas dan lem adalah: 15 liter air : liter bubur kertas :
2 sendok makan lem. Masukkan karakteristik yang dipilih ke dalam bak, lalu aduk
hingga merata dengan campuran pulp dan lem.
3. Masukkan screen ke dalam bak. Angkat screen hingga pulp tinggal di atas screen.
4. Basahi papan yang telah dilapisi dengan kain hero. Tempelkan screen ke papan lalu
dirakel sehingga airnya turun. Angkat screen hingga kertas menempel di papan.
5. Ulangi langkah berkali-kali hingga papan dipenuhi oleh kertas secara merata, jemur
papan di tempat panas hingga kertas menjadi kering.
6. Setelah kering, cabut kertas dengan perlahan-lahan.
Pengolahan Sampah Mandiri Berbasis Komunitas
1. Mengurangi sampah mulai dari sumbernya
- Mengurangi sampah liar,
- Mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2. Pemilahan sampah; antara sampah basah dan sampah kering
3. Mengolah sampah;
- Sampah basah diolah menjadi kompos,
- Sampah kering dijual kepada pemulung atau dijadikan bahan daur ulang.
160
161
162
Catatan:
Contoh-contoh yang disampaikan diatas hanya sebagian dari jenis pilihan produk
dan jasa sanitasi yang ada. Masih banyak sarana lain yang tersedia. Wirausaha
STBM dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat di
wilayah kerjanya.
163
Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan
atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh
dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan
ke depan.
164
Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara
umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data
dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing
tingkatan.
Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori oleh
masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan organisasi
masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap diharapkan
peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di tingkat
kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan kesehatan
lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang berjalan, fungsi
monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga konsultan/fasilitator di
tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik terhadap para petugas
PUSKESMAS/sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural leader/ organisasi
masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan monitoring
program STBM seperti pada tabel 13 berikut.
165
166
Mengkompilasi
update progress
pemicuan
Memverikasi klaim
STBM dan
melaporkan hasil
verikasi
Feedback temuan
Mengirim laporan
pemantauan via
SMS
Pelaporan
bulanan.
Verikasi STBM.
Memantau
perkembangan
pemicuan di
masyarakat
Permintaan verikasi
STBM
Mencatat
kemajuan dan
memperbaharui
dalam peta sosial
terhadap
perubahan yang
terjadi
Melalui pemicuan
masyarakat ataupun
secara khusus ada
upaya untuk
melakukan
pengumpulan data
dasar STBM oleh
kabupaten/ kota
Data dasar
STBM (misal
melalui peta
sosial), berisi
akses sanitasi di
masyarakat
Aksi yang
dilakukan
Pelaporan
Staf Puskesmas
Kecamatan
Natural leader/
Komite
Desa/ Kelurahan
Fasilitator
Pelaku
pemantauan
Tingkatan
Tahap
Pelaporan
bulanan.
Pelaporan
tahunan
Bahan untuk
publikasi
Disseminasi kepada
lintas program
terkait dan sektor
AMPL
Feedback kepada
staf puskesmas
Analisis data:
perbaikan kegiatan
dan perencanaan
kedepan
Konsolidasi data
melalui SMS
gateway
Penilaian
kinerja per tahun
(Benchmarking)
program sanitasi
kabupaten/kota
Evaluasi tahunan
kompetitif melalui
media massa
(contoh JPIP)
Disseminasi kepada
lintas program
terkait dan sektor
AMPL
Workshop review
pembelajaran
tahunan dan analisis
komparatif
pencapaian hasil
antar kabupaten/
kota
DInas
Kesehatan
Provinsi
Provinsi
Kabupaten/
Kota
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/ Kota
Penilaian kinerja
per tahun
(Benchmarking)
program sanitasi
propinsi.
Konsolidasi untuk
pencapaian MDG.
Disseminasi kepada
lintas program
terkait dan sektor
AMPL
Rakornas STBM:
review tahunan dan
analisis komparatif
pencapaian hasil
antar propinsi.
Kementerian
Kesehatan
Pusat
Peran dan fungsi pelaku dalam pelaksanaan STBM, terlihat sebagai berikut:
Pelaku
Peran
Penanggung
Jawab
Pusat
Staf Kemenkes
yang
membidangi
Program STBM
Provinsi
Staf Dinkes
yang
membidangi
Program STBM
Kabupaten
Staf Dinkes
yang
membidangi
Program STBM
Resource
Agency (RA)
Fasilitator
Kabupaten
167
Kecamatan
Petugas
PUSKESMAS/
Sanitarian
Masyarakat
Melakukan
monitoring
mandiri
terhadap
perkembangan kegiatan Program STBM.
Natural leader/
Organisasi
Masyarakat
hasil
Tabel 11: Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM
Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan
sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan
perubahan perilaku pilar lainnya.
Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa
bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/ atau ketrampilan membangun/ memperbaiki
sarana jamban.
168
Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di
tingkat masyarakat.
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu
Pelaksanaan
Persiapan:
Setiap saat
ada perubahan
perilaku yang
terjadi pada
komunitas
tersebut.
Pelaksanaan Monitoring:
Masyarakat yang telah berupaya berubah perilaku
untuk tidak BAB di sembarang tempat (termasuk
membuang kotoran anak batita tidak sembarangan),
menempelkan tanda kertas spot di depan rumah
mereka pada tempat yang tampak dari pandangan
orang yang berdiri di depan atau melalui rumah
tersebut. Warna yang ditempel sesuai kondisi
perkembangan upaya perubahan perilaku mereka.
Pada kertas tersebut dapat dituliskan tanggal mereka
melakukan perubahan tersebut.
Apabila pada keluarga tertentu ada peningkatan
perubahan perilaku dengan ditandai perubahan warna
kertas spot yang ditempel. Tempel warna baru diatas
warna lama, sehingga informasi warna awal masih ada.
Natural leader atau komite secara berkala
memperbaharui informasi tersebut dalam peta
masyarakat (tanpa mengganggu informasi baseline)
Tabel 12: Model Pelaksanaan Monitoring di Masyarakat
169
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini menggunakan pendekatan
partisipatori dan mengangkat peran aktif masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri. Oleh
karena itu, penting sekali bahwa selama proses kegiatan STBM, fasilitator kabupaten membantu
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri melalui on the job
training.
Cara Pelaksanaan
Waktu
Pelaksanaan
Persiapan:
Perekaman data
dasar (baseline) di
awal dan kemajuan
hasil pemicuan
dilakukan bulanan
(misal: minggu
ke-empat setiap
bulannya)
170
Pelaku
Tim kecamatan
bersama
masyarakat.
Cara Pelaksanaan
Persiapan:
Waktu
Pelaksanaan
Sebaiknya
dilakukan begitu
menerima informasi
dari masyarakat
bersangkutan
Pelaksanaan monitoring:
3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM)
171
Pelaku
Tim kecamatan
bersama
masyarakat.
Cara Pelaksanaan
Persiapan:
Waktu
Pelaksanaan
Begitu menerima
informasi dari
masyarakat
bersangkutan
Pelaksanaan monitoring:
172
Persiapan:
Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
LB-3.
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu
Pelaksanaan
Pelaksanaan:
Persiapan:
Menyiapkan dan memahami cara pengisian format
LT-3.
Pelaksanaan:
Persiapan:
Minimal 6 bulan
setelah ODF
Pelaksanaan monitoring:
173
Pelaku
Tim kecamatan
Cara Pelaksanaan
Persiapan:
Waktu
Pelaksanaan
Berkala per triwulan
(pada pertemuan
regular yang ada di
kecamatan)
Pelaksanaan monitoring:
Persiapan:
Pendataan
dilakukan secara
berkala per triwulan
Pelaksanaan:
174
Persiapan:
Pelaku
Cara Pelaksanaan
Waktu
Pelaksanaan
o Co facilitator
orang.
kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi.
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan
dokumentasi
/pelaporan program.
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai
alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kodekode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi.
o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana serius proses fasilitasi, misalnya
dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses
(sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye
STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan,
dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau
mengganggu proses, dsb.
175
Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang
idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang). Setiap kelompok diharapkan merupakan
gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang
keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok
memikili kapasitas yang berimbang.
Proses pembentukan/pembagian kelompok dilakukan dengan cara membentuk barisan memanjang
ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi peserta berdasar
komposisi (gender) dan unsur peserta. Misalnya, peserta dari bidang kesehatan mengambil
tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur teknis, bidang
perenanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran
tidak merata jenis kelamin tertentu.
Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
b. Penyiapan Alat dan Bahan.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada saat pemicuan:
Kertas plano,
Bubuk biru/warna lainnya untuk penanda sungai, kebun atau wilayah-wilayah penting lainnya.
176
IV. REFERENSI
1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: 2004.
2. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, 2005.
3. Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, 2006.
4. Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: 2013.
V. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Panduan Persiapan Lapang
Persiapan lapang menjadi bagian yang terpisahkan dengan pesiapan penyelenggaran pelatihan.
Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai
lokasi praktik kerja lapangan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama
kunjungan lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat.
Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah antara lain :
Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya,
177
membagi peserta berdasarkan komposisi (gender) dan unsur peserta. Misal, peserta dari
bidang kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda,
selanjutnya dari unsur teknis, bidang perencanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula
aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu.
3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok.
c. Panduan Praktik Lapang Dan Simulasi Kelompok
TUJUAN:
1. Tersusunnya panduan praktik lapang,
2. Peserta siap memfasilitasi proses STBM di masyarakat.
WAKTU:
Maksimum 90 menit
METODE:
Simulasi
Penugasan dan pendampingan.
MATERI:
Komposisi tim dalam memfasilitasi STBM di komunitas
Panduan Fasilitasi STBM di Komunitas
ALAT BANTU:
Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial:
Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Flagband,
Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas),
Video camera.
PROSES:
1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktik kerja lapang. Oleh karena itu setiap
kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah
gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi
STBM di komunitas, sebagai berikut:
o Lead facilitator
o Co facilitator
biasanya 1 orang,
dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan
situasi,
o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk
kepentingan dokumentasi/pelaporan program,
o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses
178
CATATAN PENTING
Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial semestinya
dilakukan pertama,
Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus
segera dipindahkan ke kertas plano,
Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll.
tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa
mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll.
d. Panduan Pemicuan Di Masyarakat
TUJUAN:
1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk
memecahkannya secara swadaya,
2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di
komunitasnya,
3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat.
WAKTU:
4 jam di masyarakat
179
METODE:
Praktik Lapang:
1. Pemetaan
2. Transect walk
3. Fokus group discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut untuk
mendukung individu yang telah terpicu.
4. Alur kontaminasi
Pemantauan:
Observasi dan asistensi terhadap praktik fasilitasi yang dilakukan peserta.
MATERI:
-
Buku catatan -
Spidol
Kertas flipchart
ALAT BANTU:
-
Tali rafia/plastik
PROSES:
Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan
simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang
melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan
peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para
peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan
namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus memfasilitasi
komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator
yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut.
CATATAN PENTING
Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per
desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam
09.00 pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan
rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan,
sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa
sekitar jam 14.00 dari tempat pelatihan.
Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai
bahan presentasi masyarakat.
Hal ini bisa disesuaikan dengan rencana pelatihan yang akan dilaksanakan.
180
Fasilitaor pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benarbenar terselesaikan dengan baik.
CATATAN PENTING
Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang
mendampingi dalam praktik lapang.
181
WAKTU:
Maksimum 60 menit
METODE:
Presentasi kelompok
Diskusi pleno
MATERI:
Laporan praktik lapang masing-masing kelompok
ALAT BANTU:
Sesuai keperluan presentasi
PROSES:
1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap
kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman)
2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab
pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan
sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya.
3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya
tentang apa yang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya dihindari serta apa yang
spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat.
g. Pleno Dengan Masyarakat
PENGANTAR
Dalam rangka memastikan rencana individu/ rumah tangga terkonsolidasi di tingkat RT dan
Kelurahan/ Desa, serta Kelurahan/Desa memiliki rencana yang jelas tentang target STBM dalam
perubahan perilaku yang lebih luas, maka dipandang perlu melakukan pleno masyarakat.
Pleno menjadi ajang kompetisi dan pemicuan ulang antar RT, sehingga akan melahirkan komitmen
kongkrit dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di tingkat kelurahan/desa secara
bersama-sama (collective action).
TUJUAN
WAKTU
182
METODE
Presentasi masyarakat
Sharing pengalaman
Diskusi pleno
Feedback progresif.
ALAT/TOOLS/
MEDIA
INDIKATOR
PENCAPAIAN
TUJUAN
PERSIAPAN
PENTING
FASILITATOR
PESERTA
Peserta pleno dari setiap RT yang dipicu sebanyak 4 orang yang terdiri dari unsure:
1. Natural Leader (Kampium)
3 orang
1 orang
Peserta adalah mereka-mereka yang kita sebut tamu istimewa, karena mereka adalah pilihan
dan leader alami yang diharapkan akan menjadi pemicu lanjutan. Peserta dari Natural Leader
atau kampium umumnya mereka yang terpicu lebih awal atau memiliki semangat belajar dan
kerelawanan yang kuat. Nama-nya sangat tergantung siapa yang terpicu lebih awal dan muncul
tanda-tanda sebagai relawan untuk menjadi leader alami.
Sedangkan peserta dari unsure RT atau tokoh formal, secara otomatis harus diinformasikan oleh
Peserta Latih. Peserta dari setiap RT diundang secara lisan oleh Tim Pemicu.
Peserta lainnya adalah perwakilan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Unsur Puskemas yang
diundang oleh Panitia.
PEMANDU/FASILITATOR
Pleno dipandu atau difasilitasi oleh peserta latih yang dipilih pada saat pelatihan di kelas (sebelum
ke lapangan) dan disebut Tim Pemandu. Fasilitator adalah dalam bentuk tim yang terdiri dari:
1. Pembawa Acara/MC (menghantar acara menyambut tamu istimewa dari RT).
2. Pemandu Utama, yang akan memandu/memfasilitasi proses pleno dan pemicuan ulang
3. Pemandu Pendamping, mendampingi pemandu Utama dalam menjalankan perannya
4. Pencatat
183
Proses:
No
Langkah
Output
PERSIAPAN
1.
2.
3.
Ruangan siap
digunakan
Tugas dihapami
dengan baik.
Peserta perwakilan
RT berkumpul.
Hasil visual
PELAKSANAAN PLENO
1.
2.
Penghargaan untuk
wakil komunitas.
4.
184
Pemahaman tujuan
pertemuan oleh
komunitas.
Pemandu Utama
mulai berperan.
No
Langkah
Output
5.
Komitmen dan
rencana pasca
pemicuan.
7.
Pencatat/Pemandu Pendamping
Matriks terisi
(sementara).
Pemantapan
komitmen baru
untuk ODF
secepatnya dan
tidak berharap
subsidi.
Kemungkinan
setiap matriks
akan berubah nilai/
grafiknya.
8.
Reward untuk
kampiun
pasca pemicuan
(pleno).
10.
Semangat
mendorong
perubahan.
185
Aspek Kategori
RW 2
(Kelurahan Pasir Putih)
RT 2
RT 4
RT 5
RW 6
(Kel. Pasir Putih)
RT 2
RT 4
186
MI.5
TEKNIK MELATIH
Modul MI.5
TEKNIK MELATIH
187
II.
III.
IV.
V.
VI.
188
MODUL MI-5
TEKNIK MELATIH
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini bertujuan membekali fasilitator dengan beberapa keterampilan dasar mengajar dan
proses pembelajaran. Bagi para calon fasilitator modul ini tentunya akan memberikan pengalaman
mengajar yang nyata dan memberikan latihan dengan sejumlah keterampilan dasar mengajar
secara terpisah, serta dapat mengembangkan dengan baik keterampilan dasar mengajarnya
sebelum mereka melaksanakan tugasnya sebagai tenaga fasilitator pada pelatihan selanjutnya.
Didalam praktik melatih (micro teaching) ini diperlukan beberapa pemahaman tentang materi
model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD), pembuatan satuan acara pembelajaran
(SAP), iklim pembelajaran yang kondusif dalam sebuah proses pembelajaran, pemahaman
tentang metode dan media alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran
dan evaluasi hasil pembelajaran serta teknik presentasi interaktif itu sendiri sebagai bahan dalam
melakukan teknik melatih.
Diharapkan dengan mempelajari modul ini dengan seksama akan dapat menghantarkan para
pembacanya untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang lebih baik lagi dalam
melakukan kegiatan pelatihan dan memberikan tambahan wawasan yang lebih luas bagi para
fasilitator.
189
Kegiatan Pembelajaran
V. METODE PEMBELAJARAN
Curah pendapat, Ceramah Tanya Jawab, Diskusi kelompok, Latihan dan praktik melatih
(micro teaching).
b.
c.
d.
e.
2. Kegiatan Peserta
a.
b.
c.
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
191
Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan dari materi awal sampai
dengan materi terakhir secara garis besar dalam waktu yang singkat
b.
c.
2. Kegiatan Peserta
a.
b.
2. Kegiatan Peserta
a.
b.
Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang kurang jelas kepada
fasilitator.
c.
Melakukan proses diskusi sesuai dengan pokok bahasan / sub pokok bahasan
yang ditugaskan fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada kertas flipchart
untuk dipresentasikan.
b.
192
c.
193
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan bahan SAP dan paparan untuk presentasi.
b. Mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan paparannya.
c. Mempresentasikan bahan paparannya dengan bekal teknik melatih yang sudah
didapat sebelumnya.
194
sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan
cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial
bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha
pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki
pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman
orang dewasa sebagai siswa.
Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah
dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan
masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang
dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan
memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan
atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi
pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep
teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah adanya pandangan yang
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan.
Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi
penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi
seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan
menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan
sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
modern (Arif, 1994). Oleh karena itu, bagaimana caranya untuk mengkaji berbagai aspek
yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa sebagai salah satu
altematif pemecahan masalah kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi
dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi
dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).
195
dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara,
namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatifalternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik
harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang,
kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka.
Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang
mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini,
diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran
tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka
merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan
memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga
dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar
lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh
sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing
melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka
terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori,
sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan)
harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian,
pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya,
dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa
kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernh terwujud.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian
yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan
isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda
pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi
belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah
tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa
dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat
keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan,
akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan fisik mereka. Di samping itu, harus
dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan,
atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam
segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/ gagasan dapat
diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan
unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus
196
diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu
sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama
dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya
mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut.
Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman
masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap
keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas
yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku
dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun
sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan
kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar. Pada akhimya, orang
dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada
kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian,
diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok yang dirasakannya
berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan
orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang
dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang
dewasa yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar.
Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan
dengan langkah-langkah sehagai berikut:
1. Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur
semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang akan terkenai kegiatan
pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar atau
siswa, pengajar atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat.
2.
Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah
sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara fasilitator dan
siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan pengaturan
lingkungan fisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang mudah, misalnya
mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbaris-baris ke belakang.
Fasilitator lebih bersifat membantu bukan menghakimi.
3.
197
Aplikasi yang diuraikan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau ramburambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu,
keberhasilannya akan lebih banyak bergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya
juga tergantung kondisi yang dihadapi. Tapi, implikasi pengembangan teknologi atau
pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara
mengajar terhadap pembelajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang
biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum akan banyak lebih
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogi ini.
c. Prinsip-prinsip POD
Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang
digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun nonformal, baik dalam
rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah,
di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang
dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah
pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam
upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan
pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan
sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan.
Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin
dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan, pertama untuk mewujudkan
pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan
keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang
bersangkutan. Begitu pula pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala
aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa baik pria maupun wanita,
sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Dengan demikian hal tersebut dapat berdampak positif terhadap keberhasilan
pembelajaran orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah
pemenuhan pencapaian kemampuan / keterampilan yang memadai. Di sini, setiap
individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar hersama dengan
penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan,
198
merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses
perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi peruhahan kepercayaan diri
secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan
perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan
serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang
dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali
juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Pertambahan pengetahuan saja
tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif
berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan
berkesinambungan.
Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan
yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini
sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan
kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas
yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar,
sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih kearah usaha pemenuhan
kebutuhan lain yang lebih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya.
Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan),
sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan
kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanan, penghargaan, harga diri, dan
aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa
sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan
atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu
terpenuhi, maka setiap individu perlu merasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan
kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan
kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka
setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap
individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan
mempunyai harga diri.
Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan dirinya
membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya.
Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta
kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan
kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik
serta metode apa yang cocok digunakan.
Menurut Lunandi(1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa
yang dipelajari pembelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang
dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari pertemuan pendidikan/pelatihan,
bukan apa yang dilakukan pengajar, fasilitator atau penceramah dalam pertemuannya.
Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM
199
200
Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses
semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.
Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki
kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang
bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu,
dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu mengembangkan apa yang
dikatakan pengertian diri (sense of identity).
Selanjutnya, Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi
pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai
berikut. Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dan
ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat
dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa
konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa
membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri
sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi
self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.
Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah
besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya,
dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang
baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik
transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih mengembangkan
teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja
laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.
Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara
implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan
orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena
itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi
maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Sejalan dengan
itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar
kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih
ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan
sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan
tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai
pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka
bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk
melaksanakan tugas peran sosialnya. Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa
seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.
201
e. Strategi POD
Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Namun,
ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa.
Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar
baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya
daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan
lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula.
Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh
dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan
perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson
dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.
Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat
dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang
dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat
puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2.
Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat
dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu
diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3.
Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam
suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt
cahaya maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun
seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4.
Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah dari pada
spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga
cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya
warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang
kontras untuk alat-alat peraga.
5.
6.
202
bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan
seperti t, g, b, c, dan d.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar
mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:
a. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang ingin
diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang
dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan
yang lebih tinggi.
b.
Setiap individu orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu
mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang
baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.
Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus
serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi
sendiri untuk mempelajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi
dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat
dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki
dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi
yang lebih efeklif.
e.
f.
Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu
tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap
melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik
menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan
dipresentasikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat
yang paling efisien untuk menyampaikan unit-unit dari materi tersebut, misalnya ceramah,
membaca, pekerjaan laboratorium, pemutaran film, mendengarkan kaset dan lain-lain.
Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini dalam
suatu bentuk urutan.
203
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat
prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya dalam prosesnya melibatkan elemenelemen sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Melakukan pengalaman belajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai,
dan
g)
Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan memmedomani masa lampau yang pernah dialami,
misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi,
latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada
masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan
dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin
efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan.
204
Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi
bicara dan mendengarkan adalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara
demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan
praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus,
sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif
SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses transfer suatu
mata ajaran atau materi latihan untuk bidang kemampuan tertentu, yang akan
dipaparkan atau dilatihkan kepada peserta, dalam kegiatan pembelajaran.
b)
SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata diklat yang dibuat
oleh fasilitator. Dengan tersedianya SAP, fasilitator akan memperoleh arah dalam
materi diklatnya.
c)
b. Manfaat SAP
c. Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses kegiatan
pembelajaran.
205
d. Sistematika SAP
Komponen komponen suatu SAP adalah sebagai berikut :
a)
b)
Tujuan materi
c)
Sasaran latihnya
d)
Waktu
e)
Tempat
f)
Metode yg digunakan
g)
Alat bantu
h)
Slide / transparant
i)
Lembar tugas
: petunjuk penugasan.
j)
Kegiatan pembelajaran
k)
Daftar Rujukan
l)
Evaluasi
: nilai evaluasi.
kepustakaan
b)
Metode pembelajaran
c)
d)
Kegiatan pembelajaran.
e)
Adapun komponen-komponen yang lain seperti ; pokok bahasan / sub pokok bahasan,
waktu dan tempat bukan tidak penting akan tetapi cara penulisannya lebih bervariasi
tergantung tujuan dan kebutuhan peserta.
2.
Terdiri dari kata kerja operasional (= hasilnya dapat diukur dan diamati) yang diikuti
kata benda (objek = keterangan dari perilaku yang akan dicapai), sehingga rumusan
TPU menjadi rasional.
206
Rumusan TPK memerlukan kriteria, bahwa kompetensi yang harus dicapai harus
berorientasi pada peserta dan dapat diukur. Mengingat yang menjadi subjek aktif
proses diklat adalah peserta.
2.
Contoh TPK :
Peserta latih (Audience) dapat melakukan pengobatan (Behaviour) pasien HIV AIDS
(Condition) sesuai dengan standar pengobatan yang ada (Degree).
Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat tergantung dari
tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir sama tujuannya, tetapi dengan
audience yang berbeda mungkin metode yang dipilih tidak persis sama.
Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin akan bervariasi metodenya, selain materi dan
peserta juga sangat tergantung pada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran,
fasilitator dan sebagainya.
Alat bantu pembelajaran umum : seperti papan tulis (white board) beserta
kelengkapannya.
2.
Alat bantu pembelajaran khusus : seperti alat peraga tertentu atau disebut teaching
/ training aids (Sebaiknya ditulis secara spesifik seperti contohnya : dildo, model
jantung, phantom., instrumen kesehatan seperti tensimeter, alat KB kondom dll)
merupakan alat yang mendukung peningkatan pemahaman, kemampuan dan
memperlancar kegiatan pembelajaran.
3.
Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dari metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
4.
Alat bantu pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran HARUS
ditulis secara jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada saat kegiatan
berlangsung.
207
f. Kegiatan Pembelajaran
Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang diposisikan
sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus dilakukannya (behaviour).
Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus ditulis secara berurutan (sequencing) mulai
dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan pokok dan sub pokok bahasan yang tertera
dalam GBPP.
208
ii.
iii.
Menyakiti / mengejek orang lain yang lebih rendah, lemah atau kurang
pengetahuan / pengalamannya ketika ia berbuat kekeliruan.
iv.
Memboikot, beraksi seperti menyerah atau tidak berdaya, pasif, apatis, acuh
tak acuh atau bahkan menolak sama sekali untuk melakukan apapun.
Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas yang bernuansa negatif
ii.
Kelas
sukar
diatur,
melakukan
berbagai
cara
yang
menunjukkan
pemberontakkan.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
ii.
iii.
b. Perkembangan kelompok
Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa disengaja.
Pengelompokan orang yang disengaja biasanya menggunakan kriteria tertentu yang
sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang tidak disengaja biasanya
berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan tertentu yang dirasakan oleh anggotanya.
Dalam kegiatan diklat sering terjadi keduanya, kelompok formal biasanya dilakukan
pengelompokannya oleh fasilitator dengan menggunakan kriteria / variabel tertentu
209
1) Tahap Forming
Pada tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal, masing-masing
masih saling mengobservasi dan melempar ide / pendapat ke forum kelompok. Ide
/ pendapat terus bermunculan. Fasilitator / pelatih pada tahap ini berperan dalam
memberikan rangsangan agar pada tahapini seluruh anggota kelompok berperan
serta dan memunculkan ide /pendapat yang bervariasi.
2) Tahap Storming
Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin memanas
karena ide / pendapat yang dilemparkan mendapat tanggapan yang saling
mempertahankan ide / pendapatnya masing-masing. Fasilitator / pelatih pada saat
tahapan ini memberikan rangsangan pada individu yang kurang terlibat menanggapi
atau mempertahankannya, dan hendaknya para fasilitator / pelatih secara samar
(tidak terbuka) berusaha mempertahankan keutuhan kelompok.
3) Tahap Norming
Tahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena kelompok sudah setuju
dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan persepsi. Masing-masing
anggota kelompok mulai menyadari dan muncul rasa mau menerima ide /pendapat
orang lain demi kepentingan kelompok./ Tahapan inilah sebenarnya telah terbentuk
norma baru yang telah disepakati oleh kelompok. Fasilitator / pelatih pada tahapan
ini harus mampu membulatkan ide/ pendapat yang telah disepakati kelompok
menjadi ide / pendapat kelompok.
4) Tahap Performing
Pada tahapan ini kelompok telah menjadi kompak, diliputi suasana kerja sama
yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati bersama untuk
menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
210
Peranan fasilitator / pelatih pada tahapan ini adalah memacu kelompok agar masingmasing idividu berperan serta dalam setiap proses kerja kelompok dengan tetap
pada jalur norma yang telah disepakati bersama.
211
d. Jurnal pembelajaran
Jurnal pembelajaran merupakan sebuah refleksi berupa proses pembelajaran, dan
pengalaman belajar yang muncul setelah sehari berproses. Isi jurnal dapat berupa halhal sebagai berikut :
1) Apa saja materi yang telah dipelajari sepanjang hari.
2) Bagaimana proses pembelajaran yang telah terjadi.
3) Bagaimana perasaan yang muncul setelah mendapat pengalaman pembelajaran
pada kurun waktu sehari.
4) Apa manfaat yang telah dirasakan oleh pembelajar terhadap pembahasan
materi, proses pembelajaran dan pengalaman belajar yang telah dialami.
Pembuatan jurnal pembelajaran merupakan salah satu unsur penunjang dalam penciptaan
iklim pembelajaran yang kondusif, karena melalui jurnal pembelajaran, pembelajar secara
individual dapat mengekspresikan / merefleksikan perasaan dan tanggapannya terhadap
materi, proses dan pengalaman belajar yang telah didapat hari demi hari.
Demikian juga bagi fasilitator jurnal pembelajaran berguna sebagai cermin umpan balik
tentang respon pembelajar baik secara individual mauun rata-rata kelas terhadap materi,
proses dan pengalaman belajar yang telah dialami.
Manfaat jurnal pembelajaran bagi pembelajar yaitu :
1) Pembelajar tanpa sadar telah melakukan review tentang substansi materi yang
ia tangkap pada proses pembelajaran setiap harinya.
212
2) Berani mengungkapkan apa yang dilihat, dirasakan dan didapatkan secara tulus
demi kemajuan bersama.
3) Ikut bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran sesi-sesi berikutnya.
4) Dapat mengukur seberapa jauh dirinya telah mendapatkan manfaat dan
keterlibatan diri pada setiap pembahasan materi pembelajaran.
5) Dengan membandingkan jurnal yang dibuatnya setiap hari maka dapat diketahui
tingkat perkembangan pembelajaran yang dialaminya.
Manfaat jurnal pembelajaran bagi fasilitator :
1) Mengukur seberapa jauh materi bahasan telah dapat diserap dengan benar oleh
pembelajar secara rerata kelas.
2) Mengetahui efektivitas metode, media dan alat bantu serta sumber daya
pembelajaran lainnya yang telah dipergunakan.
3) Mengetahui tingkat atensi pembelajar terhadap setiap materi yang dipelajari.
4) Mengetahui kualitas interaksi sesama pembelajar dan pembelajar dengan
fasilitator.
Pembelajar akan
belajar dari apa yang
kita sampaikan
Sementara kita perlu
belajar dari apa yang
mereka tanyakan
stimulus)
mengundang
pelatih/fasilitator.
dalampresentasi
Dengan
interaktif
respon
demikian
yang
terjadi
213
215
untukmengungkap
ide,
pendapat
atau
gagasan
yang
b.
Memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif
untuk mencapai sasaran.
c.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat, efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para
fasilitator dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan
d.
Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh fasilitator dalam melakukan
evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan
balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara
keseluruhan.
Dari setiap metode pembelajaran, memiliki satu ranah pembelajaran yang paling
menonjol meskipun juga mengandung ranah pembelajaran lainnya. Ranah pembelajaran
217
tersebut ada 3 (tga), yaitu: Ranah kognitif atau ranah perubahan pengetahuan(P);
Ranah afektif atau ranah perubahan sikap-perilaku (S);dan Ranah psikomotorik atau
ranah perubahan / peningkatan keterampilan (K).
Hubungan Metode Pembelajaran Diklat dengan Ranah Pembelajaran
Metode Pembelajaran
Diklat
Ranah Pembelajaran
Pengetahuan (P)
kognitif
Sikap-nilai (S),
afektif
Keterampilan(K),
psikomotorik
1. Diskusi kelas
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok
4. Ceramah
5. Penugasan
6. Bermain peran (roleplay)
7. Drama / sandiwara
8. Simulasi
9. Studi kasus
10. Kunjungan Silang
11. Permainan (games)
12. Praktik Laboratorium
13. Praktik Lapangan
14. Demonstrasi
CERAMAH
Metode ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang
bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan ditujukan
sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, pleno,
penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud di sini adalah ceramah
yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau
perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta.
218
DISKUSI KELAS
kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu
argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.Kesepakatan
kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah),
curah pendapat, diskusi kelompok, permainan dan lain-lain.
CURAH PENDAPAT
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan,
pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan
diskusi, gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi,
atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat,
ide/ gagasan orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk
membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang
sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau
peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
menghadirkan peran-
peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas /
pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan
penilaian. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran
tersebut, untuk selanjutnya memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan
peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat
dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan
peran.
SIMULASI
mental/ fisik/
teknis
peserta diklat.
situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk
melakukan praktik didalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan
praktik
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi dalam
simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya
(replikasi kenyataan). Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang peserta
melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah melakukannya bersama
kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan sebagai kelompok dampingan
yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus
219
kelompok, dsb.). Dalamc ontoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain
peran. Tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri
saatmelakukan suatu kegiatan / tugas yang benar-benar akan dilakukannya.
SANDIWARA
nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini ditujukan
untuk mengembang kan diskusi dan analisis peristiwa (kasus). Tujuannya adalah
sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu tema (topik)
sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah. Dengan begitu, ranah
penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis dikombinasikan secara seimbang.
DEMONSTRASI
pengerjaan
PRAKTIK LAPANGAN
Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta
dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Kegiatan ini
dilakukan di lapangan, yang dapat berarti di tempat kerja, maupun di masyarakat.
Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman nyata yang diperoleh bisa langsung
dirasakan oleh peserta, sehingga dapat
mengembangkan kemampuan nya.
keterampilan.
PERMAINAN (GAMES)
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (icebreaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalahpemecah es. Jadi,
arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan pikiran atau fisik
peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis,
penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari
jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai
220
secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-halyang sulit
atau berat. Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan
hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya
dirancang menjadi suatu aksi atau kejadian Suasana Saat Permainan yang dialami
sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang
mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi
adalah ranah sikap-nilai.
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
2) Diskusi Kelas
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
Tidak cocok jika ada yang terlalu dominan dan ada yang terlalu minor
221
3) Curah Pendapat
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kekurangan :
a.
b.
b.
c.
Kekurangan :
a.
b.
Kurang realistis
c.
5) Simulasi
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
pembentukan sikap
222
6) Sandiwara
Kelebihan :
a.
b.
c.
Kekurangan :
a.
b.
c.
Sulit menemukan ide cerita yang cocok dengan materi yang akan
disampaikan
d.
7) Demonstrasi
Kelebihan :
a.
b.
c.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
8) Praktik Lapangan
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
pembentukan sikap
223
9) Permainan (games)
Kelebihan :
a.
b.
c.
d.
Kekurangan :
a.
b.
c.
d.
Kurang realistis
e.
f.
224
(1977)
teknologipembawa
mengemukakan
pesan
yang
bahwa
dapat
media
pembelajaran
dimanfaatkan
untuk
adalah
keperluan
pembelajaran.
b) Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film,
dan video.
c) Sedangkan menurut National Education Associaton (1969) mengungkap kan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan,
dan kemauan peserta diklat sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta diklat.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada
awalnya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar
yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke20 usaha
pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat
bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media
pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Dari uraian tersebut maka jenis dari media pembelajaran bisa dikelompokkan menjadi:
a) Media Visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
b) Media Audio: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
225
sejenisnya
d) Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan
sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual,
audio, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara
bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh: dewasa
ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat
meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
226
Jenis Media
Gambar Diam
Gambar Hidup
Televisi
Rekaman Audio
Programmed Instruction
Demonstrasi
Keterangan :
R = Rendah
S = Sedang
4 = Prosedur belajar
T = Tinggi
227
tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program
komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran bahasa.
Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer
dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian
para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya. Media
pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus
meningkatkan motivasi peserta didik. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan
motivasi kepada peserta didik. Selain itu media juga harus merangsang peserta didik
mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media
yang baik juga akan mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan
balik dan juga mendorong peserta diklat untuk melakukan praktik-praktik dengan benar.
Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan
sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kriteria pertamanya adalah biaya.
Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media
itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan
dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga
penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan.
Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin
baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional.Thorn
mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995).
Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus
dirancang sesederhana mungkin sehingga peserta didik
komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang
lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk
menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan
pembelajaran peserta didik atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana
media harus mengintegrasikan aspek dan keterampilan bahasa yang harus dipelajari.
Untuk menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang artistik maka
estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi
secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran
yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan
sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh: bila tujuan
atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio
yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami
isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran
bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di
228
samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti:
biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.
Alat bant pembelajaran (instructional aids) berperan sebagai perlengkapan yang
digunakan oleh pengajar dalam memperjelas materi yang disampaikan, oleh karena
itu disebut juga alat bant mengajar (teaching aids), yang bertujuan agar dapat
mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan / materi pembelajarannya
kepada peserta latih. Adapun pesan yang disampaikan tidak sepenuhnya termuat
didalamnya, karena hanya berperan sebagai alat bant yang menyalurkan media yang
berisi pesan, oleh karena itu alat bant tidak mampu menimbulkan efek interaktif tanpa
ditunjang oleh fasilitator. Dan fasilitatornyapun harus memiliki ketrampilan yang mumpuni
dalam mengoperasionalisasikan alat bantu tersebut.
Fungsi yang diharapkan dari alat bant pembelajaran adalah :
1.
Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh fasilitator sesuai
dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan pembelajaran.
Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori peserta latih.
4.
Ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan alat bant pembelajaran ini akan
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena disamping dapat
merangsangindera penglihatan juga indera yang lainpun ikut dirangsangnya pula dan hal
ini akan berefek secara kumulatif.
iputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster, audio tape
media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan
komputer dam telepon.
229
b) Gagne,
Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu :
1. benda untuk didemonstrasikan,
2. komunikasi lisan,
3. media cetak,
4. gambar diam,
5. gambar bergerak,
6. film bersuara, dan
7. mesin belajar.
Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya
memenuhi fungsi menurut hierarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus
belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal,
menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan
balik.
c) Allen,
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu :
1) visual diam,
6) pelajaran terprogram,
2) film,
7) demonstrasi,
3) televisi,
9) sajian lisan.
5) rekaman,
Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran
dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki
kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain.
Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain :
1. info faktual,
2. pengenalan visual,
3. prinsip dan konsep,
4. prosedur,
5. keterampilan, dan
6. sikap.
Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan
belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah.
d) Gerlach dan Ely
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan
kelompok, yaitu :
1) benda sebenarnya,
2) presentasi verbal,
230
3) presentasi grafis,
4) gambar diam,
5) gambar bergerak,
6) rekaman suara,
7) pengajaran terprogram, dan
8) simulasi.
e) Ibrahim.
Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat
dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu :
1) media tanpa proyeksi dua dimensi;
2) media tanpa proyeksi tiga dimensi;
3) media audio;
4) media proyeksi;
5) televisi, video, komputer.
Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan
mempermudah para pengajar/fasilitator atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan
media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu. Pemilihan media yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan
dan karakteristik peserta didik, akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses
dan hasil pembelajaran
beda,
tergantung
dari
bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat
disajikan secara audio visual dan audial;
b) Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak
mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu
obyek, yang disebabkan, karena :
231
b. Tujuan
Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah :
1) Mengetahui tingkat kebehasilan pencapaian TPU dan TPK
2) Umpan balik perbaikan proses pembelajaran.
3) Pedoman penentuan passing grade dan posisi peringkat.
4) Dasar untuk menyusun laporan kemajuan pembelajaran.
2)
3)
Mengukur seluruh domain kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan hasil
analisis TPK.
4)
Alat pengukuran yang digunakan harus sesuai dengan apa yang harus diukur.
(mengukur apa yang harus diukur)
5)
232
2)
Formative test
3)
Sumative test
Tujuan :
1)
Pre dan post test : untuk mengetahui hasilpembelajaran secara rata-rata kelas dan
hasilnya dapat dianggap sebagai hasil penyelenggaraan pelatihan.
2)
Formatve test : untuk mengetahui tingkat perkembangan dan daya serap yang dapat
dilihat melalui butir-butir soal yang dapat dijawab dengan benar.
3)
Sumative test : untuk menentukan kelulusan bagi setiap individu peserta diklat yang
ber STTPL (Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan).
Proses :
1)
Pre dan post test : menghitung prosentase rata-rata kenaikan nilai yang didapat
melalui tes sebelum dan sesudah pembelajaran, bila perlu lakukan t-test, dengan
anggapan selisih kenaikan nilai yang didapat adalah sebagai hasil pembelajaran
pada diklat yang diselenggarakan. Perakitan soal disusun secara komprehensif
yang mewakili materi-materi yang telah dipelajari (dangkal tetapi luas).
2)
3)
Sumative test : dilakukan pada akhir sebuah diklat, dengan perakitan soal memenuhi
seluruh TPU / TPK pada meteri dasar 15 , materi inti 70% dan materi penunjang 15%
yang disusun dengan tingkat kesulitan bervariasi dari yang mudah 20%, sedang
50% dan sulit 30%. Penentuan batas kelulusan menggunakan PAP / CRT (Criterion
Referenced Test) menetapkan batas kelulusan. Butir-butir soal harus mempunyai
daya saring / daya pembeda dan jika lulus melewati saringan ujian ini berarti yang
bersangkutan memang memenuhi kualifikasi seperti yang diharapkan oleh tujuan
pelatihan dan berhak mendapatkan STTPL.
233
Syarat Penilaian :
1) Validitas (menilai apa yang seharusnya dinilai)
2) Reliabilitas (kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun penilaian itu digunakan
kan mendapatkan hasil yang relatif sama)
3) Pengukuran evaluasi hasil pembelajaran
a. Pengukuran domain kognitif
Mengukur apa yang diketahui, bukan apa yang dirasakan / dikerjakan
Jenjang domain kognitif terdiri dari :
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Penerapan
4) Analisa
5) Sintesis
6) Penilaian
Metode pengukuran dengan tes lisan dan tertulis, dengan alat ukur :
soal, kuesioner, checklist, angket dan lembar panduan.
b. Pengukuran domain afektif
Mengukur apa yang dirasakan, bukan apa yang diketahui.
Jenjang domain afektif terdiri dari :
1) Receiving
2) Responding
3) Valuing
4) Organization
5) Character
234
VIII. RANGKUMAN
Pengajaran mikro (microteaching) bertujuan membekali fasilitator beberapa keterampilan dasar
mengajar dan pembelajaran. Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu
mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.Oleh sebab itu,
kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi
kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau real-isasi
pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik
atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Disamping itu juga perlu diperhatikan penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif dalam
menghantar setiap sesi pembeljaran sehingga fasilitator dan peserta dapat berinteraksi dengan
baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai, yang disertai dengan penggunaan teknik presentasi
yang interaktf dalam proses pembelajaran mulai dari membuka, menghantarkan dan menutup sesi
pembelajaran.
Adapun pembuatan SAP merupakan pedoman / panduan yang memberi arah kepada fasilitator
dalam menyajikan materi pembelajaran kepada para peserta, dalam kurun waktu tertentu dengan
menggunakan metode dan alat bantu yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.
235
Media dan alat bantu pembelajaran juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, dan semua itu dapat
dipraktikan pada saat melakukan teknik melatih sehingga terlihat keterkaitan satu dengan yang
lainnya, termasuk juga didalamnya membuat evaluasi proses pembelajaran terhadap peserta.
IX. REFERENSI
1. Abbat, F.R, Teaching for better learning, A guide for teachers of primary helath care staff, 2nd
edition, WHO, Geneva, 1992
2. Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di
Bidang Kesehatan, 2013
3. Buku Panduan, Pengembangan dan Penggunaan Modul Pelatihan Wirausaha Sanitasi, WSPEAP Indonesia, 2012.
4. Modul pelatihan Training of trainers (TOT), Pusdiklat aparatur Badan PPSDM Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, 2011
5. Modul pelatihan untuk pelatih program Kesehatan, 2009
6. Modul pelatihan widyaiswara, LAN RI, 2008.
7. Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Wirausaha Sanitasi, WSP-EAP, 2012
8. Pramudijono Agus Hekso, modul metode dan media diklat, diklat teknis substantif dasar
pengelolaan diklat golongan III, departemen keuangan Republik Indonesia, Badan
Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Keuangan Umum, Jakarta, 2009
X. LAMPIRAN
a. Lembar penilaian praktik mengajar di kelas (Micro Teaching) Pelatihan untuk Pelatih
Wirausaha STBM
236
LEMBAR PENILAIAN
Praktik MENGAJAR DI KELAS (MICRO TEACHING)
PELATIHAN UNTUK PELATIH FASILITATOR STBM
Materi Pembelajaran
Pokok Bahasan :
Sub Pokok Bahasan
Waktu :
PETUNJUK PENILAIAN
1. Obyek penilaian adalah aktifitas /kegiatan praktik melatih di kelas, untuk itu amatilah secara
seksama seluruh komponen kegiatan berjumlah....butir seperti yang tercantum pada halaman
2 (dua). Sedangkan untuk memberikan nilai pada setiap butir obyek penilaian dapat digunakan
panduan pada halaman 4, 5 dan 6.
2. Berilah nilai pada kolom hasil pengamatan dengan ketentuan:
[ ] Jika komponen kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan dan dilakukan secara baik dan benar (efektif dan efisien),
maka dapat diberikan nilai 8, 9 atau 10
[ x ] Jika komponen kegiatan yang dilakukan / dimunculkan sesuai dengan kaidah yang
tercantum pada panduan tetapi dilakukan dengan kurang baik atau kurang benar
(kurang efektif/efisien), atau kegiatan yang dilakukan/ dimunculkan kurang sesuai
dengan kaidah yang tercantum pada panduan, maka dapat diberikan nilai 5, 6 atau 7
[ O ] Jika komponen kegiatan tidak dilakukan/ dimunculkan sama sekali, maka dapat diberikan
nilai 2, 3 atau 4
3. Berikan catatan khusus berupa kritik dan saran jika Anda temukan hal-hal yang kurang sesuai
dengan kaidah kediklatan yang baik dan benar sesuai dengan panduan. Tetapi berikan pujian
jika Anda temukan hal-hal yang sudah baik sesuai panduan.
237
LEMBAR PENILAIAN
HASIL OBSERVASI
NO
Praktik MELATIH
PEMBUKAAN
1. Pengucapan salam dan perkenalan pengkondisian situasi dan
lingkungan
[V]
[X]
[O]
PENGAKHIRAN :
1. Merangkum sesi pembelajaran/ evaluasi/ pencapaian TPU/
TPK
2. Kesesuaian penyimpulan pokok bahasan dengan TPU/TPK
dan pemberian pesan tindak lanjut
3. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan
JUMLAH:
PENILAI
Jumlah Kumulatif :
(.)
238
Jika menginginkan agar suasana lebih hidup dapat dilakukan: (salah satu)
239
Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung:
keadaan tiap individu, suasana kelas, sarana, lingkungan dll.
Ekspresi wajah ramah, gerak tubuh dinamis tapi wajar, volume suara, intonasi, kecepatan
berbicara.
a. Sistematika penyajian
b. Penggunaan Bahasa, Volume suara, Bahasa tubuh dan sikap terhadap peserta
c. Pemberian motivasi belajar kepada peserta
d. Teknik bertanya Efektif
Cara/kaidah pertanyaan: dirumuskan secara jelas, bersifat sederhana, bersifat
menantang, bersifat khusus
Kesesuaian pertanyaan dengan tujuan/moment: pertanyaan yang dianjurkan mempunyai
tujuan tertentu dan sesuai dengan momentumnya
Cara menanggapi jawaban :
Untuk pertanyaan yang dijawab sekali benar
Untuk pertanyaan yang dijawab kurang benar
Untuk pertanyaan yang dijawab berkali-kali baru benar
Untuk pertanyaan yang sasarannya tidak mau menjawab
Cara menanggapi pertanyaan : Seluruh pertanyaan dari pembelajar dilempar ke forum
dan dibimbing untuk menemukanjawabannya
2. Pemilihan metoda pembelajaran :
Beragam metoda yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas
Kesesuaian setiap metoda yang digunakan dengan TPK
Pengembangan/kreatifitas metoda yang digunakan
3. Pemilihan media & Alat Bantu Pembelajaran (APB) :
Beragam media & APB yang digunakan sesuai dengan dinamika kelas
Kesesuaian setiap media & APB yang digunakan dengan TPK
Pengembangan/kreatifitas media & APB yang digunakan
4. Penguasaan substansi materi bahasan:
Pembahasan diarahkan pada materi inti, aplikasi dan penunjang secara proporsi sesuai
TPU/TPK :
Harus dikuasai sepenuhnya (materi inti yang sesuai dengan TPU/TPK)
Perlu dikuasai (materi aplikasi yang berkaitan dengan TPU/TPK)
Baik untuk diketahui (materi penunjang yang mendukung TPU/TPK)
240
tindak
lanjut
Menanyangkan kembali slide/ transparent yang memuat TPU/TPK dan pembelajar
diminta untuk menilai tingkat ketercapaiannya. Pesan tindak lanjut (jika ada)
3. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan:
241
242
MP.1
MEMBANGUN
KOMITMEN BELAJAR
(BLC)
Modul MP.1
Membangun Komitmen Belajar (BLC)
243
II.
III.
IV.
V.
VI.
244
MODUL MP.1.
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), akan bertemu sekelompok
orang yang belum saling mengenal sebelumnya, dan berasal dari tempat yang berbeda, dengan
latar belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku
yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal pelatihan, kemungkinan besar akan
dapat mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses pelatihan yang bisa berakibat pada
terganggunya kelancaran dari proses pembelajaran selanjutnya.
Membangun komitmen Belajar (BLC) merupakan salah satu metode atau proses untuk mencairkan
kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta mampu mengemukakan harapan harapan mereka
dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama
untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Membuat kontol kolektif dan struktur organisasi kelas.
Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta
dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan
perbauran nilai-nilai yang dianut dan disepakati.
245
V. METODE PEMBELAJARAN
CTJ, curah pendapat, diskusi kelompok dan permainan.
246
2. Kegiatan Peserta
247
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses
perkenalan dengan menggunakan metode yaitu : dalam 5 menit pertama setiap peserta
diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit
untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya
untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh
panitia untuk memperkenalkan dirinya.
249
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan identitas yang
berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. Lakukan
permainan tersebut selama 10 15 menit, tergantung situasi dan kondisi.
Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut
serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya. Fasilitator membuat rangkuman bersamasama peserta, agar terjadi proses yang dinamis.
250
sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional
sehingga kemungkinan untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan
jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk
mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian
dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.
251
VIII. RANGKUMAN
Dengan melakukan building learning commitment (BLC) yang didahului dengan proses
perkenalan dan dilanjutkan proses pencairan (unfreezing / ice breaking) maka akan
didapatkan komitmen peserta dalam melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya
dengan baik berdasarkan dari norma-norma kelas yang dibuat oleh peserta sendiri. Adapun
untuk keberhasilan proses BLC ini diperlukan adanya partisipasi aktif dari seluruh peserta
pelatihan.
IX. REFERENSI
X. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Permainan untuk Perkenalan dan Pencairan Suasana
Perkenalan dan Pencairan Suasana
(Masuk kedalam dinamika kelompok untuk perkenalan)
Untuk memfasilitasi proses perkenalan dan pencairan suasana, fasilitator dapat
melakukan kegiatan interaktif melalui berbagai cara, seperti pada contoh berikut:
Deskripsi singkat:
Perkenalan merupakan proses yang sangat penting dalam suasana pelatihan untuk
menciptakan suasana akrab dan dinamika positif. Fasilitator harus menyiapkan suasana
252
agar para peserta, termasuk fasilitator, dapat saling mengenal satu sama lain. Proses
perkenalan yang dinamis dapat mencairkan suasana, menciptakan kondisi belajar yang
mendukung dimana para peserta dapat dengan leluasa mengungkapkan gagasan, ide
dan pengalamannya, serta berbagi untuk memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat dan masalah kesehatan secara umum. Proses
belajar akan lebih kaya dengan pembuktian yang ada di masyarakat.
Metode: Permainan Kreatif
Waktu: 20 menit
Tujuan
o Mencairkan situasi kaku dan saling mengenal antar peserta sehingga mudah untuk
bekerjasama,
o Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara lebih mendalam dan
dinamis,
253
254
Modul MP.2
MP.2
RENCANA TINDAK
LANJUT (RTL)
255
II.
III.
IV.
V.
VI.
256
MODUL MP-2
RENCANA TINDAK LANJUT
I.
DESKRIPSI SINGKAT
Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan suatu dokumen tentang rencana yang akan dilakukan
setelah mengikuti suatu kegiatan atau merupakan tindak lanjut dari kegiatan tersebut. Dalam suatu
pelatihan, RTL merupakan dokumen rencana yang memuat tentang kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan setelah peserta kembali ketempat tugas untuk menerapkan hasil pelatihan.
Modul RTL ini disusun dalam rangka untuk membekali para fasilitator STBM agar mampu
memahami rincian kegiatan dan dapat menyusun RTL yang akan dilaksanakan di tempat tugasnya
masing-masing.
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut proses belajar
mengajar dan mengevaluasi kegiatan STBM.
B.
C.
D.
Flipchart
Spidol
Lembar/Format RTL.
Meta plan
Kain tempel
LCD
257
V. METODE PEMBELAJARAN
Latihan
Diskusi kelompok
258
organisasinya agar mencapai visi dan misi organisasi secara optimal. Untuk itu maka
wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan dalam bidang membuat perencanaan tindak
lanjut perlu mendapat prioritas. Hal ini dimaksudkan agar peserta memahami dengan jelas
arah dan tujuan pelatihan yang telah dijalaninya.
Terarah
Setiap kegiatan yang dicantumkan dalam RTL hendaknya terarah untuk
mencapai tujuan.
Jelas
Isi rencana mudah dimengerti dan ada pembagian tugas yang jelas antara
orang-orang yang terlibat didalam masing-masing kegiatan.
Fleksibel
Mudah disesuaikan dengan perkembangan situasi. Oleh karena itu RTL
mempunyai kurun waktu relatif singkat.
259
Tujuan RTL adalah agar peserta latih / institusi memiliki acuan dalam menindak
lanjuti suatu kegiatan pelatihan.
Ruang lingkup Rencana Tindak lanjut (RTL) sebaiknya minimal :
Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang akan
dilaksanakan (apa/what). Pada saat menentukan kegiatan hendaknya mereview
modul Pelatihan Fasilitator STBM.
Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap
kegiatan (bagaimana/how).
Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan
tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan (tempat/where).
Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan. (How
much)
Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab
kepada siapa (siapa/who).
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
1. Kegiatan
yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di
identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.
2. Tujuan
adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang
direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan
secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran
yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang
direncanakan.
260
4. Cara Metode
yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah
ditentukan dapat tercapai.
6. Biaya
Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk
kegiatan tersebut.Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang
benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan
juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan
kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang
biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
yaitu personal / tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting
karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan
kewajiban.
8. Indikator Keberhasilan
merupakan bentuk kegiatan/sesuatu yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan dari
pelaksanaan kegiatan.
261
NO
KEGIATAN
TUJUAN
SASARAN
CARA/
METODE
WAKTU &
TEMPAT
BIAYA
PELAKSANA/
PENANGGUNG
JAWAB
INDIKATOR
KEBERHASILAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
262
b. Gantt Chart
Gantt chart adalah suatu alat yang bernilai khususnya untuk kegiatan-kegiatan dengan
jumlah anggota tim yang sedikit, kegiatan yang mendekati penyelesaian dan beberapa
kendala kegiatan.
Karakteristik Gantt Chart
Gantt chart secara luas dikenal sebagai alat fundamental dan mudah diterapkan oleh para
manajer kegiatan untuk memungkinkan seseorang melihat dengan mudah waktu dimulai
dan selesainya tugas-tugas dan sub- sub tugas dari suatu kegiatan.
Semakin banyak tugas-tugas dalam kegiatan dan semakin penting urutan antara tugastugas maka semakin besar kecenderungan dan keinginan untuk memodifikasi gantt chart.
Gantt chart membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan what if saat melihat kesempatankesempatan untuk membuat perubahan terlebih dahulu terhadap kebutuhan.
Keuntungan menggunakan Gantt chart :
Sederhana, mudah dibuat dan dipahami, sehingga sangat bermanfaat sebagai alat
komunikasi dalam penyelenggaraan proyek.
Dapat
menggambarkan
jadwal
suatu
kegiatan
dan
kenyataan
kemajuan
Bila digabungkan dengan metoda lain dapat dipakai pada saat pelaporan
263
VIII. REFERENSI
1. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance, Jakarta:
2008.
2. BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: 2009.
3. Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta:
2010,
4. Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project, Model Pelatihan Pemberdayaan
Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta: 2010.
264
IX. LAMPIRAN
LEMBAR KERJA
a. Pedoman Penyusunan RTL
Peserta dibagi kelompok menurut asal tempat tugas masing-masing
Masing-masing kelompok menyusun RTL, yang mencakup aspek:
a. Jenis kegiatan
b. Tujuan
c. Sasaran (orang dan lokasi)
d. Cara / metode
e. Waktu dan tempat
f.
Sumber dana
g. Penanggung Jawab
h. Indikator keberhasilan
SUMBER
CARA/
WAKTU &berikut:
Penyusunan
RTLTUJUAN
dapat menggunakan
format sebagai
NO
KEGIATAN
SASARAN
DANA /
METODE
TEMPAT
BIAYA
4
5 Rencana
6 Tindak 7Lanjut
Format
Isian
PELAKSANA/
PENANGGUNG
JAWAB
INDIKATOR
KEBERHASILAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dst
265
TIM PENYUSUN
KURMOD FASILITATOR STBM
Kementerian Kesehatan
Direktorat Penyehatan Lingkungan, Ditjen PP dan PL :
F. Eko Saputro, SKM, MKM
- Kasubdit PASD
Kristin Darundiyah
- Staf PASD
Indah Hidayat
- Staf PASD
Zakiah Diana
- Staf PASD
Dewi Mulyani
- Staf PASD
Paramita Dau
Rani Rahmafuri
- Sekretaris Bilingual
Rahma
Mitra STBM
I Nyoman Oka
Rahmi Kasri
Ronie Prasetyo
- WASH, UNICEF
Lilik Trimaya
- WASH, UNICEF
266
- High Five
Andre K - IUWASH
Kuwat Karyadi - IUWASH
Tethy Tafuli
- PLAN Indonesia
Herni Suwartini
- USDP
Sujono - HAKLI
Mita Sirait
Margaretha Siregar
Agustini
Purwadidi
267