Anda di halaman 1dari 345

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan tata pemerintahan dalam era desentralisasi akan terus melaju dan sebagai
konsekuensinya menuntut ketersediaan dana, kesiapan SDM di berbagai sektor. Tanpa
terkecuali dalam bidang kesehatan juga mengalami perubahan yang sangat bermakna,
sehingga aparatur pemerintah di jajaran Departemen Kesehatan harus
menyesuaikannya baik dalam cara berfikir, bersikap dan bertindak. Perubahan pola
berfikir yang dikehendaki lebih berorientasi kemasa depan yang mengutamakan
profesionalisme. Untuk peningkatan profesionalisme telah ditetapkan adanya Jabatan
Fungsional di lingkungan Departemen Kesehatan. Melalui Surat Keputusan Menteri
Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor. 19/Kep/M.Pan/11/2000 ditetapkan
adanya Jabatan Fungsional Sanitarian.

Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, sanitarian mempunyai tugas pokok dan fungsi
sesuai dengan jenjangnya Sehubungan dengan itu sanitarian perlu memiliki kompetensi
yang memadai sesuai dengan jenjangnya, agar mampu bekerja secara profesional.
Salah satu upayanya adalah melalui pelatihan.

Bagi calon pejabat sanitarian ahli, diwajibkan mengikuti pelatihan untuk pengangkatan
karena merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, hal ini diberlakukan
mengingat pejabat sanitarian ahli mempunyai latar belakang pendidikan yang beragam,
lain halnya dengan sanitarian terampil yang langsung diangkat sebagai pejabat
sanitarian terampil karena telah mempunyai latar belakang pendidikan sanitasi
(kesehatan lingkungan) yaitu SPPH atau Akademi Kesehatan Lingkungan atau Poltekes
jurusan Kesehatan Lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 101 pasal 11 tahun 2000, tentang


Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, menyatakan bahwa untuk mencapai
persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional
diperlukan suatu pelatihan yang disebut dengan pelatihan/diklat fungsional. Oleh karena
itu untuk mencapai kompetensi yang diperlukan maka pejabat sanitarian harus
mengikuti pelatihan pembekalan sesuai dengan jenjang jabatannya. Pelatihan yang
diselenggarakan harus bermutu, sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan,
sehingga pelatihan yang dilaksanakan dapat terakreditasi, serta menghasilkan lulusan
yang bermutu.

B. FILOSOFI PELATIHAN
Prinsip pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat dan
kecepatan yang sesuai untuk dirinya. Setiap individu mempunyai cara dan gaya

1
tersendiri dalam upaya belajar secara efektif, karena pembelajaran yang dapat
mempengaruhi perubahan perilaku secara nyata adalah pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan diri sendiri. Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada
upaya perubahan dalam diri manusia baik sebagai pribadi atau pelaku organisasi.

Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan metode dan
teknik yang partisipatif Karena pelatihan hanya merupakan rangsangan (trigger) saja.
Selanjutnya perlu pengembangan lebih lanjut oleh para Sanitarian sesuai dengan
prinsip belajar long life learning agar dapat memenuhi tuntutan dan profesinya.

BAB II
PERAN, FUNGSI, JENJANG DAN KOMPETENSI SANITARIAN
A. PERAN

2
Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan,
pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan
meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat.

B. FUNGSI
Fungsi Sanitarian adalah :
1. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
2. Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
3. Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan
5. Membuat karya tulis atau karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan.
6. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya dibidang kesehatan lingkungan
7. Membimbing sanitarian di bawah jenjang jabatannya
8. Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis di bidang kesehatan
lingkungan
9. Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingungan
10. Mengajar atau melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan
11. Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan lingkungan/ kesehatan
12. Menjadi anggota organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan
13. Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional sanitarian
14. Melaksanakan kegiatanan lintas program dan lintas sektoral

C. JENJANG JABATAN SANITARIAN


1. Sanitarian Terampil, terdiri dari :
a. Sanitarian Pelaksana Pemula :
Pangkat Pengatur Muda, Golongan / ruang : II/a
b. Sanitarian Pelaksana
1) Pengatur Muda tingkat I, golongan ruang II/b
2) Pengatur, golongan ruang II/c
3) Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d
c. Sanitarian Pelaksana Lanjutan
1) Penata Muda, golongan ruang III/a
2) Penata muda tingkat I, golongan ruang III/b

d. Sanitarian Penyelia
1) Penata, golongan ruang III/c
2) Penata tingkat I, golongan ruang III/d

2. Sanitarian Ahli, terdiri dari :


a. Sanitarian Pertama
1) Penata Muda, golongan ruang III/a
2) Penata tingkat I, golongan ruang III/b
b. Sanitarian Muda
1) Penata, golongan ruang III/c
2) Penata tingkat I, golongan ruang III/d
c. Sanitarian Madya
1) Pembina, golongan ruang IV/a
2) Pembina tingkat I, golongan ruang IV/b
3) Pembina utama muda, golongan ruang IV/c

D. KOMPETENSI SANITARIAN AHLI

3
1. Sanitarian Pertama
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menyusun TOR rencana lima tahunan tingkat kabupaten/kota
b. Menganalisis data rencana 5 tahunan secara sederhana tingkat pusat
c. Menyusun rancangan rencana lima tahunan tingkat pusat
d. Menyajikan rancangan rencana lima tahunan tingkat pusat
e. Mengolah data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
propinsi
f. Mengolah data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat pusat
g. Menganalisa data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
pusat
h. Menyajikan rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
i. Menyusun rencana tiga bulanan tingkat propinsi
j. Menyusun rencana bulanan tingkat propinsi
k. Menyusun rencana operasional tingkat propinsi
l. Menyusun rancangan peraturan
m. Menyusun rancangan pedoman
n. Melaksanakan uji coba desain study kelayakan

Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menyusun instrument pengumpulan data secara primer untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
b. Melakukan kajian data secara deskriptif (sederhana) untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
c. Menyebarluaskan data hasil pengamatan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi objek kelompok II tingkat lanjut
secara sederhana untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I tingkat lanjut
secara lokal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II awal secara
nasional
d. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II tingkat lanjut
secara lokal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
e. Melakukan kunjungan/ bimbingan teknis ke objek kelompok II local
f. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar < 9 - 18 jam
untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan < 9 – 18 jam untuk tindak
lanjut pengawasan kesehatan lingkungan

4
h. Menilai penyajian HACCP < 9 – 18 jam untuk tindak lanjut pengawasan
kesehatan lingkungan
i. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya < 9 – 18 jam untuk
tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengidentifikasi perilaku untuk menentukan program

Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasanm
sendiri dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi
didokumentasikan pada perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan
sendiri dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan
atau makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa

Fungsi :
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan
lingkungan.
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
c. dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
d. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
e. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.

Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan.
Kompetensi :

5
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan

Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai

2) Sanitarian Muda
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menyusun TOR rencana lima tahunan tingkat pusat
b. Mengolah data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat
c. Menganalisis data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat propinsi
d. Menyusun TOR dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat pusat
e. Mengolah data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
Pusat
f. Menganalisis data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
propinsi
g. Menyusun rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
h. Menyajikan rancangan rencana tahunan tingkat pusat
i. Menyempurnakan rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
j. Menyusun rencana tiga bulanan tingkat pusat
k. Menyusun rencana bulanan tingkat pusat
l. Menyusun rencana operasional tingkat pusat
m. Menyajikan rancangan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
n. Menyajikan rancangan peraturan
o. Menyusun rancangan standar
p. Menyajikan rancangan pedoman
q. Menyusun TOR study kelayakan

Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :

6
a. Menyusun/menetapkan metode pengumpulan data primer untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
b. Menyusun instrument pengumpulan data sekunder untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
c. Melakukan kajian data secara analitik (lanjut) untuk pengamatan kesehatan
lingkungan
d. Menyusun laporan dalam rangka penyebarluasan data.
e. Menyajikan laporan dan penyebarluasan data.

Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi objek kelompok II tingkat lanjut
secara sederhanal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I tingkat lanjut
secara regional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II lanjut
pengawasan kesehatan lingkungan secara regional
d. Melakukan kunjungan/ bimbingan teknis ke objek kelompok II regional
e. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara detail 19-28 jam; 29 – 38
jam; 39 – 48 jam untuk pengawasan kesehatan lingkungan
f. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara detail < 18 - 55 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan 19 - 48 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
h. Menilai penyajian HACCP 19 - 48 jam untuk pengawasan kesehatan
lingkungan
i. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya 19 - 48 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasika
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan pada
perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau
makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa.

Fungsi :

7
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
c. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
d. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.

Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan

Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai

3) Sanitarian Madya
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menganalisis data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat
b. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat propinsi.
c. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat.
d. Menganalisis data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
pusat
e. Menyusun rancangan rencana tahunan tingkat pusat

8
f. Menyempurnakan rancangan rencana tahunan tingkat pusat
g. Menyempurnakan rancangan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
h. Menyempurnakan rancangan peraturan
i. Menyempurnakan rancangan standar
j. Menyempurnakan rancangan pedoman
k. Menyusun desain study kelayakan
l. Menyempurnakan desain study kelayakan
m. Menyusun laporan study kelayakan

Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Menetapkan metode pengumpulan data sekunder

Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menetapkan diagnosa dan treatmen intervensi objek kelompok II lanjut
konvensional
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I lanjut secara
nasional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II lanjut tingkat
nasional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
d. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar 49 - 78 jam
untuk pengawasan kesehatan lingkungan
e. Menilai studi dampak kesehatan lingkungan secara detail 56 – 112 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
f. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan 49 - 78 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai penyajian HACCP 49 – 78 jam untuk pengawasan kesehatan
lingkungan
h. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya 49 - 78 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan

Fungsi :
Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Melakukan pemberdayaan melalui media massa

Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.

9
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan
pada perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasansendiri
dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau
makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa

Fungsi :
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
c. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
d. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.

Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan

Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai

10
BAB III
STANDAR PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN

A. TUJUAN
Pelatihan jabatan fungsional sanitarian distandarisasi dengan tujuan : agar ada
kesamaan dalam setiap penyelenggaraaan pelatihan jabatan fungsional baik dalam
tujuan, kurikulum, kriteria peserta dan pelatih serta instansi penyelenggara yang
dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah sehingga pejabat fungsional yang telah
mengikuti pelatihan sesuai dengan ketentuan, mempunyai kompetensi yang telah
ditetapkan.

B. KEBIJAKAN
Jabatan fungsional sanitarian terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu jenjang terampil dan
jenjang ahli yang mempunyai tugas melaksanakan pengamatan kesehatan lingkungan,
pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
perbaikan kualitas kesehatan linkgungan untuk dapat memelihara, melindungi, dan
meningkatkan cara – cara hidup bersih dan sehat.

Dalam rangka pembinaan karier, kepangkatan, jabatan, dan peningkatan profsionalisme


pejabat fungsional telah ditetapkan dalam Kep.MENPAN Nomor 19 Tahun 2000.
pembinaan pejabat gungsional sanitarian ini dapat dilaksanakan oleh pusat dan daerah.
Salah satu bentuk pembinaan yang dapat dilakukan adalah melalui pelatihan, oleh
karena itu untuk mempertahankan mutu pelatihan diperlukan standarisasi dalam bentuk
Standar Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian.

11
Adapun kebijakan yang ditetapkan adalah :
1. Setiap jenjang jabatan fungsional sanitarian memiliki kompetensi yang terjual sesuai
dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga pelatihan bagi jabatan
fungsional ini diarahkan pada tercapainya kompetensi tersebut.
2. kurikulum, peserta, pelatih, dan institusi penyelenggara pelatihan Jabatan
Fungsional Sanitarian bagi semua jenjang harus distandarisasi secara nasional agar
pelaksanaan pelatihan di setiap jenjang akan sama.
3. sesuai dengan Kepmenkes Nomor : 725 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan, bagi institusi diklat yang akan
menyelenggarakan pelatihan jabatan fungsional sanitarian, diwajibkan untuk
mengakreditasinya terlebih dahulu.

C. STRATEGI
untuk standarisasi pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian, strategi yang digunakan
yaitu :
1. Pelatihan bagi pejabat fungsional sanitarian yang sudah menduduki jabatan
fungsional sanitarian menggunakan kurikulum yang telah distandarisasi yang terdiri
dari Kurikulum pelatihan jabatan fungsional :
a. Sanitarian terampil, terdiri dari :
1) Sanitarian Pelaksana Pemula
2) Sanitarian Pelaksana
3) Sanitarian Pelaksana Lanjutan
4) Sanitarian Penyelia
b. Sanitarian Ahli, terdiri dari :
1) Sanitarian Pertama
2) Sanitarian Muda
3) Sanitarian Madya
2. Pelatihan untuk jabatan fungsional sanitarian di :
a. Tingkat Pusat, dilaksanakan di Pusdiklat Kesehatan atau Bapelkes Nasional
yang sudah terakreditasi bekerjasama dengan unit pembina jabatan fungsional
sanitarian / pengelola program di tingkat pusat
b. Tingkat Propinsi, dilaksanakan di Bapelkes atau institusi diklat kesehatan
propinsi yang sudah terakreditasi bekerjasama dengan pengelola program
c. Tingkat kabupaten / kota dilaksanakan di unit pelaksana diklat / pelatihan yang
telah terakreditasi bekerjasama dengan pengelola program.

D. STANDAR PELATIHAN
Standar pelatihan jabatan fungsional sanitarian ahli :
1. PESERTA
a. Peserta Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama.
1) Kriteria Peserta:
Telah diangkat dalam Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama dengan
melampirkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai tenaga Jabatan
Fungsional Sanitarian Pertama.
2) Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang.

b. Peserta Jabatan Fungsional Sanitarian Muda


1) Kriteria Peserta :

12
a) Telah diangkat dalam Jabatan Fungsional
Sanitarian Muda dengan melampirkan Surat Keputusan (SK)
pengangkatan sebagai tenaga Jabatan Fungsional Sanitarian Muda.
b) Bagi Jabatan Fungsional Sanitarian Muda yang
berasal dari Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama, selain
melampirkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan juga melampirkan
sertifikat pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama.
2) Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang

c. Peserta Jabatan Fungsional Sanitarian Madya


1) Kriteria Peserta :
a) Telah diangkat dalam Jabatan Fungsional
Sanitarian Madya dengan melampirkan Surat Keputusan (SK)
pengangkatan sebagai tenaga Jabatan Fungsional Sanitarian Madya.
b) Bagi Jabatan Fungsional Sanitarian Madya yang
berasal dari Jabatan Fungsional Sanitarian Muda, selain melampirkan
Surat Keputusan (SK) pengangkatan juga melampirkan sertifikat
pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Muda.
2) Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang

2. PELATIH / FASILITATOR
a. Pelatih / fasilitator telah memiliki kemampuan kediklatan, yaitu telah mengikuti
pelatihan widyaiswara dasar atau AKTA atau Training of Trainer
b. Pendidikan pelatih/fasilitator minimal setara dengan kriteria pendidikan peserta
latih, dengan tambahan keahlian di bidang materi yang akan diajarkan.
c. Pelatih/fasilitator memahami Kurikulum Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian
Ahli yang sudah distandarisasi Nasional.
d. Pelatih/fasilitator adalah pejabat atau pakar yang menguasai materi yang
disampaikan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus dan pokok bahasan.

3. KURIKULUM
a. Tujuan
1) Tujuan Umum
Peserta memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai tenaga sanitarian Ahli
2) Tujuan Khusus
Peserta pelatihan mampu :
a) Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan
b) Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
c) Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
d) Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan
kualitas kesehatan lingkungan

13
e) Membuat karya tulis / karya ilmiah bidang
kesehatan lingkungan
f) Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya
di bidang kesehatan lingkungan
g) Membimbing sanitarian di bawah jenjang
jabatannya
h) Membuat buku pedoman/petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis di bidang kesehatan lingkungan
i) Mengembangkan teknologi tepat guna di bidan
kesehatan lingkungan
j) Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang
kesehatan lingkungan
k) Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan
lingkungan/kesehatan
l) Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional
sanitarian
m) Melaksanakan kegiatan lintas program dan lintas
sektoral.

b. Materi dan Proporsi waktu (Struktur Program Pelatihan)


Struktur Program Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Ahli, sebagai berikut:
1) Struktur Program Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama

No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan 2 3 - 5

14
Lingkungan
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 2 - 4

B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 5 - 8
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 6 - 8
4. Pemberdayaan Masyarakat 3 3 - 6
5. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
6. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 3 - 5
7. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 5 - 7
8. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 3 4 - 7
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)

D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 31 56 8 95

2) Struktur Program Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Muda

No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan
Lingkungan 2 3 - 5
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 3 - 5

B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9

15
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 7 - 10
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 8 - 10
4. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
5. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 5 - 7
6. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 4 - 6
7. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 3 4 - 7
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)

D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 28 59 8 95

3) Struktur Program Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Madya

No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan
Lingkungan 2 3 - 5
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 2 - 4

B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 6 - 9
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 6 - 8
4. Pemberdayaan Masyarakat 2 4 - 6
5. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
6. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 4 - 6
7. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 4 - 6
8. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 2 4 - 6

16
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)

D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 29 58 8 95

c. Alur Proses Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Ahli Pertama, Madya,


dapat digambarkan sebagai berikut :

PEMBUKAAN

Perkenalan dan harapan


Building learning commitment

WAWASAN KETERAMPILAN
1. Kebijakan di bidang 1. Persiapan Pelaksanaan
kesehatan lingkungan Kegiatan Kesling
2. Sanitarian dan 2. Pengamatan Kesling
Perkembangan kesehatan 3. Pengawasan Kesling
lingkungan 4. Pemberdayaan Masyarakat
3. Jabatan fungsional 5. Penyusunan Karya Tulis/Ilmiah
sanitarian 6. Teknik menerjemahkan /
menyadur buku
7. Penyusunan Pedoman/Juklak/
Juknis
8. Pengembangan teknologi tepat
guna di bidang kesling

17
Praktek Kerja Lapangan

1. Teknik Melatih
2. Rencana Tindak Lanjut

Penutupan

d. GBPP dan Materi


Garis – garis Besar Program Pelatihan untuk Pelatihan Jabatan Fungsional
Sanitarian Pertama, Muda, Madya adalah sebagai berikut :

DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
( MODUL KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN)

GBPP

DESKRIPSI SINGKAT

TUJUAN PEMBELAJARAN

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

URAIAN MATERI

REFERENSI

LAMPIRAN

18
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MD. 1
Materi : Kebijakan di bidang kesehatan lingkungan
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL= - jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu
mampu menjelaskan tentang : - -
memahami 1. 1. UU CTJ Transparan
tentang UU yang terkait dengan 2. PP - -
kebijakan di kesehatan 3. Keppres Disko LCD
bidang lingkungan 4. Kep. Men - -
kesehatan 2. 5. Perda Penugasan OHP
lingkungan PP yang terkait dengan yang terkait -
kesehatan dengan Bahan diskusi
lingkungan kesehatan
3. lingkungan
Keppres yang terkait
dengan kesehatan
lingkungan
4.
Kep. Men. Yang terkait
dengan kesehatan
lingkungan
5.
Perda yang terkeit
dengan kesehatan
lingkungan

19
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, serta keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut,diselenggarakanlah upaya pembangunan


yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan

Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya


secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk
seluruh masyarakat yang menyangkut upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan
investasi berharga, yang pelaksanaannya didasarkan paradigma baru yang dikenal

20
dengan paradigma sehat, yaitu paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif

Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
maka pnyelenggaraan pembangunan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan
nasional yang berkelanjutan harus didasari peraturan perundangan yang jelas dan
tegas sebagai kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan masyarakat.

Upaya kesehatan lingkungan yang merupakan bagian tak terpisahkan utamanya dari
upaya kesehatan promotif dan preventif dalam rangka terwujutnya lingkungan sehat
guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan sebagaimana tercantum pada peraturan perundangan yang berlaku.

Materi ini membahas tentang kebijakan di bidang kesehatan lingkungan yang


bersumber pada Undang-Undang , Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah yang berkait dengan Kesehatan Lingkungan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah selesai mengikuti kegiatan , peserta latih mampu memahami kebijakan di
bidang kesehatan lingkungan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yang
dipergunakan sebagai landasan dalam bekerja sebagai sanitarian.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mengikuti kegiatan, peserta pelatihan mampu :
1. Menjelaskan Kebijakan Pembangunan Bidang Kesehatan
2. Menjelaskan Undang-Undang yang terkait bidang kesehatan lingkungan
3. Menjelaskan Peraturan Pemerintah yang terkait bidang kesehatan lingkungan
4. Menjelaskan Keputusan Presiden yang terkait bidang kesehatan lingkungan
5. Menjelaskan Keputusan Menteri yang terkait bidang kesehatan lingkungan
6. Menjelaskan Peraturan Daerah yang terkait bidang kesehatan lingkungan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Pokok Bahasan 1 : Kebijakan pembangunan bidang kesehatan
Sub Pokok Bahasan :
1. Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang Th 2005 s/d 2025
2. Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan
3. Sistem Kesehatan Nasional

21
4. Bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan kebijakan

Pokok Bahasan 2 : Undang-Undang yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub Pokok Bahasan :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
4. Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Pokok Bahasan 2 : Peraturan Pemerintah yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub pokok Bahasan :
1. Peraturan Pemerintah RI No 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonom
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan

Pokok Bahasan 3 : Keputusan Presiden yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub pokok Bahasan :
1. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9
Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya)
2. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1999 tentang Pengesahan Protocol Of 1992
To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil Pollution Damage,
1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi Internasional tentang
Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat Pencemaran Minyak, 1969
3. Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1998 tentang Pengesahan Montreal Protocol
Tentang Zat-Zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Basel Convention
On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes And Their
Disposal

Pokok Bahasan 4 : Keputusan Menteri yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub pokok Bahasan :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

22
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 304/Menkes/Per/XI/1999 tentang
Kesehatan Rumah Makan dan Restoran
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel

Pokok Bahasan 5 : Peraturan Daerah yang terkait bidang kesehatan lingkungan


Sub Pokok Bahasan :
1. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa timur No 8 tahun 1989 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air
2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005
tentang Pembuatan Sumur Resapan
3. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
4. Keputusan Gubernur Jawa Timur No.45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur

IV. METODE, ALAT BANTU PELATIHAN


1. Metode
Ceramah, Tanya Jawab, dan diskusi
2. Alat bantu
- OHP
- Whiteboard
- Transparan
- LCD
- Komputer

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Pada sesi ini akan mempelajari Pokok Bahasan dengan masing-masing Sub Pokok
Bahasannya dengan cara ceramah, tanya-jawab, diskusi dan penugasan. Berikut ini
disampaikan kegiatan fasilitator dan peserta pelatihan.

Langkah 1 : Persiapan
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana kesiapan belajar

23
Pelatih memulai dengan memperkenalkan identitas diri , kemudian mengajukan
pertanyaan kepada peserta yang mengarah pada materi atau dengan
mendinamisasi peserta agar termotivasi atau siap untuk menerima materi
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dan lingkup pokok bahasan
Pelatih menjelaskan tujuan mata ajar serta pokok bahasan yang akan disampaikan
dan selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya apabila
kurang jelas
4. Menggali pengetahuan peserta
Pelatih menggali sejauh mana pengetahuan peserta mengenai materi yang akan
dibahas melalui Pre-Test dan tanya jawab

Kegiatan Peserta
1. Peserta memperkenalkan diri
2. Peserta menyiapkan diri untuk menerima materi
3. Peserta menyampaikan pendapat / respon terhadap pertanyaan fasilitator
4. Peserta mengikuti evaluasi awal (Pre-Test)

Langkah 2 : Kegiatan Belajar


Penyampaian pokok bahasan dan sub pokok bahasan mengenai Peraturan
Perundangan Yang Berkait Kesehatan Lingkungan dengan metode ceramah, tanya
jawab, dan diskusi.
Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan pokok bahasan peraturan perundangan yang terkait dengan
Kesehatan Lingkungan dilanjutkan tanya jawab
2. Menyampaikan pokok bahasan Undang-Undang yang terkait dengan kesehatan
lingkungan, dilanjutkan tanya jawab
3. Menyampaikan pokok bahasan Peraturan Pemerintah yang terkait dengan
kesehatan lingkungan, dilanjutkan tanya jawab
4. Menyampaikan pokok bahasan Keputusan Presiden yang terkait dengan kesehatan
lingkungan, dilanjutkan tanya jawab
5. Menyampaikan pokok bahasan Keputusan Menteri yang terkait dengan kesehatan
lingkungan dilanjutkan tanya jawab
6. Menyampaikan pokok bahasan Peraturan Daerah yang terkait dengan kesehatan
lingkungan, dilanjutkan tanya jawab
7. Mengajukan pertanyaan dan memberikan klarifikasi atas jawaban peserta

24
Kegiatan Peserta
1. Peserta mengikuti proses belajar sesuai metode yang digunakan
2. Peserta mengajukan pertanyaan atau meminta penjelasan
3. Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitor
4. Peserta melakukan diskusi atau mengerjakan tugas sesuai yang diminta fasilitator

Langkah 3 : Diskusi Kelompok / Penugasan


Apabila ada diskusi kelompok atau penugasan :
Kegiatan Fasilitator :
1. Membuat petunjuk diskusi kelompok
2. Membagi peserta menjadi beberapa kelompok
3. Memberikan penjelasan diskusi kelompok / penugasan
4. Menentukan waktu penyajian
5. Melakukan klarifikasi hasil penugasan

Kegiatan Peserta:
1. Melakukan apa yang ditugaskan fasilitator
2. Membuat laporan hasil penugasan
3. Membuat bahan penyajian
4. Melakukan penyajian hasil diskusi kelompok / penugasan
5. Mengajukan pertanyaan pada penyaji kelompok lain
6. Memberi tanggapan/jawaban atas pertanyaan yang diajukan kelompok lain atau
fasilitator

Langkah 4 (kegiatan Evaluasi)


Kegiatan Fasilitator ;
1. Mengadakan pengamatan pada saat diskusi
2. Memberikan pertanyaan singkat untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta
3. Melakukan evaluasi akhir (post-test)

Kegiatan Peserta
1. Menjawab pertanyaan fasilitator
2. Mengerjakan Post-Test

Langkah 5 : Penutup
Rangkuman dan refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta
1. Peserta mengungkapkan apa yang dirasakan, komentar obyektif dan atau
rekomendasi tentang apa yang terlihat, terdengar yang relevan dengan substansi
selama sesi berlangsung

25
2. Rekomendasi diberikan secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang disediakan

Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan rangkuman materi yang disajikan
2. Melakukan umpan balik terhadap refleksi peserta dibandingkan dengan tujuan
pembelajaran
3. Melakukan klarifikasi dan kesimpulan
4. Memberikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinyan dalam mengikuti
sesi ini

VI. URAIAN MATERI


BAB I
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI BIDANG KESEHATAN
I. Pendahuluan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu ,setiap upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan
prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan yang sangat penting
bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa, serta pembangunan nasional

Pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati apabila
terkena penyakit, tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya masyarakat akan selalu memandang
persoalan pembiayaan kesehatan sesuatu yang konsumtif / pemborosan. Selain itu
sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan
sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga dalam pembangunan ,
sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara tetangga

Untuk itu sudah saatnya pelaksanaan pembangunan kesehatan didasarkan pada


paradigma baru yang biasa dikenal dengan “paradigm sehat’’ , yaitu paradigma
kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mrngabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif

26
Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi dan
desentralisasi yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur
tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota.

Peraturan dan perundangan yang dapat menjadi dasar Kebijakan Bidang Kesehatan
Lingkungan di Tingkat Nasional berupa Undang-undang, Peraturan
Pemerintah,Instruksi Presiden, dan Peraturan Menteri, sedangkan untuk menerapkan
penyelenggaraannya perlu perangkat hukum dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota berupa peraturan daerah.

II. Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang Th 2005 s/d 2025


Untuk dapat memberikan kejelasan yang lebih spesifik mengenai arah pembangunan
kesehatan jangka panjang yang secara ringkas sudah tercantum pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, maka telah
ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK ) tahun 2005-
2025 denganKeputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/Menkes/SK/V/2009.

Tujuan RPJPK tahun 2005-2025 adalah memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan sesuai dengan dasar, visi, misi dan arah pembangunan kesehatan yang telah
disepakati.

A. Dasar Pembangunan Kesehatan


Dasar pembangunan kesehatan adalah norma, nilai, kebenaran, dan aturan pokok yang
bersumber pada falsafah dan budaya bangsa Indonesia yang dipergunakan sebagai
landasan untuk berpikir, dan bertindak dalam menyelenggarakan pembangunan
kesehatan meliputi :
1. Perikemanusiaan
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan perikemanusiaan yang dijiwai,
digerakkan, dan dikendalikan pleh keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan YME.
Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu
menerapkan prinsip peri kemanusiaan dalam pembangunan kesehatan
2. Pemberdayaan dan kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif
masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada

27
kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan
semangat solidaritas sosial serta gotong royong
3. Adil dan merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang
suku,golongan,agama, jenis kelamin dan status social ekonominya. Setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan
4. Pengutamaan dan manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
umum, bermutu, lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan
kemitraan yang dinamis sehingga berhasil guna dan dapat member manfaat bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya, dengan
perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia
lanjut dan masyarakat miskin

III. Visi, misi dan Strategi Pembangunan Kesehatan 2005 – 2025


1. Visi Pembangunan Kesehatan
Kesehatan sebagai investasi akan menghasilkan penduduk yang sehat dan produktif
sebagai SDM pembangunan yang berkelanjutan serta memiliki daya saing global

Keadaan masa depan masyarakat Indonesia yang ingin dicapai melalui


pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ditandai
penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dan memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan setinggi-tingginya.

Keadaan kesehatan di masa depan atau Visi yang ingin dicapai dirumuskan
sebagai : ” INDONESIA SEHAT 2025 ”.

Dalam Indonesia Sehat 2025 :


a. Lingkungan strategis yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun social, yaitu lingkungan
yang bebas dari kerawanan social budaya dan polusi,tersedianya air minum
dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman
yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas social dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

28
b. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah perilaku yang bersifat proaktif
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah resiko terjadinya
penyakit;melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan
lainnya;sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman
c. Masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, dan juga memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat
serta diselenggarakan sesuai standard an etika profesi
Dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat, serta meningkatnya
kemampuan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu, maka
akan dicapai kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
2. Misi Pembangunan Kesehatan
a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik
selalu memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan
Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif
terhadap kesehatan, maka seluruh unsur pembangunan kesehatan atau subsistem
dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan
nasional berwawasan kesehatan.

b. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat


Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, keluarga dan
masyarakat. Kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk menjaga
kesehatan dan memilih pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan
keberhasilan pembangunan kesehtan

c. Memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, merata, dan


terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarak untuk menjamin tersedianya upaya
kesehatan,yaitu upaya kesehatan primer, sekunder maupun tersier yang bermutu,
merata dan terjangkau oleh masyarakat.

d. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya kesehatan


Sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan didayagunakan,yang meliputi
sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi
dan alat kesehatan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan /
kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting peranannya

3. Arah Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan

29
a. Tujuan dan Sasaran
1) Tujuan penbangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia
yang ditandai penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil, dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan setinggi-tingginya

2) Sasaran Pembangunan Kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025


adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh
indikator dampak :
- Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun 2005 menjadi
73,7 pada tahun 2025
- Menurunnya Angka Kematian Bayi , dari 32,3 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1000 kelahiran pada tahun 2025.
- Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 ibu melahirkan,
menjadi 74 per 100.000 ibu melahirkan
- Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26 % pada tahun
2005 menjadi 9,5 % pada tahun 2025

b. Strategi Pembangunan Kesehatan


1) Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2) Pemberdayaan masyarakat dan daerah
3) Pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan
4) Pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM)
kesehatan
5) Penanggulangan keadaan darurat kesehatan

IV. Sistem Kesehatan Nasional

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan


Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Kesehatan RI Nomor : 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional (SKN)

SKN merupakan suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia ,
guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam pembukaan UUD 1945

30
SKN terdiri dari 6 subsistem, yaitu Upaya Kesehatan, Pembiayaan
Kesehatan,Sumberdaya Manusia Kesehatan, Obat dan Perbekalan Kesehatan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Sunsistem Manajemen Kesehatan.

1. Subsistem Upaya Kesehatan

Bentuk pokok upaya kesehatan adalah :


a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

1) UKM strata pertama ; adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan tenologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada
masyarakat

Ujung tombak penyelenggara UKM strata pertama adalah Puskesmas yang


didukung secara lintas sektor dan didirikan minimal satu di setiap kecamatan,
serta bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.

Terdapat 3 fungsi puskesmas, yaitu sebagai 1) pusat penggerak pembangunan


berwawasan kesehatan,2) pusat pemberdayaan masyarakat, dan 3) pusat
pelayanan kesehatan tingkat dasar

Sekurang-kurangnya ada 6 jenis pelayanan tingkat dasar yang harus


dilaksanakan Puskesmas, yakni 1) promosi kesehatan 2) kesehatan ibu
dan anak , dan keluarga berencana 3) perbaikan gizi 4) kesehatan lingkungan
5) pemberantasan penyakit menular, dan 6) pengobatan dasar .

2) UKM strata kedua : UKM tingkat lanjutan yang mendayagunakanilmu


pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
masyarakat

Penanggung jawab UKM strata kedua adalah Dinas Kesehatan Kabupaten /


Kota yang didukung secara lintas sector. Fungsi utama Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota adalah fungsi manajerial dan fungsi teknis kesehatan

31
Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di kabupaten/kota.

Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesehatan


masyarakat tingkat lanjutan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan
puskesmas

3) UKM strata ketiga : UKM tingkat unggulan yang mendayagunakan ilmu


pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada
masyarakat

Penanggung jawab UKM strata ketiga adalah Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departemen Kesehatan.Fungsi utama UKM strata ketiga ini adalah fungsi
manajerial dan teknis

Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,


serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di provinsi / nasional..

Fungsi teknis kesehatan mencakup penyediaan pelayanan kesehatan


masyarakat tingkat unggulan, yakni dalam rangka melayani kebutuhan rujukan
dari kabupaten/kota dan provinsi.

b. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)


1) UKP strata pertama : UKP tingkat dasar yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan pada perorangan
Penyelenggara UKP strata pertama adalah pemerintah,masyarakat, dan
swasta yang diwujudkan melalui berbagai bentuk pelayanan professional,
seperti praktik bidan, praktik perawat, dokter, dokter gigi,poliklinik, balai
pengobatan, dan rumah bersalin. UKP strata pertama juga diselenggarakan
oleh Puskesmas

2) UKP Strata kedua : adalah UKP tingkat lanjutan yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
perorangan.
Penyelenggara UKP strata kedua adalah pemerintah, masyarakat dan swasta
yang diwujudkan dalam praktik dokter spesialis, dokter gigi spesialis, klinik
spesialis, Balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata

32
(BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKMJ), rumah sakit kelas C dan B
non pendidikan milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN)
Disamping memberikan pelayanan langsung juga membantu UKP strata
pertama dalam bentuk pelayanan rujukan medik

3) UKP strata ketiga : adalah UKP tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan
kepada perorangan
Penyelenggara UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat dan swasta
yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan, dokter gigi
spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan,
rumah sakit kelas A milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN) serta
rumah sakit khusus dan swasta. Selain memberikan pelayanan langsung juga
membantu sarana UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan rujukan medic.

2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan


Subsistem pembiayaan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan sumberdaya keuangan secara terpadu
dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya

3. Subsistem Sumberdaya Manusia Kesehatan


Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat umum di bidang kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung dalam rangka tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

4. Subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan


Subsistem obat dan perbekalan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
yang menjamin ketersediaan , penerataan, serta mutu obat dan perbekalan kesehatan
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

5. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat


Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya perorangan, kelompok, dan masyarakat umum di bidang kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya

6. Subsistem Manajemen Kesehatan

33
Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi,
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan setinggi-tingginya

IV Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Landasan Kebijakan


Landasan hukum yang dipergunakan sebagai dasar kebijakan untuk menyusun
perencanaan dan penyelenggaraan dan pengendalian upaya kesehatan lingkungan
adalah peraturan perundang-undangan yang meliputi :
1. Undang-Undang yang terkait dengan kesehatan lingkungan
2. Peraturan Pemerintah yang terkait dengan kesehatan lingkungan
3. Keputusan Presiden yang terkait dengan kesehatan lingkungan
4. Keputusan Menteri yang terkait dengan kesehatan lingkungan
5. Peraturan Daerah yang terkait dengan kesehatan lingkungan

34
BAB II
UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang


kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah
diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan.

Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009,dimaksudkan sebagai pengganti


Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan merupakan kebijakan
umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat
menjawab tantangan era globalisasi dan permasalahan kesehatan yang semakin
kompleks

Pokok-pokok penting kebijakan di bidang kesehatan lingkungan berdasarkan Undang-


Undang nomor 36 tahun 2009 sebagai berikut :

Bab III
Hak dan kewajiban

1) Setiap orang berhak atas kesehatan (pasal5)


2) Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan (pasal6)
3) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan , mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, yang pelaksanaannya
meliputi upaya kesehatan perorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan
pembangunan berwawasan kesehatan (pasal 9)
4) Setiap orang berkewajiban menghormati orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi maupun social (pasal 10)
5) Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan ,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 11)
6) Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi
oeang lain yang menjadi tanggung jawabnya (pasal 12)

35
Bab IV
Tanggung jawab pemerintah
1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat, dan tanggung jawab tersebut dikhususkan pada
pelayanan publik (pasal 14)
2) Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas
kesehatan baik fisik, maupun social bagi masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 15)
3) Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan (pasal 18)

Bab V
Sumber daya di bidang kesehatan

1) Tenaga kesehatan harus mempunyai kualifikasi minimum yang diatur dengan


Peraturan Menteri (pasal 22)
2) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (pasal 23 ayat 1 dan 2)
3) Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan,standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional (pasal 24 ayat 1)
4) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi d iatur oleh organisasi profesi
(pasal 24 ayat 2)
5) Tenaga kesehatan berhak mendapat imbalan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya (pasal 27 ayat 1)
6) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan
dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki (pasal 27 ayat 1
dan2)
7) Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya, kelalaian tersebut diselesaikan terlebih dahulu dengan mediasi (pasal
29)
8) Fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas pelayanan
kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (pasal 30 ayat 1)
9) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi pelayanan
kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan pelayanan
kesehatan tingkat ketiga ( pasal 30, ayat 2)

Bab VI
Upaya Kesehatan

1) Untuk mewujudkan derajat kesehatan


yang setinggi-tingginya bagi masyarakat , diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya
kesehatan masyarakat (pasal 46)

36
2) Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesunambungan (pasal 47)
3) Penyelenggaraan upaya kesehatan
dilaksanakan melalui (pasal 48) :
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kesehatan tradisional
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
e. Kesehatan reproduksi
f. Keluarga berencana
g. Kesehatan sekolah
h. Kesehatan olah raga
i. Pelayanan kesehatan pada bencana
j. pelayanan darah
k. Kesehatan gigi dan mulut
l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran
m. Kesehatan matra
n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
o. Pengamanan makanan dan minuman
p. Pengamanan zat adiktif dan/atau
q. Bedah mayat
4) Penyelenggaraan upaya kesehatan
harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral,
dan etika profesi (pasal 49)
5) Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud, didasarkan pada standar pelayanan kesehatan minimal kesehatan (pasal
51)

Bab XI
Kesehatan Lingkungan (pasal 162 dan 163)

a. Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang


sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 162)
b. Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan
yang sehat dan tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan (pasal 163 ayat 1)

37
c. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada pasal 162 ayat (1) mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(pasal 163 ayat 2)
d. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) bebas dari unsur-unsur
yang menimbulkan gangguan kesehatan, (pasal 163 ayat3) antara lain :
1) Limbah cair
2) Limbah padat
3) Limbah gas
4) Sampah yang tidak diproses sesuai persyaratan
5) Binatang pembawa penyakit
6) Zat kimia yang berbahaya
7) Kebisingan yang melebihi ambang batas
8) Radiasi sinar pengion dan non pengion
9) Air yang tercemar
10) Udara yang tercemar, dan
11) Makanan yang terkontaminasi
e. Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan
limbah sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah

2. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pokok-pokok penting dalam Undang-Undang ini adalah :
a. Ketentuan umum (pasal 1)
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
2) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.
3) Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya
disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah
lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun
waktu tertentu.
4) Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
5) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
6) Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,

38
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
7) Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup.
8) Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
9) Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
10) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

b. Tujuan (pasal 3)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidupmdan kelestarian ekosistem
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup,
menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
6) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia
7) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
8) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan
9) Mengantisipasi isu lingkungan global

c. Pengendalian
Pasal 13
1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup
2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi
:pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-
masing.
Pasal 14
Instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas :
1) KLHS
2) Tata ruang
3) Baku mutu lingkungan hidup
4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

39
5) Amdal
6) UKL-UPL
7) Perizinan
8) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
10) Anggaran berbasis lingkungan hidup
11) Analisis resiko lingkungan hidup
12) Audit lingkungan hidup
13) Instrument lain sesuai dengan kebutuhan

d. Baku Mutu Lingkungan Hidup


Pasal 20
1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu
lingkungan hidup
2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi :
- Baku mutu air
- Baku mutu air limbah
- Baku mutu air laut
- Baku mutu udara ambient
- Baku mutu emisi
- Baku mutu gangguan, dan
- Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan
hidup dengan persyaratan memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan
mendapat izin dari Menteri, Gubernur,Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.

e. Amdal
Pasal 22
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal
2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
 Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/kegiatan
 Luas wilayah penyebaran dampak
 Itensitas berlangsung dan lamanya dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
 Sifat komulatif dampak
 Berbalik dan/atau tidak berbaliknya dampak
1) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi
3) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup

f. Analisis Resiko Lingkungan Hidup (pasal 47)


1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko
lingkungan hidup
2) Analisis risiko lingkungan hidup meliputi :
 Pengkajian risiko
 Pengelolaan risiko, dan/atau
 Komunikasi resiko

40
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah

g. Penanggulangan (pasal 53)


1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkunganhidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup
2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :
 Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat
 Mengisolasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
 Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan/atau
 Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah

h. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan
beracun
1)Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengankut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3
(pasal 58,ayat1)
2)Setiap orang yang menghasilkan limbah B2 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 (pasal 59 ayat 1)
3)Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (pasal 59 ayat 4)
4)Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan tanpa izin (pasal 60)

i. Peran masyarakat (pasal 70)


1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2) Peran masyarakat dapat berupa
2) Pengawasan social
3) Pemberian saran,pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan atau
4) Penyampaian informasi dan/atau laporan

j. Pengawasan dan sanksi administratif


Pasal 71
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup
2) Dalam melaksanakan pengawasan , menteri, Gubernur, bupati / Walikota
menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat
fungsional
Pasal 74

41
1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasa 71
berwenang :
- Melakukan pemantauan
- Meminta keterangan
- Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan
- Memasuki tempat tertentu
- Memotret
- Membuat rekaman audio visual
- Mengambil sampel
- Memeriksa peralatan
- Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasidan/atau
- Menghentikan pelanggaran tertentu
2) Dalam melaksanakan tugasnya , pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan penyidik pegawai nwgeri sipil
3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup
Pasal 76
1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota menerapkan sanksi administrative kepada
penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap ijin lingkungan
2) Sanksi adminitratif terdiri atas :
a. Teguran tertulis
b. Paksaan pemerintah
c. Pembekuan ijin lingkungan
d. Pencabutan ijin lingkungan

k. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup


Pasal 84
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan
2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka dan rela
oleh para pihak yang bersengketa
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
atau para pihak yang bersengketa.

3. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan

a. Ketentuan Umum
Pasal 1,
Butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan minuman
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh
dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan,

42
minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia

b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan

Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan
wajib memenuhi persyaratan sanitasi

Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutandan atau peredaran pangan
wajib:
1) Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan
manusia.
2) Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala .
3) Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada
langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan
sanitasi
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
c. Bahan Tambahan Pangan

Pasal 10
1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan
2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau
dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

d. Sanksi hukum

Pasal 55 dan 56

Pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini karena :

43
1) Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 600.000.000,-
2) Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 120.000.000,-
Pasal 57

Pidana dalam pasal 55 dan 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan


kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila
menimbulkan kematian.
e. Intisari dari Undang-Undang nomor 7 tahun 1996
1) Pangan termasuk makanan dan bahan makanan , baik yang siap
dimakan maupun yang perlu pengolahan lebih lanjut
2) Proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran
pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi
3) Dalam pengolahan pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
bahan apapun yang dinyatakan dilarang atau bahan tambahan pangan
yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan.
4) Pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukum baik penjara maupun
denda

4. Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1998 tentang Pengelolaan Sampah

a. Ketentuan Umum
Pasal 1
1) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat
2) Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus
3) Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruhdan
berkesinambungan yang meluputi pengurangan dan penanganan sampah
4) Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak
negative yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat
pemrosesan akhir sampah
5) System tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar
6) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pemerintahan lain yang terkait

b. Asas dan tujuan


1) Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab,
asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi (pasal 3)
2) Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya
(pasal 4)

44
c. Tugas dan wewenang pemerintah
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan
tujuan sebagaimana dimaksud undang-undang ini (pasal 5)

2) Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah (pasal 6)


- Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah
- Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan
penanganan sampah
- Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan ,
penanganan , pemanfaatan sampah
- Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah
- Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah
- Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik local yang berkembang pada
masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah
- Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
3) Wewenang pemerintah (pasal 7)
- Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah
- Menetapkan norma, standar, prosedur, dan criteria pengelolaan sampah
- Memfasilitasi dan mengembangkan kerjasama antar daerah , kemitraan,
dan jejaring dalam pengelolaan sampah
- Menyelenggarakan koordinasi , pembinaan, dan pengawasan kinerja
pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah
- Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam
pengelolaan sampah

Hak dan kewajiban


Pasal 11
1) Setiap orang berhak :
- Mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan
berwawasan lingkungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau
pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu
- Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan
pengawasan di bidang pengelolaan sampah
- Memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai
penyelenggaraan pengelolaan sampah
- Mendapat perlindungan dan kompensasi karena dampak negative dari
kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah
- Memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah
secara baik dan berwawasan lingkungan
2) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan (pasal 12)

45
3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industry,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas social, dan fasilitas lainnya wajib
menyediakan fasilitas pemilahan sampah (13)

d. Penyelenggaraan pengelolaan sampah

Pasal 19 :
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah (pasal 19)
Pasal 20
1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 meliputi :
- Pembatasan timbulan sampah
- Pendaur ulang sampah
- Pemanfaatan kembali sampah
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

Pasal 23
1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab pemerintah
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik diatur
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah

e. Pembiayaan dan kompensasi


Pasal 24
1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah
2) Pembiayaan sebagaimana tersebut diatas bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
Pasal 25
1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri sendiri atau bersama-sama
dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negative
yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan
akhir sampah
2) Kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
- Relokasi
- Pemulihan lingkungan
- Biaya kesehatan dan pengobatan; dan / atau
- Kompensasi dalam bentuk lain

f. Peran masyarakat (pasal 28)


1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui :
- Pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah
- Perumusan kebijakan pengelolaan sampah
- Pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa
persampahan
3) Ketetuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat
sebagaimana dimaksud, diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah

46
g. Larangan (pasal 29)
1) Setiap orang dilarang :
- Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan republik
Indonesia
- Mengimpor sampah
- Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun
- Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
- Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan
- Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di
tempat pemrosesan akhir
- Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah

h. Penyelesaian sengketa
Pasal 33
1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri :
2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui
pengadilan.
3) Penyelesaian dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Bab III
PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1991 tentang Wabah Penyakit Menular

Pokok-pokok penting dalam peraturan pemerintah ini adalah :


a. Ketentuan umum (pasal 1)
1) Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah pengertian
wabah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
tahun1984tentang Wabah Penyakit Menular
2) Daerah wabah adalah suatu wilayah yang dinyatakan terjangkit wabah
3) Data epidemic adalah data yang berisikan keadaan wabah penyakit menular
pada suatu wilayah
4) Penyelidikan epidemiologis adalah penyelidikan terhadap seluruh penduduk
dan makhluk hidup lainnya , benda dan lingkungan yang diduga ada kaitannya
dengan terjadinya wabah
5) Upaya penanggulangan adalah segala upaya yang ditujukan untuk
memperkecil angka kematian, membatasi penularanserta penyebaran
penyakitagar wabah tidak meluas ke daerah lain

47
6) Kejadian Luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan /kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah
7) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan

b. Tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah wabah


Pasal 2
1) Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
2) Penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)didasarkan
atas pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat

Pasal 4
1) Pertimbangan epidemiologis didasarkan pada data epidemiologi antara lain
anka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangannya
2) Data epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh Pejabat
Kesehatan bekerjasama dengan pejabat instansi yang terkait untuk dilaporkan
kepada Menteri

c. Upaya Penanggulangan
Pasal 6
1) Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
2) Dalam upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Menteri berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain yang
terkait

Pasal 7
Penanggun jawab operasional pelaksanaan penanggulangan wabah pada Daerah
tingkat II adalah Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II

Pasal 10
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,
pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan
jenasah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan
lainnya

Pasal 11
1) Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah
ditujukan untuk
- Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah

48
- Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah
- Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah
- Menentukan cara penanggulangan
2) Tindakan penyelidikan epidemiologis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan :
- Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk
- Pemeriksaan klinis, fissik, laboratorium dan penegakan diagnosis
- Pengamatan terhadap penduduk,pemeriksaan terhadap makhluk
hidup laid an benda=benda yang ada disuatu wilayah yang diduga
mengandung penyebab penyakit wabah

d. Peran serta masyarakat

Pasal 21
Setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.

Pasal 22
1) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dilakukan dengan :
- Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit wabah
- Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
- Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
wabah
- Kegiatan lainnya
2) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa bantuan
tenaga, keahlian, dan atau bentuk lain

e. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyakit


Pasal 25
1) Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit meliputi
kegiatan pemasukan, penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, penelitian,
dan pemusnahan
2) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berasal dari
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan atau benda-benda /zat yang
diperkirakan tercemar atau mengandung penyebab penyakit
3) Bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dikelola sesuai
dengan jenis dan sifatnya
Pasal 26

49
1) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, menjadi
tanggung jawab tenaga kesehatan
2) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, yang
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan dikelola sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
3) Pihak lain yang terkait wajib membantu pelaksanaan pengelolaan bahan
tersebut.

f. Pelaporan (pasal 31)


1) Kegiatan pelaksanaan penanggulangan wabah harus dilaporkan secara
berjenjang kepada Menteri
2) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri

g. Ketentuan pidana (pasal 32)


Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan pemerintah ini dipidana
berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup

Pokok-pokok penting dalam peraturan pemerintah ini adalah :

a. Ketentuan Umum (pasal 1)


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
2) Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
3) Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
4) Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan;
5) Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
usaha dan/atau kegiatan;

50
6) Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
7) Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan
8) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina
secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
9) Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai
pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
Pasal 5
(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Pasal 7
(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) yang diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab.

b. Komisi penilai

Pasal 8
(1) Komisi penilai dibentuk :
a. di tingkat pusat : oleh Menteri;
b. di tingkat daerah : oleh Gubernur;
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan;
b. di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan Daerah Tingkat I.

51
(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka
acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masing-masing sektor.
(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penilaiannya
kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan dasar keputusan atas
kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat maupun daerah,
ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar dan memperhatikan saran/pendapat
Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang terkait.

Pasal 10
(1) Komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas
unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal
daerah, instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat studi lingkungan
hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli
di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat
yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 12
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari
instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan

52
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, serta ahli lain dengan bidang
ilmu yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur
untuk komisi penilai daerah tingkat I.

c. Pembinaan

Pasal 28
(1) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan pembinaan teknis
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari
izin.

Pasal 29
(1) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan
hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan dengan memperhatikan sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

d. Pengawasan
Pasal 32
(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :
a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada Menteri secara
berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan tembusan
kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah


dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan


kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga
memberi peluang yang luas kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan
kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi setiap daerah.

53
PP nomor 25 tahun 2000 ini pada dasarnya merupakan upaya untuk membatasi
kewenangan pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom, karena
Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi
sebatas yang ditetapkan dalam Peraturan pemerintah ini.

Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonom meliputi penyelenggaraan kewenangan


pemerintah otonom yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan Propinsi
sebagai wilayah administrasi merupakan pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang
didekonstrasikan kepada Gubernur

Kewenangan Kabupaten/kota tidak diatur dalam Peraturan pemerintah ini, karena


Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, pada dasarnya meletakkan semua kewenangan
Pemerintah pada daerah kabupaten/Kota, kecuali kewenangan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah ini
Pokok-pokok dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 ini adalah :
a. Ketentuan Umum (pasal1)
1) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari presiden beserta para Menteri
2) Propinsi, adalah propinsi yang bersifat otonom
3) Kewenangan pemerintah adalah hak dan kekuasaan pemerintah untuk
menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah

b. Kewenangan Pemerintah & Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom (pasal 2)


1) Kewenangan Pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta
bidang lain
2) Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalain pembangunan nasional
secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan
lembaga perekonomian Negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, pendayagunaan sumber daya alam, serta teknologi strategis,
konservasi dan standarisasi nasional
3) Kewenangan sebagaimana dimaksus ayat (1) untuk bidang kesehatan sebagai
berikut :
- Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan
dan gizi
- Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan
- Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan
- Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendaya gunaan tenaga
kesehatan
- Penetapan pedoman penggunaan , konservasi, pengembangan, dan
pengawasan tanaman obat.
- Penetapan pedoman penapisan , pengembangan, dan penerapan teknologi
kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan
- Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi

54
- Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan, dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan
- Penetapan kebijakan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
- Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa
- Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar sangat esensial (buffer stock nasional)
c. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (pasal 3)
1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten / Kota serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
2) Kewenangan bidang tertentu dimaksud meliputi : perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang tertentu,
alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah
Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup,
promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular dan
hamatanaman, dan perencanaan tata ruang propinsi
3) Kewenangan Kabupaten/Kota di bidang tertentu dan bagian tertentu dari
kewenangan wajib dapat dilaksanakan oleh Propinsi dengan kesepakatan antar
kabupaten/Kota dan propinsi
4) Kewenangan propinsi sebagaimana dimaksud, dikelompokkan dalam bidang,
untuk bidang kesehatan sebagai berikut :
- Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan
- Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus
seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker
- Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
- Survailans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan
kejadian luar biasa
- Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan
tertentu antar kabupaten/kota serta penyelenggaraan pendidikan tenaga
dan pelatihan kesehatan

55
Bab IV
KEPUTUSAN PRESIDEN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9


Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya)
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Pada tanggal 20 september 2002 Pemerintah Republik Indonesia telah
menandatangani Protocol 9 Dangerous (Protokol 9 Barang-Barang berbahaya),
sebagai hasil perundingan antara para Menteri Negara-Negara anggota ASEAN
b. Mengesahkan Protocol 9 Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-barang Berbahaya),
yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia pada tanggal 20 september, yang
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, terlampir pada Keputusan Presiden ini (pasal 1)
c. Apabila terjadi perbedaan antara naskah terjemahan Protocol dalam bahasa
Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah salinan
naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

2. Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1999 tentang Pengesahan Protocol Of 1992


To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil Pollution
Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi Internasional
tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat Pencemaran Minyak,
1969.
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa di London, Inggris, pada tanggal 27 Nopember 1992 telah dihasilkan
Protocol Of 1992 To Amend The International Convention On Civil Liability for Oil
Pollution Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan terhadap Konvensi
Internasional tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan akibat
Pencemaran Minyak, 1969
b. Mengesahkan protocol tersebut dengan Keputusan Presiden yang salinan naskah
aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia terlampir
dalam keputusan presiden tersebut.(pasal 1)

56
d. Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protocol dalam
bahasa Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

3. Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1998 tentang Pengesahan Montreal Protocol


Tentang Zat-Zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa hasil persidangan Negara-negara Anggota The Vienna Convention For The
Protection of the Ozone layer sebagaimana telah beberapa kali diubah , terakhir
pada siding Ke IV tanggal 23-25 Nopember 1992 di Copenhagen Denmark, telah
diterima Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone-Layer,
Copenhagen, 1992 (Protokol Montreal tentang Zat-zat yang merusak Lapisan Ozon,
Cipenhagen, 1992)
b. Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protocol dalam
bahasa Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)

4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 Tentang Pengesahan Basel


Convention On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes
And Their Disposal (Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas
Batas limbah Berbahaya dan Pembuangannya)
Pokok-pokok penting dalam keputusan presiden ini adalah :
a. Bahwa di Basel,Swiss, pada tanggal 22 Maret 1989 telah diterima Basel Convention
on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous Wastes and Their
Disposal sebagai hasil the Conference of Plenipotentiaries on the Global
Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous Wastes
yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment Programe (UNEP),
yang mengatur Larangan ekspor dan Impor serta pembuangan limbah berbahaya
secara tidak sah
b. Bahwa secara geografis wilayah Republik Indonesia terdiri dari pulau-pulau dengan
perairan terbuka , karena itu sangat potensial sebagai pembuangan limbah
berbahaya secara tidak sah dariluar negeri
c. Bahwa untuk memelihara kelestarian lingkungan serta mencegah agar wilayah RI
tidak menjadi tempat pembuangan limbah berbahaya, dipandang perlu menjadi
pihak pada Convention tersebut (a)
d. Basel Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous
Wastes and Their Disposal sebagai hasil the Conference of Plenipotentiaries on the
Global Convention on the Control of Transboundary Movements on the Hazardous
Wastes yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment Programe

57
(UNEP), disahkan dengan suatu pernyatan (Declaration) yang salinan naskah
aslinya dalam bahas Inggris terlampir pada Keputusan Presiden (pasal 1)

Bab V
KEPUTUSAN MENTERI YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
1) Keberadaan rumah sehat, aman, serasi, dan teratur sangat diperlukan agar fungsi
dan kegunaan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat
pengembangan kehidupan keluarga dapat terpenuhi dengan baik
2) Kebijakan kesehatan lingkungan sebagaimana tercantum pada Keputusan Menteri
ini dimaksudkan untuk melindungi keluarga dari dampak kualitas lingkungan
perumahan dan rumah tinggal yang tidak sehat
3) Persyaratan kesehatan perumahan meliputi : Lingkungan perumahan yang terdiri
dari lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, kualitas air tanah,
sarana dan prasarana lingkungan, binatang penular penyakit, dan penghijauan
4) Rumah tinggal yang terdiri dari bahan bangunan, komponen dan penataan ruang
rumah, pencahayaan, kualitas udara, ventilasi, binatang penular penyakit, air,
makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang tidur
5) Penanggung jawab pelaksanaan ketentuan adalah :
- Pengembang atau penyelenggara pembangunan untuk perumahan
- Pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah
6) Rincian persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan persyaratan kesehatan
rumah tinggal terdapat dalam lampiran surat keputusan tersebut

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
1) Penanggung jawab rumah sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan
kesehatan lingkungan rumah sakit
2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit
dilakukan oleh Kepala dinas kesehatan
3) Persyaratan kesehatan lingkungan dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
rumah sakit meliputi :
- Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
- Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan
- Penyehatan Air
- Pengelolaan limbah
- Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry)
- Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya
- Dekontaminasi Melalui Disinfeksi dan Sterilisasi
- Persyaratan Pengamanan Radiasi
- Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan

4) Persyaratan Tenaga Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit :

58
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan B (rumah
sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki
kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijasah sarjana (S1) di bidang
kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia dan teknik sipil.
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan D
(Rumah Sakit Pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang
memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) di
bidang kesehatan lingkungan
- Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan
lingkungan dilaksanakan oleh pihak ke tiga , maka tenaganya harus
berpendidikan sanitarian yang telah mengikuti pelatihan kesehatan lingkungan
rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau badan lain sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku
- Tenaga sebagaimana dimaksud a) dan b) , diusahakan mengikuti pelatihan
khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001


tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
a. Penerapan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) dapat dikembangkan
dalam dua hal pokok :
1) Kajian aspek kesehatan masyarakat dalam rencana usaha atau kegiatan
pembangunan baik yang wajib atau yang tidak wajib menyusun studi AMDAL
2) Kajian aspek kesehatan masyarakat dan atau kesehatan lingkungan dalam
rangka pengelolaan kualitas lingkungan hidup yang terkait erat dengan masalah
kesehatan masyarakat.

b. Tujuan :
Pedoman teknis ini disusun dengan tujuan untuk :
1) Memahami dan melakukan ADKL sebagai kajian aspek kesehatan masyarakat
terhadap rencana kegiatan pembangunan , upaya pemantauan, dan
pengelolaan lingkungan hidup
2) Memahami keterkaitan antara jenis usaha atau kegiatan , perubahan parameter
lingkungan, manusia yang terpajan dan bentuk dampak kesehatan masyarakat
serta sumber daya kesehatan
3) Membantu mempermudah proses pengkajian aspek kesehatan masyarakat
dalam studi AMDAL
4) Membantu menyajikan hasil kajian dengan informasi yang relevan

c. Ruang Lingkup
Telaah ADKL sebagai pendekatan kajian aspek kesehatan masyarakat meliputi :
1. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana
pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan
2. Proses dan potensi terjadi pemajanan
3. Potensi besarnya resiko penyakit (angka kesakitan dan kematian)

59
4. Karakteristik penduduk yang beresiko
5. Sumber daya kesehatan .

Telaah tersebut dilakukan dengan pengukuran :


 Sumber dampak atau sumber perubahan (emisi)
 Media lingkungan (ambien) sebelum kontak dengan manusia
 Penduduk terpajan (biomarker)
 Potensi dampak kesehatan

d. Langkah-Langkah ADKL
1. Dalam konteks rencana usaha atau kegiatan :
 Penapisan
 Pelingkupan
 Penyajian rona lingkungan awal
 Analisis resiko
 Rencana pengelolaan resiko
 Implementasi dan pengambilan keputusan
 Rencana pemantauan
 Rencana pengelolaan
2. Dalam konteks pemantauan atau pengelolaan kegiatan
 Penyehatan
 Pengamanan
 Pengendalian
 Investigasi

e. Penerapan ADKL
1. Pada Rencana Usaha atau Kegiatan yang wajib AMDAL :
2. Rencana usaha atau kegiatan tidak wajib AMDAL, meliputi dokumen :
3. Pelaksanaan program-program kesehatan seperti Program Penyehatan
Lingkungan Permukiman, Program Penyediaan Air Bersih, Program
Pemberantasan Penyakit Menular, dan program lain yang terkait
Dengan ditetapkannya Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan lingkungan ini,
maka pejabat di lingkungan Departemen Kesehatan dan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam menilai dokumen AMDAL memperoleh panduan yang lebih
terarah

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003


tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga
Pokok-pokok penting dalam keputusan menteri ini adalah :
a. Ketentuan umum
Pasal 1
1) Jasa boga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan
pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha berdasarkan
pesanan
2) Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan,
orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan

b. Penggolongan
Pasal 2
1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya resiko yang
dilayani , jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan C

60
2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat
umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3
3) Jasaboga golongan B, yaitu melayani kebutuhan khusus untuk asrama
penampungan jamaah haji, asrama transito dan asrama lainnya, perusahaan,
pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri, dan sarana pelayanan
kesehatan
4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan
umum internasional dan pesawat udara

c. Laik hygiene sanitasi


Pasal 3
1) Setiap jasaboga harus memiliki ijin dari usaha dari Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundangan yang berlaku
2) Untuk memiliki ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Jasaboga harus
memiliki sertifikat hygiene sanitasiyang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota

Pasal 4
1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat
hygiene sanitasi makanan
2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku
Pasal 5
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan
sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2(dua) kali dalam satu
tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan
4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku
Pasal 6

Pengusaha dan atau penanggung jawab jasaboga wajib menyelenggarakan


jasaboga yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan ini

Pasal 7

Penanggung jawab jasaboga yang menerima laporan atau mengetahui adanya


kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang

61
diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota setempat
guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan

d. Persyaratan hygiene sanitasi

Pasal 8
Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini

Pasal 9
1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
2) Setiap pengolahan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan makanan
3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung dan tidak
langsung
4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi penyimpanan makanan
5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis hygiene sanitasi
penyimpanan makanan

e. Pembinaan dan pengawasan


Pasal 10
1) Pembinaan teknis penyelenggaraan jasaboga dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten / kota
2) Dalam rangka pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengikut
sertakan Asosiasi Jasaboga, organisasi profesi dan instansi terkait lainnya

Pasal 11
1) Pengawasan pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
2) Kepala kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan
pengawasan jasaboga yang berlokasi di dalam wilayah pelabuhan.

Pasal 12
1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan atau kejadiankeracunan makanan
Pemerintah mengambil langkah-langkah penaggulangan seperlunya

62
2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pengambilan sampel dan specimen yang diperlukan, kegiatan
investigasi dan kegiatan suveilan lainnya
3) Pemeriksaan sampel dan specimen jasaboga dilakukan di laboratorium

f. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap jasaboga yang melakukan pelanggaran atas keputusan
ini
2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene
sanitasi jasaboga

5. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1098/ Menkes /SK/VII/2003 tentang


Persyaratan Hygiene Sanitasi rumah Makan dan Restoran
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
1) Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat
usahanya
2) Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di
sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan
penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya

b. Penyelenggaraan
Pasal 2
1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Untuk memiliki ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan
dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran yang dikeluarkan oleh Dinas kesehatan Kabupaten/kota
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang
penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan
memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan
restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali 1 tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan

c. Penetapan Tingkat Mutu

Pasal 7

63
1) Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melakukan pengujian mutu makanan dan
specimen terhadap rumah makan dan restoran
2) Pengujian mutu makanan serta specimen dari rumah makan dan restoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga sanitarian
3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar
penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran
dilakukan di laboratorium

d. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran
terhadap keputusan ini
2) Sangsi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852 /Menkes/SK/IX/2008


tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat ,
serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum, dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium
development Goals (MDGs) tahun 2015, telah disusun strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No
852/Menkes/SK/IX/2008.

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tersebut menjadi acuan bagi
petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait sanitasi total berbasis masyarakat.

Pokok-pokok strategi nasional berbasis masyarakat adalah :


a. Pengertian
1) Sanitasi Total Berbasis masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah
perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat melalui
pemicuan
2) Komunitas merupakan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara social
berdasarkan kesamaan kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan
3) Open defication free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan
4) Cuci tangan pakai sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan
sabun dan air bersih yang mengalir

64
5) Pengelolaan air minum rumah tangga (PAMRT) adalah suatu proses
pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan
untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi,
persiapan makanan/minuman bayi
6) Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas :
 Tidak buang air besar (BAB) sembarangan
 Mencuci tangan pakai sabun
 Mengelola air minum dan makanan yang aman
 Mengelola sampah dengan benar
 Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
7) Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus
mata rantai penularan penyakit
8) Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana
buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga

b. Isu dan Tantangan


1) Sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar di
sembarang tempat (BAB) , khususnya ke badan air yang dipergunakan juga
untuk mencuci, mandi, dan kebutuhan higienis lainnya
2) Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak
dibawah 3 tahun yaitu sebesar 19 % atau sekitar 100.000 anak meninggal
karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3 %
dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank , 2007)
3) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 , penanganan masalah
sanitasi merupakan kewenangan daerah, tetapi sampai saat ini belum
memperlihatkan perkembangan yang memadai. Oleh sebab itu , pemerintah
daerah perlu memperlihatkan dukungannya melalui kebijakan dan
penganggarannya.

c. Strategi Nasional
1) Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif
 Prinsip :
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
secara berjenjang
 Pokok kegiatan :
- melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya secara berjenjang
- mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah
- meningkatkan kemitraan antara pemerintah , pemerintah daerah,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta
2) Peningkatan Kebutuhan
 Prinsip :
Meningkatkan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk
mendukung sanitasi total
 Pokok Kegiatan :
- Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam
perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi kebutuhan

65
- Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari
kebiasaan buruk sanitasi (BAB) dan dilanjutkan dengan pemicuan
perubahan perilaku komunitas
- Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi ,
material, dan biaya sarana sanitasi yang sehat
- Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat
- Mengembangkan system penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total
3) Peningkatan Penyediaan
 Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
 Pokok Kegiatan
- Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan
sarana sanitasi
- Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,
lembaga keuangan dan pengusaha local dalam penyediaan sarana
sanitasi
- Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi
untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna
-
4) Pengelolaan Pengetahuan (knowledge management)
 Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total
 Pokok Kegiatan
- Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi
- Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non
pemerintah, dan swasta dalam peningkatan pengetahuan dan
pembelajaran sanitasi di Indonesia
- Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dan kurikulum
pendidikan
5) Pembiayaan
 Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan failitas sanitasi dasar.
 Pokok Kegiatan :
- Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri
- Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong)
- Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal
6) Pemantauan dan evaluasi
 Prinsip :
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi.
 Pokok Kegiatan :
- Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat
- Pemerintah Daerah mengembangkan system pemantauan dan
pengelolaan data
- Mengoptimumkanpemanfaatan hasil pemantauan dan kegiatan-
kegiatan lain yang sejenis
- Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan system
pemantauan berjenjang

66
d. Pengembangan rencana kerja dan indicator
Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi serta
pembiayaannya untuk pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepada
Pemerintah Daerah.

Indikator Output meliputi :


1) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasidasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di
sembarang tempat (ODF)
2) Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan
yang aman di rumah tangga
3) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal dll) tersedia fasilitas
cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan) sehingga semua orang mencuci
tangan dengan benar
4) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar
5) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

Outcome : Menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan


lainnya yang berkaitan dengan sanitasi perilaku.

7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang persyaratan


Kesehatan Hotel
a. Ketentuan Umum (pasal 1)
1) Persyaratan kesehatan (persyaratan hygiene) adalah ketentuan-ketentuan yang
bersifat teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk melindungi, memelihara,
dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat
2) Hotel adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, yang dikelola
secara komersial yang meliputi hotel berbintang dan melati
3) Penyehatan hotel adalah segala upaya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan hotel serta lingkungannya dan pengaruhnya terhadap manusia
4) Pengawasan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan dan penyuluhan
kesehatan hoteltermasuk pemeriksaan specimen di laboratorium.
5) Laik sehat (laik hygiene) hotel adalah kondisi hotel yang memenuhi persyaratan
kesehatan

b. Lokasi Bangunan dan Jasa Pelayanan


1) Lokasi hotel harus berada di daerah yang terhindar dari pencemaran fisik,
biologi dan kimia.(pasal 2)
2) Penyelenggaraan jasa pelayanan makanan dan minuman oleh restoran/rumah
makan dan atau jasa boga di hotel berbintang harus memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku (pasal 4).

c. Tenaga dan Pimpinan Hotel


1) Tenaga yang bekerja di hotel harus sehat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter, dan memeriksakan kesehatannya secara berkala (pasal 6)

67
2) Setiap hotel berbintang harus mempekerjakan tenaga yang memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan (pasal 7)
3) Pimpinan hotel bertanggung jawab agar hotel selalu memenuhi persyaratan
kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini (pasal 8)

d. Laik Sehat (pasal 9)


1) Setiap hotel harus memiliki surat keterangan laik sehat yang diperoleh dari
kepala Dinas Kesehatan
2) Surat keterangan dimaksud pada ayat (1) dipergunakan sebagai pelengkap
permintaan izin usaha hotel
3) Tata cara memperoleh surat keterangan laik sehat dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur Jendral

e. Pembinaan dan Pengawasan (pasal 12)


- Pelaksanaan pengawasan terhadap kesehatan hotel dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan setempat atau pejabat yang ditunjuknya dan memiliki pengetahuan
dibidang kesehatan lingkungan usaha-usaha bagi umum
- Kwalifikasi tenaga pengawas dan tata cara pengawasan sebagaimana
dimaksud ditetapkan oleh Direktur Jendral

f. Sanksi (pasal 12)


Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan
sanksi hukuman administrasi yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap
melalui teguran lisan, teguran tertulis, atau hukuman lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Bab VI
PERATURAN DAERAH YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun


2005 tentang Pembuatan Sumur Resapan
a. Ketentuan Umum (pasal 1)

68
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah selanjutnya disingkat BPLHD,
adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
2) Dinas teknis adalah unit/satuan Perangkat Daerah yang memberikan pelayanan
dan pengawasan kegiatan teknis yang berkait dengan pembuatan sumur
resapan
3) Pembina teknis adalah unit satuan kerja/satuan Perangkat Daerah yang
memberikan pelayanan kegiatan teknis yang berkaitan dengan perencana,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi pembuatan sumur
resapan di Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.
4) Sumur resapan adalah system resapan buatan yang dapat menampung air
hujan akibat dari adanya penutupan tanah oleh bangunan baik dari lantai
bangunan maupun dari halaman yang diplester, yang diaspal yang dialirkan
melalui atap, pipa, talang, maupun saluran, dapat berbentuk sumur, kolam
dengan resapansalura porous dan sejenisnya.
5) Teknologi lain pengganti sumur resapan adalah bentuk tenologi yang mempunyai
prinsip sama dengan sumur resapan yaitu sumur resapan komunal atau
teknologi lainnya.

b. Sumber Air Sumur Resapan (pasal 3)


Air yang diperbolehkan masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan yang
berasal dari limpasan atap bangunan atau permukaan tanah yang tertutup oleh
bangunan atau air lainnya yang sudah melalui instalasi Pengolah Air Limbah dan
sudah memenuhi standar Baku Mutu.

c. Kewajiban Pembuatan Sumur Resapan


Pasal 4 :

1) Kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum


ditujukan kepada :
2) Selain kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana dimaksud ayat (1),
terhadap pengembang yang akan membangun diatas lahan lebih dari 5000 m 2,
diwajibkan menyiapkan 1 % dari lahan yang akan digunakan untuk bangunan
kolam resapan diluar perhitungan sumur resapan
3) Terhadap kewajiban pembuatan sumur resapan setiap pemilik bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), apabila lokasinya tidak
memungkinkan maka harus membangun di lokasi pengganti yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah

Pasal 5 :
1) Setiap pemohon IMB wajib membuat perencanaan dan pembuatan sumur
resapan
2) Perencanaan dan pembuatan sumur resapan dituangkan dalam KRK dan
RTLB yang merupakan kelengkapan permohonan IMB

69
3) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi untuk diterbitkannya IPB dan KMB oleh
Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta
4) Setiap bangunan yang telah berdiri dan belum mempunyai sumur resapan
diwajibkan membuat sumur resapan
5) Dalam hal perpanjangan IPB dapat diberikan apabila sumur resapan
berfungsi dengan baik berdasarkan hasil pengawasan BPLH

Pasal 6 :

Bagi masyarakat yang tidak mampu membuat sumur resapan, Pemerintah


Daerah dapat membuat sumur resapan secara komunal

d. Sosialisasi (pasal 12)


1) BPLHD bersama Dinas Teknis terkait lainnya melakukan sosialisasi secara
terprogram berkelanjutan tentang kewajiban membuat sumur resapan terhadap
segenap lapisan masyarakat
2) Dalam melakukan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melakukan kemitraan dengan Asosiasi Profesi dan LSM yang terkait.

e. Sangsi (pasal 13)


Setiap orang, Badan hukum dan pemohon IMB yang tidak melaksanakan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan Pasal 5, dikenakan sanksi administrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
a. Ketentuan Umum
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
BPLHD adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
daerah Khusus Ibukota Jakarta
2) Instansi Pembina adalah instansi yang memiliki kewenangan dalam
memberikan izin teknis operasional dari suatu Badan Usaha serta secara
langsung menangani pembinaan dalam pengelolaan lingkungan
3) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain
4) Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan

70
penimbulan limbah B3, tidak termasuk kegiatan pengumpulan dan
penyaluran minyak pelumas bebas
5) Sampah domestik adalah sisa suatu aktivitas manusia atau produk sisa
dalam bentuk padat yang berasal antara lain dari kegiatan rumah tempat
tinggal, perkantoran, hotel, restoran, pasar, dan bukan sisa dari kegiatan
produksi suatu industry.
b. Pembinaan dan pengawasan
Pasal 4 :
1) Pembinaan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan terhadap
kegiatan sebagai berikut :
- Percetakan
- Bengkel-bengkel
- Cuci cetak film
- Pengolahan minyak pelumas bekas
- Penyamakan kulit
- Electroplating
- Rumah sakit
- Laboratorium
- Perusahaan Pest Control
- Binatu (laundry dan dry cleaning)
- Kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Pasal 5
Pembinaan terhadap pengelolaan limbah B3, meliputi :
1) Memasyarakatkan peraturanperundang-undangan tentang pengelolaan
limbah B3
2) Melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, uji laboratorium, dan penjelasan
pedoman pengelolaan limbah B3
) 3) Melakukan pertemuan koordinasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam 2
bulan
) 4) Memfasilitasi dalam mendapatkan izin mengenai pengelolaan limbah B3 yang diajukan
Instansi Pembina.
)
c. Kewajiban
Pasal 8 :
1) Setiap Badan Usaha /kegiatan yang menghasilkanlimbah B3 wajib :
2) Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan paling
lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolahau penimbun limbah B3

71
d. Koordinasi

Pasal 9 :
1) Pelaksanaan pembinaan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh
masing-masing instansi pembina yang dikoordinasi oleh BPLHD
2) Untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk Tim koordinasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur
3) Tim koordinasi melaksanakan pertemuan berkala minimal satu kali dalam 2
bulan
4) Tim Koordinasi menyusun Standard operation Prosedure (SOP) pembinaan
dan pengawasan pengelolaan limbah B3

Pasal 10 :
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9, disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing
Instansi Pembina sebagai berikut :
1) Dinas Kebersihan bertanggung jawab dalam pemisahan limbah B3 dengan
sampah domestic/rumah tangga serta pengelolaannya
2) Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan
limbah B3 di sektor kesehatan
3) Dinas Pertambangan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di sektor pertambangan
4) Dinas Pertanian dan Kehutanan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di Sektor pertanian dan kehutanan
5) Dinas Perindustrian dan Perdagangan bertanggung jawab dalam pembinaan
dan pengawasan limbah B3 di Sektor peridustrian dan perdagangan
6) Dinas Pekerjaan Umum mempunyai wewenang untuk menutup saluran
outlet dari kegiatan/usaha yang menghasilkan limbah B3 tanpa diolah lebih
dahulu
7) Dinas Perhubungan bertanggung jawab dalam pengawasan lalu lintas
pengangkutan limbah B3.

e. Sanksi Administrasi (pasal 12)


1) Setiap orang atau Badan Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dikenakan sanksi administrasi
2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
- Teguran lisan
- Teguran tertulis
- Pemberhentian sementara kegiatan

72
- Pencabutan izin

3. Keputusan Gubernur Jawa Timur No:45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur
Baku Mutu yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur ini meliputi Baku Mutu Limbah
Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lain yang terdiri dari :
1) Pulp dan kertas
2) Kertas
3) Ethanol
4) Mono sodium Glutamat (MSG) dan Lysine
5) Gula
6) Electroplating
7) Penyamakan Kulit
8) Caustic Soda
9) Karet
10) Tekstil
11) Pupuk Urea,pupuk Nitrogen, pupuk ZA dan Amoniak
12) Pupuk fosfat, Pupuk Majemuk,NPk dan Asam Fosfat
13) Accumulator (Baterai Basah)
14) Baterai kering
15) Cat
16) Pestisida
17) Kayu Lapis
18) Asam Citratpeternakan sapi perah dan babi
19) Rumah potong hewan
20) Minyak kelapa sawit
21) Minyak nabati, sabun / detergen
22) Pengalengan/Pengolahan ikan
23) Cold storage
24) Bir
25) Susu
26) Minuman ringan
27) Pengupasan biji kopi/coklat
28) Kembang gula
29) Mie dan krupuk
30) Tahun dan Kecap/Tempe
31) Pengolaha buah dan sayur
32) Tapioca
33) Farmasi
34) Pengilangan minyak bumi
35) Insulin Mono phospat (IMP)
36) Pengolahan daging
37) Karton box
38) Sobitol
39) Penyulingan pelumas bekas
40) Keramik
41) Bleacing earth (tanah pemutih)Peleburan tembaga
42) Waterglass (sodium silikat)
43) Galvanis, perabotan enamel, logam dengan pembersihan karat (picling)
44) Tepung ikan
45) Agar-agar
46) Pencucian kendaraan bermotor
47) Korek api
48) Industri saos
49) Tepung silica

73
Dalam memberikan ijin pembuangan limbah cair ditetapkan kadar maksimum bagi setiap
parameter dan volume limbah cair yang tidak boleh dilampaui.

VII. REFERENSI
BAPEDAL Indonesia, Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian dampak Lingkungan
Hidup, Jakarta 1994
BAPEDAL Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta 1998
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002
Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2004, Jakarta 2004
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Depkes RI, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025 ,
Jakata 2009
Depkes RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Jakarta, 2009
Dekkes RI, DIRJEN Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kumpulan
modul kursus hygiene sanitasi makanan dan minuman, Jakarta, 2006.
Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penerbit Harvarindo, 2006
HAKLI Pusat, Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Kesehatan Lingkungan,
Jakarta,2000
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1997-2004, CV Tamita
Utama, Jakarta 2004
Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Air Di Propinsi Dati I Jawa
Timur, Surabaya 1995
FM Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Bandung,2009
Citra Umbara, Undang-Undang RR Nomor 36 Tahub 2009 tentang Kesehatan &
Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit , Bandung,
2010

Lampiran

74
Peraturan Perundangan Yang Terkait Kesehatan Lingkungan

a. Undang-Undang Yang Berkait Dengan Kesehatan Lingkungan


1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup
3. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 tentan Pengelolaan Sampah
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
5. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran
6. Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
7. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
8. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
9. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

b. Peraturan Pemerintah Yang Berkait Kesehatan Lingkungan


1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah
Radioaktif
8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan
9. Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan
10. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu, dan Gizi
Pangan

c. Keputusan Presiden yang Terkait dengan Kesehatan Lingkungan


1. Keputusan Presiden RI Nomor 61 tahun 1993 tentang PengesahanBasel
Convention On The Control Control of Transboundary movements of Hazardous
waste and Their Disposal (Amandemen atas konvensi baselTentang Pengawasan
Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya)

75
2. Keputusan Presiden RI Nomor 92 tahun 1998 tentang pengesahan Montreal
Protocol tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
3. Keputusan Presiden RI Nomor 52 tahun 1993 tentang Pengesahan Protocol Of
1992 To Amend The International Convention On Civil Liability For Oil Pollution
Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan Terhadap Konvensi Internasional
tentang Tanggung Jawab Perdata Untuk Kerusakan Akibat Pencemaran Minyak)
4. Keputusan presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9
Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya).
5. Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Montreal Protocol on substances that Deplete The Ozon Layer
(Amandemen Montreal atas Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang merusak
Ozon)
6. Peraturan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Basel Convention on The Control of Transboundary movements
of Hazardous waste and Their Disposal (Amandemen atas konvensi baselTentang
Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya)

d. Keputusan dan Peraturan Menteri Yang Terkait Dengan Kesehatan Lingkungan


1. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan
2. Keputusan Menteri Perhubungan RI No KM.17 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penanganan Bahan/Barang Berbahaya dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Pengelolaan Pestisida
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001
tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-
Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar
operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah
Sakit

8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air Sumber Air
9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik
10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
11. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Air

76
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 520/MPP/KEP/8/2003
tentang Larangan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Keputusan Menteri Kesehatan 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
sanitasi Rumah Makan & Restoran
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942 tahun 2003 tentang Pedoman
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan
Peredaran Makanan
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang wajib Daftar
Makanan
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan
Iradiasi
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan
Periklanan
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/Menkes/Per/V/1985 tentang Makanan
Kadaluwarso
26. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1203 A/Menkes/SK/X/1999 tentang
Pembentukan Forum Komunikasi Nasional penanggulangan Masalah Merokok
27. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 459/Menkes/Ins/VI/1999 tentang Kawasan
Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan
28. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
29. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel

e. Peraturan Daerah yang Terkait Kesehatan Lingkungan


1. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 8 Tahun 1989
Tentang Pengendalian Pencemaran Air Di Propinsi Dati I Jawa Timur .
2. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa timur No 8 tahun 1989 Tentang
Pengendalian Pencemaran Air
3. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 2005
tentang Pembuatan Sumur Resapan

77
4. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
5. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa timur Nomor 135 Tahun 1994
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur no 8
tahun 1989 tentang Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Dati I Jawa Timur
6. Instruksi Gubernur Kepala Daerah tingkat I Jawa Timur Nomor 22 Tahun 1994
tentang Peningkatan Pemantauan Terhadap Industri-Industri Potensi Pencemar
Dalam Rangka Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
7. Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha lainnya di Jawa Timur
8. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Cara Standar Uji
Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur
9. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 670/2000 Tahun 2000 tentang
Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak di propinsi DKI Jakarta

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MD. 2
Materi : Sanitarian dan perkembangan kesehatan lingkungan
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL=-jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu
mampu menjelaskan - -
memahami tentang : 1. CTJ Transparan
perkembangan 1. Pengertian dan - -
kesehatan Pengertian dan sejarah Disko LCD
lingkungan sejarah sanitarian sanitarian - -
  Penugasan OHP
Pengertian Pengertian -
sanitarian sanitarian Bahan diskusi

78
 
Sejarah sanitarian Sejarah
2. sanitarian
Sejarah 2.
perkembangan Sejarah
kesling perkembangan
 Perkembanga kesling
n kesling  Perkembang
internasional an kesling
 Perkembanga internasional
n kesling  Perkembang
indonesia an kesling
3. indonesia
Ruang lingkup kesling 3.
 Menu Ruang lingkup
rut WHO kesling
 Menu  Menurut
rut Depkes WHO
 Menu  Menurut
rut Prof Umar Depkes
Fahmi  Menurut Prof
4. Umar Fahmi
Masalah kesling di 4.
Indonesia Masalah kesling di
5. Indonesia
Penyebab timbulnya 5.
masalah kesling Penyebab timbulnya
6. masalah kesling
Upaya kesling 6.
Upaya kesling

79
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL SANITARIAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN)

Halaman
I DESKRIPSI SINGKAT ....................................................... 1
II TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................... 3
III POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ....................................................... 4
BAHASAN
IV BAHAN BELAJAR ....................................................... 5
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ....................................................... 6
PEMBELAJARAN
VI URAIAN MATERI ....................................................... 12
VII REFERENSI ....................................................... 27

80
MATERI DASAR 3
SANITARIAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN

I. DESKRIPSI SINGKAT
Sanitarian
Menurut Sanitarian’s handbook, sanitarian adalah seorang profesional atau technical
practitioner dari hygiene masyarakat yang aktivitasnya terkonsentrasi pada aspek-aspek
hygiene lingkungan. Dalam pengertian ini sanitarian bisa tenaga paramedis maupun
medis yang telah mendapat tambahan keahlian sebagai sanitarian.
Sesuai dengan SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000, Sanitarian adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh pejabata yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan,
pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas
kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara
hidup bersih dan sehat.
Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada
kehidupan manusia sehingga terjadi perubahan pula hubungan manusia dengan
lingkungannya. Pengaruh perubahan tersebut mengakibatkan konsep kesehatan
lingkungan juga semakin berkembang.
Masalah kesehatan telah mengalami perubahan-perubahan yakni terjadinya
perubahan pola kesakitan dan kematian sebagai dampak dari terjadinya perubahan
kondisi lingkungan hidup kita. Perubahna-perubahan tersebut menyebabkan perubahan
pola kesakitan dan kematian, antara lain dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak
menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh faktor lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan semakin komplek, namun di samping itu
permasalahan yang tradisional juga belum terselasaikan, sehingga yang dihadapi saat
ini bukan hanya tradisional risk tapi juga modern risk.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Pada akhir sesi ini peserta memahami pengertian sanitarian dan perkembangan
kesehatan lingkungan
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (Untuk sanitarian terampil dan sanitarian ahli)
Pada akhir sesi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
A. Pengertian dan sejarah sanitarian :
1. Pengertian sanitarian
2. Sejarah sanitarian
B. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1. Perkembangan kesehatan lingkungan internasional

81
2. Perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia
C. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
E. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
F. Upaya kesehatan lingkungan

82
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk sanitarian terampil dan sanitarian
ahli, semua sama
A. Pengertian dan sejarah sanitarian :
1. Pengertian sanitarian
2. Sejarah sanitarian
B. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1. Perkembangan kesehatan lingkungan internasional
2. Perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia
C. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
E. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
F. Upaya kesehatan lingkungan

83
IV. BAHAN BELAJAR
a. Sanitarian’s handbook, Theory and Administratif Practice for
Environmental Health. Ben Freedman, New Orleans, USA, 1977
b. SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000 tentang Jabatan
Fungsional Sanitarian dan Angka Kreditnya
c. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan, untuk
Pendidikan D III Sanitasi dan Kesehatan Lingkunga, Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Depkes RI, Jakata, 1994
d. Pemberantasana Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
di Indonesia. Departemen Kesehatan 2005
e. Tayangan Peraga

V. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 1.
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi

Langkah 2.
Pokok bahasan 1, sub Pokok bahasan a
Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan pokok bahasan 1 sub pokok bahasan a: Pengertian dan
sejarah Sanitarian
2. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman
pribadi peserta
3. mengatur acara berbagai pandangan dan bertukar pengalaman antar
peserta
4. bersama peserta mencocokkan antara pengertian dan sejarah sanitarian
dengan fakta di lapangan

Kegiatan peserta:
1. Tuliskan pendapat anda mengenai :
a. Keterkaitan antara kegiatan Saudara dalam upaya kesehatan lingkungan
dengan jabatan fungsional sanitarian
b. Bila ada kaitannya, jelaskan mengapa jabatan fungsional sanitarian itu perlu
dalam upaya kesehatan lingkungan
2. Sampaikan pandangan/pendapat dan bagi pengalaman anda masing – masing
pada peserta lain di kelas anda.

84
Langkah 3
Pokok bahasan 1, sub pokok bahasan b.
Kegiatan fasilitator :
1. Mengalihkan ke sub pokok bahasan b dengan memberikan pertanyaan situasional
tentang pengertian kesehatan lingkungan
2. meminta peserta untuk memberi komentar atas jawaban peserta lainnya
3. menyimpulkan komentar peserta dengan menyampaikan pengertian kesehatan
lingkungan dari berbagai sumber.

Kegiatan Peserta :
1. Jawab pertanyaan fasilitator mengenai pengertian kesehatan lingkungan menurut
pengetahua anda
2. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan
fasilitator
3. Melengkapi dari ilustrasi yang telah disampaikan berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan peserta.

Langkah 4.
Pokok bahasan 2 sub pokok bahasan a
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pOkok bahasan 2 sub pokok bahasan a dengan membagi peserta
dalam beberapa kelompok
2. mamfasilitasi kegiatan diskusi tentang perkembangan kesehatan lingkungan di
Indonesia
3. memebrikan klarifikasi atas hasil diskusi peserta.

Kegiatan Peserta :
1. Diskusikan dengan kelompok mengenai perkembangan kesehatan lingkungan di
Indonesia
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok
3. Berikan respon atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.

Langkah 5.

Pokok bahasan 3
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 3 dengan mengajukan pertanyaan tentang ruang
lingkup kesehatan lingkungan

85
2. memberikan klarifikasi atas hasil jawaban peserta malalui penayangan slide,
peragaan dan lain sebagainya.
Kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator dengan menggunakan lembar kerja
yang tersedia
2. menanggapi hasil kerja peserta yang lain

Langkah 6.
Pokok Bahasan 4
Kegiatan Fasilitator :
1. Membahas pokok bahasan 4 dengan mengajukan pertanyaan tentang konsep
kesehatan lingkungan
2. memberikan klarifikasi dan tanggapan atas hasil jawaban peserta

Kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator
2. menanggapi jawaban peserta yang lain apabila tidak sesuai dengan pendapatnya.

Langkah 7.
Pokok Bahasan 5
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke sub pokok 5 dengan mengajukan pertanyaan atau mendiskusikan
tentang penyebab timbulnya permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia
2. Membahas permasalahan kesehatan di Indonesia
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi dengan peserta melalui penayangan slide,
peragaan, dan lainnya.

Kegiatan Peserta :
1. Menjawab pertanyaan fasilitator
2. berikan komentar, klarifikasi atau pertanyaan tentang materi yang dibahas
3. sampaikan pandangan/pendapat dan bagi pengalaman anda pada peserta lain.

Langkah 8

Pokok bahasan 6 Upaya Kesehatan Lingkungan di Indonesia


Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 6 dengan mengajukan pertanyaan situasional
tentang upaya kesehatan lingkungan di Indonesia dalam mengatasi masalah klasik
(Traditional Risk) dan masalah baru (Modern Risk)
2. Pergunakan lembar kerja yang tersedia

86
3. Membahas pengaruh traditional risk dan upayanya dan Modern Risk serta upaya
Kesehatan Lingkungan.
4. memberikan klarifikasi atas hasil diksusi dengan peserta melalui penayangan slide

kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator dengan menggunakan lembar kerja
yang tersedia
2. Berikan komentar tentang hasl – hal yang belum jelas atau perlu klarifikasi
3. Sampaikan saran anda apabila perlu.

Langkah 9. Penutup

Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung.

Kegiatan peserta :
Berikan komentar obyektif (kritik) anda, hanya menyampaikan yang terlihat dan
terdengar, positif. Selain komentar, anda dapat juga menyampaikan rekomendasi
secara lisan atau tertulis. Sampaikan rekomendasi tertulis anda pada lembar kerja yang
tersedia.

Kegiatan Fasilitator :
1. Tutup acara dengan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap harapan peserta di
awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart/komputer untuk
ditayangkan.
2. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.

Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.

87
VI. URAIAN MATERI

PENGERTIAN SANITARIAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Pengertian Sanitasi, Sanitarian dan Kesehatan Lingkungan


1. Pengertian dan sejarah sanitarian
Lulusan pendidikan kesehatan lingkungan, mempunyai organisasi profesi
yang dihimpun ke dalam suatu wadah yang namanya Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indonesia (HAKLI). Organisasi profesi kesehatan lingkungan ini pada
awalnya bernama Ikatan Kontroler Kesehatn Indonesia (IKKI) sesuai dengan nama
institusinya pada waktu itu yaitu Akademi Kontroler Kesehatan (1954).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan, menggolongkan lulusan pendidikan kesehatan lingkungan menjadi
Sanitarian atau tenaga kesehatan masyarakat, bersama dengan epidemiolog
kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan dan
administrator kesehatan.
Menurut Sanitarian’s handbook (1976), Sanitarian adalah seorang profesional
atau technical practitioner dari hygiene masyarakat yang aktifitasnya terkonsentrasi
pada aspek-aspek hygiene lingkungan. Dalam pengertian ini sanitarian bisa tenaga
paramedis maupun medis yang telah mendapat tambahan keahlian sebagai
sanitarian.
Sesuai SK Menpan No. 19/KEP/M.PAN/11/2000, Sanitarian adalah Pegawai
Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan,
dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan
lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi, dan meningkatkan cara-cara hidup
bersih dan sehat.

Sanitasi
Sanitasi ialah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang membentuk mata dalam rantai
penularan penyakit (WHO, 1952)

Sanitasi
Pengendalian semua faktor lingkungan dalam lingkungan fisik manusia yang
dapat menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan fisik, kesehatan
dan daya hidup manusia.(WHO)

88
Sanitasi
Adalah usaha pemutusan mata rantai untuk pencegahan :
1. Penularan penyakit
2. Pencemaran
3. Kecelakaan
(Hadi Susanto, dkk)
Bidang-bidang Kesehatan Masyarakat - Kesehatan Lingkungan meliputi antara lain:
1. Penyediaan Air
2. Limbah
 Pembuangan kotoran manusia tanpa air
 Saluran air limbah
 Pengumpulan dan pembuangan sampah padat
3. Pengendalian serangga ( nyamuk, lalat, lainnya)
4. Pengendalian rodent (tikus)
5. Sanitasi Makanan (Susu, Daging, Makanan lainnya
6. Pengolahan makanan dan usaha penanganan makanan
7. Perpipaan
8. Pencegahan pencemaran udara
9. Pemanasan, pengudaraan dan air conditioning
10. Pencahayaan
11. Perumahan
12. Sanitasi gedung dan tempat-tempat bagi umum
13. Kesehatan kerja
14. Sanitasi kolam renang dan tempat berenang
15. Pengendalian gangguan
16. Perlindungan radiasi
17. Pencegahan kecelakaan

2. Pengertian Sehat, Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan


Sehat
Sehat ialah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial, dan tidak
semata-mata keadaan bebas dari penyakit atau cedera (WHO constitution,
Pembukaan)
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat ialah ilmu dan kiat dalam pencegahan penyakit,
memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta efisiensi
melalui upaya masyarakat yang terorganisasi dalam bidang sanitasi lingkungan,
pengendalian penyakit menular di masyarakat, pendidikan kepada perseorangan
mengenai prinsip-prinsip hygiene individu, pelayanan untuk diagnosis dini dan
tindakan pencegahan penyakit, dan pengembangan mekanisme sosial yang dapat
memberikan jaminan kepada setiap individu di masyarakat suatu standar hidup
yang memadai untuk terpeliharanya kesehatan. (Winslow, 1920)

89
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif dan ekonomis. (Undang-
Undang Nomor: 36 tahun 2009, Tentang Kesehatanan.)
Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungannya agar dapat terjamin keadaan sehat dari manusia
(WHO).
Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari tentang komponen lingkungan
akibat adanya perubahan-perubahan yang terjadi dengan kelompok individu atau
masyarakat luas serta memperhatikan akibat yang ditimbulkan hubungan interaktif
tersebut dan mencari alternatif upaya pencegahannya (Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Kesehatan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk
mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia
(HAKLI)

Dasar hukum yang menjadi acuan perlunya legislasi adalah ada dalam :
1. Berdasar pada Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, yang dimaksud dengan Kesehatan Lingkungan Pasal 162 dan
Pasal 163 , Ayat (1), (2), (3) dan (4) adalah sebagai berikut:
Pasal 162
Upaya kesehatan lingkungan ditutujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun social yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup
lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan
fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-
unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain :
a. Limbah cair.
b. Limbah padat.
c. Limbah gas
d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
e. Binatang pembawa penyakit
f. Zat kimia berbahaya.
g. Kebisingan yang melebihi ambang batas
h. Radiasi sinar pengion dan non pengion

90
i. Air yang tercemar
j. Udara yang tercemar
k. Makanan yang terkontaminasi.

(4) Ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan dan proses
pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP Nomor : 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan :
Pasal 2
Tenaga yang bekerja di bidang kesling termasuk dalam kategori tenaga
kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut sanitarian.
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri
Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
Perangkat hukum yang keberadaannya kian mendesak bagi tenaga sanitarian adalah
adanya :
1) Standar profesi sanitarian (Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
373/MENKES/SK/III/2007), tanggal 27 Maret 2007
2) Sertifikasi untuk pengaturan kompetensi (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
161/MENKES/PER/I/2010, Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan).
3) Registrasi untuk data harus disusun juknis Kepmenkes tentang registrasi dan upaya
pelaksanaan, kesling, untuk pengaturan kewenangan
4) Lisensi untuk pengaturan sebagian praktek profesi sanitarian yang dampaknya
langsung kepada manusia.
5) Etika profesi/kode etik profesi dan sumpah profesi
6) Standar pendidikan (minimal dan berkelanjutan)
Dalam penataan organisasi profesi, dan untuk pengaturan serta pengendalian mutu
para anggotanya, HAKLI telah menyusun perangkat legislasi tenaga sanitarian di
Indonesia yang saat ini sedang dalam proses.
Buku pedoman pengembangan perangkat legislasi sanitarian di Indonesia ini
merupakan acuan dan selalu akan dikaji dan ditinjau secara terus menerus sehingga
dapat merupakan pedoman yang sesuai bagi organisasi profesi HAKLI.

91
B. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
1. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Tercatat dalam sejarah antara 3000-1500 sebelum masehi praktek kebersihan
perorangan dan kesehatan lingkungan pernah dilakukan oleh bangsa Minoa, Kreta,
Mesir dan Yahudi. Bangsa Yahudi menulis semua peraturan tentang kesehatan
lingkungan ini dalam buku ” LEVITIKUS”
Sebelum abad 17 masalah kesehatan lingkungan yang ada lebih nayak
disebabkan secara alamiah. Pada abad 17 sebagai akibat dari revolusi industri
masalah kesehatan lingkungan muncul sebagai akibat pencemaran lingkungan dari
buangan industri.
Beberapa kasus yang terjadi mulai abad 17 yaitu, Scorbut mengganas di Eropa,
malaria di Italia, typus exenthematicus merajalela di Paris dan Jerman, pes di Milan
dan Venesia. Abad 19 terjadi wabah kolera di Eropa. Pada abad 20 terjadi kasus
asap tebal di Costarica Mexico dengan menelan korban 25 jiwa. Awan hitam juga
melanda Meuse Valley Belgia dengan membawa korban 65 orang. Di Donora
Pensylvania (1948) terjadi kabut tebal yang menelan korban 22 orang. Pada tahun
1952 di London terdapat penderita sebanyak 4000 jiwa sebagai akibat dengan
adanya Smog.
Di Jepang muncul penyakit Minamata (1973) sebagai akibat dari adanya
pencemaran mercury di teluk minamata, sebagai akibat dari buangan limbah pabrik
pipa plastik yang mengandung mercury (Hg). Kebocoran reaktor nuklir di Bhopal
India (1984) menelan korban sebanyak 2000 jiwa, kemudian disusul dengan reaktor
nuklir Chernobil Uni Sovyet.
2. Perkembangan Kesehatan Lingkungan di Indonesia
Usaha kesehatan lingkungan di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1982
dengan keluarnya Undang- Undang tentang Hygiene dalam bahasa Belanda. Tahun
1924 Rockefeler Foundation mendatangkan Dr. J. L. Hydrik, konsultan bangsa
Amerika mendirikan Usaha Kesehatan Masyarakat untuk daerah pedesaan (Rural
Hygiene Work) dengan mengutamakan penyuluhan kepada masyarakat di
Banyuwangi dan Kebumen.Tahun 1956 usaha kesehatan lingkungan digalakkan di
Bekasi dengan integrasi usaha kesehatan lingkungan dengan pengobatan dan
sekaligus Bekasi dijadikan Training Center.
Tahun 1956 s/d tahun 1959 Prof. Moechtar mempelopori usaha kesehatan
lingkungan di pasar minggu Jakarta, dan tahun 1959 dicanangkan program
pembasmian malaria sebagai program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan
secara nasional di tanah air.
Hari dicanangkannya program pembasmian malaria secara nasional tersebut,
tepatnya pada tanggal 12 Nopember 1959 sampai saat ini diperingati sebagai “HARI
KESEHATAN NASIONAL”. Tahun 1958 program kesehatan lingkungan terintegrasi
dalam kegiatan kesehatan Puskesmas.

92
Untuk selanjutnya program-program kesehatan lingkungan merupakan salah
satu program Kementrian Kesehatan yang diimplementasikan melalui program-
program Direktorat Jenderal P3M, atau P2M, atau P2MPLP, atau P2MPL

C. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan pada kehidupan manusia sehingga terjadi perubahan pula
hubungan manusia dengan lingkungannya. Pengaruh perubahan tersebut
mengakibatkan konsep kesehatan lingkungan juga semakin berkembnag.
Masalah kesehatan telah mengalami perubahan-perubahan yakni, terjadinya
perubahan pola kesakitan dan kematian sebagai dampak dari terjadinya perubahan
kondisi lingkungan hidup kita. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan perubahan
pola kesakitan dan kematian, antara lain dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak
menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh faktor lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan semakin kompleks, namun disamping itu
permasalahn yang tradisional juga belum terselesaikan, sehingga yang dihadapi saat ini
bukan hanya Traditional Risk tetapi juga Modern Risk.
Dari permasalahan tersebut di atas maka dinamika perubahan lingkungan menurut
Prof. DR. Umar Fahmi Achmadi dapat digambarkan ke dalam simpul- simpul Sumber,
Ambient, Manusia Dan Dampak Kesehatan.
Secara rinci jangkauan dinamika perubahan lingkungan tersebut dapat dipilih
menjadi simpul-simpul pengamatan/ pengukuran, penyelidikan studi dan sekaligus
pengendaliannya.

UPAYA PROGRAM KESEHATAN

MANUSIA
SUMBER AMBIENT DAMPAK
alamiah
alamiah udara KESEHATAN
penderita
penderita air akut
penyakuit
penyakuit makanan sub klimik
mobil
mobil binatang samar
industri sehat
industri penular

SIMPUL A SIMPUL B SIMPUL C SIMPUL D

Keterangan :

93
1. Simpul pertama adalah studi komponen lingkungan pada sumbernya.
Misalnya :
Prevalensi penderita DHF
- pabrik yang memiliki limbah
- jumlah kendaraan bermotor
2. Simpul kedua adalah pengukuran pada ”ambient” atau lingkungan
Misalnya monitoring tingkat pencemaran air
Residu pestisida dalam makanan, dll
3. Simpul ketiga adalah studi epidemiologi
Mempelajari setelah komponen lingkungan masuk ke dalam tubuh manusia.
Misalnya adanya kandungan Pb dalam darah menunjukkan tinggi
rendahnya tingkat pencemaran terhadap bahan pencemar
4. Simpul keempat adalah studi gejala penyakit. Misalnya pengumpulan
prevalensi penyakit ISPA di sekitar pabrik

94
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
1. Landasan Keilmuan
Ilmu kesehatan lingkungan tidak terlepas dari disiplin ilmu lainnya. Menurut Odom
Fanning dalam bukunya Opportunities inEnvirontmental Carrers menyatakan ada 13
disiplin ilmu yang membangun ilmu lingkungan, yaitu :
a. Fisika
b. Biologi
c. Kimia
d. Matematika
e. Ekologi
f. Ekonomi
g. Teknik sipil
h. Kesehatan Masyarakat
i. Oceanografi
j. Sosial
k. Arsitektur
l. Agronomi
m. Geosciences

95
2. Hubungan manusia dengan lingkungan
a. Sistem lingkungan terdiri dari 4 (empat) komponen
b. Sumber daya alam berupa energi, mineral, tanah, air, tumbuhan ,
hewan
c. Aktivitas manusia
d. Bahan buangan
e. Faktor-faktor lingkungan yang berbahaya (Environmental hazard)

1. Sumber daya alam 3. Bahan buangan/


sampah

2. Aktivitas manusia

4. Faktor lingkungan yang berbahaya

skema : Sistem lingkungan

Manusia melakukan berbagai aktivitas untuk kesejahteraannya dengan cara


menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang akan menghasilkan barang
dan jasa, serta bahan buangan ( sampah ). Aktivitas manusia dan sampah inilah
penyebab timbulnya faktor-faktor lingkungan yang berbahaya dan yang lambat laun
akan terjadi akumulasi bahan- bahan berbahaya dan akhirnya menimbulkan
pencemaran lingkungan.

96
3. Konsep sakit
a. Konsep sehat menurut JOHN GORDON
Sehat pada dasarnya adalah gambaran keadaan keseimbangan dari berbagai
faktor. Penyakit yang timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan tersebut
yang disebabkan oleh adanya perubahan dari satu faktor atau lebih. Faktor-faktor
yang berperan umumnya dibagi menjadi 3(tiga) faktor yaitu : Agent (penyebab
penyakit), Host (penjamu), Environtment ( lingkungan).
Untuk menggambarkan interaksi antara faktor-faktor agent, host, dan
environtment, John Gordon menganalogikan sebagai timbangan dengan
lingkungan sebagai titik tumpu.
Pada dasarnya selalu terjadi hubungan dan pengaruh timbal balik antara faktor-
faktor host, agent dan environtment yang berusaha mencapai keseimbangan.
Perubahan dari keseimbangan dapat dilihat dari gambar berikut :
Keadaan I

A
E

97
Keadaan II

Keadaan III

Interaksi antara agent, host dan environtment


A= agent H= host E= environment
1) Keadaan I
Terjadi keseimbangan antara agent, host dan environment. Hal ini
menggambarkan suatu kondisi yang sehat.

2) Keadaan II
Menggambarkan peningkatan dari kemampuan agent untuk menginfeksi serta
menyebabkan penyakit pada manusia. Contoh, adanya perubahan sifat
(strain) dari virus dapat mengakibatkan kekebalan host sebelumnya menjadi
tidak efektif lagi.

98
3) Keadaan III
Menggambarkan bahwa perubahan lingkungan dapat pula menyebabkan
perubahan fisik tumpu, sehingga menyebabkan penyebaran agent. Contoh
adanya perkembangan daerah industri yang pesat menyebabkan konsentrasi
zat pencemar di udara meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerentanan
pada manusia sehingga mudah terserang penyakit.
b. Konsep sehat menurut model HOLISTIK
(HENDRIK L. BLUM)
Menurut Hendrik L. Blum kondisi sehat seseorang dipengaruhi oleh 4 (empat)
faktor utama, yaitu : Lingkungan, tingkah laku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang relatif paling besar dalam peranan
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Hal ini dapat dilihat pada skema yang dikemukakan oleh Hendrik L. Blum berikut
ini :

KE
TU
RU
NA
N

SEHAT PELAYANAN KESEHATAN


LINGKUNGAN

PERI-
LAKU

Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain yaitu ; sumber
alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan populasi
sebagai satu kesatuan.

E. Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia dan penyebab timbulnya masalah


1. Masalah air bersih
2. Masalah air limbah
3. Kualitas udara
4. Pestisida

99
5. Radiasi
6. Sanitasi makanan dan minuman
7. Pembuangan sampah
8. Serangga penular penyakit
9. Perumahan
Penyebab timbulnya masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
1. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan
penduduk semakin meningkat khususnya di kota besar yang mengakibatkan
fasilitas sanitasi yang tidak memadai
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat, masih rendahnya tingkat
ekonomi dan pendidikan sebagian besar penduduk, kurangnya kesadaran hukum
dan peraturan perundangan yang ada merupakan hambatan peningkatan
kesehatan lingkungan
3. Keterbatasan sumber biaya tenaga, biaya serta sarana yang dapat
menghambat pelaksanaan program khususnya peningkatan kualitas kesehatan
lingkungan
4. Perkembangan industri yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan

100
F. Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya sanitasi menurut keilmuan
Menurut WHO ada 17 usaha pokok kesehatan lingkungan yaitu :
1. Penyediaan Air Bersih
2. Pengolahan Air Buangan
3. Pengelolaan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah
6. Hygiene makanan
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan permukiman
12. Perencanaan daerah dan perkotaan
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk, dan keadaan darurat
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan

101
Upaya Kesehatan Lingkungan dalam program Kesehatan
1. Penyehatan Lingkungan
Mencakup upaya-upaya yang ditujukan terhadap
 Dampak kualitas udara
 Pengamanan pestisida
 Radiasi
2. Penyehatan Air dan Sanitasi (PAS)
Mencakup upaya-upaya yang ditujukan terhadap
 Makanan dan kesehatan
 Kontaminasi makanan
 Pengawasan sanitasi makanan

102
REFERENSI
1. Sanitarian’s Handbook, Theory and Administratif
Practice for Environmental Health. Ben Freedmen, New Orleans, USA 1977
2. SK Menpan No 19/Kep/MPAN/ 11/2000 tentang
Jabatan Fungsional Sanitraian dan Angka Kreditnya
3. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan
untuk Pendidikan D III Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan, Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan Depkes RI, Jakarta 1994
4. Buku Pedoman Pengajaran Mata Kuliah Dasar-
dasra Kesehatan Lingkungan pada PAM SKL, Pusdiknakes, 1993
5. Selayang pandang Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia. Departemen Kesehatan 2005

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MD. 3
Materi : Jabatan Fungsional Sanitarian
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL=-jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu
mampu menjelaskan tentang : - -
memahami 1. Jabfung 2. Jabfung karier CTJ Transparan
tentang sanitarian PNS : PNS : - -
jabatan  Pengertian jab.  Peng Disko LCD
fungsional Struktural & ertian jab. - -
sanitarian fungsional Struktural& Penugasan OHP
 Manfaat jab. fungsional -
Struktural &  Manfaat jab. Bahan diskusi
fungsional Struktural &
 Kaitan jab. fungsional

103
Struktural &  Kaitan jab.
fungsional Struktural &
2. Jabatan fungsional
Sanitarian : 3. Jabatan
 Penger Sanitarian :
tian Jabfung  Peng
 Tugas ertian Jabfung
pokok  Tugas
 Tunjan pokok
gan  Tunja
 Jenjan ngan
g  Jenja
 Unsur- ng
unsur kegiatan  Unsur
3. Pembinaan -unsur kegiatan
jabfung 3. Pembinaan jabfung
 Penga  Peng
ngkatan ke angkatan ke
dalam jabfung dalam jabfung
sanitarian sanitarian
 Pembe  Pemb
basan sementara ebasan
 Penga sementara
ngkatan kembali  Peng
 Pembe angkatan
rhentian kembali
4. Mekanisme  Pemb
penetapan erhentian
Penghitungan 4.
Angka Kredit Mekanisme penetapan
 Pengu Penghitungan
mpulan angka Angka Kredit :
kredit A.1. Pejabat
 DUPA Fungsional
K sanitarian :
 Penilai  Peng
an dan umpulan angka
penetapan angka kredit
kredit  Penca
tatan angka
kredit
2. Atasan
Langsung
3.Sekretariat
Tim Penilai
4.Tim Penilai
B. Penghitungan
angka kredit :
1. Untuk
Inpasing
2.Pengangkatan
pertama kali
3.Kenaikan
pangkat /
jabatan
melalui
inpasing

104
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL JABFUNG SANITARIAN)
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT ..............................................................
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..............................................................
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ..............................................................
BAHASAN
IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ..............................................................
PEMBELAJARAN
V. URAIAN MATERI ..............................................................

105
MATERI DASAR 1
JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat diharapkan dapat melaksanakan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan serta dapat memberikan pelayanan umum kepada
masyarakat secara profesional.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipilyang berkualitas tersebut pemerintah
melakukan upaya pembinaan melalui peningkatan pengabdian profesionalisme sesuai
dengan dasar masing-masing profesinya. Maka dibentuklah jabatan-jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil yang dikelompokkan berdasar rumpun jabatan
fungsional.
Di sektor kesehatan dengan rumpun jabatan fungsional kesehatan hingga saat ini
telah dibentuk 17 jenis jabatan fungsional dan telah mendapat penetapan dari Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai jabatan karier Pegawai Negeri
Sipil, salah satu diantaranya adalah Jabatan Fungsional Sanitarian.
Jabatan Fungsional Sanitarian adalah jabatan karier Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi wadah para tenaga profesional bidang kesehatan Lingkungan dalam
pengabdian keilmuaannya terhadap pembangunan sektor kesehatan di bidang
pengamatan, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan
kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan maningkatkan cara-
cara hidup bersih dan sehat.
Jabatan Fungsional Sanitarian tersebut sejak tanggal 30 Nopember tahun 2000 telah
mendapat penetapan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan
surat keputusan nomor : 19/ KEP/ M.PAN/11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional
Sanitarian dan angka Kreditnya. Dengan telah ditetapkannya jabatan fungsional
sanitarian tersebut, secara normative bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memenuhi kriteria
yang ditentukan untuk jabatan tersebut dapat memilih jalur karier sebagai pejabat
fungsional Sanitarian.
Jenjang jabatan fungsional sanitarian terdiri atas jenjang ahli bagi sanitarian yang
berbasis pendidikan starata Sarjana (S1),/ Diploma (D4) ke atas dan jenjang terampil
bagi sanitarian dengan basis pendidikan Diploma 3 (D3) ke bawah serendah-
rendahnya SLTA/ D1 dengan kualifikasi pendidikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pegawai Negeri Sipil yang memilih jalur karier jabatan fungsional Sanitarian, terlebih
dahulu harus memahami sepenuhnya tentang jabatan fungsional tersebut.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Pada akhir sesi ini peserta mampu memahiami jabatan fungsional sanitarian

106
B. Tujuan Pembelajaran Khusus :
(Untuk Sanitarian Terampil dan Sanitarian Ahli)
Pada akhir sesi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
1. Jabatan karier PNS :
a. Pengertian jabatan struktural dan fungsional
b. Manfaat jabatan struktural dan fungsional
c. Kaitan jabatan struktural dan fungsional
2. Jabatan Sanitarian
a. Pengertian Jabatan Fungsional
b. Tugas pokok
c. Tunjangan
d. Jenjang
e. Unsur – unsur kegiatan
3. Pembinaan Jabatan Fungsional
a. Pengangkatan ke dalam jabatan fungsional sanitarian
b. Pembebasan sementara
c. Pengangkatan kembali
d. Pemberhentian
4. Mekanisme penetapan penghitungan angka kredit
a. Pengumpilan angka kredit
b. DUPAK
c. Penilaian dan penetapan angka kredit
III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN
Waktu= 4 jpl; T= 2 jpl; P= 2 jpl, PL= -jpl
(Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk Sanitarian Terampil dan Sanitarian
Ahli)
A. Jabatan Karier PNS :
1. Pengertian jabatan struktural dan fungsional
2. Manfaat jabatan struktural dan fungsional
3. Kaitan antara jabatan struktural dan fungsional
B. Jabatan Sanitarian :
1. Pengertian jabatan fungsional
2. Tugas Pokok
3. Tunjangan
4. Jenjang
5. Unsur- unsur kegiatan
C. Pembinaan Jabatan Fungsional ;
1. Pengangkatan ke dalam jabatan fungsional
sanitarian
2. Pembebasan sementara

107
3. Pengangkatan kembali
4. Pemberhentian
D. Mekanisme Penetapan penghitungan angka kredit
a. Pengumpulan angka kredit
b. DUPAK
c. Penilaian dan penetapan angka kredit

IV. LANGKAH- LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Langkah 2.1
Kegiatan Fasilitator :
a. Melakukan perkenalan baik antar peserta maupun fasilitator
b. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan
peserta untuk menerima materi
Kegiatan Peserta :
1. Peserta memperkenalkan diri
2. Peserta menyimak dan melaksanakan kegiatan
sesuai dengan metode yang diberikan fasilitator

Langkah 2
Kegiatan fasilitator :
1. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan
mengungkit pengalaman pribadi peserta dengan metode curah pendapat
2. Menyampaikan materi sesuai dengan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan yang ada di masing-masing jenjang
3. Mengklarifikasi antara teori dengan
pengalaman peserta dengan cara diskusi dan tanya jawab
Kegiatan peserta :
1. Menjawab dan mengajukan pertanyaan
2. Menyimak materi yang disampaikan
3. Melaksanakan diskusi
Langkah 3
Kegiatan fasilitator :
1. Apabila ada penugasan :
a. Membuat petunjuk penugasan
b. Membagi peserta menjadi beberapa kelompok
c. Memberikan penjelasan penugasan
d. Menentukan waktu penyajian
e. Melakukan klarifikasi hasil penugasan
2. Apabila ada praktek lapangan :
a. Membuat kerangka acuan/ panduan praktek kerja lapangan

108
b. Memberikan point-point yang harus diamati di lapangan
c. Menentukan waktu praktek lapangan
d. Menentukan waktu penyusunan laporan
e. Menentukan waktu presentasi
f. Melakukan klarifikasi hasil praktek lapangan dihubungkan dengan teori
yang diberikan
Kegiatan peserta :
1. Melakukan apa yang ditugaskan oleh fasilitator
2. Membuat hasil laporan penugasan atau praktek lapangan
3. Membuat bahan untuk penyajian
4. Melakukan penyajian hasil penugasan
5. Mengajukan pertanyaan kepada penyaji
6. Memberi tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oelh
kelompok lain atau oleh fasilitator
Langkah 4
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan fasilitator :
1. Menutup acara dengan melakukan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap
harapan peserta di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang
kompetensi yang dicapai pada sesi. Komentar lisan direkam dalam flipchart
atau komputer untuk ditayangkan.
2. Melakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
Kegiatan peserta :
Berikan komentar obyektif (kritik) anda, hanya menyampaikan terlihat, terdengar
dan positif atau sampaikan rekomendasi secara lisan atau tertulis.

V. URAIAN MATERI
Terdapat pada Buku ”Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian”

109
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MI. 1
Materi : Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 9 jpl (T= 3 jpl; P = 6 jpl; PL = - jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta mampu Peserta mampu :
mempersiapkan 1. - -
Persiapan Menyusun rencana 5 1. CTJ Transparan
Pelaksanaan tahunan Menyusun rencana 5 - -
Kegiatan  Menyusun tahunan Disko LCD
Kesehatan TOR tk. Kab/  Menyusun - -
Lingkungan kota TOR tk. Kab/ Penugasan OHP
 Menganalisis kota -
data  Menganalisis Bahan diskusi
sederhana tk data
pusat sederhana tk
 Menyusun pusat
rancangan tk  Menyusun
pusat rancangan tk
 Menyajikan pusat
rancangan  Menyajikan
rencana tk rancangan
pusat rencana tk
pusat
2. 2.
Menyusun rencana Menyusun rencana
tahunan tahunan
 Mengolah  Mengolah
data data
sederhana tk sederhana tk
propinsi propinsi
 Mengolah  Mengolah
data lanjut tk data lanjut tk
pusat pusat
 Menganalisis  Menganalisis
data data
sederhana tk sederhana tk
pusat pusat
 Menyajikan  Menyajikan
rancangan tk rancangan tk
propinsi propinsi
3. 3.
Menyusun rencana 3 Menyusun rencana 3
bulanan tk. bulanan tk.
Propinsi propinsi
4.
4. Menyusun rencana
Menyusun rencana bulanan tk.
bulanan tk. Propinsi
Propinsi 5.
5. Menyusun rencana
Menyusun rencana operasional tk.

110
operasional tk. Propinsi
Propinsi 6.
6. Menyusun
Menyusun rancangan rancangan
peraturan peraturan
7. 7.
Menyusun rancangan Menyusun
pedoman rancangan
8. pedoman
Melaksanakan uji 8.
coba desain studi Melaksanakan uji
kelayakan yang coba desain
berkaitan dengan studi kelayakan
teknologi yang berkaitan
 Tahapan studi dengan teknologi
kelayakan  Tahapan
 Penyusunan studi
TOR kelayakan
 Uji coba  Penyusunan
pelaksanaan TOR
 Uji coba
pelaksanaan

111
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL JABFUNG SANITARIAN)
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT ..............................................................
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..............................................................
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ..............................................................
BAHASAN
IV. BAHAN BELAJAR ..............................................................
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ..............................................................
PEMBELAJARAN
VI. URAIAN MATERI ..............................................................
VII. REFERENSI ..............................................................

112
MATERI INTI 1
PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

I. DESKRISPI SINGKAT
Suatu kegiatan perlu dipersiapkan dengan baik, agar tujuan yang ingin dicapai
dapat diperoleh secara optimal. Demikian pula dengan kegiatan kesehatan lingkunga
yang begitu luas dan kompleks, meliputi upaya upaya pengendalian terhadap faktor –
faktor lingkungan agar tidak merugikan kesehatan manusia. Jika tidak dipersiapkan
secara baik, dalam pengertian secara terencana, jelas, rinci, dan terarah, maka
dikhawatirkan sasaran dan tujuan akan tidak tepat, dengan kata lain output dari upaya
pengendalian faktor-faktor lingkungan yang diharapkan tidak berhasil dengan
memuaskan. Sehingga permasalahan yang diakibatkan faktor-faktor lingkungan tidak
dapat ditangani dengan baik dan berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Peranan persiapan merupakan langkah permulaan yang mengarahkan kegiatan
apa yang akan dilakukan selanjutnya. Jika langkah awal tersebut salah arah, sudah
dapat diperkirakan bagaimana keluarannya (output) nanti.
Persiapan kegiatan dimulai dengan menyusun suatu Term of Reference (TOR)
atau Kerangka Acuan suatu kegiatan yang akan dilakukan. TOR memuat hal hal (1)
Latar Belakang Kegiatan, (2) Dasar Hukum, (3) Tujuan Kegiatan, (4) Sasaran, (5)
Metodologi, (6) Instrumen Kegiatan, (7) Rencana dan Bentuk Kegiatan, (8) Rencana
Waktu dan Lokasi Kegiatan, (9) Organisasi, (10) Rencana Anggaran Biaya, dan (11)
Time Schedule.
TOR dapat dibuat untuk Rencana Kegiatan Jangka Pendek (< 1 tahun), Jangka
Menengah (2-5 tahun) dan jangka Panjang (> tahun). Sesuai dengan kebutuhan
kegiatan yang direncanakan dan latar belakang perlunya kegiatan tersebut
dilaksanakan. Dalam modul ini akan dibahas semua tahapan Rencana Tahunan
Kegiatan Kesehatan Lingkungan sesuai kebutuhan waktu rencana kegiatan tersebut.
Kegiatan juga memerlukan arahan pelaksanaan, teknis, standar, dan pedoman
agar hasilnya sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Karena itu merupakan bagian
dari langkah awal untuk suatu kegiatan adalah penyusunan petunjuk pelaksanaan,
petunjuk teknis, penyusunan standar, dan penyusunan pedoman.
Suatu proyek (kegiatan) apakah layak (feasible) atau tidak layak untuk
dilaksanakan, memerlukan suatu studi kelayakan (feasibility study). Agar pengalokasian
sejumlah dana untuk suatu tujuan kegiatan memperoleh hasil yang lebih efektif
(effectiveness) dibandingkan dengan kegiatan yang lain dengan tujuan yang sama serta
memperoleh manfaat (benefit) yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran biaya yang

113
serendah-rendahnya (cost) untuk proyek tersebut (tolok ukur ekonomi). Disamping tolok
ukur ekonomi, kelayakan suatu proyek juga menggunakan tolok ukur kelayakan dari
segi sosial dan lingkungan. Dari segi sosial tidak berbenturan dengan budaya setempat
dan dari segi lingkunga tidak merusak ekosistem yang ada.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1) Tujuan Pembelajaran Umum
Pada akhir sesi ini peserta latih :
Mampu mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
2) Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Untuk sanitarian Ahli Pertama
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
a. Menyusun rencana 5 tahunan :
(1) Menyusun TOR tingkat kabupaten / kota
(2) Menganalisis data sederhana tingkat pusat
(3) Menyusun rancangan tingkat pusat
(4) Menyajikan rancangan tingkat pusat
b. Menyusun rencana tahunan
(1) Mengolah data sederhana tingkat propinsi
(2) Mengolah data lanjut tingkat pusat
(3) Menganalisis data sederhana tingkat pusat
(4) Menyajikan rancangan tingkat propinsi
c. Menyusun rencana 3 bulanan tingkat propinsi
d. Menyusun rencana bulanan tingkat propinsi
e. Menyusun rencana operasional tingkat propinsi
f. Menyusun rancangan dalam rangka menyusun peraturan
g. Menyusun rancangan dalam rangka menyusun pedoman
h. Uji coba desain studi dalam rangka melaksanakan studi
kelayakan
2. Untuk sanitarian Ahli Muda
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
a. Menyusun rencana 5 tahunan :
(1) Menyusun TOR tingkat propinsi
(2) Menganalisis data lanjut tingkat pusat
(3) Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
b. Menyusun rencana tahunan
(1) Menyusun TOR tingkat pusat
(2) Mengolah data sederhana tingkat pusat
(3) Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
(4) Menyusun rancangan tingkat propinsi

114
(5) Menyajikan rancangan tingkat pusat
(6) Menyempurnakan rancangan tingkat propinsi
c. Menyusun rencana 3 bulanan tingkat pusat
d. Menyusun rencana bulanan tingkat pusat
e. Menyusun rencana operasional tingkat pusat
f. Menyajikan rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan
petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis
g. Menyajikan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
h. Menyusun rancangan dalam rangka menyusun standar
i. Menyajikan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
j. Menyusun TOR dalam rangka melaksanakan studi kelayakan
3. Untuk Sanitarian Ahli Madya
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
a. Menyusun rencana 5 tahunan :
(1) Menganalisis data lanjut tingkat pusat
(2) Menyempurnakan ranangan tingkat propinsi
(3) Menyempurnakan ranangan tingkat pusat
b. Menyusun rencana tahunan
(1) Menganalisis data lanjut tingkat pusat
(2) Menyusun rancangan tingkat pusat
(3) Menyajikan rancangan tingkat pusat
(4) Menyempurnakan rancangan tingkat pusat
c. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyiapkan
penyusunan petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis
d. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
e. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun standar
f. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
g. Menyusun desain studi kelayakan
h. Menyempurnakan desain studi kelayakan
i. Menyusun laporan studi kelayakan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Untuk Sanitarian Ahli Pertama
1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Penyusunan TOR tingkat kabupaten / kota
b. Analisis data sederhana tingkat pusat
c. Penyusunan rancangan tingkat pusat
d. Penyajian rancangan tingkat pusat
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Pengolahan data sederhana tingkat propinsi

115
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat pusat
d. Penyajian rancangan tingkat propinsi
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi
5. Penyusunan operasional tingkat propinsi
6. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
7. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
8. Uji coba desain studi kelayakan
B. Untuk Sanitarian Ahli Muda
1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Menyusun TOR tingkat Propinsi
b. Mengolah data lanjut tingkat pusat
c. Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Penyusunan TOR tingkat pusat
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat propinsi
d. Penyusunan rancangan tingkat propinsi
e. Penyajian rancangan tingkat pusat
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat
5. Penyusunan operasional tingkat pusat
6. Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
7. Penyajian rancangan dalam rangka menyusun peraturan
8. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan standar
9. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
10. Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studi kelayakan

C. Untuk Sanitarian Ahli Madya


1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Menganalisis data lanjut tingkat pusat
b. Menyempurnakan rancangan tingkat propinsi
c. Menyempurnakan rancangan tingkat pusat
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Menganalisis data lanjut tingkat pusat
b. Menyusun rancangan tingkat pusat
c. Menyajikan rancangan tingkat pusat
d. Menyempurnakan rancangan tingkat pusat

116
3. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
4. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
5. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan standar
6. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
7. Menyempurnakan desain studi kelayakan
8. Menyusun laporan studi kelayakan

IV. BAHAN BELAJAR


1. Pengetahuan Management, Dra. Soedinar Hardjosoebroto, FE UGM, Yogyakarta,
1973.
2. Dasar – dasar Metodologi Penelitian dan Kesehatan, Dr. Watik P, G. Persada,
Jakarta, 2001
3. Analisa Data Kualitatif, Matthew B. Miles, UI-Press, Jakarta, 1992
4. Pedoman Kegiatan Puskesmas, Depkes RI
5. Teknik Sanitasi Tepat Guna, John M. Kalbermatten, dkk
6. Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Achmad Sujudi
7. Pembangunan Kesehatan Lingkungan menjelang Tahun 2010, Umar Fahmi
Achmadi
8. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan, Muchlis Adenan.

V. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Pada sesi ini akan mempelajari pokok Bahasan dengan masing – masing sub pokok
bahasan yang sesuai dengan jenjang jabatan fungsional sanitarian yang ada. Berikut
ini, disampaikan kegiatan Anda sebagai fasilitator dan peserta.

Langkah 1
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana santai, serius, nyaman, dan memberikan motivasi kepada
peserta untuk siap menerima materi
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Melakuan evaluasi terhadap peserta (pre-test)

Kegiatan Peserta :
1. Mempersiapkan diri dan alat – alat tulis yang diperlukan
2. Mendengar / memperhatikan penjelasan dan mencatat hal – hal yang dianggap
penting
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test)

117
Langkah 2
Kegiatan Fasilitator
1. Membantu pembentukan kelompok peserta disesuaikan dengan jumlah peserta
2. Menyampaikan materi sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang ada di
masing masing jenjang jabatan fungsional sanitarian
3. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman pribadi
peserta
4. Mengatur acara berbagi pandangan dan bertukar pengalaman antar peserta
5. Bersama peserta mengungkap berbagai teori dan penomena permasalah persiapan
kegiatan kesehatan lingkungan
Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat Anda mengenai :
2. Membentuk kelompok peserta
3. Sampaikan pandangan atau pendapat Anda dan bagi pengalaman Anda masing-
masing kepada peserta lain di kelas Anda

Langkah 3

Kegiatan Fasilitator
1. Meyampaikan penugasan sesuai dengan materi pokok bahasan dan sub pokok
bahasan apabila dianggap perlu
2. Menugaskan kelompok untuk mendiskusikan bentuk bentuk kegiatan yang terkait
dengan persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bentuk-bentuk kegiatan yang terkait dengan
persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 4 :
Penutup
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar objektif atau kritik Anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, yang terlihat da terdengar selama proses serta bersifat saran
yang positif

118
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang tersedia.
Waktu Anda 5 menit.

Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test)
2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta
di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart / komputer untuk
ditayangkan
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.

119
VI. URAIAN MATERI
PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Sanitarian Ahli Pertama


1. Penyusunan Rencana 5 Tahunan
a. Penyusunan TOR tingkat kabupaten/kota
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat kabupaten / kota
adalah sama dengan TOR tingkat puskesmas/ kecamatan. Perbedaan prinsip
dalam substansinya yaitu cakupan TOR kabupaten/ kota meliputi beberapa
kecamatan yang terdapat dalam wilayah kerjanya. Ditinjau dari kerangka
penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
1) Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan
kesehatan lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan kabupaten/
kota
2) Dasar Hukum
Dasar hukum (landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah kabupaten/ kota ybs)
3) Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup kabupaten/ kota
4) Sasaran (target, jumlah puskesmas, jumlah kecamatan
yang akan menjadi sasaran kegiatan)
5) Metodelogi (survei, penyuluhan, intervensi fisik, dsb)
6) Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan
lingkungan, Sanitarian Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana
transportasi yang dibutuhkan, dsb)
7) Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban
Keluarga, Evaluasi Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5
tahun sesuai dengan tahapan terget.
8) Rencana waktu dan lokasi kegiatan
9) Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat
kabupaten/ kota)
10) Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan
ditingkat kabupaten/ kota, puskesmas/ kecamatan)
11) Rencana Anggaran Biaya
12) Time Schedule

120
 Analisis data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatna lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi per jenis kegiatan selama 5 tahun untuk memperoleh gambaran
dari semua propinsi di Indonesia. Pengolahan dapat dilanjutkan dengan
membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009
Tahun
No Propinsi Jumlah
2005 2006 2007 2008 2009
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483

121
Grafik
Data Pembangunan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009

 Penyusunan rancangan tingkat pusat


Untuk menyusun rancangan kegiatan tingkat pusat dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat pusat. Dengan dasar TOR yang telah dibuat, lalu
diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana yang
ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait upaya
untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak negatifnya.
Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan sumber air
bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis muntaber dan tiap
tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban jiwa.
 Penyajian rancangan tingkat pusat
Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan tersebut
benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-
tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan,
tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target fisik, lokasi
kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para pelaksana.
13) Penyusunan rencana tahunan
 Pengolahan data sederhana tingkat propinsi
Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan dari kabupaten/ kota
dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan mentabulasi per jenis kegiatan
selama setahun untuk memperoleh gambaran dari semua kabupaten/ kota.
Pengolaha data dapat dilanjutkan dengan membuat grafik dan peta hasil
kegiatan kesehatan lingkungan. Contoh :

122
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005
Bulan
No Kecamatan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483
Sumber : Laporan Puskesmas
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005

 Pengolahan data lanjut tingkat pusat


Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi per jenis kegiatan selama setahun untuk memperoleh gambaran
dari semua propinsi di Indonesia. Pengolahan data dapat dilanjutkan dengan
membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :

Tabel
Data Pembangunan

123
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483

Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

 Analisis data sederhana tingkat pusat


Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat dianalisis sederhana. Dimulai dengan mentabulasi
data per jenis kegiatan setiap bulan selama setahun untuk memperoleh
gambaran dari semua propinsi di Indonesia. Analisis data dapat dilanjutkan
dengan membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :

Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

124
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi
Analisis sederhana dari data tabel di atas dapat menyatakan bagaimana
perkembangan pembangunan SPAL dari bulan ke bulan di 4 propinsi.
Pembangunan paling tinggi secara total di bulan februari 2005. Sedangkan
menurut propinsinya yaitu di propinsi D, sedangkan paling rendah di bulan
Januari 2005, sedangkan terendah menurut propinsinya terjadi di bulan Januari
di propinsi C, bulan April di Propinsi A dan bulan Mei di propinsi C juga. Dalam
bentuk grafik, contohnya sbb :

125
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

Grafik di atas juga dapat dianalisis secara sederhana dengan mengamati


perkembangan pembangunan jamban di 4 propinsi dari bulan ke bulan
 Penyajian rancangan tingkat propinsi
Suatu rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat propinsi, perlu
dikaji sebelum mendapat persetujuan. Oleh karena itu perlu disajikan dalam
forum para pengambil keputusan untuk kegiatan kesehatan lingkungan di
tingkat propinsi. Agar rencana kegiatan setahun tersebut benar-benar mendapat
dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-tidaknya harus jelas
mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan, tujuan yang ingin
dicapai, manfaat yangakan diperoleh, target fisik, lokasi kegiatan, biaya yang
diperlukan, sumber dana yang diharapkan, waktu pelaksanaan dan para
pelaksana.
14) Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi
Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi dimaksudkan agar rencana dapat
dibuat secara lebih jelas dan mendalam hingga dapat diukur dengan jelas apa yang
akan dicapai. Rencana 3 bulanan dapat dikatakan sebagai penjabaran rencana
tahunan yang memberi kesempatan untuk menguraikan secara lebih rinci dan
mendalam serta memberi peluang untuk melakukan evaluasi 3 bulan (triwulan).
Sehingga arah pencapaian target tahunan dapat dipantau dan dikendalikan.

126
15) Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi
Rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan tingkat
propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per bulan
tingkat propinsi dapat lebih terarah.
16) Penyusunan rencana operasional tingkat propinsi
Agar rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, maka
perlu dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat
rencana kegiatan yang sudah mendapat persetujuan oleh para pengambil
keputusan. Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan
penanggung jawab kegiatan.
Contoh :
 Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten K
 Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
 Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
 Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter
17) Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun
peraturan
Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu peraturan.
Suatu rancangan peraturan secara umu8m memuat hal-hal sbb :
Judul : Sesuai topik peraturan
 Dasar hukum yang membentuk peraturan
 Pertimbangan pembuatan peraturan
 Ruang lingkup peraturan
 Pengertian umum dari istilah-istilah yang ada dalam peraturan
 Pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak bertentangan dengan dasar
hukum yang melandasi pembuatan peraturan
18) Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun
pedoman
Pedoman bersifat lebih universal dibandingkan dengan petunjuk teknis/petunjuk
pelaksanaan. Dasar hukum yang digunakan dalam rancangan lebih tinggi dan lebih
luas jangkauannya, data-data lebih luas cakupannya, dsb-nya. Misalnya Pedoman
Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum, rancangannya memuat
pedoman yang dapat diterapkan untuk evaluasi kesehatan lingkungan terhadap
semua tempat-tempat umum, seperti bioskop, hotel, rumah sakit, dsb.
19) Uji coba desain studi kelayakan

127
Uji coba desain studi kelayakan dilakukan untuk memperoleh informasi apakah
desain studi yang disusun sudah cukup valid dan reliabel untuk digunakan dalam
suatu studi kelayakan.
Harus diperhatikan bahwa syarat obyek yang dapat menjadi obyek uji coba desain
studi kelayakan, harus mempunyai karakteristik relatif sama dan setara dengan
obyek yang akan dijadikan studi kelayakan.
Contoh :
Uji coba desain studi kelayakan pembangunan permukiman sederhana dan sehat.
Lokasi yang akan dibangun misalnya suatu daerah perbukitan dan pekerjaan utama
penduduknya yaitu bertani. Maka uji coba desain studi juga dilakukan di wilayah
perbukitan lainnya dengan penduduk yang memiliki pekerjaan utama bertani.
 Sanitarian Ahli Muda
1) Penyusunan rencana 5 tahunan
 Menyusun TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat adalah sama
dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip dalam substansinya yaitu
cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi. Ditinjau dari kerangka
penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
 Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule
 Mengolah data lanjut tingkat pusat

128
Pengolahan data lanjut tingkat pusat dapat mengungkapkan beberapa variabel
secara bersamaan dan dapat pula dihubungkan satu dengan yang lain.
Misalnya kondisi kesehatan lingkungan di beberapa propinsi yang
menggambarkan keadaan beberapa sarana sanitasi dasar yang terdapat di
wilayah propinsi tersebut.
 Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah
kabupaten/ kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas
sarana jamban, tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan
sumbernya, ventilasi, luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui
posisi kualitas lingkungan tersebut maka dapat dibandingkan dengan
standar perumahan sehat sesuai dengan peraturan menteri kesehatan
yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang
standar kesehatan lingkungan rumah sakit.
2) Penyusunan rencana tahunan
 Penyusunan TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan
prinsip dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa
propinsi. Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya
sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
 Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indonesia)
 Tujuan kegiatan

129
 Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule
 Pengolahan data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi data per jenis kegiatan setiap bulan selama setahun untuk
memperoleh gambaran dari semua propinsi di Indonesia. Analisis data dapat
dilanjutkan dengan membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan
lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi

130
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005

 Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi di tahun yang akan datang.
Contoh :
 Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
 Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit
 Penyusunan rancangan tingkat propinsi

131
Untuk menyusun rencangan kegiatan tingkat propinsi dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat propinsi. Dengan dasar TOR yang telah dibuat,
lalu diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana
yang ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait
upaya untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak negatifnya.
Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan sumber air
bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis muntaber dan tiap
tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban jiwa.
 Penyajian rancangan tingkat pusat
Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan tersebut
benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-
tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan,
tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target fisik, lokasi
kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para pelaksana.
 Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan perlu dilakukan evaluasi rancangan
secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi . Khususnya untuk
memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan rancangan kegiatan
kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari penyandang dana,
pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana lapangan.
3) Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat
Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi dimaksudkan agar rencana dapat
dibuat secara lebih jelas dan mendalam hingga dapat diukur dengan jelas apa yang
akan dicapai. Rencana 3 bulanan dapat dikatakan sebagai penjabaran rencana
tahunan yang memberi kesempatan untuk menguraikan secara lebih rinci dan
mendalam serta memberi peluang untuk melakukan evaluasi 3 bulan (triwulan).
Sehingga arah pencapaian target tahunan dapat dipantau dan dikendalikan.
4) Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat
Suatu rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan
tingkat propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per
bulan tingkat propinsi dapat lebih terarah. Mengingat luasnya wilayah pengendalian
di tingkat pusat dan besarnya biaya yang dikeluarkan jika diakumulasi di tingkat
pusat, maka rencana bulanan penting sekali manfaatnya untuk menghindari
penyimpangan secara dini.
5) Penyusunan rencana operasional tingkat pusat
Suatu rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, jika
dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat rencana
kegiatan yang sudah mendapat persetujuan oleh para pengambil keputusan.

132
Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan
pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan.
Contoh :
 Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten S
 Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
 Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
 Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter
 Sifat rencana operasional tingkat pusat hanya sebagai crosscheck untuk
pembinaan kegiatan di tingkat propinsi. Karena itu obyek diambil secara
sampling saja.
6) Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan
penyusunan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
Agar petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis yang disusun dapat memenuhi harapan
para pengambil keputusan dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya
terlebih dahulu. Penyajian rancangan memuat hal-hal mengenai dasar perlunya
juklak/juknis kesehatan lingkungan disusun, tujuan yang ingin dicapai, petunjuk
pelaksanaan dan teknis kegiatan, target fisik, lokasi kegiatan, dana yang
dialokasikan, waktu pelaksanaan, dan para pelaksana.
7) Penyajian rancangan dalam rangka menyusun
peraturan
Agar peraturan yang disusun dapat memenuhi harapan para pengambil keputusan
dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
8) Penyusunan rancangan dalam rangka penyusunan
standar
Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu standar.
Suatu rancangan standar secara umum memuat hal-hal sbb :
Judul : sesuai topik standar
 Dasar hukum yang membentuk standar
 Ruang lingkup standar
 Pengertian umum dan istilah-istilah yang ada dalam standar
 Ukuran-ukuran dan satuan yang jelas mengenai standar yang akan diukur
9) Penyajian rancangan dala rangka penyusunan
pedoman

133
Agar pedoman yang disusun dapat memenuhi harapanpara pengambil keputusan
dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
10) Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studi
kelayakan
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip
dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi.
Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
 Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
 Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
 Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
 Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
 Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
 Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
 Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
 Rencana waktu dan lokasi kegiatan
 Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
 Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
 Rencana Anggaran Biaya
 Time Schedule

 Sanitarian Ahli Madya


1) Menyusun rencana 5 tahunan
 Analisis data lanjut tingkat pusat
Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data beberapa variabel yang
menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan dengan rujukan kepustakaan
sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil analisis akan diketahui

134
permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh. Sehingga dapat
diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi kesehatan
lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan) yang perlu
dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.
 Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi
. Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana
lapangan.
 Penyempurnaan rancangan tingkat pusat
Setelah disajikan dan mendapat masukan dari berbagai pihak terkait, perlu
dilakuakn penyempurnaan rancangan rencana 5 tahun tingkat pusat. Dalam
rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat pusat.
Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat pusat. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.
2) Menyusun rencana tahunan
 Analisis data lanjut tingkat pusat
Analisis data lanjut dalam satu tahun adalah membandingkan data beberapa
variabel yang menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan dengan rujukan
kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil analisis
akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh.
Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi
kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan)
yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.

135
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.

 Menyusun rancangan tingkat pusat


Untuk menyusun rancangan kegiatan tingkat pusat dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat pusat. Dengan dasar TOR yang telah dibuat,
lalu diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana
yang ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait
upaya untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak
negatifnya. Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan
sumber air bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis
muntaber dan tiap tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban
jiwa.

 Penyajian rancangan tingkat pusat


Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan
tersebut benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian
setidak-tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan
lingkungan, tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target
fisik, lokasi kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para
pelaksana.
 Penyempurnaan rancangan tingkat pusat
Setelah disajikan dan mendapat masukan dari berbagai pihak terkait, perlu
dilakuakn penyempurnaan rancangan rencana 5 tahun tingkat pusat. Dalam
rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat
pusat. Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait
dengan rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat pusat. Mulai dari

136
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.

3) Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan


penyusunan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
Penyempurnaan rancangan untuk penyusunan juklak/juknis dilakukan setelah
mendapat masukan dari pihak terkait dalam forum penyajian
rancanganjuklak/juknis.
4) Penyajian rancangan dalam rangka menyusun
peraturan
Untuk menyempurnakan dan memenuhi keinginan seluas mungkin, pihak terkait
dengan peraturan yang akan disusun, maka perlu diadakan forum untuk menyajikan
rancnagan susunan peraturan.
Penyajian terutama mengemukakan tentang inti tujuan peraturan tersebut disusun,
sasaran dan hasil yang diharapkan.
5) Penyusunan rancangan dalam rangka penyusunan
standar
Rancangan rencana susunan standar perlu disempurnakan jika rencana standar
mendapat rencana yang relevan. Terutama jika berhubungan dengan dampak
negatif dari kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat.
6) Penyajian rancangan dala rangka penyusunan
pedoman
Seperti juga standar, maka rancangan rencana susunan pedoman perlu
penyempurnaan jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau tidak bisa
dilaksanakan di lapangan.
7) Penyempurnaan desain studi kelayakan
Hasil uji coba desain studi kelayakan akan membentuk penyempurnaan desain
studi kelayakan kesehatan lingkungan. Terutama jika ditemukan hal-hal yang tidak
valid dan tidak reliabel dalam uji coba desain studi kelayakan.
8) Penyusunan laporan studi kelayakan
Laporan studi kelayakan meliputi :
 pendahuluan yang memuat latar belakang studi kelayakan
 hasil studi kelayakan yang memuat perhitungan dan data (kuantitatif dan
kualitatif)
 analisis sosila, ekonomi, budaya dan kesehatan lingkungan
 rekomendasi apakah kegiatan tersebut layak atau tidak dilaksanakan.

137
MATERI TAMBAHAN
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan & Petunjuk Teknis
a. Rancangan juklak dan juknis
Suatu kegiatan (proyek) diharapkan dapat terlaksana denga lancar dan seragam. Untuk
kelancaran dan keseragaman pelaksanaan kegiatan maka diperlukan suatu petunjuk
pelaksanaan (juklak) untuk para pelaksana kegiatan baik di tingkat pelaksana
administrasi maupun pelaksana di lapangan.
Rancangan juklak berisi tata cara pelaksanaan atau dikenal dengan standar operasional
prosedur (SOP) dari suatu kegiatan.
Sedangkan keberadaan petunjuk teknis (juknis) tujuannnya untuk memperoleh pola pikir
yang sama, persepsi dan pengertian yang lebih jelas agar memudahkan bagi pelaksana
untuk melaksanakan tugasnya.
Petunjuk teknis umumnya berisi pengertian, kedudukan, tugas dan fungsi dari para
pelaksana atau pihak yang terkait dengan kegiatan disertai tata cara teknis pelaksanaan
kegiatan.
b. Manfaat
Manfaat juklak (SOP) yaitu bila timbul permasalahan dalam kegiatan (hambatan) atau
hasil yang dicapai kualitasnya tidak sesuai dengan standar yang diharapkan, maka
dapat diketahui penyebabnya dengan cara menelusuri apakah ada penyimpangan dari
SOP yang telah ditetapkan. Sehingga masalah dapat dipecahkan secara tepat dan
akurat.
Sedangkan manfaat juknis diharapkan dapat memberikan kejelasan kedudukan, tugas
dan fungsi serta tata cara teknis kegiatan bagi para pelaksana kegiatan dan semua
pihak terkait. Sehingga peranan para pelaksana dalam pencapaian keberhasilan tujuan
kegiatan difahami dengan jelas dan dapat berkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaan kegiatan nanti.
Penyusunan Standar
a. Rancangan standar
Kualitas hasil yang ingin dicapai memerlukan suatu ukuran, agar dapat diketahui
apakah hasil yang telah dicapai tersebut perlu disuusn suatu standar kualitas.
Sebelum menjadi suatu standar yang berlaku untuk pihak terkait maka diperlukan suatu
rancangan standar untuk diusulkan kepada pihak yang berwenang sebagai pengambil
keputusan yang selanjutnya akan ditetapkan (setelah dikaji secara mendalam oleh para
ahli) sebagai suatu standar baku.
Rancangan standar intinya memuat usulan mengenai usulan baku secara kuantitatif dan
sedikit mungkin kualitatif dengan mempertimbangkan (merujuk) kepada hasil penelitian
yangrelevan dan standar (variabel yang sama dan setara) yang telah atau pernah
diberlakukan di tempat lain dengan kondisi yang relatif sama.

138
b. Manfaat
Rancangan standar dapat bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk
menetapkan ukuran yang pasti bagi kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Rancangan
standar juga harus sesuai dengan kondisi di lapangan agar dapat dilaksanakan secara
jelas dan tepat oleh petugas lapangan.
Penyusunan pedoman
a. Rancangan pedoman
Suatu pedoman kegiatan dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan pelaksanaan
suatu kegiatan. Pedoman kegiatan memuat acuan yang berlaku lebih universal atau
lebih luas untuk kegiatan-kegiatan yang sejenis atau berada dalam suatu lingkup bidang
kegiatan dengan payung hukum yang sama. Karena itu suatu rancangan pedoman yang
dibuat harus jelas dasar hukum pembuatan pedomannya. Selain itu memuat juga antara
lain pengertian dan batasan yang tegas, fungsi dan tujuan, manfaat, ruang lingkup, tata
laksana kegiatan, tahapan pelaksanaan serta teknik evaluasi kegiatan. Sehingga acuan
dari pedoman yang digunakan, akan menjamin agar suatu pelaksanaan kegiatan dapat
dilakukan dengan baik, lebih terarah, efektif dan efisien.
b. Manfaat
Rancangan pedoman yang diajukan oleh staf terhadap pimpinan dapat bermanfaat bagi
para pengambil keputusan untuk menetapkan ukuran umum dan berlaku lebih luas bagi
kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Namun karena akan berlaku untuk ruang lingkup
yang lebih luas, maka suatu rancangan pedoman sebelum ditetapkan sebagai
pedoman, perlu dikaji terlebih dahulu secara lebih mendalam oleh para pakar bidang
keulmuan terkait. Jika perlu dapat dilakukan sosialisasi secara bertahap untuk
mendapat tanggapan atau masukan yang lebih luas dari para calon-calon pengguna
pedoman tersebut.

Studi kelayakan
Suatu studi kelayakan sangat diperlukan, terutama untuk suatu kegiatan yang berskala
besar akan benar-benar memberikan manfaat terbesar jika diukur baik secara ekonomi,
sosial maupun lingkungan dan teknologi yang digunakan dapat dilakukan sesuai dengan
kemampuan penguasaan teknologi beserta sumber daya yang dimiliki. Selanjutnya hasil
yang diperoleh lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan lai yang mempunyai tujuan yang
relatif sama.

Menyusun TOR
TOR untuk suatu studi kelayakan memuat hal yang sama seperti TOR pada umumnya.
Seperti antara lain (1) Pendahuluan yang memuat latar belakang secara spesifik tentang
perlunya studi kelayakan dilakukan unutk suatu kegiatan, (2) Dasar hukum,(3) Tujuan
kegiatan, (4) Sasaran, (5) Metodelogi, (6) Instrumen kegiatan, (7) Rencana dan bentuk

139
kegiatan, (8) Rencana waktu dan lokasi kegiatan, (9) Analisis kelayakan, (10) Organisasi,
(11) Rencana anggaran biaya dan (12) Time schedule

Menyusun desain studi


Desain studi sebagai bagian dari metodelogi, merupakan rambu-rambu ynag mengarahkan
bagaimana studi kelayakan akan dilakukan. Desain studi dibuat sesuai dengan tujuan studi
kelayakan, kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.
a. Uji coba desain studi
Agar desain studi benar-benar valid dan reliable diperlukan suatu uji coba. Apalagi studi
kelayakan menyangkut penggunaan dana yang cukup besar dan hasilnya akan
menentukna apakah suatu kegiatan yang berskala modal yang besar dapat disetujui
atau tidak untuk dilaksanakan.

b. Menyusun laporan studi


Laporan studi kelayakan akan menyimpulkan, apakah suatu rencana proyek (kegiatan)
layak disetujui untuk dilaksanakan atau tidak. Ukuran kelayakannya menggunakan
ukuran-ukuran teknik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

REFERENSI
1. Achmadi, Umar Fahmi, Prof., Dr, Pembangunan Kesehatan Lingkungan Menjelang
tahun 2010. Makalah dalam Seminar Nasional HAKLI di Semarang, Jakarta, 14 Juli
1999
2. Adenen, Muchlis, Drs, M.Sc, Otonomi Daerah dan Investasi Di Bidang Kesehatan
lingkungan, Makalah Orasi Ilmiah pada Acara Wisuda Lulusan Akademi Kesehatan
lIngkungan Jakarta di Aula Pusdiklat Depkes & Kesos, 30b Januari 2001
3. ________________________, Sekilas Kajian Ekonomi Kesehatan lIngkungan,
Makalah Seminar dan Muscab Gabungan HAKLI Jakarta, 28 Juli 2000
4. Hardjosoebroto, Soedinar, Dra, Pengetahuan Management, FE UGM, Yogyakarta,
1973
5. Kalbermatten, John M., dkk. Teknik Sanitasi Tepat Guna, Alumni Bandung, 1987
6. Sujudi, Achmad, dr, MHA, Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Makalah
Seminart Nasional HAKLI , Jakarta,14 Juli 1999
7. Tjiptoherijanto, Prijono, dkk, Ekonomi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,1984

140
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MI. 2
Materi : Pengamatan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 10 jpl (T = 3 jpl; P = 7 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu : Pengamatan kesling
mampu 1. 1. - -
melakukan Menyusun instrumen Tahapan CTJ Transparan
Pengamatan pengumpulan data pengamatan - -
Kesehatan secara primer 2. Disko LCD
Lingkungan untuk pengamatan Penetapan metode - -
kesehatan 3. Penugasan OHP
lingkungan Penyusuna -
2. instrumen untuk Bahan diskusi
Melakukan kajian data pengumpulan
secara deskriptif data primer
(sederhana) untuk 4.
pengamatan Pengkajian data
kesehatan secara deskriptif
lingkungan 5.
3. Penyebarluasan data
Menyebarluaskan data
hasil pengamatan
kesehatan
lingkungan

141
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL PENERAPAN HACCP)

I Deskripsi singkat
II Tujuan pembelajaran
III Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan
IV Bahan belajar
V Langkah langkah kegiatan pembelajaran
VI Uraian materi
VII Referensi

142
I. DESKRIPSI SINGKAT
Bagi produk pangan system pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan
Good Manufacturing Practice (GMP) yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan
semua persyaratan yang diperlukan agar produk pangan dapat diterima mutunya.
Dalam GMP pusat perhatian ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan
mutu pangan.
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya Titik
Kendali Kritis merupakan salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri, bersifat
pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem
pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi
mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses
penggunaan langsung oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan.
Peletakan sistem HACCP ke dalam sistem manajemen mutu yang telah diterapkan
di dalam suatu unit usaha tentu memerlukan sejumlah pendekatan agar dapat menjaga
ritme kegiatan. Sistem HACCP diupayakan tidak mengubah sama sekali iklim dan
suasana yang telah dibangun serta berjalan baik di suatu unit usaha.
Penerapan HACCP pada produk pangan, ada 7 (tujuh) prinsip yang harus dilakukan
adalah : 1. Identifikasi bahaya, 2 Penetapan titik kendali kritis (CCP= Critical Control
Point), 3 penetapan batas /limit kritis , 4 Pemantauan CCP, 5 tindakan koreksi terhadap
penyimpangan, 6 Verivikasi, 7 Dokumentasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. TUJUAN UMUM
Agar setelah mengikuti pelatihan peserta pelatihan dapat memahami tentang
HACCP, mengetahui prinsip prinsip HACCP dan dapat melaksanakan Penerapan HACCP
khususnya pada produk makanan/minuman, yang selanjutnya dapat menjelaskan tentang
pentingnya penerapan HACCP pada para produsen makanan minuman yang ada di
wilayahnya dalam rangka pengendalian mutu mandiri.
B. TUJUAN KHUSUS
1. Peserta dapat menjelaskan pengertian tentang HACCP
2. Peserta dapat menjelaskan tujuan HACCP
3. Peserta dapat menjelaskan manfaat HACCP
4. Peserta dapat mnyebutkan 7 prinsip HACCP
5. Peserta dapat menjelaskan isi dari rencana HACCP
6. Peserta dapat melakukan identifikasi bahaya pada satu contoh produk makanan.
7. Peserta dapat menetapkan titik kendali kritis (CCP) pada contoh makanan
8. Peserta dapat menetapkan batas/ limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi pada
satu contoh makanan.
9. Peserta dapat menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas limit yang
telah ditentukan.

143
10.Peserta dapat menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas
kritis dari hasil pemantauan.
11. Peserta dapat menetapkan langkah langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi
CCP
12. Peserta dapat menjelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan
HACCP

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


WAKTU : PENGAMATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
8 JPL (T=3 jpl, P=5 JPL; PL = JPL)
A. TEORI
1. Pengertian HACCP
2. Tujuan penerapan HACCP
3. Manfaat penerapan HACCP
4. Prinsip prinsip HACCP = 7(Tujuh ) prinsip HACCP
5. Rencana penerapan HACCP
6. Identifikasi bahaya
a. Mikrobiologis
b. Kimia
c. Fisik
7.Menetapkan titik kendali kritis (CCP)
B. PRAKTEK
( Studi kasus)
1. Menetapkan titik kendali kritis (CCP) pada satu contoh makanan
2. Menetapkan batas/limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi pada satu contoh
makanan.
3. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas limit yang telah
ditentukan
4. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas kritis dari
hasil pemantauan
5. Menetapkan langkah langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
6. Dokumentasi penerapan HACCP

144
IV BAHAN BELAJAR
1. Depkes RI, Dirjen PPM & PLP, Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan, 1994/1995
2. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Pedoman Pengawasan Sanitasi
Makanan, 1998
3. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Makalah FAO dan Gizi, Badan
Organisasi Pertanian dan Pangan, Roma 1984
4. Kepmenkes RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999, Persyaratan
Kesehatan Perumahan
5. Soekidjo Notoatmojo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta Jakarta, 2005
6. Titi Indiajati Soewarso, Depkes.RI, Surveilans epidemiologi
secara umum, 1984
7. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan BPPSDMK, Standar Dan
Pedoman Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian, 2004.

V. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Dalam bagian ini diuraikan langkah langkah /proses pembelajaran penerapan
HACCP pada pelatihan jabatan fungsional sanitarian sebagai berikut :
LANGKAH 1
Kegiatan fasilitator:
1. Menyiapkan materi penerapan HACCP, yang akan disampaikan pada peserta pelatihan
sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan.
2. Menciptakan suasana santai, serius dan nyaman serta memberikan motivasi kepada
peserta untuk siap menerima materi.
3. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
4. Menjelaskan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam pelatihan, yaitu bagian
pertama teori dengan ceramah dan tanya jawab, serta bagian kedua kegiatan praktek
/diskusi kelompok dengan studi kasus.
5. Membimbing dalam praktek/diskusi kelompok
6. Mengevaluasi hasil diskusi kelompok
Kegiatan peserta :
1. Mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran, menyiapkan alat tulis yang diperlukan.
2. Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan materi dan mencatat hal hal yang diperlukan/
yang dianggap penting.
3. Menanyakan apabila ada materi yang belum jelas.
4. Membagi diri dalam kelompok untuk kegiatan praktek/ diskusi kelompok
5.Melaksanakan diskusi kelompok dengan materi /studi kasus yang sudah disiapkan
fasilitator .
6.Menyerahkan hasil diskusi kelompok pada fasilitator.

145
VI. URAIAN MATERI
1. Pengertian
Pengamatan kesehatan lingkungan, pada intinya adalah kegiatan Surveilans Epidemiologi.
Surveilans Epidemiologi adalah : suatu proses pengamatan terus menerus dan sistematik
terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan
dengan melakukan pengumpulan data , analisis data, interpretasi dan penyebaran
interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.
Informasi epidemiologi yang dapat dipercaya merupakan inti dari Surveilans Epidemiologi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan data
untuk melakukan tindakan (Surveilans for action), sehingga aktivitas penting surveilans yang
harus selalu sustainable adalah:
Proses pengumpulan data epidemiologi secara sistematis sebagai aktivitas rutin.
Pengolahan dan analisa serta interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi .
Penggunaan informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau
peningkatan program dalam menyelesaikan masalah.

2. Tujuan Pengamatan Kesehatan Lingkungan


Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila
mendapat dukungan oleh sistem surveilans yang efektif, karena fungsi sistem surveilans
yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap perubahan
yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang menjadi prioritas
pembangunan.
Selanjutnya surveilans dapat digunakan untuk menentukan prioritas, kebijaksanaan,
perencanaan, pelaksanaan dan menggerakkan sumber daya program pembangunan
kesehatan, serta prediksi dan deteksi dini kejadian luar biasa. Surveilans juga digunakan
untuk monitoring, evaluasi atau peningkatan program penyakit , sehingga surveilans
menjadi alat dalam mengambil keputusan masalah kesehatan.
Kebutuhan informasi yang terpercaya merupakan inti dari surveilans epidemiologi, sehingga
penetapan tujuan surveilans yang akan dibangun perlu mempertimbangkan faktor SMART
( Specific, Measureable, Action oriented dan Time frame)
Beberapa tujuan surveilans yang dapat dipilih atau ditentukan dalam pengembangan desain
surveilans antara lain:
Monitoring kecenderungan untuk memperhatikan perubahan dalam melakukan intervensi.
- Deteksi dan prediksi Kejadian luar biasa

- Melakukan evaluasi terhadap program pencegahan

- Memproyeksikan perencanaan pelayanan kesehatan

- Eliminasi dan eradikasi penyakit dan lain lain.

146
3. Tahapan pengumpulan data kesehatan lingkungan
Konsep dasar surveilans :
Berdasarkan pemahaman terhadap pengertian surveilans maka konsep dasar kegiatan
surveilans meliputi : Pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data,
umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans pasif dan surveilans aktif.
Survelans aktif dilakukan dengan cara melakukan kunjungan petugas surveilans ke unit
sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat
ataupun sumber data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan.
Pengumpulan data surveilans dari sumber data tersebut harus mendapat jaminan dapat
dilakukan secara teratur dan terus menerus, apakah dikumpulkan secara mingguan bulanan
atau tahunan. Menurut Dr Langmuir, dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi terhadap
berbagai jenis data yang perlu dikumpulkan, agar dapat memberikan informasi epidemiologi
suatu penyakit dengan lengkap.
Data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1) Pencatatan kematian
2) Laporan penyakit
3) Laporan KLB/ Wabah
4) Hasil pemeriksaan laboratorium
5) Penyelidikan kasus
6) Penyelidikan KLB
7) Survei
8) Laporan penyelidikan vektor
9) Pemakai obat atau vaksin
10) Keterangan penduduk atau kondisi lingkungan
( Contoh : Kondisi linkungan rumah tinggal)
b. Pengolahan data analisis dan interpretasi data
Ada dua aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data surveilans
yaitu : ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat
berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Ketepatan waktu pengolahan data
sangat berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Kemajuan teknologi
komputerisasi harus dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutama untuk
kemudahan menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan variable epidemiologi yang
diinginkan serta analisis dengan simulasi statistik.
Kriteria pengolahan data yang baik:
1) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data
2) dapat mengidentifikasi adanya perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus

147
3) Teknik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan pengertian yang salah
atau berbda.
4) Metode yang dipakai sesuai dengan metode metode yang lazim .

4. Metode pengumpulan data kesehatan lingkungan


Metode pengumpulan data perlu dipilih/ ditetapkan sebelum surveilans dilakukan.
Dalam pengumpulan data dapat dilakukan pengumpulan data primer dan pengumpulan data
sekunder.
Pengumpulan data primer diperoleh langsung dan dilakukan dengan metode :
a. Observasi kondisi lingkungan, mengunakan lembar observasi, kemudian dibuat
cara melakukan penilaian variable yang diobservasi. Contoh observasi kondisi
rumah tinggal masyarakat di desa X.
b. Pengukuran : Pengumpulan data dengan cara mengukur menggunakan alat, contoh :
suhu udara, kadar CO udara, mengukur pH air bersih, mengukur kelembaban
udara, mengukur pencahayaan ruangan, mengukur kebisingan dalam suatu permukiman
dll.
c. Wawancara : adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab dengan
responden dengan panduan lembar wawancara yang telah disiapkan sebelumnya dan
cara penilaian sudah ditetapkan sebelumnya.
d. Uji laboratorium : adalah pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan
bakteriologi atau pemeriksaan kimia, fisika dan radio aktifitas. Contoh :
Pengumpulan data usap alat makan, pemeriksaan mikrobiologi udara ruangan,
pemeriksaan kadar CO udara dll
Pengumpulan data sekunder dengan cara:
Pengumpulan data berasal dari :
 Laporan puskesmas, Rumah Sakit, Pelayanan kesehatan yang lain

 Buku buku jurnal, hasil penelitian, buku rujukan/ pustaka

 Dokumen lain yang terpercaya.

5. Instrumen pengumpulan data kesehatan lingkungan


Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu disusun dulu instrumen apa yang
diperlukan dalam pengumpulan data tersebut. Pengumpulan data dengan cara apapun
diperlukan suatu alat yang disebut “ instrumen pengumpul data”. Macam alat pengumpul
data tergantung pada macam dan tujuan penelitian atau pengumpulan data.
Untuk menyusun instrumen pengumpul data perlu diketahui
a. Tujuan pengumpulan data
b. Metode pengumpulan data yang akan dipilih
c. Jenis data apa saja yang akan dikumpulkan
d. Cara melakukan pengumpulan data

148
e. Standar penilaian masing masing jenis data
f. Cara mengolah data, analisis dan interpretasi hasil pengumpulan data.

Contoh beberapa instrumen pengumpulan data;


a. Formulir laporan penyakit
b. Formulir laporan KLB/Wabah
c. Formulir laporan pemantauan jentik
d. Panduan observasi penilaian permukiman
e. Formulir penilaian kondisi rumah tinggal (contoh terlampir)
Salah satu contoh alat pengumpul data adalah kuesioner, yang biasanya dipakai dalam
wawancara ( sebagai pedoman wawancara berstruktur) dan angket. Kuesioner disini
diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang,
dimana responden (dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal
memberikan jawaban atau dengan memberi tanda tanda tertentu. Dengan demikian
kuesioner sering juga disebut “ daftar pertanyaan”.

Oleh karena itu suatu kuesioner harus mempunyai beberapa persyaratan, antara lain :
a. Relevan dengan tujuan penelitian
b. Mudah ditanyakan
c. Mudah dijawab
d. Data yang diperoleh mudah diolah (diproses) dan sebagainya.
Jenis daftar pertanyaan
Dalam pengumpulan data sering digunakan 3 (tiga) macam kuesioner/ formulir yaitu
a.Kuesioner (formulir) untuk keperluan administrasi, dimana formulir ini digunakan
untuk mengumpulkan data melalui saluran administrasi. Formulir ini lebih
dikaitkan dengan formulir administrasi. Pengisian formulir sepenuhnya oleh
pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.
Contoh : - Formulir masuk
- Formulir Kartu Klinik dsb

b. Formulir untuk observasi (form of observation), agar observasi terarah dan dapat
memperoleh data yang benar benar diperlukan, maka sebaiknya didalam
melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan
terlebih dahulu. Kuesioner ini mencakup hal hal yang diselidiki/ diobservasi
c. Kuesioner untuk wawancara (form for questioning)
jenis kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara (
interview). Alat ini lebih digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat
dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan:
 personal interviu

 Telepon interviu

149
Contoh : Kuesioner /Formulir penilaian/ Daftar pertanyaan terlampir dalam modul ini.
1) Form penilaian rumah
2) Daftar pertanyaan pedoman singkat investigasi penderita penyakit bawaan
makanan.
3) Formulir Pemantauan Penyelenggaraan PMTAS
4) Daftar pertanyaan tentang Kebisingan dan Efeknya kepada masyarakat di lokasi
tertentu.
6. Analisis data kesehatan lingkungan secara deskriptif
Pelaksanaan analisis dan interpretasi data sangat tergantung tingkat unit kesehatan serta
ketrampilan petugas kesehatan khususnya petugas surveilans yang ada pada unit
tersebut.
Untuk melakukan analisis diperlukan hal hal sebagai berikut:
a. Tersedia data dalam keadaan siap dianalisis
b. Pengetahuan dasar dasar epidemiologi
c. Pengetahuan penyakit dan faktor faktor yang mempengaruhinya
d. Kecakapan dan pengalaman dapat memperluas ketajaman analisis
analisis deskriptif tujuan utama adalah membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara obyektif .Metode deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh
langkah langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat
kesimpulan dan laporan.
7. Penyebar luasan data hasil pengamatan kesehatan lingkungan.
Umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat
Kunci keberhasilan surveilans adalah memberikan umpan balik kepada sumber sumber
data survailans agar mudah memberikan kesadaran kepada sumber data tentang
pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan informasi
atau korektif laporan yang dikirimkan.
Penggunaan informasi epidemiologi yang dihasikan surveilans oleh semua pihak yang
mungkin dapat melakukan tindakan pemecahan masalah kesehatan dapat dijadikantolak
ukur keberhasilan surveilans.
Seringkali desseminasi informasi diartikan sebagai memberikan data dalam bentuk tabel,
grafik dan map tanpa disertai komentar atau interpretasi tertentu, sehingga cara ini kurang
memberikan manfaat yang diharapkan. Dessiminasi yang baik harus dapat memberikan
informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan
kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan.

Berbagai cara dessiminasi informasi yang dapat dilakukan antara lain:


a. Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan
b. Membuat suatu tulisan di majalah rutin
c. Membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan

150
d. Memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.

MANAJEMEN PROGRAM PENGAMATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


Agar kegiatan surveilans secara keseluruhan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, maka perlu adanya suatu manajemen kegiatan yang baik mulai dari
perencanaan hingga evaluasi. Naskah ini tidak membahas beberapa komponen manajemen
tetapi yang perlu mendapat pehatian untuk pengelolaan surveilans di kabupaten/kota
melalui pendekatan sistem yaitu input, proses dan out put dalam menterjemahkan 5M
( Man, Material, Methode, Money & Marketing)
1. Input
Agar kegiatan surveilans dapat berjalan secara optimal diperlukan adanya input yang
memadai seperti :
a. Dokumen perencanaan tahunan
Setiap tahun unit surveilans harus membuat dokumen usulan/rencana kegiatan sekaligus
komponen pembiayaannya. Daftar/listing kegiatan unit surveilans yang mungkin dapat
dikembangkan sesuai kondisi daerah dapat dilihat pada lampiran buku ini
denganmempertimbangkan beberapa aspek seperti komitmen internasional, komitmen
nasional serta masalah spesifik daerah/ setempat. Adapun secara substansi perencanaan
dimaksud harus mencakup/menampung kegiatan persiapan, pelaksanaan monitoring dan
evaluasi.
b. Dukungan sarana (Material)
Sarana pengolah data dan komunikasi yang terdiri dari:
- Computer diperuntukkan bagi : khusus pengolahan data dan program
aplikasi, kegiatan administrasi dan kegiatan lapangan

- Memiliki perangkat lunak, seperti epi info, Epi map dan aplikasi program
lainnya dan kalkulator.

- ATK (untuk komputer dan kegiatan rutin)

- Buku pedoman dan petunjuk teknis

- Formulir pengumpulan data surveilans

- Perlengkapan surveilans Puskesmas ( Surveilans kits)

- Calculator scientific

- Kertas grafik

- Formulir perekam, pengolahan dan laporan

151
- Mesin ketik

- Telepon dan Facsimile atau alat komunikasi lainnya

- Perangkat seminar

- Overhead Proyector

- Infocus

c. Dukungan dana (Money)


- Sumber dana

- Dana program (APBD, APBN, BlockGrant)

- Bantuan : Luar negeri, Swasta/LSM

d. Sumber Daya Manusia (Man)


Prioritas : Bidang epidemiologi
Tujuan : Memperkuat kemampuan dalam pengumpulan data, pengolahan
data, kajian epidemiologi dan penyebaran informasi.
Cara (metode)
- Pendidikan ( FETP, Perencanaan, Informasi, dan lain lain)

- Pelatihan (PAEL, SIG, Pelatihan petugas Puskesmas, Petugas RS dan lain2)

- Seminar

- Kajian Referensi

- On the Job training

2. Proses
Proses pelaksanaan kegiatan surveilans disesuaikan dengan kegiatan yang
diusulkan melalui perencanaan tahunan, tetapi diharapkan beberapa kegiatan dibawah ini
merupakan kegiatan minimal yang seharusnya dilakukan oleh unit surveilans, disamping
kegiatan lain sesuai dengan kondisi setempat.
Jenis kegiatan terdiri atas:
- Pengumpulan data

- Pengolahan data

- Kajian data

- Disseminasi informasi

152
- Penyelidikan KLB

- Sistem kewaspadaan dini Kejadian Luar Biasa (SKDKLB)

- Seminar

- Surveilans AFP (mengacu buku pedoman Reduksi campak)

- Surveilans TN (mengacu buku pedoman Eliminasi TN)

- Surveilans PTM

- Surveilans IN

- Surveilans HVB

- Surveilans Pariwisata

3. Monitoring dan Evaluasi


Untuk mengetahui keberhasilan maupun kendala dalam manajemen kegiatan
surveilans sebaiknya selalu dilakukan monitoring terutama terhadap proses dan
keluaran/output kegiatan surveilans secara keseluruhan.
Dengan monitoring kelemahan akan segera diketahui dan segera dilakukan perbaikan,
sedangkan melalui evaluasi dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan unit
surveilans tahun berikutnya. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam melakukan
monitoring evaluasi antara lain melalui :
a. Pertemuan/review
b. Kunjungan
c. penerapan Kendali mutu (Quality assurance)
d. Seminar
Indikator yang dapat dipertimbangkan untuk penilaian monitoring dan evaluasi kinerja unit
surveilans adalah sebagai berikut ( indikator disesuaikan dengan kondisi setempat)
a. Indikator input
 Ada/tidaknya dokumen perencanaan

 Ada/tidaknya tim epidemiologi (yang melakukan kajian berkala)

 Ada/tidaknya dukungan dana untuk operasional

b. Indikator proses
 Frekuensi pertemuan kajian data oleh tim epidemiologi

 Jumlah dokumentasi yang dihasilkan

c. Indikator out put


 Jumlah buletin (edisi) yang terbit dalam satu tahun

153
 Jumlah kegiatan yang tertulis dalam dokumen perencanaan tahunan yang
didasari atas rekomendasi tim epidemiologi.

8. SISTEM HACCP

HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) , system pengendali produksi
dalam industri pangan adalah proses yang dipergunakan untuk menemukan titik titik rawan
yang potensial muncul dalam produksi pangan dan untuk menawarkan system manajemen
dan pengawasan yang ketat demi terjaminnya produk produk makanan yang sehat bagi
konsumen. HACCP di desain untuk mencegah bahaya bahaya fisik, kimiawi dan
mikrobiologis yang potensial timbul.
HACCP diterapkan sebagai salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri. HACCP
adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitik beratkan
pada pencegahan dan pengendalian proses pengolahan makanan.
Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain, prosedur, proses
atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah dari penerapan HACCP adalah
meningkatkan keamanan makanan, keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi
cepat dalam mengatasi masalah produksi yang timbul.
B. TUJUAN HACCP
1. UMUM
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi
kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food borne disesse)
2. KHUSUS
a. Untuk mengevaluasi cara produksi makanan
b. Untuk memeperbaiki cara produksi makanan
c. Memantau dan mengevaluasi penanganan, pengolahan dan sanitasi
d. Meningkatkan inspeksi mandiri.

C. MANFAAT /KEGUNAAN DAN KEUNTUNGAN PENERAPAN HACCP


Ada 8 (delapan) keuntungan pokok yang dapat diraih pada pengusaha makanan
yang menerapkan system HACCP sebagai alat manajemen perusahaan, yaitu :
1. Pendekatan HACCP adalah pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan
pada semua aspek dari pengamanan makanan , termasuk aspek bahaya
biologis, kimia dan fisika dan pada setiap tahapan dari rantai makanan,
termasuk bahan baku, pembibitan/ pertumbuhan, panen, pembelian,
pengolahan, distribusi, penyimpanan dan pemakaian produk akhir.
2. Sistem HACCP memberikan nuansa dasar yang ilmiah untuk
mendemonstrasikan adanya penyebab logis yang telah dilakukan untuk
mencegah bahaya kepada konsumen.

154
3. Pendekatan HACCP mengubah pandangan dari pengujian produk akhir yang
secara statistik kurang dipercaya karena seringkali perlu pengujian ulang
kepada pendekatan orientasi pencegahan dalam proses produksi dengan cara
yang aman.
4. Penerapan konsep HACCP adalah metoda yang hemat biaya dalam menjamin
keamanan makanan dan penyakit bawaan makanan dan kesakitan.
5. Sistem HACCP memfokuskan pada sumber bahan sebagai bagian dari proses
yang kritis dan menjamin keamanan makanan
6. Sistem HACCP dapat menurunkan kehilangan produk karena kerusakan atau
pembusukan
7. Sistem HACCP meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam upaya
pengamanan produk makanan dan karenanya meningkatkan kepercayaan
dalam perdagangan makanan dan stabilitas bisnis makanan.

Kegunaan HACCP secara ringkas sebagai berikut


1. Mencegah penarikan makanan
2. Meningkatkan jaminan food safety
3. Pembenahan dan pembersihan unit pengolahan (produksi)
4. Mencegah kehilangan konsumen/ menurunnya pasien
5. Meningkatnya kepercayaan konsumen
6. Mencegah pemborosan biaya.
Sistem HACCP dapat menyesuaikan dengan rancangan dan konstruksi proses dan
peralatan untuk produk baru dengan memperkirakan kemungkinan bahaya potensial yang
akan timbul dan menyarankan tindakan pengendaliannya.
D. PRINSIP PRINSIP HACCP
Ada 7 (tujuh) prinsip pokok sebagai dasar dalam penerapan system HACCP yaitu :
Prinsip1: Melakukan analisis bahaya, menetapkan bahaya dan ukuran
pengendalian bahaya yang spesifk.
Prinsip 2 : Mengidentifikasi titik kendali kritis (CCP= Critical Control Point)
Prinsip 3 : Menentukan batas kritis pada setiap titik kendali kritis
Prinsip 4 : Melakukan pemantauannya dan pelaksanaan pemantauan
Prinsip 5 : Melakukan tindakan perbaikan (koreksi)
Prinsip 6 : Melakukan verifikasi (membandingkan dengan yang seharusnya)
Prinsip 7 : Menyimpan data dan dokumentasi yang memadai

155
E. RENCANA HACCP
Sebelum meluncurkan pembakuan rencana HACCP, yang penting adalah
menetapkan lingkup dari penerapan HACCP tersebut. Hal ini meliputi apakah rencana akan
mencakup satu atau lebih jenis bahaya, seperti : jenis jenis biologis, kimia dan fisika. Ketika
rencana HACCP telah dibuat pertama kali, disarankan cukup untuk satu jenis bahaya saja
yang secara praktis sering timbul, pilihlah yang biasa ditemukan dalam kegiatan proses
produksi. Titik akhir produksi harus ditentukan, misalnya kapan produk dikeluarkan dari
pabrik atau pertimbangkan pula adanya pedoman kerja yang memadai. Dalam penerapan
tujuh prinsip HACCP pada proses pengelolaan makanan dan industri, ada 5 (lima) langkah
yang perlu selalu diingat sebagai berikut:
Tahap 1 :5 (lima ) langkah persiapan HACCP
1. Pembentukan tim
Untuk efektivitas penerapan HACCP, perlu dibentuk tim HACCP. Tim terdiri dari
sejumlah ahli yang terlibat langsung dalam pengumpulan informasi penting
yang terkait dengan kebenaran penentuan bahaya, Titik kendali kritis dan batas
kritis yang berhubungan dengan proses produksi. Tim meliputi ketua tim dan
sekretaris yang akan mencatat semua keputusan yang diambil. Anggota dalam
tim akan bervariasi tergantung kepada jenis makanan dan cara pengolahannya.
Untuk organisasi kecil, anggota cukup dengan satu orang saja yang berperan
lebih dari satu tugas dan yang mampu mendapatkan dan menggunakan
informasi untuk pencegahan dan pengendalian bahaya. Ahli dari luar dapat
diperoleh seperlunya bila diperlukan sesuai kebutuhan.
2. Penetapan jenis produk
Harus disiapkan diskripsi lengkap tentang produk akhir yang akan dipelajari,
jika produk itu merupakan bagian dari proses yang akan dipelajari. Produk yang
harus dijelaskan adalah komposisinya, strukturnya, cara pengolahannya
( contoh produk dipanaskan dan tindakan apa selanjutnya), pewadahannya,
penyimpanannya, cara distribusinya, batas waktu awetnya (shelf-life) dan
petunjuk cara penggunaanya.
3. Identifikasi sasaran pengguna
Sasaran pengguna didasarkan pada pengguna yang mengkonsumsi produk
konsumen akhir. Dalam banyak hal, sasaran yang perlu mendapat perhatian yaitu
kelompok penduduk yang rawan (vulnerable group) yaitu bayi dan anak, ibu
hamil, fisik lemah dan usia lanjut.
4. Pembuatan diagram alir dan alur tata letak
Pertama kali yang terpenting dalam analisis bahaya adalah menguji secara teliti
suatu proses makanan melalui analisa diagram alir sebagai dasar dari rencana
kerja HACCP. Format diagram alir merupakan suatu pilihan yang tidak ada
ketentuannya untuk disajikan, kecuali setiap tahapan dari proses (termasuk
proses keterlambatan) harus digambarkan secara berurutan dalam diagram alir

156
mulai pemilihan bahan baku sampai kepada proses pengolahan, distribusi dan
penjualan eceran serta penanganan oleh konsumen. Diagram alir harus dibuat
dan dilengkapi dengan data teknis yang cukup. Diagram tata letak peralatan harus
disajikan untuk menunjukkan letak penempatan peralatan dan penggerakan
produk serta karyawan yang terlibat dalam proses pengolahan. Sebagai contoh
dari data yang dibutuhkan meliputi :
Semua bahan baku/ingredient dan wadah yang digunakan (data biologi, kimia dan
fisik) :
1) Urutan tahap seluruh proses (termasuk bahan tambahan)
2) Riwayat waktu dan suhu dari semua bahan baku
3) Produk sementara dan produk akhir
4) Potensi keterlambatan
5) Kondisi alir dari bahan cairan dan padat
6) Produk daur ulang atau diproses ulang
7) Gambaran desain peralatan (termasuk ruang bebas gerak)
8) Cara efektif dalam pencucian dan desinfeksi
9) Hygiene sanitasi lingkungan
10) Gerakan/ aliran manusia
11) Gerakan/aliran potensi kontaminasi silang
12) Wilayah resiko rendah dan tinggi
13) Praktek hygiene perorangan
14) Penyajian dan distribusi
15) Petunjuk penggunaan oleh konsumen.

5. Konfirmasi senyatanya dari bagan alir dan tata letak fasilitas


Tim HACCP harus melakukan konfirmasi proses produksi apakah sesuai
dengan bagan alir pada seluruh tahapan dan jam operasi dan memperbaiki bagan
alir dan tata letak bilamana diperlukan.

F. IDENTIFIKASI BAHAYA
Tahap II : Langkah pelaksanaan HACCP
1. Buatlah daftar bahaya yang mungkin terjadi pada setiap tahapan dan
mempertimbangkan setiap tindakan pengendaliannya untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang timbul (kegiatan prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar seluruh kemungkinan timbulnya bahaya
yang meliputi bahaya biologi, kimia dan atau bahaya fisik yang dapat terjadi
pada setiap bahan ingridient. Bahaya dapat terjadi akibat kontaminasi biologi,
kimia dan fisika yang terbawa secara alam maupun keamanan makanan dan
atau proses produksi yang tidak layak akibat adanya racun/toksin atau zat lain
hasil metabolisme mikroba.

157
1) Bahaya biologi termasuk mikroba pathogen (parasit dan bakteri) serta
tanaman dan hewan beracun.
2) Bahan kimia termasuk diantaranya adalah pestisida, zat/bahan pembersih,
anti biotik, logam berat dan bahan tambahan makanan seperti sulfit dan
lainnya.
3) Bahaya fisik termasuk benda benda seperti pecahan logam, gelas, batu yang
dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik atau luka pada
saluran pencernaan.
Selanjutnya tim menyusun dan merencanakan tindakan pengendaliannya dan
bilamana mungkin dapat diterapkan pada setiap bahaya. Tindakan
pengendalian pada semua aktivitas tersebut dapat menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang terjadi sampai pada batas yang dapat diterima.
Pengendalian lebih dari satu ukuran bisa jadi diperlukan dalam mengendalikan
bahaya spesifik sehingga lebih dari satu bahaya dapat dikendalikan. Tidak perlu
ada percobaan lebih dahulu yang dilakukan untuk menetapkan bahaya pada
CCP.
G. MENENTUKAN TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
2. Menentukan Titik Kendali Kritis (CCP) : Kegiatan Prinsip – 2
Setelah bahaya diidentifikasi, pohon keputusan CCP digunakan untuk
menetapkan apakah suatu tahapan kegiatan merupakan CCP, berdasarkan
identifikasi bahaya tersebut. Suatu model pohon keputusan HACCP untuk
menetapkan CCP diberikan dalam bagan 1 pada lampiran II, tetapi dalam
latihan penerapannya diperlukan kesanggupan agar pemakaiannya dapat
secara tepat meyakinkan.
Penerapan dari model pohon keputusan ini bisa sedikit berbeda, tergantung
kepada apakah proses kegiatan tersebut untuk produksi, pemotongan,
pengolahan makanan atau pabrik, penyimpanan, distribusi atau sektor lainnya.
Selainmenentukan CCP melalui metoda pohon keputusan, cara lain dapat juga
digunakan dalam menentukan CCP. Pendekatan menggunakan pohon
keputusan ini sangat penting untuk disertakan dalam pelatihan dan selama
latihan disimulasikan oleh semua anggota tim yang belum berpengalaman.
Semua bahaya yang diperkirakan dapat terjadi atau dapat dikenali pada setiap
tahapan harus diupayakan cara pengendaliannya. Jika suatu bahaya telah
dapat diidentifikasi tetapi tidak ada ukuran pengendaliannya, maka produk
harus dimodifikasi sehingga bahaya dapat dihilangkan (CCPI) atau dikurangi
(CCP2), pada tingkat/kadar yang dapat diterima (acceptable)
H. MENENTUKAN BATAS/LIMIT KRITIS CCP
3. Menentukan batas/limit kritis setiap CCP : Kegiatan Prinsip 3
Batas kritis adalah nilai batas yang berada diantara nilai yang dapat diterima
dan nilai yang tidak dapat diterima dari setiap CCP

158
Batas kritis (Critical limit) haruslah spesifik untuk setiap parameter yang diukur
dari setiap CCP. Dalam banyak hal, dapat lebih satu titik yang ditetapkan secara
khusus sebagai CCP. Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu,
kelembaban, pH, aktivitas air, adanya zat chlorin dan parameter indra (sensory)
seperti penampilan dan tekstur.
Batas kritis dapat ditetapkan berdasarkan berbagai sumber peraturan atau
kepustakaan yang ada yang mengatur tentang standard atau berdasarkan
pedoman, pengalaman lapangan atau pendapat para ahli.
Dalam banyak hal keragaman produksi membutuhkan nilai target yang lebih
untuk menjamin batas kritis dipenuhi. Nilai target adalah nilai kriteria yang lebih
kuat dari batas kritis dan digunakan oleh para pengelola produk untuk
menurunkan resiko yang melampaui dari batas kritis.
Sebagai contohnya, batas kritis yang diperlukan dalam formulasi makanan
adalah pH 4,6 atau lebih rendah untuk mencegah tumbuhnya bakteri pathogen.
Disebabkan berbagai ragam yang dapat terjadi selama pengolahan makanan
memutuskan untuk menentukan nilai target pH menjadi 4,5 untuk menurunkan
resiko yang mungkin timbul pada batas kritis (pH 4,6) dilampaui.
I. MENENTUKAN SISTEM PEMANTAUAN
4. Menentukan sistem pemantauan untuk setiap CCP : Kegiatan prinsip :4
Pemantauan adalah pengukuran atau observasi rutin di setiap CCP untuk
mengetahui apakah batas kritis atau nilai target telah dipenuhi. Cara
pemantauan harus mampu mendeteksi adanya penyimpangan dalam
pengendalian CCP.
Pemantauan sebaiknya dilengkapi informasi yang tepat untuk tindakan
perbaikan yang harus dilakukan agar dapat mengendalikan resiko pada proses
pengolahan sebelum ditetapkan penolakan produk. Jika pemantauan dilakukan
tidak terus menerus maka frekuensi pemantauan harus cukup menjamin bahwa
CCP dapat dkendalikan.
Cara pemantauan CCP haruslah dilakukan secara cepat, karena lamanya waktu
analisa akan menjadikan penyajian menjadi tidak layak dalam banyak kasus.
Pengujian fisik dan kimia disarankan diperkecil dari pada pemeriksaan
mikrobiologi. Sejumlah parameter fisik dan kimia dapat digunakan sebagai
indicator dalam pengendalian mikrobiologi pada produk makanan.
Pemantauan seharusnya dilakukan oleh petugas yang dipersiapkan untuk itu
dan memiliki pengetahuan dan kewenangan untuk melakukan tindakan
perbaikan bila ditemukan adanya petunjuk telah terjadi penyimpangan.
J. MENETAPKAN TINDAKAN KOREKSI
5. Melakukan tindakan perbaikan : kegiatan prinsip :5
Tindakan perbaikan adalah yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu

159
atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan
kecenderungan kurangnya pengendalian.
Dalam kasus terakhir, tindakan dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan
proses dalam memperketat pengawasan sebelum terjadinya penyimpangan
yang menjadi penyebab hilangnya kendali dan menjadi sebab peningkatan
bahaya. Pengaturan kembali proses pengolahan makanan perlu dilakukan bagi
makanan yang telah diolah dimana terdapat CCP yang tidak dapat dikendalikan.
Kedua tindakan ini baik pengaturan kembali proses pengolahan maupun
perintah perbaikan haruslah didokumentasikan sebagai catatan tentang
HACCP. Petugas penanggung jawab yang menyimpan dokumen harus ditunjuk
secara khusus dan ditugaskan secara jelas.
K. MELAKUKAN VERIFIKASI
6. Melakukan verifikasi : Kegiatan prinsip 6
Verifikasi adalah mengikuti secara berurutan terhadap semua tahapan kegiatan
yang dilakukan.
Cara verifikasi harus dikembangkan untuk menjamin bahwa system HACCP
bekerja dengan baik. Metoda pemantauan dan audit, prosedur dan pengujian
termasuk cara random sampling dan analisanya dapat digunakan untuk tujuan
ini. Frekuensi verifikasi harus cukup memberikan jaminan bahwa rencana
HACCP dan pelaksanaannya akan dapat mencegah terjadinya masalah
keamanan makanan.
Contoh kegiatan verifikasi meliputi :
Peninjauan ulang penerapan HACCP dan pencatatannya, prosedur yang
digunakan dalam menilai CCP yang berada di luar kendali, pengaturan kembali
proses pengolahan dan tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat batas
kritis tidak dipenuhi serta pengesahan penetapan batas kritis.
L. MELAKUKAN DOKUMENTASI
7. Melakukan pencatatan dan penyimpanan dokumentasinya:Kegiatan prinsip
7
Pencatatan semua tahapan HACCP dan dokumentasi yang memadai adalah
penting sekali dalam penerapan system HACCP. Prosedur dokumentasi
HACCP pada setiap tahapan harus disusun dan dicantumkan dalam petunjuk
(manual). Contoh pencatatan adalah : rencana HACCP, catatan pemantauan
CCP, arsip penyimpangan yang terjadi, arsip modifikasi, data verifikasi dan
peninjauan data-data lain seperti informasi tentang pencucian dan desinfeksi.
Dalam praktek, pembuatan catatan dan dokumentasi seringkali dibuat oleh tim
HACCP yang berkaitan dengan penyusunan prosedur verifikasi.

Tahap III : Peninjauan HACCP

160
8. Penerapan rencana HACCP
Sekali rencana HACCP telah disusun untuk suatu proses pengolahan makanan,
maka haruslah diterapkan dan dilaksanakan. Butir-butir berikut ini sangat
diperlukan untuk mempermudah pelaksanaannya :
a. Pemberian tanggung jawab kepada pengelola dan supervisor untuk
menyusun perencanaan, pemantauan CCP dan pencatatan serta
dokumentasinya.
b. Menyusun pedoman kerja untuk memantau CCP yang singkat dan jelas
c. Menyiapkan formulir pencatatan dan keperluan dokumentasi lainnya
d. Melatih staf tentang dasar-dasar rencana HACCP dan melaksanakan
petunjuk kerja dengan memperhatikan apa, mengapa, dimana, bagaimana,
kapan, dan siapa yang harus berbuat apa
e. Memberikan tanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan melakukan
tindakan pengaturan kembali dan perbaikan
9. Peninjauan ulang rencana HACCP
Sebagai tambahan dari garis besar prosedur verifikasi di atas, diperlukan suatu
system lokal yang secara otomatis akan berinisiatif melakukan tinjauan rencana
HACCP sebagai awal dari setiap perubahan yang dapat memberikan dampak
kepada keamanan produk termasuk, di dalamnya adalah sebagai berikut :
Perubahan bahan baku atau formulasi produk, perubahan cara pengolahan,
perubahan tata letak industri atau lingkungan, perubahan peralatan pengolahan,
perubahan program pembersihan dan desinfeksi, perubahan pewadahan,
penyimpanan atau cara distribusinya, perubahan staf penanggung jawab,
perubahan antisipasi penggunaan oleh konsumen dan informasi resep yang
menunjukkan adanya hubungan dengan risiko kesehatan dari produk.
Data yang diperoleh dari tinjauan rencana HACCP harus didokumentasikan dan
merupakan bagian dari system pencatatan HACCP. Setiap perubahan yang
terjadi dari peninjauan ulang harus sepenuhnya digabungkan dalam rencana
HACCP. Hal ini dilakukan karena perubahan- perubahan ini akan berarti kepada
adanya perubahan ukuran kendali CCP, batas kritis dan nilai target yang juga
berubah dan atau adanya penambahan CCP baru harus dimasukkan dalam
rencana HACCP. Menjadi suatu yang pokok bahwa setiap terjadi perubahan
harus didasarkan kepada data yang akurat yang diperoleh dari sumber
informasi yang resmi.
Sebagai tambahan, pengelola makanan senior akan lebih banyak diharapkan
sebagai sumber informasi yang dapat digunakan dalam rencana HACCP
sehingga keterangannya tidak mubazir dan berdasarkan catatan serta dokumen
yang ada padanya membuktikan suatu kegiatan proses pengolahan yang
sebenarnya. Suatu system pengolahan dan pemeliharaan tentang system
HACCP sangat diperlukan dan penting dalam pelaksanaannya yang layak.

161
PENERAPAN HACCP
Sistem HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan (food
chain) dari produk primer sampai pada produsen akhir dan penerapannya harus dipandu
oleh bukti secara ilmiah terhadap risiko kesehatan manusia. Untuk itu HACCP perlu
dipahami oleh pengusaha dan industri makanan serta para pejabat pemerintah.
Persyaratan dasar untuk penerapan HACCP sebaiknya dipenuhi terlebih dahulu oleh suatu
organisasi sebelum sistem HACCP diadopsi. Persyaratan dasar tersebut berisi petunjuk
praktis manajemen yang baik, disesuaikan dengan tahap pada generasi pertanian.
Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik antara lain sebagai berikut:
1. Good Farming Practices (GFP) pada usaha pertanian
2. Good Handling Practices ( GHP) pada kegiatan pasca panen
3. Good Hygienic Practices (GhyP) pada semua penanganan bahan pangan
4. Good Manufacturing Practices (GMP) pada kegiatan manufacture
5. Good distribution Practices (GDP) pada kegiatan distribusi
6. Good Retailing Practices (GRP) bagi pengeceran barang
7. Good Catering Practices (GCP) sebagai petunjuk bagi konsumen
Konsep HACCP dapat diterapkan secara luwes di berbagai sektor, HACCP telah berhasil
diterapkan pada situasi khusus seperti misalnya jasa boga, restoran dan rumah makan,
namun penerapan HACCP pada segmen lain dari rantai makanan terutama pada produksi
primer, tidaklah sepenuhnya dapat diterapkan.
PENERAPAN HACCP OLEH PENGUSAHA DAN PENGELOLA INDUSTRI MAKANAN
Konsep HACCP pada dasarnya dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan
mulai bahan makanan dibibitkan, dipanen/disembelih, diproses pengolahan/pabrik sampai
makanan disajikan untuk konsumen akhir, melalui berbagai sektor jenis industri yang
menggunakan teknologi yang berlainan. Konsep HACCP dapat juga diterapkan sejak mulai
dari perencanaan dan pembangunan sehingga potensi bahaya dapat dirancang bebas
dalam proses pengolahan dan produksi makanan.
Walaupun penerapan dari konsep HACCP dapat dilaksanakan secara luwes di
berbagai sektor, HACCP telah berhasil diterapkan pada situasi khusus seperti misalnya
jasaboga, restoran dan rumah makan, namun penerapan HACCP pada segmen lain dari
rantai makanan, terutama produksi primer, tidaklah dapat sepenuhnya diterapkan.

Lampiran I
Skema I

162
Langkah logis dari Penerapan HACCP
1.
Pembentukan Tim HACCP

2.

Menguraikan Produk
3.
Makanan

4.
Mengetahui Sasaran Konsumen
5.

Membuat Diagram Alir Produk


6.

Mencocokan Diagram Alir dengan keadaan nyata

Buat Daftar Bahaya yang berkaitan dengan tiap tahapan


proses dan rumuskan tindakan pencegahan untuk
pengendaliannya
Langkah-langkaH
Mengidentifikasi bahaya Tindakan pencegahan
Biologi
Kimia
Fisika

163
7. Analisis HACCP dengan Pohon Keputusan (Decision Tree) untuk setiap tahap Identifikasi
Bahaya (langkah Tanya Jawab Berurutan)
Pertanyaan 1: Apakah pada tahap ini perlu ada tindakan pencegahan ?

Ya Tidak Lakukan modifikasi tahap proses atau produk

Apakah pengendalian di tahap ini untuk keamanan makanan Ya

Tidak Bukan CCP Stop (*)

Pertanyaan 2 : Adakah tahap ini telah dirancang khusus untuk menghilangkan atau
menurunkan terjadinya bahaya pada batas yang dapat diterima ?
Tidak
Ya

Pertanyaan 3 : Dapatkah kontaminasi yang telah diidentifikasi akan terjadi


pada tingkat yang melebihi atau dapat terjadi peningkatan
sampai batas yang tidak dikehendaki ?
Ya Tidak Bukan CCP Stop (*)

164
Pertanyaan 4 : Dapatkah tahapan ini menghilangkan atau menurunkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima ?
Ya Tidak Critical Control
Point

Bukan CCP Stop (*)


(*) Teruskan kepada pengenalan bahaya berikutnya dalam uraian proses

Tentukan Batas
8. Kritis setiap HACCP

9.
Tentukan cara pemantauan setiap HACCP

10.
Kerjakan Tindak Perbaikan pada penyimpangan yang terjadi

11.
Lakukan Prosedur Verifikasi

12. Data dan Dokumentasi


Lakukan Penyimpanan

165
Lampiran II

LEMBAR HACCP
1.
Uraian Produk

2. Diagram Alir

3.
TAHAP BAHAYA TINDAKAN CCP BATAS PROSEDUR TINDAKAN CATATAN
PENCEGAHAN KRITIS PEMANTAUAN PERBAIKAN

166
LAMPIRAN III
5 (LIMA) LANGKAH PERSIAPAN HACCP

1. PEMBENTUKAN TIM
2. URAIAN JENIS PRODUK
3. MENETUKAN SASARN
4. PENYUSUNAN DIAGRAM ALIR
5. KONFIRMASI BAGIAN ALIR

167
LAMPIRAN IV
7(TUJUH) PRINSIP HACCP
1. IDENTIFIKASI BAHAYA
 BAHAYA BAKU
 PROSES/ PERALATAN
2. PENENTUAN CCP
 CCP 1 : MENGHILANGKAN BAHAYA
 CCP 2 : MENGURANGI BAHAYA
3. PENETAPAN BATAS KRITIS
TOLERANSI BAHAYA YANG DAPAT DITERIMA
4. PEMANTAUAN CCP
MENGAMATI DARI PENYIMPANGAN
5. TINDAKAN PERBAIKAN
PERBAIKAN DARI PENYIMPANGAN
6. VERIFIKASI SYSTEM
PENINJAUAN ULANG KETEPATAN SELURUH RANGKAIAN PROSES DENGAN
HASIL PEMANTAUAN
7. PENYIMPANAN DATA/ DOKUMENTASI
DATA DISIMPAN UNTUK DIPELAJARI DI MASA YANG AKAN DATANG
TERHADAP KEJADIAN KELAINAN

168
LAMPIRAN V
Control = Pengawasan= pengendalian
Mengatur kondisi pengolahan agar berjalan sesuai dengan cara yang benar atau mengikuti
ketentuan sehingga batas kritis atau nilai target dapat dipenuhi
Control Measure =Tindakan pengandalian
Semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan bilamana hasil pemantauan CCP ditemukan
potensi pengendalian yang kurang atau bilamana batas kritis tidak dipenuhi
Corrective action = tindakan perbaikan
Kegiatan yang dilakukan bilamana hasil pemantauan CCP ditemukan potensi pengandalian
yang kurang atau bilamana batas kritis tidak dipenuhi
Critical Control Point (CCP) = titik kendali kritis (TKK)
Adalah titik tahap tata cara yang perlu dilakukan pengendalian agar bahaya keamanan
makanan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai batas yang dapat diterima
Critical Limit = batas kritis
Nilai yang memisahkan antara ukuran yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima
HACCP PLAN = Rencana HACCP
Dokumen tertulis yang didasarkan pada kegiatan prinsip dalam HACCP dan
menggambarkan prosedur yang harus diikuti untuk menjamin pengendalian dan proses atau
prosedur yang spesifik
Hazard = Bahaya
Kondisi dari aspek biologi, kimia, fisik serta lingkungan, mempunyai potensi menimbulkan
bahaya
Hazard Analisis = analisis bahaya
Proses pengumpulan dan pengolahan data dan dihasilkan informasi untuk menilai suatu
resiko dan gangguan yang bersifat potensi bahaya
Monitor = pemantauan
Tindakan observasi berurutan yang telah direncanakan atau mnegukur parameter
pengendalian untuk menilai apakah CCP berada dalam kendali
Risk =resiko
Suatu perkiraan kemungkinan terjadinya bahaya
Step = tahapan
Setiap tempat atau tahap dari proses pengolahan makanan (termasuk bahan mentah),
resep atau formulasi, masa panen, pengangkutan, pengolahan di pabrik, pentimpanan
sebagaimana disusun dalam diagram alir
Target Level = tingkat sasaran
Adalah nilai yang digunakan untuk menjamin bahwa CCP terpenuhi
Verification = verifikasi
Penggunaan dari pada metode, cara atau pengujian yang ditambahkan terhadap
pemantauan untuk mengetahui apakah system HACCP berjalan telah sesuai dengan
Rencana HACCP atau perlu diperbaiki dan disempurnakan

169
URAIAN SINGKAT
PRINSIP 1 : IDENTIFIKASI BAHAYA
JENIS BAHAYA : BIOLOGIS, KIMIA, FISIK
URUTAN RESIKO BAHAN MAKANAN
1. Unggas dan produk unggas

2. Daging sapi dan produk daging sapi

3. Daging babi dan produk daging babi

4. Ikan dan produk ikan

5. Salad campuran (telur, tuna) dan sayuran lalapan

6. Lauk pauk lainnya

7. Susu dan produk susu

8. Puding dan krim

9. Es krim dan permen

10. Bahan kering

BEBERAPA CONTOH BAHAYA MIKROBIOLOGI


BAHAN PANGAN ORGANISME PATOGEN ORGANISME PATOGEN
Daging & produk daging Salmonella E.coli patogenik
S. aureus L. monocytogenes
Y. enterocolitica Virus enteric
C.perfringens
Susu dan produk susu Mycobacterium Parasit S. aureus
Brucella Ybacillus sp
L. monocytigenes Clostridium sp
E.coli Virus
Unggas & produk unggas Salmonella S. aureus
Campylobacter Y. enterocolitica
C.perfringens L. monocytigenes
Produk hasil laut (kan, V. cholerae L. monocytigenes
kerang, udang) V. parahaemoliticus Parasit
C. botulinum Virus ( utama Hepatitis A)
Sayur sayuran Salmonella Virus hepatitis A & enteric
Shigella Parasit
V.cholerae
L.monocytogenes

BAHAYA KIMIA
SUMBER :
 Emisi (Vehicle emission)

 Pertanian (Agriculture practices)

 Peternakan (Crops)

 Perikanan

 Proses pengolahan

 Distribusi

170
 Retail

PENGELOMPOKAN
 Terbentuk secara alami (Contoh: Jenis bahan kimia; mikotoksin, toksin jamur &
kerang)

 Ditambahkan secara sengaja atau tidak sengaja ( Contoh : bahan kimia untuk
pertanian, bahan tambahan makanan yg melebihi batas, penggunaan btp yang
dilarang : borax, formaldehid, pewarna)

BAHAYA FISIK :
 Glass

 Metal

 Bone

 Plastic

 Stones and rocks

 Wood

 Paper

 Human and animal hair

FORMULIR 1 : IDENTIFIKASI BAHAYA DAN CARA PENCEGAHANNYA


NAMA MASAKAN :..........
NO BAHAN BAHAYA JENIS BAHAYA CARA
MENTAH/INGRIDIEN/ B(M)/K/F PENCEGAHAN
BAHAN TAMBAHAN

KETERANGAN : B (M)= BIOLOGIS (MIKROBIOLOGIS); K = KIMIA; F = FISIK

FORMULIR 2 : ANALISA RESIKO BAHAYA


NAMA MASAKAN :........................
NO BAHAN/INGRIDIEN KEL. BAHAYA (‘V”) KATAGORI
RESIKO
MAKANAN OPOR A B C D E F
AYAM
BAHAN MENTAH

171
KETERANGAN :
A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi (a.l pasien & gol resti)
B = Mengandung bahan yang sensitif thd bahaya biologis/kimia/fisik
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/ menghilangkan bahaya
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi/konsumsi
F = tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen

KATAGORI RESIKO MAKANAN : FORM 2 . HACCP


KATEGORI KARAKTERISTIK BAHAYA KETERANGAN
RESIKO
0 0 ( Tidak ada bahaya) Tidak mengandung bahaya A s/ d
F

I (+) Mengandung SATU bahaya B s/d


F
II (++ ) Mengandung DUA bahaya B s/d F

III (+++) Mengandung TIGA bahaya B s/d F

IV (++++) Mengandung EMPAT bahaya B s/d


F
(+++++) Mengandung LIMA bahaya B s/d F

A+ Kategori resiko paling tinggi


(Kategori khusus) (semua makanan yang
mengandung BAHAY A, baik
dengan/tanpa bahaya B s/d F

LANGKAH LANGKAH IDENTIFKASI BAHAYA


JENIS BAHAYA DAN RESIKO
- BIOLOGIS/ MIKROBIOLOGIS, KIMIA,FISIK (Form 1)

- KATAGORI RESIKO (Form 2)

PERSIAPAN : DESKRIPSI PRODUK


Contoh :
Nama masakan : Opor ayam
Bahan : Ayam negeri, santan kelapa, garam, gula pasir, bumbu2
Konsumen :
Cara penyimpanan :....
:...
:...
: Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Dst.

PROSES DIAGRAM ALIR

PRINSIP – 2
PENETAPAN CRITICAL CONTROL POINT (CCP)
CCP : titik prosedur atau tahap operasonal yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan
atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.

172
PENGELOMPOKAN DAN CARA PENETAPAN CCP
- Menghilangkan ata mencegah bahaya

- Mengurangi bahaya

CCP DESSISSION TREE


BAHAN MENTAH
Apakah bahan menta mungki mengandung/ sensitif bahan berbahaya
(Mikrobiologi, kimia, fisik)

(Ya) (tidak) = bukan ccp

Apakah penanganan/ pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi)


Dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya.
(ya) bukan CCP (CP) Tidak (CC)P

CCP DESSISSION TREE


PENENTUAN KOMPOSISI/ FORMULASI/ADONAN/RESEP
Apakah komposisi/formulasi/Adonan/Campuran penting untk mencegah terjadinya bahaya

(ya) (Tidak)
(CCP) (Bukan CCP)(CP)
CCP DESSISSION TREE
SETIAP TAHAP PROSES

Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
aman
(Tidak) (Ya) (CCP)

Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas


(Ya) (Tidak) (Bukan CCP)
(CP)

Apakah tahap proses selanjutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas
aman
(Ya) Bukan CCP (Tidak) (CCP)

PRINSIP -3 PENETAPAN BATAS /LIMIT KRITIS


Suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima,
ditetapkan pada setiap CCP yang ditentukan
Ontoh Krteria batas/Limit kritis
1. suhu 1. konsentrasi pengawet
2. Waktu 2. Konsentrasi garam
3. Kelembaban (Rh) 3. Klorin bebas
4. Nilai Aw 4. Viskositas
5. Nilai pH 5. Nilai kimia
6. Kuali &Kuanti Mikrobiologi 6. cemaran (Jenis &jumlah)
7. Kondisi fisik terdeteksi (warna,
Bau, tekstur)

173
PRINSIP – 4 PEMANTAUAN BATAS KRITIS
KONDISI/ KOSEKUENSI CONTOH

Terjadi bahaya bagi kesehatan Ditemukannya pecahan kaca atau tulang pada
makanan & ditemukan mikroba patgen pada
makanan

Kemungkinan bahaya dapat  Pemanasan yg kurang


meningkat/ berkembang  Suhu pendinginan yang kurang
 Sarana penyajian – distrbusi- konsumsi
kurang

Produk diolah pada kondisi yang  Pencatat suhu rusak


tidak menjamin kesehatan  Pencatat waktu rusak
 Higiene Sanitasi alat ruang, tenaga kurang

Tidak memenuhi persyaratan  Residu pestisida pada sayuran/buah


 Logam berat pd ikan
 Formalin pada mi basah, ayam, tahu
 Boraks pada bakso, mie
 Jml angka kuman, mkroba patogen
 Mikotoksin (pd bahan mak kering)
 Racun alami

PRINSIP – 5 TINDAKAN KOREKSI


TINGKAT RESIKO TINDAKAN KOREKSI/PERBAIKAN

MAKANAN BERESIKO TINGGI  Makanan tidak boleh diproses /diolah


sebelum semua penyimpanan
dikoreksi/diperbaki
 Makanan ditahan/ tidak
didistribusikan dan diuji keamananya
 Jika keamanan makanan tidak
memenuhi syarat perlu dilakukan
tindakan koreksi yang tepat

MAKANAN BERESIKO SEDANG  Makanan dapat diproses/ diolah,


tetapi penyimpangan harus dikoreksi
dalam waktu singkat
 Pemantauan khusus diperlukan
sampai semua penyimpangan
dikoreksi.

MAKANAN BERESIKO RENDAH  Makanan dapat diolah (diteruskan)


Penyimpangan harus dikoreksi/
diperbaiki jika waktu memungkinkan
 Pengawasan rutin harus dilakukan
untuk menjamin status resiko tidak
berubah menjadi resiko sedang atau
tinggi

174
PRINSIP – 6 VERIFIKASI
1. Penetapan jadwal verifikasi

2. Pemeriksaan kembali rencana HACCP

3. Pemeriksaan catatan HACCP

4. Pemeriksaan penyimpangan CCP & prosedor pebaikannya

5. Pengamatan visual selama produksi, mengendalikan CCP

6. Pengambilan contoh/sampel dan analisa secara acak

7. Membuat kesesuaian rencana HACCP

PRINSIP – 7 DOKUMENTASI HACCP


1. Judul & tanggal pencatatan

2. Keterangan makanan/ keterangan khusus

3. Bahan dan peralatan yang digunakan

4. Proses pengolahan yang dilakukan

5. CCP yang ditemukan

6. Batas kritis yang ditetapkan

7. Penyimpangan dari batas kritis yang terjadi

8. Tindakan koreksi/ perbaikan

9. Identifikasi tenaga operator peralatan khusus

175
MATERI PRAKTEK : PENERAPAN HACCP PADA PENYELENGGARAAN
MAKANAN
METODE : DISKUSI KELOMPOK

PENERAPAN HACCP PADA :


SALAH SATU JENIS MAKANAN :....................................................( INDUSTRI YG ADA
DIWILAYAH PESERTA BERTUGAS)

Nama makanan/masakan/minuman :............................


Bahan :.............................
Konsumen :......................(Tulis siapa konsumennya)
Cara penyimpanan :......................(Diuraikan cara & alat
penyimpanan)
Cara distrbusi :......................(Diurakan cara & alat
distribusi)
Cara mengonsumsi :......................(Diurakan cara & alat
mengkonsumsinya)
Proses pengolahan :......................(Diurakan skema proses
pengolahan) Tahap2 nya.
Buat Analisa Bahaya : form 1
Buat Analisa katagori resiko : form 2
Tetapkan CCP : “ CCP dessission tree”
Penerapan HACCP : form 3

176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
MODUL PENGAWASAN KESEHATAN LINGKUNGAN
UNTUK PELATIHAN SANITARIAN AHLI

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MI. 3
Materi : Pengawasan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 10 jpl (T = 2 jpl; P = 8 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu 1.
mampu melakukan: Tindak lanjut - -
melakukan 1. pengawasan CTJ Transparan
Pengawasan Tindak lanjut a. - -
Kesehatan pengawasan Penentuan diagnosa Disko LCD
Lingkungan a. Menentukan dan treatment - -
diagnosa dan intervenesi Penugasan OHP
treatment obyek kelompok -
intervenesi obyek II tk. Lanjut Bahan diskusi
kelompok II tk. sederhana
Lanjut sederhana b.
b. Melakukan Teknik konsultasi
konsultasi kesehatan
kesehatan lingkungan
lingkungan obyek obyek kelompok
kelompok I tingkat I tingkat lanjut
lanjut secara lokal secara lokal
c. Melakukan c.
konsultasi Teknik konsultasi
kesehatan kesehatan
lingkungan obyek lingkungan
kelompok II obyek kelompok
tingkat lanjut II tingkat lanjut
secara nasional secara nasional
d. Melakukan d.
konsultasi Teknik konsultasi
kesehatan kesehatan
lingkungan obyek lingkungan
kelompok II obyek kelompok
tingkat lanjut II tingkat lanjut
secara lokal secara lokal
e. Melakukan e.
kunjungan/ Teknik-teknik
bimbingan teknis kunjungan/
ke obyek bimbingan teknis
kelompok II lokal ke obyek
f. Menilai studi kelompok II lokal
dampak f.
kesehatan Penilaian studi
lingkungan secara dampak
garis besar  9-18 kesehatan
jam lingkungan
g. Menilai secara garis
rencana besar  9-18 jam
pengelolaan/ g.
pengamatan Penilaian rencana
lingkungan  9-18 pengelolaan/

194
pengamatan
TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi
Jam lingkungan  9-
h. Menilai 18 jam
penyajian HACCP h.
 9-18 jam Penilaian penyajian
i. Menilai HACCP  9-18
penyajian analisis jam
kesehatan i.
lingkungan Penilaian penyajian
lainnya  9-18 jam analisis
kesehatan
lingkungan
lainnya  9-18
jam

I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dilakukan dalam tahap
pelaksanaan suatu rencana kegiatan program kesehatan lingkungan,
diharapkan dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan
yang telah disusun tersebut.
Tahap pengawasan merupakan tahap yang lebih sulit dan rumit dari pada
penyusunan rencana, karena pada pelaksanaan akan dihadapkan pada
keadaan-keadaan nyata yang mungkin tidak terpikir oleh petugas
perencana.
Pengawasan berfungsi sebagai pengaman pada waktu rencana sedang
dilaksanakan.
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sudah dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sehingga tiga
sasaran pengawasan yaitu waktu, biaya dan kualitas hasil.
Pengawasan kegiatan dimulai dari penetapan standart pekerjaan.
Dalam pengawasan Kesehatan Lingkungan disamping sebagai unsur
managemen aspek juga berperan dalam menemukan masalah-masalah
Kesehatan Lingkungan serta menyelesaikannya, inilah yang disebut dengan
pendekatan managemen ”Problem Solving Aproach”.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN.


1) Tujuan Pembelajaran Umum.
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu melakukan pengawasan
kegiatan Kesehatan Lingkungan.

195
2) Tujuan Pembelajaran Khusus.
Untuk sanitarian Ahli Pertama.
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu melakukan tindak lanjut
pengawasan :
1. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi obyek kelompok II
tingkat lanjut secara sederhana.
2. Melakukan konsultasi Kesehatan Lingkungan obyek Kelompok II
tingkat lanjut secara nasional.
3. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II
tingkat lanjut secara lokal.
4. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok I
tingkat lanjut secara lokal.
5. Melakukan kunjungan/bimbingan teknis ke obyek kelompok II lokal.
6. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar < 9
– 18 jam.
7. Menilai rencana pengamatan/pengelolaan lingkungan <9 – 18 jam.
8. Menilai penyajian HACCP < 9 – 18 jam.
9. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya < 9 – 18
jam.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


Waktu : 8 jpl (T = 2 jpl; P = 6 jpl; PL = jpl)
Pokok Bahasan : Tindak lanjut pengawasan
1. Penentuan diagnosa dan treatment intervensi obyek kelompok II
tingkat lanjut secara sederhana.
2. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II tingkat
lanjut secara nasional.
3. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II tingkat
lanjut secara lokal.
4. Teknik konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok I tingkat
lanjut secara lokal.
5. Teknik-teknik kunjungan/bimbingan teknis ke obyek kelompok II
secara lokal.
6. Penilaian study dampak kesehatan lingkungan swecara garis besar
< 9 – 18 jam.
7. Penilaian rencana pemantauan/pengelolaan lingkungan < 9 – 18
jam.

196
8. Penilaian penyajian HACCP < 9 – 18 jam.
9. Penilaian penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya : < 9 –
18 jam.

IV. BAHAN BELAJAR


1. Modul Perencanaan, Pengawasan dan Penilaian, Dirjen Pelayanan
Medik, Depkes RI, Jakarta 1991.
2. Undang-Undang R.I. nomor 36 & 44 tahun 2009 tentang Kesehatan
dan Rumah Sakit, Citra Umbara, Bandung 2010.
3. Buku Pegangan Kader Desa Siaga Propinsi Jawa Timur. Dinkes Prop.
Jatim, Surabaya 2006.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Pada sesi ini akan mempelajari pokok bahasan dengan masing-
masing sub pokok bahasannya. Berikut ini disampaikan kegiatan Anda
sebagai fasilitator dan peserta.
Langkah 1.
Kegiatan Fasilitator :
1. Menciptakan suasana santai, serius, nyaman dan memberikan motivasi
kepada peserta untuk siap menerima materi.
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta.
3. Melakukan evaluasi awal terhadap peserta (pre-test).

Kegiatan Peserta :
1. Mempersiapkan diri dan alat-alat tulis yang diperlukan.
2. Mendengar/memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang
dianggap penting.
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test).

Langkah 2.
Kegiatan Fasilitator :
1. Membantu pembentukan kelompok peserta disesuaikan dengan jumlah
peserta.
2. Menyampaikan materi sesuai pokok bahasan dab sub pokok bahasan
yang ada dijenjang jabatan sanitarian ahli pertama.
3. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman
pribadi peserta.

197
4. Mengatur acara berbagai pandangan dan bertukar pengalaman antar
peserta.
5. Bersama peserta mengungkap berbagai teori dan fenomena
permasalahan pengawasan kegiatan kesehatan lingkungan.

Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat Anda mengenai :
a. Harapan Anda pada sesi ini.
b. Sejauh mana perlunya materi pengawasan pelaksanaan kegiatan
kesehatan lingkungan ini bagi bidang kerja Anda.
2. Membentuk kelompok peserta.
3. Sampaikan pendapat atau pandangan Anda dan bagi pengalaman Anda
masing-masing kepada peserta lain di kelas Anda.

Langkah 3.
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan penugasan sesuai dengan materi pokok bahasan dan
sub pokok bahasan apabila dianggap perlu.
2. Menugaskan kelompok untuk mendiskusikan bentuk-bentuk kegiatan
yang terkait dengan persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan.
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta.

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bentuk-bentuk kegiatan yang
terkait dengan pengawasan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan.
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok.
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.

Langkah 4.
Penutup.
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung.

Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar obyektif atau kritik Anda. Hanya menyampaikan yang
relevan dengan substansi, yang terlihat dan terdengar selama proses
serta bersifat saran yang positif.

198
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang
tersedia. Waktu Anda 5 menit.

Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test).
2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap
harapan peserta di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta
tentang kompetensi yang dicapai pada akhir sesi.
Komentar lisan akan direkam dalam komputer untuk ditayangkan.
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.

199
VI. URAIAN MATERI
A. PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN

1. PENDAHULUAN
Usaha Pengawasan tindak lanjut perlu mempertimbangkan beberapa aspek
pendekatan agar program yang direncanakan dapat berjalan dengan baik.
Beberapa aspek pendekatan yang digunakan sehubungan dengan
penyelenggaraan tersebut mencakup aspek teknis, aspek sosial ekonomi dan
aspek administrasi menejemen serta hukum.
Pengawasan dan pemeriksaan dilakukan terhadap unsur manusia dan
lingkungan hidup, upaya ini ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah dan
pemerintah serta masyarakat menjamin ketersidiaan lingkungan sehat dan
tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat yang
dimaksud adalah mencakup lingkungan perumahan, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum (obyek kelompok I) serta bebas dari
unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan akibat dari adanya antara
lain :
 Limbah cair
 Limbah padat
 Limbah gas
 Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan
 Binatang pembawa penyakit
 Zat kimia berbahaya
 Kebisingan yang melebihi ambang batas
 Radiasi sinar pengion dan non pengion
 Air yang tercemar
 Udara yang tercemar
 Makanan yang terkontaminasi
(obyek kelompok II)
Dimana pengelolaan obyek kelompok I dan obyek kelompok II harus sesuai
dengan ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan serta
proses pengolahan limbah berdasar ilmu penegetahuan dan teknologinya.

200
2. KEGIATAN PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN
Pengawasan kesehatan lingkungan dimulai dari pemilihan dan penentuan
serta penetapan prioritas masalah yang perlu diselesaikan dari obyek
kelompok I maupun obyek kelompok II, dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Sebagai sasaran obyek pengawasan dan pemeriksaan berupa :
1) Terhadap lingkungan terutama tentang kebersihan dan persyaratan.
2) Terhadap manusianya, tentang unsur manusianya sendiri dan hasil
kerjanya serta cara-cara melakukan pemeriksaan tersebut.
Pengawasan terhadap pekerjaan manusia dapat dilakukan :
- Pengawasan langsung (direct control) meliputi pengawasan terhadap
sikap, sikap mental,, tingkah lakunya dan manusia yang bekerja.
- Pengawasan tidak langsung (indirect control) meliputi pengawasan
terhadap hasil kerjanya sebagai misal bersih atau kurang bersih itu
adalah hasil kerja seseorang.
a. Identifikasi masalah (problem identifikcation).
Dilaksanakan melalui orientasi keadaan kesehatan lingkungan secara
garis besar; untuk mencari permasalahan umum dari obyek kelompok I
dan obyek kelompok II yang akan diperiksa; karena menyangkut masalah
umum yang ada maka tahap awal ini merupakan survey : Pendahuluan
(Preliminary Survey).
Pengumpulan data awal dapat dilakukan melalui :
1) Wawancara dengan pengelola atau petugas setempat.
2) Mengadakan peninjauan lapangan, peninjauan dimulai dari bagian
luar (external area), kemudian bagian dalam (internal area).
Dengan demikian kegiatan yang dapat dilakukan tahap ini adalah :
1) Datang ke lokasi kegiatan.
2) Meninjau dan melihat keadaan umum kesehatan lingkungan.
3) Mengetahui secara garis besar dan secara umum keadaan
senyatanya.
4) Mencatat semua masalah umum yang ditemui.
5) Merancang pembuatan sheet sanitasi / kesehatan lingkungan berupa
formulir pemeriksaan yang akan dipakai dalam survey sanitasi.
Tujuan dari orientasi awal ini mencari dan menetukan pokok-pokok
sanitasi (item sanitasi) berupa semua fasilitas yang terdapat dalam unit
atau sub unit wilayah tempat-tempat umum yang mempunyai nilai
sanitasi (Fasility Of Sanitary Importance).
Yang dimaksud dengan fasilitas yang mempunyai nilai sanitasi adalah hal
/ fasilitas yang dapat dinilai dari 2 segi :
1) segi kebersihan (Clean lines).

201
2) segi persyaratan (Sanitary Code).

b. Membuat sheet sanitari untuk pemeriksaan.


Penyusunan formulir pemeriksaan dimulai berturut-turut sebagai berikut :
1) Pengumpulan data, tentang item sanitasi di unit atau sub unit wilayah
tempat-tempat umum, jumlah item yang ditemukan dalam masing-
masing unit atau sub unit wilayah sejenis kadang tidak sama, hal ini
disebabkan :
2) Menyusun formulir pemeriksaan sanitasi.
Dalam penyusunan ini memperhatikan :
a) Jenis tempat dan usaha yang diperiksa.
b) Unit-unit teritorialnya, termasuk juga sub unit-nya.
c) Jangka waktu dan jumlah pemeriksaannya.
d) Adanya kolom untuk penilaian kebersihan (disingkat K) dan kolom
persyaratan (disingkat P).
e) Nomor / jumlah item yang diperiksa.
f) Keadaan % kebersihan dan % persyaratan.
g) Tanggal pemeriksaan.
h) Adanya tanda pemeriksaan (-) berarti tidak ada masalah dan (+)
berarti ada masalah.

c. Mengadakan Pemeriksaan dan Pengukuran.


Dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan ada 2 tindakan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan dan Pengukuran.
Yang dimaksud dengan pemeriksaan dan pengukuran adalah
pengujian sesuatu dengan menggunakan formulir pemeriksaan dan
menggunakan alat ukur. Hasilnya akan dimulai berdasarkan standart
ukuran tertentu sesuai dengan aturan atau perundang-undangan
yang berlaku.
2) Cara Penilaian.
Sebagai obyek penilaian adalah :
a) Kebersihan (Clean lines) mempunyai sifat subyektif tergantung
dari kepekaan masing-masing.
b) Persyaratan (Codes) mempunyai sifat obyektif karena
mendasarkan pada persyaratan atau standart yang berlaku,
kepekaannya bergantung pada kepekaan alat pengukurnya.

Sistem penilaian :
Ada 2 sistem penilaian yang dapat dilakukan :
a) Membandingkan antara keadaan riil kenyataan dengan suatu
standart yang berlaku.
b) Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat
ukur dengan standart tertentu.

Cara menilai :

202
a) Menilai dengan cara perkiraan yang dituangkan dalam bentuk nilai
% atau angka (kuantitatif)
b) Menilai dalam bentuk ada / tidaknya masalah yaitu secara
kualitatif menggunakan tanda (-) dan (+).

Hasil penilaian :
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil
penilaiannya maka dapat ditabulasikan dan dihitung :
a) Berapa jumlah item yang diperiksa.
b) Berapa jumlah K (-) yang didapat.
c) Berapa jumlah P (+) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-
tempat umum dan usaha tersebut dengan menggunakan rumus :

atau dengan :
Jumlah K ( )  Jumlah P ( ) 100 %
Nilai rata  rata ( NR ) 
2  jumlah item

Maksud dan tujuan penilaian :


a) Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan
tindakan perbaikan.
b) Mengetahui kemajuan (progress) dan kemunduran (regress)
suatu usaha selam periode waktu tertentu.
c) Mengetahui apakah hasil usaha yang diperoleh efektif dan
efisien.

3) Saran-Saran Perbaikan. (Order For Improvement = OFI)


Dari hasil penilaian yang dilakukan pada waktu pemeriksaan sanitasi
maka semua tanda (+), apakah hal itu pada K (+) atau P (+)
keduanya berarti ada masalah. Dari masalah yang ditemukan
tersebut kemudian diberikan saran-saran perbaikannya (Problem
Solving Approach).
Saran perbaikan dapat dilakukan melalui dua jalan :
a) Langsung, dengan jalan lisan setempat dan memberikan
sekaligus alasan-alasannya mengapa harus diperbaiki dan
bagaimana memperbaikinya.
b) Tidak langsung, dengan jalan memberikan saran secara tertulis
berupa Order for Improvement, yang dapat ditempuh dengan 2
jalan :
- Meninggalkan catatan saran saat selesai memeriksa berupa
kartu saran.

203
- Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelah
diadakan pemeriksaan.
Dalam saran tersebut memuat hal-hal yang berkaitan dengan :
a) Apakah yang harus diperbaiki (What).
b) Dimana tempatnya (Where).
c) Apakah masalahnya (Why).
d) Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
e) Bagaimana cara memperbaikinya (How).

Kartu saran perbaikan (OFI) dibuat rangkap 2 (dua), kegunaannya :


- 1 kartu ditempel pada bahan / alat yang perlu diperbaiki.
- 1 kartu untuk arsip petugas pemeriksa.

3. TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN SANITASI (FOLLOW-UP)


Yang diartikan sebagai pengawasan tindak lanjut (follow-up) adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan
sanitasi terdahulu.
a) Maksud dan tujuan dari follow-up :
1) Mengadakan penilaian secara terus menerus keadaan sanitasinya
tempat yang diperiksa.
2) Mencari data yang paling muktahir guna menentukan perlu tidaknya
segera dilakukan tindakan-tindakan perbaikan dari keadaan yang
mengakibatkan timbulnya masalah.
3) Memperoleh data pembanding dari keadaan sanitasi pada waktu
sekarang dengan keadaan sanitasi pada waktu sebelumnya.
4) Memperoleh gambaran keadaan sanitasi TTU sepanjang tahun terus-
menerus.
5) Memperoleh data-data untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan.

b) Cara mengadakan pengawasan tindak lanjut.


Ada 2 macam cara :
1) Berdasar waktu
- Insidental Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan setelah
pemeriksaan sanitasi yang pertama dan waktunya tidak tentu bisa
secara mendadak (sidak).
- Routine Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut yang dilakukan secara berkala
teratur, yang dapat dilakukan secara mingguan, bulanan, atau
kuartalan.
2) Berdasar materi
- General Follow-Up Inspection.

204
yaitu pemeriksaan tindak lanjut secara umum atau semuanya
diperiksa lagi.
- Special Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut, secara khusus terbatas kepada hal-
hal yang telah disarankan untuk diperbaiki, untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang telah dilakukan atas saran yang diberikan.

c) Manfaat pemeriksaan tindak lanjut.


1) Masalah yang timbul segera dapat diketahui dan diperbaiki kembali
(early diagnosis & prompt treatment).
2) Masalah yang timbul dari perbaikan sebelumnya dapat segera diketahui
dan dicarikan jalan pemecahannya lebih lanjut (problem solving).
3) Kerusakan kecil segera dapat diketahui dan diatasi, sehingga tidak
berlarut-larut menjadi lebih parah lagi sehingga dapat dicegah adanya
pemborosan (small saving).

4. SISTEM PENILAIAN DAN HASIL ANALISA PERMASALAHAN :


Dari permasalahan yang timbul pada saat diadakan pemeriksaan sanitari
maupun pemeriksaan tindak lanjut, perlu dilakukan upaya pemecahan /
perbaikan dengan mengacu pada :
a) Klarifikasi permasalahan termasuk hal-hal yang menyangkut :
- Masalah konstruksi : yang membutuhkan penanganan
secara teknis bangunan dari segi persyaratan.
- Tidak memenuhi peraturan dan perundang-undangan yang
membutuhkan penanganan administrasi dan management.
- Terbatasinya anggaran : perlu penanganan dan
pertimbangan dari segi keuangan .
- Adanya sikap dan perilaku : dari masyarakat pengguna
maupun karyawan yang membutuhkan penanganan secara sosial
psychologis.
b) Adanya prioritas (priority setting) dengan adanya keterbatasan maka perlu
diambil prioritas hal-hal yang penting dan perlu segera diadakan
perbaikan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan kemampuan
sumber daya dan sumber dana.

B. Teknik Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Obyek Kelompok I Lanjut).


Konseling Kesehatan Lingkungan :
1. Tujuan : Memantapkan kemauan dan kemampuan obyek kelompok I
untuk melaksanakan perilaku kesehatan lingkungan dengan

205
memanfaatkan potensi yang dimiliki obyek kelompok I dan kelompok II
yang ada di lingkungan.
2. Sasaran Konseling :
 Sasaran konseling adalah obyek kelompok I / kelompok II yang belum
menerapkan indikator kesehatan lingkungan.
 Konseling ditujukan kepada penanggung jawab/pimpinan/sebagai
pelaksana program kesehatan lingkungan.

3. Tempat Konseling :
Konseling kesehatan lingkungan dilakukan di lokasi obyek kelompok I /
kelompok II sasaran.
4. Waktu Pelaksanaan Konseling Kesehatan Lingkungan :
Konseling kesehatan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.
( cari waktu luang pengelola obyek kelompok II )
5. Persiapan petugas sebelum melakukan konseling :
- Pelajari hasil pemetaan kesehatan lingkungan
- Catat obyek yang belum menerapkan indikator kesehatan lingkungan
- Catat masalah kesehatan lingkungan (indikator kesehatan lingkungan)
yang dihadapi obyek
- Buat jadwal kerja konseling untuk 6 bulan setelah pemetaan
dilaksanakan
- Upayakan konseling jangan dilakukan lebih dari 3 obyek dalam satu
hari
6. Langkah-langkah :
Pelaksanaan Konseling :
Agar pelaksanaan konseling pengawas/petugas kesehatan
lingkungan dapat berhasil dengan baik, maka sanitarian/petugas harus
menerapkan 6 langkah yang disebut SATU TUJU
SA : Beri salam.
T : Tentukan masalah yang akan dibahas.
Jika terdapat lebih dari satu (1) masalah, utamakan pada
masalah yang mudah diselesaikan oleh (penanggung
jawab) obyek lingkungan.
U : Uraikan informasi yang benar dan lengkap tentang
pemecahan masalah yang akan dibahas.

206
TU : Tuntun penanggung jawab satuan obyek untuk memiliki
sendiri beberapa cara mengatasi masalahnya,
berdasarkan potensi yang dimiliki.
J : Jelaskan sekali lagi mengenai perilaku kesehatan
lingkungan yang baik dan benar sehingga penanggung
jawab satuan obyek mengetahui, mau, dan mampu
memperbaiki perilaku kesehatan lingkungan yang belum
benar.
U : Ulangi kunjungan untuk mengetahui hasil konseling,
jika penanggung jawab satuan obyek memerlukan tindak
lanjut, anjurkan untuk berkonsultasi kepada Dinkes.

C. Studi Dampak Kesehatan Lingkungan.


Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya
masalah kesehatan masyarakat sehingga keterkaitan antara kualitas
lingkungan bermasalah dan status kesehatan perlu dipahami dan dikaji
secara cermat, agar dapat digambarkan potensi besarnya resiko atau
gangguan kesehatan.
Analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) merupakan model
pendekatan guna mengkaji dan menelaah secara mendalam untuk mengenal,
memahami, dan memprediksi kondisi karakteristik lingkungan berpotensi
terhadap timbulnya resiko kesehatan.
Metode pendekatan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL)
dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak potensial dari suatu
asosiasi atau hubungan antara parameter lingkungan, media lingkungan
(ambien, emisi), penduduk yang terpajan dan dampaknya terhadap
kesehatan.
Penerapan ADKL dapat dilakukan pada Rencana Pengelolaan
Lingkungan / Rencana Pemantauan Lingkungan. Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan (ADKL) menggambarkan kondisi pengukuran pada :
a. Sumber / emisi
b. Ambien
c. Masyarakat terpajan (bio marker)
d. Dampak interaksi (prevalensi dan insidensi penyakit, kejadian
keracunan dan kecelakaan)

207
1. Ukuran Dampak Penting
a. ▪ Pengertian Dampak Penting adalah perubahan lingkungan yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau
kegiatan.
▪ Dampak penting ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
 Jumlah manusia yang akan terkena dampak
 Luas wilayah persebaran dampak
 Lamanya dampak berlangsung
 Intensitas dampak
 Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan
terkena dampak
 Sifat kumulatif dampak
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

b. Pedoman mengenai ukuran dampak penting.


 Jumlah manusia yang terkena dampak
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan bersifat penting bila :
Manusia di wilayah kegiatan yang terkena dampak
lingkungan tetapi tidak menikmati manfaat dari
usaha/kegiatan, jumlahnya sana atau lebih besar dari jumlah
manusia yang menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan di
wilayah studi.
 Luas wilayah persebaran dampak
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan bersifat baik bila :
Usaha/kegiatan mengakibatkan adanya wilayah yang
mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas dampak,
atau tidak berbaliknya dampak atau segi kumulatif dampak.
 Lamanya dampak berlangsung – berdasarkan
Dampak lingkungan bersifat penting bila usaha atau kegiatan
mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar dari segi
intensitas dampak atau tidak berbaliknya dampak, atau segi
kumulatif dampak yang berlangsung hanya pada satu atau lebih
tahapan kegiatan.
 Intensitas dampak

208
Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan
lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastis, berlangsung
di areal yang relatif luas, dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Dampak lingkungan tergolong penting bila :
Usaha atau kegiatan akan menyebabkan perubahan pada sifat-
sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang melampaui baku mutu
lingkungan.
 Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Dampak lingkungan berdasarkan pengertian ini tergolong
penting bila :
Usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan
dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau
sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak
primer.
 Sifat kumulatif dampak
Kumulatif mengandung pengertian bersifat bertambah,
bertumpuk, atau bertimbun.
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan berdasarkan
pengertian ini tergolong penting bila :
1. Dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus
menerus, sehingga pada kurun waktu tertentu tidak dapat
diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang
menerimanya.
2. Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang
tertentu, sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan
alam atau sosial yang menerimanya.
3. Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan
menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik).
 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak bersifat penting berdasarkan pengertian ini bila :
Perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan
tidak dapat dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi
manusia.

2. Pelingkupan Dampak Penting


Identifikasi dampak potensial dari kajian aspek kesehatan masyarakat
disusun dengan memperhatikan antara lain :

209
1. Berhubungan dengan cemaran
a) Penyebaran bahan pencemar di media lingkungan (air, udara,
tanah, dan makanan).
2. Berhubungan dengan perindukan vektor (binatang perantara penyakit)
a) Perubahan lahan yang menimbulkan genangan air.
b) Perubahan vegetasi yang menumpang atau menghambat
berkembang- biaknya vektor.
c) Telaah data atau informasi studi kesehatan lingkungan, survey
malariometrik dan survey epidemiologi tentang penyakit
bersumber binatang.
3. Berhubungan dengan perilaku masyarakat
a) Kebiasaan pemanfaatan air
b) Kebiasaan penggunaan bahan repelant
c) Kebiasaan penggunaan insektisida
d) Kebiasaan yang berhubungan dengan sanitasi
e) Kebiasaan yang berhubungan dengan pengelolaan makanan
f) Kebiasaan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
(berobat, kontak penderita)

3. Evaluasi Dampak Potensial


Tujuan evaluasi dampak penting untuk menghilangkan dampak
potensial yang dipandang tidak relevan, sehingga diperoleh dampak
penting hipotesis yaitu prediksi yang menggambarkan potensi dan
besarnya dampak kesehatan yang kemungkinan dapat timbul akibat
perubahan lingkungan yang berasosiasi dengan masyarakat terpajan
(population of risk).
Ukuran / nilai dari evaluasi dampak potensial dapat
mempergunakan pertimbangan seberapa besar / luas rencana usaha
atau kegiatan :
1. Dapat menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang
memungkinkan berkembangbiaknya vektor penyakit.
2. Memerlukan pengerahan sumber daya manusia sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi antar penduduk dan memiliki
potensi untuk menimbulkan penyakit menular.
3. Menggunakan / membutuhkan bahan toksik dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan resiko kesehatan baik akut maupun
kronis (keracunan, kanker, kelainan reproduksi dan penyakit
menahun lainnya).
4. Dapat menurunkan secara berarti pemenuhan makanan dan gizi
masyarakat dari generasi ke generasi.

210
5. Dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena daya
dukung lingkungan sedemikian rupa sehingga berdampak terhadap
kesehatan masyarakat.

4. Pemusatan Dampak Penting (Focussing)


Tujuan :
Untuk mengelompokkan dampak penting yang telah dirumuskan
dari dampak potensial sehingga diperoleh gambaran tentang isu-
isu pokok permasalahan lingkungan hidup yang terkait erat
dengan resiko kesehatan secara utuh dan lengkap.

Dalam proses pemusatan, perlu diperhatikan prioritas kepentingannya


antara lain :
1. sifat dampak (akut dan kronis)
2. jumlah penduduk
peningkatan jumlah penduduk yang terkena dampak sehingga
berpengaruh terhadap status kesehatan.
3. meningkatkan beban ekonomi yang ditanggung masyarakat akibat
dampak sehingga masyarakat sulit mendapatkan akses pelayanan
kesehatan yang optimal dan kesulitan akses terhadap sarana
kesehatan yang ada.

5. Pelingkupan Wilayah Studi


Kajian aspek kesehatan masyarakat perlu mempertimbangkan
batasan epidemiologi dari penyakit yang ada disekitar tapak lokasi yang
berkaitan erat dengan batas ekologis dan sosial sehingga akhirnya
ditetapkan sebagai wilayah studi.
1. Batas Proyek
 Diidentifikasi di dalam batas proyek apa ada :
Masyarakat yang menderita penyakit endemis / penyakit
menular potensial wabah.
 Terdapat vektor penyakit yang dapat berkembang biak.
 Mengandung bahan berbahaya (toksik) yang berpotensi
sebagai bahan pencemar yang dapat membahayakan
kesehatan.
2. Batas Ekologis
Ada pencemaran lingkungan melalui media air, udara, tanah, vektor
penyakit, bahan material, manusia itu sendiri yang berakibat derajat
kesehatan masyarakat berubah secara mendasar.

211
3. Batas Sosial
Lokasi komunitas masyarakat yang berada di luar batas proyek dan
batas ekologis namun berpotensi terkena dampak kesehatan
(melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum,
uasha non formal di sekitar proyek).
4. Batas Administrasi
Dikaitkan dengan akses komunitas masyarakat terhadap
pelayanan, sarana, sumber daya kesehatan.

D. Rencana Pengelolaan / Pengamatan Lingkungan.


D.1. Rencana Pemantauan Lingkungan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) disusun untuk
mengetahui efektivitas pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan mendeteksi perubahan lingkungan yang tidak
diharapkan.
Rencana Pemantauan Lingkungan ditekankan pada berbagai dampak
penting yang diupayakan penanganan dampaknya dan dampak
lingkungan lainnya yang dianggap perlu dipantau untuk keperluan
pengelolaan lingkungan ke dalam ke luar batas rencana usaha atau
kegiatan.
Rencana pemantauan lingkungan untuk masing-masing kegiatan
meliputi :
1) Dampak penting yang dipantau dengan mencantumkan
 Jenis parameter/komponen lingkungan yang strategis untuk
dipantau.
 Indikator dari komponen dampak penting yang dipantau
(Contoh : indikator yang relevan untuk kualitas air limbah
sehubungan dengan karakteristik kegiatan di TTU antara lain
pH, BOD, suhu, warna, bau, kandungan minyak, logam berat)

2) Sumber dampak berisi


Uraian singkat sumber penyebab timbulnya dampak penting :
 Sebagai akibat langsung dari kegiatan/jenis usaha yang
merupakan penyebab timbulnya dampak penting.
 Sebagai akibat bertambahnya komponen lingkungan yang lain,
maka cantumkan secara singkat komponen/parameter

212
lingkungan yang merupakan penyebab timbulnya dampak
penting tersebut.
3) Parameter/komponen lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas parameter/komponen lingkungan yang
dipantau meliputi aspek kimia/fisika, biologi, sosial dan kesehatan
masyarakat.
(Contoh : )

4) Tujuan Rencana Pemantauan Lingkungan


Uraian secara spesifik tujuan dipantaunya suatu dampak penting
lingkungan dengan memperhatikan dampak penting yang dikelola,
bentuk rencana pengelolaan lingkungan dan dampak penting
turunan yang ditimbulkannya.
(Contoh : dampak yang strategis dikelola untuk suatu kegiatan
R.S. adalah kualitas air limbah. Maksud tujuan rencana
pemantauan secara spesifik adalah :
a. memantau mutu limbah cair yang dibuang ke sungai ABC
khususnya parameter BOD.5, COD, padatan tersuspensi total
dan pH.
b. memantau kualitas air sungai ABC, khususnya parameter
BOD.5, COD, padatan tersuspensi total dan pH.

5) Metoda Pemantauan Lingkungan


Uraian singkat metoda yang digunakan untuk memantau indikator
dampak penting meliputi :
a. Metode Pengumpulan dan Analisa Data.
Cantumkan secara singkat dan jelas
 Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data
berikut dengan jenis peralatan, instrumen atau formulir isian
yang digunakan (sesuai yang disyaratkan dalam baku mutu
lingkungan)
 Metode yang digunakan untuk menganalisa data hasil
pengukuran berikut dengan jenis peralatan, instrumen dan
rumus yang digunakan dalam proses analisis data, serta
tolak ukur yang digunakan untuk menilai kondisi kualitas
lingkungan yang dipantau sebagai umpan balik untuk
kegiatan pengelolaan lingkungan.

213
b. Lokasi Pemantauan Lingkungan
cantumkan lokasi yang tepat untuk dampak dan disertai peta
berskala yang menunjukkan lokasi pemantauan yang
dimaksud.
c. Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Uraikan jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut
dengan frekuensinya per satuan waktu dengan
mempertimbangkan sifat dampak penting yang dipantau
(intensitas, lama dampak berlangsung, sifat kumulatif dampak)

6) Institusi Pemantauan Lingkungan


Institusi pemantauan lingkungan yang perlu dicantumkan meliputi:
a. Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan
unit/bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
kegiatan pemantauan lingkungan (yang mengandung dana)
b. Pengawas Pemantauan Lingkungan
cantumkan instansi yang akan berperan sebagai pengawas
bagi terlaksananya RPL.
c. Pelaporan Hasil Pemantauan Lingkungan
cantumkan instansi yang dilapori hasil kegiatan pemantauan
lingkungan secara berkala sesuai dengan lingkup tugas
instansi yang bersangkutan.

7) Pustaka
Bahan-bahan pustaka yang digunakan dalam penyusunan RPL.

8) Lampiran
Bagian ini lampirkan :
 Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan
kolom : Dampak penting yang dipantau, Rencana
Pemantauan Lingkungan (meliputi metode pengumpulan
data, lokasi pemantauan lingkungan, jangka waktu dan
frekuensi pemantauan lingkungan, metode analisis) dan
institusi pemantauan lingkungan.

D.2. Rencana Pengelolaan Lingkungan / Pengamatan Lingkungan


Pengertian Rencana Pengelolaan Lingkungan adalah merupakan
dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan

214
menanggulangi dampak penting lingkungan yang bersifat negatif dan
meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu
rencana usaha atau kegiatan.
1) Lingkup Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Dalam rencana pengelolaan lingkungan tersebut mencakup 4
(empat) kelompok aktivitas yaitu :
a. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk mencegah / menghindari dampak negatif
lingkungan melalui pemilihan atas alternatif tata letak (tata
ruang mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek.
b. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau
mengendalikan dampak negarif baik yang timbul di saat usaha
atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha atau
kegiatan berakhir (mis. rehabilitasi lokasi proyek).
c. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak
tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik
kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat
yang turut menikmati dampak positif tersebut.
d. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan
sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber
daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam anti sosial
ekonomi dan atau ekologis) sebagai akibat usaha atau
kegiatan.
2) Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi
dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan
lingkungan secara teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.
a. Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang
digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan,
antara lain :
1. Dalam rangka penanggulangan limbah bahan berbahaya
dan beracun dengan cara
1.1 Membatasi atau mengisolasi limbah.
1.2 Mendaur ulang limbah.

215
1.3 Menetralisir limbah dengan menambahkan zat kimia
tertentu sehingga tidak membahayakan manusia
dan mahluk hidup lainnya.
2. Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki
kerusakan sumber daya alam, akan ditempuh cara
2.1 Membangun terasering atau penanaman tanaman
penutup tanah untuk mencegah erosi.
2.2 Mereklamasi lahan bekas galian tambang dengan
pengaturan tanah atas dan penanaman tanaman
penutup tanah.
3. Dalam rangka meningkatkan dampak positif berupa
peningkatan nilai tambah dari dampak positif yang telah
ada misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari
dampak positif tersebut.

b. Pendekatan Sosial Ekonomi


Pendekatan sosial ekonomi ini merupakan langkah-langkah
yang akan ditempuh pemrakarsa dalam menanggulangi
dampak penting melalui tindakan-tindakan yang bermotifkan
sosial dan ekonomi, antara lain :
1) Melibatkan masyarakat sekitar usaha / kegiatan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan.
2) Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja setempat
sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki.
3) Kompensasi atau ganti rugi atas lahan milik penduduk
untuk keperluan rencana usaha atau kegiatan dengan
prinsip saling menguntungkan kedua belah pihak.
4) Bantuan fasilitas umum kepada masyarakat sekitar
rencana usaha / kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
pemrakarsa.
5) Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan
masyarakat sekitar guna mencegah kecemburuan sosial.

c. Pendekatan Institusi
Pendekatan ini adalah suatu mekanisme kelembagaan yang
akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi
dampak penting lingkungan, antara lain :
1) Kerja sama dengan instansi-instansi yang berkepentingan
dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

216
2) Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan
lingkungan oleh instansi yang berwenang.
3) Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL)
Rencana pengelolaan lingkungan harus diuraikan secara
jelas, singkat dan sistematis :
1. Latar Belakang Pengelolaan Lingkungan
a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan
RKL
b) Uraian tentang tujuan pengelolaan lingkungan
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pengelolaan
lingkungan
d) Uraian wilayah, kelompok masyarakat atau ekosistem
disekitar rencana usaha atau kegiatan yang sensitif
terhadap perubahan akibat adanya kegiatan tersebut
e) Uraian dalam peta yang mencakup informasi
1) Letak geografis rencana usaha / kegiatan
2) Aliran sungai, danau, rawa
3) Jaringan jalan dan pemukiman penduduk

2. Rencana Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara singkat dan jelas jenis masing-masing
dampak yang ditimbulkan oleh satu kegiatan atau lebih
dengan urutan pembahasan sebagai berikut :
1. Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting
a. Uraikan secara singkat dan jelas komponen atau
parameter lingkungan yang diperkirakan mengalami
perubahan yang mendasar atau terkena dampak
penting saja yang dipandang strategis untuk dikelola
berdasarkan pertimbangan :
1) Dampak penting yang dikelola terutama ditujukan
pada komponen lingkungan yang menurut hasil
proses paling lamban merupakan isu utama
rencana usaha atau kegiatan.
2) Dampak penting yang dikelola adalah dampak
yang tergolong banyak menimbulkan dampak
penting turunan (dampak sekunder, tersier,
selanjutnya).
3) Dampak penting yang dikelola adalah dampak
yang bila dicegah / ditanggulangi akan membawa

217
pengaruh kegiatan pada dampak penting
turunannya.

b. Sumber dampak
Uraikan secara singkat sumber penyebab timbulnya
dampak penting.
1) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
langsung dari rencana usaha atau kegiatan, maka
uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab
timbulnya dampak penting.
2) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
berubahnya komponen lingkungan yang lain, maka
uraikan komponen lingkungan yang merupakan
penyebab timbulnya dampak penting tersebut.

2. Tolok Ukur Dampak


Tolok ukur dampak yang akan digunakan untuk
mengukur komponen lingkungan yang akan terkena
dampak akibat rencana usaha atau kegiatan berdasarkan
baku mutu standar (ditetapkan oleh Peraturan
Perundang-undangan).

3. Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara spesifik tujuan dikelolanya dampak
penting yang bersifat strategis berikut dengan dampak
turunannya yang otomatis akan turut tercegah /
tertanggulangi / terkendali.
(Contoh : Dampak yang strategis dikelola untuk suatu
rencana kegiatan Rumah Sakit adalah kualitas limbah,
maka tujuan upaya pengelolaan lingkungan secara
spesifik adalah ”Mengendalikan mutu limbah cair yang
dibuang ke sungai, khususnya parameter, BOD5, COD,
padatan tersuspensi total, MPN Coli, pH agar tidak
melampaui baku mutu limbah air sebagaimana yang
ditetapkan dalam Kep. MenKes”)

4. Pengelolaan Lingkungan
Uraikan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan
juga dapat dilakukan melalui pendekatan teknologi, dan
atau sosial ekonomi dan atau institusi.

5. Lokasi Pengelolaan Lingkungan

218
Uraikan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan
dengan memperhatikan sifat persebaran dampak paling
penting yang dikelola (sedapat mungkin lengkapi dengan
peta / sketsa / gambar).

6. Periode Pengelolaan Lingkungan


Uraikan secara singkat rencana tentang kapan dan
berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan
dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dampak
penting yang dikelola serta kemampuan tenaga dan dana
yang dimiliki pemrakarsa.

7. Pembiayaan Pengelolaan Lingkungan


Pembiayaan untuk pelaksanaan RKL antara lain
mencakup :
1) Biaya investasi misalnya pembelian peralatan
pengelolaan lingkungan serta biaya untuk kegiatan
teknis lainnya.
2) Biaya personal dan biaya operasional.
3) Biaya pendidikan serta latihan ketrampilan
operasional.

8. Institusi Pengelolaan Lingkungan


1) Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi pelaksana yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang
dana kegiatan pengelolaan lingkungan.
2) Pengawas Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi yang berperan sebagai pengawas
bagi terlaksananya RKL. Instansi mana saja dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawab serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Pelaporan Hasil Pengelolaan Lingkungan
Cantumkan instansi-instansi yang akan dilaporkan
hasil kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkala
sesuai dengan lingkup tugas instansi yang
bersangkutan.

9. Pustaka

10. Lampiran
Lampirkan ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel
dengan urutan kolom sebagai berikut : Jenis Dampak
Lingkungan, Tujuan Pengelolaan Lingkungan, Rencana

219
Pengelolaan Lingkungan, Lokasi Pengelolaan
Lingkungan, Periode Pengelolaan Lingkungan, dan
Institusi Pengelolaan Lingkungan.

E. Penilaian Penyajian HACCP


1. Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu
sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan
cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Pengertian Critical Control Point (CCP) adalah titik, prosedure atau tahap
operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
2. Tujuan dilakukan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat
dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit
melalui makanan (Food born disease).

Faktor-faktor utama terjadinya food born disease adalah :


1. Pendinginan makanan yang tidak tepat
2. Membiarkan makanan selama ≥ 12 jam (penyajian)
3. Kontaminasi makanan mentah ke dalam makanan “non reheating”
4. Penanganan makanan oleh pekerja yang menderita infeksi
5. Proses pemasakan dan pemanasan tidak cukup
6. Penyimpanan makanan dalam keadaan hangat < 650 C
7. Pemanasan kembali makanan dengan suhu tidak tepat
8. Makanan berasal dari sumber yang tidak aman
9. Terjadi kontaminasi silang

3. Isi dan Rencana HACCP.


Isi rencana HACCP memuat penjelasan tentang :
 HACCP team
 Definition of HACCP and CCP
 Target of the HACCP system
 Description product
 Ingredients
 Hazard Analysis and Assignment of Risk Categories (Contoh form 1 +
form 2)

220
 Process flow diagram
 Decision tree for Establish CCP
 HACCP plan madrix
 Standard Operation Procedure
 HACCP audit form

4. Prinsip HACCP.
Dalam pelaksanaan HACCP perlu diperhatikan 7 (tujuh) prinsip yaitu :
Prinsip 1. Melakukan identifikasi bahaya (fisik, kimia, mikrobiologis) pada
bahan pangan, bahan tambahan pangan yang digunakan
selama proses produksi.
Prinsip 2. Menetapkan CCP pada suatu contoh makanan
Prinsip 3. Menetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah
diidentifikasi pada suatu contoh makanan
Prinsip 4. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas
limit yang telah ditentukan
Prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang
melebihi batas kritis dari hasil pemantauan
Prinsip 6. Menetapkan langkah - langkah verifikasi dari hasil tindakan
koreksi CCP
Prinsip 7. Melakukan kegiatan dokumentasi HACCP

Dalam penetapan langkah-langkah verifikasi meliputi :


 Penetapan jadwal verifikasi
 Pemeriksaan kembali rencana HACCP
 Pemeriksaan catatan HACCP
 Pemeriksaaan penyimpangan CCP dan prosedur
perbaikannya
 Pengamatan visual selama produksi untuk mengendalikan
CCP
 Pengambilan contoh/sampel dan analisa secara acak
 Membuat kesesuaian rencana HACCP

Dokumentasi HACCP harus memuat penjelasan antara lain :


1. Judul dan tanggal pencatatan
2. Keterangan makanan (keterangan khusus)
3. Bahan dan peralatan yang digunakan

221
4. Proses pengolahan yang dilakukan
5. CCP yang ditemukan
6. Batas kritis yang ditetapkan
7. Penyimpangan dari batas kritis yang terjadi
8. Tindakan koreksi/perbaikan
9. Identifikasi tenaga operator peralatan khusus

5. Standar Prosedur Operasi Sanitasi.


Menerapkan prosedure pengawasan sanitasi tujuannya melakukan
monitoring sanitasi (persyaratan dan aplikasinya) dan memelihara kondisi
dan praktek sanitasi.

Ada 8 (delapan) kunci pokok persyaratan sanitasi yaitu :


1. Keamanan air.
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
pangan.
3. Pencegahan kontaminasi silang.
4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet.
5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminasi.
6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang
benar.
7. Pengawasan kondisi kesehatan personil.
8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan.

222
Contoh : Formulir Pemeriksaan Sanitasi Tempat-tempat Umum.
FORMULIR PEMERIKSAAN SANITASI TTU
Jenis TTU : ……………………………………………………………………………
Unit/sub unit : ……………………………………………………………………………
Hari/Tanggal : ……………………………………………………………………………
Pemeriksa : ……………………………………………………………………………

Penilaian Bulan : …………………..


Pem. Ke
No Items Ket.
Pem. Ke I Pem. Ke II III
K P K P K P
1 Ventilasi
2 Pencahayaan
3 Lantai
4 Dinding
5 Persediaan Air
6 Tempat Sampah
7 Saluran Air Limbah
8 Pintu dan Jendela Kasa
9 Tempat Peracikan
10 Perlengkapan Peracikan
11 Tempat Pencucian Alat
12 Tempat Penyimpanan Bahan Mentah
13 Tempat Penyimpanan Makanan Masak
14 Pakaian Kerja
15 Cara Kerja
16 Karyawan *)
17 Tempat Cuci Tangan
*) Dilengkapi Buku Pemeriksaan

223
Kesehatan

Jumlah items :
Jumlah % P (-) :
Jumlah % P (-) :
Kesimpulan/catatan : ……………………………………
……………………………………
……………………………………

Pemeriksa

TTD

Dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan ada 2 tindakan yang dilakukan yaitu :


 Evaluasi/ penilaian.
 Saran perbaikan (order for improvement = OFI)
Evaluasi/ penilaian
Yang dimaksud dengan penilaian adalah pengujian sesuatu dengan
menggunakan alat pengukur atau standart ukuran tertentu sesuai dengan yang
telah ditentukan atau dipersyaratkan.
Obyek penilaiannya adalah :
 Kebersihan (Cleanlines), mempunyai sifat relatif subyektif tergantung dari
kepekaan masing-masing penilai.
 Persyaratan (Codes), mempunyai sifat obyektif karena mendasarkan pada
persyaratan atau standart yang berlaku, kepekaannya tergantung daripada
kepekaan alat pengukurnya.
Sistem Penilaian
Ada 2 sistem penilaian yang dilakukan :
 Membandingkan antara keadaan riil sesuai dengan kenyataan dengan suatu
standart yang berlaku.
 Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur dengan
suatu standart tertentu.
Cara menilai
 Menilai dengan cara perkiraan yang dituangkan dalam bentuk nilai % atau
angka (Kuantitatip)
Misal : - meja kotor
Kotornya meja = 70 % atau 2
Kebersihannya = 30 % atau 1

224
 Menilai dalam bentuk ada/tidanya masalah yaitu secara kualitatip,
menggunakan tanda (-) dan (+)
(-) = negatif = tidak ada masalah
(+) = positif = ada masalah
Misal : - piring kotor = kebersihan (K)
- piring retak = persyaratan (P)
- piring bersih tapi retak, maka penilainnya adalah K (-) dan P (+)

225
Maksud dan tujuan penelitian :
 Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan.
 Mengetahui kemajuan (progress) dan kemunduran (regress) suatu usaha selama
periode waktu tertentu.
 Mengetahui apakah hasil usaha yang diperoleh lebih efektif dan efisien.

Hasil Penilaian
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil penilaiannya maka
dapat ditabulasikan dan dihitung :
 Berapa jumlah items yang diperiksa.
 Berapa jumlah K (-) yang didapat.
 Berapa jumlah P (-) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-tempat dan usaha-usaha
untuk umum tersebut dengan menggunakan rumus :

atau dengan :

Nilai rata-rata (NR)

Saran-Saran Perbaikan (Order For Improvement = OFI)


Dari hasil penilaian yang dilakukan pada waktu pemeriksaan sanitasi maka semua tanda
(+), apakah hal itu adalah K (+) atau P (+) keduanya berarti ada masalah. Dari masalah
yang ditemukan tersebut kemudian diberikan saran-saran perbaikannya.

Saran-saran perbaikan dapat dilakukan melalui 2 jalan :


 Langsung, dengan jalan lisan setempat dan memberikan sekaligus alasan-alsannya
mengapa harus diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.
 Tidak langsung, dengan jalan memberikan saran secara tertulis yang berupa Order for
Improvement. Dengan cara ini dapat ditempuh 2 jalan :
 Meninggalkan catatan saran pada saat selesai memeriksa.
 Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelah diadakan pemeriksaan.
Biasanya kedua jalan tersebut dilakukan bersama, yaitu disamping memberikan saran-saran
langsung juga diberikan saran tidak langsung yaitu berupa formulir saran dan kartu
perbaikan yang nanti akan ditempelkan pada bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Cara pengisian dari saran tersebut mencakup tentang hal-hal yang berkaitan dengan :
 Apakah yang harus diperbaiki (What).
 Dimana tempatnya (Where).
 Apakah masalahnya (Why).

226
 Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
 Bagaimana cara memperbaikinya (How).

227
Contoh : Formulir/ Kartu Saran

DINAS KESEHATAN KOTAMADYA/ KABUPATEN


………………………………………………………………….

SARAN-SARAN PERBAIKAN

Jenis TTU : ………………………………………………………………….


Pemeriksaan Tgl. : ………………………………………………………………….
Pemeriksa : ………………………………………………………………….

Setelah diadakan Pemeriksaan Sanitasi, maka perlu diadakan


Tindakan perbaikan dari hal-hal dibawah ini,
1.
2.
3.
4.
5.
dst.

Diterima Oleh :
Pengusaha TTU Pemeriksa

(……………………………) (…………………………..)

228
Contoh : Kartu Perbaikan

DINAS KESEHATAN KOTAMADYA/ KABUPATEN


………………………………………………………………….

KARTU PERBAIKAN

Macam Bahan/ Alat : ………………………………………………………………….


Pemeriksaan Tgl. : ………………………………………………………………….
Batas Waktu Perbaikan : ………………………………………………………………….
Yang Perlu Diperbaiki : ………………………………………………………………….






dst.
Stempel

Pemeriksa

(……………………………..)

Kartu ini biasanya dibuat rangkap 2 untuk :


 1 Kartu ditempel pada bahan/ alat yang perlu diperbaiki.
 1 Kartu untuk arsip petugas pemeriksa.

229
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MI. 4
Materi : Penyusunan Karya Tulis/ Ilmiah
Waktu : 7 jpl (T = 2 jpl; P = 5 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta Peserta mampu : 1.
mampu 2.  Bentuk karya - -
menyusun Membuat karya tulis/ ilmiah CTJ Transparan
karya tulis/ hasil penelitian  Kerangka - -
ilmiah di bidang kesehatan penulisan karya Disko LCD
bidang yang dipublikasikan ilmiah - -
kesehatan dalam bentuk buku  Strategi Penugasan OHP
lingkungan yang diterbitkan dan penulisan karya -
diedarkan secara ilmiah Bahan diskusi
nasional hasil penelitian
3. bidang kesehatan
Membuat karya ilmiah yang dipublikasikan
hasil penelitian dalam bentuk buku
bidang kesehatan yang diterbitkan dan
yang dipublikasikan diedarkan secara
dalam bentuk nasional
majalah ilmiah yang 2.
diakui instansi yang  Bentuk karya
berwenang (LIPI) ilmiah
4.  Kerangka
Membuat karya tulis penulisan karya
berupa tinjauan ilmiah
atau ulasan ilmiah  Strategi
dengan gagasan penulisan karya
sendiri dalam ilmiah
bidang kesehatan hasil penelitian
yang tidak bidang kesehatan
dipublikasikan tetapi yang dipublikasikan
didokumentasikan dalam bentuk majalah
pada perpustakaan ilmiah yang diakui
dalam bentuk buku instansi yang
dan atau makalah berwenang (LIPI)
5. 3.
Membuat karya tulis
 Bentuk karya
berupa tinjauan
ilmiah
atau ulasan ilmiah
 Kerangka
dengan gagasan
penulisan karya
sendiri dalam
ilmiah
bidang kesehatan
yang dipublikasikan  Strategi
dalam bentuk buku penulisan karya
dan atau makalah ilmiah
6. berupa tinjauan atau
Membuat tulisan ilmiah ulasan ilmiah dengan
populer di bidang gagasan sendiri
kesehatan dalam bidang
lingkungan yang kesehatan yang tidak
disebarluaskan dipublikasikan tetapi
melalui media didokumentasikan
pada perpustakaan

230
massa dalam bentuk buku
dan atau makalah
4.
 Bentuk karya
ilmiah
 Kerangka
penulisan karya
ilmiah
 Strategi
penulisan karya
ilmiah
berupa tinjauan atau
ulasan ilmiah dengan
gagasan sendiri
dalam bidang
kesehatan yang
dipublikasikan dalam
bentuk buku dan atau
makalah
5.
 Bentuk karya
ilmiah
 Kerangka
penulisan karya
ilmiah
 Strategi
penulisan karya
ilmiah
ilmiah populer di
bidang kesehatan
lingkungan yang
disebarluaskan
melalui media massa
1.

231
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH)

Halaman
I DESKRIPSI SINGKAT
II TUJUAN PEMBELAJARAN
III POKOK BAHASAN DAN SUB BAHASAN
IV BAHAN BELAJAR
V LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN
VI URAIAN MATERI
VII REFERENSI

232
PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH

I. DESKRIPSI SINGKAT

Menurut Dr Sudarso, M.Sc, karya tulis ilmiah merupakan hasil penulisan seseorang
dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. Penerapan kaidah-kaidah ilmiah tersebut
pada dasarnya untuk mencapai kebenaran ilmiah. Untuk mendapatkan kebenaran
ilmiah, peneliti dan penulis ilmiah harus senantiasa berpikir logis, sistematis dan
empiris.

Karya tulis ilmiah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) karya tulis ilmiah yang dibuat atas dasar ide penulis atau pustaka-pustaka terkait
tanpa melakukan suatu penelitian dan b) karya tulis ilmiah yang penulisannya
didasarkan dari hasil suatu penelitian ilmiah.

Perkembangan ilmu dan teknologi yang cepat berakibat pada perubahan pola
kehidupan manusia sehingga berubah pula hubungan antar manusia dan
lingkungannya. Hal tersebut dapat menyebabkan permasalahan yang terkait dengan
kesehatan lingkungan.

Sanitarian diharapkan dapat berkarya dan menyebarluaskan hasil karyanya dalam


mengatasi masalah kesehatan lingkungan yang ada baik melalui penelitian maupun
tanpa melalui penelitian, sehingga masyarakat mengetahui dan memahami cara
penanggulangan masalah kesehatan lingkungan.

I. TUJUAN PEMBELAJARAN
a.Tujuan Umum
Pada akhir sesi ini peserta mampu menyusun karya tulis ilmiah.
b.Tujuan Khusus
Pada akhir sesi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
i. Bentuk karya tulis ilmiah
ii. Kerangka Penulisan karya tulis ilmiah
iii. Strategi Penulisan karya tulis ilmiah

II. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

233
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk sanitarian terampil dan sanitarian ahli,
pada prinsipnya sama, hanya penekanannya yang berbeda.
i. Bentuk karya tulis ilmiah
ii. Kerangka Penulisan karya tulis ilmiah
iii. Strategi Penulisan karya tulis ilmiah

III. BAHAN BELAJAR


i. Membuat Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Dr Sudarso, M.Sc, Surabaya, 2007
ii. Langkah-langkah Praktis Penyusunan Proposal dan Publikasi Ilmiah. Prof. Dr. A.A.
Gde Muninjaya, MPH, Jakarta, 2003
iii. Teknik Menulis Makalah Seminar. Drs. Pranowo, M.Pd dkk, Yogyakarta, 2007.
iv. Metodologi Penelitian. Sumadi Suryabrata, Yogyakarta, 2002.

IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Setiap materi pelajaran akan disampaikan sbb :


i. Setiap bab diawali dengan uraian singkat mengenai maksud judul bab itu.
ii. Setelah uraian singkat, dilanjutkan dengan contoh-2
iii. Setelah uraian contoh kemudian disertai beberapa catatan.
iv. Pada akhir bab, bila perlu disertai dengan latihan mengenai pokok masalah yg
dibicarakan di bab itu.

V. URAIAN MATERI

BENTUK KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis ilmiah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua , yaitu :
1. Karya tulis ilmiah yang dibuat atas dasar ide penulis atau pustaka-puataka terkait,
tanpa melakukan suatu penelitian.
Pada umumnya, karya tulis jenis ini sering dimuat di surat-kabar, majalah atau
media-media cetak lainnya. Karya tulis jenis ini ada yang bersifat popular, yang
dapat dibaca dan dipahami oleh berbagai tingkatan golongan pada masyarakat.
Agar dapat dipahami oleh masyarakat awam, penulisan karya ilmiah jenis ini
mempunyai strategi tersendiri.

2. Karya Tulis ilmiah yang penulisannya didasarkan dari hasil suatu penelitian ilmiah.
Karya tulis ilmiah jenis inilah yang akan menjadi pembahasan utama didalam modul
ini. Bentuk karya tulis ilmiah jenis ini dapat berupa skripsi atau tugas akhir, thesis
dan laporan hasil penelitian. Karya tulis ilmiah jenis ini dapat dikembangkan menjadi

234
karya tulis ilmiah populer, dengan mengubah tatacara penulisannya dan
menggunakan tata-bahasa yang lebih sederhana sehingga dapat mudah dipahami
oleh masyarakat umum. Pembuatannya dapat berupa artikel-artikel surat-kabar,
majalah, jurnal, tabloid atau brosur maupun leaflet yang bertujuan untuk
menjelaskan sesuatu hal.
KERANGKA PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

Dalam penulisan hasil penelitian/karya tulis ilmiah ada dua macam yaitu laporan
penelitian dan publikasi hasil penelitian. Laporan penelitian biasanya ditulis secara
lengkap untuk dikirimkan kepada penyandang dana atau institusi penelitian. Laporan ini
biasanya diawali dengan ringkasan umum (executive summary). Hasil penelitian yang
ditulis untuk publikasi ilmiah (scientific paper) biasanya dikirimkan ke majalah ilmiah dan
bukan ke surat kabar.
Format (kerangka) penulisan laporan penelitian bersifat baku (umum), tetapi ada
juga format lain sesuai dengan yang ditetapkan oleh penyandang dana. Begitu juga
dengan format penulisan paper ilmiah, ada yang baku dan ada juga format spesifik
sesuai dengan yang ditetapkan oleh masing-masing majalah ilmiah.
Menurut Dr Sudarso, M. Sc. kerangka penulisan karya tulis ilmiah yang berasal
dari hasil penelitian, termasuk karya tulis ilmiah dibidang kesehatan, dapat dibuat
dengan susunan sebagai berikut :
 Judul Karya Tulis Ilmiah
 Daftar Isi
 Abstrak dan Kata Kunci
 Bab I. Pendahuluan
 Bab II. Tinjauan Pustaka
 Bab III. Metode Penelitian
 Bab IV. Hasil Penelitian
 Bab V. Pembahasan Hasil Penelitian
 Bab VI. Kesimpulan dan Saran
 Daftar Pustaka
 Lampiran

Menurut Prof. Dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH, secara umum aturan penulisan
makalah ilmiah yang digunakan oleh berbagai jurnal internasional mengikuti aturan baku
sebaga berikut :
o Judul
o Nama peneliti
o Abstrak
o Pendahuluan
o Materi dan metode (Bahan dan cara kerja)

235
o Hasil
o Pembahasan
o Kesimpulan dan Saran
o Ucapan terima kasih
o Daftar Kepustakaan.
Menurut Drs. Pranowo, M.Pd, dkk, kerangka penulisan karangan ilmiah adalah
sebagai berikut :
o Judul karangan
o Pendahuluan
o Studi Kepustakaan
o Pembahasan Masalah
o Penutup
o Daftar bacaan
o Lampiran

Menurut Prof. Dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH, penyusunan laporan hasil kajian
(penilaian) tentang sebuah kegiatan/kebijakan/proyek menggunakan metode Best
Practice (BP) adalah sebagai berikut :
1. Nama kegiatan/kebijaksanaan sebuah proyek/program
2. Alamat Penanggung jawab
3. Kegiatan yang dilakukan
4. Tujuannya
5. Pelaksanannya
6. Sumber dan besar dananya
7. Waktu pelaksanaannya (saat dimulai kegiatan – periode kegiatan)
8. Rencana waktu terminasi proyek (berakhirnya proyek)
9. Target populasinya
10. Rincian Kegiatan Proyek
11. Hasil akhir/dampak yang diharapkan
12. Evaluasinya (apakah sudah dilaksanakan)
13. Ada penjelasan tentang metode evaluasi yang digunakan dan hasilnya
14. Pelajaran yang bisa dipetik oleh pembaca dari kegiatan program yg dikaji
15. Kunci keberhasilan dan kegagalan.

STRATEGI PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

Strategi untuk menyusun karya tulis ilmiah adalah sebabagi berikut :


1. Merumuskan Masalah Penelitian

236
2. Membuat Proposal Penelitian
3. Melaksanakan Penelitian
4. Presentasi hasil penelitian

Merumuskan Masalah Penelitian


Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan penelitian.
Masalah yang disebabkan oleh satu penyebab tertentu, cukup dilakukan penyelesaian
secara managerial, sedangkan masalah yang disebabkan oleh dua atau lebih penyebab
dapat diupayakan penyelesaiannya dengan melakukan penelitian.

Membuat Proposal Penelitian


Setelah ditetapkan/ditemukan masalah penelitian, maka tahap berikutnya adalah
membuat proposal penelitian. ( dijelaskan kiat-kiatnya tiap bab dan contoh)
Menurut Prof. Dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH, hal-2 yg perlu diperhatikan pada saat
menyusun sebuah proposal penelitian adalah sebagai berikut :
1. Judul/topik penelitian
2. Ruang lingkup penelitian
3. Personalia
4. Pendahuluan
a) Latar belakang penelitian
b) Kerangka konsep/teori/pikir
c) Hipotesis penelitian
d) Tujuan penelitian
e) Manfaat penelitian
5. Bahan dan cara penelitian (metodologi)
a) Tempat dan waktu penelitian
b) Desain (rancangan) penelitian
c) Populasi
d) Sampel
e) Responden
f) Definisi operasional variabel
g) Alat ukur (instrumen)
h) Cara pengumpulan data
i) Rencana analisis data
6. Biaya penelitian
a) Honor/upah
b) Transportasi

237
c) Alat-alat utk menunjang penelitian
d) Bahan-bahan utk menunjang penelitian
e) Biaya izin, fotokopi, mencetak dsb
f) Biaya tak terduga (tdk semua donor mengijinkan dana ini)
7. Jadual penelitian
Kegiatan yg dicantumkan dlm jadual adalah :
a) Pembuatan usulan penelitian/seminar usulan penelitian
b) Pemilihan/pembuatan instrumen, ujicoba/perbaikan dan pengandaan
c) Pembuatan sampling frame/listing, pemilihan sampel
d) Pengumpulan data
e) Analisis data
 Editing
 Coding
 Data entry
 Data cleaning
 Analisis
f) Seminar hasil analisis data
g) Penulisan laporan
h) Penyerahan laporan

Adapun menurut Dr Sudarso, M.Sc, sistematika Usulan Penelitian sebagai berikut :


Judul Penelitian
I. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Rumusan masalah
c. Hipotesis
d. Tujuan Penelitian
e. Manfaat penelitian
II. Tinjauan Pustaka
a. Kerangka konsep
III. Metodologi
a. Desain penelitian
b. Tempat dan waktu penelitian
c. Populasi dan sample
d. Kriteria inklusi dan eksklusi
e. Besar sampel
f. Cara kerja
g. Identifikasi variabel
h. Rencana manajemen dan analisa data
i. Definisi operasional

238
j. Masalah etika
IV. Daftar Pustaka
V. Lampiran

Pelaksanaan Penelitian
Setelah proposal penelitian selesai, selanjutnya dilaksanakan kegiatan : (dijelaskan
kiat-kiatnya tiap bab dan contoh)
1. Mengurus ijin penelitian dari instansi terkait.
2. Mengumpulkan data
3. Mengolah dan analisis data
4. Membahas hasil penelitian
5. Menarik kesimpulan dan saran
6. Menuliskan hasil penelitian

Presentasi hasil Penelitian


Presentasi hasil penelitian dilakukan melalui 2 2 jalur :
1. Presentasi umum :
o Secara intern, bersama tim peneliti
o Bersama Staf penyandang dana, pejabat pemerintah, staf penguji jika utk
thesis dsb.
2. Hasil penelitian berbentuk paper ilmiah dipublikasikan di majalah ilmiah atau di
berbagai pertemuan ilmiah sesuai ruang lingkupnya. Dari 1 penelitian dapat dibuat
beberapa paper ilmiah untuk dipublikasikan.

VII. REFERENSI

239
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MI. 5
Materi : Teknik menterjemahkan/ menyadur buku
Waktu : 7 jpl (T = 2 jpl; P = 5 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta mampu Peserta mampu : 1.
menterjemahkan/ 1.  Prinsip- - -
menyadur buku Menterjemahkan/ prinsip CTJ Transparan
dan bahan menyadur buku di menterjemahkan - -
lainnya di bidang bidang kesehatan / menyadur Disko LCD
kesehatan lingkungan yang  Teknik - -
lingkungan dipublikasikan menterjemahkan Penugasan OHP
dalam bentuk / menyadur -
buku yang  Teknik Bahan diskusi
diterbitkan atau penulisan
diedarkan secara menterjemahkan
nasional / menyadur
2. di bidang kesling
Menterjemahkan/ yang dipublikasikan
menyadur buku di dalam bentuk buku
bidang kesehatan 2.
lingkungan yang  Prinsip-
dipublikasikan prinsip
dalam bentuk menterjemahkan
majalah ilmiah / menyadur
yang diakui oleh  Teknik
instansi yang menterjemahkan
berwenang (LIPI) / menyadur
3.  Teknik
Menterjemahkan/ penulisan
menyadur buku di menterjemahkan
bidang kesehatan / menyadur
lingkungan yang di bidang kesling
tidak yang dipublikasikan
dipublikasikan dalam bentuk
dalam bentuk majalah ilmiah yang
buku dan atau diakui oleh instansi
makalah yang bberwenang
4. (LIPI)
Membuat abstrak 3.
tulisan yang
 Prinsip-
dimuat dalam
prinsip
penerbitan
menterjemahkan
/ menyadur
 Teknik
menterjemahkan
/ menyadur
 Teknik
penulisan
menterjemahkan
/ menyadur

240
buku di bidang
kesling yang
dipublikasikan dalam
bentuk buku dan
atau makalah
4.
 Teknik
pembuatan
abstrak
 Teknik
penulisan
abstrak

Daftar Isi:

1. Teknik Menulis Secara Umum -- Oleh Puji Arya Yanti


2. Tulisan Kreatif: Mengembangkan Tema -- ACS Distance Education
3. Jenis Tulisan dan Strukturnya -- Jennie S. Bev
4. Meringkas, Menyadur, dan Mentranskrip -- Kristina Dwi Lestari
5. Menulis Esai Singkat -- Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
6. Bagaimana Menulis Artikel di Media Massa -- Hadynur
7. Kerangka Dasar Artikel Untuk Majalah -- Karen Perkins
8. Langkah-langkah Meresensi Buku -- DR. A.M. Slamet Soewandi
9. Ringkasan Buku -- Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
10. Ketrampilan dan kualitas penerjemahan -- Nababan, Mangatur

241
Teknik Menulis Secara Umum
Puji Arya Yanti
Seperti halnya proses produktif lainnya, menulis juga memerlukan teknik tertentu sehingga
menghasilkan tulisan yang baik, bermanfaat, dan enak dibaca.
Teknik menulis untuk suatu jenis tulisan yang satu dengan lainnya itu berbeda. Berikut
teknik menulis secara umum yang dapat dipakai.
1. Menentukan Jenis Tulisan
Hal ini perlu dilakukan lebih dahulu karena berpengaruh pada hal-hal selanjutnya.
Menulis cerita anak tentu tekniknya berbeda dengan menulis renungan, atau menulis
kesaksian.
2. Memertimbangkan Pembaca
Ingatlah para pembaca. Ini adalah satu metode agar tulisan akan dibaca. Berikan apa
yang mereka butuhkan, yang sifatnya mendidik, memberi informasi, maupun yang
menghibur.
3. Berorientasi pada Publikasi
Jangan melupakan hal ini. Selain memertimbangkan pembaca, berorientasi pada
publikasi akan menolong dalam menghasilkan tulisan yang bagus. Kita dapat
mempelajari tulisan seperti apa yang diinginkan suatu media tertentu jika kita tahu ke
mana tulisan akan dipublikasikan.
4. Menentukan Tema dan Mencari Ide Tulisan
Dari tema yang sudah ditentukan, timbullah ide-ide yang baru dan menarik. Untuk
menunjang ide-ide tersebut, lakukan persiapan-persiapan bahan, bahkan riset sehingga
tulisan akan semakin akurat.
5. Mengembangkan Ide
Jika tema dan ide sudah ditentukan, teknik selanjutnya adalah mengembangkannya. Ide
tidak akan menjadi sebuah tulisan jika tidak dikembangkan. Kembangkan ide dalam
kalimat-kalimat sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
6. Memerhatikan Unsur-Unsur Tulisan
Dalam mengembangkan ide, perlu diperhatikan pula unsur-unsur tulisan. Pakailah kata
dan kalimat yang efektif, sehingga pembaca tidak akan bingung mengikuti pemaparan
ide tersebut. Namun, unsur tulisan ini juga perlu memerhatikan jenis tulisan yang akan
dibuat. Dalam menulis puisi tidak perlu risau apakah kalimat kita efektif atau tidak.
7. Menciptakan Gaya Tulisan
Buatlah gaya sendiri. Jangan meniru gaya tulisan orang lain. Hal ini memang tidak
mudah bagi pemula, apalagi kalau mempunyai penulis yang di-idolakan. Biasanya gaya
menulis kita akan terpengaruh olehnya. Lakukan latihan terus-menerus, akhirnya kita
akan bisa menciptakan gaya sendiri.
8. Menguasai EyD
Meskipun ada seorang editor yang akan mengedit tulisan kita, seorang penulis
sebaiknya juga menguasai ejaan yang disempurnakan dengan baik. Bagaimana

242
memakai tanda baca, memakai kata dan kalimat baku, menggunakan awalan maupun
kata depan, dan lain sebagainya, perlu dikuasai karena hal tersebut akan menunjang
tulisan.
9. Melakukan Swasunting
Editing bukan semata-mata tugas editor. Penulis yang baik juga melakukan editing
tulisannya sendiri. Setelah menyelesaikan tulisan, lakukan swasunting untuk
memerbaiki tata bahasa kalimat dalam tulisan. Swasunting ini tidak hanya berlaku bagi
pemula, semua penulis hendaknya melakukannya.
Kunci dari cara menulis di atas adalah berlatih menulis terus-menerus. Keterampilan
menulis tidak dapat diperoleh secara instan, namun memerlukan latihan dan ketekunan
yang akan mengantarkan kita menjadi seorang penulis yang andal.

Submitted by team e-penulis on Jum, 15/08/2008 - 10:29am.

243
Tulisan Kreatif: Mengembangkan Tema
ACS Distance Education
Setiap karya tulisan, entah sebuah novel atau surat bisnis, perlu memiliki tema yang
dominan atau ide pokok. Tema ini perlu ditulis dengan jelas dan gamblang tertera dalam
surat atau tulisan teknis. Sedangkan dalam sebuah karya kreatif, tema dapat terungkap
perlahan-lahan dalam pengembangan karya tersebut; tema ini hanya dapat dimengerti
sepenuhnya oleh pembaca di akhir cerita. Akan tetapi, tema diperlukan sejak awal dan
berfungsi sebagai benang penyatu antar setiap bab atau paragrafnya. Setiap bagian dari
tulisan tersebut perlu berhubungan dengan tema yang telah ditentukan. Inilah yang
menyatukan sebuah karya tulisan.
Tema karya kreatif mungkin tidak pernah dinyatakan secara tersurat. Contohnya, tema
pokok dari "Dr. Zhivago" karya Boris Pasternak adalah integritas pribadi, kejujuran kepada
diri sendiri dalam pikiran serta tindakan. Hal-hal ini memang tidak pernah disebutkan, tetapi
ditunjukkan dari sikap karakter-karakter utama; masing-masing dari mereka menampilkan
kekuatan dan keberanian dalam menjaga integritas di dunia yang kejam, kacau, dan
sepertinya tak bermoral.
Dalam sebuah novel, terkadang kita menemukan tema yang bercabang-cabang menjadi
beberapa subtema. Karena ceritanya yang panjang, novel Dr. Zhivago memiliki campuran
beberapa tema dan ide dan ada banyak ruang untuk memunculkan kritik terhadap
kebangkitan komunisme, terhadap perang dan agresi pada umumnya, terhadap kekuasaan
yang berbeda-beda dan juga terhadap cinta. Akan tetapi subtema-subtema ini harus kembali
kepada tema yang utama, untuk memperkaya pemahaman dan pengalaman kita tentang ide
utama tersebut.
Sebagai perbandingan, cerpen pendek atau puisi dapat berfokus sepenuhnya pada satu
tema. Walaupun demikian, terkadang bisa dideteksi adanya acuan tersirat atau bahkan
acuan gamblang tentang ide atau tema-tema lain, karena tidak ada satu ide atau
pengalaman yang berdiri sendiri, tetapi pasti berhubungan dan berkaitan dengan ide serta
pengalaman-pengalaman lain.
Kita dapat mengembangkan tema dengan cara apa saja, atau melalui teknik yang beragam
seperti:

 pikiran serta ucapan-ucapan dari tokoh,


 tindakan-tindakan tokoh,
 membandingkan beberapa masyarakat atau beberapa generasi dalam sebuah
masyarakat,
 identifikasi nilai dan pengalaman-pengalaman bersama antara kelompok atau generasi-
generasi,
 cara-cara menghadapi dan mengatasi lingkungan,
 ungkapan simbolis dari lanskap dan alam,
 ide-ide yang disebut berulang-ulang dalam bentuk yang berbeda,

244
 simbol atau hal-hal kebudayaan yang diulang, dan
 nilai-nilai yang ungkapannya dikontraskan
Salah satu cara untuk merencanakan tulisan adalah dengan menentukan tema pokok,
memikirkan cara untuk mengembangkannya, dan menuturkan kompleksitas serta aspek-
aspeknya lewat beberapa subtema yang berbeda. Tanyakan pada diri kita, "Apa yang ingin
saya katakan?", Kemudian katakan kepada diri kita lagi dan lagi, "Apa yang perlu saya
katakan tentang hal ini?". Meditasi secara terus-menerus tentang tema dapat menghasilkan
harta ide yang melimpah.
Untuk mengerti bagaimana tema dikembangkan, bacalah beberapa cerita pendek dan
novel-novel yang benar-benar kita sukai. Amati bagaimana tema di cerita tersebut mula-
mula diperkenalkan, dan bagaimana tema tersebut dikembangkan. Selain itu, berlatihlah
dengan proses "asosiasi bebas". Untuk melatih proses ini, kita hanya perlu mengamati
beberapa pikiran, gambar, kenangan, orang, peristiwa dll. yang masuk dalam pikiran ketika
kita fokus pada suatu ide. Contohnya, sebut saja kita berencana menulis sebuah tema
tentang tanggung jawab pribadi. Bukannya mencoba membentuk tema itu secara sadar
sejak awal, namun kita tulis saja setiap gambar atau kata yang muncul dalam benak kita.
Setiap orang akan muncul dengan koleksi bahan-bahan yang bersifat pribadi dan sangat
berbeda-beda karena tidak ada dua orang pun di dunia yang menjalani kehidupan yang
sama atau merasakannya dengan cara yang sama. Hasil dari latihan "asosiasi bebas"
seperti ini dapat memberikan bibit-bibit untuk "menumbuhkan" dan mengekspresikan tema
kita. (t/Uly)

Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:


Judul asli artikel : Creative Writing: Establishing A Theme
Nama situs : ACS Distance Education
Penulis : Staf ACS
Alamat URL : http://www.acs.edu.au
Tanggal akses : 16 Juni 2010
Submitted by team e-penulis on Jum, 25/06/2010 - 2:06pm.

Jenis Tulisan dan Strukturnya


Jennie S. Bev
Berikut beberapa tips yang bisa menambah referensi bagi penulis, disajikan berdasarkan
jenis tulisan. Diberikan juga penjelasan untuk menghindari bias di dalam tulisan yang kita
susun. Tips ini didapatkan dari salah satu tulisan di blog Jennie S. Bev.
1. Tulisan ilmiah
Tulisan ilmiah memerlukan kalimat tesis, premis, dan hipotesis yang kuat, dan
selanjutnya bisa dibuatkan kerangka berpikir untuk diuraikan lagi dalam beberapa bab
disertai dengan riset mendalam. Metodologi penelitian dan deviasi harus bisa diuraikan
dengan jelas, bahkan kalau perlu dikuantifikasikan. Biasanya, tulisan-tulisan ilmiah ini
termasuk disertasi, tesis, skripsi, dan artikel-artikel dalam jurnal-jurnal ilmiah. Kekuatan,

245
ketajaman, dan kejernihan berpikir sangat menentukan hasil akhir yang bisa agak
"berat" atau "datar", karena segala macam unsur subjektif harus diminimalkan, terutama
yang akan menimbulkan logika yang miring. Tulisan macam ini adalah tulisan yang
berdasarkan pikiran. Bias diminimalisasi sedemikian rupa dengan pengujian-pengujian
hipotesa dan segala macam tes logika. Tulisan ini mengandalkan pikiran, hampir tanpa
unsur perasaan atau subjektifitas, kecuali dari bias latar belakang penulisnya dan ilmu
yang dikuasainya.
2. Tulisan opini
Ini merupakan tulisan semi ilmiah, namun unsur subjektifnya tinggi karena penulis
bebas memasukkan sudut pandang dari hatinya sendiri. Struktur tulisan-tulisan opini
biasanya dimulai dengan introduksi yang bisa juga berbentuk kalimat tanya atau suatu
asumsi. Kesimpulannya mudah saja, tinggal menjawab pertanyaan di paragraf awal
dengan mengiyakan atau menyangkal asumsi. Tubuh artikelnya memerlukan banyak
data dan pengolahan pikiran.
3. Tulisan jurnalistik
Untuk jenis tulisan yang satu ini, standar yang dipakai di Amerika Serikat adalah standar
The Associated Press. Intinya kedengaran cukup mudah: paragraf-paragraf disusun
berdasarkan kepentingan. Semakin penting informasinya, diletakkan semakin atas.
Semakin tidak penting dan bisa dengan mudah disingkirkan tanpa mengubah arti dan
kredibilitas reportase, akan ditaruh semakin di bawah. Tujuannya ialah supaya
menghemat waktu editing. Penulisan reportase seperti ini biasanya tidak memasukkan
unsur-unsur subjektifitas, kecuali bias alami berdasarkan latar belakang penulisnya atau
media yang diwakilinya.

246
4. Tulisan jurnalistik fitur atau "feature"
Hal yang satu ini sudah diajarkan di bangku sekolah. Mudah saja: pengantar, tubuh, dan
kesimpulan. Pengantarnya bisa bentuk ringkasan dari tubuh artikel, bisa juga kalimat
tesis, atau apa saja, termasuk kutipan yang mewakili isi dari tubuh artikel. Tubuh
artikelnya juga bisa berbentuk cerobong, piramida terbalik, maupun pipa. Kita bisa
menulis seindah dan sesubjektif yang kita inginkan. Tidak begitu banyak aturannya.
5. Tulisan pop, seperti untuk blogging atau "review" pendek.
Idealnya tulisan ini tetap mengandung pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Namun, kalau
tidak cukup tempat karena begitu singkatnya, cukup menuliskan beberapa ide pokok
saja. Tidak perlu bertingkat kalau memang tidak memungkinkan. Jelas subjektifitasnya
sangat tinggi dan kita bisa memuji atau mencaci dengan tanpa banyak halangan.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Situs : Jennie For Indonesia
Penulis : Jennie S. Bev
Alamat url: http://www.jennieforindonesia.com/?p=286
Submitted by team e-penulis on Kam, 13/09/2007 - 2:52pm.
Meringkas, Menyadur, dan Mentranskrip
Kristina Dwi Lestari
Terkadang kita sulit untuk memahami ide sebuah tulisan yang panjang dan tidak jarang juga
kita kemudian membuat ringkasan dari sebuah tulisan tersebut untuk membantu memahami
ide-ide dari si penulis. Hal serupa juga dilakukan manakala kita ingin menyalin tulisan dalam
bahasa lain atau karya tulis tertentu yang inti tulisannya ingin kita ketahui. Untuk ini, cara
menyadur bisa menjadi sebuah alternatif. Meringkas, menyadur, dan mentranskrip memang
memiliki kesamaan. Ketiganya masih berpatokan pada ide orang lain. Meski demikian,
dalam hal mentranskrip, ada sedikit perbedaan. Kegiatan mentranskrip lebih kepada
penyalinan bentuk lisan ke bentuk tulisan. Lebih jauh lagi tentang ketiga hal ini, diuraikan
dalam tiga butir berikut ini.

Meringkas
Menyajikan sebuah tulisan dari seorang pengarang ke dalam sebuah sajian tulisan yang
ringkas bukan hal yang mudah. Kita harus membaca dengan cermat. Hal ini merupakan
upaya kita untuk menangkap gagasan atau ide pengarang. Langkah meringkas bisa dipakai
untuk mengetahui maksud dan tujuan pengarang, juga dalam rangka menyajikan sebuah
tulisan ke dalam bentuk yang ringkas, padat, dan tetap berpatokan pada ide asli pengarang.
Dalam membuat sebuah ringkasan, yang harus kita perhatikan adalah mempertahankan
urutan asli dari ide asli pengarang. Akan tetapi, jangan di campuradukkan pengertian
tersebut ketika kita akan membuat sebuah ikhtisar. Kedua hal tersebut ada perbedaan
patokannya. Dalam membuat ikhtisar, kita tidak perlu mempertahankan urutan karangan asli
dan tidak perlu memberikan isi dari seluruh karangan itu secara proposional (Keraf 1984:
262).

247
Berikut akan kita bahas tentang batasan arti ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai
penyajian singkat dari suatu karangan asli tetapi tetap mempertahankan urutan isi dan sudut
pandang pengarang asli. Sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli
secara proposional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu (Keraf 1984:
262). Dengan kata lain, ringkasan adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu
karangan yang panjang dalam bentuk singkat. Lalu apa tujuan dari meringkas tersebut?
Gorys Keraf mengemukakan bahwa membuat ringkasan berguna untuk mengembangkan
ekspresi serta penghematan kata. Latihan membuat ringkasan, menurutnya, akan
mempertajam daya kreasi dan konsentrasi si penulis ringkasan tersebut. Penulis ringkasan
dapat memahami dan mengetahui dengan mudah isi karangan aslinya, baik dalam
penyusunan karangan, cara penyampaian gagasannya dalam bahasa dan susunan yang
baik, cara pemecahan suatu masalah, dan lain sebagainya.
Beberapa bentuk ringkasan di antaranya dapat berupa abstrak, sinopsis, dan simpulan.
Dalam sebuah karya ilmiah (skripsi, laporan akhir, tesis, maupun desertasi), sebuah proses
meringkas biasa disebut juga dengan abstrak (Widyamartana dan Sudiati 1997: 52). Abstrak
atau ringkasan berdasarkan penjelasan Harianto GP (2000: 227) dimaksudkan sebagai
memberikan uraian yang sesingkat-singkatnya tentang segala pokok yang dibahas.
Ringkasan dalam sebuah karya ilmiah hendaknya meliputi dasar masalah, asumsi dasar,
hipotesa, metodologi, data, sumber-sumber pengolahan, kesimpulan, dan saran-saran.
Ringkasan dalam bentuk sinopsis biasa dilakukan pada buku seperti karya fiksi atau
nonfiksi. Bentuk sinopsis merupakan salah satu bentuk ringkas suatu karya yang kiranya
dapat memberikan dorongan kepada orang lain untuk membaca secara utuh (Djuharie dan
Suherli 2001: 12).
Sementara bentuk ringkasan yang lain adalah simpulan. Simpulan adalah bentuk ringkas
yang mengungkapkan gagasan utama dari suatu uraian atau pembicaraan dengan
memberikan penekanan pada ide sentral serta penyelesaian dari permasalahan yang
diungkapkan (Djuharie dan Suherli 2001: 13).

248
Menyadur
Upaya menyalin sebuah tulisan menjadi ringkas dapat dilakukan juga dengan cara
menyadur. Bentuk saduran banyak kita lihat dalam karya fiksi. Penyaduran ini biasanya
terlihat pada karya-karya yang berasal dari bahasa asing.
Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita,
biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian,
laporan, dsb.) atau mengikhtisarkan (KBBI 2002: 976). Dengan demikian, menyadur
mengandung konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan,
atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal. Hal penting yang harus
kita ketahui ialah bahwa dalam menyadur sebuah tulisan, ternyata kita diperkenankan untuk
memperbaiki bentuk maupun bahasa karangan orang lain, misalnya dalam kasus karangan
terjemahan. Dalam sebuah proses penyaduran karya orang lain, kita masih tetap berpegang
untuk tidak mengubah pokok pikiran asal dari penulis aslinya. Sebagai contoh, ketika kita
akan membuat saduran sebuah cerita, konsistensi yang perlu kita perhatikan adalah tetap
berpegang pada alur cerita, ide cerita, maupun plot yang ada di dalam cerita tersebut.
Jangan justru menambahi ide ke dalam cerita tersebut. Suatu hal yang tidak boleh kita
lupakan dalam menyadur adalah dengan meminta izin, mencantumkan sumber tulisan
berikut nama penulisnya.
Mentranskrip
Mendengar kata transkrip, pemahamannya mengacu pada upaya penyalinan sebuah bentuk
lisan ke dalam bentuk tulisan. Transkripsi menurut definisi Harimukti Kridalaksana adalah
pengubahan wicara menjadi bentuk tertulis; biasanya dengan menggambarkan tiap bunyi
atau fonem dengan satu lambang (2001: 219). Hal ini sesuai dengan pandangan J.S.
Badudu bahwa terjadi sebuah penyalinan teks dengan huruf lain untuk menunjukkan lafal,
fonem-fonem bahasa yang bersangkutan (2005: 351). Transkrip dalam hal ini sangat
berguna, khususnya sewaktu kita akan membuat salinan, catatan dari sebuah pembicaraan
ke dalam bentuk tertulis.
Ada beberapa macam transkripsi mengacu pada Kamus Linguistik Harimurti Kridalakasana
(2002: 219). Meskipun sangat kental dengan istilah-istilah linguistik, mengingat
pentranskripsian memang dekat dengan kajian ilmu fonetik, pengenalan macam-macam
transkripsi berikut ini tentulah menambah wawasan kita.
1. Transkripsi berurutan, yaitu transkripsi fonetis dari teks yang berurutan dan bukan dari
kata-kata lepas.
2. Transkripsi fonemis, yaitu transkripsi yang menggunakan satu lambang untuk
menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan fonetisnya.
3. Transkripsi fonetis, yi transkripsi yg berusaha menggambarkan semua bunyi secara teliti.
4. Transkripsi kasar, yaitu transkripsi fonetis yang mempergunakan lambang terbatas
berdasarkan analisis fonemis yang dipergunakan sebagai sistem aksara yang mudah
dibaca.

249
5. Transkripsi impresionistis, yaitu transkripsi fonetis dengan lambang sebanyak-banyaknya
yang dibuat tanpa pengetahuan mengenai sistem bahasa tertentu; transkripsi semacam
ini biasa dibuat pada pengenalan pertama suatu bahasa.
6. Transkripsi ortografis, yaitu transkripsi yang sesuai dengan kaidah-kaidah ejaan suatu
bahasa.
7. Transkripsi saksama, yaitu transkripsi fonetis yang secara cermat menggambarkan
kontinum wicara.
8. Transkripsi sistematis, yaitu transkripsi fonetis dengan lambang terbatas yang dibuat
setelah si penyelidik mengenal bahasanya dan setelah segmen-segmen ujaran
diketahui.
Secara garis besar, bentuk transkripsi merupakan bentuk tertulis dari ucapan. Beberapa
contoh bentuk transkrip, misalnya transkrip pidato, wawancara, atau keterangan pers.
Proses tersebut, sebagaimana disebutkan Shaddily dan Echols, sama halnya dengan
mencatat atau menuliskan hasil pembicaraan. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
menuliskan kata demi kata dari suatu sumber untuk keperluan tertentu (biasanya direkam)
pada alat perekam dan disalin dalam bentuk tulisan.
Cara penulisan dengan meringkas, menyadur, dan mentranskrip, di dalamnya mencakup
cara menyajikan sebuah tulisan, pembicaran ke dalam bentuk tertulis yang tersaji secara
ringkas. Ringkasan dari sebuah tulisan hendaknya tetap menekankan sisi konsistensi akan
sebuah urut-urutan sesuai dengan ide atau gagasan pengarang. Begitu halnya saat kita
menyadur, hal tersebut juga berlaku -- tetap mempertahankan ide dari naskah asli.
Sementara mentranskrip lebih kepada upaya menyajikan sebuah bentuk lisan ke dalam
tulisan. Penyajian hasil tulisan dengan ketiga bentuk tersebut ternyata dapat menjadi latihan
yang baik bagi kita, terutama untuk mempertajam pemahaman kita tentang karya asli. (Keraf
1984:262).

250
Daftar Referensi:

Djuharie, O dan Setiawan, Suherli. 2001. "Panduan Membuat Karya Tulis". Bandung: Yrama
Widya.
Ditranskripsikan, dalam http://ind.proz.com/kudoz/1644238#3789276
Echols, M.John dan Shadily, Hassan. 1989. "Kamus Indonesia-Inggris". Jakarta: Gramedia.
Harianto, GP. 2000. Teknik Penulisan Literatur. Bandung: Penerbit Agiamedia.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. "Kamus Lingusitik". Jakarta: Gramedia.
Keraf, Gorys. 1984. "Komposisi". Flores: Penerbit Nusa Indah
Badudu, JS. 2005. "Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia". Jakarta:
Kompas
Widyamartaya, Al dan Sudiati, Veronica. 1997. "Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah". Jakarta:
Grasindo.
Poon, PM. "Kaedah Pengejaan Istilah Pinjaman", dalam
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengguna:PM_Poon/Kaedah_pengejaan_istilah_pinjaman
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Jakarta:
Balai Pustaka.
Submitted by team e-penulis on Rab, 05/09/2007 – 1:43pm.

251
Menulis Esai Singkat
Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
Praktik menulis berikut ini bertujuan menanamkan secara lebih mendalam cita rasa tata
susunan (a sense of structure) dalam menulis karangan. Cita rasa ini membangun
kepercayaan diri dalam menghadapi tugas menulis karangan apa pun. Dengan cita rasa ini,
kita percaya akan dapat membuat tatanan kepada gagasan-gagasan kita. Pada umumnya,
orang suka dan ingin dapat mengarang untuk mengungkapkan dan menyampaikan
gagasannya kepada orang lain supaya dipahami.
Mengarang sering dirasakan sebagai momok, mungkin dikarenakan belum tertanam dalam
diri kita sense of structure itu. Kita berlatih membangun cita rasa ini dengan mengandaikan
bahwa kita telah mengadakan penelitian, telah mengumpulkan data dengan metode
pengamatan, wawancara, partisipasi, studi pustaka atau metode yang lain, telah melihat
bermacam-macam hubungan antara data itu (hubungan sebab akibat, hubungan syarat,
hubungan cara, hubungan tujuan, hubungan keanggotaan, hubungan jenis, hubungan
contoh, hubungan detil, dan hubungan unsur), dan telah mengonsepsikan kegiatan
mengarang menurut dasar-dasar mengarang.
Ada delapan langkah dalam praktik menulis esai singkat, yaitu sebagai berikut.
Pertama, tuliskanlah sebuah pernyataan gagasan pokok, berupa satu kalimat lengkap.
Gagasan pokok merupakan pandangan atau pendirian kita tentang topik yang kita pilih. Bila
kita mengarang sebuah esai, pembicaraan kita hendaknya terarah kepada gagasan pokok
itu. Tujuan mengarang ialah membeberkan gagasan pokok kita tentang suatu hal.
Kedua, untuk mengarang esai yang kita rencanakan itu, pikirkan dan rumuskanlah pikiran-
pikiran utama yang mendukung dan membeberkan gagasan pokok tersebut.
Ketiga, untuk mengembangkan dan menjelaskan tiap pikiran utama itu, temukanlah dan
tuliskanlah bukti-bukti atau fakta-fakta penguatnya.
Keempat, kemudian cobalah membangun sebuah paragraf dengan pikiran utama dan
pikiran-pikiran pengembangannya. Sebelumnya, hendaknya ditentukan modelnya: model P-
D-K (Pendirian-Dukungan-Kesimpulan), model P-S-P (Pendapat-Sanggahan-Pendirian),
atau model Inversi (model yang menempatkan gagasan pokok karangan di bagian akhir).
Selain itu, hendaknya diterapkan dan diurutkan unsur-unsur atau komponen-komponen
yang telah ditentukan takarannya. Unsur-unsur pembangun paragraf adalah pembuka,
pikiran utama, pikiran pendukung, pikiran penjelas, peralihan, dan kesimpulan. (Pikiran
pengembang di sini dibedakan menjadi pikiran pendukung dan pikiran penjelas.) Sementara
yang dimaksud dengan "takaran" ialah berapa jumlah pikiran pendukung dalam paragraf.
Kelima, bila tiap-tiap pikiran utama Anda sudah lengkap dengan pikiran-pikiran
pengembangnya, bangunlah paragraf-paragraf berikutnya dengan berpola P-D-K atau pola
yang lain. Namun, hendaknya selalu mengingat gagasan pokok yang hendak kita tuju lewat
esai ini.

252
Keenam, setelah paragraf-paragraf tubuh esai itu selesai dibangun, susunlah paragraf
kesimpulannya.
Ketujuh, setelah kita membangun paragraf-paragraf tubuh esai dan menyusun paragraf
kesimpulannya, kemudian pikirkanlah sebuah paragraf semacam paragraf pengantar untuk
memperkenalkan topik atau masalah dan untuk menarik minat pembaca. Mungkin cerita
kecil atau ilustrasi singkat atau kutipan akan bisa memenuhi tujuan itu. Dalam paragraf
pengantar esai dengan model P-D-K atau P-S-P, dinyatakan juga gagasan pokok esai.
Dalam paragraf pengantar esai dengan model Inversi, paragraf pengantar hanya
membeberkan (menceritakan atau melukiskan) sedikit pembukanya saja.
Kedelapan, setelah memiliki paragraf-paragraf tubuh esai, paragraf kesimpulan, dan
paragraf pengantar, sekarang buatlah revisi atas draf-draf itu dengan menambah atau
mengurangi isinya, dengan cara mengubah atau membetulkan pemakaian atau pemilihan
kata, frasa, dan kalimat. Kemudian, tulislah kembali esai itu, dengan urutan paragraf
pengantar, paragraf-paragraf tubuh esai, dan paragraf kesimpulan.
Bahan dirangkum dan diedit dari:
Buku:Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah
JudulArtikel: Menulis Esai Singkat
Penulis : Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
Penerbit : Grasindo Jakarta, 1997
Halaman : 56-70
Submitted by team e-penulis on Sen, 17/07/2006 - 11:05am.
Bagaimana Menulis Artikel di Media Massa
Hadynur
Ada banyak ragam pengertian artikel. Menurut Sharon Scull (1987) artikel didefinisikan
sebagai bentuk karangan yang berisi analisis suatu fenomena alam atau sosial dengan
maksud untuk menjelaskan siapa, apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa fenomena
alam atau sosial tersebut terjadi. Suatu artikel kadang-kadang menawarkan alternatif bagi
pemecahan suatu masalah.
Pada saat ini, menulis artikel di media cetak (dan elektronik) sudah menjadi kegiatan yang
terhormat dikalangan intelektual. Identitas dan otoritas seorang intelektual akan terangkat
jika ia dikenal sebagai seorang penulis artikel. Dengan menulis artikel di media cetak,
seseorang akan dikukuhkan sebagai warga intelektual. Namun demikian, "kaum non
intelektual" juga memiliki kesempatan yang sama untuk menulis artikel di media massa.
Belakangan ini banyak para praktisi, profesional bidang tertentu ataupun penulis lepas
(freelance) yang melakukannya.
KENALI MEDIA
Isi sebuah media, sekurang-kurangnya terdiri atas dua hal pokok. Pertama Fakta dan kedua
Opini. Fakta disajikan dalam bentuk berita (meskipun ada banyak media massa yang
beritanya ditulis dengan unsur subjektivitas tinggi), sedangkan opini diwujudkan dalam
bentuk karikatur, tajuk, surat pembaca, kolom, surat pembaca dan artikel. Biasanya, surat

253
pembaca dan artikel memang ditulis oleh penulis luar yaitu pembaca dan masyarakat luas.
Rubrik ini ditujukan sebagai sarana membangun komunikasi dua arah antara redaksi
dengan pembacanya. Di beberapa media tertentu, pengaruh surat pembaca sangat
siginifikan. Misalnya di media nasional seperti KOMPAS dan Tempo. Seseorang yang ingin
menulis artikel di media massa harus paham bahwa media yang ia tuju adalah media yang
dibaca oleh banyak orang. Artinya, pembacanya adalah orang-orang yang beragam, baik
dari sisi usia, pekerjaan, sosial ekonomi, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Impilikasinya,
artikel harus dibuat yang mudah dimengerti oleh semua kalangan pembaca, termasuk efek
sosial politis yang mungkin timbul.
Meskipun pada ditujukan untuk kalangan umum, setiap media memiliki kekhususan tertentu.
Dalam bahasa bisnis disebut sebagai segmen pasar. Ada penerbitan yang isi artikel
ditujukan hanya untuk konsumen bisnis seperti majalah Ekonomi dan Swasembada, dan
khusus di bidang komputer seperti CHIP, Elektro indonesia, Komputek. Majalah keluarga
meliputi antara lain Femina dan Bunda. Majalah keislaman antara lain adalah Sabili,
Tarbawi, Elfata, Hidayatullah dsb. Media massa umum seperti Jawa Pos, KOMPAS, Suara
Pembaruan, Republika, Suara Karya, Surabaya Post dan sejenisnya tetap memiliki segmen
yang berbeda. Semua tergantung kebijakan redaksi masing-masing. Oleh karena itu,
mengenali karakteristik media yang dituju menjadi sesuatu hal yang sangat mutlak bagi
penulis artikel. Seorang penulis artikel harus memahami "selera" dan "misi" masing-masing
penerbitan.

254
AKTUAL
Apa sebenarnya yang ingin dijual oleh media massa ? Informasi. Karena itu salah satu
kehebatan sebuah media biasanya diukur lewat pertanyaan "seberapa aktual informasi yang
disajikan?". Nah, penulis artikelpun harus mengikuti hal ini.
Untuk bisa mengetahui aktualitas berita, penulis artikel dituntut untuk gemar membaca.
Karena itu, sebelum memutuskan untuk menjadi penulis syarat mutlaknya adalah "seberapa
besar minat kita untuk membaca?".
Aktualitas artikel bisa diperoleh dengan mengamati fenomena-fenomena yang sedang
terjadi. Misalnya, ketika terjadi bom Bali II silam, insting menulis kita langsung terusik
"Berarti sistem pertahanan kita lemah?". Berangkat dari hal itu dan didukung sejumlah
referensi, akhirnya muncullah artikel dengan judul "Teknologi Pencegahan Terorisme" yang
kemudian dimuat di media Suara Karya. Atau ketika ramai-ramainya protes warga korban
SUTET PLN di Jakarta yang lalu, muncul tulisan "Berbahayakah Radiasi SUTET" yang
dimuat di Radar Surabaya. Sebenarnya secara subtansial isi artikel diatas tidak terlalu
mendalam (bahkan untuk ukuran intelektual sangat dangkal), tetapi karena media
menginginkan sesuatu yang aktual, fresh dan baru maka yang demikian pun bisa dimuat.
Mungkin logikanya adalah "Jelek sedikit tidak apa, yang penting aktual, ketimbang artikel
bagus tetapi basi”
Jika kita jeli, ada banyak kejadian di masyarakat yang bisa dianalisa. Misalnya tentang
berita masuknya majalah Playboy, masalah impor beras, masalah CPNS atau tentang
bencana alam yang masih terus terjadi. Jadi, kuncinya hanya satu : Banyak-banyaklah
membaca.
DARIMEDIAKECIL
Jika kita seorang penulis pemula, jangan memaksakan diri untuk menulis artikel di media
cetak besar. Lebih baik memulai mengirim artikel pada media lokal sambil mulai
mengenalkan diri kepada redaksi. Syukur jika secara rutin bisa menulis di media yang
bersangkutan. Pada umumnya, redaksi media cetak lokal justru memiliki lebih banyak waktu
untuk menyeleksi dan memberi komentar terhadap artikel yang masuk.
Ada baiknya juga jika kita menjadi penulis dengan spesialiasi khusus. Bukan berarti menulis
sembarang tema tidak boleh, tetapi biasanya redaksi akan memberikan peluang lebih bagi
artikel yang ditulis sesuai dengan kompetensi kita. Misalnya, mengkhususkan diri di bidang
Iptek dan pendidikan.
Penulis-penulis yang sudah punya namapun biasanya hanya menulis artikel sesuai dengan
kompetensinya. Sebagai contoh, Yohannes Surya dan Terry Mat yang konsisten menulis
tentang dunia fisika. R Panca Dahana dengan tulisan seputar kebudayaan. Indra J Pillang
biasanya menulis tentang pemilu. Taufik yang biasa menulis artikel astronomi di KOMPAS.
Anita Lie, Ki Supriyoko lewat tulisannya seputar pendidikan. Hermawan Kartajaya dengan
kolom-kolom marketingnya. Juga ada Hernowo yang biasa menulis artikel tentang baca-tulis
atau Tommy Su yang biasa membahas masalah akulturasi kebudayaan. Di Surabaya, ada
Pak Alisyahbana yang identik dengan tulisan-tulisan tentang problematika tata kota.

255
Akhirnya, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah soal etos kerja. Menulis artikel
memerlukan ketekunan dan kadang-kadang membutuhkan riset kecil-kecilan untuk
mendukung validitas data yang kita tulis. Displin untuk tetap menulis, meskipun artikel yang
kita kirim belum juga dimuat.
Bahan dari:
Sumber : Milis Penulislepas (penulislepas@yahoogroups.com)
Penulis : Hadynur
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:42am.

256
Kerangka Dasar Artikel Untuk Majalah
Karen Perkins
Sebelum menulis artikel, kita perlu memiliki sebuah perencanaan yang tepat. Setiap artikel
membutuhkan tema utama yang akan mempengaruhi seluruh aspek lainnya. Setelah
menentukan tema, dibuatlah struktur dan susunan artikel tersebut. Gunakan tema yang
dipilih tersebut untuk membuat kerangka dasar. Kita perlu menyusun suatu kerangka tulisan
karena hal tersebut akan mengatur semua komponen artikel dalam suatu susunan yang
logis. Selain itu, kerangka tulisan menjaga penulis agar tetap fokus pada tema artikel dan
juga membimbing proses penulisan itu sendiri.
Bagian-Bagian dari Artikel
Judul artikel merupakan bagian yang terpenting. Judul memancing minat pembaca dan juga
mengarahkan alur cerita. Bagian-bagian lain artikel adalah pendahuluan, tubuh artikel, dan
kesimpulan.
1. Pendahuluan mengawali artikel.
Pendahuluan harus dapat memikat perhatian pembaca dan menggambarkan ide
pokoknya. Empat macam pendahuluan artikel adalah:
a. kutipan - menggunakan sebuah kutipan yang sesuai dengan tema artikel
b. anekdot - narasi yang mengisahkan sebuah cerita
c. ringkasan - menceritakan apa, siapa, mengapa, berapa, kapan, di mana, dan
bagaimana
d. pernyataan yang mengejutkan - memompa minat pembaca dengan pembukaan
yang tidak biasa
2. Tubuh artikel mengikuti pendahuluan artikel.
Sebuah paragraf harus mengalir lancar dari satu paragraf ke paragraf berikutnya,
dengan panjang kalimat dan struktur kalimat yang beragam agar menambah daya tarik.
Beberapa jenis tulisan yang dapat digunakan di bagian ini termasuk anekdot yang
digunakan untuk menggambarkan ide, kutipan dan percakapan untuk menambah
sentuhan pribadi, serta contoh-contoh spesifik yang memberikan bobot kepada artikel.
3. Tubuh artikel diikuti dengan kesimpulan yang baik.
Gunakanlah bagian ini untuk meringkas ide utama dan menekankan tujuan yang
dimaksud oleh artikel. Selain pengaturan artikel seperti di atas, banyak artikel yang
menggunakan kotak informasi tambahan. Informasi tambahan yang tepat akan
menambah nilai presentasi yang juga akan menarik hati redaksi majalah.

Menyunting dan Merevisi Artikel


Ketika selesai menulis, suntinglah dengan seksama terlebih dahulu sebelum
mengirimkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan ejaan, tata bahasa,

257
dan tanda baca yang benar dan baik. Struktur dari keseluruhan artikel harus diperhatikan
untuk melihat apakah pendahuluan dan kesimpulannya sudah cukup efektif untuk
menyatakan tujuan dari artikel. Masing-masing paragraf dan keseluruhan ide harus mengalir
dengan lancar dan digunakan sesuai dengan tema artikel. Mintalah seseorang membaca
artikel kita untuk memberi komentar dan saran, kemudian luangkan waktu untuk membuat
revisi seperlunya.
Mengirimkan Artikel kepada Redaksi Majalah
Langkah terakhir adalah mengirimkan artikel kepada redaksi. Jawabannya dapat berupa
penerimaan atau penolakan. Jika kita menerima surat penolakan tidak berarti kita tidak
dapat mengirimkan artikel tersebut ke majalah lain. Jika artikel diterima, penulis perlu
memutuskan hak cipta penjualan artikel. Hak sekali pakai adalah hak yang paling
menguntungkan bagi penulis. Entah diterima, entah ditolak, penulis perlu terus melanjutkan
pencarian pasar lain untuk mengirimkan artikelnya. (t/Uly)
Diterjemahkan dari:
Nama situs : suite101.com
Judul artikel How to Write Feature Articles for Magazines: Basic Steps to Well-Written
:
asli Magazine Articles
Penulis : Karen Perkins
Alamat URL : http://freelancewriting.suite101.com/
Submitted by team e-penulis on Kam, 15/04/2010 - 10:35am.

Langkah-langkah Meresensi Buku


DR. A.M. Slamet Soewandi
Berikut ini adalah langkah-langkah praktis untuk membuat resensi sebuah buku.
1. Melakukan penjajakan atau pengenalan buku yang diresensi, meliputi:
 Tema buku yang diresensi, serta deskripsi buku.
 Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal
(jumlah bab dan halaman), format hingga harga.
 Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan presentasi buku
atau karya apa saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
 Penggolongan / bidang kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi,
sosiologi, filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2. Membaca buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti. Peta
permasalahan dalam buku itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
3. Menandai bagian-bagian buku yang memerlukan perhatian khusus dan menentukan
bagian-bagian yang akan dikutip sebagai data acuan.
4. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5. Menentukan sikap atau penilaian terhadap hal-hal berikut ini:
 Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antar bagian satu
dengan lainnya, bagaimana sistematika, dan dinamikanya.
 Isi pernyataan; bagaimana bobot idenya, seberapa kuat analisanya, bagaimana
kelengkapan penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas pemikirannya.

258
 Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, bagaimana penggunaan
kalimat dan ketepatan pilihan kata di dalamnya, terutama untuk buku-buku ilmiah.
 Aspek teknis; bagaimana tata letak, bagaimana tata wajah, bagaimana kerapian dan
kebersihan, dan kualitas cetakannya (apakah ada banyak salah cetak).
Sebelum melakukan penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam
garis besar (outline) dari resensi itu. Outline ini akan sangat membantu kita ketika
menulis.
6. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar- dasar dan kriteria-
kriteria yang telah kita tentukan sebelumnya.
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku : Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M. Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 – 7
Submitted by team e-penulis on Jum, 24/03/2006 - 4:45pm.

259
Ringkasan Buku
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
Banyak orang yang bertanya: Apa manfaat menulis? Bagaimanakah cara menulis artikel
ilmiah populer, baik untuk koran maupun majalah, menulis kolom dan resensi buku? Apa kiat
untuk menembus media massa? Bagaimana agar artikel yang kita kirim ke koran/majalah
memiliki kemungkinan dimuat? Bagaimana bila artikel kita ditolak redaktur? Bagaimana
mengatur waktu agar tetap produktif menulis meski sibuk kuliah, banyak kerjaan atau tugas?
Pertanyaan semacam ini sering diajukan oleh seseorang yang berminat untuk memulai
menulis. Tidak hanya seorang mahasiswa bahkan profesor atau dosen senior pun tidak
jarang mengalami artikel yang dikirimnya ke media massa ditolak. Yang pertama karena
analisisnya terlalu ‘dangkal’, sementara untuk kasus kedua disebabkan karena bahasanya
‘terlalu ilmiah’ sehingga sulit dipahami oleh masyarakat yang awam akan bidang tulisan
tersebut.
Buku ini diharapkan dapat menjadi ‘tuntunan’ bagi yang berminat untuk memulai ‘beramal
ilmiah’ lewat tulisan ilmiah populer. Tentu saja tuntunan ini tidak akan efektif tanpa disertai
upaya yang keras untuk belajar dan memulainya sejak kini. Kiat hangat-hangat tahi ayam
nampaknya tidak laku untuk ‘keterampilan’ ini.
Buku ini terdiri atas 10 bab, yang mencoba memberikan tuntunan untuk mendalami kiat dan
langkah awal hingga mahir menulis. Bagi seorang pemula, memulai untuk menulis
merupakan hal yang sulit. Namun, kalau menulis surat atau chatting kepada pacar, suami,
istri,atau sahabat kita kok bisa lancar bahkan sampai berlembar-lembar? Artinya,
sebenarnya semua orang memiliki bakat menulis. Tinggal bagaimana kita melatih dan
meningkatkan keterampilan menulis untuk berbagai kebutuhan.
Kegiatan menulis ibarat menciptakan suatu kebiasaan baru. Bagi yang tidak biasa merokok,
apabila tiap hari menghisap satu batang rokok, dapat dipastikan dalam tempo satu bulan ia
sudah menjadi perokok. Demikian juga menulis. Witing bisa jalaran saka kulina. Artinya
seseorang akan bisa menulis apabila ia sudah membiasakan diri (atau ‘memaksakan’ diri
untuk pemula) untuk menulis.
Bab 1 mengupas hal paling mendasar dalam dunia penulisan yakni menumbuhkan motivasi
menulis. Menumbuhkan motivasi menulis sengaja ditempatkan pada bagian paling awal
karena peranannya yang sangat vital dalam keberlanjutan menulis seseorang. Seseorang
akan dapat dan terus menulis jika dan hanya jika dia memiliki motivasi (ruh) dalam menulis.
Tanpa sebuah motivasi, seseorang bahkan dapat dipastikan tidak akan dapat menulis
apalagi terus menulis. Bab ini akan diawali dengan menelusuri ‘Perintah Menulis’, lalu
diyakini bahwa semua orang punya bakat menulis. Bab ini akan diakhiri dengan kiat
bagaimana menjadi penulis produktif.
Bab 2 secara gamblang menunjukkan cara-cara kongkrit mengelola waktu sehingga dengan
waktu yang tersedia kita dapat melakukan berbagai hal, termasuk menulis. “Wah saya tidak

260
punya waktu menulis.” Itulah ungkapan yang sering kita dengar bagi orang yang tidak
pernah merasakan nikmatnya menulis. Padahal kita punya waktu sehari 24 jam, seminggu 7
hari, masak menyisihkan waktu barang 1 hari dalam seminggu, atau 1 jam sehari tidak
sempat? Salah satu rahasia orang sukses adalah kemampuan mereka dalam mengelola
waktu. Orang sukses bukanlah orang yang punya banyak waktu luang. Orang sukses
adalah orang yang disiplin dan cerdas dalam mengelola waktu.
Bab 3 memfokuskan pada tulisan nonfiksi, terutama reportase, esai, artikel opini, dan kolom.
Semua tulisan di surat kabar, majalah, atau media cetak yang bukan berbentuk berita, bisa
disebut artikel. Artikel dalam bahasa Inggris ditulis “article,” yang menurut Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia karya S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwodarminto, berarti “karangan.”
Sedangkan “artikel” dalam bahasa Indonesia, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
berarti karangan di surat kabar, majalah dan sebagainya. Yang membedakan salah satunya
adalah pemuatan artikel tersebut (Komara dan Subarkan, 2004). Disebut “artikel opini” jika
artikel itu dimuat pada halaman opini. Dikatakan esai bila diletakkan di halaman seni,
hiburan, atau majalah. Bila dimuat di kolom khusus redaksi, diberi nama “tajuk rencana,”
dan jika dimuat sebagai kolom analisis di halaman pertama surat kabar atau kolom pakar di
majalah disebut “kolom.” Arti dan contoh dari masing-masing tulisan nonfiksi atau artikel
akan menjadi fokus bab ini.
Menulis artikel agak berbeda dengan menulis berita atau cerpen. Kalau Arswendo
Atmowiloto mengatakan, “Mengarang (baca: cerpen atau karya fiksi) itu mudah.” Saya lebih
cenderung mengatakan, “Menulis (baca: artikel) itu gampang-gampang sulit.” Ini menuntut
tidak hanya pemahaman akan masalah atau topik yang dibahas, namun juga cara
pengungkapannya melalui bahasa ilmiah yang pas dengan selera pop. Hal itu akan menjadi
gampang kalau kita sudah terbiasa melakukannya, tetapi akan menjadi sulit bagi yang tidak
tahu kiat dan teknik menulis artikel ilmiah populer. Bagi pemula, problem pertama yang
muncul ketika mau menulis adalah mencari sumber inspirasi. Penulis sejati adalah penulis
yang ketika tidak ada gagasan ia terus mencari dan menggali sumber inspirasi yang ada,
sedangkan orang-orang yang termasuk penulis pemula, ia akan menyerah, berdiam diri dan
lari dari kenyataan yang ia hadapi, dan mengurungkan niatnya untuk menulis saat inspirasi
tak kunjung ada (Majdi, 2009).
Bab 4 secara khusus menyajikan berbagai macam sumber inspirasi yang dapat menjadi
penggerak hati dan mengawali aktivitas menulis, hingga memilih topik tulisan anda.
Jadi jika kita sudah menangkap apa yang dimaksud dengan ‘topik’ itu, mulailah
menuangkannya dalam tulisan. Untuk pemula biasanya diperlukan menulis outline atau
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Nulis) mengenai apa yang mau kita tulis.
Bab 5 menguraikan secara rinci bagaimana menulis pendahuluan, uraian masalah, analisis
masalah, solusi atau alternatif pemecahan masalah. GHBN adalah pola urut-urutan dari
keseluruhan karya tulis yang akan di buat. Tujuan kerangka tulisan adalah agar hasil karya
tulis yang kita hasilkan tersaji dengan rapi, ramping, enak dipandang dan enak dibaca.
Kerangka tulisan pada dasarnya terdiri atas empat bagian (Iqbal, 2009). Keempat bagian

261
tersebut meliputi: (1) Judul/Wajah yang mencerminkan tema; (2) Lead
(sapaan/pendahuluan) yang memancing minat dan gairah; (3) Tubuh yang ramping dan
dinamis; (4) Penutup yang bergaya pamit. GBHN akan sangat membantu agar tulisan kita
sistematis. Sistematika akan memudahkan pembaca untuk memahami ide-ide yang kita
tulis. Bagi penulis, sistematika juga akan memperlancar aliran ide yang hendak ditulisnya.
Bab 6 secara khusus menjabarkan bagaimana kiat dan contoh menulis artikel opini untuk
media massa. Artikel opini dimuat setiap hari di koran atau media masa. Sebagian media
massa biasanya memuat beberapa artikel opini. Bahkan tak jarang ada media massa yang
memberi tambahan artikel khusus yang membahas materi tertentu yang dimuat di halaman
lain. Empat gaya utama dalam menulis sebuah artikel opini- yaitu, eksposisi, deskripsi,
argumentasi dan narasi- juga akan dibahas rinci.
Bab 7 menguraikan bagaimana kiat dan contoh menulis kolom. Kolom adalah sebuah rubrik
khusus di media massa cetak yang berisikan karangan atau tulisan pendek, yang berisikan
pendapat subyektif penulisnya tentang suatu masalah (Samsul, 2003). Kolom sebenarnya
bisa dikatakan mirip dengan artikel opini dan esai, hanya saja tulisannya jauh lebih pendek,
biasanya separuh dari artikel opini. Rubrik ini memang bernama asli “kolom,” tapi banyak
media massa yang menggunakan sebutan lain untuknya. Seperti “Resonansi” dan “Refleksi”
(Republika), “Asal Usul” (Kompas), “Perspektif” (Ummat), dan “Analisis” (Kedaulatan
Rakyat). Indonesia mempunyai banyak kolumnis terkenal, antara lain: Goenawan
Mohammad, Mahbub Junaidi, Emha Ainun Nadjib, Umar Kayam, dan lain sebagainya.
Hanya saja kalau kita cermati gaya penulisan kolom biasanya khas dan berbeda dari artikel
dan esai. Contoh kolom dari masing-masing kolumnis tersebut juga akan dipaparkan di bab
ini guna lebih memahami hakekat sosok kolom ini.
Bab 8 menguraikan bagaimana kiat dan contoh menulis resensi buku. Secara umum,
resensi buku bertujuan memberikan informasi dan pemahaman tentang apa yang tampak
dan terungkap pada sebuah buku, mengajak pembaca untuk memikirkan permasalahan
dalam buku, dan memberi pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku (fiksi atau
nonfiksi) layak mendapat sambutan dari masyarakat. Istilah-istilah lain dalam media massa
yang memiliki kesamaan maksud dan tujuan dengan resensi buku adalah tinjauan buku,
ulasan buku, timbangan buku, pembicaraan buku, dan bedah buku. Untuk menulis resensi
buku, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membaca buku tersebut. Simak baik-
baik kata pengantar penulis yang umumnya menjelaskan secara singkat maksud atau latar
belakang penulisan buku itu, siapa target pembaca, bagaimana komentar para tokoh yang
biasanya dimuat di halaman belakang cover buku, daftar isi, kemudian baru baca buku itu.
Tahap terakhir adalah editing. Inilah yang dibahas dalam Bab 9. Tidak jarang tulisan yang
menarik dan bagus dari sisi ilmiah tidak dapat dimuat oleh Redaksi. Ini pada gilirannya
menghendaki penggunaan bahasa ilmiah yang populer. Artinya secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan, sekaligus enak dibaca dan perlu. Karena itu pengeditan sangat
membantu. Pengeditan akan semakin menyempurnakan bahasa yang kita gunakan. Kita
bisa meminta bantuan kepada rekan atau dosen kita yang telah biasa menulis di media

262
massa untuk tahap pengeditan ini. Atau kalau artikel tersebut ditujukan untuk konsumsi
surat kabar, kita bisa meminta adik kita yang masih SMA untuk membacanya. Yang terakhir
ini barangkali terlihat lucu bin aneh. Namun, percayalah, konsumen utama surat kabar
adalah masyarakat awam yang rata-rata pendidikannya SMA ke bawah.
Tahap terakhir adalah mengirimkannya ke media massa. Bab 10 menguraikan secara rinci
bagaimana kiat meningkatkan peluang dimuat di media massa. Dalam surat pengantar
kepada Redaksi, Anda dapat melampirkan riwayat hidup singkat maupun status kita saat ini.
Pengalaman menunjukkan, Redaksi amat menghargai apabila kita sudah mempunyai
pengalaman menulis atau pernah terlibat dalam dunia pers. Pengalaman menulis di pers
kampus seperti majalah Ekonomika, Keadilan, Equlibrium, Balairung dapat dijadikan
referensi. Apalagi kalau kita pernah menjadi staf redaksi atau bahkan pemimpin redaksi
suatu media.
Jangan putus asa apabila artikel kita ditolak Redaksi. Kita dapat menyempurnakannya, dan
kemudian mengirimkannya ke media lain. Tetapi ingat, jangan mengirim ke media lain
sebelum ada pernyataan resmi (tertulis) dari Redaksi bahwa mereka menolak artikel kita.
Nah, begitulah kiat dan teknik menulis artikel ilmiah, baik artikel opini, resensi buku, maupun
kolom. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, apalagi untuk memulai beramal ilmiah.
Selamat mencoba dan berkarya! Do it now, or Never!
Jogja, Iromejan, Desember 2009
Penulis,
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
http://www.mudrajad.com
Penerbit Erlangga
Kantor Pusat
Jl. H. Baping Raya No.100 Jakarta 13740, Telp. (021) 8717006 Fax. (021) 8717006 Ext.145,
8708660, 8717011 e-mail: webmaster@erlangga.co.id, website: www.erlangga.co.id
Ruang Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Lantai II Sayap Selatan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Email: profmudrajadk@gmail.com

Ketrampilan dan kualitas penerjemahan

Nababan, Mangatur*)
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Bersaing, 2006.
Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran. Penerjemahan dapat pula diartikan sebagai proses pengambilan keputusan dalam
peristiwa komunikasi interlingual. Dari sudut pandang Studi Penerjemahan Deskriptif
(Descriptive Translation Studies, disingkat DTS), konsep penerjemahan sebagai proses
pengambilan keputusan menjadi sangat penting.
Konsep tersebut dipandang penting karena alasan-alasan berikut ini. Pertama,

263
penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran,
baik dalam hal strukturnya maupun budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa tersebut.
Sebagai akibatnya, dalam setiap praktik penerjemahan, penerjemah dihadapkan pada
masalah ketidaksepadanan, yang lazim dikenal sebagai ketakterjemahan linguistik dan
ketakterjemahan budaya.
Kedua, konsep penerjemahan sebagai proses pengambilan keputusan mengisyaratkan
perlunya proses pemecahan masalah (decision-making process) dalam penerjemahan,
yang direalisasikan melalui penerapan strategi-strategi penerjemahan. Disatu sisi proses
tersebut merupakan proses yang kasat mata karena terjadi dalam otak atau kotak hitam
(black box) penerjemah. Di sisi lain, proses kognitif tersebut sangat menentukan
keberhasilan suatu terjemahan dalam menjalankan misinya sebagai alat komunikasi antar
dua belah pihak yang tidak sebahasa.
Ketiga, suatu produk atau karya terjemahan dihasilkan melalui tahapan-tahapan yang
dicakup dalam proses penerjemahan. Proses penerjemahan itu tidak akan mungkin
terwujud jika tidak ada orang yang melakukannya, yaitu penerjemah dan keberhasilan
penerjemah dalam menjalankan tugasnya akan sangat tergantung pada latar belakang dan
kompetensinya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap latar belakang penerjemah, kompetensi penerjemah
dan kualitas terjemahan mereka, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, banyak
penerjemah yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup memadai untuk
menjadi penerjemah. Namun, kemampuan mereka dalam memahami teks bahasa Inggris
yang dibangun dari kalimat-kalimat yang kompleks masih kurang. Keterlibatan mereka
dalam pengembangan profesi sangat minim. Kedua, pengetahuan mereka tentang konsep
dan proses penerjemahan sangat memadai meskipun pengetahuan tersebut tidak selalu
mereka terapkan pada saat menerjemahkan. Dengan kata lain, terjadi kesenjangan antara
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Ketiga, terjadi kecenderungan di
kalangan penerjemah untuk menerapkan pendekatan bottom-up, yang berakibat
pemahaman mereka terhadap teks bahasa sumber kurang baik Sebagai akibatnya, acapkali
timbul kesalahan dalam menafsirkan teks bahasa sumber yang pada gilirannya
menimbulkan kesalahan dalam memilih kata, istilah, dan konstruksi kalimat dalam
terjemahan mereka. Keempat, para penerjemah belum memahami sepenuhnya konsep
keberterimaan (acceptability) dan keterbacaan (readability). Padahal, kedua aspek tersebut
merupakan bagian atau sifat penting dari terjemahan yang berkualitas. Kelima strategi
penerjemahan yang mereka miliki masih sangat terbatas dalam memecahkan
ketidaksepadanan baik pada tataran kata, di atas tataran kata, padanan gramatikal,
padanan tekstual maupun pada tataran pragmatik.
Ada indikasi bahwa para penerjemah sudah memiliki pengetahuan deklaratif yang sangat
memadai. Pengetahuan deklaratif yang seperti itu akan sangat berpengaruh pada praktik
penerjemahan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, disarankan agar pengetahuan
deklaratif yang telah dimiliki dapat digunakan secara konsisten. Oleh sebab itu. para

264
penerjemah perlu menyadari bahwa kedua macam pengetahuan itu harus disinergikan
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dalam kegiatan penerjemahan.
Perlu disadari bahwa teori penerjemahan hanya menyediakan pedoman umum. Sementara
itu setiap penerjemahan merupakan kasus, yang memerlukan cara khusus dalam
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam praktik penerjemahan yang
sesungguhnya. Oleh sebab itu, penerjemah perlu meningkatkan kemampuan mereka dalam
menerapkan strategi-strategi khusus penerjemahan.

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

265
Nomor : MI. 6
Materi : Penyusunan Pedoman/ Juklak/ Juknis
Waktu : 6 jpl (T = 2 jpl; P = 4 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi

Peserta mampu Peserta mampu: 2. Pengertian  


memahami prinsip- 3. Kerangka CTJ Slide power
prinsip membuat / Membuat buku penulisan  point
menyusun buku pedoman/ 4. Prinsip dan Curah pendapat 
pedoman/ petunjuk petunjuk teknik /  LCD
pelaksanaan/ pelaksanaan/ langkah- Diskusi 
petunjuk teknis di petunjuk teknis di langkah  Transparan
bidang kesehatan bidang kesehatan menyusun Penugasan 
lingkungan lingkungan buku OHP
pedoman/ 
petunjuk Bahan diskusi
pelaksanaan 
/ petunjuk Flipchart
teknis di
bidang
kesehatan
lingkungan

DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
( MODUL PENYUSUNAN PEDOMAN / PETUNJUK PELAKSANAAN /
PETUNJUK TEKNIK )
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT .............................................................. 1
II. TUJUAN PEMBELAJARAN .............................................................. 2
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK .............................................................. 2
BAHASAN
IV. BAHAN BELAJAR .............................................................. 4
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN .............................................................. 4
PEMBELAJARAN
VI. URAIAN MATERI .............................................................. 7
VII. REFERENSI .............................................................. 14

MATERI INTI 7
PENYUSUNAN PEDOMAN/ PETUNJUK PELAKSANAAN/ PETUNJUK TEKNIS

I. DISKRIPSI SINGKAT

266
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten,
kota, kecamatan) kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur negara
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pada era otonomi daerah, fungsi pelayanan
publik menjadi satu diantara fokus perhatian dalam meningkatkan kinerja instansi
pemerintah daerah. Oleh karenanya, secara otomatis berbagai fasilitas pelayanan
publik harus lebih didekatkan kepada masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh
masyarakat.

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat diharapkan dapat melaksanakan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan serta dapat memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat secara profesional melalui upaya pelaksanaan program pembangunan
khususnya pembangunan di bidang kesehatan.

Pemerintah berupaya mewujudkan kinerja pelayanan publik di lingkungan unit kerja


pemerintahan yang profesional, terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya. Hal
tersebut mengharuskan pemerintah / pemerintah daerah perlu menyusun dan memiliki
pedoman/ petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis.
Dimana pedoman / petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis merupakan acuan atau
ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu program / kegiatan harus
dilaksanakan oleh petugas atau pegawai negeri sipil sehingga pelaksanaan program
dapat berhasil guna, berdaya guna, terukur dan terstandar serta dapat berfungsi
sebagai alat penilaian kinerja instansi pemerintah/ pemerintah daerah yang
bersangkautan.

Penilaian kinerja instansi pemerintah/ pemerintah daerah termasuk didalamnya adalah


PNS yang didasarkan pada indikator-indikator administratif dan prosedural serta
indikator teknis sesuai tata kerja, prosedur kerja pada unit kerja yang bersangkutan.
Tujuan utama pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis adalah menciptakan
komitmen mengenai apa yang akan dilaksanakan/ dikerjakan oleh satuan unit kerja
instansi pemerintahan/ pegawai negeri untuk mewujudkan good governance.

Dalam modul ini akan dibahas pengertian pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis di bidang kesehatan lingkungan, Kerangka penulisan pedoman,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta prinsip dan teknik serta langkah-
langkah penulisan pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan disertai contoh-contoh buku pedoman, petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis pelaksanaan program di bidang kesehatan lingkungan

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum

267
Pada akhir sesi ini, peserta latih mampu memahami prinsip-prinsip membuat /
menyusun buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan sebagai acuan pelaksanaan penyelenggaraan upaya
kesehatan utamanua kesehatan lingkungan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Pada akhir sesi ini, peserta latih mampu:
1. Menjelaskan dengan baik pengertian pedoman/ petunjuk pelaksanaan/
petunjuk teknis di bidang kesehatan lingkungan.
2. Memahami dengan baik penyusunan / pembuatan kerangka penulisan buku
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang kesehatan
lingkungan.
3. Memahami dengan baik prinsip dan teknik serta langkah-langkah penulisan
pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di bidang kesehatan
lingkungan.
4. Menyusun/ membuat buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
di bidang kesehatan lingkungan.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


 Pengertian dan ruang lingkup pedoman/petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis
1. Pengertian pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk
teknis bidang kesehatan lingkungan
2. Peranan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
bidang kesehatan lingkungan
3. Ruang lingkup pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk
teknis bidang kesehatan lingkungan

 Kerangka Penulisan Penyusunan pedoman/ petunjuk


pelaksanaan/ petunjuk teknis

1. Kerangka penulisan penyusunan pedoman


2. Kerangka Penulisan penyusunan petunjuk pelaksanaan
3. Kerangka penulisan penyusunan petunjuk teknis

 Prinsip, teknis dan langkah-langkah Penulisan


Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis

1. Prinsip-prinsip penulisan penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/


petunjuk teknis.

268
2. Teknis dan langkah-langkah penulisan penyusunan pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis

IV. BAHAN AJAR


1. Managemen Penyakit Berbasis Wilayah, Umar Fakmi Achmadi,UI-Press, Jakarta,
2008
2. Horison Baru Keshatan Masyarakat di Indonesia, Umar Fahmi Achmadi, Penerbit
Renika Cipta, 2008
3. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia.
Departemen Kesehatan 2005
4. SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000 tentang Jabatan Fungsional Sanitarian
dan Angka Kreditnya
5. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur dan Proses, James L. Gibson dkk.
Erlangga, Jakarta, 1997.
6. Kumpulan Buku Pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis Bidang
Penyehatan lingkungan / Kesehatan Lingkungan, Depkes RI, Jakarta
7. Managerial Performance Appraisal, dalam Performance Assesment: Methods and
Appreciations, ed. Ronald A. Berk. The John Hopkins UP, 1986.

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Pada sesi ini anda akan mempelajari 3 (tiga) pokok bahasan dengan masing – masing
sub pokok bahasannya. Berikut ini disampaikan kegiatan anda sebagai fasilitator dan
peserta dengan lembar kerja masing – maing. Fasilitator menggunakan LEMBAR
KERJA FASILITATOR dan peserta latih menggunakan LEMBAR KERJA PESERTA.

Langkah 1

Kegiatan Fasilitator :

1. Menciptakan suasana nyaman dan memotivasi peserta untuk siap menerima


materi.

2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta.

3. Memberikan evaluasi awal terhadap peserta (pre-test)

Kegiatan Peserta :

1. Mempersiapkan diri dan alat – alat tulis yang diperlukan.

269
2. Mendengar / memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting.

3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test)

Langkah 2

Pokok bahasan 1
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan 1 tentang Pengertian dan ruang lingkup
pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
2. Meminta peserta untuk memberikan komentar.
3. Melakukan klarifikasi.

Kegiatan Peserta :
1. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan.

Langkah 3
Pokok bahasan 2
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 2 tentang Kerangka Penulisan Penyusunan
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
2. Jelaskan atau meminta peserta untuk menjelaskan Kerangka Penulisan
Penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
3. Kemudian berikan soal / bahan diskusi yang berkaitan dengan sub pokok bahasan
(Kerangka penulisan penyusunan pedoman, kerangka Penulisan penyusunan
petunjuk pelaksanaan, kerangka penulisan penyusunan petunjuk teknis
4. lalu peserta diminta untuk menentukan pilihan rancangan mana yang sesuai dengan
soal/ bahan diskusi beserta penjelasannya mengapa memilih rancangan tersebut.

5. Memfasilitasi kegiatan diskusi

6. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta.

7. Meminta peserta untuk menuliskan kerangka penulisan pedoman/petunjuk


pelaksanaan/ petunjuk teknik

Kegiatan Peserta :

1. Membagi kelompok

270
2. Mendikuikan soal/ bahan diskusi yang berkaitan dengan sub bahasan lalu peserta
diminta untuk menentukan pilihan kerangka penulisan rancangan mana yang sesuai
dengan soal/ bahan diskusi beserta penjelasannya pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis dan menanyakan mengapa memilih krangka penulisan
tersebut / tertentu.

3. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

4. Memberikan respon atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.

5. Menuliskan kerangka penulisan pedoman/ petunjuk pelaqksanaan / petunjuk teknis


secara perorangan pada lembar kerja.

Langkah 4

Pokok Bahasan 3

Kegiatan Fasilitator

1. Mengajak peserta untuk beralih pada materi berikutnya yaitu bahasan 3 tentang
Prinsip dan teknis serta langkah-langkah Penulisan Penyusunan Pedoman/
Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis
2. Menjelaskan atau meminta peserta untuk menjelaskan bahasan 3 tentang Prinsip
dan teknis Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk
Teknis
3. Membahas atau mendiskusikan pokok bahasan 3 tentang Prinsip dan teknis
Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis
4. Mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang mengapa kita harus memahami
Prinsip dan teknis Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/
Petunjuk Teknis, apakah sudah pernah terlibat dalam tim penyusunan buku
pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis serta pertanyaan-pertanyaan lain
yang bertujuan untuk memperkaya pemahaman peserta.
5. Menanggapi komentar / jawaban peserta dengan menyampaikan klarifikasi

dan penjelasan atas komentar, jawaban dan argumentasi peserta atau


mempertegas dengan meresume dan memberikan penjelasan atas
komentar, jawaban dan argumentasi peserta

Kegiatan Peserta :

1. Mendiskusikan dalam kelompok mengapa perlu membahas Prinsip dan teknis


Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis.

2. Berikan respon atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.

3. Membahas permasalahan / soal dengan menggunakan lembar kerja.

Langkah 5

271
Penutup

Refleksi tentang substani dan proses selama sesi berlangsung.

Kegiatan Peserta :

1. Berikan komentar obyektif atau kritik anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, terlihat dan terdengar selama proses serta bersifat saran yang
positif.

2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulias pada lembar kerja yang tersedia.

3. Mengikuti evaluasi akhir (post-test)

Kegiatan Fasilitator :

1. Lakukan evaluasi akhir (post-test).

2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta
di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lian direkam dalam lipchart / komputer untuk
ditayangkan.

3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.

Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.

VI. URAIAN MATERI


MATERI INTI 7
PENYUSUNAN PEDOMAN/ PETUNJUK PELAKSANAAN/ PETUNJUK TEKNIS

 PENDAHULUAN

Kondisi kesehatan lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap


status kesehatan masyarakat. karena itu untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
perlu dilakukan upaya melalui pelaksanaan program/ kegiatan kesehatan lingkungan
yang terencana dan terukur. Upaya pelaksanaan program/ kegiatan tersebut akan
dapat terlaksana dengan mudah, cepat, dengan hasil yang baik serta dapat diukur
keberhasilannya jika memiliki pedoman/ petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis
sebagai acuan dalam bertindak/ melaksanakan program.
Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan/ Kesehatan Lingkungan perlu
dipersiapkan dengan baik, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara
optimal. Hal tersebut mengingat bahwa program/ kegiatan kesehatan lingkungan
sangat luas dan kompleks. Luas dan kompleksitas program/ kegiatan kesehatan
lingkungan tersebut diperlukan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis untuk

272
digunakan sebagai acuan bagi aparatur kesehatan dan masyarakat dalam
penyelenggaraan program penyehatan lingkungan /kesehatan lingkungan.
Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan/ Kesehatan Lingkungan memerlukan
pedoman sebagai acuan / arahan pelaksanaan program kegiatan agar hasilnya sesuai
dengan target kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Karena itu merupakan bagian
dari langkah awal untuk suatu program/ kegiatan adalah penyusunan pedoman/
petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknik.
Di dalam penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknik perlu
mempertimbangakan arahan yang tercantum dalam Keputusan Menpan No.
25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang pedoman umum penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Internal Pemerintah, yaitu terdapat 14 indikator kriteria
pengukuran kinerja organisasi, Sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan yaitu persyaratan teknis dan administratif yang dperlukan
untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai jenis pelayanannya.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepatian petugas yang
memberikan pelayanan (nma, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penylesaian pekerjaan.
6. Kemam[uan petugas pelayanan yaitu keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesakan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaran layanan.
8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/ status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan yait keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11. Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.

273
13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasanyaman kepada penerima
pelayanan.
14. Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, maka keberadaan buku pedoman/ petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknik adalah mengikat unit organisasi pemberi pelayanan,
kepada aparatur/ petugas yang memberikan pelayanan dan kepada masyarakat
penerima pelayanan.

 Pengertian dan ruang lingkup pedoman/petunjuk


pelaksanaan/ petunjuk teknis
1. Pengertian pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis bidang kesehatan
lingkungan.
Sebagaimana maksud dan tujuan penyusunan buku pedoman/petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis adalah:
a. Memberikan arahan
kepada unit organisasi pemberi peayanan, aparatur/petugas yang memberikan
pelayanan dan juga pimpinannya untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan
baik, sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah, cepat, terarah (efektif dan
effisien) serta dapat diukur keberhasilannya;
b. Memberikan arahan
kepada pimpinan untuk dapat melakukan kontrol/ pengawasan kepada staf/
bawahannya atas hasil kerja yang dilakukan oleh staf / petugas, sehingga
pimpinan dapat memberikan penilaian dan sekaligus pengarahan untuk
pencapaian kuantitas dan kualitas hasil pekerjaannya.
Dengan demikian pedoman merupakan kumpulan ketentuan dasar yang
memberikan arah bagaimana suatu program/ kegiatan seharusnya dilaksanakan,
dimana pedoman memuat hal-hal pokok yang menjadi dasar, pegangan, petunjuk,
acuan, untuk menentukan atau melaksanakan suatu program/ kegiatan. Jadi
Pedoman itu bisa berupa seperangkat peraturan perundang-undangan atau produk
hukum.
Sedangkan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknik merupakan ketentuan yang
memberi arah atau bimbingan bagaimana suatu program/ kegiatan tersebut
dilaksanakan. Atau dengan kata lain adalah petunjuk atau ketentuan-ketentuan yang
patut diikuti dalam melaksanakan rencana yang sudah dikembangkan
dilapangan.Dan umumnya bahwa petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis itu
merupakan penjabaran maupun implementasi dari pedoman yang telah dibuat/
disusun.

274
2. Peranan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis bidang kesehatan
lingkungan.
Berdasarkan dari maksud dan tujuan serta pengertian pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknik, maka peranannya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pedoman kebijakan bagi para pimpinan dari unit organisasi pelaksana
program/ kegiatan bidang kesehatan lingkungan
b. Sebagai pedoman kegiatan ini merupakan acuan kegiatan bagi semua jajaran
yang berkaitan dengan program/ kegiatan yang dilaksanakan. (meliputi:
pimpinan, staff/ petugas dan masyarakat bila ada).
c. Sebagai pedoman birokrasi sebagai acuan bagi para birokrat/ penanggung
jawab ataupun pengelola program/ kegiatan.
d. Sebagai pedoman administrasi adalah acuan bagi petugas administrasi /
administrator untuk pengadministrasian semua dokumen program/ kegiatan.
e. Pedoman Evaluasi sebagai acuan / petunjuk bagi pimpinan/ aparatur/ petugas
pelaksana program/ kegiatan.
f. Pedoman Integrasi merupakan acuan dalam mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan semua stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan
program/ kegiatan sehingga semua yang terlibat mempunyai persepsi/
pemahaman yang sama dalam mengimplementasikan program/ kegiatan,
termasuk didalamnya adalah menyangkut tugas dan kewenangan masing-
masing unsur dan stake holder.

3. Ruang lingkup pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis bidang kesehatan


lingkungan

Pedoman pada umumnya mempunyai ruang lingkup yang lebih universal, umum
dan mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan petunjuk
pelaksanaan /petunjuk teknis. Pedoman merupakan penjabaran dari substansi
program dan perundang-undangan. Ketentuan tata pelaksanaan dan dasar hukum
yang digunakan dalam penyusunan pedoman lebih tinggi dan jangkauan kegunaan
dan cakupannya lebih luas. Seperti: kebijakan dan strategi, substansi program
( ruang lingkup dan sasaran, langkah-langkah program kegiatan, sumber daya,
monitoring dan evaluasi dan tata cara pelaporan dan penyusunan laporan),
stakeholder yang terlibat (kedudukan dan jabatan sehingga jelas tugas dan
tanggung jawabnya).
Sedangkan Petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis merupakan penjabaran untuk
mengimplementasikan buku pedoman, sehingga lebih spesifik dan praktis. Petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknik disusun meliputi tujuan yang ingin dicapai, petunjuk
pelaksanaan dan teknis kegiatan, target fisik, lokasi kegiatan, dana yang
dialokasikan, waktu pelaksanaan, dan para pelaksana.

275
 Kerangka Penulisan Penyusunan pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis

1. Kerangka penulisan penyusunan pedoman

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berisi : alasan pentingnya kegiatan, data penunjang dan dasar hukum
2. Ruang Lingkup
Berisi : bidang / sektor kegiatan yang terkait
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. SASARAN
Berisi : Objek/ Subjek Kegiatan
IV. KEBIJAKAN dan STRATEGI
1. Kebijakan
2. Strategi
V. POKOK KEGIATAN
Berisi :
1. Analisa Situasi
2. Kemitraan
3. Program / Kegiatan
4. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
VI. PENGORGANISASIAN
1. Kewenangan dan Peran
2. Integrasi Kegiatan dengan Organisasi Masyarakat yang Ada
VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
1. Pembinaan
2. Pengawasan
DAFTAR KEPUSTAKAAN

2. Kerangka Penulisan penyusunan petunjuk pelaksanaan

KATA PENGANTAR

276
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang, berisi :data Penunjang terkini, dasar Perundang-undangan,
diarahkan pada pentingnya kegiatan tersebut
2. Pengertian, berisi: Pengertian/ Definisi yang berkaitan dengan kegiatan /
nama pedoman pelaksanaan
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. SASARAN; Objek atau subjek kegiatan
IV. RUANG LINGKUP; berisi bidang kegiatan yang akan dilakukan pada sasaran
V. STRATEGI OPERASIONAL; berisi Rancangan pelaksanaan secara runtut untuk
mencapai hasil, dengan skala prioritas
VI. KEGIATAN; berisi : Bentuk kegiatan sesuai dengan strategi operasional
VII. SUMBER DAYA; berisi : tenaga pelaksana, prasarana dan sarana serta sumber
dana
VIII. PERANAN SEKTOR TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN; berisi :
Peranan sektor terkait dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan dan
pengembangan kegiatan
IX. KRITERIA KEBERHASILAN; Terukur dan terstandar.
X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI; berisi pencatatan selama
kegiatan, pelaporan hasil dan evaluasi hasil kegiatan
LAMPIRAN-LAMPIRAN

3. Kerangka penulisan penyusunan petunjuk teknis

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN; berisi:
1. Dasar Perundang-undangan
2. Diarahkan pada pentingnya kegiatan tersebut
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. PENGORGANISASIAN;Pembentukan Tim Kerja / Kegiatan yang terstruktur
dengan jelas peran dan fungsinya
IV. SASARAN; Pelakana kegiatan
V. KRITERIA, berisi : Kriteria yang akan dikerjakan dalam kegiatan

277
VI. PARAMETER, berisi : Tolok ukur kegiatan
VII. LANGKAH – LANGKAH; Berisi : tata cara pelaksanaan kegiatan
VIII. PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Petunjuk Teknis dapat disederhanakan dan berisi:


I. Tujuan
II. Definisi (batasan-batasan)
III. Kebijakan
IV. Prosedur Kerja (Pelaksanaan Pekerjaan dan penjelasannya)
V. Lampiran-lampiran yang diperlukan

 Prinsip dan teknis serta langkah-langkah Penulisan


Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis

1. Prinsip-prinsip penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk


Teknis.
Suatu pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis kegiatan/ program
dimaksudkan sebagai arahan kepada unit organisasi pemberi pelayanan,
aparatur/petugas yang memberikan pelayanan dan juga pimpinannya untuk dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik, sehingga menjamin agar pelaksanaan
kegiatan/ program menjadi lebih mudah, cepat, terarah (efektif dan effisien) serta
dapat diukur keberhasilannya.
Untuk itu, dalam penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk Teknis,
maka prinsip-prinsip penulisan/ penyusunan adalah sebagai berikut:
o Penyusunan pedoman / petunjuk pelaksanaan/
petunjuk teknis harus mengacu kepada TUPOKSI serta alur dokumen
kegiatandan administrasi.
o Tujuan yang jelas dan terukur.
o Kebijakan dan strategi yang tepat.
o Kejelasan peran dan fungsi pihak-pihak yang terlibat
(pembagian tugas yang jelas dan tepat).
o Petunjuk Opresaional/ pelaksanaan program/
kegiatan sederhana, lengkap, fleksibel dan jelas.
o Penggunaan alur dan urutan pelaksanaan pekerjaan
yang baik.
o Kejelasan dan ketepatan input, proses dan output
program.
o Monitoring dan evaluasi terstruktur dan terukur.

278
o Validasi dan perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman / petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis.

Agar pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis mampu memberikan acuan/


arahan yang tepat, akurat dan sesuai kebutuhan stakeholder (institusi dan
masyarakat) , maka hendaknya penyusun tersebut adalah sebuah tim penyusun
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis yang terdiri dari: Penanggung
jawab/ pemilik/ pelaksana program, para pakar/ ahli/ dan keterwakilan masyarakat.
Disamping keterlibatan unsur/ komponen tim penyususn tersebut, yang tidak kalah
pentingnya ialah kualifikasi Tim penyusun harus memiliki:
a. Mempunyai kemampuan berfikir logis dan sistematis, kreatif, kerja sama tim
dan berwawasan luas tentang program/ bidang kesehatan lingkungan.
b. Pemahaman tentang landasan hukum Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/
Petunjuk Teknis yaitu pengetahuan yang cukup tentang tata aturan perundang-
undangan yang relevan dengan substansi program/ kegiatan.
c. Mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang visi, misi, ,
kebijakan, strategi, struktur dan manajemen organisasi, substansi program
kerja, prosedur kerja serta target dan sasaran program.
d. Mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik (lisan dan tulisan) yang
sangat dibutuhkan dalam / pada saat menguraikan dan menjelaskan suatu
prosedur dan lain lain.

2. Teknik dan langkah-langkah Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk


Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis.

Pada dasarnya tidak ada teknis dan langkah-langkah baku di dalam penyusunan
buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis. Akan tetapi, beberapa
referensi merekomendasikan bahwa langkah-langkah penyusunan dan penerapan
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis merupakan siklus PDCA (Plan- Do
–Check - Action) atau (Perencanaan – Uji Coba – Pengujian – dan Penerapan).
a. Dalam tahap Plan (perencanaan), ini merupakan tahap dimana buku
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis mulai disusun. Kegiatan ini,
dimulai dari adalah:
1) Penyusunan dan pembentukan tim ( yang disusun berdasarkan azas
tanggung jawab, pelaksanaan dan keahlian serta keterwakilan dari
masyarakat/ kelompok sasaran program).
2) Identifikasi kebutuhan dan cakupan serta target program yang perlu dibuat
agar pelayanan dan pelaksanaan program dapat berjalan secara effektif,
efisien dan terukur.
3) Inventarisai sumber daya yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang
telibat (berbagai hirarki otoritas) sesuai tupoksinya.

279
4) Kemudian setelah kegiatan-kegiatan tersebut diatas telah siap, maka
proses penyusunan buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
siap dilakukan dengan urutan; menyusun kerangka penyusunan, menulis
dan mengedit substansi/ isi buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk
teknis mengoreksi tata penulisan, tata letak atau format dan lain sebagainya
sampai akhirnya buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
tersusun/ siap.

b. Dalam tahap Do (Uji coba), yaitu pedoman/petunjuk pelaksanaan /petunjuk


teknis yang telah disusun kemudian diuji coba terlebih dahulu. Pelaksanaan uji
coba ini dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan dengan obyek/ sasaran uji
coba juga ditentukan. Hal ini dilakukan karena tidak semua pedoman/petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis langsung dapat berjalan dengan baik, effektif,
efisien dan terukur, serta sesuai dengan harapan.
Di samping itu, kita lakukan uji coba untuk mengetahui kemungkinan ada hal-
hal yang perlu disesuaikan atau diperbaiki karena hasilnya kurang memuaskan
dan tidak sesuai harapan. Tidak ada batasan waktu berapa lama uji coba ini
dilakukan, yang jelas uji coba dilakukan sampai pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ putunjuk teknis tersebut memenuhi harapan yakni memberikan
hasil yang baik, effektif, efisien, terukur, serta sesuai harapan.
c. Dalam tahap Check (Pengujian), ini dilakukan penilaian/ evaluasi apakah
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ putunjuk teknis yang disusun sudah
memberikan hasil yang baik, effektif, efisien, terukur, serta sesuai harapan
yang telah ditetapkan. Penilaian / evaluasi dilakukan selama dilakukannya uji
coba. Apabila hasil penilaian/ evaluasinya sudah memenuhi harapan ini berarti
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ putunjuk teknis yang dibuat sudah optimal
dan sudah bisa ditetapkan sebagai/ menjadi pedoman/ petunjuk pelaksanaan/
putunjuk teknis.
d. Dalam tahap Action (Penerapan), pedoman/petunjuk pelaksanaan/ putunjuk
teknis yang sudah diuji, diperbaiki dan dinilai/ dievaluasi serta dilakukan revisi
lagi selanjutnya pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ putunjuk teknis tersebut
secara legal oleh pihak yang berwenang. Dengan demikian, pedoman/
petunjuk pelaksanaan/ putunjuk teknis sudah dapat berlaku sebagai acuan/
arahan dan petunjuk pelaksanaan program/ kegiatan.

VII. REFERENSI
Anonymous, 2010, Guidlines and Procedures for Developing Programes,
http://dairyalliance.psu.edu/_pdf.

280
Departemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan
Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Umar Fakmi Achmadi, 2008, Managemen Penyakit Berbasis Wilayah, UI-Press,


Jakarta.

Umar Fahmi Achmadi, 2008, Horison Baru Keshatan Masyarakat di Indonesia,


Penerbit Renika Cipta, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman teknis Penilaian Rumah Sehat.


Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Permukiman. Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 2007. Kumpulan Keputusan menteri Kesehatan Bidang


Penyehatan Lingkungan. Jilid II. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman teknis Pengendalian Faktor Risiko


Kesehatan Lingkungandi Sekolah. Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Jawa Timur, 2007. Pedoman


Inspeksi Lapangan. Surabaya.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan


Penyelenggaraan Pos Kesehatan Desa. Direktorat Jenderal Bina
Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Pemberdayaan Masyarakat di Bidang


Sanitasi Dalam Menghadapi Situasi Darurat. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman.
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa


Siaga. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2005. Pedoman Pekan Kesehatan Nasional. Tim


Koordinasi Nasional Pekan Kesehatan Nasional. Jakarta.

281
Departemen Kesehatan RI, 2005. Pedoman Penyelenggaraan Kabupaten/Kota
Sehat. Tim Pembina Kabupaten / Kota Sehat Tingkat Pusat. Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2004. Pedoman Kabupaten/Kota Sehat. Tim Pembina


Kabupaten/ Kota. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2004. Modul Pelatihan Tim penilai Angka Kredit
Jabatan Fungsional Kesehatan. Biro Kepegawaian bekerjasama dengan
Pusdiklatkes. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Lembar Kerja Fasilitator Pelatihan Jabatan
Fungsional Sanitarian Ahli. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000. Buku Pedoman Pembinaan Program Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Tempat Tempat Umum. Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999. Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk


Puskesmas. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1998. Petunjuk teknis Kesiapan dan Penanggulangan


Bencana Bidang Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan. Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Permukiman. Jakarta.

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MI. 7
Materi : Pengembangan Teknologi Tepat Guna di Bidang Kesehatan Lingkungan

282
Waktu : 7 jpl (T = 3 jpl; P = 4 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta mampu : Peserta mampu : 1. Pemilihan
Mengembangkan 1. Memahami teknik teknologi sanitasi: - -
teknologi sanitasi pemilihan  Dasar CTJ Transparan
tepat guna untuk teknologi sanitasi pemilihan - -
pembangunan tepat guna teknologi Disko LCD
jamban keluarga sanitasi - -
dan alat  Pedoma Penugasan OHP
penjernih air n pokok yang -
yang memenuhi diperlukan Bahan diskusi
syarat kesehatan untuk pemilihan
dan
perencanaan
teknologi sistem
sanitasi
2. Memahami 2. Banguna
teknologi n pelindung /
pembuatan konstruksi bagian
bangunan atas jamban dan
pelindung / toilet :
konstruksi bagian  Persyaratan
atas jamban dan teknis
toilet  Alternatif
bahan
3. Memahani bangunan
teknologi 3. Perlengk
pembuatan apan –
perlengkapan perlengkapan
jamban dan toilet jamban dan toilet:
 Pelat
jongkok untuk
jamban CDV
 Pelat
jongkok untuk
toilet tuang
siram dan
jamban kolong
 Tempat
duduk tumpuan
untuk toilet
4. Memahami
tuang siram dan
teknologi
jamban kolong
pembuatan
4. Jamban
jamban cubluk
cubluk yang
atau jamban
diperbaiki dan
cubluk ganda
berventilasi atau
yang diperbaiki
jamban cubluk
dan berventilasi
ganda yang
diperbaiki dan
berventilasi:
5. Memahami
 Jamban
teknologi
cubluk
pembuatan toilet
kompos  Pengemban
gan jamban
cubluk

283
 Desain
6. Memahami cubluk
teknologi 5. Toilet
pembuatan toilet kompos:
tuang siram  Toilet
kompos secara
taker
 Perencanaa
n kolong
 Keuntungan
dan kerugian
7. Memahami 6. Toilet
teknologi tuang siram:
pembuatan tangki  Pelat
septic, tangki jongkok dan
peresapan dan unit air perapat
bidang peresapan  Disain
cubluk dan
saluran
buangan
 Keuntungan
dan kerugian
7. Tangki
septic, tangki
peresapan, dan
bidan peresapan:
 Pembuatan
efluen
8. Memahami  Perencanaa
teknologi n bidan
pembuatan peresapan
fasilitas sanitasi  Pengujian
umum perkolasi tanah
 Letak tangki
septic dan
biadng
peresapan
 Keuntungan
dan kerugian
8. Fasilitas
sanitasi umum:
9. Memahami  Perencanaa
teknologi n fasilitas
pembuatan alat sanitasi umum
penjernih air  Jumlah
kebutuhan
ruang toilet
 Lokasi
 Fasilitas
tempat mandi
dan cuci
 Pembuanga
n effluent
9. Alat
penjernih air:
 Bahan dan
alat
 Cara
membuat alat

284
penjernih air

285
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
JENJANG TERAMPIL DAN AHLI
(MODUL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SANITARIAN TEPAT GUNA)

Halaman
I Deskripsi Singkat ....................................................................
II Tujuan Pembelajaran ....................................................................
III Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Bahasan ....................................................................
IV Bahan Belajar ....................................................................
V Langkah-Langkah Kegiatan
Pembelajaran ....................................................................
VI Uraian Materi ....................................................................
VII Referensi ....................................................................

286
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Pada akhir sesi ini peserta latih :
Mampu mengembangkan teknologi sanitasi tepat guna untuk pembangunan jamban
keluarga dan alat penjernih air yang memenuhi syarat kesehatan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
1. Memahami teknik pemilihan teknologi sanitasi tepat guna.
2. Memahami teknologi pembuatan bangunan pelindung/ konstruksi bagian
atas jamban dan toilet (latrine and toilet superstructure).
3. Memahami teknologi pembuatan perlengkapan jamban dan toilet (latrine
and toilet fixtures).
4. Memahami teknologi pembuatan jamban cubluk yang diperbaiki dan
berventilasi (CDV) (Ventilated Improved Pit Latrine).
5. Memahami teknologi pembuatan jamban cubluk ganda yang diperbaiki dan
berventilasi (CGDV) (Ventilated Improved Double Pit Latrine).
6. Memahami teknologi pembuatan toilet kompos (Composting Toilet)
7. Memahami teknologi pembuatan toilet tuang siram (Pour- Flush Toilet)
8. Memahami teknologi pembuatan tangki septik, tangki peresapan dan
bidang peresapan (Septic Tanks, Soakaways and Drain Fields)
9. Memahami teknologi pembuatan fasilitas sanitasi umum (Communal
Sanitation Facilities)
10. Memahami teknologi pembuatan alat penjernih air

287
III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN
Waktu : 7 jpl (T=3 jpl; P= 4jpl; PL= - jpl)
1. Pemilihan Teknologi Sanitasi
a. Dasar pemilihan teknologi sanitasi
b. Pedoman pokok yang diperlukan untuk pemilihan dan perencanaan
teknologi sistem sanitasi
2. Bangunan pelindung/ Konstruksi Bagian Atas Jamban dan Toilet (Latrine and
Toilet Superstructure)
a. Persyaratan teknis
b. Alternatif bahan bangunan
3. Perlengkapan-perlengkapan Jamban dan Toilet (Latrine and Toilet Fixtures)
a. Pelat jongkok untuk jamban CDV
b. Pelat jongkok untuk toilet tuang siram dan jamban kolong
c. Tempat duduk tumpuan (Pedestal Seats) untuk toilet tuang siram dan
jamban kolong
4. jamban Cubluk yang diperbaiki dan berventilasi (CDV) (Ventilated Improved Pit
Latrines) atau jamban cubluk ganda yang diperbaiki dan berventilasi (CDGV)
(Ventilated Improved Double-pit Latrine)
a. Jamban cubluk
b. Pengembangan jamban cubluk
c. Desain cubluk
5. Toilet kompos
a. Toilet kompos secara takar
b. Perencanaan kolong
c. Keuntungan dan kerugian
6. Toilet tuang siram (Pour- Flush Toilet)
a. Pelat jongkok dan unit air perapat
b. Desain cubluk dan saluran pembuangan
c. Keuntungan dan kerugian

288
7. Tangki septik, Tangki Peresapan dan Bidang peresapan
a. Pembuangan efluen
b. Perencanaan Bidang peresapan
c. Pengujian Perkolasi Tanah
d. Letak tangki septik dan bidang peresapan
e. Keuntungan dan kerugian
8. Fasilitas Sanitasi Umum
a. Perencanaan fasilitas sanitasi umum
b. Jumlah kebutuhan ruang toilet
c. Lokasi
d. Fasilitas tempat mandi dan cuci
e. Pembuanagan efluen
9. Alat penjernih air
a. Bahan dan alat
b. Cara membuat alat penjernih air

289
IV. BAHAN BELAJAR
1. Teknik Sanitasi Tepat Guna, John M. Kalbermatten, dkk, Alumni, Bandung, 1987
2. Membuat Alat Penjernih Air, Solusi Praktis mengatasi Air Keruh dan Berbau, Ana
Suhana, Puspa Swara, Jakarta, 2004
3. Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Achmad Sujudi
4. Pembangunan Kesehatan Lingkungan Menjelang Tahun 2010, Umar Fachmi
Achmadi
5. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan, Muchlis Adenan

290
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pada sesi ini Anda akan mempelajari 9 (sembilan) pokok bahasan dengan masing-
masing sub pokok bahasannya.
Berikut ini, disampaikan kegiatan pelatih/ fasilitator dan peserta sebagai berikut :
Langkah 1
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana santai, serius, nyaman dan memberikan motivasi kepada
peserta untuk siap menerima materi.
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Melakukan evaluasi awal terhadap peserta (pre-test)

Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan diri dan alat-alat tulis yang diperlukan.
2. Mendengar/ memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test)

Langkah 2
Pokok Bahasan 1, Sub Pokok Bahasan a dan b.
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan pengembangan teknologi sanitasi tepat guna yang
dimulai dengan pokok bahasan pemilihan teknologi sanitasi, sub pokok bahasan
dasar pemilihan teknologi sanitasi dan dilanjutkan dengan sub pokok bahasan
pedoman pokok yang diperlukan untuk pemilihan dan perencanaan teknologi sistem
sanitasi
2. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman pribadi
peserta
3. Mengatur acara berbagi pandangan dan bertukar pengalaman antar peserta
4. Bersama peserta mengungkap berbagai fenomena permasalahan pemilihan
teknologi sanitasi

Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat anda mengenai :
a. Harapan anda pada sesi ini
b. Sejauh mana perlunya materi pengembangan teknologi sanitasi tepat guna
bagi pekerjaan anda
2. Membentuk kelompok peserta
3. Sampaikan pandangan atau pendapat anda dan bagi pengalaman anda masing-
masing kepada peserta lain di kelas anda

291
Langkah 3
Pokok Bahasan 2 Sub Pokok Bahasan a dan b
Kegiatan fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan 2 mengenai Bangunan pelindung/ konstruksi bagian
atas jamban dan toilet, beserta sub pokok bahasan persyaratan teknis dan alternatif
bahan bangunan
2. Mendiskusikan teknologi bangunan pelindung/ konstruksi bagian atas jamban dan
toilet
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bengunan pelindung/ konstruksi bagian atas
jamban dan toilet
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

292
Langkah 4
Pokok Bahasan 3 Sub Pokok Bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan pokok bahasan 2 ke pokok bahasan 3 tentang perlengkapan jamban
dan toilet dengan sub pokok bahasan pelat jongkok untuk jamban CDV, Pelat
jongkok untuk toilet tuang siram dan jamban kolong, tempat duduk tumpuan untuk
toilet tuang siram dan jamban kolong.
2. Menanggapi komentar peserta dengan menyampaikan contoh-contoh
perlengkapan jamban dan toilet
3. Menggunakan lembar kerja yang tersedia
4. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas presentasi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan
2. Mendiskusikan dalam kelompok bagaimana membuat perlengkapan jamban dan
toilet
3. Hasil diskusi kelompok ditulis dalam lembar kerja
4. Presentasikan hasil diskusi kelompok
5. Berikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 5
Pokok Bahasan 4 Sub Pokok Bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 4 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 4 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tenggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tntang pokok bahasan 4 dan sub pokok
bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 6
Pokok bahasan 5 Sub pokok bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :

293
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 5 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 5 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 5 dan sub pokok
bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 7
Pokok bahasan 6 Sub pokok bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 6 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 6 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 6 dan sub
pokok bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 8
Pokok bahasan 7 Sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 7 sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui
tentang pokok bahasan 7 dan sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 7 dan sub pokok
bahasan a, b, c, d dan e
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

294
Langkah 9
Pokok bahasan 8 Sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 7 ke pokok bahasan 8 sub pokok bahasan a, b, c, d
dan e
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 8 dan sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok

Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 8 dan sub pokok
bahasan a, b, c, d dan e
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 10
Pokok bahasan 9 Sub pokok bahasan a dan b
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 8 ke pokok bahasan 9 sub pokok bahasan a dan b
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 9 dan sub pokok bahasan a dan b
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 9 dan sub pokok
bahasan a dan b
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator

Langkah 11
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar obyektif atau kritik Anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, terlihat dan terdengar selama proses serta bersifat saran yang
positif
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang tersedia.
Waktu anda 5 menit
Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test)

295
2. Tutup acara evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta di awal
sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai pada
akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart/ computer untuk ditayangkan
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini

VI. URAIAN MATERI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SANITASI TEPAT GUNA

Teknologi tepat guna didefinisikan sebagai teknologi yang memberikan tingkat pelayanan
yang dapat diterima pada lingkungan, dengan biaya murah dan tidak melanggar peraturan
atau ketentuan yang berlaku.
Dalam pelatihan ini akan dibahas penanganan masalah sampah yang merupakan hasil dari
produk atau sisa produk yang sudah tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Secara garis
besar sampah terdiri dari sampah organic dan anorganik. Sampah dari rumah tangga
(domestik) yang paling besar adalah sampah organic, baik dari sampah dapur ataupun
sampah dari halaman.
Incenerator yang pernah dicanangkan oleh Pemerintah Daerah, saat ini sudah tidak
diperkenankan lagi, kecuali hanya digunakan untuk pembakaran samapah infeksius. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pengelolaan pada sampah domestic. Selama sampah tersebut
bisa dilakukan daur ulang seyogyanya dikelol a dengan daur ulang, misalnya kertas, plastic
serta sampah jenis anorganik. Sehingga disamping sampah harus dibuang masih
memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali. Untuk sampah organic yang harus dikelola,
maka dapat dilakukan dengan komposting..

KOMPOSTING

Komposting adalah merubah bentuk sampah dari bahan organic menjadi kompos. Sampah
organic bisa bertasal dari rumah tangga, pasar, restoran, warung dan tempat lain yaitu
sawah atau pertanian, yang berupa daun-daunan, sayur mayur. Sedangkan sampah organik
yang sifatnya keras misalnya tulang hewan, batang pohon atau ranting jangan dimanfaatkan
sebagai kompos, karena perlu proses lebih lanjut. Sehingga sampah yang akan dikelola
sebagai kompos sudah terpilah, yaitu terbatas pada sampah organik. Proses pembuatan
kompos akan berjalan dengan baik apabila ukuran butiran sampah kecil-kecil atau lembut,
sehingga proses penguraian pada sampah tersebut akan lebih cepat. Bila sampah tersebut
mempunyai ukuran yang besar-besar maka perlu dilakukan ”grinding” penghancuran
sampah. Proses komposting dapat dilakukan dengan cara aerob, yaitu memanfaatkan
bakteri aerob, dan proses anaerob dengan memanfaatkan bakteri anaerob. Kedua cara
tersebut dapat dilakukan dengan penanganan yang berbeda. Tujuan utama composting

296
adalah meminimasi sampah organic yang mempunyai manfaat lain dan tidak menjadikan
polusi udara. Hasil akhir adalah adalah kompos yang siap digunakan untuk kebutuhan
taman atau pertanian

Bahan-bahan Yang Penting Dalam Pembentukan Kompos


a. Bahan organik.
Hasil kompos yang baik tergantung atas kualitas bahan organik. Aspek yang sangat
menentukan untuk menjadikan kompos yang baik adalah perbandingan unsur carbon
dan nitrogen, yang dikenal dengan C/N ratio. Kegunaan Carbon dan Nitrogen sanmgat
diperlukan oleh mikroorganisme untuk hidup dan membentuk protein. C/N ratio yang
optimal 25-30.

C/N ratio % kelem Gram C/ Gram N/


No. Bahan Berat / baban 100 gr 100 gr
Berat Bhn Bhn basah
basah
1. Rumput potong 20 85 6 0.3
2. Rumput liar 19 85 6 0.3
3. Daun 60 40 24 0.4
4. Kertas 170 10 86 0.2
5. Sampah berat 35 80 8 0.2
6. Sampah makanan 15 80 8 0.5
7. Serbuk gergaji kayu 450 15 34 0.08
8. Kotoran ayam 7 20 30 4.3
9. Feses ayam 10 30 25 2.5
10. Jerami 100 10 36 0.4
11. Kotoran lembu 12 50 20 1.7
12. Urin manusia 5 - - 0.9

Secara laboratoris pengukuran C/N ratio akan lebih tepat dan akurat. Namun untuk
petugas dilapangan dan jauh dari laboratorium, maka tabel tadi sudah cukup untuk
dapat digunakan sebagai nilai dalam penentuan C/N ratio.
Apabila kita ingin mendapatkan nilai ratio antara 25 sampai 30, dapat kita lakukan
dengan cara mencampur dari 2 jenis sampah sehingga nilai menjadi terpenuhi.
Misalnya mencampur rumput potong (C/N ratio = 20) dan serbuk gergaji (C/N ratio =
450), caranya adalah :
12 bagian rumput potong ditambah dengan 1 bagian serbuk gergaji.

Perhitungannya :
( 12 x 6 ) + ( 1 x 34)
C / N = -------------------------------- = 29
( 12 x 0,3 ) + (1 x 0,08 )

297
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat dibutuhkan dalam proses pembusukan, sebagian besar dalam
peristiwa pembusukan bahan organik adalah jenis bakteri, fungi dan actinomycetes.
Untuk menjamin kelangsungan hidup mereka, maka biasanya ditambah dengan bahan-
bahan nutrient seperti pupuk yang mengandung phosfor.

c. Kelembaban
Kelembaban adalah faktor byang menentukan dalam proses komposting. Kelembaban
dibawah 40 % bahan-bahan organik tidak cepat membusuk. Bila diatas 60 % maka
relatif akan kekurangan udara, sehingga ada kecenderungan proses terjadi anaerobik
yang akhirnya timbul bau. Kelembaban yang baik adalah antara 50 – 55 %.

d. Oksigen
Dalam komposting proses aerobik merupakan dasar proses pembusukan, karena
adanya akibat yang tidak diinginkan (bau). Untuk keperluan tersebut maka suplai
oksigen perlu dilakukan kontinuitasnya.

e. Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi proses komposting adalah temperatur dan derajat
keasaman (pH)
(1) Temperatur.
Suhu yang baik untuk proses biologis adalah (45 – 55)º C. Supaya diusahakan suhu
tidak kurang dari 40 º C dan tidak lebih dari 60 º C.
(2) pH
Derajat keasaman atau pH dijaga agar tidak lebih dari 8. Derajat keasaman yang
baik adalah pH netral antara 7 – 8. Bila terlalu tinggi akan mengurangi hilangnya
nitrogen, yang akan terbentuk amoniak. Padahal nitrogen sangat diperlukan dalam
kehidupan mikroorganisme.

1. Pembuatan Kompos Aerob


a. Komposting Terbuka
Model ini sangat sederhana, yaitu pengolahan sampah semua diatas permukaan
tanah. Aerob adalah menggunakan udara terbuka. Oleh sebab itu lokasi pembuatan
kompos perlu dibatasi dengan dinding yang cukup tinggi untuk menghindari bau
pada sekitarnya. Apabila proses ini dilakukan secara benar waktu yang digunakan
sampah menjadi kompos adalah 20 hari.
Mempersiapkan lokasi disain teknis dan peralatan
1) Luas lahan penampungan sampah
2) Luas lahan pemilahan sampah

298
3) Luas lahan penghancur sampah
4) Luas lahan proses composting
5) Luas lahan pengayak sampah
6) Luas lahan pengemasan kompos.
7) Luas lahan gudang dan fasilitas
8) Luas lahan perkantoran dan penjualan

Peralatan yuang diperlukan untuk membuat kompos model ini adalah :


Tempat penampung sampah
Garpu cangkul untuk memilah sampah organic dan anorganik
Penghancur sampah (Grinder) / alat tradisional
Sekop
Timba / ember untuk memberrikan air, agar kelembaban terjaga
Saringan kompos
Tempat hasil kompos

Langkah proses composting.


1) Pemilahan sampah
a) Memisahkan sampah organik dan anorganik
b) Memisahkan sampah organik dari bahan-bahan yang keras (ranting,
batang pohon, tulang dsb.)
2) Mengukur volume sampah hasil pemilahan
a) Sampah yang telah dipilah perlu ditempatkan pada lokasi yang disiap kan
dengan volume maksimum sama dengan volume lokasi.
b) Volume yang berlebih perlu ditempatkan pada lokasi lain, agar proses
penghancuran hari berikutnya termasuk terhitung.
3) Penghancuran sampah
a) Penghancuran dapat dilakukan dengan alat penghancur sampah dengan
motor.
b) Dapat dilakukan dengan manual, yaitu memotong sampah sekecil
mungkin, dengan maksimum 3 Cm
4) Pengolahan menjadi kompos
a) Pengolahan dilakukan dengan mengaduk setiap hari
b) Kelembaban terjaga, bila kurang perciki air, bila berlebih tambahkan
kompos kering kelembaban 40 – 60 %
c) Suhu dalam kompos diatur antara 50 – 60 C
d) Proses pengadukan pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan sampai
menjadi kompos selama 20 hari

299
5) Pengayakan kompos
a) Kompos setelah dilakukan pengolahan selama 20 hari, dilakukan
pengayakan, untuk mendapatkan kompos yang halus.
b) Kompos yang tidak lepas dari ayakan, dimasukkan kembali pada proses
penghancuran.
6) Pengemasan hasil kompos.
a) Dikemas dalam plastik
b) Tanpa dikemas untuk volume besar.
7) Penghancuran kembali kompos yang masih tersisa
Kompos yang masih belum matang atau belum terurai dengan baik maka perlu
dilakukan penghancuran kembali. Atau dicampur kembali dengan sampah
yang sudah dipotong, sebagaimana proses composting awal.

b. Komposting Drum
Pada prinsipnya proses yang dilakukan adalah penguraian bahan organic dengan
menggunakan tempat atau wadah dari drum. Komposter ini dengan volume yang
cukup besar ( 200 liter) sangat baik bila sampah yang berasal dari halaman yang
cukup luas dan setiap hari banyak daun yang harus dibersihkan. Komposter ini
dapat pula ditambahkan sampah dari dapur. Komposter drum yang terisi penuh
akan menjadi kompos sekitar 20 sampai 30 % dari volume sampah

Pembuatan Komposter Drum


1. Siapkan drum 200 liter atau bisayang lebih kecil lengkap dengan tutupnya.
2. Lubangi drum tersebut 20 cm dari bawah dan 20 cm dari atas drum sebesar
lingkaran pipa 2 inci tembus dari dinding drum satu ke yang lainnya, Lubangi
dengan jarak 5 cm dengan lubang yang sama.
3. Alas Drum di lubangi dengan diameter 30 cm.
4 Siapkan pipa 2 inci satu lonjor (4 meter), T Stuck 2 inci 3 buah, Knie Stuck 2 inci
1 buah.
5. Kain kasa 1 m persegi.
6. Buat rangkaian untuk ventilasi pada drum yan telah dilubangi sebesar 2 inci tadi
berbentuk H dan pipa-pipa tersebut diberi lubang ventilasi.
7. Bungkus rangkaian ventilasi dengan kain kasa.
8. Pasang rangkaian tersebut pada lubang drum tadi.
9. Potong 10 cm pipa 2 inci dan pasang knie, di ujung yang lain dipasang T.
10. Letakkan pada permukaan tanah dan jaga tidak banjir, maka alat siap
digunakan.

300
Cara Pemakaian Komposter Drum
1. Potong daun-daun yang akan dimasukkan paling panjang sebesar 8 cm.
2. Masukkan daun-daun yang sudah dipotong ke dalam drum.
3. Beri aktivator ke dalam sampah yang sudah di dalam drum.
4. Setiap hari diaduk dan terus ditambah sampahnya.
5. Bila kering maka berikan percikan air lebih bagus kalau air kotor.
6. Bila terlalu basah akan mudah terjadi ulat-ulat yang besar dan beri sampah
yang kering
dan diaduk.
7. Kompos dapat terjadi 1 sampai 3 bulan.

c. Komposting Takakura
Komposter ini paling tepat untuk digunakan hanya pada sampah dapur rumah
tangga, dimana sampah dapur dari sayur, nasi dan lainnya dapat dimanfaatkan
menjadi kompos. Komposter jenis ini karena volume untuk tempat sampah relative
kecil, sehingga sampah yang dimanfaatkan terbatas dari sampah dapur. Walaupun
kecil akan sangat efektif bila dimanfaatkan maksimal sesuai petunjuk yang ada.

Pembuatan Komposter Takakura


1. Siapkan bak tempat cuci pakaian sebagai bak takakura.Dapat terbuat dari
plastik, kranjang bambu ataupun bahan lain.
2. Siapkan 2 buah bantalan yang diisi sekap dari kain kasa seluas alas takakura
dan yang satunya seluas bagian atas takakura.
3. Dinding takakura dilapisi denang kardus bekas air kemasan atau yang lain,
yang berfungsi untuk menahan sampah didalamnya tidak keluar dan menahan
bau.
4. Masukkan bantalan sekam tadi pada alas takakura. Bantalan pada alas
takakura akan berfungsi untuk menahan air akibat sampah yang basah.
Sehingga air dari sampah tersebut tidak akan keluar dari takakura.
5. Diatas bantalan takakura diisi kompos yang sudah jadi setinggi 10-15 cm.
Kompos ini berfungsi sebagai aktivator. Sehingga sampah yang baru akan
mudah membuisuk karena adanya aktivator tersebut
6. Diatas kompos di pasang bantalan sekam yang ke 2. Bantalan yang atas akan
berfungsi sebagai penahan bau (penyerap bau) akibat proses pembusukan tadi.
7. Paling atas adalah kain tile. Kain tile ini menutup bagian atas sebelum penutup
(plastik, krangjang bambu) ditutup. Fungsinya adalah agar insect (nyamuk, lalat
tidak dapat masuk kedalam takakura yang sudah disiapkan untuk komposting.
8. Peralatan lain adalah sendok cemen atau cetok. Sendok semen bisa terbuat dari
cetok untuk tukang batu atau membuat sendiri dari bahan PVC (pipa PVC)

301
dibentuk seperti sendok semen. Bila bahan dari PVC akan lebih tahan lama
karena tidak berkarat.
9. Komposter takakura siap digunakan.

Cara Pemakaian Komposter Takakura :


1. Gali starter (kompos) dengan cetok sehingga terbentuk lubang di tengah dengan
meletakkan sebagian di tepian. Apabila kering basahi dengan air bersih secara
merata dan aduk )lebih optimal menggunakan air dicampur gula).
2. Jenis sampah organic yang dapat diolah adalah sisa: sayuran, nasi, buah,
jajanan, roti, ikan, daging, bumbu, daun dan lain-lain yang sekiranya tidak keras
dan mudah hancur.
3. Siapkan sampah yang akan diolah, apabila masih dalam ukuran besar cacah
menjadi kecil, agar lebih mudah terurai.
4. Masukkan sampah organic ke dalam lubang galian lalu tusuk-tusuk ke bawah
dan samping hingga sampah bercampur dengan starter (kompos). Kemudian
timbun dengan starter (kompos) yang ada di tepian dan ratakan.
5. Letakkan bantal sekam di atasnya, lalu tutupkan kain di mulut keranjang dan
pasang penutup keranjang. Taruh keranjang komposter ditempat yang teduh.
6. Apabila keranjang telah penuh dan sampah organic sudah hancur semua, maka
½ volume kompos dapat di panen. Hasil panen dapat digunakan lagui sebagai
starter dan bias juga dimanfaatkan sebagai pupuk.
7. Cuci kain penutup bila telah kotor. Apabila kardus rusak, ganti dengan kardus
bekas minuman kemasan gelas.

2. Komposting anaerob
Prinsip composting anaerob, adalah mermanfaatkan bakteri anaerob untuk
menguraikan bahan organic dari sampah, sehingga unsure C, H, S akan diubah
menjadi bentuk gas oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dapat
berasal dari feses hewan ternak, ataupun lainnya, misalnya dari tempe yang sudah
membusuk, tomat busuk nasi busuk. Proses ini sangat baik bila gas yang didapat
dapat ditampung menjadi gasbio yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bakan
bakar.

302
GAMBAR TAKAKURA DAN KOMPOSTER DRUM

303
PEMBUATAN BIOGAS

Bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, feses hewan yang dilakukan
fermentasi dalam keadaan aerob akan menghasilkan gas-gas dan akhirnya menjadi
pupuk kompos. Sedangkan dalam keadaan anaerob akan dihasilkan gas bio yang dapat
dimanfaatkan dan kompos. Secara harafiah gas bio dapat diartikan sebagai berikut : ”
Gas bio adalah gas yang terjadi dari proses biologis akibat penguraian dari bahan
organik oleh mikroorganisme. ”
Bahan organik yang cukup baik dan mudah dikerjakan sebagai penghasil gas bio
adalah feses hewan. Gas yang dihasilkan akibat fermentasi dari feses hewan tersebut
adalah gas-gas methan, Carbon Dioksida, Amonia, Hydrogen, Prophane, Hidrogen
Sulfida, dan sisa padatan. Gas yang akan digunakan dan dapat dibakar adalah gas
methane.
Dalam merancang gasbio yang perlu diperhatikan agar mendapat hasil yang maksimal
adalah:
1. Bahan baku gasbio Mempunyai C/N ratio cukup tinggi idealnya adalah 25-30
2. Adanya mikroorganisme dalam bahan baku
3. Kelembaban didalam tangki gasbio berkisar (40-60) %
4. Keasaman dalam tangki 5,2 – 8
5. Suhu (5-55)º C
Persyaratan tersebut biasanya sudah terpenuhi secara alami, bila tidak mungkin dapat
dilakukan penambahan bahan sehingga syarat dapat terpenuhi.
Feses hewan ternak yang dapat dikelola adalah sebagai berikut :

GASBIO, GAS METHANE , BERAT FESES


DARI BERBAGAI HEWAN TERNAK

No JENIS Feses Gas Gas bio


TERNAK basah methane Liter/ekor
Kg/ekor liter/ekor
1 Sapi daging 33-40 960-1200 1600-2000
2 Sapi perah 20-24 700-850 1200-1400
3 Babi 4,5 220-290 370-490
4 Ayam 0,125 33-37 55-62

PEMBUATAN PERALATAN GASBIO


Gas bio dapat dibuat dalam berbagai bentuk; Hal-hal yang penting dalam pembuatan
peralatan gas bio adalah sebagai berikut:
1. Tangki pencerna (tempat bahan baku) tidak ada kandungan bahan desinfektan.
2. Tangki tempat penyimpan gas tidak ada kebocoran.
3. Tangki tempat penyimpan gas dilengkapi alat ukur tekanan gas.

304
4. Tangki dapat dibuat permanen (misalnya bak beton) ataupun tidak permanen
(drum).
5. Tangki dilengkapi ”dop” untuk sambungan slang dan diberi ”stop kran gas”.
6. Slang untuk menyalurkan gas ke kompor gas/ tungku
7. Stop kran gas digunakan untuk menghidupkan dan mematikan kompor gas /
tungku
8. Kompor gas / tungku dapat dibuat sendiri.

TANGKI GAS BIO


1. Tangki Pencerna Menyatu Dengan Tangki Gas,
a. Tangki pencerna hanya diisi 2/3 bahan baku (feses), 1/3 lainnya untuk
ruang gas.
b. Ruang gas dilengkapi dengan pipa saluran gas (dop).
c. Ada alat ukur tekanan gas, sekaligus alat pembuang gas yang berlebih

2. Tangki Pencerna Terpisah Dengan Tangki Gas


a. Prinsipnya sama dengan alat yang menyatu.
b. Tangki pencerna dibuat sendiri dapat diisi sampai 80 % volume
c. Tangki penerima gas dibuat untuk hanya menampung gas yang
dihubungkan dengan pipa slang dengan tangki pencerna
d. Pada tangki penampung gas ada alat ukur tenanan gas, sekaligus alat
pembuang gas yang berlebih

ALAT UKUR TEKANAN GAS


Alat untuk mengetahui ada tidaknya gas serta besar tekanan dapat dibuat sederhana,
yaitu menggunakan tekanan air. Secara rinci dapat dibuat sebagai berikut :
1. Sambungkan slang 3/8 inci dari dari dop pada penampung gas sepanjang 2.5
meter.
2. Ujung pertama masukkan pada dop.sepanjang 80 cm keatas, dan ditekuk
kebawah sepanjang 80 Cm, dan ditetuk keatas kembali 80 Cm.
3. Slang tersebut diklem pada kayu, agar kondisinya tegak.
4. Beri tanda ukuran pada kayu yang ada slang tersebut
5. Masukkan air pada pipa U dari ujung lainnya setinggi 40 Cm kanan kiri.
6. Bila pada tabung ada gas, maka gas akan mendesak air, sehingga kondisi air
tidak seimbang, maka dalam tabung tersebut ada gas yang siap dipakai.
7. Bila gas berlebih maka alat ini juga sebagai pembuang tekanan gas yang
berlebih.

PEMBUATAN BUBUR FESES

305
Pembuatan bubur feses pada feses yang basah dengan perbandingan 1:1, yaitu volume
feses sama dengan volume air. Sangat baik bila air yang digunakan berasal dari sungai,
namun bukan dari limbah bekas cucian. Pembuatan bubur ini akan mudah bila tempat
penampungan (wadah) feses telah disiapkan lebih dahulu, yaitu dengan memberi tanda
volume feses. Selanjutnya ditambah air dengan volume 2 kali volume tanda feses tadi.

KOMPOR GAS
Kompor gas dapat dibuat sederhana sekali. Paling sederhana adalah tungku, baik
tungku buatan sendiri maupun tungku dari tanah liat. Bentuk lain dapat dibuat dari
kaleng bekas, bagian alas diberi lubang-lubang dengan paku melingkar menyerupai
lubang pada kompor. Bagian samping diberi lubang agak besar untuk dapat
memasukkan slang yang berasal dari tangki gasbio, dan diletakkan terbalik.

PROSES GAS BIO


Feses yang telah tercampur dengan air, diaduk sampai merata, tidak ada feses yang
masih menggumpal. Bubur yang sudah merata dimasukkan kedalam tangki pencerna,
dan ditutup rapat. Dalam tangki pencerna bubur feses akan terjadi fermentasi, sehingga
akan terjadi gas.
Semua bahan organik dapat dibuat gasbio. Bahan organik yang sulit terurai, maka perlu
diberi aktivator lain sehingga dapat terurai dengan mudah. Untuk Feses hewan tidak
perlu aktivator lain, karena didalam feses hewan tersebut masih ada kehidupan dari
mikroorganisme. Untuk gasbio yang dihasilkan akibat fermentasi dari feses hewan
tersebut adalah :
1. Gas-gas methan (CH4) 65,7 %,
2. Carbon Dioksida (CO2) = 27 %,
3. Amonia (NH3) = 2,3 %;
4. Hydrogen (H2) = 1.0 % ;
5. Prophane (C3H8) = 0,7 %
6. Hidrogen Sulfida (H2S) tak terukur dan ada sisa padatan.
Gas methane inilah yang dapat dibakar sebagai gas bio, sedangkan sisa padatan atau
ampas sangat baik sebagai pupuk.

306
307
308
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA

Nomor : MP. 1
Materi : BLC (Building Learning Comitment)
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Menciptakan 1. Peserta 1. Sistem temporer
suasana belajar menyadari 2. Konsep sistem - - Buku
yang kondusif adanya saling sosial Permainan Transparan dinamika
ketergantungan 3. Komitmen - - kelompok
satu sama lain 4. Harapan Diskusi LCD
selama proses 5. Norma - Buku
belajar OHP Team
2. Peserta - building
menyadari Alat bantu
kebutuhan dan sesuai
harapan bersama permainan
serta -
kesepakatan Form nilai-
mencapainya nilai
selama pelatihan
3. Tercapai
komitmen
tentang harapan,
nilai – nilai dan
norma kelas

309
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)

DESKRIPSI

Membangun komitmen belajar adalah suatu proses mempersiapkan peserta diklat untuk
mengikuti proses belajar, baik secara individual, kelompok maupun menyeluruh dan
mengubah diri kearah yang positif.

Proses membangun tekad belajar baik fisik, intelektual maupun emosional untuk belajar,
baik secara individual, kelompok maupun organisasi.

Melepaskan segala atribut yang disandang dan segala beban untuk menumbuhkan rasa
kebersamaan, keterbukaan, salingasah, asih serta mengangkat dan menumbuh –
kembangkan potensi diri di dalam kelompok.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah selesai mengikuti materi ini peserta diklat diharapkan dapat mengaplikasikan
konsep membangun komitmen belajar sehingga muncul dorongan motivasi belajar
sepanjang hidup.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan kegiatan ini, peserta diharapkan dapat:


1. Mengenali norma – norma belajar, baik secara individu maupun secara kelompok serta
mampu menegakkan norma – norma tersebut.
2. Melakukan perubahan diri untuk mengikuti proses pembelajaran.
3. Mengaktualisasikan diri secara optimal dalam setiap pembelajaran, kerjasama,
membangun dan mengembangkan tim belajar yang efektif.

MATERI PEMBELAJARAN

1. Konsep Building Learning Commitment


2. Harapan Pembelajaran
3. Norma Belajar Bersama
4. Kontrol Kolektif

METODE PEMBELAJARAN

1. Pencairan (Ice Breaking)


2. Diskusi Kelompok
3. Diskusi Pleno (Refleksi)

310
RENCANA PEMBELAJARAN

BagianA
Topik : Pencairan (Ice Breaking)
Metode : Permainan (Menggambar wajah berantai, Test 3 menit, Benang Kusut)
Waktu : 45menit

BagianB
Topik : Harapan dan Kekhawatiran
Metode : Tugas Perorangan dan Kelompok
Waktu : 30 menit

BagianC
Topik : Nilai, Norma, Kontrol Kolektif
Metode : Diskusi Kelompok
Waktu : 60menit

PENCAIRAN (ICE BREAKING)

1 Menggambar wajah berantai

a. Fasilitator mengajak peserta menggambar wajah sendiri (bulatan muka) pada


secarik kertas dan diselesaikan secara berantai.
b. Peserta diminta untuk mendiskripsikan wajah teman yang kebetulan dipegang.
c. Fasilitator melakukan refleksi tentang “Menggambar wajah berantai”.

2 PermainanTest 3 menit
a. Peserta diminta duduk di kursi belajar yang telah disediakan dengan formasi “U
shape”.
b. Fasilitator menjelaskan tata cara permainan “Test 3 menit”.
c. Fasilitator membagi lembar “Test 3 menit”
d. Setelah permainan selesai, minta masukan (refleksi) dari peserta tentang makna
permainan ini.

3 PermainanBenangKusut
a. Peserta dibagi menjadi lima kelompok, kemudian dipersilahkan saling berkenalan.
b. Tiap kelompok diminta memperkenalkan anggota kelompoknya.
c. Fasilitator menjelaskan tata cara permainan “Benang Kusut” sebagai berikut :
1) Tiap kelompok membuat lingkaran
2) Cari pasangan di kelompoknya, kemudian tangan kanan ketemua dengan
tangan kanan pasangannya.
3) Pada tangan kiri anda cari pasangan teman lainnya.
4) Kemudian uraikan tangan tersebut sampai membentuk lingkaran. Selama
mengurai jangan sampai tangan anda lepas.

d. Fasilitator mempersilahkan peserta untuk memulai permainan “Benang Kusut”.


e. Setelah permainan selesai, minta masukan (refleksi) dari peserta tentang makna
permainan ini.

311
TEST 3 MENIT

Bacalah seluruhnya dan kerjakan sesuai perintah. Test ini dimaksudkan untuk melihat
bagaimana kemampuan Saudara melaksanakan/merespon perintah.

Nama :

1. Tulislah nama lengkap Saudara di sudut kanan atas kertas ini.


2. Tepuk bahu teman di kanan Saudara tiga kali.
3. Hitung jumlah peserta pelatihan laki-laki, kemudian tuliskan disini : ……………. orang
4. Hitung jumlah peserta pelatihan perempuan, kemudian tuliskan disini : ……………
orang
5. Tulis tiga nama yang Saudara kenal di dalam ruangan ini : (1)
………………………………………………… (2)
…………………………………………………… (3)
………………………………………………..
6. Berikan komentar Saudara secara singkat mengenai pelatihan ini
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
7. Lepaskan sepatu kiri Saudara, kemudian lemparkan ke depan (tengah lingkaran).
8. Apabila Saudara merasa sudah mengerjakan perintah tersebut di atas (1 s/d 7), maka
berdirilah dan katakan dengan keras “Saya sudah selesai”.
9. Silahkan Saudara duduk kembali dan diam di tempat masing-masing.
10. Setelah membaca semua perintah tersebut di atas, sekarang Saudara hanya
diperintahkan untuk membaca dalam hati saja dan jangan memberikan reaksi dalam
bentuk apapun.
11. Selamat mengerjakan, semogasukses.

HARAPAN DAN KEKHAWATIRAN

1 Harapan Pembelajaran

312
Suasana yang berubah dari keadaan rutinitas di lingkungan kerja ke dalam
lingkungan diklat, tentunya disertai harapan agar dapat menjadi pemimpin/individu
yang lebih baik dari sebelumnya. Renungkanlah secara mendalam, apa
sesungguhnya yang menjadi harapan pembelajaran yang ingin Saudara peroleh
Selama mengikuti dikla tini.

Dalam tempat yang tersedia di bawah ini, tulislah harapan-harapan tersebut yang
merupakan prioritas kompetensi (key competence) dan atau perilaku inti (core
behaviour) yang diperlukan dalam proses pembelajaran.

2 KekhawatiranPembelajaran

Setelah Saudara merumuskan harapan – harapan pembelajaran yang ingin dicapai,


renungkan kembali kemungkinan hal–hal yang dapat menghambat pencapaian
harapan pembelajaran tersebut.Tuangkan kekahwatiran Saudara yang berpotensi

313
menghambat harapan pembelajaran pada tempat yang disediakan di bawah ini.

NILAI – NORMA – KONTROL KOLEKTIF

3 Nilai – Nilai Pribadiku

314
Kesetiaan Keberhasilan Kedamaian Kebahagiaan
Kesejahteraan Kekayaan Persahabatan Kearifan
Kebebasan Persaudaraan Kebenaran Keadilan
Kejujuran Kesehatan Kebersamaan Persatuan
Keunggulan Ketegasan Tanggungjawab Ketenaran
Status Penghargaan Kehormatandiri Stabilitas
Kemerdekaan Efisiensi Keamanan Keluarga
Hargadiri Ketulusan Pengabdian Agama
Kepastianmasa Jaminan Membantu orang Menghormatisesama
Reputasi Kredibilitas Kreativitas Kekuasaan
Hakazazi Integritas Keharmonisan Ketenangan
Bergunabagi orang Melayanipadasesama Berkorbanbagi Kelangsungan
lain orang lain hidup
Disiplinpribadi Ketegasan Keluhuranbudi Keikhlasan
Kerjasama Jabatan Kedudukan Keterbukaan
Prestasikerja Kepemimpinan Cita-cita Tujuanhidup
Hidup yang Suksesdalampekerjaan Dipercayaoleh Dihargaioleh
Berarti orang lain orang lain
Kesuciandiri Negara Pekerjaan Bangsa
Alamsemesta Lingkungan Ketaatan Hartakekayaan
Keseimbangan Penghargaan Imajinasi Keimanan
Kasihsaying Perhatian Keakraban Pengetahuan
Informasi Demokrasi Menepatijanji Gairahhidup
Menghargai Usaha danperjuangan Rahmatdan Tantangan
Waktu anuregah hidup
Semangatjuang Prakarsa Keberanian Kesempatan
Kemenangan Keahlian Kepandaian Bakatpribadi
Ide danpemikiran Cinta Keselarasan Persaingan
Kecepatan Ketelitian Kecermatan Ketepatan
Rendahhati Kesopanan Kebudayaan Etika
Pranatahokum Toleransi Musyawarah Kekuatandiri
Kesederhanaan Kenyamanan Kewibawaan Kesabaran
Ayah ibu Pengembangan Pertumbuhan Kemajuan
Ketahanan Fleksibilitas Kualitas Kepribadian

Tugas Perorangan

1. Perhatikan baik-baik semua nilai (value) yang tertera pada lembar himpunan
tersebut di atas.
2. Tandai sejumlah nilai yang rasanya sangat terpaut dalam sanubari Saudara dan

315
besar kesesuaiannya dengan pribadi Saudara.
3. Pilihlah dari nilai ersebut sekurang-kurangnya tiga nilai yang paling besar
kesesuaiannya dengan pribadi Anda.

Tugas Kelompok

1. Diskusikan dalam kelompok, nilai-nilai perorangan yang telah dipilih masing-


masing anggota kelompok.
2. Pilihlah dari sejumlah nilai dari semua anggota kelompok, 10 (sepuluh) nilai di
antaranya yang menurut kelompok tepat diangkat sebagai bakal norma kelompok
untuk mewujudkan harapan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.
3. Selanjutnya dari 10 (sepuluh) nilai kelompok tersebut diskusikanlah, dan akhirnya
pilihlah 3 (tiga) nilai diantaranya yang akan menjadi nilai kelompok yang paling
cocok / paling tepat untuk mewujudkan harapan pembelajaran.
4. Dari 3 (tiga) nilai tersebut, uraikanlah menjadi norma-norma kelompok yang
aplikatif untuk mewujudkan harapan pembelajaran.
5. Untuk menegakkan norma tersebut, apa control secara efektif yang akan
dilakukan.

Tugas Selanjutnya

Diskusikan norma yang telah dipilih oleh kelompok dengan pertanyaan berikut ini :
1. Apa makna sebenarnya norma-norma tersebut ? Apa yang dapat dilakukan
dengannya walaupun kelompok berada dalam keadaan kurang baik atau kurang
menguntungkan ?
2. Apakah Saudara akan merasakan perbedaan apabila benar-benar mengamalkan
norma tersebut dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari ?
3. Bagaimana menurut kelompok secara nyata akan selalu menganut norma-norma
tersebut dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari ?
4. Apakah tindakan dari kelompok seandainya ada anggota kelompok yang tidak
menaati atau mengabaikan norma-norma tersebut ?
5. Akan seperti apakah kiranya kelompok Saudara apabila segenap anggotanya
benar-benar mengamalkan seluruh norma yang terkandung dalam nilai kelompok
tersebut ?

HASIL PERUMUSAN KELAS

Harapan Pembelajaran

316
Nilai – Nilai

HASIL PERUMUSAN KELAS

Norma Kelas

317
KontrolKolektif

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MP. 2

318
Materi : Teknik-teknik melatih
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta mampu : Peserta mampu Teknik-teknik melatih
melatih yang menjelaskan tentang : : - -
berkaitan dengan 1. Penciptaan iklim 1. CTJ Transparan
bidang pembelajaran Penciptaan iklim - -
kesehatan 2. Metodologi pembelajaran Disko LCD
lingkungan pembelajaran 2. - -
3. Alat bantu Metodologi Penugasan OHP
pembelajaran pembelajaran -
4. Perencanaan 3. Bahan diskusi
proses Alat bantu
pembelajaran pembelajaran
5. Evaluasi 4.
pembelajaran Perencanaan
6. Cara pembuatan proses
satpel pembelajaran
5.
Evaluasi
pembelajaran
6.
Cara pembuatan
satpel

319
TEKNIK FASILITASI

Deskripsi

Dalam tiap pelatihan, tugas utama seorang fasilitator ialah membantu peserta
pelatihan unluk bekerja dan belajar dengan Iebih baik secara bersama-sama. Dengan
kata lain fasilitator harus menguasai cara memfasilitasi peserta "belajar bagaimana
belajar". Untuk itu, fasilitator hendaknya tidak membiarkan minatnya hanya dalam isi /
konten dan melupakan proses bagaimana peserta pelatihan bekerja.

Pada umumnya, semakin mampu seorang fasilitator menjaga kendali atas dirinya
sendiri, dan tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran semakin baik fasilitator
tersebut melakukan fasilitasi. Fasilitator harus menguasai teknik melatih agar dapat
memfokuskan perhatiannya pada proses dan menempatkan posisi berada di luar
peserta pelatihan, sehingga dapat melakukan fasilitasi dengan baik.

Makalah ini menguraikan bagaimana fasilitator mengembangkan ketrampilan-


ketrampilan melalui tahapan fasilitasi proses pembelajaran tanpa perlu merasa kuatir
untuk menampilkan dirinya sendiri atau melindungi ego serta kepentingannya sendiri.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah selesai mengikuti materi ini peserta diklat diharapkan dapat


mengaplikasikan konsep tehnik fasilitasi dalam proses pembelajaran.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan kegiatan materi ini, peserta diharapkan dapat :


4. Menyusun persiapan proses pembelajaran
5. Melakukan kegiatan Pengelolaan kelas
6. Menyusun perancangan proses pembelajaran
7. Menyusun evaluasi pembelajaran

POKOK BAHASAN 1:
PERSIAPAN PROSES PEMBELAJARAN; Penyusunan SAP (Satuan Acara
Pembelajaran)

Apabila GBPP telah tersedia, kegiatan pelatih/fasilitator dimulai dengan menyusun SAP
atau Satuan Acara Pembelajaran dengan ketentuan berikut:

SAP atau Satuan Acara Pembelajaran merupakan dokumen berisi pembahasan topik
tertentu yang digunakan untuk melangsungkan proses pembelajaran

SAP disusun untuk setiap sesi pertemuan.


SAP dikembangkan berdasarkan semua komponen yang terdapat dalam GBPP.

SAP menguraikan secara rinci langkah demi langkah kegiatan pembelajaran yang
dilakukan, metode dan media serta alat bantu belajar apa yang digunakan dengan
estimasi waktunya untuk masing-masing tahapan kegiatan tersebut. Uraian meliputi tiap
tahap pembelajaran mulai dari pendahuluan hingga penutupan.

320
SAP diperlukan sebagai pegangan fasilitator dalam memfasilitasi, agar tidak
menyimpang dari alur dan lingkup materi sajian pembelajaran.

SAP berbeda dengan GBPP, namun SAP mengacu pada GBPP. Komponen GBPP
dimuat dalam SAP ditambah tahapan kegiatan.
Format SAP disusun secara naratif agar dapat dioperasionalkan dengan mudah.

FORMAT SAP

Komponen SAP untuk satu sesi pembelajaran tercantum dalam format berikut ini:
1. Mata Diklat (Materi Pembelajaran)
2. Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan
3. Waktu [hari, tgl, jam, durasiJ
4. Tujuan Pembelajaran Umum
5. Tujuan Pembelajaran Kfiusus

6. Kegiatan pembelajaran :

a. Materi Pembelajaran

b. Metoda Pembelajaran

c. Langkah Kegiatan & Estimasi Waktu

d. Media & Alat Bantu pembelajaran


7. Evaluasi
8. Referensi

Pada SAP, Anda perlu menentukan batas lingkup materi bahasan yang akan
disampaikan dan perlu diperhatikan cara penyampaian yang menarik. Agar berhasil
baik, dianjurkan agar mengumpulkan informasi terlebih dahulu:

1. Analisis siapa yang akan Anda fasilitasi? Ketahuilatarbelakangpendidikan, profesi,


jabatan, dan daerah asal peserta.
2. Cari tahu berapa jumlah peserta yang akan berada dalam 'kelas' Anda?
3. Identifikasi mengapa Anda membahas materi tersebut?
4. Apakah yang harus diketahui, dipahami atau dikuasai oleh peserta?
5. Apakah yang sudah mereka ketahui, pahami atau kuasai?
6. Seberapa besar minat peserta terhadap materi yang akan Anda sampaikan dan
bagaimana Anda akan menarik minat mereka serta membuat informasi Anda
relevan dengan kebutuhan mereka?
7. Apa yang telah atau belum mereka ketahui mengenai materi yang akan Anda
sampaikan?
8. Apa saja kira - kira pertanyaan yang mungkin diajukan peserta?
9. Apakah peserta akan memanfaatkan hasil belajar yang diper- olehnya
sekembalinya ke tempat tugas?

Anda dapat mengembangkan pertanyaan analisis di atas sesuai kebutuhan dan


situasi.Pertanyaan tersebut setidaknya dapat mem bombing Anda dalam melakukan
analisis peserta. Setelah menda- patkan informasi lengkap yang dibutuhkan, dan
setelah meneta- pkan tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, psikomotor, atau
kombinasi ketiganya), langkah berikutnya adalah mengoperasikannya.

321
POKOK BAHASAN 2:
PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN

A. PENGELOLAAN KELAS.

Pengertian Pengelolaan Kelas : Ditinjau dari segi bahasa, pengelo- laan atau
manajemen artinya adalah mengendalikan dan mengor- ganisasikan.

Sedangkan kelas adalah suatu lingkungan pembelajaran yang secara komprehensif


mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosio - emosional. Lingkungan fisik meliputi:
ruangan, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk (berbaris berjajar, pengelom-
pokan (cluster) yang terdiri atas 5 - 10 peserta, setengah lingkaran, berbentuk lingkaran,
individual, ruang bebas), pengaturan sarana atau alat-alat lain (papan tulis/ whiteboard,
meja dan kursi fasilitator, dsb.), ventilasi dan pengaturan cahaya. Lingkungan sosio-
emosional meliputi: tipe kepemimpinan fasilitator (otoriter, laizefaire, demokratik), sikap
fasilitator, suara fasilitator, pembinaan hubungan baik, dsb.

Secara ringkas pengelolaan kelas merupakan kegiatan menyiapkan menciptakan,


mempertahankan atau mengembalikan kondisi yang optimal agar proses pembelaj;,~:an
di kelas dapat berlangsung secara lancar. Tujuan pengelolaan kelas tentu saja agar
tujuan pelatihan (yang dilakukan di dalam kelas) dapat tercapai secara efisien.

Pengelolaan kelas meliputi kegiatan:

a. Mengkaji calon pesertanya: apa latar belakang pendidikan, pekerjaan, pengalaman,


dan daerah asal mereka; bagaimana karakteristik mereka (faktor fisik termasuk
usia, jenis kelamin, keterbatasan/gangguan; faktor psikologik yang meliputi
kepribadian, intelektual/kecerdasan intelejensi, emosi, spiritual dan lainnya; faktor
sosial budaya yang mencakup bahasa, nilai, norma, dan adat kebiasaan).
b. Mengkaji kelas dan seluruh kelengkapan yang tersedia.
c. Membuat rencana berdasarkan kajian tersebut:
 Metode dan media yang akan digunakan dengan mempertim- bangkan semua
aspek tersebut.
 Penataan ruang, cahaya, suara dan udara.

Apa sajakah yang termasuk ke dalam masalah kelas yang harus dikelola?

 Mengelola kelas adalah suatu seni yang harus dikuasai pelatih/fasilitator karena
merupakan bagian dari tugasnya sebagai pelatih. Untuk itu, diperlukan kreatifitas
dalam menciptakan proses pembelajaran dengan suasana kelas yang nyaman,
aman juga menyenangkan.
 Masalah pengelolaan kelas terjadi bila tingkat keterlibatan peserta dalam proses
pembelajaran rendah. Masalah ini dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain
oleh orang (peserta, pelatih/fasilitator), sarana (misalnya media pembelajaran dan
fasilitas fisik) dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian fasilitator,
dsb.). Pembahasan berikut ini dibatasi pada masalah pengelolaan kelas yang
timbul dari peserta.
 Masalah pengelolaan kelas yang disebabkan oleh peserta dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah kelompok. R. Dreikurs
dan P. Cassel mengemukakan masalah pengelolaan kelas individual dapat
dibedakan menjadi 4 jenis berikut ini:

322
1. Memancing perhatian, misalnya dengan melucu, bercanda atau membuat
keributan di kelas.
2. Konfrontasi atau mencari kuasa, contohnya: melawan, membantah, menentang
dan bertindak emosional.
3. Menyakiti/mengejek orang lain yang lebih rendah, lemah, atau kurang
pengetahuan/pengalaman.
4. Memboikot, beraksi seperti menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis, acuh tak
acuh, atau bahkan menolak sama sekali melakukan apapun.

Sementara, masalah kelompok dalam pengelolaan kelas menurut L. V. Johnson dan


M.A. Bany dikategorikan sebagai berikut:
1. Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas.
2. Kelas sukar diatur, melakukan berbagai cara yang menunjukkan pemberontakan.
3. Kelas bereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
4. Kelas mendukung anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
5. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya.
6. Semangat kerja rendah, lamban dan bermalas-malasan.
7. Kelas sulit menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan misalnya
perubahan jadwal, pergantian fasilitator, dsb.

Untuk mencegah terjadinya masalah-masalah di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan


kelas seperti berikut ini :

1. Menciptakan iklim kelas yang baik (tindakan positif atau preventif).

Fasilitator menyampaikan bahasan dengan baik dan lancar, serta melibatkan


peserta dalam kegiatan pembelajaran di kelas dan dengan demikian mencegah
timbulnya gangguan atau penyelewengan.

Dibutuhkan ketrampilan fasilitator dalam hal :


 memberikan tanggapan yang memadai;
 membagi perhatian terhadap peserta;
 menarik perhatian kelompok/kelas agar terpusat pada bahasan;
 memberi petunjuk yang jelas;
 menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran dan kecepatan proses
pembelajaran;
 menanggapi awal terjadinya gangguan untuk mempertahankan keterlibatan
peserta dalam kegiatan kelas dengan melakukan tindakan korektif;
 mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan remedial/ kuratif/
represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau peserta tidak terlibat
lagi dalam tugasnya.

2. Memberikan motivasi

Motiv timbul karena adanya kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan dasar,
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Diketahui bahwa ada beberapa
cara memberikan motivasi kepada seseorang antara lain melalui pemberian
imbalan, paksaan/perintah, perhitungan untung rugi, atau penghargaan. Di dalam
proses pembelajaran, motivasi peserta dapat ditumbuhkan dengan memenuhi
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai, kebutuhan untuk diakui kelompok, ikut
berpartisipasi. Kebutuhan rasa aman yang dipenuhi juga dapat meningkatkan

323
motivasi peserta yang mengikuti proses pernbelajaran. Rasa aman bisa diperoleh
dengan memberikan perlindungan dari ancaman fisik maupun ancaman terhadap
harga diri. Proses pembelajaran harus dilakukan tanpa ancaman, bahkan
sebaliknya berupa ajakan simpatik. Lakukan motivasi dengan cara yang wajar,
alamiah, namun demikian tetap dijaga agar tidak berlebih-lebihan.

3. Memberi umpan balik positip kepada peserta

Fasilitator harus mempunyai kumpulan kata-kata positip pilihan. Peserta yang


mendapat umpan balik positip akan menebarkan semangat positip kepada peserta.
Peserta yang tersinggung karena umpan balik negatip akan menjadi masalah kelas
yang menetap.

Dapat disimpulkan bahwa pelatih lebih banyak berperan sebagai manajer


(pengelola) kelas, agar kegiatan pembelajaran bagi peserta dapat berlangsung
dengan efisien dan efektif. Hal ini sejalan dengan tuntutan perkembangan, bahwa
pelatih harus lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dinamisator daripada
sebagai penyampai informasi, penceramah apalagi orator.

Di lain pihak, peserta latih adalah peserta belajar dewasa (adultlearners) Fasilitator
harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa seperti di bawah
ini :

1. Orang dewasa mempunyai banyak pengalaman dan kaya akan informasi.


Pengalaman peserta tidak bisa diabaikan atau bahkan dilecehkan. Sebagai
peserta mereka merupakan sumber belajar bagi yang lain termasuk bagi
fasilitator. Mereka setara dengan fasilitator dengan asumsi bahwa mereka
datang bukan tanpa "isi".
2. Orang dewasa memiliki nilai, keyakinan dan pendapat.
3. Orang dewasa mempunyai gaya dan kecepatan belajar bisa berubah. Gunakan
beberapa strategi dan metode pembelajaran.
4. Orang dewasa mengaitkan pengetahuan dan informasi yang baru dengan
pengalaman dan informasi terdahulu yang dipelajarinya.
5. Orang dewasa memiliki tubuh yang dipengaruhi gravitasi. Atur beberapa waktu
istirahat. Meskipun hanya peregangan selama 2 menit.
6. Orang dewasa mempunyai kebanggaan. Beri dukungan peserta sebagai
perorangan.Kepercayaan diri dan ego akan menjadi resiko di dalam lingkungan
kelas yang tidak aman dan mendukung. Peserta tidak akan berani bertanya
atau berpartisipasi dalam pembelajaran jika ada kekhawatiran diremehkan atau
tidak dihargai. Biarkan mereka menyatakan kebingungan, ketidaktahuan,
ketakutan, dan pendapat berbeda. Akui dan hargai peserta atas respons dan
pertanyaan mereka. Perlakukan semua pertanyaan dan komentar dengan
penghargaan. Hindari pernyataan "Saya sudah mendengar hal itu .... " ketika
seseorang mengulangi pertanyaan yang sudah pernah diajukan. Kesempatan
diberikan merata dan adil pada peserta.
7. Orang dewasa mempunyai kebutuhan sangat besar untuk mengarahkan dirinya
sendiri. Libatkan peserta dalam proses pencarian yang saling menguntungkan,
Hindari kegiatan yang hanya merupakan penyampaian pengetahuan atau
mengharapkan persetujuan sepenuhnya dari mereka. Jangan menyuapi
mereka.

324
8. Perbedaan individual semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Pertimbangkan perbedaan gaya, waktu, tipe dan kecepatan belajar. Gunakan
metode auditorial, visual, raba dan partisipatori.
9. Orang dewasa cenderung belajar dengan berorientasi kepada masalah.
Tekankan bahwa belajar dapat diaplikasikan dalam format praktis. Gunakan
studi kasus, kelompok pemecahan masalah dan kegiatan partisipatori untuk
meningkatkan pembelajaran. Orang dewasa umumnya ingin segera
menerapkan informasi atau ketrampilan baru kepada masalah atau situasi
terkini.

B. PERANCANGAN PROSES PEMBELAJARAN

Didahului dengan proses penggalian ide, memberinya kerangka dan membuat


rencana fasilitasi dan selanjutnya lakukan pemilihan metode dan media beserta alat
bantu pembelajaran

1. METODE PEMBELAJARAN

a. Pengertian

Metada Pembelajaran adalah cara-cara dan teknik komunikasi yang


digunakan oleh pelatih dalam melakukan interaksi dengan sumber- sumber
belajar (peserta dan bahan belajar), menyam- paikan materi pembelajaran
dan melaksanakan proses pembe- lajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. (Sudjana,N dan Rivai,A, 2001)

Pemilihan metode pembelajaran dilakukan untuk menciptakan situasi


pembelajaran efektif di dalam kelas. Jumlah dan jenis metode pembelajaran
yang akan digunakan sangat bergantung pada banyak faktor.

Oleh karena itu, sebelum memutuskankan metode pembelajaran yang akan


digunakan, jawab terlebih dahulu pertanyaan berikut ini:

1. Seperti apa tingkat kemampuan dan pemahaman kelompok peserta


juga gaya belajar mereka?
2. Berapa jumlah peserta yang difasilitasi di dalam kelas dan apa tujuan
mereka mempelajari sesi ini ?
3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyusun bahan belajar?
4. Dapatkah waktu yang tersedia mencakup seluruh topik?
5. Apakah alat bantu yang diperlukan?
6. Apakah bahan belajar dan alat bantu cukup tersedia?
7. Bagaimana kemampuan dan kesiapan menggunakan metode termasuk
alat bantunya?
8. Apakah sudah mempunyai pengalaman menggunakan metode
termasuk alat bantu tersebut?
9. Apakah telah menyadari akan keterbatasan metode dan alat bantu dan
apakah sanggup mengatasi keterbatasan tersebut?

Beberapa pilihan metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk


pembelajaran di dalam kelas meliputi:

1. Ceramah/ kuliah/ presentasi

325
a. Pengertian

Metoda Ceramah seringkali disebut metoda kuliah (The Lecture Method). Dapat
pula disebut dengan metoda deskripsi. Metoda ceramah merupakan metoda yang
memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang
fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar
peserta pelatihan mengetahui dan memahami materi pelatihan tertentu dengan
jalan menyimak dan mendengarkan. Peran fasilitator dalam rmetoda ceramah
sangat aktif dan dominan sedangkan peserta hanya duduk dan mendengarkan saja.
Metoda ini kurang tepat untuk pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan
orang dewasa menghendaki keterlibatan aktif seluruh peserta.

b. Pemanfaatan

 Pada kelas besar dengan 30 atau lebih peserta


 Ketika pakar akan menyampaikan pengetahuan atau pemahaman
 Untuk batang tubuh informasi yang harus dikomunikasikan dalam waktu
singkat
 Apabila informasi belum pernah diperoleh oleh kelompok (peserta).

c. Penyampaian

Hal pokok yang menjamin penyampaian agar dapat berhasil dengan baik:
 Kata-kata yang dipergunakan harus jelas.
 Kata-kata harus diucapkan dalam kecepatan tepat (tidak terlalu cepat atau
terlalu lambat)
 Istirahat atau berhenti harus ditempatkan pada waktu logis (bukan pada saat
tanggung)
 Menggunakan berbagai variasi: menekankan poin penting secara terencana,
menghubungkan bagian yang satu dengan bagian lainnya dan menggunakan
ilustrasi dengan cara interaktif.
 Persiapkan catatan untuk memberi kerangka pada materi pembelajaran
 Demonstrasi digunakan untuk mengilustrasikan poin yang sangat penting
 Jika ada istilah asing dan tidak lazim, tandai dalam catatan. Istilah harus
dituliskan pada papan tulis, whiteboard, flipchart atau OHT (overhead
transparency).

d. Struktur ceramah/kuliah/ presentasi terdiri dari:


1) Perkenalan meliputi:
 Pernyataan tujuan
 Hubungan antara sesi pembelajaran dengan sesi sebelumnya dan sesi
berikutnya
 Penetapan tujuan yang meliputi manfaat dan arah sesi dengan
menghubungkan tujuan dengan kebutuhan peserta
 Kerangka pikiran yang akan dikembangkan

2) Batang tubuh ceramah/kuliah/ presentasi yang mencakup:


 Penciptaan pemahaman substansi langkah demi langkah
 Penggunaan alat bantu dan pertanyaan untuk menstimulasi minat dan
aktifitas peserta

3) Simpulan yang mengandung perihal:

326
 Ringkasan materi ceramah/kuliah/ presentasi
 Rangkuman mengenai hubungan antara sesi ini dengan sesi-sesi
lainnya
 Rujukan bahan yang harus dibaca

2. Brainstorminp/curah gagasan

a. Pengertian

Curah pendapat adalah metode menggali sebanyak mungkin ide, gagasan, dan
pendapat peserta. Fasilitator melontarkan suatu topik, isu, atau permasalahan
dan mendorong peserta untuk mengem- bangkan pendapat-pendapat orang
lain.

Selain menghasilkan pendapat, atau gapasan mereka sendiri secepat mungkin


tanpa perlu memikirkan nilai dari pada pendapat itu. Curah pendapat lebih
menekankan pada kuantitas jawaban, bukan kualitas. Jenis pertanyaan yang
digunakan sebaiknya bukan jenis tertutup.

Curah pendapat pada prinsipnya meniadakan kritik terhadap setiap pendapat,


membiarkan peserta bebas berimajinasi dan untuk memberikan kontribusi
secara leluasa, tanpa harus merasa kuatir tentang apa yang akan dipikirkan
oleh orang lain tentang kontribusi-kontribusi mereka. Bahkan mungkin saja
terjadi, suatu pendapat yang pada awalnya nampak tidak berguna atau lucu
akan memicu pendapat orang lain yang ternyata menjadi sangat bernilai tinggi.
Setiap kontribusi dicatat dan ditayangkan sehingga terlihat oleh seluruh
peserta. Setelah curah pendapat dirasa cukup, saran-saran tersebut dibahas
dan dievaluasi bersama-sama. Hasil pembahasan dirangkum oleh fasilitator.

b. Tujuan

1) Mendorong terjadinya penyampaian ide atau penyampaian


pengalaman peserta
2) Menuntun peserta dalam mengembangkan ide-ide dan kreatifitas
berpikir
3) Memberikan penghargaan kepada setiap peserta untuk
menyampaikan ide atau pedapat dan pengalaman mereka
4) Mengumpulkan sejumlah pendapat dan penyajian pengalaman-
pengalaman peserta yang didapat dari kenyataan di lapangan. Hal ini
sangat membantu fasilitator untuk:
 Mengetahui tingkat pengetahuan peserta Menambah wawasan
mereka.
 Menerapkan variasi penggunaan metode agar terhindar dari
kejenuhan suasana pembelajaran.

c. Metode curah pendapat cocok digunakan, apabila:


1) Diperlukan masukan sebanyak-banyaknya untuk pemecahan suatu
masalah, kasus
2) Ingin mengetahui atau ingin menjajagi pengetahuan peserta sebelum
menyampaikan materi pelatih.

327
d. Tugas fasilitator dalam curah pendapat
1) Mengatur lalu lintas pembicaraan, dengan :
 Berusaha agar pengajuan pendapat terbuka untuk semua
 Mengusahakan agar tidak terjadi dominasi pembicaraan
2) Mendorong peserta yang enggan untuk mengungkapkan pendapat
atau pengalamannya
3) Membuat daftar pertanyaan
4) Memahami pendapat setiap peserta, tidak memotong pembicaraan
orang lain sekalipun tidak setuju dengan pendapat itu
5) Membantu peserta latih yang tersesat agar dapat memperjelas dalam
mengungkapkan ide-idenya.
6) Merangkum hasil pembahasan peserta.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan metode curah pendapat


1) Fasilitator harus sepenuhnya yakin akan metode yang digunakan
(sikap fasilitator harus tegas).
2) Besarnya kelompok antara 12 - 20 orang.
3) Partisipasi peserta harus penuh, setidaknya separuh jumlah peserta
dapat digerakkan untuk memberikan pendapat.
4) Semua pendapat yang muncul ditulis secara singkat, padat, jelas, dan
tepat.
5) Cegah terjadinya penyimpangan dari masalah pokok.

3. Latihan/exercise

a. Pengertian

Kegiatan yang dilakukan secara perorangan atau berkelompok untuk


melaksanakan suatu tugas tertentu untuk mencapai suatu hasil berupa
kecakapan yang telah ditentukan dengan mengikuti pedoman yang ada.
Latihan memberikan suatu pengalaman belajar yang terstruktur. Kegiatan
dapat berupa olah pikir, olah rasa (emosi), olah verbal dan atau olah motorik.

b. Tujuan

Memberikan pengalaman, pemantapan dan perbaikan suatu ketrampilan


setelah mendapatkan pengertian dasar meliputi kemampuan olah pikir, olah
rasa, olah verbal dan olah motorik, antara lain:

1) Kecakapan olah pikir, misalnya keterampilan menghitung, menganalisis,


mengobservasi, menggunakan simbol-simbol untuk pengetahuan
(pengertian/ pemahaman), dan pemecahan masalah.
2) Kecakapan olah rasa, misalnya keterampilan mengendalikan diri (self
control), rasa percaya diri (self confident), kemampuan untuk melihat
peluang/ hambatan (sense of business), kemampuan menyampaikan
humor (sense of humor).
3) Kecakapan olah verbal, misalnya kemampuan menyampaikan pokok
pikiran dalam ungkapan lisan.
4) Kecakapan olah motorik (ketrampilan gerak), misalnya keterampilan untuk
melakukan sinkronisasi intelegensi dan gerak motorik yang diperhalus.

328
c. Fasilitator perlu memiliki kemampuan untuk:

1) memilih jenis latihan yang tepat, antara lain: assignments (penugasan)


yang bisa berupa tugas baca dan melakukan tinjauan literatur,
membahas/menjawab pertanyaan/ soal baik berupa hitungan atau esai;
latihan verbal seperti latihan debat, diskusi, dan dialog.
2) mempersiapkan bahan dan instrumen secara matang.

4. Role play/bermaln peran

a. Pengertian

Peserta memerankan dirinya sebagai orang lain atau tokoh tertentu pada
situasi yang dirancang secara spesifik atau seperti situasi nyata dan
melakukan dialog seperti permintaan skenario. Melalui penokohan tersebut,
peserta melibatkan dirinya dalam situasi tertentu dan mengekspresikan
sikapnya ketika berada dalam situasi itu.

Penekanan permainan peran terletak pada karakter, sifat atau sikap yang perlu
dianalisa. Permainan peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau
kondisi nyata yang akan dipergunakan sebagai bahan diskusi atau pembahasan
materi terLentu. Diakhir permainan peran, peserta melakukan analisis terhadap
permainan peran tersebut. Para pemain peran diminta untuk mengemukakan
peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula
peserta lain yang menjadi pengamat.

b. Tujuan
1) Peserta dapat menghayati sikap dan tindakan yang mungkin dihadapi oleh
peran yang dimainkannya.
2) Mampu menggunakan pengalaman tersebut dalam menghadapi
permasalahan di tempat kerjanya.
3) Memperoleh atau mengubah persepsi, pandangan, nilai tentang sesuatu
ataupun mengalami perasaan tertentu.

c. Syarat penggunaan
1) Persiapan atau perencanaan dan skenario harus jelas langkah demi
langkah terangkai secara beraturan (sekalipun dapat dilakukan improvisasi
secara spontan tanpa rencana)
2) Peran yang diberikan harus sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan sehari-
hari
3) Harus diarahkan kepada topik pembelajaran dan mendukung tercapainya
tujuan pembelajaran, sehingga tak ada kesan main-main.

d. Langkah-langkah pelaksanaan

1) Identifikasi masalah secara jelas


2) Persiapkan skenario dan cerita tertentu sesuai topik pembelajaran.
3) Tunjuk dan persiapkan peserta yang akan memainkan peran-peran.
4) Berikan kelengkapan lain sebagai bahan analisis yang diperlukan

329
5) Masing-masing peserta yang bermain peran harus benar-benar memahami
perannya dan berperan sesuai dengan scenario
6) Tunjuk beberapa pengamat yang bertugas mengamati dan mencatat
kejadian selama role play dan lengkapi dengan instrumen pengamatan.
7) Setelah selesai, para pengamat, diminta menyampaikan hasil
pengamatannya dan-para pemeran diminta mengemukakan pengalamannya
dalam memainkan perannya dan menganalisis peranan itu sendiri.
8) Susun hasil refleksi tersebut bersama peserta

5. Simulasi

a. Pengertian

Simulasi berasal dari bahasa Inggris "Simulation" artinya tiruan. Situasi


merupakan tiruan dan perbuatan yang dilakukan bersifat pura-pura atau tidak
dalam kondisi sesungguhnya.

b. Tujuan

Menanamkan pemahaman melalui pengalaman berbuat dalam situasi yang


mirip sesungguhnya. Lebih tepat bila dikatakan bahwa simulasi untuk
meningkatkan ketrampilan tertentu dengan jalan "melakukan sesuatu" dalam
kondisi tidak nyata. Misalkan "melakukan pemadaman kebakaran", atau
"mengemudikan pesawat terbang;".

c. Penggunaan

Simulasi digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk memberi kesempatan


kepada pembelajar meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-
hari, yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya atau kegiatan yang
akan dan harus dilakukannya.

d. Langkah langkah pelaksanaan

1) Persiapkan skenario simulasi berikut prosedur tetap (protap) penggunaan


alat-alat, urutan dan waktu untuk setiap langkah-langkah. Rinci secara
jelas.
2) Tetapkan kemampuan dan situasi yang akan disajikan dalam bentuk
simulasi.
3) Persiapkan alat bantu atau fasilitas yang dibutuhkan.
4) Persiapkan lembar kerja dan lembar observasi. Lembar kerja berisi
panduan rind bagi peserta dalam melaksanakan simulasi. Lembar
observasi berisi aspek-aspek yang diamati selama proses berlangsung
oleh kelompok pengamat atau fasilitator.
5) Menyiapkan alat bantu, ruangan dan situasi buatan seperti situasi nyata
(misalnya situasi kebakaran).
6) Memberikan skenario simulasi, lembar kerja dan lembar observasi serta
penjelasannya mengikuti pembagian kelompok dan pengamat.
7) Umpan balik dari para pengamat atau fasilitator setelah simulasi dilakukan
8) Refleksi peserta dan rangkuman dari fasilitator.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam simulasi:

330
1) Tempat dan proses simulasi dapat dipantau oleh fasilitator
2) Bila ada beberapa kelompok, maka sebaiknya setiap kelompok dipandu
dan dipantau oleh seorang fasilitator.
3) Skenario disusun secara rinci dan jelas.
4) Pengulangan dan perbaikan (remedial action) sebaiknya dilakukan sesuai '
kebutuhan.

6. Demonstrasi

a. Pengertian

Metode ini dipakai dalam pembelajaran dengan cara mempertunjukkan obyek


dan/atau memperagakan proses suatu 'kegiatan'.

b. Tujuan

Metode demonstrasi digunakan untuk memperjelas suatu obyek dan proses


suatu kegiatan bagi peserta, juga untuk memberi contoh.

c. Penggunaan

Metode ini efektif bagi fasilitator dalam membantu peserta mencari jawaban
atas pertanyaan antara lain:
1) Seperti apakah bentuknya?
2) Bagaimana cara membuatnya?
3) Terdiri dari bahan apa?
4) Cara yang mana yang paling baik?
5) Bagaimana dapat diketahui kebenarannya?, dsb

Contoh : Demonstrasi menolong persalinan, demonstrasi menimbang balita


menggunakan timbangan dacin.

d. Syarat penggunaan
1) Alat peraga yang sesuai
2) Dapat dilihat oleh semua peserta
3) Akan lebih baik jika dilakukan di ruang demonstrasi
4) Waktu yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan belajar peserta
dan tujuan yang akan dicapai.

e. Langkah-langkah pelaksanaan
1) Menyiapkan alat dan bahan peraga
2) Menjelaskan tujuan dan teori demonstrasi secara singkat
3) Proses pada setiap langkah atau tahapannya diperlihatkan secara jelas

7. Coaching

a. Pengertian

Fasilitator membimbing intensif peserta di 'kelas'nya secara perorangan.


Di dalamnya digunakan metode demonstrasi, simulasi dan/atau praktik
yang diikuti dengan pemberian umpan balik segera dan perbaikan.
Fasilitator (coach) menjelaskan langkah demi langkah kegiatan dengan
menggunakan berbagai media (misal slides - videotape, boneka model

331
anatomik atau yang diistilahkan sebagai phantom). Peserta
mensimulasikan ulang interaksi dan ketrampilan yang diperoleh dan coach
pada alat kerja, boneka model anatomik ( dikenal di klinik sebagai
phantom) dalam ruang yang telah ditata seperti di tempat kerja
sebenarnya (misalnya: klinik, bengkel, dsb).

Contoh: bimbingan/ coaching dilakukan untuk mempelajari dan menguasai


cara memasang infus.

b. Tujuan

Meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan kualitas kemampuan


khususnya ketrampilan, sikap atau penampilan dalam melaksanakan atau
menerapkan materi pembelajaran atau prosedur tetap suatu jenis
pelayanan atau pekerjaan tertentu.

c. Langkah-langkah pelaksanaan

1) Fasilitator mempersiapkan sarana dan prasarana semirip mungkin


dengan situasi nyata di tempat kerja
2) Merencanakan kegiatan bimbingan, instrumen evaluasi
3) Jajaki atau gali kemampuan awal setiap peserta untuk
menyesuaikan bimbingan
4) Memperagakan setiap langkah tindakan yang harus dilakukan
5) Peserta mempraktikkan dengan bimbingan
6) Fasilitator memberikan umpan balik
7) Peserta mencoba kembali tanpa bimbingan
8) Fasilitator memberikan umpan balik segera yang secara bertahap
dikurangi sesuai dengan tingkat kemajuan yang dicapai peserta.
9) Setelah dinilai mampu melaksanakan keterampilan secara benar
dan mandiri, peserta diberi kesempatan menerapkan
kemampuannya di tempat kerja/ lapangan dengan pengawasan
pembimbing.
10) Pembimbing atau fasilitator mengevaluasi dan memberikan umpan
balik penampilan peserta dalam menerapkan ketrampilannya
tersebut.
11) Hasil evaluasi dijadikan indikator untuk mempertimbangkan dan
menyatakan seseorang belum atau telah memenuhi standar
kompetensi yang telah ditetapkan

PENDEKATAN YANG DIPERGUNAKAN UNTUK MEMILIH SUATU METODE

Sebelum memilih suatu metode yang akan dipergunakan, ada baiknya ketahui terlebih
dahulu hal-hal berikut ini:

a. Tujuan sesi
b. Kompetensi yang akan dicapai (Marpaung dan Saptoaji, 2002)
c. Tujuan pembelajaran
d. Jumlah sasaran atau besarnya kelas (Sianipar dan Supono, 2002)
e. Kemampuan diri sendiri
f. Daya serap dalam proses pembelajaran (Lunardi, 1982).

332
CONTOH CARA MEMILIH METODE
JUMLAH
KOMPETENSI
TUJUAN PESERTA
No SIFAT MATERI YANG AKAN METODE
PEMBELAJARAN (BESAR
DICAPAI
KELAS)
1. Informasin atau Memahami Kognitif : Mampu Lebih dari 15 Ceramah, kuliah,
pengetahuan informasi atau menerangkan orang presentasi.
pengetahuan menyebutkan,
menjelaskan prinsip,
konsep, dalil
2. Pembelajaran Mendapatkan Pengalaman Kurang dari Latihan
penyelesaian masalah/ 20 orang
soal/kasus
3 Pembelajaran Menerapkan Psikomotor: Individu Penugasan
pengetahuan mampu atau
tanpa mempraktekkan, kelompok
bimbingan mengoperasikan (tidak
(mandiri) terbatas)
4 Pembelajaran Melakukan Psikomotor: mampu Kurang Praktikum
pembuktian, menciptakan,mende dari 20
percobaan, sain, memperbanding orang
ujicoba kan
5 Informasi, Memahami Kognitif dan afektif: Kurang Demonstrasi (di
pengetahuan, antara lain: mampu menguraikan, dari 50 kelas atau
pembelajaran proses mengidentifikasi, orang faboratorium)
kegiatan, menggambarkan,
obyek menganalisis dan
mensintesis antara lain
teknik, meka nisme,
cara kerja, kandungan/
bahan dalam suatu
obyek.

6 Pembelajaran Menguasai Psikomotor: mampu Kurang Pembimbingan


suatu Meniru contoh, mem dari 5 (coaching)
ketrampilan praktekkan, mengo orang
perasikan, mende
monstrasikan, Melak
sanakan, mengerjakan
7 Pembelajaran Memahami atau Afektif: menerima Kurang Role
Menga nalisa suatu nilai, dari 10 play/bermain
karakter, sifat menyepakati orang peran
atau sikap atau.
8 Pembelajara Memberikan Afektif: menerima Jumlah Simulasi
n Pengalaman suatu nilai, menye tidak
dan Mening pakati Psikomotor: dibatasi
katkan mempersiapkan,
ketrampilan ter mengoperasikan,
tentu yang meniru contoh
berba haya atau
tidak
memungkinkan
bila dilakukan
pada situasi dan
kondisi nyata
atau
sesungguhnya

333
2. MEDIA PEMBELAJARAN

a. Pengertian

Media pembelajaran bukanlah media massa atau media individu, tetapi media yang
dipakai pada proses pembelajaran di dalam pelatihan. Namun ada baiknya jika
secara singkat disampaikan mengenai mediasi dan dampaknya. Secara umum
disepakati bahwa setiap pelatih/fasilitator atau guru adalah mediator yang
menyampaikan banyak pesan berisi informasi dan materi belajar kepada peserta/
murid.

Sebagai sumber pesan, pelatih/fasilitator atau guru menerjemahkan gagasan,


pikiran, perasaan atau pesannya, juga mengubah, menyimpulkan, dan seringkali
tak ter,hindarkan menambahkan prasangka pada informasi tersebut atau bahkan
mengurangi pengetahuan yang mereka cari untuk ditanamkan pada peserta/
muridnya. Hal ini memang hampir selalu terjadi, sekalipun komunikasi dilakukan
secara tatap muka di ruang kelas dengan pelatih/fasilitator yang memiliki pemikiran
terbuka serta dengan peserta/ murid yang selalu siap memberikan tantangan dan
umpan balik. Pelatih/fasilitator merupakan media - saluran untuk mengalirkan
pengetahuan, yang selalu disaring dan dimodifikasi - bagi peserta/ murid. Lambang
itu dapat berupa bahasa, tanda-tanda atau gambar.

Tetapi, media pembelajaran di sini bukanlah pelatih/fasilitator atau guru atau


'orang'nya, melainkan media teknologis yang digunakan oleh 'orang'. Media
teknologis mempunyi arti teori dan praktik tentang media sebagai ilmu pengetahuan
terapan.

Media bukan juga peralatan. Media dalam pendidikan secara fisik adalah perangkat
lunak (software) berupa isi pesan/ informasi yang dikembangkan dafam berbagai
bentuknya dan disampaikan menggunakan berbagai alat bantu teknis/ perangkat
keras (hardware).

b. Penggunaan

Media pembelajaran merupakan suatu cara mengkomunikasikan sesuatu antara


pelatih/fasilitator/ guru dan peserta/ murid, dan mungkin saja sebaliknya. Dalam
proses pembelajaran, media digunakan untuk membantu pelatih dalam
menyalurkan materi pembelajaran. Media berisi pesan. Semakin baik medianya,
makin kecil distorsi/gangguannya dan makin baik pesan itu diterima peserta. Media
dapat digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan interaksi peserta dengan
sumber belajar (fasilitator, dan lingkungan) dengan dua cara, yaitu sebagai alat
bantu (dependent media) dan digunakan sendiri oleh peserta (independent media).
Sekalipun demikian, media tidak selalu dapat menggantikan fasilitator.

c. Jenis-Jenis Media Pelatihan

Media yang digunakan dalam pelatihan sebagaimana disampaikan oleh Evans


(2002) pada tabel berikut ini dikategorikan berdasarkan ilustrasi/ gambar yang
mempresentasikan realitas:

BENTUK-BENTUK TEKS CONTOH MEDIA


PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN

334
Koran, majalah, buku, manual,
Huruf cetak dengan gambar
poster
E-mail, konferensi berbasis
Teks pada layar dengan atau tanpa
komputer, jurnal yang
gambar
ditayangkan secara on line
Kata yang diucapkan (dengan atau tanpa
Radio, kaset audio, telepon, CD
efek suara)
Kata yang diucapkan, dengan obyek,
Audiovisual
tekscetak, atau teks pada
Kata yang diucapkan dengan gambar Televisi, kaset video,
bergerak(dengan atau tanpa efek suara) konferensi berbasis video

Gambar diam atau bergerak dengan teks


Film, , televisi, video, pita slide
layar(dengan atau tanpa efek suara) —

d. Pertimbangan dalam memilih media

1. Pendekatan pelatihan yang digunakan


2. Tujuan pembelajaran (apakah kognitif, psikomotor, atau afektif)
3. Kebutuhan proses pembelajaran
4. Kemampuan fasilitator/ pefatih menggunakan media pembelajaran
5. Karakteristik peserta
6. Karakferistik media
7. Alokasi waktu
8. Ketersediaan
9. Kompatibilitas
10. Biaya
11. Mutu teknis
12. Artistik
13. Lokasi pelatihan

CONTOH CARA MEMILIH MEDIA MENURUT ANDERSON (1994)

1. Tetapkan Tujuan Pembelajaran


2. jika kompetensi yang dapat diukur
3. Tetapkan sifat materi
4. jika PEMBELAJARAN
5. untuk populasi peserta besar dan didistribusikan secara meluas
6. untuk belajar mandiri
7. konten materi terstandar
8. tidak perlu komunikasi tatap muka (karena mencakup populasi dan daerah
yang luas, jumlah pelatih yang memenuhi kualifikasi tidak mencukupi, biaya
datang ke tempat pelatihan tinggi)
9. ditujukan kepada peningkatan aspek kognitif atau psikomotor menggunakan
obyek yang masih asing bagi peserta diperlukan peragaan gerak
10. dibutuhkan rangsangan (misalnya warna) yang sesuai
11. Peserta lebih baik berinteraksi dengan benda nyata (karena biaya relatif murah
dan distribusi luas

e. Pembuatan media

335
Perhatikan beberapa hal dalam memproduksi media visual., misal: Media visual
Overhead Transparency (OHT), atau Power point. Berikut ini, aturan pengembangan
media pembelajaran OHT atau slide menggunakan software Power point.

1. Tuliskan terlebih dahulu gagasan/ide dalam kertas, kemudian buat susunan/ alur
pesan (storyboarding), tuangkan dalam transparansi.
2. Sediakan kertas bergaris, kertas millimeter sebagai batas penulisan huruf agar rapi
3. Gunakan kertas tersebut sebagai alas kertas transparansi
4. Buat kotak tayangan dengan ukuran tinggi 7,5 inci atau 18 cm dan lebar 10 inci atau
23 cm
5. Buatjudul dengan huruf kapital
6. Buat bagian isi dengan huruf kecil (sentence case), maksimal 10 baris dan tiap
barisnya sebanyak-banyaknya terdiri dari 7 kata
7. Gunakan huruf sederhana, tidak banyak variasi dan mudah dibaca. Huruf yang
banyak dipakai adalah Arial atau Times New Roman. Ukuran minimal 24 point/6 mm

8. Gunakan warna kontras antara warna dasar (latar belakang) dan warna huruf.
Teks menggunakan warna-warna gelap seperti hitam, biru tua, coklat tua dan
warna dasar/ latar belakang cerah. Hindari tulisan berwarna silau dan sulit
terbaca seperti warna merah. Warna tua pada latar belakang dan tulisan
berwarna muda akan memberi kesan tulisan lebih besar. Demikian pula
sebaliknya.

9. Pesan yang disampaikan hanya kata-kata kunci, sehingga harus padat, singkat
dan jelas (tidak bermakna ganda), menarik (impresif) namun sederhana.
10. Satu lembar tayangan berisi satu pesan
11. Gunakan gambar/ ilustrasi yang sesuai

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Pelaksanaan harus sesuai dengan jadwal, kecuali ada perubahan yang disepakati
2. Dinamisasi kelas disebut sebagai fase pencairan meliputi kegiatan (a) perkenalan
dengan seluruh peserta, panitia termasuk MOT, fasilitator; (b) membentuk tim,
membangun kesepakatan dalam proses pembelajaran, mengidentifikasi kebutuhan
belajar peserta
3. Proses pembelajaran dilangsungkan dengan memperhatikan:
a. Filosofi pelatihan yang telah ditetapkan sejak awal.
b. Sekuensi penyampaian materi. Apabila terjadi penyimpangan dan tidak dapat
dipertahankan, MOT mengambil peran untuk menyelaraskan proses.
c. Pilihan metode dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta,
bahan belajar, ruangan/tempat belajar, dll.
4. Jaga hubungan dengan peserta dan pertahankan motivasi peserta hingga akhir sesi

Proses pengendapan merupakan fase pemantapan dan konsolidasi dari hasil-hasil


pengalaman fase pencairan dan pembelajaran pengetahuan atau ketrampilan dan sikap.
Perubahan yang terjadi mengenai pengetahuan, keterampilan dan sikap dimantapkan
pada antara lain dengan cara: menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL/POA), menyusun
laporan hasil kegiatan pelatihan dan dibahas bersama, serta disajikan atau
didiseminasikan di tempat kerja, atau praktik kerja lapangan, dl.

POKOK BAHASAN 3:

336
EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN

A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam sebuah kegiatan pelatihan mempunyai
kaitan erat dengan materi pembelajaran, metoda pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui sejauh
mana peserta dapat menyerap materi pelatihan, hal ini dapat diperoleh informasinya
melalui evaluasi. Evaluasi yang Baik haruslaih dicocokan pada tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai seperti tertuang dalam Tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan
Pembelajaran Khusus yang merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum atau tujuan
pelatihan.

Dengan demikian evaluasi pembelajaran merupakan kegiatan pengukuran terhadap


peserta atas hasil pembelajarannya [daya serap]. Dengan kata lain tujuan utama
melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran adalah diperolehnya informasi akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran [instruksional] yang selanjutnya
berfungsi sebagai indikator tingkat perkembangan/ kemajuan belajar yang telah dicapai
para peserta, pedoman penentuan kelulusan [passing grade] atau sebagai penentu
posisi peringkat seorang pembelajar dalam suatu agregat kelas.
Syarat umum instrumen pengukuran yang baik adalah :
1. Validitas : Mengukur apa yang diukur
2. Reliabilitas : Hasil akan sama walaupun yang melakukan pengukuran berbeda
3. Obyektivitas : Pemberian skore/ nilai yang sesuai
4. Diskriminatif : Mempunyai daya beda yang tinggi
5. Komprehensif : Mengukur semua hal yang dipelajari walaupun hanya sample
6. Mudah digunakan : Sewaktu digunakan instrumen tidak berbelit – belit

B. Jenis Evaluasi Pembelajaran dan Kegunaannya

Berbagai jenis evaluasi pembelajaran yang digunakan dalam sebuah kediklatan


mempunyai tujuan/ kegunaannya masing - masing, diantaranya :

1. Pre test (disesuaikan dengan kebutuhan) yang antara lain bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal, menentukan strategi pembelajaran, atau mengukur
peningkatan yang diperoleh peserta (dibandingkan dengan hasil Post test )
2. Evaluasi terhadap tingkat pencapaian kompetensi peserta dapat dilakukan pada
akhir setiap sesi pembelajaran atau akhir pelatihan, antara lain menggunakan:

a. Portofolio

Berupa catatan, kumpulan hasil karya peserta yang didokumentasikan secara baik
dan teratur. Dapat berbentuk tugas, jawaban peserta atas pertanyaan fasilitator,
catatan hasil observasi fasilitator dan laporan kegiatan peserta.

b. Tes/ujian

Diberikan dalam bentuk soal atau kasus untuk dijawab. Jawaban dinilai oleh
fasilitator. Sebagai evaluasi sumatif, tes atau ujian dilakukan untuk kepentingan
dalam menentukan peringkat, kelulusan [passing grade], pemberian sertifikat,
evaluasi terhadap kemajuan, atau penelitian terhadap efektivitas kurikulum dan
perencanaan pelatihan. Sebagai penentu tingkat kelulusan dapat dipilih 2 [dua]
patokan yang biasa digunakan yakni Penilaian Acuan Norma [PAN] yang diacukan

337
kepada rata-rata kelompoknya dan Penilaian Acuan Patokan [PAP] yang diacukan
kepada penguasaan tujuan pembelajaran oleh peserta.

2. Sedangkan evaluasi pada tahap uji coba merupakan evaluasi formatif. Evaluasi
ini dirancang untuk proses sitematik memberikan informasi tentang ketepatan
mated pembelajaran atau program pelatihan. Dapat digunakan pelatih untuk
melakukan perbaikan hasil belajar peserta. Biasa dilaksanakan sebelum kelas
berakhir, sehingga masih terdapat kesempatan untuk memperbaiki.

VI. REFRENSI

1. .........,Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif, Media Pelatihan, downloaded

fromhttp://www.deliveri.org/Guidelines/how/ hm14/hm14 11i.htm


2. Anderson, R.H; 1994, Pemilihan dan pengembangan media untuk
pembelajaran, Pusat UI terbuka bekerjasama dengan PT Rajagrafindo Persada
3. Dreikurs, R. dan Cassel P., pengelolaan kelas individual Downloaded from
www.ech.cranfield.ac.ukon 21 February 05 by Rinni Yudhi Pratiwi
4. Johnson, L. V. dan Bany, M.A. Masalah kelompok dalam pengelolaan ketas.
Downloaded from pwaytech@contact.ncrel.org Copyright © North Central
Regional Educational Laboratory

338
5. Evans, T, 2002, Metode, Texts and Technologies in Flexible, Online and
Distance Education, Study guide, Victoria
6. Lunardi, A.G, 1982, Pendidikan Orang Dewasa, PT. Gramedia, Jakarta
7. Mardjani dan Azhari, 2002, Pengukuran hasil Belajar, Lembaga Administrasi
Negara RI
8. Marpaung dan Saptoaji, 2002, Komunikasi dan presentasi efektif dalam
pembelajaran, Bahan ajar diklat kewidyaiswaraan berjenjang tingkat pertama,
Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta.
9. Sianipar dan Supono, 2002, Desain Instruksional, Bahan ajar diklat
kewidyaiswaraan berjenjang tingkat pertama, Lembaga Administrasi Negara
RI, Jakarta.
10. Sudjana N dan Rivai, A, 2001, Media Pengajaran, Sinar Baru Algensido,
Jakarrta
11. Yin, Robert K, 2003, Studi kasus (desain dan metode), PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN


JENJANG MUDA

Nomor : MP. 3
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)

TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi


Peserta mampu : Peserta mampu : Rencana Tindak
Menyusun 1. Menjela Lanjut : - -
Rencana Tindak skan maksud dan 1. Maksud CTJ Transparan
Lanjut tujuan penyusunan adn tujuan - -

339
RTL penyusunan RTL Disko LCD
2. Menjela 2. Sistematik - -
skan sistematika a Penyusunan Penugasan OHP
penyusunan RTL RTL -
3. Menjela 3. Langkah – Bahan diskusi
skan langkah – langkah
langkah penyusunan RTL
penyusunan RTL
4. Menyus
un RTL

4. AVA DAN STANDAR METODE PELATIHAN


Standar AVA dan Metode Paltihan pada masing – masing materi secara rinci dapat
dilihat pada GBPP.
Standar minimal AVA yang harus dipenuhi adalah :
 OHP
 White board
 Flipchart
Standar metode minimal yang harus dipenuhi adalah :

340
 Brainstorming
 CTJ
 Diskusi
 Penugasan/kasus
 Latihan
Proses pelatihan dilaksanakan melalui tahapan berikut :
1) Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen
belajar di antara peserta
2) Pembukaan
3) Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
melaksanakan tugas.
4) Penjajagan awal peserta dengan memberikan test awal (Pre Test)
5) Review dan pembahsan materi inti di kelas
6) Penugasan/ Diskusi kelompok, tanya jawab tentang materi
7) Refleksi materi
8) Rencana Tindak Lanjut (RTL)
9) Tes Akhir (Post test) untuk mengetahu penyerapan materi
10) Evaluasi penyelenggaraan untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan
pelatihan.
11) Penutupan

Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif sepenuhnya
dalam proses pembelajaran, secara umum sebagai berikut :
1) Fasilitator mempersiapkan peserta latih untuk siap mengikuti proses pelatihan
2) Fasilitator menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada
setiap materi.
3) Fasilitator dapat mengawali pembelajaran dengan :
a. Penggalian pengalaman peserta
b. Penjelasan singkat tentang seluruh materi
c. Penugasan dalam bentuk individu atau kelompok
4) Pada akhir sesi dan peserta latih merangkum dan atau pembulatan.
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini berdasarkan pada prinsip :
1) Peran serta aktif peserta (active learner participatory) sesuai dengan
pendekatan pembelajaran (learning)
2) Penciptaan iklim pembelajaran yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya
komunikasi interaktif
3) Oleh karena itu metode yang digunakan selama proses pembelajaran
diantaranya adalah :
a. Ceramah dan Tanya Jawab

341
b. Curah pendapat, untuk penjajagan pengethauan dan
pengalaman peserta terkait dengan materi yang akan diberikan
c. Penugasan berupa : Diskusi kelompok/
d. Praktek Lapangan

E. EVALUASI PELATIHAN
Evaluasi pada pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Ahli jenjang Pertama, Muda, dan
Madya pada prinsipnya sama yaitu :
1. Evaluasi Hasil Belajar
Yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap peserta pelatihan melalui :
a. Penjajagan awal melalui pre test
b. Pemahaman pembelajaran terhadap materi yang telah diterima (post test)
c. Evaluasi formatif untuk setiap hasil penugasan.
Standar minimal evaluasi hasil belajar adalah evaluasi terhadap pencapaian tujuan
pembejaran tujuan pembelajaran khusus.

2. Evaluasi terhadap fasilitator


Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang
menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan fasilitator dalam
menyampaikan pengetahuan dan atau ketrampilan kepada peserta pelatihan
dengan baik, dapat dipahami dan diserap oleh peserta meliputi :
a. Penguasaan materi
b. Penggunaan metode
c. Hubungan interpersonal dengan peserta
d. Motivasi
e. Ketepatan waktu
f. Sistematika penyajian
g. Penggunaan alat bantu diklat
h. Empati gaya dan sikap kepada peserta
i. Tercapainya TPU
j. Kesempatan tanya jawab
k. Kemampuan menyajikan
l. Kerapihan berpakaian
m. Kerjasama antar tim pengajar

3. Evaluasi terhadap penyelenggara


Evaluasi dilakukan oleh peserta pelatihan terhadap penyelenggara pelatihan, obyek
evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis yang meliputi :
a. Tujuan pelatihan
b. Relevansi program pelatihan dengan tugas

342
c. Manfaat setiap mata sajian bagi pelaksanaan tugas
d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi
e. Mekanisme pelaksanaan pelatihan
f. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan
g. Pelayanan kesekretariatan terhadap peserta latih
h. Pelayanan akomodasi dan lain-lain
i. Pelayanan konsumsi
j. Pelayanan kesehatan
k. Pelayanan kepustakaan
l. Pelayanan komunikasi dan informasi

F. BIAYA
Pembiayaan pelatihan ini berasal dari Swadana Peserta (Terlampir biaya pelatihan).

G. SERTIFIKASI
Peserta latih yang telah mengikuti pelatihan, minimal 90% dari jumlah jam pelatihan dan
dinyatakan berhasil sesuai dengan hasil evaluasi belajar akan diberikan sertifikat
pelatihan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan R.I. dengan angka kredit 2
(dua).

BAB IV
PENUTUP

Standar Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian ini merupakan acuan dalam


menyelenggarakan pelatihan adminkes secara nasional dan dapat dijadikan pedoman bagi
penyelenggara pelatihan tenaga fungsional sanitarian di seluruh Indonesia.

343
Oleh karena itu dengan telah tersusunnya standarisasi ini diharapkan ada kesamaan dalam
komponen peserta, komponen platih, komponen kurikulum, maupun komponen
penyelenggara pada setiap penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional sanitarian baik
yang dilaksanakan di pusat maupun daerah.

Pelatihan pejabat sanitarian ini merupanan pelatihan yang terstandar nasional sehingga
pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan akreditasi pelatihan dan akreditasi institusi.

Kurikulum Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian ini mengacu pada standar pelatihan
Jabung Sanitarian secara Nasional. Oleh karena itu dengan telah tersusunnya kurikulum ini
diharapkan Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian dalam pelaksanaannya dapat
dilaksanakan dengan baik.

344

Anda mungkin juga menyukai