PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan tata pemerintahan dalam era desentralisasi akan terus melaju dan sebagai
konsekuensinya menuntut ketersediaan dana, kesiapan SDM di berbagai sektor. Tanpa
terkecuali dalam bidang kesehatan juga mengalami perubahan yang sangat bermakna,
sehingga aparatur pemerintah di jajaran Departemen Kesehatan harus
menyesuaikannya baik dalam cara berfikir, bersikap dan bertindak. Perubahan pola
berfikir yang dikehendaki lebih berorientasi kemasa depan yang mengutamakan
profesionalisme. Untuk peningkatan profesionalisme telah ditetapkan adanya Jabatan
Fungsional di lingkungan Departemen Kesehatan. Melalui Surat Keputusan Menteri
Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor. 19/Kep/M.Pan/11/2000 ditetapkan
adanya Jabatan Fungsional Sanitarian.
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, sanitarian mempunyai tugas pokok dan fungsi
sesuai dengan jenjangnya Sehubungan dengan itu sanitarian perlu memiliki kompetensi
yang memadai sesuai dengan jenjangnya, agar mampu bekerja secara profesional.
Salah satu upayanya adalah melalui pelatihan.
Bagi calon pejabat sanitarian ahli, diwajibkan mengikuti pelatihan untuk pengangkatan
karena merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, hal ini diberlakukan
mengingat pejabat sanitarian ahli mempunyai latar belakang pendidikan yang beragam,
lain halnya dengan sanitarian terampil yang langsung diangkat sebagai pejabat
sanitarian terampil karena telah mempunyai latar belakang pendidikan sanitasi
(kesehatan lingkungan) yaitu SPPH atau Akademi Kesehatan Lingkungan atau Poltekes
jurusan Kesehatan Lingkungan.
B. FILOSOFI PELATIHAN
Prinsip pembelajaran pada orang dewasa adalah belajar pada waktu, tempat dan
kecepatan yang sesuai untuk dirinya. Setiap individu mempunyai cara dan gaya
1
tersendiri dalam upaya belajar secara efektif, karena pembelajaran yang dapat
mempengaruhi perubahan perilaku secara nyata adalah pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan diri sendiri. Proses pembelajaran melalui pelatihan diarahkan kepada
upaya perubahan dalam diri manusia baik sebagai pribadi atau pelaku organisasi.
Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan metode dan
teknik yang partisipatif Karena pelatihan hanya merupakan rangsangan (trigger) saja.
Selanjutnya perlu pengembangan lebih lanjut oleh para Sanitarian sesuai dengan
prinsip belajar long life learning agar dapat memenuhi tuntutan dan profesinya.
BAB II
PERAN, FUNGSI, JENJANG DAN KOMPETENSI SANITARIAN
A. PERAN
2
Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan,
pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan
meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat.
B. FUNGSI
Fungsi Sanitarian adalah :
1. Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
2. Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
3. Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan
5. Membuat karya tulis atau karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan.
6. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya dibidang kesehatan lingkungan
7. Membimbing sanitarian di bawah jenjang jabatannya
8. Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis di bidang kesehatan
lingkungan
9. Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingungan
10. Mengajar atau melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan
11. Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan lingkungan/ kesehatan
12. Menjadi anggota organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan
13. Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional sanitarian
14. Melaksanakan kegiatanan lintas program dan lintas sektoral
d. Sanitarian Penyelia
1) Penata, golongan ruang III/c
2) Penata tingkat I, golongan ruang III/d
3
1. Sanitarian Pertama
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menyusun TOR rencana lima tahunan tingkat kabupaten/kota
b. Menganalisis data rencana 5 tahunan secara sederhana tingkat pusat
c. Menyusun rancangan rencana lima tahunan tingkat pusat
d. Menyajikan rancangan rencana lima tahunan tingkat pusat
e. Mengolah data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
propinsi
f. Mengolah data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat pusat
g. Menganalisa data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
pusat
h. Menyajikan rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
i. Menyusun rencana tiga bulanan tingkat propinsi
j. Menyusun rencana bulanan tingkat propinsi
k. Menyusun rencana operasional tingkat propinsi
l. Menyusun rancangan peraturan
m. Menyusun rancangan pedoman
n. Melaksanakan uji coba desain study kelayakan
Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menyusun instrument pengumpulan data secara primer untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
b. Melakukan kajian data secara deskriptif (sederhana) untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
c. Menyebarluaskan data hasil pengamatan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi objek kelompok II tingkat lanjut
secara sederhana untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I tingkat lanjut
secara lokal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II awal secara
nasional
d. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II tingkat lanjut
secara lokal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
e. Melakukan kunjungan/ bimbingan teknis ke objek kelompok II local
f. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar < 9 - 18 jam
untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan < 9 – 18 jam untuk tindak
lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
4
h. Menilai penyajian HACCP < 9 – 18 jam untuk tindak lanjut pengawasan
kesehatan lingkungan
i. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya < 9 – 18 jam untuk
tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengidentifikasi perilaku untuk menentukan program
Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasanm
sendiri dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi
didokumentasikan pada perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan
sendiri dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan
atau makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa
Fungsi :
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan
lingkungan.
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
c. dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
d. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
e. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.
Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
5
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai
2) Sanitarian Muda
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menyusun TOR rencana lima tahunan tingkat pusat
b. Mengolah data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat
c. Menganalisis data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat propinsi
d. Menyusun TOR dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat pusat
e. Mengolah data sederhana dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
Pusat
f. Menganalisis data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
propinsi
g. Menyusun rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
h. Menyajikan rancangan rencana tahunan tingkat pusat
i. Menyempurnakan rancangan rencana tahunan tingkat propinsi
j. Menyusun rencana tiga bulanan tingkat pusat
k. Menyusun rencana bulanan tingkat pusat
l. Menyusun rencana operasional tingkat pusat
m. Menyajikan rancangan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
n. Menyajikan rancangan peraturan
o. Menyusun rancangan standar
p. Menyajikan rancangan pedoman
q. Menyusun TOR study kelayakan
Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
6
a. Menyusun/menetapkan metode pengumpulan data primer untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
b. Menyusun instrument pengumpulan data sekunder untuk pengamatan
kesehatan lingkungan
c. Melakukan kajian data secara analitik (lanjut) untuk pengamatan kesehatan
lingkungan
d. Menyusun laporan dalam rangka penyebarluasan data.
e. Menyajikan laporan dan penyebarluasan data.
Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi objek kelompok II tingkat lanjut
secara sederhanal untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I tingkat lanjut
secara regional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok II lanjut
pengawasan kesehatan lingkungan secara regional
d. Melakukan kunjungan/ bimbingan teknis ke objek kelompok II regional
e. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara detail 19-28 jam; 29 – 38
jam; 39 – 48 jam untuk pengawasan kesehatan lingkungan
f. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara detail < 18 - 55 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan 19 - 48 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
h. Menilai penyajian HACCP 19 - 48 jam untuk pengawasan kesehatan
lingkungan
i. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya 19 - 48 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasika
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan pada
perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau
makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa.
Fungsi :
7
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
c. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
d. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.
Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai
3) Sanitarian Madya
Fungsi :
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menganalisis data tingkat lanjut dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat
b. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat propinsi.
c. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun rencana lima tahunan
tingkat pusat.
d. Menganalisis data lanjut dalam rangka menyusun rencana tahunan tingkat
pusat
e. Menyusun rancangan rencana tahunan tingkat pusat
8
f. Menyempurnakan rancangan rencana tahunan tingkat pusat
g. Menyempurnakan rancangan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
h. Menyempurnakan rancangan peraturan
i. Menyempurnakan rancangan standar
j. Menyempurnakan rancangan pedoman
k. Menyusun desain study kelayakan
l. Menyempurnakan desain study kelayakan
m. Menyusun laporan study kelayakan
Fungsi :
Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
Menetapkan metode pengumpulan data sekunder
Fungsi :
Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Menetapkan diagnosa dan treatmen intervensi objek kelompok II lanjut
konvensional
b. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan objek kelompok I lanjut secara
nasional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
c. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II lanjut tingkat
nasional untuk tindak lanjut pengawasan kesehatan lingkungan
d. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar 49 - 78 jam
untuk pengawasan kesehatan lingkungan
e. Menilai studi dampak kesehatan lingkungan secara detail 56 – 112 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
f. Menilai rencana pengelolaan/pemantauan lingkungan 49 - 78 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
g. Menilai penyajian HACCP 49 – 78 jam untuk pengawasan kesehatan
lingkungan
h. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya 49 - 78 jam untuk
pengawasan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Melakukan pemberdayaan melalui media massa
Fungsi :
Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang kesehatan lingkungan.
Kompetensi :
a. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
9
b. Membuat karya ilmiah hasil penelitian bidang kesehatan yang dipublikasikan
dalam bentuk majalah yang diakui instansi yang berwenang
c. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri
dalam bidang kesehatan yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan
pada perpustakaan dalam bentuk buku dan atau makalah.
d. Membuat karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasansendiri
dalam bidang kesehatan yang dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau
makalah
e. Membuat karya tulis ilmiah popular di bidang kesehatan lingkungan yang
disebarluaskan melalui media massa
Fungsi :
Menterjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
a. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan atau diedarkan secara
nasional.
b. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang
dipublikasikan dalam bentuk majalah ilmiah yang diakui oleh instansi yang
berwenang
c. Menterjemahkan/menyadur buku di bidang kesehatan lingkungan yang tidak
dipublikasikan dalam bentuk buku dan atau majalah.
d. Membuat abstrak tulisan ilmiah yang dimuat dalam penerbitan.
Fungsi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelak sanaan/petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis di bidang
kesehatan kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengembangkan teknologi tepat guna di bidang kesehatan lingkungan
Fungsi :
Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan
Kompetensi :
Mengajar/melatih pada pendidikan dan pelatihan pegawai
10
BAB III
STANDAR PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
A. TUJUAN
Pelatihan jabatan fungsional sanitarian distandarisasi dengan tujuan : agar ada
kesamaan dalam setiap penyelenggaraaan pelatihan jabatan fungsional baik dalam
tujuan, kurikulum, kriteria peserta dan pelatih serta instansi penyelenggara yang
dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah sehingga pejabat fungsional yang telah
mengikuti pelatihan sesuai dengan ketentuan, mempunyai kompetensi yang telah
ditetapkan.
B. KEBIJAKAN
Jabatan fungsional sanitarian terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu jenjang terampil dan
jenjang ahli yang mempunyai tugas melaksanakan pengamatan kesehatan lingkungan,
pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka
perbaikan kualitas kesehatan linkgungan untuk dapat memelihara, melindungi, dan
meningkatkan cara – cara hidup bersih dan sehat.
11
Adapun kebijakan yang ditetapkan adalah :
1. Setiap jenjang jabatan fungsional sanitarian memiliki kompetensi yang terjual sesuai
dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga pelatihan bagi jabatan
fungsional ini diarahkan pada tercapainya kompetensi tersebut.
2. kurikulum, peserta, pelatih, dan institusi penyelenggara pelatihan Jabatan
Fungsional Sanitarian bagi semua jenjang harus distandarisasi secara nasional agar
pelaksanaan pelatihan di setiap jenjang akan sama.
3. sesuai dengan Kepmenkes Nomor : 725 tahun 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan, bagi institusi diklat yang akan
menyelenggarakan pelatihan jabatan fungsional sanitarian, diwajibkan untuk
mengakreditasinya terlebih dahulu.
C. STRATEGI
untuk standarisasi pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian, strategi yang digunakan
yaitu :
1. Pelatihan bagi pejabat fungsional sanitarian yang sudah menduduki jabatan
fungsional sanitarian menggunakan kurikulum yang telah distandarisasi yang terdiri
dari Kurikulum pelatihan jabatan fungsional :
a. Sanitarian terampil, terdiri dari :
1) Sanitarian Pelaksana Pemula
2) Sanitarian Pelaksana
3) Sanitarian Pelaksana Lanjutan
4) Sanitarian Penyelia
b. Sanitarian Ahli, terdiri dari :
1) Sanitarian Pertama
2) Sanitarian Muda
3) Sanitarian Madya
2. Pelatihan untuk jabatan fungsional sanitarian di :
a. Tingkat Pusat, dilaksanakan di Pusdiklat Kesehatan atau Bapelkes Nasional
yang sudah terakreditasi bekerjasama dengan unit pembina jabatan fungsional
sanitarian / pengelola program di tingkat pusat
b. Tingkat Propinsi, dilaksanakan di Bapelkes atau institusi diklat kesehatan
propinsi yang sudah terakreditasi bekerjasama dengan pengelola program
c. Tingkat kabupaten / kota dilaksanakan di unit pelaksana diklat / pelatihan yang
telah terakreditasi bekerjasama dengan pengelola program.
D. STANDAR PELATIHAN
Standar pelatihan jabatan fungsional sanitarian ahli :
1. PESERTA
a. Peserta Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama.
1) Kriteria Peserta:
Telah diangkat dalam Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama dengan
melampirkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai tenaga Jabatan
Fungsional Sanitarian Pertama.
2) Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang.
12
a) Telah diangkat dalam Jabatan Fungsional
Sanitarian Muda dengan melampirkan Surat Keputusan (SK)
pengangkatan sebagai tenaga Jabatan Fungsional Sanitarian Muda.
b) Bagi Jabatan Fungsional Sanitarian Muda yang
berasal dari Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama, selain
melampirkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan juga melampirkan
sertifikat pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Pertama.
2) Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang
2. PELATIH / FASILITATOR
a. Pelatih / fasilitator telah memiliki kemampuan kediklatan, yaitu telah mengikuti
pelatihan widyaiswara dasar atau AKTA atau Training of Trainer
b. Pendidikan pelatih/fasilitator minimal setara dengan kriteria pendidikan peserta
latih, dengan tambahan keahlian di bidang materi yang akan diajarkan.
c. Pelatih/fasilitator memahami Kurikulum Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian
Ahli yang sudah distandarisasi Nasional.
d. Pelatih/fasilitator adalah pejabat atau pakar yang menguasai materi yang
disampaikan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus dan pokok bahasan.
3. KURIKULUM
a. Tujuan
1) Tujuan Umum
Peserta memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai tenaga sanitarian Ahli
2) Tujuan Khusus
Peserta pelatihan mampu :
a) Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan
b) Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan
c) Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan
d) Memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan
kualitas kesehatan lingkungan
13
e) Membuat karya tulis / karya ilmiah bidang
kesehatan lingkungan
f) Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya
di bidang kesehatan lingkungan
g) Membimbing sanitarian di bawah jenjang
jabatannya
h) Membuat buku pedoman/petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis di bidang kesehatan lingkungan
i) Mengembangkan teknologi tepat guna di bidan
kesehatan lingkungan
j) Mengajar/melatih yang berkaitan dengan bidang
kesehatan lingkungan
k) Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan
lingkungan/kesehatan
l) Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional
sanitarian
m) Melaksanakan kegiatan lintas program dan lintas
sektoral.
No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan 2 3 - 5
14
Lingkungan
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 2 - 4
B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 5 - 8
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 6 - 8
4. Pemberdayaan Masyarakat 3 3 - 6
5. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
6. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 3 - 5
7. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 5 - 7
8. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 3 4 - 7
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)
D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 31 56 8 95
No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan
Lingkungan 2 3 - 5
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 3 - 5
B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9
15
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 7 - 10
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 8 - 10
4. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
5. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 5 - 7
6. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 4 - 6
7. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 3 4 - 7
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)
D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 28 59 8 95
No MATERI T P PL JML
A DASAR
1. Kebijakan di Bidang Kesehatan Lingkungan 2 3 - 5
2. Sanitarian dan Perkembangan Kesehatan
Lingkungan 2 3 - 5
3. Jabatan Fungsional Sanitarian 2 2 - 4
B INTI
1. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan
Lingkungan 3 6 - 9
2. Pengamatan Kesehatan Lingkungan 3 6 - 9
3. Pengawasan Kesehatan Lingkungan 2 6 - 8
4. Pemberdayaan Masyarakat 2 4 - 6
5. Penyusunan Karya Tulis/ilmiah 2 5 - 7
6. Teknik menerjemahkan/Menyadur Buku 2 4 - 6
7. Penyusunan pedoman/ Juklak/ Juknis 2 4 - 6
8. Pengembangan teknologi tepat guna di bidang
Kesehatan Lingkungan 2 4 - 6
16
C Praktek Kerja Lapangan 2 2 8 12
(latihan penilaian angka kredit)
D PENUNJANG
1. BLC (Building Learning Comitment) 1 3 - 4
2. Teknik-Teknik melatih 1 3 - 4
3. Rencana Tindak Lanjut 1 3 - 4
JUMLAH 29 58 8 95
PEMBUKAAN
WAWASAN KETERAMPILAN
1. Kebijakan di bidang 1. Persiapan Pelaksanaan
kesehatan lingkungan Kegiatan Kesling
2. Sanitarian dan 2. Pengamatan Kesling
Perkembangan kesehatan 3. Pengawasan Kesling
lingkungan 4. Pemberdayaan Masyarakat
3. Jabatan fungsional 5. Penyusunan Karya Tulis/Ilmiah
sanitarian 6. Teknik menerjemahkan /
menyadur buku
7. Penyusunan Pedoman/Juklak/
Juknis
8. Pengembangan teknologi tepat
guna di bidang kesling
17
Praktek Kerja Lapangan
1. Teknik Melatih
2. Rencana Tindak Lanjut
Penutupan
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
( MODUL KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN)
GBPP
DESKRIPSI SINGKAT
TUJUAN PEMBELAJARAN
URAIAN MATERI
REFERENSI
LAMPIRAN
18
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MD. 1
Materi : Kebijakan di bidang kesehatan lingkungan
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL= - jpl)
19
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, serta keadilan sosial.
Sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan
investasi berharga, yang pelaksanaannya didasarkan paradigma baru yang dikenal
20
dengan paradigma sehat, yaitu paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif
Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
maka pnyelenggaraan pembangunan kesehatan sebagai bagian integral pembangunan
nasional yang berkelanjutan harus didasari peraturan perundangan yang jelas dan
tegas sebagai kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan masyarakat.
Upaya kesehatan lingkungan yang merupakan bagian tak terpisahkan utamanya dari
upaya kesehatan promotif dan preventif dalam rangka terwujutnya lingkungan sehat
guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan sebagaimana tercantum pada peraturan perundangan yang berlaku.
21
4. Bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan kebijakan
22
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 304/Menkes/Per/XI/1999 tentang
Kesehatan Rumah Makan dan Restoran
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel
Langkah 1 : Persiapan
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana kesiapan belajar
23
Pelatih memulai dengan memperkenalkan identitas diri , kemudian mengajukan
pertanyaan kepada peserta yang mengarah pada materi atau dengan
mendinamisasi peserta agar termotivasi atau siap untuk menerima materi
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dan lingkup pokok bahasan
Pelatih menjelaskan tujuan mata ajar serta pokok bahasan yang akan disampaikan
dan selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya apabila
kurang jelas
4. Menggali pengetahuan peserta
Pelatih menggali sejauh mana pengetahuan peserta mengenai materi yang akan
dibahas melalui Pre-Test dan tanya jawab
Kegiatan Peserta
1. Peserta memperkenalkan diri
2. Peserta menyiapkan diri untuk menerima materi
3. Peserta menyampaikan pendapat / respon terhadap pertanyaan fasilitator
4. Peserta mengikuti evaluasi awal (Pre-Test)
24
Kegiatan Peserta
1. Peserta mengikuti proses belajar sesuai metode yang digunakan
2. Peserta mengajukan pertanyaan atau meminta penjelasan
3. Peserta menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitor
4. Peserta melakukan diskusi atau mengerjakan tugas sesuai yang diminta fasilitator
Kegiatan Peserta:
1. Melakukan apa yang ditugaskan fasilitator
2. Membuat laporan hasil penugasan
3. Membuat bahan penyajian
4. Melakukan penyajian hasil diskusi kelompok / penugasan
5. Mengajukan pertanyaan pada penyaji kelompok lain
6. Memberi tanggapan/jawaban atas pertanyaan yang diajukan kelompok lain atau
fasilitator
Kegiatan Peserta
1. Menjawab pertanyaan fasilitator
2. Mengerjakan Post-Test
Langkah 5 : Penutup
Rangkuman dan refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta
1. Peserta mengungkapkan apa yang dirasakan, komentar obyektif dan atau
rekomendasi tentang apa yang terlihat, terdengar yang relevan dengan substansi
selama sesi berlangsung
25
2. Rekomendasi diberikan secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang disediakan
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan rangkuman materi yang disajikan
2. Melakukan umpan balik terhadap refleksi peserta dibandingkan dengan tujuan
pembelajaran
3. Melakukan klarifikasi dan kesimpulan
4. Memberikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinyan dalam mengikuti
sesi ini
Pola pikir yang berkembang di masyarakat adalah bagaimana cara mengobati apabila
terkena penyakit, tentu akan membutuhkan dana yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan upaya pencegahan. Konsekuensinya masyarakat akan selalu memandang
persoalan pembiayaan kesehatan sesuatu yang konsumtif / pemborosan. Selain itu
sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap kesehatan
sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga dalam pembangunan ,
sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara tetangga
26
Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi dan
desentralisasi yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur
tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota.
Peraturan dan perundangan yang dapat menjadi dasar Kebijakan Bidang Kesehatan
Lingkungan di Tingkat Nasional berupa Undang-undang, Peraturan
Pemerintah,Instruksi Presiden, dan Peraturan Menteri, sedangkan untuk menerapkan
penyelenggaraannya perlu perangkat hukum dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota berupa peraturan daerah.
Tujuan RPJPK tahun 2005-2025 adalah memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam mewujudkan tujuan pembangunan
kesehatan sesuai dengan dasar, visi, misi dan arah pembangunan kesehatan yang telah
disepakati.
27
kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan
semangat solidaritas sosial serta gotong royong
3. Adil dan merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang
suku,golongan,agama, jenis kelamin dan status social ekonominya. Setiap orang
berhak memperoleh pelayanan kesehatan
4. Pengutamaan dan manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
umum, bermutu, lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan
kemitraan yang dinamis sehingga berhasil guna dan dapat member manfaat bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya, dengan
perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia
lanjut dan masyarakat miskin
Keadaan kesehatan di masa depan atau Visi yang ingin dicapai dirumuskan
sebagai : ” INDONESIA SEHAT 2025 ”.
28
b. Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah perilaku yang bersifat proaktif
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah resiko terjadinya
penyakit;melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan
lainnya;sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman
c. Masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, dan juga memperoleh jaminan kesehatan. Pelayanan kesehatan
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat
serta diselenggarakan sesuai standard an etika profesi
Dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku sehat, serta meningkatnya
kemampuan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu, maka
akan dicapai kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
2. Misi Pembangunan Kesehatan
a. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik
selalu memperhatikan dampaknya terhadap kesehatan
Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif
terhadap kesehatan, maka seluruh unsur pembangunan kesehatan atau subsistem
dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan
nasional berwawasan kesehatan.
29
a. Tujuan dan Sasaran
1) Tujuan penbangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar peningkatan derajat kesehatan setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia
yang ditandai penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil, dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan setinggi-tingginya
SKN merupakan suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia ,
guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam pembukaan UUD 1945
30
SKN terdiri dari 6 subsistem, yaitu Upaya Kesehatan, Pembiayaan
Kesehatan,Sumberdaya Manusia Kesehatan, Obat dan Perbekalan Kesehatan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Sunsistem Manajemen Kesehatan.
1) UKM strata pertama ; adalah UKM tingkat dasar, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan tenologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada
masyarakat
31
Fungsi manajerial mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di kabupaten/kota.
Penanggung jawab UKM strata ketiga adalah Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departemen Kesehatan.Fungsi utama UKM strata ketiga ini adalah fungsi
manajerial dan teknis
2) UKP Strata kedua : adalah UKP tingkat lanjutan yang mendayagunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik yang ditujukan kepada
perorangan.
Penyelenggara UKP strata kedua adalah pemerintah, masyarakat dan swasta
yang diwujudkan dalam praktik dokter spesialis, dokter gigi spesialis, klinik
spesialis, Balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4), balai kesehatan mata
32
(BKMM), balai kesehatan jiwa masyarakat (BKMJ), rumah sakit kelas C dan B
non pendidikan milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN)
Disamping memberikan pelayanan langsung juga membantu UKP strata
pertama dalam bentuk pelayanan rujukan medik
3) UKP strata ketiga : adalah UKP tingkat unggulan, yaitu yang mendayagunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan
kepada perorangan
Penyelenggara UKP strata ketiga adalah pemerintah, masyarakat dan swasta
yang diwujudkan dalam bentuk praktik dokter spesialis konsultan, dokter gigi
spesialis konsultan, klinik spesialis konsultan, rumah sakit kelas B pendidikan,
rumah sakit kelas A milik pemerintah (termasuk TNI/POLRI dan BUMN) serta
rumah sakit khusus dan swasta. Selain memberikan pelayanan langsung juga
membantu sarana UKP strata kedua dalam bentuk pelayanan rujukan medic.
33
Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi,
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan setinggi-tingginya
34
BAB II
UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
Bab III
Hak dan kewajiban
35
Bab IV
Tanggung jawab pemerintah
1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat, dan tanggung jawab tersebut dikhususkan pada
pelayanan publik (pasal 14)
2) Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas
kesehatan baik fisik, maupun social bagi masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (pasal 15)
3) Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan (pasal 18)
Bab V
Sumber daya di bidang kesehatan
Bab VI
Upaya Kesehatan
36
2) Upaya kesehatan diselenggarakan
dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesunambungan (pasal 47)
3) Penyelenggaraan upaya kesehatan
dilaksanakan melalui (pasal 48) :
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kesehatan tradisional
c. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
d. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
e. Kesehatan reproduksi
f. Keluarga berencana
g. Kesehatan sekolah
h. Kesehatan olah raga
i. Pelayanan kesehatan pada bencana
j. pelayanan darah
k. Kesehatan gigi dan mulut
l. Penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran
m. Kesehatan matra
n. Pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
o. Pengamanan makanan dan minuman
p. Pengamanan zat adiktif dan/atau
q. Bedah mayat
4) Penyelenggaraan upaya kesehatan
harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya, moral,
dan etika profesi (pasal 49)
5) Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud, didasarkan pada standar pelayanan kesehatan minimal kesehatan (pasal
51)
Bab XI
Kesehatan Lingkungan (pasal 162 dan 163)
37
c. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada pasal 162 ayat (1) mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(pasal 163 ayat 2)
d. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) bebas dari unsur-unsur
yang menimbulkan gangguan kesehatan, (pasal 163 ayat3) antara lain :
1) Limbah cair
2) Limbah padat
3) Limbah gas
4) Sampah yang tidak diproses sesuai persyaratan
5) Binatang pembawa penyakit
6) Zat kimia yang berbahaya
7) Kebisingan yang melebihi ambang batas
8) Radiasi sinar pengion dan non pengion
9) Air yang tercemar
10) Udara yang tercemar, dan
11) Makanan yang terkontaminasi
e. Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan
limbah sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
38
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
7) Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
hidup.
8) Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
9) Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
10) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
b. Tujuan (pasal 3)
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia
3) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidupmdan kelestarian ekosistem
4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup,
menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
6) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai
bagian dari hak asasi manusia
7) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
8) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, dan
9) Mengantisipasi isu lingkungan global
c. Pengendalian
Pasal 13
1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup
2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi
:pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-
masing.
Pasal 14
Instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas :
1) KLHS
2) Tata ruang
3) Baku mutu lingkungan hidup
4) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
39
5) Amdal
6) UKL-UPL
7) Perizinan
8) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9) Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
10) Anggaran berbasis lingkungan hidup
11) Analisis resiko lingkungan hidup
12) Audit lingkungan hidup
13) Instrument lain sesuai dengan kebutuhan
e. Amdal
Pasal 22
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal
2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/kegiatan
Luas wilayah penyebaran dampak
Itensitas berlangsung dan lamanya dampak
Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak
Sifat komulatif dampak
Berbalik dan/atau tidak berbaliknya dampak
1) Kriteria lain sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi
3) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup
40
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah
h. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun serta limbah bahan berbahaya dan
beracun
1)Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, menghasilkan, mengankut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3
(pasal 58,ayat1)
2)Setiap orang yang menghasilkan limbah B2 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 (pasal 59 ayat 1)
3)Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (pasal 59 ayat 4)
4)Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan tanpa izin (pasal 60)
41
1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasa 71
berwenang :
- Melakukan pemantauan
- Meminta keterangan
- Membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan
- Memasuki tempat tertentu
- Memotret
- Membuat rekaman audio visual
- Mengambil sampel
- Memeriksa peralatan
- Memeriksa instalasi dan/atau alat transportasidan/atau
- Menghentikan pelanggaran tertentu
2) Dalam melaksanakan tugasnya , pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan penyidik pegawai nwgeri sipil
3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup
Pasal 76
1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota menerapkan sanksi administrative kepada
penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap ijin lingkungan
2) Sanksi adminitratif terdiri atas :
a. Teguran tertulis
b. Paksaan pemerintah
c. Pembekuan ijin lingkungan
d. Pencabutan ijin lingkungan
a. Ketentuan Umum
Pasal 1,
Butir (a) :
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan minuman
Butir (b) :
Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh
dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan,
42
minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia
b. Sanitasi Pangan
Pasal 4
Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan
Pasal 5
Sarana dan atau prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan
wajib memenuhi persyaratan sanitasi
Pasal 6
Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutandan atau peredaran pangan
wajib:
1) Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan
manusia.
2) Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala .
3) Menyelenggarakan pengawasan dan pemantauan persyaratan sanitasi
Pasal 7
Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada
langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan
sanitasi
Pasal 8
Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
c. Bahan Tambahan Pangan
Pasal 10
1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang
menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang
dinyatakan dilarang atau melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan
2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau
dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
d. Sanksi hukum
Pasal 55 dan 56
43
1) Dengan sengaja : dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 600.000.000,-
2) Karena kelalaiannya : dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 120.000.000,-
Pasal 57
a. Ketentuan Umum
Pasal 1
1) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat
2) Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus
3) Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruhdan
berkesinambungan yang meluputi pengurangan dan penanganan sampah
4) Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak
negative yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat
pemrosesan akhir sampah
5) System tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan
kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar
6) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pemerintahan lain yang terkait
44
c. Tugas dan wewenang pemerintah
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan
tujuan sebagaimana dimaksud undang-undang ini (pasal 5)
45
3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industry,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas social, dan fasilitas lainnya wajib
menyediakan fasilitas pemilahan sampah (13)
Pasal 19 :
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah (pasal 19)
Pasal 20
1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 meliputi :
- Pembatasan timbulan sampah
- Pendaur ulang sampah
- Pemanfaatan kembali sampah
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
Pasal 23
1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab pemerintah
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik diatur
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah
46
g. Larangan (pasal 29)
1) Setiap orang dilarang :
- Memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan republik
Indonesia
- Mengimpor sampah
- Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun
- Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
- Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan
- Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di
tempat pemrosesan akhir
- Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah
h. Penyelesaian sengketa
Pasal 33
1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah terdiri :
2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui penyelesaian di luar pengadilan ataupun melalui
pengadilan.
3) Penyelesaian dimaksud dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Bab III
PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT DENGAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
47
6) Kejadian Luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan /kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah
7) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
Pasal 4
1) Pertimbangan epidemiologis didasarkan pada data epidemiologi antara lain
anka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangannya
2) Data epidemiologi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh Pejabat
Kesehatan bekerjasama dengan pejabat instansi yang terkait untuk dilaporkan
kepada Menteri
c. Upaya Penanggulangan
Pasal 6
1) Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
2) Dalam upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Menteri berkoordinasi dengan Menteri lain atau Pimpinan Instansi lain yang
terkait
Pasal 7
Penanggun jawab operasional pelaksanaan penanggulangan wabah pada Daerah
tingkat II adalah Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II
Pasal 10
Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,
pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan
jenasah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan
lainnya
Pasal 11
1) Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah
ditujukan untuk
- Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah
48
- Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah
- Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah
- Menentukan cara penanggulangan
2) Tindakan penyelidikan epidemiologis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan :
- Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk
- Pemeriksaan klinis, fissik, laboratorium dan penegakan diagnosis
- Pengamatan terhadap penduduk,pemeriksaan terhadap makhluk
hidup laid an benda=benda yang ada disuatu wilayah yang diduga
mengandung penyebab penyakit wabah
Pasal 21
Setiap orang berperanserta dalam pelaksanaan upaya penanggulangan wabah.
Pasal 22
1) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dilakukan dengan :
- Memberikan informasi adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit wabah
- Membantu kelancaran pelaksanaan upaya penanggulangan wabah
- Menggerakkan motivasi masyarakat dalam upaya penanggulangan
wabah
- Kegiatan lainnya
2) Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa bantuan
tenaga, keahlian, dan atau bentuk lain
49
1) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, menjadi
tanggung jawab tenaga kesehatan
2) Pengelolaan bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, yang
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan dikelola sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
3) Pihak lain yang terkait wajib membantu pelaksanaan pengelolaan bahan
tersebut.
50
6) Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan;
7) Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan
8) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina
secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
9) Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai
pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
Pasal 5
(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Pasal 7
(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2) yang diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab.
b. Komisi penilai
Pasal 8
(1) Komisi penilai dibentuk :
a. di tingkat pusat : oleh Menteri;
b. di tingkat daerah : oleh Gubernur;
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan;
b. di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan Daerah Tingkat I.
51
(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka
acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masing-masing sektor.
(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penilaiannya
kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan dasar keputusan atas
kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat maupun daerah,
ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar dan memperhatikan saran/pendapat
Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang terkait.
Pasal 10
(1) Komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas
unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal
daerah, instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat studi lingkungan
hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli
di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat
yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 12
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari
instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan
52
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, serta ahli lain dengan bidang
ilmu yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur
untuk komisi penilai daerah tingkat I.
c. Pembinaan
Pasal 28
(1) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan pembinaan teknis
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari
izin.
Pasal 29
(1) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan
hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan dengan memperhatikan sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
d. Pengawasan
Pasal 32
(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :
a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada Menteri secara
berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan tembusan
kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.
53
PP nomor 25 tahun 2000 ini pada dasarnya merupakan upaya untuk membatasi
kewenangan pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom, karena
Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi
sebatas yang ditetapkan dalam Peraturan pemerintah ini.
54
- Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu
untuk makanan, dan penetapan pedoman pengawasan peredaran makanan
- Penetapan kebijakan system jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
- Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan
penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa
- Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar sangat esensial (buffer stock nasional)
c. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (pasal 3)
1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten / Kota serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
2) Kewenangan bidang tertentu dimaksud meliputi : perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang tertentu,
alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah
Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup,
promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular dan
hamatanaman, dan perencanaan tata ruang propinsi
3) Kewenangan Kabupaten/Kota di bidang tertentu dan bagian tertentu dari
kewenangan wajib dapat dilaksanakan oleh Propinsi dengan kesepakatan antar
kabupaten/Kota dan propinsi
4) Kewenangan propinsi sebagaimana dimaksud, dikelompokkan dalam bidang,
untuk bidang kesehatan sebagai berikut :
- Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan
- Pengelolaan dan pemberian izin sarana dan prasarana kesehatan khusus
seperti rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, dan rumah sakit kanker
- Sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi
- Survailans epidemiologi serta penanggulangan wabah penyakit dan
kejadian luar biasa
- Penempatan tenaga kesehatan strategis, pemindahan tenaga kesehatan
tertentu antar kabupaten/kota serta penyelenggaraan pendidikan tenaga
dan pelatihan kesehatan
55
Bab IV
KEPUTUSAN PRESIDEN YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN
56
d. Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Protocol dalam
bahasa Indonesia, dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris (pasal 2)
57
(UNEP), disahkan dengan suatu pernyatan (Declaration) yang salinan naskah
aslinya dalam bahas Inggris terlampir pada Keputusan Presiden (pasal 1)
Bab V
KEPUTUSAN MENTERI YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN
58
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas A dan B (rumah
sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki
kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijasah sarjana (S1) di bidang
kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia dan teknik sipil.
- Penanggung jawab kesehatan lingkungan di rumah sakit kelas C dan D
(Rumah Sakit Pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang
memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) di
bidang kesehatan lingkungan
- Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan
lingkungan dilaksanakan oleh pihak ke tiga , maka tenaganya harus
berpendidikan sanitarian yang telah mengikuti pelatihan kesehatan lingkungan
rumah sakit yang diselenggarakan oleh pemerintah atau badan lain sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku
- Tenaga sebagaimana dimaksud a) dan b) , diusahakan mengikuti pelatihan
khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku
b. Tujuan :
Pedoman teknis ini disusun dengan tujuan untuk :
1) Memahami dan melakukan ADKL sebagai kajian aspek kesehatan masyarakat
terhadap rencana kegiatan pembangunan , upaya pemantauan, dan
pengelolaan lingkungan hidup
2) Memahami keterkaitan antara jenis usaha atau kegiatan , perubahan parameter
lingkungan, manusia yang terpajan dan bentuk dampak kesehatan masyarakat
serta sumber daya kesehatan
3) Membantu mempermudah proses pengkajian aspek kesehatan masyarakat
dalam studi AMDAL
4) Membantu menyajikan hasil kajian dengan informasi yang relevan
c. Ruang Lingkup
Telaah ADKL sebagai pendekatan kajian aspek kesehatan masyarakat meliputi :
1. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana
pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan
2. Proses dan potensi terjadi pemajanan
3. Potensi besarnya resiko penyakit (angka kesakitan dan kematian)
59
4. Karakteristik penduduk yang beresiko
5. Sumber daya kesehatan .
d. Langkah-Langkah ADKL
1. Dalam konteks rencana usaha atau kegiatan :
Penapisan
Pelingkupan
Penyajian rona lingkungan awal
Analisis resiko
Rencana pengelolaan resiko
Implementasi dan pengambilan keputusan
Rencana pemantauan
Rencana pengelolaan
2. Dalam konteks pemantauan atau pengelolaan kegiatan
Penyehatan
Pengamanan
Pengendalian
Investigasi
e. Penerapan ADKL
1. Pada Rencana Usaha atau Kegiatan yang wajib AMDAL :
2. Rencana usaha atau kegiatan tidak wajib AMDAL, meliputi dokumen :
3. Pelaksanaan program-program kesehatan seperti Program Penyehatan
Lingkungan Permukiman, Program Penyediaan Air Bersih, Program
Pemberantasan Penyakit Menular, dan program lain yang terkait
Dengan ditetapkannya Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan lingkungan ini,
maka pejabat di lingkungan Departemen Kesehatan dan berbagai pihak yang
berkepentingan dalam menilai dokumen AMDAL memperoleh panduan yang lebih
terarah
b. Penggolongan
Pasal 2
1) Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya resiko yang
dilayani , jasaboga dikelompokkan dalam golongan A, golongan B, dan C
60
2) Jasaboga golongan A, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat
umum, yang terdiri atas golongan A1, A2, dan A3
3) Jasaboga golongan B, yaitu melayani kebutuhan khusus untuk asrama
penampungan jamaah haji, asrama transito dan asrama lainnya, perusahaan,
pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri, dan sarana pelayanan
kesehatan
4) Jasaboga golongan C, yaitu jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan
umum internasional dan pesawat udara
Pasal 4
1) Setiap usaha jasaboga harus mempekerjakan seorang penanggung jawab yang
mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan memiliki sertifikat
hygiene sanitasi makanan
2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku
Pasal 5
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha jasaboga harus berbadan
sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2(dua) kali dalam satu
tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan
4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku
Pasal 6
Pasal 7
61
diproduksinya wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota setempat
guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan
Pasal 8
Lokasi dan bangunan jasaboga harus sesuai dengan ketentuan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini
Pasal 9
1) Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan.
2) Setiap pengolahan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi
persyaratan teknis pengolahan makanan
3) Peralatan yang digunakan untuk pengolahan dan penyajian makanan harus
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan secara langsung dan tidak
langsung
4) Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi harus memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi penyimpanan makanan
5) Pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan teknis hygiene sanitasi
penyimpanan makanan
Pasal 11
1) Pengawasan pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
2) Kepala kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan
pengawasan jasaboga yang berlokasi di dalam wilayah pelabuhan.
Pasal 12
1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan atau kejadiankeracunan makanan
Pemerintah mengambil langkah-langkah penaggulangan seperlunya
62
2) Langkah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pengambilan sampel dan specimen yang diperlukan, kegiatan
investigasi dan kegiatan suveilan lainnya
3) Pemeriksaan sampel dan specimen jasaboga dilakukan di laboratorium
f. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap jasaboga yang melakukan pelanggaran atas keputusan
ini
2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat hygiene
sanitasi jasaboga
b. Penyelenggaraan
Pasal 2
1) Setiap rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2) Untuk memiliki ijin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah makan
dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran yang dikeluarkan oleh Dinas kesehatan Kabupaten/kota
Pasal 3
Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang
penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi makanan dan
memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
Pasal 4
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan
restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular
2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan
pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 kali 1 tahun
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan
Pasal 7
63
1) Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melakukan pengujian mutu makanan dan
specimen terhadap rumah makan dan restoran
2) Pengujian mutu makanan serta specimen dari rumah makan dan restoran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh tenaga sanitarian
3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar
penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan restoran
Pasal 8
Pemeriksaan contoh makanan dan specimen dari rumah makan dan restoran
dilakukan di laboratorium
d. Sangsi
Pasal 13
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administrasi terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan pelanggaran
terhadap keputusan ini
2) Sangsi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran
Dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat ,
serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum, dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium
development Goals (MDGs) tahun 2015, telah disusun strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No
852/Menkes/SK/IX/2008.
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tersebut menjadi acuan bagi
petugas kesehatan dan instansi yang terkait dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terkait sanitasi total berbasis masyarakat.
64
5) Pengelolaan air minum rumah tangga (PAMRT) adalah suatu proses
pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan air yang digunakan
untuk produksi makanan dan keperluan oral lainnya seperti berkumur, sikat gigi,
persiapan makanan/minuman bayi
6) Sanitasi total adalah kondisi ketika suatu komunitas :
Tidak buang air besar (BAB) sembarangan
Mencuci tangan pakai sabun
Mengelola air minum dan makanan yang aman
Mengelola sampah dengan benar
Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman
7) Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus
mata rantai penularan penyakit
8) Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana
buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga
c. Strategi Nasional
1) Penciptaan Lingkungan Yang Kondusif
Prinsip :
Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya
secara berjenjang
Pokok kegiatan :
- melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya secara berjenjang
- mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah
- meningkatkan kemitraan antara pemerintah , pemerintah daerah,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta
2) Peningkatan Kebutuhan
Prinsip :
Meningkatkan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk
mendukung sanitasi total
Pokok Kegiatan :
- Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam
perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi kebutuhan
65
- Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari
kebiasaan buruk sanitasi (BAB) dan dilanjutkan dengan pemicuan
perubahan perilaku komunitas
- Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi ,
material, dan biaya sarana sanitasi yang sehat
- Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk
memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat
- Mengembangkan system penghargaan kepada masyarakat untuk
meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total
3) Peningkatan Penyediaan
Prinsip
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
Pokok Kegiatan
- Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan
sarana sanitasi
- Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi,
lembaga keuangan dan pengusaha local dalam penyediaan sarana
sanitasi
- Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi
untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna
-
4) Pengelolaan Pengetahuan (knowledge management)
Prinsip
Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran dalam sanitasi total
Pokok Kegiatan
- Mengembangkan dan mengelola pusat data dan informasi
- Meningkatkan kemitraan antar program-program pemerintah, non
pemerintah, dan swasta dalam peningkatan pengetahuan dan
pembelajaran sanitasi di Indonesia
- Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dan kurikulum
pendidikan
5) Pembiayaan
Prinsip
Meniadakan subsidi untuk penyediaan failitas sanitasi dasar.
Pokok Kegiatan :
- Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana sanitasi sendiri
- Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong)
- Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi komunal
6) Pemantauan dan evaluasi
Prinsip :
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi.
Pokok Kegiatan :
- Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh masyarakat
- Pemerintah Daerah mengembangkan system pemantauan dan
pengelolaan data
- Mengoptimumkanpemanfaatan hasil pemantauan dan kegiatan-
kegiatan lain yang sejenis
- Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan system
pemantauan berjenjang
66
d. Pengembangan rencana kerja dan indicator
Setiap pelaku pembangunan STBM mengembangkan rencana aksi serta
pembiayaannya untuk pencapaian sanitasi total yang disampaikan kepada
Pemerintah Daerah.
67
2) Setiap hotel berbintang harus mempekerjakan tenaga yang memiliki
pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan (pasal 7)
3) Pimpinan hotel bertanggung jawab agar hotel selalu memenuhi persyaratan
kesehatan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini (pasal 8)
Bab VI
PERATURAN DAERAH YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN LINGKUNGAN
68
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah selanjutnya disingkat BPLHD,
adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
2) Dinas teknis adalah unit/satuan Perangkat Daerah yang memberikan pelayanan
dan pengawasan kegiatan teknis yang berkait dengan pembuatan sumur
resapan
3) Pembina teknis adalah unit satuan kerja/satuan Perangkat Daerah yang
memberikan pelayanan kegiatan teknis yang berkaitan dengan perencana,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi pembuatan sumur
resapan di Provinsi DKI Jakarta, sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.
4) Sumur resapan adalah system resapan buatan yang dapat menampung air
hujan akibat dari adanya penutupan tanah oleh bangunan baik dari lantai
bangunan maupun dari halaman yang diplester, yang diaspal yang dialirkan
melalui atap, pipa, talang, maupun saluran, dapat berbentuk sumur, kolam
dengan resapansalura porous dan sejenisnya.
5) Teknologi lain pengganti sumur resapan adalah bentuk tenologi yang mempunyai
prinsip sama dengan sumur resapan yaitu sumur resapan komunal atau
teknologi lainnya.
Pasal 5 :
1) Setiap pemohon IMB wajib membuat perencanaan dan pembuatan sumur
resapan
2) Perencanaan dan pembuatan sumur resapan dituangkan dalam KRK dan
RTLB yang merupakan kelengkapan permohonan IMB
69
3) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi untuk diterbitkannya IPB dan KMB oleh
Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI Jakarta
4) Setiap bangunan yang telah berdiri dan belum mempunyai sumur resapan
diwajibkan membuat sumur resapan
5) Dalam hal perpanjangan IPB dapat diberikan apabila sumur resapan
berfungsi dengan baik berdasarkan hasil pengawasan BPLH
Pasal 6 :
2. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
a. Ketentuan Umum
1) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
BPLHD adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
daerah Khusus Ibukota Jakarta
2) Instansi Pembina adalah instansi yang memiliki kewenangan dalam
memberikan izin teknis operasional dari suatu Badan Usaha serta secara
langsung menangani pembinaan dalam pengelolaan lingkungan
3) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat Limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain
4) Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
70
penimbulan limbah B3, tidak termasuk kegiatan pengumpulan dan
penyaluran minyak pelumas bebas
5) Sampah domestik adalah sisa suatu aktivitas manusia atau produk sisa
dalam bentuk padat yang berasal antara lain dari kegiatan rumah tempat
tinggal, perkantoran, hotel, restoran, pasar, dan bukan sisa dari kegiatan
produksi suatu industry.
b. Pembinaan dan pengawasan
Pasal 4 :
1) Pembinaan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan terhadap
kegiatan sebagai berikut :
- Percetakan
- Bengkel-bengkel
- Cuci cetak film
- Pengolahan minyak pelumas bekas
- Penyamakan kulit
- Electroplating
- Rumah sakit
- Laboratorium
- Perusahaan Pest Control
- Binatu (laundry dan dry cleaning)
- Kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Pasal 5
Pembinaan terhadap pengelolaan limbah B3, meliputi :
1) Memasyarakatkan peraturanperundang-undangan tentang pengelolaan
limbah B3
2) Melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, uji laboratorium, dan penjelasan
pedoman pengelolaan limbah B3
) 3) Melakukan pertemuan koordinasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam 2
bulan
) 4) Memfasilitasi dalam mendapatkan izin mengenai pengelolaan limbah B3 yang diajukan
Instansi Pembina.
)
c. Kewajiban
Pasal 8 :
1) Setiap Badan Usaha /kegiatan yang menghasilkanlimbah B3 wajib :
2) Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan paling
lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolahau penimbun limbah B3
71
d. Koordinasi
Pasal 9 :
1) Pelaksanaan pembinaan pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh
masing-masing instansi pembina yang dikoordinasi oleh BPLHD
2) Untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk Tim koordinasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur
3) Tim koordinasi melaksanakan pertemuan berkala minimal satu kali dalam 2
bulan
4) Tim Koordinasi menyusun Standard operation Prosedure (SOP) pembinaan
dan pengawasan pengelolaan limbah B3
Pasal 10 :
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9, disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing
Instansi Pembina sebagai berikut :
1) Dinas Kebersihan bertanggung jawab dalam pemisahan limbah B3 dengan
sampah domestic/rumah tangga serta pengelolaannya
2) Dinas Kesehatan bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan
limbah B3 di sektor kesehatan
3) Dinas Pertambangan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di sektor pertambangan
4) Dinas Pertanian dan Kehutanan bertanggung jawab dalam pembinaan dan
pengawasan limbah B3 di Sektor pertanian dan kehutanan
5) Dinas Perindustrian dan Perdagangan bertanggung jawab dalam pembinaan
dan pengawasan limbah B3 di Sektor peridustrian dan perdagangan
6) Dinas Pekerjaan Umum mempunyai wewenang untuk menutup saluran
outlet dari kegiatan/usaha yang menghasilkan limbah B3 tanpa diolah lebih
dahulu
7) Dinas Perhubungan bertanggung jawab dalam pengawasan lalu lintas
pengangkutan limbah B3.
72
- Pencabutan izin
3. Keputusan Gubernur Jawa Timur No:45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur
Baku Mutu yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur ini meliputi Baku Mutu Limbah
Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lain yang terdiri dari :
1) Pulp dan kertas
2) Kertas
3) Ethanol
4) Mono sodium Glutamat (MSG) dan Lysine
5) Gula
6) Electroplating
7) Penyamakan Kulit
8) Caustic Soda
9) Karet
10) Tekstil
11) Pupuk Urea,pupuk Nitrogen, pupuk ZA dan Amoniak
12) Pupuk fosfat, Pupuk Majemuk,NPk dan Asam Fosfat
13) Accumulator (Baterai Basah)
14) Baterai kering
15) Cat
16) Pestisida
17) Kayu Lapis
18) Asam Citratpeternakan sapi perah dan babi
19) Rumah potong hewan
20) Minyak kelapa sawit
21) Minyak nabati, sabun / detergen
22) Pengalengan/Pengolahan ikan
23) Cold storage
24) Bir
25) Susu
26) Minuman ringan
27) Pengupasan biji kopi/coklat
28) Kembang gula
29) Mie dan krupuk
30) Tahun dan Kecap/Tempe
31) Pengolaha buah dan sayur
32) Tapioca
33) Farmasi
34) Pengilangan minyak bumi
35) Insulin Mono phospat (IMP)
36) Pengolahan daging
37) Karton box
38) Sobitol
39) Penyulingan pelumas bekas
40) Keramik
41) Bleacing earth (tanah pemutih)Peleburan tembaga
42) Waterglass (sodium silikat)
43) Galvanis, perabotan enamel, logam dengan pembersihan karat (picling)
44) Tepung ikan
45) Agar-agar
46) Pencucian kendaraan bermotor
47) Korek api
48) Industri saos
49) Tepung silica
73
Dalam memberikan ijin pembuangan limbah cair ditetapkan kadar maksimum bagi setiap
parameter dan volume limbah cair yang tidak boleh dilampaui.
VII. REFERENSI
BAPEDAL Indonesia, Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian dampak Lingkungan
Hidup, Jakarta 1994
BAPEDAL Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta 1998
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002
Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2004, Jakarta 2004
Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Depkes RI, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025 ,
Jakata 2009
Depkes RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Jakarta, 2009
Dekkes RI, DIRJEN Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kumpulan
modul kursus hygiene sanitasi makanan dan minuman, Jakarta, 2006.
Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penerbit Harvarindo, 2006
HAKLI Pusat, Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Kesehatan Lingkungan,
Jakarta,2000
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1997-2004, CV Tamita
Utama, Jakarta 2004
Himpunan Peraturan Tentang Pengendalian Pencemaran Air Di Propinsi Dati I Jawa
Timur, Surabaya 1995
FM Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Bandung,2009
Citra Umbara, Undang-Undang RR Nomor 36 Tahub 2009 tentang Kesehatan &
Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit , Bandung,
2010
Lampiran
74
Peraturan Perundangan Yang Terkait Kesehatan Lingkungan
75
2. Keputusan Presiden RI Nomor 92 tahun 1998 tentang pengesahan Montreal
Protocol tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, Copenhagen 1992
3. Keputusan Presiden RI Nomor 52 tahun 1993 tentang Pengesahan Protocol Of
1992 To Amend The International Convention On Civil Liability For Oil Pollution
Damage, 1969 (Protokol 1999 tentang Perubahan Terhadap Konvensi Internasional
tentang Tanggung Jawab Perdata Untuk Kerusakan Akibat Pencemaran Minyak)
4. Keputusan presiden RI Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Protocol 9
Dangerous Goods (Protokol 9 Barang-Barang Berbahaya).
5. Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Montreal Protocol on substances that Deplete The Ozon Layer
(Amandemen Montreal atas Protokol Montreal tentang Bahan-bahan yang merusak
Ozon)
6. Peraturan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to The Basel Convention on The Control of Transboundary movements
of Hazardous waste and Their Disposal (Amandemen atas konvensi baselTentang
Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya)
8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air Sumber Air
9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik
10. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
11. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Air
76
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 520/MPP/KEP/8/2003
tentang Larangan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715 Tahun 2003 tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi Jasaboga
14. Keputusan Menteri Kesehatan 1098 Tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
sanitasi Rumah Makan & Restoran
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942 tahun 2003 tentang Pedoman
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 329/Menkes/Per/X/1976 tentang Produksi dan
Peredaran Makanan
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 330/Menkes/Per/X/1976 tentang wajib Daftar
Makanan
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IV/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan
Iradiasi
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label dan
Periklanan
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/Menkes/Per/V/1985 tentang Makanan
Kadaluwarso
26. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1203 A/Menkes/SK/X/1999 tentang
Pembentukan Forum Komunikasi Nasional penanggulangan Masalah Merokok
27. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 459/Menkes/Ins/VI/1999 tentang Kawasan
Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan
28. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
29. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80/Menkes/Per/II/1990 tentang Persyaratan
Kesehatan Hotel
77
4. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor103 Tahun
2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
5. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa timur Nomor 135 Tahun 1994
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur no 8
tahun 1989 tentang Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Dati I Jawa Timur
6. Instruksi Gubernur Kepala Daerah tingkat I Jawa Timur Nomor 22 Tahun 1994
tentang Peningkatan Pemantauan Terhadap Industri-Industri Potensi Pencemar
Dalam Rangka Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
7. Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha lainnya di Jawa Timur
8. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Cara Standar Uji
Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur
9. Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 670/2000 Tahun 2000 tentang
Penetapan Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak di propinsi DKI Jakarta
Nomor : MD. 2
Materi : Sanitarian dan perkembangan kesehatan lingkungan
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL=-jpl)
78
Sejarah sanitarian Sejarah
2. sanitarian
Sejarah 2.
perkembangan Sejarah
kesling perkembangan
Perkembanga kesling
n kesling Perkembang
internasional an kesling
Perkembanga internasional
n kesling Perkembang
indonesia an kesling
3. indonesia
Ruang lingkup kesling 3.
Menu Ruang lingkup
rut WHO kesling
Menu Menurut
rut Depkes WHO
Menu Menurut
rut Prof Umar Depkes
Fahmi Menurut Prof
4. Umar Fahmi
Masalah kesling di 4.
Indonesia Masalah kesling di
5. Indonesia
Penyebab timbulnya 5.
masalah kesling Penyebab timbulnya
6. masalah kesling
Upaya kesling 6.
Upaya kesling
79
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL SANITARIAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN)
Halaman
I DESKRIPSI SINGKAT ....................................................... 1
II TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................... 3
III POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ....................................................... 4
BAHASAN
IV BAHAN BELAJAR ....................................................... 5
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ....................................................... 6
PEMBELAJARAN
VI URAIAN MATERI ....................................................... 12
VII REFERENSI ....................................................... 27
80
MATERI DASAR 3
SANITARIAN DAN PERKEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Sanitarian
Menurut Sanitarian’s handbook, sanitarian adalah seorang profesional atau technical
practitioner dari hygiene masyarakat yang aktivitasnya terkonsentrasi pada aspek-aspek
hygiene lingkungan. Dalam pengertian ini sanitarian bisa tenaga paramedis maupun
medis yang telah mendapat tambahan keahlian sebagai sanitarian.
Sesuai dengan SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000, Sanitarian adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara
penuh oleh pejabata yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan,
pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas
kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara
hidup bersih dan sehat.
Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada
kehidupan manusia sehingga terjadi perubahan pula hubungan manusia dengan
lingkungannya. Pengaruh perubahan tersebut mengakibatkan konsep kesehatan
lingkungan juga semakin berkembang.
Masalah kesehatan telah mengalami perubahan-perubahan yakni terjadinya
perubahan pola kesakitan dan kematian sebagai dampak dari terjadinya perubahan
kondisi lingkungan hidup kita. Perubahna-perubahan tersebut menyebabkan perubahan
pola kesakitan dan kematian, antara lain dengan meningkatnya penyakit-penyakit tidak
menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh faktor lingkungan.
Permasalahan kesehatan lingkungan semakin komplek, namun di samping itu
permasalahan yang tradisional juga belum terselasaikan, sehingga yang dihadapi saat
ini bukan hanya tradisional risk tapi juga modern risk.
81
2. Perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia
C. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
E. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
F. Upaya kesehatan lingkungan
82
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk sanitarian terampil dan sanitarian
ahli, semua sama
A. Pengertian dan sejarah sanitarian :
1. Pengertian sanitarian
2. Sejarah sanitarian
B. Sejarah perkembangan kesehatan lingkungan
1. Perkembangan kesehatan lingkungan internasional
2. Perkembangan kesehatan lingkungan di Indonesia
C. Ruang lingkup kesehatan lingkungan
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
E. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
F. Upaya kesehatan lingkungan
83
IV. BAHAN BELAJAR
a. Sanitarian’s handbook, Theory and Administratif Practice for
Environmental Health. Ben Freedman, New Orleans, USA, 1977
b. SK Menpan Nomor 19/KEP/M.PAN/ 11/2000 tentang Jabatan
Fungsional Sanitarian dan Angka Kreditnya
c. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan, untuk
Pendidikan D III Sanitasi dan Kesehatan Lingkunga, Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Depkes RI, Jakata, 1994
d. Pemberantasana Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
di Indonesia. Departemen Kesehatan 2005
e. Tayangan Peraga
Langkah 2.
Pokok bahasan 1, sub Pokok bahasan a
Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan pokok bahasan 1 sub pokok bahasan a: Pengertian dan
sejarah Sanitarian
2. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman
pribadi peserta
3. mengatur acara berbagai pandangan dan bertukar pengalaman antar
peserta
4. bersama peserta mencocokkan antara pengertian dan sejarah sanitarian
dengan fakta di lapangan
Kegiatan peserta:
1. Tuliskan pendapat anda mengenai :
a. Keterkaitan antara kegiatan Saudara dalam upaya kesehatan lingkungan
dengan jabatan fungsional sanitarian
b. Bila ada kaitannya, jelaskan mengapa jabatan fungsional sanitarian itu perlu
dalam upaya kesehatan lingkungan
2. Sampaikan pandangan/pendapat dan bagi pengalaman anda masing – masing
pada peserta lain di kelas anda.
84
Langkah 3
Pokok bahasan 1, sub pokok bahasan b.
Kegiatan fasilitator :
1. Mengalihkan ke sub pokok bahasan b dengan memberikan pertanyaan situasional
tentang pengertian kesehatan lingkungan
2. meminta peserta untuk memberi komentar atas jawaban peserta lainnya
3. menyimpulkan komentar peserta dengan menyampaikan pengertian kesehatan
lingkungan dari berbagai sumber.
Kegiatan Peserta :
1. Jawab pertanyaan fasilitator mengenai pengertian kesehatan lingkungan menurut
pengetahua anda
2. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan
fasilitator
3. Melengkapi dari ilustrasi yang telah disampaikan berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan peserta.
Langkah 4.
Pokok bahasan 2 sub pokok bahasan a
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pOkok bahasan 2 sub pokok bahasan a dengan membagi peserta
dalam beberapa kelompok
2. mamfasilitasi kegiatan diskusi tentang perkembangan kesehatan lingkungan di
Indonesia
3. memebrikan klarifikasi atas hasil diskusi peserta.
Kegiatan Peserta :
1. Diskusikan dengan kelompok mengenai perkembangan kesehatan lingkungan di
Indonesia
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok
3. Berikan respon atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.
Langkah 5.
Pokok bahasan 3
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 3 dengan mengajukan pertanyaan tentang ruang
lingkup kesehatan lingkungan
85
2. memberikan klarifikasi atas hasil jawaban peserta malalui penayangan slide,
peragaan dan lain sebagainya.
Kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator dengan menggunakan lembar kerja
yang tersedia
2. menanggapi hasil kerja peserta yang lain
Langkah 6.
Pokok Bahasan 4
Kegiatan Fasilitator :
1. Membahas pokok bahasan 4 dengan mengajukan pertanyaan tentang konsep
kesehatan lingkungan
2. memberikan klarifikasi dan tanggapan atas hasil jawaban peserta
Kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator
2. menanggapi jawaban peserta yang lain apabila tidak sesuai dengan pendapatnya.
Langkah 7.
Pokok Bahasan 5
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke sub pokok 5 dengan mengajukan pertanyaan atau mendiskusikan
tentang penyebab timbulnya permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia
2. Membahas permasalahan kesehatan di Indonesia
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi dengan peserta melalui penayangan slide,
peragaan, dan lainnya.
Kegiatan Peserta :
1. Menjawab pertanyaan fasilitator
2. berikan komentar, klarifikasi atau pertanyaan tentang materi yang dibahas
3. sampaikan pandangan/pendapat dan bagi pengalaman anda pada peserta lain.
Langkah 8
86
3. Membahas pengaruh traditional risk dan upayanya dan Modern Risk serta upaya
Kesehatan Lingkungan.
4. memberikan klarifikasi atas hasil diksusi dengan peserta melalui penayangan slide
kegiatan peserta :
1. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator dengan menggunakan lembar kerja
yang tersedia
2. Berikan komentar tentang hasl – hal yang belum jelas atau perlu klarifikasi
3. Sampaikan saran anda apabila perlu.
Langkah 9. Penutup
Kegiatan peserta :
Berikan komentar obyektif (kritik) anda, hanya menyampaikan yang terlihat dan
terdengar, positif. Selain komentar, anda dapat juga menyampaikan rekomendasi
secara lisan atau tertulis. Sampaikan rekomendasi tertulis anda pada lembar kerja yang
tersedia.
Kegiatan Fasilitator :
1. Tutup acara dengan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap harapan peserta di
awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart/komputer untuk
ditayangkan.
2. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.
87
VI. URAIAN MATERI
Sanitasi
Sanitasi ialah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang membentuk mata dalam rantai
penularan penyakit (WHO, 1952)
Sanitasi
Pengendalian semua faktor lingkungan dalam lingkungan fisik manusia yang
dapat menimbulkan dampak buruk terhadap perkembangan fisik, kesehatan
dan daya hidup manusia.(WHO)
88
Sanitasi
Adalah usaha pemutusan mata rantai untuk pencegahan :
1. Penularan penyakit
2. Pencemaran
3. Kecelakaan
(Hadi Susanto, dkk)
Bidang-bidang Kesehatan Masyarakat - Kesehatan Lingkungan meliputi antara lain:
1. Penyediaan Air
2. Limbah
Pembuangan kotoran manusia tanpa air
Saluran air limbah
Pengumpulan dan pembuangan sampah padat
3. Pengendalian serangga ( nyamuk, lalat, lainnya)
4. Pengendalian rodent (tikus)
5. Sanitasi Makanan (Susu, Daging, Makanan lainnya
6. Pengolahan makanan dan usaha penanganan makanan
7. Perpipaan
8. Pencegahan pencemaran udara
9. Pemanasan, pengudaraan dan air conditioning
10. Pencahayaan
11. Perumahan
12. Sanitasi gedung dan tempat-tempat bagi umum
13. Kesehatan kerja
14. Sanitasi kolam renang dan tempat berenang
15. Pengendalian gangguan
16. Perlindungan radiasi
17. Pencegahan kecelakaan
89
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif dan ekonomis. (Undang-
Undang Nomor: 36 tahun 2009, Tentang Kesehatanan.)
Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungannya agar dapat terjamin keadaan sehat dari manusia
(WHO).
Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari tentang komponen lingkungan
akibat adanya perubahan-perubahan yang terjadi dengan kelompok individu atau
masyarakat luas serta memperhatikan akibat yang ditimbulkan hubungan interaktif
tersebut dan mencari alternatif upaya pencegahannya (Umar Fahmi Achmadi, 1991)
Kesehatan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk
mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera dan bahagia
(HAKLI)
Dasar hukum yang menjadi acuan perlunya legislasi adalah ada dalam :
1. Berdasar pada Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, yang dimaksud dengan Kesehatan Lingkungan Pasal 162 dan
Pasal 163 , Ayat (1), (2), (3) dan (4) adalah sebagai berikut:
Pasal 162
Upaya kesehatan lingkungan ditutujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun social yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup
lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan
fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-
unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain :
a. Limbah cair.
b. Limbah padat.
c. Limbah gas
d. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
e. Binatang pembawa penyakit
f. Zat kimia berbahaya.
g. Kebisingan yang melebihi ambang batas
h. Radiasi sinar pengion dan non pengion
90
i. Air yang tercemar
j. Udara yang tercemar
k. Makanan yang terkontaminasi.
(4) Ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan dan proses
pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP Nomor : 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan :
Pasal 2
Tenaga yang bekerja di bidang kesling termasuk dalam kategori tenaga
kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut sanitarian.
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi tenaga kesehatan
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana di maksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri
Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
Perangkat hukum yang keberadaannya kian mendesak bagi tenaga sanitarian adalah
adanya :
1) Standar profesi sanitarian (Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
373/MENKES/SK/III/2007), tanggal 27 Maret 2007
2) Sertifikasi untuk pengaturan kompetensi (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
161/MENKES/PER/I/2010, Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan).
3) Registrasi untuk data harus disusun juknis Kepmenkes tentang registrasi dan upaya
pelaksanaan, kesling, untuk pengaturan kewenangan
4) Lisensi untuk pengaturan sebagian praktek profesi sanitarian yang dampaknya
langsung kepada manusia.
5) Etika profesi/kode etik profesi dan sumpah profesi
6) Standar pendidikan (minimal dan berkelanjutan)
Dalam penataan organisasi profesi, dan untuk pengaturan serta pengendalian mutu
para anggotanya, HAKLI telah menyusun perangkat legislasi tenaga sanitarian di
Indonesia yang saat ini sedang dalam proses.
Buku pedoman pengembangan perangkat legislasi sanitarian di Indonesia ini
merupakan acuan dan selalu akan dikaji dan ditinjau secara terus menerus sehingga
dapat merupakan pedoman yang sesuai bagi organisasi profesi HAKLI.
91
B. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
1. Perkembangan Kesehatan Lingkungan
Tercatat dalam sejarah antara 3000-1500 sebelum masehi praktek kebersihan
perorangan dan kesehatan lingkungan pernah dilakukan oleh bangsa Minoa, Kreta,
Mesir dan Yahudi. Bangsa Yahudi menulis semua peraturan tentang kesehatan
lingkungan ini dalam buku ” LEVITIKUS”
Sebelum abad 17 masalah kesehatan lingkungan yang ada lebih nayak
disebabkan secara alamiah. Pada abad 17 sebagai akibat dari revolusi industri
masalah kesehatan lingkungan muncul sebagai akibat pencemaran lingkungan dari
buangan industri.
Beberapa kasus yang terjadi mulai abad 17 yaitu, Scorbut mengganas di Eropa,
malaria di Italia, typus exenthematicus merajalela di Paris dan Jerman, pes di Milan
dan Venesia. Abad 19 terjadi wabah kolera di Eropa. Pada abad 20 terjadi kasus
asap tebal di Costarica Mexico dengan menelan korban 25 jiwa. Awan hitam juga
melanda Meuse Valley Belgia dengan membawa korban 65 orang. Di Donora
Pensylvania (1948) terjadi kabut tebal yang menelan korban 22 orang. Pada tahun
1952 di London terdapat penderita sebanyak 4000 jiwa sebagai akibat dengan
adanya Smog.
Di Jepang muncul penyakit Minamata (1973) sebagai akibat dari adanya
pencemaran mercury di teluk minamata, sebagai akibat dari buangan limbah pabrik
pipa plastik yang mengandung mercury (Hg). Kebocoran reaktor nuklir di Bhopal
India (1984) menelan korban sebanyak 2000 jiwa, kemudian disusul dengan reaktor
nuklir Chernobil Uni Sovyet.
2. Perkembangan Kesehatan Lingkungan di Indonesia
Usaha kesehatan lingkungan di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1982
dengan keluarnya Undang- Undang tentang Hygiene dalam bahasa Belanda. Tahun
1924 Rockefeler Foundation mendatangkan Dr. J. L. Hydrik, konsultan bangsa
Amerika mendirikan Usaha Kesehatan Masyarakat untuk daerah pedesaan (Rural
Hygiene Work) dengan mengutamakan penyuluhan kepada masyarakat di
Banyuwangi dan Kebumen.Tahun 1956 usaha kesehatan lingkungan digalakkan di
Bekasi dengan integrasi usaha kesehatan lingkungan dengan pengobatan dan
sekaligus Bekasi dijadikan Training Center.
Tahun 1956 s/d tahun 1959 Prof. Moechtar mempelopori usaha kesehatan
lingkungan di pasar minggu Jakarta, dan tahun 1959 dicanangkan program
pembasmian malaria sebagai program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan
secara nasional di tanah air.
Hari dicanangkannya program pembasmian malaria secara nasional tersebut,
tepatnya pada tanggal 12 Nopember 1959 sampai saat ini diperingati sebagai “HARI
KESEHATAN NASIONAL”. Tahun 1958 program kesehatan lingkungan terintegrasi
dalam kegiatan kesehatan Puskesmas.
92
Untuk selanjutnya program-program kesehatan lingkungan merupakan salah
satu program Kementrian Kesehatan yang diimplementasikan melalui program-
program Direktorat Jenderal P3M, atau P2M, atau P2MPLP, atau P2MPL
MANUSIA
SUMBER AMBIENT DAMPAK
alamiah
alamiah udara KESEHATAN
penderita
penderita air akut
penyakuit
penyakuit makanan sub klimik
mobil
mobil binatang samar
industri sehat
industri penular
Keterangan :
93
1. Simpul pertama adalah studi komponen lingkungan pada sumbernya.
Misalnya :
Prevalensi penderita DHF
- pabrik yang memiliki limbah
- jumlah kendaraan bermotor
2. Simpul kedua adalah pengukuran pada ”ambient” atau lingkungan
Misalnya monitoring tingkat pencemaran air
Residu pestisida dalam makanan, dll
3. Simpul ketiga adalah studi epidemiologi
Mempelajari setelah komponen lingkungan masuk ke dalam tubuh manusia.
Misalnya adanya kandungan Pb dalam darah menunjukkan tinggi
rendahnya tingkat pencemaran terhadap bahan pencemar
4. Simpul keempat adalah studi gejala penyakit. Misalnya pengumpulan
prevalensi penyakit ISPA di sekitar pabrik
94
D. Konsep Kesehatan Lingkungan
1. Landasan Keilmuan
Ilmu kesehatan lingkungan tidak terlepas dari disiplin ilmu lainnya. Menurut Odom
Fanning dalam bukunya Opportunities inEnvirontmental Carrers menyatakan ada 13
disiplin ilmu yang membangun ilmu lingkungan, yaitu :
a. Fisika
b. Biologi
c. Kimia
d. Matematika
e. Ekologi
f. Ekonomi
g. Teknik sipil
h. Kesehatan Masyarakat
i. Oceanografi
j. Sosial
k. Arsitektur
l. Agronomi
m. Geosciences
95
2. Hubungan manusia dengan lingkungan
a. Sistem lingkungan terdiri dari 4 (empat) komponen
b. Sumber daya alam berupa energi, mineral, tanah, air, tumbuhan ,
hewan
c. Aktivitas manusia
d. Bahan buangan
e. Faktor-faktor lingkungan yang berbahaya (Environmental hazard)
2. Aktivitas manusia
96
3. Konsep sakit
a. Konsep sehat menurut JOHN GORDON
Sehat pada dasarnya adalah gambaran keadaan keseimbangan dari berbagai
faktor. Penyakit yang timbul bila terjadi gangguan dari keseimbangan tersebut
yang disebabkan oleh adanya perubahan dari satu faktor atau lebih. Faktor-faktor
yang berperan umumnya dibagi menjadi 3(tiga) faktor yaitu : Agent (penyebab
penyakit), Host (penjamu), Environtment ( lingkungan).
Untuk menggambarkan interaksi antara faktor-faktor agent, host, dan
environtment, John Gordon menganalogikan sebagai timbangan dengan
lingkungan sebagai titik tumpu.
Pada dasarnya selalu terjadi hubungan dan pengaruh timbal balik antara faktor-
faktor host, agent dan environtment yang berusaha mencapai keseimbangan.
Perubahan dari keseimbangan dapat dilihat dari gambar berikut :
Keadaan I
A
E
97
Keadaan II
Keadaan III
2) Keadaan II
Menggambarkan peningkatan dari kemampuan agent untuk menginfeksi serta
menyebabkan penyakit pada manusia. Contoh, adanya perubahan sifat
(strain) dari virus dapat mengakibatkan kekebalan host sebelumnya menjadi
tidak efektif lagi.
98
3) Keadaan III
Menggambarkan bahwa perubahan lingkungan dapat pula menyebabkan
perubahan fisik tumpu, sehingga menyebabkan penyebaran agent. Contoh
adanya perkembangan daerah industri yang pesat menyebabkan konsentrasi
zat pencemar di udara meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerentanan
pada manusia sehingga mudah terserang penyakit.
b. Konsep sehat menurut model HOLISTIK
(HENDRIK L. BLUM)
Menurut Hendrik L. Blum kondisi sehat seseorang dipengaruhi oleh 4 (empat)
faktor utama, yaitu : Lingkungan, tingkah laku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang relatif paling besar dalam peranan
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat pada skema yang dikemukakan oleh Hendrik L. Blum berikut
ini :
KE
TU
RU
NA
N
PERI-
LAKU
Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain yaitu ; sumber
alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan populasi
sebagai satu kesatuan.
99
5. Radiasi
6. Sanitasi makanan dan minuman
7. Pembuangan sampah
8. Serangga penular penyakit
9. Perumahan
Penyebab timbulnya masalah kesehatan lingkungan di Indonesia
1. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan
penduduk semakin meningkat khususnya di kota besar yang mengakibatkan
fasilitas sanitasi yang tidak memadai
2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat, masih rendahnya tingkat
ekonomi dan pendidikan sebagian besar penduduk, kurangnya kesadaran hukum
dan peraturan perundangan yang ada merupakan hambatan peningkatan
kesehatan lingkungan
3. Keterbatasan sumber biaya tenaga, biaya serta sarana yang dapat
menghambat pelaksanaan program khususnya peningkatan kualitas kesehatan
lingkungan
4. Perkembangan industri yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan
100
F. Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya sanitasi menurut keilmuan
Menurut WHO ada 17 usaha pokok kesehatan lingkungan yaitu :
1. Penyediaan Air Bersih
2. Pengolahan Air Buangan
3. Pengelolaan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah
6. Hygiene makanan
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan permukiman
12. Perencanaan daerah dan perkotaan
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk, dan keadaan darurat
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan
101
Upaya Kesehatan Lingkungan dalam program Kesehatan
1. Penyehatan Lingkungan
Mencakup upaya-upaya yang ditujukan terhadap
Dampak kualitas udara
Pengamanan pestisida
Radiasi
2. Penyehatan Air dan Sanitasi (PAS)
Mencakup upaya-upaya yang ditujukan terhadap
Makanan dan kesehatan
Kontaminasi makanan
Pengawasan sanitasi makanan
102
REFERENSI
1. Sanitarian’s Handbook, Theory and Administratif
Practice for Environmental Health. Ben Freedmen, New Orleans, USA 1977
2. SK Menpan No 19/Kep/MPAN/ 11/2000 tentang
Jabatan Fungsional Sanitraian dan Angka Kreditnya
3. Pedoman Bidang Studi Epidemiologi Lingkungan
untuk Pendidikan D III Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan, Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan Depkes RI, Jakarta 1994
4. Buku Pedoman Pengajaran Mata Kuliah Dasar-
dasra Kesehatan Lingkungan pada PAM SKL, Pusdiknakes, 1993
5. Selayang pandang Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia. Departemen Kesehatan 2005
Nomor : MD. 3
Materi : Jabatan Fungsional Sanitarian
Waktu : 5 jpl (T = 2 jpl; P = 3 jpl; PL=-jpl)
103
Struktural & Kaitan jab.
fungsional Struktural &
2. Jabatan fungsional
Sanitarian : 3. Jabatan
Penger Sanitarian :
tian Jabfung Peng
Tugas ertian Jabfung
pokok Tugas
Tunjan pokok
gan Tunja
Jenjan ngan
g Jenja
Unsur- ng
unsur kegiatan Unsur
3. Pembinaan -unsur kegiatan
jabfung 3. Pembinaan jabfung
Penga Peng
ngkatan ke angkatan ke
dalam jabfung dalam jabfung
sanitarian sanitarian
Pembe Pemb
basan sementara ebasan
Penga sementara
ngkatan kembali Peng
Pembe angkatan
rhentian kembali
4. Mekanisme Pemb
penetapan erhentian
Penghitungan 4.
Angka Kredit Mekanisme penetapan
Pengu Penghitungan
mpulan angka Angka Kredit :
kredit A.1. Pejabat
DUPA Fungsional
K sanitarian :
Penilai Peng
an dan umpulan angka
penetapan angka kredit
kredit Penca
tatan angka
kredit
2. Atasan
Langsung
3.Sekretariat
Tim Penilai
4.Tim Penilai
B. Penghitungan
angka kredit :
1. Untuk
Inpasing
2.Pengangkatan
pertama kali
3.Kenaikan
pangkat /
jabatan
melalui
inpasing
104
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL JABFUNG SANITARIAN)
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT ..............................................................
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..............................................................
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ..............................................................
BAHASAN
IV. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ..............................................................
PEMBELAJARAN
V. URAIAN MATERI ..............................................................
105
MATERI DASAR 1
JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan
abdi masyarakat diharapkan dapat melaksanakan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan serta dapat memberikan pelayanan umum kepada
masyarakat secara profesional.
Untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipilyang berkualitas tersebut pemerintah
melakukan upaya pembinaan melalui peningkatan pengabdian profesionalisme sesuai
dengan dasar masing-masing profesinya. Maka dibentuklah jabatan-jabatan
fungsional Pegawai Negeri Sipil yang dikelompokkan berdasar rumpun jabatan
fungsional.
Di sektor kesehatan dengan rumpun jabatan fungsional kesehatan hingga saat ini
telah dibentuk 17 jenis jabatan fungsional dan telah mendapat penetapan dari Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai jabatan karier Pegawai Negeri
Sipil, salah satu diantaranya adalah Jabatan Fungsional Sanitarian.
Jabatan Fungsional Sanitarian adalah jabatan karier Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi wadah para tenaga profesional bidang kesehatan Lingkungan dalam
pengabdian keilmuaannya terhadap pembangunan sektor kesehatan di bidang
pengamatan, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan
kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan maningkatkan cara-
cara hidup bersih dan sehat.
Jabatan Fungsional Sanitarian tersebut sejak tanggal 30 Nopember tahun 2000 telah
mendapat penetapan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dengan
surat keputusan nomor : 19/ KEP/ M.PAN/11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional
Sanitarian dan angka Kreditnya. Dengan telah ditetapkannya jabatan fungsional
sanitarian tersebut, secara normative bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memenuhi kriteria
yang ditentukan untuk jabatan tersebut dapat memilih jalur karier sebagai pejabat
fungsional Sanitarian.
Jenjang jabatan fungsional sanitarian terdiri atas jenjang ahli bagi sanitarian yang
berbasis pendidikan starata Sarjana (S1),/ Diploma (D4) ke atas dan jenjang terampil
bagi sanitarian dengan basis pendidikan Diploma 3 (D3) ke bawah serendah-
rendahnya SLTA/ D1 dengan kualifikasi pendidikan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pegawai Negeri Sipil yang memilih jalur karier jabatan fungsional Sanitarian, terlebih
dahulu harus memahami sepenuhnya tentang jabatan fungsional tersebut.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Pada akhir sesi ini peserta mampu memahiami jabatan fungsional sanitarian
106
B. Tujuan Pembelajaran Khusus :
(Untuk Sanitarian Terampil dan Sanitarian Ahli)
Pada akhir sesi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
1. Jabatan karier PNS :
a. Pengertian jabatan struktural dan fungsional
b. Manfaat jabatan struktural dan fungsional
c. Kaitan jabatan struktural dan fungsional
2. Jabatan Sanitarian
a. Pengertian Jabatan Fungsional
b. Tugas pokok
c. Tunjangan
d. Jenjang
e. Unsur – unsur kegiatan
3. Pembinaan Jabatan Fungsional
a. Pengangkatan ke dalam jabatan fungsional sanitarian
b. Pembebasan sementara
c. Pengangkatan kembali
d. Pemberhentian
4. Mekanisme penetapan penghitungan angka kredit
a. Pengumpilan angka kredit
b. DUPAK
c. Penilaian dan penetapan angka kredit
III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN
Waktu= 4 jpl; T= 2 jpl; P= 2 jpl, PL= -jpl
(Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk Sanitarian Terampil dan Sanitarian
Ahli)
A. Jabatan Karier PNS :
1. Pengertian jabatan struktural dan fungsional
2. Manfaat jabatan struktural dan fungsional
3. Kaitan antara jabatan struktural dan fungsional
B. Jabatan Sanitarian :
1. Pengertian jabatan fungsional
2. Tugas Pokok
3. Tunjangan
4. Jenjang
5. Unsur- unsur kegiatan
C. Pembinaan Jabatan Fungsional ;
1. Pengangkatan ke dalam jabatan fungsional
sanitarian
2. Pembebasan sementara
107
3. Pengangkatan kembali
4. Pemberhentian
D. Mekanisme Penetapan penghitungan angka kredit
a. Pengumpulan angka kredit
b. DUPAK
c. Penilaian dan penetapan angka kredit
Langkah 2
Kegiatan fasilitator :
1. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan
mengungkit pengalaman pribadi peserta dengan metode curah pendapat
2. Menyampaikan materi sesuai dengan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan yang ada di masing-masing jenjang
3. Mengklarifikasi antara teori dengan
pengalaman peserta dengan cara diskusi dan tanya jawab
Kegiatan peserta :
1. Menjawab dan mengajukan pertanyaan
2. Menyimak materi yang disampaikan
3. Melaksanakan diskusi
Langkah 3
Kegiatan fasilitator :
1. Apabila ada penugasan :
a. Membuat petunjuk penugasan
b. Membagi peserta menjadi beberapa kelompok
c. Memberikan penjelasan penugasan
d. Menentukan waktu penyajian
e. Melakukan klarifikasi hasil penugasan
2. Apabila ada praktek lapangan :
a. Membuat kerangka acuan/ panduan praktek kerja lapangan
108
b. Memberikan point-point yang harus diamati di lapangan
c. Menentukan waktu praktek lapangan
d. Menentukan waktu penyusunan laporan
e. Menentukan waktu presentasi
f. Melakukan klarifikasi hasil praktek lapangan dihubungkan dengan teori
yang diberikan
Kegiatan peserta :
1. Melakukan apa yang ditugaskan oleh fasilitator
2. Membuat hasil laporan penugasan atau praktek lapangan
3. Membuat bahan untuk penyajian
4. Melakukan penyajian hasil penugasan
5. Mengajukan pertanyaan kepada penyaji
6. Memberi tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oelh
kelompok lain atau oleh fasilitator
Langkah 4
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan fasilitator :
1. Menutup acara dengan melakukan evaluasi. Lakukan umpan balik terhadap
harapan peserta di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang
kompetensi yang dicapai pada sesi. Komentar lisan direkam dalam flipchart
atau komputer untuk ditayangkan.
2. Melakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
Kegiatan peserta :
Berikan komentar obyektif (kritik) anda, hanya menyampaikan terlihat, terdengar
dan positif atau sampaikan rekomendasi secara lisan atau tertulis.
V. URAIAN MATERI
Terdapat pada Buku ”Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian”
109
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MI. 1
Materi : Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 9 jpl (T= 3 jpl; P = 6 jpl; PL = - jpl)
110
operasional tk. Propinsi
Propinsi 6.
6. Menyusun
Menyusun rancangan rancangan
peraturan peraturan
7. 7.
Menyusun rancangan Menyusun
pedoman rancangan
8. pedoman
Melaksanakan uji 8.
coba desain studi Melaksanakan uji
kelayakan yang coba desain
berkaitan dengan studi kelayakan
teknologi yang berkaitan
Tahapan studi dengan teknologi
kelayakan Tahapan
Penyusunan studi
TOR kelayakan
Uji coba Penyusunan
pelaksanaan TOR
Uji coba
pelaksanaan
111
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL JABFUNG SANITARIAN)
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT ..............................................................
II. TUJUAN PEMBELAJARAN ..............................................................
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK ..............................................................
BAHASAN
IV. BAHAN BELAJAR ..............................................................
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN ..............................................................
PEMBELAJARAN
VI. URAIAN MATERI ..............................................................
VII. REFERENSI ..............................................................
112
MATERI INTI 1
PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
I. DESKRISPI SINGKAT
Suatu kegiatan perlu dipersiapkan dengan baik, agar tujuan yang ingin dicapai
dapat diperoleh secara optimal. Demikian pula dengan kegiatan kesehatan lingkunga
yang begitu luas dan kompleks, meliputi upaya upaya pengendalian terhadap faktor –
faktor lingkungan agar tidak merugikan kesehatan manusia. Jika tidak dipersiapkan
secara baik, dalam pengertian secara terencana, jelas, rinci, dan terarah, maka
dikhawatirkan sasaran dan tujuan akan tidak tepat, dengan kata lain output dari upaya
pengendalian faktor-faktor lingkungan yang diharapkan tidak berhasil dengan
memuaskan. Sehingga permasalahan yang diakibatkan faktor-faktor lingkungan tidak
dapat ditangani dengan baik dan berakibat buruk terhadap kesehatan masyarakat.
Peranan persiapan merupakan langkah permulaan yang mengarahkan kegiatan
apa yang akan dilakukan selanjutnya. Jika langkah awal tersebut salah arah, sudah
dapat diperkirakan bagaimana keluarannya (output) nanti.
Persiapan kegiatan dimulai dengan menyusun suatu Term of Reference (TOR)
atau Kerangka Acuan suatu kegiatan yang akan dilakukan. TOR memuat hal hal (1)
Latar Belakang Kegiatan, (2) Dasar Hukum, (3) Tujuan Kegiatan, (4) Sasaran, (5)
Metodologi, (6) Instrumen Kegiatan, (7) Rencana dan Bentuk Kegiatan, (8) Rencana
Waktu dan Lokasi Kegiatan, (9) Organisasi, (10) Rencana Anggaran Biaya, dan (11)
Time Schedule.
TOR dapat dibuat untuk Rencana Kegiatan Jangka Pendek (< 1 tahun), Jangka
Menengah (2-5 tahun) dan jangka Panjang (> tahun). Sesuai dengan kebutuhan
kegiatan yang direncanakan dan latar belakang perlunya kegiatan tersebut
dilaksanakan. Dalam modul ini akan dibahas semua tahapan Rencana Tahunan
Kegiatan Kesehatan Lingkungan sesuai kebutuhan waktu rencana kegiatan tersebut.
Kegiatan juga memerlukan arahan pelaksanaan, teknis, standar, dan pedoman
agar hasilnya sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Karena itu merupakan bagian
dari langkah awal untuk suatu kegiatan adalah penyusunan petunjuk pelaksanaan,
petunjuk teknis, penyusunan standar, dan penyusunan pedoman.
Suatu proyek (kegiatan) apakah layak (feasible) atau tidak layak untuk
dilaksanakan, memerlukan suatu studi kelayakan (feasibility study). Agar pengalokasian
sejumlah dana untuk suatu tujuan kegiatan memperoleh hasil yang lebih efektif
(effectiveness) dibandingkan dengan kegiatan yang lain dengan tujuan yang sama serta
memperoleh manfaat (benefit) yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran biaya yang
113
serendah-rendahnya (cost) untuk proyek tersebut (tolok ukur ekonomi). Disamping tolok
ukur ekonomi, kelayakan suatu proyek juga menggunakan tolok ukur kelayakan dari
segi sosial dan lingkungan. Dari segi sosial tidak berbenturan dengan budaya setempat
dan dari segi lingkunga tidak merusak ekosistem yang ada.
114
(5) Menyajikan rancangan tingkat pusat
(6) Menyempurnakan rancangan tingkat propinsi
c. Menyusun rencana 3 bulanan tingkat pusat
d. Menyusun rencana bulanan tingkat pusat
e. Menyusun rencana operasional tingkat pusat
f. Menyajikan rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan
petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis
g. Menyajikan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
h. Menyusun rancangan dalam rangka menyusun standar
i. Menyajikan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
j. Menyusun TOR dalam rangka melaksanakan studi kelayakan
3. Untuk Sanitarian Ahli Madya
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
a. Menyusun rencana 5 tahunan :
(1) Menganalisis data lanjut tingkat pusat
(2) Menyempurnakan ranangan tingkat propinsi
(3) Menyempurnakan ranangan tingkat pusat
b. Menyusun rencana tahunan
(1) Menganalisis data lanjut tingkat pusat
(2) Menyusun rancangan tingkat pusat
(3) Menyajikan rancangan tingkat pusat
(4) Menyempurnakan rancangan tingkat pusat
c. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyiapkan
penyusunan petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis
d. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
e. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun standar
f. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
g. Menyusun desain studi kelayakan
h. Menyempurnakan desain studi kelayakan
i. Menyusun laporan studi kelayakan
115
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat pusat
d. Penyajian rancangan tingkat propinsi
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi
5. Penyusunan operasional tingkat propinsi
6. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
7. Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun pedoman
8. Uji coba desain studi kelayakan
B. Untuk Sanitarian Ahli Muda
1. Penyusunan rencana 5 tahunan :
a. Menyusun TOR tingkat Propinsi
b. Mengolah data lanjut tingkat pusat
c. Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
2. Penyusunan rencana tahunan :
a. Penyusunan TOR tingkat pusat
b. Pengolahan data sederhana tingkat pusat
c. Analisis data lanjut tingkat propinsi
d. Penyusunan rancangan tingkat propinsi
e. Penyajian rancangan tingkat pusat
3. Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat
4. Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat
5. Penyusunan operasional tingkat pusat
6. Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
7. Penyajian rancangan dalam rangka menyusun peraturan
8. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan standar
9. Penyajian rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
10. Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studi kelayakan
116
3. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyiapkan penyusunan petunjuk
pelaksanaan / petunjuk teknis
4. Menyempurnakan rancangan dalam rangka menyusun peraturan
5. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan standar
6. Menyempurnakan rancangan dalam rangka penyusunan pedoman
7. Menyempurnakan desain studi kelayakan
8. Menyusun laporan studi kelayakan
Langkah 1
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana santai, serius, nyaman, dan memberikan motivasi kepada
peserta untuk siap menerima materi
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Melakuan evaluasi terhadap peserta (pre-test)
Kegiatan Peserta :
1. Mempersiapkan diri dan alat – alat tulis yang diperlukan
2. Mendengar / memperhatikan penjelasan dan mencatat hal – hal yang dianggap
penting
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test)
117
Langkah 2
Kegiatan Fasilitator
1. Membantu pembentukan kelompok peserta disesuaikan dengan jumlah peserta
2. Menyampaikan materi sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang ada di
masing masing jenjang jabatan fungsional sanitarian
3. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman pribadi
peserta
4. Mengatur acara berbagi pandangan dan bertukar pengalaman antar peserta
5. Bersama peserta mengungkap berbagai teori dan penomena permasalah persiapan
kegiatan kesehatan lingkungan
Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat Anda mengenai :
2. Membentuk kelompok peserta
3. Sampaikan pandangan atau pendapat Anda dan bagi pengalaman Anda masing-
masing kepada peserta lain di kelas Anda
Langkah 3
Kegiatan Fasilitator
1. Meyampaikan penugasan sesuai dengan materi pokok bahasan dan sub pokok
bahasan apabila dianggap perlu
2. Menugaskan kelompok untuk mendiskusikan bentuk bentuk kegiatan yang terkait
dengan persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bentuk-bentuk kegiatan yang terkait dengan
persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 4 :
Penutup
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar objektif atau kritik Anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, yang terlihat da terdengar selama proses serta bersifat saran
yang positif
118
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang tersedia.
Waktu Anda 5 menit.
Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test)
2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta
di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart / komputer untuk
ditayangkan
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.
119
VI. URAIAN MATERI
PERSIAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
120
Analisis data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatna lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi per jenis kegiatan selama 5 tahun untuk memperoleh gambaran
dari semua propinsi di Indonesia. Pengolahan dapat dilanjutkan dengan
membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009
Tahun
No Propinsi Jumlah
2005 2006 2007 2008 2009
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483
121
Grafik
Data Pembangunan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di 4 Propinsi Di Indonesia tahun 2005-2009
122
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005
Bulan
No Kecamatan Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 25 26 24 25 24 124
2 B 23 23 24 22 25 117
3 C 22 25 24 26 22 119
4 D 24 27 23 25 24 123
Total 94 101 95 98 95 483
Sumber : Laporan Puskesmas
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Di Kota C Tahun 2005
Tabel
Data Pembangunan
123
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
124
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi
Analisis sederhana dari data tabel di atas dapat menyatakan bagaimana
perkembangan pembangunan SPAL dari bulan ke bulan di 4 propinsi.
Pembangunan paling tinggi secara total di bulan februari 2005. Sedangkan
menurut propinsinya yaitu di propinsi D, sedangkan paling rendah di bulan
Januari 2005, sedangkan terendah menurut propinsinya terjadi di bulan Januari
di propinsi C, bulan April di Propinsi A dan bulan Mei di propinsi C juga. Dalam
bentuk grafik, contohnya sbb :
125
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
126
15) Penyusunan rencana bulanan tingkat propinsi
Rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan tingkat
propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per bulan
tingkat propinsi dapat lebih terarah.
16) Penyusunan rencana operasional tingkat propinsi
Agar rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, maka
perlu dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat
rencana kegiatan yang sudah mendapat persetujuan oleh para pengambil
keputusan. Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan,
pelaksanaan dan pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan
penanggung jawab kegiatan.
Contoh :
Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten K
Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter
17) Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun
peraturan
Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu peraturan.
Suatu rancangan peraturan secara umu8m memuat hal-hal sbb :
Judul : Sesuai topik peraturan
Dasar hukum yang membentuk peraturan
Pertimbangan pembuatan peraturan
Ruang lingkup peraturan
Pengertian umum dari istilah-istilah yang ada dalam peraturan
Pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang tidak bertentangan dengan dasar
hukum yang melandasi pembuatan peraturan
18) Penyusunan rancangan dalam rangka menyusun
pedoman
Pedoman bersifat lebih universal dibandingkan dengan petunjuk teknis/petunjuk
pelaksanaan. Dasar hukum yang digunakan dalam rancangan lebih tinggi dan lebih
luas jangkauannya, data-data lebih luas cakupannya, dsb-nya. Misalnya Pedoman
Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum, rancangannya memuat
pedoman yang dapat diterapkan untuk evaluasi kesehatan lingkungan terhadap
semua tempat-tempat umum, seperti bioskop, hotel, rumah sakit, dsb.
19) Uji coba desain studi kelayakan
127
Uji coba desain studi kelayakan dilakukan untuk memperoleh informasi apakah
desain studi yang disusun sudah cukup valid dan reliabel untuk digunakan dalam
suatu studi kelayakan.
Harus diperhatikan bahwa syarat obyek yang dapat menjadi obyek uji coba desain
studi kelayakan, harus mempunyai karakteristik relatif sama dan setara dengan
obyek yang akan dijadikan studi kelayakan.
Contoh :
Uji coba desain studi kelayakan pembangunan permukiman sederhana dan sehat.
Lokasi yang akan dibangun misalnya suatu daerah perbukitan dan pekerjaan utama
penduduknya yaitu bertani. Maka uji coba desain studi juga dilakukan di wilayah
perbukitan lainnya dengan penduduk yang memiliki pekerjaan utama bertani.
Sanitarian Ahli Muda
1) Penyusunan rencana 5 tahunan
Menyusun TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat adalah sama
dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip dalam substansinya yaitu
cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi. Ditinjau dari kerangka
penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
Rencana waktu dan lokasi kegiatan
Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
Rencana Anggaran Biaya
Time Schedule
Mengolah data lanjut tingkat pusat
128
Pengolahan data lanjut tingkat pusat dapat mengungkapkan beberapa variabel
secara bersamaan dan dapat pula dihubungkan satu dengan yang lain.
Misalnya kondisi kesehatan lingkungan di beberapa propinsi yang
menggambarkan keadaan beberapa sarana sanitasi dasar yang terdapat di
wilayah propinsi tersebut.
Menganalisis data lanjut tingkat propinsi
Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah
kabupaten/ kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas
sarana jamban, tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan
sumbernya, ventilasi, luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui
posisi kualitas lingkungan tersebut maka dapat dibandingkan dengan
standar perumahan sehat sesuai dengan peraturan menteri kesehatan
yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang
standar kesehatan lingkungan rumah sakit.
2) Penyusunan rencana tahunan
Penyusunan TOR tingkat pusat
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan
prinsip dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa
propinsi. Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya
sbb :
Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indonesia)
Tujuan kegiatan
129
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
Rencana waktu dan lokasi kegiatan
Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
Rencana Anggaran Biaya
Time Schedule
Pengolahan data sederhana tingkat pusat
Data kegiatan kesehatan lingkungan yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi se Indonesia dapat diolah secara sederhana. Dimulai dengan
mentabulasi data per jenis kegiatan setiap bulan selama setahun untuk
memperoleh gambaran dari semua propinsi di Indonesia. Analisis data dapat
dilanjutkan dengan membuat grafik dan peta hasil kegiatan kesehatan
lingkungan.
Contoh :
Tabel
Data Pembangunan
Sarana Pembuangan Air Limbah
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Bulan
No Propinsi Jumlah
Jan Feb Mar Apr Mei
1 A 125 126 124 125 124 624
2 B 123 123 124 122 125 617
3 C 122 125 124 126 122 619
4 D 124 127 123 125 124 623
Total 494 511 495 498 495 2483
Sumber :laporan bulanan propinsi
130
Grafik
Data Pembangunan
Sarana Jamban Keluarga
Di 4 Propinsi Di Indonesia Tahun 2005
Agar diketahui posisi atau kualitas suatu data ditinjau dari standar maka perlu
dilakukan analisis. Suatu analisis data lanjut adalah membandingkan data
beberapa variabel yang menggambarkan kondisi kesehatna lingkungan dengan
rujukan kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil
analisis akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang
diperoleh. Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan
(kondisi kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan
lingkungan) yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu
propinsi di tahun yang akan datang.
Contoh :
Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit
Penyusunan rancangan tingkat propinsi
131
Untuk menyusun rencangan kegiatan tingkat propinsi dapat mempelajari TOR
yang telah dibuat untuk tingkat propinsi. Dengan dasar TOR yang telah dibuat,
lalu diadakan evaluasi untuk disesuaikan dengan ketersediaan sumber dana
yang ada serta memperhatikan apa yang lebih prioritas. Khususnya terkait
upaya untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan dampak negatifnya.
Misalnya pembangunan jamban keluarga dan upaya penyehatan sumber air
bersih di beberapa propinsi karena daerah tersebut endemis muntaber dan tiap
tahun terjadi wabah muntaber yang merenggut korban jiwa.
Penyajian rancangan tingkat pusat
Rancangan rencana kegiatan kesehatan lingkungan tingkat pusat sebelum
mendapat persetujuan perlu disajikan dalam forum para pengambil keputusan
untuk kegiatan kesehatan lingkungan. Agar rencana kegiatan tahunan tersebut
benar-benar mendapat dukungan dan dapat dilaksanakan, penyajian setidak-
tidaknya harus jelas mengenai dasar perlunya kegiatan kesehatan lingkungan,
tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang akan diperoleh, target fisik, lokasi
kegiatan, dana yang diperlukan, waktu pelaksanaan dan para pelaksana.
Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan perlu dilakukan evaluasi rancangan
secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi . Khususnya untuk
memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan rancangan kegiatan
kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari penyandang dana,
pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana lapangan.
3) Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat pusat
Penyusunan rencana 3 bulanan tingkat propinsi dimaksudkan agar rencana dapat
dibuat secara lebih jelas dan mendalam hingga dapat diukur dengan jelas apa yang
akan dicapai. Rencana 3 bulanan dapat dikatakan sebagai penjabaran rencana
tahunan yang memberi kesempatan untuk menguraikan secara lebih rinci dan
mendalam serta memberi peluang untuk melakukan evaluasi 3 bulan (triwulan).
Sehingga arah pencapaian target tahunan dapat dipantau dan dikendalikan.
4) Penyusunan rencana bulanan tingkat pusat
Suatu rencana bulanan disusun untuk menjabarkan rencana 3 bulanan kegiatan
tingkat propinsi secara lebih rinci dan mendalam. Termasuk kegiatan evaluasi per
bulan tingkat propinsi dapat lebih terarah. Mengingat luasnya wilayah pengendalian
di tingkat pusat dan besarnya biaya yang dikeluarkan jika diakumulasi di tingkat
pusat, maka rencana bulanan penting sekali manfaatnya untuk menghindari
penyimpangan secara dini.
5) Penyusunan rencana operasional tingkat pusat
Suatu rencana kegiatan bulanan menjadi lebih jelas dan dapat dilaksanakan, jika
dibuat rencana operasional. Rencana operasional tingkat propinsi memuat rencana
kegiatan yang sudah mendapat persetujuan oleh para pengambil keputusan.
132
Rencana operasional dapat memuat 3 tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan dan
pelaporan. Selain itu memuat rincian biaya, pelaksana dan penanggung jawab
kegiatan.
Contoh :
Pemeriksaan kualitas tempat-tempat umum di kabupaten S
Persiapan : menyiapkan peralatan, menentukan personil, sarana
transportasi
Pelaksanaan : Hari/waktu kegiatan, jumlah sampel, sasaran TTU (Bioskop,
Hotel, dsb), parameter pemeriksaan, tempat pemeriksaan
Pelaporan : hasil pemeriksaan sesuai parameter
Sifat rencana operasional tingkat pusat hanya sebagai crosscheck untuk
pembinaan kegiatan di tingkat propinsi. Karena itu obyek diambil secara
sampling saja.
6) Penyajian rancangan dalam rangka menyiapkan
penyusunan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
Agar petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis yang disusun dapat memenuhi harapan
para pengambil keputusan dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya
terlebih dahulu. Penyajian rancangan memuat hal-hal mengenai dasar perlunya
juklak/juknis kesehatan lingkungan disusun, tujuan yang ingin dicapai, petunjuk
pelaksanaan dan teknis kegiatan, target fisik, lokasi kegiatan, dana yang
dialokasikan, waktu pelaksanaan, dan para pelaksana.
7) Penyajian rancangan dalam rangka menyusun
peraturan
Agar peraturan yang disusun dapat memenuhi harapan para pengambil keputusan
dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
8) Penyusunan rancangan dalam rangka penyusunan
standar
Setelah data/ literatur terkumpul maka dapat disusun rancangan suatu standar.
Suatu rancangan standar secara umum memuat hal-hal sbb :
Judul : sesuai topik standar
Dasar hukum yang membentuk standar
Ruang lingkup standar
Pengertian umum dan istilah-istilah yang ada dalam standar
Ukuran-ukuran dan satuan yang jelas mengenai standar yang akan diukur
9) Penyajian rancangan dala rangka penyusunan
pedoman
133
Agar pedoman yang disusun dapat memenuhi harapanpara pengambil keputusan
dan pihak terkait, maka perlu disajikan rancangannya terlebih dahulu. Penyajian
rancangan memuat hal-hal mengenai dasar penyusunan peraturan kesehatan
lingkungan yang akan disusun, ruang lingkup, tujuan yang ingin dicapai, pengertian
tata cara, dan segala sesuatu yang mengatur secara hukum suatu upaya kesehatan
lingkungan.
10) Penyusunan TOR dalam rangka pelaksanaan studi
kelayakan
Secara umum bentuk penyusunan kerangka TOR tingkat pusat untuk rencana
kegiatan 1 (satu) tahun adalah sama dengan TOR yang lainnya. Perbedaan prinsip
dalam substansinya yaitu cakupan TOR tingkat pusat meliputi bebrapa propinsi.
Ditinjau dari kerangka penulisan TOR (outline), maka penyusunannya sbb :
Latar belakang pemikirannya mengenai permasalahan kesehatan
lingkungan yang berlatar belakang atau berwawasan Indonesia
Dasar hukum
Dasar hukum(landasan hukum yang terkait dengan kegiatan kesehatan
lingkungan di wilayah Indoesia)
Tujuan kegiatan
Pemecahan masalah lingkup Indonesia
Sasaran (target, jumlah propinsi yang akan menjadi sasarn kegiatan)
Metodelogi (survei, penyuuhan, intervensi fisik, dsb)
Instrumen Kegiatan (formulir evaluasi kesehatan lingkungan, Sanitarian
Field Kit, Noise Lodging Dosimeter, sarana transportasi yang dibutuhkan,
dsb)
Rencana dan bentuk kegiatan (Perbaikan Jamban Keluarga, Evaluasi
Sarana Air Bersih, dsb). Disusun pertahun selama 5 tahun sesuai dengan
tahapan terget.
Rencana waktu dan lokasi kegiatan
Evaluasi (pembuatan laporan hasil kegiatan tingkat kabupaten/ kota)
Organisasi (pihak yang terlibat dalam kegiatan ditingkat kabupaten/ kota,
puskesmas/ kecamatan)
Rencana Anggaran Biaya
Time Schedule
134
permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh. Sehingga dapat
diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi kesehatan
lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan) yang perlu
dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.
Penyempurnaan rancangan tingkat propinsi
Dalam rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat propinsi
. Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat propinsi. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pelaksana
lapangan.
Penyempurnaan rancangan tingkat pusat
Setelah disajikan dan mendapat masukan dari berbagai pihak terkait, perlu
dilakuakn penyempurnaan rancangan rencana 5 tahun tingkat pusat. Dalam
rangka menyempurnakan rancangan rencana kegiatan 5 tahunan perlu
dilakukan evaluasi rancangan secara integratif dan koordinatif di tingkat pusat.
Khususnya untuk memperoleh masukan dari semua pihak terkait dengan
rancangan kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat pusat. Mulai dari
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.
2) Menyusun rencana tahunan
Analisis data lanjut tingkat pusat
Analisis data lanjut dalam satu tahun adalah membandingkan data beberapa
variabel yang menggambarkan kondisi kesehatan lingkungan dengan rujukan
kepustakaan sesuai variabel yang ditelaah (dianalisis). Dari hasil analisis
akan diketahui permasalahan apa yang ditemukan dari data yang diperoleh.
Sehingga dapat diperkirakan kondisi yang ditemukan di lapangan (kondisi
kesehatan lingkungan) dan upaya apa saja (upaya kesehatan lingkungan)
yang perlu dilakukan dalam menghadapi kondisi yang ada di suatu propinsi.
135
Contoh :
o Hasil pemeriksaan kualitas lingkungan permukiman di sejumlah kabupaten/
kota dalam suatu propinsi dengan mengamati kualitas sarana jamban,
tempat penampungan sampah, kualitas air bersih dan sumbernya, ventilasi,
luas lantai, penerangan, dsb. Untuk mengetahui posisi kualitas lingkungan
tersebut maka dapat dibandingkan dengan standar perumahan sehat
sesuai dengan peraturan menteri kesehatan yang ada.
o Hasil observasi terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit di
seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, dapat dianalisis dengan
membandingkan terhadap keputusan menteri kesehatan tentang standar
kesehatan lingkungan rumah sakit.
136
penyandang dana, pengambil keputusan sampai kepada para pengendali
kegiatan lapangan nanti.
137
MATERI TAMBAHAN
Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan & Petunjuk Teknis
a. Rancangan juklak dan juknis
Suatu kegiatan (proyek) diharapkan dapat terlaksana denga lancar dan seragam. Untuk
kelancaran dan keseragaman pelaksanaan kegiatan maka diperlukan suatu petunjuk
pelaksanaan (juklak) untuk para pelaksana kegiatan baik di tingkat pelaksana
administrasi maupun pelaksana di lapangan.
Rancangan juklak berisi tata cara pelaksanaan atau dikenal dengan standar operasional
prosedur (SOP) dari suatu kegiatan.
Sedangkan keberadaan petunjuk teknis (juknis) tujuannnya untuk memperoleh pola pikir
yang sama, persepsi dan pengertian yang lebih jelas agar memudahkan bagi pelaksana
untuk melaksanakan tugasnya.
Petunjuk teknis umumnya berisi pengertian, kedudukan, tugas dan fungsi dari para
pelaksana atau pihak yang terkait dengan kegiatan disertai tata cara teknis pelaksanaan
kegiatan.
b. Manfaat
Manfaat juklak (SOP) yaitu bila timbul permasalahan dalam kegiatan (hambatan) atau
hasil yang dicapai kualitasnya tidak sesuai dengan standar yang diharapkan, maka
dapat diketahui penyebabnya dengan cara menelusuri apakah ada penyimpangan dari
SOP yang telah ditetapkan. Sehingga masalah dapat dipecahkan secara tepat dan
akurat.
Sedangkan manfaat juknis diharapkan dapat memberikan kejelasan kedudukan, tugas
dan fungsi serta tata cara teknis kegiatan bagi para pelaksana kegiatan dan semua
pihak terkait. Sehingga peranan para pelaksana dalam pencapaian keberhasilan tujuan
kegiatan difahami dengan jelas dan dapat berkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaan kegiatan nanti.
Penyusunan Standar
a. Rancangan standar
Kualitas hasil yang ingin dicapai memerlukan suatu ukuran, agar dapat diketahui
apakah hasil yang telah dicapai tersebut perlu disuusn suatu standar kualitas.
Sebelum menjadi suatu standar yang berlaku untuk pihak terkait maka diperlukan suatu
rancangan standar untuk diusulkan kepada pihak yang berwenang sebagai pengambil
keputusan yang selanjutnya akan ditetapkan (setelah dikaji secara mendalam oleh para
ahli) sebagai suatu standar baku.
Rancangan standar intinya memuat usulan mengenai usulan baku secara kuantitatif dan
sedikit mungkin kualitatif dengan mempertimbangkan (merujuk) kepada hasil penelitian
yangrelevan dan standar (variabel yang sama dan setara) yang telah atau pernah
diberlakukan di tempat lain dengan kondisi yang relatif sama.
138
b. Manfaat
Rancangan standar dapat bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk
menetapkan ukuran yang pasti bagi kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Rancangan
standar juga harus sesuai dengan kondisi di lapangan agar dapat dilaksanakan secara
jelas dan tepat oleh petugas lapangan.
Penyusunan pedoman
a. Rancangan pedoman
Suatu pedoman kegiatan dimaksudkan sebagai acuan untuk melakukan pelaksanaan
suatu kegiatan. Pedoman kegiatan memuat acuan yang berlaku lebih universal atau
lebih luas untuk kegiatan-kegiatan yang sejenis atau berada dalam suatu lingkup bidang
kegiatan dengan payung hukum yang sama. Karena itu suatu rancangan pedoman yang
dibuat harus jelas dasar hukum pembuatan pedomannya. Selain itu memuat juga antara
lain pengertian dan batasan yang tegas, fungsi dan tujuan, manfaat, ruang lingkup, tata
laksana kegiatan, tahapan pelaksanaan serta teknik evaluasi kegiatan. Sehingga acuan
dari pedoman yang digunakan, akan menjamin agar suatu pelaksanaan kegiatan dapat
dilakukan dengan baik, lebih terarah, efektif dan efisien.
b. Manfaat
Rancangan pedoman yang diajukan oleh staf terhadap pimpinan dapat bermanfaat bagi
para pengambil keputusan untuk menetapkan ukuran umum dan berlaku lebih luas bagi
kualitas keberhasilan suatu kegiatan. Namun karena akan berlaku untuk ruang lingkup
yang lebih luas, maka suatu rancangan pedoman sebelum ditetapkan sebagai
pedoman, perlu dikaji terlebih dahulu secara lebih mendalam oleh para pakar bidang
keulmuan terkait. Jika perlu dapat dilakukan sosialisasi secara bertahap untuk
mendapat tanggapan atau masukan yang lebih luas dari para calon-calon pengguna
pedoman tersebut.
Studi kelayakan
Suatu studi kelayakan sangat diperlukan, terutama untuk suatu kegiatan yang berskala
besar akan benar-benar memberikan manfaat terbesar jika diukur baik secara ekonomi,
sosial maupun lingkungan dan teknologi yang digunakan dapat dilakukan sesuai dengan
kemampuan penguasaan teknologi beserta sumber daya yang dimiliki. Selanjutnya hasil
yang diperoleh lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan lai yang mempunyai tujuan yang
relatif sama.
Menyusun TOR
TOR untuk suatu studi kelayakan memuat hal yang sama seperti TOR pada umumnya.
Seperti antara lain (1) Pendahuluan yang memuat latar belakang secara spesifik tentang
perlunya studi kelayakan dilakukan unutk suatu kegiatan, (2) Dasar hukum,(3) Tujuan
kegiatan, (4) Sasaran, (5) Metodelogi, (6) Instrumen kegiatan, (7) Rencana dan bentuk
139
kegiatan, (8) Rencana waktu dan lokasi kegiatan, (9) Analisis kelayakan, (10) Organisasi,
(11) Rencana anggaran biaya dan (12) Time schedule
REFERENSI
1. Achmadi, Umar Fahmi, Prof., Dr, Pembangunan Kesehatan Lingkungan Menjelang
tahun 2010. Makalah dalam Seminar Nasional HAKLI di Semarang, Jakarta, 14 Juli
1999
2. Adenen, Muchlis, Drs, M.Sc, Otonomi Daerah dan Investasi Di Bidang Kesehatan
lingkungan, Makalah Orasi Ilmiah pada Acara Wisuda Lulusan Akademi Kesehatan
lIngkungan Jakarta di Aula Pusdiklat Depkes & Kesos, 30b Januari 2001
3. ________________________, Sekilas Kajian Ekonomi Kesehatan lIngkungan,
Makalah Seminar dan Muscab Gabungan HAKLI Jakarta, 28 Juli 2000
4. Hardjosoebroto, Soedinar, Dra, Pengetahuan Management, FE UGM, Yogyakarta,
1973
5. Kalbermatten, John M., dkk. Teknik Sanitasi Tepat Guna, Alumni Bandung, 1987
6. Sujudi, Achmad, dr, MHA, Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Makalah
Seminart Nasional HAKLI , Jakarta,14 Juli 1999
7. Tjiptoherijanto, Prijono, dkk, Ekonomi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,1984
140
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MI. 2
Materi : Pengamatan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 10 jpl (T = 3 jpl; P = 7 jpl; PL = jpl)
141
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL PENERAPAN HACCP)
I Deskripsi singkat
II Tujuan pembelajaran
III Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan
IV Bahan belajar
V Langkah langkah kegiatan pembelajaran
VI Uraian materi
VII Referensi
142
I. DESKRIPSI SINGKAT
Bagi produk pangan system pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan
Good Manufacturing Practice (GMP) yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan
semua persyaratan yang diperlukan agar produk pangan dapat diterima mutunya.
Dalam GMP pusat perhatian ditujukan pada keamanan mikrobiologis dan persyaratan
mutu pangan.
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya Titik
Kendali Kritis merupakan salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri, bersifat
pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem
pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, baik kontaminasi
mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses
penggunaan langsung oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan.
Peletakan sistem HACCP ke dalam sistem manajemen mutu yang telah diterapkan
di dalam suatu unit usaha tentu memerlukan sejumlah pendekatan agar dapat menjaga
ritme kegiatan. Sistem HACCP diupayakan tidak mengubah sama sekali iklim dan
suasana yang telah dibangun serta berjalan baik di suatu unit usaha.
Penerapan HACCP pada produk pangan, ada 7 (tujuh) prinsip yang harus dilakukan
adalah : 1. Identifikasi bahaya, 2 Penetapan titik kendali kritis (CCP= Critical Control
Point), 3 penetapan batas /limit kritis , 4 Pemantauan CCP, 5 tindakan koreksi terhadap
penyimpangan, 6 Verivikasi, 7 Dokumentasi.
143
10.Peserta dapat menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas
kritis dari hasil pemantauan.
11. Peserta dapat menetapkan langkah langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi
CCP
12. Peserta dapat menjelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan
HACCP
144
IV BAHAN BELAJAR
1. Depkes RI, Dirjen PPM & PLP, Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan, 1994/1995
2. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Pedoman Pengawasan Sanitasi
Makanan, 1998
3. Depkes RI, Ditjen PPM & PLP, Makalah FAO dan Gizi, Badan
Organisasi Pertanian dan Pangan, Roma 1984
4. Kepmenkes RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999, Persyaratan
Kesehatan Perumahan
5. Soekidjo Notoatmojo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta Jakarta, 2005
6. Titi Indiajati Soewarso, Depkes.RI, Surveilans epidemiologi
secara umum, 1984
7. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan BPPSDMK, Standar Dan
Pedoman Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian, 2004.
145
VI. URAIAN MATERI
1. Pengertian
Pengamatan kesehatan lingkungan, pada intinya adalah kegiatan Surveilans Epidemiologi.
Surveilans Epidemiologi adalah : suatu proses pengamatan terus menerus dan sistematik
terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan
dengan melakukan pengumpulan data , analisis data, interpretasi dan penyebaran
interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.
Informasi epidemiologi yang dapat dipercaya merupakan inti dari Surveilans Epidemiologi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan data
untuk melakukan tindakan (Surveilans for action), sehingga aktivitas penting surveilans yang
harus selalu sustainable adalah:
Proses pengumpulan data epidemiologi secara sistematis sebagai aktivitas rutin.
Pengolahan dan analisa serta interpretasi data agar menghasilkan informasi epidemiologi .
Penggunaan informasi untuk menentukan tindakan perbaikan yang perlu dilakukan atau
peningkatan program dalam menyelesaikan masalah.
146
3. Tahapan pengumpulan data kesehatan lingkungan
Konsep dasar surveilans :
Berdasarkan pemahaman terhadap pengertian surveilans maka konsep dasar kegiatan
surveilans meliputi : Pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data,
umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans pasif dan surveilans aktif.
Survelans aktif dilakukan dengan cara melakukan kunjungan petugas surveilans ke unit
sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat
ataupun sumber data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan.
Pengumpulan data surveilans dari sumber data tersebut harus mendapat jaminan dapat
dilakukan secara teratur dan terus menerus, apakah dikumpulkan secara mingguan bulanan
atau tahunan. Menurut Dr Langmuir, dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi terhadap
berbagai jenis data yang perlu dikumpulkan, agar dapat memberikan informasi epidemiologi
suatu penyakit dengan lengkap.
Data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1) Pencatatan kematian
2) Laporan penyakit
3) Laporan KLB/ Wabah
4) Hasil pemeriksaan laboratorium
5) Penyelidikan kasus
6) Penyelidikan KLB
7) Survei
8) Laporan penyelidikan vektor
9) Pemakai obat atau vaksin
10) Keterangan penduduk atau kondisi lingkungan
( Contoh : Kondisi linkungan rumah tinggal)
b. Pengolahan data analisis dan interpretasi data
Ada dua aspek kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data surveilans
yaitu : ketepatan waktu dan sensitifitas data. Ketepatan waktu pengolahan data sangat
berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Ketepatan waktu pengolahan data
sangat berkaitan dengan periode waktu penerimaan data. Kemajuan teknologi
komputerisasi harus dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutama untuk
kemudahan menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan variable epidemiologi yang
diinginkan serta analisis dengan simulasi statistik.
Kriteria pengolahan data yang baik:
1) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data
2) dapat mengidentifikasi adanya perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus
147
3) Teknik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan pengertian yang salah
atau berbda.
4) Metode yang dipakai sesuai dengan metode metode yang lazim .
148
e. Standar penilaian masing masing jenis data
f. Cara mengolah data, analisis dan interpretasi hasil pengumpulan data.
Oleh karena itu suatu kuesioner harus mempunyai beberapa persyaratan, antara lain :
a. Relevan dengan tujuan penelitian
b. Mudah ditanyakan
c. Mudah dijawab
d. Data yang diperoleh mudah diolah (diproses) dan sebagainya.
Jenis daftar pertanyaan
Dalam pengumpulan data sering digunakan 3 (tiga) macam kuesioner/ formulir yaitu
a.Kuesioner (formulir) untuk keperluan administrasi, dimana formulir ini digunakan
untuk mengumpulkan data melalui saluran administrasi. Formulir ini lebih
dikaitkan dengan formulir administrasi. Pengisian formulir sepenuhnya oleh
pihak responden tetapi biasanya ada petunjuk pengisian.
Contoh : - Formulir masuk
- Formulir Kartu Klinik dsb
b. Formulir untuk observasi (form of observation), agar observasi terarah dan dapat
memperoleh data yang benar benar diperlukan, maka sebaiknya didalam
melakukan observasi juga mempergunakan daftar pertanyaan yang disiapkan
terlebih dahulu. Kuesioner ini mencakup hal hal yang diselidiki/ diobservasi
c. Kuesioner untuk wawancara (form for questioning)
jenis kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara (
interview). Alat ini lebih digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat
dari responden. Wawancara dapat dilakukan dengan:
personal interviu
Telepon interviu
149
Contoh : Kuesioner /Formulir penilaian/ Daftar pertanyaan terlampir dalam modul ini.
1) Form penilaian rumah
2) Daftar pertanyaan pedoman singkat investigasi penderita penyakit bawaan
makanan.
3) Formulir Pemantauan Penyelenggaraan PMTAS
4) Daftar pertanyaan tentang Kebisingan dan Efeknya kepada masyarakat di lokasi
tertentu.
6. Analisis data kesehatan lingkungan secara deskriptif
Pelaksanaan analisis dan interpretasi data sangat tergantung tingkat unit kesehatan serta
ketrampilan petugas kesehatan khususnya petugas surveilans yang ada pada unit
tersebut.
Untuk melakukan analisis diperlukan hal hal sebagai berikut:
a. Tersedia data dalam keadaan siap dianalisis
b. Pengetahuan dasar dasar epidemiologi
c. Pengetahuan penyakit dan faktor faktor yang mempengaruhinya
d. Kecakapan dan pengalaman dapat memperluas ketajaman analisis
analisis deskriptif tujuan utama adalah membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara obyektif .Metode deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh
langkah langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat
kesimpulan dan laporan.
7. Penyebar luasan data hasil pengamatan kesehatan lingkungan.
Umpan balik dan disseminasi yang baik serta respon yang cepat
Kunci keberhasilan surveilans adalah memberikan umpan balik kepada sumber sumber
data survailans agar mudah memberikan kesadaran kepada sumber data tentang
pentingnya proses pengumpulan data. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan informasi
atau korektif laporan yang dikirimkan.
Penggunaan informasi epidemiologi yang dihasikan surveilans oleh semua pihak yang
mungkin dapat melakukan tindakan pemecahan masalah kesehatan dapat dijadikantolak
ukur keberhasilan surveilans.
Seringkali desseminasi informasi diartikan sebagai memberikan data dalam bentuk tabel,
grafik dan map tanpa disertai komentar atau interpretasi tertentu, sehingga cara ini kurang
memberikan manfaat yang diharapkan. Dessiminasi yang baik harus dapat memberikan
informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan
kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan.
150
d. Memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.
- Memiliki perangkat lunak, seperti epi info, Epi map dan aplikasi program
lainnya dan kalkulator.
- Calculator scientific
- Kertas grafik
151
- Mesin ketik
- Perangkat seminar
- Overhead Proyector
- Infocus
- Seminar
- Kajian Referensi
2. Proses
Proses pelaksanaan kegiatan surveilans disesuaikan dengan kegiatan yang
diusulkan melalui perencanaan tahunan, tetapi diharapkan beberapa kegiatan dibawah ini
merupakan kegiatan minimal yang seharusnya dilakukan oleh unit surveilans, disamping
kegiatan lain sesuai dengan kondisi setempat.
Jenis kegiatan terdiri atas:
- Pengumpulan data
- Pengolahan data
- Kajian data
- Disseminasi informasi
152
- Penyelidikan KLB
- Seminar
- Surveilans PTM
- Surveilans IN
- Surveilans HVB
- Surveilans Pariwisata
b. Indikator proses
Frekuensi pertemuan kajian data oleh tim epidemiologi
153
Jumlah kegiatan yang tertulis dalam dokumen perencanaan tahunan yang
didasari atas rekomendasi tim epidemiologi.
8. SISTEM HACCP
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) , system pengendali produksi
dalam industri pangan adalah proses yang dipergunakan untuk menemukan titik titik rawan
yang potensial muncul dalam produksi pangan dan untuk menawarkan system manajemen
dan pengawasan yang ketat demi terjaminnya produk produk makanan yang sehat bagi
konsumen. HACCP di desain untuk mencegah bahaya bahaya fisik, kimiawi dan
mikrobiologis yang potensial timbul.
HACCP diterapkan sebagai salah satu cara dalam pengendalian mutu mandiri. HACCP
adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan
resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan, dengan menitik beratkan
pada pencegahan dan pengendalian proses pengolahan makanan.
Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain, prosedur, proses
atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah dari penerapan HACCP adalah
meningkatkan keamanan makanan, keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi
cepat dalam mengatasi masalah produksi yang timbul.
B. TUJUAN HACCP
1. UMUM
Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi
kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food borne disesse)
2. KHUSUS
a. Untuk mengevaluasi cara produksi makanan
b. Untuk memeperbaiki cara produksi makanan
c. Memantau dan mengevaluasi penanganan, pengolahan dan sanitasi
d. Meningkatkan inspeksi mandiri.
154
3. Pendekatan HACCP mengubah pandangan dari pengujian produk akhir yang
secara statistik kurang dipercaya karena seringkali perlu pengujian ulang
kepada pendekatan orientasi pencegahan dalam proses produksi dengan cara
yang aman.
4. Penerapan konsep HACCP adalah metoda yang hemat biaya dalam menjamin
keamanan makanan dan penyakit bawaan makanan dan kesakitan.
5. Sistem HACCP memfokuskan pada sumber bahan sebagai bagian dari proses
yang kritis dan menjamin keamanan makanan
6. Sistem HACCP dapat menurunkan kehilangan produk karena kerusakan atau
pembusukan
7. Sistem HACCP meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam upaya
pengamanan produk makanan dan karenanya meningkatkan kepercayaan
dalam perdagangan makanan dan stabilitas bisnis makanan.
155
E. RENCANA HACCP
Sebelum meluncurkan pembakuan rencana HACCP, yang penting adalah
menetapkan lingkup dari penerapan HACCP tersebut. Hal ini meliputi apakah rencana akan
mencakup satu atau lebih jenis bahaya, seperti : jenis jenis biologis, kimia dan fisika. Ketika
rencana HACCP telah dibuat pertama kali, disarankan cukup untuk satu jenis bahaya saja
yang secara praktis sering timbul, pilihlah yang biasa ditemukan dalam kegiatan proses
produksi. Titik akhir produksi harus ditentukan, misalnya kapan produk dikeluarkan dari
pabrik atau pertimbangkan pula adanya pedoman kerja yang memadai. Dalam penerapan
tujuh prinsip HACCP pada proses pengelolaan makanan dan industri, ada 5 (lima) langkah
yang perlu selalu diingat sebagai berikut:
Tahap 1 :5 (lima ) langkah persiapan HACCP
1. Pembentukan tim
Untuk efektivitas penerapan HACCP, perlu dibentuk tim HACCP. Tim terdiri dari
sejumlah ahli yang terlibat langsung dalam pengumpulan informasi penting
yang terkait dengan kebenaran penentuan bahaya, Titik kendali kritis dan batas
kritis yang berhubungan dengan proses produksi. Tim meliputi ketua tim dan
sekretaris yang akan mencatat semua keputusan yang diambil. Anggota dalam
tim akan bervariasi tergantung kepada jenis makanan dan cara pengolahannya.
Untuk organisasi kecil, anggota cukup dengan satu orang saja yang berperan
lebih dari satu tugas dan yang mampu mendapatkan dan menggunakan
informasi untuk pencegahan dan pengendalian bahaya. Ahli dari luar dapat
diperoleh seperlunya bila diperlukan sesuai kebutuhan.
2. Penetapan jenis produk
Harus disiapkan diskripsi lengkap tentang produk akhir yang akan dipelajari,
jika produk itu merupakan bagian dari proses yang akan dipelajari. Produk yang
harus dijelaskan adalah komposisinya, strukturnya, cara pengolahannya
( contoh produk dipanaskan dan tindakan apa selanjutnya), pewadahannya,
penyimpanannya, cara distribusinya, batas waktu awetnya (shelf-life) dan
petunjuk cara penggunaanya.
3. Identifikasi sasaran pengguna
Sasaran pengguna didasarkan pada pengguna yang mengkonsumsi produk
konsumen akhir. Dalam banyak hal, sasaran yang perlu mendapat perhatian yaitu
kelompok penduduk yang rawan (vulnerable group) yaitu bayi dan anak, ibu
hamil, fisik lemah dan usia lanjut.
4. Pembuatan diagram alir dan alur tata letak
Pertama kali yang terpenting dalam analisis bahaya adalah menguji secara teliti
suatu proses makanan melalui analisa diagram alir sebagai dasar dari rencana
kerja HACCP. Format diagram alir merupakan suatu pilihan yang tidak ada
ketentuannya untuk disajikan, kecuali setiap tahapan dari proses (termasuk
proses keterlambatan) harus digambarkan secara berurutan dalam diagram alir
156
mulai pemilihan bahan baku sampai kepada proses pengolahan, distribusi dan
penjualan eceran serta penanganan oleh konsumen. Diagram alir harus dibuat
dan dilengkapi dengan data teknis yang cukup. Diagram tata letak peralatan harus
disajikan untuk menunjukkan letak penempatan peralatan dan penggerakan
produk serta karyawan yang terlibat dalam proses pengolahan. Sebagai contoh
dari data yang dibutuhkan meliputi :
Semua bahan baku/ingredient dan wadah yang digunakan (data biologi, kimia dan
fisik) :
1) Urutan tahap seluruh proses (termasuk bahan tambahan)
2) Riwayat waktu dan suhu dari semua bahan baku
3) Produk sementara dan produk akhir
4) Potensi keterlambatan
5) Kondisi alir dari bahan cairan dan padat
6) Produk daur ulang atau diproses ulang
7) Gambaran desain peralatan (termasuk ruang bebas gerak)
8) Cara efektif dalam pencucian dan desinfeksi
9) Hygiene sanitasi lingkungan
10) Gerakan/ aliran manusia
11) Gerakan/aliran potensi kontaminasi silang
12) Wilayah resiko rendah dan tinggi
13) Praktek hygiene perorangan
14) Penyajian dan distribusi
15) Petunjuk penggunaan oleh konsumen.
F. IDENTIFIKASI BAHAYA
Tahap II : Langkah pelaksanaan HACCP
1. Buatlah daftar bahaya yang mungkin terjadi pada setiap tahapan dan
mempertimbangkan setiap tindakan pengendaliannya untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya yang timbul (kegiatan prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar seluruh kemungkinan timbulnya bahaya
yang meliputi bahaya biologi, kimia dan atau bahaya fisik yang dapat terjadi
pada setiap bahan ingridient. Bahaya dapat terjadi akibat kontaminasi biologi,
kimia dan fisika yang terbawa secara alam maupun keamanan makanan dan
atau proses produksi yang tidak layak akibat adanya racun/toksin atau zat lain
hasil metabolisme mikroba.
157
1) Bahaya biologi termasuk mikroba pathogen (parasit dan bakteri) serta
tanaman dan hewan beracun.
2) Bahan kimia termasuk diantaranya adalah pestisida, zat/bahan pembersih,
anti biotik, logam berat dan bahan tambahan makanan seperti sulfit dan
lainnya.
3) Bahaya fisik termasuk benda benda seperti pecahan logam, gelas, batu yang
dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik atau luka pada
saluran pencernaan.
Selanjutnya tim menyusun dan merencanakan tindakan pengendaliannya dan
bilamana mungkin dapat diterapkan pada setiap bahaya. Tindakan
pengendalian pada semua aktivitas tersebut dapat menghilangkan atau
mengurangi bahaya yang terjadi sampai pada batas yang dapat diterima.
Pengendalian lebih dari satu ukuran bisa jadi diperlukan dalam mengendalikan
bahaya spesifik sehingga lebih dari satu bahaya dapat dikendalikan. Tidak perlu
ada percobaan lebih dahulu yang dilakukan untuk menetapkan bahaya pada
CCP.
G. MENENTUKAN TITIK KENDALI KRITIS (CCP)
2. Menentukan Titik Kendali Kritis (CCP) : Kegiatan Prinsip – 2
Setelah bahaya diidentifikasi, pohon keputusan CCP digunakan untuk
menetapkan apakah suatu tahapan kegiatan merupakan CCP, berdasarkan
identifikasi bahaya tersebut. Suatu model pohon keputusan HACCP untuk
menetapkan CCP diberikan dalam bagan 1 pada lampiran II, tetapi dalam
latihan penerapannya diperlukan kesanggupan agar pemakaiannya dapat
secara tepat meyakinkan.
Penerapan dari model pohon keputusan ini bisa sedikit berbeda, tergantung
kepada apakah proses kegiatan tersebut untuk produksi, pemotongan,
pengolahan makanan atau pabrik, penyimpanan, distribusi atau sektor lainnya.
Selainmenentukan CCP melalui metoda pohon keputusan, cara lain dapat juga
digunakan dalam menentukan CCP. Pendekatan menggunakan pohon
keputusan ini sangat penting untuk disertakan dalam pelatihan dan selama
latihan disimulasikan oleh semua anggota tim yang belum berpengalaman.
Semua bahaya yang diperkirakan dapat terjadi atau dapat dikenali pada setiap
tahapan harus diupayakan cara pengendaliannya. Jika suatu bahaya telah
dapat diidentifikasi tetapi tidak ada ukuran pengendaliannya, maka produk
harus dimodifikasi sehingga bahaya dapat dihilangkan (CCPI) atau dikurangi
(CCP2), pada tingkat/kadar yang dapat diterima (acceptable)
H. MENENTUKAN BATAS/LIMIT KRITIS CCP
3. Menentukan batas/limit kritis setiap CCP : Kegiatan Prinsip 3
Batas kritis adalah nilai batas yang berada diantara nilai yang dapat diterima
dan nilai yang tidak dapat diterima dari setiap CCP
158
Batas kritis (Critical limit) haruslah spesifik untuk setiap parameter yang diukur
dari setiap CCP. Dalam banyak hal, dapat lebih satu titik yang ditetapkan secara
khusus sebagai CCP. Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu,
kelembaban, pH, aktivitas air, adanya zat chlorin dan parameter indra (sensory)
seperti penampilan dan tekstur.
Batas kritis dapat ditetapkan berdasarkan berbagai sumber peraturan atau
kepustakaan yang ada yang mengatur tentang standard atau berdasarkan
pedoman, pengalaman lapangan atau pendapat para ahli.
Dalam banyak hal keragaman produksi membutuhkan nilai target yang lebih
untuk menjamin batas kritis dipenuhi. Nilai target adalah nilai kriteria yang lebih
kuat dari batas kritis dan digunakan oleh para pengelola produk untuk
menurunkan resiko yang melampaui dari batas kritis.
Sebagai contohnya, batas kritis yang diperlukan dalam formulasi makanan
adalah pH 4,6 atau lebih rendah untuk mencegah tumbuhnya bakteri pathogen.
Disebabkan berbagai ragam yang dapat terjadi selama pengolahan makanan
memutuskan untuk menentukan nilai target pH menjadi 4,5 untuk menurunkan
resiko yang mungkin timbul pada batas kritis (pH 4,6) dilampaui.
I. MENENTUKAN SISTEM PEMANTAUAN
4. Menentukan sistem pemantauan untuk setiap CCP : Kegiatan prinsip :4
Pemantauan adalah pengukuran atau observasi rutin di setiap CCP untuk
mengetahui apakah batas kritis atau nilai target telah dipenuhi. Cara
pemantauan harus mampu mendeteksi adanya penyimpangan dalam
pengendalian CCP.
Pemantauan sebaiknya dilengkapi informasi yang tepat untuk tindakan
perbaikan yang harus dilakukan agar dapat mengendalikan resiko pada proses
pengolahan sebelum ditetapkan penolakan produk. Jika pemantauan dilakukan
tidak terus menerus maka frekuensi pemantauan harus cukup menjamin bahwa
CCP dapat dkendalikan.
Cara pemantauan CCP haruslah dilakukan secara cepat, karena lamanya waktu
analisa akan menjadikan penyajian menjadi tidak layak dalam banyak kasus.
Pengujian fisik dan kimia disarankan diperkecil dari pada pemeriksaan
mikrobiologi. Sejumlah parameter fisik dan kimia dapat digunakan sebagai
indicator dalam pengendalian mikrobiologi pada produk makanan.
Pemantauan seharusnya dilakukan oleh petugas yang dipersiapkan untuk itu
dan memiliki pengetahuan dan kewenangan untuk melakukan tindakan
perbaikan bila ditemukan adanya petunjuk telah terjadi penyimpangan.
J. MENETAPKAN TINDAKAN KOREKSI
5. Melakukan tindakan perbaikan : kegiatan prinsip :5
Tindakan perbaikan adalah yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu
159
atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan
kecenderungan kurangnya pengendalian.
Dalam kasus terakhir, tindakan dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan
proses dalam memperketat pengawasan sebelum terjadinya penyimpangan
yang menjadi penyebab hilangnya kendali dan menjadi sebab peningkatan
bahaya. Pengaturan kembali proses pengolahan makanan perlu dilakukan bagi
makanan yang telah diolah dimana terdapat CCP yang tidak dapat dikendalikan.
Kedua tindakan ini baik pengaturan kembali proses pengolahan maupun
perintah perbaikan haruslah didokumentasikan sebagai catatan tentang
HACCP. Petugas penanggung jawab yang menyimpan dokumen harus ditunjuk
secara khusus dan ditugaskan secara jelas.
K. MELAKUKAN VERIFIKASI
6. Melakukan verifikasi : Kegiatan prinsip 6
Verifikasi adalah mengikuti secara berurutan terhadap semua tahapan kegiatan
yang dilakukan.
Cara verifikasi harus dikembangkan untuk menjamin bahwa system HACCP
bekerja dengan baik. Metoda pemantauan dan audit, prosedur dan pengujian
termasuk cara random sampling dan analisanya dapat digunakan untuk tujuan
ini. Frekuensi verifikasi harus cukup memberikan jaminan bahwa rencana
HACCP dan pelaksanaannya akan dapat mencegah terjadinya masalah
keamanan makanan.
Contoh kegiatan verifikasi meliputi :
Peninjauan ulang penerapan HACCP dan pencatatannya, prosedur yang
digunakan dalam menilai CCP yang berada di luar kendali, pengaturan kembali
proses pengolahan dan tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat batas
kritis tidak dipenuhi serta pengesahan penetapan batas kritis.
L. MELAKUKAN DOKUMENTASI
7. Melakukan pencatatan dan penyimpanan dokumentasinya:Kegiatan prinsip
7
Pencatatan semua tahapan HACCP dan dokumentasi yang memadai adalah
penting sekali dalam penerapan system HACCP. Prosedur dokumentasi
HACCP pada setiap tahapan harus disusun dan dicantumkan dalam petunjuk
(manual). Contoh pencatatan adalah : rencana HACCP, catatan pemantauan
CCP, arsip penyimpangan yang terjadi, arsip modifikasi, data verifikasi dan
peninjauan data-data lain seperti informasi tentang pencucian dan desinfeksi.
Dalam praktek, pembuatan catatan dan dokumentasi seringkali dibuat oleh tim
HACCP yang berkaitan dengan penyusunan prosedur verifikasi.
160
8. Penerapan rencana HACCP
Sekali rencana HACCP telah disusun untuk suatu proses pengolahan makanan,
maka haruslah diterapkan dan dilaksanakan. Butir-butir berikut ini sangat
diperlukan untuk mempermudah pelaksanaannya :
a. Pemberian tanggung jawab kepada pengelola dan supervisor untuk
menyusun perencanaan, pemantauan CCP dan pencatatan serta
dokumentasinya.
b. Menyusun pedoman kerja untuk memantau CCP yang singkat dan jelas
c. Menyiapkan formulir pencatatan dan keperluan dokumentasi lainnya
d. Melatih staf tentang dasar-dasar rencana HACCP dan melaksanakan
petunjuk kerja dengan memperhatikan apa, mengapa, dimana, bagaimana,
kapan, dan siapa yang harus berbuat apa
e. Memberikan tanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan melakukan
tindakan pengaturan kembali dan perbaikan
9. Peninjauan ulang rencana HACCP
Sebagai tambahan dari garis besar prosedur verifikasi di atas, diperlukan suatu
system lokal yang secara otomatis akan berinisiatif melakukan tinjauan rencana
HACCP sebagai awal dari setiap perubahan yang dapat memberikan dampak
kepada keamanan produk termasuk, di dalamnya adalah sebagai berikut :
Perubahan bahan baku atau formulasi produk, perubahan cara pengolahan,
perubahan tata letak industri atau lingkungan, perubahan peralatan pengolahan,
perubahan program pembersihan dan desinfeksi, perubahan pewadahan,
penyimpanan atau cara distribusinya, perubahan staf penanggung jawab,
perubahan antisipasi penggunaan oleh konsumen dan informasi resep yang
menunjukkan adanya hubungan dengan risiko kesehatan dari produk.
Data yang diperoleh dari tinjauan rencana HACCP harus didokumentasikan dan
merupakan bagian dari system pencatatan HACCP. Setiap perubahan yang
terjadi dari peninjauan ulang harus sepenuhnya digabungkan dalam rencana
HACCP. Hal ini dilakukan karena perubahan- perubahan ini akan berarti kepada
adanya perubahan ukuran kendali CCP, batas kritis dan nilai target yang juga
berubah dan atau adanya penambahan CCP baru harus dimasukkan dalam
rencana HACCP. Menjadi suatu yang pokok bahwa setiap terjadi perubahan
harus didasarkan kepada data yang akurat yang diperoleh dari sumber
informasi yang resmi.
Sebagai tambahan, pengelola makanan senior akan lebih banyak diharapkan
sebagai sumber informasi yang dapat digunakan dalam rencana HACCP
sehingga keterangannya tidak mubazir dan berdasarkan catatan serta dokumen
yang ada padanya membuktikan suatu kegiatan proses pengolahan yang
sebenarnya. Suatu system pengolahan dan pemeliharaan tentang system
HACCP sangat diperlukan dan penting dalam pelaksanaannya yang layak.
161
PENERAPAN HACCP
Sistem HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan (food
chain) dari produk primer sampai pada produsen akhir dan penerapannya harus dipandu
oleh bukti secara ilmiah terhadap risiko kesehatan manusia. Untuk itu HACCP perlu
dipahami oleh pengusaha dan industri makanan serta para pejabat pemerintah.
Persyaratan dasar untuk penerapan HACCP sebaiknya dipenuhi terlebih dahulu oleh suatu
organisasi sebelum sistem HACCP diadopsi. Persyaratan dasar tersebut berisi petunjuk
praktis manajemen yang baik, disesuaikan dengan tahap pada generasi pertanian.
Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik antara lain sebagai berikut:
1. Good Farming Practices (GFP) pada usaha pertanian
2. Good Handling Practices ( GHP) pada kegiatan pasca panen
3. Good Hygienic Practices (GhyP) pada semua penanganan bahan pangan
4. Good Manufacturing Practices (GMP) pada kegiatan manufacture
5. Good distribution Practices (GDP) pada kegiatan distribusi
6. Good Retailing Practices (GRP) bagi pengeceran barang
7. Good Catering Practices (GCP) sebagai petunjuk bagi konsumen
Konsep HACCP dapat diterapkan secara luwes di berbagai sektor, HACCP telah berhasil
diterapkan pada situasi khusus seperti misalnya jasa boga, restoran dan rumah makan,
namun penerapan HACCP pada segmen lain dari rantai makanan terutama pada produksi
primer, tidaklah sepenuhnya dapat diterapkan.
PENERAPAN HACCP OLEH PENGUSAHA DAN PENGELOLA INDUSTRI MAKANAN
Konsep HACCP pada dasarnya dapat diterapkan pada seluruh rantai makanan
mulai bahan makanan dibibitkan, dipanen/disembelih, diproses pengolahan/pabrik sampai
makanan disajikan untuk konsumen akhir, melalui berbagai sektor jenis industri yang
menggunakan teknologi yang berlainan. Konsep HACCP dapat juga diterapkan sejak mulai
dari perencanaan dan pembangunan sehingga potensi bahaya dapat dirancang bebas
dalam proses pengolahan dan produksi makanan.
Walaupun penerapan dari konsep HACCP dapat dilaksanakan secara luwes di
berbagai sektor, HACCP telah berhasil diterapkan pada situasi khusus seperti misalnya
jasaboga, restoran dan rumah makan, namun penerapan HACCP pada segmen lain dari
rantai makanan, terutama produksi primer, tidaklah dapat sepenuhnya diterapkan.
Lampiran I
Skema I
162
Langkah logis dari Penerapan HACCP
1.
Pembentukan Tim HACCP
2.
Menguraikan Produk
3.
Makanan
4.
Mengetahui Sasaran Konsumen
5.
163
7. Analisis HACCP dengan Pohon Keputusan (Decision Tree) untuk setiap tahap Identifikasi
Bahaya (langkah Tanya Jawab Berurutan)
Pertanyaan 1: Apakah pada tahap ini perlu ada tindakan pencegahan ?
Pertanyaan 2 : Adakah tahap ini telah dirancang khusus untuk menghilangkan atau
menurunkan terjadinya bahaya pada batas yang dapat diterima ?
Tidak
Ya
164
Pertanyaan 4 : Dapatkah tahapan ini menghilangkan atau menurunkan
bahaya sampai batas yang dapat diterima ?
Ya Tidak Critical Control
Point
Tentukan Batas
8. Kritis setiap HACCP
9.
Tentukan cara pemantauan setiap HACCP
10.
Kerjakan Tindak Perbaikan pada penyimpangan yang terjadi
11.
Lakukan Prosedur Verifikasi
165
Lampiran II
LEMBAR HACCP
1.
Uraian Produk
2. Diagram Alir
3.
TAHAP BAHAYA TINDAKAN CCP BATAS PROSEDUR TINDAKAN CATATAN
PENCEGAHAN KRITIS PEMANTAUAN PERBAIKAN
166
LAMPIRAN III
5 (LIMA) LANGKAH PERSIAPAN HACCP
1. PEMBENTUKAN TIM
2. URAIAN JENIS PRODUK
3. MENETUKAN SASARN
4. PENYUSUNAN DIAGRAM ALIR
5. KONFIRMASI BAGIAN ALIR
167
LAMPIRAN IV
7(TUJUH) PRINSIP HACCP
1. IDENTIFIKASI BAHAYA
BAHAYA BAKU
PROSES/ PERALATAN
2. PENENTUAN CCP
CCP 1 : MENGHILANGKAN BAHAYA
CCP 2 : MENGURANGI BAHAYA
3. PENETAPAN BATAS KRITIS
TOLERANSI BAHAYA YANG DAPAT DITERIMA
4. PEMANTAUAN CCP
MENGAMATI DARI PENYIMPANGAN
5. TINDAKAN PERBAIKAN
PERBAIKAN DARI PENYIMPANGAN
6. VERIFIKASI SYSTEM
PENINJAUAN ULANG KETEPATAN SELURUH RANGKAIAN PROSES DENGAN
HASIL PEMANTAUAN
7. PENYIMPANAN DATA/ DOKUMENTASI
DATA DISIMPAN UNTUK DIPELAJARI DI MASA YANG AKAN DATANG
TERHADAP KEJADIAN KELAINAN
168
LAMPIRAN V
Control = Pengawasan= pengendalian
Mengatur kondisi pengolahan agar berjalan sesuai dengan cara yang benar atau mengikuti
ketentuan sehingga batas kritis atau nilai target dapat dipenuhi
Control Measure =Tindakan pengandalian
Semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan bilamana hasil pemantauan CCP ditemukan
potensi pengendalian yang kurang atau bilamana batas kritis tidak dipenuhi
Corrective action = tindakan perbaikan
Kegiatan yang dilakukan bilamana hasil pemantauan CCP ditemukan potensi pengandalian
yang kurang atau bilamana batas kritis tidak dipenuhi
Critical Control Point (CCP) = titik kendali kritis (TKK)
Adalah titik tahap tata cara yang perlu dilakukan pengendalian agar bahaya keamanan
makanan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai batas yang dapat diterima
Critical Limit = batas kritis
Nilai yang memisahkan antara ukuran yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima
HACCP PLAN = Rencana HACCP
Dokumen tertulis yang didasarkan pada kegiatan prinsip dalam HACCP dan
menggambarkan prosedur yang harus diikuti untuk menjamin pengendalian dan proses atau
prosedur yang spesifik
Hazard = Bahaya
Kondisi dari aspek biologi, kimia, fisik serta lingkungan, mempunyai potensi menimbulkan
bahaya
Hazard Analisis = analisis bahaya
Proses pengumpulan dan pengolahan data dan dihasilkan informasi untuk menilai suatu
resiko dan gangguan yang bersifat potensi bahaya
Monitor = pemantauan
Tindakan observasi berurutan yang telah direncanakan atau mnegukur parameter
pengendalian untuk menilai apakah CCP berada dalam kendali
Risk =resiko
Suatu perkiraan kemungkinan terjadinya bahaya
Step = tahapan
Setiap tempat atau tahap dari proses pengolahan makanan (termasuk bahan mentah),
resep atau formulasi, masa panen, pengangkutan, pengolahan di pabrik, pentimpanan
sebagaimana disusun dalam diagram alir
Target Level = tingkat sasaran
Adalah nilai yang digunakan untuk menjamin bahwa CCP terpenuhi
Verification = verifikasi
Penggunaan dari pada metode, cara atau pengujian yang ditambahkan terhadap
pemantauan untuk mengetahui apakah system HACCP berjalan telah sesuai dengan
Rencana HACCP atau perlu diperbaiki dan disempurnakan
169
URAIAN SINGKAT
PRINSIP 1 : IDENTIFIKASI BAHAYA
JENIS BAHAYA : BIOLOGIS, KIMIA, FISIK
URUTAN RESIKO BAHAN MAKANAN
1. Unggas dan produk unggas
BAHAYA KIMIA
SUMBER :
Emisi (Vehicle emission)
Peternakan (Crops)
Perikanan
Proses pengolahan
Distribusi
170
Retail
PENGELOMPOKAN
Terbentuk secara alami (Contoh: Jenis bahan kimia; mikotoksin, toksin jamur &
kerang)
Ditambahkan secara sengaja atau tidak sengaja ( Contoh : bahan kimia untuk
pertanian, bahan tambahan makanan yg melebihi batas, penggunaan btp yang
dilarang : borax, formaldehid, pewarna)
BAHAYA FISIK :
Glass
Metal
Bone
Plastic
Wood
Paper
171
KETERANGAN :
A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi (a.l pasien & gol resti)
B = Mengandung bahan yang sensitif thd bahaya biologis/kimia/fisik
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/ menghilangkan bahaya
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi/konsumsi
F = tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen
PRINSIP – 2
PENETAPAN CRITICAL CONTROL POINT (CCP)
CCP : titik prosedur atau tahap operasonal yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan
atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
172
PENGELOMPOKAN DAN CARA PENETAPAN CCP
- Menghilangkan ata mencegah bahaya
- Mengurangi bahaya
(ya) (Tidak)
(CCP) (Bukan CCP)(CP)
CCP DESSISSION TREE
SETIAP TAHAP PROSES
Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas
aman
(Tidak) (Ya) (CCP)
Apakah tahap proses selanjutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas
aman
(Ya) Bukan CCP (Tidak) (CCP)
173
PRINSIP – 4 PEMANTAUAN BATAS KRITIS
KONDISI/ KOSEKUENSI CONTOH
Terjadi bahaya bagi kesehatan Ditemukannya pecahan kaca atau tulang pada
makanan & ditemukan mikroba patgen pada
makanan
174
PRINSIP – 6 VERIFIKASI
1. Penetapan jadwal verifikasi
175
MATERI PRAKTEK : PENERAPAN HACCP PADA PENYELENGGARAAN
MAKANAN
METODE : DISKUSI KELOMPOK
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
MODUL PENGAWASAN KESEHATAN LINGKUNGAN
UNTUK PELATIHAN SANITARIAN AHLI
Nomor : MI. 3
Materi : Pengawasan Kesehatan Lingkungan
Waktu : 10 jpl (T = 2 jpl; P = 8 jpl; PL = jpl)
194
pengamatan
TPU TPK Pokok Bahasan Metoda Alat Bantu Referensi
Jam lingkungan 9-
h. Menilai 18 jam
penyajian HACCP h.
9-18 jam Penilaian penyajian
i. Menilai HACCP 9-18
penyajian analisis jam
kesehatan i.
lingkungan Penilaian penyajian
lainnya 9-18 jam analisis
kesehatan
lingkungan
lainnya 9-18
jam
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dilakukan dalam tahap
pelaksanaan suatu rencana kegiatan program kesehatan lingkungan,
diharapkan dapat menjamin keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan
yang telah disusun tersebut.
Tahap pengawasan merupakan tahap yang lebih sulit dan rumit dari pada
penyusunan rencana, karena pada pelaksanaan akan dihadapkan pada
keadaan-keadaan nyata yang mungkin tidak terpikir oleh petugas
perencana.
Pengawasan berfungsi sebagai pengaman pada waktu rencana sedang
dilaksanakan.
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sudah dilaksanakan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sehingga tiga
sasaran pengawasan yaitu waktu, biaya dan kualitas hasil.
Pengawasan kegiatan dimulai dari penetapan standart pekerjaan.
Dalam pengawasan Kesehatan Lingkungan disamping sebagai unsur
managemen aspek juga berperan dalam menemukan masalah-masalah
Kesehatan Lingkungan serta menyelesaikannya, inilah yang disebut dengan
pendekatan managemen ”Problem Solving Aproach”.
195
2) Tujuan Pembelajaran Khusus.
Untuk sanitarian Ahli Pertama.
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu melakukan tindak lanjut
pengawasan :
1. Menentukan diagnosa dan treatment intervensi obyek kelompok II
tingkat lanjut secara sederhana.
2. Melakukan konsultasi Kesehatan Lingkungan obyek Kelompok II
tingkat lanjut secara nasional.
3. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok II
tingkat lanjut secara lokal.
4. Melakukan konsultasi kesehatan lingkungan obyek kelompok I
tingkat lanjut secara lokal.
5. Melakukan kunjungan/bimbingan teknis ke obyek kelompok II lokal.
6. Menilai study dampak kesehatan lingkungan secara garis besar < 9
– 18 jam.
7. Menilai rencana pengamatan/pengelolaan lingkungan <9 – 18 jam.
8. Menilai penyajian HACCP < 9 – 18 jam.
9. Menilai penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya < 9 – 18
jam.
196
8. Penilaian penyajian HACCP < 9 – 18 jam.
9. Penilaian penyajian analisis kesehatan lingkungan lainnya : < 9 –
18 jam.
Kegiatan Peserta :
1. Mempersiapkan diri dan alat-alat tulis yang diperlukan.
2. Mendengar/memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang
dianggap penting.
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test).
Langkah 2.
Kegiatan Fasilitator :
1. Membantu pembentukan kelompok peserta disesuaikan dengan jumlah
peserta.
2. Menyampaikan materi sesuai pokok bahasan dab sub pokok bahasan
yang ada dijenjang jabatan sanitarian ahli pertama.
3. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman
pribadi peserta.
197
4. Mengatur acara berbagai pandangan dan bertukar pengalaman antar
peserta.
5. Bersama peserta mengungkap berbagai teori dan fenomena
permasalahan pengawasan kegiatan kesehatan lingkungan.
Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat Anda mengenai :
a. Harapan Anda pada sesi ini.
b. Sejauh mana perlunya materi pengawasan pelaksanaan kegiatan
kesehatan lingkungan ini bagi bidang kerja Anda.
2. Membentuk kelompok peserta.
3. Sampaikan pendapat atau pandangan Anda dan bagi pengalaman Anda
masing-masing kepada peserta lain di kelas Anda.
Langkah 3.
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan penugasan sesuai dengan materi pokok bahasan dan
sub pokok bahasan apabila dianggap perlu.
2. Menugaskan kelompok untuk mendiskusikan bentuk-bentuk kegiatan
yang terkait dengan persiapan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan.
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta.
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bentuk-bentuk kegiatan yang
terkait dengan pengawasan pelaksanaan kegiatan kesehatan
lingkungan.
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok.
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator.
Langkah 4.
Penutup.
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung.
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar obyektif atau kritik Anda. Hanya menyampaikan yang
relevan dengan substansi, yang terlihat dan terdengar selama proses
serta bersifat saran yang positif.
198
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang
tersedia. Waktu Anda 5 menit.
Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test).
2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap
harapan peserta di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta
tentang kompetensi yang dicapai pada akhir sesi.
Komentar lisan akan direkam dalam komputer untuk ditayangkan.
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya.
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini.
199
VI. URAIAN MATERI
A. PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN
1. PENDAHULUAN
Usaha Pengawasan tindak lanjut perlu mempertimbangkan beberapa aspek
pendekatan agar program yang direncanakan dapat berjalan dengan baik.
Beberapa aspek pendekatan yang digunakan sehubungan dengan
penyelenggaraan tersebut mencakup aspek teknis, aspek sosial ekonomi dan
aspek administrasi menejemen serta hukum.
Pengawasan dan pemeriksaan dilakukan terhadap unsur manusia dan
lingkungan hidup, upaya ini ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik fisik maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah dan
pemerintah serta masyarakat menjamin ketersidiaan lingkungan sehat dan
tidak mempunyai resiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat yang
dimaksud adalah mencakup lingkungan perumahan, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum (obyek kelompok I) serta bebas dari
unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan akibat dari adanya antara
lain :
Limbah cair
Limbah padat
Limbah gas
Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan
Binatang pembawa penyakit
Zat kimia berbahaya
Kebisingan yang melebihi ambang batas
Radiasi sinar pengion dan non pengion
Air yang tercemar
Udara yang tercemar
Makanan yang terkontaminasi
(obyek kelompok II)
Dimana pengelolaan obyek kelompok I dan obyek kelompok II harus sesuai
dengan ketentuan mengenai standart baku mutu kesehatan lingkungan serta
proses pengolahan limbah berdasar ilmu penegetahuan dan teknologinya.
200
2. KEGIATAN PENGAWASAN TINDAK LANJUT KESEHATAN LINGKUNGAN
Pengawasan kesehatan lingkungan dimulai dari pemilihan dan penentuan
serta penetapan prioritas masalah yang perlu diselesaikan dari obyek
kelompok I maupun obyek kelompok II, dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Sebagai sasaran obyek pengawasan dan pemeriksaan berupa :
1) Terhadap lingkungan terutama tentang kebersihan dan persyaratan.
2) Terhadap manusianya, tentang unsur manusianya sendiri dan hasil
kerjanya serta cara-cara melakukan pemeriksaan tersebut.
Pengawasan terhadap pekerjaan manusia dapat dilakukan :
- Pengawasan langsung (direct control) meliputi pengawasan terhadap
sikap, sikap mental,, tingkah lakunya dan manusia yang bekerja.
- Pengawasan tidak langsung (indirect control) meliputi pengawasan
terhadap hasil kerjanya sebagai misal bersih atau kurang bersih itu
adalah hasil kerja seseorang.
a. Identifikasi masalah (problem identifikcation).
Dilaksanakan melalui orientasi keadaan kesehatan lingkungan secara
garis besar; untuk mencari permasalahan umum dari obyek kelompok I
dan obyek kelompok II yang akan diperiksa; karena menyangkut masalah
umum yang ada maka tahap awal ini merupakan survey : Pendahuluan
(Preliminary Survey).
Pengumpulan data awal dapat dilakukan melalui :
1) Wawancara dengan pengelola atau petugas setempat.
2) Mengadakan peninjauan lapangan, peninjauan dimulai dari bagian
luar (external area), kemudian bagian dalam (internal area).
Dengan demikian kegiatan yang dapat dilakukan tahap ini adalah :
1) Datang ke lokasi kegiatan.
2) Meninjau dan melihat keadaan umum kesehatan lingkungan.
3) Mengetahui secara garis besar dan secara umum keadaan
senyatanya.
4) Mencatat semua masalah umum yang ditemui.
5) Merancang pembuatan sheet sanitasi / kesehatan lingkungan berupa
formulir pemeriksaan yang akan dipakai dalam survey sanitasi.
Tujuan dari orientasi awal ini mencari dan menetukan pokok-pokok
sanitasi (item sanitasi) berupa semua fasilitas yang terdapat dalam unit
atau sub unit wilayah tempat-tempat umum yang mempunyai nilai
sanitasi (Fasility Of Sanitary Importance).
Yang dimaksud dengan fasilitas yang mempunyai nilai sanitasi adalah hal
/ fasilitas yang dapat dinilai dari 2 segi :
1) segi kebersihan (Clean lines).
201
2) segi persyaratan (Sanitary Code).
Sistem penilaian :
Ada 2 sistem penilaian yang dapat dilakukan :
a) Membandingkan antara keadaan riil kenyataan dengan suatu
standart yang berlaku.
b) Membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat
ukur dengan standart tertentu.
Cara menilai :
202
a) Menilai dengan cara perkiraan yang dituangkan dalam bentuk nilai
% atau angka (kuantitatif)
b) Menilai dalam bentuk ada / tidaknya masalah yaitu secara
kualitatif menggunakan tanda (-) dan (+).
Hasil penilaian :
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil
penilaiannya maka dapat ditabulasikan dan dihitung :
a) Berapa jumlah item yang diperiksa.
b) Berapa jumlah K (-) yang didapat.
c) Berapa jumlah P (+) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-
tempat umum dan usaha tersebut dengan menggunakan rumus :
atau dengan :
Jumlah K ( ) Jumlah P ( ) 100 %
Nilai rata rata ( NR )
2 jumlah item
203
- Mengirimkan catatan saran kemudian beberapa hari setelah
diadakan pemeriksaan.
Dalam saran tersebut memuat hal-hal yang berkaitan dengan :
a) Apakah yang harus diperbaiki (What).
b) Dimana tempatnya (Where).
c) Apakah masalahnya (Why).
d) Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
e) Bagaimana cara memperbaikinya (How).
204
yaitu pemeriksaan tindak lanjut secara umum atau semuanya
diperiksa lagi.
- Special Follow-Up Inspection.
yaitu pemeriksaan tindak lanjut, secara khusus terbatas kepada hal-
hal yang telah disarankan untuk diperbaiki, untuk melihat seberapa
jauh perbaikan yang telah dilakukan atas saran yang diberikan.
205
memanfaatkan potensi yang dimiliki obyek kelompok I dan kelompok II
yang ada di lingkungan.
2. Sasaran Konseling :
Sasaran konseling adalah obyek kelompok I / kelompok II yang belum
menerapkan indikator kesehatan lingkungan.
Konseling ditujukan kepada penanggung jawab/pimpinan/sebagai
pelaksana program kesehatan lingkungan.
3. Tempat Konseling :
Konseling kesehatan lingkungan dilakukan di lokasi obyek kelompok I /
kelompok II sasaran.
4. Waktu Pelaksanaan Konseling Kesehatan Lingkungan :
Konseling kesehatan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.
( cari waktu luang pengelola obyek kelompok II )
5. Persiapan petugas sebelum melakukan konseling :
- Pelajari hasil pemetaan kesehatan lingkungan
- Catat obyek yang belum menerapkan indikator kesehatan lingkungan
- Catat masalah kesehatan lingkungan (indikator kesehatan lingkungan)
yang dihadapi obyek
- Buat jadwal kerja konseling untuk 6 bulan setelah pemetaan
dilaksanakan
- Upayakan konseling jangan dilakukan lebih dari 3 obyek dalam satu
hari
6. Langkah-langkah :
Pelaksanaan Konseling :
Agar pelaksanaan konseling pengawas/petugas kesehatan
lingkungan dapat berhasil dengan baik, maka sanitarian/petugas harus
menerapkan 6 langkah yang disebut SATU TUJU
SA : Beri salam.
T : Tentukan masalah yang akan dibahas.
Jika terdapat lebih dari satu (1) masalah, utamakan pada
masalah yang mudah diselesaikan oleh (penanggung
jawab) obyek lingkungan.
U : Uraikan informasi yang benar dan lengkap tentang
pemecahan masalah yang akan dibahas.
206
TU : Tuntun penanggung jawab satuan obyek untuk memiliki
sendiri beberapa cara mengatasi masalahnya,
berdasarkan potensi yang dimiliki.
J : Jelaskan sekali lagi mengenai perilaku kesehatan
lingkungan yang baik dan benar sehingga penanggung
jawab satuan obyek mengetahui, mau, dan mampu
memperbaiki perilaku kesehatan lingkungan yang belum
benar.
U : Ulangi kunjungan untuk mengetahui hasil konseling,
jika penanggung jawab satuan obyek memerlukan tindak
lanjut, anjurkan untuk berkonsultasi kepada Dinkes.
207
1. Ukuran Dampak Penting
a. ▪ Pengertian Dampak Penting adalah perubahan lingkungan yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau
kegiatan.
▪ Dampak penting ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Jumlah manusia yang akan terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak
Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan
terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
208
Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan
lingkungan yang timbul bersifat hebat atau drastis, berlangsung
di areal yang relatif luas, dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Dampak lingkungan tergolong penting bila :
Usaha atau kegiatan akan menyebabkan perubahan pada sifat-
sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang melampaui baku mutu
lingkungan.
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Dampak lingkungan berdasarkan pengertian ini tergolong
penting bila :
Usaha atau kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan
dampak lanjutan lainnya yang jumlah komponennya lebih atau
sama dengan komponen lingkungan yang terkena dampak
primer.
Sifat kumulatif dampak
Kumulatif mengandung pengertian bersifat bertambah,
bertumpuk, atau bertimbun.
Dampak lingkungan suatu usaha/kegiatan berdasarkan
pengertian ini tergolong penting bila :
1. Dampak lingkungan berlangsung berulang kali dan terus
menerus, sehingga pada kurun waktu tertentu tidak dapat
diasimilasi oleh lingkungan alam atau sosial yang
menerimanya.
2. Beragam dampak lingkungan bertumpuk dalam suatu ruang
tertentu, sehingga tidak dapat diasimilasi oleh lingkungan
alam atau sosial yang menerimanya.
3. Dampak lingkungan dari berbagai sumber kegiatan
menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergetik).
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak bersifat penting berdasarkan pengertian ini bila :
Perubahan yang akan dialami oleh suatu komponen lingkungan
tidak dapat dipulihkan kembali walaupun dengan intervensi
manusia.
209
1. Berhubungan dengan cemaran
a) Penyebaran bahan pencemar di media lingkungan (air, udara,
tanah, dan makanan).
2. Berhubungan dengan perindukan vektor (binatang perantara penyakit)
a) Perubahan lahan yang menimbulkan genangan air.
b) Perubahan vegetasi yang menumpang atau menghambat
berkembang- biaknya vektor.
c) Telaah data atau informasi studi kesehatan lingkungan, survey
malariometrik dan survey epidemiologi tentang penyakit
bersumber binatang.
3. Berhubungan dengan perilaku masyarakat
a) Kebiasaan pemanfaatan air
b) Kebiasaan penggunaan bahan repelant
c) Kebiasaan penggunaan insektisida
d) Kebiasaan yang berhubungan dengan sanitasi
e) Kebiasaan yang berhubungan dengan pengelolaan makanan
f) Kebiasaan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
(berobat, kontak penderita)
210
5. Dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena daya
dukung lingkungan sedemikian rupa sehingga berdampak terhadap
kesehatan masyarakat.
211
3. Batas Sosial
Lokasi komunitas masyarakat yang berada di luar batas proyek dan
batas ekologis namun berpotensi terkena dampak kesehatan
(melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum,
uasha non formal di sekitar proyek).
4. Batas Administrasi
Dikaitkan dengan akses komunitas masyarakat terhadap
pelayanan, sarana, sumber daya kesehatan.
212
lingkungan yang merupakan penyebab timbulnya dampak
penting tersebut.
3) Parameter/komponen lingkungan yang dipantau
Uraian secara jelas parameter/komponen lingkungan yang
dipantau meliputi aspek kimia/fisika, biologi, sosial dan kesehatan
masyarakat.
(Contoh : )
213
b. Lokasi Pemantauan Lingkungan
cantumkan lokasi yang tepat untuk dampak dan disertai peta
berskala yang menunjukkan lokasi pemantauan yang
dimaksud.
c. Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan
Uraikan jangka waktu atau lama periode pemantauan berikut
dengan frekuensinya per satuan waktu dengan
mempertimbangkan sifat dampak penting yang dipantau
(intensitas, lama dampak berlangsung, sifat kumulatif dampak)
7) Pustaka
Bahan-bahan pustaka yang digunakan dalam penyusunan RPL.
8) Lampiran
Bagian ini lampirkan :
Ringkasan dokumen RPL dalam bentuk tabel dengan urutan
kolom : Dampak penting yang dipantau, Rencana
Pemantauan Lingkungan (meliputi metode pengumpulan
data, lokasi pemantauan lingkungan, jangka waktu dan
frekuensi pemantauan lingkungan, metode analisis) dan
institusi pemantauan lingkungan.
214
menanggulangi dampak penting lingkungan yang bersifat negatif dan
meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari suatu
rencana usaha atau kegiatan.
1) Lingkup Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Dalam rencana pengelolaan lingkungan tersebut mencakup 4
(empat) kelompok aktivitas yaitu :
a. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk mencegah / menghindari dampak negatif
lingkungan melalui pemilihan atas alternatif tata letak (tata
ruang mikro) lokasi, dan rancang bangun proyek.
b. Pengelolaan lingkungan
yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimisasi, atau
mengendalikan dampak negarif baik yang timbul di saat usaha
atau kegiatan beroperasi, maupun hingga saat usaha atau
kegiatan berakhir (mis. rehabilitasi lokasi proyek).
c. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat meningkatkan dampak positif sehingga dampak
tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik
kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat
yang turut menikmati dampak positif tersebut.
d. Pengelolaan lingkungan
yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan
sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber
daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak (baik dalam anti sosial
ekonomi dan atau ekologis) sebagai akibat usaha atau
kegiatan.
2) Pendekatan Pengelolaan Lingkungan
Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi
dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan
lingkungan secara teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.
a. Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang
digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan,
antara lain :
1. Dalam rangka penanggulangan limbah bahan berbahaya
dan beracun dengan cara
1.1 Membatasi atau mengisolasi limbah.
1.2 Mendaur ulang limbah.
215
1.3 Menetralisir limbah dengan menambahkan zat kimia
tertentu sehingga tidak membahayakan manusia
dan mahluk hidup lainnya.
2. Dalam rangka mencegah, mengurangi, atau memperbaiki
kerusakan sumber daya alam, akan ditempuh cara
2.1 Membangun terasering atau penanaman tanaman
penutup tanah untuk mencegah erosi.
2.2 Mereklamasi lahan bekas galian tambang dengan
pengaturan tanah atas dan penanaman tanaman
penutup tanah.
3. Dalam rangka meningkatkan dampak positif berupa
peningkatan nilai tambah dari dampak positif yang telah
ada misalnya melalui peningkatan dan daya guna dari
dampak positif tersebut.
c. Pendekatan Institusi
Pendekatan ini adalah suatu mekanisme kelembagaan yang
akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka menanggulangi
dampak penting lingkungan, antara lain :
1) Kerja sama dengan instansi-instansi yang berkepentingan
dan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.
216
2) Pengawasan terhadap hasil unjuk kerja pengelolaan
lingkungan oleh instansi yang berwenang.
3) Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan secara berkala
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL)
Rencana pengelolaan lingkungan harus diuraikan secara
jelas, singkat dan sistematis :
1. Latar Belakang Pengelolaan Lingkungan
a) Pernyataan tentang latar belakang perlunya dilaksanakan
RKL
b) Uraian tentang tujuan pengelolaan lingkungan
c) Uraian tentang kegunaan dilaksanakannya pengelolaan
lingkungan
d) Uraian wilayah, kelompok masyarakat atau ekosistem
disekitar rencana usaha atau kegiatan yang sensitif
terhadap perubahan akibat adanya kegiatan tersebut
e) Uraian dalam peta yang mencakup informasi
1) Letak geografis rencana usaha / kegiatan
2) Aliran sungai, danau, rawa
3) Jaringan jalan dan pemukiman penduduk
217
pengaruh kegiatan pada dampak penting
turunannya.
b. Sumber dampak
Uraikan secara singkat sumber penyebab timbulnya
dampak penting.
1) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
langsung dari rencana usaha atau kegiatan, maka
uraikan jenis kegiatan yang merupakan penyebab
timbulnya dampak penting.
2) Bila dampak penting timbul sebagai akibat
berubahnya komponen lingkungan yang lain, maka
uraikan komponen lingkungan yang merupakan
penyebab timbulnya dampak penting tersebut.
4. Pengelolaan Lingkungan
Uraikan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan
juga dapat dilakukan melalui pendekatan teknologi, dan
atau sosial ekonomi dan atau institusi.
218
Uraikan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan
dengan memperhatikan sifat persebaran dampak paling
penting yang dikelola (sedapat mungkin lengkapi dengan
peta / sketsa / gambar).
9. Pustaka
10. Lampiran
Lampirkan ringkasan dokumen RKL dalam bentuk tabel
dengan urutan kolom sebagai berikut : Jenis Dampak
Lingkungan, Tujuan Pengelolaan Lingkungan, Rencana
219
Pengelolaan Lingkungan, Lokasi Pengelolaan
Lingkungan, Periode Pengelolaan Lingkungan, dan
Institusi Pengelolaan Lingkungan.
220
Process flow diagram
Decision tree for Establish CCP
HACCP plan madrix
Standard Operation Procedure
HACCP audit form
4. Prinsip HACCP.
Dalam pelaksanaan HACCP perlu diperhatikan 7 (tujuh) prinsip yaitu :
Prinsip 1. Melakukan identifikasi bahaya (fisik, kimia, mikrobiologis) pada
bahan pangan, bahan tambahan pangan yang digunakan
selama proses produksi.
Prinsip 2. Menetapkan CCP pada suatu contoh makanan
Prinsip 3. Menetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah
diidentifikasi pada suatu contoh makanan
Prinsip 4. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas
limit yang telah ditentukan
Prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang
melebihi batas kritis dari hasil pemantauan
Prinsip 6. Menetapkan langkah - langkah verifikasi dari hasil tindakan
koreksi CCP
Prinsip 7. Melakukan kegiatan dokumentasi HACCP
221
4. Proses pengolahan yang dilakukan
5. CCP yang ditemukan
6. Batas kritis yang ditetapkan
7. Penyimpangan dari batas kritis yang terjadi
8. Tindakan koreksi/perbaikan
9. Identifikasi tenaga operator peralatan khusus
222
Contoh : Formulir Pemeriksaan Sanitasi Tempat-tempat Umum.
FORMULIR PEMERIKSAAN SANITASI TTU
Jenis TTU : ……………………………………………………………………………
Unit/sub unit : ……………………………………………………………………………
Hari/Tanggal : ……………………………………………………………………………
Pemeriksa : ……………………………………………………………………………
223
Kesehatan
Jumlah items :
Jumlah % P (-) :
Jumlah % P (-) :
Kesimpulan/catatan : ……………………………………
……………………………………
……………………………………
Pemeriksa
TTD
224
Menilai dalam bentuk ada/tidanya masalah yaitu secara kualitatip,
menggunakan tanda (-) dan (+)
(-) = negatif = tidak ada masalah
(+) = positif = ada masalah
Misal : - piring kotor = kebersihan (K)
- piring retak = persyaratan (P)
- piring bersih tapi retak, maka penilainnya adalah K (-) dan P (+)
225
Maksud dan tujuan penelitian :
Mendeteksi masalah yang ditemukan untuk segera dilakukan tindakan perbaikan.
Mengetahui kemajuan (progress) dan kemunduran (regress) suatu usaha selama
periode waktu tertentu.
Mengetahui apakah hasil usaha yang diperoleh lebih efektif dan efisien.
Hasil Penilaian
Setelah selesai dilakukan pemeriksaan sanitasi dan diperoleh hasil penilaiannya maka
dapat ditabulasikan dan dihitung :
Berapa jumlah items yang diperiksa.
Berapa jumlah K (-) yang didapat.
Berapa jumlah P (-) yang didapat.
Dari semua hasil ini kemudian ditentukan keadaan sanitasi tempat-tempat dan usaha-usaha
untuk umum tersebut dengan menggunakan rumus :
atau dengan :
226
Kapan sudah harus diselesaikan waktunya (When).
Bagaimana cara memperbaikinya (How).
227
Contoh : Formulir/ Kartu Saran
SARAN-SARAN PERBAIKAN
Diterima Oleh :
Pengusaha TTU Pemeriksa
(……………………………) (…………………………..)
228
Contoh : Kartu Perbaikan
KARTU PERBAIKAN
dst.
Stempel
Pemeriksa
(……………………………..)
229
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MI. 4
Materi : Penyusunan Karya Tulis/ Ilmiah
Waktu : 7 jpl (T = 2 jpl; P = 5 jpl; PL = jpl)
230
massa dalam bentuk buku
dan atau makalah
4.
Bentuk karya
ilmiah
Kerangka
penulisan karya
ilmiah
Strategi
penulisan karya
ilmiah
berupa tinjauan atau
ulasan ilmiah dengan
gagasan sendiri
dalam bidang
kesehatan yang
dipublikasikan dalam
bentuk buku dan atau
makalah
5.
Bentuk karya
ilmiah
Kerangka
penulisan karya
ilmiah
Strategi
penulisan karya
ilmiah
ilmiah populer di
bidang kesehatan
lingkungan yang
disebarluaskan
melalui media massa
1.
231
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
(MODUL PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH)
Halaman
I DESKRIPSI SINGKAT
II TUJUAN PEMBELAJARAN
III POKOK BAHASAN DAN SUB BAHASAN
IV BAHAN BELAJAR
V LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN
VI URAIAN MATERI
VII REFERENSI
232
PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Menurut Dr Sudarso, M.Sc, karya tulis ilmiah merupakan hasil penulisan seseorang
dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. Penerapan kaidah-kaidah ilmiah tersebut
pada dasarnya untuk mencapai kebenaran ilmiah. Untuk mendapatkan kebenaran
ilmiah, peneliti dan penulis ilmiah harus senantiasa berpikir logis, sistematis dan
empiris.
Karya tulis ilmiah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) karya tulis ilmiah yang dibuat atas dasar ide penulis atau pustaka-pustaka terkait
tanpa melakukan suatu penelitian dan b) karya tulis ilmiah yang penulisannya
didasarkan dari hasil suatu penelitian ilmiah.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang cepat berakibat pada perubahan pola
kehidupan manusia sehingga berubah pula hubungan antar manusia dan
lingkungannya. Hal tersebut dapat menyebabkan permasalahan yang terkait dengan
kesehatan lingkungan.
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
a.Tujuan Umum
Pada akhir sesi ini peserta mampu menyusun karya tulis ilmiah.
b.Tujuan Khusus
Pada akhir sesi ini peserta mampu menjelaskan tentang :
i. Bentuk karya tulis ilmiah
ii. Kerangka Penulisan karya tulis ilmiah
iii. Strategi Penulisan karya tulis ilmiah
233
Pokok bahasan dan sub pokok bahasan untuk sanitarian terampil dan sanitarian ahli,
pada prinsipnya sama, hanya penekanannya yang berbeda.
i. Bentuk karya tulis ilmiah
ii. Kerangka Penulisan karya tulis ilmiah
iii. Strategi Penulisan karya tulis ilmiah
V. URAIAN MATERI
Karya Tulis ilmiah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua , yaitu :
1. Karya tulis ilmiah yang dibuat atas dasar ide penulis atau pustaka-puataka terkait,
tanpa melakukan suatu penelitian.
Pada umumnya, karya tulis jenis ini sering dimuat di surat-kabar, majalah atau
media-media cetak lainnya. Karya tulis jenis ini ada yang bersifat popular, yang
dapat dibaca dan dipahami oleh berbagai tingkatan golongan pada masyarakat.
Agar dapat dipahami oleh masyarakat awam, penulisan karya ilmiah jenis ini
mempunyai strategi tersendiri.
2. Karya Tulis ilmiah yang penulisannya didasarkan dari hasil suatu penelitian ilmiah.
Karya tulis ilmiah jenis inilah yang akan menjadi pembahasan utama didalam modul
ini. Bentuk karya tulis ilmiah jenis ini dapat berupa skripsi atau tugas akhir, thesis
dan laporan hasil penelitian. Karya tulis ilmiah jenis ini dapat dikembangkan menjadi
234
karya tulis ilmiah populer, dengan mengubah tatacara penulisannya dan
menggunakan tata-bahasa yang lebih sederhana sehingga dapat mudah dipahami
oleh masyarakat umum. Pembuatannya dapat berupa artikel-artikel surat-kabar,
majalah, jurnal, tabloid atau brosur maupun leaflet yang bertujuan untuk
menjelaskan sesuatu hal.
KERANGKA PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Dalam penulisan hasil penelitian/karya tulis ilmiah ada dua macam yaitu laporan
penelitian dan publikasi hasil penelitian. Laporan penelitian biasanya ditulis secara
lengkap untuk dikirimkan kepada penyandang dana atau institusi penelitian. Laporan ini
biasanya diawali dengan ringkasan umum (executive summary). Hasil penelitian yang
ditulis untuk publikasi ilmiah (scientific paper) biasanya dikirimkan ke majalah ilmiah dan
bukan ke surat kabar.
Format (kerangka) penulisan laporan penelitian bersifat baku (umum), tetapi ada
juga format lain sesuai dengan yang ditetapkan oleh penyandang dana. Begitu juga
dengan format penulisan paper ilmiah, ada yang baku dan ada juga format spesifik
sesuai dengan yang ditetapkan oleh masing-masing majalah ilmiah.
Menurut Dr Sudarso, M. Sc. kerangka penulisan karya tulis ilmiah yang berasal
dari hasil penelitian, termasuk karya tulis ilmiah dibidang kesehatan, dapat dibuat
dengan susunan sebagai berikut :
Judul Karya Tulis Ilmiah
Daftar Isi
Abstrak dan Kata Kunci
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab III. Metode Penelitian
Bab IV. Hasil Penelitian
Bab V. Pembahasan Hasil Penelitian
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Menurut Prof. Dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH, secara umum aturan penulisan
makalah ilmiah yang digunakan oleh berbagai jurnal internasional mengikuti aturan baku
sebaga berikut :
o Judul
o Nama peneliti
o Abstrak
o Pendahuluan
o Materi dan metode (Bahan dan cara kerja)
235
o Hasil
o Pembahasan
o Kesimpulan dan Saran
o Ucapan terima kasih
o Daftar Kepustakaan.
Menurut Drs. Pranowo, M.Pd, dkk, kerangka penulisan karangan ilmiah adalah
sebagai berikut :
o Judul karangan
o Pendahuluan
o Studi Kepustakaan
o Pembahasan Masalah
o Penutup
o Daftar bacaan
o Lampiran
Menurut Prof. Dr. A.A. Gde Muninjaya, MPH, penyusunan laporan hasil kajian
(penilaian) tentang sebuah kegiatan/kebijakan/proyek menggunakan metode Best
Practice (BP) adalah sebagai berikut :
1. Nama kegiatan/kebijaksanaan sebuah proyek/program
2. Alamat Penanggung jawab
3. Kegiatan yang dilakukan
4. Tujuannya
5. Pelaksanannya
6. Sumber dan besar dananya
7. Waktu pelaksanaannya (saat dimulai kegiatan – periode kegiatan)
8. Rencana waktu terminasi proyek (berakhirnya proyek)
9. Target populasinya
10. Rincian Kegiatan Proyek
11. Hasil akhir/dampak yang diharapkan
12. Evaluasinya (apakah sudah dilaksanakan)
13. Ada penjelasan tentang metode evaluasi yang digunakan dan hasilnya
14. Pelajaran yang bisa dipetik oleh pembaca dari kegiatan program yg dikaji
15. Kunci keberhasilan dan kegagalan.
236
2. Membuat Proposal Penelitian
3. Melaksanakan Penelitian
4. Presentasi hasil penelitian
237
c) Alat-alat utk menunjang penelitian
d) Bahan-bahan utk menunjang penelitian
e) Biaya izin, fotokopi, mencetak dsb
f) Biaya tak terduga (tdk semua donor mengijinkan dana ini)
7. Jadual penelitian
Kegiatan yg dicantumkan dlm jadual adalah :
a) Pembuatan usulan penelitian/seminar usulan penelitian
b) Pemilihan/pembuatan instrumen, ujicoba/perbaikan dan pengandaan
c) Pembuatan sampling frame/listing, pemilihan sampel
d) Pengumpulan data
e) Analisis data
Editing
Coding
Data entry
Data cleaning
Analisis
f) Seminar hasil analisis data
g) Penulisan laporan
h) Penyerahan laporan
238
j. Masalah etika
IV. Daftar Pustaka
V. Lampiran
Pelaksanaan Penelitian
Setelah proposal penelitian selesai, selanjutnya dilaksanakan kegiatan : (dijelaskan
kiat-kiatnya tiap bab dan contoh)
1. Mengurus ijin penelitian dari instansi terkait.
2. Mengumpulkan data
3. Mengolah dan analisis data
4. Membahas hasil penelitian
5. Menarik kesimpulan dan saran
6. Menuliskan hasil penelitian
VII. REFERENSI
239
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MI. 5
Materi : Teknik menterjemahkan/ menyadur buku
Waktu : 7 jpl (T = 2 jpl; P = 5 jpl; PL = jpl)
240
buku di bidang
kesling yang
dipublikasikan dalam
bentuk buku dan
atau makalah
4.
Teknik
pembuatan
abstrak
Teknik
penulisan
abstrak
Daftar Isi:
241
Teknik Menulis Secara Umum
Puji Arya Yanti
Seperti halnya proses produktif lainnya, menulis juga memerlukan teknik tertentu sehingga
menghasilkan tulisan yang baik, bermanfaat, dan enak dibaca.
Teknik menulis untuk suatu jenis tulisan yang satu dengan lainnya itu berbeda. Berikut
teknik menulis secara umum yang dapat dipakai.
1. Menentukan Jenis Tulisan
Hal ini perlu dilakukan lebih dahulu karena berpengaruh pada hal-hal selanjutnya.
Menulis cerita anak tentu tekniknya berbeda dengan menulis renungan, atau menulis
kesaksian.
2. Memertimbangkan Pembaca
Ingatlah para pembaca. Ini adalah satu metode agar tulisan akan dibaca. Berikan apa
yang mereka butuhkan, yang sifatnya mendidik, memberi informasi, maupun yang
menghibur.
3. Berorientasi pada Publikasi
Jangan melupakan hal ini. Selain memertimbangkan pembaca, berorientasi pada
publikasi akan menolong dalam menghasilkan tulisan yang bagus. Kita dapat
mempelajari tulisan seperti apa yang diinginkan suatu media tertentu jika kita tahu ke
mana tulisan akan dipublikasikan.
4. Menentukan Tema dan Mencari Ide Tulisan
Dari tema yang sudah ditentukan, timbullah ide-ide yang baru dan menarik. Untuk
menunjang ide-ide tersebut, lakukan persiapan-persiapan bahan, bahkan riset sehingga
tulisan akan semakin akurat.
5. Mengembangkan Ide
Jika tema dan ide sudah ditentukan, teknik selanjutnya adalah mengembangkannya. Ide
tidak akan menjadi sebuah tulisan jika tidak dikembangkan. Kembangkan ide dalam
kalimat-kalimat sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
6. Memerhatikan Unsur-Unsur Tulisan
Dalam mengembangkan ide, perlu diperhatikan pula unsur-unsur tulisan. Pakailah kata
dan kalimat yang efektif, sehingga pembaca tidak akan bingung mengikuti pemaparan
ide tersebut. Namun, unsur tulisan ini juga perlu memerhatikan jenis tulisan yang akan
dibuat. Dalam menulis puisi tidak perlu risau apakah kalimat kita efektif atau tidak.
7. Menciptakan Gaya Tulisan
Buatlah gaya sendiri. Jangan meniru gaya tulisan orang lain. Hal ini memang tidak
mudah bagi pemula, apalagi kalau mempunyai penulis yang di-idolakan. Biasanya gaya
menulis kita akan terpengaruh olehnya. Lakukan latihan terus-menerus, akhirnya kita
akan bisa menciptakan gaya sendiri.
8. Menguasai EyD
Meskipun ada seorang editor yang akan mengedit tulisan kita, seorang penulis
sebaiknya juga menguasai ejaan yang disempurnakan dengan baik. Bagaimana
242
memakai tanda baca, memakai kata dan kalimat baku, menggunakan awalan maupun
kata depan, dan lain sebagainya, perlu dikuasai karena hal tersebut akan menunjang
tulisan.
9. Melakukan Swasunting
Editing bukan semata-mata tugas editor. Penulis yang baik juga melakukan editing
tulisannya sendiri. Setelah menyelesaikan tulisan, lakukan swasunting untuk
memerbaiki tata bahasa kalimat dalam tulisan. Swasunting ini tidak hanya berlaku bagi
pemula, semua penulis hendaknya melakukannya.
Kunci dari cara menulis di atas adalah berlatih menulis terus-menerus. Keterampilan
menulis tidak dapat diperoleh secara instan, namun memerlukan latihan dan ketekunan
yang akan mengantarkan kita menjadi seorang penulis yang andal.
243
Tulisan Kreatif: Mengembangkan Tema
ACS Distance Education
Setiap karya tulisan, entah sebuah novel atau surat bisnis, perlu memiliki tema yang
dominan atau ide pokok. Tema ini perlu ditulis dengan jelas dan gamblang tertera dalam
surat atau tulisan teknis. Sedangkan dalam sebuah karya kreatif, tema dapat terungkap
perlahan-lahan dalam pengembangan karya tersebut; tema ini hanya dapat dimengerti
sepenuhnya oleh pembaca di akhir cerita. Akan tetapi, tema diperlukan sejak awal dan
berfungsi sebagai benang penyatu antar setiap bab atau paragrafnya. Setiap bagian dari
tulisan tersebut perlu berhubungan dengan tema yang telah ditentukan. Inilah yang
menyatukan sebuah karya tulisan.
Tema karya kreatif mungkin tidak pernah dinyatakan secara tersurat. Contohnya, tema
pokok dari "Dr. Zhivago" karya Boris Pasternak adalah integritas pribadi, kejujuran kepada
diri sendiri dalam pikiran serta tindakan. Hal-hal ini memang tidak pernah disebutkan, tetapi
ditunjukkan dari sikap karakter-karakter utama; masing-masing dari mereka menampilkan
kekuatan dan keberanian dalam menjaga integritas di dunia yang kejam, kacau, dan
sepertinya tak bermoral.
Dalam sebuah novel, terkadang kita menemukan tema yang bercabang-cabang menjadi
beberapa subtema. Karena ceritanya yang panjang, novel Dr. Zhivago memiliki campuran
beberapa tema dan ide dan ada banyak ruang untuk memunculkan kritik terhadap
kebangkitan komunisme, terhadap perang dan agresi pada umumnya, terhadap kekuasaan
yang berbeda-beda dan juga terhadap cinta. Akan tetapi subtema-subtema ini harus kembali
kepada tema yang utama, untuk memperkaya pemahaman dan pengalaman kita tentang ide
utama tersebut.
Sebagai perbandingan, cerpen pendek atau puisi dapat berfokus sepenuhnya pada satu
tema. Walaupun demikian, terkadang bisa dideteksi adanya acuan tersirat atau bahkan
acuan gamblang tentang ide atau tema-tema lain, karena tidak ada satu ide atau
pengalaman yang berdiri sendiri, tetapi pasti berhubungan dan berkaitan dengan ide serta
pengalaman-pengalaman lain.
Kita dapat mengembangkan tema dengan cara apa saja, atau melalui teknik yang beragam
seperti:
244
simbol atau hal-hal kebudayaan yang diulang, dan
nilai-nilai yang ungkapannya dikontraskan
Salah satu cara untuk merencanakan tulisan adalah dengan menentukan tema pokok,
memikirkan cara untuk mengembangkannya, dan menuturkan kompleksitas serta aspek-
aspeknya lewat beberapa subtema yang berbeda. Tanyakan pada diri kita, "Apa yang ingin
saya katakan?", Kemudian katakan kepada diri kita lagi dan lagi, "Apa yang perlu saya
katakan tentang hal ini?". Meditasi secara terus-menerus tentang tema dapat menghasilkan
harta ide yang melimpah.
Untuk mengerti bagaimana tema dikembangkan, bacalah beberapa cerita pendek dan
novel-novel yang benar-benar kita sukai. Amati bagaimana tema di cerita tersebut mula-
mula diperkenalkan, dan bagaimana tema tersebut dikembangkan. Selain itu, berlatihlah
dengan proses "asosiasi bebas". Untuk melatih proses ini, kita hanya perlu mengamati
beberapa pikiran, gambar, kenangan, orang, peristiwa dll. yang masuk dalam pikiran ketika
kita fokus pada suatu ide. Contohnya, sebut saja kita berencana menulis sebuah tema
tentang tanggung jawab pribadi. Bukannya mencoba membentuk tema itu secara sadar
sejak awal, namun kita tulis saja setiap gambar atau kata yang muncul dalam benak kita.
Setiap orang akan muncul dengan koleksi bahan-bahan yang bersifat pribadi dan sangat
berbeda-beda karena tidak ada dua orang pun di dunia yang menjalani kehidupan yang
sama atau merasakannya dengan cara yang sama. Hasil dari latihan "asosiasi bebas"
seperti ini dapat memberikan bibit-bibit untuk "menumbuhkan" dan mengekspresikan tema
kita. (t/Uly)
245
ketajaman, dan kejernihan berpikir sangat menentukan hasil akhir yang bisa agak
"berat" atau "datar", karena segala macam unsur subjektif harus diminimalkan, terutama
yang akan menimbulkan logika yang miring. Tulisan macam ini adalah tulisan yang
berdasarkan pikiran. Bias diminimalisasi sedemikian rupa dengan pengujian-pengujian
hipotesa dan segala macam tes logika. Tulisan ini mengandalkan pikiran, hampir tanpa
unsur perasaan atau subjektifitas, kecuali dari bias latar belakang penulisnya dan ilmu
yang dikuasainya.
2. Tulisan opini
Ini merupakan tulisan semi ilmiah, namun unsur subjektifnya tinggi karena penulis
bebas memasukkan sudut pandang dari hatinya sendiri. Struktur tulisan-tulisan opini
biasanya dimulai dengan introduksi yang bisa juga berbentuk kalimat tanya atau suatu
asumsi. Kesimpulannya mudah saja, tinggal menjawab pertanyaan di paragraf awal
dengan mengiyakan atau menyangkal asumsi. Tubuh artikelnya memerlukan banyak
data dan pengolahan pikiran.
3. Tulisan jurnalistik
Untuk jenis tulisan yang satu ini, standar yang dipakai di Amerika Serikat adalah standar
The Associated Press. Intinya kedengaran cukup mudah: paragraf-paragraf disusun
berdasarkan kepentingan. Semakin penting informasinya, diletakkan semakin atas.
Semakin tidak penting dan bisa dengan mudah disingkirkan tanpa mengubah arti dan
kredibilitas reportase, akan ditaruh semakin di bawah. Tujuannya ialah supaya
menghemat waktu editing. Penulisan reportase seperti ini biasanya tidak memasukkan
unsur-unsur subjektifitas, kecuali bias alami berdasarkan latar belakang penulisnya atau
media yang diwakilinya.
246
4. Tulisan jurnalistik fitur atau "feature"
Hal yang satu ini sudah diajarkan di bangku sekolah. Mudah saja: pengantar, tubuh, dan
kesimpulan. Pengantarnya bisa bentuk ringkasan dari tubuh artikel, bisa juga kalimat
tesis, atau apa saja, termasuk kutipan yang mewakili isi dari tubuh artikel. Tubuh
artikelnya juga bisa berbentuk cerobong, piramida terbalik, maupun pipa. Kita bisa
menulis seindah dan sesubjektif yang kita inginkan. Tidak begitu banyak aturannya.
5. Tulisan pop, seperti untuk blogging atau "review" pendek.
Idealnya tulisan ini tetap mengandung pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Namun, kalau
tidak cukup tempat karena begitu singkatnya, cukup menuliskan beberapa ide pokok
saja. Tidak perlu bertingkat kalau memang tidak memungkinkan. Jelas subjektifitasnya
sangat tinggi dan kita bisa memuji atau mencaci dengan tanpa banyak halangan.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Situs : Jennie For Indonesia
Penulis : Jennie S. Bev
Alamat url: http://www.jennieforindonesia.com/?p=286
Submitted by team e-penulis on Kam, 13/09/2007 - 2:52pm.
Meringkas, Menyadur, dan Mentranskrip
Kristina Dwi Lestari
Terkadang kita sulit untuk memahami ide sebuah tulisan yang panjang dan tidak jarang juga
kita kemudian membuat ringkasan dari sebuah tulisan tersebut untuk membantu memahami
ide-ide dari si penulis. Hal serupa juga dilakukan manakala kita ingin menyalin tulisan dalam
bahasa lain atau karya tulis tertentu yang inti tulisannya ingin kita ketahui. Untuk ini, cara
menyadur bisa menjadi sebuah alternatif. Meringkas, menyadur, dan mentranskrip memang
memiliki kesamaan. Ketiganya masih berpatokan pada ide orang lain. Meski demikian,
dalam hal mentranskrip, ada sedikit perbedaan. Kegiatan mentranskrip lebih kepada
penyalinan bentuk lisan ke bentuk tulisan. Lebih jauh lagi tentang ketiga hal ini, diuraikan
dalam tiga butir berikut ini.
Meringkas
Menyajikan sebuah tulisan dari seorang pengarang ke dalam sebuah sajian tulisan yang
ringkas bukan hal yang mudah. Kita harus membaca dengan cermat. Hal ini merupakan
upaya kita untuk menangkap gagasan atau ide pengarang. Langkah meringkas bisa dipakai
untuk mengetahui maksud dan tujuan pengarang, juga dalam rangka menyajikan sebuah
tulisan ke dalam bentuk yang ringkas, padat, dan tetap berpatokan pada ide asli pengarang.
Dalam membuat sebuah ringkasan, yang harus kita perhatikan adalah mempertahankan
urutan asli dari ide asli pengarang. Akan tetapi, jangan di campuradukkan pengertian
tersebut ketika kita akan membuat sebuah ikhtisar. Kedua hal tersebut ada perbedaan
patokannya. Dalam membuat ikhtisar, kita tidak perlu mempertahankan urutan karangan asli
dan tidak perlu memberikan isi dari seluruh karangan itu secara proposional (Keraf 1984:
262).
247
Berikut akan kita bahas tentang batasan arti ringkasan. Ringkasan diartikan sebagai
penyajian singkat dari suatu karangan asli tetapi tetap mempertahankan urutan isi dan sudut
pandang pengarang asli. Sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli
secara proposional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu (Keraf 1984:
262). Dengan kata lain, ringkasan adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu
karangan yang panjang dalam bentuk singkat. Lalu apa tujuan dari meringkas tersebut?
Gorys Keraf mengemukakan bahwa membuat ringkasan berguna untuk mengembangkan
ekspresi serta penghematan kata. Latihan membuat ringkasan, menurutnya, akan
mempertajam daya kreasi dan konsentrasi si penulis ringkasan tersebut. Penulis ringkasan
dapat memahami dan mengetahui dengan mudah isi karangan aslinya, baik dalam
penyusunan karangan, cara penyampaian gagasannya dalam bahasa dan susunan yang
baik, cara pemecahan suatu masalah, dan lain sebagainya.
Beberapa bentuk ringkasan di antaranya dapat berupa abstrak, sinopsis, dan simpulan.
Dalam sebuah karya ilmiah (skripsi, laporan akhir, tesis, maupun desertasi), sebuah proses
meringkas biasa disebut juga dengan abstrak (Widyamartana dan Sudiati 1997: 52). Abstrak
atau ringkasan berdasarkan penjelasan Harianto GP (2000: 227) dimaksudkan sebagai
memberikan uraian yang sesingkat-singkatnya tentang segala pokok yang dibahas.
Ringkasan dalam sebuah karya ilmiah hendaknya meliputi dasar masalah, asumsi dasar,
hipotesa, metodologi, data, sumber-sumber pengolahan, kesimpulan, dan saran-saran.
Ringkasan dalam bentuk sinopsis biasa dilakukan pada buku seperti karya fiksi atau
nonfiksi. Bentuk sinopsis merupakan salah satu bentuk ringkas suatu karya yang kiranya
dapat memberikan dorongan kepada orang lain untuk membaca secara utuh (Djuharie dan
Suherli 2001: 12).
Sementara bentuk ringkasan yang lain adalah simpulan. Simpulan adalah bentuk ringkas
yang mengungkapkan gagasan utama dari suatu uraian atau pembicaraan dengan
memberikan penekanan pada ide sentral serta penyelesaian dari permasalahan yang
diungkapkan (Djuharie dan Suherli 2001: 13).
248
Menyadur
Upaya menyalin sebuah tulisan menjadi ringkas dapat dilakukan juga dengan cara
menyadur. Bentuk saduran banyak kita lihat dalam karya fiksi. Penyaduran ini biasanya
terlihat pada karya-karya yang berasal dari bahasa asing.
Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita,
biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian,
laporan, dsb.) atau mengikhtisarkan (KBBI 2002: 976). Dengan demikian, menyadur
mengandung konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan,
atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal. Hal penting yang harus
kita ketahui ialah bahwa dalam menyadur sebuah tulisan, ternyata kita diperkenankan untuk
memperbaiki bentuk maupun bahasa karangan orang lain, misalnya dalam kasus karangan
terjemahan. Dalam sebuah proses penyaduran karya orang lain, kita masih tetap berpegang
untuk tidak mengubah pokok pikiran asal dari penulis aslinya. Sebagai contoh, ketika kita
akan membuat saduran sebuah cerita, konsistensi yang perlu kita perhatikan adalah tetap
berpegang pada alur cerita, ide cerita, maupun plot yang ada di dalam cerita tersebut.
Jangan justru menambahi ide ke dalam cerita tersebut. Suatu hal yang tidak boleh kita
lupakan dalam menyadur adalah dengan meminta izin, mencantumkan sumber tulisan
berikut nama penulisnya.
Mentranskrip
Mendengar kata transkrip, pemahamannya mengacu pada upaya penyalinan sebuah bentuk
lisan ke dalam bentuk tulisan. Transkripsi menurut definisi Harimukti Kridalaksana adalah
pengubahan wicara menjadi bentuk tertulis; biasanya dengan menggambarkan tiap bunyi
atau fonem dengan satu lambang (2001: 219). Hal ini sesuai dengan pandangan J.S.
Badudu bahwa terjadi sebuah penyalinan teks dengan huruf lain untuk menunjukkan lafal,
fonem-fonem bahasa yang bersangkutan (2005: 351). Transkrip dalam hal ini sangat
berguna, khususnya sewaktu kita akan membuat salinan, catatan dari sebuah pembicaraan
ke dalam bentuk tertulis.
Ada beberapa macam transkripsi mengacu pada Kamus Linguistik Harimurti Kridalakasana
(2002: 219). Meskipun sangat kental dengan istilah-istilah linguistik, mengingat
pentranskripsian memang dekat dengan kajian ilmu fonetik, pengenalan macam-macam
transkripsi berikut ini tentulah menambah wawasan kita.
1. Transkripsi berurutan, yaitu transkripsi fonetis dari teks yang berurutan dan bukan dari
kata-kata lepas.
2. Transkripsi fonemis, yaitu transkripsi yang menggunakan satu lambang untuk
menggambarkan satu fonem tanpa melihat perbedaan fonetisnya.
3. Transkripsi fonetis, yi transkripsi yg berusaha menggambarkan semua bunyi secara teliti.
4. Transkripsi kasar, yaitu transkripsi fonetis yang mempergunakan lambang terbatas
berdasarkan analisis fonemis yang dipergunakan sebagai sistem aksara yang mudah
dibaca.
249
5. Transkripsi impresionistis, yaitu transkripsi fonetis dengan lambang sebanyak-banyaknya
yang dibuat tanpa pengetahuan mengenai sistem bahasa tertentu; transkripsi semacam
ini biasa dibuat pada pengenalan pertama suatu bahasa.
6. Transkripsi ortografis, yaitu transkripsi yang sesuai dengan kaidah-kaidah ejaan suatu
bahasa.
7. Transkripsi saksama, yaitu transkripsi fonetis yang secara cermat menggambarkan
kontinum wicara.
8. Transkripsi sistematis, yaitu transkripsi fonetis dengan lambang terbatas yang dibuat
setelah si penyelidik mengenal bahasanya dan setelah segmen-segmen ujaran
diketahui.
Secara garis besar, bentuk transkripsi merupakan bentuk tertulis dari ucapan. Beberapa
contoh bentuk transkrip, misalnya transkrip pidato, wawancara, atau keterangan pers.
Proses tersebut, sebagaimana disebutkan Shaddily dan Echols, sama halnya dengan
mencatat atau menuliskan hasil pembicaraan. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan
menuliskan kata demi kata dari suatu sumber untuk keperluan tertentu (biasanya direkam)
pada alat perekam dan disalin dalam bentuk tulisan.
Cara penulisan dengan meringkas, menyadur, dan mentranskrip, di dalamnya mencakup
cara menyajikan sebuah tulisan, pembicaran ke dalam bentuk tertulis yang tersaji secara
ringkas. Ringkasan dari sebuah tulisan hendaknya tetap menekankan sisi konsistensi akan
sebuah urut-urutan sesuai dengan ide atau gagasan pengarang. Begitu halnya saat kita
menyadur, hal tersebut juga berlaku -- tetap mempertahankan ide dari naskah asli.
Sementara mentranskrip lebih kepada upaya menyajikan sebuah bentuk lisan ke dalam
tulisan. Penyajian hasil tulisan dengan ketiga bentuk tersebut ternyata dapat menjadi latihan
yang baik bagi kita, terutama untuk mempertajam pemahaman kita tentang karya asli. (Keraf
1984:262).
250
Daftar Referensi:
Djuharie, O dan Setiawan, Suherli. 2001. "Panduan Membuat Karya Tulis". Bandung: Yrama
Widya.
Ditranskripsikan, dalam http://ind.proz.com/kudoz/1644238#3789276
Echols, M.John dan Shadily, Hassan. 1989. "Kamus Indonesia-Inggris". Jakarta: Gramedia.
Harianto, GP. 2000. Teknik Penulisan Literatur. Bandung: Penerbit Agiamedia.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. "Kamus Lingusitik". Jakarta: Gramedia.
Keraf, Gorys. 1984. "Komposisi". Flores: Penerbit Nusa Indah
Badudu, JS. 2005. "Kamus Kata-Kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia". Jakarta:
Kompas
Widyamartaya, Al dan Sudiati, Veronica. 1997. "Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah". Jakarta:
Grasindo.
Poon, PM. "Kaedah Pengejaan Istilah Pinjaman", dalam
http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengguna:PM_Poon/Kaedah_pengejaan_istilah_pinjaman
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Jakarta:
Balai Pustaka.
Submitted by team e-penulis on Rab, 05/09/2007 – 1:43pm.
251
Menulis Esai Singkat
Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
Praktik menulis berikut ini bertujuan menanamkan secara lebih mendalam cita rasa tata
susunan (a sense of structure) dalam menulis karangan. Cita rasa ini membangun
kepercayaan diri dalam menghadapi tugas menulis karangan apa pun. Dengan cita rasa ini,
kita percaya akan dapat membuat tatanan kepada gagasan-gagasan kita. Pada umumnya,
orang suka dan ingin dapat mengarang untuk mengungkapkan dan menyampaikan
gagasannya kepada orang lain supaya dipahami.
Mengarang sering dirasakan sebagai momok, mungkin dikarenakan belum tertanam dalam
diri kita sense of structure itu. Kita berlatih membangun cita rasa ini dengan mengandaikan
bahwa kita telah mengadakan penelitian, telah mengumpulkan data dengan metode
pengamatan, wawancara, partisipasi, studi pustaka atau metode yang lain, telah melihat
bermacam-macam hubungan antara data itu (hubungan sebab akibat, hubungan syarat,
hubungan cara, hubungan tujuan, hubungan keanggotaan, hubungan jenis, hubungan
contoh, hubungan detil, dan hubungan unsur), dan telah mengonsepsikan kegiatan
mengarang menurut dasar-dasar mengarang.
Ada delapan langkah dalam praktik menulis esai singkat, yaitu sebagai berikut.
Pertama, tuliskanlah sebuah pernyataan gagasan pokok, berupa satu kalimat lengkap.
Gagasan pokok merupakan pandangan atau pendirian kita tentang topik yang kita pilih. Bila
kita mengarang sebuah esai, pembicaraan kita hendaknya terarah kepada gagasan pokok
itu. Tujuan mengarang ialah membeberkan gagasan pokok kita tentang suatu hal.
Kedua, untuk mengarang esai yang kita rencanakan itu, pikirkan dan rumuskanlah pikiran-
pikiran utama yang mendukung dan membeberkan gagasan pokok tersebut.
Ketiga, untuk mengembangkan dan menjelaskan tiap pikiran utama itu, temukanlah dan
tuliskanlah bukti-bukti atau fakta-fakta penguatnya.
Keempat, kemudian cobalah membangun sebuah paragraf dengan pikiran utama dan
pikiran-pikiran pengembangannya. Sebelumnya, hendaknya ditentukan modelnya: model P-
D-K (Pendirian-Dukungan-Kesimpulan), model P-S-P (Pendapat-Sanggahan-Pendirian),
atau model Inversi (model yang menempatkan gagasan pokok karangan di bagian akhir).
Selain itu, hendaknya diterapkan dan diurutkan unsur-unsur atau komponen-komponen
yang telah ditentukan takarannya. Unsur-unsur pembangun paragraf adalah pembuka,
pikiran utama, pikiran pendukung, pikiran penjelas, peralihan, dan kesimpulan. (Pikiran
pengembang di sini dibedakan menjadi pikiran pendukung dan pikiran penjelas.) Sementara
yang dimaksud dengan "takaran" ialah berapa jumlah pikiran pendukung dalam paragraf.
Kelima, bila tiap-tiap pikiran utama Anda sudah lengkap dengan pikiran-pikiran
pengembangnya, bangunlah paragraf-paragraf berikutnya dengan berpola P-D-K atau pola
yang lain. Namun, hendaknya selalu mengingat gagasan pokok yang hendak kita tuju lewat
esai ini.
252
Keenam, setelah paragraf-paragraf tubuh esai itu selesai dibangun, susunlah paragraf
kesimpulannya.
Ketujuh, setelah kita membangun paragraf-paragraf tubuh esai dan menyusun paragraf
kesimpulannya, kemudian pikirkanlah sebuah paragraf semacam paragraf pengantar untuk
memperkenalkan topik atau masalah dan untuk menarik minat pembaca. Mungkin cerita
kecil atau ilustrasi singkat atau kutipan akan bisa memenuhi tujuan itu. Dalam paragraf
pengantar esai dengan model P-D-K atau P-S-P, dinyatakan juga gagasan pokok esai.
Dalam paragraf pengantar esai dengan model Inversi, paragraf pengantar hanya
membeberkan (menceritakan atau melukiskan) sedikit pembukanya saja.
Kedelapan, setelah memiliki paragraf-paragraf tubuh esai, paragraf kesimpulan, dan
paragraf pengantar, sekarang buatlah revisi atas draf-draf itu dengan menambah atau
mengurangi isinya, dengan cara mengubah atau membetulkan pemakaian atau pemilihan
kata, frasa, dan kalimat. Kemudian, tulislah kembali esai itu, dengan urutan paragraf
pengantar, paragraf-paragraf tubuh esai, dan paragraf kesimpulan.
Bahan dirangkum dan diedit dari:
Buku:Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah
JudulArtikel: Menulis Esai Singkat
Penulis : Aloisius Widyamartaya dan Veronica Sudiati
Penerbit : Grasindo Jakarta, 1997
Halaman : 56-70
Submitted by team e-penulis on Sen, 17/07/2006 - 11:05am.
Bagaimana Menulis Artikel di Media Massa
Hadynur
Ada banyak ragam pengertian artikel. Menurut Sharon Scull (1987) artikel didefinisikan
sebagai bentuk karangan yang berisi analisis suatu fenomena alam atau sosial dengan
maksud untuk menjelaskan siapa, apa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa fenomena
alam atau sosial tersebut terjadi. Suatu artikel kadang-kadang menawarkan alternatif bagi
pemecahan suatu masalah.
Pada saat ini, menulis artikel di media cetak (dan elektronik) sudah menjadi kegiatan yang
terhormat dikalangan intelektual. Identitas dan otoritas seorang intelektual akan terangkat
jika ia dikenal sebagai seorang penulis artikel. Dengan menulis artikel di media cetak,
seseorang akan dikukuhkan sebagai warga intelektual. Namun demikian, "kaum non
intelektual" juga memiliki kesempatan yang sama untuk menulis artikel di media massa.
Belakangan ini banyak para praktisi, profesional bidang tertentu ataupun penulis lepas
(freelance) yang melakukannya.
KENALI MEDIA
Isi sebuah media, sekurang-kurangnya terdiri atas dua hal pokok. Pertama Fakta dan kedua
Opini. Fakta disajikan dalam bentuk berita (meskipun ada banyak media massa yang
beritanya ditulis dengan unsur subjektivitas tinggi), sedangkan opini diwujudkan dalam
bentuk karikatur, tajuk, surat pembaca, kolom, surat pembaca dan artikel. Biasanya, surat
253
pembaca dan artikel memang ditulis oleh penulis luar yaitu pembaca dan masyarakat luas.
Rubrik ini ditujukan sebagai sarana membangun komunikasi dua arah antara redaksi
dengan pembacanya. Di beberapa media tertentu, pengaruh surat pembaca sangat
siginifikan. Misalnya di media nasional seperti KOMPAS dan Tempo. Seseorang yang ingin
menulis artikel di media massa harus paham bahwa media yang ia tuju adalah media yang
dibaca oleh banyak orang. Artinya, pembacanya adalah orang-orang yang beragam, baik
dari sisi usia, pekerjaan, sosial ekonomi, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Impilikasinya,
artikel harus dibuat yang mudah dimengerti oleh semua kalangan pembaca, termasuk efek
sosial politis yang mungkin timbul.
Meskipun pada ditujukan untuk kalangan umum, setiap media memiliki kekhususan tertentu.
Dalam bahasa bisnis disebut sebagai segmen pasar. Ada penerbitan yang isi artikel
ditujukan hanya untuk konsumen bisnis seperti majalah Ekonomi dan Swasembada, dan
khusus di bidang komputer seperti CHIP, Elektro indonesia, Komputek. Majalah keluarga
meliputi antara lain Femina dan Bunda. Majalah keislaman antara lain adalah Sabili,
Tarbawi, Elfata, Hidayatullah dsb. Media massa umum seperti Jawa Pos, KOMPAS, Suara
Pembaruan, Republika, Suara Karya, Surabaya Post dan sejenisnya tetap memiliki segmen
yang berbeda. Semua tergantung kebijakan redaksi masing-masing. Oleh karena itu,
mengenali karakteristik media yang dituju menjadi sesuatu hal yang sangat mutlak bagi
penulis artikel. Seorang penulis artikel harus memahami "selera" dan "misi" masing-masing
penerbitan.
254
AKTUAL
Apa sebenarnya yang ingin dijual oleh media massa ? Informasi. Karena itu salah satu
kehebatan sebuah media biasanya diukur lewat pertanyaan "seberapa aktual informasi yang
disajikan?". Nah, penulis artikelpun harus mengikuti hal ini.
Untuk bisa mengetahui aktualitas berita, penulis artikel dituntut untuk gemar membaca.
Karena itu, sebelum memutuskan untuk menjadi penulis syarat mutlaknya adalah "seberapa
besar minat kita untuk membaca?".
Aktualitas artikel bisa diperoleh dengan mengamati fenomena-fenomena yang sedang
terjadi. Misalnya, ketika terjadi bom Bali II silam, insting menulis kita langsung terusik
"Berarti sistem pertahanan kita lemah?". Berangkat dari hal itu dan didukung sejumlah
referensi, akhirnya muncullah artikel dengan judul "Teknologi Pencegahan Terorisme" yang
kemudian dimuat di media Suara Karya. Atau ketika ramai-ramainya protes warga korban
SUTET PLN di Jakarta yang lalu, muncul tulisan "Berbahayakah Radiasi SUTET" yang
dimuat di Radar Surabaya. Sebenarnya secara subtansial isi artikel diatas tidak terlalu
mendalam (bahkan untuk ukuran intelektual sangat dangkal), tetapi karena media
menginginkan sesuatu yang aktual, fresh dan baru maka yang demikian pun bisa dimuat.
Mungkin logikanya adalah "Jelek sedikit tidak apa, yang penting aktual, ketimbang artikel
bagus tetapi basi”
Jika kita jeli, ada banyak kejadian di masyarakat yang bisa dianalisa. Misalnya tentang
berita masuknya majalah Playboy, masalah impor beras, masalah CPNS atau tentang
bencana alam yang masih terus terjadi. Jadi, kuncinya hanya satu : Banyak-banyaklah
membaca.
DARIMEDIAKECIL
Jika kita seorang penulis pemula, jangan memaksakan diri untuk menulis artikel di media
cetak besar. Lebih baik memulai mengirim artikel pada media lokal sambil mulai
mengenalkan diri kepada redaksi. Syukur jika secara rutin bisa menulis di media yang
bersangkutan. Pada umumnya, redaksi media cetak lokal justru memiliki lebih banyak waktu
untuk menyeleksi dan memberi komentar terhadap artikel yang masuk.
Ada baiknya juga jika kita menjadi penulis dengan spesialiasi khusus. Bukan berarti menulis
sembarang tema tidak boleh, tetapi biasanya redaksi akan memberikan peluang lebih bagi
artikel yang ditulis sesuai dengan kompetensi kita. Misalnya, mengkhususkan diri di bidang
Iptek dan pendidikan.
Penulis-penulis yang sudah punya namapun biasanya hanya menulis artikel sesuai dengan
kompetensinya. Sebagai contoh, Yohannes Surya dan Terry Mat yang konsisten menulis
tentang dunia fisika. R Panca Dahana dengan tulisan seputar kebudayaan. Indra J Pillang
biasanya menulis tentang pemilu. Taufik yang biasa menulis artikel astronomi di KOMPAS.
Anita Lie, Ki Supriyoko lewat tulisannya seputar pendidikan. Hermawan Kartajaya dengan
kolom-kolom marketingnya. Juga ada Hernowo yang biasa menulis artikel tentang baca-tulis
atau Tommy Su yang biasa membahas masalah akulturasi kebudayaan. Di Surabaya, ada
Pak Alisyahbana yang identik dengan tulisan-tulisan tentang problematika tata kota.
255
Akhirnya, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah soal etos kerja. Menulis artikel
memerlukan ketekunan dan kadang-kadang membutuhkan riset kecil-kecilan untuk
mendukung validitas data yang kita tulis. Displin untuk tetap menulis, meskipun artikel yang
kita kirim belum juga dimuat.
Bahan dari:
Sumber : Milis Penulislepas (penulislepas@yahoogroups.com)
Penulis : Hadynur
Submitted by team e-penulis on Sen, 27/03/2006 - 9:42am.
256
Kerangka Dasar Artikel Untuk Majalah
Karen Perkins
Sebelum menulis artikel, kita perlu memiliki sebuah perencanaan yang tepat. Setiap artikel
membutuhkan tema utama yang akan mempengaruhi seluruh aspek lainnya. Setelah
menentukan tema, dibuatlah struktur dan susunan artikel tersebut. Gunakan tema yang
dipilih tersebut untuk membuat kerangka dasar. Kita perlu menyusun suatu kerangka tulisan
karena hal tersebut akan mengatur semua komponen artikel dalam suatu susunan yang
logis. Selain itu, kerangka tulisan menjaga penulis agar tetap fokus pada tema artikel dan
juga membimbing proses penulisan itu sendiri.
Bagian-Bagian dari Artikel
Judul artikel merupakan bagian yang terpenting. Judul memancing minat pembaca dan juga
mengarahkan alur cerita. Bagian-bagian lain artikel adalah pendahuluan, tubuh artikel, dan
kesimpulan.
1. Pendahuluan mengawali artikel.
Pendahuluan harus dapat memikat perhatian pembaca dan menggambarkan ide
pokoknya. Empat macam pendahuluan artikel adalah:
a. kutipan - menggunakan sebuah kutipan yang sesuai dengan tema artikel
b. anekdot - narasi yang mengisahkan sebuah cerita
c. ringkasan - menceritakan apa, siapa, mengapa, berapa, kapan, di mana, dan
bagaimana
d. pernyataan yang mengejutkan - memompa minat pembaca dengan pembukaan
yang tidak biasa
2. Tubuh artikel mengikuti pendahuluan artikel.
Sebuah paragraf harus mengalir lancar dari satu paragraf ke paragraf berikutnya,
dengan panjang kalimat dan struktur kalimat yang beragam agar menambah daya tarik.
Beberapa jenis tulisan yang dapat digunakan di bagian ini termasuk anekdot yang
digunakan untuk menggambarkan ide, kutipan dan percakapan untuk menambah
sentuhan pribadi, serta contoh-contoh spesifik yang memberikan bobot kepada artikel.
3. Tubuh artikel diikuti dengan kesimpulan yang baik.
Gunakanlah bagian ini untuk meringkas ide utama dan menekankan tujuan yang
dimaksud oleh artikel. Selain pengaturan artikel seperti di atas, banyak artikel yang
menggunakan kotak informasi tambahan. Informasi tambahan yang tepat akan
menambah nilai presentasi yang juga akan menarik hati redaksi majalah.
257
dan tanda baca yang benar dan baik. Struktur dari keseluruhan artikel harus diperhatikan
untuk melihat apakah pendahuluan dan kesimpulannya sudah cukup efektif untuk
menyatakan tujuan dari artikel. Masing-masing paragraf dan keseluruhan ide harus mengalir
dengan lancar dan digunakan sesuai dengan tema artikel. Mintalah seseorang membaca
artikel kita untuk memberi komentar dan saran, kemudian luangkan waktu untuk membuat
revisi seperlunya.
Mengirimkan Artikel kepada Redaksi Majalah
Langkah terakhir adalah mengirimkan artikel kepada redaksi. Jawabannya dapat berupa
penerimaan atau penolakan. Jika kita menerima surat penolakan tidak berarti kita tidak
dapat mengirimkan artikel tersebut ke majalah lain. Jika artikel diterima, penulis perlu
memutuskan hak cipta penjualan artikel. Hak sekali pakai adalah hak yang paling
menguntungkan bagi penulis. Entah diterima, entah ditolak, penulis perlu terus melanjutkan
pencarian pasar lain untuk mengirimkan artikelnya. (t/Uly)
Diterjemahkan dari:
Nama situs : suite101.com
Judul artikel How to Write Feature Articles for Magazines: Basic Steps to Well-Written
:
asli Magazine Articles
Penulis : Karen Perkins
Alamat URL : http://freelancewriting.suite101.com/
Submitted by team e-penulis on Kam, 15/04/2010 - 10:35am.
258
Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, bagaimana penggunaan
kalimat dan ketepatan pilihan kata di dalamnya, terutama untuk buku-buku ilmiah.
Aspek teknis; bagaimana tata letak, bagaimana tata wajah, bagaimana kerapian dan
kebersihan, dan kualitas cetakannya (apakah ada banyak salah cetak).
Sebelum melakukan penilaian, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam
garis besar (outline) dari resensi itu. Outline ini akan sangat membantu kita ketika
menulis.
6. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar- dasar dan kriteria-
kriteria yang telah kita tentukan sebelumnya.
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku : Dasar-dasar Meresensi Buku
Penulis : DR. A.M. Slamet Soewandi
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Tahun : 1997
Halaman : 6 – 7
Submitted by team e-penulis on Jum, 24/03/2006 - 4:45pm.
259
Ringkasan Buku
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
Banyak orang yang bertanya: Apa manfaat menulis? Bagaimanakah cara menulis artikel
ilmiah populer, baik untuk koran maupun majalah, menulis kolom dan resensi buku? Apa kiat
untuk menembus media massa? Bagaimana agar artikel yang kita kirim ke koran/majalah
memiliki kemungkinan dimuat? Bagaimana bila artikel kita ditolak redaktur? Bagaimana
mengatur waktu agar tetap produktif menulis meski sibuk kuliah, banyak kerjaan atau tugas?
Pertanyaan semacam ini sering diajukan oleh seseorang yang berminat untuk memulai
menulis. Tidak hanya seorang mahasiswa bahkan profesor atau dosen senior pun tidak
jarang mengalami artikel yang dikirimnya ke media massa ditolak. Yang pertama karena
analisisnya terlalu ‘dangkal’, sementara untuk kasus kedua disebabkan karena bahasanya
‘terlalu ilmiah’ sehingga sulit dipahami oleh masyarakat yang awam akan bidang tulisan
tersebut.
Buku ini diharapkan dapat menjadi ‘tuntunan’ bagi yang berminat untuk memulai ‘beramal
ilmiah’ lewat tulisan ilmiah populer. Tentu saja tuntunan ini tidak akan efektif tanpa disertai
upaya yang keras untuk belajar dan memulainya sejak kini. Kiat hangat-hangat tahi ayam
nampaknya tidak laku untuk ‘keterampilan’ ini.
Buku ini terdiri atas 10 bab, yang mencoba memberikan tuntunan untuk mendalami kiat dan
langkah awal hingga mahir menulis. Bagi seorang pemula, memulai untuk menulis
merupakan hal yang sulit. Namun, kalau menulis surat atau chatting kepada pacar, suami,
istri,atau sahabat kita kok bisa lancar bahkan sampai berlembar-lembar? Artinya,
sebenarnya semua orang memiliki bakat menulis. Tinggal bagaimana kita melatih dan
meningkatkan keterampilan menulis untuk berbagai kebutuhan.
Kegiatan menulis ibarat menciptakan suatu kebiasaan baru. Bagi yang tidak biasa merokok,
apabila tiap hari menghisap satu batang rokok, dapat dipastikan dalam tempo satu bulan ia
sudah menjadi perokok. Demikian juga menulis. Witing bisa jalaran saka kulina. Artinya
seseorang akan bisa menulis apabila ia sudah membiasakan diri (atau ‘memaksakan’ diri
untuk pemula) untuk menulis.
Bab 1 mengupas hal paling mendasar dalam dunia penulisan yakni menumbuhkan motivasi
menulis. Menumbuhkan motivasi menulis sengaja ditempatkan pada bagian paling awal
karena peranannya yang sangat vital dalam keberlanjutan menulis seseorang. Seseorang
akan dapat dan terus menulis jika dan hanya jika dia memiliki motivasi (ruh) dalam menulis.
Tanpa sebuah motivasi, seseorang bahkan dapat dipastikan tidak akan dapat menulis
apalagi terus menulis. Bab ini akan diawali dengan menelusuri ‘Perintah Menulis’, lalu
diyakini bahwa semua orang punya bakat menulis. Bab ini akan diakhiri dengan kiat
bagaimana menjadi penulis produktif.
Bab 2 secara gamblang menunjukkan cara-cara kongkrit mengelola waktu sehingga dengan
waktu yang tersedia kita dapat melakukan berbagai hal, termasuk menulis. “Wah saya tidak
260
punya waktu menulis.” Itulah ungkapan yang sering kita dengar bagi orang yang tidak
pernah merasakan nikmatnya menulis. Padahal kita punya waktu sehari 24 jam, seminggu 7
hari, masak menyisihkan waktu barang 1 hari dalam seminggu, atau 1 jam sehari tidak
sempat? Salah satu rahasia orang sukses adalah kemampuan mereka dalam mengelola
waktu. Orang sukses bukanlah orang yang punya banyak waktu luang. Orang sukses
adalah orang yang disiplin dan cerdas dalam mengelola waktu.
Bab 3 memfokuskan pada tulisan nonfiksi, terutama reportase, esai, artikel opini, dan kolom.
Semua tulisan di surat kabar, majalah, atau media cetak yang bukan berbentuk berita, bisa
disebut artikel. Artikel dalam bahasa Inggris ditulis “article,” yang menurut Kamus Lengkap
Inggris-Indonesia karya S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwodarminto, berarti “karangan.”
Sedangkan “artikel” dalam bahasa Indonesia, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
berarti karangan di surat kabar, majalah dan sebagainya. Yang membedakan salah satunya
adalah pemuatan artikel tersebut (Komara dan Subarkan, 2004). Disebut “artikel opini” jika
artikel itu dimuat pada halaman opini. Dikatakan esai bila diletakkan di halaman seni,
hiburan, atau majalah. Bila dimuat di kolom khusus redaksi, diberi nama “tajuk rencana,”
dan jika dimuat sebagai kolom analisis di halaman pertama surat kabar atau kolom pakar di
majalah disebut “kolom.” Arti dan contoh dari masing-masing tulisan nonfiksi atau artikel
akan menjadi fokus bab ini.
Menulis artikel agak berbeda dengan menulis berita atau cerpen. Kalau Arswendo
Atmowiloto mengatakan, “Mengarang (baca: cerpen atau karya fiksi) itu mudah.” Saya lebih
cenderung mengatakan, “Menulis (baca: artikel) itu gampang-gampang sulit.” Ini menuntut
tidak hanya pemahaman akan masalah atau topik yang dibahas, namun juga cara
pengungkapannya melalui bahasa ilmiah yang pas dengan selera pop. Hal itu akan menjadi
gampang kalau kita sudah terbiasa melakukannya, tetapi akan menjadi sulit bagi yang tidak
tahu kiat dan teknik menulis artikel ilmiah populer. Bagi pemula, problem pertama yang
muncul ketika mau menulis adalah mencari sumber inspirasi. Penulis sejati adalah penulis
yang ketika tidak ada gagasan ia terus mencari dan menggali sumber inspirasi yang ada,
sedangkan orang-orang yang termasuk penulis pemula, ia akan menyerah, berdiam diri dan
lari dari kenyataan yang ia hadapi, dan mengurungkan niatnya untuk menulis saat inspirasi
tak kunjung ada (Majdi, 2009).
Bab 4 secara khusus menyajikan berbagai macam sumber inspirasi yang dapat menjadi
penggerak hati dan mengawali aktivitas menulis, hingga memilih topik tulisan anda.
Jadi jika kita sudah menangkap apa yang dimaksud dengan ‘topik’ itu, mulailah
menuangkannya dalam tulisan. Untuk pemula biasanya diperlukan menulis outline atau
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Nulis) mengenai apa yang mau kita tulis.
Bab 5 menguraikan secara rinci bagaimana menulis pendahuluan, uraian masalah, analisis
masalah, solusi atau alternatif pemecahan masalah. GHBN adalah pola urut-urutan dari
keseluruhan karya tulis yang akan di buat. Tujuan kerangka tulisan adalah agar hasil karya
tulis yang kita hasilkan tersaji dengan rapi, ramping, enak dipandang dan enak dibaca.
Kerangka tulisan pada dasarnya terdiri atas empat bagian (Iqbal, 2009). Keempat bagian
261
tersebut meliputi: (1) Judul/Wajah yang mencerminkan tema; (2) Lead
(sapaan/pendahuluan) yang memancing minat dan gairah; (3) Tubuh yang ramping dan
dinamis; (4) Penutup yang bergaya pamit. GBHN akan sangat membantu agar tulisan kita
sistematis. Sistematika akan memudahkan pembaca untuk memahami ide-ide yang kita
tulis. Bagi penulis, sistematika juga akan memperlancar aliran ide yang hendak ditulisnya.
Bab 6 secara khusus menjabarkan bagaimana kiat dan contoh menulis artikel opini untuk
media massa. Artikel opini dimuat setiap hari di koran atau media masa. Sebagian media
massa biasanya memuat beberapa artikel opini. Bahkan tak jarang ada media massa yang
memberi tambahan artikel khusus yang membahas materi tertentu yang dimuat di halaman
lain. Empat gaya utama dalam menulis sebuah artikel opini- yaitu, eksposisi, deskripsi,
argumentasi dan narasi- juga akan dibahas rinci.
Bab 7 menguraikan bagaimana kiat dan contoh menulis kolom. Kolom adalah sebuah rubrik
khusus di media massa cetak yang berisikan karangan atau tulisan pendek, yang berisikan
pendapat subyektif penulisnya tentang suatu masalah (Samsul, 2003). Kolom sebenarnya
bisa dikatakan mirip dengan artikel opini dan esai, hanya saja tulisannya jauh lebih pendek,
biasanya separuh dari artikel opini. Rubrik ini memang bernama asli “kolom,” tapi banyak
media massa yang menggunakan sebutan lain untuknya. Seperti “Resonansi” dan “Refleksi”
(Republika), “Asal Usul” (Kompas), “Perspektif” (Ummat), dan “Analisis” (Kedaulatan
Rakyat). Indonesia mempunyai banyak kolumnis terkenal, antara lain: Goenawan
Mohammad, Mahbub Junaidi, Emha Ainun Nadjib, Umar Kayam, dan lain sebagainya.
Hanya saja kalau kita cermati gaya penulisan kolom biasanya khas dan berbeda dari artikel
dan esai. Contoh kolom dari masing-masing kolumnis tersebut juga akan dipaparkan di bab
ini guna lebih memahami hakekat sosok kolom ini.
Bab 8 menguraikan bagaimana kiat dan contoh menulis resensi buku. Secara umum,
resensi buku bertujuan memberikan informasi dan pemahaman tentang apa yang tampak
dan terungkap pada sebuah buku, mengajak pembaca untuk memikirkan permasalahan
dalam buku, dan memberi pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku (fiksi atau
nonfiksi) layak mendapat sambutan dari masyarakat. Istilah-istilah lain dalam media massa
yang memiliki kesamaan maksud dan tujuan dengan resensi buku adalah tinjauan buku,
ulasan buku, timbangan buku, pembicaraan buku, dan bedah buku. Untuk menulis resensi
buku, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membaca buku tersebut. Simak baik-
baik kata pengantar penulis yang umumnya menjelaskan secara singkat maksud atau latar
belakang penulisan buku itu, siapa target pembaca, bagaimana komentar para tokoh yang
biasanya dimuat di halaman belakang cover buku, daftar isi, kemudian baru baca buku itu.
Tahap terakhir adalah editing. Inilah yang dibahas dalam Bab 9. Tidak jarang tulisan yang
menarik dan bagus dari sisi ilmiah tidak dapat dimuat oleh Redaksi. Ini pada gilirannya
menghendaki penggunaan bahasa ilmiah yang populer. Artinya secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan, sekaligus enak dibaca dan perlu. Karena itu pengeditan sangat
membantu. Pengeditan akan semakin menyempurnakan bahasa yang kita gunakan. Kita
bisa meminta bantuan kepada rekan atau dosen kita yang telah biasa menulis di media
262
massa untuk tahap pengeditan ini. Atau kalau artikel tersebut ditujukan untuk konsumsi
surat kabar, kita bisa meminta adik kita yang masih SMA untuk membacanya. Yang terakhir
ini barangkali terlihat lucu bin aneh. Namun, percayalah, konsumen utama surat kabar
adalah masyarakat awam yang rata-rata pendidikannya SMA ke bawah.
Tahap terakhir adalah mengirimkannya ke media massa. Bab 10 menguraikan secara rinci
bagaimana kiat meningkatkan peluang dimuat di media massa. Dalam surat pengantar
kepada Redaksi, Anda dapat melampirkan riwayat hidup singkat maupun status kita saat ini.
Pengalaman menunjukkan, Redaksi amat menghargai apabila kita sudah mempunyai
pengalaman menulis atau pernah terlibat dalam dunia pers. Pengalaman menulis di pers
kampus seperti majalah Ekonomika, Keadilan, Equlibrium, Balairung dapat dijadikan
referensi. Apalagi kalau kita pernah menjadi staf redaksi atau bahkan pemimpin redaksi
suatu media.
Jangan putus asa apabila artikel kita ditolak Redaksi. Kita dapat menyempurnakannya, dan
kemudian mengirimkannya ke media lain. Tetapi ingat, jangan mengirim ke media lain
sebelum ada pernyataan resmi (tertulis) dari Redaksi bahwa mereka menolak artikel kita.
Nah, begitulah kiat dan teknik menulis artikel ilmiah, baik artikel opini, resensi buku, maupun
kolom. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, apalagi untuk memulai beramal ilmiah.
Selamat mencoba dan berkarya! Do it now, or Never!
Jogja, Iromejan, Desember 2009
Penulis,
Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D
http://www.mudrajad.com
Penerbit Erlangga
Kantor Pusat
Jl. H. Baping Raya No.100 Jakarta 13740, Telp. (021) 8717006 Fax. (021) 8717006 Ext.145,
8708660, 8717011 e-mail: webmaster@erlangga.co.id, website: www.erlangga.co.id
Ruang Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Lantai II Sayap Selatan Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Email: profmudrajadk@gmail.com
Nababan, Mangatur*)
Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Bersaing, 2006.
Penerjemahan merupakan proses pengalihan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran. Penerjemahan dapat pula diartikan sebagai proses pengambilan keputusan dalam
peristiwa komunikasi interlingual. Dari sudut pandang Studi Penerjemahan Deskriptif
(Descriptive Translation Studies, disingkat DTS), konsep penerjemahan sebagai proses
pengambilan keputusan menjadi sangat penting.
Konsep tersebut dipandang penting karena alasan-alasan berikut ini. Pertama,
263
penerjemahan selalu ditandai oleh perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran,
baik dalam hal strukturnya maupun budaya yang melatarbelakangi kedua bahasa tersebut.
Sebagai akibatnya, dalam setiap praktik penerjemahan, penerjemah dihadapkan pada
masalah ketidaksepadanan, yang lazim dikenal sebagai ketakterjemahan linguistik dan
ketakterjemahan budaya.
Kedua, konsep penerjemahan sebagai proses pengambilan keputusan mengisyaratkan
perlunya proses pemecahan masalah (decision-making process) dalam penerjemahan,
yang direalisasikan melalui penerapan strategi-strategi penerjemahan. Disatu sisi proses
tersebut merupakan proses yang kasat mata karena terjadi dalam otak atau kotak hitam
(black box) penerjemah. Di sisi lain, proses kognitif tersebut sangat menentukan
keberhasilan suatu terjemahan dalam menjalankan misinya sebagai alat komunikasi antar
dua belah pihak yang tidak sebahasa.
Ketiga, suatu produk atau karya terjemahan dihasilkan melalui tahapan-tahapan yang
dicakup dalam proses penerjemahan. Proses penerjemahan itu tidak akan mungkin
terwujud jika tidak ada orang yang melakukannya, yaitu penerjemah dan keberhasilan
penerjemah dalam menjalankan tugasnya akan sangat tergantung pada latar belakang dan
kompetensinya.
Berdasarkan hasil analisis terhadap latar belakang penerjemah, kompetensi penerjemah
dan kualitas terjemahan mereka, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, banyak
penerjemah yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup memadai untuk
menjadi penerjemah. Namun, kemampuan mereka dalam memahami teks bahasa Inggris
yang dibangun dari kalimat-kalimat yang kompleks masih kurang. Keterlibatan mereka
dalam pengembangan profesi sangat minim. Kedua, pengetahuan mereka tentang konsep
dan proses penerjemahan sangat memadai meskipun pengetahuan tersebut tidak selalu
mereka terapkan pada saat menerjemahkan. Dengan kata lain, terjadi kesenjangan antara
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Ketiga, terjadi kecenderungan di
kalangan penerjemah untuk menerapkan pendekatan bottom-up, yang berakibat
pemahaman mereka terhadap teks bahasa sumber kurang baik Sebagai akibatnya, acapkali
timbul kesalahan dalam menafsirkan teks bahasa sumber yang pada gilirannya
menimbulkan kesalahan dalam memilih kata, istilah, dan konstruksi kalimat dalam
terjemahan mereka. Keempat, para penerjemah belum memahami sepenuhnya konsep
keberterimaan (acceptability) dan keterbacaan (readability). Padahal, kedua aspek tersebut
merupakan bagian atau sifat penting dari terjemahan yang berkualitas. Kelima strategi
penerjemahan yang mereka miliki masih sangat terbatas dalam memecahkan
ketidaksepadanan baik pada tataran kata, di atas tataran kata, padanan gramatikal,
padanan tekstual maupun pada tataran pragmatik.
Ada indikasi bahwa para penerjemah sudah memiliki pengetahuan deklaratif yang sangat
memadai. Pengetahuan deklaratif yang seperti itu akan sangat berpengaruh pada praktik
penerjemahan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, disarankan agar pengetahuan
deklaratif yang telah dimiliki dapat digunakan secara konsisten. Oleh sebab itu. para
264
penerjemah perlu menyadari bahwa kedua macam pengetahuan itu harus disinergikan
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul dalam kegiatan penerjemahan.
Perlu disadari bahwa teori penerjemahan hanya menyediakan pedoman umum. Sementara
itu setiap penerjemahan merupakan kasus, yang memerlukan cara khusus dalam
memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam praktik penerjemahan yang
sesungguhnya. Oleh sebab itu, penerjemah perlu meningkatkan kemampuan mereka dalam
menerapkan strategi-strategi khusus penerjemahan.
265
Nomor : MI. 6
Materi : Penyusunan Pedoman/ Juklak/ Juknis
Waktu : 6 jpl (T = 2 jpl; P = 4 jpl; PL = jpl)
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
( MODUL PENYUSUNAN PEDOMAN / PETUNJUK PELAKSANAAN /
PETUNJUK TEKNIK )
Halaman
I. DESKRIPSI SINGKAT .............................................................. 1
II. TUJUAN PEMBELAJARAN .............................................................. 2
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK .............................................................. 2
BAHASAN
IV. BAHAN BELAJAR .............................................................. 4
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN .............................................................. 4
PEMBELAJARAN
VI. URAIAN MATERI .............................................................. 7
VII. REFERENSI .............................................................. 14
MATERI INTI 7
PENYUSUNAN PEDOMAN/ PETUNJUK PELAKSANAAN/ PETUNJUK TEKNIS
I. DISKRIPSI SINGKAT
266
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten,
kota, kecamatan) kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur negara
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pada era otonomi daerah, fungsi pelayanan
publik menjadi satu diantara fokus perhatian dalam meningkatkan kinerja instansi
pemerintah daerah. Oleh karenanya, secara otomatis berbagai fasilitas pelayanan
publik harus lebih didekatkan kepada masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh
masyarakat.
Kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat diharapkan dapat melaksanakan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan serta dapat memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat secara profesional melalui upaya pelaksanaan program pembangunan
khususnya pembangunan di bidang kesehatan.
Dalam modul ini akan dibahas pengertian pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis di bidang kesehatan lingkungan, Kerangka penulisan pedoman,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta prinsip dan teknik serta langkah-
langkah penulisan pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan disertai contoh-contoh buku pedoman, petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis pelaksanaan program di bidang kesehatan lingkungan
267
Pada akhir sesi ini, peserta latih mampu memahami prinsip-prinsip membuat /
menyusun buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis di bidang
kesehatan lingkungan sebagai acuan pelaksanaan penyelenggaraan upaya
kesehatan utamanua kesehatan lingkungan.
268
2. Teknis dan langkah-langkah penulisan penyusunan pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis
Langkah 1
Kegiatan Fasilitator :
Kegiatan Peserta :
269
2. Mendengar / memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting.
Langkah 2
Pokok bahasan 1
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan 1 tentang Pengertian dan ruang lingkup
pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
2. Meminta peserta untuk memberikan komentar.
3. Melakukan klarifikasi.
Kegiatan Peserta :
1. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan.
Langkah 3
Pokok bahasan 2
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 2 tentang Kerangka Penulisan Penyusunan
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
2. Jelaskan atau meminta peserta untuk menjelaskan Kerangka Penulisan
Penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
3. Kemudian berikan soal / bahan diskusi yang berkaitan dengan sub pokok bahasan
(Kerangka penulisan penyusunan pedoman, kerangka Penulisan penyusunan
petunjuk pelaksanaan, kerangka penulisan penyusunan petunjuk teknis
4. lalu peserta diminta untuk menentukan pilihan rancangan mana yang sesuai dengan
soal/ bahan diskusi beserta penjelasannya mengapa memilih rancangan tersebut.
Kegiatan Peserta :
1. Membagi kelompok
270
2. Mendikuikan soal/ bahan diskusi yang berkaitan dengan sub bahasan lalu peserta
diminta untuk menentukan pilihan kerangka penulisan rancangan mana yang sesuai
dengan soal/ bahan diskusi beserta penjelasannya pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis dan menanyakan mengapa memilih krangka penulisan
tersebut / tertentu.
Langkah 4
Pokok Bahasan 3
Kegiatan Fasilitator
1. Mengajak peserta untuk beralih pada materi berikutnya yaitu bahasan 3 tentang
Prinsip dan teknis serta langkah-langkah Penulisan Penyusunan Pedoman/
Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis
2. Menjelaskan atau meminta peserta untuk menjelaskan bahasan 3 tentang Prinsip
dan teknis Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk
Teknis
3. Membahas atau mendiskusikan pokok bahasan 3 tentang Prinsip dan teknis
Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis
4. Mengajukan pertanyaan kepada peserta tentang mengapa kita harus memahami
Prinsip dan teknis Penulisan Penyusunan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/
Petunjuk Teknis, apakah sudah pernah terlibat dalam tim penyusunan buku
pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis serta pertanyaan-pertanyaan lain
yang bertujuan untuk memperkaya pemahaman peserta.
5. Menanggapi komentar / jawaban peserta dengan menyampaikan klarifikasi
Kegiatan Peserta :
Langkah 5
271
Penutup
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar obyektif atau kritik anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, terlihat dan terdengar selama proses serta bersifat saran yang
positif.
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulias pada lembar kerja yang tersedia.
Kegiatan Fasilitator :
2. Tutup acara dengan evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta
di awal sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai
pada akhir sesi. Komentar lian direkam dalam lipchart / komputer untuk
ditayangkan.
PENDAHULUAN
272
digunakan sebagai acuan bagi aparatur kesehatan dan masyarakat dalam
penyelenggaraan program penyehatan lingkungan /kesehatan lingkungan.
Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan/ Kesehatan Lingkungan memerlukan
pedoman sebagai acuan / arahan pelaksanaan program kegiatan agar hasilnya sesuai
dengan target kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Karena itu merupakan bagian
dari langkah awal untuk suatu program/ kegiatan adalah penyusunan pedoman/
petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknik.
Di dalam penyusunan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknik perlu
mempertimbangakan arahan yang tercantum dalam Keputusan Menpan No.
25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang pedoman umum penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Internal Pemerintah, yaitu terdapat 14 indikator kriteria
pengukuran kinerja organisasi, Sebagai berikut:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2. Persyaratan pelayanan yaitu persyaratan teknis dan administratif yang dperlukan
untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai jenis pelayanannya.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepatian petugas yang
memberikan pelayanan (nma, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penylesaian pekerjaan.
6. Kemam[uan petugas pelayanan yaitu keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesakan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaran layanan.
8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/ status masyarakat yang dilayani.
9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan yait keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11. Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
273
13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasanyaman kepada penerima
pelayanan.
14. Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat
merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, maka keberadaan buku pedoman/ petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknik adalah mengikat unit organisasi pemberi pelayanan,
kepada aparatur/ petugas yang memberikan pelayanan dan kepada masyarakat
penerima pelayanan.
274
2. Peranan pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis bidang kesehatan
lingkungan.
Berdasarkan dari maksud dan tujuan serta pengertian pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknik, maka peranannya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pedoman kebijakan bagi para pimpinan dari unit organisasi pelaksana
program/ kegiatan bidang kesehatan lingkungan
b. Sebagai pedoman kegiatan ini merupakan acuan kegiatan bagi semua jajaran
yang berkaitan dengan program/ kegiatan yang dilaksanakan. (meliputi:
pimpinan, staff/ petugas dan masyarakat bila ada).
c. Sebagai pedoman birokrasi sebagai acuan bagi para birokrat/ penanggung
jawab ataupun pengelola program/ kegiatan.
d. Sebagai pedoman administrasi adalah acuan bagi petugas administrasi /
administrator untuk pengadministrasian semua dokumen program/ kegiatan.
e. Pedoman Evaluasi sebagai acuan / petunjuk bagi pimpinan/ aparatur/ petugas
pelaksana program/ kegiatan.
f. Pedoman Integrasi merupakan acuan dalam mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan semua stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan
program/ kegiatan sehingga semua yang terlibat mempunyai persepsi/
pemahaman yang sama dalam mengimplementasikan program/ kegiatan,
termasuk didalamnya adalah menyangkut tugas dan kewenangan masing-
masing unsur dan stake holder.
Pedoman pada umumnya mempunyai ruang lingkup yang lebih universal, umum
dan mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan petunjuk
pelaksanaan /petunjuk teknis. Pedoman merupakan penjabaran dari substansi
program dan perundang-undangan. Ketentuan tata pelaksanaan dan dasar hukum
yang digunakan dalam penyusunan pedoman lebih tinggi dan jangkauan kegunaan
dan cakupannya lebih luas. Seperti: kebijakan dan strategi, substansi program
( ruang lingkup dan sasaran, langkah-langkah program kegiatan, sumber daya,
monitoring dan evaluasi dan tata cara pelaporan dan penyusunan laporan),
stakeholder yang terlibat (kedudukan dan jabatan sehingga jelas tugas dan
tanggung jawabnya).
Sedangkan Petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis merupakan penjabaran untuk
mengimplementasikan buku pedoman, sehingga lebih spesifik dan praktis. Petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknik disusun meliputi tujuan yang ingin dicapai, petunjuk
pelaksanaan dan teknis kegiatan, target fisik, lokasi kegiatan, dana yang
dialokasikan, waktu pelaksanaan, dan para pelaksana.
275
Kerangka Penulisan Penyusunan pedoman/ petunjuk
pelaksanaan/ petunjuk teknis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berisi : alasan pentingnya kegiatan, data penunjang dan dasar hukum
2. Ruang Lingkup
Berisi : bidang / sektor kegiatan yang terkait
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. SASARAN
Berisi : Objek/ Subjek Kegiatan
IV. KEBIJAKAN dan STRATEGI
1. Kebijakan
2. Strategi
V. POKOK KEGIATAN
Berisi :
1. Analisa Situasi
2. Kemitraan
3. Program / Kegiatan
4. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
VI. PENGORGANISASIAN
1. Kewenangan dan Peran
2. Integrasi Kegiatan dengan Organisasi Masyarakat yang Ada
VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
1. Pembinaan
2. Pengawasan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
KATA PENGANTAR
276
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang, berisi :data Penunjang terkini, dasar Perundang-undangan,
diarahkan pada pentingnya kegiatan tersebut
2. Pengertian, berisi: Pengertian/ Definisi yang berkaitan dengan kegiatan /
nama pedoman pelaksanaan
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. SASARAN; Objek atau subjek kegiatan
IV. RUANG LINGKUP; berisi bidang kegiatan yang akan dilakukan pada sasaran
V. STRATEGI OPERASIONAL; berisi Rancangan pelaksanaan secara runtut untuk
mencapai hasil, dengan skala prioritas
VI. KEGIATAN; berisi : Bentuk kegiatan sesuai dengan strategi operasional
VII. SUMBER DAYA; berisi : tenaga pelaksana, prasarana dan sarana serta sumber
dana
VIII. PERANAN SEKTOR TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN; berisi :
Peranan sektor terkait dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan dan
pengembangan kegiatan
IX. KRITERIA KEBERHASILAN; Terukur dan terstandar.
X. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI; berisi pencatatan selama
kegiatan, pelaporan hasil dan evaluasi hasil kegiatan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN; berisi:
1. Dasar Perundang-undangan
2. Diarahkan pada pentingnya kegiatan tersebut
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
III. PENGORGANISASIAN;Pembentukan Tim Kerja / Kegiatan yang terstruktur
dengan jelas peran dan fungsinya
IV. SASARAN; Pelakana kegiatan
V. KRITERIA, berisi : Kriteria yang akan dikerjakan dalam kegiatan
277
VI. PARAMETER, berisi : Tolok ukur kegiatan
VII. LANGKAH – LANGKAH; Berisi : tata cara pelaksanaan kegiatan
VIII. PENUTUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
278
o Validasi dan perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman / petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis.
Pada dasarnya tidak ada teknis dan langkah-langkah baku di dalam penyusunan
buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis. Akan tetapi, beberapa
referensi merekomendasikan bahwa langkah-langkah penyusunan dan penerapan
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis merupakan siklus PDCA (Plan- Do
–Check - Action) atau (Perencanaan – Uji Coba – Pengujian – dan Penerapan).
a. Dalam tahap Plan (perencanaan), ini merupakan tahap dimana buku
pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis mulai disusun. Kegiatan ini,
dimulai dari adalah:
1) Penyusunan dan pembentukan tim ( yang disusun berdasarkan azas
tanggung jawab, pelaksanaan dan keahlian serta keterwakilan dari
masyarakat/ kelompok sasaran program).
2) Identifikasi kebutuhan dan cakupan serta target program yang perlu dibuat
agar pelayanan dan pelaksanaan program dapat berjalan secara effektif,
efisien dan terukur.
3) Inventarisai sumber daya yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang
telibat (berbagai hirarki otoritas) sesuai tupoksinya.
279
4) Kemudian setelah kegiatan-kegiatan tersebut diatas telah siap, maka
proses penyusunan buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
siap dilakukan dengan urutan; menyusun kerangka penyusunan, menulis
dan mengedit substansi/ isi buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk
teknis mengoreksi tata penulisan, tata letak atau format dan lain sebagainya
sampai akhirnya buku pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
tersusun/ siap.
VII. REFERENSI
Anonymous, 2010, Guidlines and Procedures for Developing Programes,
http://dairyalliance.psu.edu/_pdf.
280
Departemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Umum Pengelolaan Kegiatan
Peningkatan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan. Jakarta.
281
Departemen Kesehatan RI, 2005. Pedoman Penyelenggaraan Kabupaten/Kota
Sehat. Tim Pembina Kabupaten / Kota Sehat Tingkat Pusat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Modul Pelatihan Tim penilai Angka Kredit
Jabatan Fungsional Kesehatan. Biro Kepegawaian bekerjasama dengan
Pusdiklatkes. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Lembar Kerja Fasilitator Pelatihan Jabatan
Fungsional Sanitarian Ahli. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta.
Nomor : MI. 7
Materi : Pengembangan Teknologi Tepat Guna di Bidang Kesehatan Lingkungan
282
Waktu : 7 jpl (T = 3 jpl; P = 4 jpl; PL = jpl)
283
Desain
6. Memahami cubluk
teknologi 5. Toilet
pembuatan toilet kompos:
tuang siram Toilet
kompos secara
taker
Perencanaa
n kolong
Keuntungan
dan kerugian
7. Memahami 6. Toilet
teknologi tuang siram:
pembuatan tangki Pelat
septic, tangki jongkok dan
peresapan dan unit air perapat
bidang peresapan Disain
cubluk dan
saluran
buangan
Keuntungan
dan kerugian
7. Tangki
septic, tangki
peresapan, dan
bidan peresapan:
Pembuatan
efluen
8. Memahami Perencanaa
teknologi n bidan
pembuatan peresapan
fasilitas sanitasi Pengujian
umum perkolasi tanah
Letak tangki
septic dan
biadng
peresapan
Keuntungan
dan kerugian
8. Fasilitas
sanitasi umum:
9. Memahami Perencanaa
teknologi n fasilitas
pembuatan alat sanitasi umum
penjernih air Jumlah
kebutuhan
ruang toilet
Lokasi
Fasilitas
tempat mandi
dan cuci
Pembuanga
n effluent
9. Alat
penjernih air:
Bahan dan
alat
Cara
membuat alat
284
penjernih air
285
DAFTAR ISI
PELATIHAN JABATAN FUNGSIONAL SANITARIAN
JENJANG TERAMPIL DAN AHLI
(MODUL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SANITARIAN TEPAT GUNA)
Halaman
I Deskripsi Singkat ....................................................................
II Tujuan Pembelajaran ....................................................................
III Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Bahasan ....................................................................
IV Bahan Belajar ....................................................................
V Langkah-Langkah Kegiatan
Pembelajaran ....................................................................
VI Uraian Materi ....................................................................
VII Referensi ....................................................................
286
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Pada akhir sesi ini peserta latih :
Mampu mengembangkan teknologi sanitasi tepat guna untuk pembangunan jamban
keluarga dan alat penjernih air yang memenuhi syarat kesehatan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Pada akhir sesi ini peserta latih mampu :
1. Memahami teknik pemilihan teknologi sanitasi tepat guna.
2. Memahami teknologi pembuatan bangunan pelindung/ konstruksi bagian
atas jamban dan toilet (latrine and toilet superstructure).
3. Memahami teknologi pembuatan perlengkapan jamban dan toilet (latrine
and toilet fixtures).
4. Memahami teknologi pembuatan jamban cubluk yang diperbaiki dan
berventilasi (CDV) (Ventilated Improved Pit Latrine).
5. Memahami teknologi pembuatan jamban cubluk ganda yang diperbaiki dan
berventilasi (CGDV) (Ventilated Improved Double Pit Latrine).
6. Memahami teknologi pembuatan toilet kompos (Composting Toilet)
7. Memahami teknologi pembuatan toilet tuang siram (Pour- Flush Toilet)
8. Memahami teknologi pembuatan tangki septik, tangki peresapan dan
bidang peresapan (Septic Tanks, Soakaways and Drain Fields)
9. Memahami teknologi pembuatan fasilitas sanitasi umum (Communal
Sanitation Facilities)
10. Memahami teknologi pembuatan alat penjernih air
287
III. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN
Waktu : 7 jpl (T=3 jpl; P= 4jpl; PL= - jpl)
1. Pemilihan Teknologi Sanitasi
a. Dasar pemilihan teknologi sanitasi
b. Pedoman pokok yang diperlukan untuk pemilihan dan perencanaan
teknologi sistem sanitasi
2. Bangunan pelindung/ Konstruksi Bagian Atas Jamban dan Toilet (Latrine and
Toilet Superstructure)
a. Persyaratan teknis
b. Alternatif bahan bangunan
3. Perlengkapan-perlengkapan Jamban dan Toilet (Latrine and Toilet Fixtures)
a. Pelat jongkok untuk jamban CDV
b. Pelat jongkok untuk toilet tuang siram dan jamban kolong
c. Tempat duduk tumpuan (Pedestal Seats) untuk toilet tuang siram dan
jamban kolong
4. jamban Cubluk yang diperbaiki dan berventilasi (CDV) (Ventilated Improved Pit
Latrines) atau jamban cubluk ganda yang diperbaiki dan berventilasi (CDGV)
(Ventilated Improved Double-pit Latrine)
a. Jamban cubluk
b. Pengembangan jamban cubluk
c. Desain cubluk
5. Toilet kompos
a. Toilet kompos secara takar
b. Perencanaan kolong
c. Keuntungan dan kerugian
6. Toilet tuang siram (Pour- Flush Toilet)
a. Pelat jongkok dan unit air perapat
b. Desain cubluk dan saluran pembuangan
c. Keuntungan dan kerugian
288
7. Tangki septik, Tangki Peresapan dan Bidang peresapan
a. Pembuangan efluen
b. Perencanaan Bidang peresapan
c. Pengujian Perkolasi Tanah
d. Letak tangki septik dan bidang peresapan
e. Keuntungan dan kerugian
8. Fasilitas Sanitasi Umum
a. Perencanaan fasilitas sanitasi umum
b. Jumlah kebutuhan ruang toilet
c. Lokasi
d. Fasilitas tempat mandi dan cuci
e. Pembuanagan efluen
9. Alat penjernih air
a. Bahan dan alat
b. Cara membuat alat penjernih air
289
IV. BAHAN BELAJAR
1. Teknik Sanitasi Tepat Guna, John M. Kalbermatten, dkk, Alumni, Bandung, 1987
2. Membuat Alat Penjernih Air, Solusi Praktis mengatasi Air Keruh dan Berbau, Ana
Suhana, Puspa Swara, Jakarta, 2004
3. Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan, Achmad Sujudi
4. Pembangunan Kesehatan Lingkungan Menjelang Tahun 2010, Umar Fachmi
Achmadi
5. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan, Muchlis Adenan
290
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pada sesi ini Anda akan mempelajari 9 (sembilan) pokok bahasan dengan masing-
masing sub pokok bahasannya.
Berikut ini, disampaikan kegiatan pelatih/ fasilitator dan peserta sebagai berikut :
Langkah 1
Kegiatan Fasilitator
1. Menciptakan suasana santai, serius, nyaman dan memberikan motivasi kepada
peserta untuk siap menerima materi.
2. Memberikan gambaran umum pentingnya materi bagi peserta
3. Melakukan evaluasi awal terhadap peserta (pre-test)
Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan diri dan alat-alat tulis yang diperlukan.
2. Mendengar/ memperhatikan penjelasan dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting
3. Mengikuti evaluasi awal (pre-test)
Langkah 2
Pokok Bahasan 1, Sub Pokok Bahasan a dan b.
Kegiatan Fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan pengembangan teknologi sanitasi tepat guna yang
dimulai dengan pokok bahasan pemilihan teknologi sanitasi, sub pokok bahasan
dasar pemilihan teknologi sanitasi dan dilanjutkan dengan sub pokok bahasan
pedoman pokok yang diperlukan untuk pemilihan dan perencanaan teknologi sistem
sanitasi
2. Membuat berbagai pertanyaan situasional dan mengungkit pengalaman pribadi
peserta
3. Mengatur acara berbagi pandangan dan bertukar pengalaman antar peserta
4. Bersama peserta mengungkap berbagai fenomena permasalahan pemilihan
teknologi sanitasi
Kegiatan Peserta :
1. Tuliskan pendapat anda mengenai :
a. Harapan anda pada sesi ini
b. Sejauh mana perlunya materi pengembangan teknologi sanitasi tepat guna
bagi pekerjaan anda
2. Membentuk kelompok peserta
3. Sampaikan pandangan atau pendapat anda dan bagi pengalaman anda masing-
masing kepada peserta lain di kelas anda
291
Langkah 3
Pokok Bahasan 2 Sub Pokok Bahasan a dan b
Kegiatan fasilitator :
1. Menyampaikan pokok bahasan 2 mengenai Bangunan pelindung/ konstruksi bagian
atas jamban dan toilet, beserta sub pokok bahasan persyaratan teknis dan alternatif
bahan bangunan
2. Mendiskusikan teknologi bangunan pelindung/ konstruksi bagian atas jamban dan
toilet
3. Memberikan klarifikasi atas hasil diskusi kelompok para peserta
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan persepsi peserta tentang bengunan pelindung/ konstruksi bagian atas
jamban dan toilet
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
292
Langkah 4
Pokok Bahasan 3 Sub Pokok Bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan pokok bahasan 2 ke pokok bahasan 3 tentang perlengkapan jamban
dan toilet dengan sub pokok bahasan pelat jongkok untuk jamban CDV, Pelat
jongkok untuk toilet tuang siram dan jamban kolong, tempat duduk tumpuan untuk
toilet tuang siram dan jamban kolong.
2. Menanggapi komentar peserta dengan menyampaikan contoh-contoh
perlengkapan jamban dan toilet
3. Menggunakan lembar kerja yang tersedia
4. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas presentasi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Sampaikan secara lisan komentar anda atas ilustrasi yang dipresentasikan
2. Mendiskusikan dalam kelompok bagaimana membuat perlengkapan jamban dan
toilet
3. Hasil diskusi kelompok ditulis dalam lembar kerja
4. Presentasikan hasil diskusi kelompok
5. Berikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 5
Pokok Bahasan 4 Sub Pokok Bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 4 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 4 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tenggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tntang pokok bahasan 4 dan sub pokok
bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 6
Pokok bahasan 5 Sub pokok bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
293
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 5 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 5 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 5 dan sub pokok
bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 7
Pokok bahasan 6 Sub pokok bahasan a, b dan c
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 6 sub pokok bahasan a, b dan c
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 6 dan sub pokok bahasan a, b dan c
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 6 dan sub
pokok bahasan a, b dan c
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 8
Pokok bahasan 7 Sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 7 sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui
tentang pokok bahasan 7 dan sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 7 dan sub pokok
bahasan a, b, c, d dan e
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
294
Langkah 9
Pokok bahasan 8 Sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 7 ke pokok bahasan 8 sub pokok bahasan a, b, c, d
dan e
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 8 dan sub pokok bahasan a, b, c, d dan e
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 8 dan sub pokok
bahasan a, b, c, d dan e
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 10
Pokok bahasan 9 Sub pokok bahasan a dan b
Kegiatan Fasilitator :
1. Mengalihkan ke pokok bahasan 8 ke pokok bahasan 9 sub pokok bahasan a dan b
2. Meminta peserta mendiskusikan dan menuliskan apa yang mereka ketahui tentang
pokok bahasan 9 dan sub pokok bahasan a dan b
3. Memberikan tanggapan dan kesimpulan atas hasil diskusi kelompok
Kegiatan Peserta :
1. Menuliskan apa yang diketahui peserta tentang pokok bahasan 9 dan sub pokok
bahasan a dan b
2. Mempresentasikan hasil diskusi per kelompok
3. Memberikan respons atas tanggapan dari kelompok lain dan fasilitator
Langkah 11
Refleksi tentang substansi dan proses selama sesi berlangsung
Kegiatan Peserta :
1. Berikan komentar obyektif atau kritik Anda, hanya menyampaikan yang relevan
dengan substansi, terlihat dan terdengar selama proses serta bersifat saran yang
positif
2. Berikan rekomendasi secara lisan atau tertulis pada lembar kerja yang tersedia.
Waktu anda 5 menit
Kegiatan Fasilitator :
1. Lakukan evaluasi akhir (post-test)
295
2. Tutup acara evaluasi umum, berikan umpan balik terhadap harapan peserta di awal
sesi. Bandingkan dengan refleksi peserta tentang kompetensi yang dicapai pada
akhir sesi. Komentar lisan direkam dalam flip chart/ computer untuk ditayangkan
3. Lakukan klarifikasi dan kesimpulan seperlunya
4. Berikan penghargaan kepada peserta atas partisipasinya pada sesi ini
Teknologi tepat guna didefinisikan sebagai teknologi yang memberikan tingkat pelayanan
yang dapat diterima pada lingkungan, dengan biaya murah dan tidak melanggar peraturan
atau ketentuan yang berlaku.
Dalam pelatihan ini akan dibahas penanganan masalah sampah yang merupakan hasil dari
produk atau sisa produk yang sudah tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Secara garis
besar sampah terdiri dari sampah organic dan anorganik. Sampah dari rumah tangga
(domestik) yang paling besar adalah sampah organic, baik dari sampah dapur ataupun
sampah dari halaman.
Incenerator yang pernah dicanangkan oleh Pemerintah Daerah, saat ini sudah tidak
diperkenankan lagi, kecuali hanya digunakan untuk pembakaran samapah infeksius. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pengelolaan pada sampah domestic. Selama sampah tersebut
bisa dilakukan daur ulang seyogyanya dikelol a dengan daur ulang, misalnya kertas, plastic
serta sampah jenis anorganik. Sehingga disamping sampah harus dibuang masih
memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali. Untuk sampah organic yang harus dikelola,
maka dapat dilakukan dengan komposting..
KOMPOSTING
Komposting adalah merubah bentuk sampah dari bahan organic menjadi kompos. Sampah
organic bisa bertasal dari rumah tangga, pasar, restoran, warung dan tempat lain yaitu
sawah atau pertanian, yang berupa daun-daunan, sayur mayur. Sedangkan sampah organik
yang sifatnya keras misalnya tulang hewan, batang pohon atau ranting jangan dimanfaatkan
sebagai kompos, karena perlu proses lebih lanjut. Sehingga sampah yang akan dikelola
sebagai kompos sudah terpilah, yaitu terbatas pada sampah organik. Proses pembuatan
kompos akan berjalan dengan baik apabila ukuran butiran sampah kecil-kecil atau lembut,
sehingga proses penguraian pada sampah tersebut akan lebih cepat. Bila sampah tersebut
mempunyai ukuran yang besar-besar maka perlu dilakukan ”grinding” penghancuran
sampah. Proses komposting dapat dilakukan dengan cara aerob, yaitu memanfaatkan
bakteri aerob, dan proses anaerob dengan memanfaatkan bakteri anaerob. Kedua cara
tersebut dapat dilakukan dengan penanganan yang berbeda. Tujuan utama composting
296
adalah meminimasi sampah organic yang mempunyai manfaat lain dan tidak menjadikan
polusi udara. Hasil akhir adalah adalah kompos yang siap digunakan untuk kebutuhan
taman atau pertanian
Secara laboratoris pengukuran C/N ratio akan lebih tepat dan akurat. Namun untuk
petugas dilapangan dan jauh dari laboratorium, maka tabel tadi sudah cukup untuk
dapat digunakan sebagai nilai dalam penentuan C/N ratio.
Apabila kita ingin mendapatkan nilai ratio antara 25 sampai 30, dapat kita lakukan
dengan cara mencampur dari 2 jenis sampah sehingga nilai menjadi terpenuhi.
Misalnya mencampur rumput potong (C/N ratio = 20) dan serbuk gergaji (C/N ratio =
450), caranya adalah :
12 bagian rumput potong ditambah dengan 1 bagian serbuk gergaji.
Perhitungannya :
( 12 x 6 ) + ( 1 x 34)
C / N = -------------------------------- = 29
( 12 x 0,3 ) + (1 x 0,08 )
297
b. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat dibutuhkan dalam proses pembusukan, sebagian besar dalam
peristiwa pembusukan bahan organik adalah jenis bakteri, fungi dan actinomycetes.
Untuk menjamin kelangsungan hidup mereka, maka biasanya ditambah dengan bahan-
bahan nutrient seperti pupuk yang mengandung phosfor.
c. Kelembaban
Kelembaban adalah faktor byang menentukan dalam proses komposting. Kelembaban
dibawah 40 % bahan-bahan organik tidak cepat membusuk. Bila diatas 60 % maka
relatif akan kekurangan udara, sehingga ada kecenderungan proses terjadi anaerobik
yang akhirnya timbul bau. Kelembaban yang baik adalah antara 50 – 55 %.
d. Oksigen
Dalam komposting proses aerobik merupakan dasar proses pembusukan, karena
adanya akibat yang tidak diinginkan (bau). Untuk keperluan tersebut maka suplai
oksigen perlu dilakukan kontinuitasnya.
e. Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi proses komposting adalah temperatur dan derajat
keasaman (pH)
(1) Temperatur.
Suhu yang baik untuk proses biologis adalah (45 – 55)º C. Supaya diusahakan suhu
tidak kurang dari 40 º C dan tidak lebih dari 60 º C.
(2) pH
Derajat keasaman atau pH dijaga agar tidak lebih dari 8. Derajat keasaman yang
baik adalah pH netral antara 7 – 8. Bila terlalu tinggi akan mengurangi hilangnya
nitrogen, yang akan terbentuk amoniak. Padahal nitrogen sangat diperlukan dalam
kehidupan mikroorganisme.
298
3) Luas lahan penghancur sampah
4) Luas lahan proses composting
5) Luas lahan pengayak sampah
6) Luas lahan pengemasan kompos.
7) Luas lahan gudang dan fasilitas
8) Luas lahan perkantoran dan penjualan
299
5) Pengayakan kompos
a) Kompos setelah dilakukan pengolahan selama 20 hari, dilakukan
pengayakan, untuk mendapatkan kompos yang halus.
b) Kompos yang tidak lepas dari ayakan, dimasukkan kembali pada proses
penghancuran.
6) Pengemasan hasil kompos.
a) Dikemas dalam plastik
b) Tanpa dikemas untuk volume besar.
7) Penghancuran kembali kompos yang masih tersisa
Kompos yang masih belum matang atau belum terurai dengan baik maka perlu
dilakukan penghancuran kembali. Atau dicampur kembali dengan sampah
yang sudah dipotong, sebagaimana proses composting awal.
b. Komposting Drum
Pada prinsipnya proses yang dilakukan adalah penguraian bahan organic dengan
menggunakan tempat atau wadah dari drum. Komposter ini dengan volume yang
cukup besar ( 200 liter) sangat baik bila sampah yang berasal dari halaman yang
cukup luas dan setiap hari banyak daun yang harus dibersihkan. Komposter ini
dapat pula ditambahkan sampah dari dapur. Komposter drum yang terisi penuh
akan menjadi kompos sekitar 20 sampai 30 % dari volume sampah
300
Cara Pemakaian Komposter Drum
1. Potong daun-daun yang akan dimasukkan paling panjang sebesar 8 cm.
2. Masukkan daun-daun yang sudah dipotong ke dalam drum.
3. Beri aktivator ke dalam sampah yang sudah di dalam drum.
4. Setiap hari diaduk dan terus ditambah sampahnya.
5. Bila kering maka berikan percikan air lebih bagus kalau air kotor.
6. Bila terlalu basah akan mudah terjadi ulat-ulat yang besar dan beri sampah
yang kering
dan diaduk.
7. Kompos dapat terjadi 1 sampai 3 bulan.
c. Komposting Takakura
Komposter ini paling tepat untuk digunakan hanya pada sampah dapur rumah
tangga, dimana sampah dapur dari sayur, nasi dan lainnya dapat dimanfaatkan
menjadi kompos. Komposter jenis ini karena volume untuk tempat sampah relative
kecil, sehingga sampah yang dimanfaatkan terbatas dari sampah dapur. Walaupun
kecil akan sangat efektif bila dimanfaatkan maksimal sesuai petunjuk yang ada.
301
dibentuk seperti sendok semen. Bila bahan dari PVC akan lebih tahan lama
karena tidak berkarat.
9. Komposter takakura siap digunakan.
2. Komposting anaerob
Prinsip composting anaerob, adalah mermanfaatkan bakteri anaerob untuk
menguraikan bahan organic dari sampah, sehingga unsure C, H, S akan diubah
menjadi bentuk gas oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dapat
berasal dari feses hewan ternak, ataupun lainnya, misalnya dari tempe yang sudah
membusuk, tomat busuk nasi busuk. Proses ini sangat baik bila gas yang didapat
dapat ditampung menjadi gasbio yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bakan
bakar.
302
GAMBAR TAKAKURA DAN KOMPOSTER DRUM
303
PEMBUATAN BIOGAS
Bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, feses hewan yang dilakukan
fermentasi dalam keadaan aerob akan menghasilkan gas-gas dan akhirnya menjadi
pupuk kompos. Sedangkan dalam keadaan anaerob akan dihasilkan gas bio yang dapat
dimanfaatkan dan kompos. Secara harafiah gas bio dapat diartikan sebagai berikut : ”
Gas bio adalah gas yang terjadi dari proses biologis akibat penguraian dari bahan
organik oleh mikroorganisme. ”
Bahan organik yang cukup baik dan mudah dikerjakan sebagai penghasil gas bio
adalah feses hewan. Gas yang dihasilkan akibat fermentasi dari feses hewan tersebut
adalah gas-gas methan, Carbon Dioksida, Amonia, Hydrogen, Prophane, Hidrogen
Sulfida, dan sisa padatan. Gas yang akan digunakan dan dapat dibakar adalah gas
methane.
Dalam merancang gasbio yang perlu diperhatikan agar mendapat hasil yang maksimal
adalah:
1. Bahan baku gasbio Mempunyai C/N ratio cukup tinggi idealnya adalah 25-30
2. Adanya mikroorganisme dalam bahan baku
3. Kelembaban didalam tangki gasbio berkisar (40-60) %
4. Keasaman dalam tangki 5,2 – 8
5. Suhu (5-55)º C
Persyaratan tersebut biasanya sudah terpenuhi secara alami, bila tidak mungkin dapat
dilakukan penambahan bahan sehingga syarat dapat terpenuhi.
Feses hewan ternak yang dapat dikelola adalah sebagai berikut :
304
4. Tangki dapat dibuat permanen (misalnya bak beton) ataupun tidak permanen
(drum).
5. Tangki dilengkapi ”dop” untuk sambungan slang dan diberi ”stop kran gas”.
6. Slang untuk menyalurkan gas ke kompor gas/ tungku
7. Stop kran gas digunakan untuk menghidupkan dan mematikan kompor gas /
tungku
8. Kompor gas / tungku dapat dibuat sendiri.
305
Pembuatan bubur feses pada feses yang basah dengan perbandingan 1:1, yaitu volume
feses sama dengan volume air. Sangat baik bila air yang digunakan berasal dari sungai,
namun bukan dari limbah bekas cucian. Pembuatan bubur ini akan mudah bila tempat
penampungan (wadah) feses telah disiapkan lebih dahulu, yaitu dengan memberi tanda
volume feses. Selanjutnya ditambah air dengan volume 2 kali volume tanda feses tadi.
KOMPOR GAS
Kompor gas dapat dibuat sederhana sekali. Paling sederhana adalah tungku, baik
tungku buatan sendiri maupun tungku dari tanah liat. Bentuk lain dapat dibuat dari
kaleng bekas, bagian alas diberi lubang-lubang dengan paku melingkar menyerupai
lubang pada kompor. Bagian samping diberi lubang agak besar untuk dapat
memasukkan slang yang berasal dari tangki gasbio, dan diletakkan terbalik.
306
307
308
GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN JABATAN SANITARIAN
JENJANG MUDA
Nomor : MP. 1
Materi : BLC (Building Learning Comitment)
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)
309
BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)
DESKRIPSI
Membangun komitmen belajar adalah suatu proses mempersiapkan peserta diklat untuk
mengikuti proses belajar, baik secara individual, kelompok maupun menyeluruh dan
mengubah diri kearah yang positif.
Proses membangun tekad belajar baik fisik, intelektual maupun emosional untuk belajar,
baik secara individual, kelompok maupun organisasi.
Melepaskan segala atribut yang disandang dan segala beban untuk menumbuhkan rasa
kebersamaan, keterbukaan, salingasah, asih serta mengangkat dan menumbuh –
kembangkan potensi diri di dalam kelompok.
Setelah selesai mengikuti materi ini peserta diklat diharapkan dapat mengaplikasikan
konsep membangun komitmen belajar sehingga muncul dorongan motivasi belajar
sepanjang hidup.
MATERI PEMBELAJARAN
METODE PEMBELAJARAN
310
RENCANA PEMBELAJARAN
BagianA
Topik : Pencairan (Ice Breaking)
Metode : Permainan (Menggambar wajah berantai, Test 3 menit, Benang Kusut)
Waktu : 45menit
BagianB
Topik : Harapan dan Kekhawatiran
Metode : Tugas Perorangan dan Kelompok
Waktu : 30 menit
BagianC
Topik : Nilai, Norma, Kontrol Kolektif
Metode : Diskusi Kelompok
Waktu : 60menit
2 PermainanTest 3 menit
a. Peserta diminta duduk di kursi belajar yang telah disediakan dengan formasi “U
shape”.
b. Fasilitator menjelaskan tata cara permainan “Test 3 menit”.
c. Fasilitator membagi lembar “Test 3 menit”
d. Setelah permainan selesai, minta masukan (refleksi) dari peserta tentang makna
permainan ini.
3 PermainanBenangKusut
a. Peserta dibagi menjadi lima kelompok, kemudian dipersilahkan saling berkenalan.
b. Tiap kelompok diminta memperkenalkan anggota kelompoknya.
c. Fasilitator menjelaskan tata cara permainan “Benang Kusut” sebagai berikut :
1) Tiap kelompok membuat lingkaran
2) Cari pasangan di kelompoknya, kemudian tangan kanan ketemua dengan
tangan kanan pasangannya.
3) Pada tangan kiri anda cari pasangan teman lainnya.
4) Kemudian uraikan tangan tersebut sampai membentuk lingkaran. Selama
mengurai jangan sampai tangan anda lepas.
311
TEST 3 MENIT
Bacalah seluruhnya dan kerjakan sesuai perintah. Test ini dimaksudkan untuk melihat
bagaimana kemampuan Saudara melaksanakan/merespon perintah.
Nama :
1 Harapan Pembelajaran
312
Suasana yang berubah dari keadaan rutinitas di lingkungan kerja ke dalam
lingkungan diklat, tentunya disertai harapan agar dapat menjadi pemimpin/individu
yang lebih baik dari sebelumnya. Renungkanlah secara mendalam, apa
sesungguhnya yang menjadi harapan pembelajaran yang ingin Saudara peroleh
Selama mengikuti dikla tini.
Dalam tempat yang tersedia di bawah ini, tulislah harapan-harapan tersebut yang
merupakan prioritas kompetensi (key competence) dan atau perilaku inti (core
behaviour) yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
2 KekhawatiranPembelajaran
313
menghambat harapan pembelajaran pada tempat yang disediakan di bawah ini.
314
Kesetiaan Keberhasilan Kedamaian Kebahagiaan
Kesejahteraan Kekayaan Persahabatan Kearifan
Kebebasan Persaudaraan Kebenaran Keadilan
Kejujuran Kesehatan Kebersamaan Persatuan
Keunggulan Ketegasan Tanggungjawab Ketenaran
Status Penghargaan Kehormatandiri Stabilitas
Kemerdekaan Efisiensi Keamanan Keluarga
Hargadiri Ketulusan Pengabdian Agama
Kepastianmasa Jaminan Membantu orang Menghormatisesama
Reputasi Kredibilitas Kreativitas Kekuasaan
Hakazazi Integritas Keharmonisan Ketenangan
Bergunabagi orang Melayanipadasesama Berkorbanbagi Kelangsungan
lain orang lain hidup
Disiplinpribadi Ketegasan Keluhuranbudi Keikhlasan
Kerjasama Jabatan Kedudukan Keterbukaan
Prestasikerja Kepemimpinan Cita-cita Tujuanhidup
Hidup yang Suksesdalampekerjaan Dipercayaoleh Dihargaioleh
Berarti orang lain orang lain
Kesuciandiri Negara Pekerjaan Bangsa
Alamsemesta Lingkungan Ketaatan Hartakekayaan
Keseimbangan Penghargaan Imajinasi Keimanan
Kasihsaying Perhatian Keakraban Pengetahuan
Informasi Demokrasi Menepatijanji Gairahhidup
Menghargai Usaha danperjuangan Rahmatdan Tantangan
Waktu anuregah hidup
Semangatjuang Prakarsa Keberanian Kesempatan
Kemenangan Keahlian Kepandaian Bakatpribadi
Ide danpemikiran Cinta Keselarasan Persaingan
Kecepatan Ketelitian Kecermatan Ketepatan
Rendahhati Kesopanan Kebudayaan Etika
Pranatahokum Toleransi Musyawarah Kekuatandiri
Kesederhanaan Kenyamanan Kewibawaan Kesabaran
Ayah ibu Pengembangan Pertumbuhan Kemajuan
Ketahanan Fleksibilitas Kualitas Kepribadian
Tugas Perorangan
1. Perhatikan baik-baik semua nilai (value) yang tertera pada lembar himpunan
tersebut di atas.
2. Tandai sejumlah nilai yang rasanya sangat terpaut dalam sanubari Saudara dan
315
besar kesesuaiannya dengan pribadi Saudara.
3. Pilihlah dari nilai ersebut sekurang-kurangnya tiga nilai yang paling besar
kesesuaiannya dengan pribadi Anda.
Tugas Kelompok
Tugas Selanjutnya
Diskusikan norma yang telah dipilih oleh kelompok dengan pertanyaan berikut ini :
1. Apa makna sebenarnya norma-norma tersebut ? Apa yang dapat dilakukan
dengannya walaupun kelompok berada dalam keadaan kurang baik atau kurang
menguntungkan ?
2. Apakah Saudara akan merasakan perbedaan apabila benar-benar mengamalkan
norma tersebut dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari ?
3. Bagaimana menurut kelompok secara nyata akan selalu menganut norma-norma
tersebut dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari ?
4. Apakah tindakan dari kelompok seandainya ada anggota kelompok yang tidak
menaati atau mengabaikan norma-norma tersebut ?
5. Akan seperti apakah kiranya kelompok Saudara apabila segenap anggotanya
benar-benar mengamalkan seluruh norma yang terkandung dalam nilai kelompok
tersebut ?
Harapan Pembelajaran
316
Nilai – Nilai
Norma Kelas
317
KontrolKolektif
Nomor : MP. 2
318
Materi : Teknik-teknik melatih
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)
319
TEKNIK FASILITASI
Deskripsi
Dalam tiap pelatihan, tugas utama seorang fasilitator ialah membantu peserta
pelatihan unluk bekerja dan belajar dengan Iebih baik secara bersama-sama. Dengan
kata lain fasilitator harus menguasai cara memfasilitasi peserta "belajar bagaimana
belajar". Untuk itu, fasilitator hendaknya tidak membiarkan minatnya hanya dalam isi /
konten dan melupakan proses bagaimana peserta pelatihan bekerja.
Pada umumnya, semakin mampu seorang fasilitator menjaga kendali atas dirinya
sendiri, dan tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran semakin baik fasilitator
tersebut melakukan fasilitasi. Fasilitator harus menguasai teknik melatih agar dapat
memfokuskan perhatiannya pada proses dan menempatkan posisi berada di luar
peserta pelatihan, sehingga dapat melakukan fasilitasi dengan baik.
POKOK BAHASAN 1:
PERSIAPAN PROSES PEMBELAJARAN; Penyusunan SAP (Satuan Acara
Pembelajaran)
Apabila GBPP telah tersedia, kegiatan pelatih/fasilitator dimulai dengan menyusun SAP
atau Satuan Acara Pembelajaran dengan ketentuan berikut:
SAP atau Satuan Acara Pembelajaran merupakan dokumen berisi pembahasan topik
tertentu yang digunakan untuk melangsungkan proses pembelajaran
SAP menguraikan secara rinci langkah demi langkah kegiatan pembelajaran yang
dilakukan, metode dan media serta alat bantu belajar apa yang digunakan dengan
estimasi waktunya untuk masing-masing tahapan kegiatan tersebut. Uraian meliputi tiap
tahap pembelajaran mulai dari pendahuluan hingga penutupan.
320
SAP diperlukan sebagai pegangan fasilitator dalam memfasilitasi, agar tidak
menyimpang dari alur dan lingkup materi sajian pembelajaran.
SAP berbeda dengan GBPP, namun SAP mengacu pada GBPP. Komponen GBPP
dimuat dalam SAP ditambah tahapan kegiatan.
Format SAP disusun secara naratif agar dapat dioperasionalkan dengan mudah.
FORMAT SAP
Komponen SAP untuk satu sesi pembelajaran tercantum dalam format berikut ini:
1. Mata Diklat (Materi Pembelajaran)
2. Pokok Bahasan/ Sub Pokok Bahasan
3. Waktu [hari, tgl, jam, durasiJ
4. Tujuan Pembelajaran Umum
5. Tujuan Pembelajaran Kfiusus
6. Kegiatan pembelajaran :
a. Materi Pembelajaran
b. Metoda Pembelajaran
Pada SAP, Anda perlu menentukan batas lingkup materi bahasan yang akan
disampaikan dan perlu diperhatikan cara penyampaian yang menarik. Agar berhasil
baik, dianjurkan agar mengumpulkan informasi terlebih dahulu:
321
POKOK BAHASAN 2:
PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN
A. PENGELOLAAN KELAS.
Pengertian Pengelolaan Kelas : Ditinjau dari segi bahasa, pengelo- laan atau
manajemen artinya adalah mengendalikan dan mengor- ganisasikan.
Apa sajakah yang termasuk ke dalam masalah kelas yang harus dikelola?
Mengelola kelas adalah suatu seni yang harus dikuasai pelatih/fasilitator karena
merupakan bagian dari tugasnya sebagai pelatih. Untuk itu, diperlukan kreatifitas
dalam menciptakan proses pembelajaran dengan suasana kelas yang nyaman,
aman juga menyenangkan.
Masalah pengelolaan kelas terjadi bila tingkat keterlibatan peserta dalam proses
pembelajaran rendah. Masalah ini dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain
oleh orang (peserta, pelatih/fasilitator), sarana (misalnya media pembelajaran dan
fasilitas fisik) dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian fasilitator,
dsb.). Pembahasan berikut ini dibatasi pada masalah pengelolaan kelas yang
timbul dari peserta.
Masalah pengelolaan kelas yang disebabkan oleh peserta dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah kelompok. R. Dreikurs
dan P. Cassel mengemukakan masalah pengelolaan kelas individual dapat
dibedakan menjadi 4 jenis berikut ini:
322
1. Memancing perhatian, misalnya dengan melucu, bercanda atau membuat
keributan di kelas.
2. Konfrontasi atau mencari kuasa, contohnya: melawan, membantah, menentang
dan bertindak emosional.
3. Menyakiti/mengejek orang lain yang lebih rendah, lemah, atau kurang
pengetahuan/pengalaman.
4. Memboikot, beraksi seperti menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis, acuh tak
acuh, atau bahkan menolak sama sekali melakukan apapun.
2. Memberikan motivasi
Motiv timbul karena adanya kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan dasar,
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Diketahui bahwa ada beberapa
cara memberikan motivasi kepada seseorang antara lain melalui pemberian
imbalan, paksaan/perintah, perhitungan untung rugi, atau penghargaan. Di dalam
proses pembelajaran, motivasi peserta dapat ditumbuhkan dengan memenuhi
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai, kebutuhan untuk diakui kelompok, ikut
berpartisipasi. Kebutuhan rasa aman yang dipenuhi juga dapat meningkatkan
323
motivasi peserta yang mengikuti proses pernbelajaran. Rasa aman bisa diperoleh
dengan memberikan perlindungan dari ancaman fisik maupun ancaman terhadap
harga diri. Proses pembelajaran harus dilakukan tanpa ancaman, bahkan
sebaliknya berupa ajakan simpatik. Lakukan motivasi dengan cara yang wajar,
alamiah, namun demikian tetap dijaga agar tidak berlebih-lebihan.
Di lain pihak, peserta latih adalah peserta belajar dewasa (adultlearners) Fasilitator
harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa seperti di bawah
ini :
324
8. Perbedaan individual semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Pertimbangkan perbedaan gaya, waktu, tipe dan kecepatan belajar. Gunakan
metode auditorial, visual, raba dan partisipatori.
9. Orang dewasa cenderung belajar dengan berorientasi kepada masalah.
Tekankan bahwa belajar dapat diaplikasikan dalam format praktis. Gunakan
studi kasus, kelompok pemecahan masalah dan kegiatan partisipatori untuk
meningkatkan pembelajaran. Orang dewasa umumnya ingin segera
menerapkan informasi atau ketrampilan baru kepada masalah atau situasi
terkini.
1. METODE PEMBELAJARAN
a. Pengertian
325
a. Pengertian
Metoda Ceramah seringkali disebut metoda kuliah (The Lecture Method). Dapat
pula disebut dengan metoda deskripsi. Metoda ceramah merupakan metoda yang
memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang
fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Tujuannya adalah agar
peserta pelatihan mengetahui dan memahami materi pelatihan tertentu dengan
jalan menyimak dan mendengarkan. Peran fasilitator dalam rmetoda ceramah
sangat aktif dan dominan sedangkan peserta hanya duduk dan mendengarkan saja.
Metoda ini kurang tepat untuk pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan
orang dewasa menghendaki keterlibatan aktif seluruh peserta.
b. Pemanfaatan
c. Penyampaian
Hal pokok yang menjamin penyampaian agar dapat berhasil dengan baik:
Kata-kata yang dipergunakan harus jelas.
Kata-kata harus diucapkan dalam kecepatan tepat (tidak terlalu cepat atau
terlalu lambat)
Istirahat atau berhenti harus ditempatkan pada waktu logis (bukan pada saat
tanggung)
Menggunakan berbagai variasi: menekankan poin penting secara terencana,
menghubungkan bagian yang satu dengan bagian lainnya dan menggunakan
ilustrasi dengan cara interaktif.
Persiapkan catatan untuk memberi kerangka pada materi pembelajaran
Demonstrasi digunakan untuk mengilustrasikan poin yang sangat penting
Jika ada istilah asing dan tidak lazim, tandai dalam catatan. Istilah harus
dituliskan pada papan tulis, whiteboard, flipchart atau OHT (overhead
transparency).
326
Ringkasan materi ceramah/kuliah/ presentasi
Rangkuman mengenai hubungan antara sesi ini dengan sesi-sesi
lainnya
Rujukan bahan yang harus dibaca
2. Brainstorminp/curah gagasan
a. Pengertian
Curah pendapat adalah metode menggali sebanyak mungkin ide, gagasan, dan
pendapat peserta. Fasilitator melontarkan suatu topik, isu, atau permasalahan
dan mendorong peserta untuk mengem- bangkan pendapat-pendapat orang
lain.
b. Tujuan
327
d. Tugas fasilitator dalam curah pendapat
1) Mengatur lalu lintas pembicaraan, dengan :
Berusaha agar pengajuan pendapat terbuka untuk semua
Mengusahakan agar tidak terjadi dominasi pembicaraan
2) Mendorong peserta yang enggan untuk mengungkapkan pendapat
atau pengalamannya
3) Membuat daftar pertanyaan
4) Memahami pendapat setiap peserta, tidak memotong pembicaraan
orang lain sekalipun tidak setuju dengan pendapat itu
5) Membantu peserta latih yang tersesat agar dapat memperjelas dalam
mengungkapkan ide-idenya.
6) Merangkum hasil pembahasan peserta.
3. Latihan/exercise
a. Pengertian
b. Tujuan
328
c. Fasilitator perlu memiliki kemampuan untuk:
a. Pengertian
Peserta memerankan dirinya sebagai orang lain atau tokoh tertentu pada
situasi yang dirancang secara spesifik atau seperti situasi nyata dan
melakukan dialog seperti permintaan skenario. Melalui penokohan tersebut,
peserta melibatkan dirinya dalam situasi tertentu dan mengekspresikan
sikapnya ketika berada dalam situasi itu.
Penekanan permainan peran terletak pada karakter, sifat atau sikap yang perlu
dianalisa. Permainan peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau
kondisi nyata yang akan dipergunakan sebagai bahan diskusi atau pembahasan
materi terLentu. Diakhir permainan peran, peserta melakukan analisis terhadap
permainan peran tersebut. Para pemain peran diminta untuk mengemukakan
peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula
peserta lain yang menjadi pengamat.
b. Tujuan
1) Peserta dapat menghayati sikap dan tindakan yang mungkin dihadapi oleh
peran yang dimainkannya.
2) Mampu menggunakan pengalaman tersebut dalam menghadapi
permasalahan di tempat kerjanya.
3) Memperoleh atau mengubah persepsi, pandangan, nilai tentang sesuatu
ataupun mengalami perasaan tertentu.
c. Syarat penggunaan
1) Persiapan atau perencanaan dan skenario harus jelas langkah demi
langkah terangkai secara beraturan (sekalipun dapat dilakukan improvisasi
secara spontan tanpa rencana)
2) Peran yang diberikan harus sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan sehari-
hari
3) Harus diarahkan kepada topik pembelajaran dan mendukung tercapainya
tujuan pembelajaran, sehingga tak ada kesan main-main.
d. Langkah-langkah pelaksanaan
329
5) Masing-masing peserta yang bermain peran harus benar-benar memahami
perannya dan berperan sesuai dengan scenario
6) Tunjuk beberapa pengamat yang bertugas mengamati dan mencatat
kejadian selama role play dan lengkapi dengan instrumen pengamatan.
7) Setelah selesai, para pengamat, diminta menyampaikan hasil
pengamatannya dan-para pemeran diminta mengemukakan pengalamannya
dalam memainkan perannya dan menganalisis peranan itu sendiri.
8) Susun hasil refleksi tersebut bersama peserta
5. Simulasi
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Penggunaan
330
1) Tempat dan proses simulasi dapat dipantau oleh fasilitator
2) Bila ada beberapa kelompok, maka sebaiknya setiap kelompok dipandu
dan dipantau oleh seorang fasilitator.
3) Skenario disusun secara rinci dan jelas.
4) Pengulangan dan perbaikan (remedial action) sebaiknya dilakukan sesuai '
kebutuhan.
6. Demonstrasi
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Penggunaan
Metode ini efektif bagi fasilitator dalam membantu peserta mencari jawaban
atas pertanyaan antara lain:
1) Seperti apakah bentuknya?
2) Bagaimana cara membuatnya?
3) Terdiri dari bahan apa?
4) Cara yang mana yang paling baik?
5) Bagaimana dapat diketahui kebenarannya?, dsb
d. Syarat penggunaan
1) Alat peraga yang sesuai
2) Dapat dilihat oleh semua peserta
3) Akan lebih baik jika dilakukan di ruang demonstrasi
4) Waktu yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan belajar peserta
dan tujuan yang akan dicapai.
e. Langkah-langkah pelaksanaan
1) Menyiapkan alat dan bahan peraga
2) Menjelaskan tujuan dan teori demonstrasi secara singkat
3) Proses pada setiap langkah atau tahapannya diperlihatkan secara jelas
7. Coaching
a. Pengertian
331
anatomik atau yang diistilahkan sebagai phantom). Peserta
mensimulasikan ulang interaksi dan ketrampilan yang diperoleh dan coach
pada alat kerja, boneka model anatomik ( dikenal di klinik sebagai
phantom) dalam ruang yang telah ditata seperti di tempat kerja
sebenarnya (misalnya: klinik, bengkel, dsb).
b. Tujuan
c. Langkah-langkah pelaksanaan
Sebelum memilih suatu metode yang akan dipergunakan, ada baiknya ketahui terlebih
dahulu hal-hal berikut ini:
a. Tujuan sesi
b. Kompetensi yang akan dicapai (Marpaung dan Saptoaji, 2002)
c. Tujuan pembelajaran
d. Jumlah sasaran atau besarnya kelas (Sianipar dan Supono, 2002)
e. Kemampuan diri sendiri
f. Daya serap dalam proses pembelajaran (Lunardi, 1982).
332
CONTOH CARA MEMILIH METODE
JUMLAH
KOMPETENSI
TUJUAN PESERTA
No SIFAT MATERI YANG AKAN METODE
PEMBELAJARAN (BESAR
DICAPAI
KELAS)
1. Informasin atau Memahami Kognitif : Mampu Lebih dari 15 Ceramah, kuliah,
pengetahuan informasi atau menerangkan orang presentasi.
pengetahuan menyebutkan,
menjelaskan prinsip,
konsep, dalil
2. Pembelajaran Mendapatkan Pengalaman Kurang dari Latihan
penyelesaian masalah/ 20 orang
soal/kasus
3 Pembelajaran Menerapkan Psikomotor: Individu Penugasan
pengetahuan mampu atau
tanpa mempraktekkan, kelompok
bimbingan mengoperasikan (tidak
(mandiri) terbatas)
4 Pembelajaran Melakukan Psikomotor: mampu Kurang Praktikum
pembuktian, menciptakan,mende dari 20
percobaan, sain, memperbanding orang
ujicoba kan
5 Informasi, Memahami Kognitif dan afektif: Kurang Demonstrasi (di
pengetahuan, antara lain: mampu menguraikan, dari 50 kelas atau
pembelajaran proses mengidentifikasi, orang faboratorium)
kegiatan, menggambarkan,
obyek menganalisis dan
mensintesis antara lain
teknik, meka nisme,
cara kerja, kandungan/
bahan dalam suatu
obyek.
333
2. MEDIA PEMBELAJARAN
a. Pengertian
Media pembelajaran bukanlah media massa atau media individu, tetapi media yang
dipakai pada proses pembelajaran di dalam pelatihan. Namun ada baiknya jika
secara singkat disampaikan mengenai mediasi dan dampaknya. Secara umum
disepakati bahwa setiap pelatih/fasilitator atau guru adalah mediator yang
menyampaikan banyak pesan berisi informasi dan materi belajar kepada peserta/
murid.
Media bukan juga peralatan. Media dalam pendidikan secara fisik adalah perangkat
lunak (software) berupa isi pesan/ informasi yang dikembangkan dafam berbagai
bentuknya dan disampaikan menggunakan berbagai alat bantu teknis/ perangkat
keras (hardware).
b. Penggunaan
334
Koran, majalah, buku, manual,
Huruf cetak dengan gambar
poster
E-mail, konferensi berbasis
Teks pada layar dengan atau tanpa
komputer, jurnal yang
gambar
ditayangkan secara on line
Kata yang diucapkan (dengan atau tanpa
Radio, kaset audio, telepon, CD
efek suara)
Kata yang diucapkan, dengan obyek,
Audiovisual
tekscetak, atau teks pada
Kata yang diucapkan dengan gambar Televisi, kaset video,
bergerak(dengan atau tanpa efek suara) konferensi berbasis video
e. Pembuatan media
335
Perhatikan beberapa hal dalam memproduksi media visual., misal: Media visual
Overhead Transparency (OHT), atau Power point. Berikut ini, aturan pengembangan
media pembelajaran OHT atau slide menggunakan software Power point.
1. Tuliskan terlebih dahulu gagasan/ide dalam kertas, kemudian buat susunan/ alur
pesan (storyboarding), tuangkan dalam transparansi.
2. Sediakan kertas bergaris, kertas millimeter sebagai batas penulisan huruf agar rapi
3. Gunakan kertas tersebut sebagai alas kertas transparansi
4. Buat kotak tayangan dengan ukuran tinggi 7,5 inci atau 18 cm dan lebar 10 inci atau
23 cm
5. Buatjudul dengan huruf kapital
6. Buat bagian isi dengan huruf kecil (sentence case), maksimal 10 baris dan tiap
barisnya sebanyak-banyaknya terdiri dari 7 kata
7. Gunakan huruf sederhana, tidak banyak variasi dan mudah dibaca. Huruf yang
banyak dipakai adalah Arial atau Times New Roman. Ukuran minimal 24 point/6 mm
8. Gunakan warna kontras antara warna dasar (latar belakang) dan warna huruf.
Teks menggunakan warna-warna gelap seperti hitam, biru tua, coklat tua dan
warna dasar/ latar belakang cerah. Hindari tulisan berwarna silau dan sulit
terbaca seperti warna merah. Warna tua pada latar belakang dan tulisan
berwarna muda akan memberi kesan tulisan lebih besar. Demikian pula
sebaliknya.
9. Pesan yang disampaikan hanya kata-kata kunci, sehingga harus padat, singkat
dan jelas (tidak bermakna ganda), menarik (impresif) namun sederhana.
10. Satu lembar tayangan berisi satu pesan
11. Gunakan gambar/ ilustrasi yang sesuai
C. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pelaksanaan harus sesuai dengan jadwal, kecuali ada perubahan yang disepakati
2. Dinamisasi kelas disebut sebagai fase pencairan meliputi kegiatan (a) perkenalan
dengan seluruh peserta, panitia termasuk MOT, fasilitator; (b) membentuk tim,
membangun kesepakatan dalam proses pembelajaran, mengidentifikasi kebutuhan
belajar peserta
3. Proses pembelajaran dilangsungkan dengan memperhatikan:
a. Filosofi pelatihan yang telah ditetapkan sejak awal.
b. Sekuensi penyampaian materi. Apabila terjadi penyimpangan dan tidak dapat
dipertahankan, MOT mengambil peran untuk menyelaraskan proses.
c. Pilihan metode dan media yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta,
bahan belajar, ruangan/tempat belajar, dll.
4. Jaga hubungan dengan peserta dan pertahankan motivasi peserta hingga akhir sesi
POKOK BAHASAN 3:
336
EVALUASI PROSES PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam sebuah kegiatan pelatihan mempunyai
kaitan erat dengan materi pembelajaran, metoda pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui sejauh
mana peserta dapat menyerap materi pelatihan, hal ini dapat diperoleh informasinya
melalui evaluasi. Evaluasi yang Baik haruslaih dicocokan pada tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai seperti tertuang dalam Tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan
Pembelajaran Khusus yang merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum atau tujuan
pelatihan.
1. Pre test (disesuaikan dengan kebutuhan) yang antara lain bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal, menentukan strategi pembelajaran, atau mengukur
peningkatan yang diperoleh peserta (dibandingkan dengan hasil Post test )
2. Evaluasi terhadap tingkat pencapaian kompetensi peserta dapat dilakukan pada
akhir setiap sesi pembelajaran atau akhir pelatihan, antara lain menggunakan:
a. Portofolio
Berupa catatan, kumpulan hasil karya peserta yang didokumentasikan secara baik
dan teratur. Dapat berbentuk tugas, jawaban peserta atas pertanyaan fasilitator,
catatan hasil observasi fasilitator dan laporan kegiatan peserta.
b. Tes/ujian
Diberikan dalam bentuk soal atau kasus untuk dijawab. Jawaban dinilai oleh
fasilitator. Sebagai evaluasi sumatif, tes atau ujian dilakukan untuk kepentingan
dalam menentukan peringkat, kelulusan [passing grade], pemberian sertifikat,
evaluasi terhadap kemajuan, atau penelitian terhadap efektivitas kurikulum dan
perencanaan pelatihan. Sebagai penentu tingkat kelulusan dapat dipilih 2 [dua]
patokan yang biasa digunakan yakni Penilaian Acuan Norma [PAN] yang diacukan
337
kepada rata-rata kelompoknya dan Penilaian Acuan Patokan [PAP] yang diacukan
kepada penguasaan tujuan pembelajaran oleh peserta.
2. Sedangkan evaluasi pada tahap uji coba merupakan evaluasi formatif. Evaluasi
ini dirancang untuk proses sitematik memberikan informasi tentang ketepatan
mated pembelajaran atau program pelatihan. Dapat digunakan pelatih untuk
melakukan perbaikan hasil belajar peserta. Biasa dilaksanakan sebelum kelas
berakhir, sehingga masih terdapat kesempatan untuk memperbaiki.
VI. REFRENSI
338
5. Evans, T, 2002, Metode, Texts and Technologies in Flexible, Online and
Distance Education, Study guide, Victoria
6. Lunardi, A.G, 1982, Pendidikan Orang Dewasa, PT. Gramedia, Jakarta
7. Mardjani dan Azhari, 2002, Pengukuran hasil Belajar, Lembaga Administrasi
Negara RI
8. Marpaung dan Saptoaji, 2002, Komunikasi dan presentasi efektif dalam
pembelajaran, Bahan ajar diklat kewidyaiswaraan berjenjang tingkat pertama,
Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta.
9. Sianipar dan Supono, 2002, Desain Instruksional, Bahan ajar diklat
kewidyaiswaraan berjenjang tingkat pertama, Lembaga Administrasi Negara
RI, Jakarta.
10. Sudjana N dan Rivai, A, 2001, Media Pengajaran, Sinar Baru Algensido,
Jakarrta
11. Yin, Robert K, 2003, Studi kasus (desain dan metode), PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Nomor : MP. 3
Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 4 jpl (T = 1 jpl; P = 3 jpl; PL = jpl)
339
RTL penyusunan RTL Disko LCD
2. Menjela 2. Sistematik - -
skan sistematika a Penyusunan Penugasan OHP
penyusunan RTL RTL -
3. Menjela 3. Langkah – Bahan diskusi
skan langkah – langkah
langkah penyusunan RTL
penyusunan RTL
4. Menyus
un RTL
340
Brainstorming
CTJ
Diskusi
Penugasan/kasus
Latihan
Proses pelatihan dilaksanakan melalui tahapan berikut :
1) Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen
belajar di antara peserta
2) Pembukaan
3) Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
melaksanakan tugas.
4) Penjajagan awal peserta dengan memberikan test awal (Pre Test)
5) Review dan pembahsan materi inti di kelas
6) Penugasan/ Diskusi kelompok, tanya jawab tentang materi
7) Refleksi materi
8) Rencana Tindak Lanjut (RTL)
9) Tes Akhir (Post test) untuk mengetahu penyerapan materi
10) Evaluasi penyelenggaraan untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan
pelatihan.
11) Penutupan
Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif sepenuhnya
dalam proses pembelajaran, secara umum sebagai berikut :
1) Fasilitator mempersiapkan peserta latih untuk siap mengikuti proses pelatihan
2) Fasilitator menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada
setiap materi.
3) Fasilitator dapat mengawali pembelajaran dengan :
a. Penggalian pengalaman peserta
b. Penjelasan singkat tentang seluruh materi
c. Penugasan dalam bentuk individu atau kelompok
4) Pada akhir sesi dan peserta latih merangkum dan atau pembulatan.
Metode pembelajaran dalam pelatihan ini berdasarkan pada prinsip :
1) Peran serta aktif peserta (active learner participatory) sesuai dengan
pendekatan pembelajaran (learning)
2) Penciptaan iklim pembelajaran yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya
komunikasi interaktif
3) Oleh karena itu metode yang digunakan selama proses pembelajaran
diantaranya adalah :
a. Ceramah dan Tanya Jawab
341
b. Curah pendapat, untuk penjajagan pengethauan dan
pengalaman peserta terkait dengan materi yang akan diberikan
c. Penugasan berupa : Diskusi kelompok/
d. Praktek Lapangan
E. EVALUASI PELATIHAN
Evaluasi pada pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian Ahli jenjang Pertama, Muda, dan
Madya pada prinsipnya sama yaitu :
1. Evaluasi Hasil Belajar
Yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap peserta pelatihan melalui :
a. Penjajagan awal melalui pre test
b. Pemahaman pembelajaran terhadap materi yang telah diterima (post test)
c. Evaluasi formatif untuk setiap hasil penugasan.
Standar minimal evaluasi hasil belajar adalah evaluasi terhadap pencapaian tujuan
pembejaran tujuan pembelajaran khusus.
342
c. Manfaat setiap mata sajian bagi pelaksanaan tugas
d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi
e. Mekanisme pelaksanaan pelatihan
f. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan
g. Pelayanan kesekretariatan terhadap peserta latih
h. Pelayanan akomodasi dan lain-lain
i. Pelayanan konsumsi
j. Pelayanan kesehatan
k. Pelayanan kepustakaan
l. Pelayanan komunikasi dan informasi
F. BIAYA
Pembiayaan pelatihan ini berasal dari Swadana Peserta (Terlampir biaya pelatihan).
G. SERTIFIKASI
Peserta latih yang telah mengikuti pelatihan, minimal 90% dari jumlah jam pelatihan dan
dinyatakan berhasil sesuai dengan hasil evaluasi belajar akan diberikan sertifikat
pelatihan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan R.I. dengan angka kredit 2
(dua).
BAB IV
PENUTUP
343
Oleh karena itu dengan telah tersusunnya standarisasi ini diharapkan ada kesamaan dalam
komponen peserta, komponen platih, komponen kurikulum, maupun komponen
penyelenggara pada setiap penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional sanitarian baik
yang dilaksanakan di pusat maupun daerah.
Pelatihan pejabat sanitarian ini merupanan pelatihan yang terstandar nasional sehingga
pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan akreditasi pelatihan dan akreditasi institusi.
Kurikulum Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian ini mengacu pada standar pelatihan
Jabung Sanitarian secara Nasional. Oleh karena itu dengan telah tersusunnya kurikulum ini
diharapkan Pelatihan Jabatan Fungsional Sanitarian dalam pelaksanaannya dapat
dilaksanakan dengan baik.
344