Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah-
Nya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk
Assessment (EHRA) di Kabupaten Klaten diselesaikan.
Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga
profesional, dunia usaha dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Pengelolaan Sanitasi
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Klaten.
Buku ini telah disusun seakurat mungkin dengan melibatkan semua pihak, yang berkompeten,
untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
melakukan survey, entry data, memberikan saran, pendapat dan kontribusinya sehingga buku
dokumen Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Klaten dapat terselesaikan.
Ibarat “tiada gading yang tak retak”, tidak menutup kemungkinan dokumen Environmental
Health Risk Assessment (EHRA) masih terdapat berbagai kekurangan. Kami harap adanya masukan
untuk penyempurnaan dokumen ini, sehingga nantinya mampu memenuhi kebutuhan informasi yang
terkait dengan kesehatan lingkungan di Kabupaten Klaten oleh semua pihak secara lengkap dan
akurat.
Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan
Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami
kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke
kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:
1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat
kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan
kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor
pemerintahan secara eksklusif
5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat
kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun
advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang
dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal
lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi
kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”.
Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Klaten mengingat area sumber data yang akan diteliti
sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai
berikut:
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/
kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/
desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif
menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh
ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)
Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100%
∑ KK
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Klaten menghasilkan katagori klaster
sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN 4
pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko
kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu
klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada
klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area
berisiko Kabupaten Klaten.
Katagori
Kriteria
Klaster
Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria
indikasi lingkungan berisiko.
Klastering wilayah di Kabupaten Klaten menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada
Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap
memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili
kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi
desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel
RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada
dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga
harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random,
sehingga akan ada minimal 5 responden per RT
Dimana:
• n adalah jumlah sampel
• N adalah jumlah populasi
• d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05,
sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja AMPL Kabupaten
Klaten metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak X1 sehingga
jumlah sampel yang harus diambil sebanyak X1 X 40 = 1.600 responden.
Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2011 Kabupaten Klaten
Jumlah
No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih
Responden
4 3 Karangnongko Kadilajo 40
prambanan Brajan 40
Klaten Tengah Mojayan 40
Trucuk Planggu, Sajen 80
5 4 Cawas Tirtomarto 40
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per
RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8
(delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.
• Urutkan RT per RW per kelurahan.
• Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan
jumlah yang akan diambil.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan
agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya,
penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu
sendiri. Tahapannya adalah sbb.
• Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga
berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
• Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5
(lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5
• Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh
dibawah misal angka mulai 2
• Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.
Pelaksanaan survey EHRA dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi eksisting sarana
sanitasi yang ada ditingkat masyarakat serta perilaku masyarakat terkait dengan perilaku hidup bersih
dan sehat. Indikator penentuan tingkat resiko kesehatan masyarakat didasarkan pada : 1) Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga, 2) Pembuangan Air Limbah Domestik, 3) Drainase Lingkungan Sekitar
Rumah dan Banjir, 4) Sumber Air, 5) Perilaku Higiene dan 6) Kasus Penyakit Diare
Berdasar grafik 3.1. mayoritas desa tidak memiliki tempat pengelolaan sampah, terutama di desa
Tegalrejo yaitu sebesar 47,5%
Berdasar grafik 3.2. diperoleh data bahwa sebesar 46.6% kluster belum memiliki tempat
pengelolaan sampah, prosentase terbesar (14.2%) berada di kluster 0.
Secara umum pengangkutan sampah oleh responden sudah tepat waktu, akan tetapi di
wilayah cluster 2 masih terdapat 3.3% responden yang lambat dalam penganggkutan sampah
Berdasar hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden menggunakan tanki septic
untuk pembuangan akhir isi tinja, namun masih ditemukan responden yang membuang isi tinja di
cubluk, drainase, sungai, kolam dan kebun, prosentase terbesar di desa Jagalan yaitu sebesar 72.5%
Hasil survei menunjukkan bahwa wilayah kluster dimana mayoritas responden masih membuang
isi tinja berisiko yaitu di cubluk, drainase, sungai, kolam dan kebun adalah di kluster 0 yaitu sebanyak
33.3% dan prosentase terndah di kluster 4 yaitu 10%.
Grafikl 3.8. menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah memiliki tanki septic yang suspek
aman. Namun masih terdapat responden yang kondisi tanki septicnya tidak aman, prosentase terbesar
di desa Brajan yaitu sebesar 65%.
Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam pembuangan tinja anak balita
termasuk dalam kategori tidak aman, prosentase terbesar di desa Bolali yaitu 46.3%.
Grafik 3.12. menunjukkan bahwa desa dengan prosentase paling tinggi tidak memiliki saluran
limbah adalah desa Jiwan yaitu 97.5% dan prosentase terendah di desa Plosowangi yaitu 2.5%
Grafik 3.13. menunjukkan bahwa kluster dengan prosentase paling tinggi tidak memiliki saluran
limbah adalah kluster 4 yaitu 57.5%
Kondisi saluran air rumah tangga merupakan indikator yang menjadi peranan penting pada Survey
EHRA, karena saluran air yang tidak memadai beresiko memunculkan penyakit terutama deman
berdarah dan malaria. Dalam pelaksanaan Survey EHRA masalah saluran air menjadi pengamatan
tersendiri yang dilakukan oleh enumerator untuk mengamati keberadaan saluran air di sekitar
rumah responden. Saluran air yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas
penggunaan rumah tangga.
Enumerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan
melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Sedangkan saluran air yang
memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna air cenderung bening atau bersih, dan tidak
adanya tumpukan sampah di dalamnya.
Secara umum tidak ditemukan genangan air di halam rumah penduduk, namun masih terdapat
juga genagan air di halam rumah penduduk khususnya di desa Plosowangi yaitu sebesar 45%
Secara umum tidak ditemukan genangan air di halam rumah penduduk, namun masih
terdapat juga genangan air di halaman rumah penduduk khususnya di wilayah kluster 3 yaitu
sebesar 13.6% dan prosentase ternedah di kluster 2 yaitu 4.8%.
Secara umum air bersih yang digunakan sudah memenuhi syarat karena tidak tercemar tinja
manusia. Namun masih terdapat responden dengan air masih tercemar, prosentase terbesar di desa
Brajan yaitu sebesar 55%
Secara umum air bersih yang digunakan sudah memenuhi syarat karena tidak tercemar tinja
manusia. Namun masih terdapat responden dengan air masih tercemar, prosentase terbesar di
Wilayah Kluster yaitu sebesar 24.2%.
Berdasar Grafik 3.18. diketahui bahwa secara umum responden sudah melakukan penyimpanan
air. Namun masih ditemukan juga responden yang tidak melakukan penyimpanan air. Prosentase
terbesar responden yang tidak melakukan penyimpanan air adalah desa Mandong yaitu sebesar 60%.
Hasil survey EHRA menunjukkan bahwa secara umum respoden sudah melakukan
penyimpanan air. Namun maih terdapat responden yang tidak melakukan penyimpanan air. Prosentase
terbesar responden yang tidak melakukan penyimpanan air berada di wilayah kluster 0 yaitu sebesar
30,8%.
Secara umum penduduk sudah melakukan cuci tangan pakai sabun pada 5 waktu penting,
namun di beberapa desa masih ditemukan penduduk yang tidak cuci tangan pada 5 waktu penting.
Hasil survey menunjukkan bahwa secara umum penduduk sudah melakukan cuci tangan pada 5
waktu penting, akan tetapi di kluster 3 masih ditemukan sebyak 10% penduduk tdak melakukan cuci
tangan pada 5 waktu penting.
Hasil survey terlihat, bahwa secara umum di jamban penduduk sudah tersedia air untuk CTPS.
Namun di beberapa desa masih ditemukan jamban yang tidak tersedia air untuk CTPS, prosentase
tertinggi di desa Nanggulan dengan prosentase sebesar 27.5%
Hasil survey terlihat, bahwa secara umum di jamban penduduk sudah tersedia air untuk CTPS.
Namun di beberapa kluster masih ditemukan jamban yang tidak tersedia air untuk CTPS, prosentase
tertinggi di kluster 0 dengan prosentase sebesar 11.3%
Berdasar hasil survey diketahui bahwa mayoritas jamban penduduk sudah tersedia sabun untuk
cuci tangan, namun masih ditemukan juga jamban penduduk yang tidak tersedia sabun. Prosentase
tertinggi jamban yang tidak tersedia sabun adalh di desa Nanggulan yaitu 57.5%, tertinggi kedua di
desa Tirtomarto yaitu 55%
Berdasar hasil survey diketahui bahwa mayoritas jamban penduduk tidak tersedia sabun untuk
cuci tangan, prosentase tertinggi di kluster 4 yaitu sebesar 55% dan prosentase terendah di kluster 1
yaitu 8.7%.
Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas punduduk tidak memadai membuang sampai yaitu
tidak dibuang setiap hari. Prosentase tertinggi desa dengan penduduk tidak memadai dalam
membuang sampah adalah desa Semangkak (92.5%).
Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas punduduk tidak memadai membuang sampai yaitu
tidak dibuang setiap hari. Prosentase tertinggi kluster dengan penduduk tidak memadai dalam
membuang sampah adalah kluater 0 yaitu 17.1% dan prosentase terendah di kluater 1 yaitu 4.6%
Hasil survey menunjukkan masih adanya permasalahan sampah diantaranya ada lalat dan tikus,
berbau busuk serta drainase yang mampet karena sampah. Prosentase tertinggi desa yang memiliki
permasalahan sampah adalah desa Plosowangi sebesar 55%
Hasil survey menunjukkan bahwa di wilayah kluster secara umum tidak terdapat permasalahan
sampah, namun masih ditemukan juga adanya permasalahan sampah pada beberapa penduduk
dengan prosentase pada masing-masing kluster sebesar 0.1%
Penyakit diare dapat menyerang siapa saja dalam anggota keluarga tanpa pandang bulu. Mulai dari
balita, anak-anak, anak remaja laki-laki, anak remaja perempuan, orang dewasa laki-laki, orang
dewasa perempuan. Balita merupakan usia yang cukup rawan untuk terserang penyakit diare. Besaran
kejadian penyakit diare dapat diindikasikan kurang memenuhinya sarana sanitasi yang ada di
masyarakat
Grafik 3.6.1. menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah mengalami diare, prevalensi
tertinggi di desa Kadilajo yaitu sebesar 20,6%
Hasil servei mendapatkan data bahwa mayoritas responden pernah mengalami diare, prevalensi
tertinggi di wilayah kluster 3 yaitu sebesar 39,6% dan prevalensi terendah di wilayah kluster 4 yaitu 0%
Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Survey Environmental Health Risk
Assessment (EHRA) adalah sebuah survey yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi
yang ada di desa/kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-
perilaku masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk
promosi atau advokasi kesehatan lingkungan di Kabupaten Klaten sampai ke desa/kelurahan.
Pelibatan kader kesehatan desa/kelurahan dan sanitarian Puskesmas sangat efektif dalam pencapaian
sasaran berupa promosi dan advokasi dimaksud.
Dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan dasar dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi
di Kabupaten Klaten. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di
masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat
diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di
Kabupaten Klaten.
Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang
teridentifikasi di dalam dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku
Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Klaten. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan
prasarana serta perilaku masyarakat di desa/kelurahan akan menghasilkan tingkat area beresiko di tiap
desa/kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area beresiko tersebut diharapkan akan dapat
mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Klaten 2012 – 2016.
Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan
evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut,
pelaksanaan Survey EHRA ini dapat dijadikan baseline data bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan
evaluasi serta pelaksanaan Survey EHRA di tahun-tahun mendatang.
Survey EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka
mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survey dengan pelibatan
masyarakat khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan
pelaksanaan survey. Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survey di tahun-tahun mendatang
diperlukan perbaikan terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan survey.
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN 29
LAPORAN STUDI EHRA KLATEN 30