Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL

HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)


KABUPATEN ACEH BESAR

Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Aceh Besar

Ilustrasi Foto

Kabupaten Aceh Besar 2011


KATA PENGANTAR

526957301.doc 1
RINGKASAN EKSEKUTIF

526957301.doc 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1

RINGKASAN EKSEKUTIF..........................................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3

DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................4

DAFTAR GRAFIK.....................................................................................................................................5

I. PENDAHULUAN..............................................................................................................................6

II. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011.....................................................................................7

2.1. Penentuan Target Area Survey.............................................................................................7

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden....................................................................................9

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei..............................................................................10

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei............................................................10

III. HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN/ KOTA .........................................................................12

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga........................................................................................12

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik...........................................................................................12

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir........................................................................21

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga.....................................................................................25

3.5 Perilaku Higiene...................................................................................................................30

3.6 Kejadian Penyakit Diare.......................................................................................................32

IV. PENUTUP................................................................................................................................33

LAMPIRAN...........................................................................................................................................34

526957301.doc 3
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko....................................................8

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten .............................................................................8

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2011 Kabupaten/ Kota .....................10

Tabel 4. Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir...................................................................21

526957301.doc 4
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA.......................................................9

526957301.doc 5
I. PENDAHULUAN

Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan
Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami
kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke
kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:
1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat
kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan
kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor
pemerintahan secara eksklusif
5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat
kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun
advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:


1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap
kesehatan lingkungan
2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi
3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal
4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi
Kabupaten/ Kota .....
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara
proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah
ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah
sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40
responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang
sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

526957301.doc 6
II. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011

2.1. Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang
dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal
lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi
kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”.
Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten/ Kota ... mengingat area sumber data yang akan
diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai
berikut:
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/
kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan
kelurahan/ desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif
menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh
ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)
Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100%
∑ KK

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan


sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter
ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten/ Kota ... menghasilkan katagori klaster
sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat

526957301.doc 7
pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko
kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu
klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada
klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area
berisiko Kabupaten/Kota ....

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko


Katagori Klaster Kriteria
Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria
indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi


lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi


lingkungan berisiko

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi


lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi


lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten/ Kota ... menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan
pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap
memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili
kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Aceh besar


No. Klaster Jumlah Nama Desa
1 4 7
2 3 30
3 2 2
4 1 1
5 0 0

Misalkan hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten/ Kota ... yang terdiri atas 151
desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut:

526957301.doc 8
1) klaster 0 sebanyak 0%.
2) klaster 1 sebanyak 3%,
3) klaster 2 sebanyak 5%,
4) klaster 3 sebanyak 8%, dan
5) dan klaster 4 sebanyak 10 %.

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi
desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden

Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel
RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada
dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga
harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random,
sehingga akan ada minimal 5 responden per RT

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota
digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:

Dimana:
 n adalah jumlah sampel
 N adalah jumlah populasi
526957301.doc 9
 d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir 5% (d = 0,05)  Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05,
sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum yang harus
dipenuhi adalah sebanyak 396. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan
berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten/ Kota ... metetapkan jumlah kelurahan yang
akan dijadikan target area survey sebanyak X1 sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak
X1 X 40 = ..... responden.

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei


Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka
selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 11 desa/ kelurahan secara
random. Hasil pemilihan ke 11 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2011 Kabupaten Aceh besar.
Jml
Jumlah Jumlah Jumlah
No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Dusun/RT
Dusun RT Responden
terpilih
1 4 Ingin Jaya
Suka
2 3
Makmur
3 2
4 1
5 0

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per
RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8
(delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.
 Urutkan RT per RW per kelurahan.

526957301.doc 10
 Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan
jumlah yang akan diambil.
 Jumlah total RT kelurahan : X.
 Jumlah RT yang akan diambil : Y
 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y
(dibulatkan)  misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z
 Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka
random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.
 Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak ( random sampling), hal ini bertujuan
agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya,
penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu
sendiri. Tahapannya adalah sbb.
 Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah
tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.
 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal
5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5
 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh
dibawah misal angka mulai 2
 Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.

526957301.doc 11
III. HASIL STUDI EHRA 2011 KABUPATEN ACEH BESAR

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga


Narasi dan Grafik pada skala seluruh sampel kabupaten/ kota dan per klaster mengenai penanganan
sampah. Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan
di atas kemudian disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar, yakni 1) penerima
layanan sampah dan 2) non penerima layanan sampah.

Dalam masalah persampahan, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: 1) Kondisi sampah di
lingkungan rumah, 2) cara pengelolaan sampah rumah tangga,3) pengelolaan barang bekas, 4) praktik
pemilahan sampah, 5) frekuensi & pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah
tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah.

Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasikan melalui jawaban verbal
yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 6 (enam) opsi jawaban. Tujuh opsi tersebut,
yakni 1) Diangkut tukang sampah, dibuang ke TPS, 2) dibuang dan dikubur di lubang, 3)dibakar,
4)dibuang ke sungai/kali/laut/danau, 5) dibiarkan saja, 6) dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan.
Diantara enam opsi jawaban tersebut, cara – cara yang berada di bawah opsi 1,2 dan 3 yang
mendapat layanan pengangkutan merupakan cara – cara yang memiliki risiko kesehatan paling
rendah. Bebebrapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus,
baik dihalaman atau diluar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah
perkotaan, dimana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal laha, penerapana cara
– cara itu dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar.

Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu
dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap
tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara,
ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten
ketepatan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.
Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam
banyak kasus, bebansampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem
persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat
pentingnya pengelolaan/ pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan
pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar
belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan – pertanyaan yang terkait dengan
kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga seta melakukan pengamatan yang tertuju pada
kegiatan – kegiatan pengomposan.

Secara mendetail grafik di bawah ini menggambarkan cara – cara utama penegelolaan sampah rumah
tangga di Kabupaten Aceh besar. Dalam tabel di bawah ini terlihat bahwa yang paling banyak dijumpai
adalah rumah tangga yang membuang sampahnya dengan cara dibakar, yakni sebesar 88,78%.

526957301.doc 12
Sedangkan mereka yang membuang ke lahan kosong sebesar 4,26% Berikutnya sampah yang
dibuang ke sungai/kali/laut/danau, yakni 2,32%. Sementara pengelolaan sampah rumah tangga yang
diangkut tukang sampah, dibuang ke TPS sebanyak 2,19%. Pengelolaan sampah yang dibuang dan
dikubur sekitar 1,50%, dan sampah yang dibiarkan saja mencakup 0,63%.

Grafik berikutnya menggambarkan kebersihan rumah tangga dan lingkungannya dari keberadaan
sampah. Seperti yang dapat disimak, sekitar 25,4% rumah tangga yang dijumpai memiliki kondisi
sampah dengan lalat berkembang biak. Sementara sekitar 21,1% dilaporkan memiliki sampah dengan
banyak tikus dan cacing. Sedangkan, sekitar 19,1% saluran drainase yang mampet dan sekitar 11,4%
dilaporkan bau busuk yang mengganggu tetangga dari sampah. Yang terakhir yang mengatakan tidak
ada masalah dengan sampah sebesar 39,7%.

Grafik 3.1.1. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
C1 Bagaimana kondisi sampah dilingkungan rumah Bapak/Ibu?

526957301.doc 13
Grafik 3.1.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C2 Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?

Data sedetail grafik di atas memang kurang banyak bermanfaat menyediakan gambaran mengenai
tingkat resiko kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Seperti telah disampaikan di
muka, penanganan sampah yang aman adalah di mana rumah tangga mendapat layanan
pengangkutan yang memadai.

Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas
kemudian disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar, yakni 1)penerima layanan
sampah dan 2) non penerima layanan sampah.

Grafik 3.1.3. Pengelolaan Barang Bekas Layak Pakai

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal


C3 Apa yang dilakukan untuk barang bekas layak pakai (seperti baju, perabot dl)l?

526957301.doc 14
Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume
sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan
memanfaatkan kembali atau mengolah sampah – sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA di
Kabupaten Aceh besar mencoba mengetahui praktik pemilahan di rumah tangga.
Grafik 3.1.4. Pemisahan Sampah Sebelum Dibuang
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C4 Apakah Bapak/Ibu melakukan pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang?

Dari EHRA diperoleh gambaran bahwa hanya sekitar 3,1% yang selalu melakukan pemilahan sampah.
Sedangkan hampir 42,3% tidak pernah melakukan pemilahan sampah.

Dari proporsi rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah, terlihat sampah yang dipilah adalah
sampah berupa plastik, gelas/kaca dan besi/logam.

526957301.doc 15
Tabel 3.1.1. Jenis Sampah Yang Dipilah
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
C5 Apa saja jenis sampah yang dipilah/dipisahkan sebelum dibuang?
Jenis Sampah Prosentase
Total
Ya Tidak
Sampah organik/sampah basah 12,1 87,9 100,0
Plastik 18,0 82,0 100,0
Gelas/kaca 82,0 18,0 100,0
Kertas 9,1 90,9, 100,0
Besi/logam 45,3 52,7 100,0
Lainnya, 1,5 98,5 100,0
Tidak tahu 12,1 87,9 100,0

Secara umum dapat dikatakan bahwa proporsi ini masih sedikit untuk membantu pengurangan volume
sampah Kabupaten. Dengan kata lain, masih banyak kerja yang diperlukan untuk mengajak warga
berpartisipasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

Masih sedikitnya rumah tangga di Kabupaten Aceh besar yang berpartisipasi dalam pengelolaan
sampah di tingkat rumah tangga juga tertangkap selama pengamatan di rumah. Seperti terbaca pada
grafik dibawah hanya sekitar 15,41% rumah tangga di Kabupaten Aceh besar yang diamati mendaur
ulang sampah. Dengan kata lain, mayoritas rumah tangga di Kabupaten Aceh besar masih membuang
sampah rumah tangga begitu saja tanpa mempertimbangkan potensi-potensi ekonomi dengan
memanfaatkan kembali sampah, misalnya sebagai bahan kompos yang dapat digunakan sebagai
pupuk tanaman.

Grafik 3.1.5. Daur Ulang Sampah


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C6 Apakah Sampah juga didaur ulang, misal dibuat kompos, pupuk hijau, dll?

Grafik 3.1.6. Frekuensi Pengangkutan Sampah Oleh Petugas Pengangkut Sampah

526957301.doc 16
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C7 Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah?

Bagi yang mendapatkan layanan, maka frekuensi pengangkutan yang paling umum diterima adalah
diangkut setiap hari, yakni 1,3%. Sekitar 1,0% diangkut dalam beberapa kali dalam seminggu dan yang
menerima layanan pengangkutan sampah sekali dalam sebulan sebesar 3%. Sisanya adalah mereka
yang tidak tahu dikarenakan tidak mendapat layanan pengangkutan sampah sebesar 67,0%.

Standar minimum dalam indikator – indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga
adalah seminggu sekali. Dengan demikian, maka kebanyakan rumah tangga di Kabupaten Aceh besar
yang menerima layanan pengangkutan sampah dikategorikan belum mendapat layanan yang
memadai. Hanya sedikit yang telah mendapatkan layanan yang memadai dalam hal frekuensi
pengangkutan.

Bila rumah tangga diminta menilai layanan pengangkutan dalam sebulan terakhir, maka seperti tampak
pada grafik di bawah, kebanyakan menilainya cukup positif sebesar 0,87%, dan yang menilai sering
terlambat sebesar 0,67%.

Grafik 3.1.7. Ketepatan Waktu Pengangkutan Sampah


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C8 Dari pengalaman dalam sebulan terakhir ini, apakah sampah selalu diangkut tepat waktu?

526957301.doc 17
Grafik 3.1.8. Pembayaran Layanan Pengangkutan Sampah
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C9 Apakah Layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar?

526957301.doc 18
Grafik 3.1.9. Pembayaran Layanan Pengangkutan Sampah
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
C10 Kepada Siapa membayarnya?

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik


Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko turunnya
status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah ( field), praktik semacam itu dapat mencemari
sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat
BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di
rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak
memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak dekat dengan sumber air minum.

Tabel 3.2.1. Tempat Buang Air Besar Anggota Keluarga Yang Sudah Dewasa
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
D1 Dimana anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar?
Prosentase
Jenis Jamban Total
Ya Tidak
Jamban pribadi 54,7 45,3 100,0
MCK/WC Umum 24,9 75.1 100,0
Ke WC helikopter 5,0 95,0 100,0
Ke sungai/pantai/laut 2,6 97,4 100,0
Ke kebun/pekarangan 22,0 78,0 100,0
Ke selokan/parit/got 1,3 97,8 100,0
Ke lubang galian 3,4 93,8 100,0
Lainnya, 4,1 95,9 100,0
Tidak tahu ,3 97 100,0

526957301.doc 19
Tabel 3.2.2. Perilaku BAB
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
D2 Apakah masih ada orang di luar anggota keluarga yang sering buang air besar di tempat terbuka
(kebun, halaman, sungai, pantai, laut, selokan/got, saluran irigasi?
Prosentase
Anggota Keluarga Total
Ya Tidak
Anak laki-laki umur 5-12 tahun 15,5 84,5 100,0
Bagian ini memaparkan
Anak perempuan umur 5-12 tahun 15,5 84,5 100,0
Remaja laki-laki 6,3
fasilitas sanitasi rumah
93,7 100,0
Remaja Perempuan 6,8 93,2 100,0
tangga beserta beberapa
Laki-laki dewasa 13,0 87,0 100,0 perilaku yang terkait
Perempuan dewasa 13,8 86,2 100,0 dengannya. Fasilitas
Laki-laki tua 8,2 91,8 100,0 sanitasi difokuskan pada
Perempuan tua 13,0 91,8 100,0 fasilitas buanginya ke
Masih ada tapi tidak jelas siapa 33,1 66,9 100,0 dalam air besar (BAB)
Lainnya, 4,7 95,3 100,0 yang mencakup jenis
jamban yang tersedia,
penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya.
Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 4 jenis jamban, yakni (1) kki septic. Padahal, yang
dimaksud adalah tangki loset duduk leher angsa; (2) kloset jongkok leher angsa; (3) plengsengan; (4)
cemplung.
Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka
kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan
sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki yang
tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga
mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki
septic yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan – pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki
septic itu pernah dikosongkan?; Kapan tangki septik dikosongkan?; dan Sudah berapa lama tangki
septic itu dibangun?
Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan
jamban/WC/ yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamaati oleh Tim Survei,
misalnya ketersediaan air, sabun. Tim Survei juga mengamati aspek – aspek yang terkait dengan
kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, Tim Survei juga
mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya.
Terakhir, bab ini pun memaparkan informasi tentang jumlah pengguna jamban yang mengindikasikan
besarnya beban yang ditanggung oleh fasilitas sanitasi rumah tangga.

Grafik 3.2.1. Jenis Kloset Yang Dipakai


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D3 Jenis kloset apa yang Bapak/Ibu pakai dirumah?

526957301.doc 20
Survei EHRA menemukan fasilitas BAB di Kabupaten Aceh besar yang paling umum dilaporkan oleh
rumah tangga adalah jamban dengan jenis kloset jongkok leher angsa. Proposrsinya adalah sekitar
73,4%. Sementara, proporsi rumah tangga yang menggunakan jamban jenis cemplung sebanyak
21,0%. Sedangkan yang memakai jamban jenis plengsengan sebanyak 7,0% dan yang menggunakan
jamban jenis kloset duduk siram leher angsa sebanyak 4,9%.

Dari hasil wawancara diperoleh sekitar 46,5% rumah tangga di Kabupaten Aceh besar yang
melaporkan menggunakan tangki septic. Namun, data yang didasarkan pada laporan verbal ini tidak
member petunjuk tentang kualitas atau keamanan tangki septik yang digunakan rumah tangga. Untuk
melihat apakah yang dilaporkan sebagai tangki septic adalah benar tangki septic. EHRA kemudian
menindaklanjuti dengan pertanyaan: Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; dan Sudah berapa
lama tangki septk itu dibangun? Secara mudah klaim tangki septik diragukan atau dicurigai keliru bila
tangki septik dibangun lebih dari lima tahun lalu namun belum pernah dikuras atau dikosongkan
sekalipun. Bila pernah dikosongkan, EHRA mencurigai bahwa klaim responden itu benar.

Secara visual proses mengindetifikasi kasus suspek (dicurigai) tangki septik ataupun cubluk/bukan
tangki septic adalah sebagai berikut:

Dasar mengindetifikasi suspek tangki septic atau cublukpun dalam studi EHRA menggunakan rentang
waktu pengurasan atau pengososngan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik
yang paling umum, tangki septic perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5
tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septic belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka
dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septic sebetulnya adalah cubluk. Bila diringkas
maka kriterianya adalah sebagai berikut :

Grafik 3.2.2. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal

526957301.doc 21
D4 Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja?

Grafik 3.2.3. Waktu Pembuatan Tangki Septik


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
Sudah berapa lama tangki septik ini dibuat/dibangun?

Grafik 3.2.4. Pengosongan Tangki Septik


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D6 Kapan tangki septik terakhir dikosongkan?

526957301.doc 22
Kriteria suspek aman adalah sebagai berikut :
1. Dibangun kurang dari lima tahun
2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/dikosongkan kurang dari lima tahun lalu

Kriteria suspek tidak aman adalah sebagai berikut :


1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras
2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu.

Seperti teramati pada diagram di atas, dari sekitar 46,5% yang melaporkan menggunakan jamban ke
tangki septic, sementara hanya sekitar 1,1% melaporkan tangki septiknya dibangun antara 5-10 tahun
lalu. Dari sejumlah itu, mayoritas atau sekitar 42,0% melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah
dikosongkan sama sekali sehingga mengidentifikasikan bahwa yang digunakan mereka bukan tangki
septic melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki.

Dari sekitar 440 rumah tangga yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septic, hanya sekitar
1,1% melaporkan mengosongkan lebih dari 5 -10 tahun lalu. Kasus yang ,masuk dalam 1,1% ini pun
dapat diindikasikan sebagai suspek cubluk. Sebaliknya, rumah tangga yang masuk kategori pernah
mengosongkan 0-12 bulan dan antara 1 - 5 tahun lalu dikategorikan sebagai kasus suspek aman.

Dari penelusuran menggunakan rentang waktu pengosongan diperoleh bahwa dari 1597 rumah tangga
di Kabupaten Aceh besar yang melaporkan memiliki akses pada tangki septic, sebetulnya sekitar
46,5% darinya patut dicurigai menggunakan cubluk atau tangki septic yang tidak kedap suspek tidak
aman).

Selain cemaran akibat tangki septic yang tidak aman, risiko lingkungn juga dapat meningkat akibat
pembuangan isi tinja yang tidak tepat, seperti membuang kotoran ke sungai atau lahan di rumah yang
tidak diolah lebih lanjut. Sebelum melihat tempat-tempat pembuangan tinja yang telah dikumpulkan di
tangki septic, EHRA terlebih dahulu mengidentifikasikan cara pengurasan/pengosongan tangki septic.

526957301.doc 23
Seperti dapat dilihat pada diagram di bawah ini, dari mereka yang melaporkan pernah mengosongkan
tangki septic, mayoritas meminta jasa layanan pengosongan sedot tangki/truk tinja, yakni sekitar
17,8%. Sementara, proporsi yang melaporkan mengosongkan tangki septik dengan membayar tukang,
yakni sebesar 11,2%.

Tabel 3.2.5. Pengosongan Tangki Septik


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D7 Siapa yang mengosongkan tangki septik Bapak/Ibu?

Grafik 3.2.6. Tempat Pembuangan Lumpur Tinja


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D8 Kemana lumpur tinja dibuang pada saat tangki septik dikosongkan..?

Hal lain yang dipelajari EHRA adalah tempat pembuangan isi tangki septik. Namun, ini hanya berlaku
pada rumah tangga yang melaporkan menyuruh tukang atau mengosongkan tangkinya sendiri. Mereka
526957301.doc 24
yang menggunakan truk sedot tinja tidak ditanya tentang tempat pembuangan tinja dengan asumsi
bahwa mereka sulit mengetahui ke mana truk itu pergi dan membuang/mengolah ti nja hasil
sedotannya.

Dari mereka yang menguras sendiri atau menyuruh tukang (N=47) sekitar 3,6% melaporkan
membuangnya ke sungai/selokan/parit dan sekitar 9,0% menguburnya dipekarangan/lahan rumah.

Grafik 3.2.7. Kebersihan Jamban


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
CO31 Amati: Apakah lantai dan dinding jamban/WC bebas dari tinja, bekas tisu yang ada tinja atau
bekas pembalut?

CO32 Amati: Apakah jamban/WC bebas dari kecoa dan lalat?

526957301.doc 25
Terkait dengan kondisi kebersihan fasilitas WC di rumah, apapun jenis WC nya, Tim Survei EHRA
menjumpai sedikit WC yang terlihat kotor. Dari pengamatan kader, sekitar 39,7% WC yang terlihat
memiliki tinja yang terlihat, namun terdapat hanya 44,1% terlihat jamban bebas dari kecoa dan lalat.

Pembuangan tinja anak adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu mendapat perhatian khusus,
karena masyarakat pada umumnya kerap menganggap masalah ini sebagai hal biasa dan sepele.
Grafik 3.2.8. Perilaku BAB anak berumur 0-5 Tahun
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D9 BILA ADA ANAK BERUMUR 0-5 TAHUN DI LINGKUNGAN RUMAH TEMPAT TINGGAL Bapak/Ibu
Apakah mereka masih terbiasa buang air besar di lantai, di kebun, di jalan, di selokan/got atau sungai?

Grafik 3.2.9. Perilaku BAB anak berumur 0-5 Tahun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
526957301.doc 26
D10 Apakah anak balita di rumah Bapak/Ibu masih terbiasa buang air besar di lantai, di kebun, di jalan,
di selokan/got atau sungai?

Grafik 3.2.10. Perilaku BAB anak berumur 0-5 Tahun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D11 Kemana biasanya TINJA anak yang ada di “pampers” dibuang?

Grafik 3.2.11. Pembuangan Pampers


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D12 Kemana biasanya bekas pampers dibuang?

526957301.doc 27
Grafik 3.2.11 Alat Yang digunakan Untuk Mencebokkan Anak Setelah BAB
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D13 Apakah anak dicebokkan setelah buang air besar? Jika Ya, dengan menggunakan apa?

Grafik 3.2.12. Pembuangan Air Bekas Cebok Anak


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
D14 Jika anak dicebokkan dengan air, kemana biasanya air bekas cebok tersebut dibuang?

526957301.doc 28
2.5. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir
 Narasi, grafik dan table pada skala seluruh sampel kabupaten/ kota dan per klaster mengenai
Lokasi Genangan di Sekitar Lingkungan Rumah.
 Ulasan topografi wilayah
Bagian ini memaparkan kondisi saluran air dan kebanjiran rumah tangga di Kabupaten Aceh besar.
Saluran air merupakan objek yang perlu diperhatikan EHRA karena saluran air yang tidak memadai
berisiko memunculkan berbagai penyakit, termasuk DBD yang saat ini kembali merebak di Kabupaten
Aceh besar.

Dalam masalah saluran air, EHRA mengharuskan Tim Survei mengamatai keberadaan sarana
pengolahan air limbah selain tinja sekitar rumah terpilih, Kemana air bekas buangan/air limbah selain
tinja dibuang yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel.

Grafik 3.3.1. Sarana SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah )


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E1 Apakah di rumah mempunyai sarana pengolahan air limbah selain tinja ?

526957301.doc 29
Hasil pengamatan Tim Survei di Kabupaten Aceh besar menunjukkan bahwa hanya sekitar 32,1%
memiliki akses pada saluran air di depan atau di sekitar rumahnya. Sedangkan yang menggunakan
sumur serapan, yakni sebesar 7,5%. Sementara, sekitar 53,1% rumah tangga teramati tidak memiliki
akses pada saluran air limbah.

Grafik 3.3.1. Tempat Pembuangan Air Limbah Selain Tinja

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda


E2 Kemana air bekas buangan/air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari ?

526957301.doc 30
Pokok kedua dalam bagian ini adalah kebanjiran yang didefenisikan secara sederhana yakni
datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvei. Air yang datang bisa berasal
dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya,
air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa.
Tabel 4. Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir
Jumlah Jumlah Kelurahan/Desa
No. Kecamatan Kelurahan/Desa Sering Banjir
1
2
3
4
5
6
...
  Jumlah

526957301.doc 31
Dari sisi frekuensi, seperti dapat disimak pada diagram di halaman berikut ini, yang paling umum
dialami rumah tangga di Kabupaten Aceh besar adalah yang terjadi sekali dalam setahun atau sekitar
10,4%, sementara yang mengatakan beberapa kali dalam setahun, yakni 1,6%. Sedangkan yang
mengalami banjir sekali atau beberapa kali dalam sebulan sebesar 3,0%. Seperti terlihat pada diagram
di bawah, proporsi terbesar, sekitar 69,9% rumah tangga, melaporkan tidak pernah mengalami banjir.

Grafik 3.3.2. Kejadian Banjir


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E3 Apakah rumah yang ditempati saat ini atau lingkungan sekitar rumah pernah terkena banjir?

Grafik 3.3.3. Frekuensi Terjadinya Banjir


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E4 Apakah banjir biasa terjadi secara rutin?

526957301.doc 32
Dari wawancara pun ditemukan bahwa bagi kebanyakan rumah tangga yang pernah mengalami
kebanjiran (362 rumah tangga), mayoritas atau sekitar 44,4% mengalaminya secara rutin dalam kurun
waktu tertentu. Sementara, 54,7% rumah tangga melaporkan kejadian banjir tidak berlangsung rutin.

Grafik 3.3.4. Kondisi Genangan Banjir


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E5 Jika banjir, berapa lama air banjir akan mengering?

Cukup banyak rumah tangga yang mengalami banjir dalam waktu cukup lama. Seperti terbaca pada
diagram di atas, sekitar 11,1% rumah tangga yang mengalami banjir secara rutin, mengalaminya dalam
waktu lebih dari sehari. Proporsi yang paling banyak adalah rumah tangga yang mengalami banjir lebih
dari satu hari, yakni yang besarnya sekitar 35,0%. Proporsi ini terdiri dari rumah yang mengalami banjir
satu hari (10,0%), antara 1-3 jam (5,0%), sekitar kurang dari sejam (20,0%).

Grafik 3.3.5. Kondisi Genangan Banjir

526957301.doc 33
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E6 Jika banjir, apakah kamar mandi dan WC/jamban juga terendam banjir?

Grafik 3.3.6. Tinggi Air Yang Masuk Rumah Akibat Banjir


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
E7 Untuk banjir yang terakhir kali, berapa tinggi air yang masuk kedalam rumah Ibu?

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga

Narasi dan Grafik pada skala seluruh sampel kabupaten/ kota dan per klaster mengenai pemakaian
sumber air bersih rumah tangga serta tata cara penanganannya di rumah serta sumber air untuk
minum dan untuk memasak,

Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di
Kabupaten Aceh besar. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) sumber air
526957301.doc 34
yang biasa digunakan, dan 2) pengolahan, penyimpanan dan penanganan Air yang Baik dan Aman.
Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di
suaturumah tangga.

Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang
secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur
gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih
dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber – sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai
media transmisi patogen ke dalam tubuh manusi, diantaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak
terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.

Suplai atau kualitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang
memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menkonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air
yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, lebih karena sumber air
yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Karenanya, kelangkaan
air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-
kesakitan seperti gejala diare.

Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Aceh besar terdapat 3(tiga) sumber air minum
yang menonjol sebagaimana tabel dibawah ini, yakni 1) Penjual air isi ulang, 2) Sumur, 3) Air
ledeng/PDAM.

Dari tabel dibawah ini terlihat bahwa sumber air minum yang paling banyak digunakan adalah dari
penjual isi ulang, yakni sebesar 54,4%. Selanjutnya air sumur merupakan sumber air minum utama
kedua rumah tangga yaitu sekitar 22%.

Tabel.3.4.1. Sumber Air


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban gandal
F11 Sumber air mana yang biasa Bapak/Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan
piring dan menggosok gigi?
Sumber air yang digunakan untuk Cuci Piring Cuci Gosok
Minum Masak
masak, mencuci pakaian, piring dan & Gelas Pakaian Gigi
menggosok gigi Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Air Botol Kemsasan


11,9 88,1 ,8 99,2 ,3 99,7 ,1 99,9 ,6 99,4
Air Isi Ulang - membeli dari penjual air isi ulang
54,4 45,6 14,3 85,7 1,2 98,8 ,9 99,1 2,3 97,7
Air Ledeng dari PDAM
4,2 95,8 8,8 91,2 9,2 90,8 9,2 90,8 9,2 90,8
Air Hidran Umum - PDAM
,3 99,7 ,9 99,1 ,9 99,1 ,9 99,1 ,9 99,1
Air kran umum -PDAM/PAMSIMAS
,1 99,9 ,3 99,7 ,4 99,6 ,4 99,6 ,4 99,6
Air kran umum HIPPAM
1,1 98,9 1,4 98,6 1,5 98,5 1,6 98,4 1,6 98,4
Air sumur pompa tangan
10,2 89,8 17,9 82,1 20,6 79,4 20,4 79,6 19,6 80,4
Air sumur gali terlindungi
22,0 78,0 38,9 61,1 43,3 56,7 43,0 57,0 42,4 57,6
Air sumur gali tdk terlindungi
9,2 90,8 15,9 84,1 16,7 83,3 16,8 83,2 16,7 83,3
Mata air terlindung
2,7 97,3 2,8 97,2 1,2 98,8 1,0 99,0 1,1 98,9
Mata air tdk terlindung
,7 99,3 ,8 99,2 1,2 98,8 1,1 98,9 ,9 99,1
Air hujan
1,8 98,2 2,5 97,5 3,9 96,1 3,5 96,5 3,4 96,6
Air dari sungai
4,7 95,3 6,3 93,7 8,0 92,0 8,5 91,5 7,6 92,4
Air dari waduk/danau
,1 99,9 ,2 99,8 ,3 99,7 ,8 99,2 ,3 99,7

526957301.doc 35
Grafik.3.4.1. Layanan PDAM

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal


F12 Jika menggunakan air ledeng/hidran umu/kran umum dari PDAM, apakah pernah mengalami
menurunnya volume pasokan air yang dikonsumsi?

Grafik.3.4.2. Kualitas Air PDAM


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
F13 Jika menggunakan air ledeng/hidran umu/kran umum dari PDAM, apakah pernah mengalami
menurunnya kualitas (berbau, berwarna/keruh) air yang dikonsumsi?

Grafik.3.4.3. Jarak Sumber Air Minum Dari Sumur Gali Ke Pembuangan Tinja

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal

526957301.doc 36
F14 Jika sumber air minum Bapak/Ibu berasal dari sumur gali atau sumur bor/pompa tangan, berapa
jarak sumber air tersebut ke tempat penampungan/pembuangan tinja?

Grafik.3.4.4. Penyimpanan Air


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
F21 Apakah Bapak/Ibu menyimpan air sebelum digunakan untuk minum, memasak, mencuci piring
dan gelas dan menggosok gigi?

Grafik.3.4.2. Penyimpanan Air


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
F22 Apa tempat menyimpan air yang Bapak/ibu gunakan untuk memasak, mencuci piring dan gelas
dan meggosok gigi?
Minum Masak Cuci Piring Gosok Gigi
Tempat Penyimpanan Air
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Panci atau ember terbuka 3,4 96,6 11,1 88,9 43,5 56,5 38,2 61,8

526957301.doc 37
Panci atau ember tertutup 46,7 53,3 62,5 37,5 22,9 77,1 27,1 72,9
Tempayan terbuka 2,8 97,2 7,4 92,6 27,4 72,6 26,0 74,0
Tempayan dengan tutup 24,7 75,3 27,4 72,6 7,5 92,5 8,6 91,4
Galon air isi ulang 35,9 64,1 3,9 96,1 ,4 99,6 1,2 98,8
Lainnya 3,9 96,1 3,2 96,8 8,2 91,8 8,3 91,7

Tabel.3.4.3. Cara Mengambil Air

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda


F23 Bagaimana Bapak/ibu mengambil air untuk minum, masak, cuci piring dan gelas, dan gosok gigi
dari tempat penyimpanan air?
Minum Masak Cuci Piring Gosok Gigi
Cara Mengambil Air
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Langsung dari dispenser 44,7 55,3 1,8 98,2 ,5 99,5 ,9 99,1
Dengan menggunakan gayung 22,9 77,1 95,1 4,9 94,7 5,3 93,4 6,6
Dengan menggunakan gelas 46,9 53,1 1,7 98,3 ,9 99,1 3,3 96,7
Lainnya 3,7 96,3 1,0 99,0 1,0 99,0 1,0 99,0

Grafik.3.4.5. Pengolahan Air Minum


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
F24 Apakah Bapak/Ibu mengolah/menangani air sebelum digunakan untuk diminum?

Grafik.3.4.6 Cara Pengolahan Air Minum


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
F25 Bagaimana cara Bapak/Ibu mengolah air untuk diminum?

526957301.doc 38
Grafik 3.4.7. Cara Penyimpanan Air Minum
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
F26 Apakah Bapak/Ibu menyimpan air yang sudah diolah sebelum digunakan?

Grafik.3.4.4. Tempat Penyimpanan Air Minum


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
F27 Bila disimpan, apa yang Bapak/Ibu gunakan untuk menyimpan air yang sudah diolah tersebut?

526957301.doc 39
Tabel.3.4.5. Penggunaan Air Minum
N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
F28 Selain untuk minum, untuk apalagi Bapak/Ibu menggunakan air yang sudah diolah seperti tersebut
diatas?

3.5 Perilaku Higiene

Narasi dan Grafik indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) atau hygiene:
 Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 5 + 1 waktu penting.
 Ketersediaan sarana CTPS di jamban
 Pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari,

526957301.doc 40
 Kebiasaan Masyarakat Membuang Sampah
 Ada-tidaknya masalah sampah di lingkungan rumah

Bagian lain dari penilain studi EHRA adalah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Mengapa CTPS
menjadi bagian penting lainnya dikarenakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku
hidup bersih dan sehat masyarakat. Disamping itu berbagai sumber penyakit dari tangan yang kotor
dapat dengan mudah masuk ketubuh manusia terutama diare.

Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare. Bukan hanya itu, diare juga ikut
menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global
disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh
diare. Secara khusus dari data yang disampaikan Dinas Kabupaten Aceh besar tahun 2009, bahwa
kasus penyakit diare menempati urutan teratas dengan jumlah....kasus dibandingkan dengan penyakit
yang ditimbulkan oleh sanitasi yang buruk lainnya.

Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat
dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu
yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan
pakai sabun (Laporan studi EHRA Kota Tegal 2008).

Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare.
Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain
penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia,
termasuk balita, adalah melalui 4F yakni fluids (ais), fields(tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan).
Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk
memblok transmisi melalui jalur fingers (Laporan Studi EHRA Kota Tegal 2008)

Waktu –waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi
risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5(lima) waktu
penting yakni, 1) sesudah busng sir besar, 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap
makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi
keluarga.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-hari di Kabupaten Aceh
besar, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan
apakah Bapak/Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan
pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada
mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

Grafik.3.5.1. Pemakaian Sabun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
G1 Apakah Bapak/Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin?

526957301.doc 41
Studi EHRA menemukan hampir semua rumah tangga di Kabupaten Aceh besar menggunakan miliki
akses pada sabun. Rumah tangga yang melaporkan menggunakan sabun pada hari diwawancara atau
sehari sebelumnya mencakup sekitar 99,5% dari populasi. Hanya kurang dari 1% atau 0,5% saja yang
melaporkan tidak menggunakan sabun pada hari saat diwawancara atau sehari sebelumnya.

Akses terhadap sabun adalah satu hal. Mereka yang memiliki akses tidak serta merta akan
memanfaatkan akses itu untuk kepentingan higinitas, khususnya cuci tangan di waktu – waktu penting.
Seperti terlihat pada tabel, proporsi ibu yang mencuci tangan pakai sabun sebelum makan mencakup

Tabel 3.5.1. Penggunaan Sabun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
G2 Untuk Apa saja sabun itu digunakan oleh anggota keluarga?
Prosentase
Kegiatan Total
Ya Tidak
Mandi 98,5 1.5 100,0
Memandikan anak 70,0 30,0 100,0
Menceboki panta anak 49,0 51,0 100,0
Mencuci tangan sendiri 60,9 39,1 100,0
Mencuci tangan anak 51,5 48,5 100,0
Mencuci peralatan 90,2 9,8 100,0
Mencuci pakaian 88,4 11,6 100,0
Lainnya 2,5 97,5 100,0
Tidak tahu 3 97,0 100,0

Tabel 3.5.2. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
G3 Di mana saja anggota keluarga biasanya mencuci tangan?
Prosentase
Kegiatan Total
Ya Tidak
Di kamar mandi 35,9 64,1
100,0
Di dekat kamar mandi 39,5 87,3 100,0
Di jamban 6,3 93,7 100,0
Di dekat jamban 8,4 91,6 100,0

526957301.doc 42
Di sumur 66,8 33,2 100,0
Di sekitar penampungan 92,4 7,6 100,0
Di tempat cuci piring 14,7 85,3 100,0
Di dapur 73,7 26,3 100,0
Lainnya 1 99,0 100,0
Tidak tahu 6,9 93,1 100,0

Tabel 3.5.3. Kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda
G4 Kapan biasanya anggota keluarga mencuci tangan pakai sabun?
Prosentase
Kegiatan Total
Ya Tidak
Sebelum ke toilet 5,9 94,1 100,0
Setelah menceboki bayi/anak 33,9 66,1 100,0
Setelah dari buang air besar 43,9 56,1 100,0
Sebelum makan 41,8 58,2 100,0
Setelah makan 41,7 58,3 100,0
Sebelum memberi menyuapi anak 23,7 76,3 100,0
Sebelum menyiapkan masakan 21,7 78,3 100,0
Setelah memegang hewan 41,1 58,9 100,0
Sebelum sholat 20,5 79,5 100,0
Lainnya 3,8 96,2 100,0

526957301.doc 43
3.6 Kejadian Penyakit Diare

Narasi & grafik pada skala seluruh sampel kabupaten/ kota dan per klaster mengenai prevalensi atau
angka kesakitan karena penyakit diare.

Grafik 3.6.1. Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga Terkena Diare


N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban tunggal
H1 Kapan waktu paling dekat anggota keluara terkena diare?

Tabel 3.6.1. Anggota Keluarga Terkena Diare

N=1597, Filter : ,Bobot :besar populasi Gampong,wawancara, jawaban ganda


H2 Siapa anggota keluarga terakhir yang menderita diare?
Prosentase
Anggota Keluarga Total
Ya Tidak
Anak-anak balita 17,3 82,7 100,0
Anak-anak non balita 5,3 94,7 100,0
Anak remaja laki-laki 6,6 93,4 100,0
Anak remaja perempuan 7,4 92,6 100,0
Orang dewasa laki-laki 13,6 86,4 100,0
Orang dewasa perempuan 20,2 79,8 100,0

526957301.doc 44
IV. PENUTUP

 Paparan singkat tentang manfaat studi EHRA dari aspek promosi sanitasi kepada masyarakat
secara langsung (walaupun sebatas kepada responden) dengan keterlibatan kader/ petugas
kesehatan/ PKK dll.

 Paparan singkat tentang rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi
pengarusutamaan pembangunan sanitasi.

 Paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam Buku Putih (area berisiko) dan
penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari SSK.

 Paparan singkat tentang studi ehra yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini
(pertama) berupakan baseline bagi hasil studi EHRA selanjutnya.

 Poin-poin catatan/rekomendasi untuk pelaksanaan studi EHRA selanjutnya berdasarkan


pembelajaran dari pelaksanaan studi EHRA kali ini.

526957301.doc 45
LAMPIRAN

I. Tabel-tabel dasar hasil studi EHRA:


1) Berdasarkan klaster
2) Berdasarkan desa/ kelurahan di tiap lokasi studi/ survey.
II. Organisasi dan personel pelaksana Studi EHRA
III. Dokumentasi lain yang dianggap perlu terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan Studi
EHRA

526957301.doc 46

Anda mungkin juga menyukai