PEDOMAN
PERHITUNGAN
INDEKS KINERJA
PENGELOLAAN
SAMPAH
2
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
KATA PENGANTAR
Dalam rangka transpransi dan sosialiasi indiktor dan cara penghitungan capaian
nilai IKPS Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, maka disusunlah buku
petunjuk teknis ini sehingga dapat menjadi panduan bagi para pemangku
kepentingan baik di tingkat nasional maupun daerah. Buku petunjuk teknis
memuat indikator-indikator yang digunakan, data-data yang dibutuhkan serta
cara perhitungan secara rinci dengan penjelasannya agar mudah dipahami dan
dilaksanakan.
3
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Akhir kata, kami berharap petunjuk teknis ini dapat bermanfaat secara optimal,
sehingga target Pengurangan dan Penanganan Sampah sebagaimana
diamanatkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017
Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dapat dicapai. Sejalan dengan hal
tersebut, dengan tercapainya target Perpres ini maka akan menjadi salah satu
kontributor dalam mewujudkan visi Ditjen PSLB3 yaitu “Terwujudnya Kualitas
Lingkungan Hidup dan Kesehatan Masyarakat yang baik melalui pengelolaan
sampah, limbah dan bahan beracun berbahaya” dalam mendukung
“Terwujudnya Keberlanjutan Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup
untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
4
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
DAFTAR ISI
5
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
DAFTAR TABEL
6
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
DAFTAR GAMBAR
7
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
BAB I PENDAHULUAN
8
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
1. Latar Belakang
Dengan demikian maka Ditjen PSLB3 merupakan salah satu pelaksana dari
penyelenggaraan SAKIP sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 dan Pasal 20
PERPRES 29/2014 SAKIP.
9
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
10
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Pelaksanaan program tersebut dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi Ditjen
PSLB3 yang diamanatkan dalam Pasal 763 dan Pasal 764 PERMEN-LHK
P.18/2015, serta penjabarannya yang diatur lebih lanjut pada Pasal 765 sampai
dengan Pasal 880.
11
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
4. Sistematika
Bertolak dari garis-besar termaksud di atas maka susunan buku dokumentasi ini
terdiri atas Bab Pertama yang berisikan perihal pendahuluan, lalu Bab Kedua
yang memuat hasil telaahan atas kebijakan yang berkenaan dengan indikator
kinerja, kemudian Bab Ketiga yang berisikan hasil telaahan atas kebijakan yang
berkenaan dengan lingkup tugas Ditjen PSLB3 dan tujuan programnya. Adapun
hasil wacana dan diskusi mengenai pengembangan konsep indikator kinerja
program PSLB3 dimuat dalam Bab Keempat. Sedangkan bagian penutupnya
disajikan pada Bab Kelima.
12
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
13
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Isu sampah yang belakangan ini menjadi isu dunia adalah terkait sampah
plastik. Meskipun sampah organik mendominasi jenis sampah yang dihasilkan
di Indonesia, namun pada kenyataannya persoalan sampah plastik tidak kalah
rumit dibanding sampah jenis sampah lainnya. Jumlah timbulan sampah plastik
diperkirakan sebesar 14% dari total jumlah timbulan harian atau 24.500 ton per
hari setara 8,96 juta ton per tahun. OECD dalam laporannya tahun 2018
menyampaikan bahwa produksi limbah resin, serat dan plastic meningkat
sebesar 380 juta ton dan 300 juta ton tahun 2015 kemarin. Dari semua produksi
itu hanya 15% yang dapat didaur ulang sehingga dampak sampah plastik
terhadap lingkungan hidup terhitung serius karena plastik merupakan bahan
yang tidak mudah terurai secara alami sehingga dapat mencemari dan merusak
ekosistem tanah dan air. Sampah plastik juga menjadi salah satu penyebab
tersumbatnya aliran alir sungai, saluran drainase, dan gorong-gorong mengingat
masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam badan air.
Selain itu, saat ini muncul isu yang cukup hangat terkait sampah plastik, yaitu
sampah plastik yang mencemari ekosistem laut dalam bentuk micro plastic yang
mengganggu kehidupan biota laut. Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh
Jena R. Jambeck dari Universitas Georgia (http://plasticbank.org/prevent-
14
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Dengan tingkat daur ulang yang masih rendah, dan jangkauan pelayanan
persampahan yang juga masih dibawah 50%, terdapat 8.35% masyarakat yang
berperilaku membuang sampah ke perairan, lahan kosong, dan lingkungannya.
Penumpukan sampah di perairan ini menjadi permasalahan baru yang
mengancam ekosistem laut, membawa banyak tantangan dan dampak negatif
bagi ekonomi Indonesia dan komunitas/konsumen domestik dan internasional.
Konsep circular economy (CE) saat ini semakin berkembang sebagai pendekatan
alternatif yang melihat value dari raw materials secara berbeda, dengan tujuan
pemanfaatan yang maksimum dari sumber daya tersebut untuk dapat
digunakan selama mungkin. Melalui konsep ini, bahan baku dan produk
didesain dengan prinsip pencegahan sampah, guna ulang, daur ulang, dan
pemulihan kembali. Dalam konteks kemasan plastik, circular economy memiliki
peluang untuk mendukung industri dan pemerintah dalam menciptakan dan
memungkinkan closed loop supply chains untuk mendukung masyarakat
Indonesia dan lingkungan.
15
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Meski sampah organik jumlahnya paling besar, namun lebih mudah ditangani
dibandingkan dengan sampah plastik. Sampah plastik membutuhkan waktu
puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai. Sayang sekali, sampai laporan ini
dibuat, belum ada tanda-tanda penurunan jumlah sampah plastik. Komposisi
sampah plastik menunjukkan trend meningkat dalam 10 tahun terakhir ini, dari
11% di tahun 2005, menjadi 14% di tahun 2013, menjadi 15% di tahun 2015 dan
16 % di tahun 2016.
Kini, plastik menjadi bagian dari kehidupan. Ketika membuka mata di pagi hari,
kita menuju ke kamar mandi dan menggosok gigi, di sana ada kemasan pasta
gigi. Plastik. Ketika menyeduh kopi, kita bertemu lagi dengan kemasan kopi dan
gula, plastik lagi. Semua kebutuhan hidup kita sudah terkemas dalam kemasan
yang sebagian besar plastik.
Jadi, sampah plastik di lingkungan didominasi oleh 5 jenis yaitu: kantong plastik
sekali pakai, pet botol, sedotan, styrofoam dan sachet. Adapun pemetaan
permasalahan sampah plastik yng paling sulit dikelola yaitu barang sekali pakai
dan kemasan sekali pakai.
Barang sekali pakai terdiri dari Microbeads, alat makan dan minum (sedotan,
cup, piring, sendok, garpu, dll), dan pembersih telinga. Sedangkan kemasan
sekali pakai terdiri dari kantong plastik, polystyrene (misalnya Styrofoam), dan
flexible plastic (sachet dan pouch).
Dari semua sampah plastik tersebut, komposisi sampah plastik yang paling
besar adalah kantong plastik. Di Jakarta terdapat 2.000 ton kantong plastik per
tahun berdasarkan Riset DLH dan GIDKP. Sedangkan di Bali, berdasarkan riset
16
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
SWI & PRAISE, sejumlah 11% sampah plastik di TPA merupakan kantong
plastik. Jumlah ini sangat mengkhawatirkan mengingat sampah plastik
membutuhkan waktu lama untuk terurai. Apalagi kota-kota di Indonesia belum
mampu memberikan pengolaan sampah yang optimal. Keterbatasan
kemampuan daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah semakin menambah kompleknya permasalahan persampahan di
Indonesia.
Kondisi ini diperparah dengan kebiasaan warga yang belum semua sadar dalam
memperlakukan sampah. Kita masih melihat orang-orang yang sampah
sembarangan tanpa merasa bersalah. Melalui kaca jendela mobil, menuangkan
keranjang sampah ke sungai, atau menaruh di sepanjang jalan yang bukan
tempatnya. Petugas sampah punya pekerjaan ekstra untuk masyarakat semacam
ini.
Sampah yang tertimbun di tanah mencemari kualitas tanah. Air lindi secara
langsung juga mencemari kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah.
Senyawa organik di dalam air lindi memiliki konsentrasi yang sangat tinggi, hal
ini berdampak pada turunnya kadar oksigen terlarut dalam air. Sehingga air
dengan kualitas seperti ini menjadi tidak layak untuk dipergunakan manusia
dan dapat mematikan binatang air. Kualitas air akan semakin menurun, bahkan
menjadi berbahaya apabila tercemar senyawa logam berat.
Sampah organik dan anorganik yang tidak terkelola ini menjadi pencemar
lingkungan. Selama proses pembusukan, sampah organik menghasilkan metana
(CH4) dan hidrogen sulfida (H2S) yang mencemari udara. Metana adalah salah
satu gas rumah kaca (GRK) yang dapat merusak lapisan ozon. Daya rusak
metana terhadap lapisan ozon sekitar 21 kali lebih kuat dibanding karbon
diokasida (CO2).
17
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Sampah yang dibuang ke saluran air dan sungai menjadi salah satu penyebab
terjadinya genangan dan banjir karena tumpukan sampah menyumbat aliran air.
Di sisi lain, sampah yang dibuang ke sungai, danau, atau laut dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem. Kita kerap menemukan satwa air yang mati karena
terjebak di dalam sampah plastik. Ikan paus yang mati karena perutnya penuh
sampah. Penyu dengan hidung tertusuk sedotan plastik bertahun-tahun.
Sampah plastik di laut (marine plastics) saat ini sudah menjadi tantangan global.
Secara khas, marine litter tidak memiliki wilayah teritori negara maupun
wilayah administrasi daerah. Dari sisi jumlah dan sebarannya cenderung
meningkat terus secara signifikan dan tersebar dalam skala samudera. Meskipun
belum ada data valid mengenai jumlah marine litter secara global, beberapa hasil
riset mengungkapkan atara lain: 70% sampah di laut berasal dari daratan (land
based mangement), sisanya 30% berasal dari kegiatan di laut (sea based
management). 80% sampah laut tadi berupa plastik, dan 8,8 juta ton sampah
plastik terbuang atau dibuang ke samudera setiap tahunnya.
Kemajuan teknologi dan peningkatan taraf hidup sebuah bangsa memiliki dua
wajah. Menjamin kehidupan yang lebih baik sekaligus memberi beban yang
makin berat terhadap bumi. Sampah merupakan salah satu permasalahan
lingkungan yang makin serius dihadapi. Tak hanya masyarakat perkotaan tetapi
juga di daerah. Sebab kecepatan informasi memberi dampak penyebaran
teknologi dan gaya hidup yang merata di semua wilayah geografis.
18
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Ada banyak kebijakan dan program yang sudah dilaksanakan. Kebijakan dan
program prioritas meliputi JAKSTRANAS, Adipura, circular economy, WTE,
bank sampah, dukungan infrastruktur dan penanganan sampah laut. Hingga
2018 diperoleh data pengelolaan sampah nasional sebagai berikut:
Semua kebijakan dan program tersebut tak akan berhasil tanpa peran seluruh
pemangku kepentingan dan masyarakat. Selain peningkatan volume sampah
yang signifikan, kepedulian masyarakat juga meningkat. Beragam aksi
masyarakat baik yang diinisasi oleh pemerintah, LSM, maupun keinginan
sekelompok masyarakat secara mandiri menunjukkan peningkatan. Dari sana,
lahirlah pahlawan lokal (local heroes) yang layak untuk dicatat dan disebarkan.
Harapannya, apa yang mereka lakukan bisa diduplikasi di tempat lain sehingga
pengelolaan sampah bukan hanya program melainkan keniscayaan sebagai
manusia yang hidup di bumi ini.
19
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Refuse-Derived Fuel (RDF) adalah bahan bakar alternatif yang berasal dari
sampah yang telah melalui proses pengolahan. Sampah yang dapat
dimanfaatkan sebagai RDF adalah yang mudah terbakar seperti sampah kertas,
sampah plastik, dan lain lain. RDF diproses sesuai dengan pedoman dan
peraturan, terutama untuk mencapai nilai kalori yang tinggi. RDF dapat
digunakan dalam kiln semen, pembangkit listrik thermoelectric, boiler tertentu,
dan lain lain, sebagai pengganti bahan bakar batubara. Karakteristik RDF yaitu
nilai kalor yang cukup besar, komposisi kimia fisik yang homogen, kemudahan
penyimpanan, kemudahan penanganan dan transportasi, dan polutan rendah
emisi (Gendebien et al., 2003; Kobayashi et al., 2005.).
Pemanfaatan sampah sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen dan
industri pembangkit energi lainnya merupakan salah satu solusi yang
menguntungkan berbagai pihak. Jenis sampah mudah terbakar memiliki potensi
nilai kalor yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
produksi. Emisi gas rumah kaca di TPA akan berkurang dan emisi gas buang
pada industri semen dan industri lainnya lebih terkontrol, mengingat industri-
industri tersebut mengolah gas buang yang dihasilkan dengan batas maksimum
yang telah ditetapkan sehingga aman untuk dibuang ke udara bebas.
Yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Pengaturan ini terdiri
dari 5 jenis sampah spesifik rumah tangga yaitu: sampah yang mengandung
B3/LB3, sampah yang timbul akibat bencana, sampah puing bongkaran
bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan sampah yang
timbul secara tidak periodik meliputi sampah laut, sampah kegiatan masal dan
sampah berukuran besar. Hingga saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Sampah Spesifik dalam tahap harmonisasi dengan seluruh kementerian
terkait.
20
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Yang dimaksud sampah yang timbul akibat bencana material organik dan
anorganik yang bersifat padat yang timbul akibat bencana alam, diantaranya
bangkai binatang, reruntuhan bangunan berupa puing-puing, abu, batu, batang-
batang pepohonan yang tumbang, dedaunan, sampah perkotaan dan aktifitas
lainnya seperti pertanian/perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian
dan kegiatan pariwisata. Pengelolaan sampah yang timbul akibat bencana
dilakukan pada tahap penanganan, setelah penyelamatan dan evakuasi korban,
dengan mempertimbangkan:
21
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
• bangunan gedung;
• bongkaran prasarana taman dan tempat rekreasi;
• bongkaran prasarana perhubungan; dan
• bongkaran prasarana pengairan.
Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah merupakan sampah yang
teknologi pengolahannya belum tersedia di indonesia. Setiap orang. pemerintah,
pemerintah daerah dapat mengusulkan jenis sampah yang secara teknologi
belum dapat diolah. Menteri dapat membentuk tim ahli untuk melakukan kajian
terhadap usulan yang sudah diajukan, dan hasil kajian dari tim ahli yaitu,
sampah yang secara teknologi dapat diolah
Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, Menteri menetapkan bentuk
pengolahan sampahnya.
Sampah yang timbul secara tidak periodik merupakan sampah yang timbul dari
kegiatan manusia yang sewaktu-waktu dapat terjadi, volumenya besar dan perlu
penanganan khusus.
c. Sosialisasi Kebijakan
Disamping itu, sebagai media sosialisasi dan edukasi ke masyarakat luas, pada
awal 2018 telah dikeluarkan 5 pedoman pengelolaan sampah yang terdiri dari:
22
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Pengurangan sampah
Pengurangan sampah ini harus melibatkan seluruah lapisan masyarakat secara
sistematis dengan mekanisme 3R (reduce, reuse, recycle). Dimulai dengan EPR
(Extended Producer Responsibility) yaitu pembatasan sampah melalui penerapan
tanggung jawab produsen. Bila terpaksa ada sampah, maka sebisa mungkin
meakukan pemanfaatan kembali.
Penanganan sampah
Penanganan sampah ini meliputi pengumpulan, pengangkutan, pemilahan,
pengolahanan, dan pemrosesan akhir. Masing-masing tahapan ini harus ada
pedoman teknis, sarana prasaran, dan pedoman teknis sesuai standar. Selain itu,
didukung oleh operator yang kompeten. Pengaktifan bank sampah perlu
dilakukan untuk memperlancar proses ini.
Pada tahap pemrosesan akhir sampah, selain melalui penyediaan sarana dan
prasarana serta operasional tempat pemrosesan akhir sistem lahan urug saniter
23
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
(sanitary landfill) atau lahan urug terkendali (controlled landfill) yang sesuai
standar. Diperlukan penyediaan sarana dan prasarana serta operasional
pemanfaatan gas metana (landfill gas) yang sesuai standar, penyediaan pedoman
teknis pemrosesan akhir sampah, peningkatan kompetensi operator pemrosesan
akhir sampah, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan sistem tempat
pemrosesan akhir, dan kegiatan lainnya.
e. Perangkat Undang-Undang
24
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Untuk mendorong kita merubah pola pikir, gaya hidup dan budaya dalam
pengelolaan sampah menjadi lebih baik, maka untuk pelaksanaan Hari Peduli
Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan Surat Edaran Nomor
SE.1/MenLHK/PSLB3/PLB.0/1/2018 tentang Kerja Bersama untuk
Peningkatan Penanganan Sampah dalam rangka Hari Peduli Sampah 2018.
25
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Satu tahun setelah dikeluarkannya JAKSTRANAS, pada bulan April 2018 KLHK
menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor:
P.10/Menlhk/Setjen/PLB.0/4/2018 tanggal 21 April 2018 tentang Pedoman
Penyusunan JASKTRADA serta penyusunan buku saku penyusunan
JAKSTRADA sebagai acuan bagi kabupaten/kota. Di samping itu, telah
dilaksanakan roadshow ke 6 regional yaitu regional Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Bali-Nusra, Sulawesi-Maluku, dan Papua serta asistensi langsung ke daerah-
daerah dalam melakukan penyusunan JAKSTRADA.
26
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
27
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Perkembangan JAKSTRANAS
Data per Desember 2018, dari 34 provinsi di Indonesia, sebanyak 13 provinsi
telah mengumpulkan dokumen JAKSTRADA. Provinsi tersebut terdiri dari 8
provinsi mengumpulkan Peraturan Gubernur yang belum ditandatangani.
Sejumlah 4 provinsi mengumpulkan dokumen JAKSTRADA yang telah di
tandatangani oleh gubernur dan belum lengkap. Sedangkan 1 provinsi dokumen
JAKSTRADA yang telah di tandatangani oleh gubernur dan lengkap. Sebanyak
300 kabupaten/kota telah mengumpulkan dokumen JAKSTRADA dari 514
Kabupaten/Kota di Indonesia. Sejumlah 108 kabupaten/kota mengumpulkan
Peraturan Bupati/Peraturan Walikota yang belum ditandatangani. 46
kabupaten/kota mengumpulkan dokumen JAKSTRADA yang telah di tanda
tangani oleh bupati/walikota dan belum lengkap. Sedangkan 146
kabupaten/kota dokumen mengumpulkan JAKSTRADA telah di tandatangani
oleh bupati/walikota dan lengkap.
Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti
pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan
untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh".
Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni
2002, dan berlanjut hingga sekarang dengan penyesuaian kriteria seiring
perkembangan isu lingkungan sesuai peraturan yang berlaku.
28
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
29
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 3 Persentase Kota yang Mendapatkan Nilai Pengelolaan Sampah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam
skala baik pada program adipura 2016-2017
Mekanisme, kriteria, dan indikator Program Adipura saat ini sangat kental
terhadap pengintegrasian aspek sosial dengan aspek lingkungan. Hal ini terlihat
dari kriteria dan indikator terkait pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau
yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta partisipasi aktif masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau tersebut. Maka kriteria
dan indikator Program Adipura saat ini nantinya akan dimasukkan sebagai
kategori Adipura Buana, yaitu suatu kategori penilaian Adipura untuk
mewujudkan kota-kota yang layak huni (livable city).
30
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 4 Trend TPA Open Dumping dan TPA Non Open Dumping
Atas instruksi Wakil Presiden RI pada penghargaan Adipura tahun 2017 yang
dilaksanakan di Siak Indrapura, nama penghargaan Adipura dikembalikan
seperti semula yaitu: Sertifikat Adipura, Plakat Adipura, Piala Adipura dan Piala
Adipura Kencana. Ketetapan ini dituangkan melalui adendum
P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 adapun kriteria dan metode pelaksanaan
Adipura masih mengacu pada P.53/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016.
31
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Gambar 5 Persentase Kota yang mendapatkan nilai pengelolaan TPA dalam skala baik pada program adipura 2016-
2017
Melalui program ini pula KLHK mendorong pemanfaatan gas metan dari TPA
baik itu sebagai sumber energi termal (misalnya sebagai sumber energi bagi
kompor masyarakat di sekitar TPA) maupun sebagai sumber energi listrik
(misalnya TPA Benowo Surabaya yang mampu menghasilkan listrik 2MW).
Jumlah kabupaten/kota dalam kurun waktu 2 tahun terakhir yang sudah
mampu memanfaatkan gas metan dari TPA. Pemanfaatan gas metan dari TPA
ini termasuk upaya Mitigasi dampak Perubahan Iklim.
32
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Selain itu, dalam rangka dalam rangka mendorong pemenuhan ketentuan dalam
UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Kabupaten dan Kota yang
terindikasi masih mengoperasikan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
secara Open Dumping (lahan urug terbuka) otomatis gugur dalam tahap
penilaian dan tidak dapat dinominasikan dalam penganugerahan Adipura.
33
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
34
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
35
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Dalam rangka tugas dan fungsi tersebut di atas, diperlukan sebuah intrumen
standar penilaian pengelolaan sampah dari pusat hingga daerah sehingga hasil
penilaian dapat dengan mudah dibandingkan dan digunakan sebagai instrumen
untuk memberikan insentif (reward) dan disinsentif (punishment) bagi daerah dan
pusat. Instrumen ini juga dapat digunakan sebagai kontrol kendali pusat
terhadap daerah dan kontrol pada setiap pemerintahan daerah dan pusat.
Dengan adanya instrumen kendali yang standar ini, maka semua instansi atau
lembaga pengelola persampahan akan terpicu untuk selalu melakukan
perbaikan secara berkesinambungan guna meningkatan nilai kinerja
pengelolaan sampah.
36
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
A. Governance (Pemerintahan)
Governance/pemerintahan merupakan aspek penting dalam pengelolaan
sampah. Pemerintahan berfungsi sebagai perencana dan pengatur/pengelola
sumberdaya. Dalam konteks sistem pengelolaan sampah, governance meliputi
input dan proses dalam pengelolaan sampah.
37
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
2. Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil idetenfikasi komponen yang dapat dihitung dan diukur dalam
penilaian kinerja pengelolaan sampah seperti yang telah diuraikan di atas,
langkah yang paling kritis berikutnya adalah pengumpulan data. Data-data
dikumpulkan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Bahan Berbahaya Beracun berdasarkan hasil idenfikasi komponen penilaian
kinerja pengelolaan sampah. Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut:
1. Komposisi sampah
2. Produk hukum daerah terkait pengelolaan sampah
3. Alokasi anggaran pengelolaan sampah
4. Retribusi sampah
5. Alat angkut pemindahan sampah
38
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Setelah data yang dibutuhkan tersedia kemudian disatukan dalam formula yang
menghasilkan suatu nilai indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS). Setiap
indikator diformulasikan memiliki nilai hingga 100. Kemudian masing-masing
indikator diberikan bobot, dimana total nilai bobot semua indikator adalah 100%.
Namun untuk kemudahan, nilai untuk parameter input, proses, dan outcome
langsung diberikan dalam bentuk poin dengan nilai maksimal sama dengan nilai
bobot masing-masing indikator.
39
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Tabel 2 Penilaian indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS) Formulasi nilai dan bobot untuk semua komponen,
parameter dan indicator kinerja pengelolaan sampah
A. Governance
Total nilai indeks governance adalah sebesar 40. Nilai untuk parameter input
sebesar 30, sedangkan untuk parameter proses sebesar 10.
1. Input
Nilai total input adalah 30. Nilai ini terdiri dari nilai kebijakan sebesar 15,
sumberdaya manusia sebesar 5, sarana dan prasarana sebesar 5 dan anggaran
sebesar 5. Nilai untuk masing-masing indikator diperinci sebagai berikut:
40
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
1.1. Kebijakan
Parameter yang diukur adalah berbagai macam kebijakan yang telah
dikeluarkan mulai dari kebijakan pengelolaan sampah, kebijakan strategi
daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah, pembatasan atau pengurangan
sampah, penanganan sampah, pemilahan sampah, bank sampah dan
sebagainya. Penilaian poin untuk setiap jenis kebijakan dapat dilihat pada
tabel 3.
Indikator Nilai
Perda RPJMD memuat kebijakan pengelolaan
23,3
lingkungan hidup dan/atau pengelolaan sampah
Perda Pengelolaan Sampah 23,3
Perbup/Perwali Jakstrada 13,3
Perbup / Perwali Pengurangan Sampah 13,3
Perbup / Perwali Penanganan Sampah 13,3
Perbup / Perwali Pembatasan Sampah 13,3
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten/Kota
41
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
42
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
b. Sumber data
• Laporan Jakstrada, Laporan SKPD terkait pengelolaan sampah,
Data Non Fisik Adipura
• Data Kepegawaian SKPD terkait pengelolaan sampah
Catatan:
Sumberdaya Manusia yang dihitung adalah
a. Jika berasal dari SKPD yang khusus menangani pengelolaan
sampah, misalnya Dinas Kebersihan, maka jumlah SDM adalah
jumlah seluruh pegawai di SKPD tersebut. Dimulai dari pejabat
struktural hingga petugas lapangan. Pegawai honorer atau
pegawai tidak tetap juga dihitung.
b. Jika berasal dari SKPD yang salah satu tugas dan fungsinya
menangani pengelolaan sampah, misalnya Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan, maka jumlah SDM adalah hanya jumlah
pegawai pada bidang yang menangani pengelolaan sampah.
Dimulai dari Kepala Dinas, pejabat struktural dibawahnya yang
menangani pengelolaan sampah hingga petugas lapangan.
Pegawai honorer atau pegawai tidak tetap juga dihitung.
c. Jika ada penugasan penanganan sampah di kecamatan maka SDM
kecamatan yang melakukan penanganan sampah ditambahkan ke
dalam jumlah SDM dari salah satu kondisi pada huruf a atau b.
43
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
b. Sumber data
• Laporan Jakstrada,
• Laporan SKPD terkait pengelolaan sampah,
• Data Non Fisik Adipura
44
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Keterangan :
- Total kapasitas sarana angkut = ∑ (kapasitas angkut setiap jenis
alat angkut x ritasi setiap jenis alat angkut per hari)
- Total kapasitas pengolahan sampah = ∑ kapasitas pengolahan
sampah setiap jenis fasilitas pengolahan sampah per hari
Catatan:
1. Sarana angkut sampah contohnya adalah motor pengangkut
sampah roda tiga, mobil pick up pengangkut sampah, dump truck,
arm roll, compactor truck.
2. Fasilitas pengolahan sampah contohnya adalah pusat daur ulang,
TPS 3R yang dikelola pemerintah kabupaten/kota, biodigester,
TPST, fasilitas RDF dan lain-lain.
3. Sarana angkut maupun fasilitas pengolahan sampah yang dihitung
kapasitasnya adalah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten /
kota atau pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah
kabupaten/kota.
1.4. Anggaran
Parameter yang dapat diukur adalah persentase total alokasi dana
APBD/APBN untuk pengelolaan sampah terhadap total APBD. Nilai
presentase ini kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas dan masing-
masing kelas diberikan poin nilai dari 1 hingga 5. Klasifikasi persentase
anggaran dan poin penilaiannya disajikan pada tabel 7.
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
45
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
Catatan:
1. Jika berasal dari SKPD yang khusus menangani pengelolaan
sampah, misalnya Dinas Kebersihan, maka jumlah anggaran
adalah jumlah seluruh anggaran di SKPD tersebut.
2. Jika berasal dari SKPD yang salah satu tugas dan fungsinya
menangani pengelolaan sampah, misalnya Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan, maka jumlah anggaran adalah hanya
jumlah anggaran pada bidang yang menangani pengelolaan
sampah.
3. Jika ada penugasan penanganan sampah di kecamatan maka
anggaran kecamatan yang melakukan penanganan sampah
ditambahkan ke dalam jumlah anggaran dari salah satu kondisi
pada angka 1 atau 2.
2. Proses
Nilai total proses adalah 10. Nilai ini terdiri dari nilai sosialisasi dan pemahaman
sebesar 5 dan acceptability dan implementasi sebesar 5. Nilai untuk masing-
masing indikator diperinci sebagai berikut:
No Indikator Nilai
1 Pelaksanaan kampanye fisik secara periodik 40
2 Pelaksanaan kampanye di media konvensional 20
3 Pelaksanaan kampanye di media online 20
4 Pelaksanaan kampanye di media sosial 20
46
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
47
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
• Laporan Jakstrada
c. Cara pengukuran / penghitungan nilai
Catatan:
1. Bank sampah atau TPS3R yang dihitung adalah jumlah bank sampah
unit dan bank sampah induk serta TPS3R (KSM) yang aktif.
48
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
1. Output
Nilai total output adalah 40. Nilai ini terdiri dari nilai capaian pengelolaan
sampah sebesar 20 dan nilai efisiensi anggaran sebesar 20. Nilai untuk masing-
masing indikator diperinci sebagai berikut.
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
f : Bobot faktor TPA; f = 1 jika TPA sanitary landfill; f = 0.8 jika TPA controlled landfill;
TPA TPA TPA
f = 0.3 jika TPA open dumping; dan f = 0.1 tidak punya TPA
TPA TPA
Catatan:
1. Rasio pencapaian ini dibagi kedalam 2 kelompok pengelolaan
sampah, yaitu rasio capaian pengurangan sampah dan rasio
capaian penanganan sampah.
2. Nilai output rasio capaian penanganan kemudian diberikan bobot
berdasarkan dari jenis TPA yang dimiliki. Semakin baik dan
ramah lingkungan jenis TPAnya diberikan nilai semakin tinggi.
Besaran bobot berkisar antara 0,3 hingga 1. Bobot ini sebagai
bentuk disinsentif dan mendorong perbaikan TPA hingga pada
standar minimum. Bobot untuk setiap jenis TPA adalah sebegai
berikut:
• TPA tipe sanitary landfill dianggap sebagai minimum standar
TPA diberikan bobot sebesar 1,
49
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
Catatan:
1. Kelas anggaran merupakan indikator ideal alokasi anggaran
pengelolaan sampah. Semakin kecil kelas anggaran semakin ideal
apabila anggaran pengelolaan sampah sudah ditanggung atau
ditangani oleh masyarakat melalui kegiatan 3R atau retribusi
sampah. Kelas anggaran ini digunakan untuk menghitung
efektifitas dan efisiensi pengelolaan sampah. Kelas anggaran 1
merupakan kelas yang paling ideal. Persentase untuk kelas
anggaran 1 perlu diperhitungkan kembali secara periodik sesuai
dengan kondisi Indonesia.
50
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
2. Outcome
b. Sumber data
• SK Menteri LHK tentang Adipura
• Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)
51
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
No Indikator Nilai
1 Meraih Penghargaan Adipura Kencana 100
2 Meraih Penghargaan Adipura 90
3 Mendapatkan nilai adipura ≥ 71 80
4 Mendapatkan nilai adipura < 71 30
5 Tidak memiliki jakstrada dan neraca jakstrada 0
Catatan:
3. Dampak
b. Sumber data
• Ditjen PPKL/Pusdatin KLHK
• SK Menteri LHK tentang IKLH
Catatan:
1. Nilai IKA yang digunakan adalah nilai IKA dari nilai IKLH
berdasarkan SK Menteri LHK dari tahun sebelumnya.
52
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
BAB IV PENUTUP
53
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH
54