Anda di halaman 1dari 54

INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP


DAN KEHUTANAN

PEDOMAN

PERHITUNGAN
INDEKS KINERJA
PENGELOLAAN
SAMPAH

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN


SAMPAH, LIMBAH DAN B3
1
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

2
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

KATA PENGANTAR

Dalam Rencana Stategis Kementerian Lingkungan Lingkungan Hidup dan


kehutanan (KLHK) Tahun 2020-2024, IKPS telah diitetapkan menjadi salah satu
Indikator Kinerja Utama (IKU) dari 20 IKU capaian target kenerja KLHK.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya
dengan salah satu tugas dan fungsinya di bidang penyelenggaraan pengelolaan
sampah menjadi pengampu yang bertanggungjawab terhadap laporan capaian
IKPS di setiap tahunnya.

Indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS) merupakan instrumen standar


penilaian kinerja pengelolaan sampah dari pusat hingga daerah sehingga hasil
penilaian dapat dengan mudah dibandingkan dan digunakan sebagai instrumen
untuk memberikan insentif (reward) dan disinsentif (punishment) bagi daerah
dan pusat. Instrumen ini juga dapat digunakan untuk kontrol kendali pusat
terhadap daerah dan kontrol pada setiap pemerintahan daerah dan pusat.
Dengan adanya instrumen kendali yang standar ini, maka semua instansi atau
lembaga pengelola persampahan akan terpicu untuk selalu melakukan
perbaikan secara berkesinambungan guna meningkatkan nilai kinerja
pengelolaan sampah.

Dalam rangka transpransi dan sosialiasi indiktor dan cara penghitungan capaian
nilai IKPS Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, maka disusunlah buku
petunjuk teknis ini sehingga dapat menjadi panduan bagi para pemangku
kepentingan baik di tingkat nasional maupun daerah. Buku petunjuk teknis
memuat indikator-indikator yang digunakan, data-data yang dibutuhkan serta
cara perhitungan secara rinci dengan penjelasannya agar mudah dipahami dan
dilaksanakan.

3
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Penyusunan pedoman ini dilakukan melalui serangkaian diskusi yang


melibatkan pakar, akademisi dan Organisasi Perangkat Daerah di bidang
persampahan atau kebersihan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah terlibat selama proses penyusunan petunjuk
teknis ini dari awal hingga akhir.

Akhir kata, kami berharap petunjuk teknis ini dapat bermanfaat secara optimal,
sehingga target Pengurangan dan Penanganan Sampah sebagaimana
diamanatkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017
Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dapat dicapai. Sejalan dengan hal
tersebut, dengan tercapainya target Perpres ini maka akan menjadi salah satu
kontributor dalam mewujudkan visi Ditjen PSLB3 yaitu “Terwujudnya Kualitas
Lingkungan Hidup dan Kesehatan Masyarakat yang baik melalui pengelolaan
sampah, limbah dan bahan beracun berbahaya” dalam mendukung
“Terwujudnya Keberlanjutan Sumber Daya Hutan dan Lingkungan Hidup
untuk Kesejahteraan Masyarakat”.

Jakarta, Desember 2020


Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3

Rosa Vivien Ratnawati

4
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 3


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 5
DAFTAR TABEL............................................................................................................ 6
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... 7

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 8


1. Latar Belakang..................................................................................................... 9
2. Tujuan dan sasaran............................................................................................. 9
3. Kedudukan, Tugas dan Fungsi ...................................................................... 10
4. Sistematika ......................................................................................................... 12
BAB II PENGELOLAAN SAMPAH INDONESIA ................................................. 13
1. Permasalahan Sampah di Indonesia .............................................................. 14
a. Gaya Hidup Penyumbang Sampah .........................................................16
b. Sampah itu Mengalir Sampai Jauh ..........................................................17
c. Ancaman Sampah Plastik dan Strategi Pengelolaannya ......................18
2. Kesadaran Masyarakat dan Arah Kebijakan Nasional ............................... 19
a. Pedoman Pengelolaan Sampah ................................................................20
b. Kebijakan Pengendalian Sampah Spesifik ..............................................20
c. Sosialisasi Kebijakan ..................................................................................22
d. Strategi Pengelolaan Sampah ...................................................................23
e. Perangkat Undang-Undang ......................................................................24
f. JAKSTRANAS dan JAKSTRADA ............................................................25
g. Adipura, Penghargaan dan Dana Insetif Daerah ..................................28
BAB III KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH ...................................................... 35
1. Kinerja Pengelolaan Sampah ......................... Error! Bookmark not defined.
Governance (Pemerintahan) ......................... Error! Bookmark not defined.
Efektivitas dan Efisiensi ................................. Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 53

5
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

DAFTAR TABEL

TABEL 1 BESARAN TARGET PENGURANGAN DAN PENANGANAN 2017-2018 ............. 27


TABEL 2 PENILAIAN INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH (IKPS) FORMULASI
NILAI DAN BOBOT UNTUK SEMUA KOMPONEN, PARAMETER DAN INDICATOR
KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH .......................................................................... 40

TABEL 3 NILAI DARI INDICATOR KEBIJAKAN .................................................................. 41


TABEL 4 CARA PENGUKURAN /PERHITUNGAN NILAI KEBIJAKAN ................................ 42
TABEL 5 NILAI DARI INDICATOR SUMBERDAYA MANUSIA ............................................. 43
TABEL 6 NILAI DARI INDICATOR SARANA DAN PRASARANA......................................... 44
TABEL 7 NILAI DARI INDIKATOR ANGGARAN ................................................................ 45
TABEL 8 NILAI DARI INDIKATOR SOSIALISASI DAN PEMAHAMAN ................................. 46
TABEL 9 CARA PENGHITUNGAN DAN PENGUKURAN NILAI DARI INDIKATOR SOSIALISAS
DAN PEMAHAMAN ................................................................................................. 47

TABEL 10 NILAI DARI INDIKATOR ACCEPTABILITY DAN IMPLEMENTASI ....................... 48


TABEL 11 PERHITUNGAN NILAI DARI KELAS ANGGARAN ............................................. 51
TABEL 12 NILAI DARI INDIKATOR OUTCOME ................................................................. 51
TABEL 13 CARA PENGUKURAN /PERHITUNGAN UNTUK NILAI DARI INDIKATOR
OUTCOME ................................................................................................................ 52

6
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 PERBANDINGAN TARGET DAN CAPAIAN PENGURANGAN SAMPAH


NASIONAL ..................................................................................27
GAMBAR 2 PERBANDINGAN TARGET DAN CAPAIAN PENANGANAN SAMPAH NASIONAL
...............................................................................................27
GAMBAR 3 PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI PENGELOLAAN SAMPAH
DAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM SKALA BAIK PADA PROGRAM
ADIPURA 2016-2017 ..................................................................30
GAMBAR 4 TREND TPA OPEN DUMPING DAN TPA NON OPEN DUMPING ...........31
GAMBAR 5 PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI PENGELOLAAN TPA
DALAM SKALA BAIK PADA PROGRAM ADIPURA 2016-2017 ...................32

7
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN

8
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

1. Latar Belakang

Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) dijalankan


antara lain dengan prinsip akuntabilitas, yang salah satu diantaranya adalah
akuntabilitas kinerja sehingga pertanggungjawaban prestasinya dapat terukur
dengan pasti dan jelas.

Pelaporan kinerja merupakan amanat kebijakan nasional sebagaimana diatur


dalam Pasal 20 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, yang kemudian diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014
Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya
disingkat dengan PERPRES 29/2014 SAKIP.

PERPRES tersebut menyatakan, dalam Pasal 1 angka 7, bahwa “indikator kinerja


adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari kinerja program dan
kegiatan yang telah direncanakan”. Adapun yang dimaksud dengan “program”
dan “kegiatan” adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 5 dan
angka 6 PERPRES 29/2014 SAKIP.a

Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun


Berbahaya, yang selanjutnya disingkat dengan Ditjen PSLB3, adalah salah satu
satuan kerja eselon 1 dalam jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, yang juga merupakan entitas akuntabilitas kinerja unit organisasi,
yaitu unit instansi pemerintah pusat yang melakukan pencatatan, pengolahan,
pengikhtisaran, dan pelaporan data kinerja tingkat eselon 1, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 16 PERPRES 29/2014 SAKIP.

Dengan demikian maka Ditjen PSLB3 merupakan salah satu pelaksana dari
penyelenggaraan SAKIP sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 dan Pasal 20
PERPRES 29/2014 SAKIP.

Dalam rangka pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


(SAKIP) termaksud di atas maka semestinya setiap instansi pemerintah,
termasuk Ditjen PSLB3, mendeterminasi dan selanjutnya menetapkan indikator
kinerja sebagai tolok ukur dari pengukuran kinerjanya.

2. Tujuan dan sasaran

Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah dimaksudkan sebagai petunjuk teknis


perhitungan indeks kinerja pengelolaan sampah dalam rangka memberikan
penilaian kinerja pengelolaan sampah yang sederhana dan menyeluruh sehingga

9
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

dapat digunakan sebagai standar penilaian kinerja pengelolaan sampah bagi


pusat maupun daerah.

Tujuan dari Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah sebagai berikut :

a. Sebagai instrument untuk mengukur keberhasilan pemerintah pusat


maupun daerah dalam mengelola sampah.
b. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada public tentang pencapaian
pengelolaan sampah.

Sasaran yang diharapkan adalah terdokumentasinya hasil telaahan dan kajian


pengembangkan konsep indikator kinerja termaksud di atas, terutama pola
pemikiran yang mendasari pengembangan konsep, hasil perumusan konsep
indikator kinerja dan opsi formulanya, sebagai bahan pertimbangan bagi
pengambilan keputusan.

3. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Kedudukan Ditjen PSLB3 berada di bawah dan bertanggung jawab kepada


Menteri, yaitu sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 762 ayat (1) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.18/MenLHK-II/2015
Tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, yang selanjutnya disingkat dengan PERMEN-LHK P.18/2015. Pada
kedudukannya tersebut, Ditjen PSLB3 mengemban tugas dan fungsi
sebagaimana diamanatkan pada Pasal 763 dan Pasal 764 PERMEN-LHK
P.18/2015, sebagai berikut:

Ditjen PSLB3 mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan serta


pelaksanaan kebijakan, sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, bahan
berbahaya beracun dan limbah bahan berbahaya beracun.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Ditjen PSLB3


menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengelolaan sampah,


bahan berbahaya beracun, dan limbah bahan berbahaya beracun, serta
pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengelolaan sampah,


bahan berbahaya beracun, dan limbah bahan berbahaya beracun, serta
pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah;

10
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


penyelenggaraan pengelolaan sampah, bahan berbahaya beracun, dan
limbah bahan berbahaya beracun, serta pemulihan lahan terkontaminasi
sampah dan limbah;

d. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan


pengelolaan sampah, bahan berbahaya beracun, dan limbah bahan
berbahaya beracun, serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan
limbah;

e. pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanan urusan


penyelenggaraan pengelolaan sampah, bahan berbahaya beracun, dan
limbah bahan berbahaya beracun, serta pemulihan lahan terkontaminasi
sampah dan limbah di daerah;

f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan pengelolaan


sampah, bahan berbahaya beracun, dan limbah bahan berbahaya beracun,
serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah;

g. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,


Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya; dan

h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:


P.16/Menlhk/Setjen/SET.1/8/2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024, yang selanjutnya disingkat
dengan PERMEN LHK P.16/2020 RENSTRA menetapkan bahwa Ditjen PSLB3
adalah mengelola Program Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun
Berbahaya, yang selanjutnya disingkat dengan Program PSLB3, yaitu
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran, Bab III, sub bab B, halaman 28.

Dengan demikian maka Ditjen PSLB3 sebagai mengelola program, sebagaimana


diamanatkan oleh Pasal 10 PERPRES 29/2014 SAKIP, harus menetapkan
indikator kinerja tiap kegiatan yang berada di bawah programnya.

Pelaksanaan program tersebut dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi Ditjen
PSLB3 yang diamanatkan dalam Pasal 763 dan Pasal 764 PERMEN-LHK
P.18/2015, serta penjabarannya yang diatur lebih lanjut pada Pasal 765 sampai
dengan Pasal 880.

11
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

4. Sistematika

Secara garis-besar, rangkaian proses pengembangan konsep ini meliputi


telaahan atas kebijakan yang berkenaan dengan indikator kinerja, telaahan atas
kebijakan yang berkenaan dengan lingkup tugas Ditjen PSLB3 dan tujuan serta
sasaran programnya, pengembangan konsep indikator kinerja program PSLB3,
dan usulan mengenai indikator kinerja Ditjen PSLB3.

Bertolak dari garis-besar termaksud di atas maka susunan buku dokumentasi ini
terdiri atas Bab Pertama yang berisikan perihal pendahuluan, lalu Bab Kedua
yang memuat hasil telaahan atas kebijakan yang berkenaan dengan indikator
kinerja, kemudian Bab Ketiga yang berisikan hasil telaahan atas kebijakan yang
berkenaan dengan lingkup tugas Ditjen PSLB3 dan tujuan programnya. Adapun
hasil wacana dan diskusi mengenai pengembangan konsep indikator kinerja
program PSLB3 dimuat dalam Bab Keempat. Sedangkan bagian penutupnya
disajikan pada Bab Kelima.

12
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

BAB II PENGELOLAAN SAMPAH


INDONESIA

13
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

1. Permasalahan Sampah di Indonesia


Sampah merupakan proses alam yang berbentuk padat dan/atau sisa kegiatan
sehari-hari manusia, oleh karena itu sampah tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari manusia. Secara umum pola penanganan sampah di
Indonesia hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan
buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan
terpateri menjadi kebijakan yang umum dilaksanakan pemerintah. Pola
pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh mindset bahwa
sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang. Sehingga
pendekatan yang dijalankan adalah pendekatan melalui penyelesaian di tempat
pemrosesan akhir (end of pipe).

Amanat utama pengelolaan sampah dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan


Sampah adalah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-
angkut-buang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur
ulang sumber daya (resources recycle). Pendekatan yang tepat menggantikan
pendekatan end of pipe atau mengkombinasikan dengan pendekatan end of pipe
yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan pendekatan
prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), kewajiban produsen dalam pengurangan
sampah (Extended Producer Responsibility, EPR), pengolahan dan pemanfaatan
sampah menjadi sumber daya, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi
terbarukan, serta pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan
lingkungan.

Isu sampah yang belakangan ini menjadi isu dunia adalah terkait sampah
plastik. Meskipun sampah organik mendominasi jenis sampah yang dihasilkan
di Indonesia, namun pada kenyataannya persoalan sampah plastik tidak kalah
rumit dibanding sampah jenis sampah lainnya. Jumlah timbulan sampah plastik
diperkirakan sebesar 14% dari total jumlah timbulan harian atau 24.500 ton per
hari setara 8,96 juta ton per tahun. OECD dalam laporannya tahun 2018
menyampaikan bahwa produksi limbah resin, serat dan plastic meningkat
sebesar 380 juta ton dan 300 juta ton tahun 2015 kemarin. Dari semua produksi
itu hanya 15% yang dapat didaur ulang sehingga dampak sampah plastik
terhadap lingkungan hidup terhitung serius karena plastik merupakan bahan
yang tidak mudah terurai secara alami sehingga dapat mencemari dan merusak
ekosistem tanah dan air. Sampah plastik juga menjadi salah satu penyebab
tersumbatnya aliran alir sungai, saluran drainase, dan gorong-gorong mengingat
masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam badan air.
Selain itu, saat ini muncul isu yang cukup hangat terkait sampah plastik, yaitu
sampah plastik yang mencemari ekosistem laut dalam bentuk micro plastic yang
mengganggu kehidupan biota laut. Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh
Jena R. Jambeck dari Universitas Georgia (http://plasticbank.org/prevent-

14
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

ocean-plastic/ diakses 1 Juni 2015) menyatakan bahwa Indonesia berada dalam


peringkat kedua dunia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut.

Hal tersebut merupakan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia


yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap gaya hidup
masyarakat sebagai konsumen. Penggunaan kemasan produk/barang
konsumsi, khususnya kemasan yang berbahan dasar plastik, mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi tersebut.
Konsumsi plastik nasional per kapita per tahun Indonesia ‘hanya’ 11 kilogram
(kg), jauh dibawah Singapura, Malaysia, dan Thailand yang mencapai 40 kg per
kapita per tahun. Artinya, potensi peningkatan konsumsi ini masih akan terjadi
di tahun mendatang.

Dengan tingkat daur ulang yang masih rendah, dan jangkauan pelayanan
persampahan yang juga masih dibawah 50%, terdapat 8.35% masyarakat yang
berperilaku membuang sampah ke perairan, lahan kosong, dan lingkungannya.
Penumpukan sampah di perairan ini menjadi permasalahan baru yang
mengancam ekosistem laut, membawa banyak tantangan dan dampak negatif
bagi ekonomi Indonesia dan komunitas/konsumen domestik dan internasional.
Konsep circular economy (CE) saat ini semakin berkembang sebagai pendekatan
alternatif yang melihat value dari raw materials secara berbeda, dengan tujuan
pemanfaatan yang maksimum dari sumber daya tersebut untuk dapat
digunakan selama mungkin. Melalui konsep ini, bahan baku dan produk
didesain dengan prinsip pencegahan sampah, guna ulang, daur ulang, dan
pemulihan kembali. Dalam konteks kemasan plastik, circular economy memiliki
peluang untuk mendukung industri dan pemerintah dalam menciptakan dan
memungkinkan closed loop supply chains untuk mendukung masyarakat
Indonesia dan lingkungan.

Berdasarkan kondisi di atas maka pengelolaan sampah di Indonesia masih


memerlukan intervensi pemerintah di satu pihak meskipun di pihak lain
pemerintah juga terus mendorong pemerintah daerah dan pihak swasta untuk
terus berinovasi dan berinvestasi dalam usaha/kegiatan pengelolaan sampah.
Oleh karena itu dalam Rencana Kegiatan Pemerintah TA. 2020, Direktorat
Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3,
Kementerian Lingkungan Hidup merencanakan kegiatan yang sifatnya
intervensi pemerintah dalam bentuk fasilitasi sarana dan prasarana pengelolaan
sampah, dengan sasaran kegiatan agar terkuranginya jumlah timbunan sampah
pada sumbernya sebesar 86.990.00 ton di 34 provinsi dan mendesain ulang
kemasan untuk produsen sebesar 80 ton, sekaligus tetap melakukan kegiatan
evalausi penyusunan NSPK, penyederhanaan regulasi, pembinaan,
pendampingan dan pemanataun serta evaluasi terhadap kinerja daerah dalam
pengurangan sampah.

15
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

a. Gaya Hidup Penyumbang Sampah

Meski sampah organik jumlahnya paling besar, namun lebih mudah ditangani
dibandingkan dengan sampah plastik. Sampah plastik membutuhkan waktu
puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai. Sayang sekali, sampai laporan ini
dibuat, belum ada tanda-tanda penurunan jumlah sampah plastik. Komposisi
sampah plastik menunjukkan trend meningkat dalam 10 tahun terakhir ini, dari
11% di tahun 2005, menjadi 14% di tahun 2013, menjadi 15% di tahun 2015 dan
16 % di tahun 2016.

Kini, plastik menjadi bagian dari kehidupan. Ketika membuka mata di pagi hari,
kita menuju ke kamar mandi dan menggosok gigi, di sana ada kemasan pasta
gigi. Plastik. Ketika menyeduh kopi, kita bertemu lagi dengan kemasan kopi dan
gula, plastik lagi. Semua kebutuhan hidup kita sudah terkemas dalam kemasan
yang sebagian besar plastik.

Selain itu, kita menyukai kepraktisan. Mobilitas yang semakin tinggi,


menjadikan kita mudah sekali menghasilkan sampah dengan kemasan sekali
pakai. Sumber utama sampah plastik berasal dari kemasan (packaging) makanan
dan minuman, kemasan consumer goods, kantong belanja, serta pembungkus
barang lainnya. Peralatan sekali pakai berbahan styrofoam dan plastik semakin
marak digunakan.

Jadi, sampah plastik di lingkungan didominasi oleh 5 jenis yaitu: kantong plastik
sekali pakai, pet botol, sedotan, styrofoam dan sachet. Adapun pemetaan
permasalahan sampah plastik yng paling sulit dikelola yaitu barang sekali pakai
dan kemasan sekali pakai.

Barang sekali pakai terdiri dari Microbeads, alat makan dan minum (sedotan,
cup, piring, sendok, garpu, dll), dan pembersih telinga. Sedangkan kemasan
sekali pakai terdiri dari kantong plastik, polystyrene (misalnya Styrofoam), dan
flexible plastic (sachet dan pouch).

Penggunaan barang-barang ini menunjukkan data yang signifikan bahwa


sumber sampah terbesar berasal dari rumah tangga. Sekretariat Adipura dalam
kurun waktu tahun 2016-2017 mencatat tiga sumber sumber sampah yang
paling dominan. Sumber sampah teratas ditempati sampah rumah tangga (52%),
disusul pasar tradisional (15%), kantor (9%) dan kawasan perniagaan (7%).
Sisanya sampah yang berasal dari fasilitas publik, sekolah, jalan, dan sebagainya
(17%).

Dari semua sampah plastik tersebut, komposisi sampah plastik yang paling
besar adalah kantong plastik. Di Jakarta terdapat 2.000 ton kantong plastik per
tahun berdasarkan Riset DLH dan GIDKP. Sedangkan di Bali, berdasarkan riset

16
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

SWI & PRAISE, sejumlah 11% sampah plastik di TPA merupakan kantong
plastik. Jumlah ini sangat mengkhawatirkan mengingat sampah plastik
membutuhkan waktu lama untuk terurai. Apalagi kota-kota di Indonesia belum
mampu memberikan pengolaan sampah yang optimal. Keterbatasan
kemampuan daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah semakin menambah kompleknya permasalahan persampahan di
Indonesia.

Kondisi ini diperparah dengan kebiasaan warga yang belum semua sadar dalam
memperlakukan sampah. Kita masih melihat orang-orang yang sampah
sembarangan tanpa merasa bersalah. Melalui kaca jendela mobil, menuangkan
keranjang sampah ke sungai, atau menaruh di sepanjang jalan yang bukan
tempatnya. Petugas sampah punya pekerjaan ekstra untuk masyarakat semacam
ini.

b. Sampah itu Mengalir Sampai Jauh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pemantauan


Adipura periode 2016-2017 di 14 kota metropolitan, 17 kota besar, 72 kota sedang
dan 252 kota kecil untuk memperoleh pola pengelolaan sampah.
Kesimpulannya, belum ada kota yang mampu memberikan layanan pengelolaan
sampah 100%. Secara garis besar, rata-rata nasional sampah yang terkelola
adalah 34% , ditimbun di TPA 50% dan sisanya tidak terkelola 16%.

Sampah yang tertimbun di tanah mencemari kualitas tanah. Air lindi secara
langsung juga mencemari kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah.
Senyawa organik di dalam air lindi memiliki konsentrasi yang sangat tinggi, hal
ini berdampak pada turunnya kadar oksigen terlarut dalam air. Sehingga air
dengan kualitas seperti ini menjadi tidak layak untuk dipergunakan manusia
dan dapat mematikan binatang air. Kualitas air akan semakin menurun, bahkan
menjadi berbahaya apabila tercemar senyawa logam berat.

Sampah organik dan anorganik yang tidak terkelola ini menjadi pencemar
lingkungan. Selama proses pembusukan, sampah organik menghasilkan metana
(CH4) dan hidrogen sulfida (H2S) yang mencemari udara. Metana adalah salah
satu gas rumah kaca (GRK) yang dapat merusak lapisan ozon. Daya rusak
metana terhadap lapisan ozon sekitar 21 kali lebih kuat dibanding karbon
diokasida (CO2).

Alternatif lain selain membusukkan sampah yaitu dengan membakar. Efek


pembakaran sampah menimbulkan pencemaran akibat terlepasnya karbon
dioksida (CO2) ke udara. Bila yang dibakar sampah plastik yang mengandung
chlorine dan styrine dapat melepaskan gas karsinogenik.

17
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Sampah yang dibuang ke saluran air dan sungai menjadi salah satu penyebab
terjadinya genangan dan banjir karena tumpukan sampah menyumbat aliran air.
Di sisi lain, sampah yang dibuang ke sungai, danau, atau laut dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem. Kita kerap menemukan satwa air yang mati karena
terjebak di dalam sampah plastik. Ikan paus yang mati karena perutnya penuh
sampah. Penyu dengan hidung tertusuk sedotan plastik bertahun-tahun.

Sampah plastik di laut (marine plastics) saat ini sudah menjadi tantangan global.
Secara khas, marine litter tidak memiliki wilayah teritori negara maupun
wilayah administrasi daerah. Dari sisi jumlah dan sebarannya cenderung
meningkat terus secara signifikan dan tersebar dalam skala samudera. Meskipun
belum ada data valid mengenai jumlah marine litter secara global, beberapa hasil
riset mengungkapkan atara lain: 70% sampah di laut berasal dari daratan (land
based mangement), sisanya 30% berasal dari kegiatan di laut (sea based
management). 80% sampah laut tadi berupa plastik, dan 8,8 juta ton sampah
plastik terbuang atau dibuang ke samudera setiap tahunnya.

c. Ancaman Sampah Plastik dan Strategi Pengelolaannya

Kemajuan teknologi dan peningkatan taraf hidup sebuah bangsa memiliki dua
wajah. Menjamin kehidupan yang lebih baik sekaligus memberi beban yang
makin berat terhadap bumi. Sampah merupakan salah satu permasalahan
lingkungan yang makin serius dihadapi. Tak hanya masyarakat perkotaan tetapi
juga di daerah. Sebab kecepatan informasi memberi dampak penyebaran
teknologi dan gaya hidup yang merata di semua wilayah geografis.

Proyeksi timbulan sampah nasional menunjukkan peningkatan rata-rata 1 juta


ton/tahun. Dimulai tahun 2015 mencapai 65 juta ton/tahun meningkat menjadi
sekitar 68 juta ton/tahun pada tahun 2018. Sumber sampah terbesar sebanyak
52% berasal dari sampah rumah tangga. Dan selama 10 tahun terakhir, terjadi
peningkatan jumlah sampah plastik. Data tahun 2016, komposisi jumlah sampah
plastik mencapai 16% dengan jumlah terbesar adalah kantong plastik. Di Jakarta,
2.000 ton kantong plastik/tahun mengambil alih ceruk kehidupan, mulai di TPA,
saluran air, dan tempat-tempat lain yang tak seharusnya ada sampah. Rata-rata
sampah nasional yang terolah baru 34%, ditimbun di TPA 50% sisanya 16% tidak
terkelola, termasuk di salamnya sampah plastik. Akibatnya, sampah plastik
menjadi ancaman lingkungan yang serius, terutama pada ekosistem laut. Sudah
terekspos sedemikian rupa, bagaimana plastik mengotori perairan dan
mencelakai makhluk laut.

Berangkat dari perangkat Undang-Undang no. 18 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah dan berbagai aturan turunannya, Kementerian Lingkungan

18
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Hidup dan Kehutanan Sektor Pengelolaan Sampah merumuskan strategi dan


pelaksanaannya.

Ada banyak kebijakan dan program yang sudah dilaksanakan. Kebijakan dan
program prioritas meliputi JAKSTRANAS, Adipura, circular economy, WTE,
bank sampah, dukungan infrastruktur dan penanganan sampah laut. Hingga
2018 diperoleh data pengelolaan sampah nasional sebagai berikut:

a. TPA open dumping 44%, non open dumping 56%


b. Sampah terkelola 34%, ditimbun di TPA 50%, tidak terkelola 16%
c. Komposisi sampah organik 58%, plastik 16%, kertas 11%, lainnya (logam,
kain, karet, kaca) 15%
d. Sumber sampah rumah tangga 52%, pasar tradisional 15%, perkantoran 9%,
pusat perniagaan 7%, dan lain-lain (termasuk fasilitas publik dan kawasan)
17%
e. Dokumen Jakstrada 13 provinsi dan 300 kab/kota

Semua kebijakan dan program tersebut tak akan berhasil tanpa peran seluruh
pemangku kepentingan dan masyarakat. Selain peningkatan volume sampah
yang signifikan, kepedulian masyarakat juga meningkat. Beragam aksi
masyarakat baik yang diinisasi oleh pemerintah, LSM, maupun keinginan
sekelompok masyarakat secara mandiri menunjukkan peningkatan. Dari sana,
lahirlah pahlawan lokal (local heroes) yang layak untuk dicatat dan disebarkan.
Harapannya, apa yang mereka lakukan bisa diduplikasi di tempat lain sehingga
pengelolaan sampah bukan hanya program melainkan keniscayaan sebagai
manusia yang hidup di bumi ini.

2. Kesadaran Masyarakat dan Arah Kebijakan Nasional


Sistem yang dijalankan bertumpu pada landasan filosofis bahwa sampah adalah
sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak untuk dibuang. Aksi dan bencana
Leuwigajah menandai kegagalan sistem pengelolaan sampah di Indonesia
selama 3 dasawarsa terakhir. Sistem yang dijalankan bertumpu pada landasan
filosofis bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan hanya layak
untuk dibuang. Pola pengelolaan sampah yang dilaksanakan hanya
menggunakan pola pendekatan pragmatis end of pipe. Cara menyelesaikan
persoalan sampah hanya dengan membangun TPA saja. Sehingga pola kumpul-
angkut-buang menjadi patron utama kebijakan pengelolaan sampah.

19
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

a. Pedoman Pengelolaan Sampah

Refuse-Derived Fuel (RDF) adalah bahan bakar alternatif yang berasal dari
sampah yang telah melalui proses pengolahan. Sampah yang dapat
dimanfaatkan sebagai RDF adalah yang mudah terbakar seperti sampah kertas,
sampah plastik, dan lain lain. RDF diproses sesuai dengan pedoman dan
peraturan, terutama untuk mencapai nilai kalori yang tinggi. RDF dapat
digunakan dalam kiln semen, pembangkit listrik thermoelectric, boiler tertentu,
dan lain lain, sebagai pengganti bahan bakar batubara. Karakteristik RDF yaitu
nilai kalor yang cukup besar, komposisi kimia fisik yang homogen, kemudahan
penyimpanan, kemudahan penanganan dan transportasi, dan polutan rendah
emisi (Gendebien et al., 2003; Kobayashi et al., 2005.).

Pemanfaatan sampah sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen dan
industri pembangkit energi lainnya merupakan salah satu solusi yang
menguntungkan berbagai pihak. Jenis sampah mudah terbakar memiliki potensi
nilai kalor yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
produksi. Emisi gas rumah kaca di TPA akan berkurang dan emisi gas buang
pada industri semen dan industri lainnya lebih terkontrol, mengingat industri-
industri tersebut mengolah gas buang yang dihasilkan dengan batas maksimum
yang telah ditetapkan sehingga aman untuk dibuang ke udara bebas.

Dengan demikian, kebutuhan akan teknologi pengolah sampah ramah


lingkungan dalam mengurangi ketergantungan akan TPA, serta meningkatnya
kebutuhan akan bahan bakar bagi industri semen dan industri pembangkit
energi, dan dorongan kuat pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi
gas rumah kaca dapat seluruhnya terpenuhi dengan adanya penerapan
pemanfaatan sampah sebagai bahan bakar alternatif yang disebut dengan
Refuse-Derived Fuel (RDF). Pada saat ini KLHK telah menyusun buku pedoman
RDF yang dapat digunakan oleh berbagai pihak sebagai pedoman umum.

b. Kebijakan Pengendalian Sampah Spesifik

Yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Pengaturan ini terdiri
dari 5 jenis sampah spesifik rumah tangga yaitu: sampah yang mengandung
B3/LB3, sampah yang timbul akibat bencana, sampah puing bongkaran
bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan sampah yang
timbul secara tidak periodik meliputi sampah laut, sampah kegiatan masal dan
sampah berukuran besar. Hingga saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah
tentang Sampah Spesifik dalam tahap harmonisasi dengan seluruh kementerian
terkait.

20
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

a. Jenis sampah yang mengandung B3 dan sampah yang mengandung limbah


B3

Pemilahan sampah yang mengandung B3 dan atau limbah B3 dilakukan di


sumber sampah. Selanjutnya, sampah yang mengandung B3 dan/atau limbah
B3 dikumpulkan di satu tempat tersendiri (dropping point). Di tempat
pengumpulan (dropping point) juga akan lakukan pemilahan kembali sehingga
dalam satu waktu tertentu diangkut oleh petugas ke tempat pengolahan.

Sesuai dengan tanggung jawabnya, pemerintah dan pemerintah daerah


berkewajiban menyediakan prasarana dan sarana pendukung seperti tempat
khusus (droping point) untuk sampah yang mengandung B3 dan/atau limbah
B3 yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Kewajiban menyediakan tempat
sampah khusus untuk pemilahan sampah spesifik tersebut juga diwajibkan
kepada pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya. Di tempat
pengolahan, sampah yang mengandung B3 dan/atau limbah B3 diproses
sedemikian rupa sehingga kondisinya bisa dikembalikan ke lingkungan atau
dimanfaatkan untuk keperluan lain.

• produk rumah tangga yang mengandung b3 dan tidak digunakan lagi;


• bekas kemasan produk yang mengandung b3;
• barang elektronik yang tidak digunakan lagi;
• produk dan/atau kemasan lainnya yang mengandung b3 yang tidak
digunakan lagi

b. Sampah yang timbul akibat bencana;

Yang dimaksud sampah yang timbul akibat bencana material organik dan
anorganik yang bersifat padat yang timbul akibat bencana alam, diantaranya
bangkai binatang, reruntuhan bangunan berupa puing-puing, abu, batu, batang-
batang pepohonan yang tumbang, dedaunan, sampah perkotaan dan aktifitas
lainnya seperti pertanian/perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian
dan kegiatan pariwisata. Pengelolaan sampah yang timbul akibat bencana
dilakukan pada tahap penanganan, setelah penyelamatan dan evakuasi korban,
dengan mempertimbangkan:

• luasan wilayah timbulan sampah yang timbul akibat bencana;


• besaran dan jenis sampah yang timbul akibat bencana; dan
• alat angkut yang diperlukan

21
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

c. Puing bongkaran bangunan;

puing bongkaran bangunan merupakan puing yang berasal dari kegiatan


membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung,
komponen bahan bangungan dan/atau prasarana dan sarananya

• bangunan gedung;
• bongkaran prasarana taman dan tempat rekreasi;
• bongkaran prasarana perhubungan; dan
• bongkaran prasarana pengairan.

d. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah merupakan sampah yang
teknologi pengolahannya belum tersedia di indonesia. Setiap orang. pemerintah,
pemerintah daerah dapat mengusulkan jenis sampah yang secara teknologi
belum dapat diolah. Menteri dapat membentuk tim ahli untuk melakukan kajian
terhadap usulan yang sudah diajukan, dan hasil kajian dari tim ahli yaitu,
sampah yang secara teknologi dapat diolah

Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, Menteri menetapkan bentuk
pengolahan sampahnya.

e. Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Sampah yang timbul secara tidak periodik merupakan sampah yang timbul dari
kegiatan manusia yang sewaktu-waktu dapat terjadi, volumenya besar dan perlu
penanganan khusus.

c. Sosialisasi Kebijakan

Disamping itu, sebagai media sosialisasi dan edukasi ke masyarakat luas, pada
awal 2018 telah dikeluarkan 5 pedoman pengelolaan sampah yang terdiri dari:

• Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa


• Pedoman Pengelolaan Sampah Skala Rumah Tangga
• Pedoman Pengelolaan Sampah Perkantoran
• Pedoman Pengelolaan Sampah Pertanian Perkotaan
• Pedoman Pengelolaan Sampah pada Penyelenggaraan Acara

22
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

d. Strategi Pengelolaan Sampah

Kinerja penanganan sampah mengalami perubahan. Kinerja pengelolaan


sampah fokus pada sebelum sampah hadir dan sesudah sampah ada.

Pengurangan sampah
Pengurangan sampah ini harus melibatkan seluruah lapisan masyarakat secara
sistematis dengan mekanisme 3R (reduce, reuse, recycle). Dimulai dengan EPR
(Extended Producer Responsibility) yaitu pembatasan sampah melalui penerapan
tanggung jawab produsen. Bila terpaksa ada sampah, maka sebisa mungkin
meakukan pemanfaatan kembali.

Selanjutnya, bila menggunakan kembali tak mungkin, maka sampah tersebut


didaur ulang. Secara teknis, sampah didaur ulang melalui operasional bank
sampah, penyediaan dan operasional TPS3R. Hasil pendaurulangan sampah ini
misa menjadi program pengembangan ekonomi kreatif. Sampah tak lagi
menjadi barang tak berguna dan mengganggu melainkan menjadi produk yang
bisa dijual.

Selain teknis pengurangan sampah, juga perlu adanya pemberian insentif


kepada pemerintah daerah yang memiliki kinerja pengurangan sampah
khususnya sampah plastik. Pemberian insetif bisa dilakukan dengan skema
Dana Insentif Daerah (DID). Hal yang bisa dipertimbangkan dalam pemberian
insentif antara lain memiliki kebijakan daerah pengelolaan sampah, memiliki
peraturan pembatasan sampah plastik, optimalisasi BSU dan BSI dalam
pengurangan sampah dari sumber, dan melihat kapasitas pengelolaan timbulan
sampah di BS dan optimalisasi TPS3R.

Penanganan sampah
Penanganan sampah ini meliputi pengumpulan, pengangkutan, pemilahan,
pengolahanan, dan pemrosesan akhir. Masing-masing tahapan ini harus ada
pedoman teknis, sarana prasaran, dan pedoman teknis sesuai standar. Selain itu,
didukung oleh operator yang kompeten. Pengaktifan bank sampah perlu
dilakukan untuk memperlancar proses ini.

Dalam hal pengolahan sampah dilakukan melalui penyediaan sarana dan


prasarana serta operasional pengolahan sampah menjadi bahan baku (material
recovery) dan sumber energi (energy recovery) yang sesuai standar. Yang tak kalah
penting, penyediaan informasi teknologi pengolahan yang sesuai standar, dan
kegiatan lainnya.

Pada tahap pemrosesan akhir sampah, selain melalui penyediaan sarana dan
prasarana serta operasional tempat pemrosesan akhir sistem lahan urug saniter

23
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

(sanitary landfill) atau lahan urug terkendali (controlled landfill) yang sesuai
standar. Diperlukan penyediaan sarana dan prasarana serta operasional
pemanfaatan gas metana (landfill gas) yang sesuai standar, penyediaan pedoman
teknis pemrosesan akhir sampah, peningkatan kompetensi operator pemrosesan
akhir sampah, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan sistem tempat
pemrosesan akhir, dan kegiatan lainnya.

e. Perangkat Undang-Undang

Mengubah paradigma memandang sampah yang diinterpretasikan dalam


strategi penanganan sampah memerlukan perangkat UU dan aturan sebagai
legalitas program. Adapun UU yang mengatur strategi tersebut yaitu:

a. Undang-Undang Pengolaan Sampah


− UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
b. Peraturan Pemerintah Pengelolaan Sampah
− PP nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
− PP nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik
c. Peraturan Menteri Baku Mutu Lindi
− Permen LHK nomor 59 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha
Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.
− Permen LHK nomor 70 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha Dan/Atau
Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Termal
d. Pengelolaan Sampah Sebagai Tanggung Jawab Daerah
Pada tanggal 16 Agustus 2016 dikeluarkan pengaturan kelembagaan
pengelolaan sampah Pemerintah Daerah melalui Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Kehutanan Nomor P.74/MENLHK/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang
Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Yang
Melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Urusan
Pemerintahan Bidang Kehutanan.

Dengan keluarnya Permen ini maka terjadi perubahan nomenklatur organisasi


perangkat daerah bidang lingkungan hidup dari BLH ke DLH, penggabungan
Dinas Kebersihan dan BLH sesuai dengan Keputusan (SK) Menteri LHK nomor
SK.651/MENLHK/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Hasil Pemetaan Urusan
Pemerintah Daerah Di Bidang Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.

24
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Peraturan ini untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah yang


sebagian besar kewenangannya sudah menjadi tanggung jawab daerah.
Mengingat pelaksanaan kewenangan pengelolaan sampah tersebut harus
dilaksanakan oleh unit teknis maka bentuk akan lebih tepat jika
penyelenggaraan urusan lingkungan hidup berada di bawah kedinasan unit
teknis lingkungan hidup.

e. Gerakan Masyarakan dan Pelibatan Dunia Usaha


Kunci dan akar utama dalam pengelolaan sampah adalah budaya yang berkaitan
dengan perilaku (kebiasaan) yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu kita harus
membangun kultur/budaya yang unggul dan dapat diterapkan (compatible)
dengan ideologi lingkungan, yang nantinya dapat menjadi cerminan budaya
bangsa sehingga citra Indonesia di mata dunia meningkat dan kita menjadi
negara Indonesia yang maju. Pengelolaan sampah dimulai dari "Gerakan
Perubahan Perilaku". Menjadikan "pengurangan sampah sejak dihasilkannya"
atau bahkan “penggunaan barang-barang yang tidak menghasilkan sampah”
(pencegahan sampah/waste prevention), sebagai budaya (culture) dan gaya hidup
(lifestyle) di masyarakat.

Untuk mendorong kita merubah pola pikir, gaya hidup dan budaya dalam
pengelolaan sampah menjadi lebih baik, maka untuk pelaksanaan Hari Peduli
Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan Surat Edaran Nomor
SE.1/MenLHK/PSLB3/PLB.0/1/2018 tentang Kerja Bersama untuk
Peningkatan Penanganan Sampah dalam rangka Hari Peduli Sampah 2018.

f. JAKSTRANAS dan JAKSTRADA

Dengan mengubah paradigma cara melihat sampah, tahun 2018 berhasil


merealisasikan target penanganan dan pengurangan sampah hingga 83,39%.
Sejumlah 14 provinsi telah mengumpulkan dokumen Jakstrada.

Perubahan paragdigma tentang sampah mengubah strategi penanganannya.


JAKSTRANAS (Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga) ditetapkan pada tanggal 23
Oktober 2017 mengatur hal ini. Kebijakan ini merupakan turunan dari Pasal 19
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

JAKSTRANAS sebagai titik balik pengelolaan sampah nasional karena membagi


pengelolaan sampah melalui dua penekanan yaitu pengurangan di sumber
melalui 3R dan penanganan sampah di hilir. Sistem pengelolaan sampah kota
dilakukan secara sistematis, diakhiri dengan pemrosesan akhir di TPA
menggunakan sistem manajemen controll landfill atau sanitary landfill.

25
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Proses ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah


pusat kementerian/lembaga terkait, legislatif, dan yudikatif, pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota), dan dunia usaha, asosiasi serta masyarakat.
Komitmen JAKSTRANAS diperkuat dengan dukungan sektor dunia usaha dan
mendorong gerakan masyarakat peduli lingkungan yang aktual, terstruktur dan
masif.

Selanjutnya, JAKSTRANAS diterjemahkan ke dalam dokumen JAKSTRADA


(Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga). Dokumen ini merupakan master plan
daerah dan rencana aksi pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga (SRT dan SSRT) yang memuat arah kebijakan, strategi
yang didetilkan dalam program-program dan target nasional pengelolaan
sampah. JAKSTRADA menjadi dasar pemerintah daerah dalam melakukan
pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

Satu tahun setelah dikeluarkannya JAKSTRANAS, pada bulan April 2018 KLHK
menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor:
P.10/Menlhk/Setjen/PLB.0/4/2018 tanggal 21 April 2018 tentang Pedoman
Penyusunan JASKTRADA serta penyusunan buku saku penyusunan
JAKSTRADA sebagai acuan bagi kabupaten/kota. Di samping itu, telah
dilaksanakan roadshow ke 6 regional yaitu regional Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Bali-Nusra, Sulawesi-Maluku, dan Papua serta asistensi langsung ke daerah-
daerah dalam melakukan penyusunan JAKSTRADA.

Target JAKSTRANAS Lebih Tinggi Dibanding RPJMN


Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019, target sampah yang terkurangi adalah sebesar 20% pada 2019 dan target
sampah yang tertangani sebesar 75% pada 2019. Sementara dalam Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengelolaan Sampah yang tertuang dalam Peraturan Presiden
No. 97 Tahun 2017, target sampah yang terkurangi adalah sebesar 30% dan
tertangani sebesar 70% pada 2025. Perhitungan penetapan target pengurangan
dan penanganan sampah nasional semakin tinggi apabila menggunakan basis
data JAKSTRADA kabupaten/kota. Namun, hal ini merupakan tantangan yang
harus dicapai, sehingga diperlukan intervensi pemerintah baik pusat maupun
daerah agar target JAKSTRADA dapat terpenuhi.

26
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Gambar berikut menunjukkan target capaian pengelolaan sampah berdasarkan


JASKTRADA 2018 dan RPJMN 2014-2019.

Gambar 1. Perbandingan Target dan Capaian Pengurangan Sampah Nasional

Gambar 2 Perbandingan Target dan Capaian Penanganan Sampah Nasional

Tabel 1 Besaran Target Pengurangan dan Penanganan 2017-2018

Tahun (ton/th) 2017 2018* 2017 2018*

Target Pengurangan dan 9.870.000 11.970.000 47.376.000 48.545.000


Penanganan Perpres 97/2017
Target Pengurangan dan 4.486.693 5.538.635 16.700.469 17.874.487
Penanganan RPJMN/Renstra
Realisasi/Target Pengurangan 1.395.462 1.503.635 14.150.954 14.905.287
Dit. PS
% Realisasi 31,10% 27,15% 84,73% 83,39%

Indikator pengurangan sampah terdiri dari:

a. Penurunan jumlah timbulan sampah per kapita.


b. Peningkatan jumlah sampah terpilah, terdaurulang, dan termanfaatkan
kembali di sumber.
c. Penurunan jumlah sampah yang diangkut ke tempat pemrosesan akhir
(TPA).

27
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Indikator penanganan sampah terdiri dari.


a. Peningkatan jumlah sampah terolah menjadi bahan baku;
b. Peningkatan jumlah sampah termanfaatkan menjadi sumber energi;
c. Penurunan jumlah sampah terproses akhir di tempat pemrosesan akhir
(TPA).

Perkembangan JAKSTRANAS
Data per Desember 2018, dari 34 provinsi di Indonesia, sebanyak 13 provinsi
telah mengumpulkan dokumen JAKSTRADA. Provinsi tersebut terdiri dari 8
provinsi mengumpulkan Peraturan Gubernur yang belum ditandatangani.
Sejumlah 4 provinsi mengumpulkan dokumen JAKSTRADA yang telah di
tandatangani oleh gubernur dan belum lengkap. Sedangkan 1 provinsi dokumen
JAKSTRADA yang telah di tandatangani oleh gubernur dan lengkap. Sebanyak
300 kabupaten/kota telah mengumpulkan dokumen JAKSTRADA dari 514
Kabupaten/Kota di Indonesia. Sejumlah 108 kabupaten/kota mengumpulkan
Peraturan Bupati/Peraturan Walikota yang belum ditandatangani. 46
kabupaten/kota mengumpulkan dokumen JAKSTRADA yang telah di tanda
tangani oleh bupati/walikota dan belum lengkap. Sedangkan 146
kabupaten/kota dokumen mengumpulkan JAKSTRADA telah di tandatangani
oleh bupati/walikota dan lengkap.

Sebagai pengecualian, penyusunan JAKSTRADA untuk kota-kota di DKI Jakarta


menginduk kepada Jakstrada provinsi. Hal ini dikarenakan mekanisme
pengelolaan sampah di DKI Jakarta dikoordinir oleh DLH Provinsi DKI Jakarta.
Oleh karena itu JAKSTRADA kabupaten/kota di DKI Jakarta sudah tertanam di
dalam JAKSTRADA provinsi.

g. Adipura, Penghargaan dan Dana Insetif Daerah

Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti
pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan
untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh".
Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni
2002, dan berlanjut hingga sekarang dengan penyesuaian kriteria seiring
perkembangan isu lingkungan sesuai peraturan yang berlaku.

Sebagai dasar hukum pelaksanaan program Adipura disusun Peraturan Menteri


yang telah beberapa kali diubah dan terakhir ditetapkannya Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Program

28
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Adipura. Dalam Peraturan Menteri ini merupakan Rebranding Adipura Strategy,


dimana Program Adipura diharapkan mampu mendorong penyelesaian
berbagai isu lingkungan hidup yaitu:

• Pengelolaan sampah dan Ruang Terbuka Hijau


• Pemanfaatan ekonomi dari pengelolaan sampah dan Ruang Terbuka Hijau
• Pengendalian pencemaran air
• Pengendalian pencemaran udara
• Pengendalian dampak perubahan iklim
• Pengelolaan kasus pertambangan
• Pengendalian kebakaran hutan dan lahan
• Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.

Pelaksanaan rebranding Adipura tersebut meliputi mekanisme, kriteria, dan


indikator Program Adipura yang merupakan pengintegrasian dari aspek sosial
dengan aspek lingkungan. Adanya kriteria dan indikator terkait pengelolaan
sampah dan ruang terbuka hijau yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta
partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah dan ruang
terbuka hijau merupakan kriteria dan indikator penilaian Adipura Buana, yaitu
suatu kategori penilaian Adipura untuk mewujudkan kota-kota yang layak huni
(livable city).

Kota-kota harus mampu memanfaatkan potensi lingkungannya untuk


mendukung pembangunan ekonomi begitu pula sebaliknya. Untuk menjawab
hal ini, dikembangkan lagi mekanisme, kriteria dan indikator penilaian Adipura
yang melihat ada tidaknya pengintegrasian aspek pengelolaan lingkungan
hidup dengan pembangunan ekonomi.
Penilaian Adipura untuk kategori ini disebut Adipura Kirana, yaitu suatu
kategori penilaian Adipura untuk mewujudkan kota-kota yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui Trade, Tourism, and Investment (TTI)
berbasis pengelolaan lingkungan hidup (attractive city). Sedangkan kategori
Adipura berikutnya adalah Adipura Paripurna yang merupakan bentuk
penghargaan tertinggi terhadap kota/ibukota kabupaten yang mampu
memberikan kinerja terbaik untuk kedua kategori Adipura di atas, yaitu Adipura
Buana dan Adipura Kirana. Anugerah Adipura Paripurna merupakan
penghargaan Adipura tertinggi kepada kabupaten/kota yang memenuhi syarat
sebagai Kota yang Berkelanjutan.

29
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Pada periode tahun 2016/2017, Program Adipura dilaksanakan pada 355


kabupaten/kota se-Indonesia, jumlah kabupaten/kota ini hanya 69,07% dari
jumlah seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang berjumlah 514
kabupaten/kota (berdasarkan data kota dari Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 56 Tahun 2015). Maksud dan tujuan dari pelaksanaan program Adipura
adalah:
• Mendorong kepemimpinan pemerintah Kabupaten/Kota;
• Membangun partisipasi aktif masyarakat serta dunia usaha;
• Mewujudkan kota-kota yang berkelanjutan, baik secara ekologis, social dan
ekonomi;
• Mendukung penerapan prinsip-prinsip good governance di bidang
perlingungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Gambar 3 Persentase Kota yang Mendapatkan Nilai Pengelolaan Sampah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam
skala baik pada program adipura 2016-2017

Mekanisme, kriteria, dan indikator Program Adipura saat ini sangat kental
terhadap pengintegrasian aspek sosial dengan aspek lingkungan. Hal ini terlihat
dari kriteria dan indikator terkait pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau
yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta partisipasi aktif masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau tersebut. Maka kriteria
dan indikator Program Adipura saat ini nantinya akan dimasukkan sebagai
kategori Adipura Buana, yaitu suatu kategori penilaian Adipura untuk
mewujudkan kota-kota yang layak huni (livable city).

30
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Pelaksanaan Program Adipura tidak terlepas dari kinerja seorang


Bupati/Walikota dan individu-individu yang telah terbukti berkontribusi secara
konsisten membangun kota/kabupatennya, tidak hanya pembangunan ekonomi
namun juga pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan yang perlu
diapresiasi. Untuk itulah perlu diadakan suatu Anugerah Bhakti Adipura bagi
bupati/walikota dan individu yang berprestasi dan berjasa untuk terwujudnya
kota yang berkelanjutan melalui program Adipura.

Berkenaan hal tersebut, diharapkan Program Adipura dapat lebih komprehensif


menangani tidak hanya permasalahan sampah secara nasional namun juga
peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan di Kabupaten dan Kota se-
Indonesia.

Adipura dan Pengelolaan Sampah

Gambar 4 Trend TPA Open Dumping dan TPA Non Open Dumping

Atas instruksi Wakil Presiden RI pada penghargaan Adipura tahun 2017 yang
dilaksanakan di Siak Indrapura, nama penghargaan Adipura dikembalikan
seperti semula yaitu: Sertifikat Adipura, Plakat Adipura, Piala Adipura dan Piala
Adipura Kencana. Ketetapan ini dituangkan melalui adendum
P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 adapun kriteria dan metode pelaksanaan
Adipura masih mengacu pada P.53/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2016.

31
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Gambar 5 Persentase Kota yang mendapatkan nilai pengelolaan TPA dalam skala baik pada program adipura 2016-
2017

Program Adipura juga diarahkan sebagai salah satu instrumen penerapan


amanah UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Melalui program
ini, KLHK mendorong pengoperasian TPA Sampah di setiap kabupaten/kota
peserta Adipura untuk dioperasikan tidak secara open dumping (lahan urug
terbuka), yaitu minimal secara controlled landfill (lahan urug terkontrol). Pada
periode 2015/2016 jumlah kabupaten/kota yang mengoperasikan TPA tidak
secara open dumping mencapai 194 kabupaten/kota (55%) dari 355
kabupaten/kota yang dipantau, sementara pada periode 2016/2017 jumlah
kabupaten/kota yang mengoperasikan TPA tidak secara open dumping yaitu
mencapai 188 kabupaten/kota (53%) dari 355 kabupaten/kota yang dipantau.
Terdapat penurunan proporsi TPA non open dumping dari 55% pada tahun 2016
menjadi 53% pada tahun 2017.

Melalui program ini pula KLHK mendorong pemanfaatan gas metan dari TPA
baik itu sebagai sumber energi termal (misalnya sebagai sumber energi bagi
kompor masyarakat di sekitar TPA) maupun sebagai sumber energi listrik
(misalnya TPA Benowo Surabaya yang mampu menghasilkan listrik 2MW).
Jumlah kabupaten/kota dalam kurun waktu 2 tahun terakhir yang sudah
mampu memanfaatkan gas metan dari TPA. Pemanfaatan gas metan dari TPA
ini termasuk upaya Mitigasi dampak Perubahan Iklim.

32
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Revitalisasi Adipura 2025

Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan


dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga, diharapkan Program Adipura dapat menjadi salah satu
instrument KLHK untuk mendorong pencapaian target pengurangan sampah
nasional sebesar 20,9 juta Ton (30%) dan target penanganan sampah nasional
sebesar 49,9 juta Ton (70%) dari total proyeksi timbulan sampah sebesar 70,8 juta
Ton pada tahun 2025. Oleh karena itu, pada Tahun 2018 KLHK mulai melakukan
Revitalisasi Adipura 2025.

Kedepan Penilaian Program Adipura akan menitikberatkan pada kapasitas


terpasang sistem pengelolaan sampah di setiap kabupaten/kota, baik itu
kapasitas terpasang untuk sistem pengurangan sampah maupun untuk sistem
penanganan sampah yang dimiliki.

Tujuannya adalah untuk mengukur dan mengevaluasi setiap kabupaten/kota


dalam pencapaian target pengurangan dan penanganan sampah masing-masing
berdasarkan Peraturan Jakstrada yang dimiliki.

Tujuan lain dari penilaian Adipura ke depan ini adalah:

• Diharapkan dapat diketahui gap antara kapasitas terpasang yang dimiliki


oleh suatu kabupaten/kota dibandingkan dengan target pengelolaan
sampahnya yang harus dipenuhi. Hasil identifikasi gap ini dapat menjadi
dasar untuk kebijakan DAK-LH bidang persampahan, dana insentif
daerah, maupun sumber alternatif program dan pendanaan lainnya.
• Mewujudkan kota yang bersih dan teduh secara lebih berkelanjutan. Hal
ini dikarenakan setiap kabupaten/kota didorong untuk membangun
sistem pengelolaan sampah yang lebih baik dan tidak hanya sekedar
menjadikan kota yang bersih saat dilakukan pemantauan saja.

Untuk itu, pada program Adipura periode tahun 2017/2018, penyusunan


Jakstrada kabupaten/kota menjadi persyaratan dalam penilaian, sebagai bentuk
indikator komitmen kepala daerah dalam menerapkan kebijakan dan strategi
pengelolaan sampah.

Selain itu, dalam rangka dalam rangka mendorong pemenuhan ketentuan dalam
UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Kabupaten dan Kota yang
terindikasi masih mengoperasikan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)
secara Open Dumping (lahan urug terbuka) otomatis gugur dalam tahap
penilaian dan tidak dapat dinominasikan dalam penganugerahan Adipura.

33
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Program Adipura, disamping mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk


melakukan aksi pengurangan dan penanganan sampah, juga menjadi salah satu
instrumen yang dapat mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk
melaksanakan pemerintahan yang baik dan berwawasan lingkungan,
mewujudkan arah kebijakan dan strategis dalam pengelolaan sampah, serta
mendorong Pemerintah kabupaten/kota untuk membuat inovasi-inovasi dalam
pengelolaan sampah.

34
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

BAB III KINERJA PENGELOLAAN


SAMPAH

35
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

1. Kinerja Pengelolaan Sampah


Kinerja pengelolaan sampah dapat diartikan sebagai perbandingan antara hasil
nyata dengan sasaran yang ingin dicapai dalam sistem pengelolaan sampah yang
meliputi aspek kebijakan, kelembagaan, pembiayaan, teknis dan peran serta
masyarakat. Kinerja pengelolaan sampah ini sangat berkaitan dengan kualitas
pelayanan yang dapat dinikmati oleh masyarakat serta kepuasan yang dinikmati
oleh masyarakat.

Menurut Haryono (2004:41), untuk mengukur keberhasilan dalam mencapai


sasaran pengelolaan sampah dapat diukur dengan menghitung melalui:

a. Perbandingan antara keterangkutan sampah dengan jumlah timbulan yang


dihasilkan oleh suatu kota berdasarkan kondisi wilayah dan kepadatan
penduduk
b. Perbandingan antara daerah yang dilayani dengan luas daerah yang
seharusnya dilayani
c. Jumlah penduduk yang dilayani harus diimbangi dengan ketersediaan
sarana dan prasarana, personil dan biaya yang dibutuhkan dalam
pengelolaan sampah.
Seiring dengan definisi sampah yang memiliki sifat membahayakan lingkungan,
maka salah satu tugas dan fungsi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan adalah mengelola sampah supaya tidak membahayakan lingkungan.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun
Berbahaya merupakan unsur pelaksana yang mengemban tugas dan fungsi
dalam pengelolaan sampah. Pemerintah pusat dalam konteks pengelolaan
sampah berperan dalam perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan,
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, dan pelaksanaan bimbingan
teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan.

Dalam rangka tugas dan fungsi tersebut di atas, diperlukan sebuah intrumen
standar penilaian pengelolaan sampah dari pusat hingga daerah sehingga hasil
penilaian dapat dengan mudah dibandingkan dan digunakan sebagai instrumen
untuk memberikan insentif (reward) dan disinsentif (punishment) bagi daerah dan
pusat. Instrumen ini juga dapat digunakan sebagai kontrol kendali pusat
terhadap daerah dan kontrol pada setiap pemerintahan daerah dan pusat.
Dengan adanya instrumen kendali yang standar ini, maka semua instansi atau
lembaga pengelola persampahan akan terpicu untuk selalu melakukan
perbaikan secara berkesinambungan guna meningkatan nilai kinerja
pengelolaan sampah.

Komponen-komponen kinerja yang perlu dinilai adalah mulai dari perencanaan


hingga hasil dan luaran akhir dari pengelolaan sampah. Komponen utama

36
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

pengelolaan sampah adalah (1) governance/pemerintahan dan (2) efektivitas dan


efisiensi dalam pengelolaan sampah.

A. Governance (Pemerintahan)
Governance/pemerintahan merupakan aspek penting dalam pengelolaan
sampah. Pemerintahan berfungsi sebagai perencana dan pengatur/pengelola
sumberdaya. Dalam konteks sistem pengelolaan sampah, governance meliputi
input dan proses dalam pengelolaan sampah.

Input dalam pengelolaan sampah terdiri dari:


⚫ Kebijakan, parameter yang dapat diukur adalah berbagai macam
kebijakan yang telah dikeluarkan mulai dari kebijakan pengelolaan
sampah, kebijakan strategi daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah,
pembatasan atau pengurangan sampah, penanganan sampah,
pemilahan sampah, bank sampah dan sebagainya.
⚫ Sumberdaya manusia, parameter yang dapat dihitung dan diukur
adalah rasio penanganan sampah dengan jumlah sumberdaya manusia
yang menangani pengelolaan sampah, baik pegawai pemerintah
(ASN/kontrak) maupun pihak ketiga yang bekerjasama dengan
pemerintah.
⚫ Sarana dan Prasarana, parameter yang dapat diukur adalah rasio
kapasitas total sarpras angkut ke TPA dan fasilitas pengolahan sampah
terhadap timbulan sampah per hari.
⚫ Penganggaran, parameter yang dapat diukur adalah total alokasi dana
APBD/APBN untuk pengelolaan sampah.
Kemudian untuk tahap proses dalam pengelolaan sampah terdiri dari:
⚫ Sosialisasi dan pemahaman, parameter yang dapat diukur adalah
jumlah kegiatan sosialisasi, pendampingan, pelaksanaan dan penegakan
aturan dengan mengunakan instrumen kuisioner untuk semua
stakeholder. Selain kuisioner, data/rekaman terkait penegakan aturan
juga dapat digunakan.
⚫ Acceptability (tingkat penerimaan) dan implementasi, parameter yang
dapat diukur adalah jumlah dan ukuran program kegiatan, lama
keberlangsungan kegiatan, kegiatan 3R yang berjalan, jumlah dan
kapasitas bank sampah, dan lain sebagainya.

37
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

B. Efektivitas dan Efisiensi


Efektivitas dan efisiensi dari governance (pemerintahan) merupakan aspek kunci
dalam menilai keberhasilan pengelolaan sampah. Efektivitas dan efisiensi dalam
pengelolaan sampah meliputi output, outcome, dan dampak.

Output dari pengelolaan sampah meliputi:


⚫ Capaian pengelolaan sampah, parameter yang dapat diukur adalah
rasio capaian pengelolaan sampah terhadap target pengelolaan sampah.
⚫ Efisiensi anggaran, parameter yang dapat diukur adalah rasio
peningkatan capaian pengelolaan sampah terhadap target peningkatan
pengelolaan sampah, rasio tersebut kemudian dibagi dengan kelas
anggaran pengelolaan sampah.
Outcome pengelolaan sampah meliputi:
⚫ Kota Bersih, parameter yang dapat diukur adalah keikutsertaan dalam
Adipura dan penghargaan Adipura yang didapat.
Dampak dari pengelolaan sampah meliputi
⚫ Kualitas lingkungan hidup, parameter yang dapat digunakan adalah
adalah kualitas air, tanah dan udara. Dari ketiga parameter tersebut,
yang paling terkait langsung dengan pengelolaan sampah baik dari
besaran maupun intensitas adalah kualitas air, karena sebagai media
yang paling mudah sebagai tempat pembuangan dan paling besar
terkena dampak dan juga mudah serta langsung berdampak kepada
makhluk hidup. Oleh karenanya, parameter yang dapat
diukur/digunakan adalah Indeks Kualitas Air (IKA).

2. Pengumpulan Data
Berdasarkan hasil idetenfikasi komponen yang dapat dihitung dan diukur dalam
penilaian kinerja pengelolaan sampah seperti yang telah diuraikan di atas,
langkah yang paling kritis berikutnya adalah pengumpulan data. Data-data
dikumpulkan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Bahan Berbahaya Beracun berdasarkan hasil idenfikasi komponen penilaian
kinerja pengelolaan sampah. Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut:

1. Komposisi sampah
2. Produk hukum daerah terkait pengelolaan sampah
3. Alokasi anggaran pengelolaan sampah
4. Retribusi sampah
5. Alat angkut pemindahan sampah

38
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

6. Kegiatan pengurangan sampah melalui kegiatan 3R


7. Fasilitas 3R
8. Bank sampah
9. Sektor informal daur ulang sampah
10. Tempat Pembuangan Akhir
11. Ruang terbuka hijau
12. Sarana ruang terbuka hijau
13. Kebijakan strategi daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah
14. Capaian pengelolaan sampah daerah
15. Adipura atau kota bersih
16. Indeks Kualitas Air (IKA)

Data-data tersebut dikumpulkan melalui system informasi pengelolaan sampah


nasional (SIPSN) yang telah dikembangkan oleh Ditjen Pengelolaan Sampah,
Limbah dan B3.

3. Pengolahan dan Analisis Data


Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dipilah dan disaring sesuai
dengan kebutuhan. Setiap parameter masing-masing dihitung nilai indeks atau
skor dengan menggunakan formula yang telah dibuat. Formula ini disesuaikan
dengan perkembangan ketersediaan data yang dapat disediakan oleh semua
stakeholder yang terkait dengan pengelolaan sampah. Tidak semua data mulai
dari parameter input hingga dampak mudah diperoleh atau diukur. Data-data
yang sulit tersedia terkait dengan governance adalah data-data yang terkait
dengan proses pengelolaan sampah.

Sementara yang terkait dengan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sampah,


semua data dapat diperoleh kecuali data peningkatan capaian dan peningkatan
target pengelolaan sampah. Data peningkatan capaian dan peningkatan target
akan dapat diukur atau dihitung setelah ada data tahun kedua.

Setelah data yang dibutuhkan tersedia kemudian disatukan dalam formula yang
menghasilkan suatu nilai indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS). Setiap
indikator diformulasikan memiliki nilai hingga 100. Kemudian masing-masing
indikator diberikan bobot, dimana total nilai bobot semua indikator adalah 100%.
Namun untuk kemudahan, nilai untuk parameter input, proses, dan outcome
langsung diberikan dalam bentuk poin dengan nilai maksimal sama dengan nilai
bobot masing-masing indikator.

39
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Formulasi Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah (IKPS)

Formulasi IKPS untuk semua komponen, parameter dan indikator secara


lengkap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penilaian indeks kinerja pengelolaan sampah (IKPS) Formulasi nilai dan bobot untuk semua komponen,
parameter dan indicator kinerja pengelolaan sampah

Komponen Parameter Indikator Nilai Bobot Nilai


Maksimum Total Akhir
Indeks Input Kebijakan 100 15% 15
Pengelolaan / Sumberdaya 100 5% 5
Pemerintahan Manusia
(Governance) Sarana dan 100 5% 5
Prasarana
(pengangkutan dan
fasilitas pengolahan
sampah)
Anggaran 100 5% 5
Proses Sosialisasi & 100 5% 5
pemahaman
Acceptability & 100 5% 5
Implementasi
Indeks Output Capaian terhadap 100 20% 20
Efektivitas & target dan kapasitas
Efisiensi Efisiensi anggaran 100 20% 20
(rasio incremental
capaian dan target
per kelas anggaran)
Outcome Kota Bersih 100 10% 10
Dampak Indeks Kualitas Air 100 10% 10
(IKA), komponen
dari IKLH

A. Governance
Total nilai indeks governance adalah sebesar 40. Nilai untuk parameter input
sebesar 30, sedangkan untuk parameter proses sebesar 10.

1. Input

Nilai total input adalah 30. Nilai ini terdiri dari nilai kebijakan sebesar 15,
sumberdaya manusia sebesar 5, sarana dan prasarana sebesar 5 dan anggaran
sebesar 5. Nilai untuk masing-masing indikator diperinci sebagai berikut:

40
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

1.1. Kebijakan
Parameter yang diukur adalah berbagai macam kebijakan yang telah
dikeluarkan mulai dari kebijakan pengelolaan sampah, kebijakan strategi
daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah, pembatasan atau pengurangan
sampah, penanganan sampah, pemilahan sampah, bank sampah dan
sebagainya. Penilaian poin untuk setiap jenis kebijakan dapat dilihat pada
tabel 3.

Tabel 3 nilai dari indicator kebijakan

Indikator Nilai
Perda RPJMD memuat kebijakan pengelolaan
23,3
lingkungan hidup dan/atau pengelolaan sampah
Perda Pengelolaan Sampah 23,3
Perbup/Perwali Jakstrada 13,3
Perbup / Perwali Pengurangan Sampah 13,3
Perbup / Perwali Penanganan Sampah 13,3
Perbup / Perwali Pembatasan Sampah 13,3

a. Data yang dibutuhkan


• Peraturan daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) yang secara eksplisit maupun implisit dalam visi
dan/atau misi yang mencamtumkan kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dan/atau pengelolaan sampah.
• Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah
• Peraturan Bupati/ Walikota tentang Kebijakan dan Strategi Daerah
Pengelolaan Sampah Rumah tangga dan Sampah sejenis sampah
rumah tangga
• Peraturan Bupati/Walikota terkait pengurangan sampah
• Peraturan Bupati/Walikota terkait penanganan sampah
• Peraturan Bupati/Walikota terkait pembatasan sampah

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten/Kota

c. Cara pengukuran/penghitungan nilai


Pengukuran nilai didasarkan kebijakan atau peraturan yang telah dibuat
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemberian poin untuk setiap jenis
kebijakan atau peraturan daerah secara rinci disajikan pada tabel 4.

41
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel 4 cara pengukuran /perhitungan nilai kebijakan

No. Kriteria Indikator Nilai


1. Terdapat visi dan/atau misi yang Ada 23,3
mencamtumkan kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dan/atau pengelolaan
sampah dalam Peraturan daerah tentang Tidak Ada 0
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD)
2. Terdapat Peraturan Daerah Tentang Ada 23,3
Pengelolaan Sampah
Tidak Ada 0
3. Terdapat Peraturan Bupati/ Walikota Ada 13,3
tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Tidak Ada 0
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
4. Terdapat Peraturan Bupati/Walikota Ada 13,3
terkait pengurangan sampah Tidak Ada 0
5. Terdapat Peraturan Bupati/Walikota Ada 13,3
terkait pengurangan sampah Tidak Ada 0
6. Terdapat Peraturan Bupati/Walikota Ada 13,3
terkait pengurangan sampah Tidak Ada 0
Catatan:
1. Untuk kriteria 1 – 3 wajib ada
2. Untuk kriteria 4 - 6 :
a. Jika kriteria tersebut termuat dalam satu peraturan maka
peraturan tersebut nilainya sesuai dengan muatan masing-
masing.
b. Jika setiap kriteria termuat dalam masing-masing peraturan
maka nilai masing-masing peraturan adalah 13,3.
c. Jika terdapat lebih dari 3 peraturan yang memuat ketiga
kriteria tersebut maka nilai maksimum 40.
d. Jika peraturan tersebut berbentuk Surat Edaran Bupati /
Walikota maka nilainya setengah dari nilai kriteria tersebut.

1.2. Sumberdaya Manusia


Parameter yang diukur adalah rasio beban pengelolaan sampah terhadap
jumlah total sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sampah
(ton/hari/orang). Nilai rasio ini kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas
dan masing-masing kelas diberikan poin nilai dari 1 hingga 5. Klasifikasi
rasio beban pengelolaan sampah dengan jumlah sumberdaya manusia dan
poin penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 5.

42
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel 5 nilai dari indicator sumberdaya manusia

Rasio Beban Pengelolaan Sampah terhadap Jumlah Nilai


Total SDM Pengelola Sampah (ton/hari/orang)
4,5 – 5,5 100
3,5 – 4,5; 5,5 – 6,5 80
2,5 – 3,5; 6,5 – 7,5 60
1,5 – 2,5; 7,5 – 8,5 40
<1,5; ≥8,5 20

a. Data yang dibutuhkan


• Jumlah sumberdaya manusia di pemerintah daerah yang terlibat
dalam pengelolaan sampah (orang)
• Jumlah timbulan sampah per hari (ton/hari)

b. Sumber data
• Laporan Jakstrada, Laporan SKPD terkait pengelolaan sampah,
Data Non Fisik Adipura
• Data Kepegawaian SKPD terkait pengelolaan sampah

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai


𝑡𝑜𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑖 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 ( )
Rasio SDM = ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝐷𝑀 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔)

Catatan:
Sumberdaya Manusia yang dihitung adalah
a. Jika berasal dari SKPD yang khusus menangani pengelolaan
sampah, misalnya Dinas Kebersihan, maka jumlah SDM adalah
jumlah seluruh pegawai di SKPD tersebut. Dimulai dari pejabat
struktural hingga petugas lapangan. Pegawai honorer atau
pegawai tidak tetap juga dihitung.
b. Jika berasal dari SKPD yang salah satu tugas dan fungsinya
menangani pengelolaan sampah, misalnya Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan, maka jumlah SDM adalah hanya jumlah
pegawai pada bidang yang menangani pengelolaan sampah.
Dimulai dari Kepala Dinas, pejabat struktural dibawahnya yang
menangani pengelolaan sampah hingga petugas lapangan.
Pegawai honorer atau pegawai tidak tetap juga dihitung.
c. Jika ada penugasan penanganan sampah di kecamatan maka SDM
kecamatan yang melakukan penanganan sampah ditambahkan ke
dalam jumlah SDM dari salah satu kondisi pada huruf a atau b.

43
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

d. Jika Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan perusahaan


swasta untuk menangani urusan pengelolaan sampah maka
seluruh pegawai perusahaan swasta tersebut yang melakukan
penanganan sampah di kabupaten / kota yang bersangkutan
ditambahkan ke dalam jumlah SDM dari salah satu kondisi pada
huruf a atau b.

1.3. Sarana dan Prasarana (Pengangkutan dan Fasilitas Pengolahan Sampah)


Parameter yang diukur adalah rasio kapasitas total sarana angkut ke TPA
dan fasilitas pengolahan sampah terhadap timbulan sampah per hari. Nilai
rasio ini kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas dan masing-masing kelas
diberikan poin nilai dari 1 hingga 5. Klasifikasi rasio kapasitas total sarana
angkut ke TPA dan fasilitas pengolahan sampah terhadap timbulan sampah
dan poin penilaiannya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 nilai dari indicator sarana dan prasarana

Rasio Kapasitas Total Sarana Angkut ke TPA dan Fasilitas Nilai


Pengolahan Sampah terhadap Timbulan Sampah per Hari)
>0,9 100
0,7 – 0,9 80
0,5 – 0,7 60
0,3 – 0,5 40
≤0,3 20

a. Data yang dibutuhkan


• Jumlah sarana pengangkutan sampah dan kapasitas angkutnya per
hari (ton/hari)
• Jumlah timbulan sampah per hari (ton/hari)
• Jumlah fasilitas pengolahan sampah dan kapasitas pengolahannya
per hari (ton/hari)

b. Sumber data
• Laporan Jakstrada,
• Laporan SKPD terkait pengelolaan sampah,
• Data Non Fisik Adipura

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

Total Kapasitas Sarana Angkut (ton/hari) + Total


Rasio Kapasitas Sarana dan Kapasitas Fasilitas Pengolahan sampah (ton/hari)
Prasarana =
Jumlah Timbulan Sampah (ton/hari)

44
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Keterangan :
- Total kapasitas sarana angkut = ∑ (kapasitas angkut setiap jenis
alat angkut x ritasi setiap jenis alat angkut per hari)
- Total kapasitas pengolahan sampah = ∑ kapasitas pengolahan
sampah setiap jenis fasilitas pengolahan sampah per hari

Catatan:
1. Sarana angkut sampah contohnya adalah motor pengangkut
sampah roda tiga, mobil pick up pengangkut sampah, dump truck,
arm roll, compactor truck.
2. Fasilitas pengolahan sampah contohnya adalah pusat daur ulang,
TPS 3R yang dikelola pemerintah kabupaten/kota, biodigester,
TPST, fasilitas RDF dan lain-lain.
3. Sarana angkut maupun fasilitas pengolahan sampah yang dihitung
kapasitasnya adalah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten /
kota atau pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah
kabupaten/kota.

1.4. Anggaran
Parameter yang dapat diukur adalah persentase total alokasi dana
APBD/APBN untuk pengelolaan sampah terhadap total APBD. Nilai
presentase ini kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas dan masing-
masing kelas diberikan poin nilai dari 1 hingga 5. Klasifikasi persentase
anggaran dan poin penilaiannya disajikan pada tabel 7.

Tabel 7 nilai dari indikator anggaran

Persentase Anggaran Kelas Anggaran Nilai


< 0,5% 1 20
0,5-1,5% 2 40
1,5-2,5% 3 60
2,5-3,5% 4 80
≥3,5% 5 100

a. Data yang dibutuhkan


• Jumlah total anggaran pengelolaan sampah (rupiah/tahun)
• Jumlah APBD (rupiah/tahun)

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota

45
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ


Persentase Anggaran = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐴𝑃𝐵𝐷

Catatan:
1. Jika berasal dari SKPD yang khusus menangani pengelolaan
sampah, misalnya Dinas Kebersihan, maka jumlah anggaran
adalah jumlah seluruh anggaran di SKPD tersebut.
2. Jika berasal dari SKPD yang salah satu tugas dan fungsinya
menangani pengelolaan sampah, misalnya Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan, maka jumlah anggaran adalah hanya
jumlah anggaran pada bidang yang menangani pengelolaan
sampah.
3. Jika ada penugasan penanganan sampah di kecamatan maka
anggaran kecamatan yang melakukan penanganan sampah
ditambahkan ke dalam jumlah anggaran dari salah satu kondisi
pada angka 1 atau 2.

2. Proses

Nilai total proses adalah 10. Nilai ini terdiri dari nilai sosialisasi dan pemahaman
sebesar 5 dan acceptability dan implementasi sebesar 5. Nilai untuk masing-
masing indikator diperinci sebagai berikut:

2.1. Sosialisasi dan Pemahaman


Parameter awal yang dapat diukur adalah terlaksananya sosialisasi atau
kampanye terkait pengelolaan sampah secara langsung maupun melalui
media massa dan media sosial pada tahun berjalan. Penilaian poin untuk
setiap jenis sosialisasi atau kampanye dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 nilai dari indikator sosialisasi atau kampanye

No Indikator Nilai
1 Pelaksanaan kampanye fisik secara periodik 40
2 Pelaksanaan kampanye di media konvensional 20
3 Pelaksanaan kampanye di media online 20
4 Pelaksanaan kampanye di media sosial 20

46
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

a. Data yang dibutuhkan


• Bukti dukung pelaksanaan kampanye fisik
• Bukti dukung pelaksanaan kampanye di media konvensional
• Bukti dukung pelaksanaan kampanye di media online
• Bukti dukung pelaksanaan kampanye di media sosial dan akun
media sosial yang dikelola oleh pemerintah daerah.

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai


Tabel 9 cara penghitungan dan pengukuran nilai dari indikator sosialisas dan pemahaman

No. Kriteria Indikator Nilai


1. Terdapat kampanye Ada dan dilengkapi bukti dukung 40
fisik terkait Tidak Ada atau ada tapi tidak 0
pengelolaan sampah dilengkapi bukti dukung
2. Terdapat kampanye Ada dan dilengkapi bukti dukung 20
terkait pengelolaan
Tidak Ada atau ada tapi tidak 0
sampah di media
dilengkapi bukti dukung
konvensional
3. Terdapat kampanye Ada dan dilengkapi bukti dukung 20
terkait pengelolaan Tidak Ada atau ada tapi tidak 0
sampah di media online dilengkapi bukti dukung
4. Terdapat kampanye Ada dan dilengkapi bukti dukung 20
terkait pengelolaan di akun media sosial Pemerintah
sampah di media sosial Daerah
Tidak Ada atau ada tapi tidak 0
dilengkapi bukti dukung
Catatan:
1. Kampanye fisik meliputi kegiatan kampanye atau sosialisasi yang
dilakukan secara fisik oleh pemerintah daerah dan melibatkan
masyarakat atau dunia usaha pada tahun berjalan. Contoh kegiatan
bimbingan teknis, pelatihan, kegiatan bersih sampah (jumat bersih,
minggu bersih, coastal clean up, perlombaan kebersihan, dan lain-
lain).
2. Kampanye di media konvensional meliputi kegiatan kampanye atau
sosialisasi di media konvensional pada tahun berjalan seperti koran,
bulletin, majalah, tv, radio dan lain-lain.
3. Kampanye di media online meliputi kegiatan kampanye atau
sosialisasi di media jurnalistik online resmi berbasis web pada tahun
berjalan seperti portal website pemerintah daerah, detik.com,
kompas.com, tribunnews, dan lain-lain. Tidak termasuk kampanye
di blog, website atau vlog pribadi.

47
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

4. Kampanye di media sosial meliputi kegiatan kampanye atau


sosialisasi di akun resmi media sosial pemerintah daerah pada tahun
berjalan seperti facebook, twitter, Instagram, youtube, whatsapp
grup dan lain-lain.
5. Bukti dukung berupa dokumentasi (foto maupun video), bukti
penayangan, link pemberitaan dan lain-lain.

2.2. Acceptability dan implementasi


Parameter awal yang dapat diukur adalah rasio jumlah bank sampah
terhadap jumlah kelurahan/desa.
Tabel 10 nilai dari indikator acceptability dan implementasi

No Rasio Jumlah Bank Sampah terhadap Jumlah Nilai


Desa/Kelurahan
1. >1 100
2. 0,8-1 80
3. 0,6-0,8 60
4. 0,4-0,6 40
5. ≤0,4 20

a. Data yang dibutuhkan


• Jumlah bank sampah unit dan bank sampah induk yang aktif
dan/atau TPS3R (KSM) yang aktif
• Jumlah desa atau kelurahan

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota
• Laporan Jakstrada
c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

Rasio Bank Sampah dan/atau TPS3R


𝑑𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑇𝑃𝑆3𝑅 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓
= 𝑎𝑡𝑎𝑢 x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑠𝑎/𝑘𝑒𝑙𝑢𝑟𝑎ℎ𝑎𝑛

Catatan:

1. Bank sampah atau TPS3R yang dihitung adalah jumlah bank sampah
unit dan bank sampah induk serta TPS3R (KSM) yang aktif.

B. Efektivitas dan Efisiensi


Total nilai indeks efektivitas dan efisiensi adalah sebesar 60. Nilai ini berasal dari
parameter output sebesar 40, outcome sebesar 10, dan dampak sebesar 10.

48
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

1. Output

Nilai total output adalah 40. Nilai ini terdiri dari nilai capaian pengelolaan
sampah sebesar 20 dan nilai efisiensi anggaran sebesar 20. Nilai untuk masing-
masing indikator diperinci sebagai berikut.

1.1. Capaian Pengelolaan Sampah


Parameter yang diukur adalah capaian pengurangan sampah, capaian
penanganan sampah pengelolaan sampah, jenis TPA dan kapasitas
operasional pengelolaan sampah. Persentase capaian pengelolaan sampah
merupakan rataan capaian pengurangan sampah dan capaian penanganan
sampah yang kemudian dikalikan dengan persentase kapasitas operasional
pengelolaan sampah.

a. Data yang dibutuhkan


• Laporan Jakstrada
• Neraca Jakstrada

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai


𝐂𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐂𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧𝐚𝐧
( )+( × 𝐟𝐓𝐏𝐀 )
𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐉𝐚𝐤𝐬𝐭𝐫𝐚𝐝𝐚 𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐏𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐉𝐚𝐤𝐬𝐭𝐫𝐚𝐝𝐚
𝐏𝐞𝐫𝐬𝐞𝐧𝐭𝐚𝐬𝐞 𝐂𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 = × 𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝐊𝐚𝐩. 𝐎𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥
𝟐

f : Bobot faktor TPA; f = 1 jika TPA sanitary landfill; f = 0.8 jika TPA controlled landfill;
TPA TPA TPA

f = 0.3 jika TPA open dumping; dan f = 0.1 tidak punya TPA
TPA TPA

Catatan:
1. Rasio pencapaian ini dibagi kedalam 2 kelompok pengelolaan
sampah, yaitu rasio capaian pengurangan sampah dan rasio
capaian penanganan sampah.
2. Nilai output rasio capaian penanganan kemudian diberikan bobot
berdasarkan dari jenis TPA yang dimiliki. Semakin baik dan
ramah lingkungan jenis TPAnya diberikan nilai semakin tinggi.
Besaran bobot berkisar antara 0,3 hingga 1. Bobot ini sebagai
bentuk disinsentif dan mendorong perbaikan TPA hingga pada
standar minimum. Bobot untuk setiap jenis TPA adalah sebegai
berikut:
• TPA tipe sanitary landfill dianggap sebagai minimum standar
TPA diberikan bobot sebesar 1,

49
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

• TPA tipe controlled landfill diberikan bobot sebesar 0,8,


• TPA tipe open dumping diberikan bobot sebesar 0,3, dan
• Tidak mempunyai TPA diberikan bobot sebesar 0,1.

1.2. Efisiensi Anggaran


Parameter yang diukur adalah rasio peningkatan capaian pengurangan
sampah, rasio peningkatan capaian penanganan sampah, dan kelas
anggaran. Nilai efisiensi anggaran merupakan rataan dari nilai rasio
peningkatan capaian pengurangan dan penanganan sampah terhadap
tahun sebelumnya dan diberikan bobot berdasarkan kelas anggaran.
Efisiensi anggaran akan bernilai 100% apabila peningkatan capaian sama
dengan peningkatan target dan anggaran pengelolaan sampah berada pada
kelas 1. Apabila kapasitas pengurangan dan penanganan sampah sudah
mencapai 100% atau sudah tidak dapat ditingkatkan lagi, maka nilai rataan
rasio peningkatan capaian pengurangan dan penanganan diberikan nilai 1.

a. Data yang dibutuhkan


• Anggaran pengelolaan sampah
• Laporan Jakstrada
• Neraca Jakstrada

b. Sumber data
• Pemerintah Kabupaten /Kota

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

𝐏𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐜𝐚𝐩𝐚𝐢𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝑷𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒄𝒂𝒑𝒂𝒊𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒂𝒏


( + )÷𝟐
𝐏𝐞𝐧𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝑷𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒓𝒈𝒆𝒕 𝒑𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒂𝒏
𝐄𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐯𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐀𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝐊𝐞𝐥𝐚𝐬 𝐀𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧

Catatan:
1. Kelas anggaran merupakan indikator ideal alokasi anggaran
pengelolaan sampah. Semakin kecil kelas anggaran semakin ideal
apabila anggaran pengelolaan sampah sudah ditanggung atau
ditangani oleh masyarakat melalui kegiatan 3R atau retribusi
sampah. Kelas anggaran ini digunakan untuk menghitung
efektifitas dan efisiensi pengelolaan sampah. Kelas anggaran 1
merupakan kelas yang paling ideal. Persentase untuk kelas
anggaran 1 perlu diperhitungkan kembali secara periodik sesuai
dengan kondisi Indonesia.

50
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel 11 perhitungan nilai dari kelas anggaran

Persentase Anggaran Kelas Anggaran


≤ 0,5% 1
0,5-1,5% 2
1,5-2,5% 3
2,5-3,5% 4
>3,5% 5

2. Penjelasan terkait persentase anggaran dan kelas anggaran dapat


dilihat pada 1.4 di bagian input.
3. Apabila kapasitas pengurangan dan penanganan sampah sudah
mencapai 100% atau sudah tidak dapat ditingkatkan lagi, maka
nilai rataan rasio peningkatan capaian pengurangan dan
penanganan diberikan nilai 1.

2. Outcome

Parameter yang digunakan untuk mengukur outcome adalah nilai Adipura


yang menggambarkan tingkat kebersihan suatu kabupaten/kota. Nilai
Adipura dikalsifikasi kedalam beberapa kelas dan diberikan poin
berdasarkan kelas nilai tersebut. Penilaian poin untuk setiap kelas nilai
Adipura dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 nilai dari indikator outcome

Kota Bersih Nilai


Penghargaan Adipura (Adipura atau Adipura Kencana) 90-100
Nilai Adipura >= 71 (kategori baik) 80
Nilai Adipura <71 30
Tidak memenuhi kriteria dinilai 0

a. Data yang dibutuhkan


• Laporan jakstrada
• Nilai Adipura

b. Sumber data
• SK Menteri LHK tentang Adipura
• Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN)

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

51
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel 13 cara pengukuran /perhitungan untuk nilai dari indikator outcome

No Indikator Nilai
1 Meraih Penghargaan Adipura Kencana 100
2 Meraih Penghargaan Adipura 90
3 Mendapatkan nilai adipura ≥ 71 80
4 Mendapatkan nilai adipura < 71 30
5 Tidak memiliki jakstrada dan neraca jakstrada 0
Catatan:

1. Nilai adipura yang digunakan adalah nilai adipura


berdasarkan SK Menteri LHK dari tahun sebelumnya.

3. Dampak

Parameter yang digunakan untuk mengukur dampak adalah nilai Indeks


Kualitas Air (IKA) dari IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup).

a. Data yang dibutuhkan


• Indeks Kualitas Air

b. Sumber data
• Ditjen PPKL/Pusdatin KLHK
• SK Menteri LHK tentang IKLH

c. Cara pengukuran / penghitungan nilai

Dampak IKPS = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑖𝑟 (𝐼𝐾𝐴) x 10%

Catatan:
1. Nilai IKA yang digunakan adalah nilai IKA dari nilai IKLH
berdasarkan SK Menteri LHK dari tahun sebelumnya.

52
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

BAB IV PENUTUP

53
INDEKS KINERJA PENGELOLAAN SAMPAH

Kinerja Pengelolaan Sampah

Pedoman Petunjuk Teknis Perhitungan Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah


adalah dokumen pedoman yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
Sampah, Limbah dan B3 yang bertujuan untuk membantu pemerintah pusat atau
daerah dalam melakukan perhitungan indeks kinerja pengelolaan sampah di
daerah dan nasional.

Indeks kinerja pengelolaan sampah ini merupakan indikator kinerja utama


kementerian lingkungan hidup dan kehutanan yang sesuai dengan keputusan
menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor
SK.333/menlhk/setjen/set.1/8/2020 tentang indikator kinerja utama
kementerian lingkungan hidup dan kehutanan tahun 2020-2024.

Entitas pengukuran IKPS dimulai dari tinigkat kabupaten/kota, provinsi hingga


tingkat nasional bnaik yang berkenaan dengan lingkup pengelolaan
(penanganan dan pengurangan sampaj) maupn yang berkenaan dengan efisiensi
dan efektifitas dalam pengelolaannya.

54

Anda mungkin juga menyukai