Kelembagaan
Sanitasi
Perdesaan
Padat Karya
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga Kajian Kelembagaan Sanitasi Perdesaan Padat Karya selesai disusun. Kajian
kelembagaan Sanitasi Perdesaan Padat Karya ini disusun Konsultan Individual Lutvi Hastowo, dalam rangka
pemenuhan pekerjaan pada Surat Perjanjian No. HK.02.03/KONTRAK/SK-PPLP/III/13/2018.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini.
Lutvi Hastowo
Daftar Isi
Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Sanimas dan Sanitasi Perdesaan Padat Karya ..................................... 11
Tabel 2. Organisasi Pelaksana Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya ............................................... 12
Tabel 3. Sebaran Lokasi Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya........................................................ 13
Tabel 4. Hasil Pengamatan Di Desa Janegara ..................................................................................... 16
Tabel 5. Hasil Pengamatan Desa Wanasari ......................................................................................... 22
Tabel 6. Hasil Pengamatan Di Desa Grinting ....................................................................................... 27
Tabel 7. Hasil Pengamatan di Desa Cigadung ..................................................................................... 32
Daftar Gambar
1.1 Latarbelakang
Strategi pelibatan masyarakat dalam program sanitasi telah diimplementasikan sejak lama dengan tujuan
mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kondisi
sanitasi total di komunitas yang berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan dalam rangka pelibatan
masyarakat adalah melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang merupakan salah satu strategi
Nasional pembangunan sanitasi baik perdesaan maupun perkotaan.
Pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dinilai cukup efektif untuk mempercepat akses
terhadap sanitasi yang layak melalui perubahan perilaku secara kolektif dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) merupakan salah satu pendekatan program sanitasi total
berbasis masyarakat.
Sejalan dengan tantangan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, Pemerintah memandang perlu
melakukan intervensi untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dasar permukiman yang dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pembangunan infrastruktur permukiman berbasis
masyarakat yang telah dilaksanakan selama ini baik di perdesaan maupun perkotaan oleh Direktorat
Jenderal Cipta Karya, dilaksanakan melalui kegiatan padat karya agar dapat menciptakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan padat karya Direktorat Jenderal Cipta Karya mencakup kegiatan:
1. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan Padat Karya
2. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)
3. Sanitasi Perdesaan Padat Karya
4. Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS)
5. Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R)
6. Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW).
Kajian kelembagaan difokuskan pada program Sanitasi Perdesaan Padat Karya. Program Sanitasi Perdesaan
Padat Karya merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat marginal/miskin yang bersifat produktif
berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi lokal dalam rangka mengurangi
kemiskinan, meningkatkan pendapatan dan menurunkan angka stunting. Tujuan pemberdayaan Desa yang
berorientasi pada pembangunan manusia dan kebudayaan yaitu Mewujudkan Desa sebagai tempat yang
dapat mengakomodasi berbagai pilihan dan kesempatan bagi masyarakat dengan eksistensinya masing-
masing secara mandiri dan inklusif, serta mengembangkan berbagai aktivitas berbasis kearifan lokal yang
produktif dan bernilai ekonomis.
1.2 Maksud Dan Tujuan
Kajian kelembagaan sanitasi perdesaan ini dimaksudkan untuk Mengkaji Kelompok Pemeliharan dan
Pemanfaat (KPP) sebagai lembaga pengelola sanitasi perdesaan padat karya.
Tujuan kegiatan mendapatkan gambaran terkait keberadaan KPP sebagai lembaga pengelola prasarana &
sarana Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya yang dapat digunakan sebagai bahan masukan perbaikan
kebijakan pembentukan Kelompok Pemelihara dan Pemanfaat (KPP) sarana dan prasaran pada program
sanitasi perdesaan padat karya.
Bab. 2
Gambaran Umum Kegiatan Sanitasi Melalui Pendekatan
Masyarakat
2.1.1 Pendekatan
Program SANIMAS merupakan salah satu program penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi sektor
air limbah berbasis masyarakat yang dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan pemberdayaan
masyarakat melalui:
Secara keseluruhan keterlibatan masyarakat dalam implementasi Program SANIMAS adalah sebagai subyek
(pelaku utama program). Masyarakat sasaran dengan didampingi TFL, akan melakukan analisa situasi
dengan mengangkat kondisi sosial masyarakat sasaran, memunculkan kebutuhan akan permasalahan
kondisi rawan sanitasi, untuk dilakukan kegiatan perencanaan perbaikan sarana sanitasi secara mandiri
melalui Program SANIMAS. Adapun kegiatan tersebut dilakukan mulai dari tahap persiapan, tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pasca konstruksi.
2.2.1 Pendekatan
Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya merupakan salah satu program penyelenggaraan prasarana dan
sarana sanitasi sektor air limbah dan persampahan berbasis masyarakat yang dalam pelaksanaannya
menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui:
2.2.2.1 Lokasi
Kriteria Lokasi Penerima Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya:
1. Desa yang memiliki angka gizi buruk (stunting) tinggi;
2. Desa yang mayoritas penduduknya tidak memiliki mata pencaharian tetap;
3. Desa yang mayoritas penduduknya berada dibawah garis kemiskinan (MBR);
4. Termasuk desa tertinggal dan Desa berkembang;
5. Desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia;
6. Masyarakat masih melakukan BABs (Buang Air Besar Sembarangan) / tidak punya akses sanitasi;
7. Masyarakat yang belum memiliki tangki septik dan jamban yang layak; dan
8. Ada Sumber Air yang dapat digunakan untuk penggelontoran.
f. Untuk tangki septik komunal maksimal 2 unit yang melayani minimal 10KK, dan individual yang
melayani minimal 40 KK
c. Untuk WASADES individual diperuntukan untuk mengolah sampah organic dan anorganik sedangan
wasades komunal diperuntukan untuk mengolah sampah domestik/sampah berasal dari rumah
tangga, misalnya sisa dapur, kertas, plastik, dan lainnya Dibuat dengan sangat sederhana, yaitu
berupa galian lubang;
e. Diusahakan memiliki jarak dengan sumber air bersih minimal 10 m, sesuai dengan SNI No 03-2916-
1992 tentang Spesifikasi Sumur Gali untuk Sumber Air Bersih; dan
Pola penyelenggaraan mengutamakan peran serta masyarakat sebagai tenaga kerja dan pelaksanaan
pembangunan sarana sanitasi dilaksanakan secara swakelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Jika sudah terdapat lembaga swadaya masyarakat di tingkat Desa yang sudah berpengalaman mengelola
kegiatan pemberdayaan atau mengelola bantuan pemerintah, maka lembaga tersebut dapat difungsikan
sebagai KSM. Sehingga harus di SK-kan kembali oleh kepala Desa sebagai KSM Program Sanitasi Perdesaan
Padat Karya.
2.3 Perbandingan Kegiatan Sanimas dan Kegiatan Sanitasi Perdesaan Padat Karya
Perbandingan Kegiatan Sanimas dan Sanitasi Perdesaan padat karya:
Tabel 1. Perbandingan Kegiatan Sanimas dan Sanitasi Perdesaan Padat Karya
Sanimas Sanitasi Perdesaan Padat
Karya
Lokasi Kawasan Perkotaan atau Kawasan Perdesaan
Kawasan Semi Perkotaan
Pembina Teknis Direktorat PPLP Direktorat PPLP
(Subdit Air Limbah) (Subdit Perencanaan Teknis)
Sumber Dana Pembangunan APBN APBN
Dana Sharing APBD APB Desa
Dana Swadaya Masyarakat Swadaya Masyarakat
Besaran Pendanaan APBN setiap Rp400.000.000 s/d Rp300.000.000 s/d
1 (satu) titik lokasi sasaran Rp500.000.000 RP350.000.000
Cakupan layanan minimal 50 KK
Penggunaan Dana Membangun sarana sanitasi Membangun sarana sanitasi
baru: baru:
SPALD-T Skala Permukiman Jamban Individu;
dengan sistem perpipaan untuk Cubluk kembar, tangki septik
minimal 50 KK atau 200 Jiwa; dengan bidang resapan, bio
Sistem gabungan MCK (Mandi, filter dan unit pengelolaan air
Cuci, Kakus) dan sistem limbah fabrikasi yang sudah
perpipaan sederhana minimal 25 tersertifikasi SNI;
SR dan MCK dengan 4 pintu Kloset berikut aksesoris
kamar mandi (pengadaan/rehabilitasi);
Bilik jamban
(pembangunan/rehabilitasi);
Bak kontrol
Kombinasi Jamban Individu dan
Tangki Septik Komunal; (untuk
komunal 1 unit minimal
melayani 5KK)
TPS Individu; dan
Kombinasi TPS Individu dan
Komunal
Pelaksana pembangunan Kelompok Swadaya Masyarakat Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) dengan didampingi oleh (KSM) dengan didampingi oleh
Fasilitator Provinsi dan Tenaga Fasilitator Kabupaten dan
Fasilitator Lapangan (TFL) Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL)
Penerima manfaat Kelompok Pemanfaat dan Kelompok Pemanfaat dan
Pemelihara (KPP) Pemelihara (KPP)
Bab. 3
Gambaran Umum Implementasi Program Sanitasi
Perdesaan Padat Karya
Kelembagaan implementasi program sanitasi perdesaan padat karya memberi gambaran tentang sistem
kelembagaan yang menghubungkan berbagai aktor yang terlibat dalam program. Semangat dalam
mewujudkan peran masyarakat sebagai aktor penting menjadikan program ini sarat akan berbagai
kepentingan masyarakat. Hal ini kemudian menjadi kendala manakala masyarakat belum memiliki
kemampuan untuk membangun konsensus, baik dengan sesama masyarakat, pemerintah dan pihak lain
yang terlibat dalam implementasi program. Dalam program sanitasi perdesaan padat karya, pemerintah
bertindak sebagai fasilitator dalam membangun kesiapan masyarakat sebagai aktor utama implementasi
program.
b. Menyusun Rencana Kerja Masyarakat (RKM) pembangunan sarana sanitasi bersama TFL;
d. Membuka rekening bank atas nama KSM ditandatangani oleh pihak ke-3 (ketua, bendahara dan
salah satu penerima manfaat);
e. Menandatangani kontrak/perjanjian kerja sama (PKS) dengan PPK pada Satker PSPLP Provinsi;
g. Bersama TFL menyusun Rencana Penggunaan Dana (RPD) dan Rencana Penarikan Dana Bank
(RPDB) yang akan digunakan dalam proses pembangunan sanitasi;
h. Bersama TFL melaporkan kemajuan pelaksanaan pekerjaan fisik dan keuangan pembangunan
sarana sanitasi setiap minggu kepada Masyarakat dan Satker PSPLP melalui Faskab;
i. Menyusun laporan pertanggungjawaban setiap tahapan penyaluran dana dilengkapi dengan bukti
penggunaan dana;
k. Melakukan uji coba terhadap semua fungsi sarana sanitasi terbangun; dan
l. Melakukan serah terima sarana sanitasi yang terbangun kepada Satker PSPLP Provinsi.
3.4 Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara Sarana Sanitasi Perdesaan Padat Karya
KPP berperan dalam keberfungsian sarana sanitasi Program Sanitasi Perdesaan Padat Karya di tingkat
Desa. KPP dibentuk pada saat Rembuk Warga, bersamaan dengan pembentukan KSM.
Kepengurusan/keanggotaan KPP diutamakan berasal dari calon pemanfaat dan minimal satu orang dari
KSM.
KPP bersama masyarakat akan mengelola sarana sanitasi terbangun untuk menjamin keberfungsian. SK
pembentukan KPP dibuat oleh Kepala Desa.
Masyarakat didampingi TFL memfasilitasi pembentukan KPP untuk melibatkan KPP dalam kegiatan
perencanaan termasuk merencanakan mekanisme pengelolaan sarana sanitasi terbangun, perencanaan
perhitungan dan iuran pemanfaat setiap periode sesuai kesepakatan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, KPP harus berbadan hukum. Hal ini akan sangat membantu KPP
dalam mengembangkan diri dalam upaya pengelolaan pemanfaatan dan pemeliharaan sarana sanitasi
berkelanjutan.
b. Mengumpulkan iuran, membuat perencanaan belanja, membukukan dan melaporkan secara rutin
kepada anggota/ pemanfaat dan pemerintah Desa;
d. Melakukan kampanye tentang PHBS baik kesehatan diri dan kesehatan lingkungan;
Dalam melaksanakan pengelolaan perlu menyusun Standard Operating Procedure (SOP) yang akan menjadi
acuan. SOP disusun oleh pengurus KPP bersama warga pemanfaat, dimusyawarahkan bersama dalam
forum rembuk warga dan setelah dicapai mufakat disahkan oleh kepala Desa. Setiap Desa dapat
mengembangkan tata cara kerjanya sendiri, sesuai dengan kondisi dan budaya yang dianut didaerahnya
masing-masing
Selain itu dalam upaya mengembangkan prasarana dan sarana terbangun perlu adanya kemampuan teknis,
seperti:
1. Kemampuan menyusun rencana operasional dan pemeliharaan, misalnya untuk irigasi Perdesaan
dengan menyusun rencana tata tanam dan rencana pembagian air irigasi;
2. Kemampuan untuk mempelajari prinsip dasar cara kerja infrastruktur terbangun, dan melakukan
inventarisasi kerusakan serta usulan perbaikannya;
3. Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pelaksanaannya.
4) Seksi Kesehatan
KPP Ketua, sekretaris, Seksi Usaha Dana, Seksi O&P dan Seksi Kesehatan
seluruhnya merupakan penerima manfaat, Pembentukan KPP di tetapkan
kepala desa
Dokumentasi:
Gambar 1. Dokumentasi Desa Janegara
Dokumentasi:
Gambar 2. Dokumentasi Desa Wanasari
Sarana Sanitasi Perdesaan Padat karya Jamban Individu dan 1 unit tangki septik komunal
Dokumentasi:
Gambar 3. Dokumentasi Desa Grinting
Sarana Sanitasi Perdesaan Padat Jamban Individu dan tangki septik komunal
karya
Struktur KPP Ketua bukan penerima manfaat (perangkat desa), Sekretaris dan
Seksi Usaha Dana merupakan penerima manfaat
Dokumentasi
Gambar 4. Dokumentasi Di Desa Cigadung
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah
daerah kabupaten/kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah
daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan
masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak
ketiga (meliputi a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan tinggi; d. lembaga swadaya
masyarakat; e. lembaga donor; dan f. Perusahaan) yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang
pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
e. pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian;
f. pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari kerja, dan
tingkat partisipasi angkatan kerja;
g. pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan jenis
pekerjaan dan status pekerjaan;
s. penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik, rawan pangan, wabah
penyakit, gangguan keamanan, dan kejadian luar biasa lainnya dalam skala Desa;
u. penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
sosial masyarakat Desa.
b. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat;
1. kelompok tani;
2. kelompok nelayan;
3. kelompok seni budaya; dan
4. kelompok masyarakat lain di Desa.
f. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum
kepada warga masyarakat Desa;
b. Pelaksana Kewilayahan;dan
c. Pelaksana Teknis
Kepala Desa
Sekretariat Desa
KEPALA PELAKSANA
KEWILAYAHAN /
KEPALA DUSUN
1. Kepala Desa
2. Sekretaris Desa
3. Kepala Urusan
Fungsi a) Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan
ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan
ekspedisi, dan penataan administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana
perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian aset,
inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum.
Fungsi a) Kepala seksi pemerintahan mempunyai fungsi melaksanakan manajemen tata praja
Pemerintahan, menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah
pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya
perlindungan masyarakat, kependudukan, penataan dan pengelolaan wilayah,
serta pendataan dan pengelolaan Profil Desa.
5. Kepala Kewilayahan
Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara
kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang merupakan sebuah
pilihan. Inti suatu kelompok adalah karena adanya maksud dan tujuan bersama.
Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan berkelompok adalah kedekatan dan kesamaan.
1. Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah
kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita. Kita
bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling
berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat,
berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi dan bentuk
kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan menumbuhkan
interaksi, yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan. Kedekatan
geografis daerah asal, ketika seseorang merantau ke suatu tempat dan bertemu dengan orang yang sama-
sama merantau dan berasal dari daerah yang sama, maka orang tersebut merasa ada ikatan batin,
meskipun semula belum saling mengenal ketika masih di daerah asal.
2. Kesamaan
Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga kesamaan di antara
anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang lebih suka berhubungan dengan orang yang
memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai,
usia, tingkat intelejensi, atau karakter-karakter personal lain. Kesamaan kesamaan yang dimaksud antara
lain:
a. Kesamaan kepentingan, dengan adanya dasar utama adalah kesamaan kepentingan maka
kelompok sosial ini akan bekerja sama demi mencapai kepentingan yang sama tersebut.
b. Kesamaan keturunan, sebuah kelompok sosial yang terbentuk atas dasar persamaan keturunan
biasanya orientasinya adalah untuk menyambung tali persaudaraan, sehingga masing-masing
anggotanya akan saling berkomitmen untuk tetap aktif dalam kelompok sosial ini untuk menjaga
tali persaudaraan agar tidak terputus.
c. Kesamaan nasib, dengan kesamaan nasib/ pekerjaan/ profesi, maka akan terbentuk kelompok sosial
yang mewadahinya untuk meningkatkan taraf maupun kinerja masing-masing anggotanya.
b. Patembayan (Gesselschaft). Patembayan merupakan kelompok sosial yang ikatan antar anggotanya
tidak terlalu kuat karena berlangsung untuk waktu yang pendek. Struktrunya bersifat mekanis dan
sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka. Hubungan antar anggota biasanya bersifat formal
dengan memperhitungkan nilai guna dari interaksi dan komunikasi yang terjadi. Contohnya adalah
ikatan antar pedagang dan pembeli yang terjadi di pasar.
Dalam buku Handbook of Small Group Research terungkap, bahwa besarnya (jumlah orang dalam)
kelompok menurut berbagai pendapat adalah sebagai berikut.
1. Jumlah minimum adalah = 2 – 3 orang.
2. Jumlah maksimum adalah = 13 – 15 orang.
3. Jumlah idealnya adalah antara 7 -10 orang.
Makin besar jumlahnya maka makin renggang hubungan kelompok ini. Sebaliknya, kalau terlalu kecil, pola
interaksi juga akan sangat terbatas.
Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang didirikan untuk mewujudkan
kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan dan tidak
membagikan keuntungan kepada anggotanya. Pengaturan mengenai badan hukum perkumpulan selama
ini sangat sedikit sekali. Untuk pendiriannya, pada intinya setiap dua orang atau lebih dapat mendirikan
suatu perkumpulan. Suatu perkumpulan yang ingin bertindak atas namanya sendiri maka perkumpulan
tersebut harus menjadi badan hukum. Untuk perkumpulan yang memiliki badan hukum, dasar hukumnya
dapat merujuk pada:
1. Staatsblad 1870-64, yaitu perkumpulan menjadi badan hukum setelah mendapat pengesahan dari
penguasa. Pengesahan itu dilakukan dengan menyetujui anggaran dasar perkumpulan yang berisi
tujuan, dasar-dasar, lingkungan kerja dan ketentuan lain mengenai perkumpulan tersebut.
2. Staatsblad 1939 No. 570 mengenai Perkumpulan Indonesia (Inlandsche Vereniging) ("Stb. 1939-570")
yang pada awalnya hanya berlaku untuk daerah Jawa Madura saja. Kemudian berdasarkan Staatsblad
1942 No. 13 jo No. 14 ("Stb. 1942-13 jo 14") ketentuan Staatsblad 1939 No. 570 diberlakukan untuk
seluruh wilayah Indonesia. Untuk memperoleh status sebagai badan hukum, Perkumpulan Indonesia
harus mengajukan permohonan terlebih dahulu baik lisan atau tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat di mana perkumpulan itu berada. Kedudukan badan hukum diperoleh setelah diadakan
pendaftaran penandatanganan anggaran dasar (pasal 16 Stb. 1942-13 jo 14) dan setelah anggaran
dasar memenuhi prosedur yang disyaratkan dalam pasal 13-14, pasal 16 Stb. 1942-13 jo 14.
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran dasar Perkumpulan.
Pembangunan Prasarana sanitasi di kawasan perdesaan mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan
sosial ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Prasarana yang dibangun harus bermanfaat sampai
masa yang panjang. Agar prasarana dapat bermanfaat, diperlukan upaya yang baik dalam penggunaannya.
Selain faktor kualitas konstruksi yang dihasilkan, faktor-faktor penting yang mempengaruhi berfungsinya
suatu prasarana adalah cara pemanfaatannya yang baik. Bila salah satu hal tersebut tidak dipenuhi maka
akan berpengaruh kepada kualitas pelayanan dan umur pemanfaatan yang akhirnya akan mengakibatkan
tidak tercapainya harapan masyarakat dan tujuan dibangunnya prasaran dan sarana sanitasi.
Pembentuk kelompok pemanfaat dan pemelihara (KPP) pada program sanitasi perdesaan padat karya,
dapat terbentuk karena adanya kedekatan anggota dalam 1 (satu) desa dan kesamaan kepentingan
mendapatkan prohram sanitasi perdesaan padat karya.
Identifikasi kepentingan bersama atas jenis prasarana dan sarana program sanitasi padat karya dapat
dilihat sebagai berikut:
Kepentingan Bersama
Jenis
Prasarana Pasca Keterangan
Pra Saat
& Sarana Pembangunan
Pembangunan Pembangunan
(Pemanfaatan)
Jamban dan
tanki septik √ √ -
Individual
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil analisis sebagai berikut:
1. Terdapat variasi pelaksanaan di lapangan terkait beberapa aspek kelembagaan (KPP) yang telah diatur
dalam SE Dirjen Pelaksanaan Padat Karya /Buku Pedoman Sanitasi Padat Karya, antar lain:
a. Pembentukan KPP Surat keputusan Kepala Desa yang diketahui Hanya SK Kepala Desa
camat
b. Tugas Pokok KPP 1. Merencanakan tentang besarnya iuran • Penarikan iuran dari 4
pemanfaatan sarana; desa yang dikunjungi,
2. Mengumpulkan iuran, membuat hanya 1 desa yang
perencanaan belanja, membukukan menerapkan, tetapi
dan melaporkan secara rutin KPP tidak berani
operasional dan pemeliharaan; menggunakannya
3. Mengoperasikan dan memelihara • Kegiatan pengurus KPP,
sarana sanitasi; sesekali keliling
4. Mengontrol semua saluran perpipaan mengontrol penerima
secara rutin; manfaat. Tidak
5. Mengembangkan mutu pelayanan dan memiliki rencana
jumlah sarana pengguna; kegiatan/ rencana kerja
6. Melakukan kampanye PHBS • Tidak ada pertemuan
rutin
6.2 Rekomendasi
1. Pembentukan Kelompok Pemelihara dan Pemanfaat (KPP) pada program sanitasi perdesaan padat
karya:
a. KPP dapat dibentuk dan ditetapkan cukup melalui Surat Keputusan Kepala Desa, dengan
kepengurusan KPP dibebaskan. Minimal Ketua, Bendahara dan anggota seluruhnya adalah penerima
manfaat, serta penyederhanaan lingkup tugasnya :
Bersama penerima manfaat mengontrol jamban dan kondisi sekitar tanki septik secara
berkala;
Menjadwalkan pertemuan berkala dengan penerima manfaat dalam rangka:
1. Melakukan penyuluhan agar penerima manfaat menjaga sampah atau benda lain tidak
menyumbat toilet dan saluran serta bahan berbahaya kimia tidak masuk ke dalam tangki
septik;
2. Melakukan kampanye PHBS;
b. KPP dapat tidak dibentuk, mengingat: prasarana tidak digunakan bersama serta tersebarnya
penerima manfaat.
b. KSM difungsikan untuk kegiatan ekonomi produktif, pasca pembangunan (KSM dibentuk tidak hanya
berorientasi hanya untuk program sanitasi perdesaan padat karya)