Dosen Pengampu:
Dra, Bita Pigawati, MT
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 5
1.3.2 Sasaran............................................................................................................................. 6
BAB II ........................................................................................................................................................... 10
KAJIAN LITERATUR............................................................................................................................... 10
3.3.2 Variabel.......................................................................................................................... 15
BAB IV ......................................................................................................................................................... 16
1
4.4 Tata Guna Lahan .................................................................................................................. 20
BAB V ........................................................................................................................................................... 25
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 25
2
Daftar Gambar
3
Daftar Tabel
Table 6. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Bahaya Geologi ................. 20
Table 7. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Tata Guna Lahan .............. 21
4
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fasilitas adalah sarana untuk
melancarkan dan mempermudah pelaksanaan suatu fungsi. Fasilitas dibagi menjadi
dua menurut fungsinya, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial. Fasilitas sosial
adalah fasilitas yang disediakan pemerintah atau swasta untuk masyarakat, seperti
sekolah, klinik dan tempat peribadatan. Sedangkan fasilitas umum berupakan
fasilitas yang disediakan untuk kepentingan umum seperti jalan dan alat penerangan
umum.
Menurut UU No. 23 Tahun 1992, sarana kesehatan adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Salah satu di antaranya adalah
Pusat Kesehatan Masyarakat (PusKesMas). Pusat Kesehatan Masyarakat adalah
sarana unit fungsional kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat.
Sarana yang baik adalah sarana yang dapat melayani kebutuhan masyarakat
sekitar dengan optimal. Optimal berarti dapat menjangkau seluruh masyarakat
sekitar dengan jarak radius tertentu yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional
Indonesia). Dasar dari penyediaan sarana kesehatan didasari oleh jumlah penduduk
yang akan dilayani oleh sarana kesehatan tersebut. Sedangkan dasar penempatan
penyediaan fasilitas kesehatan yang lainnya adalah pertimbangan jangkauan radius
area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani area tertentu.
Menentukan suatu lokasi yang optimal untuk sarana kesehatan seperti
puskesmas memerlukan berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan. Hal
tersebut menyesuaikan dengan keadaan yang ada di wilayah tersebut. Pertimbangan
yang harus dikonsiderasikan antara lain adalah kepadatan penduduk, jangkauan
sarana sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), tata guna lahan, aksesibilitas
jalan, bahaya geologi seperti banjir, gerakan tanah dan lain sebagainya.
Analisis lokasi penempatan fasilitas kesehatan yaitu Pusat Kesehatan
Masyarakat, diangkat menjadi topik dalam laporan ini untuk dapat melihat
keoptimalan fungsi dari Puskesmas yang sudah ada di Kecamatan Tugu, Semarang.
Kecamatan Tugu hanya memiliki satu puskesmas yang melayani seluruh warga di
5
Kecamatan Tugu. Dalam laporan ini akan dianalisis bagaimana variabel-variabel
mempengaruhi penentuan lokasi untuk rekomendasi puskesmas baru.
Tujuan dan sasaran dalam penyusunan analisis ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan lokasi terbaik fasilitas
kesehatan beruka Pusat Kesehatan Masyarakat/Puskesmas di Kecamatan Tugu,
Semarang berdasarkan beberapa pertimbangan seperti tata guna lahan, kepadatan
penduduk, jangkauan fasilitas berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI),
aksesibilitas maupun bahaya geologi (banjir).
1.3.2 Sasaran
Dalam mencapai tujuan dari laporan nalisis ini, sasaran-sasaran yang harus
dicapai diantara lain:
A. Menentukan wilayah studi Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
B. Mengindentifikasikan kepadatan penduduk dan kebutuhan fasilitas
kesehatan, yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat di Kecamatan Tugu.
C. Mengidentifikasi jumlah fasilitas kesehatan eksisting.
D. Menganalisis tata guna lahan eksisting di Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
E. Menganalisis aksesibilitas jaringan jalan eksisting di Kecamatan Tugu, Kota
Semarang.
6
F. Menganalisis bahaya geologi (banjir) di Kecamatan Tugu.
G. Memberikan arahan berupa rekomendasi lokasi puskesmas baru
berdasarkan variable-variable terkait di Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
Dalam penyusunan laporan ini, ruang lingkup dibagi menjadi ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi.
7
dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah
utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 km.
Ketinggian kota Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis
pantai. (Kota Semarang dalam Angka, 2016).
8
Dari seluruh luas lahan di Kecamatan Tugu, 454 Ha merupakan tanah sawah dan
2.774,060 Ha merupakan tanah kering.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek
fisik dan non-fisik. Aspek fisik yang dimaksud meliputi tata guna lahan, jaringan jalan
(aksesibilitas), bahaya geologi (banjir) dan persebaran puskesmas eksisting beserta
dengan jangkauannya di Kecamatan Tugu. Sedangkan aspek non-fisik meliputi
kependudukan yaitu kepadatan penduduk di Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
Data Sekunder:
INPUT Kecamatan Tugu
BPS, BAPPEDA,
Literatur, Internet.
gu
PROSES
Aspek Fisik Aspek Non-Fisik
gu
9
BAB II
KAJIAN LITERATUR
Teori Central place diperkenalkan oleh George Walter Christaller pada tahun
1933. Pengertian teori central place ini menjelaskan tentang distribusi spasial kota dalam
ruang. Christaller berpendapat bahwa sebuah pusat permukiman atau pasar menyediakan
barang dan jasa untuk populasi sekitarnya. Teori ini menggunakan 2 prinsip dasar yaitu
range dan threshold.
Range adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat suatu aktivitas pasar
yang menjuan kebutuhan komoditi suatu barang. Sedangkan threshold adalah jumlah
minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan
pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran
penduduk atau konsumen dalam ruang.
Teori ini dapat dinyatakan juga bahwa suatu lokasi dapat melayani berbagai
kebutuhan yang terletak pada suatu tempat yang disebutnya sebagai tempat sentral. Tempat
sentral tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu sesuai kemampuannya melayani
kebutuhan wilayah tersebut. Bentuk pelayanan tersebut digambarkan dalam segi
enam/helsagonal.
Menurut Christaller, tanah yang positif adalah tanah yang menukung pusat kota.
Pusat kota tersebut digunakan untuk berbagai jasa penting yang harus disediakan
tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang profuktif.
Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota. Berdasarkan prinsip
agloerasi (skala ekonomi menuju efiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota
besar menjadi pusat daerhanya snediri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil. Artinya,
10
kota kecil bergantuk pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar.
Berikut asumsi asumsi teori Christaller:
A. Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat
dinyatakan dalam biaya dan waktu.
B. Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan
dalam biaya dan waktu.
C. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan
barang dan jasa.
D. Kota kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah sekitar
Wilayah tersebut adalah dataran yang rata, mempunyai ciri ciri ekonomis sama
dan penduduknya juga tersebar merata.
11
Puskesmas 120.000 420 1.000 0,008 3.000 m - idem - Dapat
dan Balai bergabung
Pengobatan dalam lokasi
kantor
kecamatan
Tempat 5.000 18 - - 1.500 m - idem - Dapat
Praktek bergabung
Dokter dengan rumah
Apotik / 30.000 120 250 0,0025 1.500 m - idem - tinggal/tempat
Rumah usaha/apotik
Obat
Sumber: SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode pengumpulan data yaitu metode yang dilakukan untuk mencari serta
mengumpulkan berbagai data yang digunakan sebagai bahan dalam suatu diskusi
atau penelitian. Metode pengumpulan data merupakan salah satu langkah awal dalam
suatu proses penelitian sebelum memasuki proses pengolahan dan analisis data lebih
lanjut. Sumber-sumber daya yang diperoleh pun juga dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
Sumber data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
Namun untuk penelitian kali ini, penulis hanya menggunakan data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui perantara media ataupun instansi
terkait. Data sekunder yang digunakan penulis diatanranya sebagai berikut:
A. Data BPS
Data BPS digunakan sebagai bahan untuk menganalisis aspek-aspek
penelitian, diantaranya adalah data kependudukan atau kepadatan
penduduk.
B. Data Spasial
Data spasial atau data shapefile merupakan bahan mentah yang digunakan
dalam prses pengolahan peta secara digital. Penulis menggunakan data
shapefile yang diperoleh dari Bappeda Kota Semarang, yaitu berupa shapefile
RTRW Kota Semarang tahun 2011.
Metode analisis data perupakan proses yang bertuhuan untuk mengolah data
yang telat didapat menjadi suatu informasi atau solusi dari suatu permasalahan atau
penelitian. Metode analisis data dibedakan menjadi dua, yaitu metode analisis
kualitatif dan metode analisis kuantitatif. Pada penelitian ini, penulis hanya
menggunakan metode analisis kuantitatif.
Metode analisis kuantitatif merupakan salah satu metode yang dilakukan
berdasarkan pada pengukuran spesifikasi pokok bahasan yang sistematis dan
terstruktur. Metode analisis kuantitatif bertujuan untuk menguji hipotesis. Hipotesis
tersebut merupakan dugaan sementara yang akan menjawab rumusan masalah.
13
Metode analisis kuantitatif bersifat objektif yang disertai dengan perhitungan
ilmiah dari data yang didapat dan dapat dilakukan dengan teknik sampling (secara
random atau acak). Teknik sampling dilakukan dengan tujuan agar data yang
dihasilkan lengkap dan sistematis. Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan
metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan teknik Weighted Overlay
Metode weighted overlay merupakan salah satu teknik overlay yang
digunakan untuk melakukan pendekatan atau analisis data yang bersifat
multikriteria. Dengan kata lain, weighted overlay digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mengklasifikasi data dengan menggunakan beberapa pertimbangan atau
bobot dalam proses pengolahannya. Metode weighted overlay dapat digunakan untuk
mengolah data raster yang kemudian akan ditumpangtindihkan (overlay) dengan
data lain untuk menghasilkan output yang diinginkan.
14
Kepadatan Tinggi 1
Rawan Banjir Rawan Banjir 1
20
Tidak Rawan Banjir 2
3.3.2 Variabel
Variabel analisis merupakan objek dari analisis yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan. Pada analisis rekomendasi lokasi puskesmas baru di Kecamatan
Tugu, variable yang digunakan adalah:
Table 3. Tabel Variabel
No Variabel Bebas Variabel Terikat
1. Kepadatan Penduduk Kecamatan Analisis kesesuaian lahan untuk
Tugu rekomendasi lokasi pembangunan
2. Tata Guna Lahan Kecamatan Tugu puskesmas baru di Kecamatan Tugu,
3. Jangkauan Puskesmas berdasarkan Semarang
SNI
4. Akesibilitas
5. Bahaya geologi (Banjir) Kecamatan
Tugu
15
BAB IV
16
penduduk sedang hanya dimiliki oleh Kelurahan Tugurejo dengan kepadatan 8,55.
Sedangkan untuk kepadatan penduduk rendah terdapat dikelurahan lainnya yaitu
kelurahan Karang Anyar, kelurahan Mangkang Kulon dan kelurahan Randungarut
masing-masing memiliki kepadatan 5,8 , 5,24 dan 2,5. Kelurahan yang memiliki
kepadatan terendah adalah kelurahan Karanganyar.
Tabel dibawah ini merupakan tabel pembobotan dan penentuan nilai
prioritas pengadaan pembangunan puskesmas di Kecamatan Tugu berdasarkan
kepadatan penduduk untuk di analisis weighting overlay.
Table 4. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Kepadatan Penduduk
Peta Parameter Influence % Keterangan Scale Value
Kepadatan Kepadatan Rendah 3
Penduduk 20 Kepadatan Sedang 2
Kepadatan Tinggi 1
17
Peta dibawah ini merupakan peta aksesibilitas jaringan jalan di Kecamatan
Tugu, Kota Semarang.
Dari peta tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Kecamatan Tugu
memiliki aksesibilitas rendah atau sebagian besar wilayah sulit untuk dicapai
menggunakan transportasi umum. Hal tersebut dibuktikan dengan mendominasinya
warna merah di peta yang berarti banyak wilayah yang jauh dari jaringan jalan. Jika
dilihat dari kondisi eksisting, hal tersebut karena penggunaan lahan yang
mendominasi kecamatan Tugu adalah tambak.
Tabel dibawah ini merupakan tabel pembobotan dan penentuan nilai
prioritas pengadaan pembangunan puskesmas di Kecamatan Tugu berdasarkan
aksesibilitas jaringan jalan untuk di analisis weighting overlay.
Table 5. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Aksesibilitas
Peta Parameter Influence % Keterangan Scale Value
Aksesibilitas Jalan Jauh dari jalan 3
15 Agak dekat dari Jalan (200 m) 2
Dekat jalan (100 m) 1
18
nomor 3, hal tersebut karena akan kurang optimal jika puskesmas ditempatkan
dilokasi yang sulit untuk dicapai menggunakan angkutan umum.
Dari peta tersebut dapat diketahui bahwa terdapat wilayah yang rawan banjir
di Kecamatan Tugu, hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan untuk
pembangunan puskesmas baru. Lokasi yang rawan banjir bukanlah lokasi yang
optimum untuk sarana kesehatan karena banjir dapat merusak kualitas lingkungan
dan bangunan. Oleh karena itu, tidak direkomendasikan membangun puskesmas di
lokasi rawan banjir.
Tabel dibawah ini merupakan tabel pembobotan dan penentuan nilai
prioritas pengadaan pembangunan puskesmas di Kecamatan Tugu berdasarkan
bahaya geologi (banjir) untuk di weighting overlay.
19
Table 6. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Bahaya Geologi
Peta Parameter Influence % Field Scale Value
Rawan Banjir Rawan Banjir 1
20
Tidak Rawan Banjir 2
20
Tabel dibawah ini merupakan tabel pembobotan dan penentuan nilai
prioritas pengadaan pembangunan puskesmas di Kecamatan Tugu berdasarkan tata
guna lahan eksisting untuk di analisis weighting overlay.
Table 7. Tabel Pembobotan dan Penentuan Nilai Prioritas Tata Guna Lahan
Peta Parameter Influence % Field Scale Value
Tata Guna Lahan Sawah 2
Tegalan 3
Industri 4
20
Perkebunan 3
Permukiman 1
Tambak 4
21
Gambar 8. Peta Jangkauan Puskesmas, Kecamatan Tugu
Sumber: RTRW Kota Semarang, 2011
22
4.6 Rekomendasi Pembangunan Puskesmas Kecamatan Tugu
23
Gambar 9. Peta Rekomendasi Pembangunan Puskesmas Baru, Kecamatan Tugu
Sumber: RTRW Kota Semarang, 2011
24
BAB V
KESIMPULAN
25
Daftar Pustaka
BAPPEDA Kota Semarang. 2011.
Badan Pusat Statistik. Kota Semarang dalam Angka. 2016.
Badan Pusat Statistik. Statistik Daerah Kecamatan Tugu. 2016.
UU No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan, LN 1992/100; TLN NO. 3495, hal. 2.
SNI 03-1733-2004 Tentang: Tata Cara Perencanaan Lingkungan Prrumahan di
Perkotaan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses https://kbbi.web.id/fasilitas pada Minggu, 8
Oktober 2017.
26
27
28
29
30
31
32
33
34