Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jagung merupakan

kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan

manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Jagung
menempati posisi penting dalam perekonomian nasional, khususnya untuk
mendukung perekonomian, karena merupakan sumber karbohidrat sebagai bahan
baku industri pangan, pakan ternak unggas dan ikan. Disamping bijinya, biomassa
hijauan jagung juga diperlukan dalam pengembangan ternak sapi.
Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi
produksi secara Nasional. Ini terkait dengan pengolahan tanah dan kepadatan
tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung dan
keragaman

produktivitas

tersebut

diduga

disebabkan

adanya

perbedaan

penggunaan benih bersertifikat, teknologi budidaya kurang memadai, pola tanam


yang tidak sesuai, ketidaktersediaan air dan kondisi sosial ekonomi petani serta
pengunaan varietas unggul (Supriono, 2006 dalam R Irawaty - 2010).
Pengembangan dan peningkatan produksi tanaman jagung menuntut
tersedianya benih yang cukup dan bermutu tinggi yang berasal dari hasil
penanganan yang tepat dan efektif. Penanganan varietas unggul yang sesuai dapat
meningkatkan hasil produksi jagung.
Penggunaan benih jagung bermutu merupakan kunci utama untuk
memperoleh tanaman yang seragam dengan produksi yang optimal. Sifat benih
yang bermutu tinggi antara lain adalah memiliki perkecambahan yang baik.

Perkecambahan tersebut dipengaruhi oleh viabilitas biji, kondisi lingkungan yang


sesuai dan juga dipengaruhi oleh adanya usaha-usaha pematahan dormansi.
Faktor-faktor lainnya disamping faktor lingkungan, perkecambahan juga
dipengaruhi oleh sifat genetis dan tingkat kemasakan benih.
Analisis mutu benih dilakukan dengan tujuan untuk menginformasikan
unsur mutu benih. Menurut Sadjad (1993) mutu benih yang tinggi meliputi mutu
genetik, fisiologis dan fisik. Mutu fisiologis dapat ditunjukkan dengan tingkat
viabilitas benih. Menurut Justice and Bass (1979) aktivitas enzimatik dapat
digunakan sebagai salah satu ukuran viabilitas benih. Indikasi viabilitas benih
dengan pendekatan enzimatis memberikan indikasi yang tidak langsung. Deteksi
ini tidak mengindikasikan pertumbuhan tetapi hanya gejala metabolisme, karena
kaitannya dengan kegiatan enzim maka gejala ini dapat dijadikan indikasi
viabilitas meskipun tiap-tiap spesies dan varietas benih memiliki daya kecambah
dan metabolisme yang berbeda.
Salah satu komponen penyusun biji jagung adalah protein yang memiliki
protein fungsional yang berfungsi sebagai enzim. Menurut Dwidjoseputro (1978)
protein yang terkandung dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
protein cadangan dan fungsional. Protein cadangan dapat dibongkar dan diangkut
ke bagian tertentu yang membutuhkan sedangkan protein yang fungsional
bertugas seperti enzim. Salah satu enzim yang ditemukan di dalam biji adalah
enzim amilase. Pada praktikum ini dilakukan analisis terhadap enzim amilase
karena karbohidrat pada biji jagung paling besar berupa amilum (pati). Enzim
amilase diperlukan biji dalam proses metabolisme senyawa pati yang berfungsi

mengkatalisis pemecahan (hidrolisis) senyawa pati menjadi gula sederhana yang


larut dalam air yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan biji.
Enzim amilase ini dibagi menjadi dua macam yaitu -amilase dan -amilase.
Enzim amilase ini dapat ditingkatkan dengan pemberian hormon seperti
Giberalin. Dari beberapa proses fisiologi, giberalin dapat berpengaruh terhadap
perangsangan produksi enzim (-amilase) dalam mengecambahkan tanaman
sereal untuk mobilisasi cadangan benih. Hormon Giberelin atau asam giberelat
(GA), merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari
Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme. Kucera et al. (2005)
melaporkan bahwa ada dua fungsi giberelin selama perkecambahan benih,
pertama giberelin diperlukan untuk meningkatkan potensi tumbuh dari embrio
dan sebagai promotor perkecambahan, dan kedua diperlukan untuk mengatasi
hambatan mekanik oleh lapisan penutup benih karena terdapatnya jaringan di
sekeliling radikula.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan praktikum mengenai
metode aplikasi GA untuk meningkatkan aktivitas enzim amilase pada tingkat
viabilitas perkecambahan jagung.
1.2 Hipotesis.
Hipotesis untuk penelitian ini adalah :
1. Terdapat salah satu atau lebih konsentrasi larutan GA yang meningkatkan
aktivitas enzim amilase.
2. Terdapat salah satu tingkat viabilitas benih jagung yang memiliki enzim
amilase.

1.3 Tujuan dan Kegunaan


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi beberapa konsentrasi GA
yang dapat meningkatkan aktivitas enzim amilse pada perkecambahan benih
jagung dan mengetahui tingkat viabilitas benih jagung yang memiliki kandungan
enzim amilase terbanyak.
Kegunaan praktikum ini diharapkan dapat ditemukan konsentrasi larutan
GA terbaik yang dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase pada tingkat
viabilitas benih jagung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkecambahan Tanaman Jagung ( Zea mays L. )
Menurut Purwono dan Hartono (2004), jagung diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Graminae

Famili

: Graminaceae

Genus

: Zea

Spesies

: Zea mays L.

Pada awal pertumbuhan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman.


Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan
tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar
adventif dengan percabangan yang amat lebat (Rubaztky dan Yamaguchi, 1998).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1)
fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan
biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan
vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna

sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini
diidentifikasi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu
fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis. Perkecambahan benih
jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan
berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%
(McWilliams et al. 1999).
Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air
melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan
aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah
katabolisme pati, lemak dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat
yang mobil, gula, asam-asam lemak dan asam amino yang dapat diangkut ke
bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza
memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah
radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu
yang sama atau sesaat kemudian plumula tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil
terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke
permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke
atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan
mesokotil terhenti dan plumula muncul dari koleoptil dan menembus permukaan
tanah (McWilliams et al. 1999).
Pada biji yang dikecambahkan belum mempunyai kemampuan untuk
sintesa senyawa karbohidrat sehingga kebutuhan senyawa karbohidrat diperoleh
dari cadangan makanan yang telah ada dan terbentuk selama pembentukan biji.

Karbohidrat, lemak dan protein yang dirombak oleh enzim digunakan sebagai
bahan bakar respirasi. Kegiatan enzim di dalam biji distimulir oleh adanya GA
(Asam Giberelit) yaitu hormon tumbuh yang dihasilkan embrio setelah menyerap
air (Abidin, 1984).
2.2 Pengujian Aktivitas Enzim Amilase
Enzim amilase termasuk dalam golongan enzim hidrolase yang berperan
dalam merombak pati menjadi gula seperti glukosa, sukrosa atau fruktosa. Enzim
amilase terdiri dari dua macam yaitu - amilase dan -amilase (Dwidjoseputro,
1978).
Kamil (1982) menyatakan bahwa enzim -amilase tidak atau belum
terdapat pada biji kering, namun baru tersedia setelah memasuki fase
perkecambahan yang distimulir oleh asam giberelin (GA). Sedangkan enzim amilase sudah ada sejak semula di dalam skutelum dan lapisan aleuron pada biji
yang masih kering. Selanjutnya dijelaskan pula kerja kedua enzim ini berbeda.
Enzim -amilase akan merombak amilose dan amilopektin menjadi maltosa dan
glukosa, di samping itu juga akan merombak dekstrin menjadi maltosa dan
glukosa. Dengan adanya enzim maltase, maltosa dapat diubah menjadi glukosa.
Sedangkan enzim -amilase pada saat perkecambahan dimulai akan masuk ke
dalam endosperm untuk merombak amilosa menjadi glukosa yang bersifat larut
dan bisa diangkut. Enzim -amilase akan merombak amilopektin menjadi dekstrin
yang

bersifat tidak bisa diangkut. Pasokan gula monosakarida ke embrio

menyebabkan ukuran koleoriza dan radikula bertambah besar dan mampu


menembus selaput benih.

Metode yang digunakan untuk menganalisa glukosa yang terbentuk adalah


dengan metode DNS (Dinitrosalisilat) (Chaplin dan Kennedy, 1994). Serapan
sinarnya diukur menggunakan alat spektrofotometer sehingga diperoleh
absorbansinya. Berikut adalah salah satu cara menguji aktivitas enzim amilase
menurut AOAC (1995) dalam Suarni dan Rauf (2007) yaitu sebanyak 1 ml filtrat
enzim hasil ekstraksi ditambahkan dengan 1 ml larutan substrat/ pati (soluble
starch) kemudian dilakukan inkubasi selama 3 menit pada suhu optimum 30 0C
dan ditambah dengan 2 ml DNS (3,5 dinitro salicilic acid) kemudian dipanaskan
sampai mendidih, didinginkan cepat pada air mengalir dan ditambah 20 ml
aquades. Serapan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550
nm.
Analisa prosedur uji aktivitas enzim amilase dilakukan melalui
pengukuran aktivitas enzim dimulai dengan menambahkan substrat yaitu pati
(starch) pada filtrat enzim. Enzim amilase yang terdapat pada sampel akan
bereaksi dan menghidrolisis pati menjadi monosakarida dalam waktu 3 menit dan
suhu optimum 30oC. Reaksi kemudian dihentikan dengan penambahan DNS (3,5
dinitro salicilic acid). Selain itu reagen DNS (3,5 dinitro salicilic acid) akan
bereaksi dengan gula pereduksi hasil hidrolisis dan mengakibatkan terbentuknya
warna tertentu. Sampel kemudian didihkan agar reagen DNS dapat bekerja dengan
cepat, setelah itu didinginkan dengan air mengalir. Penambahan 20 ml akuades
untuk pengenceran sampel. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang
550 nm. Metode ini terlebih dahulu membuat kurva standar glukosa antara
konsentrasi glukosa dalam berbagai macam konsentrasi dan absorbansi.

2.3 Asam Giberelin (GA)


Giberelin merupakan salah satu hormon penting terkait aktivitas
metabolisme.

Hormon

tumbuh

ini

dihasilkan

oleh

embrio

kemudian

ditranslokasikan ke lapisan aleuron sehingga menghasilkan enzim -amilase.


Proses selanjutnya yaitu enzim tersebut masuk ke dalam endosperm, maka
terjadilah perubahan-perubahan yaitu berubahnya pati menjadi gula dan
menghasilkan energi yang berguna untuk aktivitas sel dan pertumbuhan (Abidin,
1984).
Tingginya tingkat giberelin yang ada dalam biji, biasanya meningkat
selama proses penuaan, oleh karena itu biji yang kering mengandung level yang
sangat rendah. Giberelin berasal dari embrio yang merangsang produksi daripada
-amilase pada aleuron (Davies, 1995).
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya embrio memerlukan
energi dan bahan baku, diantaranya untuk sintesa lemak; protein; dan senyawa
penyusun lainnya. Kegiatan enzim-enzim di dalam biji distimulir oleh adanya
asam giberelin (GA3) yaitu suatu hormon tumbuh yang dihasilkan oleh embrio
setelah menyerap air. Proses pertumbuhan dan perkembangan embrio semula
terjadi pada ujung-ujung tumbuh dari akar. Kemudian diikuti oleh ujung-ujung
tumbuh tunas. Proses pembagian dan membesarnya sel-sel ini tergantung dari
terbentuknya energi dan molekul-molekul komponen tumbuh yang berasal dari
jaringan persediaan makanan. Dimana molekul-molekul protein dan lemak
penting untuk pembentukan protoplasma, sedang molekul-molekul kompleks
polisakarida dan asam poliuronat untuk pembentukan dinding sel (Sutopo, 1988).

Berbeda halnya dengan enzim -amilase yang sudah ada dari semulanya di
dalam scutellum dan aleurone pada biji kering angin, enzim -amilase ini
belum atau tidak terdapat pada biji kering angin, tetapi enzim ini baru dibuat
(synthesized) kemudian pada waktu permulaan perkecambahan biji (early stage of
germination) oleh giberelin acid (GA3), atau asam giberelin. Jadi asam giberelin
(GA3) adalah suatu senyawa organik yang sangat penting dalam proses
perkecambahan suatu biji karena ia bersifat pengontrol perkecambahan tersebut.
Kalau GA3 tidak ada atau kurang aktif maka -amilase tidak akan terbentuk yang
dapat menyebabkan terhalangnya proses perombakan pati (amylose dan
amylopectin), sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya perkecambahan
(Kamil, 1982).
Selama terjadinya perkembangan dari zigot sampai ke perkecambahan biji,
tumbuh vegetatif dan reproduktif, zat tumbuh memainkan peranan yang penting
melalui pengaruhnya pada pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel.
Pembentukan zigot dan perkembangan embrio adalah periode saat terjadi aktivitas
metabolisme yang tinggi disertai dengan sintesa protein; pembentukan lipid;
polisakarida dan komponen-komponen dinding sel serta pembentukan organelorganel subselular. Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam
sel - sel aleuron, lapisan sel-sel paling luar dari endosperm. Giberelin juga terlibat
dalam pengaktifan sintesa protease dan enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawasenyawa gula dan asam-asam amino, zat- zat dapat larut yang dihasilkan oleh
aktivitas amilase dan protease, ditranspor ke embrio dan disini zat - zat ini
mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah (Heddy, 1989).

10

GA merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman dari golongan


giberelin yang mempunyai peranan dalam mempercepat perkecambahan benih.
Banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa pemberian GA 3 eksogen dapat
meningkatkan daya berkecambah benih, dianta ranya benih ketumbar (famili
Apiaceae) (Zulkarnain, 1994 ), benih kopi (Murniati dan Zuhry 2002), benih
anggrek bulan (Bey dan Sutrisna, 2006) dan benih prunus (Cetinbas dan Koyuncu,
2006). Peningkatan konsentrasi Ga dapat meningkatkan daya berkecambah
fisiologi pada benih Chaerophyllum temulum (famili Apiaceae), akan tetapi
pemberian GA3 tidak dapat menggantikan perlakuan stratifikasi dingin pada benih
yang dikecambahkan pada suhu tinggi misalnya 23C (Vandelook et al., 2007).
Menurut Devi R, dkk (2011), pemberian GA 400 ppm dengan lama
imbibisi 48 jam dapat meningkatkan daya berkecambah, potensi tumbuh
maksimum, indeks vigor, dan kecepatan perkecambahan benih purwoceng
menjadi

1,5-2 kali dibandingkan tanpa pemberian GA. Soetopo (2004)

mengatakan bahwa aplikasi giberalin sampai dengan 200 ppm masih


memperlihatkan peningkatan ukuran malai dan ukuran malai terbaik didapatkan
pada perlakuan giberalin saat pecah malai. Pemberian giberalin sebesar 50 ppm
bobot buah perpohon tertinggi dan meningkat dibandingkan dengan perlakuan
tanpa pemberian GA.

11

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratotium Ilmu dan Teknologi Benih
Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor pada bulan Maret 2012.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Blender, sentrifuge, neraca analitik, pH meter, kain penyaring, pemanas,
batang magnet striter, selofan, cawan, seperangkat gelas kimia, germinator,
spektrofotometer.
3.2.1 Bahan
Bibit jagung varietas Bisi 816, GA (Giberalit acid), kertas merang, amilum 1
%, buffer fosfat, ammonium sulfat, barium klorida, DNS (Dinitrosalisilat), larutan
glukosa standar, larutan Lowry A, larutan Lowry B, larutan BSA (Bovin Serum
Albumin) standar, aquades.
3.3 Metode Praktikum
Praktikum ini menggunakan Rancangan faktorial dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dimana faktor pertama adalah jenis konsentrasi GA (G) yang
terdiri dari 3 jenis yaitu 0 ppm (G0), 200 ppm (G1) dan 400 ppm (G2). Faktor
kedua adalah tingkat viabilitas jagung (V) yang terdiri dari 3 tingkat viabilitas
yakni 70 % (V1), 80 % (V2) dan 90 % (V3).

12

Dari kedua faktor tersebut di atas maka diperoleh 9 kombinasi perlakuan :


G0V1

G1V1

G2V1

G0V2

G1V2

G2V2

G0V3

G1V3

G2V3

Yi jk i

ij

ij k
Setiap

kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga totalnya diperoleh 36 unit


perlakuan. Hasil praktikum dianalisis sidik ragam dengan model linear Rancangan
Acak Lengkap faktorial sebagai berikut :

i = 1,2,3,4

j = 1,2,3

k = 1,2,3

Dimana:
Yijk

= Nilai pengamatan pada aplikasi GA (G) pada taraf ke-i dan tingkat
viabilitas jagung pada taraf ke-j dan ulangan ke k.

= Nilai tengah

= Pengaruh utama aplikasi GA (G) ke - i

= Pengaruh utama tingkat viabilitas (V) ke j

ij

= Komponen interaksi dari aplikasi GA dan tingkat viabilitas jagung

ijk

= Pengaruh acak yang menyebar normal (0, 2)


Data yang diperoleh dianalisis dengan analysis of varian (ANOVA). Jika

dari sidik ragam diperoleh efek aplikasi GA atau tingkat viabilitas jagung yang
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikan 5 %.

13

3.4 Pelaksanaan Praktikum


3.4.1 Persiapan Perkecambahan
Praktikum

ini

dimulai

dengan

menyiapkan

bibit

jagung

dan

mengelompokkanya sesuai tingkat viabilitasnya yaitu 70 %, 80 % dan 90 %. Bibit


yang dipilih tidak cacat dan mempunyai ukuran yang seragam. Benih kemudian
dikecambahkan pada kertas merang dan memberikan larutan GA dengan
konsentrasi sesuai perlakuan yang diberikan yaitu 0 ppm, 200 ppm dan 400 ppm
dengan menggunakan metode UDK-dd sebanyak 25 bibit jagung baik untuk uji
perkecambahan maupun uji aktivitas enzim amilase.
3.4.2 Uji Aktivitas Enzim Amilase
Pada uji aktivitas enzim akilase, kecambah jagung setiap perlakuan yang
berumur 2 hari dilakukan pengujian aktivitas enzim amilase yaitu :
a. Preparasi Larutan
Na-fosfat monobasis 2,789 gr dilarutkan dalam aquades 100 ml (larutan
A). Na-fosfat dibasis 5,265gr dilarutkan dalam aquades 100 ml (larutan B).
larutan A sebanyak 85 ml dicampurkan dengan larutan B 15 ml dan diencerkan
hingga 200 ml. Buffer fosfat 0,2 M pH 6,1 sebanyak 1 ml diencerkan hingga 100
ml. Amilum dilarutkan dalam buffer fosfat 0,2 M pH 6,1 sebanyak 100 ml. setelah
itu, 3,5-DiNitroSalicylic Acid (DNS) 2,5 gr dicampur dengan garam rochele 75
gr kemudian dilarutkan dengan NaOH 2 M (4 gr NaOH dalam 50 ml aquades)
sebanyak 50 ml dan diencerkan hingga 250 ml aquades.

14

Untuk Lowry A, Na2CO3 anhidrat 2,5 gr dilarutkan dengan NaOH 0,5 N


25 ml (Larutan X), CuSO 4.5H2O 0,25 gr dilarutkan dengan aquades 25 ml (larutan
Y), K/Na-tartrat 0,5 gr dilarutkan dengan aquades 25 ml (larutan Z) dan kemudian
larutan Lowry A dibuat dengan mencampur X 20 ml + Y 0,3 ml + Z 0,3 ml.
Sementara untuk larutan Lowry B, folin 2N 10 ml dicampurkan dengan aquades
90 ml.
b. Persiapan Enzim
Kecambah jagung yang telah berumur 2 hari sesuai dengan perlakuannya
diambil 50 gr, diblender dengan 500 ml buffer fosfat 0,2 M pH 6,1 selama 15
menit. Campuran tersebut dibiarkan selama satu sampai dua jam pada
temperatur 50C. Homogenat kemudian disaring dengan kain dan filtrat yang
didapat disentrifugasi pada kecepatan 3400 rpm selama 20 menit. Supernatan
yang telah diperoleh merupakan enzim kasar (Suhari 2001).
c. Fraksinasi dengan Garam Amonium Sulfat
Amonium sulfat ditimbang sesuai dengan yang dibuat untuk fraksinasi 30
% - 50 %. Amonium sulfat dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam
supernatan dengan batang magnet strirer secara perlahan dan dilakukan di
dalam tempat yang direndam dengan es. Campuran didiamkan dalam keadaan
dingin selama satu malam. Campuran tersebut disentrifugasi pada kecepatan
400 rpm selama 30 menit sehingga diperoleh dari fraksi tersebut dilarutkan
dengan buffer fosfat 0,2 M dengan pH 6,1 (Scopes, 1982).

15

d. Proses Dialisis
Kantong selofan direbus dengan aquades sampai mendidih selama 30
menit lalu dicuci dengan aquades. Salah satu ujung selofan diikat dengan
benang lalu dimasukkan ke dalam beker gelas yang sudah berisi larutan buffer
0,002 M dengan pH 6,1. Buffer diaduk dengan magnetic stirer dan diganti tiap
2 jam sekali. Buffer yang diganti diuji kandungan ammonium sulfat dengan
BaCl2. Proses dialisis dihentikan jika cairan diluar membran selofan tidak
terbentuk endapan lagi jika dengan penambahan BaCl2 (Scopes, 1982).
e. Penentuan Aktivitas Enzim Amilase
1. Metode DNS (Chaplin and Kennedy,1994).
Larutan enzim 0,5 ml direaksikan dengan 0,5 ml substrat amilum 1 % dan
ditambah dengan 5 ml DNS (Dinitrosalisilat) diinkubasi pada suhu 65 0C
selama 10 menit. Reaksi enzimatis dihentikan dengan memasukkan tabung
sampel ke dalam air yang telah mendidih selama 5 menit. Sampel
ditambah dengan 8 ml aquades. Absorbansi diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang tertentu. Blangko dibuat
dengan campuran yang sama tanpa diinkubasi tetapi langsung dipanaskan
pada air yang telah mendidih. Gula reduksi yang dihasilkan diukur dengan
menggunakan metode DNS (Dinitrosalisilat) selisih gula reduksi yang
diinkubasi merupakan gula reduksi sampel. Kandungan gula reduksi
ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa. Aktivitas enzim diukur

16

berdasarkan unit enzim yang mampu membebaskan satu mikromol gula


reduksi permenit pada kondisi tertentu.
2. Pembuatan Kurva Glukosa Standar
Larutan gkulosa standar dengan konsentrasi yang berbeda masing-masing
diambil 1 ml, kemudian ditambahkan 5 ml reagen DNS, dipanaskan dalam
air mendidih selama lima menit kemudian didinginkan. Larutan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 560 nm sehingga diperoleh garis
regresi hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi larutan glukosa
standar. Dengan demikian, maka aktivitas enzim dapat diketahui.
3.5 Parameter Pengamatan
Peubah yang diamati adalah :
a. Aktivitas Enzim Amilase
Aktivitas Enzim = Unit/ml substrat/menit
Aktivitas Enzim =

P ( x y )
BM Glukosa X 10 menit

Keterangan : P = Pengenceran
X = absorbansi sampel
Y = absorbansi blanko

b. Panjang Hipokotil (cm). Diukur panjang dari kotiledon sampai perbatasan


dengan radikula.
c. Panjang Radikula (cm). Radikula berwarna putih dan terdapat bulu-bulu
akar.

17

d. Berat basah kecambah (g). Dihitung berat kecambah pada saat masih segar
e. Berat kering kecambah (g) . Dihitung berat kecambah dengan cara
dikeringkan pada suhu 700C selama 24 jam atau sampai mencapai berat
konstan.
f. Persentase perkecambahan (%).
Persentase

perkecambahan

Jumlah kecambah yang dihasilkan(x y)


X 100
Jumlahbenih yang diuji

18

Daftar Pustaka
Abidin Z., 1984, Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman, Penerbit Angkasa,
Bandung.
Annisah, 2009, Pengaruh Induksi Giberalin terhadap Pembentukan Buah
Partenokarpi pada Beberapa Varietas Tanaman Semangka, Dep.
Budidaya Pertanian Fak. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bey, Y., W. Syafii, dan Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA3)
dan air kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan
(Phalaenopsis amabilis BL) secara in vitro. Jurnal Biogenesis 2(2): 41 46.
Cetinbas and F. Koyuncu. 2006. Improving germination of Prunus avium L.
Seeds by gibberellic acid, potassium nitrate, and thiorea. Hort. Sci.
33(3): 119 123.
Chaplin M. F., dan J. F. Kennedy., 1994, Carbohydrate Analysis 2nd .Ed. Oxford
University Press, New York, pp.3-5.
Devi R., Faiza C. S., Ireng D., 2011, Pengaruh Pemberian GA3 pada Berbagai
Konsentrasi dan Lama Imbibisi Terhadap Peningkatan Viabilitas
Benih Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), Jurnal Littri 17 (3),
September 2011. Hlm. 89 94.
Dwidjoseputro, D., 1978, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia, Jakarta.
Heddy S., 1986, Hormon Tumbuhan, CV. Rajawali, Jakarta.
Kamil J., 1982, Teknologi Benih I, Penerbit Angkasa Bandung, Hal : 95-150.
Kucera, B., M.A. Cohn, and G.H. Metzger. 2005. Plant hormone interactions
during seed dormancy release and germination. Seed Science Research.
15:281307.
Lucia Dwi A. S., 2004, Hubungan Aktivitas Enzim Amilase dengan
Perkecambahan pada Tiga VarietasKedelai yang Berbeda, Jurusan

19

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas


Diponegoro, Surabaya.
McWilliams, D.A., D.R. Berglund, and G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management quick guide.www.ag.ndsu.edu.
Murniati dan E. Zuhry. 2002. Peranan giberelin terhadap perkecambahan
benih kopi robusta tanpa kulit. Jurnal Sagu, 1(1): 1-5.
Oren L Justice dan Louis N Bass, 1978, Principle and Practice of Seed Storage,
Science and Education Administrations Federal Research Staff.
Washington DC, pp.I-203.
Purwono R dan Hartono., 2004, Produktivitas Jagung Unggul, Bayumedia
Publishing, Malang.
R. Irawaty, 2010, Jagung, repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18404/5/
Chapter%20I.pdf, diakses pada tanggal 17 Februari 2012
Reni K, 2011, Uji Aktivitas Enzim Amilase (Metode), http://blessedforblessingrereniszt.blogspot.com/2011/12/uji-aktivitas-enzim-amilase-metode.html,
diakses pada tanggal 17 Februari 2012
Rubaztky V. E dan Yamaguchi M., 1998, Sayuran Dunia 1, ITB Press, Bandung.
Sadjad., Sjamsoeoed, 1993, Dari Benih Ke Benih, Penerbit PT Grasindo,Jakarta.
Hal : 104-107.
Scopes., K. R., 1982, Protein Purification, Springer Verlog Inc, New York,
pp.40-510.
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potency of Mung Bean Sprout As Enzyme
Source (-amilase). Indo. J. Chem., 2007, 7 (3), 332-336
Vandelook, F., N. Bolle and J.A.V. Assche. 2007. Seed dormancy and
germination of the European Chaerophyllum temulum (Apiaceae), a
member of a TransAtlantic Genus. Annuals of Botany,
doi:10.1093/aob/mcm090.
Zulkarnain. 1994. Studi perkecambahan benih ketumbar (Coriandrum
sativum, Linn.) dalam hubungannya dengan sifat dormansi. Skripsi
Jurusan Budidaya Pertanian. Faperta IPB. 51p (Tidak dipublikasikan).

20

DESKRIPSI VARIETAS BISI - 816 :


- Golongan Hibrida Silang Tunggal.
- Umur tanaman saat 50% keluar rambut 55 hari di dataran rendah dan 70
hari di dataran tinggi.
- Umur masak fisiologis 101 hari di dataran rendah dan 130 hari di dataran
tinggi.
- Tinggi tanaman 203 cm dengan batang besar, kokoh dan tegak serta berwarna
hijau ber-strip ungu.
- Daun berwarna hijau gelap.
- Malai kompak dan agak tegak dengan warna sekam ungu kemerahan dan
warna anthera ungu kemerahan.
- Warna rambut ungu kemerahan.
- Klobot menutup tongkol dengan baik.
- Tongkol besar dg jumlah baris biji 14-16 baris.
- Type biji adalah semi mutiara - mutiara, berwarna oranye kekuningan
- Berat 100 butir mencapai 325 gram.
- Rata-rata hasil mencapai 10,44 ton per ha pipilan kering.
- Potensi hasil mencapai 13,65 ton per ha pipilan kering.
- Tahan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun
(Puccinia sorghi) dan agak tahan hawar daun (Helminthosporium maydis).
Sumber : KepMenTan No. 605/Kpts/SR.120/2/2009
http://www.tanindo.com/index.php?
option=com_content&view=section&layout=blog&id=34&Ite
mid=38

21

Anda mungkin juga menyukai