Anda di halaman 1dari 62

Petani Plasma Menolak Pola Kredit Koperasi

KELAPA SAWIT

Jambi, Kompas - Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa
Sawit, menolak pemberlakuan pola Kredit Koperasi Primer Anggota atau KKPA
atas sekitar 900.000 hektar kebun plasma, yang akan diremajakan di sejumlah
daerah. Petani menilai pola KKPA tidak berpihak dan merugikan mereka.
Ketua Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit, Mansuetus Darto, mengatakan di Jambi,
Selasa (22/3), petani plasma lebih memilih bentuk kerja sama pola inti rakyat (PIR),
ketimbang KKPA. Namun, pemerintah telah memberlakukan pola kemitraan KKPA atas
kebun-kebun plasma baru dan yang akan diremajakan. Petani plasma sawit menolak
manajemen kebun dengan pola KKPA, katanya.
Menurut Mansuetus, dari sekitar 9,2 juta hektar kebun sawit di Indonesia, hampir 4 juta
hektar di antaranya dikelola petani, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama
kemitraan. Sekitar 900.000 hektar lahan dikelola dengan manajemen PIR.
Melalui KKPA, lanjut Mansuetus, produktivitas sawit dimungkinkan akan meningkat.
Produktivitas petani plasma selama ini hanya 14 ton per hektar, dan produktivitas sawit di
lahan inti sekitar 17 ton per hektar. Ini jauh di bawah produktivitas kebun di Malaysia yang
mencapai 24 ton per hektar.
Akan tetapi, tambahnya, petani akan sulit mengontrol volume hasil sawit dalam kebunnya
sendiri, serta jumlah pendapatan yang semestinya mereka peroleh, karena pengelolaan
kebun dilaksanakan perusahaan inti. Petani pun akan cenderung lebih rendah karena nilai
jual sawit ditetapkan perusahaan.
Nilai tawar petani plasma akan semakin rendah dalam pola (KKPA) ini, ujarnya.
Petani sawit plasma di Desa Teluk Benanak, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Jambi, Haryono, mengatakan, petani lebih memilih manajemen kebun sawit
mereka melalui PIR. Melalui pola ini, petani dapat mengelola langsung kebun mereka,
walaupun hasil penjualan sawit akan dipotong 30 persen untuk mengangsur kredit. Dengan
pola KKPA, petani hanya memperoleh hasil 30 persen.
Dengan lahan 2 hektar, kami hanya akan memperoleh hasil sekitar Rp 300.000 hingga Rp
500.000, karena habis dialokasikan untuk pembayaran kredit, biaya lingkungan, dan
pengangkutan sawit, tuturnya.
Haryono yang juga pengurus SPKS, mencontohkan kekhawatiran saat ini dirasakan petani
di Kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi. Sekitar 6.000 hektar kebun sawit plasma yang
bermitra dengan PT Perkebunan Negara akan diremajakan dalam waktu setahun ke depan.
Pola kemitraan yang semula PIR akan diganti menjadi KKPA.
Melalui pola ini, petani selalu terikat dengan utang. Bisa-bisa habis 30 tahun, baru utangnya
lunas, kata Haryono.

Dari Jawa Tengah diberitakan, petani kesulitan mendapatkan kredit usaha tani (KUT) karena
bank mensyaratkan adanya surat bebas KUT. (ita/uti

POLA PEMBIAYAAN DAN PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT


PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Pola Pembiayaan
Untuk perkebunan Kelapa sawit, Pola pembiayaan menggunakan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR
Revitalisasi Perkebunan). Pola pembiayaan ini, petani peserta yang kemudian dikuasakan kepada
koperasi/mitra usaha) mendapatkan Fasilitas kredit investasi untuk perluasan dan peremajaan kebun kelapa
sawit milik petani peserta dengan jaminan Avalis dari mitra usaha. Petani peserta berkewajiban membayar
angsuran beban hutang melalui mitra usaha kepada bank pelaksana, setelah masa pembangunan. Bank
pelaksana yang bersedia menyiapkan dana yaitu bank BRI, Bank Mandiri, bank BUKOPIN, bank
Pembangunan daerah Sumatera Utara, dan bank Pembangunan daerah Sumatera Barat. Sebagai
gambaran keseriusan dari salah satu bank yang memberikan kredit adalah bank mandiri. Sampai akhir
oktober 2009, telah mengucurkan fasilitas pembiayaan hingga Rp 35 triliun guna mendorong
pengembangan perkebunan kelapa sawit nasional dan industri turunannya.

Prosedure Pemberian Kredit


Tara cara pengajuan Kredit untuk Pogram Revitalisasi Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Setelah mitra usaha mendapat kuasa dari petani peserta melalui koperasi, maka mitra usaha kemudian
mengajukan permohonan kredit ke bank pelaksana.

2. Permohonan pinjaman melaui mitra usaha dilampiri dokumen-dokumen antara lain: a.Bukti perijinan dan
legalitas,b.Daftar pengurus dan riwayat hidup pengurus mitra usaha,c.Proposal yang mengambarkan
kelayakan,d. Rencana penarikan dan pengembanlian kredit,e. Perjanjian Kerjasama antara Koperasi Dan
Mitra Usaha.
Dalam perjanjian kerjasama tersebut memuat antara lain
1) Landasan dan tujuan kerjasama
2) Jangka waktu perjanjian (minimal 1 siklus tanam
3) Kewajiban dan hak kedua belah pihak
4) Gambaran pengelolaan kebun petani peserta dan mitra usaha dalam satu managemen
5) Daftar pengurus dan riwayat hidup pengurus mitra usaha
6) Surat kuasa dari petani peserta /anggota koperasi kepada mitra tani untuk menandatangani akad kredit.

3. Petani peserta atau melalui koperasi dalam pengembangan perkebunan, juga bisa langsung ke bank
Pelaksana dengan dilengkapi dokumen antara lain:
a. Proposal rencana pengembangan kebun petani secara individu maupun kelompok
b. Surat kuasa dari petani peserta/anggota koperasi kepada pengurus koperasi untuk mengurus kredit dan
mengembalikan kredit.
c. Surat penetapan calon petani peserta dari Bupati/walikota cq Dinas Kabupaten/ kota yang membidangi
perkebunan.
d. Daftar pengurus dan riwayat hidup pengurus koperasi.

4. Agunan Kredit
Dalam pengambilan kredit untuk pengembangan kelapa sawit tersebut, tentunya tidak lepas dari agunan.
Agunan yang diperlukan yaitu agunan pokok dan agunan tambahan yaitu
a. Agunan pokok kredit yaitu berupa kebun yang dibiayai dengan dana kredit yang diperoleh berupa
sertifikat hak milik atas nama petani peserta atau dalam bentuk sertifikat hak guna usaha yang dimiliki
secara bersama oleh petani peserta/koperasi .
Apabila sertifikat dalam prosescukup menyerahkan ijinlokasi dan surat keterangan dari instansi
berwenangyang dapat ditingkatkan menjadi sertifikat.
b. Agunan tambahan yaitu avalis mitra usaha sampai dengan kredit lunas untuk yang bermitra.

5. Tiap bank tentunya mempunyai aturan lain diluar aturan tersebut di atas.
Demikian gambaran pola pendanaan dan prosedure pengambilan kredit untuk pengembangan kelapa sawit,
selamat menggunakan fasilitas kredit karena bunga sebagian disubsidi pemerintah. Semoga
SUKSEEEEEES! (Yulia Tri Sedyowati-PP Madya)
Sumber:
1. Anonim, 2007. Pedoman Umum Program revitalisasi Perkebunan (Kelapa sawit, karet, dan kakao),
Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan, Jakarta
2. http://automotive.id.finroll.com/audio/26063-bank-mandiri-tingkatkan-pem... kelapa-sawit.html
3. pustaka-fpub.blogspot.com

TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit


(SPKS), Mansuetus Darto menyerukan kepada pelaku Industri pertanian
khususnya komoditi kelapa sawit di dalam inisiatif PISAgro (Partnership for
Indonesia's Sustainable Agriculture) untuk meninjau kembali dan merevisi tujuan
dan target kerja PISAgro melalui Innovative Financing yang telah dicanangkan
sejak pertemuan pertama bulan November 2011 di Hotel Mandarin Oriental
Jakarta.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Kelapa Sawit yang diketuai oleh Franky O.
Widjaja dari Sinarmas Group menyampaikan bahwa tujuan jangka panjang Pokja

yang dipimpinnya adalah: Peningkatan produksi dan kualitas minyak sawit serta
tetap memberi manfaat kepada lingkungan; dan Target untuk meningkatkan
produksi dari dua (2) ton/ha menjadi lima (5) ton/ha pada lahan sebesar 2 juta
hektar milik petani kecil, mengurangi emisi gas sebesar 20%, serta menciptakan
peningkatan laba sebesar ASD 5 miliar.
Apa yang di inisiasi oleh PISAgro tidak berbeda apa yang diinisiasi oleh Bank
Dunia pada tahun 1980-an dengan munculnya kemitraan inti-plasma. Menurut
kami, inisiatif tersebut menjebak petani kelapa sawit dalam kehancuran dan
sebaliknya menguntungkan industri. Industri akan memonopoli seluruh usaha
perkebunan rakyat dan seharusnya hal ini harus ditiadakan.
SPKS menilai bahwa :
1.

Definisi peningkatan produksi dan laba tidak melalui diskusi dan/atau

konsultasi dengan petani kecil (independent smallholders) kelapa sawit sehigga


ukuran peningkatan produksi dan laba dimaksud patut dipertanyakan.
Ini terbukti dengan pernyataan dalam bagian kesimpulan dalam presentasi
tanggal 27 Juli 2012 lalu di Jakarta, yaitu Working Group will identify an
Independent smallholder farmer who would need assistance and receive
Innovative Financing package.
SPKS Menegaskan bahwa rendahnya produktifitas perkebunan rakyat selama ini
antara lain dipengaruhi oleh;

Kelangkaan Pupuk dan manajemen distribusi pupuk yang panjang.

Perusahaan besar yang membangun kebun plasma tidak sesuai dengan

standar kebun yang layak.

Pemerintah tidak memfasilitasi proses pendanaan melalui Bank agar dapat

di akses langsung melalui kelembagaan petani.

Tidak tersedianya waralaba pembibitan di daerah sehingga petani

menggunakan bibit yang tidak bersertifikat.

Lemahnya Inisiatif industri dan pemerintah untuk peningkapan kapasitas

budidaya kebun petani.


2.

Pola kerja sama yang ditawarkan yaitu Innovative Financing PISAgro adalah

implementasi dari Revitalisasi Perkebunan (Permentan No 33 tahun 2007)


dengan konsep manajemen SATU ATAP adalah pola yang terburuk sepanjang
sejarah pengelolaan kerja sama pertanian antara industri pemerintah/bank
petani kecil. Pola ini menjerat petani kecil dengan skema kemitraan yang tidak

berkeadilan, akuntabilitas dan transparansi yang lemas hingga akses dan


partisipasi petani yang di batasi. Pola Satu Atap makin mengerdilkan petani kecil.
Sayangnya, justru Industri besar seperti PIS AGRO mempelopori situasi ini.
3.

Pola Innovative Financing atau Revitalisasi Perkebunan dengan konsep

manajemen SATU ATAP akan memicu konflik sosial yang lebih besar karena
tidak memberi ruang bagi petani kecil untuk menjadi pelaku pertanian yang
sesungguhnya, kecuali sebagai buruh tani pada lahan-lahan yang dimanfaatkan
untuk kepentingan industri dalam waktu yang panjang.
Konflik sosial di perkebunan kelapa sawit harus di jadikan acuan bagi kerja-kerja
Industri Perkebunan besar. Lihat contoh beberapa perkebunan besar yang
menerapkan pola satu manajemen seperti misalnya PT. Riau
AgrotamaPlantation di Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat yang sedang
berkonflik dengan Masyarakat di kecamatan silat Hilir, PT. Tribakti Sari Mas di
Kabupaten Kuantan Singingi Riau yang sedang berkonflik dengan masyarakat di
kecamatan Kuantan Mudik, PT. Kebun Ganda Prima dan PT. Borneo Ketapang
Permai di kabupaten Sanggau yang sedang berkonflik dengan masyarakat di
Kecamatan Kembayan dan PT. Sumber Wangi Alam di Mesudji Sumatra Selatan.
SPKS meminta Pemerintah Indonesia terkait terutama dari Kementerian
Pertanian yang duduk di dalam PISAgro untuk mendiskusikan kembali dan/atau
membatalkan konsep Innovative Financing jika tidak mau berpihak kepada
petani kecil yang menjadi mitra kerja dalam inisiatif PISAgro. SPKS juga
meminta kepada pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan revitalisasi
perkebunan yang jauh dari transparansi dan akuntabilitas serta partipasi petani
sawit sebagai mitra.
SPKS mendesak lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk
memantau pelaksanaan revitalisasi perkebunan karena terdapat subsidi bunga
dari pemerintah untuk proyek revitalisasi tersebut karena cendrung terjadinya
manipulasi dan korupsi dana kredit pembangunan kebun plasma.
SPKS meminta seluruh petani kecil untuk menggunakan hak-haknya sebagai
calon mitra kerja dan menyerukan untuk memboikot inisiatif industri dan
pemerintah yang merugikan petani melalui penghentian suplay Tandan Buah
Segar Kelapa Sawit bagi mitra kerja yang menerapkan pola Satu Manajemen.

SPKS mendesak Industri PISAgro untuk menghormati hak-hak politik ekonomi


petani kelapa sawit yang berinisiatif untuk mandiri dan tidak menjebak petani
dalam skema yang tidak berkeadilan.
Mansuetus Darto
Koordinator SPKS
TRIBUNNERS POPULER

Revitalisasi Perkebunan :
Sulitnya Pembiayaan
Untuk Petani

31 May 2013 06:46

Written by Super User

Category: HOT ISSUE

Hits: 235

Ditemui di Jakarta, Asmar Arsjad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit
Indonesia, mengeluhkan kekecewaannya akibat lambatnya dukungan pemerintah
kepada petani dalam program revitalisasi perkebunan. Padahal, program ini sangatlah
dibutuhkan petani swadaya maupun plasma yang berencana meremajakan dan
memperluas kebun sawit. Menurutnya, kendala utama yang dihadapi petani selama ini
sudah jelas karena tidak adanya sertifikat lahan yang dimiliki petani untuk dijaminkan
kepada pihak perbankan.
Janji pemerintah yang akan membantu lewat Program Nasional Pensertifikatan Tanah
(Prona) tidak terwujud. Menurut Asmar, pengurusan biaya prona dibebankan kepada petani
yang menyebabkan mereka enggan berpartisipasi. Padahal, prona ini mendapatkan
pembiayaan dari APBN dan semestinya gratis, tetapi pada kenyataannya petani tetap
dipatok biaya khusus.
Kalau tidak punya sertifikat, sulit bagi petani untuk mendapatkan kredit pinjaman dari
perbankan, ujar Asmar Arsjad.
Bagi petani sawit, kebutuhan pendanaan untuk kegiatan perluasan lahan dan peremajaan
sangatlah diperlukan. Sebab, sekali meremajakan lahan satu hektare memerlukan dana
antara Rp 35 juta-Rp 40 juta hektare hingga menghasilkan. Jika, satu petani mempunyai dua

hektare artinya dana yang diperlukan mencapai Rp 80 juta hektare. Ini belum termasuk,
biaya hidup mereka yang selama tiga tahun tanpa penghasilan tetap sebulan karena
menunggu masa replanting selesai.
Program revitalisasi perkebunan yang telah dimulai semenjak 2007 ini berpijak kepada
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2006 tentang revitalisasi perkebunan yang
bertujuan mempercepat pengembangan perkebunan rakyat melalui aktivitas peremajaan,
perluasan dan rehabilitasi kepada tiga komoditas (kelapa sawit, karet dan kakao). Kebijakan
ini menggunakan pendekatan pola inti rakyat dan plasma dengan melibatkan perusahaan
perkebunan dengan petani.

Revitalisasi perkebunan ini telah dilaksanakan dua tahap


yaitu tahap pertama 2007-2010 dan tahap kedua 2011-2014. Untuk tahap pertama, target

luas lahan perkebunan yang direvitalisasi mencapai 2 juta hektare. Terdiri dari kelapa sawit
ditargetkan 1,5 juta hektare, karet seluas 300 ribu hektare, dan kakao seluas 200 ribu
hektare.
Dari target dua juta hektare tersebut yang dapat terealisasi 165.241 hektare atau sekitar
11% hingga akhir 2010. Hal ini membuktikan, revitalisasi perkebunan yang digagas untuk
membantu petani berjalan lambat di lapangan. Sebenarnya, pemerintah sudah
mengidentifikasi penyebab mandegnya program revitalisasi perkebunan. Masalah yang
dihadapi tersebut adalah tidak adanya RTRWP di provinsi yang memiliki potensi
pengembangan lahan sawit, penerbitan sertifikat lahan yang tidak lancar,kurang optimalnya
dukungan pemerintah daerah, dan sosialisasi program revitalisasi perkebunan yang belum
optimal sampai ke pelaku.
Yang paling utama, petani kesulitan mengajukan pinjaman kepada bank tanpa digandeng
perusahaan perkebunan. Mengingat, fungsi perusahaan yang berperan sebagai penjamin
atau avalis selama proses pembayaran kredit. Hal inilah yang membuat petani mandiri atau
dikenal petani swadaya merasa terpinggirkan di dalam program revitalisasi perkebunan.
Achmad Mangga Barani, Ketua Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis
Berkelanjutan, mengatakan program revitalisasi perkebunan ini sangat berbeda dengan
program inti rakyat (PIR) yang digagas pemerintah pada dekade 1980-an. Dalam PIR,
sumber pendanaan seluruhnya ditanggung pemerintah pusat sementara bank berfungsi
sebagai penyalur saja. Sehingga, petani tidak kesulitan mendapatkan pinjaman. Kala itu,
pemerintah memang juga berniat dalam pengembangan perkebunan rakyat di daerah.
Tetapi sekarang ini, pemerintah tidak lagi memiliki anggaran yang kuat untuk mendanai
kegiatan pengembangan perkebunan petani. Dalam sebuah artikel, Didiek Hadjar Goenadi,
Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara, pernah menghitung kebutuhan dana
revitalisasi perkebunan sepanjang 20062-2010 mencapai Rp 94,4 triliun untuk kegiatan
perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tiga komoditas (kelapa sawit, karet, dan kakao) .
Dana paling terbesar diperlukan kelapa sawit yang berjumlah Rp 88 triliun.
Solusi terhadap pembiayaan ini, ujar Achmad Mangga Barani, pihak perbankan diposisikan
sebagai sumber pendanaan kepada petani. Sementara, peran pemerintah sebatas
mensubsidi bunga pinjaman. Oleh karena itu, wajar saja alau bank mengajukan persyaratan

sesuai ketentuan mereka. Supaya pinjaman yang diajukan lebih bankable, kata Mangga
Barani kepada SAWIT INDONESIA.
Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mengeluhkan masih
kakunya pihak perbankan dalam proses pengucuran dana.Khusus petani kelapa sawit,
pinjaman baru diberikan kepada petani yang memiliki avalis (penjamin).
Sementara petani non mitra jangan berharap dapat mengajukan pinjaman apabila tidak
punya bapak angkat. Apalagi kalau mereka tidak punya sertifikat lahan yang menjadi syarat
utama dari perbankan. Pengecualian diberikan kepada petani karet dan kakao yang dapat
mengajukan pinjaman tanpa avalis. Sampai 31 Desember 2012, penyaluran dana kredit
revitalisasi perkebunan untuk kelapa sawit sebesar Rp 3,3 triliun atau sekitar 11% dari plafon
dana revitalisasi perkebunan yang disiapkan Rp 27,9 triliun dari 2011-2014.
Muhammad Ali, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, mengakui bank
tidak berani masuk untuk membiayai program revitalisasi perkebunan apabila persyaratan
belum selesai. Skema pembiayaan yang digunakan dalam bentuk Kredit Pengembangan
Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Sebagai contoh, kalau masih terjadi
permasalahan antara inti dengan plasma misalkan perusahaan mitra enggan ikut program
KPEN-RP dengan berbagai pertimbangan terkait birokrasi, administrasi, dan biaya ataupun
permasalahan di level petani (seperti kepengurusan ganda). Kendala lain, tidak adanya
sertifikat lahan yang dimiliki petani sebagai dampak berbagai hambatan seperti belum
selesainya RTRWP.
Berdasarkan data BRI, realisasi penyaluran dana revitalisasi perkebunan kepada petani
sawit sampai dengan posisi Desember 2012 diberikan kepada lebih dari 38 ribu petani
dengan luas lahan lebih dari 78 ribu hektare. Jumlah plafon kredit yang dikucurkan
mencapai sekitar Rp 3,85 triliun.
Hendrajat Natawijaya, Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian, meminta pihak
perbankan tidak bermain dalam posisi aman untuk penyaluran dana revitalisasi perkebunan.
Persyaratan yang diajukan sebaiknya juga tidak memberatkan petani yang akan menjadi
calon peserta. Dicontohkan, persyaratan wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
bagi pinjaman di atas Rp 50 juta. Menurutnya, syarat seperti inilah yang membuat petani
enggan mengajukan pembiayaan lewat revitalisasi perkebunan.

Belum tentu, petani memiliki NPWP karena mereka tinggal jauh dari kota. Sebaiknya, ada
pengecualian dari bank untuk masalah ini, kata Hendrajat.
Belajar dari pelaksanaan revitalisasi perkebunan di tahap pertama, Kementerian Pertanian
selanjutnya merevisi target pencapaian lahan untuk revitbun tahap kedua. Gamal Nasir,
menjelaskan langkah ini diambil karena banyaknya hambatan yang masih ditemui di
lapangan. Sepanjang periode 2011-2014, target ditetapkan seluas 343.279 hektare yang
terdiri dari kelapa sawit seluas 223.996 hektare, karet 119.008 hektare dan kakao seluas
13.173 hektare.
Dengan kondisi revitalisasi perkebunan yang seperti sekarang ini, Achmad Mangga Barani
menyarankan supaya pemerintah fokus membantu petani untuk memenuhi persyaratan
yang diminta perbankan. Persyaratan macam administrasi kependudukan dan sertifikat
lahan sebaiknya didukung pemerintah pusat dan daerah. Harapannya, petani akan masuk
ke dalam kriteria layak mendapatkan kredit.
Sertifikasi Lahan
Di beberapa daerah, urusan penyelesaian sertifikat telah mendapatkan beberapa solusi.
Hendrajat Natawijaya, menyebutkan badan pertanahan nasional dan perbankan setempat
bekerjasama untuk menjamin keluarnya sertifikat. Dengan cara, bank akan menyalurkan
50% dari dana kredit yang disetujui. Asalkan, ada jaminan sertifikat akan dikeluarkan BPN.
Kalau sertifikat sudah jadi, barulah sisa pinjaman kembali diberikan kepada petani. Namun,
belum semua bank mau menerapkannya. Yang bersedia baru BRI saja, itupun bagi petani
non mitra, ujarnya.
Solusi lain, kata Hendrajat Natawijaya, kepala daerah setempat seperti bupati berperan aktif
dengan membantu pembiayaan sertifikasi lahan. Kendala mempercepat sertifikasi lahan
akibat minimnya juru ukur di daerah, kalau bupati mengalokasikan anggaran untuk
memperkuat kerja BPN setempat.
Joko Wahyu Priadi, Chief Farmer Development Manager PT Hindoli, berbagi
pengalamannya dalam mengurus skim revitalisasi perkebunan. Menurutnya, skim
pembiayaan kegiatan revitalisasi perkebunan sekarang ini sudah termasuk biaya sertifikasi.
Dari pihak perbankan juga memberikan waktu selama dua tahun untuk mengurus sertifikat.
Nantinya, sertifikat ini yang akan dijaminkan kepada bank. Lahan petani akan berstatus

sertifikat hak milik per individu petani plasma.


Suswono, Menteri Pertanian, berjanji akan berkomunikasi denga Badan Pertanahan
Nasional untuk membantu sertifikasi lahan petani rakyat. Lewat cara ini, diharapkan akses
permodalan lebih mudah dijangkau petani.

Program Nasional
Sebagai mantan direktur jenderal perkebunan, Achmad Mangga Barani, berpendapat
lemahnya pelaksanaan revitalisasi perkebunan karena kebijakan ini bersifat sektoral
khususnya perkebunan saja. Padahal, kalau dilihat dari masalah yang dihadapi program ini
tidak dapat diselesaikan Kementerian Pertanian saja.
Menurutnya, status revitalisasi perkebunan harus menjadi program pemerintah pusat yang
payung hukumnya tidak sebatas peraturan menteri pertanian. Melainkan, ditingkatkan
menjadi instruksi presiden karena harus melibatkan banyak kementerian. Misalkan, kalau
petani ada masalah administrasi kependudukan akan dibantu Kementerian Dalam Negeri.
Sedangkan, sertifikat lahan merupakan ranah Badan Pertanahan Nasional. Tugas
Kementerian Pertanian mendorong praktek budidaya yang baik.
Misalkan petani diminta bank untuk memiliki nomor wajib pajak. Itu bukan lagi domain
Kementerian Pertanian untuk membantunya, jelas putra daerah Sulawesi Selatan ini.
Gamal Nasir mengatakan pihaknya sudah berupaya untuk menjalin kerjasama aktif dengan
instansi pemerintahan lain, dalam menyelesaikan hambatan revitbun. Rapat koordinasi
nasional dijalankan setahun dua kali, dimana pada akhir tahun akan ada proses evaluasi.
Instansi yang terlibat mulai seperti Sekretariat Wakil Presiden, Menteri Koordinator
Perekonomian, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Keuangan, dan pemerintah
daerah setempat.
Dalam sisa waktu setahun lagi, pemerintah pusat mesti bekerja keras untuk mendorong
keberhasilan revitalisasi perkebunan. Kalau pemerintah memiliki angan-angan supaya
kepemilikan lahan perkebunan khususnya sawit didominasi petani. Ada baiknya skim
pembiayaan revitalisasi perkebunan diperbaiki sehingga petani tidak kesulitan mencari
modal.(Qayuum Amri)

Nasib Petani Kelapa Sawit

TERKAIT
Ratusan Petani Bawang Nglurug ke Jakarta
PDIP: Menteri Suwono Jangan Asal...
50 Rumah Di Kelapa Gading Dilalap...
Enam Petani Jahit Mulut Roboh di Depan...
30 Petani Disembelih, Gerindra...
Nasib Petani Kelapa Sawit
Oleh: Mansuetus Darto
(Kordinator Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit/SPKS)

AKHIR tahun 2011 masyarakat Indonesia di resahkan dengan situasi yang terjadi di Desa Sungai Sodong
Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komering Ilir. Di sana terjadi konflik masyarakat dengan perusahaan
kelapa sawit PT. SWA (Sumber Wangi Alam) hingga menimbulkan korban dan pelanggaran Hak Asasi
Manusia. Tentunya kasus yang terjadi di Sungai Sodong merupakan salah satu potret kecil dari konflik di
dalam perkebunan kelapa sawit selama ini.
Karena itu penting bagi kami untuk membuat catatan akhir tahun ini terkait dengan kondisi petani kelapa
sawit di Indonesia sehingga Negara mampu memecahkan persoalan yang di hadapi oleh petani kelapa
sawit yang selalu di rundung dengan sekumpulan persoalan.
Terdapat beberapa alasan penting kami menuntut Negara untuk merespon cepat persoalan petani kelapa
sawit di Indonesia ;
1.

Tahun 2011, perkebunan sawit Indonesia terus meluas. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 11, 5

juta ha. Seluas 36 % dari total luasan tersebut di kelola oleh petani kelapa sawit dengan pola kemitraan dan
kebun petani swadaya. Secara tidak langsung, petani kelapa sawit telah menyumbang penerimaan Negara
sebesar 9, 11 Miliar US Dolar dari produksi CPO nasional tahun 2010 yang di peroleh dari total produksi
CPO sebesar 21, 3 juta ton.

2.

Skema kemitraan perkebunan kelapa sawit dengan berbagai jenis pola kemitraannya di wujudkan

dalam bentuk regulasi Negara. Seperti misalnya Ijin yang di keluarkan oleh pemerintah untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit yang kemudian berwujud pada hadirnya kebun plasma yang di
bina oleh perkebunan inti atau perkebunan besar.
3.

Terdapat alasan pemerintah untuk membuka perkebunan sawit sebagai bagian dari pengembangan

wilayah tertutup dan mensejahterakan masyarakat yang terintegrasi dalam perkebunan.


4.

Suka atau tidak suka, kami menyebutkan banyak petani kelapa sawit (plasma) yang di paksa oleh

perusahaan untuk masuk dalam kemitraan karena desakan dan tekanan ekonomi. Banyak petani yang
pasrah karena tanpa tanah lagi dan salah satu jalan adalah berintegrasi dengan perkebunan besar melalui
kemitraan inti plasma.
Dengan beberapa alasan tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa terlepas dengan derita yang di alami
petani sawit (baca: Fase konflik) ataupun masyarakat yang akan bermitra dengan perkebunan besar dalam
bentuk plasma wajib secara hukum di lindungi usahanya oleh Negara karena segala bentuk perwujutannya
di produksi oleh Negara. Sehingga tidak ada alasan seluruh bentuk konflik yang di hadapi oleh petani
maupun masalah-masalah kehidupannya harus di respon oleh Negara.
Terdapat beberapa fase konflik untuk melihat konflik dalam perkebunan yang melibatkan petani sawit dan
perusahaan perkebunan.

Fase Konflik di Petani kelapa sawit dengan Perusahaan besardan Prakteknya


1.

Fase Normatif : Fase normatif identik dengan legalitas usaha yang di peroleh sebuah perusahaan

perkebunan. Dalam fase ini, perusahaan akan memperoleh Ijin Usaha Perkebunan dan Hak Guna Usaha.
Dalam konteks normative, sebuah pehalohalrusahaan perkebunan kelapa sawit akan dapat
mengembangkan lahan usaha perkebunan apabila perusahaan telah memegang Hak Guna Usaha. Dalam
konteks ini, pemerintah melegalkan perolehan lahan oleh satu perusahaan hingga 100.000 ha sebagaimana
yang tercantum dalam kebijakan Perizinan Usaha Perkebunan no 26 tahun 2007.

Konflik dalam fase normative seringkali ijin yang diperoleh Perusahaan perkebunan tumpang tindih dengan
kawasan-kawasan kelola milik masyarakat local. Pemerintah daerah cendrung mengeluarkan ijin tanpa
melihat terlebih dahulu pada obyek yang di ijinkan. Di beberapa tempat, wilayah-wilayah pemekaran
kabupaten baru baik di Sumatra maupun Kalimantan sebagai proyek utama para bupati untuk
mengembangkan wilayah nya dengan perkebunan besar. Namun ketika konflik muncul, pemerintah daerah
hanya mampu memfasilitasi proses penyelesaian konflik yang bahkan tidak pernah tuntas dan enggan
mencabut ijin yang di telah keluarkan.

Dalam konteks ini kami melihat bahwa pemerintah masih belum memayungi masyarakat local sebagai
pengelola dan penguasa wilayah. Regulasi Negara yang masih belum mengakui wilayah kelola adat juga
berkontribusi pada terwujudnya konflik dan liberalisasi Ijin perkebunan. Selain itu pula tatakelola pemerintah
yang korup dan tidak bertanggungjawab berdampak pada makin parahnya konflik yang terjadi di
masyarakat sehingga pemerintah tidak lagi menghargai asas social, budaya dan lingkungan.

Melihat konflik fase normative sangat mudah kita temui dalam perkebunan sawit di mana terdapat
masyarakat yang menolak secara utuh perkebunan sawit atau tidak menerima apapun skema ekonomi
yang di tawarkan perusahaan. Masyarakat lebih memiliki corak ekonominya sendiri bukan oleh industry
perkebunan. Di sisi yang lain, perusahaan akan melakukan penggusuran tanah milik masyarakat atau
wilayah adat yang di kelola masyarakat.

2.

Fase Pembangunan Perkebunan

Dalam fase ini bisanya di tandai dengan penyerahan lahan oleh masyarakat yang bersepakat untuk bermitra
dalam bentuk inti dan plasma. Kesepakatan ini akan di buat dalam bentuk MOU (memorandum of
understanding) dan sosialisasi pola kemitraan yang akan di lakukan oleh perusahaan perkebunan kepada
calon-calon petani. Dalam proses sosialisasi akan menjelaskan tentang biaya pembangunan kebun plasma,
pola apa yang akan diterapkan dan bagaimana model pengelolaan kebun .

Dalam praktenya, perusahaan perkebunan tidak melakukan sosialisasi dalam konteks mengakomodasi
aspirasi petani namun cendrung memaksakan pola perkebunan yang menguntungkan perusahaan. Selain
itu pula, hal-hal yang substantif tidak di informasikan secara terbuka kepada petani. Misalnya biaya
pembangunan perkebunan atau besaran kredit petani untuk pembangunan kebun plasma, jadwal di
bangunnya kebun plasma dan kapan akan diberikan kebun kepada petani. Hal yang lain juga yang kami
temui antara lain, perusahaan perkebunan membuat MOU secara sepihak seperti misalnya kasus yang di
alami oleh masyarakat di kuantan singing Provinsi Riau yang bermitra dengan PT. Tribakti Sarimas di
kecamatan Kunatan Mudik. Kasus yang termasuk dalam fase ini juga terkait dengan berapa luasan kebun
plasma yang akan di bangun dan apa sanksi bagi perusahaan jika tidak memenuhi kewajibannya.

Selain itu, fase pembangunan perkebunan pula seringkali berada di luar luasan ijin yang dikeluarkan
pemerintah. Misalnya, kawasan yang dibangun perusahaan sawit melebih kawasan yang di ijinkan oleh
pemerintah. Hal ini kami temui pada PT. Inti Indosawit Subur di Kabupaten Tanjung Jabung Barat jambi
yang melebihi ijin pemerintah seluas 1032 ha dan begitupun halnya PT. Kaswari Unggul di kabupaten

Tanjung Jabung Timur Jambi yang berkonflik dengan masyarakat desa Pandan Lagan seluas 400 ha yang
merupakan wilayah transmigrasi.

3.

Fase Konversi kebun plasma

Kasus di Sungai Sodong di Mesudji merupakan potret dari fase konversi. Di mana masyarakat di janjikan
untuk memperoleh kebun plasma namun tidak di lakukan konversi oleh PT. SWA. Dalam proses konversi
kebun plasma yang di lakukan perusahaan inti kepada petani terdapat beberapa hal yang perlu yang
seringkali memicu konflik;

Perusahaan melakukan konversi kepada petani pada saat tanaman

berusia empat tahun (tanaman menghasilkan).

Luasan kebun plasma secara umum sesuai dengan peraturan pemerintah

seluas 2 ha/KK dan kemudian peraturan revitalisasi perkebunan mengatur 4


ha/kk.

Perusahaan perkebunan sawit yang membangun plasma wajib

membangun kebun plasma sesuai dengan standar fisik perkebunan atau satuan
biaya perkebunan. Misalnya, infrastruktur jalan kebun yang baik, jumlah pohon
sawit dalam satu hektar sebanyak 128 pohon sawit, sawit tidak kedil dan kondisi
kebun harus bersih.
Beberapa hal tersebut di atas dalam prakteknya perusahaan inti seringkali melakukan tindakan
pelanggaran hak-hak petani. Beberapa kasus yang SPKS temui misalnya:
1.

Perusahaan kebun melakukan konversi kebun plasma melebihi usia tanaman. Seperti

misalnya pada usia tanaman enam tahun hingga belasan tahun. Hamper seluruh perkebunan
kelapa sawit di Indonesia tidak melakukan konversi kebun plasma tepat waktu. Acapkali,
perusahaan inti mengambil hasil produksi kebun plama selama beberapa tahun dan jika telah
menguntungkan baru akan di lakukan proses konversi. Selain itu, perusahaan akan mencari
modal dari keterlambatan proses konversi ini untuk memperluas kebunnya. Jika kita melihat
kasus PT. SWA terkait dengan tidak dilakukan proses konversi tepat waktu (belasan tahun)
sementara masyarakat tanahnya telah diambil untuk perkebunan. SPKS menduga, hasil
kebun plasma (plasma pasif yang di namakan di PT. SWA) telah di ambil hasilnya oleh
perusahaan selama belasan tahun dan masyarakat tidak menikmati samasekali.

2.

Kebun plasma yang rata-rata keseluruhannya seluas 2 ha terkadang juga jarang

dipenuhi oleh perusahaan inti. Terdapat beberapa kasus yang kami temui misalnya kasus

yang di alami oleh petani kelapa sawit yang bermitra dengan PT. Mas II group Simedarby
(perusahaan Malaysia) yang beroperasi di kabupaten Sanggau Kalimantan Barat yang hamper
60 % petani kelapa sawitnya mendapatkan kebun di bawah 2 ha. Begitupun halnya, petani
kelapa sawit yang bermitra dengan PT. tribakti sarimas di Kabupaten Kuantan Singingi Riau.
Masyarakat telah menyerahkan lahan seluas 12.000 ha namun perusahaan hanya mampu
membangun kebun sawit milik petani seluas 7.600 ha yang bisa di panen. Akibatnya di
perusahaan ini, pada tahun 2010 terjadi penembakan oleh aparat kepolisian hingga
menewaskan Ibu Yusniar (petani sawit) dalam aksi pendudukan kebun bulan Juni 2010.

3.

Dalam konteks konversi kebun plasma yang acapkali terjadi adalah penggelapan kredit

milik petani yang di lakukan perusahaan perkebunan. Hingga saat ini, kami sangat sulit
mengakses bukti-bukti penggelapan kredit milik petani yang di lakukan perusahaan
perkebunan akibat system penyaluran kredit dari BANK sangat ekslusif di lakukan dengan
perusahaan. Namun bukti fisik bisa di jadikan bukti atas penggelapan kredit milik petani. Yang
bisa di lihat di sini antara lain, Jumlah pohon sawit dalam satu haktar tidak sesuai dengan
standar perkebunan yang baik (128 pohon sawit/ha) dan infrastruktur jalan dan kondisi kebun
yang bersih dan jauh dari Gulma. Contoh kasus dalam proses ini kami temui banyak ganjalan
dan kerugian di tingkat petani sawit. Contoh kasus ini ada di PT. tribakti sarimas, di mana
petani menanggung biaya kredit kebun seluas 9600 ha sementara kebun yang dapat di panen
hanya seluas 7600 ha. Begitu juga kasus-kasus lain, di mana perusahaan melakukan konversi
kebun namun dalam kebun tersebut hanya terdapat semak belukar. Hal ini kami temui tahun
2008 di PTPN 13 di desa Pias Kecamatan Longkali Kabupaten Paser, dan terjadi di PT.
Agrowiyana yang beroperasi di kecamatan Tebing Tanjung Jabung Barat jambi, di mana
terdapat 120 ha kebun plasma milik petani ada dalam kawasan gambut yang menyulitkan bagi
petani untuk melakukan pemanenan.

4.

Fase Produksi
Dalam fase ini terkait dengan beberapa hal yang menyangkut masalah produksi kebun milik petani
dan factor-faktor yang mempengaruhi seperti misalnya

Sortasi buah dengan model pemotongan hasil produksi buah yang di lakukan oleh

pihak pabrik kelapa sawit. Hal ini sangat merugikan petani kelapa sawit dan sebaliknya
menguntungkan perusahaan. Besaran sortasi yang sering di gunakan sebesar 4 %. Jika
dengan asumsi sortasi 4 % dan hasil produksi petani sebesar 4 ton Tandan buah sawit
makan akan besarnya sortasi adalah 160 kg.

Tahun 2006, pemerintah mencanangkan pola baru dengan Satu Manajemen yang

tercantum dalam program revitalisasi perkebunan. Di mana kebun petani akan di kelola
oleh perusahaan dan petani akan menerima hasil. Kecendrungan konflik dalam konteks
ini terkait dengan tidak adanya transparansi biaya pengelolaan dan hasil produksi kebun
petani dan juga biaya perawatan tinggi namun hasil produksi sangat rendah.

Kapasitas Pabrik yang tidak cukup menampung buah petani. Sering terjadi antrian

di pabrik, dan mengakibatkan buah sawit tidak dapat di angkut dan busuk di tempat.

Indek K yang tercantum dalam sistem penetapan harga TBS yang melegalkan

perampokan hasil produksi milik petani sawit. Indek K tersebut adalah biaya pengelolaan
pabrik dan pengangkutan CPO yang di bebankan kepada petani seperti misalnya
pengelolaan limbah pabrik, penerangan pabrik, rehabilitasi pabrik, gaji staff pabrik).
Perampokan melalui indek K ini besarannya sekitar Rp. 350/ kg. Sayangnya, pemerintah
melegalkan perampokan hasil produksi petani ini melalui kebijakan penetapan harga
permentan No 17 tahun 2010.
Dari ke-empat fase tersebut di atas seluruhnya telah menimbulkan konflik yang besar dalam perkebunan.
Perusahaan sawit berkonflik dengan masyarakat adat (fase pertama) dan petani kelapa sawit (fase ke 2 - 3
dan 4). Bulan Desember 2011 ini saja kita dapat melihat penangkapan petani sawit sebanyak 21 orang di
PT. Borneo Ketapang Permai di kabupaten Sanggau Kalimantan Barat dan PT. Sintang Raya di kabupaten
kubu raya di Kalimantan barat yang mengkriminalisasi petani sebanyak 12 orang. Pada tahun 2010, SPKS
mencatat terdapat 112 petani kelapa sawit di kriminalisasi yang tersebar di 7 provinsi dan di lakukan oleh 13
perusahaan besar.

Tentunya konflik di dalam perkebunan kelapa sawit akan terus terjadi selagi masih terwujudnya
ketimpangan struktur perkebunan kelapa sawit yang masih menjadikan petani kelapa sawit sebagai obyek
perusahaan perkebunan besar.

Kebijakan Kontra Petani Sawit


Kami juga memandang konflik yang hadir dalam perkebunan sawit selama ini di akibatkan sekumpulan
kebijakan yang mengatur tentang perkebunan sawit mayoritas berpihak pada perusahaan besar. Perlu kita
ketahui bahwa usia perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah satu abad dan sepanjang waktu tersebut di
kuasai oleh perusahaan besar. Baru terjadi pada tahun 1980 an, petani menjadi bagian dari perkebunan
sawit tersebut dengan system kemitraan yang ada hingga saat ini. Tentunya perusahaan besar telah
mewarisi dan menciptakan konflik yang berkepanjangan dengan masyarakat selama satu abad dan sudah
seharusnya diwujudkan tatakelola perkebunan yang memandirikan petani. Kami sangat yakin dengan

memandirikan petani sawit adalah salah satu upaya untuk mencegah berbagai persoalan di dalam
perkebunan. Namun saat ini, belum ada tanda-tanda menuju terwujudnya hal tersebut di akibatkan oleh
makin terus menerusnya Negara memunculkan kebijakan yang kontra dengan misi petani sawit. Beberapa
kebijakan tersebut yang tidak berpihak pada petani sawit antara lain;
1.

Permentan No 26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang mencantumkan

pengelolaan kebun sawit milik petani hanya 20 % dan penguasaan perusahaan 80 % (fase konflik 2).
2.

Permentan No 17 tahun 2010 tentang sistem penetapan harga sawit yang mengatur soal sortasi buah

dan indek k (fase konflik 4).


3.

Kebijakan tentang HGU (Hak Guna Usaha) yang memberikan waktu panjang bagi perusahaan

perkebunan untuk mengelola perkebunan hingga 4 siklus tanaman.


4.

Permentan No 33 tahun 2006 tentang revitalisasi perkebunan yang mengatur tentang pola

manajemen satu atap sebagai manifestasi dari kebijakan yang tidak memberdayakan petani kelapa sawit.
5.

UU Perkebunan No 18 tahun 2004

6.

Permentan tentang pengalihan kebun plasma dari kebun inti

Kami melihat potensial konflik pada tahun 2012 akan semakin menanjak. Hal ini di picu oleh target
pemerintah untuk pengembangan perkebunan hingga tahun 2015 seluas 15 juta ha seiring dengan
permintaan pasar dunia. Hal ini dipermulus dengan kebijakan revitalisasi perkebunan dengan memperluas
perkebunan kelapa sawit dan dalam kebijakan tersebut menerapkan pola satu manajemen. Kami menilai,
pola satu manajemen yang diterapkan dalam skema kemitraan saat ini sangat berpotensial menimbulkan
banyak konflik. kami memiliki catatan misalnya di PT. KGP (Kebun Ganda Prima) di kalbar, kebun Krena
Duta Agro Indo di jambi, PT. TBS (tribakti Sari Mas di Riau dan PT. Borneo Ketapang Permai di Sanggau
Kalimantan barat. Ke-empat perusahaan ini menjadikan petani kelapa sawit sebagai pihak yang diletakkan
hanya menerima hasil produksi kebun dan tidak berperan sebagai budidaya tanaman. Hal ini juga
sebenarnya yang terjadi di PT. SWA di mana petani yang akan menunggu hasil dan perusahaan yang akan
mengelola kebun plasma. Pola ini terbukti di beberapa tempat menimbulkan konflik yang maha dasyat. Pola
ini di kenal dengan pola satu manajemen yang dibentuk melalui program revitalisasi perkebunan.
Tuntutan Minimum Petani Kelapa sawit
1.

Lakukan evaluasi skema kemitraan perkebunan kelapa sawit antara inti dan plasma. Untuk

menemukan situasi perbaikan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berpihak pada petani sawit.
2.

Perlindungan dan pemberdayaan petani kelapa sawit perlu di lakukan untuk mewujudkan petani

kelapa sawit sebagai subyek penting dalam perkebunan kelapa sawit.

3.

Hentikan pendekatan pembangunan perkebunan kelapa sawit skala besar untuk menjawab tuntutan

pasar global dan lakukan pendekatan baru dengan optimalkan hasil produksi Tandan Buah Segar Kelapa
Sawit baik milik petani maupun milik perusahaan inti hingga 30 ton/ha/tahun.
4.

Negara perlu mengawasi praktek penggunaan kredit petani yang dilakukan perusahaan perkebunan

sawit.
5.

Perbaiki regulasi-regulasi yang tidak berpihak pada petani kelapa sawit dan menguntung perusahaan

perkebunan skala besar.


6.

Kembalikan pajak export kepada petani untuk pelatihan, pengadaan pupuk dan biaya peremajaan

perkebunan rakyat.
Tuntutan maksimum : Transformasi Struktur Perkebunan dari struktur kapitalistik dan berorientasi
struktur kerakyatan. (***)

Ternyata Kebun Plasma Kelapa Sawit


Menguntungkan Pengusaha
HL | 14 August 2012 | 22:08

Dibaca: 4749

Komentar: 13

Pekebunan kelapa sawit./Admin (KOMPAS/Alif Ichwan)

KKPA merupakan pola pendanaan yang di sediakan oleh pemerintah


melalui bank pemerintah berupa kredit kepada Koperasi Primer untuk
Anggotanya (KKPA). Dalam menjalankan program KKPA melibatkan
Perusahaan inti yang di tunjuk pemerintah, Bank penyalur kredit,

Koperasi Unit Desa yang merupakan wadah petani pesertadan


kelompok tani plasma di wilayah plasma yang berfungsi mengkoordinir
pengawasan pembangunan kebun plasma baik saat pembukaan lahan,
pemeliharaan/perawatan, panen, transportasi dan penjualan hasil
produksi, Kelompok Tani merupakan wadah atau organisasi kelompok
tani peserta yang berada dalam hamparan yang sama dan yang
terakhir Petani Peserta merupakan petani yang di tetapkan sebagai
penerima pemilikan kebun plasma.
Adapun tahapan pembangunan kebun plasma meliputi Tahap
konstruksi yang terdiri dari perizinan PEMDA, survey pendahuluan,
permohonan pembebasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan,
studi kelayakan dan perencanaan program dan SK Menteri Pertanian
tentang pelaksanaan proyek dan perusahaan inti selanjutnya masuk
pada Tahap Pembangunan fisik kebun dan terakhir Tahap penyerahan
kebun kepada petani plasma dan sampai pelunasan kebun yang
biasanya saat tanaman berumaur 30- 48 bulan tahap ini meliputi
pengukuran kavling, pembentukan kelompok tani, undian blok/kavling,
penilaian teknis akhir kebun, akad kredit perjanjian perusahaan inti,
KUD, kelompok tani dan bank dan pembuatan sertifikat tanah.
Sebagai gambaran salah satu perusahaan kelapa sawit di wilayah
Kalimantan Barat telah melaksanakan program plasma ini. Setelah
melewati tahapan pembangunan plasma sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dalam menjalankan kebun plasma melibatkan masyarakat
lokal dengan menggunakan kredit dari bank untuk pendanaan
selanjutnya dalam pembagian hasil dapat di uraikan sebagai berikut.
Petani plasma mendapat hasil bersih setiap kavlingnya seluas 2
ha/petani plasma setelah mendapat potongan 7% untuk perusahaan
inti, 3% untuk operasional KUD, potongan kredit bank dengan jumlah
kredit 56 juta/kavling yang di cicil selama 9 tahun dengan sistem
pemotongan bulanan yang telah di sepakati dengan sistem bertingkat.
Makin besar tahun tanam maka makin besar potongan kredit. Untuk
tahun pertama Rp 174000/bulan/tahun pertama dan terus meningkat
setiap tahun sampai lunas selama 9 tahun.
Ada juga dengan sistem persentase bulanan sampai lunas, selanjutnya
di potong biaya pemeliharan dan panen. Setiap bulan maka masyarakat
lokal menerima hasil kebun plasmanya dengan menyerahkan
pengawasan kegiatan kebun melalui KUD yang terdiri dari petani
plasma yang telah di tunjuk melalui kepengurusan dan KUD setiap

tahunnya melakukan RAT (Rapat Anggota Tahunan) sebagai laporan


pertanggung jawaban terhadap jalan roda oraganisasi KUD.
Sebagai gambaran KUD tersebut memiliki peserta plasma sebanyak
336 peserta atau seluas 672 ha yang terdiri dari 15 kelompok tani.
Setiap ketua kelompok tani dan kepengurusan KUD yang bertanggung
jawab terhadap pengawasan pelaksanaan kebun kebun plasma,
mendapat gaji dan insetif dari pemotongan operasional sebanyak 3 %.
Hasil yang diperoleh petani setiap bulannya perkavling untuk tahun
pertama atau umur 4 tahun berkisar 750 - 1 juta.
Hal ini terus meningkat sesuai dengan bertambah umur tanaman dan
bahkan untuk umur 10 tahun ke atas dapat mencapai rata-rata 2,5 juta3 juta/bulan/kavling. Bukan saja petani yang mendapatkan keuntungan,
koperasi juga mendapat berkembang menjadi tempat simpan pinjam
dan memiliki aset baik gedung dan kenderaan berupa truk pengangkut
TBS.
Dari ilustrasi dan fakta yang sebenarnya di mana sisi ruginya para
pengusaha kelapa sawit dalam menjalankan kebun plasma dan yang
jelas pengusaha tidak rugi karena pendanaan di peroleh dari bank,
mendapat keuntungan karena ada potongan 7% untuk perusahaan inti,
segala biaya administrasi, perawatan dan panen di bebankan ke
KUD/petani plasma.
Jadi sangat tidak rasional jika banyak pengusaha perkebunanan tidak
mau membangun kebun plasma untuk masyarakat lokal jika
pembangunan kebun plasma mengikuti tahapan yang standar dan
peraturan perundangan di Indonesia yang berlaku maka para
pengusaha akan memperoleh benefit dan kenyamanan dalam berusaha
karena tidak ada konflik sosial dengan masyarakat lokal. Kesimpulan
akhirnya masyarakat lokal di untungkan dan pengusahapun untung
dalam menjalankan program kebun plasma.
Salam planter.

INVESTASI (18)
KEBUN SAWIT (15)
PANDUAN (14)
PKS (5)
PENAWARAN (5)
PERAWATAN SAWIT (4)
JASA (1)

3/27/2013
Peluang Usaha Perkebunan Kelapa Sawit

Tidak berlebihan jika peluang usaha perkebunan kelapa sawit merupakan peluang usaha
yang sangat menjanjikan keuntungan. melalui program pengembangan dan pembangunan
perkebunan kelapa sawit mampu menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan petani (pemilik kebun). secara umum, peranan perkebunan kelapa sawit dapat
mendukung industri dalam negeri berbasis produk komoditas kelapa sawit yang berarti
mendukung pembangunan perekonomian daerah dan menambah aset daerah tersebut.
Perkembangan agrobisnis kelapa sawit menunjukkan peran yang signifikan bagi
perekonomian Indonesia. Data pertumbuhan luas areal dan produksi kelapa sawit di
Indonesia selama 20 tahun terakhir terus meningkat tajam dengan memberikan devisa
kepada negara sebesar hampir US$ 10 milyar pada tahun 2011.
Saat ini perkebunan kelapa sawit di Indonesia lebih dari tujuh juta hektar. Hal ini
menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas perkebunan terluas di Indonesia. Namun
sangat disayangkan, produktivitas rata-rata kebun kelapa sawit masih lebih rendah
dibandingkan negara tetangga.
Minyak sawit dan minyak inti sawit umunya digunakan untuk keperluan pangan dan
nonpangan. dari segi pangan, minyak kelapa sawit atau minyak inti sawit melalui proses
fraksinasi, rafinasi atau hidrogenasi kemudian digunakan sebagai bahan pembuat minyak
goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus, kue, biskuit dan es krim. Selain juga itu
minyak kelapa sawit juga digunakan sebagai bahan pembuatan sabun, deterjen, surfaktan,
pelunak, pelapis, pelumas, sabun metalik, bahan bakar diesel dan kosmetik.
Tingginya tingkat kebutuhan dan ketergantungan kita akan hasil minyak kelapa sawit ini
memberikan peluang usaha yang cerah ke depannya. Tidak heran jika banyak orang
berduit memilih menginvestasikan uang mereka di bidang perkebunan terutama
perkebunan kelapa sawit karena ini merupakan investasi riil yang lebih aman dan
menjanjikan keuntungan baginya. Namun saat ini tidak banyak orang yang sadar akan
potensi ini atau mungkin keterbatasan pengetahuan mereka tentang kelapa sawit, waktu
mereka yang sempit karena kebanyakan masih bekerja untuk orang dan mungkin
keterbatasan dana yang mereka miliki.
Jika itu masalahnya kami siap memberikan solusi terbaik melalui investasi sawit 3in1 demi
mewujudkan keinginan memiliki perkebunan kelapa sawit dami kemantapan financial anda
dan keluarga di masa depan.

Untung Besar dari Bisnis Kelapa Sawit


Published on30 January 2012
7

Perkebunan
kelapa sawit menghasilkan keuntungan yang besar dan relatif tahan terhadap krisis
sehingga banyak hutan dan perkebunan tanaman lain dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit. Bukan hanya perusahaan perkebunan besar, banyak petani kecil yang
mengusahakan bisnis menggiurkan ini. Mereka dapat memperoleh keuntungan yang
cukup besar dari panen kelapa sawit.
Jika dilihat dari biaya investasi yang dikeluarkan sekitar 3540 juta rupiah per hektare,
pendapatan bersih yang dihasilkan rata-rata per hektare adalah 1.5 juta rupiah per bulan
selama 25 tahun. Artinya, pada tahun ke tujuh setelah tanam, hasilnya sudah
mencapai break even point (BEP). Setelah itu, hasil panen pada tahun selanjutnya
merupakan keuntungan bersih yang dapat dinikmati hingga 21 tahun yang akan datang.
Tentu nilai keuntungannya akan lebih besar lagi jika memiliki lahan yang lebih luas.
Prospek kelapa sawit memang selalu terbuka lebar. Pasalnya, kebutuhan kelapa sawit
sangat tinggi untuk berbagai keperluan sebagai penghasil minyak masak, minyak industri,
dan bahan bakar. Selain itu, kelapa sawit juga menjadi bahan baku berbagai produk,
seperti sabun, lilin, kosmetik, dan industri pembuatan lembaran-lembaran timah.
Peluang ini banyak dimanfaatkan oleh negara-negara yang memiliki curah hujan yang
cukup. Misalnya, Malaysia yang sudah lama mengembangkan teknologi pertanian kelapa
sawit, bahkan menjadi sebuah penghasil devisa yang sangat besar. Indonesia juga
merupakan daerah yang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Selain memiliki lahan yang sangat luas, juga memiliki kesuburan yang ideal untuk
perkembangan kelapa sawit.
Selanjutnya, bagaimana aplikasi penanaman kelapa sawit yang baik dan benar agar bisa
menghasilkan panen melimpah? Apa saja yang diperlukan dalam membangun
perkebunan kelapa sawit? Rustam Effendi Lubis dan Agus Widanarko, SP telah

menyusun Buku Pintar Kelapa Sawituntuk menjelaskan semua aspek tentang bertanam
kelapa sawit secara intensif hingga menghasilkan pertumbuhan dan panen yang optimal.
Di dalam buku terbitan AgroMedia Pustaka ini, Anda bisa belajar secara lengkap tentang
pengetahuan kelapa sawit yang diperoleh penulis selama 35 tahun selama berhubungan
dengan industri kelapa sawit. Pembahasannya dimulai dari sejarah penyebaran kelapa
sawit, mengenal botani, morfologi, dan syarat tumbuh kelapa sawit, bertanam kelapa
sawit di areal pasang surut, cara memperoleh perizinan dan legalitas perkebunan,
kesesuaian lahan, kesuburan tanah, pembukaan lahan, kapital tanaman, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian hama, gulma, dan penyakit,
pemanenan, hingga pengolahan pascapanen.
Selain itu, penulis juga melengkapinya dengan analisis usaha pembangunan kebun kelapa
sawit sehingga Anda bisa mendapatkan angka prediksi dalam biaya investasi,
operasional, dan rasio keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian, Anda memiliki
kalkulasi yang tepat dalam menjalankan bisnis kelapa sawit ini.

Astra Agro Penguasa Lahan Sawit di Tanah Air


Senin, 15 Oktober 2012 - 09:54:52 WIB
Astra Agro Penguasa Lahan Sawit di Tanah Air
Diposting oleh : arnandadanu - Dibaca: 779 kali

Satu lagi deretan emiten unggulan (bluechips)


di sektor perkebunan adalah PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), anak usaha
raksasa perusahaan investasi PT Astra International Tbk (ASII).
Sejarah Astra Agro Lestari Tbk dapat ditelusuri kembali ke sekitar 30 tahun yang
lalu saat PT Astra International, mendirikan unit usaha pertanian untuk
mengembangkan perkebunan ubi kayu di areal seluas 2.000 hektare (ha).
Seiring permintaan pasar, unit usaha itu melakukan alih usaha berubah menjadi
perkebunan karet. Selanjutnya, melihat prospek yang bagus di bisnis kelapa
sawit, anak usaha Astra ini memutuskan menggarap bisnis di segmen tersebut
tahun 1984 dengan mengakuisisi PT Tunggal Perkasa Plantations, yang memiliki

total luas 15.000 ha perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau.


Tonggak sejarah Astra Agro terjadi pada 1988, ketika Astra International
membuat segmen kelapa sawit dari unit bisnis sebagai entitas baru dengan
nama PT Suryaraya Cakrawala. Selanjutnya, pada tahun 1989, nama anak
perusahaan diubah menjadi PT Astra Agro Niaga. Kemudian pada tahun 1997,
PT Astra Agro Niaga melakukan merger dengan Suryalaya Bahtera dan berubah
nama jadi Astra Agro Lestari.
Sebagai bagian dari grup besar, Astra Agro ingin menerapkan tata kelola
perusahaan yang baik. Akhirnya pada Desember 1997, Astra Agro Lestari
menjadi perusahaan publik dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang kemudian merger dan
bernama Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selain mewujudkan good corporat governance (GCG), langkah go public Astra
Agro juga sebagai bentuk menggalang dana dari pasar modal. Saat penawaran
umum perdana (IPO), Astra Agro menawarkan 125.800.000 saham kepada
masyarakat dengan harga Rp1.550 per saham. Kini, saham emiten berkode
AALI ini bertengger di kisaran Rp23.000.
Astra Agro Lestari merupakan perusahaan panghasil minyak sawit mentah
(Crude Palm Oil/CPO) dan Kernel Palm Oil (KPO) yang merupakan bahan dasar
untuk pembuatan minyak goreng, margarine, sabun, perlengkapan kosmetik,
atau pupuk.
Bermula dari 2.000-an ha lahan di Riau, lahan perkebunan kelapa sawit Astra
Agro kini tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Saat ini total pabrik pengolahan Astra Agro dan anak usaha memiliki kapasitas
produksi 940 ton tandan buah per jam dan 600 ton kernel per hari dan 300 ton
CPO per hari. Keseluruhan proses produksi itu dikerjakan melalui anak usaha
yang meliputi PT Sari Lembah Subur, PT Eka Dura Indonesia, PT Tunggal
Perkasa Plantations, hingga PT Sawit Asahan Indah.
Total kapasitas produksi itu belum memperhitungkan dua pabrik baru yang
dibangun pada tahun 2012 yang berlokasi di Kalimantan dan Sulawesi.
Direktur Astra Agro, Santosa mengungkapkan, pabrik itu dirancang berkapasitas
45 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Nilai investasi untuk satu pabrik
berkisar Rp100 miliar hingga Rp120 miliar.
Menurut Santosa, AALI perlu membangun pabrik untuk mendukung sektor hulu.
"Diharapkan, dua pabrik ini bisa beroperasi dalam lima tahun mendatang," kata
dia.

Dua proyek ini merupakan kelanjutan dari ekspansi produksi AALI pada tahuntahun sebelumnya, yakni pembangunan dua PKS di Kalimantan Selatan (Kalsel)
dan Kalimantan Timur (Kaltim). Dua pabrik yang beroperasi penuh awal 2012
memiliki kapasitas masing-masing 45 ton per jam, dan 30 ton per jam.
Melihat gerak ekspansi perusahaan, tak heran hingga semester I-2012 Astra
Agro Lestari membukukan pendapatan Rp5,65 triliun atau naik 6,6% dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya Rp5,3 triliun.
Dari total pemasukan tersebut, pendapatan yang berhasil dibukukan dari
penjualan minyak sawit mentah sepanjang paruh pertama tahun ini mencapai
Rp5,08 triliun. Nilai ini meningkat 11,89% dibanding periode yang sama tahun
lalu sebesar Rp4,54 triliun.
Kenaikan pendapatan Astra Agro tidak sekedar karena kenaikan harga CPO,
melainkan beriringan dengan bertambahnya volume. Hingga akhir semester
pertama tahun 2012, Astra Agro berhasil meningkatkan volume penjualan CPO
sebesar 13,7 persen menjadi 644.439 ton dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya se banyak 566.774 ton. (Dim)

PEMUPUKAN KELAPA SAWIT SERTA PERANAN UNSUR HARA PADA


KELAPA SAWIT

gambar pemupukan kelapa sawit yang benar

Pemupukan merupakan pemberian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman agar
tanaman tersebut dapat tumbuh subur.yang mana natinya dapat memproduksi buah sesuai
dengan apa yang kita harapkan..

Pada Umumnya pupuk diberikan dalam bentuk padat atau cair melalui tanah dan diserap
oleh akar tanaman. Namun pupuk dapat juga diberikan lewat permukaan tanaman,
terutama daun.
Pemberian pupuk disini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah, baik fisik,
kimia atau biologis.
Pemupukan merupakan salah satu usaha pengelolaan kesuburan tanah. Dengan
mengandalkan sediaan hara dari tanah asli saja, tanpa penambahan hara, produk pertanian
akan semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan hara dan
kebutuhan tanaman. Hara dalam tanah secara berangsur-angsur akan berkurang karena
terangkut bersama hasil panen, pelindian, air limpasan permukaan, erosi atau penguapan.
Pengelolaan hara terpadu antara pemberian pupuk dan pembenah akan meningkatkan
efektivitas penyediaan hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap berfungsi secara lestari.
Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk
mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen.
Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk bentuk dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat
yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman
dapat menggunakan pupuk hanya pada perakaran aktif, tetapi sukar menyerap hara dari
lapisan tanah yang kering atau mampat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir berdasarkan
kenaikan bobot kering atau serapan hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam
pupuk tersebut.
Faktor yang berpengaruh terhadap pemupukan:
1. Tanah
kondisi fisik (kelerengan, jeluk mempan perakaran, retensi lengas dan aerasi), kondisi
kimiawi (retensi hara tersedia, reaksi tanah, bahan organik tanah, sematan hara, status dan
imbangan hara), kondisi biologis (pathogen, gulma).
2. Tanaman: jenis, umur dan hasil panen yang diharapkan.
3. Pupuk: sifat, mutu, ketersediaan dan harga.
4. Iklim: temperatur, curah hujan, panjang penyinaran dan angin.
PEMUPUKAN KELAPA SAWIT DI TANAMAN TM DAN TBM
Salah satu faktor awal dalam keberhasilan budadaya kelapa sawit adalah kita
memperhatikan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemupukan pada tanaman
TBM (tanaman belum menghasilkan )
Tujuan dari pemupukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif.
Sedangkan pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) diarahkan untuk produksi
buah. Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal musim hujan dan

akhir musim hujan. Pemupukan dilakukan dengan menyebarkan pupuk secara merata di
dalam piringan.

A. PERANAN UNSUR HARA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

Nitrogen
Penyusunan protein, klorofil dan berperanan terhadap fotosintesa
Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun berwarna kuning pucat dan menghambat
pertumbuhan.
Kelebihan Nitrogen menyebabkan daun lemah dan rentan terhadap penyakit/hama,
kekahatan Boron, White Stripe dan berkurangnya buah jadi.
Defisiensi N
Defisiensi N - drainase buruk
Defisiensi Cu - ujung daun kering
Penyebab defisiensi Nitrogen : Terhambatnya mineralisasi Nitrogen, aplikasi bahan
organik dengan C/N tinggi, gulma, akar tidak berkembang, pemupukan Nitrogen tidak
efektif.
Upaya : Aplikasi secara merata di piringan,Tambah Urea pada tanaman kelapa sawit,
aplikasi Nitrogen pada kondisi tanah lembab, kendalikan gulma.

Phosphor
Penyusun ADP/ATP, memperkuat batang dan merangsang perkembangan akar serta
memperbaiki mutu buah
Kekurangan P sulit dikenali, menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, pelepah memendek
dan batang meruncing.
Indikasi kekurangan P : Daun alang-alang berwarna ungu, LCC sulit tumbuh dengan
bintil akar yang sedikit.
Penyebab defisiensi P : P tanah rendah ( < 15 ppm ), Top Soil tererosi, kurangnya pupuk
P dan kemasaman tanah tinggi.
Upaya : Aplikasi P dipinggir piringan/gawangan, kurangi erosi, tingkatkan status P
tanah, dan perbaiki kemasaman tanah.
Kalium
Aktifitas stomata, aktifitas enzim dan sintesa minyak. Meningkatkan ketahanan

terhadap penyakit serta jumlah dan ukuran tandan.


Kekurangan K menyebabkan bercak kuning/transparan, white stripe, daun tua kering
dan mati.
Kekurangan K berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma.
Kelebihan K merangsang gejala kekurangan B sehingga rasio minyak terhadap tandan
menurun.
Penyebab kekurangan K : K didalam tanah rendah, kurangnya pupuk K, kemasaman
tanah tinggi dengan kemampuan tukar kation rendah.
Upaya : Aplikasi K yang cukup, aplikasi tandan kelapa sawit, perbaiki kemampuan
tukar kation tanah dan aplikasi pupuk K pada pinggir piringan.
Magnesium ( Mg )
Penyusun klorofil, dan berperanan dalam respirasi tanaman, maupun pengaktifan enzim.
Kekurangan Mg menyebabkan daun tua berwarna hijau kekuningan pada sisi yang
terkena sinar matahari, kuning kecoklatan lalu kering.
Penyebab defisiensi Mg : Rendahnya Mg didalam tanah, kurangnya aplikasi Mg,
ketidak seimbangan Mg dengan kation lain, curah hujan tinggi ( > 3.500 mm/tahun ),
tekstur pasir dengan top soil tipis.
Upaya : Rasio Ca/Mg dan Mg/K tanah agar tidak melebihi 5 dan 1,2, aplikasi tandan
kelapa sawit, gunakan Dolomit jika kemasaman tinggi, pupuk ditabur pada pinggir
piringan.
Defisiensi Mg - Sisi daun yang terkena sinar matahari menguning.
Defisiensi Cu - Ujung anak daun nekrosis
Tumbuh kerdilTembaga ( Cu )
Pembentukan klorofil dan katalisator proses fisiologi tanaman.
Kekurangan Cu menyebabkan Mid Crown Clorosis (MCC) atau Peat Yellow.
Jaringan klorosis hijau pucat - kekuningan muncul ditengah anak daun muda. Bercak
kuning berkembang diantarajaringan klorosis. Daun pendek, kuning pucat kemudian
mati.
Penyebab defisiensi Cu : Rendahnya Cu didalam tanah gambut atau pasir, tingginya
aplikasi Mg, aplikasi N dan P tanpa K yang cukup.
Upaya : Perbaiki rendahnya K tanah, basahi tajuk dengan 200 ppm Cu SO4.
Boron
Meristimatik tanaman, sintesa gula dan karbohidrat, metabolisme asam nukleat dan
protein.
Kekurangan Boron menyebabkan ujung daun tidak normal, rapuh dan berwarna hijau
gelap, daun yang baru tumbuh memendek sehingga bagian atas tanaman terlihat merata.

Penyebab defisiensi Boron : Rendahnya B tanah, tingginya aplikasi N, K dan Ca.


Upaya : Aplikasi 0,1 - 0,2 kg/pohon/tahun pada pangkal batang.
Pelepah memendek, Malformasi anak daun, Daun mengkerut
B. JENIS DAN SIFAT PUPUK
Sumber Hara
1. Tanah
2. Residu tanaman : Pelepah, Tandan Kelapa Sawit, Abu janjang, Limbah cair dan
kacangan penutup tanah.
3. Pupuk An-Organik : Tunggal, Campur, Majemuk, Majemuk khusus
Pupuk An-Organik
1. Pupuk tunggal : Mengandung satu hara utama, tidak terlalu mahal per kg hara, mahal
dibiaya kerja, mudah diberikan sesuai rekomendasi.
2. Pupuk Campur : Campuran beberapa pupuk tunggal secara manual, sekali aplikasi,
tidak semua pupuk dapat dicampur, keseragaman campuran beragam, sulit untuk
diterapkan untuk tanaman menghasilkan.
3. Pupuk Majemuk : Satu formulasi mengandung beberapa hara utama, harga per kg hara
mahal, sekali aplikasi, mudah disimpan, biaya aplikasi murah, sulit diterapkan untuk
tanaman menghasilkan.
4. Pupuk Majemuk Khusus : Pupuk majemuk yang dibuat secara khusus, seperti dalam
bentuk tablet atau pelet. Harga per satuan hara lebih mahal dibandingkan pupuk lainnya,
efektivitas masih perlu diuji.
Sifat Pupuk
Sifat pupuk sangat beragam sehingga pemilihan pupuk hendaknya mengacu pada Standar
Nasional Indonesia ( SNI ) yang telah ada..
C. Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, jenis tanah, kondisi penutup tanah,
kondisi visual tanaman.
Waktu pemupukan ditentukan berdasarkan jadual, umur tanaman.
Pada waktu satu bulan, ZA ditebar dari pangkal batang hingga 30 40 Cm.
Setelah itu ZA, Rock Phosphate, MOP dan Kieserit ditaburkan merata hingga batas
lebar tajuk.
Boron ditebarkan diketiak pelepah daun
ZA, MOP, Kieserite dapat diberikan dalam selang waktuyang berdekatan.

Rock Phosphate tidak boleh dicampur dengan ZA. Rock Phosphate dianjurkan
diberikan lebih dulu dibanding pupuk lainnya jika curah hujan > 60 mm.
Jarak waktu pemberian Rock Phosphate dengan ZA minimal 2 minggu.
Pupuk MOP tidak dapat diganti dengan Abu Janjang Kelapa Sawit.

Standar Dosis Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Pada Tanah Gambut :
Umur (Bulan)* Dosis Pupuk (gram/pohon)
Urea RP MOP (KCl) Dolomit HGF-B CuSO4
Lubang tanaman - - - - - 25
3 100 150 200 100 - 6 150 150 250 100 - 9 150 200 250 150 25 12 200 300 300 150 - 16 250 300 300 200 25 20 300 300 350 250 - 24 350 300 350 300 50 28 350 450 450 350 50 32 450 450 500 350 - *) Setelah tanam dilapangan
Standar Dosis Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Pada Tanah Mineral :
Umur (Bulan)* Dosis Pupuk (gram/pohon)
Urea TSP MOP (KCl) Kieserite HGF-B RP
Lubang tanaman - - - - - 500
1 100 - - - - 3 250 100 150 100 - 5 250 100 150 100 - 8 250 200 350 250 20 12 500 200 350 250 - 16 500 200 500 500 30 20 500 200 500 500 - 24 500 200 750 500 50 28 750 300 1.000 750 - 32 750 300 1.000 750 - *) Setelah tanam di lapangan

D. Pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM)


Sasaran pemupukan : 4 T ( Tepat jenis, dosis, waktu dan metode)
Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, hasil analisa daun, jenis tanah,
produksi tanaman, hasil percobaan dan kondisi visual tanaman.
Waktu pemupukan ditentukan berdasarkan sebaran curah hujan.
Standar Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan ( TM ) Pada Tanah Gambut :

Kelompok Umur (Tahun) Dosis Pupuk (kg/pohon/thn)


Urea RP MOP(KCl) Dolomit Jumlah
3 8 2,00 1,75 1,50 1,50 6,75
9 13 2,50 2,75 2,25 2,00 9,50
14 20 1,50 2,25 2,00 2,00 8,00
21 25 1,50 1,50 1,25 1,50 5,75

Standar Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan (T M ) Pada Tanah Mineral :

Kelompok Umur (Tahun) Dosis Pupuk (kg/pohon/thn)


Urea SP-36 MOP(KCl) Kieserite Jumlah
3 8 2,00 1,50 1,50 1,00 6,00
9 13 2,75 2,25 2,25 1,50 8,75
14 20 2,50 2,00 2,00 1,50 7,75
21 25 1,75 1,25 1,25 1,00 5,25
E. Unsur Hara Yang Diambil Oleh Tanaman
Jumlah Unsur Hara yang diangkut oleh tanaman Kelapa Sawit dari dalam tanah per
Ha/tahun.
Komponen Jumlah unsure Hara (kg/ha/thn)
N P K Mg Ca
Pertumbuhan Vegetatif 40,9 3,1 55,7 11,5 13,8
Pelepah Daun yang ditunas 67,2 8,9 86,2 22,4 61,6
Produksi TBS (25 ton/ha) 73,2 11,6 93,4 20,8 19,5
Bungan Jantan 11,2 24 16,1 6,6 4,4
Jumlah 192,5 47,6 251,4 61,3 99,3

Sumber : Siahaan et.al (1990)


Jumlah Pupuk yang diangkut oleh Tanaman Kelapa Sawit per Ha/tahun
Komponen Jumlah unsure Hara (kg/ha/thn)
Urea SP36 KCl Kieserite Dolomit
Pertumbuhan Vegetatif 88,9 19,7 354 70,7 86,8
Pelepah Daun yang ditunas 146,1 56,6 548 137,7 169
Produksi TBS (25 ton/ha) 159,1 73,8 594 127,9 156,9
Bungan Jantan 24,4 152,7 102 40,6 49,8
Jumlah 418,5 302,8 1.599 376,9 462,5
Dihitung berdasarkan data jumlah hara oleh Siahaan et.al (1990)
F. Waktu Dan Frekwensi Pemupukan
Waktu Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada waktu hujan kecil, namun > 60 mm/bulan.
Pemupukan ditunda jika curah hujan kurang dari 60 mm per bulan.
Pupuk Dolomit dan Rock Phosphate diusahakan diaplikasikan lebih dulu untuk
memperbaiki kemasaman tanah dan merangsang perakaran, diikuti oleh MOP (KCl) dan
rea/Z A.
Jarak waktu penaburan Dolomit/Rock Phosphate dengan Urea/Z A minimal 2 minggu.
Seluruh pupuk agar diaplikasikan dalam waktu 2 (dua) bulan.

Frekwensi Pemupukan
Pemupukan dilakukan 2 - 3 kali tergantung pada kondisi lahan, jumlah pupuk, dan umur
- kondisi tanaman.
Pemupukan pada tanah pasir dan gambut perlu dilakukan dengan frekwensi yang lebih
banyak.
Frekwensi pemupukan yang tinggi mungkin baik bagi tanaman, namun tidak ekonomis
dan mengganggu kegiatan kebun lainnya.

PT.TPP Inhu Wajib Bangun Kebun Plasma Bagi Masyarakat


Jumat, 19 April 2013 15:26

http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=58896
Pengajuan perpanjang HGU PT TPP Inhu sedang tahap proses.
Pemerintah wajibkan perusahaan bangun kebun plasma 20 persen
dari lahan usaha perusahaan.

Riauterkini -RENGAT- PT.Tunggal Perkasa Plantation (PT.TPP) anak perusahaan


PT.Astra Agro Lestari Grup yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), wajib
membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun
yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial serta
lingkungan.
Penegasan ini disampaikan terkait telah berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) PT TPP
Nomor 08/06/1981 seluas 10.210 hektare pada 31 Desember 2012 lalu dan saat ini
dalam proses perpanjangan.
Sebagaimana disampaikan Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Setda
Inhu, Hendry kepada riauterkinicom Jumat (19/4/13) di Pematang Reba
mengungkapkan, sesuai surat edaran Kepala BPN RI No. 2/SE/XII/2012, setiap
perusahaan perkebunan yang mengajukan permohonan HGU termasuk perpanjangan
atau pembaharuan wajib membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen
dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan
tanggungjawab sosial serta lingkungan.
" Apabila disekitar lokasi perkebunan tidak terdapat masyarakat petani calon
penerima kebun plasma, perusahaan tetap berkewajiban membangun kebun plasma
sampai adanya masyarakat petani calon penerima kebun," ujarnya.
Ditambahkanya, kewajiban membangun kebun plasma dibuktikan dengan
pernyataan kesanggupan membangun kebun plasma dalam bentuk akta notaris, dan
dilampirkan pada saat mengajukan permohonan HGU. Tandasnya.
Hendry juga membenarkan bahwa Panitia B dari unsur Pemkab Inhu yakni Asisten
Pemerintahan dan Kesra Setda Inhu sampai saat ini belum menandatangani Berita
Acara perpanjangan HGU PT TPP. Hal ini disebabkan karena perusahaan belum
memenuhi tuntutan dari masyarakat. "Tidak menuntut pun masyarakat, PT TPP wajib
membangun kebun plasma dan melaksanakan tanggungjawab lingkungan dalam
bentuk CSR," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, HGU PT TPP Nomor 08/06/1981 seluas 10.210 hektare
sudah berakhir sejak 31 Desember 2012 lalu. Namun sampai saat ini BPN belum
memperpanjang HGU PT TPP tersebut sebab masih ada tuntutan masyarakat dan
salah satu unsure Panitia B, khususnya Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Inhu
belum menandatangani Berita Acara. *** (guh)

Diposkan oleh Riau Info Sawit di 4/19/2013 03:37:00 PM 1 komentar:


Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Reaksi:

PT MAL Operasikan PKS Tanpa Izin


Jumat, 19 April 2013 06:51

Pemkab Pelalawan Kecolongan,http://www.riauterkini.com/hukum.php?


arr=58871Pansus DPRD Pelalawan menemukan fakta PT MAL melanggar ketentuan.
Perusahaan tersebut mengoperasikan pabrik kelapa sawit tanpa izin.
Riauterkini-PANGKALANKERINCI- Hasil temuan Pansus DPRD Pelalawan di kecamatan
Kerumutan terhadap PT Mekar Alam Lestari (MAL) memiliki Pabrik Kelapa Sawit
tanpa mengantongi ijin.Kondisi ini, membuat sejumlah elemen masyarakat merasa

kecewa. Mereka mempertanyakan soal pengawasan dari Pemerintah Daerah


khususnya instansi terkait sehingga bisa sampai 'kecolongan' seperti ini.
"Jujur kita terkejut kenapa bisa terjadi seperti itu, aneh bin ajaib. Masak ada
perusahaan membangun pabrik yang sudah berjalan namun tidak ada izin yang
dikantongi sama sekali, berarti ini diduga lemahnya pengawasan kita terhadap
perusahaan-perusahaan yang ada di Pelalawan. Karena itu, kita juga
mempertanyakan sikap pemerintah daerah setelah ada temuan itu sebab
dikhawatirkan nanti akan berdampak pada perusahaan yang lain dan bisa saja
mereka cemburu bahkan ikut-ikutan tidak membuat izin apabila ingin membangun di
daerah ini," terang Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) Pelalawan Faizal
SE, M.Si,Kamis (18/4/13).
Faizal mengatakan bahwa memberikan kemudahan pada para investor untuk
menanamkan modalnya di Pelalawan itu sah-sah saja, namun bukan berarti tidak
mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Artinya, para
investor akan diberikan kemudahan serta keringanan dalam setiap pengurusan
perizinan yang dibutuhkan sehingga kelengkapan administrasi perusahaan tersebut
akan terpenuhi sehingga dengan begitu segala sesuatunya akan berjalan lancar.
"Ini malah sebaliknya, tidak mengikuti aturan dan membangun seenaknya saja.
Padahal untuk membangun suatu pabrik itu dibutuhkan beberapa perizinan serta
beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui diantaranya izin prinsip, izin lokasi, izin
usaha produksi perkebunan, izin Amdal, IMB bangunan serta perizinan lain. Ini
dilakukan agar semua perusahaan yang ada bisa terdata dan bisa dikenakan pajak
serta retribusi untuk peningkatan kas daerah, sementara kalu seperti ini
kejadiannya, bagaimana Pemda bisa mengambil pajak dan retribusinya sedangkan
pabrik saja meraka tidak mengurus perizinan dan mungkin malah tidak terdaftar,"
ungkapnya.
Selain itu, sambungnya, dirinya mendukung upaya Tim Pansus beserta dinas terkait
dalam menangani kasus pembangunan pabrik di PT MAL. Atas temuan ini, dirinya
berharap persoalan ini dapat ditangani dengan serius dan dapat diselesaikan secara
arif dan bijaksana sehingga nantinya tidak menimbulkan rasa iri dari perusahaan
sejenis yang ada di Pelalawan.
"Kami sangat mendukung upaya Tim Pansus dalam menangani kasus ini, berikan
tindakan tegas dan bijaksana bagi perusahaan yang melanggar aturan. Kami juga
setuju pihak perusahaan diminta untuk menghentikan aktifitas pembangunan pabrik
itu sebelum masalahnya selesai," harapnya.***(feb)

Diposkan oleh Riau Info Sawit di 4/19/2013 03:36:00 PM Tidak ada komentar:
posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Link ke

Reaksi:
MINGGU, 07 APRIL 2013

DPRD Inhu Sesalkan Jatuhnya Korban Jiwa


Ahad, 7 April 2013 20:44

Sengketa Lahan PT.Duta Palma,http://www.riauterkini.com/politik.php?


arr=58392
Dewan sesalkan sengketa lahan antara warga dengan PT Duta Palma

telah memakan korban. Pemkab Inhu diminta tegas untuk menyelesaikan konvlik
lahan tersebut.
Riauterkini -RENGAT- DPRD Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) menyesalkan jatuhnya
korban jiwa akibat sengketa lahan yang berlarut larut, tanpa adanya kepedulian dari
Pemerintah Kabupaten Inhu di perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT Duta
Palma.
Adanya korban jiwa yang seharusnya tidak terjadi akibat sengketa lahan yang
berkepanjangan disampaikan anggota DPRD Inhu Arifuddin Ahalik kepada
riauterkinicom Ahad (7/4/13) melalui selulernya menegaskan, jatuhnya korban jiwa
dalam sengketa lahan yang terjadi di perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT
Duta Palma dapat dihindari jika Pemkab Inhu dapat bertindak tegas dan
melaksanakan rekomendasi yang telah dikeluarkan melalui paripurna DPRD Inhu.
" Kita menyesalkan jatuhnya korban jiwa yang sebenarnya dapat dihindari, jika saja
Pemkab Inhu tidak mengabaikan rekomendasi DPRD Inhu terkait PT.Duta Palma yang
telah dikeluarkan jauh hari sebelumnya," ujarnya.
Untuk itu diharapkan dengan kejadian ini dapat menjadi pelajaran agar Pemkab Inhu
dapat bersikap dan bertindak bijaksana terhadap persoalan yang sama, yang banyak
terjadi di Inhu namun belum terselesaikan yang berpotensi menjadi konflik
sebagaimana terjadi di PT.Duta Palma hingga memakan korban jiwa.
" Dengan persoalan yang terjadi di PT.Duta Palma hingga memakan korban jiwa ini,
dapat dijadikan bahan evaluasi bagi Pemkab Inhu untuk bertindak bijaksana dengan
mengacu pada peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi kepentingan
masyarakat. Agar potensi konflik akibat sengketa lahan antara warga dengan
perusahaan tidak menjadi bom waktu, mengingat persoalan sengketa lahan di Inhu
bak api dalam sekam," tegasnya.
Ditambahkanya, dengan jatuhnya korban jiwa akibat sengketa lahan di PT.Duta
Palma tidak hanya Pemkab Inhu yang dapat mengambil pelajaran dari kejadian itu,
namun perusahaan perkebunan lainya yang ada di Inhu juga dapat mengambil
hikmah dari kejadian tersebut dengan bersikap bijaksana dan tidak arogan.
" Setidaknya kejadian di PT.Duta Palma yang merenggut dua nyawa ini dapat
menjadi contoh dan pelajaran bagi perusahaan perkebunan lainya di Inhu, agar
dapat bersikap bijaksana dan tidak arogan dalam menyelesaikan sengketa lahan
antara warga dengan perusahaan. Seperti persoalan yang timbul saat ini di
PT.Tunggal Perkasa Plantations anak perusahaan PT.Astra Agro Lestari Grup dan
PT.Rigunas Agri Utama," jelasnya. *** (guh)

Diposkan oleh Riau Info Sawit di 4/07/2013 11:12:00 PM Tidak ada komentar:
posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Link ke

Reaksi:

Ditemukan Kembali Satu Korban


Ahad, 7 April 2013 21:17

Sengketa Lahan PT Palma Satu,http://www.riauterkini.com/hukum.php?


arr=58396
Korban sengketa lahan warga-Duta Palma bertambah lagi satu. Seorang petani

ditemukan tewas terbacok di dekat rumahnya.


Riauterkini-Keritang-Jumlah korban konflik antara pekerja PT Palma Satu dan petani
Desa Pancur bertambah, seorang petani ditemukan tewas dengan luka bacok
dibagian tubuhnya. Petani sebagian mengungsi meninggalkan rumahnya.
Korban bernama Zakaria (40) ditemukan tergeletak tak jauh dari rumahnya di Parit
Selamat IV, Desa Pancur oleh isterinya bernama Dalimah, Sabtu (6/4/13) sekitar
pukul 18.00 WIB.
Infonya, korban dan isterinya baru datang dari Kuala Enok, Kecamatan Tanah Merah,
sehingga korban tidak tahu adanya konflik yang menyebabkan dua orang pekerja PT
Palma Satu tewas siangnya. Saat baru sampai ke rumahnya, tiba- tiba mereka
diserang diduga kuat pekerja PT Palma Satu, isteri korban sempat melarikan diri dan
bersembunyi, namun Zakaria tewas diserang para pelaku.
"Jenazahnya (Zakaria) baru bisa dibawa hari ini, karena isterinya baru melapor
setelah sebelumnya selama satu malam bersembunyi didalam (lokasi konflik, red),"
ungkap H Adam, Ketua BPD Desa Pancur kepada riauterkinicom, Ahad (7/4/13)
malam.
Camat Keritang, Ahmad Ramani membenarkan tewasnya warganya tersebut.
"Ya, ada satu warga yang ditemukan meninggal malam tadi, baru hari ini bisa dibawa
keluar, karena lokasinya jauh. Saya sudah dua hari bertahan di lokasi, " jelas Ahmad
Ramani malam ini.
Sebagian warga yang tinggal di lokasi konflik sudah mengungsi kerumah sanak
keluarganya, karena khawatir terjadi bentrok susulan. Namun sebagian masih
bertahan didalam (lokas).
"Ini murni bentrok antara pekerja perusahaan dengan petani memperebutkan lahan,
jadi saya tegaskan bukan masalah SARA," tegas Ramani.*** (mar)

Diposkan oleh Riau Info Sawit di 4/07/2013 11:11:00 PM Tidak ada komentar:
posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Link ke

Reaksi:

Konflik di Batas Inhu-Ilnhil, Dua Warga Tewas


Sabtu, 6 April 2013 18:48

http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=58366
Terjadi bentrok antarkelompok massa diduga akibat konflik sengketa lahan.
Akibatnya, dua warga tewas menggenaskan.
Riaauterkini -RENGAT- Konflik antar warga kembali terjadi di perbatasan Kabupaten
Indragiri Hulu (Inhu) dengan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). 2 warga tewas akibat
konflik yang diduga dipicu sengketa lahan.
Informasi sementara yang berhasil dihimpun riauterkinicom Sabtu (6/4/13) dari
Camat Batang Gansal, Arkadius mengatakan, peristiwa bentrok antar warga terjadi
sekitar pukul 12.00 wib. Penyebab bentrokan sementara diduga akibat sengketa
lahan dengan PT Palma yang berada di perbatasan Kabupaten Inhu - Inhil.

Peristiwa bentrokan terjadi di lokasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Palma yang berada
di Kecamatan Keritang Inhil. Akibat dari bentrokan dua orang warga meninggal dunia
karena diduga dibacok warga lainya.
Dari keterangan Camat Arkadius, warga pendatang ini diduga bekerja di PT Palma,
sedangkan dua korban meninggal adalah merupakan kelompok warga setempat yang
bersengketa lahan dengan PT Palma. "Sengketa lahan ini memang sudah lama
terjadi, tapi bukan warga Inhu. Sehingga kita tidak bisa mencampuri permasalahan
tersebut," ujarnya.
Peristiwa ini juga dibenarkan Kapolsek Batang Gansal, Iptu M Ari Surya. Ketika
dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sedang melakukan siaga diperbatasan tempat
kejadian perkara. "Iya benar ada dua orang warga yang tewas. Namun kami belum
bisa memberikan keterangan apa motif sebenarnya atas kejadian tersebut. Saat ini
kami sedang melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, dan personil Polisi sudah
siaga di perbatasan guna mengamankan agar tidak terjadi bentrokan warga,"
ungkapnya.
Sengketa lahan di perbatasan Inhu - Inhil sekitar 5 tahun yang lalu juga pernah
terjadi yang juga memakan korban jiwa dengan tragis, dimana satu orang tewas
akibat konflik antar warga terkait sengketa lahan. *** (guh)

ANALISIS USAHA BUDIDAYA TANAMAN


KELAPA SAWIT
KATA PENGANTA
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karuniannya maka penulis dapat menyusun proposal penelitian ini proposal penelitian ini
berjudul Analisis Pendapatan Usaha Tani komoditas Kelapa Sawit Temanggung
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT atas karuniaaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini oleh sebab itu penulis
mengharapkan syaran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan proposal ini.
Akhirnya penulis sangat berharap semoga proposal ini dapat memberikan manfaatnya,
Amin.
Temanggung, 10 April 2013
Penulis
Irfan Anwari

Judul Analisis Pendapatan Usaha Tani Komoditas Kelapa sawit Di Kecamatan Rimbo
Bujang Kabupaten

PT BLACK HEART PALM OIL kedepannya akan lebih diberdayakan, dengan


tujuan membagikan profit kebun kepada masyarakat sekitar kebun secara
langsung, walaupun pada dasarnya secara tidak langsung kami tetap
memberikan keuntungan berupa ketersediaan lapangan kerja dan program
community depelopment.
.Disamping itu Kelapa sawit tersebut banyak di manfaatkan dan tidak ada bagian
yang di buang misalnya saja pelepahnya bisa di jadikan bahan kayu
bakar,tandan buahnya bisa di jadikan bahan bakar biogas atau bisa di jadikan
pupuk,oleh karena itu saya NANDA ARIS SAPUTRO sebagai pemilik sekaligus
sebagai direktur utama mendirikan perusahaan ini. Saya yakin kedepannya
perusahaan ini akan sukses dan berkembang seperti perusahaan yang sudah
lama berdiri dan juga bisa menyetarakan produk yang sudah adaada.Perusahaan ini belum mengolah kelapa sawit sendiri karena belum
mempunyai pabrik sehingga kami menjual TBS ke pabrik terdekat.PT BLACK
HEART PALM OIL baru mempunyai lahan sebesar 10 hektar di lahan yang di
tanami oleh kelapa sawit dan 4 hektar untuk kantornya.Adapun umur kelapa
sawit yang ada pada lahan kami sekitar 5-10thn.
Adapun PT BLACK HEART PALM OIL ini juga mempunyai sebuah visi dan misi
agar perusahaan ini bisa berkembang dengan baik yaitu
Visi :
Menjadi Perusahaan agribisnis berbasis kemitraan terdepan di Indonesia
Misi :
1. Mengelola bisnis kelapa sawit secara profesional untuk menghasilkan produk
berkualitas yang dikehendaki pasar.
2. Menumbuhkembangkan prinsip kemitraan usaha sebagai basis dalam
pengelolaan bisnis untuk mencapai kinerja unggul.
3. Melaksanakan kemitraan yag serasi dan berkesinambungan
4. Memposisikan karyawan sebagai pilar utama organisasi dan mitra usaha serta
stakeholder lainnya sebagai pendukung dalam menciptakan nilai perusahaan.
5. Memegang prinsip tata kelola yang baik dan nilai-nilai luhur perusahaan dalam
berperilaku dan dalam bisnis perusahaan.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI PT BLACK HEART PALM OIL
Struktur organisasi :
Direktur Utama
Sekretaris
Marketing
Budi Setyanita
Farhan Abdullah
Susi Anggraini

: Irfan Anwari
:Sinta Fahriza
:Dwi Ginanjar

Manager
Vika siswanto
Assisten manager
Deni Wahyu
Sidiq Bastian
Personalia
Supervisior `
Gilang sulistio
Leksi rizqi
Abraham simay

:Hudi Utoyo
:Siswanto Nugroho
: Ridwan rahardian
Rizki aditia
: Deni utomo

David paristu
Mandor
Wahyu Setyaji
Hendarman
Bangkit Fiksa
Singkam Arif
Arifki eka putra
Putra sentosa
Braham kurnia
Aji siswono
Hendro kisworo
Leni indriani
Krani

: Deni Chandra

:Sinta Setyani
Listiyani
Wahyu anggita

Siti yuliana
Dewi sukmawati
KOMODITAS PERUSAHAAN
Perusaahaan ini bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit .Kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) merupakan penghasil minyak nabati yang bisa
diandalkan dan merupakan komoditas perkebunan di Indonesia. Kelapa sawit
menyumbang devisa cukup besar bagi pembangunan
karena pada tahun 2005 volume ekspor 10 376 200 ton
minyak sawit mentah (CPO) mencapai nilai US $ 3 756 283 000 kelapa
sawit memiliki potensi yang sangat besar.
Selain digunakan sebagai minyak goreng, minyak kelapa sawit juga digunakan
oleh berbagai industri sebagai bahan utama atau campuran untuk menghasilkan
produk-produk bahan makanan, kosmetika, obat-obatan, serta industri berat
dan ringan. Karena kegunaannya itu, minyak kelapa sawit banyak dibutuhkan,
sehingga perlu terus dilakukan peningkatan produksi minyak kelapa sawit untuk
memenuhi permintaan baik dari dalam maupun luar negeri.
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM), yaitu dengan
menciptakan SDM yang memiliki kemampuan memadai dan menguasai bidang

kerjanya. Selain peningkatan produksi kelapa sawit, perlu juga diperhatikan


kualitas minyak kelapa sawit. Salah satu penilaian kualitas minyak kelapa sawit
adalah kandungan Asam Lemak Bebas (ALB), selain warna, kadar kotoran dan
kadar air minyak. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1992), kandungan
ALB (sebagai asam palmitat) dalam minyak kelapa sawit yang
memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) maksimum 5.00 %
(bobot/bobot). Oleh karena itu, kualitas minyak kelapa sawit perlu diperhatikan.
Kualitas minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait
dengan cara pemanenan sampai proses penanganan pasca panen tandan buah
segar (TBS).
Dalam pengelolaan penanganan TBS di kebun kelapa sawit, faktor transportasi
mendapat perhatian khusus. Keterlambatan pengangkutan TBS (restan) ke
pabrik kelapa sawit (PKS) akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas
olah, dan mutu produk akhir (Pahan, 2008). Faktor transportasi meliputi jarak
pengangkutan TBS ke PKS, keadaan/kondisi jalan, kondisi topografi lahan, serta
jumlah dan kondisi alat angkut. Selain itu, ketepatan penanganan bahan juga
dipengaruhi oleh bagaimana perbandingan antara volume produksi kebun
dengan volume penerimaan dan kapasitas pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu,
dibutuhkan sistem dan perencanaan yang tepat.
PENANGANAN QUALITY CONTROL
Perusahaan ini memiliki penangan kontrol yang ketat dari mulai penanaman
hingga proses pemanenan .Kriteria matang panen yang digunakan di
perusahaan adalah apabila terdapat 1 brondolan jatuh di piringan, maka TBS
harus dipanen.Brondolan harus dikutip dengan bersih.Untuk memotong tangkai
buah menerapkan standar panjang gagang tidak boleh lebih dari 2 cm atau
memotong gagang serapat mungkin dengan tandan tetapi jangan sampai
melukai buah. Oleh karena itu, disarankan untuk memotong gagang berbentuk
V.Untuk pengangkutan dilakukan setelah pemanenan saat hari itu juga
supaya kadar FFAnya serendah mungkin saat akan di olah Panen merupakan
kegiatan pemotongan tandan buah segar dari pohon hingga diangkut ke pabrik.
Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang sangat penting karena
merupakan sumber pendapatan perusahaan melalui penjualan minyak kelapa
sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS).
STANDAR PANEN
Satu regu pemanen terdiri dari satu dodos atau egrek, 1 pemanen dan 1 kenek
brondolan
Hanya tandan buah masak yang dipanen, yaitu yang sudah membrondol
Buah matang harus dipanen, tidak boleh tinggal di pokok
Semua tangkai buah harus dipotong rapat ke buah 2 cm
Pemotongan buah tidak boleh ada bagian buah dan brondolan yang tertinggal
di batang
Semua TBS di TPH diberi no pemanen dan jumlah tandan

Semua brondolan harus di kutip, dimasukkan ke dalam karung, dan di bawa ke


TPH
Pemotongan pelepah dijaga supaya songgo dua
Pelepah-pelepah yang dipotong harus disusun rapi
Semua buah dan brondolan hasil panen dikirim ke PKS pada hari yang sama
laporan hasil harus akurat
STANDAR PEGAWAI

General manager diangkat berdasarkan keputusan direktur utama yang


bertanggung jawab pada direksi.Tugas utama general manager adalah
mengawasi semua kegiatan di bidang pertanaman ,administrasi kebun
,pengusahaan material,finansial,personalia,dan pengamanan wilayah kebun
termasuk seluruh harta kekayaan perusahaan.General manager dibantu
manager kebun yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan
kebun secara efektif dan sesuai dengan prosedur kerja yang ditetapkan.

Manager kebun dibantu oleh asisten afdeling/asisten kebun,asisten


pabrik,dan kepala tata usaha.

Asisten afdeling bertugas membuat program kerja tahunan yang meliputi


RUKB dan RKH.Asisten afdeling dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh
seorang supervisior afdeling yang bertanggung jawab mengawasi setiap
pekerjaan di lapangan,memeriksa data produksi dan realisasi kerja,invertarisasi
alat,bahan dan karyawan,membuat program kerja,menentukan target realisasi
perhari,memberikan penilaian hasil kerja terhadap bawahan.Dibawah supervisor
adalah mandor,tugas mandor memeriksa kehadiran karyawan,memberi arahan
kepada karyawan sebelum mulai kerja,apel pagi dengan asisten mengenai
rencana kerja harian.
Mandor dibagi menjadi enam bidang yaitu
Mandor panen
Mandor pupuk
Mandor hama penyakit tanaman
Mandor herbisida
Mandor dongkel
Mandor Infrastruktur

Krani buah bertugas mencatat TBS yang diperoleh pemanen ,mencatat


jumlah TBS per blok pada blanko data muat buah dan membawa blanko surat
pengantar buah(SPB)yang akan diolah dipabrik.

Pegawai Staf di perusahaan ini adalah General manager,Assisten


Manager,sedangkan Pegawai non Staf adalah Supervisor,Mandor,Krani
Buah,Krani Transport,dan Karyawan.Standar Pegawai di perusahaan ini adalah
harus bisa menjalankan pekerjaan yang telah diberikan dengan baik dan benar.
PRODUK HASIL OLAH DAN ANALISA HASIL PRODUKSI PERHEKTAR
PT BLACK HEART PALM OIL belum melakukan pengolahan lanjutan secara
mandiri dan masih bekerja sama dengan TPS terdekat.

ANALISISA PRODUKSI PERHEKTAR


Tahun
Produksi
Harga
Jumlah
Ke
(Ton/Ha/Th) TBS/Kg Pendapatan

4
5
6
7
8
9
10

6
8
12
18
22
24
26

1500
1500
1500
1800
1800
1800
1800

9.000.000
12.000.000
18.000.000
32.400.000
39.600.000
43.200.000
46.800.000

Biaya
Pendapatan Pendapatan
Panen,
bersih
Per bulan
transp,
pemel.
6.200.000 2.800.000
233.333
6.600.000
5.400.000
450.000
7.400.000 10.600.000
883.333
8.600.000 23.800.000
1.983.333
9.400.000 30.200.000
2.516.667
9.800.000 33.400.000
2.783.333
10.200.000 36.600.000
3.050.000

Dalam pengelolaan perusahaan ini kami mengutamakan kerja dengan jujur dan
kerja team.
Hubungan antara satu karyawan dengan karyawan yang lain
saling
akrab dan seperti
satu keluarga.
Seorang karyawan di beri amanat dari atasan untuk menyelesaikan tugas yang
ada di perusahaan tersebut.Atasan tersebut sudah mempercayai talenta dan
kemampuan karyawan tersebut sehingga pergunakan baik-baik.
KEPEDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN SEKITAR
Perusahaan memberikan sarana dan prasarana untuk kesejahteraan
pegawainya berupa Sekolah Dasar untuk anak-anak pegawai,transportasi umum
untuk pegawai pergi ke kota.Perusahaan juga merekrut masyarakat sekitar untuk
dijadikan karyawan harian lepas.Di perusahaan juga terdapat klinik untuk
melayani pegawai yang membutuhkan penanganan kesehatan.
Bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitar adalah dengan
memberikan fasilitas dalam bidang pendidikan, yaitu dengan membangun
Sekolah Dasar bagi anak-anak setempat. Perusahan berharap dengan adanya
sekolah tersebut dapat meningkatkan sumber daya manusia dan memberikan
harapan masa depan yang cerah bagi masyarakat sekitar. Perusahaan juga
memberikan fasilitas antar jemput sekolah bagi anak-anak yang sekolah di kota,
karena tidak tersedianya transpotasi ke kota

Sukses Berkebun Kelapa Sawit di Lahan Terbatas


Details
Parent Category: Pertanian
Created on 03 October 2012
Published on 03 October 2012
Hits: 1630

inShare

SocButtons v1.5

Industri minyak kelapa sawit semakin meningkat seiring dengan besarnya


permintaan pasar domestik dan luar negeri. Karenanya, agrobisnis perkebunan kelapa sawit semakin
prospektif. Untuk memenuhi permintaan pasar yang selalu terbuka lebar, perusahaan-perusahaan besar
semakin memperluas areal perkebunan kelapa sawit. Selain mengembangkan sendiri, mereka juga
membuat program kebun inti-plasma dan membangun kemitraan.
Oleh sebab itu, masyarakat biasa pun dapat terjun dalam bisnis perkebunan kelapa sawit, sekalipun
memiliki lahan terbatas, yaitu dengan pola kemitraan dengan perusahaan perkebunan. Aplikasinya dapat
pula memanfaatkan lahan gundul atau lahan-lahan tidak produktif (lahan tidur). Pasalnya, relatif masih
banyak terdapat kantong-kantong lahan yang terbatas dengan luas sekitar dua hektare, khususnya di
sekitar perusahaan perkebunan atau sekitar kebun plasma mitra binaan perusahaan perkebunan.
Sekalipun dengan luasan perkebunan yang kecil, jika dikelola dengan manajemen dan teknik berkebun
yang benar akan menjadi salah satu pemasok tandan buah segar (TBS) sehingga dapat menjadi sumber
penghasilan yang lumayan bagi petani dan masyarakat. Tidak ada salahnya bagi Anda yang memiliki lahan
terbatas untuk mencoba membangun kebun kelapa sawit. Risikonya juga relatif lebih kecil dibandingkan
dengan perkebunan kelapa sawit skala besar.
Keuntungan lainnya, siklus produksi tanaman kelapa sawit cukup lama, yaitu hingga 25 tahun. Melalui
manajemen tanaman yang baik, rata-rata produktivitas tanaman kelapa sawit dapat mencapai 18 ton
TBS/ha/tahun atau lebih banyak. Perbedaan produktivitas tergantung pada kualitas benih, lahan, dan
manajemen produksi, khususnya teknik budi daya yang digunakan. Berdasarkan hasil tersebut, kisaran
produksi satu pohon dengan asumsi 143 pohon per hektare dapat menghasilkan 126 kg TBS per tahun atau
3.150 kg TBS selama 25 tahun. Jika harga per kilogram Rp 1.500, dari satu pohon menghasilkan Rp
4.725.00 selama siklus produksi tanam. Menguntungkan bukan?
Jika Anda tertarik, Anda dapat memulainya dengan menggali pengetahuan seputar manajemen tanaman
dan manajemen budi daya kelapa sawit secara tepat dan optimal. Lebih mudahnya, Anda tinggal
mengintipnya di dalam bukuMembangun Kebun Kelapa Sawit di Lahan 2 Hektare terbitan AgroMedia
Pustaka. Buku ini ditulis oleh Ir. Sunarko M.Si yang telah lama terjun di dalam usaha kebun kelapa sawit
hingga menjadi seorang trainer.

Di dalam buku ini, penulis menjelaskan manajemen perkebunan kelapa sawit secara praktis dan mudah.
Yaitu, mulai dari prospek usaha perkebunan kelapa sawit, memulai usaha kebun mini, pembibitan,
persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran dan analisis usaha, hingga
mengenai pengolahan kelapa sawit. Buku ini diharapkan membantu Anda untuk meraih sukses berkebun
kelapa sawit di lahan terbatas.

Pilihan Investasi
Ada banyak instrument investasi tersedia di pasar. Ada berupa saham, properti, surat
berharga, deposito, derivative, emas, dll. Semua jenis investasi mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Dalam pemilihan instrument investasi yang diinginkan
tentunya harus mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan yang
paling penting adalah sesuaikan dengan tujuan dari pada investasi itu sendiri. Apapun
bentuk investasi yang anda pilih hendaknya meliputi aspek-aspek keamanan dan imbal
hasil.
Dalam blog saya ini khusus membahas mengenai investasi kebun kelapa sawit yang
masih sedikit terdapat di internet. Menurut saya bisnis kebun kelapa sawit adalah
termasuk kategori properti, karena di dalamnya ada tanah yang merupakan object properti
yang paling dominan.
Dari segi imbal hasil, secara umum bisnis kebun sawit memberikan return yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan property rumah misalnya. Sebagai contoh, satu unit
ruko seharga 500 juta hanya bisa disewakan dengan nilai 20 juta setahun. Dengan uang
yang 500 juta tadi diinvestasikan di kebun sawit bisa memberikan imbal hasil 50 jutaan
pertahunnya. Nggak percaya? Untuk itulah saya akan membagikan cerita keberhasilan
para pekebun sawit di daerah saya di propinsi Riau.
Diposkan oleh Pandapotan S. di 12.23 1 komentar Link ke posting ini
Label: Fakta
Jumat, 02 Mei 2008

32 jt tiap bulannya dari kebun sawit miliknya seluas 16 hektar di


Sorek Riau

Ini kisah nyata.. Pak mus sekarang sudah bisa bernafas lega, karena keputusannya dulu
meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja sudah yakin 100% tidak salah lagi. Sewaktu
Pak Mus datang dari Medan, yang dia tuju hanyalah ingin mendapatkan pekerjaan di
salah satu perusahaan produsen pulp dan kertas di Riau. 3 tahun bekerja di perusahaan
tersebut sebagai mekanik tidak memberikan kecukupan bagi dia dan keluarganya secara
financial. Dengan modal sekitar 12 juta tahun 1999, dia memberanikan diri untuk
membeli tanah di sekitar Sorek. Waktu itu dengan uang 10 juta dia mendapatkan 16
hektar tanah dan 2 juta sisanya dia pergunakan untuk membiayai pembersihan lahan,
yang waktu itu hanya sanggup untuk membersihkan setengahnya saja. Dengan membeli
kecambah sendiri langsung dari PPKS Medan, dia lalu membuat pembibitan sendiri di
belakang rumahnya. Dengan biaya seadanya dia berhasil menanam hanya 6 hektar pada
akhir tahun 2000. Tahun 2003 dia mengajukan pengunduran diri dari perusahaan tempat
dia bekerja begitu melihat tanamannya sudah mulau berbuah pasir. Dengan pesangon
yang dia dapat dia berhasil menuntaskan penanaman sisa lahan yang belum tertanam.
Sehingga kini tanaman sawit miliknya terdiri atas 6 hektar beumur 8 tahun, dan 10 hektar
berumur 5 tahun. Kini dari lahannya seluas 16 hektar tersebut dia memperoleh 19 ton
TBS saban bulannya. Dengan harga Rp.1.700/kg dia memperoleh Rp.32.300.000.
Untuk mengelola kebunnya dia menempatkan satu keluarga di kebunnya dengan upah
Rp.1.500.000; per bulan, plus beras 20 kg, telur 1 papan. Pak Mus sendiri memilih
tinggal di Kerinci dengan rumah dan mobil hasil kebun selama 8 tahun.
Diposkan oleh Pandapotan S. di 10.34 1 komentar Link ke posting ini
Label: Sukses Berkebun

Investasi di kebun sawit, setiap 2 hektarnya menghasilkan 4,5 jt per


bulan

Bagi anda yang sudah mengenal agrobisnis sawit, tentu tidak pelu mempertanyakan
kebenaran cerita ini. Tetapi untuk membuka wawasan bagi anda yang masih buta dalam
hal berkebun sawit, dengan senang hati saya buatkan perhitungannya berdasarkan
kenyataan di lapangan. Tentu bagi anda yang gemar membaca bisa membandingkannya
dengan teori yang banyak terdapat di buku-buku tentang sawit.
Berikut perhitungannya:
Kondisi tanaman: terurus dengan baik, dan umur tanam 6 tahun:
Dalam 1 hektar terdapat tanaman sebanyak 136 batang pokok sawit.
Dengan rotasi panen 1 minggu sekali, diperoleh setengahnya atau 68 batang dengan ratarata jumlah TBS (tandan buah segar) per pokok 1 tandan.
Berat TBS sekitar 10Kg. Atau dalam 1 hektarnya diperoleh: 68 btg x 1TBS x 10 = 680kg
Untuk 2 hektar, hasil tersebut dikalikan dengan 4 sehingga diperoleh 2720 Kg.
Dengan harga TBS sekarang mencapai hingga Rp.1.700/Kg, maka penghasilan sebesar
4,5 jt per bulan sudah ditangan.
Eeiit tunggu dulu, kan masih ada biaya operasional??? Mestinya kan dikurangkan
dulu Ya memang benar. Biasanya para petani transmigrasi di Riau mengelola sendiri
kebunnya, apalagi bila memiliki 2 hektar saja. Para petani hanya perlu mengeluarkan
biaya pupuk dan herbisida sekitar Rp.500.000;/bulan per 2 hektar, sehingga penghasilan

bersih sekitar 4 juta rupiah.


Perhitungan ini berlaku untuk setiap kelipatannya. Biasanya luas kebun dihitung dalam
satuan kapling, dimana dalam 1 kapling terdapat 2 hektar. Maka bila memiliki 1 kapling
pendapatan 4 juta bersih per bulan sudah ditangan. Bila luas kebunnya 2 kapling, maka
potensi pendapatan adalah 8 juta per bulan, dst. Tentunya semakin besar luas kebunnya
memerlukan karyawan untuk pengurusan kebun, untuk itu perlu diperhitungkan biaya
untuk karyawan. Untuk efisiennya, dalam 5 kapling terdapat 1 keluarga untuk mengurus
kebun tersebut yang upahnya bisa dirundingkan. Upah untuk pengurus kebun yang
berlaku sekarang ini di Riau mulai sekitar Rp. 1,5 jt per bulannya.
Nah gimana? Tertarik investasi di kebun sawit ini? Bagaimana bila anda punya 10
kapling? Potensi pendapatan anda bisa mencapai 50jt per bulannya. Dengan nilai
investasi sekarang ini yang bervariasi mulai harga 50jt / hektarnya, anda bias menghitung
sendiri berapa BEPnya bukan?
Diposkan oleh Pandapotan S. di 10.30 1 komentar Link ke posting ini
Label: Fakta
Kamis, 01 Mei 2008

Investasi Sawit

Propinsi Riau adalah salah satu daerah yang pertumbuhan luas kebun sawit yang terbesar di
Indonesia. Sejauh mata memandang, kita hanya bisa melihat hamparan kebun sawit yang
menghijau. Kebun sawit disini dikelola mulai dari skala rumah tangga dengan luasan sekitar 2
hektar hingga perusahaan raksasa yang mengelola hingga ratus ribuan hektar. Pokoknya kita
tidak tahu siapa saja yang berkebun disini, dan berapa hektar luasan masing-masing pemilik.
Parap pemilik kebun mulai penduduk asli setempat, pendatang dari luar propinsi , dan bahkan
dari luar negeri.
Hingga saat ini, pembukaan lahan-lahan baru masih terus berlanjut. Sementara lahan-lahan yang
sudah lama ditanami banyak terjadi pergantian kepemilikan alias diperjual belikan sesuai dengan
kebutuhan para pemiliknya. Melihat seringnya terjadi jual beli dari pemilik yang satu ke lainnya,
mengundang pendatang yang berkantung tebal dari luar daerah untuk berinvestasi di kelapa
sawit di Riau. Yang paling sering terjadi, pemilik lahan ingin menjual kebunnya tetapi tidak ketemu
dengan calon pembeli yang serius. Disisi lain, pemilik dana ingin mencari lahan , tetapi tidak
ketemu dengan penjual.

Untuk menjembatani hal tersebut, saya ingin memberikan informasi mengenai kebun sawit yang
dijual, sekalian memberikan data-data awal yang bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk berinvestasi di lahan sawit ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.
Home Ekonomi & Bisnis

PEMERINTAH MINTA
PERUSAHAAN SAWIT
BANGUN KEBUN PANGAN
7 DECEMBER 2012 NO COMMENT
Jakarta, 4 Desember 2012 (Business News)
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mengingatkan perusahaan perkebunan sawit juga
memikirkan juga produksi pangan. Salah satu caranya dengan membangun kebun pangan di sebagian
lahan sawit.
Menteri Pertanian, Suswono mengaku kuatir dengan ekspansi kebun sawit secara besar-besaran yang
kemudian menyebabkan maraknya alih fungsi lahan pangan produktif, terutama di luar Jawa menjadi kebun
sawit. Apalagi ketika harga kelapa sawit lebih menarik dari komoditi lain seperti pangan, pendapatan usaha
sawit pasti lebih menguntungkan dari tanam padi.
Pemerintah meminta pelaku usaha kelapa sawit memikirkan lebih lanjut upaya ekspansi perkebunan kelapa
sawit. Bukan hanya itu Pemerintah berharap pelaku usaha berkomitmen mengamankan lahan pertanian
pangan produktif guna mengantisipasi krisis pangan. Bahkan seharusnya di setiap perkebunan kepala sawit
ada sejenis belt untuk lahan kebun pangan.
Bagi pemerintah hal ini penting untuk mengantisipasi krisis pangan. Sebab, jika terjadi krisis pangan, maka
kondisi di dalam negeri akan lebih aman. Jadi sudah seharusnya kalangan pengusaha kelapa sawit
memikirkan kembali ekspansi besar-besaran.
Sekarang ini saya khawatir kalau banyak lahan pertanian produktif beralih menjadi kebun sawit. Saya
harapkan ada upaya dan itikad baik pelaku usaha sisihkan lahan untuk bantu ketahanan pangan.
Selain membantu meningkatkan produksi pangan, pemerintah juga berharap pelaku usaha perkebunan
sawit juga membantu meningkatkan produksi daging. Caranya dengan integrasi kebun sawit dan ternak
sapi. Kalkulasinya jika 1 ha kebun sawit dipelihara 2 ekor sapi, dengan luas kebun sawit mencapai 8 juta ha
akan ada ternak sapi 16 juta ekor. Ini jumlah yang luar biasa. Indonesia akan mudah mencapai
swasembada daging.
Karena itu, meski potensi lahan pengembangan kebun sawit di Indonesia masih cukup luas, tapi
pemerintah meminta pelaku usaha perkebunan sawit lebih fokus pada upaya peningkatan produktifitas.
Saat ini, rata-rata produksi perkebunan sawit, terutama milik rakyat hanya 3 ton/hektar (ha). Padahal,
potensinya bisa mencapai 7 ton/ha.
Ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, bagaimana supaya perkebunan kelapa sawit rakyat
bisa mendekati pelaku swasta yang sudah bisa meningkatkan produktivitasnya. Karena lahan yang ada
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya.

Dibandingkan dengan Malaysia yang juga merupakan produsen utama minyak sawit, produktivitas tanaman
sawit di Indonesia masih jauh lebih rendah. Jika produktivitasnya setara dengan negeri Jiran, maka produksi
minyak sawit Indonesia bisa lebih tinggi dua kali lipat.
Hal ini yang pemerintah dorong agar pengusaha perkebunan sawit ikut membantu meningkatkan
produktivitas tanaman rakyat, melalui pembangunan kebun plasma. Jika perkebunan rakyat tumbuh baik,
pemeratan ekonomi juga berjalan dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Potensi lahan yang bisa dikembangkan untuk usaha perkebunan sawit di Indonesia seluas 18 juta ha. Saat
ini, sudah ada izin pengelolaan perkebunan kelapa sawit seluas 9,8 juta ha, tapi lahan yang baru
dimanfaatkan sekitar 8,9 juta ha. Dengan demikian, masih ada potensi sekitar 1 juta ha yang belum digarap.
Jika produktivitas tanaman bisa naik menjadi 5 ton/ha saja, produksi minyak sawit Indonesia akan lebih dari
45 juta ton.

Hitung Biaya Kebun Kelapa Sawit


0 komentar

(Asumsi dengan Perawatan dan Pemupukan yang Baik)


1. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan :

Biaya Pembelian Lahan per ha = Rp. 5.000.000

Tergantung lahan sangat variatif tergantung lokasi


Pembersihan Lahan per ha sekitar = Rp. 500.000
2.

Harga Bibit :

Bibit harus dibeli dari tempat yang jelas dan qualified, sangat riskan
jika beli beli dari tempat yang nggak jelas walaupun harganya hanya
dari tempat penjual bibit resmi, karena resikonya bisa-2 sawit tidak
berbuah sama sekali kalau toh tetap berbuah hasilnya akan buruk.
Tempat-2 yang qualified yang memang terbiasa dalam menjual bibit

antara lain, PT. Lonsum (London Sumatera), PT. Socfin Medan, PPKS
(Pusat Penelitian Kelapa Sawit), dll.
Usia 6 bulan harga sekitar = Rp. 15.000 per pokok pohon
Usia bibit ini masih mungkin dimakan hama babi. Jadi dibutuhkan biaya
tambahan untuk untuk membuat pagar supaya aman dari babi. Jika
biaya pembuatan pagar per pokok pohon sekitar 5rb rupiah jatuh
harga menjadi Rp. 20.000 per pokok pohon.
Usia 18 bulan harga sekitar = Rp. 30.000 per pokok pohon.
Bibit usia 18 bulanan sudah tidak dimakan babi karena sudah tumbuh
duri. Jadi sudah tidak butuh biaya lagi untuk mengamankan dari
gangguan hama babi.
Jumlah bibit Yang dibutuhkan per ha.
Perbibit butuh Jarak tanam sekitar : 9m x 9m = 81 m2
Untuk luas 1 ha (10.000 m2) = 10000 m2/81 m2 yaitu sekitar 130-an
buah.
Biasanya Lahan 1 ha ditanami antara 130 buah sampai 140 buah.
Asumsi penanaman 1 ha = 130 buah.
Jadi biaya bibit =Rp. 30.000 x 130 buah = Rp. 3.900.000 per ha.
3. Pemupukan
1.

Bulan pertama tanam (Urea) = 0,5 kg per pohon

Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 65 kg per ha.


2. Bulan ke-2 tanam (Urea) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
3. Bulan ke-4 tanam (TSP) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
4. Bulan ke-8 tanam (Urea) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
5. Bulan ke-12 tanam (Urea) = 0,75 kg per pohon

Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.


6. Bulan ke-16 tanam (TSP) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
7. Bulan ke-20 tanam (Urea) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
8. Bulan ke-24 tanam (Urea) = 0,75 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 97,5 kg per ha.
9. Bulan ke-28 tanam (TSP) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
10. Bulan ke-32 tanam (Urea) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
11. Bulan ke-36 tanam (Urea) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
12. Bulan ke-40 tanam (TSP) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
13. Bulan ke-44 tanam (Urea) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
14. Bulan ke-48 tanam (Urea) = 1 kg per pohon
Jadi untuk 130 pokok pohon butuh = 130 kg per ha.
Biasanya orang-2 memupuk sekitar 6 bulan sekali bahkan banyak yang
hanya 1 kali setahun, tetapi menurut cerita di forum online dari orang
yang punya kebun kelapa sawit direkomendasikan kalau mau hasil
yang lebih bagus dipupuk 4 bulan sekali.
Setelah tanaman berumur 4 tahun biasanya sudah mulai menghasilkan
walau tidak terlalu banyak antara 0,5 ton sampai sampai 1 ton per ha.
Sangat tergantung kesuburan tanah, cara perawatan juga factor-2 lain.
Harga TBS (Tandan Buah Segar) per kilo sekitar Rp. 1700-an ke pabrik
dengan lahan plasma. Tetapi jika dijual sendiri ke Bengkulu sekitar Rp.
2000-an. Tiap pabrik juga memberikan harga yang berbeda-beda, dan

cara penaksiran waste yang berbeda pula. Biasanya dipotong antara


5% sampai 10 % dari hasil produksi. Jadi seandainya hasil kebun sawit
5 ton, maka hanya akan dihitung 4,5 ton saja dikalikan harga per
kilonya. Ini tergantung dari cara penaksiran jumlah buah panennya.
Jika yang dipanen masih banyak buah yang mentah, potongannya
akan semakin besar. Juga tiap petugas penaksir mempunyai selera
masing-2 dalam cara memotongnya.
Untuk pemupukan dilakukan rotasi 2x urea 1x pupuk TSP tiap
pemupukan.
Jadi jika dipupuk tiap 4 bulan jumlah pupuk yang dikeluarkan sekitar.
1. Pupuk Urea sampai 4 th. = 1,072 ton sekitar 1100 kg
2. Pupuk TSP sampai dengan 4 th = 0,455 ton sekitar 500 kg.
Biaya pupuk total sampai dengan umur 4 th.
Harga pupuk Urea sekitar Rp. 4000 s/d Rp. 5000 per kgnya.
Harga pupuk TSP sekitar Rp. 1600 s/d Rp. 2000 per kgnya.
Asumsi harga diambil tertinggi :
Urea => 1100 kg x Rp. 5000 = Rp. 5,5 jt.
TSP => 500 kg x Rp. 2000 = Rp. 1jt
Total Biaya Pupuk = 6,5 jt.
Biaya Penyemprotan
Penyemprotan disini adalah penyemprotan terhadap gulma, seperti
alang-2 atau rumput-2 liar yang dikhawatirkan menganggu
pertumbuhan tanamawan sawit. Penyemprotan dengan menggunakan
herbisida. Ada berbagai macam merek, dengan harga bervariasi. Yang
pernah saya tanyakan harganya 175 rb jadi masih dalam kisaran
ratusan ribu rupiah.
Alat untuk menyemprot sekitar 150 rb rupiah.
Penyemprotan 1 =
Biaya tenaga kerja = Rp. 60.000 per ha.
Dosis per HA sekitar 1 lt ditambah campuran air sekitar 300-an liter.

Setelah penyemprotan pertama biasanya rumpur liar (gulma) akan


menjadi kering berikutnya sekitar 6 bulan kemudian kembali disemprot
lagi untuk mematikan akar di gulma tersebut. 6 bulan kemudian untuk
memastikan seluruh akar mati kembali disemprot sekali lagi.
Perkiraan saya 3x penyemprotan dengan kebutuhan 1 lt herbisida,
biaya
tenaga kerja dan investasi alat + kerugian umur alat penyemprot
sekitar 1 jt.
Setelah 3 x penyemprotan biasanya akar rumput sudah habis dan akar2 juga sudah mati, gula akan tumbuh lagi sekitar 3 s/d 4 th lagi. Saat
itu akan dilakukan penyemprotan lagi jika gulma sudah mulai
mengganas.
Jadi biaya yang dibutuhkan sampai umur sekitar 4 th untuk
penyemprotan sekitar 1jt-an.
Biaya Pemangkasan Daun.
Dimaksudkan supaya tanaman sawit bisa tumbuh secara efektif
dilakukan pemangkasan daun. Di Sumatera perlakuan ini disebut
Muruning.
Ada 3 jenis Pemangkasan yaitu :
1. Pemangkasan Pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu
tanaman berumur 16 20 bulan.
2. Pemangkasan Produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk, untuk persiapan
panen dilakukan saat umur 20 28 bulan.
3. Pemangkasan Pemeliharaan
Membuang daun-daun yang tumbuh saling menumpuk secara rutin
sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sekitar 28 54 helai
daun.
Biaya yang dibutuhkan per hektar sekitar 80rb-an per Ha-nya
(persisnya saya kurang jelas) karena ada beberapa orang yang saya

Tanya memberikan harga berbeda-beda. Untuk bagian Pemangkasan


Pemeliharaan dilakukan sekitar 1 th sekali.
Jika dalam waktu 4 th kita lakukan 5 kali perlakuan pembersihan
(pemangkasan daun) maka dibutuhkan biaya sekitar 400 rb
diasumsikan 500 rb.
Jadi Total Biaya yang dibutuhkan sampai tanaman usia 4 th PER HA
kurang lebih :
1. Biaya pembelian lahan. = Rp. 5 jt.
2. Harga Bibit = 3,9 jt.
3. Biaya Pemupukan = 6,5 jt.
4. Biaya Penyemprotan terhadap Gulma = 1 jt.
5. Biaya pemangkasan daun = 500 rb.
Total 16,9 jt => 17 jt-an.
Setelah 4 th biasanya tanaman sawit sudah mulai bisa dipanen.
BIAYA SETELAH MASA TANAMAN BISA DI PANEN
Umur 4 th (asumsi 0,5 ton/HA per bulan)
Biaya Panen :
1. Biaya untuk ongkos tukang panen per janjang Rp. 600
1 jt umur 4 th sekitar 3-5 kg => 150 janjang = 90.000rb.
2. Biaya transportasi Rp. 100 rp per kg.
500 kg x 100 = 50.000 rb.
Total Biaya Produksi panen sekitar Rp. 140.000/HA per bulan.
Asumsi Hasil Panen umur 4 th (0,5 ton perbulan). Per kilo 1700 rp.
0,5 ton (500 kg) x 1700 = 850 rb.
Hasil akan naik seiring dengan umur tanaman :
Perkiraan sebagai berikut :
Tahun ke 6 10 => 1,2 ton 1,5 ton per HA tiap bulan
Tahun ke 11 15 => 1,6 ton 2,5 ton per HA tiap bulan

Jadi pada tahun ke 4 bisa mendapatkan hasil panen per HA per bulan
sekitar 700 rb per bulan. Jika dihitung secara sederhana 700 rb x 36
bulan = 25 jt-an.
Modal yang dikeluarkan sekitar 17 jt per HA sampai umur 4 th. Ada
selisih 8 jt-an yang bisa dipakai untuk ongkos produksi selama 3 th
tersebut (dari umur 4 th 7 th).
JADI ESTIMASI saya pada umur 7 th atau setelah sawit menghasilkan
yaitu umur 4 th, dimana ini berarti ada masa 3 tahun yang dibutuhkan
supaya BEP setelah panen.
Masa BEP yang sebenarnya sendiri saat umur 7 th. Setelah umur 7
tahun dimana hasil yang didapat untuk tiap HA juga naik sedang biaya
produksi untuk pupuk, pemangkasan daun, penyemprotan relative
sama dengan sebelum 4 th. Biaya yang naik adalah biaya ongkos
panen dan ongkos transportasi (biaya untuk mengangkut hasil panen)
sampai pabrik.

Prospek Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia


0 komentar

Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang sangat diperlukan
sebagai kegiatan

pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor

pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa

sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis
kelapa sawit. Dalam dokumen praktis ini digambarkan prospek pengembangan agribisnis saat ini
hingga tahun 2010, dan arah pengembangan hingga tahun 2025. Masyarakat luas, khususnya
petani, pengusaha, dan pemerintah dapat menggunakan dokumen praktis ini sebagai acuan.
Dokumen praktis ini didahului dengan penyajian peranan sektor pertanian, subsektor
perkebunan, dan agribisnis kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang
tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara, tetapi juga perkebunan rakyat dan
swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%),
perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu
ha (52,8%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil
produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543
ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 ribu ton (47,13%).
Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55% Sumatera, 11,45% Kalimantan,
2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas
perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton CPO/ha, perkebunan
perkebunan

swasta

negara 3,14 ton CPO/ha, dan

2,58

ton

CPO/ha.

Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung secara handal oleh 6 produsen
benih dengan kapasitas 124 juta per tahun. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin,
PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, dan PT. Bina Sawit Makmur masing-masing
mempunyai kapasitas 35 juta, 25 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, dan 25 juta. Permasalahan benih
palsu diyakini dapat teratasi melalui langkah-langkah sistematis dan strategis yang telah
disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan secara hatihati terutama
dengan pertimbangan penyebaran penyakit. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan
CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia
mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri
pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng,

masih belum berkembang, dan

kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000
baru

memproduksi

olekimia

10,8%

dari

produksi

dunia.
Dalam perdagangan CPO, Indonesia merupakan negara net exporter dimana impor dari Malaysia
dilakukan hanya pada saat-saat tertentu. Ekspor Indonesia masih di bawah Malaysia dimana
pada tahun 2002 hanya mencapai 6,3 juta ton atau sekitar 32,64% lebih rendah dibandingkan
Malaysia yang mencapai 11,2 juta ton atau sekitar 57,28% dari total ekspor dunia. Sementara
itu, impor CPO mulai menyebar ke berbagai negara dan Indonesia mengandalkan pasar di
Belanda dan Pakistan. Neraca perdagangan CPO, baik dunia maupun Indonesia, saat ini

cenderung berada pada posisi seimbang. Harga pada beberapa tahun terakhir cenderung
meningkat baik di pasar internasional dan domestik. Guna mendukung pengembangan agribisnis
kelapa sawit, peranan lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan, kelembagaan dan
kebijakan pemerintah cukup strategis. Lembaga penelitian dan pengembangan perkebunan
hingga saat ini telah berperan nyata melalui berbagai inovasi teknologi. Inovasi tersebut mulai
dari subsistem hulu, usahatani, hingga pengolahan produk hilir. Pada aspek kelembagaan,
berbagai organisasi, aturan dan pelaku usaha mulai berkembang. Sedangkan pada aspek
kebijakan, beberapa kebijakan perlu diperhatikan, khususnya kebijakan fiskal (perpajakan dan
retribusi),

dan

perijinan

investasi.

prospek, potensi, dan arah pengembangan agribisnis kelapa sawit.

Secara umum dapat

diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau
dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk.

Secara internal, pengembangan

agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang
masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi
ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di
hilir
tujuan dan sasaran pengembangan agribisnis tahun 2005-2010.

Sejalan dengan tujuan

pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah


1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas
ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
dan
2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang
(pupuk, obata-obatan dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan
produk turunannya. Sedangkan sasaran utamanya adalah 1) peningkatan produktivitas menjadi
15 ton TBS/ha/tahun, 2) pendapatan petani antara US$ 1,500 2,000/KK/tahun, dan 3) produksi
mencapai

15,3

juta

ton

CPO

dengan

alokasi

domestik

juta

ton.

Kebijakan, strategi dan program pengembangan agribisnis perkebunan. Arah kebijakan jangka
panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.
pengembangan

agribisnis

kelapa

sawit

meliputi

Dalam jangka menengah kebijakan


peningkatan

produktivitas

dan

mutu,

pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana
pengembangan.
Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan
horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat,

pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan
kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar.
Strategi tersebut didukung dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan
kebijakan pemerintah yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam
implementasinya, strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung dengan programprogram yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan
(perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan
pemberdayaan

masyarakat)

hingga

evaluasi.

Kebutuhan investasi pengembangan agribisnis kelapa sawit untuk pembagunan 350.000 ha


kebun plasma dan inti dan 58 unit pengolahan CPO di Indonesia Barat dan Timur, peremajaan
100.000 ha kebun di kedua wilayah (tanpa pembangunan unit pengolahan) dan kebutuhan
investasi industri biosiesel kapasitas. Pembangunan dilaksanakan setiap tahun dari tahun 2006
hingga 2010 dengan investor petani plasma, perusahaan inti dan pemerintah.
Kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit 350.000 ha per tahun untuk lima tahun
ke depan adalah Rp. 73.462.679.150.000 (Rp. 73,46 trilyun). Kebutuhan investasi di Indonesia
Barat (150.000 ha) adalah Rp. 29.030.510.250.000 (investasi petani plasma sebesar Rp.
16.831.607.940.000, perusahaan inti sebesar Rp. 9.393.827.310.000 dan pemerintah sebesar
Rp.

2.805.075.000.000). Kebutuhan investasi di Indonesia Timur (200.000 ha) adalah Rp.

44.432.168.900.000 (investasi petani plasma sebesar Rp. 25.433.332.660.000, perusahaan inti


sebesar

Rp.

15.882.086.240.000

dan

pemerintah

sebesar

Rp.

3.116.750.000.000).

Kebutuhan investasi untuk peremajaan kebun kelapa sawit 100.000 ha per tahun untuk lima
tahun ke depan adalah Rp. 14.611.495.686.000 (Rp. 14,6 trilyun). Kebutuhan investasi untuk
peremajaan 80.000 ha di Indonesia Barat adalah Rp. 10.751.856.210.000 (investasi petani
plasma sebesar Rp. 7.963.955.769.000, perusahaan inti sebesar Rp. 2.437.987.941.000 dan
pemerintah sebesar Rp. 349.912.500.000). Kebutuhan investasi untuk peremajaan 20.000 ha di
Indonesia Timur adalah

Rp.3.859.639.476.000 (investasi petani plasma sebesar Rp.

3.005.753.730.000, perusahaan inti sebesar Rp. 741.010.746 dan pemerintah sebesar Rp.
112.875.000.000).
Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun
peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan penguatan kelembagaan
melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan.
Pemilikan saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan penjualan
hasil

atau

dari

hasil

outsourcing

dana

oleh

organisasi

petani.

Kebutuhan investasi untuk pengembangan pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton per tahun (6.600
kl per tahun) dan kapasitas 100.000 ton per tahun (110.000 kl per tahun) masing-masing adalah
Rp. 12 milyar dan Rp. 180 milyar. Apabila setiap tahun dibangun 1 pabrik skala kecil dan besar,
maka total biaya investasi yang diperlukan dalam 5 tahun ke depan Rp. 860 milyar. Nilai investasi
tersebut

diperlukan

untuk

membeli

peralatan

dan

mendirikan

bangunan

pabrik.

Dukungan kebijakan sarana dan prasarana serta regulasi. Dukungan kebijakan diharapkan
diperoleh dari Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Deparetemen Keuangan,
Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara BUMN, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kantor Menteri Negara Usaha Kecil, Menengah dan
Koperasi, Pemerintah Daerah, dan Kejaksaan Agung serta Kepolisian.
Share this article :

Biaya Pembuatan Kebun Sawit


0 komentar

Dalam penanaman kelapa sawit maka ada beberapa jenis pekerjaan yang akan di lakukan yaitu
mulai dari pembukaan lahan, penanaman, pembuatan jalan dan parit serta pemeliharaan
menjelang panen. saat ini biaya untuk investasi pembuatan kebun kelapa sawit adalah sekitar
Rp. 40.000.000/Ha.
Berikut adalah cara menghitung atau analisa investasi untuk menanam kebun kelapa sawit
hingga berproduksi dalam satu hektar :
1. Pembukaan lahan
a.
b.

Imas

Rp.

Tumbang/Cincang

c. Stacking
2. Penanaman

700.000
Rp.

Rp. 3.500.000

1.000.000

a.

Bibit

Rp.

b. Pancang/Lobang/tanam

4.760.000

Rp. 2.720.000

3. Pembuatan Jalan
a. Alat Berat & Sirtu
Sub Total Biaya Hingga Tanam

Rp. 5.000.000
Rp. 17.680.000

4. Pemeliharaan Hingga Panen


a. Perawatan (semprot/pupuk/hama)

Rp. 22.000.000

Total Biaya investasi kebun sawit hingga panen Rp. 39.680.000


Demikian dulu informasi gambaran tentang biaya investasi kebun kelapa sawit, semoga
membantu. Untuk informasi detail dapat menghubungi kami.

ydtktykdykdtykdk

Anda mungkin juga menyukai