BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Latar Belakang ..................................................................................................... 2
b. Tujuan .................................................................................................................... 3
2. Kemitraan Terpadu................................ ................................ ...... 4
a. Organisasi ............................................................................................................. 4
b. Pola Kerjasama .................................................................................................... 6
c. Penyiapan Proyek ................................................................................................ 7
d. Mekanisme Kerjasama ....................................................................................... 8
e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................................... 9
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ .......11
a. Peluang Pasar ..................................................................................................... 11
b. Situasi Persaingan............................................................................................. 12
c. Preferensi Konsumen ........................................................................................ 13
4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........15
a. Krisan ................................................................................................................... 15
b. Anyelir .................................................................................................................. 18
c. Anggrek................................................................................................................ 21
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........28
a. Krisan ................................................................................................................... 28
b. Anyelir .................................................................................................................. 30
c. Anggrek................................................................................................................ 33
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 36
a. Aspek Sosial Ekonomi ...................................................................................... 36
b. Dampak Lingkungan ......................................................................................... 36
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 40
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Tanaman hortikultura, khususnya bunga potong (cut flower) merupakan
komoditi yang sangat khas, di mana para pengusaha dituntut untuk lebih
memberikan perhatian khusus dalam pengusahaannya yang didasarkan atas
ketrampilan seni, ketrampilan dalam hal penguasaan teknologi budidaya dan
kemampuan dalam memperdagangkan hasil produksi. Pengusaha bunga
potong juga dituntut dapat untuk memperdagangkan produksinya dalam
keadaan segar dan menampilkan bentuk dan warna produksinya yang secara
artistik mampu menarik calon konsumen.
Sejalan dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,
maka konsumsi bunga potong akan cenderung meningkat.Persepsi
masyarakat terhadap bunga potong semakin positif sehingga penggunaan
bunga potong tidak hanya terbatas untuk sekedar hiasan belaka, tetapi juga
dapat diberikan untuk ucapan selamat, ucapan simpati, kegiatan keagamaan,
upacara perkawinan, dan sebagainya. Dengan makin luasnya penggunaan
bunga potong, maka persaingan dalam pengembangan komoditi ini juga
semakin meningkat. Pengembangan teknologi yang memungkinkan untuk
menghasilkan bunga potong berwarna-warni, bentuk yang menarik, tahan
lama dan harganya relatif terjangkau. Adanya segmen pasar untuk
masyarakat golongan tertentu yang mempunyai selera eksklusif dan fanatik
terhadap jenis bunga tertentu yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri
menyebabkan semakin meningkatnya impor bunga potong. Di lain pihak,
lembaga-lembaga penelitian dan para nursery di dalam negeri telah
mengembangkan varietas-varietas baru yang mempunyai daya saing yang
kuat dengan produk impor, juga dengan adanya teknologi budidaya yang
semakin dikuasai dan efisien menyebabkan harga jual bunga potong mampu
bersaing dengan produk impor. Hal ini mendorong ekspor bunga potong
Indonesia ke luar negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, peluang pengembangan
agribisnis bunga potong semakin prospektif. Hal ini disebabkan karena
potensi pasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri masih tetap
terbuka. Dengan adanya peluang pengembangan usaha bunga potong
tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani.
Seperti telah disinggung di atas, bahwa usaha ini memerlukan perhatian
yang khusus dalam hal pemasaran hasil, maka pola kemitraan usaha yang
saling menguntungkan antara para petani penghasil bunga potong atau
eksportir bunga (florist atau flowershop), koperasi pemasar bunga potong
atau eksportir bunga potong sangat diperlukan. Pada umumnya pengusaha
bunga potong tersebut, selain menguasai pasar juga menguasai teknik
budidaya yang dapat dialihkan kepada petani. Bagi para pengusaha besar,
mereka diuntungkan dengan adanya pasokan bunga yang tetap dan tidak
2. Kemitraan Terpadu
a. Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu
yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri
Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang
usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan
bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.
1.Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi
anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama
sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa
KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi
sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani
oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa
diberikan oleh Perusahaan Mitra.
a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi
(mewakili
anggotanya)
dengan
perusahaan
perkebunan/pengolahan/eksportir.
c.
d.
e.
10
3. Aspek Pemasaran
a. Peluang Pasar
Aspek pemasaran bunga potong merupakan aspek yang penting karena hal
ini menyangkut kelangsungan usaha para petani dan pengusaha bunga
potong. Pasar bunga potong mempunyai ciri tersendiri yang pada segmen
pasarnya; Banyaknya petani/pengusaha yang berkecimpung dalam usaha
bunga potong, mengharuskan seorang petani/pengusaha untuk dapat
menentukan
segmen
pasar
produknya
yang
dianggap
paling
menguntungkan. Adanya beberapa segmen pasar bunga potong, seperti
florist, dekorator, hotel, restoran, perkantoran, catering, supermarket dan
lain-lain, menunjukkan bahwa usaha bunga potong diyakini masih memiliki
peluang yang layak untuk dikembangkan. Hasil penelitian soekartawi (1996)
di Surabaya menunjukkan bahwa elastisitas permintaan terhadap bunga
potong mencapai 0,214. Hal ini menunjukkan bahwa usaha bunga potong
masih mempunyai peluang usaha yang cukup baik untuk dikembangkan.
Indikator lain yang menunjukkan optimisme terhadap prospek usaha bunga
potong tersebut adalah bahwa Indonesia, selain mengimpor juga
mengekspor bunga potong (lihat Tabel 1.). hal ini menunjukkkan bahwa
komoditi bunga potong bersifat elastis terhadap permintaan.
Tabel 1.
Ekspor Dan Impor Tanaman Hias (Bunga-Bungaan) di Indonesia
Ekspor
Tahun
Volume
(Ton)
Neraca (Ekspor-
Impor
Nilai
(000
US$)
Volume
(Ton)
Impor)
Nilai
(000
US$)
Volume
Nilai
(Ton)
(000 US$)
1986
730
291
77
523
653
(232)
1987
1.102
608
20
114
1.082
494
1988
1.652
1.371
70
553
1.582
818
1989
464
1.937
103
1.059
361
878
1990
307
174
409
1.172
(102)
(998)
1991
507
688
279
1.146
228
(458)
1992
1.421
2.155
48
1.183
1.373
972
1993
2.182
2.604
21
599
2.161
2.005
1994
1.558
2.147
32
337
1.526
1.810
1995
695
1.630
111
640
584
990
11
1996
739
1.752
214
817
525
935
1997
182
315
98
1.330
84
(1.015)
1998
18
5
68
426
(50)
(421)
Keterangan : untuk tahun 1998 angka yang tercantum s/d Oktober 1998
Sumber : Direktorat Binus dan Pangolahan Hasil TPH, Deptan, 1999
Pertumbuhan permintaan bunga potong untuk konsumsi di dalam negeri
diperkirakan antara 15 - 20% per tahun (Trubus no. 329, April 1997).
Dengan pertumbuhan tersebut, diperkirakan pada tahun 2005 permintaan
dalam negeri mencapai Rp 186 - 428 miliar. Dalam hal ekspor bunga potong,
nilai ekspor Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan peluang yang
ada. Diperkirakan peluang ekspor dunia untuk florikultura pada tahun 2007
mencapai US$ 120 miliar. Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai ekspor bungabungaan Indonesia pada tahun 1998 (Jan - Okt) hanya mencapai US$ 5.000,
jauh berkurang dibandingkan pada tahun 1993 yang mencapai US$
2.604.000, sementara itu jika pada tahun 1993, Indonesia mengekspor lebih
banyak dari pada mengimpornya, maka pada tahun 1998, hal yang
sebaliknya terjadi. Dengan melihat kondisi saat ini, di mana nilai tukar rupiah
melemah terhadap mata uang asing, Indonesia berpeluang besar untuk
mengekspor bunga-bungaan karena harganya yang kompetitif dan juga
dapat meningkatkan pemasaran di dalam negeri, karena harga bunga di
dalam negeri dapat bersaing dengan bunga impor.
b. Situasi Persaingan
Produsen florikultura yang terbesar di dunia adalah negeri Belanda. Pada
tahun 1995, negeri tersebut menguasai 59% dari pangsa pasar dunia.
Negara-negara lain yang berperan dalam perdagangan dunia florikultura
antara lain adalah Kolumbia (10%), Italia (6%), Israel (4%), Spanyol (2%),
dan Kenya (1%) Di kawasan Asia Tenggara, beberapa negara produsen
florikultura yang perlu diperhitungkan adalah Thailand dan Malaysia.
Pemilihan jenis komoditas yang tepat penting sekali sebagai strategi
pemasaran bunga potong ke manca negara. Pemilihan tersebut disesuaikan
dengan struktur permintaan dunia. Permintaan dunia akan florikultura terdiri
dari 55% bunga, 5% anggrek dan sisanya tanaman hias daun, sedangkan di
Indonesia, komposisinya berbeda, yaitu 60% untuk tanaman hias daun,
anggrek 25% dan bunga potong hanya 15% (Trubus No. 329, April 1997).
Untuk meningkatkan ekspor maka produksi florikultura di Indonesia harus
lebih diarahkan pada pengembangan bunga potong, khususnya dalam hal
penyediaan varietas baru yang unggul. Hal ini disebabkan oleh tingginya
ketergantungan Indonesia pada bibit bunga impor dan faktor bibit tersebut
penting sekali, karena 30 - 35% biaya produksi berasal dari pembelian bibit.
12
c. Preferensi Konsumen
Menurut hasil penelitian Soekarwati (1996) di kota Surabaya, jenis bunga
yang dibeli oleh florist, flowershop dan perhotelan berbeda (Tabel 2). Dari 3
(tiga) jenis bunga yang diteliti, yaitu anyelir, krisan dan anggrek, bunga
anyelir adalah yang paling banyak dibeli oleh florist dan flowershop,
sedangkan untuk perhotelan yang paling banyak dibeli adalah mawar. Di
urutan kedua untuk florist adalah bunga krisan, sedangkan untuk flowershop
dan perhotelan jenis bunga pada urutan kedua banyak dibeli adalah bunga
gerbera. Jenis bunga yang paling sedikit dibeli dari keempat jenis bunga
tersebut adalah mawar untuk florist, anyelir untuk perhotelan dan bunga
mawar dan krisan untuk flowershop.
Tabel 2.
Jumlah Pembelian Bunga Potong Oleh Florist, Plowershop dan Hotel
di Surabaya Tahun 1994
Jenis Bunga
Rata-rata (Tangkai/Bulan)
Florist Flowershop Hotel
Anyelir
678
282
128
Krisan
656
182
140
Garbera
580
260
208
Mawar
525
182
240
Sumber : Soekartawi, manajemen Agribisnis Bunga Potong, UtP 1996
Jenis bunga yang paling banyak dipasarkan di negeri Belanda pada tahun
1990 dan 1991 adalah mawar, hal ini sesuai dengan jenis bunga yang paling
banyak dibeli oleh perhotelan di Surabaya. Kemudian urutan berikutnya
adalah bunga krisan yang juga banyak diminati oleh florist. Pada Tabel 3.
Berikut ini dapat dilihat sepuluh besar bunga potong yang dipasarkan di
negeri Belanda.
13
Tabel 3.
Hasil Penjualan Sepuluh Besar Bunga Potong Di Negeri Belanda (Juta Gulden)
No.
Jenis Bunga
1990
1991
Mawar
704
825
Krisan
565
598
Anyelir
276
292
Tulip
238
254
Lili
212
231
Freesia
150
168
Gerbera
126
143
Cymbidium
96
109
Gypsophilla
108
108
10 Alstomeria
67
79
Sumber : Trubus No. 290, Januari 1994.
14
4. Aspek Produksi
a. Krisan
Krisan, seruni atau chrysanthemum bukan tanaman asli Indonesia, tetapi
dari Cina. Krisan mempunyai banyak spesies, antara lain : Chrysanthemum
indicum (berbunga kuning), Chrysanthemum morifolium (ungu dan pink) dan
Chrysanthemum daisy (bulat, pompon). Tanaman krisan dapat sebagai
tanaman musiman (annual) atau tahunan (parennial). Jika sikius hidupnya
hanya sampai menghasilkan bunga, tanaman ini termasuk musiman, tetapi
jika setelah tanaman dipanen bunganya kemudian tanaman dibiarkan
berbunga kembali secara periodik, maka tanaman ini termasuk tahunan
1). lklim Mikro
Tanaman krisan memerlukan suhu antara 20-26oC untuk pertumbuhan dan
1618oC untuk pembungaan. Dengan demikian ketinggian lokasi yang sesuai
dengan kondisi suhu tersebut adalah antara 700 - 1.200 m dpi. Kelembaban
udara yang optimal untuk pertumbuhan krisan adalah 70 - 90%.
2).Penanaman
Waktu penanaman krisan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi di mana
pada saat panen bunga bertepatan dengan hari-hari besar, karena pada
waktu itu permintaan bunga cenderung meningkat.
Budidaya krisan di Indonesia pada umumnya dilakukan di dalam rumah
naungan (shading house). Penggunaan rumah ini dimaksudkan untuk
melindungi tanaman dari terpaan angin, perubahan suhu, terik matahari,
curah hujan yang berlebihan dan hama pengganggu tanaman.
Sebelum bibit ditanam, dilakukan pengolahan tanah yang dilanjutkan dengan
pembuatan bedengan. Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman krisan
adalah tanah yang bertekstur liat berpasir, gembur, berdrainase baik dan
mempunyai pH antara 5,5 - 6,7. Setelah kondisi lahan tersebut siap untuk
ditanami, dibuat lubang-lubang tanaman dengan jarak 12,5 x 12,5 cm,
sehingga diperlukan bibit tanaman sebanyak 64 bibit per m 2 Semmggu
sebelum penanaman bibit, tanah diberi pupuk dasar yang berupa campuran
pupuk ZA 75 gram, TSP 75 gram dan KCI 25 gram untuk setiap m2 lahan.
Bibit krisan umumnya masih didatangkan dari breeder di luar negeri, namun
demikian ada juga yang dikembangkan di dalam negeri oleh Balai Penelitian
Departemen Pertanian. Bibit yang berasal dari luar negeri mempunyai warna
dan bentuk yang menarik, tetapi petani harus membayar royalty kepada
pemberi bibit, sedangkan bibitnya dari dalam negeri dapat diusahakan untuk
diperbanyak sendiri.
15
3).Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharan tanaman antara lain meliputi
penyulaman, pengairan, pemupukan, pengaturan cahaya dan pemberantasan
hama penyakit.
Penyulaman
Penyulaman sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu 10 - 15 hari setelah
tanam. Bibit tanaman yang mati atau layu diganti dengan bibit yang baru.
Pengairan
Pengairan dapat dilakukan dengan cara menyiram tanaman langsung dari
gembor, sedangkan plastik atau menggunakan sistem irigasi curah
(sprinkler) atau irigasi tetes (drip). Tanaman yang berumur 1 - 2 minggu
sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga penyiraman dapat dilakukan
setiap hari. Kemudian penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan dengan
melihat kondisi tanah. Kebutuhan air untuk penyiraman rutin umumnya
sekitar 3 - 5 liter per m2
Pemupukan
Jenis dan dosis pupuk yang diberikan tergantung dari fase tanaman. Untuk
fase pertumbuhan, pupuk yang diberikan adalah urea 200 gram, ZA 200
gram dan KNO3 100 gram untuk setiap m2 lahan, sedangkan kan pada fase
pembungaan, pupuk yang diberikan adalah urea 10 gram, TSP 10 gram, ZA
15 gram dan KNO3 25 gram untuk setiap m2 lahan.
Untuk memacu pertumbuhan, tanaman diberi pupuk daun, sedangkan untuk
menghambat pertumbuhan tanaman pada fase pembungaan, dapat
digunakan zat penghambat pertumbuhan tanaman seperti Alar (dominozide)
dan Guitar (paclobutrazol) dengan dosis 1.500 - 3.000 ppm untuk Alar 97%
dan 75 - 100 ppm untuk Cultar. Sebaiknya volume yang digunakan adalah
10 liter untuk 100 m2 lahan
Pengaturan Cahaya
Tanaman krisan termasuk tanaman yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan cahaya (fotoperiodesitas), baik dalam fase pertumbuhan
maupun fase pembungaan. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,
tanaman krisan memerlukan ketersediaan cahaya antara 14 - 16 jam/hari,
sedangkan untuk fase pembuangan, tanaman ini memerlukan panjang hari
kurang dari 12 jam/hari. Dengan demikian untuk memacu pertumbuhan
tanaman, perlu ditambahkan cahaya buatan yang berasal dari lampu pijar
atau TL. Jika digunakan lampu buatan yang berasal dari lampu pijar, maka
intensitas cahaya pada daerah tergelap minimal 70 lux, sedangkan jika
16
17
Daun hijau segar, tidak kering dan tidak terserang hama penyakit, seperti
leaf miner, white rust, dan sebagainya;
Bentuk bunga normal dan tidak ada kelainan-kelainan yang menyimpang dari
bentuk atau warna aslinya.
Grade II
Bunga mekar, segar, boleh bergerombol tetapi tidak terserang hama
penyakit;
Batang boleh agak kecil tetapi harus lurus dengan panjang minimal 50 cm;
Kriteria lain sama dengan kriteria grade I dengan sedikit toleransi, misalnya
jika daun terserang hama penyakit tetapi tidak terlalu parah masih dapat
dimasukkan dalam grade II.
Pada saat panen bunga, langsung dilakukan pengikatan di lapangan. Bunga
yang diikat adalah yang sejenis dan sama gradenya. Jumlah tangkai bunga
per ikat disesuaikan dengan besarnya diameter bunga, yaitu minimal
berdiameter 20 cm bila dibungkus dan jumlah tangkainya minimal 10 tangkai
bunga. Bunga yang sudah diikat, disimpan dalam wadah yang berisi air.
Setelah 10 ikat, ikatan tersebut sebaiknya cepat dibawa ke bagian sortasi
dan dibungkus dengan kertas pembungkus. Produktifitas krisan cukup baik
jika diperoleh 5 bungkus setiap 1 m2 atau 50 tangkai bunga per m2.
b. Anyelir
Anyelir atau carnation bukan tanaman asli Indonesia, tetapi masuk ke
Indonesia dibawa oleh penggemar-penggemar bunga dari Belanda ke
Indonesia beberapa abad yang lalu. Di pasaran anyelir terdiri dari sekurangkurangnya 8 varietas sesuai warnanya yaitu Donna, Orange, Orange garis,
Ungu Garis, Kuning garis, Pink muda, Merah dan Salem.
Tanaman bunga anyelir berumur produktif selama kurang lebih satu tahun
yaitu sekitar 5 bulan masa pertumbuhan dan 7 bulan masa menghasilkan
bunga.
1). lklim Mikro
Tanaman anyelir memerlukan suhu antara 20 26oC untuk pertumbuhan dan
18 20oC untuk pembungaan. Dengan demikian ketinggian lokasi yang sesuai
dengan kondisi suhu tersebut adalah antara 800 - 1.500 m dpi. Kelembaban
udara yang optimal untuk pertumbuhan anyelir adalah 70 - 90%.
18
2). Penanaman
Budidaya anyelir di Indonesia pada umumnya dilakukan di dalam rumah
naungan (shading house). Penggunaan rumah ini dimaksudkan untuk
melindungi tanaman dari terpaan angin, perubahan suhu, terik matahari,
curah hujan vana berlebihan dan hama pengganggu tanaman.
Sebelum bibit ditanam, dilakukan pengolahan tanah yang dilanjutkan dengan
pembuatan bedengan. Empat unit shading house ukuran 210 m2 memiliki
bidang tanam masing-masing 120 m2 sehingga seluruhnya terdapat 480 m2
Dengan jarak tanam sekitar 25 cm x 25 cm maka dapat ditanam 9.640
tanaman. Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman anyelir adalah tanah
yang bertekstur liat berpasir, gembur, berdrainase baik dan mempunyai pH
antara 5,5 - 6,7. Seminggu sebelum penanaman bibit, tanah diberi pupuk
dasar yang berupa campuran pupuk ZA 75 gram, TSP 75 gram dan KCI 75
gram untuk setiap m2 lahan.
Bibit anyelir umumnya masih didatangkan dari breder di luar negeri, namun
demikian ada juga yang dikembangkan di dalam negeri oleh Balai Penelitian
Departemen Pertanian. Bibit yang berasal dari luar negeri mempunyai warna
dan bentuk yang menarik, tetapi petani harus membayar royalty kepada
pemberi bibit, sedangkan yang bibitnya dari dalam negeri dapat diusahakan
untuk dapat diperbanyak sendiri. Kondisi saat ini para petani lebih
mengutamakan bibit dalam negeri karena tingginya royalty yang harus
dibayar, sementara itu para konsumen, terutama para "florist" juga
cenderung menggunakan bunga dari varietas dengan bibit lokal karena
tersedia di pasar lokal.
3). Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman antara lain meliputi
penyulaman, pengairan, pemupukan, pengaturan cahaya dan pemberantasan
penyakit.
Penyulaman
Penyulaman sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu 10 - 15 hari setelah
tanam. Bibit tanaman yang mati atau layu diganti dengan bibit yang baru
Pengairan
Pengairan dapat dilakukan dengan cara menyiram tanaman langsung dari
gembor, selang plastik atau menggunakan sistem irigasi curah (sprinkler)
atau irigasi tetes (drip). Tanaman yang berumur 1 - 2 minggu sangat peka
terhadap kekurangan air, sehingga penyiraman dapat dilakukan setiap hari.
Kemudian penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan dengan melihat kondisi
tanah. Kebutuhan air untuk penyiraman rutin umumnya sekitar 3 - 5 liter per
m2
Bank Indonesia Budidaya Bunga Potong
19
Pemupukan
Jenis dan dosis pupuk yang diberikan dari fase tanaman. Untuk fase
pertumbuhan, pupuk yang diberikan adalah urea 200 gram, ZA 200 gram
dan KNO3 100 gram untuk setiap m2 lahan, sedangkan pada fase
pembungaan, pupuk yang diberikan adalah urea 10 gram, TSP 10 gram, ZA
15 gram dan KNO3 25 gram untuk setiap m2 lahan.
Perlindungan Tanaman
Perlindungan tanaman diperlukan untuk melindungi tanaman dari serangan
hama dan penyakit yang dapat merugikan tanaman. Cara perlindungan
tanaman disesuaikan dengan kondisi yang ada, baik dengan kultur teknis,
mekanis, biologis maupun kimiawi.
4).Panen Dan Pasca Panen
Tanaman anyelir berbunga pada periode umur 5 bulan sampai dengan 12
bulan setelah bibit ditanam, dan dalam periode itu setiap tanaman
menghasilkan sekurang-kurangnya 6 tangkai bunga yang berkualitas baik
(grade1). Saat panen yang tepat pada anyelir standar adalah ketika bunga
telah setengah mekar atau 3 - 4 hari sebelum mekar penuh. Umur bunga
potong, jika tidak ditangani dengan baik hanya 2 hari. Bunga yang
seharusnya dipotong harus segera dipotong, karena keterlambatan panen
akan menurunkan kuafitas bunga.
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan jika tanah dalam
keadaan kering, sebaiknya tanah disiram dulu sampai basah sehingga
tanaman yang akan dipotong menjadi segar dan tidak layu.
Pada waktu pemanenan bunga, sebaiknya dilakukan juga seleksi bunga
berdasarkan kualitasnya (grade I dan II). Bunga yang tidak termasuk grade I
dan II sebaiknya tidak dipanen dan dibuang. Pada kondisi normal bunga
bunqa yanq termasuk grade I sekurang-kurangnya 75%. Mengingat bunga
yang bernilai jual baik dan mudah penjualannnya adalah yang grade I maka
dalam analisis finansial asumsi penjualan didasarkan pada penjualan bunga
grade I.
Grade I
Bunga mekar (tidak terlalu mekar atau terlalu kuncup), segar, tidak
terserang hama penyakit seperti apid, thrips dan sebagainya, tidak ada
bercak, pada pinggir bunga tidak ada busuk kehitaman dan tidak ada luka;
Batang besar (sesuai dengan jenisnya), tegar, lurus dan panjang minimal 60
cm;
20
Daun hijau segar, tidak kering dan tidak terserang hama penyakit, seperti
leaf miner, white rust, dan sebagainya;
Bentuk bunga normal dan tidak ada kelainan-kelainan yang menyimpang dari
bentuk atau warna aslinya.
Grade II
Bunga mekar, segar dan tepi tidak terserang penyakit;
Batang boleh agak kecil tapi harus lurus dengan panjang minimal 50 cm;
Kriteria lain sama dengan kriteria grade I dengan sedikit toleransi, misalnya
jika daun terserang hama penyakit tetapi tidak terlalu parah masih dapat
dimasukkan dalam grade II.
Pada saat panen bunga, langsung dilakukan pengikatan di lapangan. Bunga
yang diikat adalah yang sejenis dan sama gradenya. Jumlah tangkai bunga
per ikat disesuaikan dengan besarnya diameter bunga, yaitu minimal
berdiameter 20 cm bila dibungkus dan jumlah tangkainya minimal 10 tangkai
bunga. Bunga yang sudah diikat, disimpan dalam wadah yang berisi air.
Setelah 10 ikat, ikatan tersebut sebaiknya cepat dibawa ke bagian sortasi
dan dibungkus dengan kertas pembungkus.
c. Anggrek
Tanaman anggrek yang diperjual-belikan sebagai komoditas dari tanaman
anggrek meliputi : Benih dalam botol; Benih dalam community pot (compot),
tanaman kecil (seedling kecil); dan tanaman sedang dan besar (Booming size
= siap berbunga).
Komoditas yang dirumuskan dalam model ini ialah seedling kecil dan
booming size yang diproduksi oleh grower (petani peserta proyek). Seedling
kecil adalah anggrek yang telah berumur 8 - 12 bulan dari compot.
Sedangkan booming size adalah seedling yang pemeliharaannya dilanjutkan
hingga 6 bulan berikutnya, sehingga kuncup bunganya mulai tumbuh (siap
berbunga).
Karakteristik seedling kecil : (a) ditanam pada suatu pot Seedling secara
individual; (b) berumur 8 - 12 bulan: dan (c) panjang daun rata-rata 12 cm
Adapun karakteristik booming size adalah ; (a) ditanam pada suatu pot
ukuran 15-20 cm secara individual; (b) berumur 6 bulan sejak seedling kecil;
(c) panjang daun rata-rata 20 cm; dan (d) kuncup bunga rata-rata sekitar 5
buah.
21
22
23
yang dikelola secara profesional dengan memiliki koleksi pohon induk yang
terpilih dan menggunakan teknologi serta sarana peralatan modern.
Dengan bibit yang telah teruji melalui penelitian berkelanjutan, akan
diperoleh hasil berupa tanaman anggrek yang mempunyai produktifitas
tinggi, mudah tumbuh, sehat, warna bunga menarik dan kekar pada masa
hidupnya.
Syarat-syarat bibit yang bermutu dan mudah dipasarkan adalah : (a) Jenis
yang disukai konsumen sesuai dengan kondisi agroklimat perkotaan,
misalnya suatu lokasi yang iklimnya sesuai dengan habitat tanaman tersebut
(b) Persentase bibit yang paling banyak digemari sesuai lokasi
pengembangan suatu daerah serta jenis-jenis tertentu yang merupakan
varietas-varietas modifikasi tropis.
Kebutuhan compot bibit anggrek bagi grower harus dipasok oleh perusahaan
inti, yang dalam prosesnya bisa bekerjasama dengan koperasi. Setiap
compot berisi 80 - 100 pohon (seedling kecil), yang dalam proses seleksi
diharapkan akan menghasilkan 80 pohon yang siap jual. Harga compot
adalah Rp 75.000 per compot. Kebutuhan seedling per m 2 160 pot, sehingga
dengan lahan seluas 250 m2 dibutuhkan 40.000 seedling kecil atau 500
compot.
4). Tahapan Proses Produksi Anggrek
Secara umum proses atau urutan produksi bunga anggrek adalah kegiatan
pemilihan induk, penyilangan, hasil silangan ditumbuhkan, diseleksi yang
baik, hasil seleksi dikioning dengan metode kultur jaringan. Sedangkan tahap
proses pertumbuhan anggrek dari benih hingga tingkat flowering size, adalah
sebagai berikut:
Flask --> Compot --> Seedling --> Medium Size --> Booming size -->
Flowering Size
Tahap flask merupakan proses di laboratorium. Di sini, benih dimasukkan ke
dalam media botol selama 1,5 - 2 tahun, atau sampai sudah nampak tumbuh
menjadi tanaman lengkap yang berdaun, batang, dan berakar atausampai
tumbuh tunas 1,5-2 cm.
Pada tahap compot (community pot), benih yang sudah nampak tumbuh
menjadi tanaman lengkap tersebut dipindah dan ditanam pada pot kecil yang
berdiameter 10-15 cm. Setiap pot berisi 80-100 pohon.
Setelah anggrek yang ditanam pada compot mencapai tinggi 3-5 cm,
diperkirakan berumur 4 - 6 bulan dari saat dipindahkan ke atas compot.
Selanjutnya masing-masing anggrek dipindah dan ditanam pada pot individu
kecil berdiameter 46 cm dan dibiarkan tumbuh hingga mencapai tinggi 68 cm
(seedling kecil), diperkirakan berumur 810 bulan compot.
Bank Indonesia Budidaya Bunga Potong
24
25
persenyawaan dalam sel. Jasad renik itu tidak terlihat secara kasat mata;
yang dapat dilihat hanyalah akibat serangannya, berupa pembusukan pada
batang, akar atau bercak-bercak hitam pada tanaman.
Usaha preventif yang dapat dilakukan dalam pengedalian hama dan penyakit
pada tanaman anggrek antara lain : kebersihan tempat tumbuh tanaman;
menguasai pengetahuan tentang pupuk, insektisida, fungisida yang
diperlukan oleh tanaman, pemakaiannya harus rutin dan disiplin ; menjaga
kebersiahn kebun, mengusahakan sirkulasi udara yang lancar bagi tanaman,
pemberian air yang sesuai kebutuhan tingkat tumbuh; serta pemasangan
jaring anti hama di sekeliling kebun. Periksa dengan teliti bibit atau pohon
yang kemungkinan bahwa penyakit ikut masuk dalam kebun.
6). Panen Dan Pasca Panen
Pengepakan dan pengiriman bunga anggrek adalah kegiatan yang penting
dalam bisnis anggrek, baik sebagai breeder maupun sebagai grower karena
pengepakan yang baik akan menjamin tanaman atau bunga sampai kepada
pembeli dalam kondisi yang tetap baik dan segar.
Tujuan dari pengepakan dan pengiriman adalah melindungi tanaman dan
bunga secara fisiologis agar aman, tidak rusak dan tetap segar sehingga
barang dapat diterima oleh konsumen tepat waktu dan memuaskan.
Tujuan pengepakan bunga anggrek adalah untuk memperpanjang ketahanan
bunga dari gangguan luar serta menghambat proses kelayuan. Hal yang
perlu diperhatikan adalah waktu pengiriman maksimum harus dapat sampai
tujuan 1 x 24 jam setelah selesai pengepakan.
Pengiriman jarak dekat dilakukan dengan keadaan terbaik, agar sirkulasi
udara dan tekanan udara tetap waiar dan bunga berada pada kondisi yanng
waiar Bila pengiriman mensyaratkan dibungkus khusus, yakni dengan
memberikan tutup plastik yang diisi larutan crysal pada pangkal tangkai,
kemudian dimasukkan dalam dos yang kemudian didinginkan pada suhu 10 12C, selama satu jam, kemudian karton ditutup.
Pengiriman bunga anggrek jarak jauh perlu perlakuan yang lebih khusus lagi.
Bunga yang baru dipotong diangin-anginkan selama 2 - 3 jam sambil
dilakukan seleksi : ukuran yang sama dikelompokkan dengan seragam.
Setelah itu dibuatkan larutan crysal dalam 1 liter air dan larutan dimasukkan
dalam wadah plastik untuk menutup pangkal tangkai bunga dalam 5 tangkai
tiap ikatan. Sebaiknya bunga dibungkus dengan kertas halus dan kemudian
disusun sejajar dan diberikan kertas remah sebagai sekat antar bungkusan
bunga untuk menahan benturan dalam transportasi.
Dalam melakukan ekspor bunga disusun menurut ukuran. Ukuran kecil 8-9
kuntum, ukuran sedang 12 - 16 kuntum, dan ukuran panjang 16 - 22
Bank Indonesia Budidaya Bunga Potong
26
27
5. Aspek Keuangan
a. Krisan
Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel Lampiran Krisan.
1). Asumsi Dasar
Usaha budidaya krisan dilakukan di daerah yang mempunyai ketinggian
minimum 800 m dpi dengan kelembaban udara antara 70 - 90%. Budidaya
krisan dilakukan di dalam rumah naungan bertipe jogio berukuran 7 x 30 m.
Di dalam rumah naungan tersebut dibuat 4 bedengan ukuran 1 x 30 m di
mana di atasnya ditanam krisan dengan jarak tanam 12,5 x 12,5 cm. Luas
efektif lahan yang dapat ditanami krisan adalah 120 m 2 Dalam bentuk luasan
tersebut dapat ditanami bibit krisan sebanyak 8.676 batang. Untuk
meningkatkan pertumbuhan, diberikan cahaya tambahan di malam hari.
Cahaya tersebut diberikan dari lampu TL berdaya 40 W sebanyak 14 buah
yang terpasang dalam 2 jalur memanjang. Pemberian air dilakukan dengan
sistem irigasi tetes (drip irrigation). Biaya konstruksi untuk 1 unit rumah
naungan lengkap dengan instalasi listrik, irigasi tetes dan peralatan pertanian
diperkirakan Rp 9.950.000.
Produksi bunga yang memenuhi syarat untuk dijual diperkirakan sekitar 75%
dari bibit yang ditanam. Dalam 1 tahun diasumsikan dapat dilakukan 3 kali
kegiatan penanaman dan pemanenan.
Skala usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisa finansial
adalah usaha bunga potong yang menggunakan 4 (empat) unit rumah
naungan. Biaya investasi yang diperlukan diperkirakan Rp 48.001.929 .
Biaya tersebut diharapkan dari kredit perbankan dengan bunga 24,00% per
tahun dan berjangka waktu 5 tahun atau 60 bulan termasuk 6 bulan masa
tenggang. Dengan memperhitungkan bunga selama masa tenggang, maka
jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 53.762.160.
2). Neraca Usaha
Pada Tabel Neraca (Kr) dapat dilihat neraca usaha budidaya krisan. Dari
tabel neraca terlihat bahwa kekayaan petani meningkat dari Rp 0 pada tahun
ke-0 menjadi Rp 82,97 juta pada akhir tahun ke-5, jika hasil usaha dari
proyek ini ditanam kembali. Pada akhir tahun ke-5 tersebut juga terlihat
bahwa hutang ke Bank telah lunas dan petani mampu melanjutkan usahanya
dengan dana sendiri.
Current ratio meningkat dari 53,9% pada akhir tahun pertama menjadi lebih
500% pada akhir tahun kelima.
28
Debtto asset ratio dan Debt to Networth ratio cenderung menurun sepanjang
tahun, dari 74,5% untuk debt to asset ratio dan 291,8% untuk debt to
networth ratio menjadi 0,0% pada akhir tahun kelima.
3). Proyeksi >Rugi/Laba.
Perhitungan proyeksi rugi/laba dapat dilihat pada Tabel Proyeksi Laba-Rugi
(Kr). Dari tabel laba rugi terlihat bahwa jika bunga krisan dijual dengan
harga Rp 750 per tangkai, sejak tahun pertama usaha ini, petani telah
mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 16,4 juta dan pada akhir tahun
ke-5, keuntungan tersebut meningkat menjadi 20,5 juta. Net profit margin
usaha tani pada tahun pertama mencapai 27,9% dan meningkat menjadi
35% pada akhir tahun kelima, lihat Tabel Rasio Keuangan (Kr). Return on
Investment (ROI) cenderung berkurang setiap tahunnya dari 34,1% pada
tahun pertama menjadi 27,6% pada akhir tahun kelima, demikian juga
halnya dengan Return on Equity (ROE) dari 100% pada tahun pertama,
menjadi 24,7% pada akhir tahun kelima proyek.
4). Perkiraan Aliran Kas
Pada Tabel Arus Kas (Kr) dapat dilihat perkiran aliran kas proyek ini. Dari
tabel arus kas terlihat bahwa sejak tahun pertama hingga tahun kelima
proyek, usaha ini tidak pernah mengalami defisit. Jika pada akhir tahun
pertama saldo kas akhir mencapai Rp 25,76 juta, maka pada akhir tahun
kelima turun menjadi Rp 18,17 juta. Saldo kas akhir akumulatif selama 5
tahun mencapai jumah Rp 82,97 juta.
5). Kelayakan Usaha dan Analisa Sensitifitas
Kelayakan usaha dari aspek keuangan didasarkan pada nilai Internal
Financial Rate of Return (IFRR), Payback period, Net Present Value (NPV) dan
Benefit Cost Ratio (B/C). Pada Tabel 4 yang didasarkan dari hasil
perhitungan pada Tabel Kelayakan Usaha (Kr) dapat dilihat nilai masingmasing kriteria kelayakan finansial tersebut.
29
Tabel 4.
Nilai Kriteria Kelayakan Finansial dan Sensitifitas
Persentase
Sesuai
Kriteria Kelayakan
dengan
Asumsi
Harga Jual
Bunga Yang
Bunga Krisan
Terjual Hanya
55%
Tangkai
IFFR
Payback Period (years)
NPV (df=24%), Rp
B/C
60,87%
25,68%
25,68%
1,49
2,62
2,62
40.304.744
1.673.562
1.673.562
1,33
Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha ini layak untuk dibiayai dengan kredit
perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFFR nya lebih
tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha
ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual dan persentase bunga
krisan yang dapat dijual. Jika harga bunga harga krisan turun sampa Rp 550
per tangkai dan persentase bunga krisan yang dapat dijual hanya mencapi
55% maka usaha ini mencapai kondisi kesetimbangan (impas), artinya pada
kondisi tersebut usaha ini tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian
finansial, karena nilai B/C sama dengan 1,00 dan nilai IFFR-nya sama dengan
nilai bunga kredit, yaitu 24,00%. Jika harga jual dan persentase bunga yang
terjual lebih rendah dari nilai-nilai tersebut, maka usaha ini belum layak
untuk dibiayai dengan kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun,
untuk itu perlu diusahakan skim kredit perbankan yang lain yang berbunga
kurang dari 24,00% per tahun.
b. Anyelir
Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel Lampiran Anyelir.
1). Asumsi Dasar
Usaha budidaya anyelir dilakukan di daerah yang mempunyai ketinggian
minimum 800 m dpi dengan kelembaban udara antara 70 - 90% Budidaya
anyelir dilakukan di dalam rumah naungan bertipe atap tunggal berukuran 7
x 30 m. Di dalam rumah tersebut dibuat 4 bedengan ukuran 1 x 30 m di
mana di atasnya ditanam anyelir dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Luas
efektif lahan yang dapat ditanami anyelir adalah 120 m2. Dalam luasan
tersebut dapat ditanami bibit anyelir sebanyak 9.640 batang.
30
Pemberian air dilakukan dengan sistem irigasi teles (drip irrigation). Biaya
konstruksi untuk satu unit rumah naungan lengkap dengan instalasi listrik
irigasi tetes dan peralatan pertanian diperkirakan Rp 9.950.000. Produksi
bunga yang memenuhi syarat untuk dijual diperkirakan sekitar 75% dari
rencana.
Skala usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisa finansial
adalah usaha bunga potong yang menggunakan 4 (empat) unit rumah
naungan yang masing-masing berukuran 7 x 30m. Biaya investasi yang
diperlukan Rp 42.278.300. Biaya tersebut diharapkan dari kredit perbankan
dengan bunga 24% per tahun dan berjangka waktu 5 tahun atau 60 bulan
termasuk 9 bulan masa tenggang. Dengan memperhitungkan bunga selama
masa tengang, maka jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 49.888.394
2). Neraca Usaha
Pada Tabel Neraca (An) dapat dilihat neraca usaha budidaya anyelir. Dari
tabel neraca terlihat bahwa kekayaan petani meningkat dari Rp 0 pada tahun
ke-0 menjadi Rp 76,5 juta pada akhir tahun kelima, jika hasil usaha dari
proyek ini ditanam kembali. Pada akhir tahun kelima tersebut juga terlihat
bahwa hutang ke Bank telah tunas dan petani mampu melanjutkan usahanya
dengan dana sendiri.
Current Ratio meningkat dari 64,9% pada akhir tahun pertama menjadi lebih
206,3% pada akhir tahun ketiga.
Debt to asset ratio dan Debt to networth ratio cenderung menurun sepanjang
tahun, dari 73,0% untuk debt to asset ratio dan 270,8% untuk debt to
networth ratio menjadi 0,0 % pada akhir tahun kelima.
3). Proyeksi Rugi/Laba
Perhitungan proyeksi rugi/laba dapat dilihat pada Tabel Laba Rugi (An). Dari
tabel laba rugi terlihat bahwa jika bunga anyelir dijual dengan harga Rp 750
per tangkai, sejak tahun pertama usaha ini, petani telah mendapatkan
keuntungan bersih sebesar Rp 17,3 juta dan pada akhir tahun kelima
keuntungan tersebut meningkat menjadi Rp 18,6 juta.
Net profit margin usaha tani pada tahun pertama mencapai 40,1% dan
meningkat menjadi 43,1% pada akhir tahun kelima, lihat Tabel Rasio
Keuangan (An).
Return on Investment (ROI) cenderung berkurang setiap tahunnya, dari
41,0% pada tahun pertama menjadi 26,7% pada akhir tahun kelima,
demikian juga halnya dengan Return on Equity (ROE) dari 100% pada tahun
pertama, menjadi 24,3% pada akhir tahun kelima proyek.
31
Sesuai
Kriteria Kelayakan
dengan
Harga Jual
Bunga Anyelir
Asumsi
IFFR
Payback
Period
Persentase
Bunga Yang
Terjual 66%
Harga Rp.
750/Tangkai
62,50%
24,31%
25,12%
1,46
2,69
2,65
37.279.331
275.941
987.545
1,88
(years)
NPV (df=24%), Rp
B/C
Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha ini layak untuk dibiayai dengan kredit
perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFRR nya lebih
tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha
ini sangat sensitif terhadap perubahan harga jual dan persentase bunga
anyelir yang dapat dijual. Jika harga bunga anyelir tetap Rp 490 dan
persentase bunga anyelir yang dapat dijual hanya mencapai 66% maka
usaha ini mencapai kondisi kesetimbangan (impas), artinya pada kondisi
tersebut usaha ini tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian
finansial, karena nilai B/C nya sama dengan 1,00 dan nilai IFRR nya hanya
24,00%. Jika harga jual dan atau persentase bunga yang terjual lebih rendah
dari nilai-nilai tersebut, maka usaha ini belum layak untuk dibiayai dengan
kredit perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, untuk itu perlu
32
diusahakan skim kredit perbankan yang lain yang berbunga kurang dari
24,00% per tahun.
c. Anggrek
Hasil perhitungan secara terperinci dan nilai besaran yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel Lampiran Anggrek.
1).Asumsi
DasarSebagai model analisa, budidaya anggrek dilakukan di dalam rumah
kaca (green-house) dengan luas bangunan 250 m2. Skala model usaha
adalah 40.000 pot seedling kecil ; dengan kapasitas 500 pot per compot
{community pot). Asumsi lainnya dapat dilihat pada Tabel Asumsi (Ag).
2).Biaya Proyek
Biaya proyek yang diperlukan adalah Rp 98,71 juta. Sumber pendanaan
adalah modal sendiri (28,33%) dan kredit perbankan (71,67%), dengan
bunga 24% per tahun, berjangka waktu 6 tahun atau 72 bulan, termasuk 12
bulan masa tenggang. Selama masa tenggang bunga kredit tetap, yakni 24%
per tahun. Lihat Tabel Pembiayaan (Ag).
3). Proyeksi Penjualan Dan Biaya Produksi
Dengan skala budidaya 40.000 pot/triwulan dan penjualan berupa seedling
kecil (seharga Rp 1.800/pot) dan booming size (seharga Rp 3.600/pot) serta
resiko kematian seedling 2%, dan sejumlah asumsi berdasarkan pengalaman
selama ini, proyek mulai menghasilkan pendapatan sejak Triwulan ke-3 dari
hasil penjualan seedling kecil. Selanjutnya, mulai Triwulan ke-5, nilai hasil
penjualan bertambah dengan telah adanya penjualan booming size. Hal ini
terus berlanjut pada triwulan berikutnya. Hasil penjualan meningkat dari Rp
6,84 juta pada triwulan ke-3 menjadi Rp 27,72 juta pada Triwulan ke-7.
Sejak tahun ke-3, hasil penjualan rata-rata Rp 96,66 juta per tahun.
Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel Pemeliharaan (Ag).
4). Proyeksi Laba/Rugi
Perhitungan proyeksi laba-rugi dapat dilihat pada Tabel Laba Rugi (Ag). Dari
tabel laba rugi terlihat bahwa petani telah mendapatkan laba sejak Triwulan
4, yang terus meningkat dalam sikius berikutnya. Laba bersih meningkat dari
rata-rata Rp 20,53 juta per tahun pada tahun ke-2 menjadi Rp 30,98 juta
pada pada tahun ke-6, yakni setelah beban kepada perbankan dapat
diselesaikan.
33
Net profit margin usaha tani pada tahun pertama mencapai 30,75% dan
meningkat menjadi 46,39% pada akhir tahun ke-6. Return on Investment
(ROI) meningkat dari 19,94% pada tahun ke-2 menjadi 30,09% pada tahun
ke-6. Demikian juga halnya dengan Return on Equity (ROE) meningkat dari
63,76% pada tahun ke-2 menjadi 96,20% pada akhir tahun ke-6.
5). Perkiraan Aliran Kas
Dalam dua triwulan pertama, belum ada saldo kas, sesuai dengan
perkembangan teknis tanaman yang belum dapat memanen produk dan
belum menghasilkan pendapatan. Mulai triwulan ke-3, dengan telah adanya
sebagian penjualan dari seedling kecil, maka saldo kas telah mulai positif,
dengan catatan masih menjalani masa tenggang (grace period). Mulai
triwulan ke-4, bunga kredit sudah mulai mampu dibayar, sedangkan
angsuran pokok baru bisa dilaksanakan sejak triwulan ke-5 dan seterusnya.
Berdasarkan analisa arus kas ini, seluruh kredit dapat dilunasi pada tahun
ke-6, sekalipun bisa dipercepat hingga akhir tahun ke-4. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel Arus Kas .
6).Kelayakan Usaha dan Analisa Sensitivitas
Kelayakan usaha dari aspek keuangan didasarakn pada nilai Net Present
Value (NPV), Internal Financial Rate of Return (IFRR), Payback period, dan
Benefit Cost Ratio (B/C). Pada Tabel 6 yang didasarkan dari hasil
perhitungan pada Tabel Analisa Kelayakan (Ag), dapat dilihat nilai masingmasing kriteria kelayakan finansial tersebut.
Tabel 6.
Nilai Kriteria Kelayakan Finansial dan Sensitivitas
Sesuai
Kriteria Kelayakan
Dengan
Asumsi
NPV (df=24%)
Penjualan
Mencapai 95
%
16.028.557
5.318.599
27,21%
23,09%
2,95 tahun
3,20 tahun
1,19
1,06
IFFR
Payback Period (years)
Hasil
B/C
Dari tabel di atas terlihat bahwa usaha in! layak untuk dibiayai dengan kredit
perbankan yang berbunga 24,00% per tahun, karena nilai IFFR nya lebih
tinggi dari bunga bank dan B/C lebih besar dari 1,00. Namun demikian usaha
34
ini sangat sensitif, terutama terhadap perubahan harga jual. Di sisi lain,
usaha ini juga layak ditinjau dari segi kemampuan daya cicil.
35
36
37
7. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari aspek pemasaran, usaha bunga potong mempunyai peluang
usaha yang cukup baik. Bunga potong selain untuk pasaran dalam
negeri, juga telah diekspor;
2. Dari aspek teknis/produksi, usaha bunga potong telah lama dilakukan
oleh para petani. Adanya dukungan dari lembaga teknis terkait dan
mitra usaha petani, lebih meningkatkan keterampilan petani;
3. Untuk lebih mengamankan kredit yang diberikan kepada petani,
sebaiknya dilakukan kemitraan usaha antara petani bunga potong
dengan pengusaha atau eksportir bunga potong;
4. Dari aspek kelayakan finansial, usaha ini layak untuk dibiayai dengan
kredit perbankan. Besarnya nilai kredit untuk masing-masing jenis
tanaman adalah sebagai berikut :
Krisan
Untuk usaha budidaya bunga krisan yang menggunakan 4 unit rumah
naungan yang berukuran masing-masing 7 x 30m, kebutuhan kredit
investasi yang diperlukan adalah Rp 53.762.160 termasuk IDC. Suku bunga
kredit tersebut adalah 24,00% per tahun dan dengan jangka waktu 60 bulan
termasuk 6 bulan masa tenggang.
Dengan kondisi tersebut, jika bunga dijual Rp 750 per tangkai, maka nilai
IFFR proyek = 60,87%, payback period 1,49 tahun dan B/C nya adalah 1,33.
Dengan demikian proyek tersebut layak untuk dikembangkan.
Anyelir
Untuk usaha budidaya bunga anyelir yang menggunakan rumah naungan
bertipe atap tunggal berukuran 7 x 30m, kebutuhan kredit investasi adalah
Rp 42.278.300 termasuk masa tenggang selama 9 bulan. Suku bunga kredit
24,00% per tahun, dengan jangka waktu 60 bulan, termasuk 9 bulan masa
tenggang, sehingga jumlah kredit yang diberikan menjadi Rp 49.888.394 .
Jika bunga anyelir dijual dengan harga Rp 750 per tangkai, sejak tahun
pertama usaha ini, petani telah mendapatkan laba bersih Rp 17,3 juta, dan
pada akhir tahun kelima, meningkat menjadi Rp 18,6 juta.
Dengan kondisi tersebut, maka nilai IFFR proyek = 62,50%, payback period
1,46 tahun dan B/C nya adalah 1,88. Dengan demikian proyek tersebut layak
untuk dikembangkan.
Anggrek
38
39
LAMPIRAN
40