Anda di halaman 1dari 4

PPh Pasal 23 Jasa

Jika dalam artikel sebelumnya hampir seluruh objek PPh Pasal 23 yang dibahas berupa passive income (kecuali hadiah
perlombaan atau penghargaan), maka dalam artikel kali ini akan dibahas objek pemotongan PPh Pasal 23 yang berupa
active income atau kadang disebut dengan business profits.
Secara umum, penghasilan active income yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah penghasilan dari aktivitas
pemberian jasa (service). Itu artinya, jika dilihat dari sisi Subjek Pemotong PPh Pasal 23, objek-objek pemotongan PPh Pasal
23 tersebut akan selalu ada dalam akun-akun biaya jasa atau akun biaya jasa yang masih harus dibayar (akun utang).
Ketentuan Umum
Dasar hukum mengenai kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 atas imbalan-imbalan jasa tersebut masih mengacu pada
Pasal 23 UU PPh, khususnya ketentuan pada ayat (1) huruf c.2. Pada bagian ini, UU PPh menegaskan:
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan:... c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:... 2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Dari redaksional Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh di atas, jenis imbalan jasa yang ditetapkan menjadi objek
pemotongan PPh Pasal 23 adalah:

1.
2.
3.
4.
5.

Jasa teknik;
Jasa manajemen;
Jasa konstruksi;
Jasa konsultan; dan
Jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Jasa Teknik
Mengenai istilah Jasa Teknik, Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan Jasa Teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam
bidang industri, perdagangan, dan ilmu pengetahuan. Pemberian jasa ini, masih menurut SE tersebut, dapat meliputi:

1.

Pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan
bantuan gelombang seismik;

2.

Pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk
gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau

3.

Pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi
melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.

Jika ditelisik lebih seksama, penjelasan pada butir ke-2 mengenai Jasa Teknik di atas nyaris tidak berbeda jauh dengan definisi Royalti
yang ada di Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perlakuan perpajakan
terhadap Jasa Teknik dan Royalti. Apalagi jika mengingat tarif pemotongan PPh Pasal 23-nya sangat berbeda jauh. Jasa Teknik dipotong
PPh Pasal 23 sebesar 2% sedangkan Royalti dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.

Jasa Manajemen
Jasa Manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan
manajemen. Cukup singkat. Tapi karena begitu singkatnya, penulis juga kesulitan untuk memahami apa maksud
sebenarnya dari definisi tersebut. Kalau tidak salah, contoh riilnya misalnya ketika sebuah holding company atau parent
company (perusahaan induk) memberikan konsultasi kepada subsidiaries (anak perusahaan atau perusahaan di bawah
grupnya) dan holding atau parent company tersebut ikut serta dalam pengelolaan manajemen di anak perusahaan atau
grup perusahaan.
Jasa Konstruksi
Mengenai jasa konstruksi, sebagian praktisi pajak berpendapat bahwa jasa konstruksi tidak lagi dikenai PPh Pasal 23
melainkan PPh Final Pasal 4 ayat (2). Sebab jasa konstruksi ini diatur secara khusus (lex specialis) oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 stdd Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009. Di samping itu, dalam Bukti
Pemotongan PPh Pasal 23 pun tidak didapati redaksional maupun kolom untuk mencantumkan Jasa Konstruksi.
Jasa Konsultan
Jasa Konsultan merupakan pemberian jasa berupa advice (petunjuk, pertimbangan atau nasihat) profesional dalam suatu
bidang usaha, kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai
dengan keterlibatan langsung tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya (jika ada keterlibatan langsung, maka jasa

tersebut menjadi Jasa Manajemen red.). Dalam definisi Jasa Konsultan ini juga semestinya tidak termasuk jasa konsultansi
kontruksi. Sebab untuk jasa konsultansi konstruksi tergolong dalam kelompok jasa perencanaan di bidang konstruksi dan
dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2).
Jasa Lainnya
Jasa lainnya adalah imbalan atas jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Seperti kita ketahui, PPh Pasal 21
adalah PPh yang harus dipotong terhadap imbalan jasa untuk WP orang pribadi. Dan karena hampir seluruh imbalan jasa
WP orang pribadi menjadi objek PPh Pasal 21, maka yang dimaksud dengan jasa lainnya ini adalah imbalan jasa yang
dibayarkan/terutang kepada WP badan (badan usaha).
Untuk jasa lainnya, selain yang telah disebutkan di atas, ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 244/PMK.03/2008 (list atau daftar jenis jasanya bisa di-download di sini). Jika suatu jasa tidak
disebutkan dalam daftar atau list tersebut, maka terhadap imbalan jasa itu tidak dipotong PPh Pasal 23. Itu lah sebabnya,
mengapa withholding tax PPh Pasal 23 disebut bersifat positif list.
Ada banyak jasa yang imbalannya ditetapkan menjadi objek withholding tax PPh Pasal 23. Dan karena masing-masing jasa tersebut tidak
seluruhnya didefinisikan dan juga tidak diberikan batasan-batasan, maka saat ini nyaris semua jasa menjadi objek pemotongan PPh Pasal
23. Apalagi menurut ketentuannya kewajiban ini berada di pundak Subjek Pemotong yang memberikan penghasilan, dalam praktik tidak
sedikit Subjek Pemotong yang mengambil posisi safe mode dengan cara memotong PPh Pasal 23 terhadap seluruh jenis imbalan jasa yang
mereka bayarkan.
Tarif PPh & DPP
Tarif PPh Pasal 23 untuk imbalan jasa ditetapkan sebesar 2% (dua persen). Tetapi jika si penerima imbalan jasa tidak
memiliki NPWP, tarifnya dinaikkan 100% menjadi 4% (empat persen).
Seperti yang disebutkan pada Pasal 23 ayat (1) huruf c.2 UU PPh di atas, nilai yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) adalah jumlah bruto imbalan jasa. Dan menurut SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009, yang dimaksud dengan
jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan (pembayaran) dengan nama dan dalam bentuk apapun, tidak termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan
pengguna jasa;

1.
2.
3.

Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;


Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyatanyata telah dikeluarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.

...Ketentuan di atas tidak berlaku untuk imbalan jasa katering (catering atau tata boga). Artinya, khusus untuk jasa katering, yang
menjadi DPP adalah seluruh nilain tagihan yang meliputi tagihan atas jasa maupun pengadaan barang (material)...
Untuk mempermudah penjelasan yang dimaksud oleh SE-53/PJ/2009 tersebut, misalkan PT ABC menggunakan jasa
outsourcing tenaga satuan pengamanan (satpam) dari PT XYZ. Jumlah satpam yang ditempatkan di PT ABC sebanyak 2
orang dengan gaji masing-masing satpam sebesar Rp 1.500.000,00. Pada bulan Maret 2013 lalu, sesuai permintaan
konsumennya, PT XYZ melengkapi kedua satpam tersebut dengan airsoft gun (pistol mainan) lengkap dengan peluru
karetnya. Kedua senjata mainan itu dibeli oleh PT XYZ.
Pada awal bulan April 2013, PT XYZ menyampaikan tagihan (invoice) dengan rincian: gaji satpam Rp 3.000.000,00;
pembelian airsoft gun Rp 2.000.000,00 dan management fee Rp 500.000,00. Total yang ditagihkan Rp 5.500.000,00.
Menurut SE-53/PJ/2009, yang dimaksud dengan jumlah bruto dalam ilustrasi di atas adalah Rp 500.000,00 yaitu sebesar
management fee-nya saja. Akan tetapi, masih menurut SE-53/PJ/2009, agar dapat dipotong PPh Pasal 23 dari fee-nya saja,
maka PT XYZ harus melengkapi tagihannya (invoice) dengan cara melampirkan:

1.

Kontrak kerja kedua satpam tersebut dan daftar pembayaran gaji yang dibayarkan kepada satpam tersebut. Jika
tidak, maka nilai gaji Rp 3.000.000,00 ikut menjadi DPP yang harus dipotong PPh Pasal 23; dan

2.

Faktur, invoice, Faktur Pajak (jika ada) atas pembelian airsoft gun. Jika tidak, maka nilai pembelian airsoft gun Rp
2.000.000,00 ikut menjadi DPP yang harus dipotong PPh Pasal 23.

Banyak yang berpendapat bahwa syarat yang diajukan oleh SE-53/PJ/2009 itu dalam praktiknya sangat sulit untuk dipenuhi. Sebagai
contoh misalnya sebuah bengkel perbaikan mobil. Saat melakukan perbaikan terhadap sebuah mobil, misalnya ada spare-parts mobil yang
diganti.
Menurut SE Dirjen Pajak tersebut, tagihan atas penggantian spare-parts mobil tidak dipotong PPh Pasal 23 dengan syarat si bengkel tadi
menyerahkan bukti-bukti pembelian spare-parts mobil tersebut kepada konsumennya. Lalu bagaimana jika bengkel melakukan pembelian
spare-parts mobil tersebut dalam partai besar (satu kali pembelian) dan hanya menggunakan satu faktur penjualan? Dapatkah faktur
penjualan spare-parts milik bengkel itu dipecah-pecah agar biaya penggantian spare-parts tidak ikut dipotong PPh Pasal 23 oleh
konsumen?
Saat Terutang
PPh Pasal 23 atas imbalan jasa terutang dan harus dipungut pada bulan pembayaran atau bulan diakuinya utang dan
biaya, mana yang terjadi lebih dahulu. Jika misalnya pada bulan April 2013 imbalan atas jasa tersebut sudah diakui sebagai
biaya (atau utang), maka PPh Pasal 23 sudah dinyatakan terutang pada bulan April 2013 meskipun pada bulan itu belum

ada pembayaran. Dengan demikian, PPh Pasal 23 harus dipotong paling lambat pada tanggal 30 April 2013 (tanggal yang
tercantum dalam Bukti Potong PPh Pasal 23 maksimal tanggal 30 April 2013).

Saat Penyetoran & Pelaporan


PPh Pasal 23 yang sudah dipotong dalam suatu bulan (Masa Pajak) harus disetorkan ke negara paling lambat pada tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak (bulan) yang bersangkutan. Sementara pelaporannya
dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23, paling lambat pada tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Apabila tanggal penyetoran dan pelaporan tersebut jatuh tepat pada hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur
nasional, maka penyetoran dan pelaporan SPT dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan hari libur nasional termasuk juga: 1) hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan
oleh pemerintah; dan 2) cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah [Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan
ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007].

Misalkan saja PT ABC pada tanggal 25 April 2013 menerima invoice jasa konsultansi dari PT XYZ. Pada saat itu PT ABC
langsung membukukan invoice tadi sebagai biaya dan utang yang masih harus dibayar. Pembayaran atau pelunasan
terhadap invoice tersebut dilakukan pada awal bulan Mei 2013.

1.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UU PPh dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, PPh Pasal 23
atas jasa konsultansi tersebut terutang pada bulan April 2013. PT ABC harus memotong dan menerbitkan Bukti
Potong PPh Pasal 23 paling lambat pada tanggal 30 April 2013;

2.

Selanjutnya PT ABC wajib menyetorkan PPh Pasal 23 tersebut paling lambat pada tanggal 10 Mei 2013. Penyetoran
dilakukan secara bersamaan dengan PPh Pasal 23 lainnya yang terutang di bulan April 2003;

3.

Tugas terakhir PT ABC adalah melaporkan PPh Pasal 23 tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak April
2013. SPT ini harus disampaikan (baca: dilaporkan) ke kantor pajak paling lambat pada tanggal 20 Mei 2013.
--ooOoo--

Anda mungkin juga menyukai