Anda di halaman 1dari 2

TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN

Nama : Shabilla Ariningtyastuti

NIM : 023102211067

SOAL

1. Bagi perusahaan yang mengalami kerugian, lebih baik mana antara PPh 21 ditanggung pemeri
kerja atau ditunjang pemberi kerja, berikan alasan yang tepat.
2. Berikan penjelasan kapan beban jasa terutang PPh 21 dan PPh 23.
3. Sebuah perusahaan memiliki banyak pengeluaran yang tidak dapat teridentifikasi yang dapat
mengakibatkan menjadi non-deductible expense, jika anda manajer finance dan pajak
perusahaan tersebut, apa yang anda lakukan agar pengeluaran tersebut dapat menjadi
deductible expense yang efisien dan efektif, berikan penjelasan yang relevan.

JAWABAN

1. PPh pasal 21 ditunjang ataupun ditanggung, masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda
bagI pemberi kerja. Alternatif PPh pasal 21 ditunjang dengan selisih PPh terutang dan tunjangan
PPh ditanggung oleh pemberi kerja akan memberikan keuntungan bagi pegawai dan pemberi
kerja, namun merugikan pemberi kerja karena memperbesar laba fiskal atau memperkecil rugi
fiskal. Sebaliknya alternatif PPh pasal 21 ditunjang dengan selisih PPh terutang dan tunjangan PPh
ditanggung oleh pegawai maupun tanpa tunjangan PPh sama sekali dan PPh terutang ditanggung
oleh pegawai merupakan alternatif yang paling menguntungkan bagi pemberi kerja.
Perusahaan yang sedang mengalami kerugian maka jika ada opsi untuk memilih PPh 21 di
tanggung pemberi kerja atau di tunjang pemberi kerja maka, lebih baik perusahaan tersebut
memilih PPh 21 di tunjang pemberi kerja karena secara cash flow uang yang dibayarkan ke
pemberi kerja lebih sedikit dibanding PPh 21 yang ditanggung pemberi kerja.

2. Beban jasa terutang PPh 21 dan PPh 23 adalah istilah yang merujuk pada pembayaran pajak
penghasilan (PPh) yang harus ditanggung oleh pihak yang memberikan jasa (pemberi jasa)
kepada pihak yang menerima jasa (penerima jasa) dalam konteks peraturan perpajakan di
Indonesia.
Beban Jasa Terutang PPh 21:
PPh 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) merupakan pajak yang dipotong oleh pemberi jasa dari
penghasilan yang diterima oleh penerima jasa.
Beban jasa terutang PPh 21 timbul dalam situasi di mana pemberi jasa adalah orang pribadi
(bukan badan usaha) yang memberikan jasa kepada penerima jasa.
PPh 21 biasanya dipotong secara langsung oleh pemberi jasa dari pembayaran yang diterima
oleh penerima jasa sesuai dengan tarif pajak yang berlaku. PPh 21 ini kemudian dibayarkan
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) oleh pemberi jasa.
Contoh pengenaan PPh 21 adalah pada pembayaran gaji atau honorarium kepada karyawan
atau penerima jasa lainnya yang bukan merupakan badan usaha.
Beban Jasa Terutang PPh 23:
PPh 23 (Pajak Penghasilan Pasal 23) adalah pajak yang harus ditanggung oleh penerima jasa.
Beban jasa terutang PPh 23 muncul dalam situasi di mana penerima jasa adalah badan usaha
yang menerima pembayaran dari pemberi jasa.
PPh 23 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh penerima jasa dari transaksi jual beli,
sewa-menyewa, atau penggunaan jasa lainnya.
PPh 23 harus dilaporkan dan dibayarkan langsung oleh penerima jasa kepada DJP.
Contoh pengenaan PPh 23 adalah pada pembayaran sewa properti atau penggunaan jasa
lainnya antara perusahaan.

3. Perusahaan pengeluaran tidak teridentifikasi mengakibatkan non deductible exp, yang perlu
dilakukan agar menjadi deductible exp :
Saran :
Buat sebagai biaya Research and development, karena bisa dibiayakan
Buat sebagai biaya entertaintment dengan dibuatkan daftar nominative karena bisa dibiayakan
Buat sebagai biaya yang sekiranya dapat 3M
Buat sebagai biaya yang kena objek PPh 21, 23 dan 4 Ayat 2, contoh :
PPh 21 : Upah tenaga kerja tidak langsung, biaya komisi pemasaran, dll
PPh 23 : Pembayaran sewa selain Gedung dan bangunan, dll
PPh 4 Ayat 2 : Pembayaran sewa Gedung, tanah dan bangunan, dll
Dari cara2 tersebut yang paling aman adalah menjadikan biaya tersebut sebagai objek Pajak PPh
21, 23 dan 4 ayat 2 karena lebih baik kena pajak PPh 21, 23 dan 4 ayat 2 dibanding kena pajak
PPh 29 22% karena kena koreksi fiscal.

Anda mungkin juga menyukai