Anda di halaman 1dari 10

PPN atas Reimbursement dan Contoh Kasusnya (spenmo.

id)

PPN atas Reimbursement dan Contoh Kasusnya (spenmo.id)

PPN atas Reimbursement dan


Contoh Kasusnya
PPN atas reimbursement mungkin masih menimbulkan kebingungan bagi sebagian
pengusaha. Pelajari lebih lanjut dengan contoh kasusnya di sini

Spenmo Team
Mei 31, 2022

Pajak pertambahan nilai atau PPN atas reimbursement adalah hal penting dalam kegiatan
usaha yang kadang masih menimbulkan pertanyaan. Apalagi bagi pengusaha baru yang masih
banyak belajar tentang hak dan kewajiban bisnis yang diatur dalam peraturan perpajakan.
Sebagai pengusaha, hal-hal seputar pajak ini wajib dipahami demi kelancaran usaha,
termasuk menghindari sanksi yang bisa merugikan usaha.

Pengertian PPN atas Reimbursement

Untuk mengetahui apa itu PPN atas reimbursement, kita mesti paham dulu tentang PPN
dan reimbursement. PPN merupakan singkatan dari pajak pertambahan nilai.
Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, pajak pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang/jasa saat diedarkan dari produsen ke konsumen.

Adapun Investopedia menjelaskan, reimbursement adalah kompensasi yang dibayarkan


perusahaan atas pengeluaran atau kelebihan pembayaran yang ditalangi oleh pegawai,
pelanggan, atau pihak lain. Artinya, perusahaan akan mengganti biaya yang dikeluarkan
pihak lain yang berkaitan dengan kebutuhan perusahaan. Dalam konteks PPN, terdapat tiga
pihak yang terlibat dalam proses reimbursement, yakni penerima jasa (pihak pertama),
pemberi jasa (pihak kedua), dan vendor (pihak ketiga). Vendor menjadi pihak yang menagih
penggantian biaya kepada penerima jasa lewat pemberi jasa.

Dengan demikian, PPN atas reimbursement adalah pajak pertambahan nilai yang dikenakan


atas kompensasi tagihan dari vendor kepada penerima jasa melalui pemberi jasa. Pemberi
jasa akan meneruskan tagihan reimbursement kepada penerima jasa.
Pencairan reimbursement juga dilakukan penerima jasa kepada vendor lewat pemberi jasa.
Dalam transaksi ini, pemberi jasa bisa mendapat imbalan atas jasanya sebagai perantara
ataupun tidak.

(Baca: Reimbursement Adalah: Arti, Prosedur, dan Cara Mengelolanya)

Dasar Hukum PPN atas Reimbursement

Pemerintah lewat Kementerian Keuangan mengatur PPN atas reimbursement lewat undang-


undang dan sejumlah surat Direktorat Jenderal Pajak. Semua beleid itu menjadi dasar hukum
pengenaan PPN atas reimbursement. Rinciannya:

1. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Pasal 1 angka 5 dan 6 tentang definisi jasa dan jasa kena pajak

Pasal 1 angka 7 tentang definisi penyerahan jasa kena pajak

Pasal 4 tentang objek pajak pertambahan nilai

Pasal 1 angka 17 tentang dasar pengenaan pajak berupa jumlah harga jual, penggantian, nilai
impor/ekspor, atau nilai lain yang menjadi dasar penghitungan pajak terutang

Pasal 1 angka 19 tentang penggantian yang diberikan dalam nilai berupa uang dan
pengecualiannya

2. Surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang mengatur


pelaksanaan pemungutan PPN atas reimbursement

Surat Ditjen Pajak Nomor S-2299/PJ.53/1992 tentang PPN

Surat Ditjen Pajak Nomor S-917/PJ.53/2003 tentang PPN atas jasa perusahaan pengangkutan

Surat Ditjen Pajak Nomor S-490/PJ.322/2004 tentang permohonan penjelasan PPN atas


tagihan kembali biaya asuransi kesehatan

Surat Ditjen Pajak Nomor S-812/PJ. 53/ 2005 tentang perlakuan PPN atas penagihan biaya
pemakaian listrik

Surat Ditjen Pajak Nomor S-1047/PJ.322/2004 tentang penjelasan pengertian penggantian


dan reimbursement
Photo by: Mohamed Hassan

Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam PPN atas Reimbursement

Jika kebijakan tentang PPN atas reimbursement tersebut disarikan, ada tiga hal yang menjadi
kriteria yang harus dipenuhi dalam pemungutan pajak pertambahan nilai
atas reimbursement, yakni:

       Ada perjanjian mengenai reimbursement di antara para pihak


       Bukti tagihan diberikan kepada penanggung beban yang sebenarnya

       Tidak ada penggelembungan/penurunan (markup/markdown) nilai atau harga

Para pihak di sini adalah:

       Pihak pertama: penerima jasa/penanggung beban yang sebenarnya


       Pihak kedua: pemberi jasa/penalang pembayaran
       Pihak ketiga: vendor selaku pelaksana pesanan jasa  

Dari sini bisa disimpulkan bahwa biaya dalam tagihan tak bisa di-reimburse jika vendor
menerbitkan tagihan langsung untuk penerima jasa, sementara pemberi jasa cuma menjadi
perantara. Dengan begitu, biaya dalam tagihan itu tidak termasuk objek PPN
atas reimbursement.

Agar biaya bisa di-reimburse, vendor mesti membuat tagihan kepada pemberi jasa. Lantas
pemberi jasa menerbitkan tagihan baru buat penerima jasa yang sebenarnya. Bila mekanisme
ini yang berlaku, maka biaya dalam tagihan termasuk objek PPN
atas reimbursement sehingga dikenai pajak.
Sebagai penguat untuk menyatakan biaya dalam tagihan bisa dinyatakan
sebagai reimbursement, harus ada dokumen yang menunjukkan tidak
adanya markup ataupun markdown biaya dari pihak kedua kepada pihak pertama.

(Baca: 7 Ciri-Ciri Aplikasi Reimburse Karyawan Terbaik)

Contoh Implementasi PPN atas Reimbursement

Untuk dapat lebih memahami PPN atas reimbursement, berikut ini ada contoh kasus yang
bisa menjadi gambaran:

Sebuah perusahaan bertaraf nasional hendak menggelar promosi produk berskala nasional
yang menghadirkan influencer  di Yogyakarta. Perusahaan ini berkantor pusat di Jakarta, tapi
punya cabang di Yogyakarta. Kantor cabang di Yogyakarta mendapat tugas menangani acara
promosi tersebut.

Dengan demikian, kantor cabang itu juga bertugas membiayai penyelenggaraan acara,
termasuk untuk menyewa influencer yang dimaksud. Sebelum acara berlangsung,
manajemen influencer menerbitkan tagihan atas jasa influencer yang dinaungi kepada pihak
kantor cabang. Sebab, urusan bisnis manajemen terjalin dengan kantor cabang tersebut meski
yang menggagas acara adalah kantor pusat.

Nantinya, kantor cabang membayar tagihan kepada manajemen influencer, lalu kantor


cabang mengurus penggantian atau reimbursement kepada kantor pusat sesuai dengan
prosedur reimbursement  yang berlaku di kantor tersebut.

Di sini, pihak pertama adalah kantor pusat, pihak kedua adalah kantor cabang, dan pihak
ketiga adalah manajemen influencer.  Karena tagihan dari pihak ketiga diterbitkan kepada
pihak kedua yang kemudian mengurus tagihan itu kantor pusat, biaya tersebut masuk kategori
objek PPN atas reimbursement.

Berbeda jika manajemen influencer langsung membuat surat tagihan pembayaran jasa kepada


kantor pusat. Kantor cabang hanya bertindak sebagai perantara. Dalam hal ini, biaya dalam
tagihan itu bukanlah objek PPN atas reimbursement.

Itulah sekelumit penjelasan mengenai PPN atas reimbursement dan contoh kasusnya. Dalam


menjalankan usaha, reimbursement  sering kali menjadi hal yang tak terpisahkan demi
kelancaran usaha. Untungnya, sekarang sudah tersedia software manajemen pengeluaran
usaha yang memudahkan urusan reimburse. Sebagai contoh, salah satunya adalah Spenmo.
Spenmo memiliki fitur yang membuat pencairan reimbursement cepat, akurat, dan aman.
Pegawai atau pihak yang hendak meminta reimburse tak perlu lagi mengisi formulir macam-
macam dan menunggu hingga berminggu-minggu atau saat tiba waktunya gajian untuk
menerima uang pengganti atas biaya perusahaan yang mereka keluarkan. Pengajuan dan
persetujuan reimburse bisa dilakukan hanya dengan sekali klik. Untuk urusan PPN
atas reimbursement, tak perlu khawatir. Sebab, bukti transaksi pengeluaran perusahaan yang
bisa diakses kapan pun dan di mana pun di platform berteknologi digital ini. 

Bisnis & Finansial


+++

Reimbursement dalam Pajak, Begini Dasar Hukum dan Ketentuannya (spenmo.id)

Reimbursement dalam Pajak,


Begini Dasar Hukum dan
Ketentuannya
Proses bisnis sering tak bisa lepas dari ketentuan reimbursement dalam pajak. Kenali
ketentuan ini demi manajemen pengeluaran yang tertata.

Spenmo Team
Jun 2, 2022

Reimbursement dalam pajak berkaitan dengan manajemen pengeluaran suatu usaha. Dalam


suatu usaha, mesti ada yang memahami bagaimana aturan pengenaan pajak
terhadap reimbursement. Biasanya tugas itu ada pada bagian perpajakan atau keuangan.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai biaya reimbursement dalam perpajakan,
pengeluaran dapat lebih tertata dan laporan keuangan tidak menyalahi aturan perpajakan yang
ditetapkan pemerintah.

Dalam transaksi bisnis, reimbursement digunakan ketika ada tiga pihak yang terlibat. Pihak
pertama adalah penerima jasa/barang, pihak kedua adalah perantara, dan pihak ketiga adalah
pemberi jasa/barang. Pihak kedua menjadi perantara transaksi antara pihak pertama dan
ketiga dengan menalangi pembayaran tersebut kepada pihak ketiga. Nantinya, pihak pertama
akan mengganti biaya yang dikeluarkan pihak kedua.

Pihak pertama berkewajiban mengganti pengeluaran yang ditalangi pihak kedua atas
transaksi dengan pihak ketiga karena pihak pertamalah yang menjadi penerima jasa/barang
sebenarnya dari pihak ketiga.

Konsep reimbursement ini lazim diberlakukan dalam sebuah perusahaan. Sebagai contoh,


Adi ditugasi kantornya bepergian ke Bali untuk melihat calon lahan untuk kantor cabang
baru. Adi hanya diberi tiket pesawat pergi-pulang dan penginapan di hotel selama satu hari
satu malam. Karena pemilik lahan berhalangan saat hendak ditemui, Adi harus tinggal di
hotel sehari lagi sehingga total dia mesti menginap dua hari.

Karena itu, ada biaya tambahan berupa tiket pesawat pulang karena tiket pertama tak bisa
dipakai sesuai dengan jadwal dan biaya menginap di hotel serta akomodasi lain, termasuk
makan dan minum. Kantor Adi mengizinkan Adi memakai uangnya dulu untuk membayar
biaya tambahan tersebut. Nantinya, setelah selesai bertugas dan kembali, Adi tinggal
mengurus reimbursement atau penggantian biaya di kantor. Kantor wajib mengganti semua
biaya tambahan yang dikeluarkan Adi sepanjang biaya itu berkaitan dengan kebutuhan usaha,
bukan pengeluaran pribadi.

Dalam hal ini, kantor menjadi pihak pertama, Adi adalah pihak kedua, sedangkan maskapai
pesawat, hotel, dan lain-lain yang dibayar Adi dengan kocek sendiri merupakan pihak ketiga.
Adi harus mengumpulkan semua bukti pembayaran dari pihak ketiga itu untuk dapat
mengajukan permintaan penggantian kepada kantor.

Dasar Hukum Reimbursement dalam Pajak

Dalam hukum perpajakan di Indonesia, reimbursement tergolong sebagai objek


pajak. Reimbursement dalam pajak dimaknai sebagai penggantian berdasarkan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah. Penggantian ini merupakan objek pajak berupa penyerahan
jasa kena pajak, ekspor jasa kena pajak, atau ekspor barang kena pajak tak berwujud.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juga mengatur soal


penggantian sebagai objek pajak. Dalam undang-undang ini, penggantian disamakan dengan
imbalan. Penggantian yang menjadi objek pajak adalah yang terkait dengan pekerjaan/jasa
yang diterima atau diperoleh, termasuk upah, gaji, honorarium, tunjangan, komisi, gratifikasi,
bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lain kecuali yang dikecualikan oleh undang-
undang tersebut.

Selain dua undang-undang tersebut, ada sejumlah surat Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan yang sering dijadikan acuan pegawai bagian perpajakan atau
keuangan di suatu perusahaan saat mengurus reimbursement dalam pajak, antara lain:

 Nomor S-2299/PJ.53/1992 tentang pajak pertambahan nilai


      

 Nomor S-917/PJ.53/2003 tentang pajak pertambahan nilai atas jasa perusahaan


      

pengangkutan
       Nomor S-490/PJ.322/2004 tentang permohonan penjelasan pajak pertambahan nilai
atas tagihan kembali biaya asuransi kesehatan
       Nomor S-1047/PJ.322/2004 tentang penjelasan pengertian penggantian dan

reimbursement
       Nomor S-812/PJ. 53/ 2005 tentang perlakuan pajak pertambahan nilai atas

penagihan biaya pemakaian listrik

Sesuai dengan penjelasan di atas, reimbursement bisa diartikan sebagai penggantian.


Menurut hukum perpajakan, penggantian adalah imbalan atas suatu jasa yang diberikan
sebuah pihak karena adanya transaksi oleh dua pihak lain.

Namun, dari sisi akuntansi, ada perbedaan makna penggantian menurut Pedoman Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 57 (Revisi 2014). Penggantian menurut akuntansi berlaku
untuk dua pihak yang bertransaksi dengan ditandai adanya aliran kas, yakni pihak pertama
sebagai penerima dan pihak ketiga sekali pemberi. Pihak kedua tetap menjadi perantara.
Berdasarkan definisi itu, pengakuan biaya dan pendapatan berada di pihak pertama dak
ketiga.

Photo by: PX Here

(Baca: PPN atas Reimbursement dan Contoh Kasusnya)

Ketentuan Pengenaan Pajak terhadap Reimbursement


Berdasarkan undang-undang dan surat Direktorat Jenderal Pajak tersebut, ada pengenaan
pajak terhadap reimbursement. Dalam hal ini, pajak yang dikenakan adalah pajak
pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Yang sering menjadi pertanyaan
adalah kapan suatu penggantian bisa menjadi objek pajak?

Seperti diuraikan sebelumnya, ada tiga pihak yang terlibat dalam konsep reimbursement:

       Pihak pertama: penerima jasa yang sebenarnya


       Pihak kedua: perantara
       Pihak ketiga: pemberi jasa

Dengan konsep tersebut, dari sisi PPN, ada syarat yang harus dipenuhi semuanya untuk
menentukan pemberlakuan reimbursement dalam pajak, yaitu:

       Dalam kontrak/perjanjian transaksi disebutkan adanya reimbursement dari pihak


ketiga yang akan dibayar oleh pihak pertama
       Dokumen tagihan dari pihak ketiga memuat identitas pihak kedua sebagai pihak

perantara
       Penghasilan yang dicatat pihak ketiga dari transaksi itu adalah jumlah pembayaran

yang diterima dari pihak kedua

Berdasarkan kriteria itu, maka suatu biaya penggantian tidak dikenai PPN ketika pihak ketiga
menerbitkan tagihan langsung kepada pihak pertama. Misalnya dokumen tagihan dari
pemberi jasa memuat identitas penerima jasa yang sebenarnya sebagai entitas yang wajib
membayar tagihan, bukan perantara.

Adapun dari sisi PPh, belum ada ketentuan khusus mengenai reimbursement dalam pajak.
Undang-Undang Pajak Penghasilan baru mengatur definisi penggantian yang termasuk objek
pajak. Tapi reimbursement  dari sisi PPh lazimnya mengikuti prinsip akuntansi sesuai dengan
PSAK yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan prinsip akuntansi itu, pihak kedua tak boleh mencatat penerimaan
dari reimbursement sebagai penghasilan jika pihak ketiga menerbitkan faktur tagihan
langsung kepada pihak pertama. Pihak kedua juga tak bisa mencatat pembayaran ke pihak
ketiga sebagai beban/biaya. Dalam hal ini, pihak ketiga akan mencatat pajak keluaran,
sementara pihak pertama mencatat pajak masukan.

Kalau faktur tagihan dikeluarkan kepada pihak kedua oleh pihak ketiga, pihak pertama harus
memotong PPh pasal 23 saat membayar reimbursement kepada pihak kedua jika pembayaran
itu termasuk ketentuan pemotongan PPh pasal 23. Pihak kedua harus mengakui
penerimaan reimbursement itu sebagai penghasilan ataupun biaya/beban. Dalam hal ini,
pihak ketiga akan mencatat pajak keluaran, pihak kedua mencatat pajak masukan dari pihak
ketiga dan mencatat pajak keluaran kepada pihak pertama, sementara pihak pertama mencatat
pajak masukan dari pihak kedua.

(Baca: Ternyata Ini 6 Perbedaan Pajak dan Retribusi dalam Bisnis)

Contoh Kasus Reimbursement dalam Pajak


Guna mengetahui lebih dalam ihwal reimbursement dalam pajak, berikut ini contoh kasus
yang bisa dijadikan rujukan.

PT Maju Jaya menggunakan jasa konsultan periklanan PT Kreasi Surya untuk menangani
promosi produknya. Dalam kontrak/perjanjian, disepakati bahwa PT Kreasi Surya berhak
meminta reimbursement  atas biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan materi promosi dan
pengelolaan iklan. Misalnya biaya pembuatan pamflet dan pembayaran jasa iklan di Internet.

Pada akhir periode perjanjian, PT Kreasi Surya menerbitkan dokumen tagihan atas semua
pengeluaran itu kepada PT Maju Jaya lengkap dengan bukti transaksi. Maka, sesuai dengan
ketentuan hukum reimbursement  dalam pajak, pembayaran dari PT Maju Jaya kepada PT
Kreasi Surya tergolong sebagai objek PPN sebesar 10 persen. Sebab, tagihan tidak diterbitkan
oleh pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan pembuat pamflet atau penyedia jasa iklan di
Internet, melainkan oleh PT Kreasi Surya sebagai pihak kedua.

Adapun sesuai dengan ketentuan PPh pasal 23, ada pajak penghasilan sebesar 2 persen dari
penghasilan bruto atas biaya jasa konsultasi kepada PT Kreasi Surya. Tidak ada PPh atas
pengeluaran PT Kreasi Surya dalam kerja asama itu. Jadi PT Kreasi Surya menerima
pendapatan dari jasa konsultasi setelah dikurangi PPh yang dipotong PT Maju Jaya. Bila
biaya itu sebesar Rp 5.000.000, berarti ada potongan 2% x Rp 5.000.000 = Rp 100.000.
Jumlah yang diterima PT Kreasi Surya adalah Rp 5.000.000 – Rp 100.000 = Rp 4.900.000.

Ketentuan reimbursement dalam pajak membutuhkan perhatian lebih dari pengusaha. Demi


memudahkan pencatatan dan pemantauan pengeluaran untuk reimbursement, pengusaha bisa
memanfaatkan platform manajemen pengeluaran seperti Spenmo. Platform ini memudahkan
dan mempersingkat proses reimbursement hingga pencatatannya dalam akuntansi. Anda akan
selangkah lebih maju dalam pengaturan pengeluaran bila memanfaatkan aplikasi digital ini
daripada menggunakan cara manual yang lebih rentan diwarnai kekeliruan.

Bisnis & Finansial

++++++++++++++++

Jurnal Akuntansi pajak untuk pendapatan PT. Freight Forwarding - Ortax

Anda mungkin juga menyukai