Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PERPAJAKAN II

PERLAKUAN BIAYA PERJALANAN


DINAS DANAN BIAYA PENGOBATAN
BAGI WAJIB PAJAK BADAN

Disusun oleh:
Sonia Veizha Sasmaya
NPM. 143060019661

DIII Akuntansi / 4-Z / 36

PROGRAM DIPLOMA DIII AKUNTANSI


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
BINTARO, TANGERANG SELATAN
JUNI 2016

I.PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan
maupun Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha, salah satu unsur biaya
yang cukup besar adalah biaya bagi karyawan. Menurut Undang-Undang tentang
Pajak Penghasilan, UU No. 36 Tahun 2008, Penghasilan kena pajak didapat dengan
menghitung penghasilan

bruto dikurangi

dengan

biaya

untuk

mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan. Namun ternyata tidak seluruh biaya bagi
karyawan yang diakui secara komersial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya yang dikeluarkan Badan mempunyai dampak dapat dikurangkan atau tidak
dapat dikurangkan dari Penghasilan.

Umumnya jika biaya tersebut dapat

dikurangkan sebagai biaya akan dilakukan pemungutan/pemotongan Pajak


Penghasilan Pasal 21 oleh Pemberi Kerja.
Biaya sehubungan dengan karyawan yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu biaya perjalanan dinas dan biaya pengobatan. Perjalanan dinas merupakan
salah

satu

kegiatan

yang

dilakukan

oleh

pegawai

dalam

sebuah

Perusahaan/Badan. Seorang pegawai yang ditugaskan untuk ke luar kantor, ke luar


kota bahkan ke luar negeri pastilah membutuhkan biaya. Teknis pengeluaran biaya
perjalanan dinas ini berbeda-beda bagi tiap Badan. Bagitu pula dengan biaya
pengobatan. Jenis fasilitas pengobatan yang diberikan oleh suatu Badan
menentukan perlakukan perpajakan terhadap biaya yang bersangkutan sehingga
yang menjadi permasalahan utama yaitu menggolongkan perlakukan perpajakan
terhadap biaya tersebut ke dalam deductable expense atau nondeductable
expense.

II.

PEMBAHASAN

A. PERJALANAN DINAS
Pengertian, Komponen, dan Cara Pembayaran
Yang dimaksud perjalanan dinas adalah perjalanan yang dilakukan oleh
seorang pekerja atas dasar penugasan dari pemberi kerja dengan ketentuan
yang mengacu kepada jarak tertentu tempat yang dituju dari kantor asal. Untuk
meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas karyawan perlu diberikan
penggantian

atas

biayabiaya

yang

dikeluarkan

sehubungan

dengan

kedinasannya, dimana penggantian biaya tersebut bukan merupakan tambahan


penghasilan.
Secara umum biaya perjalanan dinas terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Biaya Akomodasi, yaitu pengeluaran untuk membiayai penginapan
selama perjalanan dinas, dapat diberikan dalam bentuk tunai atau
voucher hotel yang sudah dibooking dilokasi serta pengeluaran untuk
biaya hidup selama perjalanan dinas seperti makan, laundry dan
sebagainya.
2. Biaya transportasi , yang meliputi : biaya dari tempat kedudukan ke
tempat tujuan pergipulang, serta retribusi yang dipungut di terminal bus/
stasiun/ bandara/ pelabuhan. Biaya transpor ini dibayarkan sesuai
dengan biaya riil.
3. Uang Saku yang pada dasarnya merupakan penggantian biaya keperluan
sehari-hari pegawai negeri/non pegawai negeri dalam menjalankan
perintah perjalanan dinas di dalam negeri yang dapat digunakan untuk
uang makan, transpor lokal, dan pengeluaran lain.
Besaran biaya yang dimasukkan dalam komponen di atas harus mengacu
pada Standar Biaya Umum (SBU) yang berlaku sebagai batas tertinggi dengan
menerapkan prinsip kewajaran.
Pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk. Pertama, pembayaran dapat dilakukan oleh pemberi penghasilan
secara lumpsum yaitu pembayaran sekaligus di awal dengan berdasarkan precalculated cost. Pegawai/karyawan yang akan melakukan perjalanan dinas
akan menerima sejumlah uang tertentu yang dibayarkan sekaligus. Dalam
lumpsum yang diterima termasuk didalamnya adalah biaya transportasi, biaya
penginapan dan biaya hidup selama perjalanan dinas. Dengan sistem ini
pegawai yang melakukan perjalanan dinas dapat mengatur sendiri penggunaan
uangnya. Apakah dia mau berhemat atau berboros tergantung perilakunya

mempergunakan uang. Oleh karena itu perhitungan biaya yang akan


dikeluarkan

haruslah

akurat

sehingga

tidak

terdapat

kelebihan

yang

membuatnya mempunyai kemampuan ekonomis.


Cara kedua yaitu dengan Reimbursment. penggantian biaya perjalanan
diberikan oleh pemberi kerja berdasarkan bukti-bukti pengeluaran yang sah,
sehingga setiap pegawai yang pulang dari perjalanan dinas diharuskan
membuat perincian biaya yang telah dikeluarkannya secara wajar. Cara ini
dapat mengantisipasi kelebihan bayar karena penggantian biaya dilakukan di
akhir sehingga pelaku perjalanan dinas harus membayar seluruh biaya terlebih
dahulu.
Yang ketiga yaitu pembayaran melalui uang muka. Uang muka perjalanan
dinas diberikan sebelum melaksanakan perjalanan dinas. Pemberian uang
muka didasarkan pada rincian prakiraan yang telah dibuat. Apabila terdapat
kelebihan pembayaran maka dikembalikan dan jika uang muka kurang
karyawan dapat mengajukan penggantian.
Perlakuan Perpajakan Biaya Perjalanan Dinas Oleh Wajib Pajak Badan
Menurut UU PPh pasal 6 ayat (1), Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak
Badan dan BUT ditentukan berdasarkan Penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
Biaya yang dimaksud tersebut meliputi biaya langsung dan biaya tidak
langsung, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya
berkenaan
dengan
pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;

4.
5.
6.
7.

biaya perjalanan;
biaya pengolahan pabrik;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan
yang

diatur

dengan

berdasarkan PMK;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali PPh.

atau

10.

Sering terjadi salah penafsiran dalam menggolongkan biaya

perjalanan dinas sebagai deductable expense karena pada pasal 6 ayat (1)
angka 4 dirinci bahwa biaya perjalanan termasuk dalam pengertian biaya yang
dapat dikurangkan pada penghasilan bruto. Yang perlu ditekankan, deductable
expense meliputi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Apabila biaya dikeluarkan
tidak berkontribusi terhadap penghasilan maka tidak dapat dibebankan. Hal
tersebut berlaku juga terhadap biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
penghasilan, namun penghasilan tersebut bukan merupakan objek pajak.
11.

Konsep biaya perjalanan dinas berkebalikan dengan pasal 6 (1)

angka 2, yaitu biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Perjalanan dinas
bukan merupakan biaya yang berkenaan dengan pekerjaan sehingga digolongan
sebagai non-deductable expense. Penulis mengasumsikan bahwa biaya
perjalanan pada angka 4 tersebut sebagai biaya transpor sehubungan dengan
usaha/pekerjaan.
12.

Pada UU PPh pasal 9 ayat (1) huruf e menerangkan salah satu biaya

yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu penggantian atau
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan. Biaya perjalanan dinas merupakan salah satu bentuk
natura atau kenikmatan karena tidak memberikan tambahan kemampuan
ekononis bagi pelaku perjalanan dinas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
biaya perjalanan dinas dianggap bukan sebagai imbalan berkenaan dengan
pekerjaan dan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak dapat
dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto (non-deductable expense)dan
bagi pihak yang menerima pembayaran biaya tersebut bukan merupakan
penghasilan (non-taxable)
13.
B. PERLAKUKAN PERPAJAKAN BIAYA PENGOBATAN KARYAWAN
14.

Karyawan adalah modal utama bagi setiap perusahaan. sebagai

modal, karyawan perlu dikelola agar tetap produktif. Maka dari itu karyawan
harus diperhatikan kesejahteraannya. Kesejahteraan diberikan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta keluarganya. Salah satu bentuknya
yaitu dengan mengalokasikan biaya pengobatan untuk karyawan. Biaya
pengobatan ini dapat berupa biaya pengobatan yang diberikan langsung oleh
pemberi kerja kepada karyawan ataupun berupa penggantian biaya pengobatan

(reimbursement).Perlakuan pembayaran yang berbeda tersebut memiliki dampak


yang berbeda pula dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
15.

Menurut UU PPh pasal 6 ayat (1) angka 2, salah satu jenis biaya

yang dapat dikurangkan dalam penghasilan bruto adalah biaya berkenaan


dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi,
dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. Maka Pengeluaranpengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang
dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, tidak boleh dibebankan sebagai
biaya (non-deductable expense), dan bagi pihak yang menerima atau menikmati
bukan merupakan penghasilan (non-taxable).
16.
Pernyataan tersebut dikuatkan sebagaimana dalam UU PPh pasal 9
ayat (1) huruf e yang mengungkapkan bahwa penggantian natura dan
kenikmatan selain penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai,
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur
berdasarkan PMK, tidak tergolong sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
17.

Berikut ini merupakan jenis fasilitas penggantian biaya pengobatan

dan perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak Badan, serta dampaknya bagi
penerima fasilitas (karyawan):
1. Fasilitas pengobatan dengan memberikan tunjangan pengobatan kepada
pegawai dan mengambilnya kembali.
18.

Setiap bulan Badan mengeluarkan biaya dalam jumlah yang

sama yang diberikan kepada pegawai sebagai tunjangan pengobatan dalam


bentuk uang. Tunjangan pengobatan ini kemudian oleh perusahaan dipotong
kembali dari penghasilan karyawan yang telah dikenakan pajak pada tiap
akhir

bulan,

dan

jumlah

hasil

pemotongan

itu

dibayarkan

untuk

penyelenggaraan Klinik atau Rumah Sakit. Tunjangan ini merupakan


penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan (taxable), dan dengan
demikian merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan bagi perusahaan
(deductable expense). Dengan pertambahan penghasilan karyawan sebagai
akibat dari tunjangan pengobatan ini, karyawan dengan sendirinya akan
membayar PPh yang lebih besar.

2. Fasilitas Pengobatan berupa Pemberian Tunjangan Pengobatan Kepada


Pegawai
19.

Perusahaan memberikan tunjangan berupa uang tunai tiap

bulan dengan jumlah yang sama sebesar biaya pengobatan sebesar


perkiraan yang dibuat oleh pemberi kerja. Tunjangan pengobaan termasuk
sebagai unsur penghasilan karyawan. Hal yang berbeda dengan tunjangan
yang dimaksud dalam nomor (1) yaitu pegawai bebas menggunakan uang
tersebut.

Jika

pegawai

sakit,

biaya

pengobatannya

ditanggung

sendiri/dibayar oleh pegawai. Bagi karyawan penggantian ini merupakan


penghasilan karyawan yang dikenakan pajak (taxable) pada karyawan yang
bersangkutan. Dengan demikian biaya terkait fasilitas tersebut merupakan
biaya yang dapat dikurangkan (deductable expense) dalam menghitung
penghasilan kena pajak perusahaan.
3. Fasilitas pengobatan ditanggung perusahaan
20.

Fasilitas ini disediakan oleh perusahaan secara cuma-cuma

kepada karyawan. Dalam hal ini penyediaan fasilitas berupa ruangan


berobat, obat-obatan, serta biaya jasa dokter. Fasilitas pengobatan ini juga
dapat diterapkan perusahaan dengan cara dokter/klinik/rumah sakit tempat
pegawai untuk berobat. Pada akhir bulan dokter/klinik/rumah sakit tersebut
mengirimkan tagihan kepada perusahaan. Perusahaan membayar tagihan
tersebut langsung kepada dokter/klinik/rumah sakit tanpa membebankannya
pada pegawai.
21.

Jadi apabila karyawan mendapatkan perawatan kesehatan

dari suatu rumah sakit, dan rumah sakit tersebut menerima pembayaran
langsung dari pemberi kerja, maka balas jasa yang diterima karyawan
tersebut merupakan kenikmatan yang bukan obyek Pajak Penghasilan
karena tidak diterima atau diperoleh dalam bentuk uang tunai, melainkan
diterima dalam bentuk kenikmatan sehingga pembayaran kepada rumah
sakit tersebut bukan merupakan beban yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja dalam menghitung penghasilan neto.
4. Fasilitas penggantian biaya pengobatan
22.

Perusahaan memberikan fasilitas pengobatan dengan cara

menanggung secara terbatas atau seluruhnya biaya berobat pegawai.


Dalam kasus ini, pegawai yang sakit berobat kepada dokter/klinik/rumah
sakit yang telah ditunjuk perusahaan ataupun dengan cara membebaskan

pegawai yang sakit untuk memilih sendiri dokter/klinik/rumah sakit. Pegawai


kemudian memberikan bukti biaya pengobatan kepada perusahaan untuk
dilakukan reimbursement. Selanjutnya perusahaan memberikan penggantian
berupa uang tunai kepada karyawan. Karena penggantian tersebut dalam
bentuk uang tunai, maka bagi karyawan penggantian ini merupakan
penghasilan karyawan yang dikenakan pajak (taxable) pada karyawan yang
bersangkutan. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
fasilitas ini dapat dikurangkan (deductable expense) dalam menghitung
penghasilan kena pajak perusahaan.
5.

Perusahaan membayarkan premi asuransi kesehatan pegawai kepada PT.


Jamsostek atau BPJS
23.
Setiap bulan perusahaan membayar premi kesehatan kepada
PT Jamsostek atau BPJS berdasarkan persentase tertentu dari gaji. Jika
pegawai sakit, biaya pengobatan akan ditanggung oleh PT Jamsostek atau
BPJS. UU PPh Pasal 9 ayat (1) disebutkan beberapa pengeluaran yang
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, salah satunya yang
dijelaskan huruf (d) bahwa premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Dengan demikian Iuran Jamsostek yang dibayarkan dan menjadi tanggung
jawab pemberi kerja merupakan biaya bagi perusahaan (deductable
expense), sehingga dapat mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan.

24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.

33.

III. PENUTUP
34.
35. Kesimpulan
36.

Biaya perjalanan dinas dalam bentuk akomodasi, transportasi,

maupun uang saku dianggap bukan sebagai imbalan berkenaan dengan


pekerjaan dan bukan merupakan penambah kemampuan ekonomis bagi
karyawan. Terhadap biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak dapat
dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto (non-deductable expense) dan
bagi pihak yang menerima pembayaran biaya tersebut bukan merupakan
penghasilan (non-taxable).
37.

Berbeda dengan biaya pengobatan, perlakuan perpajakannya

tergantung dari bentuk penggantian biaya tersebut kepada karyawan. Apabila


fasilitas pengobatan diberikan dalam bentuk tunjangan atau uang tunai, maka
biaya

yang

penghasilan

dikeluarkan
kotor

dapat

dikurangkan

(deductable

perusahaan.

Sebaliknya,

apabila

expense)

fasilitas

dari

diberikan

perusahaan dalam bentuk natura/kenikmatan atau pengobatan langsung tanpa


ada aliran uang ke tangan karyawan, biaya atas penyediaan fasilitas tersebut
bukan termasuk biaya yang boleh dikurangkan (non deductable expense)
terhadap

penghaislan

bruto

perusahaan

dan

bagi

penerimanya

bukan

merupakan objek pajak (non-taxable).


38.

Variasi pembayaran biaya perjalanan memiliki dampak yang sama

terhadap penghasilan kena pajak, yaitu tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
kotor. Berbeda dengan biaya pengobatan, umumnya perusahaan cenderung
memberikan fasilitas kesehatan dalam bentuk tunjangan daripada natura
(pengobatan langsung) dengan pertimbangan sifat tunjangan yaitu deductable
dari penghasilan bruto yang menghasilkan laba fiskal lebih rendah. Laba fiskal
yang lebih rendah berdampak pada pajak terutang yang lebih rendah pula.
39.

Anda mungkin juga menyukai