Anda di halaman 1dari 14

BAB 11

BIAYA DAN PENGELUARAN

A. Penetapan Beban dan Penghasilan


T elah diuraikan sebelumnya, bahwa penetapan penghasilan dilakukan berdasarkan
konsep realiasasi. Artinya, penghasilan diakui pada periode penjualan atau
penyerahan barang atau pelaksanaan jasa. Untuk menentukan laba, biaya yang
dikorbankan dikurangkan dari penghasilan tersebut. Konsep ini dalam istilah asing
disebut matching cost with revenues concept.
Undang-undang Pajak Penghasilan menggunakan konsep matching dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini jelas dari ketentuan Pasal 6 UU No. 7
Tahun 1983 jo. UU No. 10 Tahun 1994 yang menyatakan bahwa:
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap ditentuka oleh penghasilan bruto dikurangi:
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihar penghasilan, termasuk
baiay pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jas termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi,
dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun sebgaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 11A;
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
4. Kerugian karena atau penjualan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk mendapatkan , menagih, dan memelihara
penghasilan;
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia,
magang, dan pelatihan.

Akt. Perpajakan 108


B. Biaya dan Pengeluaran
Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya pengertian tentang stelsel akrual,
berdasarkan pengertian tersebut biaya tidak sama dengan pengeluaran kas, demikian
pula pengeluaran belum tentu sama dengan biaya. Biayaialah pengorbanan yang
dinyatakan dalam rupiah untuk memperoleh barang dan jasa. Baik dalam akuntansi
maupun perpajakan biaya dapat terjadi sekalipun belum ada pembayaran. Selama
suatu biaya dapat dibuktikan untuk usaha memperoleh penghasilan, ketentuan
perpajakan mengakuinya sebgai biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan.

C. Belanja Modal dan Belanja Rutin


Belanja modal atau capital expenditures ialah pengeluaran untuk membeli aktiva
perusahaan yang masa menfaatnya lebih dari satu tahun tahun buku atau periode,
misalnya pengeluran untuk membeli mesin-mesin dan gedung. Pengeluran untuk
rehabilitasi harta perusahaan termasuk pengertian belanja modal. Maksud rehabilitasi
di sini adalah perbaikan yang mengakibatkan perpanjangan umur atau penambahan
kapasitas. Alokasi belanja modal mejadi biaya dilakukan secara berangsur-angsur
yaitu melalui cara penyusutan dan amortisasi.
Belanja rutin atau revenue expenditures ialah pengeluaran yang manfaatnya hanya
dalam satu tahun buku atau periode. Biaya belanja rutin meliputi gaji, biaya
administrasi, biaya operasional, dan biaya iklan dan promosi.
Ketentuan perpajakan juga sangat tegas dan jelas mengatur biay belanja modal dan
belanja rutin. Ketentuan ini dimasksudkan agar tidak terjadi penggeseran laba-rugi
melalui pengaturan besarnya biaya. Maksud utama ketentuan tersebut adalah untuk
mencegah Wajib Pajak melakukan penghindaran pajak. Semula keterangan
mengenai hal tersebut dijelaskan dalam memori penjelasan Pasal 10 ayat (2) UU No.
7 Tahun 1983, kemudian penjelasannya dipindah ke memori penjelasan Pasal 6 UU
No. 10 Tahun 1994 yang berbunyi:
“Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam
2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu ) tahun dan yang mempunyai masa manfaat tidak lebih ari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan
biay pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya adminstrasi dan bunga,
biaya rutin pengolahan limbah, dan sebagainya; sedangkan pengeluaran yang
mempunyai mas manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan
melalui penyusutan dan amortisasi”.
Beban yang mempunyai masa manfaat satu tahun dan beban yang mas manfaatnya
lebih dari satu tahun, dijelaskan hampir sama dengan yang ditemui dalam memori
penjelasan Pasal 10 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 yaitu sebagai berikut:
“Pembebanan pengeluaran sehubungan dengan perkiraan harta pada dasarnya
terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Pengeluaran yang dapat dianggap sebagai biaya sehari-hari, misalnya biaya
pemeliharaan dan reperasi yang biasanya dilakukan secara berkala, yang
dilakukan untuk memelihara manfaat teknis dari harta yang bersangkutan;

Akt. Perpajakan 109


2. Pengeluaran yang dilakukan, yang tidak dapat dianggap sebagai biaya sehari-
hari, misalnya biaya rehabilitasi, biaya reperasi besar, yang biasanya dilakukan
untuk meningkatkan kembali kapasitas atau menambah kapasitas harta yang
bersangkutan”.
Pengeluaran yang termasuk kelompok 2, memberikan masa manfaat yang tidak
hanya dinikmati pada tahun pengeluaran itu saja, melainkan untuk beberapa jangka
waktu tertentu. Oleh karena, itu wajar apabila pengeluaran tersebut dibebankan
kepada perkiraan harta (dikapitalisasikan) dan selanjutnya dilakukan penyusutan
sesuai denga masa manfaat dari harta yang bersangkutan.

D. Biaya Dibayar di Muka


Biaya yang dibayar di muka (prepaid expenses) ialah aktiva perusahaan yan gbelum
dikonsumsi. Apabila biaya tersebut dikonsumsi, aktiva tersebut akan berkurang.
Pengurangannya dapat dilakukan berangsur-angsur seiring berlalunya waktu. Dalam praktek
banyak contoh biaya dibayar di muka, misalnya premi asuransi dan sewa kantor. Ketentuan
perpajakan juga mengakui adanya biaya yang dibayar di muka sehingga pengeluaran untuk
biaya ini tidakseluruhnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Ketentuan ini sesuai
dengan stelsel akrual yang dianut oleh perpajakan.

E. Biaya-Biaya dalam Perpajakan


Biaya-biaya dalam perpajakan adalah semua biaya yang diperkenankan untuk
dikurangkan dalam rangka menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dalam
rangka menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (taxable income) suatu badan
dan bentuk usaha tetap, dan usaha perseorangan (wajib pajak dalam negeri), biaya
usaha yang boleh dan tidak boleh dikurangkan telah diatur dalam Pasal 6 UU No. 7
Tahun 1983 jo. UU No. 10 Tahun 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Biaya yang dapat dikurangkan (deductible expenses) untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak adalah sbagai berikut.
1. Biaya untuk mendapatkan , menagih, dan memelihara penghasilan, yang
meliputi: biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya
pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyta tidak dapat ditagih, premi asuransi,
biaya administrai dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut dapat diketahui dalam penjelasan
Pasal 6 ayat (1) a UU No. 10 Tahun 1994 yaitu sebagai berikut.
“Biaya-biaya yang dimaksud pada ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari
yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan
sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan
langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Dengan demikian,
pengeluaran-pengeluaran untuk mendapat, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya”.

Akt. Perpajakan 110


Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham
yang sudah beredar atau untuk melakukan akuisisi saham milik pemegang
saham pendiri atau lama tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen
yang diterimanya tidak menjadi Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (3) huruf f, kecuali bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk
melakukan penyertaan pada perusahaan yang baru didirikan atau mengambil
bagian dalam right issue oleh perusahaan yangtelah lama berdiri. Bunga
pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi.
Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya
boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, namun bagi pegawai yang
bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. Pengeluaran dalam bentuk
natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menmpati rumah dengan cuma-cuma,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan pihak yang menerima atau menikmati
bukan merupakan penghasilan. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan
tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, boleh dibebankan
sebagai biaya dan pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan
penghasilan. Ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta
penjelasannya. Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka
usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Bea Meterai (BM), Pajak Pembangunan I (PP.I), dapat dibebankan sebagai biaya.
Mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-
benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakekatnya merupakan
sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
No. SE-16/PJ.44/92, yaitu surat edaran yang dikeluarkan sebelum ada revisi
terhadap UU No. 7 Tahun 1983 diterangkan bahwa apabila bonus, jasa produksi,
dan gratifikasi dibayarkan kepada komisaris, direksi, atau pegawai yang
merangkap sebagai pemegang saham tidak boleh dikurangkan sebagai biaya
fiskal. Isi surat ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang perpajakan yang telah diperbaharui pada tahun 1994 dan terakhir
Tahun 2000.
Sesungguhnya masih ketentuan lain mengenai bunga pinjaman yang diatur dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-11/PJ.22/1985 tangal 13 Maret
1985. Ketentuan ini perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak sekalipun belum ada
ketentuan yang membatalkannya. Penggarisan yang diatur dalam surat edaran
dimaksud adalah:
a. Apabila jumlah pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga sama
besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah yang ditempatkan sebagai
deposito berjangka atau tabungan-tabungan lainnya maka bunga yang
terutang atas pinjaman atau dana tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai
biaya.

Akt. Perpajakan 111


b. Bunga atas pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga dapat
dikurangkan sebagai biaya perusahaan apabila jumlah pinjaman atau dana
tersebut melebihi jumlah yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan-tabungan lainnya. Besarnya bunga yang dapat dikurangkan tersebut
adalah jumlah bunga yang terutang atas jumlah pinjaman atau dana yang
berasal dari pihak ketiga yang melebihi jumlah yang ditempatkan sebagai
deposito berjangka atau tabungan-tabungan lain.
Ketentuan ini ada kaitannya dengan ketentuan pemerintah mengenai
penangguhan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan bunga deposito
berjangka sebelum tahun 1988 dan pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 15%
atas penghasilan bunga setelah tahun 1988.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
ata pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A. pengeluaran-pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan
pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar
sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3. Iuran kepada dana pensiun yang mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan
kepada dana pensiun yang pendirianya tidak atau belum disahkan oleh Menteri
Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya fiskal. Besarnya iuran kepada
dana pensiun yang diperkenankan untuk dikurangkan sebagai biaya fiskal
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun.
4. Kerugian yang diderita karena penjualan atau pengalihan harta dan/atau hak yang
dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kerugian karena penjualan
atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan,
atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto,
misalnya penyediaan fasilitas perumahan untuk pegawai.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing. Kerugian bisa terjadi karena
fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan
pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisih kurs mata uang asing yang
disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut, dan harus dilaksanakan secara taat asas. Apabila Wajib
Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap, pembebanan
kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata
uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada
akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs
tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. Rugi
selisih kurs karena kebijaksanaan pemerintah dibidang moneter dibukukan dalam

Akt. Perpajakan 112


Perkiraan sementara di neraca dan pembebanannya dilakukan bertahap
berdasarkan realisasi mata uang tersebut.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
Biaya yang dilakukan di luar negeri tidakdiperkenankan untuk dikurangkan
sebagai biaya. Besarnya jumlah biaya yang diperkenankan adalah jumlah yang
wajar yang digunakan untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi
pengembangan perusahaan. Tentu jumlah yang wajar sangat bersifat nisbi,
karena itu dalam praktek akan timbul perbedaan antara fiskus dan Wajib Pajak.
7. Biaya yang dikeluarkan untuk bea siswa, magang dan pelatihan dalam rangka
peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahan.

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1994, tentang pengeluaran-


pengeluaran dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat dibedakan
antara pengeluaran yang boleh dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Ketentuan
ini yang memberikan ciri khas antara perpajakan dengan akuntansi komersial.
Diatas telah dijelaskan bahwa pada prinsipnya biaya fiskal yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun
pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang
tidak boleh dikurngkan dari penghasilanbruto meliputi pengeluaran yang sifatnya
adalah pemakain penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.

F. Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan


Untuk menentukanbesarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap ada beberapa hal atau biaya yang tidak boleh dikurangkan
sesuai dengan Pasal 9 UU No. 10 Tahun 1994 adalah sebagai berikut:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi. Pembayaran dividen oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan
yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari
penghasilan badan tersebut yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
perpajakan. Undang-undang menegaskan hal ini dengan maksud untuk
memperjelas perbedaan pos antara pembagian laba dengan biaya untuk
kepentingan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan,
biaya premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi
para pemegang saham atau keluarganya. Sebelum undang-undang Pajak
Penghasilan direvisi ketentuan ini hanya diatur dalam surat edaran Dirjen Pajak.

Akt. Perpajakan 113


3. Pembetukan atau pemupukan dan cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk uusaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha
asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang
ketentuan dan syarat-syarat ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Kep. Men No.
80/KMK.04/1995). Khusus untuk penghitungan penghasilan neto pada usaha
bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi, penyisihan untuk
keperluan pembentukan dan pemupukan dana cadangan khusus dapat
dikurangkan sebagai biaya. Cadangan yang dimaksud adalah dana cadangan
penghapusan piutang ragu-ragu untuk jenis usaha bank, dana cadangan premi
untuk jenis usaha asuransi jiwa, dan dana cadangan premi dan cadangan kerugian
untuk jenis usaha kerugian. Lazimnya perusahaan melakukan pembentukan atau
pemupukan dana cadangan dimaksud untuk perluasan perusahaan dan menjamin
kelangsungan perusahaan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan. Pada waktu yang bersangkutanmenerima
penggantian atau santunan asuransi,penerimaan tersebut bukan merupakan objek
pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi
kerja, bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya
dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan
objek pajak. Ketentuan ini dibuat untuk menyelaraskan dengan ketentuan yang
ada dalam Pasal 4 ayat (3) huruf e, yang menyatakan bahwa pembayaran dari
perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa tidak termasuk sebagai objek Pajak Penghasilan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan pemberian dalam bentuk
natura atau kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Pemberian kenikmatan perjalanan cuti, kenikmatan rekreasi, dan kenikmatan
lainnya yang diperuntukkan bagi keperluan pegawai dari Wajib Pajak, termasuk
kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor perusahaan dan kenikmatan
perumahan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Apabila pemberian
kenikmatan perumahan di daerah terpencil berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan maka biayanya dapat dikurangkan oleh perusahaan sebagai biaya.
6. Pembayaran yang jumlahnya melebihi kewajaran sebagai imbalan atas pekerjaan
yang dilakukan, kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya, misalnya kepada
pemegang saham. Kelebihan pembayaran tersebut tidak boleh dikurangkan
sebagai biaya karena adanya hubungan istimewa yang menyebabkan pembayran
melebihi kewajaran. Kelebihan pembayran ini dikenakan pajak sebagai dividen.

Akt. Perpajakan 114


7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat 93) huruf a, UU No. 10 Tahun 1994.
8. Pajak penghasilan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya, karena bukan
merupakan biaya untuk memperoleh atau menagih penghasilan. Jumlah pajak
penghasilan yang terutang itu atas Penghasilan Kena Pajak setelah dilakukan
pengurangan yang diperbolehkan.
9. Biaya untuk keprluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya tidak sebagai biaya perusahaan, melainkan penggunaan dari
penghasilan. Oleh karena itu, pengeluaran demikian tidak boleh mengurangi
Penghasilan Kena Pajak.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. Pembayaran gaji tersebut
tidak diperkenankan untuk dikurangkan sebagai biaya fiskal, dengan alasan
bahwa anggota adalah pemilik persekutuan. Sehingga gaji yang diterima
dipersamakan dengan pembagian laba dan pengambilan prive tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.sebelum undang-undang baru tahun 1994, ketentuan
tersebut diatur dalam surat edaran Dir.Jen. Pajak. Dalam surat tersebut diatur
bahwa gaji, honorarium, bonus, tantiem, pemakaian hasil, dan pengambilan prive
yang dibayarkan kepada pemilik dari suatu perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham, firma, kongsi atau persekutuan tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Keterangan lebih lanjut dapat ditemui dalam Surat Direktur
Jenderal Pajak No. SE-37/PJ.42/ 1989.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan. Ketentuan ini menegaskan bahwa sanksi perpajakan tidak dapat
dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak melainkan ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak akan menderita kerugian yang lebih
besar akibat dari timbulnya sanksi perpajakan.

G. Pembayaran dalam Bentuk Kenikmatan dan Natura


Akuntansi mendifinisikan biaya sebagai suatu yang dikorbankan untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan. Jadi, semua usaha, tenaga, dan sumber yang digunakan
untuk memperoleh hasil adalah biaya. Oleh krena itu, semua pembayaran dalam
bentuk natura atau kenikmatan kepada karyawannya adalah biaya.
Sekalipun alasan terebut benar menurut prinsip ekonomi perusahaan atau akuntansi,
namun prinsip perpajakan menganut ketentuan sendiri. Justru dalam hal seperti inilah
perbedaan antara kuntansi dan perpajakan. Perbedaan ini disebut beda tetap.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran dalam bentuk natura atau kenikmatan
diatur oleh Direktur Jenderal Pajak dalam suratnya No. 182/PJ.21/1985 tanggal 7
Oktober 1985. Berikut ini dapat dikemukan contoh-contoh biaya (fringe benefits)
yang dapat dan tidak dapat dikurangkan serta petunjuk yang dapat diberikan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam surat tersebut.

Akt. Perpajakan 115


1. Fasilitas Pengobatan
a. Klinik atau rumah sakit milik perusahaan
Jika pegawai perusahaan memperoleh fasilitas pengobatan yang tidak
diterima dalam bentuk uang tunai, maka bagi yang bersangkutan penerimaan
kenikmatan ini bukan penghasilan. Dengan sendirinya, pembayaran
kenikmatan tersebut oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
Supaya perusahaan dapat mengurangkan pengeluaran tersebut sebagai biaya,
kepada masing-masing pegawai harus diberikan tunjangan pengobatan
sebesar jumlah biaya yang dipakai untuk keperluan pengobatan tersebut.
Untuk mengetahui jumlah ini, klinik atau atau rumah sakit harus membuat
catatan besarnya biaya pengobatan masing-masing pegawai setiap bulan.
Perusahaan kemudian memotong kembali tunjangan pengobatan dari
penghasilan karyawan yang telah dikenakan pajak pada tiap akhir bulan.
b. Klinik atau rumah sakit milik pihak ketiga
Jika biaya pengobatan karyawan dibayarkan lansung kepada klinik, rumah
sakit, dan dokter lain diluar perusahaan, bagi pegawai merupakankenikmatan
yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Dengan demikian, biaya tersebut
tidak boleh dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
perusahaan. Jika biaya pengobatan tersebut diberikan kepada karyawan
dalam bentuk penggantian uang tunai, bagi pegawai penggantian ini
merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan. Dengan
demikian, pembayaran uang tunai ini dapat dikurangkan sebagai biaya
perusahaan.

2. Kenikmatan Mendiami Rumah Milik Perusahaan


a. Pemberian perumahan karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil
Jika kenikmatan mendiami rumah, tidak diperlukan sebagai penghasilan bagi
pegawai maka perusahaan tidak dapat mengurangkan biaya yang berkaitan
dengan rumah (biaya penyusutan, renovasi, atau pemeliharaan) sebagai biaya
dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Agar perusahaan dapat
mengurangkan pengeluaran tersebut sebagai biaya, kepada pegawai harus
adiberikan tunjangan perumahan minimal sebesar jumlah penyusutan atau
renovasi (pemeliharaan) rumah yang bersangkutan. Pertambahan penghasilan
sebagai akibat pemberian tunjangan perumahan ini akan menambah beban
Pajak Penghasilan pegawai yang bersangkutan.
b. Pemberian perumahan yang terletak didaerah terpencil
Pengeluaran untuk perumahan di daerah terpencil, sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan No. 960/KMK.04/1983, adalah pengeluaran yang dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Juga berdasarkan prinsip umum
sebagaimana diuraikan diatas, merupakan penghasilan yang dikenakan pajak
kepada pegawai. Dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 1991 maka ketentuan
ini tidak berlaku lagi. Ketentuan ini menyebutkan bahwa biaya pemberian
kenikmatan perumahan didaerah terpencil dapat dikurangkan sebagai biaya
dan tidak dihitung sebagai penghasilan bagi pegawai.

Akt. Perpajakan 116


c. Mess Untuk Transit
Biaya fasilitas mess yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai tempat transit
bagi pegawainya dapat dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak. Namun, kenikmatan ini tidak merupakan
penghasilan bagi pegawai.

3. Perlengkapan Keselamatan Kerja yang Diwajibkan oleh Peraturan


Keselamatan Kerja
Penerimaan perlengkapan keselamatan kerja oleh pegawai tidak merupakan
penghasilan, dan bagi perusahaan pengeluaran ini dapat dikurangkan sebagai
biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

4. Fasilitas Rekreasi dan Olahraga


Pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk pengadaan dan pembiayaan
fasilitas rekreasi dan olahraga yang terletak jauh dari kota untuk menjaga
kesehatan dan moral karyawan dapat dikurangkan sebagai biaya. Kenikmatan ini
bagi karyawan tidak merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan.
Jika fasilitas tersebut berada di dekat atau dalam kota, pengeluaran demikian
tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

5. Biaya Perjalanan
a. Biaya perjalanan dalam rangka perjalanan dinas
Biaya perjalanan dalam rangka perjalanan dinas bukan merupakan
penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Pengeluaran ini merupakan
biaya yang dapat dikurangkan oleh perusahaan dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak.
b. Biaya perjalanan pegawai yang berpisah keluarga
Apabila perusahaan memberikan biaya perjalanan dalam bentuk kenikmatan
maka pengeluaran ini tidak dapat dibiayakan; sedangkan bagi pegawai,
penerimaan itu tidak merupakan penghasilan. Jika perusahan memberikan
fasilitas dalam bentuk uang tunai maka pengeluaran ini dapat dikurangka
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Bagi pegawai yang menerima
uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan.
c. Biaya perjalanan pemulangan pegawai
Biaya perjalanan pemulanganpegawai ke tempat semula (tempat melamar
pekerjaan) karena pemberhentian, sakit-sakitan, dan pensiun dapat
diperlakukan sebagai biaya oleh perusahaan dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak.

6. Fasilitas Pelatihan dan Pendidikan


Fasilitas pelatihan dan pendidikan beserta biaya-biaya untuk itu dalam rangka
meningkatkan keterampilan pegawai dapat dibiayakan oleh perusahaan.

Akt. Perpajakan 117


7. Fasilitas Kafetaria
Apabila perusahaan menyediakan dan membiayai kafetaria dalam memberikan
makanan dan minuman gratis kepada pegawai, pengeluaran ini tidak
diperkenankan untuk dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak. Tentu, penerimaan kenikmatan atau natura ini bukan penghasilan
bagi pegawai.

8. Fasilitas Kendaraan
apabila kendaraan semata-mata dipakai untuk keperluan perusahaan dan sama
sekali tidak pernah dipakai untuk keperluan pribadi (tidak dibawa pulang ke
rumah) maka biaya yang berhubungan dengan kendaraan ini dan biaya
eksploitasinya dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan Pajak
Penghasilan.

9. Asuransi Kecelakaan
Biaya asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dikurangkan sebagai
biaya, dan bagi pegawai pengeluaran ini diperhitungkan sebagai penghasilan.
Apabila ternyata kemudian ada pembayaran santunan asuransi, penerimaan ini
bukan penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian, perusahaan asuransi
yang membayar santunan asuransi tidak memotong Pajak Penghasilan
tertanggung atau pegawai.

10. Pembayaran Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Terpencil


Seperti telah dijelaskan sebelumnya pembayaran dalam bentuk natura dan
kenikmatan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya dan bagi penerima tidak
dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan sebagai objek pajak. Dengan
diubahnya UU No. 7 Tahun 1983 dengan UU No. 7 Tahun 1991 maka khusus
untuk daerah terpencil diberlakukan ketentuan tersendiri. Ketentuan tersebut
adalah tunjangan yang diberikan dalam bentuk penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan tertentu di daerah terpencil dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dan bagi penerima imbalan dimaksud bukan
merupakan penghasilan. Karena itu, prinsip taxibility-deductibility tidak berlaku
untuk daerah terpencil. Pengertian daerah terpencil menurut undang-undang
tersebut antara lain ditentukan oleh mudah tidaknya dijangkau oleh transportasi
umum baik darat, laut, maupun udara, dan keadaan prasarana ekonomi dan
sosialnya sangat terbatas. Dengan keterbatasan ini penanaman modal di daerah
tersebut harus membangun sendiri prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan
kegiatan usahanya, seperti jalan lingkungan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit,
dan sekolah.
Kemudian dalam UU No. 10 Tahun 1994 istilah “daerah terpencil” diganti
dengan “daerah tertentu”. Untuk lebih jelasnya, Pasal 9 ayat (1) huruf e berbunyi
sebagai berikut:

Akt. Perpajakan 118


“untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan; penggantian atau imbalan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri Keuangan”.
Sesuai dengan Kep.Men. No. 633/KMK.04/1994 yang dimaksud daerah tertantu
adalah daerah terpencil yaitu daerah secara ekonomis mempunyai potensi yang
layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumny kurang
memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, sehingga untuk mengubah
potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata,
penanaman modal menanggung resiko yang cukup tinggi dan masa
pengembaliannya yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang
mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya
memiliki cadangan mineral. Penggantian atau imbalan sehubungandengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu yang dapat dikurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud
oleh undang-undang adalah sarana dan fasilitas di lokasi bekerja untuk:
a. Tempat tinggal, termasuk perumahan bagai pegawai dan keluarganya;
b. Makanan dan minuman gabi pegawainya;
c. Pelayanan kesehatan;
d. Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya;
e. Pengangkutan pegawai dan keluarganya;
f. Olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, boating, dan
pacuan kuda: sepanjang fasilitas dan sarana tersebut tidak tersedia, sehingga
pemberi kerja harus menyediakan sendiri.
Pengeluaran untuk pembangunan sarana-sarana tersebut di atas yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun, disusutkan sesuai dengan ketentuan
penyusutan perpajakan. Pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan
kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka dan kaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan, untuk keamanan dan keselamatan kerja atau yang
berkenaan dengan situasi lingkungan kerja, boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto pemberi kerja.

H. Biaya Pajak Masukan PPN


Sesuai dengan Pasal 1 PP No. 42 Tahun 1985 tentang pelaksanaan Pajak
Penghasilan, pada dasarnya Pajak Masukan PPN yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh 1984
adalah PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan UU PPN 1984.

Akt. Perpajakan 119


I. Biaya dalam Yayasan
Dalam Undang-undang Perpajakan yang baru berlaku 1 Januari 1995, yayasan atau
organisasi yang sejenis, ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan maksud untuk
menjaga persaingan yang sehat, mengingat masih cukup banyak usaha komersial
dengan menggunakan nama yayasan.. kegiatan-kegiatan atau jasa-jasa yang semula
dianggap sebagai jasa sosial seperti rumah sakit dan pendidikan, kini mulai
(sebagian) merupakan bisnis yang menarik dan menguntungka bagi para investor.
Dengan pertimbangan tersebut maka atas selisih lebih antaraperolehan penghasilan
bruto yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto dikenakan Pajak penghasilan. Tidak termasuk
sebagai penghasilan yang merupakan objek ppajak adalah sumbangan,bantuan dan
hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU No. 7 Tahun 1983
jo. UU No. 10 Tahun 1994. Dalam menghitung penghasilan bruto tersebut juga tidak
termasuk sebagai penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat
final, seperti Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan jasa giro.
Biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan dalam
menghitung Penghasilan Kena Pajak dari yayasan atau organisasi sejenis antara lain
berupa:
a. Bagi Yayasan Pendidikan:
1. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;
2. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;
3. Biaya publikasi/iklan;
4. Biaya kendaraan;
5. Biaya kemahasiswaan;
6. Biaya ujian semester;
7. Biaya sewa gedung dan utilities (listrik, telepon, air);
8. Biaya laboratorium;
9. Biaya penyelenggaraan asrama;
10. Bunga bank dan biaya bank lainnya;
11. Biaya pemeliharaan kampus;
12. Biaya penyusutam;
13. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
14. Biaya penelitian dan pengembangan
15. Biaya beasiswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
16. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olahraga serta alat-alat
peraga;
17. Subsidi/beasiswa bagi siswa yang kurang mampu;
18. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.

b. Bagi Yayasan Rumah Sakit:


1. Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;
2. Biaya umum;
3. Obat-obatan;

Akt. Perpajakan 120


4. Biaya bunga;
5. Konsumsi karyawan;
6. Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;
7. Perlengkapan rumah sakit;
8. Transportasi;
9. Biaya penyusutan;
10. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
11. Biaya penelitian dan pengembangan;
12. Biaya beasiswa dan pelatihan karyawan;
13. Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.

Sesuai dengan penjelasan DirJen. Pajak bahwa pengenaan PPh asat selisih antara
penghasilan yang merupakan objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan,
kan menekan hasrat yayasan untuk mencari selisih lebih (keuntungan), dan/atau akan
mendorongnya menggunakan dana yang seharusnya di mana selisih lebih tersebut
seyogyanya ditujukan untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan. Dengan kata
lain, yayasan dapat meniadakan atau mengecilkan selisih lebih dengan cara
menurunkan harga atau tarif jasa yang dijualnya atau menaikan mutu pelayanannya
yang tentunya akan menaikan anggaran biaya. Dengan demikian, akan menjadi jelas
mana yayasan yang memang bertujuan menhimpun keuntungan (selisih lebih) dan
yang tidak.

J. Kompensasi Kerugian
Jika penghasilan bruto sesudah dikurangi biaya yang diperkenankan menurut pajak
didapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasi dengan penghasilan
selama 5 (lima) tahun dihitung sejak tahun yang berikutnya sesudah tahun
dideritanya kerugian tersebut. Misalnya, pada tahun 2018 diderita kerugian sebesar
Rp. 500.000.000,00. Kerugian ini dapat dikompensasi dengan penghasilan mulai
tahun 2019 sampai dengan 2023. Kompensasi dapat dilakukan secara berangsur-
angsur atau sekaligus, bergantung pada keinginan Wajib Pajak. Dengan
dikompensasikannya kerugian tersebut maka Penghasilan Kena Pajak berkurang
sebesar kerugian yang dikompensasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, bagi jenis-jenis usaha tertentu, yang
menurut pertimbangan objektif tidak menghasilkan laba dalam lima tahun, kerugian
yang dideritanya dapat dikompensasi dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan)
tahun. Jenis usaha yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan untuk melakukan
kompensasi kerugian lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 8 tahun adalah jenis
usaha perkebunan tanaman keras dan pertambangan.

Akt. Perpajakan 121

Anda mungkin juga menyukai