Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A.

LATAR BELAKANG................................................................................................................1

B.

RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................2

C.

TUJUAN PEMBAHASAN.......................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN......................................................................................................................3


A.

TEORI DAN PENDEKATAN MANAJEMEN YANG DILAKUKAN OLEH PT CATUR

PUTRA SURYA................................................................................................................................3
B.

FAKTOR EKSTERNAL MIKRO YANG DIHADAPI OLEH PT CATUR PUTRA SURYA....4

C.

FAKTOR EKSTERNAL MAKRO YANG DIHADAPI OLEH PT CATUR PUTRA SURYA. .5

BAB III : PENUTUP..........................................................................................................................10


A.

SIMPULAN.............................................................................................................................10

B.

SARAN...................................................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PT Catur Putra Surya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan jam, arloji beserta dengan komponen-komponennya . Perusahaan ini dipimpin
oleh Yudi Susanto yang memang dari remaja sudah tertarik dalam hal peralatan elektronik. PT
Catur Putra Surya sendiri merupakan nama baru dari perusahaan lama milik Yudi dengan
bidang yang sama yang bernama PT Empat Putra Watch Industy (EPWI) yang telah berdiri
sejak Maret 1980 dan lalu mengadakan ekspansi pabrik yang kemudian mengganti nama
perusahaan menjadi PT Catur Putra Surya pada tahun 1991.
Namun perusahaan ini mengalami berbagai macam permasalahan besar. Tercatat
dalam 10 tahun pertama perusahaan ini berdiri dengan nama PT Catur Putra Surya (CPS)
terdapat dua permasalahan besar yang sebenarnya berasal dari faktor luar namun
mengakibatkan perusahaan yang sangat maju ini harus jatuh. Namun yang terjadi, perusahaan
ini mampu bangkit kembali setelah menghadapi kedua kasus tersebut.
Kasus pertama terkait dengan adanya pembunuhan buruh pabrik bernama Marsinah.
Kasus ini berawal dari himbauan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai yang kemudian direspon positif oleh para buruh untuk menuntut
kenaikan gaji sebesar 20 persen dari gaji semula yang pada kenyataannya tidak mampu
dipenuhi oleh PT Catur Putra Surya. Buntut dari ketidakmampuan PT Catur Putra Surya ini
mengakibatkan adanya mogok kerja yang dilakukan oleh buruh pabrik yang berujung pada
pemecatan 13 orang buruh yang dianggap sebagai dalang aksi buruh oleh Kodim Sidoarjo
yang ditunjuk sebagai penengah saat itu. Karena merasa janggal, seorang buruh bernama
Marsinah merasa harus mempertanyakan ini semua, namun yang terjadi beberapa hari
kemudian ia ditemukan tewas di pinggiran hutan jati Wilangan setelah sempat hilang
beberapa hari. Kematian Marsinah mengakibatkan pamor PT Catur Putra Surya merosot tajam
dengan berkurangnya pegawai secara besar-besaran. Yudi pun sempat mencicipi jeruji besi
karena kasus ini. Namun PT CATUR PUTRA SURYA mampu bertahan. Selepas kasus ini,
mereka tetap bertahan dan kembali bangkit untuk melakukan produksi.
Masalah belum selesai dihadapi oleh PT Catur Putra Surya. Baru saja perusahaaan ini
bangkit akibat kasus Marsinah, pada akhir tahun 1997 perusahaan ini harus menghadapi
masalah dimana mulai terjadi krisis yang melanda Indonesia yang berawal dari krisis yang
melanda negara Thailand. Akibatnya nilai tukar rupiah Indonesia melemah tajam hingga
menyentuh angka terendahnya selama Indonesia merdeka. Ini juga berdampak kepada PT
Catur Putra Surya, meskipun ekspor yang tidak turun yang mengakibatkan jumlah pendapatan

mereka bisa dikatakan meningkat, tapi itu tidak bisa mengalahkan kerugian yang harus
mereka hadapi untuk menutupi segala beban biaya yang berakibat pada turunnya penjualan
hingga mencapai 40 persen. Namun sekali lagi, PT Catur Putra Surya mampu bangkit dalam
situasi ini dan meningkatkan kembali pamor mereka dalam penjualan jam, arloji dan
komponennya .
Memasuki masa reformasi, PT Catur Putra Surya kembali menghadapi masalah dari
eksternal. Pabrik perusahaan yang berada di daerah Porong Sidoarjo megalami kerusakan
bahkan tidak bisa dipakai sama sekali sehingga harus diungsikan ke pabrik lama yang
sebenarnya tidak memadai lagi yang terletak di daerah Surabaya. Ini terjadi karena adanya
semburan lumpur panas yang berasal dari kesalahan teknis oleh PT Lapindo Brantas yang
mengakibatkan daerah sekitar porong terkena dampak lumpur panas yang semakin
mengganas termasuk pabrik utama PT Catur Putra Surya seluas 5,5 Hektare terendam lumpur
panas sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk kegiatan operasi PT Catur Putra Surya karena
lumpur yang menggenangi PT ini telah membuat mesin-mesin pabrik yang vital tidak bisa
dipindahkan menuju pabrik yang berada di Surabaya. Belum lagi kerugian karena harus tetap
membayar gaji buruh padahal produksi sudah bekurang drastis. Seorang manajemer harus
memiliki strategi jitu untuk menghadapi dan tetap bertahan dari permasalahan eksternal yang
tidak diduga sepeti yang dihadapi PT Catur Putra Surya .
Melalui makalah ini penulis ingin membahas bagaimana konsep dan pendekatan
manajemen serta faktor-faktor eksternal yang dihadapi oleh PT Catur Putra Surya sehingga
mereka bisa menghadapi berbagai tantangan yang menghadang perusahaan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Teori dan pendekatan Manajemen yang digunakan oleh PT Catur Putra
Surya ?
2. Apa saja faktor eksternal mikro yang dihadapi oleh PT Catur Putra Surya ?
3. Apa saja faktor eksternal makro yang dihadapi oleh PT Catur Putra Surya ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Menjelaskan teori dan pendekatan Manajemen yang digunakan oleh PT Catur Putra
Surya.
2. Menjelaskan faktor eksternal mikro yang dihadapi oleh PT Catur Putra Surya.
3. Menjelaskan faktor eksternal makro yang dihadapi oleh PT Catur Putra Surya.

BAB II
PEMBAHASAN
A TEORI DAN PENDEKATAN MANAJEMEN YANG DILAKUKAN OLEH PT CATUR
PUTRA SURYA
Dalam 10 tahun sejak berdirinya di tahun 1980, PT Empat Putra Watch Industry telah
berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan. Melihat peluang-peluang yang tinggi di
masa depan, PT Empat Putra Watch Industry memutuskan untuk melakukan ekspansi dengan
meningkatkan kapasitas

dan kapabilitas produksi. Perusahaan pun semakin mampu

memproduksi produk dengan tingkat kesulitan dan kualitas yang lebih tinggi.
Bersamaan dengan keputusan mengubah nama barunya menjadi PT Catur Putra
Surya, Yudi Susasnto, Pendiri PT Empat Putra Watch Industry , mulai memakai pendekatan
manajemen yang lebih modern meliputi diferensiasi bagian produksi, keuangan, dan SDM. Ia
pun tak lagi mnangani pekerjaan manajerial sendiri, tetapi merekrut orang-orang kompten
untuk duduk di manajemen. Hal tersebut dinilai telah menjadi kebutuhan perusahaan
mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi akan jauh lebih tinggi seiring dengan
tumbuh kembangnya perusahaan.
Jumlah pekerja yang dibutuhkan pabrik pun cukup besar karena adanya perluasan
area. Sebagian besar diantara pekerja terlibat langsung dalam aktivitas perakitan, proses akhir
dan pengemasan produk. 300 pekerja yang direkrut diantaranya merupakan perempuan karena
dianggap sesuai dengan karakter pekerjaan yang memebutuhkan ketelitian.
Dalam pengalaman Yudi sebagai pengusaha, ia selalu berupaya untuk bersikap adil
kepada karywannya. Ia berprinsip bahwa karyawan merupakan ujung tombak bagi
keberlangsungan dan kemajuan perusahaan. Hal tersebut selaras dengan gagasan khusus
perilaku organiasi yaitu unusur manusia sebagai faktor kunci sukses atau kegagalan
pencapaian tujuan organisasi. Jadi apabila karyawan tidak merasa nyaman bekerja, hal itu
akan berdampak pada kinerja perusahaan. Walaupun begitu, ia juga menginginkan adanya
disiplin dan keteraturan dalam organisasi yang dipimpinnya
Melalui paparan di atas, teori manajemen dominan yang dijalankan oleh PT Catur
Putra Surya yaitu Teori Manajemen modern. Hal tersebut dapat dilihat melalui penerapan
manajemen yang dilakukan perusahaan tersebut sejak berekspansi. Pembagian kerja sesuai
spesialisasi serta penerapan prinsip keadilan dalam manajemen perusahaan yang diselaraskan
dengan mengedepankan keyakinan bahwa karyawan merupakan sumber daya yang berharga
menjadi beberapa gagasan pendukungnya.
Selain Teori, terdapat juga pendekatan Manajemen yang dilakukan oleh PT Catur
Putra Surya. Pendekatan yang mereka lakukan adalah pendekatan kontingensi. Dapat kita

lihat dari bagaimana PT Catur Putra Surya ini melakukan penyelesaian atas berbagai masalah
yang mereka hadapi berturut-turut. Dimulai dari PT Catur Putra Surya berubah nama dari PT
Empat Putra Watch Industry . Strategi pemasaran yang mereka lakukan berubah, dari yang
semulanya fokus untuk penjualan kedalam negeri, lalu berubah seiring dengan berekspansi
dan berubahnya PT Empat Putra Watch Industry menjadi PT Catur Putra Surya. Selain itu
juga tampak berbagai penyelesaian yang berbeda untuk tiga kasus yang berbeda pula yang
dilakukan oleh PT Catur Putra Surya karena setiap kasus itu unik dan berbeda butuh
penyelesaian yang berbeda pula.
D. FAKTOR EKSTERNAL MIKRO YANG DIHADAPI OLEH PT CATUR PUTRA
SURYA
1. Pelanggan
Semenjak PT Catur Putra Surya berekspansi dan mengganti namanya dari PT Empat
Putra Watch Industry menjadi PT Catur Putra Surya pada tahun 1991, perushaan ini
mengalami perubahan segmen pelanggan. Dimana perusahaan tersebut pada awalnya
memiliki stratetegi 60 % ditujukan untuk pelanggan domestik sedangkan 40 % untuk
diekspor. Namun melihat peluang semenjak 1991 mengakibatkan PT Catur Putra Surya
mengubah strateginya yakni 70 % untuk pasar internasional sedangkan 30 % untuk pasar
domestik. Hasilnya, penjualan perusahaan ini meningkat sampai dengan menyentuh
angka 4 Miliyar Rupiah. Begitu juga saat terjadinya krisis ekonomi yang dihadapi
Indonesia yang turut serta berimbas pada PT Catur Putra Surya. Perusahaan ini
menyesuaikan jumlah produksi dengan order luar negeri serta baru melakukan produksi
apabila sudah ada uang muka sebesar 40% untuk pasar domestik. Meskipun sudah
berbagai upaya, tetap saja penjualan menurun sebesar 40 % dari tahun sebelumnya.
Dari penjelasan diatas dapat ditunjukkan bahwa Pelanggan merupakan faktor
eksternal mikro dalam sebuah perusahaan sehingga perusahaan perlu mengatur strategi
untuk mengambil kesempatan tersebut menjadi sebuah keuntungan.
2. Kompetitor / pesaing (dalam hal ini Bangsa Tiongkong/China)
Nilai ekspor dari PT Catur Putra Surya sangatlah menjanjikan. Ini mengakibatkannya
perusahaan ini pada akhirnya merubah strategi pemasaran dimana 70 % produksi
diekspor untuk dunia luar sedangkan sisanya saja untuk pasar domestik. Tujuan ekspor
nya antara lain Negara-negara Asia Tenggara, Cina, Hongkong, dan Taiwan hinga negaranegara di kawasan Timur Tengah. Namun selepas krisis tahun 1998, terjadi era
kebangkitan perekonomian Cina dimana Cina memiliki produk dengan harga yang lebih
murah namun kualitas yang sama bahkan lebih baik dari produk yang dihasilkan oleh PT
Catur Putra Surya. Sehingga pada akhirnya PT Catur Putra Surya sendiri melakukan
4

perubahan strategi lagi untuk menyelamatkan perusahaan yakni fokus untuk menggarap
pasar yang belum dikuasai oleh Cina
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pesaing dalam sebuah perusahaan
juga mampu mempengaruhi secara langsung kinerja perusahaan sebagaimana terjadi pada
perusahaan Catur Putra Surya.
E. FAKTOR EKSTERNAL MAKRO YANG DIHADAPI OLEH PT CATUR PUTRA
SURYA
1. Politik (Ketidakselarasan Birokrasi, politik perburuhan dan lembaga peradilan)
Pada masa orde baru, pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat untuk
memacu pertumbuhan ekonomi, terutama dalam bidang industri, dengan menjamin
tersedianya tenaga kerja yang murah. Namun hal ini seiring berjalannya waktu kebijakan
ini ditentang oleh para buruh yang merasa tidak puas dengan besaran upah mereka.
Puncaknya ketika Pemprov Jatim mengeluarkan surat edaran berupa himbauan untuk
pengusaha supaya meningkatkan kesejahteraan karyawannya berupa kenaikan gaji
sebesar 20%. Karena tuntutan kenaikan upah sangat besar, manajemen PT Catur Putra
Surya belum bisa menyetujui. Aksi demonstrasi dan mogok kerja para buruh pun terjadi.
Hal ini tentu menggangu kelancaran operasional produksi perusahaan sehingga
perusahaan berupaya untuk menyelesaikan permasalahan dengan buruhnya. Karena itu
diadakanlah perundingan antara 24 wakil buruh dan perusahaan, termasuk buruh bernama
Marsinah.
Pemerintah sebagai pengatur regulasi hendaknya dapat menyelaraskan kebijakan
pusat dan daerah. Dalam hal ini yaitu jaminan tersedianya tenaga kerja yang murah.
Pemerintah pusat juga harus menyadari bahwa kebijakan ini menguntukan perusahaan
namun disisi lain juga memicu ketidakpuasan para buruh. Hal tersebut menjadi lebih
bermasalah ketika di sisi lain Pemprov mengimbau perusahaan untuk meningkatkan
kesejahteraan buruh dengan menaikkan 20% upah mereka padahal pada awalnya telah
dijamin adanya tenaga kerja yang murah. Tuntutan ini wajar jika belum bisa disetujui oleh
pihak perusahaan karena nilai kenaikannya begitu besar.
Karena perundingan awal tersebut gagal, pihak PT Catur Putra Surya mengajukan
pihak ketiga, sebagai penengah yaitu Kodim Sidoarjo. Keputusan manajemen PT Catur
Putra Surya untuk mencari celah agar aksi demonstrasi dan mogok kerja tidak
berkepanjangan yaitu menghadirkan pihak penengah dari Kodim juga telah sesuai dengan
prosedur. Hal tersebut didukung juga oleh politik perburuhan pada masa itu yang harus
melibatkan aparat keamanan karena pada dasarnya birokrasi orde baru memang
mengedepankan stabilitas keamanan untuk meredam potensi gejolak sosial. Namun
kekuasaan aparat yang lebih luas ini mengakibatkan besarnya kemungkinan adanya
5

kekerasan dan intimidasi. Bukannya diajak bernegosiasi ulang, 13 perwakilan buruh yang
dipanggil malah diminta mengundurkan diri oleh Kodim sidoarjo karena

terbukti

melanggar peraturan pemerintah tentang aksi pemogokan yang tidak diketahui terlebih
dahulu oleh SPSI, Pengusaha dan P4D. Marsinah, yang tidak turut dipanggil diketahui
mencoba menanyakan nasib 13 rekannya. Tiga hari setelahnya, Marsinah ditemukan
tewas di hutan.
Kematian Marsinah memicu kecurigaan para buruh dan masyarakat bahwa hal ini
terjadi dikarenakan suatu bentuk intimidasi terhadap para aktivis buruh oleh aparat.
Akhirnya pemerintah membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan
penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Marsinah. Namun yang terjadi adalah delapan
petinggi PT Catur Putra Surya ditangkap dan dijatuhi hukuman tanpa prosedur resmi oleh
Tim Terpadu Barkorstanasda Jatim. Terdakwa dijatuhi hujuman karena dianggap
bersekongkol membunuh Marsinah. Merasa tidak memperoleh keadilan, terdakwa naik
banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto, Pemilik PT.Catur Putra Surya, bebas.
Proses selanjutnya pada tingkat kasasi MA membebaskan pula para terdakwa lain dari
segala dakwaan.
Pada kasus ini terlihat bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat lemah dan
dipenuhi ketidakpastian. Dunia bisnis seringkali dirugikan oleh keputusan-keputusan
pengadilan yang tidak adil akibat kurangnya integritas maupun kompetensi para penegak
hukum.
Dapat disimpulkan bahwa politik merupakan salah satu faktor eksternal makro yang
terjadi pada PT Catur Putra Surya . Adanya ketidakselarasan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan mengakibatkan PT. Catur Putra
Surya tidak mampu memenuhinya dalam hal ini memenuhi tuntutan buruh dalam
meningkatkan gaji mereka sehingga menimbulkan aksi mogok kerja oleh para buruh.
Selain adanya ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Juga ada
politik perburuhan dan lembaga peradilan yang tidak melakukan pekerjaan sesuai
prosedur yang semestinya yang lagi-lagi merugikan PT Catur Putra Surya sebagai sebuah
perusahaan.
2. Ekonomi (Krisis Ekonomi)
Krisis Ekonomi Asia bermula ketika Thailand mengubah sistem nilai tukarnya
menjadi mengambang (floating) pada 2 Juli 1997 sebagai akibat dari tertekannya mata
uang baht sejak Februari 1997 yang mengakibatkan Thailand mengalami defisit
pembayaran dan cadangan devisanya menurun Situasi tersebut segera menular ke negaranegara Asia lainnya

Indonesia sendiri mengambil tindakan preventif untuk mempertahankan nilai tukar


rupiah dengan mengambangkan nilai tukar rupiah secara bertahap. Selain itu Bank
Indonesia juga melakukan tindakan intervensi pasar yang menghabiskan USD 1 miliar
atau 5 persen dari total cadangan devisa Indonesia.
Meskipun tindakan preventif telah dilakukan, penurunan nilai tukar rupiah tetap tidak
terbendung, sehingga nilai tukar rupiah diambangkan secara penuh yang membuat nilai
tukar rupiah turun secara drastis dan kemudian pemerintah segera mengambil langkah
untuk menaikkan suku bunga yang berimbas pada meningkatnya kewajiban yang
ditanggung perusahaan yang memiliki utang dalam negeri.
Situasi ini dihadapi oleh PT. CPS pada kuartal keempat 1997. Cicilan utang yang
meningkat, harga bahan baku yang meningkat 200 persen lebih, penjualan domestik yang
menurun. Hal tersebut membuat Yudi Susanto berpikir keras untuk menyelamatkan
perusahaannya.
Hal yang dilakukan PT. CPS adalah mengurangi produksi dengan menyesuaikan
jumlah order dari luar negeri. Dan pesanan dalam negeri hanya dikerjakan apabila telah
ada pembayaran uang muka sebesar 40 persen. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya
bahan baku. Selanjutnya, perusahaan mengurangi jumlah karyawan yang disesuaikan
dengan pengurangan produksi secara bertahap.
Puncak krisis ekonomi terhadap kinerja PT. CPS terjadi pada 1998. Penjualan turun
hampir 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi PT. CPS masih dapat
bertahan karena order dari luar negeri tetap stabil.
Keadaan mulai membaik pada tahun 1999. Pesanan domestik meningkat seiring
dengan maraknya produk jam yang sering dipakai sebagai cindera mata oleh partai
politik, sebagian buruh kembali dipekerjakan, kapasitas produksi mulai kembali ke
tingkat sebelum krisis, namun margin penjualan masih tertekan karena daya beli
konsumen yang belum pulih benar.
Lingkungan eksternal terutama iklim ekonomi terbukti mempengaruhi aktivitas suatu
perusahaan. Tidak mudah untuk suatu perusahaan dapat keluar dari era krisis. Namun
dampak dari krisis ekonomi sendiri dapat diminimalisasi dengan adanya tindakan yang
tepat dari perusahaan. Dalam hal ini, PT. CPS tetap bertahan karena adanya manajemen
yang baik. Mulai dari sistem pengurangan produksi dan jumlah karyawan yang bertahap.
Selain itu reputasi perusahaan di luar negeri yang baik juga dapat membantu bertahannya
perusahaan ketika penjualan domestik menurun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
untuk mengatasi kondisi krisis dan mempertahankan kemampuan perusahaan agar tetap
survive diperlukan fleksibilitas serta strategi baik jangka panjang maupun pendek
didalam mengolah manajemen perusahaan.

3. Bencana / Faktor Sosial (Lumpur Lapindo)


Setelah dapat menghadapi krisis pada tahun 1997 hingga tahun 2000. PT CPS dapat
mengembalikan kapasitas produksi ke tingkat yang maksimal seperti sebelum 1997.
Beberapa tahun berikutnya penjualan perusahaan terus meningkat antara tahun 20002006, kinerja keuangan perusahaan juga semakin membaik dan iklim bisnis juga
mendukung hal tersebut.
Akan tetapi pada tahun 2006, terjadi peristiwa yang tidak diduga yakni semburan
lumpur yang diakibatkan oleh pengeboran Gas Bumi oleh PT Lapindo. Semburan yang
hanya berjarak sekitar 1 km dari pabrik PT CPS menenggelamkan pabrik PT CPS yang
berada di Porong.Akibat hal ini PT CPS memindahkan kegiatan operasionalnya ke pabrik
lama yang berlokasi di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya. Namun aset-aset yang bisa
dipindahkan ke pabrik lama hanya sebagian karena terdapat aset permanen yang tidak
dapat dipindahkan ke pabrik baru sehingga hanya sebagian kecil aset yang dapat
dipindahkan. Hal ini tentu saja membuat perusahaan merugi. Di samping itu perusahaan
juga harus menghadapi permasalahan buruh sebanyak 344 orang yang harus dihadapi
setelah kejadian lapindo tersebut. PT CPS harus memikirkan cara yang efektif untuk
mengatasi

permasalahan

ini.

Pada

akhirnya

perusahaan

memutuskan

untuk

mempertahankan buruh yang ada, namun hanya 220 orang yang bersedia untuk terus
bekerja untuk perusahaan dan 24 orang memutuskan untuk mengundurkan diri karena
permasalahan pribadi.
Setelah pabrik di Porong tenggelam oleh lumpur, kegiatan produksi sementara
direlokasilkan ke Rungkut. Output yang dihasilkan pabrik Rungkut ini hanya sekutar 15
persen dari output pabrik Porong.
Perusahaan telah berusaha untuk mendapatkan ganti rugi dengan cara mengajukan
tuntutan kepada PT Lapindo Brantas. Ganti rugi yang diajukan jauh lebih rendah
disbanding ganti untung tanah dan bangunan warga. Hal itu dimaksudkan agar Lapindo
mudah menyepakati dan segera membayarnya karena di sisi lain manajemen menghadapi
kesulitan arus kas. Untuk memperkuat posisi penawaran ganti rugi, PT. CPS membentuk
GPKLLL (gerakan Pengusaha Korban Luapan Lumpur Lapoindo). Namun pemenuan
tuntutan tersebut membutuhkan waktu yang lama karena PT Lapindo dianggap
menghindari untuk melunasi pembayaran tersebut dengan cara terus mengegosiasikan
besaran ganti rugi yang harus dibayarkan kepada perusahaan.
Tindakan pemerintah pun dinilai tidak tegas dalam menekan Lapindo memenuhi
kewajibannya serta kurang pro-aktif menangani masalah buruh dan nasib perusahaan
yang teracam bangkrut. Karena kepastian tak kunjung diberikan, PT. CPS bersama
GKLLL mengajukan tuntutan hukum sebagai jalan terakhir.

Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan juga dapat mempegaruhi
keputusan yang diambil oleh perusahaan. PT CPS harus menemukan jalan keluar agar
dapat bertahan. Dalam keadaan seperti ini, sudah seharusnya pemerintah juga melakukan
intervensi karena melalui masalah tersebut bagaimanapun juga akan berpengaruh pada
perekonomian di Indonesia. Buruh dan perusahaan merupakan penyokong produktivitas
negara yang tidak bisa diabaikan. Namun berbanding terbalik dengan sikap pemerintah
terkesan lambat dalam penanganan masalah ini sehingga timbul pernyataan bahwa
pemerintah hanya responsif jika menyangkut urusan pembayaran pajak. Padahal dengan
melindungi atau paling tidak menjamin keadilan dalam sekumpulan perusahaan yang
terkena dampak negatif akibat bencana lumpur lapindo ini, pemerintah dapat
menyelamatkan upaya pembangunan di Indonesia. Karena di sisi lain, dalam bidang
pembangunan perusahaan dapat membantu pemerintah,seperti membuka lapangan kerja,
membangun infrastruktur, mensejahterakan karyawan, meningkatkan sumber daya
manusia dan melakukan kegiatan sosial lainnya.

BAB III
PENUTUP
A SIMPULAN
PT Catur Putra Surya merupakan perusahaan yang memiliki manajerial yang baik
sekali. Perusahaan ini memiliki teori manajemen modern dengan mengedepankan mutu,
selain itu mereka melakukan pendekatan kontingensi dimana setiap masalah yang berbeda
atau situasi harus dihadapi dengan tindakan atau perlakuan yang berbeda pula meskipun
mereka hanyalah satu perusahaan. Terbukti perusahaan ini mampu bertahan semenjak tahun
1980 sejak bernama PT Empat Putra Watch Industry yang kemudian berekspansi dan berubah
nama menjadi PT Catur Putra Surya (PT CPS) dimana banyak tantangan yang bisa dikatakan
berat yang dihadapi oleh PT CPS. Tantangan ini berasal dari faktor-faktor eksternal baik
mikro maupun makro. Faktor yang bisa menguntungkan perusahaan namun tak jarang juga
faktor ini pernah menghancurkan perusahaan. Tantangan besar mulai dari dugaan
pembunuhan seorang buruh pabrik yang bernama Marsinah yang membuat reputasi
perusahaan hancur, krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang turut berimbas pada pabrik
ini. Hingga yang terakhir pabrik yang terletak di daerah Porong Sidoarjo tenggelam oleh
lumpur panas yang berasal dari produksi PT Lapindo Brantas. Diantara semua masalah besar
yang dihadapi oleh PT CPS tampak bahwa faktor eksternal makro sangat mempengaruhi
kegiatan sebuah perusahaan baik itu berpengaruh baik maupun menghancurkan perusahaan
tersebut.
F. SARAN
PT Catur Putra Surya mampu menuntut hak-hak mereka yang saat ini terbengkalai
oleh PT Lapindo Brantas dalam penyelesaian ganti rugi pabrik yang telah terendam oleh
lumpur panas semenjak tahun 2006 dengan menempuh jalur hukum dan memaksa mereka
harus membayar ganti rugi lalu PT CPS mampu kembali bangkit dan siap menghadapi
persaingan di bidang penjualan Arloji seperti yang telah mereka lakukan di dua peristiwa
terdahulu. Dan untuk pemerintah sendiri harus melakukan tindakan tegas dan tidak berpihak
ke satu pihak hanya karena pemilik dari perusahaan yang telah menghancurkan perusahaan
CPS tersebut adalah orang yang lumayan berpengaruh di negeri ini.

10

Anda mungkin juga menyukai