2.1.
KECEPATAN REAKSI
Didalam reaksi homogen, reaksi berlangsung dalam satu fasa, baik gas
ataupun cair dimana reaksi kimia merupakan reaksi irreversibel dengan persamaan
stokhiometri sebagai berikut: a A + b B r R + s S
Maka kecepatan reaksi untuk reaktan A didefinisikan sebagai perubahan berkurangnya
reaktan A per satuan volume waktu.
rA =
[2.1]
Hal yang sama untuk reaktan B, sedangkan untuk produk R di definisikan sebagai:
+ rR = +
[2.2]
[2.3]
Sedangkan unjuk kerja (performance) dari suatu reaktor dapat dinyatakan hubungan antara
keluaran sebagai fungsi dari masukkan, yang dapat digambarkan sebagaimana gambar 2.1.
TRK 1 II-9
Unjuk kerja dari alat sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 merupakan fungsi
pola (pattern) dari kontak antara reaktan dan juga kinetika reaksi. Pada pembahasan
reaktor homogen, pola kontak reaktan diasumsikan bercampur sempurna sehingga
pengaruh kontak reaktan dapat dianggap sempurna. Oleh karenanya, unjuk kerja dari
reaktor hanya dipengaruhi oleh kinetika reaksi. Kinetika akan membahas mengenai
kecepatan reaksi. Pada reaksi homogen, kecepatan reaksi tergantung pada komposisi
bahan, suhu dan tekanan dari sistem, dan untuk komponen A dapat dituliskan sebagai
berikut :
rA = konstanta f (input) = konstanta f (suhu, tekanan, komposisi)
Pada umumnya, tekanan total dari sistem dianggap konstan yang sudah ditentukan
kondisinya (isobarik), oleh karenanya kecepatan rekasi hanya dipengaruhi oleh
komposisi serta suhu sistem reaksi, yang dapat dituliskan dalam bentuk sebagai
berikut:
rA = f1 (suhu). f2 (komposisi)
2.2.
[2.4a]
suhu kontan (disebut dengan sistem isotermal), maka kecepatan reaksi hanya
tergantung pada komposisi pereaksi, dalam hal ini sebagai tinjauan komposisi adalah
konsentrasi bahan yang bereaksi saja.
rA = konstanta. f2 (komposisi)
[2.4b]
TRK 1 II-10
ganda (multiple reaction). Pada reaksi tunggal hanya terdapat satu persamaan reaksi,
sedangkan pada reaksi berganda terdapat lebih dari satu persamaan reaksi (reaksi seri,
reaksi paralel dan reaksi seri-paralel). Berdasarkan pembagian tersebut, dapat
dikembangkan lebih lanjut pembagian persamaan kecepatan reaksi berdasarkan
persamaan elementer dan non-elementer. Selain itu akan diabahas pula persamaan
kecepatan reaksi berdasarkan kesetimbangan rekasi kimia.
A + B k R
[2.6]
Dimana k merupakan konstanta kecepatan reaksi. Pada pesamaan [2.6] terlihat bahwa
orde (pangkat) dari persamaan kecepatan reaksi sesuai dengan koefisien
stokhiometrinya. Sedangkan bentuk reaksi non elementer, bentuk persamaan
kecepatan reaksi tidak ada hubungannya dengan koefisien stokhiometri pada
persamaan reaksinya.
Contoh reaksi non elementer :
H2 + Br2
2 HBr
[2.7]
Jika reaksi diatas merupakan bentuk reaksi elementer, maka persamaan kecepatan
reaksi adalah:
rHBr = kC Br C H
[2.8]
TRK 1 II-11
Akan tetapi, bentuk persamaan kecepatan reaksi dari persamaan stokhiometri yang
sebenarnya adalah:
rHBr =
kC H C Br/
[2.9]
k + C HBr / C Br
Sebagaimana yang ditunjukkan pada persamaan [2.7] dan [2.9], maka persamaan
reaksi dari non elementer mempunyai pangkat reaksi tidak sesuai dengan koefisien
stokhiometrinya. Reaksi non elementer merupakan keseluruhan dari beberapa tahap
reaksi, dimana masing-masing tahap merupakan reaksi elementer.
A+ B R+ S
[2.10]
kekiri
= 0
k1 CA CB = k2 CR CS
Perbandingan antara konstanta kecepatan reaksi ke kanan dan ke kiri disebut sebagai
konstanta kesetimbangan K. Apabila nilai K sebagai perbandingan antara perkalian
konsentrasi produk terhadap perkalian konsentrasi reaktan, maka diberi simbol
dengan Kc
KC =
k C R .CS
=
k C A .C B
[2.11]
TRK 1 II-12
Untuk suatu reaksi yang bersifat irreversibel (satu arah), maka kecepatan reaksi lebih
cenderung ke kanan dan kecepatan reaksi ke kiri sangat kecil sekali dibanding ke
kanan, bahkan dapat diabaikan. Oleh karenanya, nilai K reaksi irrevesible relatif
sangat besar dibanding dengan nilai K reversibel.
Zat hasil
rA = kC Aa .C Bb .C Cc
[2.12]
[2.13]
( mole ) n
( waktu )( volume ) n
( waktu )
atau
mole
wolume
[2.14]
2.3.
2 AB
[2.15]
+
+
B2
B*
2 A*
AB + B*
A B
2.
3.
A
R
Ion, misalnya :
Bentuk kompleks transisi, yaitu bentuk molekul tidak stabil yang terjadi karena
adanya tumbukan antara molekul-molekul zat pereaksi.
Bentuk ini kemudian segera berubah menjadi zat hasil.
TRK 1 II-14
Reaktan
(zat antara)*
2.
(zat antara)*
zat hasil.
(zat antara)*
(zat antara)*
zat hasil
INISIASI
PROPAGASI
TERMINASI
Radial bebas :
H2
Br2
2 H Br
Mekanisme reaksi:
Br
H
2.
Br2
+ H2
+ Br2
2 Br
2 Br
H Br
H Br
Br2
INISIASI
PROPAGASI
+ H
+ Br
TERMINASI
Molekul
Reaksi fermentasi dengan katalis enzym :
A
enzym
mekanisme :
A + enzym
(A enzym)
3.
( A enzym)*
R + enzym.
Ion
CH
/
CH
/
HNO encer
CH C = CH + H O CH C/ CH
OH
isobutene
butil-alkohol tersier
Mekanisme :
TRK 1 II-15
C = C + H
cepat
lambat
/ /
C = C
+
H
lambat
cepat
/ + /
C C/
H
+ H O
cepat lambat
cepat
H + + C/ C/
OH
4.
/
/
C C
/
/
H
/ O\ +
H H
Kompleks transisi
a. Dekomposisi azometana
(CH3)2 N2
A
C2 H6 + N2
R + S
Mekanisme :
A + A
A*
A* +
R
+
A
S
b. Reaksi :
H2
+ J2
2 H J
Mekanisme :
H
H J
H J
J
J
2.
Salah satu tahap reaksi berjalan jauh lebih lambat dari tahap-tahap yang lain.
Tahap ini merupakan tahap yang menentukan kecepatan reaksi. Tahap-tahap
reaksi yang lain berjalan sangat cepat dan dianggap berada dalam
kesetimbangan.
TRK 1 II-16
3.
Zat antara berada pada keadaan steady state (kecepatan zat antara yang
terbentuk = kecepatan zat antara yang bereaksi).
[A]
N O
NO + NO
NO + NO NO* + O + NO ( lambat )
k
[B]
NO* + NO* NO
[C]
Berdasarkan asumsi ke 3, kecepatan reaksi untuk zat antara berada pada keadaan
steady state artinya nilainya sama dengan nol.
+ rNO * = k C N O k C NO C NO * k C NO * C NO k C NO* C NO * =
[D]
rNO* = k C NO * C NO k C NO* C NO * =
[E]
C NO * k C NO + k C NO + k C NO*
C NO * =
= k C N O
k C N O
[F]
k C NO + k C NO + k C NO*
TRK 1 II-17
k C N O
k
C NO C NO * =
k
k C NO + k C NO
[G]
k C N O
rO = k
( k + k ) C NO
k k C N O
C NO =
k + k
[H]
Cara lain:
Persamaan kecepatan reaksi dijabarkan dari tahap yang paling lambat.
rO = k C NO * C NO
rO =
k C N O
k C NO
k k
C N O
k
[I]
[J]
Bentuk J ini sama dengan bentuk persamaan H diatas dengan asumsi k2 >> k3.
Reaksi irreversible : 2A + B A2 B
Dari percobaan diperoleh :
TRK 1 II-18
[A]
rAB
, C A C B
+ C A
[B]
A*
A* +
k C A * C B
A B
rA* =
[C]
A B
C A
k C A B
k C A
[D]
k C A* C B
k C AB
*
Pada keadaan steady state : rA =
k C A * + k C A* C B
C A *
kC A + k C AB
k C A + k C A B
[E]
k + kCB
rA B =
rA B
kk
C A C B + kk C B C A
k k C A B kk C B C A B
k + k C B
kk
C A C B k k C A B
k + k C B
[F]
(ii)
C A
[G]
TRK 1 II-19
rA B
C A CB
k + k C B
kk
( kk / k ) C A CB
+ ( k /k ) C B
[H]
Kedua bentuk tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan, maka perkiraan
mekanisme tersebut tidak benar.
Perkiraan mekanisme reaksi II :
k
A + B A B*
k
[I]
AB* + A
A B
rA B
k C AB* C A
rAB*
k C A C B
k C A B
k C AB*
[J]
kC AB* C A
k C A B
k C A C B
k C AB*
C AB*
kC AB* C A
k C A B =
k C A C B + k C A B
[K]
k + k C A
rA B =
kk C A C B + kk C A C A B k k C A B kk C A C A B
k + k C A
kk C A C B k k C A B
[L]
k + k C A
TRK 1 II-20
rA B
( kk /k ) C A CB
+ ( k /k ) C A
[M]
Karena bentuk persamaan ini sama dengan hasil percobaan, maka perkiraan
mekanisme reaksi ini benar.
Reaksi tersebut mempunyai mekanisme :
k
A B*
A+ B
AB + A
2.4.
[N]
A B
fungsi dari suhu dan komposisi, sedangkan pada sub bab 2.2, suhu dianggap tetap atau
dikatakan proses dalam kondisi isotermal. Akan tetapi pada sub bab 2.3 akan dibahas
bahwa suhu mempengaruhi kecepatan reaksi. Hubungan antara konstante kecepatan
reaksi dengan suhu dinyatakan berdasarkan berbagai pendekatan.
[2.16]
Dimana:
A = faktor frekwensi
TRK 1 II-21
A R,
k
Hr
[2.17]
[2.18]
=
dT
dT
RT
[2.19]
dT
dT
RT
RT
[2.20]
E dT
Maka: d ( ln k ) = R
T
Atau: ln k =
E
+ ln A
RT
[2.21]
TRK 1 II-22
Persamaan [2.21] merupakan bentuk persamaan linear sebagai hubungan antara (1/T)
dengan ln k1. Apabila dibuat grafik hubungan antara ln k1 versus 1/T, maka akan
didapat garis lurus dengan slope = - E/R, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar
2.2.
Slope = -E/R
ln k
/T
Gambar 2.2: hubungan antara suhu (1/T) dengan konstanta kecepatan reaksi (k)
Z AA = A n A
kT
=
MA
kT
CA
MA
[2.22]
CA
= Konsentrasi A, mol/liter
nA
Untuk tumbukan bimolekular dari suatu campuran A dan B, maka berdasarkan teori
kinetika adalah:
TRK 1 II-23
Z AB =
+
n A nB kT
MA MB
[2.23]
C AC B
[2.24]
atau
Z AB =
N
kT
+
MA MB
Jika tiap tumbukan antara molekul reaktan menghasilkan tranformasi reaktan menjadi
produk, maka ekspresi tersebut akan memberikan kecepatan reaksi bimolekular.
Kecepatan aktual biasa lebih kecil dari prediksi, dan ini mengindikasikan bahwa
hanya sebagian kecil fraksi dari semua tumbukan menghasilkan reaksi. Berdasarkan
teori distribusi Maxwell untuk energi molekular bahwa fraksi untuk semua tumbukan
bimolekular adalah sebesar: e E / RT jika E >> RT. Maka kecepatan reaksi adalah
rA =
dN A
= kC AC B =(kecepatan tumbukan, mol/ltr.det)(fraksi tumbukan)
V dt
rA = z AB
rA =
E / RT
e
N
N
kT
+
MA MB
E / RT
e
C AC B
[2.25]
Pada persamaan [2.25] menunjukkan bahwa pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi
berdasarkan pendekatan teori tumbukan adalah
k T / e E / RT
[2.26]
TRK 1 II-24
A+ B
AB Hr
[2.27]
Dengan mekanisme:
k
A+ B
AB * AB
[2.28]
Dengan
K C* =
k C AB *
=
k C AC B
[2.29]
dan
k =
k BT
h
Dengan
kB = konstante Baltzman = 1,38 x 10-16 erg/oK
h = konstante Planck = 6,624 x 10-27 erg det.
rAB = kC AB * =
k BT
= K c* C AC B
h
[2.30]
Berdasarkan konstanta kesetimbangan dari komplek aktif dalam bentuk energi bebas
standard:
G* = H* - T S* = - RT ln Kc*
Kc* = e-G*/RT = e-H*/RT + S* /R
[2.31]
k BT S * /R
e
h
H * /RT
.C A C B
[2.32]
Nilai e S / R tidak sensitif terhadap suhu dibandingkan yang lainnya, maka nilai
tersebut dianggap konstant. Maka untuk reaksi reversibel [2.27] secara pendekatan:
TRK 1 II-25
k1 T e H /RT
*
k2 T e H
/RT
[2.33]
E H *
Kompleks
E H *
Kompleks
Produk
Hr(+)
Reaktan
E H *
E H *
Reaktan
Hr(-)
Produk
Endothermis
Eksothermis
Gambar 2.3: Sketsa dari perubahan energi yang terjadi didalam suatu reaksi.
[2.34]
dT
T
RT
RT
[2.35]
k e E/RT
TRK 1 II-26
[2.36]
Dari perhitungan diatas ternyata hukum Arrhenius memberikan hasil yang hampir
sama dengan kedua teori yang lain.
Beberapa kesimpulan :
1.
merupakan
garis lurus, dengan slope besar untuk harga E besar dan slope kecil untuk harga
E kecil.
2.
Reaksi dengan tenaga aktivasi besar lebih peka terhadap perubahan suhu jika
dibandingkan dengan reaksi dengan tenaga aktivasi kecil.
3.
Beberapa contoh sensitivitas suhu pada reaksi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1: Kenaikan suhu yang diperlukan untuk merubah kecepatan reaksi menjadi
dua kali lipat
Suhu
0oC
400oC
1000oC
2000oC
Energi aktivasi, E
10.000 cal 40.000 cal 70.000 cal
11oC
3 oC
2 oC
70
17
9
273
62
37
1037
197
107
LATIHAN SOAL:
1. Suatu reaksi kimia dengan persamaan stokhiometri adalah sebagai berikut:
2 NO2 + O2 N2O5, jelaskan hubungan antara kecepatan pembentukan produk
dan kecepatan menghilangnya reaktan untuk ketiga komponen pada reaksi tsb.
2. Suatu reaksi dengan persamaan kecepatan reaksi: -rA = 0.005 CA2, mol.cc.menit,
Jika konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter dan waktu dalam jam, tentukan nilai
dan satuan dari konstanta kecepatan reaksinya.
3. Pirolisis dari etana memberikan nilai energi aktivasi sekitar 75.000 cal. Hitung
berapa kali perbandingan kecepatan dekomposisi pada suhu 650oC terhadap
500oC.
TRK 1 II-27