KINETIKA
PENDAHULUAN
Insinyur kimia adalah orang yang dibutuhkan agar sebuah proses kimia dapat berjalan sesuai
dengan keinginan dan berjalan secara efektif.
Dia sebagai tenaga yang ahli yang memperbesar sebuah proses kimia dari skala laboratorium
menjadi skala industri.
KLASIFIKASI REAKSI KIMIA
DEFINISI KECEPATAN REAKSI KIMIA
Kecepatan reaksi kimia dapat di definisikan dalam berbagai persamaan matematis.
Untuk mendefinisikannya perlu dipilih dahulu salah satu komponen, misal komponen i.
a. Reaksi homogen → satu phase tunggal (gas, cair atau padat)/reaksi katalitik maka katalis harus
berada dalam fase yang sama.
b. Reaksi heterogen → dua fase atau lebih.
a. Reaksi tunggal → satu persamaan stoikiometri dan satu persamaan kecepatan reaksi.
b. Reaksi Multipel → lebih dari satu persamaan stoikiometri dan persamaan kecepatan reaksi.
Reaksi multipel dibagi lagi menjadi dua macam yaitu reaksi seri dan reaksi paralel.
Sedang reaksi paralel dibagi menjadi reaksi kompetitif dan side by side.
rA = kC C ...C ,
a
A
b
B
d
D a + b + ... + d = n
dimana a,b, …,d tidak harus merupakan koefisien reaksinya.
❑ Pangkat pada konsentrasi kita sebut sebagai orde reaksi.
❑ Orde reaksi dari kecepatan reaksi diperoleh secara empiris sehingga
nilainya tidak harus bulat tetapi dapat berupa pecahan.
❑ Sedang molekularitas harus bulat dan hanya dapat digunakan pada reaksi
elementer.
KONSTANTA KECEPATAN REAKSI
rA = kC C ...C ,
a
A
b
B
d
D a + b + ... + d = n
Pada kecepatan reaksi homogen dituliskan dalam bentuk persamaan diatas maka dimensi
konstanta kecepatan reaksi orde n adalah
(waktu)-1(konsentrasi)1-n
(waktu)-1
KECEPATAN REAKSI UNTUK REAKSI ELEMENTER
Untuk menuliskan kecepatan reaksi dapat digunakan ukuran lain yang ekuivalen dengan
konsentrasi misalnya tekanan parsial
rA = kp p ... p a
A
b
B
d
B
Apapun ukuran yang digunakan tidak mengubah orde reaksi tetapi berakibat pada
berubahnya konstanta kecepatan reaksi k.
MODEL KINETIK REAKSI NONELEMENTER
Untuk menjelaskan kinetika reaksi nonelementer diperlukan serangkaian reaksi elementer yang sebenarnya
terjadi tetapi intermediate-nya tidak dapat terobservasi karena hanya terjadi dalam waktu yang singkat.
Sebagai contoh untuk reaksi
A2 + B2 2 AB (18)
Reaksi adalah reaksi non elementer. Kita dapat postulatkan serangkaian reaksi elementer untuk menjelaskan
kinetikanya seperti
A2 2 A* (19)
A* + B2 AB + B* (20)
A* + B* AB (21)
Dimana tanda bintang menunjukkan bahwa merupakan intermediate. Untuk mengetes postulat kita
diperlukan serangkaian percobaan sehingga kinetik yang diprediksi cocok dengan hasil eksperimen.
Beberapa macam intermediate yang dapat digunakan untuk membuat postulat reaksi
non elementer adalah
a. Radikal bebas.
Atom bebas atau fragmen yang lebih besar dari molekul stabil yang mengandung satu
atau lebih elektron tak berpasangan disebut radikal bebas. Elektron yang tidak
berpasangan ini disimbolkan dengan “dot” . Ada beberapa radikal bebas yang relatif
stabil seperti triphenylmethyl tetapi banyak yang tidak stabil dan sangat reaktif seperti
CH3•, C2H5•, I•, H•, CCl3•
b. Elemen ionik dan polar.
Atom, molekul atau fragmen dari molekul yang bermuatan listrik disebut sebagai ion
dan berlaku sebagai intermediate aktif dalam reaksi seperti N3-, Na+, OH-, H3O+, NH4+,
CH3OH2+, I-.
c. Molekul.
Perhatikan reaksi berikut
A R S (22)
Merupakan reaksi multipel. Bila produk R merupakan material yang sangat reaktif
sehingga ada dalam waktu yang relatif singkat dan konsentrasinya terlalu kecil
sehingga tak terukur maka pada keadaan ini R tidak terobservasi dan dapat
digolongkan sebagai intermediate.
d. Kompleks transisi.
Sejumlah tumbukan antara molekul reaktan menghasilkan distribusi energi yang
lebar diantara molekul individualnya. Hal ini akan menghasilkan ikatan antar
molekul menjadi menegang, bentuk tidak stabil dari molekul, atau ikatan molekul
yang menjadi tidak stabil. Bentuk tidak stabil ini disenut kompleks transisi.
❑ Skema reaksi postulat yang mengandung ke empat macam intermediate
ini dapat berupa reaksi tak berantai atau reaksi berantai.
❑ Pada reaksi tak berantai intermediate terbentuk pada reaksi pertama dan
kemudian menghilang dan bereaksi lanjut menjadi produk.
Ada dua masalah yang membuat pencarian mekanisme reaksi yang tepat menjadi sulit.
Pertama karena reaksi dapat berlangsung dengan melibatkan lebih dari satu macam
intermediate dan kedua karena lebih dari satu macam mekanisme konsisten dapat
dengan data kinetik.
Untuk mengetes ekspresi kecepatan reaksi yang diprediksi dengan eksperimen
diperlukan dua aturan yaitu :
1. Bila komponen i terlibat lebih dari satu reaksi maka kecepatan perubahan totalnya
adalah jumlah total dari semua kecepatan komponen pada tiap-tiap rekasi
elementernya.
r = r
i , net i (23)
semua reaksi
elementer
2. Karena intermediate ada dalam jumlah yang kecil dan dalam waktu yang singkat
maka kecepatan reaksinya kecil dan dapat diabaikan (kecepatan reaksi sama
dengan nol).
PART B.
TEMPERATURE-DEPENDENT TERM
of A RATE EQUATION
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KECEPATAN
REAKSI.
Pada banyak reaksi dan reaksi elementer tertentu, persamaan kecepatan reaksi dapat
dituliskan sebagai
ri = f1 (temperatur). f 2 (komposisi)
= k . f 2 (komposisi)
Hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan temperatur dapat dengan baik
ditunjukkan dengan hukum Arrhenius :
− E / RT
k = k0 e
Untuk konsentrasi sama, beda temperature maka
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP KECEPATAN
REAKSI.
PART C.
MOLE BALANCE
NERACA MOL
Untuk membuat neraca mol yang perlu dilakukan pertama kali adalah menentukan kondisi batas sistem.
Volume yang berada dalam sistem ini selanjutnya disebut sebuah sistem volume maka persamaannya
akan mengikuti :
dNi
Fi 0 + Gi − Fi =
dt
dimana Ni menunjukkan jumlah mol I dalam sistem pada waktu t. Bila semua variabel sistem seperti
temperatur, aktivitas katalitik, dan konsentrasi, seragam pada keseluruhan volume sistem maka kecepatan
generasi spesies i, Gi, adalah produk antara volume reaksi, V, dan kecepatan pembentukan spesies i, ri,
Gi = ri .V
mol / waktu = mol /( waktu .volume).volume
Total kecepatan pembentukan dalam sistem volume adalah jumlah semua kecepatan
pembentukan dalam sub volume sehingga
M M
Gi = Gij = rij V j (28)
j =1 j =1
Huruf kecil merupakan koefisien stoikiometrinya dan huruf besar merupakan spesies
kimianya.
Misal A diambil sebagai basis perhitungan maka koefisien reaksi dari persamaan reaksi
tersebut dibagi dengan koefisien reaksi spesies A sehingga menjadi
Sedang konversi A, XA, adalah jumlah mol A yang sudah bereaksi dibagi dengan jumlah
mol A mula-mula. Dalam persamaan matematis dituliskan sebagai
mol A yang telah bereaksi
XA =
mol A mula − mula (33)
Untuk memudahkan dalam menganalisa suatu persoalan kinetika dapat digunakan
tabel stoikiometri.
Dari persamaan reaksi pada persamaan (32) dapat dilihat bahwa setiap mol A yang
hilang akan menghasilkan c/a mol spesies C atau dengan kata lain
rC = c/d rD (34)
− rA − rB rC rD
= = = (35)
a b c d
Untuk membuat tabel stoikiometri dari persamaan reaksi (32) sbb
A + b/a B c/a C + d/a D
NT = NT 0 + N A0 X
Konsentrasi adalah jumlah mol per volume sehingga
N A N A0 (1 − X )
CA = = (37)
V V
b
N B0 − N A0 X
NB
CB =
V
= a
V
(38)
c
NC 0 + N A0 X
NC a
CC = = (39)
V V
d
N D0 + N A0 X
ND
CD =
V
= a
V
(40)
untuk menyederhanakan persamaan didefinisikan parameter baru Mi sebagai
Ni 0 C
Mi = = i0 (41)
N A0 C A0
Sehingga
N b
N S 0 B 0 − X N A0 M B − b X
N A0 a = a
CB =
V V
(42)
dengan
N B0
MB =
N A0 (43)
Untuk konsentrasi yang lain sbb
c
N A0 M C + X
a
CC =
V
(44)
d
N A0 M D + X
a
CD =
V
(45)
Pada volume konstan V = V0 sehingga
N (1 − X )
C A = A0 = C A0 (1 − X ) (46)
V0
b
N A0 M B − X
a b
CB = = C A0 M B − X (47)
V0 a
c
CC = C A0 M C + X (48)
a
d
CD = C A0 M D + X (49)
a
TUGAS
1. Turunkan persamaan yang menghubungkan antara
konsentrasi dengan konversi untuk system alir volume
konstan
2. Turunkan persamaan yang menghubungkan antara
konsentrasi dengan konversi untuk system batch volume
berubah