Anda di halaman 1dari 7

Kualitas Kayu

Variasi Kerapatan, Dimensi Serat, dan Sudut Mikrofibril pada Kayu Gmelina dari Empulur
Ke Kulit

Oleh:
Nursinta Arifiani Rosdiana
E251140051

Dosen:
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS

ILMU DAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN


SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Latar Belakang
Jumlah pasokan kayu dari hutan alam yang semakin sedikit menyebabkan peralihan
sumber kayu dari hutan tanaman. Namun Hutan tanaman menghasilkan pohon-pohon dengan
diameter kecil dan spesies cepat tumbuh.
Kayu berdiameter kecil dan fast growing spesies berpeluang besar masih mengnadung
kayu juvenil. Kayu juvenil memiliki sifat yang berbeda dan kurang baik dibanding kayu
dewasa, seperti panjang serat yang lebih pendek dan kerapatan yang lebih rendah. Sifat-sifat
juvenil yang kurang baik tersebut akan mempengaruhi proses pengolahan kayu. Agar
pemanfaatan kayu lebih optimal, perlu diketahui lebih jauh mengenai sifat-sifat kayu juvenil
dan batas terbentuknya kayu juvenil. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui
variasi dimensi serat, kerapatan, dan MFA dari sampel kayu yang diambil langsung dari
pohon berdiri menggunakan bor riap. Bor riap merupakan salah satu aplikasi untuk
mengetahui sifat kayu dengan cara non destruktif.
Metode Penelitisn
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu yang berasal dari pohon
gmelina dengan keliling 34 cm yang terletak di lapangan parkir Auditorium Sylva Pertamina
Fahutan IPB. Bahan lain yang dignakan adalah safranin, bahan kimia untuk maserasi dan
mikrotom, plastik krep.
Alat
Alat yang digunakan adalah bor riap, tabung reaksi, water bath, corong gelas, sarung
tangan, erlenmeyer, kaca preparat, cover glass, mikroskop cahaya, cutter, Sliding Microtome
American Opt., kuas, kamera, kaliper, fan, oven, timbangan elektrik, desikator, komputer,
kalkulator, dan alat tulis.
Tempat dan Waktu Penelitian
Proses pengamatan sifat-sifat kayu juvenil dan kayu dewasa dilakukan di
Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Metode Penelitian
Pembuatan Contoh Uji
Sampel diambil dari pohon berdiri menggunakan bor riap dengan kedalaman sesuai
dengan panjang jari-jari pohon. Sampel dibagi menjadi beberapa segmen dengan panjang
segmen masing-masing 1 cm.
Pengukuran panjang serat
Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan sediaan maserasi. Contoh uji berbentuk
stick dibagi ke dalam 11 segmen dengan ukuran yang sama. Segmen pertama merupakan
sampel kayu bagian empulur, selanjutnya segmen kedua dan seterusnya sampai dengan kulit.
dibuat slide maserasi dengan menggunakan metode Schultze (Husein 2004). Hasil
pengukuran panjang serat dirata-ratakan untuk memperoleh panjang serat setiap segmennya.
Pengukuran MFA
Contoh uji yang telah dibagi ke dalam 11 segmen, dilanjutkan dengan pembuatan
slide mikrotom pada bidang tangensial. Slide mikrotom diamati dengan menggunakan
mikroskop cahaya dilakukan pemotretan. Setelah pemotretan dilakukan pengukuransudut

mikrofibril dengan menggunakan software Motic Image Plus. Hasil pengukuransudut dirataratakan untuk memperoleh MFA setiap segmen.
Pengukuran Sifat Fisis
Sifat fisis yang diukur meliputi KA kondisi segar, kerapatan, dan berat jenis (BJ) kayu.
Prosedur pengukuran sifat fisis mengikuti metode Graviti dimana unit contoh uji adalah
masing-masing segmen dari empulur ke arah kulit. persamaan yang digunakan untuk
menghitung masing-masing sifat yang diteliti adalah:
KA =

BBBKT
BKT

BB
x 100% = VB

BJ =

BKT
VB / air

Keterangan:
BB = Berat contoh uji kondisi segar (g)
BKT = Berat contoh uji kondisi kering tanur (g)
VB = Volume contoh uji kondisi segar (cm3)

Hasil dan Pembahasan


Dimensi Serat
Hasil pengukuran dimensi serat disajikan pada Gambar 1 menunjukkan panjang serat
semakin bertambah dari empulur hingga ke kulit. Rata-rata pengukuran panjang serat berada
pada kisaran 1000 hingga 1400 m. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994), panjang
serat untuk kayu gmelina adalah 700-1500 m. Panjang serat paling tinggi terdapat pada
segmen 11 yaitu kulit.
Panjang serat semakin bertambah dari empulur hingga ke kulit. Hal ini disebabkan oleh
daerah empulur yang masih dipengaruhi oleh kayu juvenil. Panjang serat dapat menjadi
parameter untuk menentukan kayu juvenil dan dewasa dengan melihat variasi panjang serat
dari empulur hingga kulit. Panjang serat kayu juvenil lebih pendek daripada kayu dewasa.
Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), panjang serat di dekat empulur lebih pendek karena
pembelahan antiklinal berlangsung lebih cepat pada masa awal pertumbuhan sehingga sel-sel
kayu yang terbentuk lebih pendek. Sedangkan sel-sel yang terbentuk pada akhir pertumbuhan
lebih panjang karena pembelahan antiklinal berlangsung lebih lambat
Tabel 3 Rata-rata pengukuran panjang serat dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina
1
2
1024.28 1070.71
6
4

112.02

200.72

3
1100

130.2
7

5
6
1286.42 1317.85
1185
9
7

190.1
7

165.66

192.77

7
8
9
1311.42 1329.28 1395.71
9
6
4

103.81

109.34

130.61

10
1485

11
1507.14
3

104.7
2

86.90

1600
1400

f(x) = 206.25 ln(x) + 945.73


R = 0.9

1200
1000
800

Panjang serat (m)

600
400
200
0

10

12

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

Gambar 1 Rata-rata pengukuran panjang serat dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina
Rata-rata hasil pengukuran tebal dinding serat disajikan pada Gambar 2. Tebal dinding
cenderung bertambah dari empulur hingga ke kulit. Hal ini dikarenakan daerah empulur
merupakan daerah juvenil karena kayu juvenil memiliki lapisan dinding yang tipis. Hal
tersebut dibuktikan oleh nilai kerapatan yang rendah. Selain itu, tebal dinding sel pada
empulur lebih pendek karena adanya persaingan antara pertumbuhan panjang internoidia,
produksi jarum-jarum baru dan pertumbuhan xylem dan floem sangat keras pada awal
pertumbuhan (dekat empulur) sehingga hasil fotosintesis yang diterima daerah kambium
sangat minimum. Oleh karena itu, ketebalan dinding sekunder menjadi minimum. Setelah
perkembangan tajuk berhenti, hasil fotosintesis yang diberikan kepada daerah kambium akan
bertambah banyak dan dinding sel menjadi lebih tebal dan menjadi maksimum pada akhir
musim tumbuh (Pandit 2006). Hasil fotosintesis pada daerah dekat kulit digunakan untuk
mempertebal dinding sel sehingga dinding sel lebih tebal.
9
8
7
6
5

Tebal dinding (m) 4


3
2
1
0

10

12

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

Gambar 2 Rata-rata pengukuran tebal dinding dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina

Pengukuran MFA
Sudut mikrofibril (MFA) merupakan sudut antara arah mikrofibril selulosa dengan
arah sumbu sel (Tabet dan Aziz 2010). MFA pada lapisan S2 dinding sel merupakan salah
satu penentu utama dari sifat mekanis kayu solid (Tabet 2010). Gambar 3 menunjukkan MFA
pada seluruh segmen kayu gmelina.

60
50

f(x) = -5.4 ln(x) + 49.85


R = 0.75

40

MFA (o) 30
20
10
0

10

12

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

Gambar 3 menunjukkan bahwa MFA semakin kecil dari empulur ke arah kulit. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Stuart & Evans (1994) yang menyatakan bahwa nilai MFA berkurang
dari empulur ke arah kulit. Selain dikarenakan faktor jenis pohonnya, sudut mikrofibril juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti nutrisi dan air (Donaldson 2008). Selain itu
diduga segmen dekat empulur merupakan bagian juvenil. Bowyer et al. 2007 menyatakan
bahwa kayu juvenil memiliki kecenderungan untuk menghasilkan serat terpuntir yang lebih
besar. Selain itu orientasi sudut mikrofibril pada lapisan dinding sekunder S-2 kayu juvenil
lebih besar dibandingkan dengan kayu dewasa

Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu marupakan jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain,
dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu (Bowyer et al. 2003). Hasil
pengukuran menunjukkan kerapatan kayu semakin bertambah dari empulur ke arah kulit
(Tabel 3). Kerapatan sangat erat hubungannya dengan tebal dinding. Semakin tebal dinding
serat, maka semakin tinggi kerapatan. Hasil rata-rata pengukuran kerapatan semakin tinggi
dari empulur ke arah kulit, sama seperti tebal dinding. Menurut Pandit (2006), kayu dengan
tebal dinding sel yang tinggi akan memiliki kerapatan dan berat jenis yang tinggi pula.
Tabel 1. Kerapatan setiap segmen kayu gmelina
Segme
n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Volume
(cm3)
0.201
0.196
0.202
0.204
0.202
0.194
0.202
0.208
0.200
0.206
0.190

Berat
Kerapatan (g/cm3)
(g)
240
1.193
238
1.213
246
1.217
250
1.225
248
1.227
240
1.235
248
1.227
259
1.245
247
1.234
257
1.246
240
1.261

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan kayu gmelina berkisar 1.11.2 g/cm3. Nilai tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Soerianegara
dan Lemmens (1994) bahwa nilai kerapatan kayu gmelina adalah sebesar 0,40 0,58 g/cm 3.
Hal ini diduga karena sampel diambil langsung dari pohon menggunakan bor riap sehingga
berat sampel jauh lebih tinggi dibandingkan berat sampel kayu biasanya karena kadar air
yang masih sangat tinggi.
1.280
1.260
1.240

f(x) = 0.02 ln(x) + 1.19


R = 0.88

1.220

g/cm3

1.200
1.180
1.160
1.140

10

12

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

Gambar 4 Rata-rata pengukuran kerapatan dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina

Kadar Air
Kadar air (KA) kayu merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kadar air dalam kayu berkisar
antara 40-200 %. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari sampel kayu
gmelina adalah kisaran 133-180 % (Gambar 4). Kadar air tersebut sangat tinggi karena
pengukuran kadar air dilakukan pada sampel kayu basah yang baru dibor dari pohon.
Tabel 4. Rata-rata kadar air dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina
Segmen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Berat Basah
Berat Kering Tanur (g) Kadar Air
(g)
(%)
0,240
0.087
175.86
0,238
0.083
186.75
0,246
0.091
170.33
0,250
0.089
180.90
0,248
0.093
166.67
0,240
0.090
166.67
0,248
0.102
143.14
0,259
0.105
146.67
0,247
0.109
126.61
0,257
0.114
125.44
0,240
0.108
122.22

Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air pada empulur cenderung lebih tinggi
daripada pada kulit. Perbedaan kadar air pada setiap segmen dapat diakibatkan porsi lumen
atau rongga sel yang lebih banyak. Kadar air yang tinggi dapat mengindikasikan rongga sel
yang lebih lebar. Pohon yang tumbuh di tanah-tanah yang subur, dengan tingkat persaingan
yang rendah dan iklim yang cocok akan menghasilkan kayu dengan nilai kadar air yang lebih
tinggi karena porsi lumen atau rongga sel yang lebih banyak (Haygreen dan Bowyer 1996).
200.00
180.00
160.00
140.00
120.00

Kadar Air (%) 100.00


80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

10

11

Jumlah segmen dari empulur hingga kulit

Gambar 5 Rata-rata pengukuran kadar air dari empulur hingga kulit pada kayu gmelina

Anda mungkin juga menyukai