Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses penuaan adalah suatu proses fisiologi umum yang sampai saat ini
masih sulit untuk dipahami. Ditandai dengan adanya proses degenerasi sel dan sistem
yang dibentuknya secara keseluruhan, perlahan tapi pasti. Proses menua berbeda pada
setiap individu. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan, nutrisi, gaya
hidup dan faktor lingkungan.
Setiap tahun jumlah lansia di seluruh dunia semakin bertambah karena
semakin meningkatnya usia harapan hidup. Di negara-negara yang sudah maju,
jumlah lansia rerlatif lebih besar dibanding dengan negara - negara berkembang,
karena tingkat perekonomian yang lebih baik dan fasilitas pelayanan kesehatan sudah
memadai. Hal ini juga akan menimbulkan masalah pelayanan kesehatan terutama
pada kaum lansia.
Di bidang gastroenterology, pada populasi usia lanjut sebenarnya tidak ada
kelainan yang sangat khas. Walaupun terdapat perubahan sel dan structural seperti
organ tubuh lainnya, fungsi system gastrointestinal pada umumnya dapat
dipertahankan sebagaimana manusia sehat.
Gangguan fungsi biasanya terjadi apabila terdapat proses patologis pada organ
tertentu, atau bilamana terjadi stress lain yang memperberat organ dari organ yang
sudah mulai menurun fungsi dan anatomiknya. Mulai dari gigi sampai anus terjadi
perubahan morfologik, antara lain: atrophy pada mukosa, kelenjar dan otot
pencernaan sehingga menyebabkan perubahan fungsional ataupun patologik
(gangguan mengunyah, gangguan menelan, perubahan nafsu makan dan penyakit
yang berhubungan dengan GIT).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan penuaan pada gastrointestinal?
2. Bagaimana cara untuk mengetahui gangguan pada sistem gastrointestinal?
3. Apa saja perubahan yang terjadi pada gastrointestinal pada lansia?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang proses penuaan pada sistem gastrointestinal.
2. Mengetahui ganguan-gangguan sistem gastrointestinal pada lansia.
3. Mengetahui perubahan yang terjadi pada gastrointestinal pada lansia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perubahan Proses Penuaan Pada Sistem Gastrointestinal


Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia berkaitan dengan
gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif,
antara lain perubahan atrofi pada rahang, mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan.
Berikut ini merupakanperubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat
proses menua:
a. Mulut
Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah.
Kehilangan gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk. Indera pengecap menurun disebabkan adanya iritasi kronis dari
selaput lendir, atropi indera pengecap ( 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap tentang rasa asin, asam, dan pahit (Nugroho, 2008).
b. Esofagus
Esophagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau pelebaran
seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus.
Refleks muntah pada lansia akan melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini
meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia (Luecknotte, 2000).
c. Lambung
Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief
akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang.
Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung
makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein menjadi peptone
terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang lapar juga
berkurang (Darmojo & Martono, 2006).

Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat dari atrofi mukosa


lambung dan penurunan motalitas lambung. Atrofi mukosa lambung merupakan
akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-klorik (hipoklorhidria), dengan
pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B 12.
Motilitas gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari
sebagian makanan yang dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus halus
dan usus besar (Stanley, 2007).
d. Usus halus

Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan


berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di daerah
duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga menurun,
sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak
sebaik sewaktu muda (Leueckenotte, 2000).

e. Usus besar dan rektum


Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan
sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltic kolon yang melemah gagal
mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte,
2000).
Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga
motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air
dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses
menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan
yang sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen
sudah melemah. (Darmojo & Martono, 2006).

f. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga
kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada
lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu

empedu yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim


pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/
atau asam empedu (Darmojo & Martono, 2006)

g. Hati
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses
detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi billirubin dan lain
sebagainya. Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan
terjadi perubahan akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi
jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo &
Martono, 2006).
Proses penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini memengaruhi peningkatan
sekresi kolesterol. Banyak perubahan-perubahan terkait usia terjadi dalam sistem
empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang obesitas (Stanley, 2007).
B. Ganguan-Gangguan Sistem Gastrointestinal Pada Lansia

Berbeda dari usia muda, sistem kerja organ tubuh pada lansia mempunyai
perbedaan serta penurunan fungsi. Terdapat berbagai jenis gangguan pencernaan pada
lansia.
Antara lain adalah sebagai berikut :
1. Diare.
Pada kelompok lansia, sistem pertahanan tubuh mulai mengalami
penurunan. Dapat disebabkan karena terjadinya sistem penurunan di berbagai
proses metabolisme tubuh termasuk sintesis protein yang bekerja pada sistem
imunitas, maupun penurunan efektivitas penyerapan air pada sistem cerna. Jika
yang terjadi adalah penurunan kekebalan tubuh, diare yang menyerang lansia
sangat dimungkinkan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri. Namun jika
penyerapan air yang terganggu, maka jenis makanan berperan penting di dalam
kasus diare pada lansia ini.

2. Maag.
Jenis gangguan pencernaan pada lansia lainnya adalah maag. Penyakit
asam lambung ini banyak dialami. Lansia sering mengeluh lambung terasa sakit
seperti ditusuk-tusuk., terkadang diiringi dengan mual dan muntah, kembung juga
dirasakan oleh sebagian besar penderita maag di usia lanjut.
Keadaan dinding lambung pada lansia sudah relatif lebih tipis
dibandingkan dengan dinding lambung pada usia yang lebih muda. Oleh karena
itu, iritasi oleh akibat asam lambung berlebih lebih cepat menimbulkan terjadinya
gastritis pada lansia.

3. Usus melilit.
Gejala menyerupai kolik usus sering dirasakan oleh para lansia. Mereka
biasa menyebut sebagai usus melilit. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah rasa
perih disebabkan oleh terjadinya kontraksi pada intestinum yang tidak teratur.
Hal tersebut dapat muncul salah satunya akibat sistem hormonal yang
sudah kurang bagus keteraturannya. Terkadang hormone stress seperti
kortikosteroid tersekresi secara berlebih dan mengakibatkan adanya kontraksi usus
halus yang kurang teratur. Terkadang rasa sakit ini disertai dengan keluhan lain
seperti dada terasa sakit, jantung berdebar.

4. Sembelit.
Sambelit juga menjadi salah satu jenis gangguan pencernaan pada lansia.
Penyebab sembelit salah satunya adalah kurangnya keseimbangan pola konsumsi
serat. Lansia sering tidak mudah di dalam mengkonsumsi sayuran dan buah.
Mereka memiliki kecenderungan pola makan kembali menyerupai anak-anak,
yaitu tidak suka sayuran.
Sangat penting untuk mengetahui ke empat jenis gangguan pencernaan
pada lansia ini tentu agar dapat mengatasi dan mencegah terjadinya penyakit
tersebut dengan baik. Kesehatan itu harta yang paling berharga yang wajib dijaga.

C. Perubahan Yang Terjadi Pada Gastrointestinal Pada Lansia


1. kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal disesase yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun
2. indera pengecap menurun. Adanya iritasi yang kronis dari selaput lender,
atrofi indera pengecap (80%), hilangnya sensitivitas saari saraf pengecap di
3.
4.

lidah terutama rasa manis, rasa asin, rasa asam, dan rasa pahit.
esophagus melbar
lambung. Rasa lapar menurun(sensitivitas lapar menurun), asam lambung

menurun, waktu pengosongan menurun.


5. peristaltic melemah dan biasanya timbul konstipasi.
6. fungsi absorpsi melemah.
7. hati/lever. Makin mengecil dan menurunnya
berkurangnya aliran darah.

tempat

penyimpanan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi

system

gastrointestinal

pada

umumnya

dapat

dipertahankan

sebagaimana manusia sehat. Gangguan fungsi biasanya terjadi apabila terdapat proses
patologis pada organ tertentu, atau bilamana terjadi stress lain yang memperberat
organ dari organ yang sudah mulai menurun fungsi dan anatomiknya. Mulai dari gigi
sampai anus terjadi perubahan morfologik, antara lain: atrophy pada mukosa, kelenjar
dan otot pencernaan sehingga menyebabkan perubahan fungsional ataupun patologik
(gangguan mengunyah, gangguan menelan, perubahan nafsu makan dan penyakit
yang berhubungan dengan GIT).
B. Saran
Kami berharap para pembaca dapat memahami pembahasan makalah kami tentang
Gangguan Gastrointestinal, saran kami adalah agar setiap calon perawat dapat
memaksimalkan pengetahuanya dan tidak pernah berhenti untuk terus belajar dan
bekerja dengan kemampuan yang maksimal dan intergritas kerja yang baik

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo R.B, Martono H, (2000), Buku Ajar Geriatri, Edisi 2, Balai penerbit FKUI, Jakarta
Price SA, Lorraine M, (1995), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1,
Edisi IV, EGC, Jakarta
Mansjoer a,dkk,(1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid I, Media Euskulapius FKUI,
Jakarta
Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC,
Jakarta
FKUI, (2000), Kumpulan Makalah Pelatihan Askep Keluarga, Jakarta
Capernito L.J, (2000), Rencana Askep dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta
Engram B, (2000), Rencana askep medikal bedah, Edisi !, EGC, Jakarta
Tuker SM et al, (1992),Standard Perawatan Pasien, Vol 2, Edisi V, EGC, Jakarta
Suparman dkk, (1990), Ilmu Penyakit Dalam , Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Buku ajar geriatri. Jakarta : balai penerbit fkui gallo, joseph.1998.
Buku saku gerontologi. Jakarta : egc nugroho, wahjudi.2000.
Keperawatan gerontik.jakarta : egc potter & perry.2005.
Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 4.jakarta :egc a.h. markum, 1991,
Buku ajar kesehatan anak, jilid i, penerbit fkui ngastiyah, 997, perawatan anak sakit, egc,
jakarta
Price & wilson 1995, patofisologi-konsep klinis proses-proses penyakit, buku 1, ed.4, egc,
Jakarta
Soetjiningsih 1998, tumbuh kembang anak, egc, jakarta soeparman & waspadji, 1990, ilmu
penyakit dalam, jilid i, ed. Ke-3, bp fkui, jakarta.
http://keperawatan-gerontik.blogspot.com/2013/10/proses-penuaan-padasystem.html

Anda mungkin juga menyukai