PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokular yang ditemukan pada anak-anak,
terutama pada usia dibawah lima tahun dengan pola herediter dan biasanya bersifat
unilateral (Mansjoer, 2007; Ilyas, 2009). Retinoblastoma merupakan suatu bentuk
keganasan intra okuler primer yang paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
angka kejadian sekitar 1:15.000 1:23.000 kelahiran hidup. merupakan 4 % dari total
seluruh keganasan pada anak-anak, sektar 1 % dari seluruh kanker pada manusia, dan
merupakan keganasan kedua terbanyak pada semua tingkat usia setelah melanoma
maligna. Pada penelitian di Amerika Serikat, ditemukan 300 kasus baru setiap tahunnya.
Insiden retinoblastoma tinggi pada negara-negara berkembang, terutama pada masyarakat
kurang mampu (Paduppai , 2010;Vajzovicet al , 2010). Gejala retinoblastoma bervariasi
sesuai stadium penyakit, dapat berupa leukokoria, strabismus, mata merah, nyeri mata
yang disertai glaucoma dan visus menurun Sebagian besar kasus retinoblastoma di
Amerika Serikat terdiagnosis saat tumor masih di intraokular tanpa invasi lokal atau
metastasis jauh. Di negara berkembang, diagnosis sering dibuat setelah penyakit
menyebar keluar mata dan ekstraokular (Rosdiana, 2011). Pengobatan retinoblastoma
berdasarkan usia, ukuran, lokasi tumor, dan bilateral. Terapinya meliputi unkleasi dan
terapi radiasi sinar, plak radioterapi, laser fotokoagulasi, cryoterapy, kemoreduksi dan
termoterapi (Carol et al , 1999). Tumor ini mempunyai prognosis baik bila ditemukan
dini dan intraokuler. Prognosis sangat buruk bila sudah tersebar ekstra ocular pada saat
pemeriksaan pertama. Retinoblastoma yang tidak diobati akan tumbuh dan menimbulkan
masalah pada mata, dapat menyebabkan lepasnya retina, nekrosis dan menginvasi mata,
saraf penglihatan dan system syaraf pusat (Rosdiana, 2011). Retinoblastoma merupakan
salah satu dari sekian banyak tumor yang memungkinkan ada pada mata, selain insidensi
di negara berkambang tergolong tinggi, diagnosis sering di tegakan saat tumor sudah
menyebar ke ekstraokukar, sehingga prognosisnya menjadi buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Topografi Retina
Ketebalan retina bervariasi pada setiap bagian, sekitar 0,1 mm
0,5 mm. Hal ini sangat penting diketahui dalam aplikasi klinis.
(10)
1. Area sentralis-Makula
Macula lutea atau bintik kuning merupakan bagian dari
retina
terdiri atas 2 atau lebih lapisan ganglion dengan diameter 5-6 mm dan
berada ditengah antara arcade vascular nasal dan temporal. Makula
lutea 1 mm ke lateral, 0.8 mm ke atas dan di bawah fovea, 0.3 mm
dibawah meridian horizontal serta 3.5 mm ke arah tepi nervus optik.
(2,10)
2. Fovea
(1,3,10)
3. Parafovea
Di sekitar lingkaran fovea, terdapat area dengan lebar sekitar 0.5
mm dan diameter total sekitar 2.5 mm disebut area parafoveal.
Mengandung akumulasi neuron terbesar, terdapat lapisan sel ganglion,
lapisan inti dalam, dan lapisan pleksiform luar yang tebal. Di daerah
ini pula lapisan plexiform luar mengalami penebalan, yang disebut
lapisan Henle, dibentuk oleh berlapis-lapis axon fotoreseptor dari
foveola. Pada bagian ini sudah mulai terlihat adanya rods (1,2)
4. Perifovea
Diluar zona tersebut terdapat lingkaran dengan ukuran 1.5 mm
yang kenal dengan perifoveal zone, merupakan lingkaran terluar dari
area sentralis. Daerah ini dimulai pada titik dimana lapisan sel ganglion
mulai memiliki empat baris nucleus dan berakhir diperifer dimana sel
ganglion hanya terdiri dari
funduskopi, daerah perivofea merupakan lingkaran dengan lebar 1,252,75 mm dari foveola, dengan diameter horizontal 5.5 mm. Daerah
perifovea ini berbeda dengan parafovea dikarenakan daerah ini
memiliki sel kepadatan sel cones yang jarang.
(1,3)
5. Diskus optik
Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah
medial makula lutea, tepatnya pada diskus optik. Bagian tengah dari
diskus optik sedikit terdepresi, dimana daerah ini ditembus oleh arteri
dan vena retina sentralis. Pada diskus optik sama sekali tidak terdapat
sel rod maupun sel cone, oleh karena itu
terhadap rangsangan
pemeriksaan funduskopi,
cahaya
diskus
dan disebut
optik
blind
terlihat
spot. Pada
sebagai
daerah
yang menonjol
dari area ini adalah lapisannya yang tipis, kurang vaskularisasi dan
hubungan yang rapat dengan vitreus base dan zonula fibers.
Dinamakan ora serrata karena banyaknya takikan yang dibentuk oleh
elongasi jaringan retina kearah epitel siliaris.(1)
.
(1,2,3,7)
fungsinya,
yaitu
dalam
metabolisme
vitamin
A,
berperan dalam transport aktif materi- materi yang masuk dan keluar
dari RPE
(2,3,7)
dan
endotel
lainnya,
sel-
sel
RPE
juga
fotoreseptor,
oleh
ditautkan
matriks
mukopolisakarida
(matriks
(13)
tetapi
juga
memainkan
peranan
penting
dalam
menjaga
(2,3,7)
mempunyai
diameter
yang
bervariasi
antara
10-60
um.
Dibandingkan dengan sel- sel RPE yang terletak di daerah perifer, selsel RPE di fovea lebih tinggi dan lebih tipis serta mengandung
melanosom yang lebih banyak dan lebih besar. Sel sel RPE yang
terletak diperifer lebih pendek, lebar dan kurang mengandung pigmen.
Tidak terlihat proses mitosis dari sel- sel RPE pada mata dewasa
normal.
(2,3,7)
(2)
B. Neurosensori Retina
(2,7)
proksimal.
Nukleus
sel
bipolar
terletak
pada
bagian
(2,7)
sel-sel
ganglion,
dengan
konsentrasi
tertinggi
didaerah
(2)
Rods
Used for night vision
Very light sensitive; sensitive
Cones
Used for day vision
At least 1/10th of the rods
direct light
Loss causes legal blindness
High visual acuity; better
spacial resolution
Concentrated in fovea
Fast response to light, can
light,
Stacks
stimuli
Disks are attached to outer
enclosed
of
membranedisks
are
membrane
pigment
pigment
(monochrome
vision)
Confer achromatic vision
in
human
Gambar 5.
(color
vision)
Confer color vision
Perbandingan
struktur sel rod
dan cones(4),
Tabel 4.
Perbedaan
struktur Rod
dan cones
1. Elemen neuronal
Lapisan fotoreseptor mengandung neuroepithel khusus yaitu sel
rods dan cones. Setiap sel fotoreseptor ini mempunyai segmen luar
dan
segmen
dalam.
Segmen
luar
dikelilingi
oleh
matriks
RPE, sehingga
struktur
ini
terbentuk
dari
invaginasi
tunggal
yang
mempetemukan dua tonjolan sel horizontal dan satu atau lebih dendrit
sel bipolar.(2,7)
Sel cones ekstrafovea juga mempunyai elemen berbentuk elips
dan myoid. Nucleus dari sel cone ini lebih dekat dengan membrana
limitans eksterna dibanding sel rod
(1,2)
Meskipun secara garis besar struktur segmen luar dari sel rod dan
cone memiliki kesamaan, namun setidaknya ada satu perbedaan
penting. Lempeng diskus dari rod tidak melekat pada membran sel,
lempeng diskus ini merupakan suatu struktur tersendiri. Lempeng
diskus dari cones melekat pada membran sel. Badan sinaptik dari cone
atau pedikel lebih kompleks dibanding spherule dari rod. Pedikel cone
bersinaps dengan sel- sel cones lainnya, dengan sel- sel rod beserta
sel bipolar dan horizontal.(1,2)
dari
vesikel
sinaptik.
Conventional
vascular
bentuknya
lebih besar dan terdiri dari beberapa triad, sampai sekitar 25. Ribbon
sinaptiknya
lebih
kecil
dan
lebih
banyak.
Midget
bipolar
cell
Gambar 11. Rod spherule dan cone pedicle di lapisan plexiform luar(11)
Gambar 12.A.
12.B. Cone
Spherule(11)
Rod Gambar
Pedikel
Gambar 13. Skematik diagram tipe sel dan lapisan histologi retina (10)
Sel Bipolar
Sel bipolar membawa sinyal dari sel fotoreseptor ke sel ganglion
atau sel amakrin, terdapat 2 kelas utama sel bipolar, yaitu Rod bipolar
cells, yang berhubungan dengan spherule rod dan Cone bipolar cells
dan yang berhubungan dengan pedikel cone, terdiri atas midget cone
bipolar cells dan diffuse cone bipolar cells.(2,3,15)
Dendrit
dari
memberikan
diffuse
cone
cabangnya
bipolar
ke
cells
lapisan
sel
ganglion.
Pada
dasarnya,
midget
cone
bipolar
cells
Nucleus dari sel bipolar membentuk lapisan inti dalam. Baik rod bipolar
cells maupun cone bipolar cell menggunakan glutamate untuk proses
neurotransmisi. (2,7)
Sel Horizontal
Sel-sel horizontal (dan sel amakrin) dianggap sebagai local-circuit
neurons. Neurit sel horizontal berakhir pada pedikel cone. Satu buah
cabang sinaps neurit bersinaps baik dengan spherule rods maupun
pedikel cone. Sinaps ini terjadi pada lapisan plexiform luar dan
distribusi aksonal mengindikasikan bahwa sel horizontal berintegrasi
dengan sel rod dan cone pada area yang berbatasan pada retina
(2,3,15)
enchepalin,
somatostatin,
substansi
P,
vasoactive
(2,3,15)
serabut
saraf
yang
berasal
dari
temporal
berjalan
menggunakan
oftalmoskop.
(2,3,15)
iluminasi
sinar
hijau
(red
free)
pada
sangat kompleks. Banyak tipe sel- sel bipolar, amakrin dan sel ganglion
lain yang berperan. Elemen- elemen neuron dimana lebih dari 120 juta
sel rod dan 6 juta sel cone saling berhubungan satu sama lain dan
proses pengiriman sinyal antara neurosensori retina sangat penting
(2,3,15)
2. Elemen Glial
Sel Muller
Sel- sel Muller adalah sel- sel glial yang berjalan secara vertikal
dari membran limitans eksterna menuju membran limitans interna.
Nukleusnya berada pada lapisan inti dalam. Sel- sel Muller, bersama
elemen- elemen glial lainnya (astrosit dan microglia) merupakan
penunjang bagi retina(10)
memperlihatkan
bahwa
sel-sel
ini
mengandung
glutamine
sythetase.
degradasi
Sel-sel
muller
juga
berperan
dalam
oleh
karena
sel
muller
ini
merupakan
tempat
utama
RPE
dalam siklus daur ulang sel cones. Hal ini dibuktikan dengan percobaan
pada hewan coba,
tersebut, ternyata sel cones masih terus dapat bekerja, peran RPE
digantikan oleh sel- sel Muller ini.(16)
Astrocyte
Astrocyte tidak muncul dari neuroepithelium tetapi berimigrasi ke
retina. Permukaan astrocyte ditandai dengan adanya interaksi contacspacing antar sel.(10)
Mikroglia
Mikroglia merupakan makrofag retina, berasal dari mesodermal,
dari monosit darah dan memasuki retina selama perkembangan
pembuluh darah. Ditemukan pada lapisan serabut saraf dan lapisan
pleksiform dalam dan luar.(10)
I.
FISIOLOGI RETINA
Kelangsungan fotoreseptor dan koriokapiler tergantung pada
RPE
dalam
mendukung
kelangsungan
fotoreseptor
dan
seperti
menghambat
kerja
TGF-.
mediator
Saat
terjadi
inflamasi.
inflamasi,
RPE
juga
maka
secara
RPE
aktif
proses
apoptosis
dalam
menginvasi
Fas-expressing
yang
macrophage-like
morphology.
Sel
RPE
secara
aktif
PDGF,
TNF-,
IGF
dan
VEGF.
Aktivasi
RPE
bisa
satu
fungsi
penting
RPE
adalah
metabolism
retinol.
Pada daerah ini retinol terikat dengan protein lain dan disimpan dalam
bentuk fatty acid esters retinol, merupakan kompleks protein-lipid dan
substrat ini akan mengalami esterifikasi dan intermediate untuk
transfer retinol ke cytosolic retinol-binding protein (CRBP). Selanjutya,
dengan
adanya
interphotoreceptor
(IRBP),memediasi
transfer
fotoreseptor
all-trans-retinol
dan
retinoid
binding
11-cis-retinaldehyde
dari
retina
ke
dari
RPE
protein
RPE
ke
melewati
GAMBAR 19 . TRANSPOR EPITEL DAN REGULASI PH(ClC-2, voltage-dependent Cl channels dari ClC
family; CFTR: cystic fibrosis transmembrane sebagai regulator: Kir7.1, inwardly rectifying K+
space
oleh
lac-H+
cotransporter.
Melalui
membrane
(19)
FOTOTRANSDUKSI ROD
Proses penerimaan dan perubahan cahaya yang masuk kedalam
retina membutuhkan energi dimana respon retina ini membedakannya
dengan struktur saraf lainnya. Kombinasi dari proses ini melibatkan
tersusun dalam
ditembus
dan
sejenis
dengan
reseptor
alfa
dan
beta
(9,10)
saluran
ini
dimana
terbukanya
pintu
saluran
ini
dipertahankanoleh
cGMP.
Keseimbangan
ion
dipertahankan
oleh
membran
membutuhkan
segmen
energi.
luar,
yang
Keadaan
mana
depolarisasi
kedua
rod
proses
ini
menyebabkan
pintu
saluran-
saluran,
dimana
aakan
menghentikan
(3,9)
rhodopsin
GABA
yang
bersifat
inhibitor.
Pada
saat
cahaya
(3,10)
PENGLIHATAN WARNA
Untuk melihat warna, mamalia harus memiliki sedikitnya 2 kelas
spektral berbeda dari cone. Pada mata manusia normal, ada 3 tipe sel
cone dimana ketiganya merupakan 3 sistem cone-opsin. 3 sistem
cone-opsin tersebut adalah short-wavelength sensitive (S), middlewavelength-sensitive (M) dan long-wavelength-sensitive cone. Ke-3
varian opsin tersebut terdapat pada semua sel cones. Namun secara
garis besar terdapat tiga jenis cones dimana jenisnya tergantung pada
jenis opsin yang dominan, yang menyebabkan sel ini sensitive
terhadap spectrum warna yang berbeda- beda, sebagaimana terlihat
pada diagram dibawah. Cone biru mengandung banyak blue-sensitive
opsin, yang mudah tereksitasi dengan panjang gelombang sekitar 420
nm, cone hijau dengan panjang gelombang sekitar 530 nm, dan merah
dengan panjang gelombang 560 nm(10)
Gambar
21.
Variasi
sensitivitas
warna
pada
sel
cones(11)
II.
VASKULARISASI RETINA
Pembuluh darah retina berasal dari dua sumber, yaitu kapiler
koroid dan arteri dan vena sentralis. Kapiler koroid menyuplai 1/3
bagian luar termasuk sel rod dan cone, RPE dan lapisan inti luar.
Sedangkan arteri dan vena retina sentralis menyuplai 2/3 bagian
dalam sampai dengan tepi dalam lapisan inti dalam. Arteri retina
sentralis merupakan cabang pertama arteri oftalmika dengan diameter
0,3 mm dan berjalan menuju lapisan dura dari saraf optik dan
memasuki bagian inferior dan medial saraf optik sekitar 12 mm di
biasanya
kearah
nasal.
Tidak
terdapat
overlap
dan
(2,7)
(2,6,7)
DEFINISI
Retinoblastoma adalah tumor retina yang terdiri atas sel neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan tumor ganas retina yang ditemukan pada anak-anak
terutama pada usia dibawah 5 tahun (Mansjoer, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Retinoblastoma telah lama dipandang sebagai contoh dari kanker yangditurunkan
secara dominan, tetapi tumor ini dapat juga non-herediter (Kartawiguna, 2001).
Diperkirakan sekitar 40% retinoblastoma adalah herediter, 25% diantaranya bilateral dan
15% unilateral (Rosdiana, 2009). DiAmerika Serikat diperkirakan sekitar 250-300 kasus
baru didiagnosa setiap tahun (Jamallaet al, 2010). Dari data keluarga didapatkan < 50%
keturunan penderita retinoblastoma yang kemudian akan menderita tumor ini. Mereka
menduga ini termasuk dalam golongan tumor yang non-herediter. Penyelidikan lain
menunjukkan penderita retinoblastoma bilateral yang sebelumnya tidak mempunyai
riwayat keturunan kemungkinan menurunkan penyakit inimendekati 50% seperti pada
penderita retinoblastoma unilateral yangmempunyai riwayat keturunan. Sedangkan
kemungkinan mendapat penyakitini adalah 10-15% pada keturunan dari penderita
retinoblastoma unilateral yang tidak mempunyai riwayat keturunan. Kemungkinan
mendapat penyakitini pada keturunan penderita yang tumornya unilateral atau bilateral
denganriwayat keturunan sangat tinggi yaitu 60-70% (Kartawiguna, 2001). Dari data
hypopion. Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien adalah anak umur prasekolah
(Hidayat, 2010).
Tanda Retinoblastoma :
1) Pasien umur < 5 tahun
a. Leukokoria (54%-62%)
b. Strabismus (18%-22%)
c. Hypopion
d. Hyphema
e. Heterochromia
f. Spontaneous globe perforation
g. Proptosis
h. Katarak
i. Glaukoma
j. Nystagmus
k. Tearing
l. Anisocoria
2) Pasien umur > 5 tahun
a. Leukokoria (35%)
b. Penurunan visus (35%)
c. Strabismus (15%)
d. Inflamasi (2%-10%)
e. Floater (4%)
f. Pain (4% ) (Hidayat, 2010)
Retinoblastoma terdiri atas dua tipe, yaitu retinoblastoma yang terjadi oleh
karena adanya mutasi genetik (gen RB1) dan retinoblastoma sporadik.
Retinoblastoma yang diturunkan secara genetik terbagi atas 2 tipe,yaitu
retinoblastoma yang muncul pada anak yang membawa gen retinoblastoma dari
salah satu atau kedua orang tuanya (familial retinoblastoma), dan retinoblastoma
yang muncul oleh karena adanya mutasi baru, yang biasanya terjadi pada sel
sperma ayahnya atau bisa juga dari sel telur ibunya (sporadic heritable
retinoblastoma). Kedua tipe retinoblastoma yang diturunkan secara genetik ini
biasanya ditemukan bersifat bilateral, dan muncul dalam tahun pertama
kehidupan, jumlahnya sekitar 6%. Sedangkan retinoblastoma sporadik bisanya
bersifat unilateral, dan muncul setelah tahun pertama kehidupan, jumlahnya 96%
(Paduppai, 2010).
c. Stadium ekstraokuler
Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan masa
tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola mata sudah
rusak dan keadaan umum pasien nampak lemah dan kurus. Terjadi perluasan
ke saraf optik dan koroid. Penyebaran bisa secara limfogen dan hematogen.
Sel ganas bisa ditemukan hingga di cairan serebrospinal. Prognosis dalam
stadium ini kurang baik dan tindakan yang dilakukan hanyalah untuk
mempertahankan hidup pasien.
d. Stadium metastase
Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar lymfe
preaurikuler atau submandibula. Penanganan pada stadium ini hanyalah
bersifat paliatif saja. Terlambatnya diagnosis adalah suatu fenomena yang
kompleks pada banyak pasien. Sering berhubungan dengan faktor sosial
ekonomi atau misdiagnostik karena tidak nampaknya gangguan penglihatan.
Pada beberapa populasi, ketidaktahuan akan abnormalitas mata seperti
strabismus dan leukokoria sebagai suatu tanda dari kanker mata (Suhardjo &
Hartono,2007;Paduppai,2010).
DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Anamnesis harus menanyakan adakah riwayat keluarga yang menderita
kanker apapun, misalnya Ca cervix/mammae, Ca paru. Sifat sel tumor
pleotropik, jadi punya kecenderungan untuk mutasi ke bentuk keganasan lain
(Suhardjo &Hartono, 2007).
2) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis mengungkap adanya visus turun, leukokoria yang
merupakan gejala yang paling mudah dikenali oleh keluarga penderita,
strabismus, midriasis, hipopion, hifema, dan nistagmus (Suhardjo & Hartono,
2007).
3) Pemeriksaan penunjang
a. Biopsi
Dengan melakukan biopsi jarum halus, maka tumor dapat ditentukan
jenisnya. Namun demikian, tindakan ini dapat menyebabkan terjadinya
penyebaran sel tumor sehingga tindakan ini jarang dilakukan oleh dokter
spesialis mata (Rahman, 2008).
b. Pemeriksaan dengan anestesi (Examination under anesthesia / EUA)
Di Bagian Mata, pemeriksaan dengan anastesi (Examination under
anesthesia / EUA) diperlukan pada semua pasien untuk mendapatkan
pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh (Hidayat, 2010). Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menentukan diameter kornea, tekanan intraokuler,
pemeriksaan funduskopi, serta melihat pembuluh darah/neovaskularisasi
yang terjadi (Rahman, 2008). Lokasi tumor multipel harus dicatat secara
jelas. Tekanan intra okular dan diameter cornea harus diukur saat operasi
(Hidayat, 2010).
c. USG
USG dapat membantu dalam diagnosis retinoblastoma yang menunjukkan
ciri khas kalsifikasi dalam tumor (Hidayat, 2010). Sensitivitas USG
mencapai 97%, dan dapat membedakan retinoblastoma dengan retinopati
prematuritas (Suhardjo & Hartono, 2007).
d. Computerized Tomography (CT Scan)
Pemeriksaan CT scan ini dilakukan untuk melihat adanya kalsifikasi,
ukuran, serta perluasan tumor ke tulang (Rahman, 2008; Suhardjo &
Hartono, 2007).
e. MRI
MRI lebih disukai sebagai modal diagnostik untuk menilai nervus optikus,
orbita dan otak , serta untuk melihat perluasan tumor ke n. Optikus
(Hidayat, 2010; Suhardjo &Hartono, 2007). MRI tidak hanya memberikan
resolusi jaringan lunak yang lebih baik, tapi juga menghindari bahaya
terpapar radiasi (Hidayat, 2010).
f. Lumbal punksi
Jika diperkirakan adanya perluasan ke nervus optikus, lumbal punksi
dilakukan. Lumbal punksi tidak di indikasikan pada anak tanpa
abnormalitas neurologis atau adanya bukti perluasan ekstraokular
(Hidayat, 2010).
g. Pemeriksaan histopatologi
PENATALAKSANAAN
Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor, bilateral,
perluasan kejaringan ekstra okuler dan adanva tanda-tanda metastasis jauh.
1) Fotokoagulasi laser
krioterpi
dan
fotokoagulasi
laser
yang
bertujuan
untuk