MUSEUM TRINIL
Dosen Pengampu :
Nur Dewi Setyowati, S.Sos, M.Si
Disusun oleh :
(14.32.0014)
http://lubangpenyegar.blogspot.com/
(14.32.0013)
http://prayogies.blogspot.com/
3. Yolantika Rahayu
(14.32.0021)
http://yolantika1496.blogspot.com/
UNIVERSITAS MERDEKA
TAHUN 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
yang berjudul Museum Trinil dengan tepat waktu. Atas dukungan moral dan materi yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Ibu Nur Dewi Setyowati (Dosen Antropologi sosial) yang telah memberi tugas
penelitian Museum Trinil.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah
ini. Saya berharap makalah ini dapat menjadi referensi lanjutan dan bermanfaat bagi
pembacanya. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Hendra Aditya Pratama =
Habieb Surya Prayogi =
Yolantika Rahayu =
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................................ i
Daftar Isi
............................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
Maksud & Tujuan........................................................................................................... 1
Metode Penulisan ........................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Museum Trinil .............................................................................2
B. Deskripsi Museum Trinil ........................................................................................5
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................................16
Daftar Pustaka ............................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hendra Aditya Pratama =
Habieb Surya Prayogi =
Yolantika Rahayu =
ii
ii
A. LATAR BELAKANG
Keberadaan manusia prasejarah sejak dulu memang ada itu dapat di buktikan dengan
adanya sebuah peninggalan mereka berupa batu yang berbentuk atau relief missilink
ataupun artefak artefak yang pernah ditemukan para ahli. Dan tak boleh ketinggalan
keberadaan mereka jelas terbukti ada dengan adanya suatu situs purbakala di beberapa
tempat di dunia. Karena pada dasarnya tempat yang sedemikian adalah tempat dimana
suatu manusia purba ataupun mahluk purba melakukan semua kegiatan mereka. Dan hal
itu terekam jelas di sekitar situs tersebut
B. Maksud dan Tujuan
Maksud di tulisnya sebuah artikel ini adalah sebagai srana penulis menyalurkan
sebuah pengetahuan ntentang sedikit ilmu antropologi kepada para pembaca. Dan sebagai
sarana atau alat untuk memenuhi matakuliah antropologi.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam membuat sebuah artikel tentang keberadaan
manusia purba yang ada di indonesia dan hubungannya dengan keberadaan beberapa situs
di indonesia . adalah dengan metode pustaka dan terjun langsung dalam lokasi serta sedikit
bertanya kepada narasumbur yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
menjadi obyek penelitian Eugene Dubois yang meliputi 3 desa yaitu Desa Kawu,
Gemarang, dan Desa Ngancar. Ketiga desa ini berada di lekukan sungai Bengawan Solo,
yang kala itu sungai Bengawan Solo masih memiliki debit air yang lumayan banyak
laksana sungai Nil diMesir. Karena itulah, kawasan obyek penelitian Dubois itu dinamakan
Trinil. Trinil berasal dari kata tri dan nil. Tri bermakna tiga, artinya kawasan tersebut terdiri
atas 3 desa yang menjadi obyek penelitian Dubois, dan nil menggambarkan sungai Nil.
Karena kala itu, sungai Bengawan Solo merupakan sungai yang besar dengan volume air
yang melimpah, dan terpanjang di Pulau Jawa.Kawasan ini menjadi terkenal dengan
sebutan Trinil memang tidak terlepas dari kiprah Dubois.
Pada waktu itu, teori akbar tentang evolusi membahana dilontarkan oleh Charles R
Darwin pada abad 19 telah mengusik pikiran cemerlang seorang bocah kelahiran Eijden,
Belanda pada tahun 1858 yaitu Eugene Dubois.Sewaktu kecil, Dubois memang telah
menunjukkan minat besar akan masa lalu. Di waktu senggang, dikorek-koreknya tanah
pekarangan dan hutan di sekitar rumahnya untuk mengumpulkan contoh batu, tulangtulang binatang dan lain sebagainya.
Setelah lulus sekolah kedokteran, ia berminat sekali untuk mendaftarkan diri bekerja
di Hindia Belanda dengan tujuan utama mencari missing link, yang menurutnya harus
dicari di daerah tropis yang tidak pernah tersentuh dinginnya es. Namun minat besarnya
sebagai ilmuwan tidak serta merta bisa terwujud lantaran ada aturan bahwa orang Belanda
yang ingin bekerja di Hindia Belanda diwajibkan untuk masuk militer dulu. Akhirnya,
Dubois mengikuti pelatihan camp militer di Belanda sebagai wajib militer, dan lulus
sebagai dokter militer.
Pada 29 Oktober 1877, Dubois bertolak ke Sumatera dengan menumpang kapal The
SS Prinse Amalia. Dua tahun lebih, Dubois mengeksplorasi gua-gua di Sumatera, tetapi
tulang-tulang yang ditemukan tidak sesuai dengan keinginannya. Pencarian missing link
diarahkan ke Pulau Jawa setelah mendengar temuan Manusia Wajak di Tulungagung oleh
BD van Rietschoten pada 24 Oktober 1889.
Di Pulau Jawa, Dubois tertarik dengan endapan Sungai Bengawan Solo yang
diyakininya menyimpan kronologi kehidupan selama jutaan tahun. Pada tahun 1891, di
daerah Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ditemukan atap tengkorak dan gigi manusia yang
menyerupai kera. Dan setahun kemudian ditemukan pula tulang paha kiri dari individu
yang sama. Temuan tersebut oleh Dubois diberi nama Pithecanthropus erectus (manusia
kera yang berjalan tegak).
Pithecanthropus erectus adalah homo erectus dari Jawa. Fosil ini dimasukkan dalam
genus homo erectus, yang mulai muncul ke dunia pertama kali pada periode 1,8 juta tahun
yang lalu di Afrika dan menyebar ke seluruh permukaan dunia hingga mencapai Pulau
Jawa, dan punah sekitar 100.000 tahun silam.
Jawaban pasti tentang polemik berkepanjangan akan missing link terjawab telak di
tangan Dubois. Sejak itu, nama Pithecanthropus erectus dan Trinil, Ngawi, Jawa Timur
bergema nyaring di dunia ilmiah dan kisahnya telah ditulis dengan tinta emas dalam
lembaran publikasi dunia.
Selama adanya aktivitas ekskavasi di Trinil, seorang warga bernama Wirodiharjo
tertarik untuk ikut mengamati aktivitas tersebut. Beliau berpikir, untuk apa fosil-fosil
tulang itu digali dan dikumpulkan. Setelah mengetahui tujuan eksakvasi yang dilakukan
oleh Dubois dengan dibantu tentara bawahannya yang tinggal di Benteng Van Den Bosch.
Wirodiharjo sejak tahun 1967 mempunyai gagasan mengumpulkan/melestarikan
tinggalan fosil-fosil yang sering dijumpai di tepian Sungai Bengawan Solo. Kemudian fosil
tersebut disimpan di rumahnya hingga 1/3 rumahnya terisi fosil. Sehingga, Wirodiharjo
lebih dikenal sebagai Wirobalung, karena aktivitasnya yang suka mengumpulkan balung
buto atau fosil-fosil manusia purba.
Akhirnya, pada tahun 1980/1981 Pemda mendirikan Museum Mini untuk menampung
fosil koleksi Wirodiharjo. Lalu, mengingat hasil penggalian/penemuan serta tugu sebagai
monument penunjuk arah tempat ditemukannya fosil Pithecanthropus erectus tinggalan
Dubois yang sudah dikenal sejak tahun 1891 maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur
membangun Museum Trinil, dan diresmikan bersamaan dengan peringatan 100 tahun
penemuan Pithecanthropus erectus oleh Gubernur Jatim Soelarso pada tanggal 20
November 1991.
Museum ini terletak di Dusun Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, 15 Km dari Kota Ngawi jalan menuju ke arah
Solo. Museum ini menempati bekas rumah dan pekarangan milik Wirodiharjo yang telah
dilakukan ganti rugi, dan persis berada di tepian Sungai Bengawan Solo.
yang lalu. Satu-satunya situs kepurbakalaan berada di Ngawi Jawa Timur adalah Museum
Trinil. Di museum ini banyak sekali tersimpan fosil-fosil purba, mulai dari tengkorak
manusia, gajah serta peralatan yang digunakan untuk mempertahankan diri pada zaman itu.
Museum Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kec. Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi dengan jarak tempuh sekitar 14 km ke arah barat dari pusat kota
Ngawi.Sepanjang perjalanan menuju museum kita bisa menikmati indahnya pemandangan
desa yang sangat rimbun yang dipenuhi pohon serta rumah penduduk yang memiliki ciri khas
pedesaan terbuat dari kayu.
Dari jalan raya Ngawi-Solo Masuk ke arah utara sekitar 2,5 km. Di sepanjang perjalanan
menuju museum trinil terdapat papan petunjuk menuju museum.
Sebelum masuk ke museum trinil terdapat Pos penjagaan untuk para pengunjung, dan
pengunjung di wajibkan lapor dan membayar tiket masuk sebesar lima ribu rupiah untuk satu
kendaraan roda dua. Setelah masuk area museum trinil terdapat halaman yang cukup luas
untuk parkir dan banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk berjualan makanan maupun
souvenir.
Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat
panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu.
Di belakang pendopo terdapat taman dengan tanaman hias dan beberapa pohon.
Terdapat beberapa bangunan. Salah satunya pendopo (gazebo) yang berada di tengah
tengah area dan ruang ruang situs purba yang digunakan pengunjung untuk beristirahat.
depan dan samping. Pada bagian depan pintu masuk terdapat ornamen
gading stegodon. stegodon sendiri adalah gajah purba yang ukurannya
sangat besar. Diperkirakan Gading Stegodon sendiri berukuran 16 cm
gambaran di Masa Purba.
Situs Trinil, menurut penelitian, merupakan salah satu tempat hunian kehidupan purba
pada zaman Pleistosen Tengahsekitar 1,5 juta tahun yang lalu. Begitu masuk museum
pengunjung bisa menggali informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang
jumlahnya mencapai 1.200 fosil terdiri dari 130 jenis.
Di dalam Museum dipamerkan beberapa replika fosil manusia purba berupa replika
Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Sangiran (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang
ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni
Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya.
Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.
Di dalam museum pengunjung bisa menyaksikan diorama manusia purba serta tulang-tulang
manusia purba seperti :
1
0
9
Fr. Fosil Tulang Paha Gajah (Stegodon Trigonochepalus Femur) terdapat di Trinil
Area.
Hendra Aditya Pratama =
Habieb Surya Prayogi =
Yolantika Rahayu =
1
1
Fr. Fosil Gigi Geraham Badak (Rhinoceros Sondaicus Molar) Terdapat di Trinil
Area.
Fr. Fosil Tulang Rahang Bawah Macan (Felis Tigris Mandibula) ditemukan di
Kebon, Ngawi.
1
2
Fosil Tulang Lengan Badak (Rhinoceros Sondaicus Humerus (Diaphysis))
ditemukan di wilayah Trinil.
Koleksi koleksi yang ada antara lain fosil fosil tengkorak manusia purba yang ditata
sedemikian rupa dengan penjelasan mengenai penyebarannya di dunia. Kemudian fosil gading
stegodon, dan fosil kerbau purba.
1
3
Disana juga ada dua macam diorama suasana manusia purba dan koleksi koleksi lainnya
adalah fosil gigi, dan tulang belulang binatang purba, serta kerangka kerangka purba. Di
dinding, juga terdapat gambar tentang perjalanan panjang menuju manusia modern.
Dan masih banyak lagi fosil fosil yang dapat kita pelajari di museum trinil. Semoga
penelitian kami ini bisa menambah wawasan para pembaca. Dan harapan kami museum
triniltetap terjaga keasliannya.
14
Dokumentasi Peneliti
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Trinil adalah situs paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs
Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur, kira-kira 13 km sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo. Trinil merupakan
kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman
Pleistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.
Pada tahun 1891Eugne Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas
manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu) yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893
Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta berbagai fosil hewan
dan tumbuhan purba.
Saat ini di Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektare,
dengan koleksi di antaranya fosil tengkorakPithecantrophus erectus, fosil tulang rahang
bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon
trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus). Situs ini dibangun
atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob, ahli antropologi ragawi dari Universitas Gadjah Mada.
DAFTAR PUSTAKA
1
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Trinil
iii