Gambar 2.1: Lokasi dan Jarak Museum Trinil dari Universitas Jember
(via:google maps)
4
2.1.2 Toponimi
Situs Trinil memiliki sejarah penting tentang kisah evolusi manusia, jauh
sebelum Sangiran ditemukan oleh Koenigswald pada tahun 1934, penelitian yang
dilakukan oleh Eugene Dubois antara tahun 1890-1892 telah membawa penemuan
sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan.
Penggalian tersebut dilakukan pada endapan vulkanik Formasi Kabuh yang
tersingkap oleh aliran Sungai Bengawan Solo. Dalam penggalian tersebut
ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus Erectus (Homo Erectus) dan tulang paha
yang menunjukkan bahwa pemiliknya sudah berjalan dengan tegak. Temuan
tersebut telah menjadikan Trinil terkenal dalam kancah dunia evolusi manusia pada
akhir abad 19 dan mengundang peneliti lain untuk mengikuti jejak Eugene Dubois
melakukan penelitian di Trinil.
(a) (b)
Terdapat tugu yang terletak di 175 meter ke arah timur laut yang digunakan
sebagai penunjuk arah tempat penemuan penemuan fosil. Sedangkan, penyebutan
nama Trinil berawal dari tiga nama desa yang menjadi objek penelitian Eugene
Dubois mengenai fosil. Tiga desa tersebut meliputi Desa Kawu, Desa Gemarang
dan Desa Ngancar sehingga diberi sebutan nama Tri. Ketiga desa tersebut berada
dalam kawasan aliran bengawan Solo, dimana bengawan ini memiliki luas dan
debit air yang besar sehingga oleh Dubois disamakan dengan Sungai Nil yang
5
berada di Mesir. Sungai Bengawan Solo ini dikiaskan dengan Sungai Nil dan
jadilah nama yang disebut dengan Trinil.
Dengan adanya penemuan manusia purba di Trinil ini oleh Eugene Dubois
membuat Trinil menjadi suatu tonggak bersejarah dalam menjawab Teori dari
Darwin mengenai pencarian Missing Link yang ditemukan di Trinil pada tahun
1891. Penemuannya ini membuat banyak ahli ingin meneliti di daerah sekitar Trinil,
6
seperti peneliti bernama Selenka yang melakukan penggalian tanah pada lokasi
sekitar Trinil yang dilakukan pada tahun 1907 – 1908, ia berhasil menemukan
berbagai macam fosil berupa hewan purba namun sayangnya ia tidak dapat
menemukan satu pun fosil manusia purba. Lalu pada tahun 1962 dilakukan proyek
penelitian yang dilakukan atas kerja sama Palaeontropologi Nasional, Departemen
Geologi ITB, dan Direktorat Geologi, di Trinil penelitian ini menghasilkan
penemuan berupa alat serpih yang diperkirakan merupakan hasil peradaban dari
Homo Soloensis.
Gambar 2.4 :Lokasi dari Trinil dan Tempat Penemuan fosil manusia purba lain di
Jawa, Indonesia (Source: Joordens et al. 2015)
Yang menjadi temuan besar di Situs Trinil adalah Homo Erectus yang
ditemukan dalam bentuk berupa fosil berupa tengkorak dan tulang-tulang paha
yang memiliki warna cokelat kehitaman. Fosil ini ditemukan di Selatan Sungai
Bengawan Solo yang lebih tepatnya berada di Kitheh, di sana dibangun sebuah tugu
sebagai tanda penemuan lokasi fosil Homo Erectus. Umur dari fosil manusia trinil
ini diperkirakan telah berusia 500.000-830.000 tahun yang lalu.
Homo Erectus yang ditemukan ini diperkirakan memiliki tubuh tegap dengan
tinggi 165-170 cm, diperkirakan bobotnya dapat mencapai 104 Kg dan volume otak
yang mencapai 900cc. Bagian gigi dari homo erectus ini memilliki gigi yang besar
dengan otot kunyahnya yang sangat kuat. Juga terdapat tonjolan yang berada di atas
7
mata. Menurut studi penelitian pola hidup manusia ini bergantung pada alam
dengan substensi berburu dan meramu.
Untuk fosil tumbuhan yang ditemukan pada situs Trinil adalah pohon jeruk
purba (Reevesia wallichi, pohon rasamala (liquidambar excels), dan pohon salam
(altyngio exessa). Sedangkan fosil hewan yang ditemukan di situs Trinil berupa
fosil Gajah (probosceda), rusa (cervus), antelope (duboisia), bibos kanchil. Kuda
nil jawa (hippopotamus sijavanicus), harimau (felis tigriis), felis pardus, felis
bengalensis dll, dan sejenis hewan pengerat (lapus lapis, lepus nigrocollois, dll) dan
hewan primata : Symphalangus, Macaca trigonocephalus, tracgypitheus cristatus
dan pongo pygmaeus.
8
2.2 Museum Trinil
2.2.1 Letak Geografis
Museum Trinil terletak di dusun Pilang, desa Kawu, kecamatan Kedunggalar,
kabupaten Ngawi atau 15 kilometer dari pusat kota Ngawi. Luas wilayah museum
Trinil kurang lebih 2,5 hektar, namun yang ada didalam pagar kurang lebih 1 hektar
sebagai situs atau monumennya kalau yang lainnya sebagai wahana mainan.
(a) (b)
Gambar 2.5: Miniatur Map Museum Trinil (a), Keterangan
dari Miniatur Map Museum Trinil (b).
(Sumber: dokumen pribadi)
9
Gambar 2.6: Depan Museum Trinil (sumber: dokumen pribadi)
Sejarah berdirinya museum Trinil tidak terlepas dari penemuan fosil manusia
purba Pithecanthropus Erectus oleh seorang dari negeri Belanda bernama Eugene
Dubois. Eugene Dubois sangat tertarik dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Sebelum mengadakan penelitian di Trinil, Eugene Dubois
melakukan penelitiannya di wilayah Eropa, untuk membuktikan kebenaran dari
teori evolusi Darwin, tetapi tidak ditemukan hasilnya. Sampai pada akhirnya
Eugene Dubois berpikiran bahwa makhluk seperti itu bertempat tinggal di wilayah
beriklim tropis dan satu-satunya yang ditunjuk adalah Indonesia.
Eugene Dubois pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1887 dan berlabuh
di wilayah Sumatera, tepatnya di daerah Payakumbuh untuk melakukan penelitian,
dia pun sampai mengajak istri dan anaknya ikut serta. Dalam penelitian di
Payakumbuh hasilnya kurang memuaskan karena tidak ditemukan fosil manusia
purba, tetapi hanya ditemukan fragmen dari fosil fauna. Sampai akhirnya dia
mendapatkan kabar bahwa di daerah Wajak, Tulungagung pernah ditemukan
sebuah fosil atap tengkorak manusia purba, tetapi setelah Eugene Dubois datang
kesana untuk melihat hasil temuannya, ternyata usia fosil itu kurang tua karena
ukuran tempurung kepala fosil sudah lumayan besar dengan kapasitas otak 1.000
cc.
Dari hasil penemuan yang ada di Tulungagung, Eugene Dubois merasa
penasaran dan pada akhirnya melakukan berbagai penelitian sampai akhirnya
sampai di wilayah Mojokerto tepatnya di daerah Perning yang terletak di perbatasan
kabupaten Mojokerto dan Gresik. Di daerah Perning itu pernah ditemukan fosil atap
tengkorak dari anak-anak yang diperkirakan berjenis kelamin perempuan berusia 8
tahun, tetapi penemuan itupun kurang menguatkan teori missing link. Sampai pada
akhirnya Eugene Dubois mendapatkan kabar dari teman-temannya bahwa di daerah
Sampung, Ponorogo pernah ditemukan fosil-fosil manusia purba yang hidup di gua,
penemuan itupun belum bisa menguatkan teori itu, karena fosil yang ditemukan di
Ponorogo itu sudah mempunyai kapasitas otak yang lebih modern sampai lebih dari
1.000 cc. Di daerah Kedungbrubus juga pernah ditemukan fosil manusia purba yang
10
sebenarnya dapat menguatkan teori itu, tetapi karena pada waktu itu ia
menginginkan temuan yang berasal dari aliran sungai Bengawan Solo.
11
ditemukan oleh Eugene Dubois di Jawa. Akhirnya terjawab juga tentang apa yang
dikatakan oleh teori evolusi Darwin terjawab sudah dengan ditemukannya fosil
manusia purba di Trinil dan di Cina. Tetapi setelah diakui para arkeolog dunia,
Eugene Dubois meninggal dunia, dan atas jasa-jasanya batu nisan makamnya
terdapat gambar tulang paha yang bersilang.
2.2.3 Profil
A. Ruang Pameran
Ruang pameran yang ada di Museum Trinil dahulunya masih ada 4, namun
sekarang sudah ada perbaikan atau bantuan dari dinas wisata ngawi jadi Ruang
pameran ada 6, ruang yang digunakan atau lebih utama masih 4.
Gambar 2.8: Pintu Masuk ke Ruang Pertama dengan Replika Gading Gajah
(sumber: dokumen pribadi)
B. Koleksi
koleksinya hanya satu jenis yaitu “fosil” (Soerjanto dkk, 2001 : 3). Seperti:
Fosil yang terdapat di Museum Trinil yang berupa Manusia purba mayoritas
adalah fosil Phithechanthropus Erectus atau yang sekarang lebih dikenal dengan
sebutan Homo Erectus Erectus, dengan tipe Homo Erectus Tipik. Fosil ini
12
merupakan simbol bahwa di Situs tersebut ditemukan manusia purba dengan nama
dari jenis yang lain, misal : Homo Erectus, Homo Sapiens, Homo Wajakensis dan
fosil-fosil manusia purba dari luar negeri. Fosil manusia purba yang terdapat di
keberadaannya.
(a) (b)
1. Gajah
tersebut., selain hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang
13
tengkorak gajah, tulang paha gajah, rahang dan gigi gajah dan lain-lain. Fosil gajah
yang ditemukan dipamerkan di Museum Trinil berasal dari 2 genhs gajah, yaitu
Stegodon dan Elephos. Seperti gajah modern, gajah purba memiliki belalai dan
mendasar dari gajah Stegodob dan Elephos terlihat dari bentuk gigi gerahamnya.
mahkota gigi yang tinggi, permukaan kunyah membentuk looph dan tersusun dari
lempeng-lempeng gigi yang menyatu. Perbedaan bentuk ini terkait dengan jenis
makanannya dan diduga berkaitan juga dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
(a) (b)
Gambar 2.10: Replika Gajah Purba di depan Museum Trinil (a), Fosil
Gading Gajah Purba Stegodon Trigonocephalus Ivory (b).
(Sumber: dokumen pribadi)
2. Kerbau
tersebut, selain hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang
ditemukan berupa tanduk kerbau dan bagian tubuh badak yang lainnya. Fosil
tengkorak kerbau ditemukan pada tahun 1993 oleh Sardi di Dusun Pengkol, Desa
14
Perbedaaan paling terlihat dengan banteng purba adalah dari bentuk tanduknya.
Tanduk kerbau mempunyai permukaan atas yang datar dengan arah melengkung ke
3. Banteng
Fosil banteng purba yang dipamerkan di Museum Trinil ini terdiri dari
tengkorak rahang bawah dan beberapa bagian ruas tulang belakang. Salah satu
penanda yang membedakan dari jenis binatang lainnya adalah adanya tanduk pada
15
4. Rusa
Fosil Rusa yang di Museum Trinil merupakan temuan di Situs tersebut, selain
hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang ditemukan berupa
potongan-potongan tanduk rusa dan bagian tubuh rusa lainnya. Fosil rusa yang
dipamerkan di Museum Trinil terdiri atas fosil tengkorak, ranggah dan beberapa
tulang kaki. Berbeda dengan Bovidae, rusa mempunyai ranggah, yaitu ornamen
pada kepala yang tumbuh memanjang dan bercabang. Berbeda dengan tanduk,
ranggah pada rusa tidak bersifat permanen dan dapat tumbuh-tanggal secara
berkala.
5. Badak
Fosil Badak yang di Museum Trinil merupakan temuan di Situs tersebut, selain
hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang ditemukan berupa
16
berfungsi untuk membelah bambu dan kayu. Kapak ini ditemukan hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Lalu alat serpih peralatan yang memiliki bentuk yang
sederhana berupa serpihan. Alat ini memiliki fungsi sesuai bentuknya seperti pisau
dan alat penusuk. Manusia dapat menggunakan alat ini untuk mengupas,
memotong, dan menggali makanan. Alat serpih memiliki ukuran sekitar 10 sampai
12 cm. Ada juga bola batu yang digunakan untuk melempari binatang buruan,
(a) (b)
(c)
Total keseluruhan dari koleksi Museum Trinil kurang lebih empat ribu koleksi
pameran/display. Dan diketahui juga ternyata rata-rata fosil manusia purba yang
ada di Museum merupakan duplikat/replika, sebab fosil yang asli dibawa oleh sang
17
DAFTAR PUSTAKA
18
19