Anda di halaman 1dari 16

BAB 2.

SITUS DAN MUSEUM TRINIL

2.1 Situs Trinil


2.1.1 Letak Geografis
Secara administrasi situs Trinil ini berada di dusun pinang desa Kawu
kecamatan Kedunggalar kabupaten Ngawi provinsi Jawa Timur. Eugene Dubois
pertama kali mengadakan penelitian di situs ini pada tahun 1891-1893, dan disini
pulalah pertama kalinya pernah ditemukan fosil manusia Homo Erectus atau
manusia yang berjalan tegak. Hasil penelitian ini yaitu berupa tengkorak, tulang
paha, dan Gigi geraham. Hasil penelitian ini ditemukan di tiga titik perbatasan desa,
yaitu sebelah timur desa Ngancar, sebelah barat desa Kawu, dan sebelah utara desa
Gemarang yang masuk ke dalam daerah kecamatan Kedunggalar sedangkan desa
Ngancar sendiri masuk ke dalam kecamatan Pitu kabupaten Ngawi Jawa Timur.
Dan dari ketiga penelitian ini si Dubois memberi nama Three atau tiga yang
kebetulan lokasinya berada di tepian anak aliran sungai bengawan solo atau dikenal
dengan nama Nil. Maka dari itu si penemu memberi nama Trinil yang sampai
sekarang dipakai sebagai nama museum yaitu museum Trinil.

Gambar 2.1: Lokasi dan Jarak Museum Trinil dari Universitas Jember
(via:google maps)

4
2.1.2 Toponimi
Situs Trinil memiliki sejarah penting tentang kisah evolusi manusia, jauh
sebelum Sangiran ditemukan oleh Koenigswald pada tahun 1934, penelitian yang
dilakukan oleh Eugene Dubois antara tahun 1890-1892 telah membawa penemuan
sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan.
Penggalian tersebut dilakukan pada endapan vulkanik Formasi Kabuh yang
tersingkap oleh aliran Sungai Bengawan Solo. Dalam penggalian tersebut
ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus Erectus (Homo Erectus) dan tulang paha
yang menunjukkan bahwa pemiliknya sudah berjalan dengan tegak. Temuan
tersebut telah menjadikan Trinil terkenal dalam kancah dunia evolusi manusia pada
akhir abad 19 dan mengundang peneliti lain untuk mengikuti jejak Eugene Dubois
melakukan penelitian di Trinil.

(a) (b)

Gambar 2.2: Tanda Yang Dibuat Oleh E. Dubois (a),


Ilustrasi Sungai Bengawan solo tempat penemuan fosil (b)
(sumber:dokumen pribadi)

Terdapat tugu yang terletak di 175 meter ke arah timur laut yang digunakan
sebagai penunjuk arah tempat penemuan penemuan fosil. Sedangkan, penyebutan
nama Trinil berawal dari tiga nama desa yang menjadi objek penelitian Eugene
Dubois mengenai fosil. Tiga desa tersebut meliputi Desa Kawu, Desa Gemarang
dan Desa Ngancar sehingga diberi sebutan nama Tri. Ketiga desa tersebut berada
dalam kawasan aliran bengawan Solo, dimana bengawan ini memiliki luas dan
debit air yang besar sehingga oleh Dubois disamakan dengan Sungai Nil yang

5
berada di Mesir. Sungai Bengawan Solo ini dikiaskan dengan Sungai Nil dan
jadilah nama yang disebut dengan Trinil.

2.1.3 Arti Penting SitusTrinil Dalam Konteks Studi Masa Praaksara Di


Indonesia
Situs Trinil memiliki peran yang sangat penting dalam ilmu paleontropologi
awal, situs Trinil merupakan lokasi pertama kali ditemukannya fossil manusia
purba yang ada di Indonesia. Pada tahun 1891-1900 seorang ahli anatomi yang
bernama Eugene Dubois melakukan ekskavasi besar-besaran di tebing sungai
Bengawan Solo, lebih tepatnya berada di Dusun Kawu, Kecamatan Kudunggalar.
Dalam melakukan ekskavasi ini Dubois berhasil menemukan sebuah fosil berupa
atap tengkorak yang memiliki bentuk pendek dan memanjang kebelakang dengan
ukuran volume sebesar 900 cc, pemiliknya diduga telah mampu berjalan tegak dan
memiliki gigi pra-geraham manusia, yang kemudian oleh Dubois dari beberapa
karakter yang terlihat pada fosil tersebut, Dubois mengelompokkannya ke dalam
dalam specimen manusia jawa (java man) dan masuk dalam golongan Homo
erectus kelompok tipik. Dari penemuan ini menjadi awal mula dilakukannya
penelitian manusia purba di Indonesia.

Gambar 2.3: Lokasi Tempat Tanda Eugene Dubois Sebelum Museum


Dibangun. (sumber:dokumen pribadi)

Dengan adanya penemuan manusia purba di Trinil ini oleh Eugene Dubois
membuat Trinil menjadi suatu tonggak bersejarah dalam menjawab Teori dari
Darwin mengenai pencarian Missing Link yang ditemukan di Trinil pada tahun
1891. Penemuannya ini membuat banyak ahli ingin meneliti di daerah sekitar Trinil,

6
seperti peneliti bernama Selenka yang melakukan penggalian tanah pada lokasi
sekitar Trinil yang dilakukan pada tahun 1907 – 1908, ia berhasil menemukan
berbagai macam fosil berupa hewan purba namun sayangnya ia tidak dapat
menemukan satu pun fosil manusia purba. Lalu pada tahun 1962 dilakukan proyek
penelitian yang dilakukan atas kerja sama Palaeontropologi Nasional, Departemen
Geologi ITB, dan Direktorat Geologi, di Trinil penelitian ini menghasilkan
penemuan berupa alat serpih yang diperkirakan merupakan hasil peradaban dari
Homo Soloensis.

Gambar 2.4 :Lokasi dari Trinil dan Tempat Penemuan fosil manusia purba lain di
Jawa, Indonesia (Source: Joordens et al. 2015)

Yang menjadi temuan besar di Situs Trinil adalah Homo Erectus yang
ditemukan dalam bentuk berupa fosil berupa tengkorak dan tulang-tulang paha
yang memiliki warna cokelat kehitaman. Fosil ini ditemukan di Selatan Sungai
Bengawan Solo yang lebih tepatnya berada di Kitheh, di sana dibangun sebuah tugu
sebagai tanda penemuan lokasi fosil Homo Erectus. Umur dari fosil manusia trinil
ini diperkirakan telah berusia 500.000-830.000 tahun yang lalu.
Homo Erectus yang ditemukan ini diperkirakan memiliki tubuh tegap dengan
tinggi 165-170 cm, diperkirakan bobotnya dapat mencapai 104 Kg dan volume otak
yang mencapai 900cc. Bagian gigi dari homo erectus ini memilliki gigi yang besar
dengan otot kunyahnya yang sangat kuat. Juga terdapat tonjolan yang berada di atas

7
mata. Menurut studi penelitian pola hidup manusia ini bergantung pada alam
dengan substensi berburu dan meramu.
Untuk fosil tumbuhan yang ditemukan pada situs Trinil adalah pohon jeruk
purba (Reevesia wallichi, pohon rasamala (liquidambar excels), dan pohon salam
(altyngio exessa). Sedangkan fosil hewan yang ditemukan di situs Trinil berupa
fosil Gajah (probosceda), rusa (cervus), antelope (duboisia), bibos kanchil. Kuda
nil jawa (hippopotamus sijavanicus), harimau (felis tigriis), felis pardus, felis
bengalensis dll, dan sejenis hewan pengerat (lapus lapis, lepus nigrocollois, dll) dan
hewan primata : Symphalangus, Macaca trigonocephalus, tracgypitheus cristatus
dan pongo pygmaeus.

8
2.2 Museum Trinil
2.2.1 Letak Geografis
Museum Trinil terletak di dusun Pilang, desa Kawu, kecamatan Kedunggalar,
kabupaten Ngawi atau 15 kilometer dari pusat kota Ngawi. Luas wilayah museum
Trinil kurang lebih 2,5 hektar, namun yang ada didalam pagar kurang lebih 1 hektar
sebagai situs atau monumennya kalau yang lainnya sebagai wahana mainan.

(a) (b)
Gambar 2.5: Miniatur Map Museum Trinil (a), Keterangan
dari Miniatur Map Museum Trinil (b).
(Sumber: dokumen pribadi)

2.2.2 Riwayat Pendirian dan Pembangunan


Museum Trinil adalah sebuah museum purbakala yang terletak di di Desa
Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Situs ini lebih
kecil dari situs Sangiran. Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo
yang menjadi hunian kehidupan purbakala dan sekarang didirikan sebuah museum
di kawasan ini. Koleksi-koleksi yang ada di Museum Trinil lebih identik dengan
dengan peninggalan pada masa prasejarah. Situs Trinil dulu ada suatu sejarah
penelitian Paleoanthropologi oleh E. Dubois yaitu pada tahun 1891-1893 da
ditemukanlah fosil manusia purba phithecantropus erectus. Museum Trinil berdiri
pada tahun 1980 sebelumnya dirintis oleh Wirodiharjo pada tahun 1968 dan
dibangunlah Museum yang baru ini pada tanggal 20 November 1991, diresmikan
oleh Kepala Daerah Tk 1 Jawa Timur Bapak Soelarso (Soerjanto dkk, 2001: 2).

9
Gambar 2.6: Depan Museum Trinil (sumber: dokumen pribadi)

Sejarah berdirinya museum Trinil tidak terlepas dari penemuan fosil manusia
purba Pithecanthropus Erectus oleh seorang dari negeri Belanda bernama Eugene
Dubois. Eugene Dubois sangat tertarik dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Sebelum mengadakan penelitian di Trinil, Eugene Dubois
melakukan penelitiannya di wilayah Eropa, untuk membuktikan kebenaran dari
teori evolusi Darwin, tetapi tidak ditemukan hasilnya. Sampai pada akhirnya
Eugene Dubois berpikiran bahwa makhluk seperti itu bertempat tinggal di wilayah
beriklim tropis dan satu-satunya yang ditunjuk adalah Indonesia.
Eugene Dubois pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1887 dan berlabuh
di wilayah Sumatera, tepatnya di daerah Payakumbuh untuk melakukan penelitian,
dia pun sampai mengajak istri dan anaknya ikut serta. Dalam penelitian di
Payakumbuh hasilnya kurang memuaskan karena tidak ditemukan fosil manusia
purba, tetapi hanya ditemukan fragmen dari fosil fauna. Sampai akhirnya dia
mendapatkan kabar bahwa di daerah Wajak, Tulungagung pernah ditemukan
sebuah fosil atap tengkorak manusia purba, tetapi setelah Eugene Dubois datang
kesana untuk melihat hasil temuannya, ternyata usia fosil itu kurang tua karena
ukuran tempurung kepala fosil sudah lumayan besar dengan kapasitas otak 1.000
cc.
Dari hasil penemuan yang ada di Tulungagung, Eugene Dubois merasa
penasaran dan pada akhirnya melakukan berbagai penelitian sampai akhirnya
sampai di wilayah Mojokerto tepatnya di daerah Perning yang terletak di perbatasan
kabupaten Mojokerto dan Gresik. Di daerah Perning itu pernah ditemukan fosil atap
tengkorak dari anak-anak yang diperkirakan berjenis kelamin perempuan berusia 8
tahun, tetapi penemuan itupun kurang menguatkan teori missing link. Sampai pada
akhirnya Eugene Dubois mendapatkan kabar dari teman-temannya bahwa di daerah
Sampung, Ponorogo pernah ditemukan fosil-fosil manusia purba yang hidup di gua,
penemuan itupun belum bisa menguatkan teori itu, karena fosil yang ditemukan di
Ponorogo itu sudah mempunyai kapasitas otak yang lebih modern sampai lebih dari
1.000 cc. Di daerah Kedungbrubus juga pernah ditemukan fosil manusia purba yang

10
sebenarnya dapat menguatkan teori itu, tetapi karena pada waktu itu ia
menginginkan temuan yang berasal dari aliran sungai Bengawan Solo.

Gambar 2.7: Para kuli dari Eugene Dubois


(sumber: commons.m.wikimedia.org)
Sampai pada akhirnya Eugene Dubois mencapai daerah Ngawi, dia bersama
tentaranya pada waktu membuat benteng yang diberi nama benteng van de Bosch
yang dibangun di dekat pertemuan sungai Bengawan Solo dan Kali Madiun, dia
pun singgah di tempat. Di sekitar tempat itu banyak berserakan tulang-belulang
dengan ukuran yang besar, masyarakat sekitar menyebutnya dengan “Balung Buto”
karena oleh masyarakat sekitar tulang-belulang tersebut adalah milik buto atau
manusia raksasa yang memiliki ukuran tubuh yang besar. Dengan hasil temuan di
Bengawan Solo tersebut, membuat Eugene Dubois memperkirakan bahwa manusia
purba hidup di dekat wilayah perairan, karena air menjadi sumber kehidupan pada
waktu itu. Dan pada akhirnya Eugene Dubois pun sampai di wilayah dusun Pilang.
Dari wilayah sepanjang Ngawi sampai dusun Pilang, hasil temuan dari Eugene
Dubois sangatlah luar biasa. Eugene Dubois mengadakan penelitian di dusun Pilang
karena mendengar cerita dari masyarakat sekitar bahwa di daerah dusun Pilang
juga banyak ditemukan fosil-fosil yang sangat besar, dia melakukan penelitiannya
mulai tahun 1891 sampai dengan tahun 1893 yang hasilnya menemukan tiga tulang
dari Pithecanthropus Erectus yang yang memiliki ciri-ciri tinggi badan sekitar 165-
170 cm, berat badan sekitar 100 kg, volume otak sekitar 900 cc, tulang alis masih
menonjol, panjang ruas jari tangan dan kaki hampir sama, dan memiliki kulit hitam.
Namun, penemuan Pithecanthropus Erectus tersebut masih juga belum menjawab
teori evolusi dari Darwin sampai akhirnya ditemukan fosil manusia purba di Cina
yaitu Peking Man yang hampir mirip dengan Pithecanthropus Erectus yang

11
ditemukan oleh Eugene Dubois di Jawa. Akhirnya terjawab juga tentang apa yang
dikatakan oleh teori evolusi Darwin terjawab sudah dengan ditemukannya fosil
manusia purba di Trinil dan di Cina. Tetapi setelah diakui para arkeolog dunia,
Eugene Dubois meninggal dunia, dan atas jasa-jasanya batu nisan makamnya
terdapat gambar tulang paha yang bersilang.
2.2.3 Profil
A. Ruang Pameran
Ruang pameran yang ada di Museum Trinil dahulunya masih ada 4, namun
sekarang sudah ada perbaikan atau bantuan dari dinas wisata ngawi jadi Ruang
pameran ada 6, ruang yang digunakan atau lebih utama masih 4.

Gambar 2.8: Pintu Masuk ke Ruang Pertama dengan Replika Gading Gajah
(sumber: dokumen pribadi)

B. Koleksi

Ditinjau dari koleksinya Museum Trinil merupakan meseum khusus, karena

koleksinya hanya satu jenis yaitu “fosil” (Soerjanto dkk, 2001 : 3). Seperti:

a. Fosil Manusia Purba

Fosil yang terdapat di Museum Trinil yang berupa Manusia purba mayoritas

adalah fosil Phithechanthropus Erectus atau yang sekarang lebih dikenal dengan

sebutan Homo Erectus Erectus, dengan tipe Homo Erectus Tipik. Fosil ini

12
merupakan simbol bahwa di Situs tersebut ditemukan manusia purba dengan nama

Phithechanthropus Erectus. Di Museum Trinil juga terdapat fosil manusia purba

dari jenis yang lain, misal : Homo Erectus, Homo Sapiens, Homo Wajakensis dan

fosil-fosil manusia purba dari luar negeri. Fosil manusia purba yang terdapat di

keberadaannya.

(a) (b)

Gambar 2.9: Duplikat Tengkorak Bagian Tempurung Kepala


Pithecanthropus Erectus Cranium (a), Replika Manusia Purba
di Museum Trinil. (Sumber: dokumen pribadi)

b. Fosil binatang purba

Fosil binatang purba yang terdapat di Museum Trinil antara lain:

1. Gajah

Fosil Gajah yang terdapat di Museum Trinil merupakan temuan di Situs

tersebut., selain hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang

ditemukan berupa gading gajah dari Stegodon Trigonocephalus Ivory, atap

13
tengkorak gajah, tulang paha gajah, rahang dan gigi gajah dan lain-lain. Fosil gajah

yang ditemukan dipamerkan di Museum Trinil berasal dari 2 genhs gajah, yaitu

Stegodon dan Elephos. Seperti gajah modern, gajah purba memiliki belalai dan

gading yang merupakan pertumbuhan memanjang dari gigi seri. Perbedaan

mendasar dari gajah Stegodob dan Elephos terlihat dari bentuk gigi gerahamnya.

Gigi Stegodon mempunyai mahkota yang rendah, sedangkan Elephos mempunyai

mahkota gigi yang tinggi, permukaan kunyah membentuk looph dan tersusun dari

lempeng-lempeng gigi yang menyatu. Perbedaan bentuk ini terkait dengan jenis

makanannya dan diduga berkaitan juga dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

(a) (b)
Gambar 2.10: Replika Gajah Purba di depan Museum Trinil (a), Fosil
Gading Gajah Purba Stegodon Trigonocephalus Ivory (b).
(Sumber: dokumen pribadi)

2. Kerbau

Fosil Kerbau yang terdapat di Museum Trinil merupakan temuan di Situs

tersebut, selain hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang

ditemukan berupa tanduk kerbau dan bagian tubuh badak yang lainnya. Fosil

tengkorak kerbau ditemukan pada tahun 1993 oleh Sardi di Dusun Pengkol, Desa

Gemarang, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi dalam kondisi lengkap.

14
Perbedaaan paling terlihat dengan banteng purba adalah dari bentuk tanduknya.

Tanduk kerbau mempunyai permukaan atas yang datar dengan arah melengkung ke

arah belakang. Kerbau purba merupakan binatang herbivora (pemakan tumbuhan).

Gambar 2.11: Fosil Tengkorak Tempurung Kepala Kerbau Purba beserta


Tanduknya (sumber: dokumen pribadi)

3. Banteng

Fosil banteng purba yang dipamerkan di Museum Trinil ini terdiri dari

tengkorak rahang bawah dan beberapa bagian ruas tulang belakang. Salah satu

penanda yang membedakan dari jenis binatang lainnya adalah adanya tanduk pada

tengkoraknya. Tanduk banteng purba berbentuk silindris membulat dengan arah

lengkung ke atas atau ke depan

Gambar 2.12: Fosil Tengkorak Banteng Purba yang Lengkap dengan


Tanduknya. (sumber: dokumen pribadi)

15
4. Rusa

Fosil Rusa yang di Museum Trinil merupakan temuan di Situs tersebut, selain

hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang ditemukan berupa

potongan-potongan tanduk rusa dan bagian tubuh rusa lainnya. Fosil rusa yang

dipamerkan di Museum Trinil terdiri atas fosil tengkorak, ranggah dan beberapa

tulang kaki. Berbeda dengan Bovidae, rusa mempunyai ranggah, yaitu ornamen

pada kepala yang tumbuh memanjang dan bercabang. Berbeda dengan tanduk,

ranggah pada rusa tidak bersifat permanen dan dapat tumbuh-tanggal secara

berkala.

Gambar 2.13: Potongan Fragmen Fosil Ranggah Rusa Purba.


(sumber: dokumen pribadi)

5. Badak

Fosil Badak yang di Museum Trinil merupakan temuan di Situs tersebut, selain

hasil penelitian juga merupakan temuan penduduk. Fosil yang ditemukan berupa

tulang paha badak dan bagian tubuh badak lainnya.

c. Fosil alat-alat artefak

Artefak yang terdapat di Museum Trinil merupakan alat-alat kehidupan sehari-


hari yang digunakan manusia purba. Artefact tersebut berupa : kapak genggam,
kapak penetak, alat serpih dan bola batu. Dimana fungsi-fungsi alat tersebut seperti
kapak penetak yang memiliki bentuk lebih besar daripada kapak perimbas dan

16
berfungsi untuk membelah bambu dan kayu. Kapak ini ditemukan hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Lalu alat serpih peralatan yang memiliki bentuk yang
sederhana berupa serpihan. Alat ini memiliki fungsi sesuai bentuknya seperti pisau
dan alat penusuk. Manusia dapat menggunakan alat ini untuk mengupas,
memotong, dan menggali makanan. Alat serpih memiliki ukuran sekitar 10 sampai
12 cm. Ada juga bola batu yang digunakan untuk melempari binatang buruan,

(a) (b)

(c)

Gambar 2.14: Duplikat Pahat Genggam (a), Duplikat Alat


Penetak dan Alat Serpih (b), Bola Batu (c).
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Total keseluruhan dari koleksi Museum Trinil kurang lebih empat ribu koleksi

benda purbakala. Namun, tidak semua koleksi ditampilkan di ruang

pameran/display. Dan diketahui juga ternyata rata-rata fosil manusia purba yang

ada di Museum merupakan duplikat/replika, sebab fosil yang asli dibawa oleh sang

penemu ke negara asalnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alink, G., W. Roebroeks., dan T. Simanjutak.2016. The Homo Erectus Site


Of Trinil: Past, Present And Future Of A Historic Place.Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 34 No. 2 (81-152)

Poesponegoro, M.Djoened, dan N. Notosusanto.2008.Sejarah Nasional Indonesia


1.Edisi Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka

Tanudirjo, A Daud, dan Y. Zaim.2012.Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 1.


Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve

Ventyasari, R. 2015. Pemanfaatan Museum Trinil Sebagai Sumber Belajar Sejarah


Bagi Siswa Sma Di Kabupaten Madiun Provinsi Jawa Timur Tahun Ajaran
2014/2015. Skripsi. Semarang: FIS UNNES

Widianto, Harry, dan T. Simanjutak. 2016. Sangiran Menjawab Dunia.Balai


Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran:Direktorat Jenderal Kebudayaan

DAFTAR KELOMPOK KERJA C.1

NO. NIM NAMA KETERANGAN

190210302092 Ahmad Mirza Haqiqi Ketua


1.
2. 190210302091 Achida Shofiatus Sholeha Anggota
3. 190210302094 Dina Qoyyimah Ilmiah Anggota
4. 190210302097 Puput Nur Utami Anggota
5. 190210302098 Rama Nico Ramondo Anggota
6. 190210302101 Aditya Fernanda Eliyanto Anggota
7. 190210302102 Rendi Akbar Ramadhani Anggota
8. 190210302127 Bagus Indra Primadi Anggota

18
19

Anda mungkin juga menyukai