OLEH
KELAS
2023
Jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia diidentifikasi berdasarkan
penemuan fosil di beberapa wilayah seperti Mojokerto, Ngandong, Solo, Pacitan dan
Sangiran. Sebenarnya penemuan manusia purba di Indonesia sudah ada lama sejak abad
ke 18.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa jenis-jenis manusia purba yang
ditemukan di wilayah Indonesia.
1. Homo Wajakensis
3. Pithecanthropus Soloensis
Manusia Solo (Homo erectus soloensis, Homo soloensis atau Solo Man)
adalah hominid atau manusia purba yang diperkirakan hidup di daerah Sungai Bengawan
Solo purba pada Zaman Batu Tua atau Paleolitikum.
Subspesies yang telah punah ini sempat diklasifikasikan sebagai Homo sapiens soloensis,
tetapi sekarang dimasukkan ke dalam spesies Homo erectus. Oleh sebagian ahli, Homo
soloensis dianggap segolongan dengan Homo neanderthalensis yang merupakan manusia
purba dari Asia, Eropa, dan Afrika.
Penemuan Fosil
Fosil-fosil Homo erectus soloensis ditemukan di Ngandong (Blora), Sangiran, dan
Kecamatan Sambungmacan (Sragen), Pulau Jawa, Indonesia, oleh Ter Haar, Oppenoorth,
dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald antara tahun 1931 sampai 1933 di
lapisan Pleistosen Atas atau Pleistosen Akhir.
Di daerah tersebut, von Koenigswald banyak menemukan fosil-fosil dan artefak-artefak
prasejarah, antara lain tengkorak anak-anak, hewan menyusui, dan aneka perkakas. Ia
kemudian membagi lembah Kali Solo menjadi tiga lapisan:
Ciri-ciri Fisik
Meskipun morfologinya sebagian besar khas dari Homo erectus, budaya Homo e.
soloensis sudah sangat maju. Hal ini menimbulkan banyak masalah untuk teori terkini
mengenai keterbatasan perilaku Homo erectus dalam hal inovasi dan bahasa.
Homo erectus soloensis berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna. Diperkirakan,
mereka memiliki tinggi badan antara 130 hingga 210 cm. Otot tengkuk mengalami
penyusutan. Wajah tidak menonjol ke depan, tetapi dahinya miring ke belakang.
Tengkoraknya menunjukkan tonjolan yang lebih tebal di dekat alis. [7] Kapasitas otaknya
berkisar antara 1.013 sampai 1.251 cm³, menempatkan Homo erectus soloensis di antara
anggota genus Homo berotak lebih besar.
Namun ada sebuah teori yang menyatakan bahwa justru Jawalah asal muasal
mereka. Dari Jawa, Homo e. soloensis yang berciri fisik Mongoloid lalu menyebar ke
Asia melalui Paparan Sunda, sedangkan Homo wajakensis yang berciri Australoid
(Papua, Aborigin, dll.) menyebar ke Australia melalui Paparan Sahul.
Paparan Sunda atau Dataran Sunda adalah landas kontinen perpanjangan lempeng
benua Eurasia di Asia Tenggara. Massa daratan utamanya mencakup Semenanjung
Malaya, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. [12] Luas
paparan ini 1,85 juta km2.
Sedangkan Paparan Sahul atau Dataran Sahul adalah bagian dari lempeng landas
kontinen benua Sahul (Benua Australia-Papua) yang terletak di lepas pantai utara
Australia dan lautan selatan Pulau Papua. Paparan Sahul membentang dari Australia
utara, meliputi Laut Timor menyambung ke timur di laut Arafura yang menyambung
dengan Pulau Papua. Ketika permukaan air laut turun pada zaman es Pleistosen, Paparan
Sahul adalah dataran terbuka di atas permukaan laut.
Teori Jawa sebagai tempat asal peradaban purba bertolak
dari fakta bahwa pulau ini berada di wilayah khatulistiwa dengan iklim yang sangat ideal
bagi kehidupan manusia. Akan terasa janggal bila manusia-manusia itu justru lebih suka
tinggal di lokasi yang memiliki empat musim, karena pada Musim Salju tentulah sangat
dingin membeku. Terlebih pada zaman es sekitar dua juta tahun yang lalu. Maka tidak
berlebihan bila sebagian ahli mengemukakan teori bahwa Paparan Sunda dan Paparan
Sahullah sesungguhnya tempat kelahiran serta pertahanan hidup Ras Mongoloid dan
Australoid. Terlebih bila mengingat di pulau ini juga hadir leluhur Homo erectus
soloensis, yakni Pithecanthropus erectus, sang missing link yang oleh antropolog dan
zoolog Jerman Ernst Haeckel dianggap peralihan sempurna antara kera dan manusia.
4. Pithecanthropus Robustus
Pithecanthropus Robustus adalah salah satu dari banyak manusia purba yang
ditemukan di Indonesia. Manusia ini juga kerap dikenal sebagai Pithecanthropus
Mojokertensis karena ditemukan di daerah Mojokerto.
Manusia purba hidup ketika masa tulisan belum ditemukan, lebih sering disebut
sebagai masa pra aksara. Lebih tepatnya pada zaman batu tua atau
Karena itu, untuk mengetahui bagaimana ciri fisik dan kehidupan sosial yang
dimiliki, digunakanlah fosil dan bukti sejarah lainnya untuk mengungkap berbagai
kehidupan di masa mereka hidup.
Manusia purba yang satu ini ditemukan di Jawa dan hidup sekitar dua perempat
juta tahun yang lalu, pada zaman paleolitikum.
Mojokerto
Sragen
Sambung Macan
Trinil
Sangiran
Ngandong.
Manusia purba ini adalah jenis manusia purba yang hidup di jaman prasejarah, atau
lebih tepatnya pada zaman paleolitikum.
Dufyes adalah seorang antropolog, dalam ekspedisinya, Dufyes juga ditemani seorang
kawannya, yakni Franz Weidenreich.
Penemuan manusia purba ini awalnya hanya fosil tengkorak kecil yang di duga masih
anak-anak di daerah Kepuh, Klagen, Mojokerto. Fosil tersebut ditemukan di lapisan bawah, atau
lapisan pucangan yang kemudian membuatnya diberi nama sesuai dengan daerah fosil tersebut
ditemukan, Pithecantropus Mojokertensis.
Ia disebut Pithecantropus karena ia masih manusia kera, belum mirip dengan manusia
modern saat ini. sedangkan Robustus artinya kuat karena ia memiliki tulang yang kekar dan
besar.
Karena ditemukan di daerah Mojokerto, maka ia lebih sering diingat dengan nama
keduanya, yakni Pithecantropus Mojokertensis untuk menyebut manusia purba yang ditemukan
di daerah lokal.
Fosil ini juga disebut demikian guna mengingat bahwa ia manusia purba yang ditemukan
di daerah Mojokerto.
Ciri fisik yang paling menonjol dari spesies manusia purba ini adalah hidung yang besar
dan masih menyerupai kera.
Hidung yang dimiliki juga paling besar jika dibandingkan dengan manusia purba lain
yang ditemukan pada saat itu. Mungkin yang bisa mengalahkannya hanya meganthropus
paleojavanicus.
Pithecanthropus robustus memiliki ciri-ciri fisik yang relatif unik dibandingkan dengan manusia
purba lain pada zamannya.
Manusia ini lebih mirip manusia modern dibandingkan dengan meganthropus, namun, masih
terlihat seperti kera jika dibandingakan dengan homo erectus atau homo sapiens.
Agar kalian lebih paham, kita akan membahas secara lebih detail ciri-ciri tersebut dibawah ini.
Struktur Tubuh
Pithecanthropus Robustus sudah memiliki tubuh yang relatif tegap, akan tetapi secara ukuran
dan bentuk tubuhnya tidak sebesar jenis manusia purba sebelumnya, yakni Meganthropus.
Tinggi tubuhnya mulai dari 165 cm sampai 180 cm, cukup tinggi untuk ukuran manusia purba.
Namun, lagi-lagi masih lebih kecil dibandingkan dengan meganthropus.
Bagian Gigi dan Geraham
Gigi dan geraham yang dimiliki oleh manusia purba ini cukup kuat, begitu pula dengan rahang
yang dimiliki.
Untuk bagian dagu, Mojokertensis ini masih belum memiliki dagu, tidak jauh berbeda dengan
dengan Meganthropus yang juga belum berdagu.
Dari fosil yang ditemukan, volume otak yang dimiliki berkisar antara 750 cc sampai dengan
1.300 cc.
Tulang Tengkorak
Bagian terakhir dari ciri yang bisa ditemukan pada Pithecantropus Robustus adalah tulang
tengkoraknya.
Tulang atas pada bagian tengkorak berbentuk lonjong dan tebal. Pada bagian alat pengunyah dan
tengah, ototnya masih kecil.
Dari ciri-ciri fisik tersebut, kehidupan sosial yang dimiliki oleh manusia purba yang berasal dari
Mojokerto ini juga bisa terungkap.
Pola hidup, makanan yang dikonsumsi dan kecenderungan lainnya terungkap dalam ciri dan
corak hidup manusia purba ini. Berikut ini adalah ciri kehidupan sosial dari pithecanthropus
robustus.
Memanfaatkan alam
Berburu
Mengumpulkan dan meramu makanan
Belum bisa memasak
Hidup dalam kelompok
Kawin dengan sesama anggota kelompok
Agar kalian lebih paham, kita akan membahas secara lebih detail ciri-ciri kehidupan sosial
tersebut dibawah ini
Memanfaatkan Alam
Seperti manusia purba pada umumnya, pithecanthropus mojokertensis ini masih bergantung
dengan alam untuk hidup.
Semua aktivitas yang dilakukan masih berkaitan dengan alam, terutama untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dan tempat tinggalnya.
Hidup Berburu
Pithecantropus Robustus mencari makan dengan cara berburu. Hal tersebut juga terlihat dengan
ditemukannya berbagai alat yang digunakan untuk menunjang proses perburuan.
Alat yang dipakai sebenarnya masih sangat sederhana, biasanya berupa tombak atau alat
perangkap yang dipasang sedemikian rupa.
Hasil alat lain yang menjadi kebudayaan manusia purba ini selain tombak adalah kapak
genggam, alat serpih, kapak perimbas, serta pahat genggam.
Semua alat tersebut sebagian besar dibuat dari tulang ataupun batu. Selain berburu, berbagai alat
tersebut juga digunakan untuk menguliti dan mengolah hewan buruan.
Mengumpulkan Makanan
Pithecantropus jenis ini juga mengumpulkan makanan disamping berburu untuk memenuhi
kebutuhan makanan sehari-hari.
Makanan yang dikumpulkan berasal dari alam, bukan hasil budidaya sendiri. Jika dirasa sulit
untuk mengumpulkan makanan, mereka melakukan perburuan atau berpindah ke tempat lain
yang lebih kaya akan sumber makanan.
Nomaden
Karena ia masih bergantung dengan keadaan alam yang ada di sekitarnya, hidup manusia purba
ini berpindah-pindah atau nomaden.
Kebiasaan tersebut terjadi karena Pithecantropus Robustus masih mengumpulkan dan berburu
makanan, bukan membudidayakan sendiri, sehingga harus senantiasa mencari daerah yang kaya
bahan makanan.
Ini menunjukkan mereka belum bisa memasak dan mengolah makananya secara canggih. Disini,
diasumsikan pula bahwa mereka masih belum bisa memanfaatkan api dengan baik untuk
memasak makanan.
Hidup Berkelompok
Hidup nomaden dan berpindah tempat membuat manusia purba ini hidup berkelompok dengan
satu pimpinan atau ketua yang mengkoordinasikan pergerakan kelompok.
Kepemimpinan dalam kelompok ini cenderung diambil dari laki-laki dengan usia yang sudah
matang dan tua.
Tugas pemimpin adalah mengarahkan Pithecantropus Robustus untuk mencari tempat tinggal
dan menemukan lokasi yang menjadi sumber makanan.
Satu kelompok manusia purba ini umumnya terdiri dari empat atau 15 individu. Jumlah ini jika
ditaksir setara dengan satu atau dua keluarga kecil yang hidup berdampingan.
Dilihat dari bentuk tulangnya, kemungkinan besar manusia purba Pithecantropus Robustus tidak
melakukan perkawinan dengan jenis manusia purba jenis yang berbeda.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perkawinan dilakukan antar kelompok dari spesies
yang sama.
Demikianlah penjelasan mengenai manusia purba Pithecantropus Robustus atau kerap dikenal
juga sebagai Pithecantropus Mojokertensis.
Semoga informasi mengenai pengertian, sejarah, dan ciri fisik serta budaya dari manusia purba
tersebut bisa menambah pengetahuan Anda. Jika Anda tertarik untuk melihat bagaimana bentuk
fosil mereka, silahkan berkunjung ke museum purbakala di kota-kota terdekat.
5. Meganthropus Palaeojavanicu
Meganthropus paleojavanicus adalah salah satu jenis fosil manusia purba tertua yang
pernah ditemukan dalam sejarah bangsa Indonesia, tepatnya di Sangiran, Sragen, Jawa
Tengah. Maka, sebutan Meganthropus paleojavanicus berarti "Manusia Besar dari Jawa".
Sejarah mengenai Meganthropus paleojavanicus dapat diketahui melalui beberapa benda-
benda sisa yang ditemukan dan kemudian dijadikan sebagai deskripsi untuk menggambarkan
wujud manusia purba tersebut. Dalam artikel “Prasejarah Indonesia: Tinjauan Kronologi dan
Morfologi” karya Slamet Sujud Purnawan Jati yang terhimpun di jurnal Sejarah dan Budaya
(2013:23), ada penelitian paleoantropologi yang menyatakan bahwa di Jawa terdapat banyak
bukti fisik eksistensi manusia purba. Bukti tersebut didapatkan melalui fosil tulang yang
terkubur sejak zaman Pleistosen bawah, tengah, atas, hingga awal zaman Holosen. Salah satu
penemuannya adalah manusia purba jenis Meganthropus paleojavanicus yang diklaim berasal
dari masa paling tua, yakni Pleistosen bawah atau kira-kira 2.588.000 tahun yang lalu. Baca
juga: Sejarah Nenek Moyang Bangsa Indonesia Berasal dari Afrika? Mengenal Jenis-jenis
Historiografi dan Penjelasannya Apa Saja Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia?
Arti, Penemu, & Lokasi Ditemukan Meganthropus paleojavanicus disebut-sebut sebagai salah
satu jenis manusia purba yang paling tua di Indonesia. Dikutip dari Peradaban Nusantara
(2020) karya Tri Prasetyono, Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata mega yang
berarti “besar”, anthropus yang berarti “manusia”, palaeo yang berarti “tertua”, dan Java atau
"Jawa". Soejono dalam Sejarah Nasional Indonesia I (2010) menambahkan, Meganthropus
paleojavanicus telah hidup sekitar 2,5 tahun yang lalu. Penemu fosil Meganthropus
paleojavanicus adalah G.H.R von Koenigswald pada sekitar tahun 1936. Tahun 1937, dinukil
dari laman Kemendikbud, arkelog lain bernama Franz Weidenreich melakukan perjalanan ke
Jawa dan bergabung dengan von Koenigswald. Baca juga: Jenis Sumber Sejarah Berdasarkan
Sifat dan Bentuknya, Apa Saja? Apa Saja Pengertian dan Definisi Ilmu Sejarah Menurut Para
Ahli? Pengertian Historiografi, Metode, & Tahapan Penelitian Sejarah Fosil Meganthropus
paleojavanicus ditemukan di situs Sangiran, tepatnya formasi Pucangan. Sangiran adalah situs
purbakala yang terletak di Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Susunan tulang fosil
yang ditemukan meliputi tulang rahang atas dan bawah, serta beberapa gigi yang terlepas.
Dalam buku Sejarah Indonesia (2014) yang disusun oleh Amurwani dan kawan-kawan
disebutkan, berdasarkan bentuknya yang besar, maka Meganthropus paleojavanicus atau
"manusia besar (raksasa) dari Jawa" ditetapkan untuk menamakan temuan fosil manusia purba
ini. Selain menetapkan nama, para peneliti juga menginformasikan jenis makanan
Meganthropus paleojavanicus, yakni tumbuh-tumbuhan. Baca juga: Sejarah Pertempuran
Surabaya: Latar Belakang, Kronologi, & Dampak Sejarah Pemberontakan DI/TII Kahar
Muzakkar Sejarah Palagan Ambarawa: Latar Belakang & Tokoh Pertempuran Ciri-ciri
Meganthropus Paleojavanicus Berbadan tegap dengan tonjolan di belakang kepala. Bertulang
pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok. Tidak memiliki dagu. Memiliki rahang dan
otot gigi yang kuat serta gigi geraham berukuran besar Memakan jenis tumbuh-tumbuhan.
Baca selengkapnya di artikel "Arti Meganthropus Paleojavanicus: Sejarah, Penemu, Ciri, &
Karakter"
6. Homo Floresiensis
8. Pithecanthropus Erectus
Jenis-jenis manusia purba selanjutnya adalah Pithecanthropus Erectus yang
diperkirakan hidup di Indonesia pada satu hingga dua juta tahun yang lalu. Fosil
pertamanya ditemukan pada fosil bagian geraham di daerah Lembah Bengawan Solo,
daerah Trinil. Penemunya ialah Eugene Dubois tahun 1890.
Pithecanthropus Erectus memiliki ciri – ciri tengkuk dan geraham (gigi) yang
kuat, tubuhnya belum tegap sempurna, hidungnya tebal, dahinya lebih menonjol dan
lebar, rata-rata tingginya 165 cm sampai 180 cm. Memiliki otak sekitar 750 cc hingga
1350 cc.
9. Pithecanthropus Soloensis
Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Ngandong, Solo. Diberi nama
Pithecanthropus Soloensis karena ditemukan di Solo. Ciri-ciri manusia purba ini yaitu
memiliki tulang belakang menonjol, rahang bawah yang kuat, hidungnya lebar dan tulang
pipi yang kuat serta menonjol.
Pithecanthropus Soloeinsis memiliki perkiraan tinggi sekitar 165 hingga 180 cm.
Ia adalah pemakan tumbuhan dan kerap juga berburu hewan untuk dijadikan santapan.
Fosilnya ditemukan sekitar tahun 1931 hingga 1933 oleh Openorth dan Van
Koenigswald.