Anda di halaman 1dari 3

Manusia Purba Homo Wajakensis

Homo Wajakensis (manusia purba yang sudah mempunyai bentuk seperti Homo Sapiens)
adalah salah satu jenis fosil manusia purba dari genus homo yang berasal dari masa Plestosin
(Diluvium) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Homo Wajakensis artinya manusia
dari Wajak. Fosil ini ditemukan di desa Wajak dekat Tulungagung Jawa Timur oleh Eugene
Dubois tahun 1889, mirip dengan penduduk asli Australia. Di daerah selatan Tulungagung,
yaitu tepatnya di daerah distrik Wajak pada tahun 1889 diketemukan sisa-sisa manusia purba,
termasuk jenis manusia yang paling muda, oleh para ahli digolongkan ke dalam jenis manusia
cerdas (Homo Sapiens). Fosil tengkorak manusia purba, pada tahun 1889 M baru
diketemukan oleh B. D. Van Rietschouten dan penemuan fosil tersebut dinamakan dengan
Wajak I. Setelah itu fosil Wajak II diketemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890. dari
situlah mulai terkuaknya tabir misteri suatu fosil manusia purba yang akhirnya dinamakan
dengan sebutan manusia purba Homo Wajakensis. Manusia purba Homo Wajakensis tersebut
merupakan jenis manusia muda yang digolongkan sebagai manusia cerdas dan termasuk
klarifikasi dalam Homo Sapiens. Menurut Effendhie (1999), bahwasanya manusia purba
Wajakensis mempunyai tinggi badan 173 cm, manusia Wajak ini juga menunjukkan ciri-ciri
ras Mongoloid dan Australomelanosoid, yang diperkirakan hidup antara 40000 sampai 25000
tahun yang lalu. Bagi Dubois, atas penemuannya yang berupa manusia purba Homo
Wajakensis tersebut, akhirnya ia tinggal di daerah Tulungagung kurang lebih selama lima
tahun. Di daerah Tulungagung tersebut, ia melakukan penyisiran lagi, ditempat Rietschoten
menemukan fosil tengkorak manusia, yakni di daerah cekungan bebatuan sekitar daerah
Wajak. Setelah Dubois menemukan fosil manusia purba di daerah Tulungagung Selatan
(Homo Wajakensis), ia semakin berambisi untuk bisa menemukan manusia purba yang
lainnya. Akhirnya ia berpindah ke berbagai tempat di daerah Jawa Timur dan daerah Jawa
Tengah. Adapun ciri-ciri khusus mengenai manusia purba Homo Wajakensis, menurut S.
Boeddhi Sampoerno bahwasanya fosil-fosil yang diketemukan di distrik Wajak tersebut
dinamakan Homo Wajakensis, ciri-cirinya adalah tengkorak panjang dengan isi besar yakni
Wajak I (wanita) berkapasitas 1.550 sentimeter kubik dan Wajak II (laki-laki) berkapsitas
1.650 sentimeter kubik. Isi tengkorak ini melebihi isi tengkorak manusia modern. Tonjolan
keningnya besar dan kuat seperti Australid, dahinya miring ke belakang tetapi kurang
primitif, dan bagian tengah atap tengkoraknya berlunas. Mukanya lebar datar dengan tulang
pipi menonjol ke samping seperti pada Mongoloid. Matanya besar, tetapi agak rendah. Ada
alur di depan hidungnya, akar hidungnya melesak ke bawah dahi, tulang hidungnya sempit,
kecil dan datar serta lubang hidungnya lebar. Belakang tengkoraknya membonggol dengan
tempat pelekatan otot leher rata. Langit-langit mulutnya besar dan dalam, serta lebih besar
dari Australid, giginya besar, tetapi dalam proporsi modern, dan lengkungannya gigi lebih
kecil dan berbentuk omega. Rahang bawahnya kekar, kuat dan berat, sedangkan dagunya
lemah dan miring ke belakang, lebar cabang rahang bawahnya sebanding dengan manusia
Hidelbreg (Jerman). Dari tulang paha dan tulang kering dapat disimpulkan bahwa
manusianya ramping dan tinggi. Menurut Peter Bellwood, mengatakan tengkorak-tengkorak
Wajak masih menimbulkan masalah-masalah yang menarik. Banyaknya pakar menganggap
tengkorak-tengkorak tersebut tergolong Australo-Melanesia dan mempunyai otak dan wajak
yang besar. Hanya saja, Coon (1962) maupun Jacob (1967) mencatat kemungkinan adanya
kecenderungan ciri Mongoloid yang tampak dari mukanya yang datar. Jika tarikh tersebut
benar, tengkorak dari Wajak mungkin memperlihatkan beberapa tingkat kecenderungan
Mongoloid untuk populasi-populasi di Jawa sebelum masa penghunian oleh penutur bahasa
Austronesia. Sayangnya, kecenderungan ciri morfologis yang tepat dari tengkorak-tengkorak
ini tidak begitu jelas, karena adanya berbagai masalah dalam rekontruksinya. Jika
kecenderungan ciri-ciri tersebut menunjukkan aliran gen praAustronesia dari daratan Asia ke
Indonesia, maka tengkorak-tengkorak Wajak itu sangat penting. Pandangan tersebut sebagian
ditentang oleh Jacob yang pernah menganggap populasi Wajak kemungkinan adalah leluhur
bersama Mongoloid Indonesia maupun Australo-Melanesia sekarang. Untuk merangkai
informasi mengenai situs manusia purba yang berada di Indonesia, khususnya dibagian
selatan Tulungagung. Jacob (1967), menyatakan bahwa baru-baru ini lebih banyak lagi yang
diketemukan mengenai manusia purba. Jacob beranggapan situs-situs yang paling bermasalah
salah satunya adalah situs Wajak di Jawa Timur bagian selatan. Di sini, dua tengkorak
diketemukan pada tahun 1888 dan 1890 – yang terakhir diketemukan oleh Dubois – dalam
satu ceruk peneduh yang sekarang sudah hancur dan tidak ada bukti langsung yang tertinggal
untuk penarikhan atau mengetahui konteksnya (Strom dan Nelson 1992). Untungnya, baru-
baru ini dimungkinkan untuk meneliti sebuah tulang paha manusia dari situs tersebut dengan
penarikhan C14 pada apatite tulang (Shutler et al. 1994), dengan hasil kira-kira 6500 BP, jadi
tulang-tulang manusia dan binatang dari Wajak selayaknya dapat dianggap berumur Holosen
Awal sampai pertengahan (Peter Bellwood). Menurut Soekmono, pendapat Dubois, Homo
Wajakensis itu termasuk dalam golongan bangsa Australoide, bernenek moyang Homo
Soloensis dan nantinya menurunkan langsung bangsa-bangsa asli Australia itu. Menurut
Voon Koenigswald, maka Homo Wajakensis itu seperti juga Homo Soloensis, asalnya dari
lapisan bumi Pleistosen Atas dan mungkin sekali sudah dimasukkan dalam jenis Homo
Sapiens. Ketinggian tingkatnya lebih jelas lagi dari kenyataan, bahwa berbeda dari jenis-jenis
manusia tertua yang sudah disebutkan di atas, maka Homo Wajakensis itu telah di tanam
(dikubur), sebagaimana realitanya dari bekas-bekasnya waktu diketemukan. Pada zaman
sekarang daerah Tulungagung menjadi salah satu daerah industri tambang marmer yang
terkenal hingga ke mancanegara, bisa kemungkinan juga keberadaan situs-situs manusia
purba Homo Wajakensis tepatnya di gua-gua pegunungan selatan telah rusak akibat dari
polah aktivitas manusia dalam menambang marmer atau batu onix. Namun apabila ingin
melacak keberadaan situs-situs manusia purba Homo Wajakensis kemungkinan masih bisa,
dengan indikasi daerahnya berada di dukuh Cerme, Campurdarat dan gua-gua di Cerme yang
disebut dengan Gua Lawa. Bukti arkeologis lain yang mengenai keberadaan kehidupan
manusia purba saat itu, adalah berupa temuan hunian gua (rock sheller) di daerah Besole, di
daerah Besuki yaitu Gua Song Gentong. Temuan yang didapatkan di situs gua hunian itu
berupa sisa-sisa makanan, yakni cangkang kerang (Gastropoda) dan juga tulang-tulang
binatang sebagai sampah dapur. Selain tempat-tempat itu, bukti serupa pernah diketemukan
di situs Gua Pasetran Gondomayit yang tepatnya di dusun Ngelorejo, desa Janglungharjo,
Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung. Adanya gua-gua yang berada di
Pegunungan Selatan Tulungagung tersebut, sebagai tempat tinggal atau adanya sebuah
kehidupan manusia purba Homo Wajakensis. Sebab dimungkinkan gua-gua yang
keberadaannya tidak jauh dari pantai selatan tersebut menjadi tempat tinggalnya, karena
sewaktu-waktu mereka tidak jauh dalam mencari makanan yang berupa kerang-kerang atau
ikan. Namun tidak hanya keberadaan manusia Homo Wajakensis saja yang ada, melainkan
kehidupan di Pegunungan Kapur Selatan Tulungagung telah dihuni berbagai jenis makhluk
binatang seperti antelope, babi hutan, kijang, rhino, dan juga berbagai jenis kera. Sehingga
kalau ditarekhkan pada masa manusia purba Wajakensis sudah mengenal kultur, sosio dan
ekonomis. Secara tidak langsung maka manusia purba tersebut sudah mampu untuk
mengolah lingkungan Pegunungan Kapur Selatan Tulungagung. Menurut manuskrip Sejarah
dan Babad Tulungagung (1971), bahwasanya dasar penguburan adalah erat kaitannya dengan
sebuah kepercayaan, yaitu suatu usaha untuk melindungi ruh-ruh dari gangguan alam
(lingkungan) atau binatang buas serta faktor-faktor lain. Maka dari itu, kalau memang benar
manusia purba Homo Wajakensis tersebut sudah mengenal penguburan, berarti mereka sudah
mengenal usaha untuk melindungi hidup mereka, yaitu berburu untuk menjamin
kelangsungan kehidupannya, mendirikan tempat tinggal untuk berteduh dan melindungi dari
gangguan dan liarnya binatang buas. Dalam hal ini tidak mustahil apabila gua-gua yang
terdapat di daerah Wajak pada masa dahulunya juga merupakan tempat tinggal bagi manusia-
manusia purba seperti Homo Wajakensis. Diposkan oleh rahma nur afia di 10.11 Kirimkan
Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Tidak
ada komentar: Poskan Komentar Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar
(Atom) Lencana Facebook Rahma Nur Afia Buat Lencana Anda Total Tayangan Laman
Sparkline 72,793 Free Blog Content Pengikut Flashy Pink Star Arsip Blog ▼ 2013 (8) ▼
Oktober (7) manusia wajak Kandungan Surah Al Isra Ayat : 23 (tentang hormat... Narkoba
zaman praaksara benda mati cerpen contoh contoh notice ► September (1) ► 2012 (10)
Myspace Fun Flash Comments Share [Get Widget] Mengenai Saya Foto saya rahma nur afia
Lihat profil lengkapku Custom Glitter Text Thank You Comments Pictures Click Here to Get
More Images @ MyNiceProfile.com Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger. a i f a r
unamhar

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai