Anda di halaman 1dari 9

EUGENE DUBOIS DAN PENEMUANNYA

Eugene Dubois adalah seorang ahli anatomi Belanda. Ia menjadi dokter tentara supaya
dapat dikirim ke Indonesia. Ia memulai penyelidikannya di gua-gua Sumatra Barat. Dubois
menemukan fosil tengkorak manusia di Wajak, Tulungagung, Kediri (1889) sehingga membuat
Dubois memindahkan penelitiannya ke daerah Jawa. Kemudian, ia banyak melakukan penelitian
di lembah Sungai Solo yang mengandung banyak fosil atau tengkorak dan tulang paha di tebing
anak Sungai Solo di Trinil. Menurut pandangan Dubois, kedua fosil tersebut merupakan milik
makhluk kera yang sudah berjalan tegak. Fosil tersebut diberi nama Pithecanthropus erectus,
yang berasal dari kata pithecos artinya kera, anthropos artinya manusia, dan erektus artinya tegak
(manusia-kera yang berjalan tegak). Mula-mula yang ditemukan adalah sebagian dari tulang
rahang. Pada tahun berikutnya tidak jauh dari tempat penemuan yang pertama ditemukan sebuah
geraham dan bagian atas tengkorak. Pada tahun 1892, beberapa meter dari tempat penemuan itu
ditemukan sebuah tulang paha kiri. Penemuan tulang paha di Trinil sampai sekarang
menimbulkan perdebatan atau perbedaan pendapat. Hasil temuan Dubois sampai sekarang
banyak tersimpan di Leiden, Belanda.

Eugne Dubois

Dubois dan kulinya di Trinil pada tahun 1890-an


Marie Eugne Franois Thomas Dubois (28 Januari 1858 16 Desember 1940)
Eugne Dubois, menemu Pithecanthropus erectus
Merefresh ingatan masa lalu tentang pelajaran sejarah dan dunia perfosilan, sepintas saya teringat
dengan kata kata Eugene Dubois, sekalian saja saya posting info info berkaitan dengan tokoh ini
disadur dari berbagai sumber.

Marie Eugne Franois Thomas Dubois (28 Januari 1858 16 Desember 1940) adalah
ahli anatomi berkebangsaan Belanda. Lahir di Eijsden, ia menjadi terkenal saat menemukan sisasisa spesimen hominidyang berada di luar Eropa. Penemuan tersebut adalah di Pulau
Jawa tahun 1891, yang kemudian dinamaiPithecanthropus erectus.
Selama ini kebanyakan dari kita mengenal Belanda sebagai negeri yang menguasai teknologi
keairan, konstruksi,ataupun arsitektur. Di banyak tempat kita bisa melihat berbagai peninggalan
mulai dari stasiun, bendungan, gereja yang hingga sekarang masih berdiri kokoh. Ternyata selain
itu ada banyak hal yang dikuasai mereka. Salah satunya keilmuan dalam bidang arkeologi dan

paleontologi. Banyak diantara candi-candi terungkap keberadaanya berkat mereka. Tentunya kita
juga tak asing dengan nama Trinil, Sangiran, Wajak.

Terkait dengan kontribusi ilmuwan Belanda dalam bidang Paleontologi saya ingin
bercerita tentang satu lokasi di Tulungagung bagian Selatan. Di sana Februari lalu sekelompok
peneliti yang tergabung dalam Kelompok Kajian Sejarah dan Sosial Budaya (KS2B)
Tulungagung menemukan jejak manusia purba. Melalui sebuah penelusuran di Dusun Mbolu,
Desa Ngepo, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung mereka menemukan
sampah dapur atau Kjokken Moddinger. Setidaknya ada 41 fosil yang diduga tulang, 24 fosil
terumbu karang dan 92 fosil gastropoda terdiri dari siput, cangkang kerang, keong dan tiram.
Usia benda-benda prasejarah tersebut menurut penuturan ketua KS2B Triyono dikutip dari situs
okezone.com ( 26 Februari 2010), antara 20.000 hingga 40.000 tahun.
Upaya penelusuran jejak manusia purba di Selatan Tulungagung tersebut mengingatkan
lagi pada peristiwa lebih dari seabad lalu. Eugene Dubois, seorang ahli Paleontology asal Belanda
lebih dari seabad lalu melakukan kegiatan serupa. Dubois bahkan pernah menghabiskan 5 tahun
tinggal di kota yang dulu masih merupakan wilayah karesidenan Kediri dalam upayanya mencari
mata rantai yang hilang (Missing link ) antara manusia kera dengan manusia modern saat
ini berdasar teori Darwin yang diyakininya.
Perburuan Mencari Missing Link

Eugene Dubois memang terlahir di saat yang tepat terkait dengan pilihan hidup yang
dijalaninya. Terlahir di tahun 1858, delapan belas bulan setelah penemuan fosil di lembah
Neandertal dan setahun sebelum terbitnya the origin of Species karya Charles Darwin. Dubois
pun tumbuh menjadi pengikut teori Darwin dan memiliki obsesi menemukan missink link dari
teori evolusi Darwin. Mencari spesies penghubung evolusi dari kera hingga menjadi manusia.

Perburuan Dubois dimulai tahun 1887. Dubois berhenti dari Universitas tempat dia
bekerja bergabung di kesatuan militer sebagai dokter. Banyak yang menganggap gila
keputusannya. Ternyata ini bukanlah tanpa alasan dengan bergabung menjadi anggota militer ia
masuk ke wilayah Hindia Belanda dengan biaya minim. Hindia Belanda oleh ilmuwan waktu itu
dianggap sebagai lokasi tepat berburu fosil manusia. Dubois dengan istri dan anak-anaknya
menuju Hindia Belanda.

Sumatera menjadi tempat perburuan pertama Dubois. Namun ternyata ia tidak


menemukan apa yang ia cari. Dua tahun kemudian ia mengalihkan penelusurannya ke Jawa.
Berawal dari pesan sahabatnya seorang Insinyur tambang bernama Von Rietschoten.

Rietschoten setahun sebelumnya, 24 Oktober 1888 menemukan bagian dari tengkorak


manusia yang membatu. Karena menganggapnya unik ia mengirim fosil tersebut kepada CP
Sluiter yang merupakan kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan Ahli
Ilmu Alam).

Dalam buku The Man Who Found the Missing Link karya Pat Sifman, seorang
paleontologist asal Amerika Serikat, menulis kisah perjalanan Dubois. (Sifman pernah
berkunjung ke daerah-daerah dimana Dubois tinggal di kabupaten Tulungagung. Dari buku
tersebut diceritakan setelah mendapatkan fosil tersebut dari Sluiter, Dubois memutuskan tinggal
di Tulungagung untuk melakukan penelusuran lebih lanjut. Dubois menyewa sebuah rumah di
Penampihan lereng Gunung Wilis. Lokasi yang sekarang ini masuk wilayah Kecamatan Sendang.
Dubois melakukan penyisiran dan pencarian di lokasi fosil ditemukan. Ia mendapatkan berbagai
temuan berupa sisa fosil berbagai jenis reptil dan mamalia. Ia juga menemukan fosil tengkorak
manusia namun kondisinya tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil yang dia sebut sebagai Homo
Wajakensis.

Dubois belum puas dengan temuan itu. Ia melanjutkan ekspedisinya. Dia berpindah ke
berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Akhirnya dia memusatkan risetnya di lembah
Bengawan Solo dekat Trinil. Di lokasi ini ia mendapat begitu banyak temuan fosil. Dubois
menemukan fosil Pithecanthropus Erectus terdiri dari tempurung tengkorak, tulang paha atas dan
tiga giginya saja.

Tahun 1895 Dubois balik ke Eropa. Perjalanan jauhnya dari Belanda ke Jawa
membuahkan hasil meskipun ia berkorban cukup banyak untuk itu. Dia kehilangan seorang
anaknya dan beberapa kali maut hampir merenggut nyawanya mulai dari terserang malaria,
diserang harimau hingga terkena reruntuhan dinding goa.

Sesampainya di Eropa ia mencoba mempublikasikan temuannya dari satu Universitas ke


Universitas lain. Ada yang menerima namun banyak yang menyangsikan. Alasan yang mereka
berikan diantaranya tulang dan tengkorak yang ditemukan Dubois bisa saja bukan dari bagian
yang sama jadi kurang belum bisa memberikan gambaran yang kuat.

Dubois tak kehilangan akal. Dalam usahanya memberi gambaran bentuk manusia jawa
temuannya ia menemukan teori baru. Dia menyimpulkan ada hubungan antara ukuran otak dan
tubuh dari beberapa binatang bisa diprediksikan. Penemuan yang sempat menarik perhatian
kalangan ilmuwan hingga beberapa dekade setelah kematiannya. Dubois menjadi sosok penting
dalam ilmu Biologi dan Paleontologi.

Misteri Homo Wajakensis

Lalu bagaimana dengan temuan tengkorak manusia Wadjak yang justru ditemukan
sebelum Pithecantropus Erectus? Ceritanya seolah lenyap hingga Tahun 1914 Dubois meniliti
kembali. Apalagi setelahPithecanthropus Erectus temuannya diterima sebagai sebuah transisi,
meskipun banyak juga yang menentang.
Bertahun-tahun kemudian cerita tentang penelusuran manusia purba di Tulungagung
bagian selatan tak pernah terdengar. Cerita yang ada hanya sebatas pelajaran sejarah yang
didengar siswa sekolah. Begitupula lokasi-lokasi pasti Dubois pernah melakukan penelusuran.
Tidak ada penanda yang jelas berbeda dengan bekas temuannya di daerah Trinil tempat
ditemukannya Pithecantropus Erectus. Disana ada sebuah prasasti tertulis P.e.175 M.ONO
1891/93. Kurang lebih itu adalah informasi mengenai tahun penelitian dan titik penemuan dari
prasasti.
Ian.T.Taylor, seorang peneliti dan penulis yang tinggal di Toronto, dalam bukunya In the
Minds of Men : Darwin and the New World Order, mengatakan sebenarnya Dubois tak pernah
memberi laporan yang jelas mengenai penemuannya di Wajak. Bahkan sebagian besar tetap
tersembunyi di rumahnya. Satu alasan manusia Wajak ditemukan pada lapisan yang sama dengan
Pitecantropus namun sudah berbentuk menyerupai manusia. Jika ini tersebar ada satu ketakutan
hal itu bisa merusak klaim dubois bahwa Pitecantropus sebagai missink link dari teori Darwin.
Dengan kata lain, karena jelas bahwa manusia sejati adalah yang hidup pada saat yang sama

menurut catatan geologi, maka manusia Jawa tidak bisa telah bentuk awal transisi antara kera dan
manusia. Mungkin itulah Dubois bahkan tak rela jejaknya terendus. Lokasi yang sebenarnya
keberadaan secara pasti samar-samar.
Setelah lama tak terdengar kini wilayah tersebut mencuat kembali dengan penemuan berbagai
macam jenis fosil. Perlu waktu satu abad untuk menunggu penemuan berikutnya. Jika benar dari
zaman 20.000-40.000 menguatkan dugaan adanya sekelompok manusia purba yang berusia lebih
tua dari Homo Wajakensis yang hidup 15.000 tahun sebelum Masehi. Apapun hasil penelusuran
lebih lanjut menarik untuk diikuti. Jika saja dulu Von Rietschoten tak berinisiatif menyerahkan
fosil temuannya dan Dubois tak meneliti belum tentu daerah ini tercatat dalam sejarah ilmu
Paleontologi. Dubois apapun kontroversi yang pernah ada tetap menarik untuk dikaji segala
temuannya. Tentunya di negeri asalnya sudah muncul Eugene Dobois baru yang siap 1.

Meganthropus

Gambar. Manusia purba jenis Meganthropus Paleojavanicus (Sumber: kucuba.com)


Meganthropus paleojavanicus merupakan manusia purba yang telah ditemukan di
daerah Sangiran oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 dan tahun 1941. Makhluk
ini hidup sekitar 1-2 juta tahun yang lalu dengan makanan utamanya adalah tumbuhan.
Adapun ciri-ciri Meganthropus palaeojavanicus antara lain:
a. Tulang pipi tebal,
b. Otot rahang sangat kuat,
c. Tidak memiliki dagu,
d. Tonjolan belakang yang tajam,
e. Tulang kening menonjol ke depan,
f. Perawakan tegap,
g. Memakan tumbuh-tumbuhan,
H. Kehidupan sosialnya hidup dalam kelompok-kelompok dan berpindah-pindah.
2. Pithecanthropus
Pithecanthropus memiliki arti sebagai manusia kera yang banyak ditemukan di daerah
Perning daerah Mojokerto, Trinil (Ngawi), Kedungbrubus (Madiun) dan Sangiran
(Sragen). Tjokrohandojo bersama Duyfjes (ahli purbakala) telah menemukan fosil
tengkorak anak pada lapisan Pleistosen Bawah di daerah Kepuhlagen, Mojokerto yang
kemudian dinamakan sebagai Pithecanthropus mojokertensis.
Adapun ciri-ciri Pithecanthropus antara lain:
a. Rahang bawah kuat,
b. Tulang pipi tebal,

c. Kening menonjol,
d. Tulang belakang menonjol dan tajam,
e. Tidak berdagu,
f. Memakan tumbuh-tumbuhan,
g. Perawakan tegap serta memiliki perlekatan otot tengkuk besar dan kuat.
Di Indonesia sendiri banyak ditemukan jenis Pithecanthropus antara lain:
a. Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak)
Pithecanthropus erectus telah ditemukan di daerah Kedungbrubus (Madiun) dan Trinil
(Ngawi) pada tahun 1890, 1891, dan 1892 oleh Dr. Eugene Dubois. Penemuan ini
dianggap mampu menjadi penghubung (link) yang menghubungkan antara kera
dengan manusia. Bukti ini juga didukung dengan penemuan manusia Neanderthal di
Jerman.
Adapun ciri-ciri dari Pithecanthropus erectus adalah sebagai berikut:
a) Berjalan tegak,
b) Volume otaknya melebihi 900 cc,
c) Badannya tegap dengan alat pengunyah yang kuat,
d) Tinggi badan sekitar 165 170 cm,
e) Berat badan sekitar 100 kg,
f) Makanan masih kasar yang sedikit dikunyah,
g) Diperkirakan hidup setengah sampai satu juta tahun yang lalu.
b. Pithecanthropus robustus (manusia kera berahang besar)
Fosil Pithecanthropus robustus ditemukan oleh Weidenreich pada tahun 1939 di
daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Selain itu ditemukan juga fosil tengkorak anak
berumur sekitar 5 tahun di daerah Mojokerto oleh Von Koenigswald pada tahun 1936
1941 yang kemudian dikenal dengan nama Pithecanthropus mojokertensis (manusia
kera dari Mojokerto). Fosil ini memiliki ciri hidung lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya
tinggi, serta hidupnya mengumpulkan makanan (food gathering).
Di lembah Sungai Benggawan Solo banyak sekali ditemukan fosil-fosil manusia
purba. Oleh karena itu, Dr. Von Koenigswald membagi lapisan Diluvium sungai
tersebut menjadi 3 bagian, yakni:
1) Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah) telah ditemukan Pithecanthropus robustus,
2) Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah) telah ditemukan Pithecanthropus erectus,
3) Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas) telah ditemukan Homo soloensis.
c. Pithecanthropus dubuis (dubuis artinya meragukan)
Fosil Pithecanthropus dubuis ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1939 di
daerah Sangiran pada lapisan Pleistosen Bawah.
d. Pithecanthropus soloensis (manusia kera dari Solo)
Pithecanthropus soloensis ditemukan pada tahun 1931 1933 oleh Von
Koenigswald, Oppennoorth, dan Ter Haar di daerah tepi Sungai Bengawan Solo,
Jawa Tengah.
3. Homo
Homo (manusia) merupakan manusia purba yang dinilai paling modern daripada jenis
manusia purba yang lain. Manusia purba jenis ini memiliki ciri-ciri sebagia berikut:

a) berat badan sekitar 30 sampai 150 kg,


b) volume otaknya lebih dari 1.350 cc,
c) alat-alatnya berasal dari batu dan tulang,
d) berjalan dengan tegak,
e) muka dan hidung lebar,
f) mulut masih menonjol ke depan.
Manusia jenis homo itu sendiri dapat kita bedakan lagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Homo wajakensis (manusia dari Wajak)
Homo wajakensis ditemukan pada tahun 1889 oleh Von Rietschoten di daerah Wajak,
Tulungagung yang berupa beberapa bagian tengkorak. Fosil ini ditemukan pada
Pleistosen Atas dimana termasuk dalam ras Australoid yang bernenek moyang Homo
soloensis. Ini kemudian menjadi nenek moyang Australia. Homo wajakensis oleh Von
Rietschoten dimasukan kejenis sebagai manusia purba cerdas (Homo Sapiens).
b. Homo soloensis (manusia dari Solo)
Pada tahun 1931 1932, ahli Geologi Belanda (C. Ter Haar dan Ir. Oppenoorth)
menemukan 11 tengkorak Homo soloensis pada lapisan Pleistosen Atas di daerah
Ngandong, Ngawi, Jawa Timur. Fosil itu kemudian diteliti oleh Von
Koenigswald dan Weidenreich yang kemudian diketahui bahwa fosil tersebut
merupakan fosil sudah manusia (bukan kera).
c. Homo sapiens
Homo sapiens merupakan manusia purba yang cerdas dan bentuk tubuhnya seperti
manusia zaman sekarang. Kehidupan manusia purba ini masih sering berpindahpindah (mengembara) dan sangat sederhana. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai
berikut:
1) volume otak sekitar 1.000 cc 1.200 cc,
2) tinggi badannya bisa mencapai antara 130 210 m,
3) otot tengkuk telah mengalami penyusutan,
4) alat kunyah dan gigi telah mengalami penyusutan,
5) muka sudah tidak menonjol ke depan,
6) berdiri dan berjalan dengan tegak,
7) berdagu serta tulang rahangnya biasa dan tidak sangat kuat.
.

Anda mungkin juga menyukai