Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN SITUS MAKAM SAYYID SULAIMAN DESA MANCILAN,

KECAMATAN MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG


(SEBUAH KAJIAN UNTUK PENERAPAN CULTURAL RESOURCE MANAGEMENT)

SEJARAH LOKAL
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Lokal

Oleh
AANG KURNIAWAN
124284060

PRODI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa Mancilan merupakan salah satu bagian dari Kecamatan Mojoagung, Kabupaten
Jombang. Letak Desa Mancilan bisa dikatakan strategis karena terletak di jantung Kecamatan
Mojoagung atau sebelah utara dari taman kota Mojoagung. Desa yang memiliki luas wilayah
209.304 Ha pada akhir tahun 2012 ini memiliki penduduk berjumlah 6844 orang pada akhir
bulan desember tahun 2012. Desa yang berbatasan dengan Desa Betek di sebelah utara, Desa
Mojotrisno disebelah Selatan, Desa Miyagan disebelah Timur, dan Desa Pelemahan di
Sebelah barat memiliki jarak begitu dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan yang hanya
berjarak sekitar 1,5 Km.

Bagian yang menarik tentang Desa Mancilan selain dari tradisi

masyarakat desa yang menjadi fenomena menarik di Kecamatan Mojoagung sendiri juga
adanya salah satu situs pemakaman ulama besar pada abad 18 yaitu Sayyid Sulaiman bin
Basyaiban. Adanya situs pemakaman ini juga dijadikan sumber spiritual dan religio magis
bagi pelaksanaan tradisi masyrakat Desa Mancilan.
Sayyid Sulaiaman bin Basyaiban sendiri merupakan ulama besar pada abad 18 dan
seorang musafir yang sempat singgah di Mojoagung dan wafat akibat sakit dalam perjalanan
spritualnya di pulau jawa. Beliau dimakamkan di Desa Mancilan yang saat ini situs
pemakamannya masih bisa ditemukan dan di gunakan ziarah oleh masyarakat luas. Adanya
situs pemakaman ini dapat dikatakan sangatlah menarik untuk dibahas karena yang datang
dan berkunjung ke situs pemakaman ini tidak hanya dari masyarakat lokal sendiri bahkan
keseluruhan wilayah Jawa Timur dan bahkan hingga diluar jawa timur sendiri seperti dari
Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan bahkan Lampung. Melihat peziarah yang begitu
banyak serta asal peziarah yang luas hingga mencapai luar wilayah Jawa Timur menunjukan
bahwa sosok Sayyid Sulaiman bin Basyaiban memilki peran penting tidak hanya di panggung
sejarah lokal di Jawa bahkan juga dipanggung Sejarah Nasional karena bisa digunakan untuk
menelusuri jejak orang Arab di Nusantara khususnya orang Arab Hadramaut. Lebih luas lagi
arti penting dari adanya situs pemakaman tersebut adalah dampak dari adanya makam
tersebut baik dari segi Religi, Sosial, Ekonomi,Pariwisata dan Tradisi dari masyarakatnya.
Dipandang dari segi ekonomi dan pariwisata secara nyata bisa dilihat dari tradisi Malam
Jumat legian, dari tradisi tersebut terlihat bagimana makam dan situs ini menghidupi dan
1 Data Monografi desa mancilan pada Desember 2012

berdampak bagi pariwisata dan ekonomi masyarakat sekitar. Namun, sayangnya yang terjadi
dari situs tersebut, pemanfaatan secara management belumlah terlihat karena pemanfaatan
situs masih dilakukan oleh swadaya masyarakat dan yayasan yang menangani situs tersebut.
Campur tangan pemerintah baik pemerintah Kecamatan dan Kabupaten belum terlihat di situs
makam Sayyid Sulaiman ini. Pemanfaatan yang terjadi masih sebatas pelestarian dan
pemeliharaan situs namun, jika dikaji lebih luas tentang adanya sebuah situs peninggalan baik
berupa candi, petilasan, petirtaan bahkan pemakaman yang ada dizaman modern seperti ini
dan berada ditengah tengah geliat kehidupan masyarakat, adanya situs dapat dimanfaatkan
tidak hanya pemeliharaan namun pemberdayaan untuk masyarakat pun bisa dilakukan yang
nantinya berdampak kepada kehidupan sosial, ekonomi masyarakat dan ekonomi desa bahkan
ekonomi kabupaten.
Beragamnya kepentingan dari berbagai pihak dalam pemanfaatan sumberdaya budaya
merupakan permasalahan tersendiri yang dapat berujung pada benturan kepentingan.
Benturan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya budaya umumnya disebabkan oleh
ketidaksamaan persepsi dan pemberian makna terhadap benda warisan budaya (Anom, 1996).
Cultural Resource Management atau managemen sumber daya Arkeologi baik untuk
peninggalan tengible dan Intengible merupakan bagian dari Arkeologi yang berkaitan dengan
kebijakan

dalam

upaya

pelestarian

warisan

budaya

untuk

masyarakat.

(www.matrix.org/heritage glossary.htm).2 Konsep ini dapat digunakan sebagai alternatif


untuk memanfaatkan situs pemakaman mbah Sayyid Sulaiman di Desa Mancilan. Konsep
CRM ini sama dengan konsep pemanfaatan sumber daya yang lain baik alam, modal, dll.
Pentingnya dengan adanya CRM agar situs dapat dimanfaatkan secara arif dan bijaksana
untuk kepentingan keilmuan dan peninggalan juga demi kepentingan masyarakat luas. Oleh
karena itu dalam tulisan ini akan memberikan gambaran mengenai pentingnya pemanfaatan
situs makam Mbah Sayyid Sulaiaman di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten
Jombang. Melihat alasan dan latar belakang tersebut maka tulisan ini mengambil judul
PEMANFAATAN SITUS MAKAM SAYYID SULAIMAN DESA MANCILAN, KECAMATAN
MOJOAGUNG, KABUPATEN JOMBANG (SEBUAH KAJIAN UNTUK PENERAPAN
CULTURAL RESOURCE MANAGEMENT.

2 Hanan Pamungkas, Arkeologi Indonesia, (Surabaya : UNESA University Press,


2009), hlm.45.

B. Fokus Penulisan
Karena cangkupan pembahasan yang begitu luas dan meliputi berbagai aspek
keilmuan, maka dalam tulisan ini hanya membataskan hanya dari analisis pada aspek Nilai
Penting Sumber Daya di Situs Pemakaman Mbah Sayyid Sulaiman, Dampak Sosial, Ekonomi
dan Pariwista serta Religi Masyarakat Sekitar situs dan Model Pengelolaan Sumber Daya di
Situs Pemekaman Mbah Sayyid Sulaiman.
C. Rumusan Masalah
1. Bagimana Nilai Penting Sumber Daya di Situs Pemakaman Mbah Sayyid Suliman ?
2. Adakah Dampak Sosial, Ekonomi dan Pariwista serta Religi Masyarakat Sekitar
situs?
3. Model Pengelolaan Sumber Daya seperti apa yang cocok di Situs Pemakaman Mbah
Sayyid Sulaiman?
D. Tujuan Penulisan
Penelitian ini dilakukan untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi
para pemangku kepentingan seperti guru, mahasiswa, calon guru maupun lembaga-lembaga
kebudayaan. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang Nilai Penting Sumber Daya di Situs Pemakaman Mbah
Sayyid Suliman
2. Untuk Dampak Sosial, Ekonomi dan Pariwista serta Religi Masyarakat Sekitar situs
3. Untuk meberikan gambaran Model Pengelolaan Sumber Daya seperti apa yang cocok
di Situs Pemakaman Mbah Sayyid Sulaiman
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Nilai Penting
Sumber Daya di Situs Pemakaman Mbah Sayyid Suliman
b. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah wawasan Dampak Sosial,
Ekonomi dan Pariwista serta Religi Masyarakat Sekitar situs

c. Sebagai bahan masukan dalam memberikan ide atau gagasan pada lembaga terkait
mengenai Model Pengelolaan Sumber Daya seperti apa yang cocok di Situs
Pemakaman Mbah Sayyid Sulaiman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Konseptual
Cultural Resource Management pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada tahun
1980-an, sedangkan di Australia lebih dikenal Mangament of Heritage Palace (Pearson dan
Sulivan, 1995 : 4). 3 Cultural Resource Management, dalam penerapannya mencakup lima hal
dan langkah utama yang dapat digunakan dalam memanfaatkan situs peninggalan yakni : 1)
Lokasi, identifikasi dan dokumentasi sumberdaya baik sumberdaya budaya maupun
kawasannya, 2) penilaian nilai penting terhadap kawasan, 3) Perencanaan dan pembuatan
keputusan berdasarkan nilai penting, peluang dan hambatan yang sesuai dengan prinsipprinsip konservasi,

4)

implementasi dari perencanaan dan kebijakan, dan 5) evaluasi

(Pearson and Sullivan, 1995: 8-9).4


Konsep ini sempat terjadi perdebatan apakah konsep CRM ini hanya sebtas mengenai
pemeliharaan situs. Jika memang iya maka konsep ini sudah dilakukan sejak dahulu sejak
manusia mulai memikirkan untuk mengumpulkan benda-benda peninggalan terdahulu dari
pendahulunya. Diera sekarang ini pemikiran mengenai konsep CRM sudah jauh lebih luas
lagi. CRM tidak lagi sebatas dari bagian Arkeologi namun CRM merupakan tindak lanjut dari
pembahasan Arkeologi. Jika Arkeologi akan berbicara jauh mendalam dan luas mengenai
situs temuan dan peninggalan maka CRM akan berbicara lebih dalam dan luas mengeni
pemanfaatan situs tersebut untuk kepentingan publik.
Secara garis besar, Cultural Resource Management menekankan pada lima aspek.
Pertama adalah sifat dari sumberdaya arkeologi yang tidak dapat diperbaharui, terbatas, tidak
bisa diganti dan kontekstual. Kedua ada kesadaran bahwa tidak semua sumberdaya arkeologis
dapat diselamatkan dari ancaman kerusakan ataupun musnah baik karena proses alam
maupun faktor yang disebabkan oleh manusia. Sekali sumberdaya arkeologi tersebut hilang
maka tidak mungkin akan dimunculkan kembali. Begitupun dengan konteksnya, jika benda
arkeologis kehilangan konteks maka tidak dapat memberikan informasi apa-apa. Ketiga
adanya berbagai kepentingan diluar dari kepentingan arkeologi itu sendiri. Kepentingan di

3 Ibid., Hlm. 42
4 Ibid., hlm. 43

luar arkeologi yaitu masyarakat luas (publik), antara lain : ekonomi, pariwisata, masyarakat,
generasi mendatang (Tanudirjo, 2003).
Aspek keempat yang menjadi penekanan Cultural Resource Management adalah
pembangunan atau pengembangan yang berkelanjutan. Pengelolaan terhadap sumberdaya
arkeologi dilakukan bukan untuk kepentingan sesaat, tetapi lebih pada bagaimana agar
pengelolaan tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Kelima adalah aspek hukum dan
politis. Antara akademisi, pemerintah dan masyarakat harus ada keterkaitan dari aspek
hukum dan politik.
Hanan Pamungkas dalam bukunya Arkeologi Indonesia menyebutkan bahawa Aris
Tanudirdjo berangkat dari pemikiran warisan budaya memiliki publik yang jamak bukan
tunggal dalam arti bukan arkeolog saja yang menghargai dan memanfaatkan warisan budaya
maka CRM tidak lain merupakan managemnet konflik. Dengan perkataan laian Cultural
Resource Management merupakan upaya pengelolaan warisan budaya secara bijak dengan
mempertimbangkan berbagai kepentingan banyak pihak yang masing-masing pihak
seringkali saling bertentangan. Dengan demikian CRM cederung lebih menekankan pada
upaya pencarian solusi terbaik dan terbijak agar kepentingan berbagai pihak tersebut dapat
terakomodasi.
B. Tata Cara Penelitian
Sehubungan dengan studi pemanfaatan sumberdaya budaya, pengumpulan data
mencakup semua semua data tentang objek yang akan dikelola. Hal ini sebagaimana
yang diutarakan oleh Lipe (1970) bahwa usaha penyelamatan tidak fokus pada satu
masalah dan mengabaikan masalah yang lainnya (Lipe 1970 dalam Schaafsma, 1989:
43). Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan berupa data hasil wawancara dan
pengamatan, sumber data tertulis dan foto. Pengumpulan data antara lain dilakukan
dengan cara wawancara serta pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara
menggabungkan kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Wawancara yang dilakukan
adalah wawancara bebas terstruktur terhadap beberapa stakeholder untuk mendengar
jawaban mereka tentang nilai penting, pengetahuan, persepsi, serta keinginan dan jenis
pengelolaan terhadap keberadaan Makam Mbah Sayyid Sulaiaman.
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai penting
sumberdaya budaya di Makam Mbah Sayyid Sulaiaman. Dalam pengukuran nilai
penting, kriteria yang digunakan adalah nilai penting sejarah, nilai penting ilmu
pengetahuan, dan nilai penting kebudayaan.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Nilai Penting Sumberdaya Budaya di Makam Sayyid Sulaiman
1. Nilai Penting Sejarah
Secara pengertian berarti Nilai Penting Sejarah, apabila sumberdaya budaya tersebut
dapat menjadi bukti yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan
sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah, atau menjadi bukti perkembangan
penting dalam bidang tertentu. Nilai penting Sejarah pada situs makam Sayyid Sulaiman
akan kita bahas dalam dua hal. 1. Siapa Sayyid Sulaiman tersebut, 2. Bagaimana sejarah
berdirinya situs tersebut.
a. Mengetahui siapa Sayyid Sulaiaman dan perannya
Dalam sebuah wawancara dengan juru kunci Makam bernama pak Yasin beliau
menyebutkan cerita mengenai siapa sebenarnya Sayyid Sulaiman tersebut. Menurut
penuturannya bahwa Sayyid Sulaiman masih merupakan keturunan ulama besar dari
timur tengah. Ayah dari Sayyid Sulaiman yang bernama Sayyid Abdurahman bin
Basyaiban ang datang kejawa sekitar abad 18 dan merupakan cicit dari ulama besar dari
timur tengah yang menikahi putri dari Sultan Hasanuddin bernama Khadijah. Sultan
Hasanuddin sendiri merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah.
Dengan kata lain Sayyid Sulaiman masih merupakan keturunan Sunan Gunung Jati.
Beliau juga menuturkan kisah Sayyid Sulaiman dengan Keraton Surakarta di Solo.
Selama di Solo, ia terkenal sakti mandraguna. Kesaktiannya yang sudah masyhur itu
mengundang rasa iri seorang ratu dari Mataram. Sang ratu ingin membuktikan kesaktian
Sayyid Sulaiman. Maka diundanglah ke keraton Mataram yang saat itu sedang
berlangsung pernikahan putrid bungsu sang Ratu. Untuk memeriahkan pesta pernikahan
putri bungsunya itu, Ratu meminta Sayyid memperagakan pertunjukan yang tak pernah
diperagakan oleh siapa pun.
Mendengar permintaan sang Ratu, sayyid meminta pada Ratu untuk meletakkan
bambu di atas meja, sembari berpesan untuk ditunggu, Sayyid Sulaiman lalu pergi kea
rah timur. Masyarakat sekitar kraton menunggu kedatangan Sayyid sedemikian lama,
namun Sayyid belum juga datang. Ratu Mataram hilang kesabaran. Ia marah, lalu

membanting bambu di atas meja hingga hancur berkeping-keping. Ajaib, kepingan


bambu-bambu itu menjelma menjadi hewan bermacam-macam. Ratu Mataram tersentak
kaget melihat keajaiban ini, barulah ia mengakui kesaktian Sayid Sulaiman.
Ratu Mataram kemudian menitahkan beberapa prajuritnya untuk mencari Sayyid
Sulaiman. Sedang hewan-hewan jelmaan bamboo itu terus dipelihara. Hewan-hewan itu
ditampung dalam sebuah kebun binatang yang kemudian diberi nama Sriwedari. Artinya,
Sri adalah tempat, sedangkan Wedari adalah wedar sabdane Sayyid Sulaiman. Kebun
binatang itu tetap terpelihara.Tak lama berselang, Sriwedari menjadi sebuah taman dan
objek wisata terkenal peninggalan Mataram. Cerita ini turun temurun menghiasi dari
kehidupan Sayyid Sulaiman yang di tuturkan oleh juru kunci kepada setiap peziarah yang
ingin mengetahui mengenai siapa Sayyid Sulaiman itu sendiri.
Dalam pandangan historis sendiri munculnya cerita tersebut tidak terlepas dari tulisan
Van Den Berg. Berg menyebutkan.
keluarga Basy-Syaiban.Sayyid 'Abd ar-Rahman bin Muhammad Basy Syaiban
datang
pada
awal
abad
XVIII
dari Hadramaut ke Cirebon dan mengawini putri salah satu sultan.Kedua
putranya,Sulaiaman dan 'Abd ar-Rahim,sudah menyandang gelar Jawa,Kiai
Mas.Berdasarkan tradisi keluarga itu,mereka megambil gelar tadi atas perintah
ayah mereka, yang menyadari bahwa jika jika putra-putranya ingin berkarier
di negeri itu secara gemilang,tidak ada jalan yang lebih baik daripada
berasimilasi dengan masyarakat Jawa.5
Kemudian Berg juga menyebut
Sayyid 'Abdurrahman @Tajuddin @Muhyuddin bin 'Umar @Abu Hafsh bin 'Abdullah
bin 'Abdurrahman Basyaiban datang pada awal abad XVIII Masehi dari Belgaum
Karnataka India ke Cirebon Jawa Barat dan beliau menikah dengan putri salah satu
Sultan Cirebon.Dari pernikahan dengan putri Sultan Cirebon mendapat 2 putra yaitu
Kyai Mas Sayyid Sulaiman Mojo Agung dan Kyai Mas Sayyid 'Abdurrahim
Segoropuro,sudah menyandang gelar Jawa,Kyai Mas

5 Van Den Berg, Hadramaut & Koloni Arab di Nusantara,(Jakarta : INIS,1989),


hlm.146.

Dalam tulisan berg menyebutkan bahwa kedatangan Orang arab Keturunan Hadramaut
ke Jawa terjadi pada abad 18. Namun dalam tulisan Berg tidak disebutkan putri dari
sultan siapa yang telah menikah dan mengahislkan keturunan termasuk dari Sayyid
Sulaiman sendiri. Namun satu hal yang perlu untuk dicermati adalah bila kita melihat ke
sejarah berkuasanya sultan-sultan Banten, maka dapat kita temui bahwa Sultan Maulana
Hasanuddin berkuasa di Banten pada pertengahan abad 16, tepatnya tahun 1552 1570
M. Dari hal tersebut kita temui ada jarak kurang lebih 1 sampai 1,5 abad. Berdasarkan
hal ini, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa sayid Abdurrahman menikah dengan
putri sultan Maulana Hasanuddin atau putri Sunan Gunung Jati ? Bila dilihat dari sisi
sejarah sultan-sultan Banten yang berkuasa, maka waktu berkuasanya Maulana
Hasanuddin seharusnya se-zaman dengan sayid Umar bin Muhammad bin Ahmad bin
Abubakar Basyaiban yang merupakan kakek dari Sayyid Sulaiman yang wafat tahun
944 H di Tarim. Kalau kita ingin berpedoman pada kedatangan sayid Abdurrahman bin
Umar Basyaiban pada abad 18 M, maka saat itu yang berkuasa yaitu sultan Mahasin
Zainal Abidin (1690) sampai Sultan Abu Nashr Muhammad Muhyidin (1801). Di antara
kedua sultan itu terdapat 5 orang sultan yang bergantian sebagai penguasa Banten. Ada
kemungkinan sayid Abdurrahman Basyaiban menikah dengan Ratu Satijah anak dari
sultan Mahasin Zainal Abidin yang berkuasa antara tahun 1690-1733 M, se- zaman
dengan sayid Abdurrahman Basyaiban.
Namun Tulisan Van den Berg ini dapat dijadikan sebuah kepustakaan untuk menelusuri
orang arab dan Hadramaut yang datang ke pulau jawa. Dalam tulisannya pun disebutkan
bahwa perkawinan orang arab dengan pribumi terdapat tujuan politis yaitu untuk
melegalkan dan melegitimasi ketrunannya dalam menjalani kehidupan di pulau jawa dan
langkah yang ditempuh adalah menikahi dari putri kasultanan.
Berg juga menyebutkan dalam tulisannya

Anda mungkin juga menyukai