Pembimbing :
Dr. Hami Zulkifli Abbas Sp.PD, MH.Kes
Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD
Dr. Sri Agustini K, Sp.PD
Dr. Sunhadi
Disusun Oleh :
Elsa Ana Purika
110.2005.079
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyusun Referat yang berjudul Sindroma Nefrotik. Penyusunan
tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga
diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar
dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik lagi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hami Zulkifli
Abbas, Sp.PD, MH.Kes; Dr. Sianne A. Wahyudi, Sp.PD; Dr. Sri Agustini K,
Sp.PD; dan Dr. Sunhadi serta berbagai pihak yang telah membantu
penyelesaikan presentasi kasus ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Arjawinangun, 05-05-2010
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................
ii
BAB I.
PENDAHULUAN ...........................................................
BAB II.
16
18
32
34
38
KESIMPULAN ...............................................................
40
BAB III.
BAB IV.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit yang sering ditemukan dari
beberapa penyakit ginjal dan saluran kemih.
Sindroma Nefrotik (SN) dapat terjadi secara primer dan sekunder, primer
apabila tidak menyertai penyakit sistemik. Sekunder apabila timbul sebagai
bagian daripada penyakit Sistemik atau yang berhubungan dengan obat / Toksin.
Pada anak-anak kira-kira 90% disebabkan oleh panyakit Glomerulus
primer dan 10% adalah sekunder disebabkan oleh penyakit Sistemik.
Resiko penyakit jantung koroner atau Aterosklerosis pada penderita
Sindroma Nefrotik anak belum diketahui dengan jelas. Dalam laporan-laporan
pemeriksaan post mortem pada anak-anak dan dewasa yang menderia
Sindroma Nefrotik Idiopatik tercatat adanya Ateroma yang awal.
Sampai pertengahan abad ke 20 Mordibitas SN pada anak masih tinggi,
yaitu melebihi 50% pasien-pasien ini dirawat untuk jangka waktu lama karena
Edema Anasarka dengan disertai Uiserasi dan Interaksi kulit.
Dengan ditemukannya obat Sulfonamid dan Penisillin tahun 1940 dan
dipakainya hormon Adreno Kortikotropik (ACTH) dan Kortikosteroid pada tahun
1950, mortilitas penyakit ini diperkirakan mencapai 67% yagn sering disebabkan
oleh komplikasi Peritonitis dan Sepsis. Kematian menurun kembali mencapai
35% setelah obat penisilin mulai digunakan tahun 1946-1950.
Pada awal 1950-an kematian menurun mencapai 20% setelah pemakaian
ACTH atau Kortison. Diantara pasien SN yang selamat dari infeksi sebelum Era
Sulfonamid umumnya kematian disebabkan oleh gagal ginjal kronik.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
II. 1. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum sedikit di atas
ketinggian umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari
kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih
dari 150 g pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks
yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimalis dan distalis dan
dukturs koletivus, serta di lapisan dalam, medula yang mengandung
bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) Henie, vasa rekita dan
duktus koligens terminal.
Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis
utama yang keluar dari aorta ; arteri renalis multipel bukannya tidak lazim
dijumpai. Arteri renalis utama membagi menjadi medula ke batas antara
korteks dan medula. Pada daerah ini, arteri interlobaris bercabang
membentuk arteri arkuata, dan membentuk arteriole aferen glomerulus.
Sel-sel otot yagn terspesialisasi dalam dinding arteriole aferen, bersama
dengan sel lacis dan bagian distal tubulus (mukula densa) yang
berdekatan dengan glomerulus, membentuk aparatus jukstaglomeruler
yagn mengendalikan sekresi renin. Arteriole aferen membagi menjadi
anyaman kapiler glomerulus, yang kemudian bergabung menjadi arteriole
eferen.
Arteriole
eferen
glomerulus
dekat
medula
(glomerulus
jukstamedullaris) lebih besar dari pada arteriole di korteks sebelah luar dan
memberikan pasokan darah (vasa rakta) ke tubulus dan medula.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juga neron (glomerulus dan
tubulus terkait). Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada
saat lahir, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari.
Karena tidak ada nefron baru yagn dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya
nefron secara progresif dapat menyebabkan insufisiensi ginjal.
Anyaman kapiler glomerulus yang terspesialisasi berperan sebagai
mekanisme penyaringan ginjal. Kapiler glomerulus dilapisi oleh endotelium
yagn mempunyai sitoplasma sangat tipis yagn berisi banyak lubang
(fenestrasi). Membrana basalis glomerulus (BMG) membentuk lapisan
berkelanjutan antara endotel dan sel mesangium pada satu sisi dengan sel
epitel pada sisi yang lain. Membran mempunyai 3 lapisan. (1) lamina
densa yang sentralnya padat-elektron, (2) lamina rara interna, yagn
terletak di antara lamina densa dan sel-sel endotelian ; dan (3) lamina rara
eksterna, yang terletak di antara lamina densa dan sel-sel epitel. Sel epitel
viteviscera menutupi kapiler dan menonjolkan tonjolan kaki sitplasma,
yagn melekat pada lamina rara eksternal. Di antara tonjolan kaki ada
ruangan atau celah filtrasi. Mesangium (sel mesangium dan matriks)
teletak di antara kapiler-kapiler glomerulus pada sisi endotel membrana
basalis dan menbentuk bagian tengah dinding kapiler. Mesangium dapat
berperan sebagai struktur pendukung pada kepiler glomerulus dan
mungkin memainkan peran dalam pengaturan aliran darah glomerulus,
filtrasi dan pembangunan makromolekul (seperti kompleks imun) dari
glomerulius, melalui fagositosis intraseluler atau dengna pengakutan
melalui saluran interseluler ke daerah jukstagomerulus. Kapsula Bowman,
yagn mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basalis, yagn
merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan
tubulus proksimalis, dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan
kelanjutan sel-sel epitel viscera.
III.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volumer dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan
volume cairan ekstrasel ini dikotnrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpasi
dan sekresi tubulus.
BAB III
SINDROM NEFROTIK
III.1. DEFINISI
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan
merupakan komplex gejala klinik yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
-
III.2. INSIDENS
Sindrom nefrotik yang tidak meneyrtai penyakit sistemik disebut
sindrom nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus-kasus ini
adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif
autosom. Kelompok responsif steroid sebagai besar terdiri dari anak-anak
dengan sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di
jakarta di antara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan KM.
Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri dari anakanak dengan kelainan glomerulus lain. Disebut sindrom nefrotik sekunder
apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena, obat-obatan,
alergen dan toksin, dll. Sindrom nefrotik dapat timbul dan bersifat
sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya protein dalam
jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.
III.3. ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui ; akhir-akhir ini dianggap sebagai
satu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
I. Sindrom nefrotik bawaan
Dirurunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhaap semua pengobatan.
Gejala adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak
berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
II. Sindrom nefrotik sekunder
1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisis vena
renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5. Amilodisosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif hipokomplementamik.
proliferasi
polimorfonukleus.
sel
mesangial
Pembengkakan
dan
sitoplasma
infiltrasi
endotel
sel
yang
jarang
baik,
tetapi
kadang-kadang
terdapat
10
d. Glomerulonefritis membranopliferatif.
Proliferasi sel mesangial dan penempaan fibrin yang menyerupai
membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta
1A rendah.
e. Lain-lain.
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.
IV. Glomeruloksklerosis fokal segmental.
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
III.4. PATOFISIOLOGI
Proteinuria
Proteinuria umunya diterima kelainan utama pada SN, sedangkan
gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria
dinyatakan berat untuk membedakan dengan proteinuria yang
lebih
ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama
atau lebih besar dari 40 mg/jam/m 2 luas permukaan badan, dianggap
proteinuria berat.
Selektivitas protein
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi
bergantung pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang
keluar hampir seluruhnya terdiri atas albimin dan disebut sebagai
proteinuria selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara
sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000)
dengan rasio urin plasma transferin (BM 88.000). Rasio yang kurang dari
0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif. Pasien SN dengan rasio
rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif terhadap steroid.
11
keluarnya
Dihilangkannya
molekul
proteoglikan
muatan
sulfat
negatif,
heparan
seperti
dengan
albumin.
hepartinase
terdapat pada tonjolan kaki sel epitel, tampaknya berperan sebagai muatan
negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel viseral epitel dan
pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel. Suatu protein dengan berat
molekul 140.000 dalton, yang disebut podocalyxin rupanya mengandung
asam sialat ditemukan terbanyak kelainan pada model eksperimenal
nefrosisis aminonkleosid. Pada SNKM, kandungan sialoprotein kembali
normal sebagai respons pengobatan steroid yang menyebabkan hilangnya
proteinuria.
12
Hipoalbuminemia
Jumlah albumin di dalam ditentukan oleh masukan dari sintesis
hepar dan pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan
gastrointestinal. Dalam keadaan seimbang, laju sintesis albumin, degradasi
ini hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN terdapat
hubungan
terbalik
antara
laju
sekresi
protein
urin
dan
derajat
albumin pada SN
renal
dan
menurunnya
katabolisme
ekstrarenal
dapat
13
14
bentuk titik lemak oval dan maltase cross. Titik lemak itu merupakan
tetesan lipid di dalam sel tubulus yang
cairan
merembes
meningkatnya
permealiblitas
kapiler
keruang
interstisial.
glomerulus,
albumin
Dengan
keluar
15
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Edema
Terbentuknya edema menurut teori underfilled
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume
darah arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi
efektif.
Menurunnya
volume
plasma atau
volume
sirkulasi
efektif
16
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Edema
Terjadinya edema menurut teori overfilled
Melzer dkk mengusulkan 2 bentuk patofisologi SN, yaitu tipe
nefrotik dan tipe nefritik. Tipe nefrotik ditandai dengan volume plasma
rendah dan vasokonstriksi perifer denan kadar renin plasma dan
17
aldosteron yang tinggi. Laju filtrasi glomerulus (LFG) masih baik dengan
kadar albumin yang rendah dan biasanya terdapat pada SNKM.
Karakteristik patofisiologi kelompok ini sesuai dengan teori tradisional
underfilled yaitu retensi natrium dan air merupakan fenomena sekunder. Di
pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai dengan volume
plasma tinggi, tekanan
merupakan
underfilled berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin suatu kombinasi rangsangan
yang lebih dari satu dan ini dapat menimbulkan gambaran nefrotik dan
nefritis. Akibat mengecilnya volume intravaskular akan merangsang
kelarnya renin dan menimbulkan rangsangan non osmotik untuk keluarnya
hormon volume urin yang sedikit dan pekat dengan sedikit natrium.
Karena pasien dengan
18
masif terjadi
cairan. Pada
19
Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN.
Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang
masif dan
20
21
B.
lainnya tampak
mengandung
hiperselularitas ini
22
D.
walpun
klinis
hampir
serupa,
namun
menunjukkan
III.7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pada penderit SN tergangung faktor-faktor
sebagai
kelamin penderita.
1. Infeksi
Infeksi terjadi karena terjadinya penurunan mekanisme pertahanan
tubuh yaitu gama globulin serum, penurunan konsetnrasi IgG,
abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi transferin dan seng,
serta pungsi lekosit yang berkurang. Infeksi yang serign terjadi berupa
23
24
25
1. Kortikosteroid
Pengobatan baku kortikosteroid menurut ISKDC (1978) adalah
prednison atau prenisolon dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kgBB)
setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan denan 40 mg/m 2/hari secara
26
27
28
4. Levamisol
Levamisol
adalah
suatu
anti
hemintik
yang
ternyata
29
lebih tua, pada wanita lebih baik daripada laki-laki. Makin dini terdapat
penyulitnya, biasanya prognosisnya lebih buruk. Kelainan minimal
mempunyai respons terahdap kortikosteroid lebih baik dibandingkan
dengan lesi dan mempunyai prognosis paling buruk pada glomerulonefritis
proliferatif.
Sebab kematian pada sindroma nefrotik berhubungan dengan
gagal ginjal kronis disertai sindroma uremia, infeksi sekunder (misalnya
pneumonia).
30
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dibicarakan penyakit sindroma nefrotik yang merupakan penyakit
ginjal yang terbanyak. Umumnya menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan laboratorium terhadap sindroma nefrotik tersebut.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah sindroma nefrotik primer. Kelainan
minimal memberikan respons yang baik terhadap pengobatan dan mempunyai
prognosis baik. Untuk memperoleh hasil pengobatan yang optimum perlu kerja
sama antara penderita dan dokter yang mengobatinya.
31
DAFTAR PUSTAKA
32