ANALISA DATA
b.
c.
d.
Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau hanya
berlaku pada kondisi tertentu
Seberapa jauh analisis suatu penelitian akan dilakukan tergantung dari:
a.
Jenis penelitian
b.
Jenis sampel
c.
Jenis data/variabel
d.
a.
Jenis Penelitian
Jika ingin mengeahui bagaimana pada umumnya (secara rata-rata) pendapat
masyarakat akan suatu hal tertentu, maka pengumpulan data dilakukan dengan survei.
Dari kasus ini maka dapat dilakukan analisis data dengan pendekatan kuantitatif.
Namun bila kita menginginkan untuk mendapatkan pendapat/gambaran yang
mendalam tentang suatu fenomena, maka data dapat dikumpulkan dengan fokus grup
diskusi atau observasi, maka analisisnya menggunakan pendekatan analisis kualitatif.
b.
Jenis Sampel
Analisis sangat tergantung pada jenis sampel yang dibandingkan, apakah
kedua sampel independen atau dependen. Misalnya pada penelitian survei yang tidak
menggunakan sampel yang sama, dapat digunakan uji statistik yang mengasumsikan
sampel yang independen. Misalkan survei untuk mengetahui apakah ada perbedaan
berat badan bayi antara bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu perokok dengan bayi-bayi
dari ibu yang tidak merokok. Disini berarti kelompok ibu perokok dan kelompok ibu
bukan perokok bersifat independen.
Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang sifatnya pre dan post (sebelum
dan sesudah adanya perlakuan tertentu dilakukan pengukuran) maka uji yang
digunakan adalah uji statistik untuk data yang dependen. Misalnya, suatu penelitian
ingin mengetahui pengaruh penelitian manajemen terhadap kinerja petugas kesehatan.
Pertanyaan penelitiannya Apakah ada perbedaan kinerja petugas kesehatan antara
sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan manajemen?. Dalam penelitian ini
sampel kelompok petugas kesehatan bersifat dependen, karena pada kelompok
(orang) yang sama diukur dua kali yaitu pada saat sebelum pelatihan (pre test) dan
sesudah dilakukan pelatihan (Post Test).
c.
Jenis Data/Variabel
Data denganjenis katagori berbeda cara analisisnya dengan data jenis numerik.
Beberapa pengukuran/uji statistik hanya cocok untuk jenis data tertentu. Sebagai
contoh, nilai proporsi/persentase (pada analisis univariat) biasanya cocok untuk
menjelaskan data berjenis katagorik, sedangkan untuk data jenis numerik biasanya
dapat menggunakan nilai rata-rata untuk menjelaskan karakteristiknya. Untuk analisis
hubungan dua variabel (analsis bivariat), uji kai kuadrat hanya dapat dipakai untuk
3
Asumsi Kenormalan
Jenis analisis yang akan dilakukan sangat tergantung dari bentuk distribusi
datanya. Bila distribusi datanya tidak normal, maka sebaiknya digunakan prosedur uji
statitik nonparametrik. Sedangkan bila asumsi kenormalan dapat dipenuhi maka dapat
digunakan uji statistik parametrik.
Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah analisis (pendekatan kuantitatif):
1.
2.
3.
Analisis Multivariat
Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen
dengan satu variabel dependen.
Secara lebih khusus/detail analisis univariat, bivariat dan multivariat akan
ANALISIS UNIVARIAT
( DESKTIPTIF)
Tujuan dari
analisis
ini
adalah
untuk menjelaskan/mendeskriptifkan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Dalam analisis data kuantitatif kita
dihadapkan pada kumpulan data yang besar/banyak yang belum jelas maknanya.
Fungsi analisis sebetulnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data
hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi
informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel
dan juga grafik. Secara teknis pada dasarnya analisis merupakan kegiatan meringkas
kumpulan
data
menjadi
ukuran
tengah
dan
ukuran
variasi.
Selanjutnya
a.
Ukuran Tengah
Ukuran tengah merupakan cerminan dari konsentrasi nilai-nilai hasil
Mean
Mean/average adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil dari jumlah semua
nilai
pengukuran
dibagioleh
banyaknya
pengukuran.
Secara
sederhana
karena itu pada kelompok data yang ada nilai ekstrimnya (sering dikenal dengan
distribusi data yang menceng/miring), Mean tidak dapat mewakili rata-rata
kumpulan nilai pengamatan. Sebagai contoh data yang ada nilai ekstrimnya adalah
data penghasilan. Apabila mean pendapatan perbulan adalah Rp 10.000.000,- ,
sebenarnya sebagian besar orang pendapatannya di bawah Rp 10.000.000,- . Mean
sebesar Rp 10.000.000,- diperoleh karena tarikan sekelompok kecil orang
(misalnya konglomerat) yang pendapatannya sangat tinggi. Dengan demikian
penggunaan mean untuk data yang ada nilai ekstrimnya (data yang distribusinya
menceng) kurang tepat.
Contoh; ada 5 pasien diukur lama hari rawatnya : 1 hr, 3 hr, 4 hr, 2 hr, 90 hr.
Mean = (1+3+4+2+90)/5 = 20 hr.
Dari hasil penghitungan didapatkan rata-rata lama hari rawat 20 hari, hasil ini
tentunya tidak dapat mewakili karena secara visual datanya sebagian besar kurang
dari 5 hari. Keadaan ini bisa terjadi karena kumpulan data di atas ada nilai
ekstrimnya.
).2
Median
Median adalah nilai dimana setengah banyaknya pengamatan mempunyai nilai di
bawahnya dan setengahnya lagi mempunyai nilai di atasnya. Berbeda dengan nilai
mean, penghitungan median hanya mempertimbangkan urutan nilai dasil
pengukuran, besar beda antar nilai di abaikan. Karena mengabaikan besar beda,
maka median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrim.
Prosedur penghitungan median melalui langkah
a). Data diurutkan/di-array dari nilai kecil ke besar
b). Hitung posisi median dengan rumus (n+1)/2
c). Hitung nilai mediannya
Contoh ada usia 6 mahasiswa 20 th, 26 th, 24 th, 30 th, 40 th, 36 th
Data diurutkan: 20, 24, 26, 30, 36, 40
Posisi = (6+1)/2 = 3,5
Mediannya adalah data yang urutannya ke 3,5 yaitu (26 + 30)/2 = 28
Jadi 50% mahasiswa berumur dibawah 28 tahun dan 50% mahasiswa berumur di
atas 28 tahun
3).
Mode/Modus
Mode adalah nilai pengamatan yang mempunyai frekuensi/jumlah terbanyak.
Contoh mode data umur mahasiswa: 18 th, 22 th, 21 th, 20 th, 23th, 20 th.
Dari data tersebut berarti mode-nya adalah 20 tahun
b.
Ukuran Variasi
Nilai-nilai hasil pengamatan akan cenderung saling berbeda satu sama lain atau
dengan kata lain hasil pengamatan akan bervariasi. Untuk mengetahui seberapa jauh
data bervariasi digunakan ukuran variasi antara lain range, jarak linier kuartil dan
standard deviasi.
1).
Range
Range merupakan ukuran variasi yang paling dasar, dihitung dari selisih nilai
terbesar dengan nilai terkecil. Kelemahan range adalah dipengaruhi nilai ekstrim.
Keuntungan penghitungan dapat dilakukan dengan cepat.
2). Jarak Inter Quartil
Nilai observasi disusun berurutan dari nilai ke cil ke besar, kemudian ditentukan
kuartil bawah dan atas. Kuartil merupakan pembagian data menjadi 4 bagian yang
dibatasi oleh tiga ukuran kuartil, yaitu kuartil I, kuartil II dan kuartil III.
Kuartil I mencakup 25% data berada di bawahnya dan 75% data berada di
atasnya.
Kuartil II (median) mencakup 50% data berada di bawahnya dan 50% data berada
di atasnya.
Kuartil III mencakup 75% data berada di bawahnya dan 25% data berada di
atasnya.
Jarak inter kuartil adalah selisih anatar kuaril III dan kuaril I. Ukuran ini lebih
baik dari range, terutama kalau frekuensi pengamatan banyak dan distribusi sangat
menyebar.
3).
Standard Deviasi
Variasi data yang diukur melalui penyimpangan/deviasi dari nilai-nilai
pengamatan terhadap nilai mean-nya. Rata-rata hitung dari kuadrat deviasi
terhadap mean disebut varian, yang rumusnya;
Varian = (Xi X)2
n
Semakin besar nilai varian akan semakin bervariasi, karena satuan varian
(kuadrat) yang tidak sama dengan satuan nilai pengamatan, maka dikembangkan
suatu ukuran variasi yang mempunyai satuan yang sama dengan satuan
pengamatan, yaitu Standard Deviasi.
Standard Deviasi merupakan akar dari varian:
Standar deviasi (S atau SD) =
(Xi X)2
n
Seperti halnya varian, semakin besar SD semakin besar variasinya. Apabila tidak
ada variasi, maka SD=0
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, untuk data numerik digunakan nilai
mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter quartil range, minimal dan
maksimal. Bila data yang terkumpul tidak menunjukkan adanya nilai ekstrim
(distribusi normal), maka perhituungan nilai mean dan standard deviasi merupakan
cara analisis univariat yang tepat. Seddangkan bila dijumpai nilai ekstrim 9 distribusi
data tidak normal), maka nilai nedian dan inter quartil range (IQR) yang lebih tepat
dibandingkan nilai mean.
2.
ukuran variasi) tidak beragam jenisnya. Pada data katagorik peringkasan data hanya
menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. Bila data
8
Pada kelas A, jenis kelamin mahasiswa bervariasi (heterogen) karena 50% pria dan
50% wanita.
Pada kelas B, jenis kelamin mahasiswa tidak bervariasi (homogen pada pria) karena
pria 90% dan wanita hanya 10%.
3.
perlu diingat bahwa kita dianjurkan hanya memilih salah satu, tidak diperkenankan
secara sekaligus menggunakan tabel dan juga grafik dalam menyampaikan informasi
suatu data/variabel.
Contoh penyajian analisis deskriptif:
a.
Data numerik
Tabel 1
Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun 1999
Variabel
Mean
SD
Minimal- Maksimal
1. Umur
Median
30,3
10,1
17 60
31,1
10,1
8,9
2 60
7,0
b.
Data katagorik
Tabel 2
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pasien Rumah sakit X
tahun 1999
Pendidikan
SD
SMP
SMU
Total
Jumlah
60
30
10
100
Persentase
60,0
30,0
10,0
100,0
10
KASUS :
ANALISIS DESKRIPTIF (UNIVARIAT)
Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik
digunakan nialai mean (rata-rata), median, standard deviasi dll. Sedangkan untuk data
katagorik tentunya hanya dapat menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase
masing-masing kelompok. Berikut akan dipelajari cara mengeluarkan analisis
deskriptif di SPAA, dimulai untuk variabel katagorik (sebagai latihan digunakan
variabel pendidikan) dan kemudian dilanjutkan variabel numerik (variabel umur).
a.
Data Katagorik
Untuk menampilkan tabulasi data katagorik digunakan tampilan frekuensi.
Sebagai contoh kita akan menampilkan tabel distribusi frekuensi untuk variabel
pendidikan dari file ASI.SAV.
1.
2.
11
3.
Frequencies
Statistics
pendidikan formal ibu menyusui
N
Valid
50
Missing
0
pendidikan formal ibu menyusui
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
10
11
16
13
50
20.0
22.0
32.0
26.0
100.0
20.0
22.0
32.0
26.0
100.0
1
2
3
4
Total
Cumulative
Percent
20.0
42.0
74.0
100.0
Kolom Frequency menunjukkan jumlah kasus dengan nilai yang sesuai. Pada contoh
di atas, total responden 50 orang, dari jumlah tersebut 10 ibu yang berpendidikan SD,
proporsi dapat dilihat pada kolom Percent, pada contoh di atas ada 20% ibu yang
berpendidikan SD. Kolom Valid Percent memberi hasil yang sama karena pada data
ini tidak ada missing cases. Cumulative Percent menjelaskan tentang persent
kumulatif. Pada contoh di atas ada 42,0% ibu yang tingkat pendidikannya SD dan
SMP. Dalam menginterpretasikan tabel katagorik dapat dilihat dari variasi dan
konsentrasi datanya.
12
Jumlah
10
11
16
13
50
Persentase
20,0
22,0
32,0
26,0
100,0
Data Numerik
Pada data numerik, peringkasan data dapat dilakukan dengan melaporkan
ukuran tengah dan sebarannya. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata, median dan
modus. Sedangkan ukuran sebarannya (variasi) yang digunakan adalah range,
standard deviasi, minimal dan maksimal. Pada SPSS ada dua cara untuk
mengeluarkan analisis deskriptif yaitu dapat melalaui perintah Frequencies atau
perintah Expolre. Biasanya yang digunakan adalah Frequencies oleh karena ukuran
statistik yang dapat dihasilkan pada menu Frequencies sangat lengkap (seperti
mean, median, varian dll), selain itu pada perintah ini juga dapat ditampilkan grafik
histogram dan kurve normalnya. Berikut akan dicoba mengeluarkan analisis deskriptif
untuk variabel umur dengan menggunakan perintah frequencies.
1. Aktifkan data susu.sav
2. Pilih Analyze
3. Pilih Descriptive Statistic
4. Pilih Frequencies, terlihat kotak frequencies:
13
5. Sorot variabel yang akan dianalisis, sorot umur, dan klik tanda panah
sehingga umur masuk ke kotak variable (s).
6. Klik tombol option Statistics, pilih ukuran yang anda minta misalnya
mean, median, standard seviasi, minimum, maximum, SE.
7. Klik Continue
8. Klik tombol option Charts lalu muncul menu baru dan klik Histogram, lalu
klik With Normal Curve
14
9. Klik Continue
10. Klik OK, dan pada layar terlihat distribusi frekuensi disertai ukuran statistic
yang diminta dan dibawahnya tampak grafik histogram beserta curve
normalnya.
Frequencies
Statistics
Umur ibu menyusui
N
Valid
Missing
50
0
Statistics
Umur ibu menyusui
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Minimum
Maximum
Valid
Missing
50
0
25.10
.686
24.00
19
4.850
19
35
15
Valid
Cumulative
Frequency
Percent
Valid Percent
19
14.0
14.0
Percent
14.0
20
6.0
6.0
20.0
21
6.0
6.0
26.0
22
10.0
10.0
36.0
23
10.0
10.0
46.0
24
8.0
8.0
54.0
25
4.0
4.0
58.0
26
10.0
10.0
68.0
27
6.0
6.0
74.0
30
6.0
6.0
80.0
31
6.0
6.0
86.0
32
6.0
6.0
92.0
34
4.0
4.0
96.0
35
4.0
4.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
Dari hasil di atas, nilai rata-rata dapat dilihat pada baris mean, sedangkan nilai
standard deviasi dapat dilihat pada baris std. Seviation. Pada contoh di atas, rata-rata
16
umur ibu adalah 25,10 tahun, median 24,0 tahun dan standard deviasi 4,85 tahun
dengan umur termuda 19 tahun dan yang tertua 35 tahun. Distribusi frekuensi
ditampilkan menurut umur termuda sampai dengan umur tertua dengan informasi
tentang jumlah dan persentasenya. Bentuk distribusi data dapat diketahui dari grafik
histogram dan kurve normalnya. Dari tampilan grafik dapat dilihat bahwa distribusi
variabel umur berbentuk normal
Dari hasil di atas belum diperoleh informasi estimasi interval yang penting untuk
melakukan estimasi parameter populasi. Bila anda ingin memperoleh estimasi interval
lakukan analisis eksplorasi data dengan perintah Explore. Adapun caranya sbb:
1.
Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih submenu
Isikan kotak Dependent List dengan variabel umur, kotak Factor List dan
3.
17
4.
Klik Continue
5.
Explore
Descriptives
umur ibu menyusui
Statistic
25.10
Mean
95% Confidence
Lower Bound
23.72
Upper Bound
26.48
5% Trimmed Mean
24.90
Median
24.00
Variance
23.520
Std. Deviation
4.850
Minimum
19
Maximum
35
Range
16
Interquartile Range
Std. Error
.686
Skewness
.547
.337
Kurtosis
-.812
.662
18
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
umur ibu menyusui
.130
50
.035
a
. Lilliefors Significance Correction
Statistic
.920
Shapiro-Wilk
df
50
7.00
1 . 9999999
20.00
2 . 00011122222333334444
10.00
2 . 5566666777
11.00
3 . 00011122244
2.00
3 . 55
Stem width:
10
Each leaf:
1 case(s)
19
Sig.
.002
Dari hasil analisis Explore terlihat juga nilai mean, median dan mode. Namun yang
paling penting dari tampilan explore munculnya angka estimasi interval. Dari hasil
tersebut kita dapat melakukan estimasi interval dari umur ibu. Kita dapat menghitung
95% confidence interval umur yaitu 23,72 s.d. 26,48. Jadi kita 95% yakin bahwa ratarata umur ibu di populasi berada pada selang 23,72 sampai 26,48 tahun.
20
Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai
bel shape, berarti distribusi normal
2.
Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness dibagi
standar errornya menghasilkan angka 2, maka distribusinya normal
3.
Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifkan (p value > 0,05) maka
distribusi normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah sampel,
maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov cenderung
menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk distribusinya tidak
normal). Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk mengetahui kenormalan data
lebih baik menggunakan angka skewness atau melihat grafik histogram dan kurve
normal
Untuk variabel umur diatas, dilihat dari histogram dan kurve normal terlihat bentuk
yang normal, selain itu hasil dari perbandingan skwness dan standar error didapatkan:
0,547/0,337 =1,62 , hasilnya masih dibawah 2, berarti distribusi normal. Dari hasil
tersebut diatas dengan demikian variabel umur disimpulkan berdistribusi normal.
Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian
Dari angka-angka tersebut kemudian kita masukkan ke tabel penyajian di laporan
penelitian/laporan tesis. Adapun penyajian dan interpretasinya adalah sbb:
Tabel 1
Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun x
Variabel
Mean
SD
Minimal- Maksimal
95% CI
Umur
25,10
4,85
19 - 35
23,72 26,48
Hasil analisis didapatkan rata-rata umur ibu adalah 25,10 tahun (95% CI: 23,72
26,48), dengan standar deviasi 4,85 tahun. Umujr termuda 19 tahun dan umur tertua
35 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
rata-rata umur ibu adalah diantara 23,72 sampai dengan 26,48 tahun.
ANALISIS BIVARIAT
21
22
hasilnya signifikan/bermakna (p value < alpha), apa yang dapat disimpulkan dari
temuan ini? Secara statistik memang terjadi perbedaan bermakna, namun secara
substansi tidaklah mempunyai perbedaan yang berarti, oleh karena perbedaan mean
penurunan tekanan darah antara obat A dan B hanya 1 mmHg. Dengan hasil ini dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya antara obat A dan B tidak ada perbedaan (sama saja)
kasiatnya.
UJI HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan
tentang apakah suatu hipotesis yang diajukan, seperti perbesaan atau hubungan, cukup
menyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan pada
besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by chance).
Semakin kecil peluang tersebut (peluang adanya by chance), semakin besar keyakinan
bahwa hubungan tersebut memang ada.
Sebagai contoh, seorang peneliti masalah imunisasi diminta untuk
memutuskan berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan, apakah suatu vaksin baru lebih
baik daripada yang sekarang beraedar di pasaran. Untuk menjawab pertanyaan ini
maka perlu dilakukan pengujian hipotesis. Dengan pengujian hipotesis akan diperoleh
suatu kesimpulan secara probalistik apakah vaksin baru tersebut lebih baik dari yang
sekarang beredar di pasaran atau malah sebaliknya.
Prinsip uji hipotesis adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel (data
hasil penelitian) dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang untuk
diterima atau ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnyanya perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka
peluang untuk menolak hipotesis besar pula, sebaliknya bila perbedaan tersebut kecil,
maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil. Jadi, makin besar perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis, makin besar peluang untuk menolak
hipotesis.
Kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian hipotesis ada dua kemungkinan
yaitu menolak hipotesis dan menerima hipotesis (gagal menolak hipotesis). Perlu
dipahami bahwa arti menerima hipotesis sebetulnya kurang tepat, yang tepat adalah
gagal menolak hipotesis. Dalam uji hipotesis bila kesimpulannya menerima hipotesis,
bukan berarti bahwa kita telah membuktikan hipotesis tersebut benar, karena benar
23
atau tidaknya suatui hipotesis hanya dapat dibuktikan dengan mengadakan observasi
pada seluruh populasi, dan hal ini sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk dilakukan.
Jadi menerima hipotesis sebetulnya artinya adalah kita tidak cukup bukti untuk
menolak hipotesis, dengan kata lain dapat diartikan kita gagal menolak hipotesis.
Untuk memperjelas pengertian bahwa gagal menolak hipotesis berbeda dengan
mengakui kebenaran hipotesis (menerima hipotesis, kita coba analogkan proses
persidangan kriminal di pengadilan. Seperti dalam sidang pengadilan, kegagalan
membuktikan kesalahan tertuduh bukan berarti si tertudauh tidak bersalah atau
sitertuduh benar. Pengadilan memutuskan bahwa si tertuduh tidak dapat dibuktikan
bersalah, bukan memutuskan tidak bersalah. Dari uraian tersebut sangatlah jelas
bahwa istilah yang tepat dalam kesimpulan uji hipotesis adalah gagal menolak
hiopotesis, dan bukan menerima hipotesis.
3.
Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah
b.
1) Ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang
merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok
2) Ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi
2.
b.
25
3.
notasi . Seperti sudah diketahui bahwa tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk
membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara nilai sampel dengan keadaan
populasi sebagai suatu hipotesis. Langkah selanjutnya setelah ktriteria/batasan yang
digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis nol ditolak atau gagal ditolak yang
disebut dengan tingkat kemaknaan (Level of Significance). Tingkat kemaknaan, atau
sering disebut dengan nilai , merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang
salah dalam menolak hipotesis nol. Atau dengan kata lain, nilai merupakan batas
toleransi peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Dengan kata-kata yang lebih
sederhana, nilai merupakan batas maksimal kesalahan menolak Ho. Bila kita
menolak Ho berarti menyatakan adanya perbedaan/hubungan. Sehingga nilai dapat
diartikan pula sebagai batas maksimal kita salah dalam menyatakan adanya
perbedaan. Penentuan nilai (alpha) tergantung dari tujuan dan kondisi penelitian.
Nilai yang sering digunakan adalah 10%, 5%, atau 1%. Untuk bidang kesehatan
masyarakat biasanya digunakan nilai sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obatobatan digunakan batas toleransi kesalahan yang lebih kecil misalnya 1%, karena
mengandung risiko yang fatal. Misalkan seorang peneliti yang akan menentukan
apakah suatu obat bius berkhasiat akan menentukan nilai yang kecil sekali, peneliti
tersebut tidak akan mau mengambil risiko bahwaketidak berhasilan obat bius besar
karena akan berhubungan dengan nyawa seseorang yang akan dibius.
4.
yang akan diuji. Bila distribusi data populasi yang akan diuji berbentuk
normal/simetris/Gauss, maka proses pengujian dapat digunakan dengan pendekatan
uji statistik parametrik. Sedangkan bila distribusi data populasinya tidak normal atau
tidak diketahui distribusinya maka dapat digunakan pendekatan uji statistik non
parametrik. Kenormalan suatu distribusi data dapat juga dilihat dari jenis variabelnya,
bila variabelnya berjenis numerik/kuantitatif biasanya distribusi datanya mendekati
normal/simetris, sehingga dapat digunakan uji statistik parametrik. Bila jenis
variabelnya katagorik (kualitatif), maka bentuk distribusinya tidak normal, sehingga
uji non parametrik dapat digunakan. Penentuan jenis uji juga ditentukan oleh jumlah
26
data yang dianalisis, bila jumlah data kecil (<30) cenderung digunakan uji non
parametrik.
PROSEDUR/LANGKAH UJI HIPOTESIS
Menetapkan Hipotesis
Hipotesis dalam statistik dikenal dua macam yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis
alternatif (Ha).
1).
2).
Dari hipotesis alternatif akan diketahui apakah uji statistik menggunakan satu arah
(one tail) atau dua arah (two tail).
Penentuan Uji Statistik Yang Sesuai
Ada beragam jenis uji statistik yang dapat digunakan. Setiap uji statistik
mempunyai persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Oleh karena itu harus
digunakan uji statistik yang tepat sesuai dengan data yang diuji. Jenis uji statistik
sangat tergantung dari:
1).
2).
3).
27
b).
kalau tabel yang digunakan adalah tabel one tail sedangkan uji statistik yang
dilakukan adalah two tail maka nilai p dari tabel harus dikalikan 2. dengan demikian
dapat disederhanakan dengan rumus : nilai p two tail = 2 x nilai p one tail.
Pendekatan probabilistik ini sekarang sudah mulai digunakan oleh para ahli
statistik dalam pengambilan keputusan uji statistik. Pada modul ini dalam
memutuskan uji statistik menggunakan pendekatan ini.
28
Pengertian Nilai P
Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak
Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan pula sebagai nilai besarnya peluang
hasil penelitian (misal adanya perbedaan mean atau proporsi) terjadi karena faktor
kebetulan (by chance). Harapan kita nilai p adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai pnya kecil maka kita yakin bahwa adanya perbedaan pada hasil penelitian
menunjukkan pula adanya perbedaan di populasi. Dengan kata lain kalau nilai p-nya
kecil maka perbedaan yang ada pada penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan
(by chance).
Contoh:
Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan riwayat hipertensi ibu hamil dengan
berat badan bayi yang dikandungnya. Hasil penelitian melaporkan bahwa rata-rata
berat badan bayi dari ibu hipertensi 200 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi
yang lahir dari ibu yang tidak hipertensi adalah 3000 gram. Perbedaan berat bayi
antara ibu yang hipertensi dengan ibu yang tidak hipertensi sebesar 100 gram.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah perbedaan berat badan bayi tersebut juga
berlaku untuk seluruh populasi yang diteliti atau hanya faktor kebetulan saja?. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kemudian dilakukan uji statistik yang tepat yaitu uji t.
Miisalnya dihasilkan nilai p = 0,0110 maka berarti peluang adanya perbedaan berat
bayi sebesar 1000 gram akibat dari faktor kebetulan (by chance) adalah sebesar
0,0110. oleh karena peluangnya sangat kecil (p=0,0110), maka dapat diartikan bahwa
adanya perbedaan tersebut bukan karena faktor kebetulan namun karena memang
karena adanya riwayat hipetensi.
Berikut adalah berbagai uji statistik yang dapat digunakan untuk analisis bivariat
Variabel I
Katagorik
Katagorik
Numerik
Variabel II
Katagorik
digunakan
- Kai kuadrat
Numerik
- Fisher Exact
- Uji T
Numerik
- ANOVA
- Korelasi
- Regresi
29
Tujuan: untuk mengetahui perbedaan mean dua dua kelompok data independen, syarat
yang harus dipenuhi:
a.
b.
30
c.
Prinsip pengujian dua mean dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua
kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah
varian kedua kelompok yang diuji sama atau tidak. Bentuk varian kedua kelompok
data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan
rumus pengujiannya.
a.
(1/n1) + (1/n2)
df = n1 n2 - 2
Ket :
n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 atau 2
b.
31
c.
2.
Tujuan : Untuk menguji perbedaan mean anatara dua kelompok data yang
dependen. Contoh kasus:
o
Apakah ada perbedaan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti
program diet.
Syarat :
a.
b.
c.
Formula :
d
T=
S_d /
d
32
KASUS:
UJI t INDEPENDEN DAN UJI t DEPENDEN
1.
Uji t independen
Sebagai contoh kita gunakan data ASI.SAV dengan melakukan uji hubungan
perilaku menyusui dengan kadar Hb (misal digunakan variabel Hb1), apakah ada
perbedaan kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang
menyusuinya tidak eksklusif, caranya:
1.
2.
Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu
Compare Means, lalu pilih Independen-Samples T Test
3.
Pada layar tampak kotak yang di dalamnya ada kotak Test variable (s)I dan
Grouping Variable. Ket: kotak test varibles tempat memasukkan variable
numeriknya, sedangkan kotak grouping variable untuk memasukkan variabel
katagoriknya, ingat jangan sampai terbalik.
4.
5.
6.
Klik Define Group, kemudian di layar nampak kotak isian. Anda diminta
mengisi kode variabel menyusui ke dalam kedua kotak. Pada contoh ini, kita
tahu bahwa 0 kode untuk yang tidak eksklusif dan kode 1 untuk Yang eksklusif.
Jadi ketiklah 0 pada Group 1 dan 1 pada Group 2
33
7.
Klik Continue
8.
T-Test
Group Statistics
Std. Error
status menyusui asi
kadar hb pengukuran tdk EKSKLUSIVE
pertama
N
24
Mean
10.421
Std. Deviation
1.4712
Mean
.3003
26
10.277
1.3228
.2594
EKSKLUSIVE
Sig.
F
kadar hb Equal
pengukur variances
an
assumed
pertama
Equal
variances
not
assumed
.072
df
Sig.
(2-taile
d)
Mean
Differen
ce
.790
Std.
Error
Differe
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-.364
48
.717
-.1439
.3951
-.9384
.6505
-.363
46.4
.719
-.1439
.3968
-.9425
.6547
Pada tampilan di atas dapat dilihat nilai rata-rata, standar deviasi dan standar
error kadar Hb ibu untuk masing-masing kelompok. Rata-rata kadar Hb ibu yang
menyusui ekslusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 gr%, sedangkan
untuk ibu yang menyusui non eksklusif, rata-rata kadar Hb-nya adalah 10,421 gr%
dengan standar deviasi 1,471 gr%.
34
Hasil uji T dapat dilihat pada tabel bawah, SPSS akan menampilkan dua uji T,
yaitu uji T dengan asumsi varian kedua kelompok sama (equal variances assumed)
dan uji T dengan asumsi varian kedua kelompok tidak sama (equal variances not
assumed). Untuk, memilih uji mana yang kita pakai, dapat dilihat uji kesamaan varian
melalui uji Levene. Lihat nilai p Levene test, nilai p < alpha (0,05) maka varian
berbeda dan bila nilai p > alpha (0,05) maka varian sama (equal). Pada uji Levene di
atas menghasilkan nilai p = 0,790 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%,
didapat tidak ada perbedaan varian (varian kedua kelompok sama). Selanjutnya dicari
p value uji t pada bagian varian sama (equal variances) di kolom sig (2 tailed) ,yaitu
sebesar p=0,717 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara
ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusui non eksklusif.
Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian:
Seperti pada analisis deskriptif, print out di atas tidak boleh langsung di copy dan
disajikan di laporan penelitian. Pada laporan penelitian kita harus membuat tabel baru
untuk menyajikan hasil print out analisis di atas. Adapun bentuk penyajian dan
interpretasinya adalah sbb:
Tabel
Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Perilaku Menyusui di..th..
Menyusui
Mean
SD
SE
P value
Ya Eksklusif
10,277
1,322
0,259
0,717
26
Tdk Eksklusif
10,421
1,471
0,300
24
Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui eksklusif adalah 10,277 gr% dengan standar
deviasi 1,322 gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif rata-rata kadar
Hb-nya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p=0,717, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang
signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui secara eksklusif dengan non
eksklusif.
2.
Uji T Dependen
35
Pastikan anda berada di file ASI.SAV, jika belum aktifkan/bukalah file ini.
2.
Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu
Compare Means, lalu pilih Paired-Samples T Test
3.
Klik hb1
4.
Klik hb2
5.
Klik tanda panah sehingga kedua variabel masuk kotak sebelah kanan
36
6.
T-Test
Paired Samples Statistics
Pair
kadar hb pengukuran
pertama
kadar hb pengukuran
Mean
Std. Deviation
10.346
50
1.3835
Std. Error
Mean
.1957
10.860
50
1.0558
.1493
kedua
50
Correlation
.707
Sig.
.000
Mean
Pair
1
kadar hb
pengukuran
pertama - kadar
hb pengukuran
kedua
-.5140
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Std.
Std.
Difference
Deviati
Error
on
Mean Lower Upper
.9821
.1389
-.7931
df
t
-.2349 -3.701
49
Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata dan standar
deviasi kadar Hb antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata kadar
Hb pada pengukuran pertama (hb1) adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr
%. Pada pengukuran kedua (hb2) didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr%
dengan standar deviasi 1,05 gr%.
Uji T berpasangan dilaporkan pada tabel kedua, terlihat nilai mean perbedaan
antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982.
perbedaan ini diuji dengan uji T berpasangan menghasilkan nilai p yang dapat dilihat
pada kolom Sig (2-tailed). Pada contoh di atas didapatkan nilai p=0,001, maka
37
Sig.
(2taile
d)
.001
10,346
1,38
0,19
Pengukuran II
10,860
1,05
0,14
0,001
N
50
Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama adalah 10,346 gr% dengan standar
deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr
% dengan standar deviasi 1,05 gr%. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran
pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. hasil uji statistik
didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara
kadar Hb pengukuran pertama dan kedua.
38
ANALISIS HUBUNGAN
KATEGORIK DENGAN NUMERIK
UJI ANOVA
Pada bab terdahulu telah dijelaskan uji beda mean dua kelompok data baik
yang independen maupun dependen. Namun seringkali kita jumpai jumlah kelompok
yang lebih dari dua, misalnya ingin mengetahui perbedaan mean berat badan bayi
untuk daerah Bekasi, Bogor dan Tangerang. Dalam menganalisis data seperti ini (> 2
kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji T. kelemahan menggunakan uji
T adalah; pertama kita melakukan uji berulang kali sesuai kombinasi yang mungkin,
kedua, bila melakukan uji T berulang kali akan meningkatkan (inflasi) nilai , artinya
akan meningkatkan peluang hasil yang keliru.
Perubahan inflasi sebesar = 1 (1-)n
Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat)
dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau uji F.
Prinsip uji ANOVA adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua
sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok
(between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian
sama dengan 1) maka mean-mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaliknya
bila hasil perbandingan tersebut menghasilkan lebih dari 1, maka mean yang
dibandingkan menunjuk ada perbedaan.
Analisis varian (ANOVA) mempunyai dua jenis analisi varian satu faktor (one
way) dan analisis faktor (two way). Pada bab ini hanya akan dibahas analisis varian
satu faktor (one way).
Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah:
1.
Varian homogen
2.
Sampel/kelompok independen
3.
4.
39
F=
Sw
* =
(k2)
40
Kasus:
UJI ANOVA
Pada contoh ini aka dicoba dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan berat
badan bayi. Variabel pendidikan merupakan variabel katagorik dengan 4 katagori.
Variabel berat bayi berbentuk numerik sehingga uji yang digunakan ANOVA. Adapun
caranya sbb:
1.
2.
Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu
Compare Means, lalu pilih One-Way ANOVA sesaat akan muncul menu One
Way ANOVA
3.
Dari menu One way ANOVA, terlihat bahwa kotak Dependent List dan kotak
Factor perlu diisi variabel. Kotak dependent diisi variabel numerik dan kotak
factor diisi variabel katagoriknya. Pada contoh ini berarti pada kotak Dependen
diisi variabel bbbayi pada kotak Factor diisi variabel Didik.
4.
5.
Klik Continue
6.
7.
Klik Continue
8.
Klik OK
42
Oneway
Descriptives
berat badan bayi
95% Confidence Interval for
Mean
Lower
Upper Bound
Bound
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Minim
um
Maxim
um
SD
10
2470.00
249.666
78.951
2291.40
2648.60
2100
2900
SMP
11
2727.27
241.209
72.727
2565.23
2889.32
2100
3000
SMU
16
3431.25
270.108
67.527
3287.32
3575.18
3000
4000
PT
13
3761.54
386.304
107.141
3528.10
3994.98
3000
4100
Total
50
3170.00
584.232
82.623
3003.96
3336.04
2100
4100
df1
3
df2
46
Sig.
.071
ANOVA
berat badan bayi
Sum of
Between Groups
Within Groups
Total
Squares
12697038
Mean
df
Square
3 4232345.862
4027962
46
16725000
49
F
48.334
Sig.
.000
87564.400
43
(J)
pendidikan
formal ibu
menyusui
Mean
Difference
(I-J)
SD
SMP
SMU
PT
SD
SMU
PT
SD
SMP
PT
SD
SMP
SMU
-257.273
-961.250*
-1291.538*
257.273
-703.977*
-1034.266*
961.250*
-703.977*
-330.288*
1291.538*
1034.266*
330.288*
SMP
SMU
PT
129.294
119.286
124.468
129.294
115.902
121.228
119.286
115.902
110.492
124.468
121.228
110.492
Sig.
.315
.000
.000
.315
.000
.000
.000
.000
.027
.000
.000
.027
Lower Bound
Upper Bound
-613.76
-1290.14
-1634.72
-99.21
-1023.54
-1368.51
632.36
384.42
-634.93
948.36
700.02
25.64
99.21
-632.36
-948.36
613.76
-384.42
-700.02
1290.14
1023.54
-25.64
1634.72
1368.51
634.93
Dari print out ini diperoleh rata-rata berat bayi dan standar deviasi masing-masing
kelompok. Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0
gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP ratarata berat bayinya adalah 2727,2 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada
mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan
standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat
bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.
Pada hasil di atas nilai p uji ANOVA dapat diketahui pada kolom F dan Sig,
terlihat p=0,000 (kalau desimalnya 0, maka penulisannnya menjadi p=0,0005), berarti
pada alpha 5%, dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang
pendidikan.
Pada Box paling bawah terlihat hasil dari uji Multiple Comparisons Bonferroni yang
berguna untuk menelusuri lebih lanjut kelompok mana saja yang berhubungan
signifikan. Untuk mengetahui kelompok yang signifikan dapat terlihat dari kolom Sig.
Ternyata kelompok signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD dengan
PT, SMP dengan SMU, SMP dengan PT dan SMU dengan PT.
44
Mean
SD
95% CI
P value
0,0005
- SD
2470,0
249,6
2291,4 2648,6
- SMP
2727,2
241,2
3565,2 2889,3
- SMU
3431,2
270,1
3287,3 3575,1
- PT
3761,5
386,3
3528,1 3994,9
Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram
dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata
berat bayinya adalah 2727,20 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka
yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar
deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya
adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.
Hasil uji statistik didapat niali p=0,0005, berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada
perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Analisis lebih lanjut
membuktikan bahwa kelompok yang berbeda signifikan adalah tingkat pendidikan SD
dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU,SMP dengan PT dan SMU dengan
PT.
45
ANALISIS HUBUNGAN
KATAGORIK DENGAN KATAGORIK
UJI KAI KUADRAT
Seringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang tidak dapat dinyatakan
dalam bentuk angka-angka pengukuran (data numerik). Sebaliknya justru yang kita
jumpai adalah data hasil dari menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasikan
atas beberapa katagori. Data seperti ini disebut data katagorik (kualitatif), misalnya
jenis kelamin yang mempunyai katagori: laki-laki dan perempuan; status merokok
yang mempunyai katagori; perokok berat, perokok ringan dan tidak merokok. Dalam
penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan variabel
katagorik dengan variabel katagorik. Analisis ii bertujuan untuk menguji perbedaan
proporsi dua atau lebih kelompok sampel. Uji statistik yang digunakan untuk
menjawab kasus tersbut adalah UJI KAI KUADRAT (CHI SQUARE).
Misalnya ingin diketahui hubungan jenis pekerjaan dengan perilaku menyusui
ibu, apakah ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu yang
bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dari contoh terlihat bahwa variabel jenis
pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) merupakan variabel katagorik, dan variabel perilaku
menyusui (eksklusif/non eksklusif) juga merupakan variabel katagorik.
Sebelum berlanjut lebih dalam tentang kai kuadrat terlebih dahulu kita
pahami dengan benar apa itu variabel katagorik. Suatu variabel disebut katagorik
bila isi variabel tersebut terbentuk dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya
variabel sex, jenis pekerjaan, golongan darah, pendidikan. Di lain pihak variabel
numerik (misalnya berat badan, umur dll) dapat masuk/dapat menjadi variabel
katagorik bila variabel tersebut sudah mengalami pengelompokan. Misalkan kita
ambil satu contoh variabel berat badan, berat badan bila nilainyamasih riil (50 kg, 63
kg dst) maka masih termasuk variabel numerik, namun bila sudah dilakukan
pengelompokan menjadi (<50 kg (kurus), 50-60 kg (sedang) dan > 60 (gemuk) maka
variabel tersebut sudah berjenis katagorik.
46
1.
b.
2.
df = (k-1)(n-1)
ket :
O = nilai observasi
E = nilai ekspektasi (harapan)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam
bentuk tabel silang:
47
Variabel 1
Variabel 2
Jumlah
Tinggi
Rendah
Ya
a
b
a+b
Tidak
c
d
c+d
Jumlah
a+c
b+d
n
a, b, c, d merupakan nilai observasi, sedangkan niali ekspektasi (harapan) masingmasing sel dicari dengan rumus:
Total barisnya X total kolomnya
E=
Jumlah keseluruhan data
X =
(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
Uji kai kuadrat sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar.
Sedangkan khusus untuk tabel 2 x 2 (df-nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai
kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate Corrected atau Yates Correction). Formula kai
kuadrat Yates Correction adalah sbb:
(|O E| - 0,5)2
X2 =
E
Atau
N {|ad-bc|2 (N/2)]2
X2 =
(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)
3.
48
Seperti kita ketahui, uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/ekspektasi (E)
dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat kecil,
penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan kai
kuadrat harus memperhatikan keterbatasanketerbatasan uji ini. Adapun keterbatasan
uji kai kuadrat adalah sbb:
a.
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1.
b.
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5,
lebih dari 20% dari jumlah sel.
Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat, peneliti harus
Pengkodean Variabel :
49
Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR dan RR harus hati hati
jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi
antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen,
kelompok yang berisiko/expose diberi kode tinggi (kode 1) dan kode rendah (kode
0)untuk kelompok yang tidak berisiko/non expose. Pada variabel dependennya,
kode tinggi (kode 1) untuk kelompok kasus atau kelompok yang menjadi fokus
pembahasan penelitian dan kode rendah (kode 0) untuk kelompok non kasus atau
yang bukan menjadi fokus penelitian. Sebagai contoh data di atas pengkodeannya
adalah sbb: Ibu tidak bekerja diberi kode 1 dan bekerja kode 0 dan ibu yang menyusui
secara eksklusif diberi kode 1 dan non eksklusif diberi kode 0. Sebetulnya bisa juga
kodenya dibalik, tapi harus
konsisten, misalnya kodenya: tidak bekerja =0, bekerja =1 dan eksklusive =0, tdk
eksklusive =1.
Tabel
Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Pengetahuan
Pendidikan
SD
SMP
SMU
PT
Jumlah
Rendah
Total
Tinggi
N
25
%
50,0
n
25
%
50,0
n
50
%
34,4
16
10
40,0
33,3
24
20
60,0
66,7
40
30
27,6
5
56
20,0
38,7
20
89
80,0
61,3
25
145
17,3
100,0
20,7
Pembuatan persentase pada analisis tabel silang harus diperhatikan agar tidak
salah dalam menginterpretasi. Pada jenis penelitian survei/Cross sectional atau
Kohort, pembuatan persentasenya berdasarkan nilai variabel independen. Contoh di
atas jenis penelitiannya Cross Sectional, variabel pendidikan sebagai variabel
independen dan pengetahuan sebagai variabel dependen. Dapat dilihat di tabel
persentasenya berdasarkan masing-masing kelompok tingkat pendidikan (persentase
baris). Contoh di atas dapat di interpretasikan sbb:
Dari 50 pasien yang berpendidikan SD, ada sebanyak 25 (50,0%) pasien
mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP, ada
sebanyak 24 (60,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan
50
SMU ada sebanyak 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang
berpendidikan PT, ada sebanyak 20 (80,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari data ini
terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin
tinggi tingkat pengetahuannya.
Pada penelitian yang berjenis kasus kontrol (Case Control) pembuatan persentasenya
berdasarkan variabel dependennya, misalkan terlihat pada tabel berikut:
Tabel
Distribusi Responden Menurut Kasus kanker paru dan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kanker Paru
Kasus
Kontrol
N
%
n
75
75,0
30
%
30,0
n
105
%
52,5
25
100
70,0
50,0
95
200
47,5
100,0
25,0
50,0
70
100
Total
Interpretasinya:
Dari mereka yang menderita kanker paru, ada sebanyak 75 (75%) responden berjenis
kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok yang tidak menderita kanker paru, ada
sebanyak (30%) responden yang berjenis kelamin laki-laki.
51
KASUS :
UJI KAI KUADRAT
Suatu penelitian ingin mengetahui hubngan pekerjaan dengan perilaku menyusui.
Variabel pekerjaan berisi dua nilai yaitu tidak bekerja dan bekerja, dan variabel
menyusui berisi dua nilai yaitu eksklusif dan non eksklusif. Untuk mengerjakan soal
ini gunakan data Susu. SAV.
Adapun prosedur di SPSS sbb:
1.
2.
Dari menu SPSS, klik Analyze, kemudian pilih Descriptive statistic, lalu
pilih Crosstab, sesaat akan muncul menu Crosstabs
3.
Dari menu crosstab, ada dua kotak yang harus diisi, pada kotak Row(s) diisi
variabel independen (variabel bebas), dalam contoh ini variabel pekerjaan masuk
ke kotak Row(s).
4.
pada kotak Column(s) diisi variabel dependennya, dalam contoh ini variabel
perilaku menyusui masuk ke kotak Column(s).
5.
Klik option Statistics.., klik pilihan Chi Square dan klik pilihan Risk
52
6.
Klik Continue
7.
8.
Klik Continue
9.
53
Crosstabs
status pekerjaan ibu * status menyusui asi Crosstabulation
status menyusui asi
Total
status pekerjaan
ibu
KERJA
tidak kerja
Total
Count
%
within
status
pekerjaan
ibu
Count
%
within
status
pekerjaan
ibu
Count
%
within
status
pekerjaan
ibu
tdk
EKSKLUSIVE
17
EKSKLUSIVE
8
25
68.0%
32.0%
100.0%
18
25
28.0%
72.0%
100.0%
24
26
50
48.0%
52.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
8.013b
6.490
8.244
7.853
1
1
1
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.005
.011
.004
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.010
.005
.005
50
a.
b.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
12. 00.
54
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Value
Odds Ratio for status
pekerjaan ibu (TIDAK
KERJA / KERJA)
For cohort status
menyusui asi = YA
EKSKLUSIVE
For cohort status
menyusui asi =
TIDAK EKSKLUS
N of Valid Cases
5.464
1.627
18.357
2.250
1.209
4.189
.412
.208
.816
50
Pada hasil di atas tertampil tabel silang antara pekerjaan dengan pola
menyusui, dengan angka di masing-masing selnya. Angka yang paling atas adalah
jumlah kasus masing-masing sel, angka kedua adalah persentase menurut baris (data
yang kita analisis ASI.SAV, berasal dari penelitian Cross Sectional sehingga persen
yang ditampilkan adalah persentase baris, namun bila jenis penelitiannya Case
Control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom.
Dari analisis data di atas maka interpretasinya:
Ada sebanyak 18 (72,0%) ibu yang tidak bekerja menyusui bayi secara
eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang bekerja, ada 8 (32,0%) yang menyusui secara
eksklusif. Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada kotak Chi Square Test. Dari print
out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan,
Angka yang mana yang kita pakai?, apakah Pearson, Continuity Correction,
Likelihood atau Fisher?
Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sbb:
a.
Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah Fishers Exact Test
b.
Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai sebaiknya
Continuity Correction (a)
c.
d.
55
bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variable
katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah
kotak Chi-Square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0 %) berarti pada tabel
silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5
Dengan demikian kita menggunakan uji Chi Square yang sudah dilakukan
koreksi (Continuity Correction) dengan p value dapat dilihat pada kolom Asymp.
Sig dan terlihat p valuenya = 0,011. berarti kesimpulannya ada perbedaan perilaku
menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status pekerjaan dengan perilaku
menyusui eksklusif.
Uji Chi square hanya dapat digunakan untuk mengetahuiada/tidaknya
hubungan dua variabel,
56
Menyusui
Tdk Eksklusif
Eksklusif
Total
Bekerja
n
17
%
68,0
n
8
%
32,0
n
25
%
100
Tdk Bekerja
Jumlah
7
26
28,0
52,0
18
24
72,0
48,0
25
50
100
100
OR
(95% CI)
value
5,464
0,011
1,6 18,3
Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif
diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (32%) ibu yang bekerja menyusui bayi secara
eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 18 (72,0%) yang menyusui
secara eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,011 maka dapat disimpulkan
ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu tidak bekerja dengan
ibu yang bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku
menyusui). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=5,464, artinya ibu tidak
bekerja mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibanding ibu yang
bekerja.
57
ANALISIS HUBUNGAN
NUMERIK DENGAN NUMERIK
UJI KORELASI DAN REGRESI LINIER SEDERHANA
Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antara dua
variabel yang berjenis numerik, misalnya huubungan berat badan dengan tekanan
darah, hubungan umur dengan kadar Hb, dsb. Hubungan antara dua variabel numerik
dapat dihasilkan dua jenis, yaitu derajat/keeratan hubungan, digunakan korelasi.
Sedangkan bila ingin mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel digunakan
analisis regresi linier.
1.
Korelasi
Korelasi di samping dapat untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan,
korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Misalnya,
apakah huubungan berat badan dan tekanan darah mempunyai derajat yang kuat atau
lemah, dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif.
Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variabel dapat dilihat dari
diagram tebar/pencar (Scatter Plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan
titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y). Pada umumnya dalam
grafik, variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variabel
dependen (Y) pada garis vertikal.
Dari diagram tebar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan antara
dua variabel X dan Y. selain memberi informasi pola hubungan dari kedua variabel
diagram tebar juga dapat menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel
tersebut.
58
Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d. 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya antara 1
s.d. +1.
r = 0 tidak ada hubungan linier
r = -1 hubungan linier negatif sempurna
r = +1 hubungan linier positif sempurna
Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan
positif terjadi bila kenaikan satu diikuti kenaikan variabel yang lain, misalnya
semakin bertambah berat badannya (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan
darahnya. Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel
diikuti penurunan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah umur (semakin
tua) semakin rendah kadar Hb-nya.
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam
4 area, yaitu:
r = 0,00 0,25 tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0,00 0,25 hubungan sedang
r = 0,00 0,25 hubungan kuat
r = 0,00 0,25 hubungan sangat kuat / sempurna
59
Uji Hipotesis
Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama untuk
menjelaskan derajat hubungan derajat hubungan linier anatara dua variabel.
Selanjutnya perlu dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan antara
dua variabelteradi secara signifikan atau hanya karena faktor kebetulan dari random
sample (by chance). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama:
membandingkan nilai r hitung dengan r tabel, kedua: menggunakan pengujian dengan
pendekatan distribusi t. Pada modul ini kita gunakan pendekatan distribusi t, dengan
formula:
n2
t=r
df = n 2
1 r2
n = jumlah sampel
2.
digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel, yaitu dengan analisis
regresi.
Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan
untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel. Tujuan analisis
regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel (variabel
dependen) melalui variabel yang lain (variabel independen).
Sebagai contoh kita ingin menghuubungkan dua variabel numerik berat badan
dan tekanan darah. Dalam kasus ini berarti berat badan sebagai variabel independen
dan tekanan darah sebagai variabel dependen, sehingga dengan regresi kita dapat
memperkirakan besarnya nilai tekanan darah bila diketahui data berat badan.
Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh
dengan berbagai cara/metode. Salah satu cara yang sering digunakan oleh peneliti
adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Metode least
square merupakan suatu metode pembuatan garis regresi dengan cara meminimalkan
jumlah kuadrat jarak antara nilai Y yang teramati dan Y yang diramalkan oleh garis
regresi itu. Secara matematis persamaan garis sbb:
Y = a + bx
60
b=
2
X (X) /n
61
Y2 - aY - bXY
n-2
62
KASUS :
KORELASI DAN REGRESI
Sebagai contoh kita akan melakukan analisis korelasi dan regresi
menggunakan data ASI.SAV dengan mengambil variabel yang bersifat numerik
yaitu umur dengan kadar Hb (diambil Hb pengukuran pertama: Hb1).
A.
Korelasi
2.
3.
Sorot variabel Umur dan Hb1, lalu masukkan ke kotak sebelah kanan
variables.
4.
Correlations
Correlations
berat
badan ibu
berat badan ibu
berat badan bayi
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
50
.684**
.000
50
berat
badan bayi
.684**
.000
50
1
50
63
berat badan ibu dan berat badan bayi dari data ASI.SAV. dalam analisis regresi kita
harus menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Dalam kasus ini
berarti berat badan ibu sebagai variabel independen dan berat badan bayi sebagai
variabel dependen. Adapun caranya:
1.
Pastikan tampilan berada pada data editor ASI.SAV, jika belum aktifkan data
tersebut.
2.
3.
Pada tampilan di atas ada beberpa kotak yang harus diisi. Pada kotak
Dependen isikan variabel yang kita perlakukan sebagai dependen (dalam contoh
ini berarti berat badan bayi) dan pada kotak Independent isikan variabel
independennya (dalam contoh ini berarti berat badan ibu), caranya
4.
5.
64
6.
Regression
Model Summary
Model
R Square
Adjusted
R Square
1
.684a
.468
.456
a. Predictors: (Constant), berat badan ibu
Std. Error of
the Estimate
430.715
ANOVAb
Model
1
Sum of
Regression
Residual
df
Mean
Squares
7820262
8904738
Square
1 7820261.965
F
42.154
Sig.
.000a
48 185515.376
a.
Total
16725000
49
Predictors: (Constant), berat badan ibu
b.
Coefficientsa
65
Unstandardized
Coefficients
Model
B
Std. Error
1
(Constant)
657.929
391.676
berat badan ibu
44.383
6.836
a. Dependent Variable: berat badan bayi
Standardized
Coefficients
Beta
.684
Sig.
1.680
6.493
.099
.000
Dari hasil di atas dapat diinterpretasikan dengan mengkaji nilai-nilai yang penting
dalam regresi linier diantaranya: koefisien determinasi, persamaan garis dan p value.
Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R Square (anda dapat lihat pada
tabel Model Summary) yaitu besarnya 0,468 artinya, persamaan garis regresi yang
kita peroleh dapat menerangkan 46,8% variasi berat badan bayi atau persamaan garis
yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Selanjutnya
pada tabel ANOVAb, diperoleh nilai p (di kolom Sig) sebesar 0,0005, berarti pada
alpha 5% kita dapat menyimpulkan bahwa regresi sederhana cocok (fit) dengan data
yang ada persamaan garis regresi dapat dilihat pada tabel Coefficient a yaitu pada
kolom B. Dari hasil diatas didapat nilai konstant (nilai ini merupakan nilai intercept
atau nilai a) sebesar 657,93 dan nilai b = 44,38, sehingga persamaan regresinya:
Y = a + bX
Berat badan bayi = 657,93 + 44,38(berat badan ibu)
Dengan persamaan tersebut, berat badan bayi dapat diperkirakan jika kita tahu nilai
berat badan ibu. Uji uji statistik untuk koefisien regresi dapat dilihat pada kolom Sig
T, dan menghasilkan nilai p=0,0005. Jadi pada alpha 5% kita menolak hipotesis nol,
berarti ada hubngan linier antara berat badan ibu dengan berat badan bayi. Dari nilai
b=44,38 berarti bahwa variabel berat badan bayi akan bertambah sebesar 44,38 gr bila
berat badan ibu bertambah setiap satu kilogram.
R
0,684
R2
0,468
Persamaan garis
bbayi =657,93 + 44,38
P value
*bbibu 0,0005
66
Hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan kuat
(r=0,684) dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badan ibu semakin
besar berat badan bayinya. Nilai koefisien dengan determinasi 0,468 artinya,
persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8,6% variasi berat
badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan
variabel berat badan bayi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan
antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p=0,005).
Langkahnya:
1.
2.
3.
4.
5.
Klik OK
6.
67
7.
8.
klikChart
9.
68