Anda di halaman 1dari 30

TINJAUAN UMUM

A. BRONKOPNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia
(pneumonia lobularis) merupakan jenis pneumonia yang berlokasi di bronkiolus
dan sekitar alveoli. Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita.
Pembagian pneumonia berdasarkan anatomi: (1,2)
1.Pneumonia Lobaris
2.Pneumonia Lobularis(bronkopneumonia)
3.Pneumonia Interstitialis
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Pembagian pneumonia berdasarkan etiologi:
1. Bakteri
Streptococcus

pneumonia(pneumococcus),

Hemophillus

influenza,

Streptococcus hemolyticus, Klebsiella pneumonia(Bacillus Friedlander)


2. Virus
Respiratory syncitial virus, virus influenza, Adenovirus, Virus sitomegalik
3. Mycoplasma pneumonia.
4. Jamur
1

Histoplasmosis capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces


dermatides, Coccidiodes immitis dan Candida albicans
5. Aspirasi
Makanan, karosen(bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Anak dengan daya tahan tubuh terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein, penyakit
kronis, faktor iatrogenik seperti trauma pada paru, anesthesia, aspirasi,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.(1)
EPIDEMIOLOGI
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa >80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 1, 6, 9 dan14.Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia <4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
Bronkopneumonia lebih sering diderita oleh bayi dan anak kecil, sedangkan
pneumonia lobaris lebih sering pada orang dewasa.
Kematian akibat pneumonia dilaporkan 4 juta dari 13 juta kematian pada
balita, 65% pada bayi dan 20-30% terjadi pada usia kurang dari 2 bulan.(1)
PATOGENESIS
Pneumonia merupakan penyakit sekunder yang didahului oleh penyakit
primer. Penyakit primer biasanya adalah infeksi saluran nafas atas dan dapat juga
akibat infeksi virus lain seperti morbili atau penyakit yang menyebabkan daya
tahan tubuh lemah.
2

Di negara berkembang penyebab pneumonia utama adalah bakteri


(Indonesia berkisar60-70%). Bakteri patogen tersebut masuk ke dalam paru-paru
melalui saluran pernafasan secara percikan (droplet). Bila pada saat itu daya tahan
tubuh rendah atau patogenitas kumannya cukup tinggi maka akan menimbulkan
reaksi peradangan pada alveoli.
Secara patologi proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium,
antara lain:
-

Stadium Kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag.

Stadium Hepatisasi Merah


Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, warana menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveoli terdapat fibrin, leukosit, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

Stadium Hepatisasi Abu-Abu


Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura menjadi suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler
tidak lagi kongestif.

Stadium Resolusi
Eksudat berkurang, dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin direabsorbsi dan
menghilang.(1)
3

GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dyspneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium awal sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung serta
sianosis sekitar mulut dan hidung harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah
yang terkena. Pada inspeksi thorak dalam keadaan berat dapat terlihat adanya
retraksi dinding dada, sedangkan pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan
namun dapat juga terdengar redup. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar
ronkhi basah halus nyaring atau sedang.. Bila sarang bronkopneumonia menjadi
satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar redup dan pada auskultasi suara
pernafasan terdengar mengeras.(1,2)
Kriteria nafas cepat:
-

>60 x / menit : bayi-<2 bulan

>50 x / menit : 2 bulan-1 tahun

>40 x / menit : 1-5 tahun

>30 x / menit : anak > 5 tahun

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, terutama bila disebabkan oleh
bakteri, dengan hitung jenis pergeseran ke kiri dan laju endap darah yang
meningkat.(1,2,3)
Pemeriksaan rontgen foto thoraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum ditemukan secara
fisik. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus.(1,2)
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
-

Bronkhitis

Pneumonia Lobaris

Tuberculosis paru.(1)

KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.
Komplikasi yang sering terjadi adalah otitis media akut, dehidrasi, emphiema,
meningitis purulenta, infeksi jamur dan abses paru.(1)
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai dengan 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
PENATALAKSANAAN
Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan cairan intravena dan
oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran glukosa 5% dan NaCl 0.9
5

% dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml infus. Cairan


diberikan berdasarkan Water Loss Maintenance (kebutuhan cairan rumatan).
Antibiotik

diberikan

penicillin

50.000

U/kgBB/hari

atau

ampicillin

100mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis dan ditambah dengan khloramfenikol 50-75


mg/kgBB/hari. Pengobatan minimal 7-10 hari atau sampai 4-5 hari bebas demam.
Dapat juga diberikan cefotaxim 100mg/kgBB/hari atau amikasin 10-15
mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian. Pneumonia yang tidak berat tidak perlu
dirawat di rumah sakit. Antibiotik sebaiknya diberikan berdasarkan etiologi dan
uji resistensi.(1,2,3)
B. ASMA
Definisi
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma didefinisikan sebagai
gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil dan sel limfosit T. Pedoman Nasional Asma anak
menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk definisi operasional yaitu
wheezing dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam dan dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus, diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien atau keluarganya, sedangkan sebab sebab lain
sudah disingkirkan.
Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, 30% penderita bergejala pada umur
1 tahun, sedang 80 90% anak asma mempunyai gejala pertamanya sebelum
6

umur 4-5 tahun. Prevalensi dan mortalitas asma meningkat selama 2 dekade
terakhir. Penyebab kenaikan prevalensi ini tidak diketahui, tetapi beberapa faktor
yang dihubungkan dengan timbulnya asma adalah kemiskinan, ras kulit hitam,
umur ibu kurang dari 20 tahun saat melahirkan, berat badan lahir kurang dari 2500
gram, ibu merokok (lebih dari setengah bungkus sehari), dan paparan alergen
masa bayi kuat (alergen tungau debu rumah). Sensitisasi terhadap alergen hirupan
dapat terjadi pada masa bayi, tetapi sensitisasi semakin bertambah sering seiring
setelah umur 2 tahun dan dapat ditunjukkan dari banyaknya anak setelah umur 4
tahun yang mengalami serangan asma.
Faktor resiko kematian kematian asma adalah meremehkan asma berat,
menunda

pelaksanaan

bronkodilator

dan

pengobatan

kortikosteroid,

yang
stres

tepat,

kurangnya

psikososial

yang

penggunaan
menyebabkan

bertambahnya penyumbatan jalan nafas, sedasi, serta pemaparan berlebihan


terhadap alergen.
Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama
adalah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus).
Adanya hubungan yang erat antara asma anak dan kejadian alergi menunjukkan
bahwa faktor lingkungan mempengaruhi berkembangnya sistem imunologi kearah
fenotip asma pada individu yang rentan.
Patofisiologi
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh
bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan
deskuamasi sel sel epitel serta sel radang. Inflamasi saluran respiratirik yang
7

ditemukan pada penderita asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan
ini. Alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma menghasilkan
IgE yang selanjutnya menempel pada dinding reseptor sel mast. Sel ini disebut
dengan sel mast yang tersensitisasi. Bila alergen serupa masuk ke dalam tubuh,
alergen tersebut akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi yang kemudian
mengalami degranulasi dan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin,
leukotrin, pengaktivasi platelet, bradikinin, dan lain lain. Mediator ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema,
peningnkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos secara langsung atau
melalui persarafan simpatis. Sejalan dengan proses inflamasi kronis, perlukaan
epitel bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan
perubahan struktural fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang
dikenal dengnan istilah remodelling.
Manifestasi klinis
Timbulnya eksaserbasi asma dapat secara akut atau diam diam. Episose
akut paling sering disebabkan oleh pemaparan terhadap iritan seperti udara dingin,
atau pemaparan terhadap alergen. Eksaserbasi dipercepat oleh infeksi saluran
pernafasan yang timbulnya lebih lambat, dengan frekuensi dan keparahan batuk
dan mengi yang sedikit demi sedikit bertambah selama beberapa hari. Karena
pembukaan jalan nafas mengurang pada malam hari, banyak anak yang menderita
asma akut pada saat ini. Tanda tanda dan gejala asma adalah batuk yang
kedengarannya lengket dan batuk yang nonproduktif pada awal perjalanan
serangan, mengi, takipnea, dan dispnea dengan ekspirasi panjang serta
menggunakan otot otot bantu pernafasan , sianosis, hiperinflasi dada, takikardi
8

dan pulsus paradoksus, yang mungkin ditemui dalam berbagai tingkat, tergantung
pada keparahan penyakit. Dapat terjadi batuk tanpa mengi, mengi tanpa batuk,
dan dapat juga ditemui takipnea tanpa mengi. Batuk sangat mungkin disebabkan
oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan
terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu satunya gejala
asma yang ditemukan.
Diagnosis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam
hari, atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma sehingga diagnosis
pada umumnya mudah dibuat. Batuk malam yang menetap dan yang tidak
berhasil diobati dengan obat batuk yang biasa dan kemudian cepat menghilang
setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma. Asma
dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak tanpa riwayat mengi, dan
penyumbatan jalan nafas yang relatif ringan.
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil,
khususnya dibawah 3 tahun, respon yang baik terhadap obat bronkodilatordan
steroid sistemik (5 hari) dan dengan menyingkirkan penyakit lain diagnosis asma
menjadi lebih definitif. Untuk anak yang lebih besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal
paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow
meter atau yang lebihlengkap dengan spirometer.
Klasifikasi
Pedoman Nasional Asma Anak membagi asma anak menjadi 3 derajat
penyakit, seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan
faal paru
1.

Asma episodik
jarang

Frekuensi
serangan
lama serangan

2.
3.

< 1x / bulan
< 1x / minggu

Intensitas
serangan
Di
antara
serangan

4.
5.

Tidur
dan
aktivitas

6.

Pemeriksan fisis
di luar serangan
7.
Obat pengendali
(anti inflamasi)
8.
Uji faal paru (di
luar serangan)

Asma episodik
sering

Asma persisten

> 1x / bulan
> 1x / minggu

Sering
Hampir sepanjang
tahun
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Tanpa gejala
Sering
ada Gejala siang dan
gejala
malam
Tidak terganggu
Sangat terganggu
Sering
Normal
terganggu
Tidak
pernah
normal
Tidak perlu
Mungkin
Perlu
terganggu
PEF / FEV > Perlu
PEF / FEV < 60%
80%
Variabilitas 20
PEF / FEV 60 - 30%
80%
Variabilitas
> Variabilitas
> Variabilitas > 50%
15%
30%

9.

Variabilitas faal
paru (bila ada serangan
Berdasarkan berat ringannya serangan, asma dapat diklasifikasikan seperti
tabel berikut:
Gejala dan tanda
Sesak
Posisi
Bicara
Kesadaran
Sianosis
Wheezing

Ringan

Sedang

Berat

Berbicara
Istirahat
Lebih suka Duduk
duduk
bertopang
lengan
Kalimat
Penggal
Kata - kata
kalimat
Mungkin
Biasanya
Biasanya
irritable
irritable
irritable
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Sedang,
Nyaring,
Sangat
sering hanya sepanjang
nyaring,
pada akhir ekspirasi dan terdengar
ekspirasi
inspirasi
tanpa
steteskop

Ancaman henti
nafas

Berjalan
Bisa
berbaring

10

Kebingungan
Nyata
Sulit / tidak
terdengar

Penggunaan
bantu nafas

otot Biasanya
tidak

Retraksi

Dangkal,
retraksi
interkostal

Frekuensi nafas
Frekuensi nadi
Puklsus
paradoksus

Takipnu
Normal
Tidak ada
< 10 mmHg

APE
- prabronkodilator
- pascabronkodilator
SaO2
PaO2
PaCO2

>60%
> 80%
> 95%
Normal
<45 mmHg

Biasanya ya

ya

Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Takipnu
Takikardi
Ada
10
20
mmHg

Dalam,
ditambah
nafas cuping
hidung
Takipnu
Takikardi
Ada
> 20 mmHg

40 60%
60 80%
91 95%
> 60 mmHg
<45 mmHg

< 40%
< 60%
90%
<60 mmHg
> 45 mmHg

Gerakan
paradok
torakoabdominal
Dangkal /
hilang
Bradipnu
Bradikardi
Tidak ada,
tanda
kelelahan otot
respiratorik

Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya tumbuh kembang anak sacara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang
ingin dicapai adalah:
1. pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan
berolahraga
2. sesedikit mungkin angka absensi di sekolah
3. gejala tidak timbul siang ataupun malam hari
4. uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
5. kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
6. efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

11

Terapi asma mencakup konsep dasar penghindaran alergen, peningkatan


bronkodilatasi, dan mengurangi peradangan akibat mediator. Obat obat sistemik
atau hirupan topikal digunakan tergantung pada keparahan episode.
Obat asma dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma jika timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah
tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Obat pengendali
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik.
Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam waktu yang relatif
lama, tergantung derajat penyakit dan responnya terhadap pengobatan /
penanggulangan.
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa
bronkodilator -agonis kerja pendek atau golongan santin kerja cepat bila perlu
saja, yaitu bila ada gejala/serangan. Pada asma episodik sering, jika penggunaan
-agonis hirupan sudah lebih dari 3 kali permingngu, atau serangan sedang / berat
terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan obat anti inflamasi
sebagai pengendali sudah terindikasi.
Prognosis
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar
asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma
episodik jarang sudah menghilang pada umur 10 14 tahun dan hanya 15% yang
menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Adanya asma pada orang tua dan
dermatitis atopik pada anak dengan wheezing merupakan salah satu indikator
penting untuk terjadinya asma di kemudian hari. Apabila terdapat kedua hal
12

tersebut maka kemungkinan menjadi asma menjadi lebih besar atau terdapat salah
satu di atas disertai dengan 2 dari 3 keadaan berikut yaitu eosinofilia, rinitis
alergika, dan wheezing yang menetap pada keadaan bukan flu.
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: N

Umur

: 3 tahun

Jenis Kelamin : perempuan


Alamat

: Ambacang Kuranji

ANAMNESIS (alloanamnesis diberikan oleh ibu kandung)


Seorang pasien perempuan berumur 3 tahun dirawat di instalasi rawat inap
anak RS. Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 8 April 2008 jam 18.00 WIB dengan
Keluhan Utama
Sesak nafas yang makin bertambah sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
-

Batuk sejak 6 hari yang lalu, berdahak, warna kekuningan.

Demam sejak 5 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus, tidak
menggigil, tidak kejang.

Sesak nafas sejak 5 hari yang lalu, berbunyi menciut, dipengaruhi oleh
makanan dan cuaca. Sesak bertambah sejak 2 hari ini.

Mual dan muntah tidak ada.

Riwayat alergi makanan tidak ada


13

BAK jumlah dan warna biasa

BAB warna dan konsistensi biasa

Pasien telah dibawa berobat ke bidan, namun tidak ada perbaikan lalu dibawa
ke poliklinik RS DR M Djamil dan dikirim ke instalasi rawat inap anak

Di kamar terima telah dilakukan nebulisasi dengan ventolin resp sebanyak


2x dengan jarak 20 menit. Retraksi dinding dada dan wheezing berkurang tapi
nafas masih cepat, dengan kesan respons parsial.

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien telah dikenal menderita asma sejak 2 tahun yang lalu. Frekuensi <1x
dalam sebulan, lama serangan <1 minggu, diantara serangan tidak ada gejala,
tidur dan aktivitas tidak terganggu dan tidak pernah makan obat pengendali.
Serangan muncul terutama setelah makan makanan ringan.

Riwayat pengobatan TB paru selama 6 bulan (Juli 2007-Januari 2008)

Riwayat Penyakit Keluarga


Saudara kembar, ibu kandung, kakek dan nenek pasien menderita asma
Riwayat Kehamilan Ibu
Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol teratur ke
bidan, tidak pernah mendapat penyinaran dan minum obat-obatan, mendapat
suntik TT 2 kali, hamil cukup bulan.
Riwayat Persalinan
Lahir spontan, ditolong oleh bidan, saat lahir langsung menangis kuat,
berat badan lahir 1600gram, panjang badan 46 cm.
Riwayat Makanan Dan Minuman
Bayi

: ASI

: dari lahir sampai 1 tahun


14

PASI
Anak

: mulai umur 4 bulan

: makanan utama nasi 3 kali sehari - 1 piring dengan lauk pauk ikan

3x seminggu, telur 3x seminggu dan sayur setiap hari.


Kesan makanan dan minuman : kualitas dan kuantitas kurang
Riwayat Imunisasi
- BCG

: 1 bulan, scar (+)

- Hepatitis B : 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan


- Polio

: 2,4,6 bulan

- DTP

: 2,4,6 bulan

- Campak : 9 bulan
Kesan : imunisasi lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dengan ibu umur 27
tahun, pendidikan SLTA, pekerjaan ibu rumah tangga dan ayah umur 31 tahun,
pendidikan D3 kelautan, pekerjaan swasta, penghasilan + Rp 1.000.000/ bulan.
Riwayat Perumahan Dan Lingkungan
Tinggal di rumah permanen, pekarangan ada, sumber air minum dari
sumur. Jamban diluar rumah, sampah dibakar.
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan baik.
Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan
Perkembangan fisik

Perkembangan mental

Tertawa

: 2 bulan

Isap jempol

: (-)

Tengkurap

: 5 bulan

Apati

: (-)

Duduk

: 7 bulan

Mengompol

: (+)

15

Merangkak

: 8 bulan

Ketakutan

: (-)

Berdiri

: 11 bulan

Aktif sekali

: (-)

Berjalan

: 14 bulan

Bicara

: 14 bulan

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan fisik normal


PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan umum

: sakit berat

Kesadaran

:sadar

Tekanan darah

: 90/60mmHg

Frekuensi nadi :106 x /menit

Frekuensi nafas

: 60 x / menit

Suhu

: 38 0 C

Sianosis

: (-)

Pucat

: (-)

Ikterik

: (-)

Berat Badan

: 11 kg

Tinggi badan : 90 cm

BB/U

: 78,6%

BB/TB

TB/U

: 95,7%

: 84,6%

Kesan : gizi kurang


Pemeriksaan Sistemik
Kulit

: teraba hangat, tidak pucat, tidak sianosis, tidak ikterik

Kepala

: bentuk bulat simetris, lingkar kepala 49cm (normosefal standar


Nellhaus), rambut hitam lebat, tidak mudah dicabut, ubun-ubun
besar sudah menutup.

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,


diameter 2 mm, reflek cahaya +/+

Telinga

: tidak ada kelainan


16

Hidung

: nafas cuping hidung (+).

Mulut

: sianosis sekitar mulut (-)

Tenggorok

: tonsil T2 T2, hiperemis.

Faring

: hiperemis.

Leher

kelenjar getah bening tidak membesar

Thorak
Paru
Inspeksi

: simetris, retraksi (+) di epigastrium, intercostaldan suprasternal.

Palpasi

: fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: bronkhial, ronkhi basah halus nyaring di basal kedua lapangan

paru, wheezing (+) di kedua lapangan paru


Jantung
Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: jantung dalam batas normal

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama reguler, bising (-).

Abdomen

: Inspeksi

: distensi tidak ada

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba, turgor baik

Perkusi

: tympani

Auskultasi : bising usus (+) normal


Punggung

: tak ada kelainan

Alat kelamin : tak ada kelainan


Ekstremitas

: akral hangat, sianosis (-)


17

Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah rutin

: Hb

Leukosit : 21400/mm3

: 10,1 gr/dl

DC : 0/1/2/65/25/7
Urine :

LED

: 10mm/jam

Warna

: kuning jernih

Protein

: (-)

Reduksi

: (-)

Bilirubin

: (-)

Sedimen

: Leukosit (3-4)

Urobilin

: (+)

Eritrosit (1-2)
Silinder (-)
Tinja

: Warna

: kuning

Eritrosit

: (-)

Konsistensi : lunak

Leukosit

: (-)

Darah

: (-)

Telur cacing

: (-)

Lendir

: (-)

DIAGNOSIS KERJA :
-

Bronkopneumonia.

Tonsilofaringitis akut

Asma serangan sedang episodik jarang

Gizi kurang

TERAPI
-

Oksigen 2 L/mnt

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

IVFD KaEn1B 935cc/24 jam =10 tts/mnt

Dexametason 5 mg bolus IV

makro

Dexametason 3x1,5 mg IV

Sementara puasa

Nebulisasi Combivent 1resp/2jam

Amoxicilin 3x 300 mg IV

ANJURAN PEMERIKSAAN
-

Analisa gas darah (AGD)

18

Elektrolit

Rontgen foto thorax AP

Kultur darah

Hasil AGD
pH

: 7,515

HCO3 : 14,9 mmol/L

pCO2 : 18,9mmHg

pO2

BE

Saturasi O2 : 92,8%

: -5,5 mmol/L

: 59,3 mmHg

Kesan : Alkalosis respiratorik, hipoksemia


Sikap : bersihkan jalan nafas, naikkan O2 3L/menit
Hasil pemeriksaan elektrolit
Na : 141mEq

Cl : 105 mEq

K : 3,6 mEq
Kesan : dalam batas normal
Hasil Ro foto : tampak gambaran infiltrat perihiler dan parakardial di kedua
lapangan paru, tampak kalsifikasi.
Kesan : sesuai gambaran BP, penyembuhan TB.
FOLLOW UP
Hari ke-1 (9 April 2008 pukul 06.00 WIB)
A/

demam (-), sesak nafas berkurang

PF/

KU

Kes

Nadi

TD

Nafas

Suhu

sedang

sadar

102x/mnt

90/60mmHg

42x/mnt

37,4o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: Nafas cuping hidung (+)


19

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium


berkurang.
Auskultasi : bronkhovesikuler, ronkhi basah halus
nyaring(+) di basal kedua lapangan paru,wheezing (-).

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Balance cairan (12 jam)


PO = -

urine = 250cc

PE = 500cc

IWL = 330cc

500cc

580cc

Balance = -80cc
Urine

= 1,75cc/kgBB/jam

Terapi
-

Oksigen 2 L/mnt

Dexamethasone 3x1,5 mg

IVFD KaEn1B 10tts/mnt(makro)

Nebulisasi Combivent1resp/4jam

Amoxicilin 3x 300 mg IV

Sementara puasa

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

Rencana : AGD ulang


Hasil AGD
pH

= 7,404

HCO3

= 13,6mmol/L

pCO2

= 22,3mmHg

pO2

= 67,7mmHg

BE

= -8,6mmol/L

Sat O2

= 92,8%

20

Kesan : Asidosis metabolik terkompensasi, hipoksemia


Pukul 07.00 WIB
A/

demam tidak ada, sesak nafas berkurang, batuk ada

PF/

KU

Kes

Nadi

TD

Nafas

Suhu

sedang

sadar

108x/mnt

90/60mmHg

40x/mnt

37,0o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: Nafas cuping hidung (+)

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium


Auskultasi: bronkhovesikuler, ronkhi(+), wheezing (-)
Ekspirium memanjang

Kesan

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

: perbaikan (+)

Terapi :
-

Oksigen 2 L/mnt

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

IVFD KaEn 1B 4 tts/mnt (makro)

Dexamethasone 3x1,5 mg IV

ML 1200 kkal

Ambroxol 3x5mg

Amoxicilin 3x 300 mg IV

Pukul 12.00 WIB


A/

demam tidak ada, sesak nafas berkurang, batuk ada


21

PF/

KU

Kes

Nadi

TD

Nafas

Suhu

sedang

sadar

100x/mnt

90/60mmHg

38x/mnt

37,0o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: Nafas cuping hidung (+)

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium (+)


Auskultasi: bronkovesikuler, ronkhi(+), wheezing (-)
Ekspirium memanjang

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

Kesan

: perbaikan (+)

Terapi

: dilanjutkan

Pukul 15.00 WIB


A/

demam tidak ada, sesak nafas ada, batuk ada

PF/

KU

Kes

Nadi

TD

Nafas

Suhu

sedang

sadar

110x/mnt

90/60mmHg

40x/mnt

37,2o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: Nafas cuping hidung (+)

22

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium (+)


Auskultasi: bronkhovesikuler, ronkhi(+), wheezing (-)
Ekspirium memanjang

Kesan

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

: masih sesak

Terapi :
-

Oksigen 2 L/mnt

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

IVFD KaEn1B 4 tts/mnt (makro)

Dexamethasone 3x1,5 mg

ML 1200 kkal

Ambroxol 3x5mg

Amoxicilin 3x 300 mg IV

Nebulisasi Combivent1resp/6jam

Hari ke-2 (10 April 2008)


Pukul 07.00 WIB
A/

demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, batuk ada

PF/

KU

Kes

Nadi

sedang

sadar

98x/mnt

TD
90/60mmHg

Nafas
30x/mnt

Suhu
37o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium (-)


Auskultasi : ronkhi (-),wheezing (-).

Jantung

: dalam batas normal


23

Kesan

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

: perbaikan

Balance cairan (24 jam)


PO = -

urine = 350cc

PE = 500cc

IWL = 220cc

500cc

570cc

Balance = -70cc
Urine

= 1,33cc/kgBB/jam

Terapi :
-

Amoxicilin 3x 300 mg IV

Ambroxol 3x5mg

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

Nebulisasi Combivent

Dexamethasone 3x1,5 mg

1resp/6jam

Rencana : pindah ke bagian akut.


Hari ke-3 (11 April 2008)
Pukul 07.00 WIB
A/

demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, batuk ada

PF/

KU

Kes

Nadi

sedang

sadar

98x/mnt

TD
90/60mmHg

Nafas

Suhu

28x/mnt

37,2o C

Kulit

: Sianosis (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru

: Inspeksi : gerakan simetris, retraksi epigastrium (-)


Auskultasi : ronkhi (-),wheezing (-).
24

Kesan

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: distensi tidak ada

Ekstremitas

: akral hangat, perfusi baik

: perbaikan

Terapi :
-

Amoxicilin 3x 300 mg IV

Kloramfenikol 4 x 200 mg IV

Dexamethasone 3x1,5 mg

Ambroxol 3x5mg

25

DISKUSI

Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien anak perempuan berumur 3 tahun,
dengan diagnosis kerja bronkopneumonia, asma serangan sedang episodik jarang,
tonsilofaringitis akut dan gizi kurang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan roentgen foto.
Dari anamnesis diketahui bahwa anak menderita sesak napas yang makin
bertambah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, berbunyi menciut, dipengaruhi oleh
makanan dan cuaca, batuk berdahak sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak tinggi, tidak terus menerus dan tidak
menggigil. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami sesak nafas, pertama kali umur 1
tahun, terutama setelah makan makanan ringan, namun tidak sampai menganggu tidur
dan aktivitas. Pasien berobat ke poliklinik untuk kontrol TB paru (pasien telah menjalani
pengobatan dengan OAT selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh) dan asma, namun
karena asmanya ringan tidak diberikan obat pengendali. Riwayat sesak terakhir 8 bulan
yang lalu. Selain itu dari riwayat penyakit keluarga diketahui bahwa ibu, saudara kembar,
nenek dan kakek pasien menderita asma.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa anak demam, takipneu, nafas cuping
hidung, retraksi epigastrium, interkostal, dan suprasternal serta wheezing. Pada auskultasi
paru ditemukan ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru. Pada pasien ini
kemungkinan sumber infeksinya berasal dari tonsilofaringitis akut, karena tonsil
ditemukan membesar disertai dengan faring yang hiperemis. Pasien ini juga mempunyai

masalah gizi kurang. Hal ini akan menjadi faktor predisposisi terhadap berbagai penyakit
infeksi.
Pada pemeriksaan labor, didapatkan leukositosis yang menunjukkan adanya
proses infeksi. Pada pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit pada batas normal atau sedikit meningkat. Pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15000-40000/mm3 dengan predominan PMN. Namun
secara umum hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan
antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti. Secara klinis, C-reactive protein
(CRP) digunakan sebagai petunjuk membedakan faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi
virus dan bakteri, atau bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri
profunda. Secara umum CRP belum terbukti secara konklusif dapat membedakan antara
infeksi virus dan bakteri.
Dari hasil roentgen foto thorak tampak gambaran infiltrat perihiler dan
parakardial di kedua lapangan paru yang sesuai dengan gambaran pneumonia. Secara
umum gambaran foto radiologis tidak dapat membedakan secara pasti antara pneumonia
virus, bakteri, mikoplasma atau campuran mikoorganisme tersebut. Gambaran kalsifikasi
yang terlihat pada foto thorak merupakan gambaran penyembuhan TB paru.
Pada pasien ini dilakukan kultur darah untuk pemeriksaan mikrobiologik.
Diagnosis dikatakan definitif bila ditemukan kuman dari darah, cairan pleura atau aspirasi
paru. Terapi yang diberikan sesuai dengan kuman yang demukan nantinya. Namun karena
kultur darah memerlukan waktu, maka pada pasien pneumonia dapat langsung diberikan
terapi empiris tanpa harus menunggu hasil kultur darah.

Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, penumonia sering disebabkan oleh
infeksi S. pneumoniae, H. influenzae tipe B dan Staphylococcus aureus. Oleh karena itu
pengobatannya meliputi antibiotik yang sensitif terhadap semua kelompok bakteri
tersebut. Pada pasien ini diberikan amoksisilin yang merupakan antimikroba spektrum
luas terutama kuman Gram positif, dan kloramfenikol yang efektif terhadap H.
Influenzae.
Selain pneumonia, pasien ini juga didiagnosis dengan asma serangan sedang
episodik jarang. Hal ini didasarkan dari anamnesis dimana pasien ini memiliki keluhan
batuk dan wheezing yang rekuren, merupakan respon terhadap pencetus dan reversibel
dengan pemberian obat asma. Pada pasien ini faktor pencetus berupa penyedap makanan
yang terdapat dalam makanan ringan, karena gejala diatas timbul terutama setelah anak
mengkonsumsi makanan ringan.pasien juga memiliki kriteria mayor yaitu asma pada
orangtua.
Serangan asma pada pasien ini diklasifikasikan kedalam derajat sedang, karena
setelah

dilakukan

nebulisasi

pasien

menunjukkan

respon

parsial.

Sedangkan

pengklasifikasian episodik jarang didasarkan kepada frekuensinya yang <1x dalam


sebulan, lama serangan < 1 minggu, dan diantara serangan tidak ada gejala, tidur dan
aktivitas tidak terganggu, serta tidak ada penggunaan obat pengendali. Pada pasien ini
diberikan obat pereda golongan agonis secara inhalasi. Cara ini merupakan cara
pemberian obat yang paling dianjurkan saat ini. Pada asma episodik sedang, obat pereda
hanya diberikan bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan. Selain itu pasien juga
diberikan steroid injeksi pada saat serangan asma untuk menekan inflamasi yang terjadi
pada saluran nafas

Untuk penanganan jangka panjang asma perlu dilakukan penghindaran faktor


pencetus, yang pada pasien ini berupa makanan ringan yang banyak menggunakan
penyedap. Walaupun obat asma terbukti cukup efektif , tetapi kontrol yang baik terhadap
faktor risiko dan faktor pencetus dapat mencegah penyakit menjadi kronik ataupun sulit
diobati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pneumonia. Dalam: Buku Kuliah
Kesehatan Anak, Jilid 3. Jakarta: Bagian IKA FKUI 1985; 1228-35.
2. Pusponegoro HS, Hadinegoro SR. Pneumonia. Dalam; Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak, edisi pertama.Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004.
3. Garna H, Hamzah ES, Nataprawira MD. Pneumonia. Dalam: Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi kedua. Bandung: Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK. Unpad/ RSUP Dr. Hasan Sadikin, 2000.
4. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK
Pulmonologi PP IDAI, 2004
5. Said M. Tepatkah Mendiagnosis Pneumonia dari Radiologis Semata?. Dalam
Manajemen Kasus Respiratorik Anak dalam Praktek sehari-hari. Jakarta :
YAPNAS Suddhaprana 2007; 95-110.
6. Yani FF. Tatalaksan Terkini Asma pada Anak. Dalam Naskah Lengkap Pediatric
Update II. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUA, 2007 ; 58-73.

Anda mungkin juga menyukai