Anda di halaman 1dari 10

MANIFESTASI PADA JANTUNG AKIBAT GANGGUAN NEUROLOGIS

Betsy B. Jose Biller. David J.Wilber

DEFINISI
Sistim saraf memiliki peran dalam regulasi denyut jantung, tekanan darah , tonus
vasomotor dan cardiac output. Regulasi saraf pusat dan saraf perifer pada denyut jantung,
irama, dan kontraktilitas meliputi hirarki kontrol suatu sistim yang dimulai dari hipotalamus,
diproyeksikan ke medula , melalui sel intermedilateral colum spinal cord dan melalui cranial
dan divisi otonom saraf perifer ke sinap pada sistim konduksi jantung serta otot jantung.
Karena adanya hubungan antara otak dan jantung maka gangguan neurologis akan
berhubungan dengan komplikasi pada jantung.
EPIDEMIOLOGI
Beberapa gangguan neurologis dapat menimbulkan efek yang ringan dan gejala klinis
yang sangat kecil atau bahkan dapat menimbulkan suatu efek yang sangat berat yang dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortilitas. Aritmia dan cardiac arrest dapat terjadi pada
pasien epilepsi dan subarachnoid hemorrhage (SAH).
Manifestasi pada jantung sering terjadi pada kasus stroke, SAH dan epilepsy. EKG
yang abnormal sering terjadi pada SAH (50%-100%), Stroke (90%), dan Epilepsi ( 40%,
tidak termasuk takikardi). Aritmia terjadi pada 10% kasus stroke, 5-10% pada SAH dan 10%
pada epilepsi. Sudden death terjadi 10 % pada SAH dan 1,7% pada epilepsi.
ETIOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Abnormalitas jantung sering terjadi berkaitan dengan gangguan serebrovaskular yang
meliputi SAH, Stroke Iskemik dan perdarahan intraserebral.
Komplikasi pada jantung setelah terjadinya SAH dapat dikelompokkan menjadi
perubahan gambar EKG , aritmia, enzim miokardial yang abnormal, cardiac troponin yang
abnormal, disfungsi ventrikel kiri, sindroma neurogenic stunned myocardium dan cardiac
arrest. Perubahan gambaran EKG dapat terlihat pada 50-100% pasien dengan fase akut SAH.
Perubahan gambar EKG meliputi ST segmen yang elevasi atau depresi. Pemanjangan QT
interval yang dikoreksi dengan denyut jantung (QTc) dan inversi gelombang T. Perubahan
EKG ini tidak selalu mengindikasikan suatu kerusakan miokardial atau suatu penyakit
1

jantung. Perubahan EKG ini biasanya mengalami perbaikan seiring dengan perbaikan
keadaan klinis SAH.
Aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi setelah SAH. Beberapa keadaan
aritmia yang mengancam jiwa seperti malignant ventricular arytmia, ventrikuar takikardi,
torsade de pointes dan ventricular fibrilasi diperkirakan terjadi sekitar 5-10% pada pasien
SAH.
Peningkatan isoenzim creatine kinaseMB (CK-MB) pada SAH tidak selalu
mengindikasikan kerusakan miokardial. Peningkatan Troponin I jantung (cTI) terjadi pada
20% pasien dengan aneurisma SAH, cTI lebih sensitif dan spesifik pada kerusakan jantung.
Pada pasien SAH yang memiliki defisit neurologis yang berat yang di nilai dengan
menggunakan skoring Hunt-Hess, memiliki insiden pelepasan cTI yang tinggi. Pada skoring
hunt-hess 3 dprediksi kuat melepaskan cTI.
Pada pasien SAH ditemukan juga sekitar 10% memiliki insiden disfungsi ventrikel kiri
yang dideteksi melelui echokardiografi. Disfungsi ventrikel kiri akibat gangguan neurologis
yang reversibel ,dikenal sebagai neurogenic stunned myocardium jarang terjadi namun dapat
terjadi pada gangguan intrakranial seperti SAH. neurogenic stunned myocardium memiliki
karakteristik reversibel, penurunan global gerakan otot dinding ventrikel kiri dengan
pengurangan perfusi otot jantung. Gejala adanya kegagalan ventrikel kiri berupa penurunan
tekanan darah arterial, Gambaran EKG iskemik yang menyerupai keadaan infark miokardial
infarction, peningktan enzim CK, CK-MB dan cTI, penurunan cardiac output, dan gerakan
dinding jantung segmental yang abnormal.
Terkadang sulit membedakan keadaan yang merupakan disfungsi LV neurogenik
dengan infark miokard akut. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk membedakan
disfungsi LV neurogenik dengan infark miokard akut adalah :
a. Tidak ada riwayat gangguan jantung sebelumnya
b. Onset baru Abnormalitas fungsi jantung ( EF<40%)
c. Gerakan otot dinding jantung yang abnormal pada EKG , tidak berkorelasi dengan
distribusi vaskular koroner pada EKG
d. Nilai Troponin jantung < 2,8 ng/mL pada pasien dengan nilai ejeksi fraksi < 40 %
Kriteria tersebut menggambarkan suatu neurogenic LV disfunction. Technetium-99 m
prophosphate myicardial infarct imaging dapat membedakan MI dengan disfungsi LV.

Sekitar 4 % SAH spontan dapat mengalami cardiac arrest. Diamana banyak terjadi pada
perempuan, usia dibawah 40 tahun, nyeri kepala sebelum sebelum henti jantung, asistol atau
pulseless electrical activity sebagai inisial irama jantung dan reflek batang otak yang
ireversibel. Pasien yang memiliki riwayat preiktal hipertensi akan menjadi faktor untuk
mencetuskan cardiac arrest pada SAH. Mekanisme terjadinya cardiac arrest pada SAH
dikarenakan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, efek masa dari hematom,
perdarahan intrakranial dengan perluasan pada ventrikel empat, edem paru dan disaritmia
jantung.
Diperkirakan penyebab disfungsi jantung dan abnormalitas yang terjadi pada SAH
antara lain hipokalemia, pelepasan kortikosteroid, penyakit arteri koroner, abnormalitas tonus
vagal, dan toksisitas lokal katekolamin.Toksisitas lokal katekolamin diperkirakan merupakan
penyebab utamanya. Patofisiologi dari kelainan ini di postulasikan oleh karena oxygen
derived radikal bebas atau overload dari transien kalsium.
Komorditas yang berasal dari jantung sekitar 20% dari penyebab kematian pada
iskemik stroke.Kelaianan yang dapat ditemukan pada stroke iskemik berupa kelainan EKG,
aritmia, peningkatan enzim CK-MB dan nilai Cardiac selective troponin, disfungsi LV dan
infark miokard. Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien stroke iskemik dapat berupa
kelainan morfologi (perubahan gelombang T, elevasi atau depresi segmen ST, kelaianan
gelombang U, dan pemanjangan QTc), defek konduksi jantung ( heart block dan bundle
branch block) dan aritmia( atrial fibrilasi dan ectopic beat). Perubahan EKG yang non
spesifik yang paling sering terjadi berupa ST segmen terjadi (50%) dan depresi ST segmen.
Aritmia yang paling sering terjadi pada stroke iskemik berupa prematur atrial, ventrikular
beat dan atrial fibrilasi.
Peningkatan kadar CK-MB pada pasien stroke tidak selalu merupakan petanda dari
sindroma koroner akut. Karena CK-MB tidak sepenuhnya spesifik untuk jantung,
peningkatan enzim CK-MB pada pasien stroke bukan selalu berasal dari kerusakan jantung
dan CK-MB ini dapat meningkat palsu pada stroke. Troponin T lebih sensitif dan spesifik
jika dibandingkan dengan CK-MB dalam mendeteksi kerusakan kecil pada jantung, maka
dapat digunakan sebagai membedakan suatu infark miokard atau tidak. Kadar troponin T
dilaporkan meningkat sekitar 17% pada pasien stroke iskemik dan berkorelasi dengan
kompikasi jantung dan angka kematian. Sekitar 13% pasien stroke bersamaan dengan infark
miokard.
3

Pada perdarahan intra serebral dapat terjadi kelainan berupa perubahan EKG (60-70%),
aritmia (98%), dan sudden cardiac death (8%). Peningkatan tekanan intrakranial yang
mendadak pada perdarahan intraserebral akut akan bermanifestasi pada jantung sebagai
akibat dari respon cushing yang ditandai dengan apmeu, hipertensi dan bradicardia. Trauma
serebral dapat memberikan manifestasi yang serupa.
Carotid endarterectomy (CEA) dapat dihubungkan dengan fluktuasi tekanan darah,
infark miokard (1,2%) dan congestive heart failure (1,2%). Pada CEA dapat terjadi hipotensi
maupun hipertensi. Mekanisme perubahan ini dipostulasikan sebagai efek sekunder dari
gangguan baroreseptor sinus carotid selama carotid surgery.
Pada migrain dapat terjadi pemanjangan PR dan QTc interval. Perubahan EKG ini
dipostulasikan sebagai akibat dari gangguan inervasi otonom jantung dan arteri karotis yang
mengakibatkan ketidak seimbangan sistim saraf simpatis dan parasimpatis.
Kelainan EKG yang sering timbul pada kejang epilepsi baik pada generalized epilepsi
maupun non generalized epilepsy adalah sinus takikardi .Sinus takikardi terjadi 100% pada
generalized epilepsy dan 64-100% pada

kejang lobus temporal. Denyut jantung dapat

meningkat hingga 190 kali per menit dengan sedikit kompensasi hemodinamik. Kelainan
EKG yang serius pontensial terjadi pada 10% pasien yang meliputi depresi ST- Segmen dan
inversi gelombang T. Abnormalitas jantung lainnya yang mungkin terjadi berupa severe
bradikardi, asistol , bundle branch block dan abnormalitas interval QT. Sekitar 40% pasien
epilepsy refrakter memiliki satu atau lebih abnormalitas irama dan repolarisasi selama atau
setelah kejang.
Gangguan jantung dapat menjadi faktor yang menyebabkan sudden eksplained death
(SUD) pada pasien epilepsi. SUD terjadi sekitar 17 % kasus dan 50% kematian diantaranya
dengan epilepsi refrakter. Kejang dapat menimbulkan aritmia lethal melaui mekanisme
stimulasi otonom jantung, kerusakan struktural jantung sebagai akibat stimulasi repetitif
otonom dan peningkatan sirkulasi katekolamin. Stimulasi repetitif otonom dari multipel
seizure dapat merusak jantung yang menghsilkan fibrosis miokardial dan degenerasi
miofibrilar.
Multipel sklerosis berkaitan dengan

gejala otonom berupa hipotensi ortostatik.

Cardivascular autonomic neuropathy (CAN) dideskripsikan sebagai penurunan variasi


denyut jantung dan penurunan respon tekanan darah pada tilt table testing. Lesi MS pada
midrain dapat berhubungan dengan disfungsi kardiovaskular.
4

Penyakit parkinson berkaitan dengan gangguan sistim saraf otonom yang dapat
mengganggu regulasi vaskular pada pasien parkinson. Manifestasi yang utama adalah
ortostatik hipotensi. Penurunan inervasi simpatik memiliki prevalensi yang tinggi dengan
penurunan denyut jantung yang dapat dijadikan prediktor. Pemanjangan interval QT pada
EKG pasien parkinson dan multiple system atrophy dan dapat mencerminkan degenerasi dari
neuron simpatis kardioselektif dan parasimpatis.
Demensia dan gangguan kognitif berkaitan dengan ketidakstabilan neurocardiovascular
(NCVI). NCVI mencakup gangguan yang diantarai neuron, mengakibatkan hipotensi dengan
atau tanpa bradikardi yang merupakan akibat sekunder dari kontrol neuron sistim
kardiovaskular yang abnormal. Pada pasien demensia lewy body dan demenisa alzeimer
kelainan NCVI yang terjadi yaitu hipotensi dan sindroma sinus carotis.
Manifestasi pada jantung juga sering berkaitan dengan gangguan neuromuskular seperti
muskular distrofi dan gangguan mitokondria. Masing-masing memiliki manifestasi spesifik
mulai dari gangguan perubahan ringan pada EKG , congestive heart failure , lethal aritmia
hingga cardiac arrest.
Manifestasi jantung pada Sindroma Guillain Bare yang bisa terjadi berupa takikardi,
hipertensi sistolik, hipertensi postural, perubahan ST segmen dan variasi abnormal ringan
pada interval R-R. Perubahan Tekanan darah yang labil , denyut jantung dan pengurangan
variasi interval R-R dapat meningkatkan terjadinya aritmia yang mengancam jiwa. Beberapa
keadaan aritmia dapat terdiri dari bradikardi, asistol, fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardi
dan atrial fibrilasi. Bradikardi yang berat dapat didahului dengan tekanan darah sistolik yang
sangat labil dan melibakan pacemaker. Manipulasi trakeal tube pada pasien GBS dapat
bermanifestasi pada jantung dengan timbulnya bradikardi dan asistol.
Pasien Diabetes melitus yang memiliki komplikasi polineuropati diabetik sering
berakibat pada gangguan otonom. Cardiovascular Autonomic Neuropathy yang merupakan
akibat dari gangguan vagal dan saraf simpatis, yang secara klinis didasari oleh takikardi sinus
persisten, tidak adanya variasi denyut jantung selama aktivitas, intoleransi latihan dan
bradikardi. Supinasi hipertensi dan ortostatik hipotensi dapat pula terjadi. CAN dapat pula
mengakibatkan ketidak seimbangan simpatis, pemanjangan interval QT, aritmia, dan cardiac
arrest primer pada populasi ini.
Beberapa obat-obatan untuk menatalaksana gangguan neurologis memiliki efek pada
jantung. Carbamazepin (CBZ) jarang berkaitan dengan sinoatrial atau gangguan konduksi AV.
5

Efek pada jantung ini dapat terjadi dengan serum level CBZ pada rentang terapi. Obat ini
sebaiknya tidak diberikan kepada orang dengan riwayat atrioventrikular heart block. Harus
hati-hati dalam pemberian CBZ pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, termasuk
penyakit arteri koroner, penyakit jantung organik atau Congestif Heart failure. Pemeriksaan
jantung dan EKG perlu dilakukan sebelum pemberian CBZ untuk menyingkirkan adanya AV
Block. Perlu adanya pemantauan terhadap tekanan darah pada pasien yang mendapat terapi
CBZ. Apabila onset hipertensi baru terjadi setelah pemberian CBZ maka perlu diwaspadai
sebagai penyebabnya.
Toksisitas Carbamazepin atau overdosis dapat dihubungkan dengan kejadian gangguan
jantung yang meliputi takikardi , hipotensi atau hipertensi gangguan konduksi dengan
pelebaran komplek QRS dan fatal aritmia.
Phenintoin dan fosphenintoin yang diberikan intravena dapat berhubungan dengan
aritmia jantung dan hipotensi .
Pergolide sebuah ergot-derived dopamine reseptor yang digunakan pada parkinson
disease dan restless leg sindrom berhubungan dengan drug-induced, penyakit katup jantung
restriktif, dan hipertensi pulmonal. Bromokriptin dan cabergoline dapat menyebabkan
penyakit katup jantung. Deteksi murmur baru dengan EKG pada pasien dengan penyakit
katup jantung restriktif dapat menjadi inisiasi untuk profilaksis endokarditis.
Mitoxantrone yang merupakan suatu imunosupresan dengan kemampuan anti inflamasi
yang kuat, di indikasikan untuk pasien dengan multiple sklerosis (MS) yang dapat
memperberat relaps remiten atau MS sekunder progresif meskipun ada terapi dengan
interferon atau glatiramer asetat. Mitoxantrone berhubungan dengan kardiotoksik termasuk
kardiomiopati reversibel, penurunan EF, dan Congestif Heart failure.Setiap pasien yang akan
diberikan terapi mitoxantrone lebih lanjut dianjurkan pemeriksaan EF ventrikel kiri dengan
EKG atau multiple gated radionuclide angiography (MUGA), atau sebaiknya ketika pasien
mulai menunjukkan gejala gagal jantung.
Asetilkolin inhibitor reversibel yang biasa digunakan pada penyakit alzeimer memiliki
hubungan dengan bradikardi dan abnormalitas konduksi jantung. Donepesil merupakan suatu
piperidin based juga memiliki keterkaitan dengan sinus bradikardi , AV blok komplit dan
takiaritmia ventrikel. Donepezil sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan sindroma
sinus , abnormalitas konduksi supraventrikular atau pada pasien dengan sinkop episodik yang
tidak bisa dijelaskan. Rivastigmin (inhibitor asetilkolin esterase), butyrilcholinesterase dan
6

galantamine hydrobromide (competitive asetilkholinesterase) dapat menyebabkan bradicardia


dan AV Blok.
Penggunaan terapi L-Dopa dan dopamin agonis (bromokriptin, pergolide, pramipexole,
ropinirole dan apomorphine) pada penyakit parkinson dapat memperburuk hipotensi
ortostatik. Efek kardiovaskular ini sebagai akibat dari efek B-adrenergik pada jantung yang
dapat menyebabkan sinus takikardi, atrial dan ventrikular ekstrasistol , atrial flater dan
fibrilasi dan ventrikular takikardi.Selegine merupakan suatu selektif inhibitor monoamine
oksidase tipe B, mengurangi respon otonom khususnya respon simpatik yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya hipotensi ortostatik.
Triptan( 5-HTIB/ID agonist) digunakan pada migrain akut, dimana Triptans tidak boleh
digunakan pada pasien yang memiliki riwayat iskemik atau penyakit vasospasme arteri
koroner.Triptan tidak boleh digunakan pada pasien dengan resiko penyakit arteri koroner
tanpa eveluasi kardiovaskular yang jelas. Manifestasi kardiovaskularnya dapat berupa nyeri
dada, perubahan EKG, aritmia, MI, dan jarang menyebabkan cardiac arrest. Perlu
diperhatikan bahwa setiap gejala pada dada yang terjadi selama pemakaian triptans tidak
selalu berbahaya dan tidak selalu menunjukan suatu iskemia tanpa diketahui penyakit jantung
koronernya. Perlu dilakukan evaluasi dengan riwayat penyakitnya, pemeriksaan fisik, dan
EKG pada pasien dengan keluhan nyeri dada selama pemakaian triptans. Perubahan EKG
yang mengkin tampak antara lain elevasi ST segmen tanpa adanya kerusakan jantung yang
duketahui dan elevasi ST segmen dengan infark miokard. Infark miokard jarang ditemukan
pada pemakaian triptan.Pemakain triptans dapat menyebabkan hipertensi sehingga
kontraindikasi untuk pasien dengan hipertensi tak terkontrol (TD sistolik 140 mmhg, dan
TD diastolik 90 mmhg).
Derivat alkaloid ergot seperti dihidroergotamin dan ergotamin tartarat dapat
menyebabkan hipertensi karena efek vasokontriktor kuatnya. Ergot berkaitan dengan angina
pectoris, MI, dan sudden death yang berhubungan dengan vasospasme arteri koroner.
Ergotamin dan methysergite maleat yang merupakan alkaloid ergot sintetik dengan sifat
antiserotonergik dapat menyebabkan penyakit katup jantung fibrotik, yang paling sering
adalah katup aorta dan mitral. Disfungsi katupnya disebabkan oleh penebalan endokardial
dan terjadinya fibrosis yang mana menyebabkan retraksi korda dan mengakibatkan valvular
stenosis dan regurgitasi.

Anti depresan trisiklik yang biasa digunakan pada terapi migrain memiliki keterkaitan
dengan hipotensi, hipotensi ortostatik , takikardi dan gelombang T yang mendatar atau inversi
pada EKG. Overdosis TCA dapat menyebabkan transient hipertensi dengan menghambat
pengambilan kembali norepinefrin, sinus takikardi sebagai efek antikolinergik, hipotesi dan
ortostasis hipotensi serta perubahan gambaran EKG. Gambaran EKG pada overdosis TCA
adalah sinus takikardi, pemanjangan PR interval, QTc interval dan komplek QRS serta
gelombang R pada aVR lebih dari 3 mm. Aritmia yang terdiri dari vetrikel takikardi dan
ventrikel fibrilasi dapat muncul pada overdosis yang berat.
Beta bloker ( propanolol) dan calcium Canel bloker ( verapamil) dapat menyebabkan
hipotensi . Propanolol dapat berhubungan dengan bradikardi, congestive heart failure dan Av
Block.Verapamil dapat menyebabkan AV Blok dan aktivasi jaras aksesori konduksi jantung
pada pasien atrial fibrilasi.
Pimozide yang merupakan derivat difenilbutilpiperidin dengan sifat neuroleptik,
biasanya digunakan dalam menatalaksana Tics seperti pada pasien tourete sindrom. Pimozide
berhubungan dengan perubahan EKG yang berupa interval QT yang memanjang,
flattening,terbentuknya notch dan inversi gelombang T serta munculnya gelombang U.
Karena pimozide memiliki efek takiaritmia maka obat ini kontraindikasi untuk pasien dengan
aritmia dan yang mendapat obat yang dapat memperpanjang interval QT. Methylpenidate
yang merupakan agen simpatomimetik, digunakan untuk menatalaksana pasien dengan
Attention deficit Hiperactivity disorder (ADHD) berkaitan dengan hipertensi, peningkatan
denyut jantung , MI dan aritmia.

Manifestasi klinik
Dalam mengetahui adanya manifestasi pada jantung akibat gangguan neurologi
perlunya suatu petunjuk yang kuat mengenai kecurigaan terhadap kelainan yang tampak.Dari
pemeriksaan fisik, pasien akan menunjukkan adanya perubahan tekanan darah baik hipotensi
maupun hipertensi. Perubahan tekanan darah ortostatik dan denyut nadi bisa juga terjadi.
Frekuensi jantung dapat menunjukkan adanya takikardi, bradikardi dan atau gangguan irama.
Pada pemeriksaan jantung akan ditemukan bervariasi dan tergantung pada bagian jantung
mana yang mengalami gangguan.Murmur jantung yang baru dapat timbul pada pasien dengan
penyakit katup jantung yang di induksi obat. Dari pemeriksaan paru akan tampak tanda edem
paru pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
8

Pendekatan Diagnostik
Pada pasien stroke dan perdarahan Sub Arachnoid, EKG 12 Lead rutin perlu dilakukan
untuk mengevaluasi disfunsi jantung. EKG monitoring secara kontiniu diperlukan dalam
mendeteksi adanya aritmia pada hari pertama setelah adanya cidera neurologis. Menilai
Troponin jantung diperlukan pada hari pertama setelah terjadinya stroke. Ekokardiografi
diperlukan dalam mengevaluasi adanya abnormalitas segmental dinding otot jantung.
Pada pasien epilepsi perlu perekaman EKG yang kontiniu untuk mengindentifikasi
kelainan jantung abnormal pada saat ictal, terutama pada pasien dengan epilepsi refrakter.
Pasien dengan ictal aritmia perlu monitoring EKG yang lebih ketat untuk menghindari resiko
terjadinya letal aritmia pada saat kejang. Pada pasien dengan SGB perlu dilakukan EKG
monitoring sebelum penyakit ini menjadi parah hingga bantuan ventilator nya dihentikan dan
tracheostominya dilepas untuk menghindari timbulnya aritmia pada kasus ini.

Penatalaksanaan
Diagnosis dan penatalaksanaan lebih awal pada pasien dengan manifestasi pada jantung
akibat gangguan neurologis ini sangat penting. Terapi spesifik diseuaikan dengan penyebab
yang mendasari gangguan jantung tersebut. Secara umum aritmia ditatalaksana sebagaimana
aritmia tanpa gangguan neurologis. Perlu pengawasan yang lebih ketat terhadap status
elektrolit untuk mencegah aritmia. Kelainan jantung yang terjadi saat pemakaian obat-obat
untuk gangguan neurologis sebaiknya obat dihentikan hingga diketahui penyebab yang
sebenarnya.
Pada keadaan hipotensi ortostatik yang signifikan perlu pertimbangan baik buruknya
untuk melanjutkan atau menghentikan obat terebut. Perlu melakukan penghisapan melalui
trakea dan membersihkan trakea dengan selembut mungkin karena adanya keterkaitan
terjadinya asistol pada pasien GBS dengan disfungsi otonom.
Kesimpulan
Hubungan yang erat antara jantung dan otak mengakibatkan adanya gangguan jantung
pada beberapa gangguan neurologis. Pengetahuan mengenai abnormalitas pada jantung
9

dengan gangguan neurologis dan penggunaan obat untuk penyakit neurologis sangat berguna
untuk mencegah komplikasi pada pasien tersebut.

10

Anda mungkin juga menyukai