Anda di halaman 1dari 67

NEUROREGENERASI

DAN NEUROPLASTISITAS

Presentan :dr. Attiya Istarini


Pembimbing :DR. dr.Yuliarni Syafrita, Sp.S(K)
Moderator :dr. Dedi Sutia, Sp.S
Opponent : dr. Yoga dan dr. Yaumi Faiza
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkembangan neuron sangat pesat terjadi pada saat
fetus hingga fase remaja awal untuk membentuk sebuah
koneksi/sirkuit neuronal
Sebagian sel akan mengalami kematian terprogram
(Apoptosis)
Apabila terjadi cedera neuron saat neurogenesis terhenti,
sel saraf akan sulit untuk tumbuh dan regenerasi
Ramon y Cajal (1959) bahwa sistem saraf adalah tetap
dan tidak dapat berubah
Tantangan dunia neuroscience membuktikan sel saraf
mampu regenerasi
LATAR BELAKANG
Neuroregenerasi adalah pertumbuhan kembali atau
pemulihan dari jaringan saraf setelah terjadi cedera
Pembentukan ulang neuron, akson, remielinisasi atau
pembentukan sinaps
Plastisitas (neuroplasticity) merupakan kapasitas sel
saraf untuk berubah dan beradaptasi terhadap
kebutuhan fungsional
Terjadi terutama pada masa kritis perkembangan otak
Lanjutan Latar belakang...
Cedera saraf dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah
neuron dan koneksinya (sinaps)
Cedera sistem saraf dapat disebabkan penyakit vaskuler,
trauma, infeksi, tumor dan penyakit degeneratif
Pada stroke terjadi pembentukan neurogenesis,
angiogenesis, dan sinaptogenesis
Proses belajar menambah informasi dan pengalaman
baru, membentuk lebih banyak sirkuit neuronal baru
sehingga fungsi neuron yang cedera kembali pulih
Lanjutan Latar belakang...
Stroke meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian
terutama pada individual di atas 60 tahun
Beban biaya dan psikososial yang besar
Pemahaman mengenai neuroregenerasi dan
neuroplastisitas berkaitan dengan pemulihan pasien
pasca stroke
Berkembangnya ilmu neurorestorasi dengan pendekatan
modifikasi struktur dan fungsi saraf yang abnormal
memungkinkan kembalinya status fungsional pasien lebih
cepat
Kerangka Konsep
Cedera Sel saraf

Recovery sistem Struktural Degenerasi dan aksonal


saraf (Regenerasi sel sprouting
saraf)

Fungsional Perubahan neuron dan


( Plastisitas) sinaps

Reorganisasi aksonal

Reinnervasi
Faktor yang
mempengaruhi
recovery sel saraf
Peningkatan akvitas
sinaptik
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
ANATOMI SEL SARAF
Sel saraf memiliki tiga jenis sel penyusun yaitu
neuron, sel glia dan sel Schwann
Neuron adalah unit fungsional terkecil sistem saraf
yang berperan utama dalam transmisi impuls
Sel Glia dan sel Schwann merupakan sel penyokong
Neuron terdiri dari 4 struktur penyusun yaitu dendrit,
badan sel (soma), akson, dan sinaps
Gambar Sel saraf (Strominger, 2012)
Dendrit
Dendrit adalah cabang dari neuron yang memanjang
dari badan sel
Dendrit Spine atau cabang dendrit adalah
penonjolan kecil yang menghubungkan antara satu
neuron dengan neuron lain atau sinaps
Dendrit merupakan membran reseptif dari neuron
Dendrit yang bersifat sebagai resistor yang
mengisolasi impuls listrik
Badan Sel
Perikarion dibentuk oleh organel sel :
1. Nukleus (inti sel)
2. Sitoskeleton
Neurofilamen dan mikrotubulus
3. Apparatus Golgi
Tempat pembentukan glikoprotein dan gelembung sinaps
4. Mitokondria
Banyak di ujung akson, perikarion, dendrit dan akson. Berperan
dalam mengatur proses metabolisme sel
5. Retikulum Endoplasmik Kasar
Tempat sintesa protein
Akson
Akson adalah penjuluran sitoplasma dari badan sel
Akson terdiri atas sitoskeleton yaitu neurofibril dan
mikrotubule untuk transportasi aksonal
Sebagian besar akson meiliki selubung mielin
Selubung mielin diproduksi oleh sel Schwann pada
sistem saraf tepi, dan sel oligodendrosit pada
sistem saraf pusat
Fungsi mielin sebagai isolator
Transportasi aksonal
Sinaps
Sinaps terdiri prasinaps (bouton sinaps), pasca sinaps
dengan suatu celah sinaps
Bouton adalah ujung akson yang melebar merupakan
bagian dari synaptic junction
Klasifikasi sinaps :
1. Akson-badan sel neuron ( aksosomatik)
2. Akson-dendrit (sinaps axodendritik)
3. Akson-akson (sinaps axoaksonik)
4. Dendrit dengan dendrit lainnya seperti pada olfactory
bulb dan retina
Lanjutan Sinaps...
Serabut saraf dapat bersinap dengan neuron, sel otot dan sel
kelenjar
Pada membran pre sinaptik terdapat mitokondria dan vesikel
yang berisi neurotransmiter
Neurotransmitter : asetilkolin, norepinefrin, epinefrin,
serotonin, enkefalin, endorphin, GABA
Pemindahan impuls terjadi bila gelembung sinaps
mengeluarkan neurotransmitter ke dalam celah sinaps dan
berikatan dengan reseptor menyebabkan perubahan
potensial membran dari neuron pasca sinaps
Gambar sinaps
Sel Penyokong sistem saraf
Astrosit
Oligodendrosit
Mikroglia
Sel Schwann
Jenis Neuron
Berdasarkan bentuknya, sel saraf terbagi menjadi:
1. Saraf multipolar memiliki beberapa dendrit dan satu
akson. >> Sel saraf motorik, sel ganglion otonom, dan
interneuron
2. Saraf bipolar memiliki dua serabut yaitu satu akson dan
satu dendrit
>> sel reseptor di telinga, mata dan hidung.
3. Saraf unipolar memiliki satu serabut yaitu satu cabang
sentral sebagai akson dan satu cabang perifer sebagai
dendrit
>> saraf sensorik dan reseptor alat indra
Komunikasi antar sel
1. Sinaps kimiawi
Komunikasi melalui neurotransmitter
Mekanisme : Excitatory Postsynaptic Potential (EPSP) atau
Inhibitory Postsynaptic Potential (IPSP)
Eksitasi menggunakan neurotransmitter asetilkolin dan L-
glutamat sedangkan inhibisi menggunakan GABA

2. Sinaps listrik
Komunikasi listrik melalui potensial aksi :
Polarisasi Depolarisasi Repolarisasi Hiperpolarisasi
Motor end plate adalah sinaps yang menghubungkan akson
dan sel otot, dimana depolarisasi menyebabkan kontraksi otot
Neuron eksitasi dan Neuron Inhibisi (Strominger et al., 2012)
BAB III
REGENERASI DAN PLASTISITAS
SISTEM SARAF
CEDERA SEL SARAF
Cedera sistem saraf diakibatkan trauma fisik, gangguan
vaskuler, tumor atau penyakit degeneratif
Cedera neuron menyebabkan defisit neurologi berupa
gangguan sensorik, motorik atau otonom
Cedera saraf akan memicu interaksi complex cell-molecular
untuk regenerasi akson dan perubahan morfologi neuron
dikenal sebagai kromatolisis
Klasifikasi cedera saraf perifer menurut Seddon (1943), yaitu:
neuropraksia, aksonotmesis dan neurotmesis
Pada tahun 1951 Sunderland mengklasifikasikan lima kategori
menurut tingkat keparahannya
Klasifikasi cedera saraf
Cedera saraf derajat I (Neurapraksia)
Disfungsi neuron disebabkan iskemik atau demielinisasi. Prognosis
baik setelah remielinisasi

Cedera saraf derajat II (Aksonotmesis)


Diskontinuitas dari akson dan selubung myelin, tetapi jaringan ikat
seperti jaringan kapsul, epineurium, dan perineurium masih baik
Terjadi akibat benturan atau kontusio
Distal dari lesi mengalami degenerasi Wallerian dalam 7-10 hari
Terjadi sprouting pada ujung proximal
Pertumbuhan akson berkisar 1 mm/hari
Elektromiografi (EMG) memperlihatkan potensial fibrilasi dan
denervasi otot
Klasifikasi cedera saraf Contd...
Cedera saraf derajat III
Cedera fasikular yang melibatkan gangguan akson serta
tabung endoneurium (lamina basal sel Schwann)
Perineurium masih intak sehingga arsitektur fascicular saraf
masih dapat dipertahankan
Terjadi degenerasi retrograde yang hebat, badan sel saraf
hilang, jumlah akson yang regenerasi berkurang
Terbentuk Fibrosis intrafascicular (scar) akibat dari
pendarahan, edema, dan iskemia, yang menjadi penghalang
untuk regenerasi aksonal
Pemulihan setelah tingkat tiga cedera saraf sangat lama
Klasifikasi cedera saraf Contd...
Cedera saraf derajat IV
Pecahnya perineurium, fasikulus terganggu tetapi Badan sel
saraf masih baik
Terbentuk jaringan parut yang mengandung sel-sel Schwann
dan akson yang mengalami regenerasi, membentuk neuroma
Degenerasi retrograde lebih hebat daripada cedera tingkat
tiga, sehingga akson yang akan mengalami regenerasi lebih
sedikit
Pemulihan fungsional biasanya sangat terbatas
Cedera tingkat 4 memerlukan eksisi bedah
Klasifikasi cedera saraf Contd...
Cedera saraf derajat V
Tingkatan yang paling parah dari cedera saraf yang
melibatkan hilangnya kontinuitas badan sel saraf,
perineurium, endoneurium, akson dan selubungnya
Membentuk jaringan parut yang terdiri dari fibroblast, sel
Schwann, dan regenerasi akson
Neurotmesis ini dapat terjadi pada kontusio hebat, regangan,
laserasi, atau toksisitas dari anestesi lokal.
Regenerasi sangat terbatas, bahkan dengan reseksi dan
perbaikan saraf
Perubahan denervasi pada Elektromiografi (EMG)
REGENERASI
Regenerasi adalah kemampuan sel saraf untuk
tumbuh dan pulih setelah terjadinya cedera meliputi
pembentukan neuron baru, akson, sinaps, sel glia,
dan remielinisasi
Berdasarkan lokasi dan kemampuan regenerasi,
dibedakan antara regenerasi sistem saraf perifer dan
regenerasi sistem saraf pusat
Regenerasi sel saraf perifer
Tahap awal terjadi reaksi akson menyebabkan perubahan
karakteristik jaringan sel saraf
Segmen distal mengalami degenerasi Wallerian
Migrasi fagosit, sel Schwann, dan makrofag untuk membersihkan debris
mielin dan akson
Tunas akson (sprout) akan terbentuk pada daerah
proksimal dari akson yang rusak
Pertumbuhan diatur oleh faktor kemotaktik yang dihasilkan oleh sel
Schwann (neurolemmosit)
Pertumbuhan akson dengan kecepatan 1 5 mm/hari jika
tabung endoneurium intak
Sel Schwann menghasilkan faktor pertumbuhan
Lanjutan regenerasi saraf perifer...
Setelah pertumbuhan akson, terjadi reinnervasi otot dan
target sensorik
Dalam proses reinnervasi terdapat preferensial terhadap
jaringan asal
Kegagalan atau kesalahan dalam reinnervasi akan
menyebabkan anomali pada otot dan dapat menyebabkan
gangguan pergerakan
"jaw winking" adalah movement disorder dimana akson
motorik yang seharusnya mempersarafi bagian otot rahang
setelah trauma mempersarafi otot-otot orbita
Lanjutan regenerasi saraf perifer...
Remielinisasi adalah pertumbuhan kembali selubung mielin
setelah cedera saraf yang tidak melibatkan kerusakan akson
Demielinisasi banyak terjadi pada sistem saraf perifer yang
dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf
Sel Schwann bertanggung jawab terhadap pembentukan
selubung mielin baru
Remielinisasi terjadi sangat terbatas didalam plak
demielinisasi pada otak dan medulla spinalis seperti pada
penyakit multipel sklerosis
Regenerasi saraf pusat
Neurogenesis pada SSP usia dewasa hanya terjadi dalam
jumlah kecil pada neuron di mukosa olfaktorius dan sel
granul pada hipokampus
Kerusakan sistem saraf pusat mempengaruhi semua
populasi sel termasuk neuron, sel glia, sel ependim, dan
endotel
Kerusakan SSP akan menganggu aliran darah, sawar darah
otak, aliran dan penyerapan LCS menyebabkan perubahan
metabolisme otak dan menganggu fungsi oligodendrosit
membentuk mielin
Cedera jaringan otak akan menyebabkan kematian neuron
dan glia melalui proses apoptosis dan nekrosis
Lanjutan regenerasi saraf pusat...
Proses regenerasi pada SSP hampir sama dengan
SST tetapi sangat terbatas
Sel-sel glia tidak mengekspresikan faktor pertumbuhan
Sel-sel glia menghasilkan faktor penghambat remielinisasi dan
pemulihan akson yaitu NOGO dan NI-35
Ekspresi GAP 43 menurun sehingga akson kehilangan potensi
untuk tumbuh
Degenerasi segmen distal berlangsung lambat, dikarenakan debris
dan sisa akson tidak dibersihkan dengan cepat
Jaringan parut (scar) glial menghambat pertumbuhan akson
Sistem saraf pusat tidak ada tabung endoneurium dan lamina
basalis sehingga regenerasi sulit terjadi
NEUROPLASTISITAS
Plastisitas berlangsung seumur hidup terutama masa
perkembangan kritis
Neuron dan interkoneksinya mengalami perubahan dan
modifikasi akibat masuknya informasi sensorik, perilaku dan
pengalaman baru.
Plastisitas juga terjadi sebagai respon adanya cedera neuronal
Perubahan morfologi berupa remodelling pada akson
terminal/dendrit
Plastisitas fungsional melibatkan proses belajar
Tahapan plastisitas : reorganisasi dan reinervasi koneksi
neuronal dan remodelling sirkuit sistem saraf
Perubahan pada neuron
Atrofi dan degenerasi retrograde
Synapse stripping
Penghancuran/peluruhan sinaps bouton pada akson yang
cedera sehingga transmisi input menuju post sinap terputus
Kaskade degenerasi
Degenerasi pada pasca sinap dan jaringan yang diinervasi
oleh neuron yang rusak/ cedera
Delayed neuronal death setelah iskemia jaringan
Kematian sel oligodendrosit dan demielinisasi
Perubahan pada koneksi antar neuron/sinaps
Denervasi supersensitivity
Peningkatan sensitivitas area post sinaptik terhadap
neurotransmitter setelah denervasi sel
Pada otot dan ganglia perifer
Peningkatan jumlah dan distribusi reseptor neurotransmitter
asetilkolin (Ach)
Transneuronal degenerasi dan transneuronal atrofi
Berkurangnya atau bahkan menghilangnya sejumlah area
post sinaptik yang mengalami denervasi
Jaras sensorik sistem visual dan auditorik karena fungsinya
membawa input aferen
Reorganisasi koneksi neuronal pasca cedera
Proses regenerasi merupakan bagian dari proses
reorganisasi koneksi antar neuron
Tujuan : pertunasan regeneratif terminal akson atau
kolateral
Proses regenerasi dapat menghasilkan :
Regenerasi bonafide : tidak terbentuk cabang kolateral
Regenerasi abortif :pembentukan konus dystrophic growth
dan tangled arbors
Regenerasi produktif
oRegenerative sprouting dan supernumerary collateral
oPruning-related sprouting yaitu penambahan jumlah koneksi ke
jaringan normal pada neuron yang kehilangan sel target yang luas
Reinervasi neuron yang mengalami denervasi
Apabila koneksi neuron telah membentuk suatu sirkuit,
sinaps yang baru akan mempertahankan sirkuit yang
terganggu
Cedera neuron menyebabkan meningkatnya ekspresi gen
pertumbuhan
Mekanisme Reinnervasi:
Synaptogenesis reaktif
Neuron yang dekat dengan jaringan yang rusak menghasilkan area
presinaptik untuk menginervasi jaringan yang cedera tanpa
mengalami pemanjangan/ pertumbuhan akson
Aksonal Sprouting
Terjadi pemanjangan/pertumbuhan akson presinaptik pada akson
yang sehat untuk menginervasi jaringan yang cedera
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
reorganisasi dan reinnervasi

1. Prinsip proksimitas
2. Fokalitas denervasi
3. Spesifisitas dan kompetensi
4. Target availability
5. Usia
Mekanisme Plastisitas
Plastisitas sinaptik
Regulasi neurotransmitter
Faktor pertumbuhan
Perubahan area representasi kortikal
Kapasitas plastisitas
Mekanisme Plastisitas
Plastisitas sinaptik yaitu meningkatnya sensitivitas
membran sinaptik akibat stimulasi berulang
Long Term Potentiation pada Hipokampus
Sekresi glutamat di presinaps dan jumlah reseptor NMDA dan
AMPA post sinaps meningkat
Stimulasi sinaps berulang menyebabkan influks Kalsium
Peran BDNF meningkatkan remodelling sinaptik dan ekspresi
reseptor
Long Term Depression
Stimulasi berulang yang lambat pada sinaps eksitasi dan
penurunan jumlah reseptor AMPA pada area post sinaps
Terjadi pada cerebellum
Mekanisme LTP dan LTD
Lanjutan mekanisme Plastisitas...
Plastisitas berkaitan dengan regulasi neurotransmitter
baik yang bersifat eksitasi maupun inhibisi di korteks
serebral
Lesi di korteks somatosensorik menyebabkan perubahan
eksitabilitas pada otak akibat down-regulate reseptor
GABA di sekitar lesi
Disfungsi sistem GABAergic dikaitkan dengan
meningkatnya aktivitas LTP
Cedera kortikal mengakibatkan peningkatan reseptor
NMDA disekitar lesi
Lanjutan mekanisme Plastisitas...
Modifikasi fungsional korteks motorik berperan dalam
pemulihan neuron setelah cedera
Reorganisasi neuron menyebabkan perubahan
representasi kortikal di sekitar lesi
Tingkat reorganisasi kortikal tergantung pada frekuensi
latihan setelah cedera
Plastisitas berkaitan erat dengan proses belajar dan
memori untuk membentuk sirkuit baru
Otak yang immatur memiliki kapasitas plastisitas lebih
besar
Faktor yang mempengaruhi regenerasi dan
plastisitas sel saraf
1. Faktor trofik
Neurotrofik, faktor pertumbuhan, sitokin neuropoetik dan faktor yang
dihasilkan sel glial
2. Glial scar
3. Faktor penghambat
Myelin-associated inhibitors (MAIs) dan proteoglikan kondroitin
sulfat
4. Regeneration Assosiated Gen
Ekspresi gen untuk regenerasi akson mengalami down-regulated
pada neuron yang matur
Activating Transcription Factor-3 (ATF-3), Small Proline-Repeat
Protein 1A (SPRR1A), Growth-Associated Protein-43 (GAP-43) dan
CAP-23
BAB IV
REGENERASI DAN PLASTISITAS
PADA PENYAKIT SISTEM SARAF
STROKE
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler yng menyebabkan
defisit neurologi yang berdampak menurunnya status
fungsional
Pada stroke infark, kerusakan jaringan otak terjadi akibat
menurunnya perfusi jaringan
Iskemia jaringan mengaktivasi kaskade neuroinflamasi yang
diperantarai neurotransmiter glutamat yang menyebabkan
edema dan kematian sel otak
Ruptur arteri dan arteriol menyebabkan akumulasi darah
membentuk hematom menyebabkan peningkatan TIK dan
pendesakan jaringan sekitar
Neuron yang cedera hanya dapat bertahan hidup apabila
mendapatkan sirkulasi kolateral
Gambar Kaskade Inflamasi
Lanjutan Stroke...
Pada SSP neuron baru diproduksi secara terus menerus di
zona subventrikuler dan girus dentata di area hipokampus
Neuron yang dihasilkan di zona subventrikuler akan
mengalami migrasi ke olfaktori bulb dan kortex serebri
Neuron baru yang dibentuk di hipokampus berperan dalam
fungsi memori dan pembentukan sinaps baru
Neurogenesis terbatas pada SSP dikarenakan terdapat myelin
assosiated inhibitor (MAI) pada jaringan saraf yang matur
MAI berguna menghambat pertumbuhan sel otak yang tidak
terkontrol yang dapat membahayakan tubuh
Lanjutan Stroke...
Reorganisasi pasca stroke
1. Reorganisasi lokal
Fenomena vicariation : area disekeliling infark (penumbra) akan
mengambil alih kontrol dengan mengaktifkan jaras-jaras yang
sebelumnya tidak aktif
2. Pemulihan Diakhisis
Diakhisis : Area yang jauh dari lesi tetapi masih merupakan bagian
dari sistem koneksi akan mengalami gangguan fungsional pasca
cedera
3. Reorganisasi area sekunder
Terjadi reorganisasi pada area somatotropik sekunder yang letak
anatominya berjauhan dengan lesi
4. Reorganisasi bihemisfer
Terjadi aktivasi hemisfer kontralateral lesi pasca stroke
Lanjutan Stroke...
Plastisitas terjadi melalui proses belajar dan latihan
Mekanisme plastisitas : subtitusi dan kompensasi
Constraint-Induced Movement Therapy (CIMT) adalah teknik
rehabilitasi untuk mengurangi gangguan fungsional
ekstremitas atas pada pasien stroke
Membatasi aktivitas lengan yang sehat, penggunaan tangan yang paresis
untuk melakukan aktivitas rutin 6 jam per hari selama 2-3 minggu.
Pada Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) menunjukkan
CIMT menghasilkan reorganisasi kortikal pada area otak yang
mengalami kerusakan pasca stroke
KESIMPULAN
Neuroregenerasi adalah kemampuan sel saraf untuk tumbuh
dan pulih setelah terjadinya cedera meliputi pembentukan
neuron baru, akson, sinaps, sel glia, dan remielinisasi
Neuroplastisitas adalah respon adaptasi sel saraf terhadap
stimuli dan perubahan lingkungan
Plastisitas terjadi dalam beberapa tahapan yaitu, perubahan
neuron dan koneksinya, reorganisasi dan reinervasi koneksi
neuronal serta remodelling sirkuit sistem saraf
Reorganisasi sel saraf dapat berakhir menjadi regenerasi
bonafide, regenerasi abortif dan produktif
Proses reinnervasi jaringan meliputi proses sinaptogenesis
reaktif dan aksonal sprouting
KESIMPULAN
Pada plastisitas terjadi beberapa proses berupa stimulasi
sinaps berulang (repetitive stimulation), perubahan
eksitabilitas membran sel, perubahan representasi kortikal,
dan regulasi neurotransmitter.
Faktor yang mempengaruhi regenerasi dan plastisitas sel saraf
diantaranya faktor lingkungan seperti faktor trofik, Glial scar,
faktor penghambat.
Pada stroke pemulihan fungsi sel saraf terjadi melalui proses
subtitusi dan kompensasi.
TERIMA KASIH
TERAPI BEDAH SARAF UNTUK CEDERA SARAF
Indications for nerve injury surgery are as follows:
Closed nerve injury - If there is no evidence of recovery, either
clinically or with electrodiagnostic studies, at 3 months after injury,
surgery is recommended; if there is evidence of recovery as
indicated by MUPs, patients should be assessed to determine the
progression of recovery and the possible requirement for surgery
Open nerve injury (ie, laceration) - Surgical exploration is
recommended as soon as possible; all lacerations with a reported
loss of sensation or motor weakness should be surgically explored
Crush nerve injury - Surgical exploration of the nerve may be
delayed for as long as several weeks; however, after 3 months with
no evidence of reinnervation, either clinically or with
electrodiagnostic studies (MUPs present), surgical reconstruction
with nerve repair, transfer, or grafting is indicated
Nerve repair
Reconstruction of nerve continuity can be performed with direct repair. [13] This is
performed when the distal and proximal ends of the nerve are directly coapted. The
repair should be performed without tension; if it cannot be performed without
tension, other types of nerve reconstruction should be performed, such as nerve graft
or nerve transfer. If the adjacent joint must be flexed or extended to permit
coaptation of the distal and proximal ends of the nerve, a nerve graft should be used.
Nerve graft
In cases where the proximal and distal nerve segments cannot be approximated
without tension or where a gap is present between the proximal and distal end of the
nerve, a nerve graft may be recommended. [2, 10, 14, 15, 16] The use of a donor nerve results
in a sensory loss in the distribution of the donor nerve. This area of sensory loss
becomes smaller over 1-3 years with collateral sprouting from the surrounding sensory
nerves. [17]
Nerve transfer
The concept of a nerve-to-nerve transfer permits a normal neighboring noncritical
nerve to be coapted to the distal end of the injured nerve. [16] This is particularly useful
in cases where a large nerve gap is present, proximal nerve injuries are present, or
both. [18, 19, 20, 21, 22, 23] Excellent results have been shown with proximal brachial plexus
injuries and distal median, radial, and ulnar nerve injuries.
LTP DAN LTD
FUNGSI NEUROTROPIK DAN JENISNYA
Neurotrophins, including BDNF, neurotrophin-3 (NT-3) and nerve
growth factor (NGF), are structurally and functionally related
members of the NGF family of growth factors that have critical
roles in the developing central nervous system and in the adult
brain (Barbacid, 1995). For instance, neurotrophins influence
synaptic plasticity and proliferation, differentiation and survival of
neurons in the adult brain (Lu and Chow, 1999). Neurotrophins bind
to and signal through the Trk family of tyrosine protein kinase
receptors (TrkA-C) or p75, a member of the tumor necrosis factor
receptor subfamily
VEGF is an endothelial cell mitogen and survival factor (Ferrara et
al., 2003) that binds with high affinity to Flk-1, a tyrosine kinase
receptor expressed on endothelial cells and neuronal progenitor
cells in the hippocampus (Yang et al., 2003). Expression of VEGF
mRNA in peripheral leukocytes is increased in adults with MDD
when compared with healthy controls (Iga et al., 2006).
Antidepressant treatment reverses this effect and is correlated with
significant clinical improvements (Iga et al., 2006).
Insulin-like growth factor 1 (IGF-1) is a polypeptide hormone with
growth-promoting effects in the central nervous system (Anlar et
al., 1999). Although IGF-1 is primarily synthesized in the liver and
circulates in the bloodstream, IGF-1 is also produced in the central
nervous system including the hippocampus (Werther et al., 1990;
Bondy and Lee, 1993; Kar et al., 1993). Peripherally expressed IGF-1
crosses the bloodbrain barrier and therefore both circulating and
endogenous IGF-1 influence neuronal function in the hippocampus
(Reinhardt and Bondy, 1994; Carro et al., 2000; Pulford and Ishii,
2001). IGF-1 binds primarily to the type-1 IGF receptor, which is
expressed throughout the mammalian brain including the dentate
gyrus of the hippocampus
Fibroblast growth factor 2 (FGF-2) is a progenitor cell mitogen
(Kuhn et al., 1996) that supports the survival and maturation of
neurons (Walicke, 1988). FGF-2 is expressed in astrocytes
throughout the central nervous system and in restricted
populations of neurons including pyramidal cells in the
hippocampus (Gomez-Pinilla et al., 1994; Chadashvili and Peterson,
2006). FGF-2 binds to four tyrosine kinase receptors (FGF receptors
14) that are expressed in the hippocampus (Wanaka et al., 1991;
Fayein et al., 1992; El-Husseini et al., 1994). Altered expression of
FGF-2 and FGF receptors is observed in adult patients with MDD and
these changes are reversed by antidepressant treatment (Evans et
al., 2004; Gaughran et al., 2006). Thus, aberrant regulation of FGF
signaling may contribute to the etiology or pathophysiology of
MDD.
NEURORESTORASI PASIEN STROKE
HIPOKAMPUS
CEDERA TULANG BELAKANG

Anda mungkin juga menyukai