Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien
Identifikasi Resiko Keselamatan Pasien
PENDAHULUAN
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien
(Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an, sejak
laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human,
building a safer health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam
pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical
error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan
kesehatan.
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika
berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan
meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan
kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health Organization
(WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu
endemis.
Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam
pelayanan kepada pasien: Safety is a fundamental principle of patient care and a critical
component of quality management. (World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai
negara menunjukan angka 3 16% yang tidak kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29
tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan
Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem
Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni
2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan
oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005,
di Jakarta Convention Center Jakarta.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf
RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu
pula
KARS
(Komisi
Akreditasi
Rumah
Sakit)
Depkes
telah
menyusun
Standar
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi
Rumah Sakit.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan
Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa rumah
sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
(1)
Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan
keselamatan pasien.
(2)
TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala
rumah sakit.
(3)
Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen
2.
3.
4.
Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;
5.
6.
7.
2.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Kemenkes RI, 2011).
Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perusahaan. perusahaan. (ERM) Pengaruhnya dapat
berdampak
terhadap kondisi :
Pelanggan,
Risiko adalah fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian yang tidak
diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari kejadian tersebut.
Risk = Probability (of the event) X Consequence
Risiko di Rumah Sakit:
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai
korporasi.
Financial risks
Other risks
dan
pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan pasien. Manajemen
risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenispelayanan dirumah sakit pada setiap
level
Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit,
pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam pengambilan
keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan dan biaya.
Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:
Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola
semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan
keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko
keuangan dan lingkungan.
Menyatukan
semua
sumber
informasi
yang
berkaitan
dengan
risiko
dan
keselamatan, contoh: data reaktif seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi
klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, data proaktif seperti
hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan,
manajemen, analysis dan investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian
aktual.
Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk
menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.
2.
3.
4.
Brainstorming
Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan menanyakan
kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.
Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi menilai
tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko
risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni
Risk Register:
1.
2.
3.
Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat
termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai:
Operasional
Finansial
Strategik
Hukum/Regulasi
Teknologi
Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap
pasien dapat dinilai dengan tepat.
2.
Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain.
3.
4.
5.
3.
1.2.
1.3.
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pasien
dalam
kesinambungan
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1.
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3.
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV.
Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif
insiden,
dan
melakukan
perubahan
untuk
meningkatkan
kinerja
serta
keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1.
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
4.2.
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4.
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.
Standar V.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien
Standar:
1.
2.
3.
4.
5.
Kriteria:
5.1.
5.2.
meminimalkan insiden.
5.3.
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian
informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5.
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah
Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan Kejadian Sentinel pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6.
menangani
Kejadian
Sentinel
(Sentinel
Event)
atau
kegiatan
proaktif
untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
Kejadian Sentinel.
5.7.
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
5.8.
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi
berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9.
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2.
Kriteria:
6.1.
Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masingmasing.
6.2.
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam
rangka melayani pasien.
Rumah
sakit
merencanakan
dan
mendesain
proses
manajemen informasi
Kriteria:
7.1.
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
7.2.
4.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI),
dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan
pasien.
Sasaran
menyoroti
bagian-bagian
yang
bermasalah
dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:
mengalami
disorientasi,
tidak
sadar;
bertukar
tempat
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan;
dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas.
Suatu proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik
cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk:
mencatat/(memasukkan ke
komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan
tidak
melakukan
pembacaan
kembali
(read
back)
bila
tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike
Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang
ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta
pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya
di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak
disengaja/kurang hati-hati.
salah-prosedur,
salah
pasien
pada
operasi,
adalah
sesuatu
yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan
resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah
merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan
ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commissions Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan
harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat
disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang
belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
Tahap Sebelum insisi (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan,
tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.
rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu
berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
5.
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan
Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh
harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut
tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini
berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh
langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan
metoda-metoda lainnya.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
A.
1.
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden.
2)
Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
3)
1.
1)
2)
3)
Bagi Unit/Tim:
Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden.
Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses
pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
B.
multi
disiplin
secara
berkala
untuk
menilai
perkembangan
program
keselamatan pasien.
Pimpinan melakukan ronde keselamatan pasien (patient safety walk around)
secara rutin, diikuti berbagai unsure terkait. Setiap timbang terima antar shift dilakukan
briefing
untuk
mengidentifikasi
risiko
keselamatan
pasien
dan
debriefing
untuk
1)
Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2)
Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda
1.
1)
Untuk Unit/Tim:
Nominasikan penggerak dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2)
Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
C.
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan
Pasien dan staf;
2)
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian
terhadap pasien.
1.
1)
Untuk Unit/Tim:
Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan
Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
rumah sakit;
3)
setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut;
4)
D.
Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.
E.
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya.
2)
Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas
Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya
dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3)
Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
F.
Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat,
Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan
minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
untuk proses risiko tinggi.
1. Untuk Unit/Tim:
1)
2)
Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan
G.
Mencegah
Cedera
Keselamatan Pasien
Melalui
Implementasi
Sistem
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi
setempat.
2)
Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses),
4)
Rumah Sakit.
5)
Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan.
1.
Untuk Unit/Tim:
1)
Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan
Telaah
kembali
perubahan-perubahan
yang
dibuat
tim
anda
dan
pastikan
pelaksanaannya.
3)
Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan.
6.
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah
pada pasien, terdiri dari:
1.
Kejadian
Tidak
Diharapkan,
selanjutnya
disingkat
KTD
adalah
insiden
yang
Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
3.
Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
4.
Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
5.
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius.
7.
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan insiden
dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17
permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1) menyatakan Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit yang telah ada dan dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit belum terbentuk
Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis
setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung,
maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden keselamatan pasien
eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi
Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah
dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang
(non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam
waktu paling lambat 224 jam sesuai format laporan.
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden
yang dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah
sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit sesuai format laporan:
-
Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakit untuk melanjutkan
Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakit diharapkan mengisi
Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk
melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.
-
SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No.
28, Kelapa Gading Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.
2.
Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor
3.
yang
baik
&
proses
pembelajaran
yang
berharga
memerlukan
8.
Pendekatan
Komprehensif
Keselamatan Pasien
dalam
Pengkajian
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,
lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1.
Struktur
Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur
tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.
2.
Lingkungan
Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang
memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan
kondisi pasien.
3.
Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan
untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
4.
Proses
Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan
kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada
setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal
tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan.
Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah
tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh
beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan
pada pasien-pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu waktu
dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak.
Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan
diagnostic atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian
antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap
diagnosis dan pengobatan.
5.
Orang
Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja
seseorang. Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahankesalahan.
Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada
kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan
kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi
kesalahan kesalahan dalam bertindak.
atau
pelatihan
dengan
saat
teknologi
dihadapkan
baru
dan
kepada
perawatan
penggunaan
alat-alat
penyakit-penyakit
yang
Faktor
kognitif, komunikasi
dan
interpretasi:
kognitif
sangat
berpengaruh
Budaya
Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan
dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa
yang menerima laporan).
Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang
penting adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf,
membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja,
manajemen kelelahan, stress dan sakit
9.
1.
Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat
jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi
gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.
2.
Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis
pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto radiologi dan atau
laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai pasien
lama.
Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum
stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan
dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke
instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang
Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi
kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien
akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum
stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan
dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim
ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang.
1.
Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai
dengan kondisi kegawat daruratan pasien.
Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi
radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka
pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat pulang.
menyelenggarakan
meningkatkan
dan
pendidikan
memelihara
&
kompetensi
pelatihan
staf
yang
serta
berkelanjutan
mendukung
untuk
pendekatan
11. Penutup
Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan
kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen
kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan
belajar
dari
insiden,
tindak
lanjut
dan
implementasi
solusi
untuk
meminimalkan risiko.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) maupun
yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam
sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang
dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standar keselamatan
pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada Hospital Patient Safety
Standards
yang
dikeluarkan
oleh
Join
Commision
on
Accreditation
of
Health
Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya
dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2
edn, Bakti Husada, Jakarta.
_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety
Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System
http://www.nap.edu/catalog/9728.html
___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care
http://www.nap.edu/catalog/10863.html
Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana,
Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI