Anda di halaman 1dari 7

Ayat bacaan:Lukas 19:7

"Tetapi semua orang yang melihat hal itu


bersungut-sungut, katanya: "Ia menumpang di
rumah orang berdosa."
"Semakin mendalami agama, kebanyakan orang
semakin fanatik.. mereka berubah menjadi orang
yang merasa diri paling benar dan merasa berhak
menghakimi orang lain yang berbeda pandangan
atau kepercayaan dengan mereka."

ZAKHEUS DI
ANTARA ORANG
FARISI DAN YESUS

Ada banyak orang yang keliru dalam menyikapi


pertumbuhan imannya. Itupun terjadi di kalangan
kita. Kita berusaha untuk semakin baik dari hari
ke hari. Menjauhi dosa, hidup kudus, mendalami
Alkitab, semua itu tentu sangat baik. Tetapi
apabila kita tidak hati-hati, maka kita akan
dirasuki kesombongan. Kita boleh terjebak untuk
mulai menghakimi orang lain dan merasa diri kita
lebih baik dari mereka. Kita boleh dengan mudah
menunjuk orang lain berdosa, mencaci dan
menjauhi mereka.

Ini adalah pandangan keliru. Ini bukanlah


sesuatu yang diharapkan dari sebuah
pertobatan dan upaya menumbuhkan iman.
Bukannya menjadi garam dan terang dunia,
tetapi kita malah akan terperangkap menjadi
batu sandungan. Orang bukannya melihat
contoh yang baik dari kita tetapi malah
menjadi anti terhadap kehadiran kita.
Kisah Zakheus menunjukkan hal ini. Gambaran
visual Zakheus yang berbadan pendek namun
sibuk memanjat pohon agar dapat melihat
Yesus, dan kemudian kisah pertobatannya
tentu sudah sangat kita kenal dan sudah akrab
bagi kita sejak kita masih anak-anak. Zakheus
yang berbadan pendek ini adalah seorang
pemungut cukai yang kaya raya. Pada masa itu
orang Yahudi terutama para ahli Taurat
menggolongkan para pemungut cukai ini
sebagai orang berdosa. Dicap sebagai sampah
masyarakat, pendosa, para pemungut cukai
pun digolongkan dalam satu kelas bersama
orang lalim, penzinah dan perampok. Dan itu
terlihat dari sebuah doa orang Farisi seperti
yang tertulis di dalam Lukas 18:11.
2

Para pemungut cukai ini biasanya dicemooh


dan dipandang hina. Dan Zakheus ada
dalam kelompok ini. Begitu cepatnya
mereka menghakimi sehingga tidak ada
satupun orang yang mengetahui bahwa
sesungguhnya Zakheus tidak merasa damai
meski hartanya berlimpah dan punya
kerinduan besar untuk bertemu dengan
Yesus.
Kesempatan itu pun datang pada suatu hari.
Sayang badannya pendek, sehingga sulit
baginya untuk menyisip ditengah orangorang lain yang berbadan lebih tinggi
darinya. Tapi kerinduannya yang sangat
besar membuatnya tidak putus asa. Ia pun
berusaha sedemikian rupa dengan
memanjat pohon ara. (Lukas 19:4).
Usahanya yang gigih pun kemudian
membawa hasil."Ketika Yesus sampai ke
tempat itu, Yesus melihat ke atas dan
berkata: "Zakheus, segeralah turun, sebab
hari ini Aku harus menumpang di
rumahmu."(ay 5).
3

Bukan saja melihat dirinya, tapi Yesus


berkenan untuk mendatangi rumahnya. Tentu
saja hal ini disambut Zakheus dengan
sukacita. Tapi lihatlah apa yang dikatakan
kerumunan orang Yahudi dan orang-orang
Farisi."Tetapi semua orang yang melihat
hal itu bersungut-sungut. Mereka berkata:
"Ia menumpang di rumah orang
berdosa." (ay 7). Mereka beranggapan
bahwa Zakheus itu sangat hina sehingga
Yesus seharusnya tidaklah layak untuk
mendatangi rumah orang sehina dia.
Apa yang terjadi kemudian sungguh
mengharukan. Tuhan Yesus
menganugerahkan keselamatan kepada
Zakheus sebagai buah pertobatannya. Bukan
saja kepada diri Zakheus sendiri, namun
seluruh anggota keluarganya pun turut
diselamatkan. Yesus pun menutup jawaban
terhadap protes kerumunan orang-orang
yang merasa lebih benar ini dengan"Sebab
Anak Manusia datang untuk mencari dan
menyelamatkan yang hilang."(ay 10).
4

Dari kisah ini kita dapat melihat perbedaan nyata


antara Yesus dengan para orang Farisi. Kita juga
bisa melihat pandangan keliru dari kedalaman
keyakinan. Siapa yang ingin kita teladani, Yesus
atau para ahli Taurat dan orang-orang Yahudi yang
merasa dirinya sudah lebih baik dari orang lain?
Adakah hak kita menjatuhkan penghakiman
terhadap orang lain dan merasa kita lebih baik dan
benar dari mereka?
Tanpa sadar manusia sering terjerumus untuk
membanding-bandingkan diri mereka dengan orang
lain, mencari-cari kesalahan orang lain agar diri
kita terlihat hebat. Itu bukanlah cerminan pribadi
Kristus. Membuang muka, menghina, menjauhkan
diri juga merupakan bentuk-bentuk penghakiman
yang seharusnya bukan menjadi bagian dari gaya
atau sikap hidup kita. Padahal Tuhan selalu
membuka kesempatan kepada mereka untuk
berbalik kembali ke jalan yang benar, dan itu akan
jadi melalui kita. Dengan sikap yang salah, kita pun
menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi berkat
bagi mereka yang perlu pertolongan. Dan kita pun
kemudian gagal untuk memenangkan jiwa bagi
Kerajaan Allah.
5

Ada sebuah tugas bagi kita semua yang mengasihi


Kristus untuk membawa keselamatan bagi banyak
orang. Kita bisa melihat petikan percakapan Yesus
dengan Petrus. Ketika Yesus mengulangi
pertanyaanNya tiga kali kepada Petrus:"Simon,
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi
Aku?"dan ketika Petrus selalu menjawab"Benar
Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi
Engkau", tiga kali pula Yesus mengakhiri
pertanyaanNya dengan"Gembalakanlah dombadomba-Ku." (Yohanes 21:15-19).
Inilah yang seharusnya yang kita lakukan setelah
kita memasuki fase kehidupan baru yang mengejar
kekudusan dan ketaatan. Ada pesan penting bagi
kita semua untuk menggembalakan dombadombaNya, dan itu semua haruslah didasarkan atas
kasih kita kepada Kristus, bukan hal lainnya.
Selama masih bersikap sombong dan merasa diri
lebih benar, niscaya kita tidak akan mampu
menjangkau dan memenangkan jiwa-jiwa untuk
diselamatkan. Bagaimanapun juga kita
diingatkan"Hendaklah kamu selalu rendah hati,
lemah lembut, dan sabar.Tunjukkanlah kasihmu
dalam hal saling membantu."(Efesus 4:2)
6

Ingatlah bahwa perkara menghakimi adalah mutlak


milik Tuhan."Jangan kamu menghakimi, supaya
kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman
yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan
dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk
mengukur, akan diukurkan kepadamu."
(Matius 7:1-2).
Yesus datang justru untuk mencari dan
menyelamatkan yang hilang, dan kepada kita pesan
untuk menggembalakan domba-dombaNya dan
mewartakan kabar gembira telah Dia wariskan. Oleh
karena itu, jauhilah perilaku seperti para ahli Taurat
dan orang-orang Yahudi yang merasa diri mereka
begitu benar sehingga layak untuk menghakimi dan
menjauhi orang lain.
Kasihilah mereka, karena mereka pun layak beroleh
kesempatan untuk selamat! Dan siapa tahu, mungkin
lewat diri kita Tuhan mau menjangkau mereka untuk
bertobat. Mungkin kita yang diutus Tuhan untuk
memimpin mereka hingga mengenal kebenaran dan
lepas dari jebakan iblis. (2 Timotius 2:25-26).
Hari ini marilah kita berhenti menghakimi dan mulai
belajar mengasihi saudara-saudara kita dan menjadi
teladan yang baik, sesuai dengan keteladanan yang
telah diberikan Yesus.
Teladani Yesus dalam mengasihi tanpa batas
7

Anda mungkin juga menyukai