Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Idiopathic thrombocytopenic purpura (immune thrombocytopenic purpura
[ITP]) merupakan suatu kelianan autoimun yang ditandai dengan rendahnya trombosit
yang disebabkan destruksi trombosit sensitive antibody pada system retikuloendotelial
akibat

adanya

antibody

terhadap

trombosit

yang

biasanya

berasal

dari

immunoglobulin G. ITP dapat diklasifikasikan menjadi ITP anak, dewasa, akut atau
kronik , primer atau sekunder.
Trombositopenia pada ITP akan mengakibatkan gangguanpada system
hemostasis karena tromboosit bersama dengan faktor koagulasi darah terlibat dalam
mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP bervariasi mlai dari
perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian kejadian yang
fatal.akan tetapi adang juga bisa bersifat simptomatik.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan hitung jenis dan
pemeriksaan gambaran darah tepi merupakan hal penting yang harus diperhatikan
dalam evaluasi awal pasien dengan trombositopenia. Keseluruhan riwayat kesehan
dan jenis obat yang diminum pasien akan mempengaruhi diagnosis banding. Riwayat
kelainan darah pada keluarga dan obat-obatan harus ditanyakan karena obat-obatan
merupakan penyebab tersering dari trombositopenia.
Karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan
pilihan konvensional dalam pengobatan ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan mangatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan
keterlambatan penangan akibat perdarahan yang fatal, ataupun penanganan pasien
yang gagal atau relaps.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.I

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny.PW

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 34 tahun

Alamat

: Jl. Timbul III 08/004, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Suku bangsa

: Jawa

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan

: Tamat SLTP

Masuk instalasi rawat inap Gedung Teratai lantai 5 Selatan Rumah Sakit Fatmawati
pada tanggal 11 Oktober 2014

I.2.

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Mimisan dan gusi berdarah yang semakin parah sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Keluhan Tambahan
Bintik bintik merah di tubuh yang semakin banyak disertai dengan kebiruan (memar)
di tangan dan kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pertama kali mulai mimisan dan keluar darah dari gusi sekitar 3
hari SMRS, akan tetapi sejak 1 hari SMRS mimisan dan gusi berdarah semakin sering
terjadi dan semakin banyak darah yang keluar. Mimisan sudah lebih dari 15x sejak 3
hari SMRS, dan gusi berdarah sejak pagi SMRS tidak berhenti. Darah dari hidung
berwarna merah segar dan dari mulut berwarna merah tua encer bercampur dengan air
liur. Gigi goyang (-),gigi berlubang (+) tapi tidak dekat dari bagian gusi yang

mengeluarkan darah. Luka atau sariawan disekitar mulut dan pipi dalam disangkal.
Riwayat trauma disekitar wajah disangkal, muntah darah juga disangkal.
Pasien juga mengatakan sejak 2 minggu SMRS muncul bintik bintik merah di
kaki, tangan dan tubuh pasien. Bentuknya kecil, tidak berisi air, seperti gigitan
nyamuk. Selain itu di badan pasien terutama di kaki dan tangan muncul memar
memar berwarna kebiruan sebesar uang koin, dan tidak ada nyeri tekan Pasien
mengatakan tidak ada riwayat terbentur sesuatu. Seja 1 minggu SMRS pasien
mengaku badannya lemas dan menstruasinya lebih banyak dari biasanya. Dalam 1
hari bisa ganti pembalut 5 kali. Warna darah merah kehitaman. Menstruasi selama 5
hari, dan darah baru mulai berkurang pada hari ke empat. Pasien mengatakan
menstruasinya lebih lama durasinya daripada biasanya. Tidak ada keluhan demam,
sesak, mual, muntah, batuk, pilek, nafsu makan tidak menurun, nyeri otot dan sendisendi juga disangkal. Memar didaerah sendi juga disangkal. Pasien mengaku
sebelumnya pernah mengalami gejala seperti ini dan sudah berobat ke IGD RSCM
pada hari senin 1 minggu SMRS, dan disana sempat ditransfusi 10 kantong trombosit
karena didiagnosis trombositopeni, dan pada selasa esok harinya pasien diperbolehkan
pulang lalu disarankan untuk pergi ke RSUP Fatmawati untuk kontrol.
Pasien mengatakan selama sakit ini hanya minum obat adona yang diberi dari
RSCM. Pasien menyangkal pernah batuk-batuk lama sebelumnya atau batuk berdarah
serta menyangkal mendapat pengobatan paru dalam jangka waktu lama. Pasien
menyangkal pernah memakai narkoba suntik, konsumsi alkohol, dan seks bebas, tidak
pernah memiliki tato, dan tidak merokok.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah didiagnosis menderita trombositopenia 1 minggu SMRS.
Riwayat DM, penyakit jantung, asma, penyakit ginjal, penyakit liver, dan operasi
sebelumnya disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan juga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluhan yang sama, penyakit jantung, ginjal, liver, asma,
DM, paru dan kanker di keluarga juga disangkal. Tidak ada alergi obat dan makanan.
Riwayat Sosial ekonomi
3

Pasien sudah menikah, tinggal bersama keluarga, dan bekerja sebagai kasir di
suatu minimarket. Pasien menyangkal pernah memakai narkoba suntik, konsumsi
alkohol, dan seks bebas, tidak pernah memiliki tato, dan tidak merokok.
I.3.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2014, di bangsal IRNA
Teratai, ruang 527 D, RSUP Fatmawati.
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Status gizi

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 50 kg

BMI

: 19,5 kg/m2 (normoweight)

B. Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

:
:
:
:

120/80 mmHg
72 x/menit
24 x/menit
36,5C

C. Kepala dan Leher


Bentuk kepala
: Normocephali
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, benjolan
(-), nyeri tekan (-)
Wajah
: Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash
Mata
Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra
Konjunctiva anemis +/+
Sklera ikterik -/ Pupil isokor, 3 mm
Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra
Reflek cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra
Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan

kulit, tidak hiperemis


Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra
Nyeri tekan tragus -/Nyeri tekan aurikula -/Nyeri tarik aurikula -/4

Nyeri tekan retroaurikula -/Hidung


Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan
Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/ Ditemukan ada darah darah yang sudah kering di sekitar lubang hidung
Mulut
Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan
bicara, sudut bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan

tersenyum.
Keluar darah dari gusi
Terdapat gigi karies akan tetapi tidak dekat dari daerah gusi yang

berdarah
Bibir tampak merah
Oral higiene buruk, nampak darah bercampur air liur di dalam

mulut
Lidah tidak terlihat jelas karena ada darah
Uvula terletak ditengah, tidak oedem
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1-T1 tenang.

Leher
Inspeksi

: Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak

pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak


deviasi trakea
Palpasi
: Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di
tengah, JVP 5-2 cmH2O.
Auskultasi : Tidak terdengar bruit
D. Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak ditemukan eflouresensi yang bermakna pada kulit dinding dada
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba

benjolan pada dinding dada


Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, thrill (-)
5

Teraba ictus cordis pada sela iga V, 1 jari medial dari linea

midclavicularis kiri
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 1 jari medial dari garis
midcavicularis kiri
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi -/-, wheezing-/ BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Thorax Posterior
Inspeksi
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis
Tidak terlihat eflouresensi
Tidak terlihat benjolan
Tidak terdapat kelainan vertebra
Palpasi
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris
Tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi
Tidak terdapat nyeri ketuk
Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela
iga XI
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+
E. Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut datar
Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Arterial bruit (-)
Palpasi
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Nyeri tekan epigastrium (+)
Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae. Lien tidak teraba membesar
Ballotement -/ Undulasi (-)
Perkusi
Shifting dullness (-)
6

F. Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Tangan kiri dan kanan simetris, tampak purpura tersebar di tubuh,

extremitas atas kiri dan kanan


Tampak hematom di extremitas atas kiri dan kanan
Palmar eritema (-)
Oedem (-)
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Tidak tampak pembengkakan sendi, atau kedua extremitas atas dapat

bergerak aktif dan bebas


Tidak ada gerakan involunter
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Akral hangat
Pitting edema -/- -/ Refleks patologis Hoffmann Tromner -/ Flapping tremor -/ Capillary Filling Test <2 detik
Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
Kekuatan otot normal
5555
5555
5555
5555
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Tungkai kiri dan kanan simetris, tampak purpura pada kedua tungkai
bawah.
Tampak hematom di extremitas bawah kiri dan kanan
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Kedua tungkai dapat bergerak aktif dan bebas
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting oedem
Klonus patella -/-, klonus achilles -/ Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
I.4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.

Pemeriksaan Laboratorium

2.1 Pemeriksaan Laboratorium


Hasil laboratorium
7

Pemeriksaan

7/10/14

Nilai Rujukan

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER
HER
KHER
RDW
Basofil
Eosinofil
Batang
Netrofil
Limfosit
Monosit
SGOT
SGPT
Ureum darah
Creatinin darah
GDS
Natrium (Na)
Kalium
klorida
b.

Hematologi
11,6 g/dl
13,2- 17,3 g/dl
34%
33-45 %
5.6 ribu/ul
5-10 ribu/UL
3 ribu/ul
150-440 ribu/UL
3,89 juta/ul
4,4-5,9 juta/UL
VER/HER/KHER/RDW
88.7
80-100 fl
29.9
26-34 pg
33.6
32-36 g/dl
13.2
11.5-14.5 %
Hitung Jenis
0
0-1
1
1-3
80
2-6
13
50-70
4
20-40
2
2-8
Fungsi Hati
19
14
Fungsi Ginjal
20 mg/dl
0.6 mg/dl
Diabetes
100 mg/dl
Elektrolit
137 mmol/l
3.73 mmol/l
103 mmol/l

0-34 u/L
0-40 u/L
20-40 mg/dl
0,6-1,5 mg/dl
<200 mg/dl
135-147 mmol/l
3.10-5.10 mmol/l
95-108 mmol/l

Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Soft tissue dalam batas normal, tulang tidak ada fraktur, tidak ada diskontinuitas, tidak
ada destruksi, kedua sinus costofrenikus tumpul, diafragma tidak dapat dinilai. Pada
paru tidak ditemukan bercak infiltrate di, hilus baik, corakan bronkovaskular normal.
Jantung CTR <50%, kedua sinus costofrenikus lancip.
Kesan : Cor dan paru dalam batas normal.
RESUME
Pasien wanita, 39 tahun datang dengan keluhan gusi berdarah dan mimisan yang
memburuk sejak 3 hari smrs. Gusi berdarah tidak berhenti sejak 3 hari tersebut dan
mimisan semakin sering sejak 1 hari SMRS. Selain itu terdapat juga bintik bintik
merah di tubuh, tangan dan kaki dan juga terdapat memar memar tanpa didahului
terbentur sesuatu di tangan dan kaki pasien. Gigi goyang (-), gigi berlubang (+) tapi
tidak dekat dari bagian gusi yang mengeluarkan darah. Luka atau sariawan disekitar
mulut dan pipi dalam disangkal. 1 minggu SMRS pasien mengaku menstruasinya
lebih banyak dari biasanya dan lebih lama. Tidak ada keluhan demam, sesak, mual,
muntah, batuk, pilek, nafsu makan tidak menurun, nyeri otot dan sendi-sendi juga
disangkal. Memar didaerah sendi juga disangkal. Pasien sudah berobat ke IGD RSCM
pada hari senin 1 minggu SMRS, dan disana sempat ditransfusi 10 kantong trombosit
karena didiagnosis trombositopeni, dan selama sakit ini hanya minum obat adona
yang diberi dari RSCM. Pasien menyangkal pernah batuk-batuk lama sebelumnya
atau batuk berdarah serta menyangkal mendapat pengobatan paru dalam jangka waktu
lama. Pasien menyangkal pernah memakai narkoba suntik, konsumsi alkohol, dan
seks bebas, tidak pernah memiliki tato, dan tidak merokok.
Pemeriksaan fisik :
Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi normal (19,5)
Konjungtiva anemis.
Terdapat bekas darah kering di sekitar hidung (bekas epistaksis)
Oral higiene buruk, dengan gusi masih berdarah, dan bercampur dengan air liur.
Terdapat gigi berlubang tapi tidak dekat dari lokasi gusi berdarah
Terdapat bintik bintik merah di sekitar badan, tungkai atas dan bawah, serta
ditemukan beberapa hematom di tungkai atas dan bawah
Tidak ada organomegali
Pemeriksaan Laboratorium :
Kesan :
Trombositopenia
10

I.5.

Anemia normositik normokrom

DAFTAR MASALAH
1. Trombositopenia ec suspek idiopathic trombositopenia purpura
2. Anemia Normositik Normokrom ec blood loss
3. Karies dentis

I.6 PENGKAJIAN MASALAH


1.

ITP ( Idiopatic Trombositopeni Purpura )


Hal ini berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
pasien, yaitu :
Perdarahan dari hidung (mimisan) yang makin sering sejak 3 hari SMRS
Perdarahan gusi yang tidak berhenti
Perdarahan dari hidung (epistaksis)
Perdarahan yang banyak (lebih banyak dari biasanya) saat mestruasi
Menstruasi lebih lama
Hematoma pada keempat ekstremitas
Trombositopenia
Anemia normositik normokrom ec blood loss

2.

Anemia Normositik normokrom


Hal ini berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik pasien, yaitu :

Lemas

Perdarahan dalam jumlah banyak

3. Karies Gigi
Hal ini berdasarkan pemeriksaan fisik pasien, yaitu :
Oral higiene yang buruk
Gigi berlubang
I.7 RENCANA PEMERIKSAAN
Cek DPL post transfusi, Cek HbsAg, anti HCV
1.8 RENCANA TATALAKSANA
A. Non Medikamentosa
11

IVFD NaCl 0,9% 500cc/8 jam

Bed rest total

Diet lunak 1500 kkal/hari


-

25 kkal/kgBB TB = 160 cm, BB idaman = 54 kg


Aktivitas + 10%
Hasilnya : 1350 kkal + 10 % 1500 kkal/hari

Transfusi TC 10 unit

B. Medikamentosa

Metyl prednisolon 2x125 gram IV

Transamin 3x500mg IV

1.10 FOLLOW UP
1.

8 Oktober 2014
Subjective

Gusi berdarah (+), mimisan (-), mual (+), muntah (-), merah merah

Objective

ditangan belum berkurang, memar-memar (+), demam (-), sesak (-)


a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Kompos Mentis
c. Tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Pernapasan : 20 kali / menit

Suhu : 36,80 celcius

d. Mata : CA -/- , SI -/e. Mulut : oral higiene buruk. Karies (+)


f. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

g. Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


h. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-/-)
i. Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,
Hepar dan lien tidak teraba.
j. Ekstremitas

Akral hangat : +/+


12

Edema kedua tungkai: -/-

Lab :
Hb 10,0 g/dl; Ht 31 %; Leukosit 11000; Trombosit 5000
Assessment

MCV/MCH/MCHC : 86,7/30,2/34.8
1. Trombositopenia ec ITP
2. Anemia ec blood loss
R/dx: Cek DPL ulang post transfusi

Planning

Cek HbsAg, anti HCV, feritin, SI, TIBC


R/th:

Bed rest total

IVFD NaCl 0,9% 500 cc /24 jam

Diet lunak 1500 kkal/hari

Metyl prednisolon 2x125 gram IV

Transamin 3x500mg IV

OMZ 1x40 mg IV
Cavit D3 3x1 tab
Sucralfat 4x CI PO
Transfusi TC target >10.000 masuk 7 kantong 311cc
TC

2.

9 oktober 2014
Subjective

Gusi berdarah (masih sedikit rembes), mimisan (-), mual


(+), muntah (-), merah merah ditangan belum berkurang,

Objective

memar-memar (+), demam (-), sesak (-)


k. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
l. Kesadaran : Kompos Mentis
m. Tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 kali / menit

Pernapasan : 20 kali / menit

Suhu : 36,00 celcius

n. Mata : CA -/- , SI -/13

o. Mulut : oral higiene buruk, karies (+)


p. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

q. Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


r. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki
(-/-)
s. Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal, Hepar tidak teraba. Lien Schuffner III
t. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/-

Lab:
Feritin/serum iron/ TIBC : 117 ng/ml / 35.0 mg/dl / 271.0
bilirubin total / direct / bilirubin indirect : 0.20 mg/dl / 0.10
mg/dl / 0.10 mg/dl
HbsAg : non reaktif/ Anti HCV : non reaktif
Assessment

1. Trombositopenia ec ITP
2. Anemia ec blood loss + defisiensi Besi

Planning

3. Karies dentis
R/dx: Cek DPL post transfusi
R/th:

IVFD venflon

Diet lunak 1500 kkal/24 jam

Bed rest total

Metyl prednisolon 2x125 gram IV

OMZ 1x40 mg IV
Cavit D3 3x1 tab
Sucralfat 4x CI PO
Minosep gargle 2x/hari
Transamin 3x 500 mg IV
Transfusi TCTarget >10.000

14

3.

10 Oktober 2014
Subjective

Gusi berdarah makin berkurang, mimisan (-), mual (-), muntah (-),
merah merah ditangan masih ada, memar-memar mulai memudar,

Objective

demam (-), sesak (-) nyeri ulu hati (-)


u. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
v. Kesadaran : Kompos Mentis
w. Tanda vital

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 70 kali / menit

Pernapasan : 20 kali / menit

Suhu : 36,2 0 celcius

x. Mata : CA -/- , SI -/y. Mulut : oral higiene buruk, karies (+)


z. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

aa. Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


ab. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-/-)
ac. Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,
Hepar dan lien tidak teraba.
ad. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/-

Lab :
Urinalisa
Urobilinogen: 0,2 E.U./dl ; albumin: negatif ; Berat Jenis <=1.005 ;
Bilirubin: Negatif ; Keton: Negatif ; Nitrit: Negatif , PH: 7.0; Lekosit:
Positif 3; Darah/hb : Positif 2; Glukosa urin : Negatif; warna:
Assessment

Kuning; kejernihan: Jernih


1. Trombositopenia ec ITP
2. Anemia ec blood loss + defisiensi Besi
3. Karies dentis
15

Planning

R/dx: Cek DPL ulang post transfusi


R/th:

IVFD NS 500 cc /24 jam

OMZ 1x40 mg IV

Cavit D3 3x500 mg PO
Sucralfat 4x CI PO
Minosep gargle 2x/hari
Transamin 3x 500 mg IV
TC 12 unit Target >20.000

Konsul dr. Martha, Sp.PD


Berikan Metyl prednisolon 2x125 mg IV (untuk 3 hari)

4.

tappering off
Berikan Metyl prednisolon 2x62,5 mg IV (untuk 3 hari)

tappering off
Berikan Metyl prednisolon 1x62,5 mg IV (untuk 3 hari)

11 Oktober 2014
Subjective

Gusi berdarah makin berkurang, mimisan (-), mual (-), muntah (-),
merah merah ditangan masih ada, memar-memar mulai memudar,

Objective

demam (-), sesak (-) nyeri ulu hati (-)


a) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Kompos Mentis
c) Tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 100 kali / menit

Pernapasan : 20 kali / menit

Suhu : 36,5 0 celcius

d) Mata : CA -/- , SI -/e) Mulut : oral higiene buruk, karies (+)


f) Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

g) Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


16

h) Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-/-)


i) Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal, Hepar tidak teraba. Lien Schuffner III
j) Ekstremitas

Assessment

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/1. Trombositopenia ec ITP


2. Anemia ec blood loss + defisiensi Besi

Planning

5.

3. Karies dentis
Pantau tanda vital
Lanjutkan terapi hari sebelumnya

12 Oktober 2014
Subjective
Objective

Tidak ada keluhan , perdarahan tidak ada


a) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Kompos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Pernapasan : 18 kali / menit

Suhu : 36,7 0 celcius

c) Mata : CA -/- , SI -/d) Mulut : oral higiene buruk, karies (+)


e) Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

f) Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


g) Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-/-)
h) Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal, Hepar tidak teraba. Lien Schuffner III
i) Ekstremitas

Assessment

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/1. Trombositopenia ec ITP


17

2. Anemia ec blood loss + defisiensi Besi


Planning

3. Karies dentis
R/dx: Cek DPL ulang
R/th:

6.

Pantau tanda vital


Lanjutkan terapi hari sebelumnya

13 Oktober 2014
Subjective
Objective

Tidak ada keluhan , perdarahan tidak ada


a) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Kompos Mentis
c) Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Pernapasan : 18 kali / menit

Suhu : 36,2 0 celcius

d) Mata : CA -/- , SI -/e) Mulut : oral higiene buruk , karies (+)


f) Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5-2 cm H2O

g) Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)


h) Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-/-)
i) Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
normal, Hepar tidak teraba. Lien Schuffner III
j) Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/-

Lab :
Hb 10,9 g/dl; Ht 32 %; Leukosit 13.400; Trombosit 51.000; eritrosit
: 3,62
Assessment

MCV/MCH/MCHC : 88,3/30,2/34.2
1. Trombositopenia ec ITP
18

2. Anemia ec blood loss + defisiensi Besi


3. Karies dentis
R/dx: Cek DPL ulang

Planning

R/th:

OMZ 1x40 mg IV

Cavit D3 3x500 mg PO
Sucralfat 4x CI PO
Minosep gargle 3x/hari
Transamin STOP
Metilprednisolon 2x 62,5 mg IV (hari ke 3)
Hari ini stop setelah masuk IV sore
Mulai selasa (14 October ) diberikan Metilprednisolon oral

24 mg-24 mg-16 mg selama 3 hari


Selanjutnya diganti 3x 16 mg PO sampai jadwal kontrol
berikutnya.
Pasien boleh pulang
Hasil follow up laboratorium
Pemeriksaan

8/10/14

9/10/14

10/10/14

13/10/14

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit

10,0
31
11
5000
3.19

10,9
32
13,4
51000
3.62

VER
HER
KHER
RDW

86.7
30,2
34.8
15.1

88,3
30,2
34,2
14,8
HematolOgi

Feritin
Serum Iron
TIBC

117 ng/ml
35.0 mg/dl
271.0 mg/dl
Fungsi Hati

Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin
indirect

0.20 mg/dl
0.10 mg/dl
0.10 mg/dl
Kimia klinik

Hbsag
Anti HCV

Non reaktif
Non reaktif
19

Urinalisa
Urobilinogen
Albumin
Berat jenis
Bilirubin
Keton
Nitrit
PH
Lekosit
Darah/Hb
Glukosa
Urin/Reduksi
Warna
kejernihan

0,2 E.U./dl
Negatif
<=1.005
Negatif
Negatif
Negatif
7.0
Positif 3
Positif 2
Negatif
Kuning
Jernih
Sedimen Urin

Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Lain-lain

Positif 1
8-12
3-6
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1

Definisi
Idiopathic thrombocytopenic purpura (immune thrombocytopenic purpura

[ITP]) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang
menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi
yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur dari trombosit
dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.1
Idiopathic thrombocytopenic purpura (immune thrombocytopenic purpura
[ITP]) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan jumlah trombosit yang
rendah dan perdarahan mukokutan.2
III.2

Epidemiologi
Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar

setengah dari kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden ITP pada anak antara
20

4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada anak-anak usia antara 2-6 tahun.
7-28 % anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Idiopathic
thrombocytopenic purpura (immune thrombocytopenic purpura [ITP]) pada anak
berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa
yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per
tahun.1,2
Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi
pertahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris.
Idiopathic thrombocytopenic purpura (immune thrombocytopenic purpura [ITP])
kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 4045 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut
sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.1
Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi
dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat
terapi karena angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP
refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini
mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup
bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.1
III.3

Patofisiologi
Sindrom PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yakni berikatan

dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van
Leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein Ilb/IIIa (CD41)
sebagai antigen yang dominan dengan mendemostrasikan bahwa elusi autoantibodi
dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.1,3,5
Diperkirakan bahwa ITP diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat
kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita
ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang
sehat yang menerima transfuse plasma kaya IgG, dari seorang pasien ITP. Trombosit
yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di
lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh
makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi
dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi
21

trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti


autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena
hambatan pembentukan megakariosit (megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin
tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.1,2,3
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi
PTI untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan kompleks
glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan
glikoprotein Ib/X, Ia/ITa, IV dan V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai
antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit
dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan
pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk
menimbulkan trombositopenia.1,2
Secara

alamiah,

antibodi

terhadap

kompleks

glikoprotein

Ilb/IIIa

memperlihatkan restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody yang berasal


dari displai phage menunjukkan penggunaan gen VH. Pelacakan pada daerah yang
berikatan dengan antigen dari antibodi-antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi
tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantarai
antigen dan melalui mutasi somatik. Pasien ITP dewasa sering menunjukkan
peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper dan sel T
helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antibodi setelah
terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena terpapar oleh protein alami.
Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan
lama tidak dapat dikethui dengan pasti.1,3
Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali
glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.(1)
Gambar : patofisiologi dari ITP

22

Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
intenalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein
Ilb/IIIa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain
(3). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptida baru pada
permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi antara
CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD-4
positif antiglikoprotein 1b/IX antibody T-cell clone I dan T cell clone II (5) Reseptor
imunoglobulin sel-B yang mengenali platelet antigen tambahan (B-cell clone 2)
dengan demikian juga terdorong untuk berkembang biak dan mensintesis antibodi
anti-glikoprotein Ib / IX (hijau) Selain memperkuat produksi anti-glikoprotein IIb /
IIIA antibodi (oranye) oleh B-1 cell clone (6).1 Metode yang saat ini digunakan untuk
penatalaksanaan ITP diarahkan secara langsung pada berbagai aspek berbeda dari
lingkaran produksi antibody dan sensitasi, klirens dan produksi trombosit .1
Pada umumnya obat yang dipakai pada awal ITP menghambat terjadinya
klirens anti bodi yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor FcG pada
23

makrofag jaringan (1). Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian kecil


mekanisme ini namun mungkin pula mengganggu interaksi sel-T dan sel-B yang
terlibat dalam sintesis antibody pada beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula
meningkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi kemampuan makrofag
dalam sumsum tulang untuk menghancurkan trombosit, sedangkan trobopoietin
berperan merangsang progenitor megakariosit (2). Beberapa imunosupresan
nonspesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada tingkat sel T (3).
Antibodi monoclonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik,
merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel T
makrofag dan interaksi sel T dan sel B yang terlibat dalam produksi antibody dan
pertukaran klas (4). Immunoglobulin IV mengandung antiidiotypic antibody yang
dapat menghambat produksi antibody. Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi
CD 20 pada sel-sel B juga masih dalam penelitian (5). Plasmafaresis dapat
mengeluarkan antibody sementara dari dalam plasma (6). Transfusi trombosit
diperlukan pada kondisi darurat untuk terapi perdarahan (7).1,2,3,4,5
Genetik
ITP telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah
diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada anggota keluarga
yang

sama. Adanya

peningkatan

prevalensi

HLA-DRW2

dan

DRB*0410

dihubungkan dengan respon yang menguntungkan dan merugikan terhadap


kortikosteroid, dan HLA-DRB1*1501 dihubungkan dengan respon yang tidak
menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak penelitian gagal
menunjukkan hubungan yang konsisten antara ITP dan kompleks HLA kelas I dan II.1
III.4

Manifestasi Klinik

ITP Akut
ITP akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa, awitan penyakit
biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya perdarahan berulang,
sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran
napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik
trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella
zooster dan Ebstein barr.
24

Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial
terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun
umumnya terjadi bentuk yang kronis. ITP akut pada anak biasanya self limiting,
remisi spontan teijadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih
dari 90% sembuh dalam 3-6 bulan.1,2,3
ITP Kronik
Awitan ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari
ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki
perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus. Remisi
spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap.1,4,5
Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya
berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum
hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT
>50.000/L maka biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000 /L terdapat luka
memar/hematom, AT 10.000-30.000/L terdapat perdarahan spontan, menoragia dan
perdarahan memanjang bila ada luka, AT <10.000/l.1,3
Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang
dikeluhkan berupa perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan seperti
hidung berdarah, mulut perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae. Perdarahan
gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie pada mukosa
nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus genitourinaria
merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragia dapat merupakan gejala
satu-satunya dari ITP dan mungkin tampak pertama kali pada pubertas. Hematuria
juga

merupakan

gejala

yang

sering.

Perdarahan

gastrointestinal

bisanya

bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan hematemesis. Perdarahan


intracranial dapat terjadi, hal ini dapat mengenai 1% pasien dengan trombositopenia
berat.1,2,3,5
Pada pemeriksaan, pasien tampak normal, dan tidak ada temuan abnormal
selain yang berkaitan dengan pendarahan. Pembesaran limpa harus mengarah pada
mempertanyakan diagnosis. Tampak tanda-tanda perdarahan yang sering muncul
seperti purpura, petechiae, dan perdarahan bula di mulut. 3

25

III.5

Diagnosis
Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan

kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis
pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan
fisik hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah (petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, dan perdarahan selaput lendir yang lain). 1,2,3,5
Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati.
Selain trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi
diperlukan untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi
yang lain. Megatrombosit sering terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda
ini bisa dideteksi oleh flow sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan
bahwa perdarahan pada ITP tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang
pada hitung trombosit yang serupa. Salah satu diagnosis penting adalah pungsi
sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler
atau tidak mengandung trombosit.2,3,4
Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari
40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran sitopenia)
atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak dianjurkan,
banyak ahli pediatri hematologi merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum
tulang sebelum mulai terapi kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut.
Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibodi secara uji langsung untuk
mengukur trombosit yang berikatan dengan antibodi yakni dengan MonoclonalAntigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45-66%, spesifisitasnya 78-92% dan
diperkirakan bernilai positif 80-83 %. Uji negatif tidak menyingkirkan diagnosis
deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma tidak digunakan. Uji ini tidak membedakan
bentuk primer maupun sekunder ITP. 2,3
III.6

Diagnosis Banding
Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang berfungsi

abnormal atau kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan sumsum tulang
menghasilkan kelainan di samping adanya trombositopenia, diagnosa seperti
myelodysplasia baru dapat dihilangkan hanya setelah dengan memeriksakan sumsum
tulang. Sebagian besar penyebab trombositopenia akibat kerusakan perifer dapat
26

dikesampingkan oleh evaluasi awal. Kelainan seperti DIC, trombotik trombositopenia


purpura, sindrom hemolitik-uremic, hypersplenisme, dan sepsis mudah dihilangkan
oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien harus ditanya mengenai penggunaan
narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides, simetidin, emas, dan heparin. Heparin
sekarang merupakan penyebab paling umum obat yang menginduksi trombositopenia
pada pasien yang dirawat. Sistemik lupus erythematosus dan CLL merupakan
penyebab yang sering trombositopenia purpura sekunder, yang secara hematologis
identik dengan ITP.1,3,4,5
III.7

Penatalaksanaan
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran

aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi


menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma
kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi
khusus yakni terapi farmakologis. 1
Terapi Awal ITP (Standar)
Prednison
Prednison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0 - 1,5
mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu
dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid
dilanjutkan sampai 1 bulan , kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT<30.000 mL, AT>50.000/L setelah 10 hari terapi awal, terhentinya
perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan AT <30.000L/ AT50.000/ L terapi
10 hari. Respon menetap bila AT menetap >50.000/mL setelah 6 bulan follow up.
Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat (AT <10.000/L) setelah
mendapat terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.1
Imunoglobulin Intravena
Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturutturut digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang
progresif. Hampir 80% pasien berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun
27

perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok
anafilaktik pada pasien yang mempunyai defisiensi IgA Kongenital.
Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui namun
meliputi blockade fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat
ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi. 1
Splenektomi
Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk ITP, dan
kebanyakan pasien dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi
prednison dosis tinggi tidak boleh berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari
operasi. Splenektomi diindikasikan jika pasien tidak merespon pada prednison awal
atau

memerlukan

prednison

dosis

tinggi

yang

tidak

masuk

akal

untuk

mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain mungkin tidak toleran
terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah alternatif .
Splenektomi dapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung trombosit
kurang dari 10.000 / MCL. 80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi baik
dengan remisi lengkap atau parsial, dan angka kekambuhan ialah 15-25%.1,3
Penanganan Relaps Pertama
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang
tidak berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.
Penggunaan imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan
hanya cocok untuk pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin
anti-D sebagai terapi awal tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya
perdarahan mukokutaneus. Untuk memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai
AT 30.000 /L sampai 50.000/L bergantung pada ada tidaknya faktor risiko
perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya risiko tinggi untuk trauma. Pada AT
>50.000/L perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau setelah trauma pada beberapa
pasien. Pada pasien ITP kronik dan AT <30.000/l IglV atau metilprednisolon dapat
membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.1,3
Terapi ITP Kronik Refrakter
Pasien refrakter (25%-30% pada ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapi
kortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut
28

karena AT yang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons
terapi yang rendah, mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan
terapinya serta memiliki mortalitas sekitar 16%. ITP refrakter kronik ditegakkan bila
ditemukan 3 kriteria sebagai berikut: a). ITP menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien
gagal berespon dengan splenektomi; c). AT <30.000/mL.1
Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua
Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada
beberapa pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua
menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual. 1
Steroid Dosis Tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason
oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk
6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik
(dengan AT >100.000/mL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang
tidak berespon dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya. 1
Metilprednisolon
Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua
dan ketiga pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP
anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari
penelitian Weil pada pasien ITP berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30
mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari
dibandingkan dengan pasien ITP klinis ringan yang telah mendapat terapi prednison
dosis konvensional. Pasien yang mendapat terapi metilprednisolon dosis tinggi
mempunyai respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80%
vs 53%). Respons steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien dan
memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat. 1
IglV Dosis Tinggi
Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturutturut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat.

29

Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara
intermiten atau disubtitusi dengan anti-D intravena. 1
Anti-D Intravena
Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang
dewasa. Dosis anti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni
destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES
terutama di lien, jadi bersaing dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit
melalui Fc reseptor blockade. 1
Alkaloid Vinka
Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin
bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan
cepat, misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu
selama 4-6 minggu. 1
Danazol
Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon
sering lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis
diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian
diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan. 1
Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi
Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi
lainnya. Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid
sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%.
Pada pasien yang berat, simptomatik, ITP kronik refrakter terhadap berbagai terapi
sebelumnya. Pemakaian siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi
telah efektif digunakan seperti pada limfoma. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200
mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin 50-100 mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon
obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan turunkan sampai dosis terkecil. 1
Dapsone
30

Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien
harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai
risiko hemolisis yang serius. 1
Tranfusi Trombosit concentrate
TC berisi trombosit dan beberapa leukosit dari sel darah merah serta plasma.
Trombosit pekat ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran darah lengkap segar
dengan cara tromboforesis. Satu kantong TC yang berasal dari 450 ml darah lengkap
dari seorang donor berisi kira- kira 5,5x 102 trombosit dengan volume sekitar 50 mL.
satu kantong TC yang diperoleh dengan tromboforesis seorang donor darah berisi
3x1011 trombosit, setara dengan 6 kantong trombosit yang berasal dari donor darah
biasa. Tergantung dari jenis mesin yang dipakai, volum berkisar antara 150-400 mL.
Produk ini memungkinkan trafusi trombosit yang cocok pada pasien dengan antibody
terhadap trombosit.
Trombosit pekat ini dapat disimpan pada suhu 20-240 celcius dengan kantong
darah biasa yang diletakkan pada rotator/agitator yang selalu berputar, trombosit dapat
disimpan selama 3 hari, sedangkan dengan kantong darah khusus dengan cara
penyimpanan yang sama trombosit dapat disimpan selama 5 hari. Produk ini daya
hemostatiknya kurang, sedangkan viability pasca transfuse lebih baik. Pada suhu 1-6 0
celcius trombosit ini dapat disimpan selama 3 hari. Produk ini fungsi hemostatiknya
lebih baik namun viability pasca transfusi kurang.
Indikasi :
Trombosit pekat ini diindikasikan pada perdarahan karena trombositopenia (trombosit
<50.000/uL). Juga diindikasikan pada mereka selama operasi atau prosedur invasive
dengan trombosit <50.000/uL. Profilaksis diberikan pada semua kasus dengan
trombosit 5-10.000 uL yang berhubungan dengan hipoplasi sumsum tulang akibat
kemoterapi,invasi tumor atau aplasia primer sumsum tulang. Produk ini ditransfusi
intravena dengan memakai saringan/ filter darah standart. Sebaiknya diberikan
trombosit pekat yang sama golongan ABO-nya dengan pasien.
Kontraindikasi dan perhatian :
Transfusi trombosit biasanya tidak efektif pada pasien dengan destruksi trombosit
yang cepat seperti ITP, TTP, dan DIC dan transfusi biasanya dilakukan hanya pada
adanya perdarahan yang aktif. Pasien dengan trombositopenia yang disebabkan oleh
sepsis atau hipersplenisme biasanya refrakter terhadap transfuse trombosit.
31

Menggigil, panas dan reaksi alergi dapat terjadi pada transfuse trombosit.
Antipiretik yang dipilih sebaiknya bukan golongan aspirin karena dapat menghambat
agregasi trombosit dan fungsi trombosit. Transfusi berulang dari trombosit dapat
menyebabkan aloimunisasi terhadap HLA dan antigen lain serta dapat terjadi refrakter
yang ditandai dengan tidak adanya peningkatan trombosit.
Pemberian terlalu cepat dapat menyebabkan kelebihan beban serta penularan
penyakit dapat terjadi seperti halnya transfuse komponen lain.
Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama
atau kedua dan memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan
aktif namun lebih banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah
penanganannya.

Pada

umumnya

ITP

refrakter

kronis

bisa

mentoleransi

trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai kualitas hidup normal atau
mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini pertama dan kedua
hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-, (ii) anti-CD20, (iii)
Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil, (vi)terapi lainnya. 1
Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran
splenektomi dan bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi.
Rituximab, suatu antibodi monoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat
respons keseluruhan 25 - 50%, dan memiliki respon yang tahan lama, dengan efek
samping yang relatif sedikit.6
Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien
tidak berespon dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya.
perdarahan aktif). Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP
refrakter tetapi studi lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasikan efikasi dan
keamanannya. Dalam hal pertimbangan resiko: rasio manfaat, terapi dengan
interferon-, protein A columns, plasmafaresis dan liposomal doksorubisin tidaklah
direkemoendasikan. 6
Kesulitan utama dengan obat lini ketiga ialah tingkat respons yang sederhana
dan, seringnya, mempunyai onset yang lambat sehingga efek dapat tidak jelas selama
32

beberapa bulan. Selain itu, supresi sumsum tulang dan peningkatan risiko infeksi
menyulitkan pengobatan dengan menggunakan obat yang imunosupresif. 6
Obat trombopoietik mewakili strategi terapi baru yang menjanjikan untuk ITP
yang refrakter untuk terapi lini kedua dan ketiga. Obat ini mungkin juga dapat sebagai
alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentolerir terapi imunosupresif atau pada calon
yang tidak dapat menggunakan untuk itu. Tempat agen ini pada armamentarium dari
terapi ITP, bagaimanapun, tetap ditentukan. Penggunaannya akan dipandu oleh uji
klinis lebih lanjut dengan durasi yang lebih lama dan pemahaman yang lebih baik dari
kontribusi relatif penghancuran platelet dan gangguan produksi trombosit pada
masing-masing pasien dengan ITP.6
III.8

Prognosis
Respons terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien PTI

dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian
pada PTI biasanya disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal
berkisar 2,2% untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari
60 tahun.

BAB IV
PENGKAJIAN MASALAH
Pasien perempuan 34 tahun datang dengan keluhan gusi berdarah dan mimisan
yang makin memburuk sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien adalah Idiopatic thrombositopenia
Purpura (ITP). Berikut adalah analisa kami terkait diagnosis tersebut.
Dari identitas pasien, diketahui pasien seorang perempuan, berusia 34 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan survey yang menyebutkan bahwa ITP pada dewasa banyak
terjadi pada terjadi pada usia sekitar 30-40 tahunan dan rasio antara wanita dibanding
laki laki adalah 2-3:1.(1) Tanda dan gejala utama ITP adalah riwayat perdarahan
sering dari ringan sampai sedang, berupa ekimosis, petekie, purpura, pada umumnya
33

berat, dan pembesaran lien jarang terjadi. Episode perdarahan dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, perdarahan berkorelasi dengan jumlah
trombosit. Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila
pasien dengan AT >50.000/L maka biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000 /L
terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/L terdapat perdarahan spontan,
menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT <10.000/l.1,3 Hal ini sesuai
yang pasien keluhkan dimana terdapat manifestasi perdarahan yaitu perdarahan pada
mukosa di mulu yaitu gusi berdarah serta perdarahan mukosa nasal atau mimisan
yang terjadi semakin parah. Selain itu juga ditemukan bintik-bintik merah di tangan,
kaki dan tubuh pasien, serta adanya memar-memar (hematom) di tangan dan kaki.
Menstruasi yang lebih panjang masa waktunya serta darah yang dikeluhkan lebih
banyak daripada biasanya juga merupakan salah satu contoh manifestasi perdarahan
genitourinaria pada pasien ITP. Perdarahan gastrointestinal pada pasien ini contohnya
seperti melena atau hematemesis tidak ditemukan. Pada pemeriksaan laboraturium
juga ditemukan darah/hb +2 pada urinalisa dan pada sedimen urin ditemukan eritrosit
yang berarti terdapat pula hematuria pada pasien ini. Hematuria merupakan salah satu
gejala yang sering ditemukan pada pasien ITP. Pada pasien ini resiko perdarahan
intracranial cukup tinggi didukung dengan hasil pemeriksaan DPL dimana trombosit
pasien pada tanggal 7 oktober 2014 hanya sebanyak 3000 /uL perdarahan intracranial
pada pasien ITP dapat mengenai 1% pasien dengan trombositopenia berat.(5)
Pada anamnesis, pasien mengeluh badannya terasa lemas. semakin memberat
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pasien juga mengaku cepat
lelah dan tampak pucat. Keluhan ini adalah gejala dari anemia, didukung dengan pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva agak pucat dan kulit pasien tampak pucat,
serta pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan Hb 11,6 g/dl, dengan nilai
pemeriksaan MCV/MCH/MCHC/RDW adalah 88.7/29.9/33.6/13.2 yang menandakan
anemia pada pasien adalah anemia normositik normokrom. Anemia normositik
normokrom dapat disebabkan oleh pasca perdarahan akut, aplastik, hemolitik didapat,
akibat penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia pada sindrom
mielodisplastik, anemia pada keganasan hematologik. Oleh karena itu pada pasien
diperiksa
Pada anamnesis pasien juga mengeluhkan terdapat gigi berlubang di mulutnya
yang belum pernah diobati. Hal ini dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan
leukosit pasien meningkat. Pada pemeriksaan penunjang leukosit menjadi leukositosis
34

11.000/ul. Selain itu dari pemeriksaan ditemukan oral higiene pasien buruk dan
mulutnya banyak darah yang bercampur dengan air liur. Darah yang tidak berhenti
menyebabkan setiap berkumur sisa darah tetap tidak bersih dari mulut pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi
normal (19,5), Konjungtiva anemis karena anemianya, terdapat bekas darah kering di
sekitar hidung (bekas epistaksis), thorax dan abdomen normal , abdomen hepar dan
lien tidak teraba.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pasien didiagnosis
trombositopenia et causa ITP (Idhiopatic Trombositopenia Purpura). Selain itu dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien juga didiagnosis anemia
normositic normokrom, kemungkinan pada pasien ini akibat dari perdarahan yang
terjadi (blood loss).
Pasien ini direncanakan dilakukan pemeriksaan cek DPL ulang post transfusi
nanti, cek HbsAg, anti HCV juga dilakukan untuk mengecek apakah ada riwayat
penyakit hati kronis. Feritin, SI, TIBC juga dicek untuk mengetahui adanya anemia
yang disebabkan oleh penyakit kronis. Pasien ini direncanakan transfusi trombosit
consentrate 10 unit pada tanggal 7 oktober 2014 untuk meningkatkan trombositnya
yang masih 3000 /uL. Setelah itu pada tanggal 8 oktober 2014 dilakukan transfusi lagi
5 kantong dengan target Trombosit > 10.000. Pada tanggal 9 oktober transfusi
dilakukan kembali 5 kantong dengan target trombosit >20.000, dan tanggal 12 oktober
trombosit pasien dicek yaitu 51.0000/uL. Selain transfusi TC, cairan yang diberikan
IVFD NaCl 0,9% 500cc/8 jam. Bed rest total disarankan kepada pasien untuk
mencegah terjadinya resiko perdarahan intracranial akibat jatuh apabila pasien
berjalan seperti biasanya, diet lunak diberikan 1500 kkal/hari. Tujuan diberikan diet
lunak juga karena keadaan gusi pasien yang gampang sekali berdarah dan terdapat
gigi pasien yang berlubang. Terapi medika mentosa yang dipakai adalah Metyl
prednisolon 2x125 gram IV, yang merupakan pengobatan ITP lini 1. Respons terapi
pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid
dilanjutkan sampai 1 bulan , kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT<30.000 mL, AT>50.000/L setelah 10 hari terapi awal, terhentinya
perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan AT <30.000L/ AT50.000/ L terapi
10 hari. Respon menetap bila AT menetap >50.000/mL setelah 6 bulan follow up.
Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat (AT <10.000/L) setelah
mendapat terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk splenektomi. 1 Pada pasien
35

ini dilakukan protocol terapi MP yaitu berikan Metyl prednisolon 2x125 mg IV (untuk
3 hari) tappering off (jika membaik), berikan Metyl prednisolon 2x62,5 mg IV
(untuk 3 hari) tappering off, berikan Metyl prednisolon 1x62,5 mg IV (untuk 3
hari). Setelah pemberian MP 2x125 mg IV, pada hari ke 7 di RS trombosit pasien
sudah naik menjadi 51.000 dan terapi diganti menjadi Metyl prednisolon 2x62,5 mg
IV, selain itu pasien juga diberikan Transamin 3x500mg IV yang merupakan obat
fibrinolitik yang dapat membantu mencegah perdarahan. OMZ 1x40 mg IV dan
Sucralfat 4x CI PO diberikan karena pasien mengeluh mual. Cavit D3 3x500 mg PO
diberikan untuk mencegah efek jangka panjang dari konsumsi MP dimana dapat
menyebabkan pengeroposan tulang. Minosep gargle 3x/hari diberikan untuk
mengobati oral higiennya yang buruk sehingga tidak tumbuh menjadi sumber infeksi
yang lebih lanjut nantinya.

36

Anda mungkin juga menyukai